Вы находитесь на странице: 1из 9

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Nommensen Volume V Januari 2014 20

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERMINTAAN KOPI INDONESIA


DI PASAR DOMESTIK

Drs. Jusmer Sihotang, M.Si


Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nommensen
Dame Esther Mastina Hutabarat, S.P., M.M.
Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nommensen

ABSTRACT

This research aims to study the factors that affect the demand for Indonesia coffee in the
domestic market. The data analyzed is time series data in 1998-2012, the tool of analysis is multiple
linear regression model were estimated by Ordinary Least Square (OLS) method by using SPSS
v.22.
The results showed that the demand for Indonesian coffee in the domestic market
positively related with the price of tea in the domestic market and real GDP per capita Indonesia,
and negatively related to the price of coffee in the domestic market, the price of sugar in the
domestic market and export volume of coffee. All independent variables can be simultaneously
good and significant in explaining the diversity of demand for Indonesian coffee. However, on an
individual basis, only real GDP per capita and volume of coffee exports significantly affect the
demand for coffee in Indonesia. Indonesian coffee demand is elastic to the real GDP per capita, but
inelastic against Indonesia's coffee exports.
Since the coffee production in Indonesia continues to increase, while exports of coffee very
fluctuated and tends to decrease, the demand for coffee in the domestic market should be
encouraged. Real GDP per capita of Indonesian that tends to increase should be used as an
opportunity to increase the demand for coffee in the domestic market. Therefore, Indonesian
government needs to carry out various policies, in example: describing the working capital loan or
investment loan with soft terms so as to further promote the role of processing industries in
Indonesia to produce a diversified range of coffee products to meet consumer preferences.

Keywords: Indonesian coffee, price of coffee, price of tea, price of sugar, Indonesian GDP, coffee
exports, domestic market.

1. Pendahuluan
Kopi di Indonesia merupakan salah satu komoditas andalan dalam subsektor perkebunan
yang memiliki sejarah yang panjang dan memiliki peran penting. Peran tersebut antara lain adalah
sebagai sumber perolehan devisa, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber pendapatan
bagi petani kopi maupun bagi pelaku ekonomi lainnya yang terlibat dalam pengolahan dan mata
rantai pemasaran.
Berdasarkan data BPS, diketahui bahwa selama periode 2000-2010, rataan luas areal kopi di
Indonesia adalah 1.288.726 ha, dimana luas areal tersebut berfluktuasi dengan angka terendah
1.210.364 ha pada tahun 2010 dan tertinggi 1.372.184 ha yang dicapai pada tahun 2002. Selama
kurun waktu tersebut, produksi kopi di Indonesia berfluktuasi namun cenderung mengalami
peningkatan dengan rataan 652.099 ton per tahun.
Orientasi pemasaran komoditas kopi Indonesia sampai saat ini masih mengarah ke pasar
internasional. Hal ini antara lain adalah karena permintaan kopi di pasar domestik masih sangat
rendah hanya sekitar 120 ribu ton per tahun. Kuantitas dan pertumbuhan konsumsi kopi per
kapita di dalam negeri terkesan masih sangat lamban. Suatu survei yang dilakukan LPEM UI,
menemukan bahwa tingkat konsumsi kopi di dalam negeri pada tahun 1989 adalah sebesar 0,5 kg
per kapita per tahun. Pada tahun 2010 konsumsi tersebut naik menjadi 0,8 kg per kapita per tahun,
dan pada tahun 2013 konsumsi kopi domestik diperkirakan hanya mampu mencapai 1,0 kg per
kapita per tahun (Anonymous, http://www.aeki-aice.org).
21 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kopi Indonesia di Pasar Domestik

