Вы находитесь на странице: 1из 72

Pengantar Hukum Udara dan

Regulasi Ruang Udara

Adhy Riadhy Arafah, S.H., LL.M (Adv.)


Email : adhy_riadhy@yahoo.com, adhy@fh.unair.ac.id
Phone: 082124005627
Biografi
Nama : Adhy Riadhy Arafah, S.H., LL.M (Adv.)
Pendidikan:
- S1 : Fakultas Hukum Universitas
Airlangga.
- S2 : International Institute of Air and
Space Law, School of Law (IIASL),
School of Law, Universiteit Leiden,
Belanda.

Riwayat Pekerjaan :
- Dosen Fakultas Hukum, Universitas Airlangga;
- Dosen Tamu Politeknik Penerbangan Surabaya;
- Direktur Center for Air and Space Law (CASL)/
Pusat Kajian Hukum Udara dan Angkasa.
Apa yang Bapak/Ibu dengar atau
ketahui tentang penerbangan?
Gambaran Umum Hukum Udara

 Batas ruang udara yang tak terlihat

 Aktivitas yang tinggi dalam menggunakan


ruang udara

 Ruang udara sebagai alat ekonomi dan


pertahanan
Ruang Udara Periode Pembentukan
Konvensi Chicago 1944

 Ruang udara untuk aktivitas ekonomi


 Dominasi aktivitas penerbangan oleh
Amerika Serikat mengalahkan Eropa
 Perbedaan pandangan sifat ruang udara US
(lebih liberal) vs UK (pengaturan ekonomi)
Delimitasi Ruang Udara
 Horizontally
Tidak ada definisi apa itu ruang udara
- Ps. 2 Konvensi Chicago 1944

“For the purposes of this Convention the territory of a State


shall be deemed to be the land areas and territorial waters
adjacent thereto under the sovereignty, suzerainty, protection or
mandate of such State.”
Delimitasi Ruang Udara
- Ps. 2 UNCLOS 1982
(1) “The sovereignty of a coastal State
extends, beyond its land territory and
internal waters and, in the case of an
archipelagic State, its archipelagic waters, to
an adjacent belt of sea, described as the
territorial sea.”
(2)”This sovereignty extends to the air
space over the territorial sea as well as to
its bed and subsoil.”
Delimitasi Ruang Udara
 Vertically
Batasan airspace dan outer space (Cooper’s Theory)

Ps. 1 Konvensi Chicago 1944


“The contracting States recognize that every State
has complete and exclusive sovereignty over the
airspace above its territory.”

Ps. II Outer Space Treaty 1967


“Outer space, including the Moon and other
celestial bodies, is not subject to national
appropriation by claim of sovereignty, by means
of use or occupation, or by any other means.””
Peristiwa Tahun 2018
BILATERAL AGREEMENT
 Ps. 1 Konvensi Chicago 1944:
“The contracting States recognize that every
State has complete and exclusive sovereignty
over the airspace above its territory”
Konsep Bilateral Agreement
 Dibutuhkan adanya peran serta hubungan
antar pemerintah negara dan antar
perusahaan maskapai
Pasal 6 Konvensi Chicago
 “No scheduled international air service
may be operated over or into the
territory of a contracting State, except
with the special permission or other
authorization of that State..”
Pasal 7 Konvensi Chicago
 Asas Cabotage:

“Each contracting State shall have the


right to refuse permission to the aircraft of
other contracting States to take on in its
territory passengers, mail and cargo carried
for remuneration or hire and destined for
another point within its territory…”
Freedom of the Air

 Kebebasan yang memungkinkan pesawat


sipil untuk masuk/melintasi suatu negara
lain
First Freedom of the Air

Hak untuk terbang melintasi (over fly) negara


lain tanpa melakukan pendaratan
Second Freedom of the Air

Hak untuk melakukan pendaratan di negara lain


untuk keperluan operasional (technical
landing) dan tidak berhak untuk mengambil
dan/atau menurunkan penumpang dan/atau
kargo secara komersial
Third Freedom of the Air

Hak untuk mengangkut penumpang, barang, dan


pos secara komersial dari negara pendaftar
pesawat udara ke negara pihak yang berjanji
lainnya
Fourth Freedom of the Air

Hak untuk mengangkut penumpang, kargo, dan


pos secara komersial dari negara yang berjanji
lainnya ke negara pesawat udara di daftarkan
Fifth Freedom of the Air

