Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun oleh :
Kelompok 10
1. Alfa Anisa Pratama K1B017
2. Mufidah Yasmin K1B017
3. Taufik Hidayat K1B017
4. Opa Mustopa K1B017068
PENDAHULUAN
Dalam menilai seseorang biasanya kita melihat perilaku atau sesuatu yang
dikerjakan oleh seseorang tersebut. Perilaku-perilaku tersebut yang muncul dan
dilihat oleh orang lain dapat menimbulkan judgement bahwa apa yang dikerjakan
tersebut merupakan kebiaasaan orang tersebut yang menjadi suatu opsi yang akan
diambil orang tersebut dalam menghadapai suatu situasi. Bilamana kebiasaan
tersebut baik maka terciptalah judgement ‘baik’ sebaliknya, bilamana kebiasaan
tersebut buruk maka terciptalah judgement ‘buruk’.
Baik atau buruknya sesuatu itu bersifat relatif, tergantung dari apa dampak
yang ditimbulkan. Dewasa ini, dalam masyarakat sering kita temui berbagai kasus
yang berdampak merugikan bagi masyarakat lainnya yakni kasus-kasus kejahatan
seperti; kerusuhan, tindak kekerasan, bullying, pemakaian narkoba, pencurian,
pelecehan, dan sebagainya. Dari maraknya kasus-kasus tersebut dapat
menunjukan bahwa di kalangan masyarakat telah terjadi krisis karakter.
Nasionalisme adalah suatu paham yang menganggap kesetiaan tertinggi
atas setiap pribadi harus disertakan pada negara kebangsaan (Nation State) atau
sebagai sikap mental atau tingkah laku individu ataupun masyarakat yang
menunjukan adanya loyalitas atau dan pengabdian yang tinggi terhadap bangsa
dan negaranya.1 Nasionalisme sangatlah penting bagi suatu negara karena dengan
adanya sikap nasionalisme dalam diri masyarakat dapat memunculkan rasa
persatuan dan kesatuan, kecintaan, dan kehormatan kepada bangsa dan negara.
Akhir-akhir ini dengan semakin berkembangnya teknologi dan informasi
yang mempercepat masuknya budaya asing sebagai dampak globalisasi sedikit
banyak berpengaruh pada karakter bangsa Indonesia. Budaya asing yang tidak
sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia contohnya sikap individualisme,
1
Achmad Susanto, skripsi:“Studi tentang Internalisasi Nilai-Nilai Nasionalisme dalam
Pembelajaran PPKn di SMP Negeri 1 Bandar Sribhawono Lampung imur” (Bandar Lampung:
Universita Lampung, 2018), hal. 1.
liberalisme dapat berdampak buruk terhadap karakter bangsa dan melunturkan
sikap nasionalisme.
Mahasiswa adalah bagian dari masyarakat, yang mana merupakan
segolongan pemuda yang tercerahkan karena memiliki intelektual.Mengingat di
lingkungan masyarakat yang sangat luas dengan berbagai taraf ekonomi,
pendidikan, dan kebudayaannya, mahasiswa bisa dianggap sebagai “wajahnya
masyarakat” karena tidak semua masyarakat berkesempatan memiliki intelektual
yang tinggi sebagai mana mahasiswa. Hal ini dapat kita lihat dalam berbagai
kesempatan mahasiswa turut mengawal jalannya pemerintahan, perekonomian,
politik dan dinamika kemasyarakatan di Indonesia dalam bentuk aksi atau pun
demonstrasi.
Mengingat pentingnya peran mahasiswa bagi Indonesia, oleh karena itu
penanaman nilai-nilai karakter dan nasionalisme penting untuk dilakukan. Salah
satu upaya untuk menanamkannya yaitu melalui pendidikan kewarganegaraan.
Indonesia haruslah menjadi negara yang kuat, berkarakter sesuai pancasila dan
memiliki jiwa nasionalisme yang kuat agar persatuan dan kesatuan tetap terjaga
dan menaikan pandangan negara lain pada Indonesia
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 KARAKTER
1. Pengertian Karakter
Karakter juga dapat diartikan sebagai bawaan diri, perasaan, hati, dan jiwa
yang menghasilkan sebuah tindakan yang dilakukan seseorang kepada orang lain atau
kepada dirinya sendiri. Karakter sendiri dengan mudah biasa kita lihat sebagai
karakter buruk dan karakter baik, karakter buruk biasanya berupa sikap tidak jujur,
sikap sombong, dan sebagainya. Karakter baik biasanya berupa sikap jujur, rendah
hati, rajin menabung, tidak sombong, dan lain sebagainnya.
Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu individu atau bahkan suatu
benda yang ada disekitar kita, setiap individu atau benda tadi memiliki karakter
masing-masing yang biasanya digolongkan menjadi karakter baik dan buruk.
Karakter itu muncul akibat pengaruh dari berbagai faktor baik internal maupun
eksternal sebab karakter manusia atau benda memang dipengaruhi oleh banyak sekali
faktor yang ada disekitarnya. Oleh karena itu sangat erat kaitannya jika sebuah
karakter dapat kita lihat dari karakter lingkungan sekitarnya dimana tempat individu
atau benda tadi berada.