Tingkat konsumsi kopi di Indonesia termasuk rendah dibandingkan dengan tingkat


konsumsi kopi per kapita per tahun negara-negara produsen lainnya, yaitu Brasil 2,93 kg,
Colombia 4,00 kg, Costa Rica 5,0 kg, dan Ecuador 1,88 kg (AEKI, BPS, Ditjenbun, 1988). Namun
konsumsi kopi di Indonesia sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan negara produsen seperti
Vietnam, Pantai Gading, dan Kenya yaitu kurang dari 0,2 kg per kapita per tahun. Dibandingkan
dengan negara-negara produsen, tingkat konsumsi kopi per kapita per tahun di negara-negara
konsumen termasuk tinggi, misalnya Jerman 7 kg, Austria 8 kg, Belanda 9 kg, Belgia 6 kg, Italia 5
kg, Denmark 10 kg, Amerika dan Kanada mencapai 4,4 kg, bahkan Swedia dan Finlandia mampu
mengonsumssi 11 kg per kapita per tahun (Anonymous, 2012).
Menurut AEKI (Anonimous, http://resalxperak.blogspot.com/) ada empat kondisi
perkopian di dalam negeri yang perlu disikapi dalam menghadapi tantangan dan persaingan
industri perkopian nasional di tengah dinamika global. Pertama, tuntutan pembangunan ekonomi
domestik dan perubahan lingkungan ekonomi internasional, baik karena pengaruh liberalisasi
ekonomi maupun karena perubahan-perubahan fundamental dalam pasar produk pertanian
internasional. Kedua, perubahan pada sisi permintaan yang menuntut kualitas tinggi, kuantitas
besar, ukuran seragam, ramah lingkungan, kontinuitas produk dan penyampaian secara tepat
waktu, serta harga yang kompetitif. Ketiga, untuk menjadikan produk kopi dan olahannya
mempunyai daya saing kuat, baik di dalam maupun di luar negeri dibutuhkan pengetahuan
secara rinci tentang preferensi konsumen yang berkembang, termasuk meningkatnya tuntutan
konsumen akan informasi nutrisi serta jaminan kesehatan dan keamanan produk-produk
pertanian. Keempat, munculnya negara-negara pesaing (competitor) yang menghasilkan produk
sejenis (Vietnam dan India) semakin mempersulit pengembangan pasar kopi, baik di negara-
negara tujuan ekspor tradisional (Amerika Serikat, Jerman dan Jepang) maupun negara-negara
tujuan ekspor baru (wilayah potensil pengembangan).
Walaupun menghadapi tantangan, namun masih terdapat beberapa peluang yang dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan perkopian Indonesia di masa yang akan datang. Pertama,
permintaan produk-produk kopi dan olahannya masih sangat tinggi, terutama di pasar domestik
dengan penduduk yang melebihi 200 juta jiwa merupakan pasar potensial. Kedua, peluang ekspor
terbuka terutama bagi negara-negara pengimpor wilayah nontradisional seperti Asia Timur, Asia
Selatan, Timur Tengah, dan Eropa Timur. Ketiga, kelimpahan sumber daya alam dan letak
geografis di wilayah tropis merupakan potensi besar bagi pengembangan agribisnis kopi. Lahan
yang bisa dimanfaatkan untuk budidaya kopi masih sangat luas, seperti lahan-lahan potensial
yang tersebar di luar Pulau Jawa. Jika hal ini dapat dieksploitasikan secara benar dan terpadu
dengan kawasan hutan, maka produksi kopi Indonesia akan meningkat. Persoalan investasi dan
permodalan menjadi faktor kunci untuk mendorong tumbuh kembangnya kegiatan agribisnis
kopi di Indonesia. Keempat, permintaan produk kopi olahan baik pangan maupun non pangan
cenderung mengalami kenaikan setiap tahun, sebagai akibat peningkatan kesejahteraan
penduduk, kepraktisan dan perkembangan teknologi hilir. Kelima, tersedianya bengkel-bengkel
alat dan mesin pertanian di daerah serta tersedianya tenaga kerja. Seperti alat pemecah biji kopi,
alat pengupas kulit kopi, dan lantai jemur (Kustiarti, 2007).
Mengingat masih rendahnya kuantitas dan pertumbuhan konsumsi kopi di dalam negeri
sementara tingkat produksi walaupun fluktuatif namun cenderung meningkat, maka selain
upaya-upaya untuk meningkatkan ekspor pada pasar internasional, juga diperlukan berbagai
kebijakan untuk mendorong peningkatan permintaan kopi di pasar domestik. Dalam kaitan itu
yang menjadi pertanyaan adalah faktor-faktor apakah yang memengaruhi peningkatan
permintaan kopi di pasar domestik? Untuk Indonesia, lebih spesifik pertanyaannya adalah faktor-
faktor apakah yang mungkin menjadi pendorong maupun penghambat permintaan kopi di pasar
domestik?
Pada teori permintaan dalam teori mikroekonomi, disebutkan terdapat banyak faktor yang
memengaruhi permintaan terhadap suatu barang, antara lain adalah harga barang tersebut, harga
barang lain baik harga barang substitusi maupun harga barang komplemen, pendapatan dan
kekayaan, selera atau preferensi, jumlah pembeli potensial, jumlah penduduk, ekspektasi harga
pada masa yang akan datang, distribusi pendapatan, metode pemasaran, ketersediaan kredit,
Jusmer Sihotang & Dame Esther Mastina Hutabarat 22

kebijakan pajak dan subsidi (Sihotang, 2013; Case, 2007, Koutsoyiannis, 1994). Dari sisi
permintaan, secara umum yang menjadi barang substitusi konsumsi kopi adalah teh dan yang
menjadi barang komplemennya adalah gula pasir.
Sebenarnya sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk mempelajari perkopian
Indonesia dengan menggunakan berbagai model dengan menggunakan waktu dan data
pengamatan yang berbeda-beda. Namun untuk merumuskan berbagai kebijakan pengembangan
permintaan kopi Indonesia di pasar domestik, penelitian-penelitian terdahulu perlu dilanjutkan
dan dikembangkan dengan melakukan respesifikasi model dan menggunakan data pengamatan
atau informasi terbaru. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
dan menganalisis faktor-faktor ekonomi yang memengaruhi permintaan kopi Indonesia di pasar
domestik dan mempelajari bagaimana sifat elastisitas permintaan kopi tersebut terhadap faktor-
faktor yang memengaruhinya.

2. Tinjauan Pustaka
2.1 Fungsi Permintaan Kopi
Permintaan adalah kuantitas barang yang ingin dibeli atau diminta oleh pembeli
berdasarkan keadaan berbagai faktor-faktor yang memengaruhi permintaan barang tersebut.
Permintaan atas suatu barang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain adalah harga barang itu
sendiri, harga barang lain, pendapatan dan kekayaan, selera atau preferensi, jumlah pembeli
potensial, perkiraan pembeli akan masa depan, distribusi pendapatan, metode pemasaran,
pengaruh-pengaruh khusus (Sihotang, 2013; Case 2007; Samuelson, 2004).
Apabila DA menyatakan kuantitas barang A yang diminta, PA menyatakan harga barang A
itu sendiri, PB menyatakan harga barang lain, I menyatakan pendapatan dan kekayaan, T
menyatakan selera atau preferensi, B menyatakan jumlah pembeli potensial, E menyatakan
perkiraan pembeli akan masa depan, D menyatakan distribusi pendapatan, dan M menyatakan
metode pemasaran, maka fungsi permintaan barang A dalam bentuk persamaan linier dapat
ditulis menjadi :
DA = a0 + a1 PA + a2 PB + a3 I + a4 T + a5 B + a6 E + a7 D + a8 M + ...
Sesuai dengan hukum permintaan, tanda koefisien a1 adalah negatif yang berarti
perubahan harga barang A akan menimbulkan perubahan yang terbalik terhadap permintaan
barang A. Harapan teoretis dari tanda koefisien a2 adalah positif jika barang A dan barang B
merupakan barang yang bersubstitusi, dan negatif apabila barang A dan barang B merupakan
barang yang berkomplemen. Harapan teoretis dari tanda koefisien a3 adalah positif apabila barang
A merupakan barang esensial, normal atau mewah, dan negatif apabila barang A merupakan
barang inferior. Harapan teoretis dari tanda koefisien a4, a5, dan a8 adalah positif artinya
perubahan selera atau preferensi, jumlah pembeli potensial, dan metode pemasaran akan
menimbulkan perubahan yang searah terhadap kuantitas permintaan barang A. Jika konsumen
memperkirakan pada masa depan terjadi inflasi yang tinggi, maka permintaan barang sekarang
ini cenderung semakin meningkat sehingga tanda koefisien a6 adalah positif. Demikian juga jika
konsumen memperkirakan pendapatannya akan meningkat pada masa yang akan datang, bisa
saja telah meningkatkan permintaannya pada saat ini sebelum pendapatannya betul-betul
meningkat sehingga tanda koefisien a6 adalah positif. Jika dalam suatu negara distribusi
pendapatan adalah buruk, maka terdapat segelintir penduduk yang memiliki pendapatan yang
sangat besar dengan daya beli yang sangat besar, sementara mayoritas penduduk lainnya hanya
menerima pendapatan yang relatif kecil dengan daya beli yang sangat rendah. Dalam keadaan
seperti itu, permintaan barang dan jasa pada umumnya adalah sangat rendah sehingga tanda
koefisien a7 adalah negatif. Akan tetapi, permintaan akan barang dan jasa akan cenderung tinggi
apabila distribusi pendapatan relatif merata sehingga tanda koefisien a7 adalah positif.
Dalam kaitannya dengan model perekonomian terbuka, faktor-faktor yang memengaruhi
permintaan atas suatu barang ditambah lagi dengan berbagai variabel-variabel yang bersifat
makro. Economist Inteligence Unit dalam Spillane (1990), menyatakan bahwa permintan kopi
pada berbagai negara tergantung kepada beberapa faktor, antara lain adalah pertumbuhan
Jusmer Sihotang & Dame Esther Mastina Hutabarat 23

penduduk, harga yang berlaku, fluktuasi kurs valuta, laju pertumbuhan GNP, barang substitusi
dan periklanan.
Hasil penelitian Sihotang (1996), menunjukkan bahwa permintaan kopi di pasar domestik
berhubungan positif dengan harga teh, pendapatan per kapita, trend waktu, dan permintaan kopi
bedakala satu tahun. Sebaliknya permintaan tersebut berhubungan negatif dengan harga kopi,
harga gula pasir, dan ekspor kopi Indonesia. Namun semua variabel-variabel bebas tersebut tidak
berpengaruh signifikan secara statistik. Tanda positif dari koefisien variabel harga teh dan tanda
negatif dari koefisien variabel harga gula pasir, memberi isyarat adanya hubungan substitusi
antara kopi dan teh serta hubungan komplemen antara kopi dengan gula pasir dalam konsumsi di
Indonesia. Penelitian yang dilakukan Widayanti (http://wacana.ub.ac.id) menunjukkan bahwa
faktor yang berpengaruh terhadap permintaan kopi dalam negeri adalah tingkat pendapatan
masyarakat dengan elastisitas permintaan kopi terhadap pendapatan sebesar 0,59.

2.2 Elastisitas Permintaan Kopi


Konsep elastisitas sangat penting dan sangat banyak diaplikasikan dalam ilmu ekonomi.
Elastisitas mengukur berapa besarkah respon perubahan suatu variabel bebas terhadap variabel
tidak bebas yang biasanya diukur dengan menggunakan persentase. Elastisitas permintaan
mengukur seberapa besar respon para pembeli terhadap perubahan salah satu dari variabel yang
memengaruhi permintaan atas suatu barang dan jasa, ceteris paribus. Konsep elastisitas permintaan
dapat diaplikasikan untuk berbagai tujuan, kegunaan utamanya adalah untuk analisis sensitivitas
perubahan permintaan suatu barang atau jasa sebagai akibat dari perubahan faktor-faktor yang
memengaruhinya.
Jika dimisalkan bahwa Y adalah merupakan fungsi dari X maka ditulis Y = f (X), dimana Y
adalah variabel tidak bebas, dan X adalah variabel bebas, maka rumus menghitung koefisien
elastisitas adalah sebagai berikut:
E (YX) = a * (X/Y)
E (YX) = elastisitas variabel tidak bebas Y terhadap variabel bebas X
a = koefisien dugaan dari variabel bebas X
X = rataan variabel bebas X
Y = rataan variabel tidak bebas Y
Pada konsep fungsi permintaan barang, dikenal tiga konsep elastisitas yang terpenting
yaitu elastisitas harga sendiri, elastisitas harga silang, dan elastisitas pendapatan. Elastisitas harga
sendiri atas permintaan mengukur berapa persenkan perubahan kuantitas permintaan atas suatu
barang sebagai akibat dari perubahan harga barang tersebut sebesar satu persen. Elastisitas harga
silang atas permintaan mengukur berapa persenkah perubahan kuantitas permintaan atas suatu
barang sebagai akibat dari perubahan harga barang lain sebesar satu persen. Apabila ditemukan
bahwa tanda koefisien elastisitas harga silang adalah positif maka kedua barang tersebut saling
bersubstitusi, dan jika tandanya adalah negatif maka kedua barang tersebut saling berkomplemen.
Elastisitas pendapatan atas permintaan mengukur berapa persenkan perubahan permintaan atas
suatu barang sebagai akibat dari perubahan pendapatan sebesar satu persen. Jika tanda koefisien
elastisitas pendapatan atas suatu barang adalah positif maka barang tersebut merupakan barang
normal, dan jika tandanya adalah negatif maka barang tersebut merupakan barang inferior.
Studi yang dilakukan oleh de Graaff dalam Sihotang (1996), menunjukkan bahwa di
negara-negara berkembang elastisitas permintaan harga kopi maupun pendapatan sangat rendah
masing-masing hanya sebesar 0,2 dan 0,3. Hal ini berarti bahwa perubahan harga dan pendapatan
tidak akan banyak memengaruhi permintaan akan kopi. Temuan dari FAO dalam Spillane (1990),
rata-rata elastisitas permintaan kopi di negara-negara industri adalah -0,20 terhadap harga impor
dan -0,34 terhadap harga eceran.

3. Metodologi Penelitian
3.1 Data dan Sumber Data
Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data sekunder deret waktu (time series)
selama periode tahun 1998-2013. Data sekunder tersebut bersumber dari ICO, AEKI, BPS,
Jusmer Sihotang & Dame Esther Mastina Hutabarat 24

Kementerian Pertanian Republik Indonesis, Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan,


Direktorat Jenderal Pemasaran dan Pengolahan Hasil Pertanian, dan berbagai laporan yang telah
dipublikasikan oleh instansi yang relevan dengan penelitian ini.

3.2 Spesifikasi Model dan Metode Pendugaan Model


Sesuai dengan tujuan penelitian serta tinjauan pustaka, maka model permintaan kopi
Indonesia di pasar domestik diasumsikan dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi domestik (yaitu
variabel harga kopi, harga teh sebagai barang substitusi kopi, harga gula pasir sebagai barang
komplemen kopi, pendapatan per kapita) dan faktor ekonomi internasional yaitu variabel volume
ekspor kopi Indonesia. Dengan demikian spesifikasi model persamaan regresi permintaan kopi
Indonesia di pasar domestik adalah sebagai berikut:
DCDt = b0 + b1 PCDt + b2 PTDt + b3 PGDt + b4 PPKt + b5 XCIt + U (t = 1,..., n)
dimana:
DCDt = permintaan kopi biji Indonesia di pasar domestik pada tahun ke-t (000 ton),
PCDt = harga kopi biji (robusta) Indonesia di pasar domestik pada tahun ke-t (Rp
000/ton),
PTDt = harga teh di pasar domestik pada tahun ke-t (Rp 000/ton),
PGDt = harga gula pasir di pasar domestik pada tahun ke-t (Rp 000/ton),
PPKt = PDB riil perkapita Indonesia pada tahun ke-t (Rp 000),
XCIt = volume ekspor kopi biji Indonesia pada tahun ke-t (000 ton), dan
U = peubah pengganggu
Secara teoretis, hipotesis tentang tanda koefisien regresi yang diharapkan dari persamaan
permintaan kopi di atas adalah: b1, b3, b5 < 0; dan b2, b4 > 0.
Metode pendugaan model persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode OLS (Ordinary Least Square) dengan pengolahan data menggunakan software program
SPSS (Statistics Package for Social Science for Windows 22.0). Metode OLS mempunyai beberapa
keunggulan yaitu secara teknis sangat mudah dalam penarikan interpretasi dan perhitungan serta
penaksiran BLUE (Best Linier Unbiased Estimator).

3.3 Kriteria Ekonomika, Statistika, dan Ekonometrika


Dalam penelitian ini digunakan tiga kriteria untuk menguji apakah spesifikasi model
persamaan regresi permintaan kopi yang telah dirumuskan adalah memuaskan atau tidak
memuaskan digunakan sebagai alat penduga, yaitu kriteria ekonomika, kriteria statistika dan
kriteria ekonometrika.
Kriteria ekonomi digunakan untuk mengetahui apakah koefisien regresi yang diperoleh
sesuai dengan harapan teoretis atau tidak. Kriteria statistik adalah untuk mengetahui apakah
model persamaan regresi memuaskan atau tidak memuaskan dengan menggunakan koefisien
determinasi (R2), uji pengaruh secara individual (uji-t), dan uji pengaruh secara simultan (uji-F).
Kriteria ekonometrika digunakan untuk mengetahui apakah model bebas atau tidak bebas dari
pelanggaran asumsi model regresi linear klasik dengan melakukan dua uji, yaitu uji masalah
multikolinaritas (multicollinearity) dengan menggunakan nilai collinearity statistics (Tolerance dan
VIF), dan uji masalah otokorelasi (autocorrelation) dengan menggunakan uji d-statistik (uji D-W).

4. Hasil dan Pembahasan


Hasil pendugaan model persamaan regresi permintaan kopi Indonesia di pasar domestik
ditampilkan pada Tabel 1 berikut.
Jusmer Sihotang & Dame Esther Mastina Hutabarat 25

Tabel 1. Hasil Pendugaan Fungsi Permintaan Kopi Indonesia di Pasar Domestik

Konstanta/ Koefisien t-statistik Signifikansi Collinearity Statistic Koefisien


Variabel Regresi Elastisitas
Bebas Tolerance VIF

(constant) 134,052 0,773 0,459 - - -


PCDt -0,009 -1,488 0,171 0,138 7,266 -0,376
PTDt 0,019 1,093 0,303 0,180 5,553 0,446
PGDt -0,007 -0,695 0,504 0,162 6,160 -0,191
PPKt 0,045* 3,288 0,009 0,186 5,378 1,406
XCIt -0,537** -2,705 0,024 0,546 1,832 -0,799
F-statistik
0,007
= 6,656
DCDt = 134,052 – 0,009 PCDt + 0,019 PTDt – 0,007 PGDt + 0,045 PPKt – 0,537 XCIt
(R2 = 0,787; d-statistik (DW) = 1,967; N = 15; *koefisien signifikan pada taraf α = 1%,
**koefisien signifikan pada taraf α = 5%)
Sumber: diolah dari data penelitian, data deret waktu 1998-2012

Permintaan kopi Indonesia di pasar domestik berhubungan positif dengan harga teh di
pasar domestik (PTDt) dan PDB riil perkapita Indonesia (PPKt). Sebaliknya permintaan kopi
Indonesia di pasar domestik berhubungan negatif dengan harga kopi biji (robusta) di pasar
domestik (PCDt), harga gula di pasar domestik (PGDt) dan volume ekspor kopi Indonesia di pasar
internasional (XCIt). Semua tanda (sign) koefisien dari variabel-variabel bebas tersebut adalah
memuaskan karena sesuai dengan kriteria ekonomi atau sesuai dengan hubungan antara variabel
yang berlaku umum dalam teori ekonomi. Tanda positif dari koefisien variabel harga teh dan
tanda negatif dari variabel harga gula pasir, menjelaskan bahwa pada sisi permintaan kopi di
pasar domestik terdapat hubungan substitusi antara kopi dan teh serta hubungan komplemen
antara kopi dengan gula pasir.
Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) = 0,787, dapat dikatakan semua variabel bebas
dalam model dapat dengan baik menjelaskan keragaman permintaan kopi Indonesia di pasar
domestik. Hal ini berarti bahwa 78,7 persen keragaman variabel tidak bebas (permintaan kopi
Indonesia) dapat dijelaskan oleh semua variabel bebas (yaitu harga kopi Indonesia, harga teh dan
harga gula pasir di pasar domestik, PDB riil perkapita Indonesia, dan volume ekspor kopi
Indonesia), sedangkan sisanya sebesar 21,3 persen lagi dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak
dimasukkan ke dalam model persamaan regresi.
Nilai F-statistik sebesar 6,656 dengan nilai signifikansi 0,007, menunjukkan bahwa pada
taraf α = 1%, semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model secara simultan berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel tidak bebas. Namun demikian, berdasarkan uji t hanya dua
variabel bebas yang secara individual berpengaruh sangat signifikan terhadap variabel
permintaan kopi Indonesia di pasar domestik, yaitu PDB riil perkapita Indonesia dengan tingkat
signifikansi 0,009 (signifikan pada taraf α = 1%) dan volume ekspor kopi Indonesia di pasar
internasional dengan tingkat signifikansi 0,024 (signifikan pada taraf α = 5%). Tiga variabel bebas
lainnya yaitu harga kopi Indonesia, harga teh dan harga gula pasir di pasar domestik secara
individual tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel permintaan kopi Indonesia di
pasar domestik.
Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa semua variabel bebas dalam model ternyata mempunyai
nilai tolerance < 1 dan nilai VIF < 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model
persamaan permintaan kopi Indonesia di pasar domestik bebas dari masalah multikolinearitas
sehingga dapat digunakan sebagai model empirik yang baik dan mempunyai daya prediksi yang
memuaskan. Dalam penelitian ini jumlah pengamatan N = 15 dan banyaknya variabel bebas
termasuk konstanta k = 6, maka pada taraf α = 5% diperoleh nilai dL = 0,56 dan dU = 2,21, jadi 4 -
dU = 1,79 dan 4 - dL = 3,44. Oleh karena d-statistik = 1,967, maka dL ≤ d ≤ dU dan 4-dU ≤ d ≤ 4-dL.
Jusmer Sihotang & Dame Esther Mastina Hutabarat 26