Pengangkutan penumpang, kargo dan pos secara


komersial dari negara pendaftar pesawat ke
negara ketiga di luar negara yang berjanji
dimana dari atau ke negara tersebut memiliki
hak untuk melakukan kegiatan komersial
Sixth Freedom of the Air

Pengangkutan penumpang, barang maupun pos


secara komersial dari negara ketiga melewati
negara tempat pesawat udara udara
didaftarkan, kemudian diangkut kembali ke
negara tujuan
Seventh Freedom of the Air

Pengangkutan penumpang, barang maupun pos


secara komersial semata-mata di luar negara
yang mengadakan perjanjian
Eighth Freedom of the Air

Pengangkutan penumpang, barang maupun pos


secara komersial dari negara pesawat di
daftarkan ke negara lain yang diteruskan ke
tempat lain dalam satu negara
Ninth Freedom of the Air

Pengangkutan penumpang, barang maupun pos


secara komersial dari suatu tempat ke tempat
lain dalam satu wilayah negara berdaulat
FREEDOMS OF THE AIR
 First Freedom
Garuda Indonesia

Malaysia
Singapore Indonesia

Right to fly across another


State without landing
FREEDOMS OF THE AIR
 Second Freedom
Garuda Indonesia Garuda Indonesia

Malaysia
Singapore Indonesia

Right to land in another state


For non-traffic purposes
FREEDOMS OF THE AIR
 Third Freedom

Garuda Indonesia

Singapore Indonesia

Right to land traffic


In another state
FREEDOMS OF THE AIR
 Fourth Freedom

Right to take up traffic


from another state

Singapore Indonesia

Garuda Indonesia
FREEDOMS OF THE AIR
 Third & Fourth Freedom

Garuda Indonesia

3rd Freedom
Singapore Indonesia
4rth Freedom

Garuda Indonesia
FREEDOMS OF THE AIR
 Fifth Freedom
Garuda Indonesia

Singapore Malaysia Indonesia

Right to carry traffic from home country


Between two other state
FREEDOMS OF THE AIR
 Sixth Freedom
Garuda Indonesia Garuda Indonesia

Japan Indonesia Australia

Carrying traffic between two foreign states


With a stopover in the home state
FREEDOMS OF THE AIR
 Seventh Freedom
Garuda Indonesia

Singapore Malaysia Indonesia

Right to carry traffic


Between two other state
FREEDOMS OF THE AIR
 Eighth Freedom
Singapore Airline Singapore Airline

Singapore Jakarta Surabaya

Grand-cabotage
FREEDOMS OF THE AIR
 Ninth Freedom
Singapore Airline

Surabaya Jakarta

Carrying traffic in one state


With two basis point
OPEN SKY
DEFINISI

“OPEN SKY”
(Langit Terbuka)

PESAWAT ASING MASUK TANPA IZIN


???
Latar Belakang
 Sifat Ruang Udara
Art.1 Konvensi Chicago 1944
“Complete and Exclusive”

 Art. 6 Konvensi Chicago 1944


Syarat scheduled airlines memasuki wilayah
negara lain

 Freedom of the Air


ASEAN Open Sky
 Dasar Hukum
a. Multilateral Agreement on Air Services
(MAAS)
b. ASEAN Multilateral Agreement on the Full
Liberalisation of Passenger Air Services
(MAFLPAS)
c. Multilateral Agreement for Full
Liberalization of Air Freight Services
(MAFLAFS)
ASEAN Open Sky
 Latar Belakang
- Bilateral agreement dianggap terlalu ‘strict’
- Pasar bebas untuk persaingan

 Definisi
- Pembebasan pembatasan pengangkutan
Apa yang Diliberalisasi
MAAS
 Protokol 1
- Unlimited Third and Fourth Freedom Traffic
Rights Within ASEAN Sub-Region
 Protokol 2
- Unlimited Fifth Freedom Traffic Rights Within
ASEAN Sub-Region
 Protokol 3
- Unlimited Third and Fourth Freedom Traffic
Rights Between ASEAN Sub-Regions
 Protokol 4
- Unlimited Fifth Freedom Traffic Rights Between
ASEAN Sub-Regions
Pembagian Sub-Region Protocol 1 s.d 4
Pembagian Sub-Region Protocol 1
s.d 4
Apa yang Diliberalisasi
MAAS
 Protokol 5
- Unlimited Third and Fourth Freedom
Traffic Rights Between ASEAN Capital
Cities
 Protokol 6
- Unlimited Fifth Freedom Traffic Rights
Between ASEAN Capital Cities
Protocol 5 s.d 6
Apa yang Diliberalisasi
 MAFLPAS (antara dua non-ibukota atau non-
ibukota ke ibu kota)

 Protocol 1
- Unlimited Third and Fourth Freedom
Traffic Rights Between Any ASEAN Cities
 Protocol 2
- Unlimited Fifth Freedom Traffic Rights
Between Any ASEAN Cities
Posisi Ratifikasi MAAS
Posisi Ratifikasi MAFLPAS
Posisi Indonesia
 292 Bandara

 ≥ 260 juta penduduk

 12 Maskapai berjadwal dan 3 Maskapai Kargo


berjadwal
Tarik Ulur Pemberlakuan
ASEAN Open Sky
Kepentingan Ekonomi Daerah
- Investasi
- Turisme
- Ekspor

Versus

Kepentingan Maskapai Nasional


- Jumlah Penumpang
- Kargo
- Daya Kompetisi
The Future ASEAN Open Sky
 Pemberlakuan 6th, 7th, 8th, 9th Freedom of the
Air
Bisnis Dunia Penerbangan
Karakter Bisnis Penerbangan
 High Risk
- Potensi kecelakaan
- Aturan yang ketat
- Perhitungan bisnis yang rigid

 High Cost
- Nilai pesawat yang mahal
- Biaya operasional dan perawatan yang tinggi
- Komponen pembiayaan menggunakan mata uang
asing
- Ketentuan ganti rugi yang tinggi
- Pelatihan personal
- Iklan
Karakter Bisnis Penerbangan
 High Demand
- Pelayanan super ramah
- Makanan yang enak
- Ketepatan waktu
- Fasilitas nomor satu

KOMPETISI
Beberapa Langkah Maskapai
 Membuat aliansi
- Garuda Indonesia group
- Lion Air group
 Menerapkan konsep LCC
- Lion Air, Sriwijaya Air, Citilink, AirAsia
 Mengintegrasikan layanan bisnisnya
Apakah Cukup?
Beberapa Penyebab Komponen
Kenaikan Tiket Domestik Di Luar
Maskapai
 Biaya infrastruktur
 Pelemahan nilai tukar Rupiah
 Peningkatan biaya pelayanan non-maskapai
terhadap aktivitas maskapai. Misal: bandara
dan navigasi

Tertuang Dalam Tiket


Tiga (3) Langkah Yang Harus
Dievaluasi
 Efisiensi manajemen perusahaan maskapai
 Integritas bisnis penerbangan secara
keseluruhan
 Penempatan integritas bisnis penerbangan
dengan bisnis lainnya
Ganti Rugi
Kasus AirAsia QZ8501
 VIVAnews - Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini menegaskan bahwa asuransi korban kecelakaan
pesawat AirAsia QZ8501 harus dibayar utuh sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No. 77
Tahun 2011, yakni sebesar Rp1,25 miliar. Terkait upaya pihak AirAsia memberikan santunan
pendahuluan sebesar Rp300 juta, Risma tidak ingin itu dipotongkan dari asuransi.
"Uang Rp300 juta untuk biaya pemakaman yang diberikan pihak AirAsia jangan dipotongkan dari
asuransi. Saya tidak mau, kalau Rp300 juta itu bagian dari Rp1,25 miliar,” katanya di Posko
Antemortem Markas Polda Jawa Timur, Sabtu 10 Januari 2015.
Terkait hal ini, dia juga sudah berkonsultasi ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta kemarin.
Ini dilakukannya, untuk mencoba memastikan mengenai nasib asuransi yang akan diberikan
kepada para keluarga korban.
“Saya sudah ketemu OJK dan katanya semua akan dibayar oleh asuransi.Tidak ada alasan apapun,
asuransi siap bayar. PT Jasa Asuransi Indonesia akan membayar klaim itu," tuturnya.
Terkait dengan besaran nilai asuransi, Risma mengaku belum memperoleh kejelasan. Dia juga
menanyakan ke OJK, apakah korban yang Warga Negara Indonesia (WNI) mendapatkan asuransi
sama besarnya dengan korban yang Warga Negara Asing (WNA).
“Kata OJK, Indonesia belum meratifikasi Konvensi Montreal. Maka, ganti ruginya harus sesuai
Permenhub. Kalau WNA kan, sudah ikut Konvensi Montreal,” jelasnya.
Seperti diketahui, Konvensi Montreal yang mengatur ganti rugi kecelakaan pesawat ditandatangani
pada 1999, namun belum diikuti oleh Indonesia yang belum menandatangi konvensi yang diikuti
18 negara dan Uni Eropa. Dengan demikian, kemungkinan WNI tidak bisa mendapat
asuransi sebesar Rp2 miliar, seperti WNA.
Dokumen Penerbangan