2
Masnur Muslich. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan KrisisMultidimensional. (Jakarta:
Bumi Aksara. 2011), h.84
negara.3 Berikut ini menurut Maksudin yang dimaksud dengan karakter adalah ciri
yang khas yang dimiliki setiap manusia yang berkaitan dengan jati dirinya, yang
merupakan dasar kualitas batiniah/rohaniah, cara berpikir, cara seseorang dalam
berperilaku dan bekerja sama baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa maupun
negara.4
Ada dua jenis komponen karakter yang baik (components of good character)
yang dikemukakan oleh Lickona, sebagai berikut:5
a. Pengetahuan Moral
Pengetahuan moral merupakan hal yang penting untuk diajarkan. Dua aspek
berikut ini merupakan aspek yang menonjol sebagai tujuan pendidikan
karakter yang diinginkan.
1) Kesadaran moral
Aspek pertama dari kesadaran moral adalah menggunakan pemikiran
mereka untuk melihat suatu situasi yang memerlukan penilaian moral dan
kemudian untuk memikirkan dengan cermat tentang apa yang dimaksud
dengan arah tindakan yang benar. Aspek kedua dari kesadaran moral,
yaitu paham akan informasi dari sebuah problem yang berkaitan.
2) Pengetahuan Nilai Moral
Nilai-nilai moral seperti menghargai kehidupan dan kemerdekaan,
tanggung jawab terhadap orang lain, kejujuran, keadilan, toleransi,
penghormatan, disiplin diri, integritas, kebaikan, belas kasihan, dan
dorongan atau dukungan mendefinisikan seluruh cara tentang menjadi
pribadi yang baik. Ketika digabung, seluruh nilai ini menjadi warisan
moral yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Paham
akan sebuah nilai juga artinya memahami bagaimana cara menerapkan
nilai yang berkaitan dengan berbagai macam situasi.
3
Agus Wibowo. Pendidikan Karakter: Strategi Membangun KarakterBangsa Berperadaban.
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2012), h.33
4
Maksudin.PendidikanKarakterNon-Dikotomik (Yogyakarta:Pustaka Pelajar.2013), h.3
5
Lickona, Thomas. Mendidik Untuk Membentuk Karakter: BagaimanaSekolah dapat Memberikan
Pendidikan Sikap Hormat dan Bertanggung Jawab. (Penerjemah: Juma Abdu Wamaungo. Jakarta:
Bumi Aksara. 2012), h. 85-100
b. Perasaan Moral
Sifat emosional karakter merupakan suatu hal yang telah diabaikan dalam
pembahasan terkait dengan pendidikan moral. Ketika hanya mengetahui apa
yang dianggap benar itu bukan berarti jaminan dalam hal melakukan sebuah
tindakan yang baik.
2.2 NASIONALISME
Nasionalisme hadir di Indonesia bukan sejak dahulu, tapi baru hadir sekitar
tahun 2000 dimana pada tahun tersebut mulai muncul organisasi-organisasi
pergerakan nasional yang menggaungkan isu-isu nasionalisme itu sendiri, sehingga
membuat nasionalisme menjadi sebuah kata yang sering kita dengar hingga sekarang.
Kata nasionalisme sendiri biasa kita artikan dengan arti rasa cinta terhadapat tanah
air, tanah air Indonesia. Nasionalisme muncul biasanya jika ada ancaman, gangguan,
dan atau rangsangan dari luar, sebagai contoh jika ada negara lain mengancam tanah
air kita maka rasa nasionalisme dalam diri kita akan muncul, atau jika kita sedang
menonton pertandingan sepak bola maka akan timbul juga rasa nasionalisme dalam
diri kita.
6
Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah.
7
Muchji, Achmad dkk, Pendidikan Kewarganegaraan (Jakarta: Universitas Gunadarma), hlm. 8.
cerdas. Jadi citizenship eduacation ini merupakan pendidikan
kewarganegaraan dalam arti yang umum dan luas.
Landasan hukum ialah peraturan baku sebagai tempat berpijak dalam
melaksanakan kegiatan kegiatan tertentu. Berikut ini adalah yang menjadi
landasan hukum pendidikan kewarganegaraan, yaitu:
1. UUD 1945
a. Pembukaan UUD 1945, alinea kedua dan keempat (cita – cita, tujuan dan
aspirasi bangsa Indonesia tentang kemerdekaan).
b. Pasal 27 ayat 1, (kesamaan kedudukan warganegara di dalam hukum dan
pemerintahan).
c. Pasal 27 ayat 3, (hak dan kewajiban warganegara dalam upaya bela
negara).
d. Pasal 30 ayat 1, (hak dan kewajiban warganegara dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara).
e. Pasal 31 ayat 1, (hak warganegara mendapatkan pendidikan).
2. Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
3. Surat keputusan dirjen dikti nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Pelaksanaan
Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
8
Budimansyah, D dan Suryadi, K, “PKN dan Masyarakat Multikultural”, Program Studi
Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, 2008, hlm.
18.
Ras dan Agama (SARA), sehingga persatuan bangsa tidak mudah retak dan
tidak terjadi disintegrasi bangsa. Keharusan untuk mewujudkan masyarakat
Indonesia yang memahami keberagaman ini tidak dapat dilepaskan dari
kebutuhan dari warga negara itu sendiri baik secara individu mauun sebagai
bagian dari masyarakat.
9
Garcia, R. L., Teaching in a Pluralistic Society: Concepts, Models (Michigan: Harper and Row,
1982), hlm 54.
10
Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Gramedia, 2008), hal 515.
yang akan datang mampu menjadi bangsa yang mapan dalam hal menyikapi
multikulrutalisme yang ada di Indonesia. Karena bangsa Indonesia tidak
segera menyikapi hal itu, maka bukan tidak mungkin masalah-masalah yang
timbul sebagai dampak keberagaman di Indonesia akan semakin muluas,
konflik SARA yang pernah melanda Indonesia tidak menutup kemungkinan
akan terulang kembali.
BAB III
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA