Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Diajukan oleh:
ACHMAD RIZALDY
N 101 15 022
Kepada
ABSTRACT
2
GAMBARAN KADAR HEMOGLOBIN DAN LEUKOSIT PADA
PENDERITA ASKARIASIS DI RSU ANUTAPURA PALU
ABSTRAK
3
PENDAHULUAN
METODE
Penelitian ini dilakukan di Bagian Rekam Medis RSU Anutapura Palu pada
bulan September 2018 – November 2018. Jenis penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif dengan desain penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan
retrospektif, dilakukan untuk melihat distribusi kadar hemoglobin dan leukosit
pada pasien askariasis berdasarkan karakteristik usia dan jenis kelamin. Dari total
populasi 55 orang didapatkan jumlah sampel sebanyak 39 orang.
4
Terdapat 2 variabel penelitian yaitu kadar hemoglobin dan leukosit sebagai
variabel bebas dan askariasis sebagai variabel terikat. Data diolah menggunakan
aplikasi software SPSS.
HASIL
Tabel 4.1. Distribusi jenis kelamin, usia, dan kadar hemoglobin serta leukosit
pada penderita askariasis di RSU Anutapura Palu Tahun 2015-2017.
Total n = 39
Karakteristik
N (%)
1 – 17 tahun 13 (33,3)
Laki-laki 27 (69,2)
Jenis Kelamin
Perempuan 12 (30,8)
5
yang mengalami leukositosis berjumlah 15 orang (35,9%), dalam batas
normal berjumlah 20 orang (53,8%), dan yang leukopenia berjumlah 4
orang (10,3%).
Nilai rerata kadar hemoglobin pada subyek penelitian adalah 11,53
yang berarti mengalami sebagian besar mengalami anemia, dan nilai rerata
kadar leukosit pada subyek penelitian adalah 9,65 yang masih dalam batasan
normal.
Hb normal Hb Menurun
Karakteristik Hb (g/dL)
(Mean ± SD)
N N
(n=13) (%) (n=26) (%)
6
Tabel 4.3. Distribusi kadar leukosit berdasarkan usia dan jenis kelamin
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sampel yang berusia 1-17 tahun
yaitu 13 orang (33,3%), sampel yang berusia 18-45 tahun yaitu 10 orang (25,6%)
dan sampel yang berusia > 45 tahun yaitu 16 orang (41%). Sampel terbanyak
berada pada rentang usia > 45 tahun dan diikuti sampel dengan rentang usia 1-17
tahun. Hal ini dapat diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan aktifitas sehari-hari dari
sampel, yang mana pekerjaan yang memiliki kecendrungan kontak langsung
dengan tanah akan memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena askariasis. Hal ini
[3]
sesuai dengan penelitian Wardani yang mana prevalensi petani yang terinfeksi
STH memiliki angka kejadian yang cukup tinggi. Adapun angka kerjadian
askariasis yang cukup tinggi pada usia 1-17 tahun ini dapat diakibatkan oleh
kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat dari sampel terutama anak-anak dan
aktifitas bermain yang sering kontak langsung dengan tanah yang merupakan
7
[6]
media penularan cacing. Hal ini sesuai dengan penelitian Siregar yang
menyatakan bahwa prevalensi askariasis pada anak balita dan murid sekolah dasar
[2]
tinggi. Sesuai juga dengan penelitian Chadijah yang mengatakan Prevalensi
yang masih tinggi disebabkan karena banyaknya kasus infeksi yang berulang,
adanya kebiasaan buruk terutama pada anak-anak, misalnya masih sering bermain
di tanah tanpa menggunakan alas kaki, tidak mencuci tangan sebelum makan,
menggigit kuku, serta kurangnya informasi tentang kecacingan.