 Art. 3 Tiket pesawat sebagai kontrak antara


penumpang dan pihak perusahaan maskapai
Kewajiban Dokumen Penerbangan
 UU 1/2009 (Ps. 151(4))
Dalam hal tiket tidak diisi keterangan-keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau tidak
diberikan oleh pengangkut, pengangkut tidak berhak menggunakan ketentuan dalam undang-
undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya (Sistem Warsawa)

 Art. 3 (2) Warsaw Conv. Sanksi bagi perusahaan masakapai manakala membiarkan penumpang
tanpa tiket.
“……if the carrier accepts a passenger without a passenger ticket having been delivered he shall
not be entitled to avail himself of those provisions of this Convention which exclude or limit his
liability.”

 Montreal 1999 (Art. 3(5))


Non-compliance with the provisions or the foregoing paragraphs shall not affect the existence or
the validity of the contract of carriage, which shall, nonetheless, be subject to the rules of this
Convention including those relating to limitation of liability.
Berlakunya tanggung gugat
 Art. 17 (1)Tanggung gugat accident yang menyababkan luka
maupun kematian pada penumpang selama proses embarkasi
atau disembarkasi
- Kapan proses embarkasi dan disembarkasi?
- Kecelakaan yang menyebabkan trauma?

 Ps. 3 PM 77/2011
a. penumpang yang meninggal dunia di dalam pesawat udara karena akibat kecelakaan
pesawat udara atau kejadian yang semata-mata ada hubungannya dengan pengangkutan
udara diberikan ganti kerugian sebesar Rp. 1.250.000.000,00 (satu miliar dua ratus lima
puluh juta rupiah) per penumpang;
b. penumpang yang meninggal dunia akibat suatu kejadian yang sematamata ada
hubungannya dengan pengangkutan udara pada saat proses meninggalkan ruang tunggu
bandar udara menuju pesawat udara atau pada saat proses turun dari pesawat udara
menuju ruang kedatangan di bandar udara tujuan dan/atau bandar udara persinggahan
(transit) diberikan ganti kerugian sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
per penumpang;
Berlakunya Tanggung Gugat

 Art. 17 (2) Tanggung gugat terhadap


kerusakan maupun kehilangan bagasi selama
proses penerbangan

  (bagasi kabin) pasal 143 UU 1/2009 jo.


Ps.4 PM 77/2011 “Pengangkut tidak
bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang
atau rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila
penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian
tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut
atau orang yang dipekerjakannya.”
Berlakunya Tanggung Gugat
 Art. 18 Tanggung gugat terhadap kerusakan maupun
kehilangan kargo selama proses penerbangan

 Art. 19 Tanggung gugat terhadap penumpang, bagasi


maupun kargo yang disebabkan keterlambatan jadwal
penerbangan
 Definisi Delay? Apakah delay penumpang=bagasi?

PM 89/2015 ps.1 (6) “Keterlambatan Penerbangan adalah terjadinya


perbedaan waktu antara waktu keberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan
dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan”
Nilai Kompensasi Menurut MC 99
 Art. 21 senilai terbatas hingga 100.000 SDR. 113.100
SDR (1 Januari 2010) untuk ganti rugi kematian
 Art. 22 (1) senilai terbatas hingga 4150 SDR 4694
SDR (1 Januari 2010) untuk ganti rugi keterlambatan
 Art. 22 (2) senilai terbatas hingga 1000 SDR  1113
SDR (1 januari 2010) untuk ganti rugi bagasi
 Art. 22 Kargo senilai terbatas hingga 17/kg SDR  19
SDR (1 Januari 2010)

Ket: 1 SDR ± Rp.23.109


Nilai Kompensasi Menurut
Ketentuan Nasional

 PM 77/2011 * Kematian hingga 1.25 Milyar*


* Bagasi hilang/musnah
200.000/kg max. 4.000.000
* Bagasi rusak: S&K
* Kargo hilang/musnah 100.000/kg
* Kargo rusak 50.000/kg
 PM 89/2015 * Keterlambatan penumpang; dari
minuman ringan s.d. pegembalian tiket
Keterlambatan bagasi???
TERIMA KASIH

Вам также может понравиться