Вы находитесь на странице: 1из 19

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

INTERNALISASI NILAI-NILAI KARAKTER DAN


NASIONALISME MAHASISWA FMIPA UNSOED DALAM
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Disusun oleh :

Kelompok 10
1. Alfa Anisa Pratama K1B017
2. Mufidah Yasmin K1B017
3. Taufik Hidayat K1B017
4. Opa Mustopa K1B017068

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN MATEMATIKA
PURWOKERTO
2019
ABSTRAK

Internalization is a process of entering values or incorporating a good


attitude to form an ideal personality. In this internalization process, it is expected
to form good attitudes and characters that can benefit the nation and religion. In
judging someone we usually see behavior or something that is done by someone.
These behaviors that arise and are seen by others can lead to judgment that what is
done is the habit of the person who becomes an option that will be taken by the
person in facing a situation. If the habit is good then the 'good' judgment is created
otherwise, if the habit is bad then judgment is 'bad'. With this internalization, one
of the characters that is to be built is one of nationalism. Nationalism is an
understanding that considers the highest loyalty to each person must be included
in the nation state (Nation State) or as a mental attitude or behavior of individuals
or society that shows the existence of loyalty or and high dedication to the nation
and country. Nationalism is very important for a country because the presence of
nationalism in society can create a sense of unity and unity, love and respect for
the nation and state. One of us knows nationalism because we have learned
Citizenship Education in schools both in elementary schools, junior high schools,
high schools and in universities. So it is very important the role of Citizenship
Education for the formation of good character values.

Keyword : Internalization, Nationalism and Citizenship Education.


BAB I

PENDAHULUAN

Dalam menilai seseorang biasanya kita melihat perilaku atau sesuatu yang
dikerjakan oleh seseorang tersebut. Perilaku-perilaku tersebut yang muncul dan
dilihat oleh orang lain dapat menimbulkan judgement bahwa apa yang dikerjakan
tersebut merupakan kebiaasaan orang tersebut yang menjadi suatu opsi yang akan
diambil orang tersebut dalam menghadapai suatu situasi. Bilamana kebiasaan
tersebut baik maka terciptalah judgement ‘baik’ sebaliknya, bilamana kebiasaan
tersebut buruk maka terciptalah judgement ‘buruk’.
Baik atau buruknya sesuatu itu bersifat relatif, tergantung dari apa dampak
yang ditimbulkan. Dewasa ini, dalam masyarakat sering kita temui berbagai kasus
yang berdampak merugikan bagi masyarakat lainnya yakni kasus-kasus kejahatan
seperti; kerusuhan, tindak kekerasan, bullying, pemakaian narkoba, pencurian,
pelecehan, dan sebagainya. Dari maraknya kasus-kasus tersebut dapat
menunjukan bahwa di kalangan masyarakat telah terjadi krisis karakter.
Nasionalisme adalah suatu paham yang menganggap kesetiaan tertinggi
atas setiap pribadi harus disertakan pada negara kebangsaan (Nation State) atau
sebagai sikap mental atau tingkah laku individu ataupun masyarakat yang
menunjukan adanya loyalitas atau dan pengabdian yang tinggi terhadap bangsa
dan negaranya.1 Nasionalisme sangatlah penting bagi suatu negara karena dengan
adanya sikap nasionalisme dalam diri masyarakat dapat memunculkan rasa
persatuan dan kesatuan, kecintaan, dan kehormatan kepada bangsa dan negara.
Akhir-akhir ini dengan semakin berkembangnya teknologi dan informasi
yang mempercepat masuknya budaya asing sebagai dampak globalisasi sedikit
banyak berpengaruh pada karakter bangsa Indonesia. Budaya asing yang tidak
sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia contohnya sikap individualisme,

1
Achmad Susanto, skripsi:“Studi tentang Internalisasi Nilai-Nilai Nasionalisme dalam
Pembelajaran PPKn di SMP Negeri 1 Bandar Sribhawono Lampung imur” (Bandar Lampung:
Universita Lampung, 2018), hal. 1.
liberalisme dapat berdampak buruk terhadap karakter bangsa dan melunturkan
sikap nasionalisme.
Mahasiswa adalah bagian dari masyarakat, yang mana merupakan
segolongan pemuda yang tercerahkan karena memiliki intelektual.Mengingat di
lingkungan masyarakat yang sangat luas dengan berbagai taraf ekonomi,
pendidikan, dan kebudayaannya, mahasiswa bisa dianggap sebagai “wajahnya
masyarakat” karena tidak semua masyarakat berkesempatan memiliki intelektual
yang tinggi sebagai mana mahasiswa. Hal ini dapat kita lihat dalam berbagai
kesempatan mahasiswa turut mengawal jalannya pemerintahan, perekonomian,
politik dan dinamika kemasyarakatan di Indonesia dalam bentuk aksi atau pun
demonstrasi.
Mengingat pentingnya peran mahasiswa bagi Indonesia, oleh karena itu
penanaman nilai-nilai karakter dan nasionalisme penting untuk dilakukan. Salah
satu upaya untuk menanamkannya yaitu melalui pendidikan kewarganegaraan.
Indonesia haruslah menjadi negara yang kuat, berkarakter sesuai pancasila dan
memiliki jiwa nasionalisme yang kuat agar persatuan dan kesatuan tetap terjaga
dan menaikan pandangan negara lain pada Indonesia
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 KARAKTER
1. Pengertian Karakter

Berdasarkan pendapat dari Masnur Muslich pengertian karakter adalah nilai-


nilai dari tingkah laku manusia yang berkaitan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam
pemahaman, perilaku, perasaan, perkataan, dan tingkahlaku berdasarkan aturan-
aturan agama, hokum positif, tata krama, budaya, dan adat istiadat. 2 Karakter
tersebutlah yang ada pada setiap manusia dan berbeda-beda pula pada setiap manusia.

Karakter juga dapat diartikan sebagai bawaan diri, perasaan, hati, dan jiwa
yang menghasilkan sebuah tindakan yang dilakukan seseorang kepada orang lain atau
kepada dirinya sendiri. Karakter sendiri dengan mudah biasa kita lihat sebagai
karakter buruk dan karakter baik, karakter buruk biasanya berupa sikap tidak jujur,
sikap sombong, dan sebagainya. Karakter baik biasanya berupa sikap jujur, rendah
hati, rajin menabung, tidak sombong, dan lain sebagainnya.

Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu individu atau bahkan suatu
benda yang ada disekitar kita, setiap individu atau benda tadi memiliki karakter
masing-masing yang biasanya digolongkan menjadi karakter baik dan buruk.
Karakter itu muncul akibat pengaruh dari berbagai faktor baik internal maupun
eksternal sebab karakter manusia atau benda memang dipengaruhi oleh banyak sekali
faktor yang ada disekitarnya. Oleh karena itu sangat erat kaitannya jika sebuah
karakter dapat kita lihat dari karakter lingkungan sekitarnya dimana tempat individu
atau benda tadi berada.

Menurut Agus Wibowo, menyatakan karakter merupakan sebuah cara


berpikir dan berperilaku yang dengannya muncul ciri khas bagi setiap individu untuk
hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan

2
Masnur Muslich. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan KrisisMultidimensional. (Jakarta:
Bumi Aksara. 2011), h.84
negara.3 Berikut ini menurut Maksudin yang dimaksud dengan karakter adalah ciri
yang khas yang dimiliki setiap manusia yang berkaitan dengan jati dirinya, yang
merupakan dasar kualitas batiniah/rohaniah, cara berpikir, cara seseorang dalam
berperilaku dan bekerja sama baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa maupun
negara.4

2. Komponen-Komponen Karakter yang Baik

Ada dua jenis komponen karakter yang baik (components of good character)
yang dikemukakan oleh Lickona, sebagai berikut:5

a. Pengetahuan Moral
Pengetahuan moral merupakan hal yang penting untuk diajarkan. Dua aspek
berikut ini merupakan aspek yang menonjol sebagai tujuan pendidikan
karakter yang diinginkan.
1) Kesadaran moral
Aspek pertama dari kesadaran moral adalah menggunakan pemikiran
mereka untuk melihat suatu situasi yang memerlukan penilaian moral dan
kemudian untuk memikirkan dengan cermat tentang apa yang dimaksud
dengan arah tindakan yang benar. Aspek kedua dari kesadaran moral,
yaitu paham akan informasi dari sebuah problem yang berkaitan.
2) Pengetahuan Nilai Moral
Nilai-nilai moral seperti menghargai kehidupan dan kemerdekaan,
tanggung jawab terhadap orang lain, kejujuran, keadilan, toleransi,
penghormatan, disiplin diri, integritas, kebaikan, belas kasihan, dan
dorongan atau dukungan mendefinisikan seluruh cara tentang menjadi
pribadi yang baik. Ketika digabung, seluruh nilai ini menjadi warisan
moral yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Paham
akan sebuah nilai juga artinya memahami bagaimana cara menerapkan
nilai yang berkaitan dengan berbagai macam situasi.

3
Agus Wibowo. Pendidikan Karakter: Strategi Membangun KarakterBangsa Berperadaban.
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2012), h.33
4
Maksudin.PendidikanKarakterNon-Dikotomik (Yogyakarta:Pustaka Pelajar.2013), h.3
5
Lickona, Thomas. Mendidik Untuk Membentuk Karakter: BagaimanaSekolah dapat Memberikan
Pendidikan Sikap Hormat dan Bertanggung Jawab. (Penerjemah: Juma Abdu Wamaungo. Jakarta:
Bumi Aksara. 2012), h. 85-100
b. Perasaan Moral
Sifat emosional karakter merupakan suatu hal yang telah diabaikan dalam
pembahasan terkait dengan pendidikan moral. Ketika hanya mengetahui apa
yang dianggap benar itu bukan berarti jaminan dalam hal melakukan sebuah
tindakan yang baik.

2.2 NASIONALISME

Nasionalisme hadir di Indonesia bukan sejak dahulu, tapi baru hadir sekitar
tahun 2000 dimana pada tahun tersebut mulai muncul organisasi-organisasi
pergerakan nasional yang menggaungkan isu-isu nasionalisme itu sendiri, sehingga
membuat nasionalisme menjadi sebuah kata yang sering kita dengar hingga sekarang.
Kata nasionalisme sendiri biasa kita artikan dengan arti rasa cinta terhadapat tanah
air, tanah air Indonesia. Nasionalisme muncul biasanya jika ada ancaman, gangguan,
dan atau rangsangan dari luar, sebagai contoh jika ada negara lain mengancam tanah
air kita maka rasa nasionalisme dalam diri kita akan muncul, atau jika kita sedang
menonton pertandingan sepak bola maka akan timbul juga rasa nasionalisme dalam
diri kita.

Bagaimana makna nasionalisme secara mendalam, apakah sesederhana yang


telah dipaparkan diatas. Nasionalisme secara etimologi berasal dari kata “nasional”
dan “isme” yaitu paham kebangsaan yang mengandung makna kesadaran dan
semangat cinta tanah air, memiliki kebanggaan sebagai bangsa, atau memelihara
kehormatan bangsa, mempunyai rasa solidaritas kepada musibah dan
kekurangberuntungan masyarakat setanah air, sebangsa dan se-Indonesia serta
menutamakan nilai-nilai persatuan dan kesatuan NKRI. Dari pengertian tersebut
nasionalisme dapat di artikan sebagai faham tentang kebangsaan dan sikap cinta
tanah air yang tinggi yang harus dimiliki oleh warga negara, merasa memiliki sejarah
dan cita-cita yang sama dalam tujuan berbangsa dan bernegara. Beberapa ahli juga
banyak yang mendefinisikan tentang konsep nasionalisme. Abdul Munir Mulkhan
(1996:14), menyebutkan bahwa “nasionalisme adalah sebuah gagasan mengenai
kesatuan kebangsaan dalam suatu wilayah politik kenegaraan”. Kemudian menurut
Marvin Perry (2013:94). “Nasionalisme adalah suatu ikatan sadar yang dimiliki
bersama oleh sekelompok orang yang memiliki kesamaan bahasa, kebudayaan dan
sejarah yang ditandai dengan kejayaan dan penderitaan bersama dan saling terikat
dalam suatu negeri tertentu”. Pada mulanya nasionalisme memang berasal dari
bermacam-macam cara, mulai dari kesamaan terhadap sejarah, kebudayaan, cita-cita,
ketidakadilan, penindasan, serta sebagai wujud perlawanan suatu kelompok bangsa.

2.3 Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006


tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah pengertian
kewarganegaraan ialah pembinaan para pelajar dengan pembentukan karakter
agar menjadi warga negara yang dapat memahami dan mampu melaksanakan
hak dan kewajibannya untuk menjadi Warga Negara Indonesia yang cerdas,
terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan maka mulai diajarkan sejak usia
dini6.

John J Cogan (1999) membedakan istilah pendidikan kewarganegaraan


(bahasa Indonesia) ke dalam dua pengertian yakni7:
1. Civic Education
Civic education adalah pendidikan kewargaanegaraan dalam pengertian
sempit yaitu bentuk pendidikan formal, seperti mata pelajaran dan mata
kuliah serta kursus di lembaga sekolah / unversitas atau juga lembaga formal
lain.
2. Citizenship Education / Education for Citizenship
Citizenship education tidak hanya mencakup sebagai bentuk formal
pendidikan kewarganegaraan saja tetapi bentuk informal serta non formal
pendidikan kewarganegaraan. Bentuk-bentuk informal atau non formal ini
dapat berupa program penataran atau program lainnya yang dirancang untuk
memfasilitasi proses pendewasaan sebagai warga negara yang baik dan juga

6
Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah.
7
Muchji, Achmad dkk, Pendidikan Kewarganegaraan (Jakarta: Universitas Gunadarma), hlm. 8.
cerdas. Jadi citizenship eduacation ini merupakan pendidikan
kewarganegaraan dalam arti yang umum dan luas.
Landasan hukum ialah peraturan baku sebagai tempat berpijak dalam
melaksanakan kegiatan kegiatan tertentu. Berikut ini adalah yang menjadi
landasan hukum pendidikan kewarganegaraan, yaitu:
1. UUD 1945
a. Pembukaan UUD 1945, alinea kedua dan keempat (cita – cita, tujuan dan
aspirasi bangsa Indonesia tentang kemerdekaan).
b. Pasal 27 ayat 1, (kesamaan kedudukan warganegara di dalam hukum dan
pemerintahan).
c. Pasal 27 ayat 3, (hak dan kewajiban warganegara dalam upaya bela
negara).
d. Pasal 30 ayat 1, (hak dan kewajiban warganegara dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara).
e. Pasal 31 ayat 1, (hak warganegara mendapatkan pendidikan).
2. Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
3. Surat keputusan dirjen dikti nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Pelaksanaan
Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.

Tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah menumbuhkan wawasan


dan rasa nasionalisme berdasarkan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara,
dan ketahanan nasional dalam diri dari calon penerus bangsa yang sedang
mengkaji, menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Pendidikan
kewarganegaraan dikatakan berhasil apabila dapat menghasilkan sikap mental
yang cerdas dan penuh rasa tanggung jawab, sikap ini disertai dengan
perilaku yang :
1. Menjalankan ibadah menurut agamanya.
2. Berbudi pekerti luhur, disiplin dalam hal apapun.
3. Rasional, dinamis, dan sabar akan hak dan kewajiban warga negara.
4. Bersikap profesional dalam kehidupan bernegara.
5. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi dan juga seni untuk
kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.

Dalam masyarakat multikultural, dibutuhkan adanya pendidikan yang


mampu mengajarkan kepada siswa akan pentingnya nilai-nilai multikultural.
Hal ini dipandang penting karena dalam masyarakat multikultural potensinya
terjadinya konflik di antara masyarakatnya sangat besar. Sehingga dibutuhkan
sebuah usaha berupa pendidikan yang dapat menumbuhkan spirit
keberagaman, serta menumbuhkan motivasi hidup bangsanya yang hidup
dalam keberagaman dan pluralitas 8 . Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
pendidikan multikultur adalah sebuah strategi pendidikan yang diaplikasikan
dalam proses pembelajaran dengan cara menggunakan perbedaan kultural
yang terdapat pada diri siswa, seperti perbedaan etnis, perbedaan agama,
perbedaan bahasa, perbedaan jenis kelamin, perbedaan kelas, ras, agar proses
pembelajaran menjadi efektif dan sesuai dengan tujuan pmbelajaran.
Pelaksanaannya melalui penerapan model dan pendekatan pembelajaran yang
mampu membawa siswa memiliki pengalaman belajar khususnya pengalaman
untuk menerapkan nilai-nilai multikultural di luar proses pembelajaran.
Pendidikan multikultural sangat penting khususnya dalam pengajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Karena dalam pembelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan siswa diajarkan bagaimana
menjadi manusia Indonesia yang pancasilais, yang mampu menempatkan diri
sebagai seorang individu yang mengerti memahami keberagaman dan
pluralitas di Indonesia, dan Pendidikan multikultural sebagai jawaban adalah
proses bagaimana penanaman cara hidup untuk menghormati secara tulus,
dan toleran dalam keberagaman budaya yang hidup di tengah-tengah
masyarakat majemuk bagi bangsa Indonesia khususnya generasi muda.
Dengan adanya pendidikan multikultural diharapkan adanya kelenturan
mental bangsa dalam menghadapi konflik yang berbau Suku antar Golongan

8
Budimansyah, D dan Suryadi, K, “PKN dan Masyarakat Multikultural”, Program Studi
Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, 2008, hlm.
18.
Ras dan Agama (SARA), sehingga persatuan bangsa tidak mudah retak dan
tidak terjadi disintegrasi bangsa. Keharusan untuk mewujudkan masyarakat
Indonesia yang memahami keberagaman ini tidak dapat dilepaskan dari
kebutuhan dari warga negara itu sendiri baik secara individu mauun sebagai
bagian dari masyarakat.

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan nama mata


pelajaran wajib untuk kurikulum pendidikan dasar dan menengah dan mata
kuliah wajib untuk kurikulum pendidikan tinggi (Pasal 37). Pada Pasal 37
bagian Penjelasan dari Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pendidikan
Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Dengan adanya
ketentuan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 maka kedudukan
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai basis pengembangan masyarakat
multikultural dalam sistem pendidikan di Indonesia semakin jelas. Penelitian
ini didasarkan pada teori bahwa PKN merupakan salah satu ujung tombak
dari pendidikan multikultural dalam rangka pembentukan karakter warga
negara multikultural yang menghargai identitas budaya masyarakat yang
plural secara demokratis, dan membentuk mosaik yang indah (Cultural
Pluralism: Mozaik Analogy) dalam satu semboyan Bhinneka Tunggal Ika
(Garcia,1982, pp. 37–42).9
Multikulturalisme ialah gejala pada seseorang atau suatu masyarakat
yang ditandai oleh kebiasaan menggunakan lebih dari satu kebudayaan 10 yang
menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman dan berbagai
macam budaya. Munculnya Pendidikan multikultural (multicultural
education) merupakan respon adanya kenyataan bahwa Indonesia mempunyai
berbagai keragaman di dalam masyarakatnya. Untuk menghadapi tuntutan
akan perubahan zaman yang sangat cepat akan multikulrutalisme maka yang
dilakukan ialah menyiapkan generasi penerus bangsa Indonesia agar di masa

9
Garcia, R. L., Teaching in a Pluralistic Society: Concepts, Models (Michigan: Harper and Row,
1982), hlm 54.
10
Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Gramedia, 2008), hal 515.
yang akan datang mampu menjadi bangsa yang mapan dalam hal menyikapi
multikulrutalisme yang ada di Indonesia. Karena bangsa Indonesia tidak
segera menyikapi hal itu, maka bukan tidak mungkin masalah-masalah yang
timbul sebagai dampak keberagaman di Indonesia akan semakin muluas,
konflik SARA yang pernah melanda Indonesia tidak menutup kemungkinan
akan terulang kembali.
BAB III

PEMBAHASAN

Berikut hasil kuisioner kelompok 10 tentang “Internalisasi Nilai – Nilai


Karakter dan Nasionalisme Mahasiswa FMIPA UNSOED dalam Pendidikan
Kewarganegaraan”.

A. Adanya Perubahan Setelah Mengikuti Mata Kuliah Kewarganegaraan


Hampir seluruh mahasiswa Fakultas MIPA UNSOED mengalami
perubahan setelah mengikuti mata kuliah Kewarganegaraan. Sebagai Warga
Negara Indonesia tentu lah kita harus mengetahui segala hal yang berkaitan
dengan Indonesia baik itu politik, ekonomi, sosial, dan lain – lain. Jangan
sampai kita sebagai Warga Negara Indonesia menjadi orang yang apatis, tidak
peduli dengan keadaan negaranya sendiri. Setelah mengikuti mata kuliah
Kewarganegaraan mahasiswa yang tadinya apatis dengan politik baik itu
politik di lingkup kecil seperti di kampus maupun politik dalam skala besar.
Saat ini banyak mahasiswa yang apatis dengan lingkungannya, mereka
hanya memikirkan dirinya sendiri dan tidak peduli dengan keadaan sekitar.
Mahasiswa di masa kini hidup individualis tidak berbaur dengan warga
sekitar tempat mahasiswa itu tinggal.
Dengan adanya mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dapat
menanamkan nilai – nilai Pancasila pada mahasiswa mulai dari sila kesatu
hingga sila kelima. Berdasarkan sila kesatu, dapat menumbuhkan rasa
toleransi antar umat beragama, menjalankan ibadahnya menurut agama
masing – masing dan tidak bersikap rasis dengan pemeluk agama yang
berbeda dengan kita. Berdasarkan sila kedua, saling mengasihi dengan
sesama, tidak semena – mena dengan orang lain, menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan. Berdasarkan sila ketiga, menjunjung tinggi persatuan, cinta
tanah air, rela berkorban untuk kepentingan bangsa. Berdasarkan sila keempat,
mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat, selalu mengikuti
pemilihan umum dan tidak memilih untuk golput, tidak memaksakan
kehendak orang lain. Berdasarkan sila kelima, bersikap adil, menghormati
hak orang lain, tidak berbuat hal yang merugikan kepentingan umum.

B. Perpecahan Pasca Pemilihan Umum serentak Melunturkan Rasa


Nasionalisme
Nasionalisme adalah paham yang mempertahankan kedaulatan sebuah
negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok
manusia. Nasionalisme dalam bangsa menunjukkan bahwa suatu bangsa
memiliki identitas dan jati diri yang tidak dimiliki oleh bangsa lain.
Nasionalisme melahirkan sebuah kesadaran melalui anak-anak bangsa untuk
menjadi bangsa yang merdeka. Harapan inilah yang membuiat masyarakat
sadar untuk melawan segala bentuk penjajahan, penindasan, eksploitasi dan
dominasi di negaranya.
Setelah diselenggarakannya Pemilihan Umum serentak pada tanggal 17
April 2019 muncul dua kubu yang saling adu argumen dan bermusuhan
karena merasa pihaknya lah yang paling benar dan saling menjelek - jelekkan
dan mencela satu sama lain dengan bahasa yang kasar. Di antara dua kubu ini
justru bermusuhan dengan temannya maupun kerabat yang dapat memutus
tali silaturahim. Fenomena itu tentu lah mengakibatkan kita memusuhi
saudara setanah airnya yang berbeda pilihan dan ini jelas melanggar sila
ketiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia”.
Sebanyak 50% mahasiswa Fakultas MIPA UNSOED berpendapat
bahwa munculnya dua kubu pasca diselenggarakannya Pemilihan Umum
serentak kemarin tidak melunturkan rasa nasionalisme mereka. Meskipun
terjadi beberapa keributan pasca Pemilihan Umum kemarin bukan berarti kita
sebagai Warga Negara Indonesia tidak lagi memiliki rasa nasionalisme. Justru,
dengan adanya kejadian ini kita semakin bertambah rasa nasionalismenya.
Dan juga kita serta merta ikut meredakan segala keributan ini agar tidak
terjadi perpecahan yang berakibat buruk bagi Indonesia. Kita sebagai bangsa
Indonesia harus menghargai jasa para pahlawan yang telah bersusah payah
mengusir para penjajah sehingga Indonesia bisa benar – benar merdeka,
karena kemerdekaan yang kita nikmati sekarang berkat perjuangan para
pahlawan. Kita sebagai bangsa Indonesia
Diharapkan setelah diselenggarakannya Pemilihan Umum serentak
kemarin Warga Negara Indonesia tetap menjaga rasa nasionalismenya dan
kembali merajut persatuan bukannya terpecah - belah menjadi beberapa
kelompok. Menurunkan egonya masing – masing agar terciptanya rasa
persatuan sehingga bangsa Indonesia tetap utuh dan tidak terpecah belah yang
memungkinkan terjadinya disintegrasi bangsa.
C. Bila terjadi perpecahan akibat munculnya dua kubu pendukung pasangan
calon, siapakah yang harus bertanggung jawab menyelesaikan masalah
tersebut?

Sebanyak 93.75% mahasiswa menganggap seluruh Warga Indonesia yang


harus bertanggung jawab untuk mengatasi permasalahan tersebut, sedangkan
sisanya menganggap pemerintah yang harus bertanggung jawab. Hal ini
menunjukan betapa mahasiswa FMIPA Unsoed memahami bahwa
nasionalisme, persatuan, dan kerukunan bangsa adalah tanggung jawab
seluruh warga negara. Yang mana persatuan merupakan karakter Bangsa
Indonesia sejak zaman dahulu dan bangsa menginginkan adanya persatuan.

D. Atas adanya perpecahan setelah pemilihan presiden, apakah hal tersebut


menunjukkan karakter bangsa Indonesia saat ini?

Sebanyak 56.25% mahasiswa beranggapan bahwa perpecahan setelah


pemilihan presiden tidak menunjukan karakter bangsa Indonesia. Beberapa
dari yang menggap bukan karakter beralasan bahwa, karakter bangsa tidak
hanya dilihat dari salah satu faktor saja dan kejadian tersebut bertentangan
dengan sila ke 3 karena seharusnya karakter yang dimiliki setiap warga
indonesia adalah saling menghargai perbedaan, toleransi, dan menghargai
sesama warga negara indonesia.

Sebanyak 43.75% mahasiswa beranggapan bahwa perpecahan setelah


pemilihan presiden dapat menunjukan karakter bangsa Indonesia. Beberapa
dari yang menggap karakter beralasan bahwa:
 Hal ini menunjukan masyarakat mudah tersulut oleh hal-hal yang
seharusnya tidak menjadi masalah yang berkepanjangan. Kurangnya rasa
saling menghargai dan kurang menjiwai ke-bhinneka tunggal ika-an.
 Karakter bangsa Indonesia saat ini memang dapat dibilang hancur,
generasi saat ini bukan melawan penjajah melainkan melawan bangsa
sendiri dengan ego nya masing-masing.
 Terjadinya perpecahan pasca pemilu sedikit banyak menunjukkan karakter
indonesia yang positif dan negatif. Positifnya, kita bisa melihat banyak
WNI baik yang tinggal di indonesia maupun luar negeri yang antusias
untuk melaksanakan hak pilihnya. bahkan ada banyak orang mengantri
untuk mendapatkan form A5. Negatifnya, kita menjadi tahu bahwa
rendahnya minat baca orang indonesia sangat berpengaruh terhadap
stabilitas nasional. Misalnya, saat masih periode kampanye, banyak terjadi
hoax bahkan black campaign dan banyak orang yang percaya. Setelah
pemilu selesai pun saat ada demo bulan mei lalu, sampai pemerintah
memutuskan untuk membatasi penggunaan internet karena khawatir
penyebaran hoax yang makin meluas itu membuktikan bahwa minat baca
orang indonesia sangat rendah sehingga mudah terpancing dan termakan
hoax.
BAB IV

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Budimansyah, D. dan Suryadi, K. 2008. PKN dan Masyarakat Multikultural.


Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Garcia, R. L. 1982. Teaching in a Pluralistic Society: Concepts, Models.
Michigan: Harper and Row.
Muchji, Achmad dkk. 2017. Pendidikan Kewarganegaraan. Universitas
Gunadarma, Jakarta.
Peraturan Menteri Pendidikan. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah. Lembaran RI Tahun 2006 No. 22. Jakarta: Kementerian
Pendidikan.
Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Winarno. 2014. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan: Isi, Strategi, dan
Penilaian. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Susanto, Achmad. 2018. “Studi tentang Internalisasi Nilai-Nilai Nasionalisme
dalam Pembelajaran PPKn di SMP Negeri 1 Bandar Sribhawono Lampung
imur”, skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lampung.

Вам также может понравиться