Didapatkan hasil dalam penelitian bahwa penderita askariasis lebih banyak
pada laki-laki yaitu 27 orang (69,2%) dibandingkan dengan perempuan yang
berjumlah 12 orang (30,8%) dari total 39 sampel. Hal ini dapat terjadi karena
aktifitas sehari-hari laki-laki yang sering kontak langsung dengan tanah, dan hal
[7]
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hairani yang mengatakan
prevalensi kejadian kecacingan pada anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan
dengan anak perempuan. Ini dapat dihubungkan dengan faktor kebiasaan
bermain,umumnya anak laki-laki pada usia tersebut lebih banyak bermain diluar
rumah dan kontak dengan tanah yang merupakan media penularan cacing.
Pada kadar hemoglobin didapatkan yang mengalami anemia berjumlah 26
orang (66,6%) dan yang masih dalam batas normal berjumlah 13 orang (33,3%).
Dalam penelitian ini, anemia paling banyak ditemukan pada usia > 45 tahun yaitu
75%. Berdasarkan jenis kelamin, yang paling banyak anemia adalah laki-laki
yaitu 70,3%. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal diantaranya karena siklus
hidup dari A.lumbricoides ini yang ketika tumbuh dewasa diusus halus dapat
mengganggu proses absorbsi nutrisi yang salah satunya adalah zat besi sehingga
ketika hal ini berlangsung terus menerus dapat menimbulkan anemia, khususnya
anemia defisiensi besi dan tentunya menimbulkan penurunan kadar hemoglobin.
[8]
Hal ini sesuai dengan penlitian yang dilakukan Ehiaghe bahwa pada kejadian
askariasis ditemukan penurunan jumlah getah lambung yang memfasilitasi
penyerapan zat besi sehingga proses penyerapan zat besi dapat terganggu. Hal ini
[6]
juga diperkuat oleh penelitian Siregar yang menyatakan infeksi cacing
berpengaruh terhadap pencernaan, penyerapan, serta metabolisme msakanan, yang
dapat berakibat hilangnya protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan menurunkan
8
rerata konsentrasi hemoglobin. Disamping itu dapat menimbulkan berbagai gejala
penyakit seperti anemia, diare, sindrom disentri, dan defisiensi besi.
Berdasarkan hasil penelitian pada kadar leukosit, sampel yang mengalami
leukositosis berjumlah 15 orang (35,9%) dan yang masih dalam batas normal
berjumlah 20 orang (53,8%), sedangkan yang mengalami leukopenia berjumlah 4
orang (10,3%). Sebagian besar sampel memiliki kadar leukosit yang normal.
Berdasarkan karakteristik usia, didapatkan bahwa leukositosis paling banyak
terdapat pada usia > 45 tahun yaitu 37,5%, namun tidak terpaut jauh dengan
ketiga kelompok usia lainnya, yang mana rentang usia 1-17 tahun memiliki 30,7%
sampel yang mengalami leukositosis dan rentang usia 18-45 tahun memiliki 50%
sampel yang mengalami leukositosis. Berdasarkan karakteristik jenis kelamin,
leukositosis paling banyak ditemukan pada jenis kelamin laki-laki yaitu 44,4 %.
Jumlah kadar leukosit yang normal pada sebagian besar sampel dapat terjadi
karena adanya pemberian terapi pada subjek selama berada di rumah sakit dan
juga ditunjang lama rawat inap di rumah sakit yang memungkinkan kondisi
imunitas pasien telah membaik. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan
Bethony (2006), yang menyatakan A.lumbricoides sendiri dapat menekan sistem
pertahanan tubuh manusia dengan menghasilkan molekul phosphorylcholine yang
dapat menghambat proliferasi limfosit dalam menghadapi infeksi parasit ini.
Limfosit sendiri adalah bagian dari leukosit yang kandungannya didalam darah
20-30% (Effendi, 2003). Hal ini dapat menjadi salah satu faktor penyebab kadar
leukosit dalam sebagian besar darah sampel tidak mengalami peningkatan.
[3]
Berdasarkan penelitian Wardani menyatakan bahwa jenis leukosit yang
spesifik terhadap paparan parasit usus adalah eosinofil. Mekanisme imun pada
cacing A.lumbricoides adalah antigen A.lumbricoides yang dihasilkan oleh cacing
dewasa akan merangsang respon imun tubuh berupa sel Th2 yang akan
mengaktivasi timbulnya eosinofilia, IgA, IgE, mastositosis dan mengeluarkan
sekresi mucous melalui aktivasi sitokin IL-4, IL-5, dan IL-13. Kadar eosinofil
[10]
dalam darah sebesar 2-4 % dari jumlah total leukosit Mescher . Sehingga
peningkatan kadar eosinofil pada infeksi cacing A.lumbricoides tidak secara
9
signifikan akan menimbulkan peningkatan kadar leukosit total dari pasien yang
mengalami askariasis.
Leukositosis yang meningkat pada jenis kelamin laki-laki berkaitan
dengan fungsi leukosit sebagai mekanisme pertahanan tubuh melawan infeksi
parasit. Hal lain yang dapat menyebabkan meningkatnya kadar leukosit sampel
adalah adanya kebiasaan merokok khususnya bagi sampel yang berjenis kelamin
[11]
laki-laki. Sesuai dengan penelitian Sirih yang menyatakan kadar leukosit total
seorang perokok akan meningkat dibanding yang bukan perokok.
Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa askariasis sangat berperan
penting terhadap perubahan kadar hemoglobin dalam darah pasien, yang mana
sebagian besar pasien mengalami anemia. Berdasarkan penelitian juga dapat
disimpulkan bahwa peran askariasis pada perubahan kadar leukosit belum
berpengaruh secara signifikan, yang mana sebagian besar kadar laukosit pasien
masih dalam batas normal.
10
Adapun saran yang dapat diberikan sebagai berikut :
1. Peneliti mengharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan dengan
menambahkan variabel penelitian. Peneliti lain juga bisa meneliti
hitung jenis leukosit yang berhubungan dengan penyakit askariasis.
2. Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan metode yang lain dari
yang peneliti lakukan dan sampel yang lebih banyak agar memiliki hasil
penelitian yang berbeda dan dapat menunjang penelitian selanjutnya
dibidang parasitologi.
DAFTAR PUSTAKA
3. Wardani KS, Suwarno, Arwati H. Hubungan Profil Kadar IL-5 dan Jumlah
Eosinofil pada Petani yang Terinfeksi Soil Transimitted Helminth di Dusun
Sumberagung kecamatan Gurah dan Dusun Janti Kecamatan Papar
Kabupaten Kediri. Pasca Sarjana Universitas Airlangga. Jurnal Biosains.
2016;18(1):3-4.
4. Jayani, Indah. Hubungan Antara Penyakit Infeksi dan Status Gizi pada Balita.
Java Health Journal. Jilid 2 No 1. 2015. Diakses 23 November 2017. From
http://www.fik-unik.ac.id/penelitian/download_file/ f5d566bc4a4f986924be
9c564f5fff71 .pdf.
6. Siregar DC. Pengaruh infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah pada
pertumbuhan fisik anak usia sekolah dasar. Sari Pediatri. 2006;8(2):112-14.
7. Hairani B, Juhairiyah. Infeksi cacing usus pada anak sekolah SDN 1
Manurung Kecamatan Kusan Hilir Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan
Selatan Tahun 2014. ReseachGate. 2015;7(1):38-44.
11
9. Effendi Z. Peran Leukosit Sebagai Anti Inflamasi Alergik Dalam Tubuh.
Bagian Histologi FK USU. Medan. 2013.
10. Mescher LA. Histologi Dasar Teks dan Atlas, edisi 12. Jakarta: EGC; 2009.
11. Sirih GE, Engka JN, Marunduh SR. Hubungan merokok dan kadar leukosit
pada perokok kronik. Jurnal e-Biomedik. 2017;5(2):1-4.
12