Вы находитесь на странице: 1из 17

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/317367599

PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN DI HUTAN


DESA BUNTOI, KECAMATAN KAHAYAN HILIR,
KABUPATEN PUL....

Article · June 2017


DOI: 10.20886/jakk.2017.14.1.1-16

CITATIONS READS

0 162

5 authors, including:

Muhammad Zahrul Muttaqin Ismayadi Samsoedin


Forestry Research and Development Agency 43 PUBLICATIONS 345 CITATIONS
46 PUBLICATIONS 15 CITATIONS
SEE PROFILE

SEE PROFILE

Subarudi Subarudi Faridh Almuhayat Uhib Hamdani


Forest Policy and Climate Change Center MAP Institute
25 PUBLICATIONS 191 CITATIONS 2 PUBLICATIONS 0 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

ECOLOGICAL RESTORATION AND CLIMATE-PROOFING AGRICULTURAL SECTOR TO IMPROVE


COMMUNITY RESILIENCE TO CLIMATE CHANGE IN CENTRAL KALIMANTAN View project

Improving Governance, Policy and Institutional Arrangements to Reduce Emissions from


Deforestation and Degradation (REDD) View project

All content following this page was uploaded by Muhammad Zahrul Muttaqin on 16 June 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 14 No.1, Mei 2017 : 1-16
p-ISSN 0216-0897
e-ISSN 2502-6267
Terakreditasi No. 755/AU3/P2MI-LIPI/08/2016

PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN DI HUTAN DESA BUNTOI,


KECAMATAN KAHAYAN HILIR, KABUPATEN PULANG PISAU,
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
(The Utilisation of Environmental Service at Buntoi Village Forest, Kahayan Hilir District,
Pulang Pisau Regency, Central Kalimantan Province)
Muhammad Zahrul Muttaqin1*, Ismayadi Samsoedin2, Subarudi1, Nurtjahjawilasa3, dan Faridh Almuhayat Uhib
Hamdani4
1
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim, Badan Litbang dan
Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jl.Gunung Batu No.5, Bogor 16118, Jawa Barat,
Indonesia.
E-mail:l: zahrul2005@yahoo.com.au, rudi.subarudi@yahoo.co.id
2
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Badan Litbang dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, Jl.Gunung Batu No.5, Bogor 16118, JawaBarat, Indonesia.
E-mail: isamsoedin@yahoo.com
3
Pusat Pendidikan dan Pelatihan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jl. Gunung Batu No.141,
Bogor 16118, Jawa Barat, Indonesia
E-mail: nurcahyowiloso@gmail.com
4
Direktur Eksekutif MAP Institute, Vila Bogor Indah Blok DD2 No. 31, Ciparigi, Bogor 16157, Jawa Barat,
Indonesia
E-mail:: faridhalmuhayatuhib@yahoo.co.id

Diterima 6 Desember 2016, direvisi 22 Maret 2016, disetujui 31 Maret 2017

ABSTRACT

Village forest is a managed state forest by village institution for the prosperity of villagers. Village that has
granted village forest is responsible for its utilization and its sustainability. The development of village forest
in Buntoi Village is still at the preliminary stage; therefore the identification of environmental services, policy,
institutional arrangements, and sustainable potential livelihood need to be conducted. The purpose of this study is
to identify and analyse the potential of ecosystem services and influencing factors in the utilization of the ecosystem
services. The result showed that there was lack of water services in the Buntoi village since there was no spring water
in the forest. Also did not have the beauty of potential landscape that can attract tourists. Moreover, the potential of
biodiversity and carbon sequestration in the village had not been optimised. Low utilization of ecosystem services in
Buntoi was due to: (1) perceptions of stakeholders that had not yet support the utilization of ecosystem services; and
(2) lack of support from district and provincial in the utilization of ecosystem services in village forest. Activities
that can be developed to utilize biodiversity, beauty of landscape, and carbon conservation in Buntoi are ecotourism
and REDD+ scheme..

Keyword: Village Forest; Buntoi village; potential and use of environmental services.

ABSTRAK

Hutan Desa (HD) merupakan hutan negara yang tidak dibebani hak dan dikelola oleh desa untuk kesejahteraan
desa. Desa yang memiliki HD bertanggung jawab atas pemanfaatan sumber daya hutan secara lestari. Pengembangan
HD di desa Buntoi masih dalam tahap awal sehingga perlu dilakukan penggalian potensi dari berbagai aspek seperti
aspek jasa lingkungan, kebijakan dan kelembagaan, dan potensi mata pencaharian yang berkelanjutan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis potensi jasa lingkungan beserta faktor-faktor yang
memengaruhi dalam pengembangannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan jasa air di Desa Buntoi
selama ini hanya mengandalkan air sungai yang berwarna coklat karena tidak memiliki sumber mata air. Secara

©2017 JAKK All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license. doi: http://dx.doi.org/10.20886/jakk.2017.14.1.1-16 1
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 14 No.1, Mei 2017 : 1-16

bentang alam tidak ditemukan areal yang khas untuk dapat menarik kedatangan wisatawan, akan tetapi potensi
keanekaragaman hayati dan penyerapan karbon di HD kurang optimal dimanfaatkan untuk menarik wisatawan.
Ketidakoptimalan pemanfaatan jasa lingkungan di HD Buntoi disebabkan oleh: (1) Persepsi masyarakat lokal
yang belum mendukung pemanfataan jasa ekosistem; dan (2) Kurangnya dukungan dari pemerintah daerah dalam
pemanfaatan jasa ekosistem di hutan desa. Adapun kegiatan yang dapat dikembangkan untuk memanfaatkan
keanekaragaman hayati, keindahan bentang alam, dan konservasi karbon di desa hutan yaitu ekowisata dan
program pengurangan emisi berbasis REDD+.

Kata kunci: Hutan desa; Desa Buntoi; potensi dan pemanfaatan jasa lingkungan.

I. PENDAHULUAN Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2014 Tentang


Pemerintahan Daerah, desa didefinisikan
A. LATAR BELAKANG
sebagai kesatuan masyarakat hukum yang
Hutan desa (HD) didefinisikan sebagai memiliki batas wilayah yang berwenang
hutan negara yang tidak dibebani hak yang untuk mengatur dan mengurus urusan
dikelola oleh desa untuk kesejahteraan Pemerintahan, kepentingan masyarakat
masyarakat desa (Kementerian Kehutanan, setempat berdasarkan prakarsa masyarakat,
2014). Pengaturan kelembagaan pengelola hak asal usul, dan/atau hak tradisional
HD sedikit berbeda dibandingkan dengan yang diakui dan dihormati dalam sistem
pengelolaan kawasan hutan berbasis pemerintahan Negara Kesatuan Republik
masyarakat lainnya, seperti hutan Indonesia (Kementerian Kehutanan, 2014).
kemasyarakatan dan hutan tanaman rakyat, Desa melalui lembaga di tingkat desa
karena HD diberikan hak pengelolaan yang telah mendapatkan izin pengelolaan
selain izin, sementara yang lain dapat bisa melakukan komersialisasi kayu,
memanfaatkan sumber daya hutan hanya komersialisasi hasil hutan non-kayu, dan jasa
berdasarkan izin. Hutan desa juga dapat lingkungan jika HD adalah hutan produksi
dianggap sebagai sarana kompromi untuk (Kementerian Kehutanan, 2014). United
memberikan akses kepada masyarakat adat Nations Educational, Scientific and Cultural
untuk mengelola kawasan hutan, mengingat Organization (UNESCO) bekerja sama
peraturan mengenai hutan adat masih belum dengan Kantor Persatuan Bangsa-Bangsa
kokoh. untuk Layanan Proyek The United Nations
Kelembagaan HD merupakan suatu sistem Office for Project Services (UNOPS) telah
pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang memfasilitasi masyarakat dalam membangun
relatif baru yang dirancang oleh Kementerian Pusat Informasi Lestari (PIL) di Desa Buntoi,
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Kalimantan Tengah yang diperuntukkan
untuk mengelola kawasan hutan produksi sebagai pusat pembelajaran masyarakat
dan hutan lindung yang bebas dari klaim yang diharapkan dapat memperbaiki
atau hak. Penduduk desa yang diwakili mata pencaharian masyarakat lokal yang
oleh lembaga desa, memainkan peran berkelanjutan dan dapat berkontribusi untuk
utama dalam mengelola dan memanfaatkan ketahanan terhadap perubahan iklim.
manfaat dari hutan negara. Dalam hal ini, Sebagai tindak lanjut dari Surat Keputusan
sebuah desa yang mengelola HD tidak hanya (SK) Menteri Kehutanan Nomor SK.584/
memanfaatkan sumber daya hutan, tetapi Menhut-II/2012, Nomor SK.585/Menhut-
juga bertanggung jawab agar hutan tetap II/2012 dan Nomor SK.586/Menhut-II/2012
lestari. Hutan desa harus berada dalam batas tanggal 17 Oktober 2012 tentang Penetapan
administrasi desa karena menurut Undang- Kawasan Hutan Lindung sebagai Areal Kerja

2
Pemanfaatan Jasa Lingkungan di Hutan Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir ......................(Muhammad Zahrul Muttaqin, et al.)

Hutan Desa Buntoi seluas 7.025 hektar, Desa Buntoi masih dalam tahap awal, dengan
maka Desa Buntoi bersama-sama dengan demikian banyak kekosongan informasi
desa-desa lain yang membentuk Lembaga mengenai kondisi hutan yang meliputi
Pengelola Hutan Desa (LPHD) dan Rencana banyak aspek jasa lingkungan seperti
Kerja Hutan Desa (RKHD). Sejalan dengan carbon stock, kebijakan dan kelembagaan,
itu, UNESCO telah bersama masyarakat dan potensi mata pencaharian yang
mengembangkan Rencana Aksi Komunitas berkelanjutan. Identifikasi jasa ekosistem/
(RAK) untuk Rencana Aksi Pusat Informasi lingkungan HD akan memberikan informasi
Lestari (PIL) kemudian mengaitkan dengan tentang potensi dan pentingnya hutan, tidak
RKHD. Melalui serangkaian lokakarya, hanya untuk masyarakat di desa tetapi juga
masyarakat dapat mengidentifikasi untuk penerima manfaat yang lebih luas di
potensi PIL untuk memfasilitasi kegiatan tingkat provinsi dan nasional.
pengelolaan HD. Informasi dari pengalaman Berdasarkan kondisi di atas, telah
pengelolaan HD, baik terkait dengan dilaksanakan penelitian untuk memberikan
perbaikan mata pencaharian maupun dari informasi dan pengetahuan untuk masyarakat
sudut pandang konservasi akan menjadi pada pengelolaan, pengembangan dan
pelajaran yang baik yang bisa dibagi melalui penerapan HD di Desa Buntoi, terutama
PIL. terkait dengan pemanfaatan jasa lingkungan
Hasil Lokakarya RAK untuk PIL hutan. Informasi dan pengetahuan yang
menunjukkan bahwa ada keterkaitan dihasilkan oleh penelitian ini dapat
dan tumpang tindih kegiatan di RAK digunakan oleh masyarakat sebagai bagian
untuk PIL dengan RKHD. Beberapa dari inisiatif di Pusat Komunikasi Iklim dan
kesamaan yang disorot antara lain adalah Pusat Pembelajaran Masyarakat di Desa
dalam penyediaan pengetahuan tentang Buntoi.
jasa ekosistem/lingkungan, peningkatan
kapasitas untuk mempersiapkan masyarakat B. TUJUAN PENELITIAN
untuk pelaksanaan REDD+, agroforestri Penelitian ini bertujuan untuk
untuk mata pencaharian berkelanjutan, dan mengidentifikasi dan menganalisis potensi
pengelolaan HD. jasa lingkungan dari perspektif ilmiah,
Salah satu potensi non kayu yang faktor-faktor yang dapat memengaruhi
dikembangkan dalam UU Nomor 41 Tahun jasa ekosistem hutan dalam kaitannya
1999 adalah pemanfaatan jasa lingkungan, dengan dinamika sosial-ekonomi di tingkat
hal tersebut telah dipertegas di dalam masyarakat, dan nilai lingkungan dari jasa
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun ekosistem hutan di HD Buntoi.
2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan, Serta
II. METODE PENELITIAN
Pemanfaatan Hutan yang menggantikan PP
Nomor 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan Penelitian dilakukan di Desa Buntoi,
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang
Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah selama
Kawasan Hutan. Kegiatan jasa lingkungan 2 (dua) bulan pada bulan September sampai
yang dapat dilakukan dalam pemanfaatan dengan Oktober 2013 (Gambar 1). Data
jasa lingkungan adalah: a) Pemanfaatan jasa yang dikumpulkan meliputi data primer yang
aliran air; b) Pemanfaatan air; c) Wisata alam; diperoleh melalui wawancara dan diskusi
d) Perlindungan keanekaragaman hayati; e) dengan pejabat pemerintah, masyarakat,
Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon. dan lembaga swadaya masyarakat (LSM)
Hingga saat ini pengembangan HD di di Kabupaten Pulang Pisau terkait dengan

3
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 14 No.1, Mei 2017 : 1-16

Sumber (Source): Data primer, 2013 (Primary data, 2013)

Gambar 1. Kerangka analisis penelitian pemanfaatan jasa lingkungan di hutan lindung


Figure 1.Analytical framework for researching the utilisation of ecosystem service in protection forest

pemanfaatan jasa lingkungan di HD. Menhut II/2012 Desa Buntoi memiliki


Data sekunder diperoleh dari berbagai wilayah HD sekitar 7.025 ha; dengan dibantu
sumber yang relevan dan berkaitan dengan salah satu LSM lokal, POKKER SHK, Desa
pemanfaatan hutan lindung dan pengelolaan Buntoi telah membentuk Lembaga Pengelola
HD. Data dianalisis secara deskriptif dengan HD (LPHD) yang berfungsi untuk mengelola
mencermati berbagai kejadian dan aktivitas potensi HD di wilayah mereka. Desa Buntoi
yang terjadi di wilayah penelitian seperti memiliki akses yang baik dari Palangkaraya
dalam kerangka analisis (Gambar 1). Analisis dan daerah lain di Kalimantan Tengah,
potensi jasa ekosistem hutan atau jasa serta masih memiliki kawasan hutan relatif
lingkungan difokuskan pada empat kategori baik. Berdasarkan observasi lapangan dan
yaitu: (1) Jasa air, (2) Penyerapan karbon, (3) wawancara dengan masyarakat Desa Buntoi,
Konservasi keanekaragaman hayati, dan (4) diketahui bahwa kondisi HD Buntoi relatif
Keindahan bentang alam (Mayrand & Paquin, lebih baik dibandingkan dengan kondisi hutan
2004; Pagiola, Landell-Mills, & Bishop, di sekitarnya. Namun jika ditinjau dari kriteria
2002). umum hutan lindung, kondisinya kurang bagus
akibat kebakaran hutan dan pembalakan liar
III. HASIL DAN PEMBAHASAN yang terjadi sebelum ditetapkan menjadi HD.
Potensi kayu yang ada di HD Buntoi antara
A. Kondisi Hutan Desa Buntoi
lain adalah meranti, balau, ramin, pantung,
Ada empat HD dalam satu lanskap yang jelutung, belangiran, dan bengaris. Potensi
dikelola oleh empat desa, yakni Buntoi, hasil hutan non kayu antara lain adalah
Mantaren I, Kalawa dan Gohong, namun HD tanaman obat dan anggrek hutan. Disamping
yang terbesar adalah di wilayah Desa Buntoi itu juga ada potensi flora dan fauna seperti
(Gambar 2). Melalui Keputusan Menteri rusa, burung sebaru, trenggiling, beruang,
Kehutanan (Kepmenhut) Nomor SK.586/ monyet ekor pendek/bangkoui, kantong

4
Pemanfaatan Jasa Lingkungan di Hutan Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir ......................(Muhammad Zahrul Muttaqin, et al.)

Sumber (Source): Data primer, 2013 (Primary data, 2013)

Gambar 2. Peta hasil verifikasi usulan penetapan areal kerja HD Buntoi


Figure 2. Map of verified working area proposal in buntoi Village Forest

semar, pasak bumi, anggrek hutan, dan jenis B. Potensi Jasa Lingkungan
obat-obatan yang belum teridentifikasi. Hutan Desa di Buntoi merupakan bagian
Kondisi infrastruktur dari pusat Desa Buntoi dari sisa hutan rawa gambut tropis di Provinsi
menuju HD Buntoi belum memadai karena Kalimantan Tengah yang kondisinya relatif
ditempuh dengan jalan kaki dan melalui jalan baik dibandingkan dengan daerah sekitarnya
setapak selama 12 jam tanpa istirahat. Hal sehingga HD dapat memberi manfaat ekologi
tersebut merupakan salah satu kendala dalam dan ekonomi bagi masyarakat sekitar. Lahan
pemanfaatan HD Buntoi oleh masyarakat gambut dapat berperan sangat penting dalam
Desa Buntoi, terutama yang berada jauh dari penyimpanan karbon dan regulasi air untuk
pinggiran hutan. Berdasarkan wawancara daerah sekitarnya seperti menyeimbangkan
dengan penduduk Desa Buntoi, diketahui pasokan air regional melalui fungsinya sebagai
bahwa tidak ada kelompok masyarakat yang resapan air. Selain itu lahan gambut tropis
tinggal di pinggiran HD tersebut. Berdasarkan merupakan reservoir keanekaragaman hayati
Keputusan Menteri Kehutanan tentang dan habitat bagi spesies langka, terutama
penunjukan Hutan Desa Buntoi, fungsi HD di primata seperti orangutan (Pongo pygmaeus)
Desa Buntoi adalah hutan lindung, maka hal dan beberapa spesies ikan endemik.
tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan Hasil penelitian adalah sebagai berikut:
hasil hutan kayu sangat terbatas. Sumber daya Pertama, hasil analisis biofisik yang dilakukan
hutan yang diizinkan untuk digunakan di HD HD di Desa Buntoi ditemukan bahwa di desa
adalah hasil hutan non-kayu seperti jelutung tersebut tidak memiliki sumber air minum
dan rotan, dan jasa lingkungan seperti air, yang dapat dimanfaatkan oleh penduduk.
keanekaragaman hayati, keindahan bentang Sebagian masyarakat Desa Buntoi yang berada
alam dan penyerapan karbon. di pinggir Sungai Kahayan menggunakan air
rawa yang berwarna coklat untuk digunakan

5
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 14 No.1, Mei 2017 : 1-16

kebutuhan sehari-hari termasuk sebagai kedatangan wisatawan ke HD Buntoi. Namun


air minum. Dengan demikian, potensi kondisi biofisik HD di desa Buntoi dapat
pamanfaatan jasa air dari HD Buntoi menjadi dijadikan objek promosi pariwisata dengan
terbatas. keberadaan satwa dan tumbuhan yang
Kedua, potensi penyerapan dan peyimpanan khas seperti orang utan dan kantong semar.
karbon di HD Buntoi sangat besar karena Beberapa kegiatan yang cocok dilakukan di
disamping memiliki potensi vegetasi yang HD antara lain observasi dan sebagai stasiun
dapat menyerap dan menyimpan karbon, HD penelitian, potensi sungai dan beberapa
Buntoi juga merupakan hutan rawa gambut hewan buruan seperti rusa dan babi juga dapat
yang memiliki simpanan karbon besar di dijadikan objek wisata susur sungai atau
bawah tegakan. Jaenicke, Englhart, and Siegert wisata buru dengan memerhatikan potensi
(2011) menyatakan bahwa hutan rawa gambut dan kelestariannya karena HD di desa Buntoi
di hutan tropis dapat menyimpan hingga 20 ton sebagai salah satu areal lindung bagi hutan
karbon di tanah mineral dan 90% diantaranya rawa gambut yang ada di wilayah tersebut.
berada di bawah tanah. Proses deforestasi
dan kerusakan hutan dapat melepas karbon C. Pengaruh Dinamika Sosial-Ekonomi
karena kedua aktivitas tersebut dapat memicu Masyarakat terhadap Jasa Ekosistem
terjadinya dekomposisi atau kebakaran lahan Hutan
gambut (Olbrei, 2013). Potensi penyerapan Keberadaan jasa ekosistem atau jasa
karbon tersebut menjadi peluang bagi lingkungan hutan sangat dipengaruhi oleh
bangsa Indonesia yang sebagian besar lahan faktor persepsi para pihak terhadap nilai jasa
gambutnya berada di Sumatera, Kalimantan tersebut, namun kendala utamanya adalah nilai
dan Papua, termasuk di HD Buntoi. Page, jasa ekosistem hutan sulit untuk diuangkan.
Rieley, and Banks (2011) mengungkapkan Berbeda dengan manfaat hutan yang tampak
bahwa Indonesia memiliki potensi simpanan nyata seperti kayu, rotan, ikan, dan hewan
karbon di lahan gambut tropis terbesar di buruan yang dapat dijual dan dikonsumsi,
dunia yang mencapai 57 billion tonnes (Giga sehingga jasa lingkungan sedikit yang
tonnes or Gt). tampak nyata karena bersifat ekesternalitas.
Ketiga, berkenaan dengan potensi Dengan demikian persepsi para pihak atas
keanekaragaman hayati, banyak flora dan nilai yang tidak tampak dari jasa lingkungan
fauna yang dapat ditemui di HD Buntoi. sangat penting bagi keberadaan hutan
Berdasarkan laporan Yayasan Cakrawala tersebut. Banyak pihak yang menganggap
Indonesia (2013) dan identifikasi yang bahwa manfaat yang tampak adalah manfaat
dilakukan oleh tim peneliti Badan Penelitian utama, sehingga keberadaan jasa lingkungan
dan Pengembangan Kehutanan Kementerian kemungkinan akan terpinggirkan. Sebagai
Kehutanan, beberapa jenis hewan yang masih contoh, jika hasil hutan kayu dianggap
diburu oleh masyarakat adalah rusa, kancil sebagai satu-satunya hasil hutan yang dapat
dan babi. Potensi keanekaragaman hayati dimanfaatkan, maka nilai kayu adalah satu-
tersebut menggambarkan bahwa kekayaan satunya nilai dari sumber daya hutan tersebut.
alam yang dimiliki Desa Buntoi yang tidak Namun jika para pihak juga memperhitungkan
ternilai harganya dan dapat dimanfaatkan nilai lain dari keberadaan hutan seperti nilai
dalam bentuk pemanfaatan hasil hutan non- karbon hutan, kemudian nilai pohon sebagai
kayu, objek pariwisata, atau dibudidayakan di habitat dari satwa atau tumbuhan lainnya,
tanah milik masyarakat. maka penebangan kayu akan menghilangkan
Keempat, keindahan bentang alam tidak nilai-nilai yang tidak tampak tersebut.
ditemukan adanya suatu areal yang khas Di tingkat masyarakat persepsi atas nilai
yang dapat dijadikan andalan untuk menarik jasa lingkungan mungkin juga dipengaruhi

6
Pemanfaatan Jasa Lingkungan di Hutan Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir ......................(Muhammad Zahrul Muttaqin, et al.)

Tabel 1. Jenis hewan, komoditas kayu, buah dan sayur, dan jenis tanaman obat
Table 1. Types of Wildlife, timber, fruits and vegetables, and medicinal plants

Kelompok Nama Jenis


(Group) (Species)
Hewan (Wildlife) Rusa, babi, kancil, biawak, ular sanca, kalawet / uwa-uwa, kahiu / urang utan,
bakei/kera, bakara/bakantan, kalasi, macan dahan, sabaru, keruang, karahau,
burung tingan, burung baliang ahas, burung kak, hanjaliwan, talisuk, burung betet,
burung murai, burung punai, burung tabuan, burung takukur, burung tiung, burung
bakaka, burung mangkung, burung bubut, burung tampalu, burung ampit, kawuk,
tekngok, pusa kambe / kucing hutan, kukang, burung tabengkong, burung balatok.
Komoditas Kayu Merang (ramin), meranti, lanan binti, kahui / belangiran, lanan panaga, kambalitan,
(Timber) alau, tarantang, keput bajuku, tanah-tanah/tumih, Lewang, nyatu bawui, hatangan,
papong, bangaris, rasak danum, bangkirai sabun, gemor, salombar, nyatu undus,
panaga jangkar, hanjalutung / polantan / pulai, ramin / merang, totup kabala, ehang,
kambarisa, garonggang, payait, gantalang, mahang, kayu tantimun, balawan,
tamehas
Buah dan sayur Umbut rotan, kelakai/pakis, bajei/pakis, jamur kuping, jamur tiram, jamur
(Fruit and vegetable) merang, jamur lokal kulat bantilung, kulat siaw
Tanaman obat Hanur kuning / akar kuning, kalanis (akar rambat), galas sangumang / kantong
(Medical plant) semar, bajakah kalalawit

Sumber (Source): Pengolahan data primer dan sekunder, 2013 (Processed from primary and secondary data,
2013)

oleh kebutuhan atas sumber daya hutan untuk hutan mungkin dapat dilaksanakan jika
kehidupan sehari-hari. Bagi masyarakat yang pemerintah memberlakukan peraturan
menggantungkan hidupnya pada pemanfaatan perdagangan karbon dengan mekanisme
hasil hutan kayu dan bukan kayu seperti rotan yang dapat dilakukan di tingkat lokal dan
dan gemor, maka keberadaan sumber daya melibatkan para pihak seperti perusahaan
hutan yang tampak merupakan satu-satunya lokal dan masyarakat lokal. Contoh lainnya
sumber penghidupan bagi mereka. Terlebih adalah bioprospecting untuk keanekaragaman
jika mereka berada pada kondisi miskin. hayati. Upaya mencari manfaat nyata dari
Dengan demikian, pentingnya jasa lingkungan tumbuhan dan hewan yang ada di hutan untuk
menjadi terabaikan oleh banyak pihak kepentingan umum, seperti penyediaan obat
termasuk masyarakat lokal sendiri. Selain itu yang murah dan berkualitas, dapat dilakukan
keberadaan pasar untuk jasa lingkungan dapat dengan cara bioprospecting yang perlu
memengaruhi persepsi mereka sehingga jika dukungan kebijakan pemerintah agar kerja
tidak ada permintaan atas jasa lingkungan, sama antar pihak seperti swasta, akademisi,
maka jasa lingkungan tersebut menjadi tidak dan masyakarat lokal memberikan manfaat
bernilai. yang nyata bagi pemanfaatan jasa hutan.
Faktor yang lain berpengaruh terhadap Kebijakan pemerintah telah banyak yang
keberadaan jasa lingkungan hutan yaitu adanya dikeluarkan melalui peraturan mengenai
kebijakan yang mendukung. Faktor kebijakan pemanfaatan jasa lingkungan hutan termasuk
ini sangat penting karena dapat memberikan isu konservasi karbon hutan dalam kerangka
insentif pada pemanfaatan jasa lingkungan Reducing Emmisionsfrom Deforestation and
hutan. Sebagai contoh, pemanfaatan karbon Forest Degradation in Developing Countries

7
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 14 No.1, Mei 2017 : 1-16

Tabel 2. Pengetahuan, kepentingan dan pengalaman masyarakat terhadap jasa lingkungan


Table 2. Knowledge, interest, and experiences of community on ecosystem services

No. Pertanyaan (Questions) Respon (Responses)


1. Pengetahuan terkait program konservasi Sebagian besar peserta tidak tahu
2. Pengetahuan tentang pentingnya konservasi hutan Sebagian peserta tidak faham
3. Pengetahuan tentang jasa air Sebagian besar peserta tahu
4. Pengetahuan tentang keanekaragaman hayati Tidak ada peserta yang tahu
5. Pengetahuan tentang keindahan alam Sebagian peserta tahu
6. Pengetahuan tentang penyerapan karbon Tidak ada peserta yang tahu
7. Pengetahuan tentang Pembayaran Jasa Lingkungan Tidak ada peserta yang tahu
(PJL)
8. Keinginan untuk ikut program PJL Semua peserta tertarik
9. Pengalaman dengan pembayaran dari pemerintah Semua peserta memiliki
pengalaman

Sumber (Source): Data primer, 2013 (Primary data, 2013)

(REDD+). Keberadaan jasa lingkungan hutan hutan, meskipun mereka mungkin tidak
sudah mendapatkan dukungan kebijakan dan mengutamakan konservasi hutan ketika
peraturan perundang-undangan di tingkat harus membandingkan manfaat tak nyata
nasional, namun masih belum banyak ditemui dengan manfaat nyata dari ekstraksi kayu,
adalah peraturan daerah yang mendorong pemanfaatan hasil hutan non-kayu, atau
untuk pemanfaatan jasa ekosistem hutan konversi hutan menjadi perkebunan kelapa
secara lebih baik. Dengan demikian persepsi sawit.
para pihak, terutama masyarakat sekitar Mengenai keberadaan jasa lingkungan di
hutan terhadap keberadaan dan manfaat HD, sebagian besar masyarakat yang terlibat
jasa lingkungan hutan menjadi sangat dalam penelitian ini mengerti tentang manfaat
penting untuk diketahui karena berkaitan hutan untuk jasa air dan beberapa dari
dengan bagaimana jasa lingkungan dapat mereka tahu tentang keindahan bentang alam.
dimanfaatkan bagi kesejahteraan mereka. Namun, masyarakat tidak mengerti tentang
Dengan memahami sejauh mana pengetahuan keanekaragaman hayati dan penyerapan
masyarakat akan jasa hutan, maka strategi karbon sebagai jasa lingkungan hutan.
pemanfaatan jasa lingkungan hutan dapat Sehubungan dengan isu penyerapan karbon,
dirumuskan dengan lebih baik dan sesuai semua masyarakat tidak mengerti bahwa hutan
dengan kapasitas masyarakat. dapat menyerap karbon. Ini adalah situasi
Tabel 2 menggambarkan pengetahuan umum karena masalah emisi dan penyerapan
masyarakat tentang isu-isu konservasi dalam karbon relatif baru dan masyarakat umum
pelestarian hutan, dan pengalaman mereka membutuhkan latar belakang pendidikan
dalam berurusan dengan pembayaran dari yang memadai untuk dapat memahaminya.
pemerintah melalui berbagai program. Bahkan di negara-negara maju pun masih
Hasil analisisis menunjukkan bahwa dalam banyak ditemui masyarakat yang tidak tahu
hal program konservasi, sebagian besar tentang emisi dan penyerapan karbon.
masyarakat di lokasi penelitian tidak tahu Sebagian besar masyarakat di lokasi
apa saja program konservasi yang telah penelitian tidak tahu tentang pembayaran untuk
dilaksanakan di daerah mereka. Akan tetapi konservasi hutan atau Payment for Ecosistem
beberapa masyarakat yang terlibat dalam Services (PES). Namun, mereka telah
penelitian ini menyadari manfaat konservasi memiliki pengalaman dengan pembayaran

8
Pemanfaatan Jasa Lingkungan di Hutan Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir ......................(Muhammad Zahrul Muttaqin, et al.)

dari pemerintah, seperti pembayaran dapat dirancang melalui program REDD+.


langsung tunai (BLT) yang bertujuan untuk Pemanfaatan jasa lingkungan dapat dilakukan
mengkompensasi orang miskin dampak dari melalui Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL).
pengurangan subsidi bahan bakar minyak Dalam skema PJL, penyedia jasa lingkungan
(BBM) (President of Indonesia, 2008), yang sah harus dikompensasi untuk biaya
dan program pemberdayaan masyarakat, yang terkait dengan penyediaan jasa, dan
seperti Program Nasional Pemberdayaan orang-orang yang mendapatkan manfaat
Masyarakat (PNPM) Mandiri yang bertujuan dari layanan ini harus membayar untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan layanan ini, sehingga manfaat dari jasa
kerja masyarakat miskin melalui hibah dan lingkungan dapat diinternalisasikan. Dalam
bantuan teknis (PNPM Mandiri, 2009). merancang PJL, keamanan penyediaan jasa
Hasil wawancara menunjukkan bahwa yang berhubungan dengan hak atas sumber
hingga saat ini manfaat langsung keberadaan daya harus dipertimbangkan. Para penyedia
HD belum dirasakan oleh warga Desa jasa akan terus memberikan pelayanan jika
Buntoi. Hal ini disadari oleh warga karena ada cukup insentif untuk mempertahankan
pemanfaatan HD baru pada tahap penyusunan transaksi dengan pembeli, jika pembeli
rencana kelola dan rencana tindak lanjut. menemukan pilihan yang lebih baik untuk
Mereka menyatakan bahwa manfaat tidak penggunaan lahan. Berikut ini dipaparkan
langsung mereka peroleh dari HD di wilayah strategi pemanfaatan jasa lingkungan di HD
mereka seperti perhatian dan bantuan Buntoi:
dalam peningkatan kapasitas individu dan
kelembagaan dari berbagai pihak baik dalam 1. Pengembangan Ekowisata
skala nasional maupun internasional. Salah satu kegiatan yang diperbolehkan
dalam hutan lindung adalah kegiatan yang
D. Strategi Pemanfaatan Jasa Lingkungan berbasis pariwisata, yang dikenal di Indonesia
di HD Buntoi sebagai wisata alam. Pariwisata berbasis alam
Studi ini tidak melakukan analisis biaya- adalah perjalanan sukarela dan sementara
manfaat untuk pemanfaatan jasa lingkungan atau bagian dari perjalanan untuk menikmati
di HD karena batas-batas dan potensi HD keunikan dan keindahan alam. Pemerintah
masih sedang dibentuk dan disurvei. Namun, Indonesia menggunakan istilah “wisata alam”,
dengan menggunakan data yang dikumpulkan bukan “ekowisata” dalam peraturan apapun.
oleh Yayasan Cakrawala Indonesia (2013) Istilah ekowisata umumnya digunakan oleh
mekanisme pemanfaatan jasa lingkungan di akademisi dan praktisi pariwisata. Menurut
HD dapat dirancang. Terdapat dua kegiatan mereka, ekowisata memiliki makna yang
utama yang dapat dirancang yaitu: 1). sedikit berbeda dengan pariwisata berbasis
Kegiatan ekowisata, 2).Kegiatan konservasi alam (wisata alam).
karbon. Pengembangan ekowisata di HD harus
Kegiatan ekowisata dilakukan dengan mempertimbangkan konservasi sumber
memanfaatkan dan mengembangkan daya alam, partisipasi masyarakat lokal, dan
keanekaragaman hayati dan keindahan kemitraan dengan pihak. Ada enam aspek
bentang alam yang ada di HD melalui dalam perkembangan alam berbasis pariwisata
otoritas HD. Kegiatan dapat menawarkan di HD, termasuk: (1) Pengembangan
paket wisata seperti bird wathcing, melihat pariwisata di tingkat nasional dan daerah,
orang utan dan rusa, memancing di sungai (2) Rencana lokasi HD, (3) Pengelolaan
dan kanal di dalam dan sekitar hutan, lingkungan hidup; (4) Kondisi sosial,
pembuatan kanopi trail, dan pertunjukan ekonomi dan budaya masyarakat setempat;
budaya oleh suku dayak. Konservasi karbon (5) Perencanaan tata ruang; dan (6) Peraturan

9
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 14 No.1, Mei 2017 : 1-16

yang memadai. di Desa Buntoi. Namun demikian, para


Hasil dari pengembangan ekowisata di pihak menyatakan bahwa mereka akan
HD dipengaruhi oleh: (1) Kejelasan tentang bersedia berwisata ke HD Buntoi jika telah
lokasi wisata di taman (isu batas dan zonasi); dikembangan objek wisata yang memang
(2) Dukungan program yang disediakan oleh menarik, dan infrastruktur yang memadai
pemerintah, LSM, dan pihak lain yang terkait; telah tersedia, terutama akses jalan darat.
(3) Komitmen para pihak untuk melaksanakan Dalam hal ini keberadaan rumah adat dan
program; (4) Pemahaman masyarakat Pusat Informasi Lestari di Desa Buntoi dapat
setempat tentang wisata, pariwisata, dan jasa menjadi salah satu upaya menarik kedatangan
mereka; (5) Perilaku masyarakat setempat wisatawan ke Desa Buntoi yang pada akhirnya
terhadap wisatawan; (6) Distribusi pekerjaan akan membantu pengembangan ekowisata di
dan pendapatan; (7) Jumlah wisatawan; HD Buntoi.
(8) Penerimaan sosial; (9) Pemasaran dan
promosi; dan (10) Kemampuan masyarakat 2. Konservasi Karbon Hutan
setempat. Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD)
Masyarakat lokal harus terlibat dalam dapat mengusulkan suatu kegiatan dalam
ekowisata karena: (1) Tidak dapat diterima rangka Pengurangan Emisi dari Deforestasi
jika ada masyarakat dan mereka bukan bagian dan Degradasi Hutan (REDD+) yang kini
dari proses; (2) Berdasarkan definisinya, sedang dipersiapkan oleh pemerintah pusat
masyarakat lokal adalah bagian utama dan daerah. Keberadaan HD merupakan
yang harus terlibat; dan (3) Jika masyarakat salah satu upaya untuk memperkuat tenurial
setempat tidak terlibat maka akan cenderung hutan yang mendukung implementasi
menimbulkan konflik. REDD+. Mengenai efektivitas biaya REDD+,
Tantangan utama pengembangan ekowisata keberadaan HD dapat mengurangi biaya
di HD Buntoi adalah masalah infrastruktur transaksi dan penyediaan jasa lingkungan.
yang masih kurang mendukung untuk menarik Selanjutnya, dalam merancang mekanisme
wisatawan agar berkunjung ke HD Buntoi. distribusi manfaat REDD+ di desa hutan,
Namun demikian, wisata berbasis aktivitas perlu dilakukan evaluasi apakah pengelola
seperti memancing atau yang berbasis HD dapat memenuhi kriteria PJL, yaitu:
penelitian dapat dijadikan salah satu langkah (1) Persyaratan; (2) Nilai tambah; (3)
awal membangun ekowisata di HD Buntoi. Transparansi, dan (4) Kesukarelaan.
Dalam hal ini dukungan dari pemerintah Sehubungan dengan transaksi (persyaratan)
daerah sangat diperlukan mengingat sumber dalam REDD+, LPHD sebagai pengelola HD
daya di Desa Buntoi sangat terbatas. Bahkan dapat menjadi lembaga resmi untuk melakukan
dalam wawancara dengan penduduk Desa kontrak bersyarat dengan pembeli karbon
Buntoi ditemui bahwa sebagian besar warga hutan. Dalam hal ini LPHD juga bertanggung
desa tidak mengerti potensi wisata apa yang jawab untuk pencapaian kinerja HD dalam
dapat ditawarkan dari HD Buntoi. Namun penyerapan karbon hutan dan penyimpanan
demikian, pelatihan yang dilakukan oleh stok karbon hutan sebagaimana diatur dalam
Yayasan Cakrawala Indonesia dan didukung kontrak pembayaran jasa lingkungan. Studi
oleh UNESCO mengenai ekowisata telah terkini mengenai mekanisme PJL dalam
membuka kesadaran beberapa warga desa kaitannya dengan implementasi REDD+
atas potensi pariwisata di daerah mereka. telah dilaksanakan oleh Ginoga et al. (2011).
Di tingkat kabupaten dan provinsi, Tabel 3 memaparkan beberapa hal yang
sebagian besar para pihak yang diwawancarai dapat dipelajari dari beberapa kegiatan PJL
dalam penelitian ini masih belum mengetahui untuk merancang implementasi REDD+ di
keberadaan HD dan potensinya yang ada Indonesia.

10
Pemanfaatan Jasa Lingkungan di Hutan Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir ......................(Muhammad Zahrul Muttaqin, et al.)

Tabel 3. Hikmah pembelajaran PJL untuk desain imeplementasi REDD+ di Indonesia


Table 3. Learning from PJL for REDD+ design implementation in Indonesia

Mekanisme pembayaran
No. Hikmah pembelajaran (Lessons learn)
(Mecanism of payment)

1. Amazon Fund • Mekanismenya sederhana.


• Cocok untuk voluntary market.
• Wadah untuk peserta (benefeciaries) menampung masyarakat adat
dan/atau lokal, juga peserta individu.
• LSM tingkat lokal, kompeten dan bertanggung jawab.
• Memberikan insentif tidak hanya pada penanaman pohon baru, tapi
juga pada penjagaan terhadap tanaman yang sudah ada.
• Untuk masyarakat adat dan/atau lokal penggunaan dananya melalui
“investment plan” (kesehatan, pendidikan, transportasi, pembayaran
gaji untuk jagawana).
2. Socio Bosque • Skala nasional.
• Melibatkan kementerian kehutanan dan kementerian keuangan.
• Prosedur, aturan main, hak dan kewajiban, sanksi, pemantauan,
besarnya insentif, dan lamanya kontrak diatur dengan jelas.
• Ada lembaga daerah yang menjadi perantara antara peserta dengan
pemerintah.
• Wadah untuk peserta (beneficiaries) menampung masyarakat adat
dan/atau lokal, serta peserta individu.
• Untuk masyarakat adat dan/atau lokal penggunaan dananya melalui
“social investment” (kesehatan, pendidikan, infrastruktur).
3. Lombok Barat • Pembagian persentase manfaat kepada: pengelola, pusat, provinsi,
dan kabupaten jelas.
• Prosesnya melibatkan pemangku kepentingan yang cukup
komprehensif.
• Konsultasi publik dan pemerintah terencana dengan baik.
• Menginisiasi dengan aturan-aturan (peraturan daerah).
4. Cidanau Banten • Bersifat sukarela (voluntary).
• Ada forum yang menjadi perantara (FKDC) yang dibentuk atas
dukungan pemerintah (surat keputusan Gubernur).
• Basis luas lahan dan jumlah pohon menjadi ukuran besaran insentif.
5. Climate Change Forests and • Mekanisme cukup sederhana.
Peatlands in Indonesia (CCFPI) • Hak dan kewajiban peserta jelas.
• Pendampingan oleh LSM lokal dilakukan untuk menjembatani LSM
pusat dengan peserta.
• Pemda/dinas terkait ikut terlibat dalam pembinaan peserta.
6. Micro hydro • Inisiasi dilakukan dari tingkat bawah ke atas (bottom-up), sehingga
lebih bertahan.
• Pembagian persentase manfaat atau laba jelas.
• Masyarakat yang tidak mampu menjadi sasaran utama penerima
manfaat.
• LSM dan lembaga desa berperan aktif.
7. BDS Viet Nam • Kondisi Vietnam terutama secara ekonomi tidak berbeda jauh
dengan Indonesia
• Memberikan hikmah pembelajaran mekanisme yang bersifat
compliant.
Sumber (Source): Ginoga et al., 2011

11
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 14 No.1, Mei 2017 : 1-16

Hutan Desa harus mampu memberikan Saat ini pendapatan orang-orang di


manfaat tambahan (additionality) karbon dari desa-desa sekitar hutan didukung oleh
pengurangan emisi hutan yang dapat menjadi pengelolaan kebun karet di dalam dan sekitar
dasar pembayaran jasa lingkungan. Karena HD. Dengan pelaksanaan skema REDD+,
HD adalah hutan lindung dimana pemanfaatan masyarakat mungkin tidak boleh melakukan
kayu sangat terbatas, dapat dikatakan bahwa peremajaan kebun karet dalam kurun waktu
additionality desa hutan dalam pengurangan kontrak REDD+ karena akan menghasilkan
emisi karbon relatif rendah. Namun, jika emisi. Kondisi ini dapat memengaruhi
kondisi saat ini hutan adalah HD terdegradasi, produktivitas tanaman karet dan yang
upaya rehabilitasi HD dengan penanaman akhirnya akan mengurangi pendapatan
akan dapat dikategorikan sebagai upaya untuk masyarakat. Oleh karena itu, pembayaran
meningkatkan cadangan karbon, sehingga REDD+ dapat didasarkan pada pengurangan
meningkatkan additionality HD. pendapatan yang dialami oleh masyarakat
Adanya LPHD yang juga diartikan sebagai karena keterlambatan penanaman kembali.
lembaga kolaborasi, diharapkan pelaksanaan Studi Yayasan Cakrawala Indonesia (2013)
REDD+ dapat dilaksanakan secara transparan menunjukkan bahwa pendapatan bersih dari
karena LPHD adalah lembaga yang memiliki kebun karet rakyat mencapai Rp1.445.750/
legitimasi yang kuat dalam mengelola HD, bulan. Dengan demikian pengelola HD dapat
baik dalam administrasi maupun pengelolaan mendasarkan negosiasi PJL dengan pembeli
hutan. Akhirnya, implementasi REDD+ jasa berdasarkan pendapatan masyarakat dari
sangat tergantung pada kesukarelaan dari kebun karet tersebut.
pengelola HD untuk berpartisipasi atau tidak Kegiatan yang berpotensi untuk
dalam skema REDD+. Terkait dengan prinsip mengurangi emisi karbon antara lain dari
kesukarelaan dalam PJL, maka pengelola HD upaya menunda peremajaan kebun karet,
harus merasa mendapatkan manfaat yang sehingga kebun karet tersebut dapat menjerap
minimal sama dengan pengelolaan HD yang dan menyimpan karbon hutan lebih lama.
selama ini dilaksanakan. Jika tidak, maka Jika masyarakat didorong untuk memperlama
pengelola HD memiliki pilihan untuk tidak proses peremajaan kebun karet baik melalui
mengikuti skema PJL untuk REDD+. sistem tebas-bakar maupun sisipan, maka
Sesuai dengan prinsip-prinsip efisiensi mereka harus mendapatkan kompensasi atas
ekonomi, pembayaran REDD+ harus penurunan kuantitas dan kualitas sedapan
didasarkan pada peningkatan volume karbon karet hingga batas waktu tanaman karet
yang dapat diserap atau ditahan oleh HD tersebut tidak menghasilkan lagi.
dalam jangka waktu tertentu (Muttaqin, 2012). Kelembagaan distribusi manfaat REDD+
Namun, dengan tidak adanya standar harga di HD dengan menggunakan mekanisme
karbon untuk kegiatan REDD+ saat ini, maka PJL perlu dirancang dengan meminimumkan
nilai karbon masih sulit untuk didapatkan. Oleh biaya transaksi dan mendorong masyarakat
karena itu, biaya korbanan (opportunity cost) untuk mengikuti program PJL untuk
dapat digunakan sebagai pendekatan. Biaya REDD+ tersebut. Upaya untuk menekan
korbanan adalah biaya yang timbul karena biaya transaksi, maka mekanisme PJL
orang tidak bisa lagi memperoleh penghasilan untuk REDD+ ini menggunakan sistem
dari HD sebagaimana seharusnya. Dalam government-financed PJL, dimana pemerintah
kasus ini, total pendapatan yang hilang dibagi pusat mengkoordinasikan dana-dana dari
dengan volume pengurangan emisi karbon pembeli internasional/nasional, sementara
adalah harga karbon minimum yang dapat pemerintah daerah mengkoordinasikan dana-
diterima oleh masyarakat untuk berpartisipasi dana dari pembeli lokal (Muttaqin, 2012).
dalam kegiatan REDD+. Pemerintah pusat kemudian mengirimkan

12
Pemanfaatan Jasa Lingkungan di Hutan Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir ......................(Muhammad Zahrul Muttaqin, et al.)

Sumber (Source): Muttaqin, 2012

Gambar3. Kerangka kelembagaan PJL untuk REDD+ di HD Buntoi dimodifikasi dari Muttaqin (2012)
Figure 3. Institutionalising framework for PES for REDD+ at Buntoi Village Forest modified from Muttaqin
(2012)

dana-dana tersebut ke pemerintah daerah lokal, maka yang tidak kalah pentingnya
melalui mekanisme kebijakan fiskal. Dengan adalah keberadaan lembaga atau program
demikian, para pengelola HD nantinya akan lokal untuk membantu pengelola HD dalam
menghadapi pasar monopsoni sehingga persiapan dan pelaksanaan PJL untuk
lebih efisien karena tidak perlu berhubungan REDD+. Sebagaimana telah dibahas di bagian
dengan banyak pembeli yang justru akan terdahulu, PJL untuk REDD+ harus mampu
merepotkan dan meningkatkan biaya memberikan insentif kepada masyarakat
transaksi. Gambar 3 memaparkan rancangan pengelola HD untuk berpartisipasi dalam
kelembagaan PJL untuk REDD+ di HD. program REDD+ secara sukarela. Namun
Rancangan kelembagaan ini dimodifikasi dari demikian ada satu hal yang mungkin menjadi
studi Muttaqin (2012). kendala utama pelaksanaan REDD+ dengan
Agar efisiensi dan efektivitas mekanisme melibatkan masyarakat, yaitu ketersediaan
PJL untuk REDD+ terjaga, pemerintah dapat data stok karbon di HD, baik berupa baselines,
menunjuk lembaga keuangan lokal yang maupun tingkat pengurangan emisinya.
sudah ada dan memiliki kredibilitas tinggi, Jika pengelola HD sendiri diminta untuk
seperti Bank BRI unit Desa, sebagai pengelola melakukan pengukuran dan pemantauan
dana REDD+ (lihat Gambar 3). Sehingga karbon dengan dana dari pengelola HD, maka
tidak perlu lagi membentuk unit pengelola justru akan menjadi disinsentif bagi pengelola
dana REDD+ baru yang akan meningkatkan HD tersebut. Oleh karena itu, perlu dirancang
biaya transaksi. Bank BRI unit Desa inilah adanya pendanaan lain di luar program PJL
yang nanti akan berhubungan langsung untuk REDD+ untuk membantu masyarakat
dengan pengelola HD dalam proses transaksi melakukan pengukuran dan pemantauan
penyediaan jasa karbon hutan berdasarkan stok karbon di HD. Salah satu program yang
kontrak yang telah disepakati antara pengelola dapat diikutsertakan dalam program PJL
HD dan pemerintah sebagai ‘pembeli’ jasa. untuk REDD+ adalah Program Nasional
Di samping keberadaan lembaga keuangan Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM

13
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 14 No.1, Mei 2017 : 1-16

Mandiri) di bidang kehutanan. analisis biaya dan manfaat perlu dilakukan


Penerbitan Peraturan Menteri Kehutanan agar REDD+ tidak malah menjadi beban
(Permenhut) Nomor P.16/Menhut-II/2011 bagi masyarakat karena biaya yang
tentang Pedoman Umum Program Nasional dikeluarkan lebih tinggi dari pada manfaat
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri yang diterima dari pembayaran REDD+.
Kehutanan memungkinkan dilaksanakannya Sebagai contoh, sebuah kebun karet dapat
program ini untuk membantu mayarakat sekitar menyerap karbon dioksida di atmosfer
HD melakukan kegiatan pengukuran dan sebesar 272,08 ton/ha selama daur 30 tahun
pemantauan karbon hutan. Dengan demikian, produksi (The International Rubber Research
masyarakat tidak perlu mengeluarkan & Development Board, 2012), namun jika
biaya tambahan untuk mengikuti PJL untuk kebun karet ini dibangun dengan menebang
REDD+ karena biaya dan bantuan teknis hutan alam maka emisi yang dihasilkan dari
persiapan pelaksanaan PJL untuk REDD+ penebangan hutan alam adalah sekitar 100–
sudah disediakan oleh pemerintah melalui 150 ton/ha, dan akan lebih besar lagi jika
PNPM Mandiri Kehutanan. Hal ini juga akan yang ditebang adalah hutan rawa gambut
membantu program pengentasan kemiskinan (Blaustein et al., 2007). Sehingga tidak semua
di sekitar desa hutan yang pada akhirnya potensi penyerapan karbon dari hutan karet
dapat meningkatkan pemerataan program selama 30 tahun dapat dikompensasi, karena
PJL untuk REDD+ karena masyarakat miskin yang dikompensasi oleh proyek REDD+
juga akan dapat berpartisipasi dalam program adalah selisih antara sebelum dan sesudah
tersebut. Masyarakat Desa Buntoi telah suatu penggunaan lahan. Jika harga karbon
berpengalaman dalam pengelolaan program hutan per ton tidak mampu mengkompensasi
PNPM Mandiri, sehingga dapat menjadi salah biaya untuk membangun kebun karet, maka
satu kekuatan untuk menjalankan program ini hanya akan menjadi beban bagi perkebunan
terkait dengan konservasi karbon HD. karet rakyat.
Institusi utama yang dapat memastikan
pembagian manfaat yang adil bagi seluruh IV. KESIMPULAN DAN SARAN
warga masyarakat desa di sekitar HD adalah
A. Kesimpulan
LPHD agar dapat mengurangi biaya transaksi
dengan pembeli jasa (baik pemerintah, swasta Studi tentang pemanfaatan jasa lingkungan
maupun LSM). Sebaiknya LPHD menjadi hutan di Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan
koordinator bagi seluruh warga desa yang Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi
memiliki hak atas karbon yang tersimpan Kalimantan Tengah menunjukkan bahwa ada
dalam atau diserap oleh HD dan kebun dua jenis kegiatan yang dapat dikembangkan
karet. Pendapatan dan manfaat dari transaksi untuk memanfaatkan keanekaragaman hayati,
pengurangan emisi karbon tersebut kemudian keindahan bentang alam, dan konservasi
didistribusikan kepada warga desa berdasarkan karbon di desa hutan yaitu: (1) Kegiatan
kehilangan pendapatan masing-masing warga ekowisata berbasis masyarakat; dan (2)
karena keberadaan proyek REDD+. Hal ini Skema REDD+.
dilakukan untuk menumbuhkan rasa memiliki Tantangan yang dihadapi berkaitan
terhadap LPHD sebagai institusi tingkat dengan kegiatan ekowisata yaitu masalah
paling kecil dalam mengelola hutan (Ekawati, infrastruktur lokasi HD yang perlu perhatian
Ginoga, & Lugina, 2013). serius dari pemerintah kabupaten dan provinsi
Program REDD+ perlu disikapi dengan terkait dengan pembangunan wilayah. Selain
bijak dan penuh perhitungan, karena tidak itu masalah pengetahuan dan keahlian
semua aktivitas layak untuk memperoleh masyarakat setempat dalam mengelola
pembayaran dari REDD+. Lebih dari itu, kegiatan wisata yang perlu diupayakan

14
Pemanfaatan Jasa Lingkungan di Hutan Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir ......................(Muhammad Zahrul Muttaqin, et al.)

pelatihan secara berkelanjutan seperti Jaenicke, J., Englhart, S., & Siegert, F. (2011).
yang pernah dilaksanakan melalui bantuan Monitoring the effect of restoration
measures in Indonesian peatlands by radar
UNESCO. satellite imagery. Journal of Environmental
Management, 92(3), 630-638. doi: http://
B. Saran dx.doi.org/10.1016/j.jenvman.2010.09.029
Desain kelembagaan PJL untuk REDD+ Kalimantan Forests and Climate Partnership. (2014).
di HD yang diusulkan dalam penelitian ini Peta rencana pola tata guna lahan Desa
yaitu dengan menciptakan sistem distribusi Katimpun. Kapuas: Kapuas Australia Forest
Carbon Partnership (IAFCP) melalui Program
manfaat yang mampu: (1) Mengkompensasi
Kalimantan Forests and Climate Partnership
biaya korbanan (biaya yang telah banyak (KFCP) bekerja sama dengan Pemerintah
dikeluarkan) masyarakat pengelola HD, Kabupaten Kapuas dan Desa Katimpun.
(2) Menumbuhkan kesadaran konservasi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.89/MENHUT-
sumber daya hutan, (3) Meningkatkan II/2014 Tentang Hutan Desa.
kapasitas masyarakat, dan (4) Memungkinkan Mayrand, K. & Paquin, M. (2004). Payments for
partisipasi yang luas dari seluruh lapisan environmental services: A survey and
masyarakat. Sehingga desain kelembagaan assessment of current schemes (pp. 53).
tersebut dapat mendukung prinsip-prinsip Montreal: Unisfera.
efisiensi, efektivitas, kelestarian dan keadilan Muttaqin, M.Z. (2012). Designing payments for
dalam pengelolaan sumber daya hutan. environmental services (PES) to reduce
emissions from deforestation and forest
degradation (REDD+) in Indonesia. (PhD
UCAPAN TERIMA KASIH
Thesis). Canberra: The Australian National
(ACKNOWLWDGEMENT) University.
Terimakasih disampaikan kepada warga Olbrei, Erik. (2013, 25 September). Indonesia sets a
Desa Buntoi yang terlibat dalam penelitian ini carbon time-bomb. Retrieved 1 October,
dan kepada UNESCO yang telah mendukung 2013, from http://theconversation.com/
indonesia-sets-a-carbon-time-bomb-17216
pendanaan kegiatan ini.
Page, S.E., Rieley, J.O. & Banks, C.J. (2011). Global
and regional importance of the tropical
DAFTAR PUSTAKA peatland carbon pool. Global Change
Biology, 17(2), 798-818. doi: 10.1111/j.1365-
Blaustein, R., Ettlinger, R.B., Boucher, D., Macey, 2486.2010.02279.x
K., Ryan, F., & Schwartzman, S. (2007). Pagiola, S., Landell-Mills, N., & Bishop, J. (2002).
Reducing emissions from deforestation and Market-based mechanisms for forest
forest degradation (REDD). Washington, DC: conservation and development. In S. Pagiola,
Climate Action Network J. Bishop & N. Landell-Mills (Eds.), Selling
Ekawati, S., Ginoga, K.L., & Lugina, M. (2013). forest for environmental services: Market-
Kondisi tata kelola hutan untuk implementasi based mechanism for conservation and
pengurangan emisi dari deforestasi dan development (pp. 1-13). London: Earthscan.
degradasi hutan (REDD+) di Indonesia. PNPM Mandiri. (2009) What Is PNPM Mandiri?
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, 10(1), PNPM Mandiri Newsletter (II ed.). Jakarta:
72-87. PNPM Mandiri Communication Team.
Ginoga, K.L., Sumedi, N., Djaenudin, D., Nurfatriani, Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2008 Tentang
F., Indartik, & Lugina, M. (2011). Analisis Pelaksanaan Program Bantuan Langsung
keuntungan dan kendala mekanisme Tunai untuk Rumah Tangga Sasaran, Nomor
pembayaran jasa lingkungan untuk 3 Tahun 2008 C.F.R.
mendukung keberhasilan implementasi
mekanisme REDD+. Bogor: Pusat Penelitian The International Rubber Research & Development
dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Board. (2012, December). Risks &
Kebijakan. opportunities for the natural rubber industry

15
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 14 No.1, Mei 2017 : 1-16

within a low carbon economy. Presentasi pada and environmental services forest at Buntoi
International Workshop on Carbon Markets Village, Central Kalimantan. Palangkaraya:
2012, Bogor, 3-4 Desember 2012. Yayasan Cakrawala Indonesia.
Yayasan Cakrawala Indonesia. (2013). Assessment
report for socio-economic, climate change

16

View publication stats

Вам также может понравиться