Berdasarkan kriteria uji D-W, maka masalah otokorelasi pada model persamaan permintaan kopi
Indonesia di pasar domestik sebenarnya tidak dapat disimpulkan (inconclusive). Namun karena
nilai d-statistik dari model persamaan regresi dalam penelitian ini adalah sekitar 2, maka sebagai
aturan ibu jari (rule of thumb) dapat dianggap bahwa model tersebut tidak mengalami masalah
otokorelasi baik positif maupun negatif.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2013) yang
menemukan bahwa pendapatan penduduk di Indonesia berpengaruh positif secara signifikan
terhadap permintaan kopi di Indonesia dengan tingkat signifikansi 0,01 atau signifikan pada taraf
α = 1%. Santoso juga menemukan bahwa harga kopi dan harga teh di pasar domestik tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kopi di Indonesia, dan tanda positif dari
koefisien harga kopi di pasar domestik tidak sesuai dengan harapan teoretis.
Kemungkinan alasan mengapa harga kopi di pasar domestik tidak berpengaruh signifikan
terhadap permintaan kopi Indonesia di pasar domestik adalah karena konsumsi masyarakat
terhadap kopi sangat dipengaruhi oleh kebiasaan dan preferensi yang sukar untuk dihilangkan.
Bagi hampir semua peminum kopi, merubah kebiasaan minum kopi adalah sukar untuk
dilakukan sehingga bagi mereka dapat dikatakan bahwa kopi adalah merupakan barang esensial
yang selalu dikonsumsi dalam jumlah yang relatif konstan. Dengan sifat konsumsi kopi yang
demikian maka perubahan harga kopi tidak akan banyak memengaruhi perilaku konsumen untuk
mengonsumsi minuman kopi.
Dengan alasan yang sama, konsumsi masyarakat terhadap teh berkaitan erat dengan
kebiasaan dan preferensi yang sukar untuk dihilangkan. Bagi sebagian golongan masyarakat yang
kurang fanatik, minuman kopi dan teh mungkin dapat saling menggantikan, namun bagi sebagian
konsumen lainnya yang lebih fanatik sebagi peminum kopi atau peminum teh, maka kedua jenis
minuman ini tidak dapat saling menggantikan. Respon permintaan kopi terhadap harga teh yang
demikian dapat mengindikasikan bahwa pada golongan masyarakat tertentu, kopi dan teh adalah
dua komoditas yang independen. Dengan demikian perubahan harga teh tidak akan
memengaruhi permintaan kopi, dan sebaliknya perubahan harga kopi tidak akan memengaruhi
permintaan akan teh di pasar domestik.
Permintaan kopi Indonesia di pasar domestik tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap harga gula pasir diduga adalah karena sebagai komoditas yang berkomplemen,
konsumsi kopi dan gula pasir biasanya adalah dalam jumlah yang sedikit dan dalam jumlah yang
proporsional, sehingga perubahan harga gula pasir juga tidak banyak memengaruhi permintaan
akan kopi di pasar domestik. Selain itu, pembelian gula pasir oleh rumah tangga pada umumnya
bukan hanya untuk campuran minuman kopi, tetapi juga untuk campuran jenis minuman lainnya
dan untuk campuran berbagai jenis bahan makanan.
Berdasarkan nilai koefisien elastisitas pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa permintaan
kopi Indonesia di pasar domestik bersifat elastis terhadap PDB riil perkapita Indonesia dengan
koefisien elastisitas sebesar 1,406. Dengan demikian, apabila terjadi peningkatan PDB riil perkapita
Indonesia sebesar 10 persen akan meningkatkan permintaan kopi Indonesia di pasar domestik
sebesar 14,06 persen. Hasil penelitian ini dapat memberi petunjuk bahwa permintaan kopi di pasar
domestik akan dapat ditingkatkan seiring dengan kecenderungan semakin meningkatnya PDB riil
perkapita masyarakat Indonesia. Kemudian, permintaan kopi Indonesia di pasar domestik
bersifat inelastis terhadap harga kopi Indonesia, harga teh, dan harga gula pasir di pasar
domestik, dan ekspor kopi Indonesia dengan koefisien elastisitas masing-masing sebesar -0,376;
0,446; -0,191; dan -0,799. Hasil studi ini mendukung hasil studi yang dilakukan Sihotang (1996)
yang menemukan bahwa permintaan kopi Indonesia di pasar domestik bersifat inelastis terhadap
harga kopi, harga teh, dan harga gula di pasar domestik dengan koefisien elastisitas masing-
masing sebesar -0,202; 0,245; -0,552;
Jusmer Sihotang & Dame Esther Mastina Hutabarat 27

5. Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan


5.1 Kesimpulan
1. Sesuai dengan harapan teoretis, ternyata permintaan kopi Indonesia di pasar domestik
berhubungan positif dengan harga teh di pasar domestik dan PDB riil perkapita Indonesia,
dan berhubungan negatif dengan harga kopi di pasar domestik, harga gula di pasar domestik
dan volume ekspor kopi Indonesia di pasar internasional.
2. Meskipun variabel harga kopi Indonesia, harga teh dan harga gula pasir di pasar domestik,
PDB riil perkapita Indonesia, dan volume ekspor kopi Indonesia dapat dengan baik dan
secara simultan signifikan dalam menjelaskan keragaman permintaan kopi Indonesia di pasar
domestik, namun secara individual hanya PDB riil perkapita Indonesia dan volume ekspor
kopi Indonesia di pasar internasional yang berpengaruh secara signifikan terhadap
permintaan kopi Indonesia di pasar domestik.
3. Permintaan kopi Indonesia di pasar domestik bersifat elastis terhadap PDB riil perkapita
Indonesia, namun bersifat inelastis terhadap harga kopi Indonesia, harga teh, dan harga gula
pasir di pasar domestik, dan ekspor kopi Indonesia.

5.2 Implikasi Kebijakan


Temuan penelitian bahwa permintaan kopi Indonesia di pasar domestik berpengaruh
negatif secara signifikan terhadap volume ekspor kopi Indonesia, mengindikasikan bahwa apabila
ekspor kopi Indonesia tumbuh dengan lamban, maka terbuka peluang untuk memasarkan produk
kopi tersebut di pasar domestik. Kemudian bahwa PDB riil perkapita Indonesia bersifat elastis
terhadap PDB riil perkapita Indonesia, mengindikasikan bahwa kenaikan pendapatan perkapita
masyarakat di Indonesia adalah merupakan peluang untuk meningkatkan penetrasi pemasaran
kopi di pasar domestik. Dengan demikian selain kebijakan pada tingkat ekspor, tidak kalah
pentingnya adalah supaya pemerintah melakukan berbagai kebijakan yang dapat semakin
mendorong dan menggalakkan peran dari industri-industri pengolahan di dalam negeri untuk
menghasilkan berbagai diversifikasi produk yang berbahan baku kopi yang dapat memenuhi
preferensi konsumen di pasar domestik.
Jusmer Sihotang & Dame Esther Mastina Hutabarat 28

DAFTAR PUSTAKA

AEKI, BPS, Ditjenbun, (1988), Statistik Kopi 1977-1987, AEKI, Jakarta


AEKI, Luas Areal dan Produksi http://www.aeki-aice.org/page/areal-dan-produksi/id. Diakses
tanggal 19 Pebruari 2014
Anonymous, Makalah Permintaan dan Penawaran Kopi, http://resalxperak.blogspot.com/.
Diakses tanggal 17 Pebruari 2014
__________, 2012, Perdagangan Kopi di Dunia, http://www.rumahkopi.com. Diakses tanggal 19
Pebruari 2014
__________, Konsumsi Kopi Domestik, http://www.aeki-aice.org. Diakses tanggal 19 Pebruari
2014
Case, Karl E. dan Ray C. Fair, (2007). Prinsip-Prinsip Ekonomi, Edisi Kedelapan, Alih Bahasa: Y.
Andri Zaimur, S.E., Penerbit Erlangga, Jakarta.
Koutsoyiannis, A, (1994). Modern Microeconomics, 2nd edition, Macmillan Press Ltd, London.
Kustiarti, R., (2007), Perkembangan Pasar Kopi Dunia dan Implikasinya bagi Indonesia, Jurnal
Agro Ekonomi, Volume 25, No. 1, Tahun 2007, Bogor.
Samuelson, Paul A., dan William D. Nordhaus, (2004), Ilmu Makroekonomi, Edisi 17, P.T. Media
Global Edukasi, Jakarta.
Santoso, H, Fitria Dina Riana, Lutfia Febri K, (2013), Analisis Permintaan dan Strategi
Pengembangan Agribisnis Kopi di Indonesia, AGRISE, Volume XIII No. 1 Bulan Januari
2013, Universitas Brawijaya, Malang.
Sihotang, J., (1996), Analisis Penawaran dan Permintaan Kopi Indonesia di Pasar Domestik dan
Internasional, Tesis, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sihotang, J., Santi R. Siahaan, Juliana L. Tobing, (2013), Pengantar Mikroekonomi, Edisi Pertama,
Universitas HKBP Nommensen, Medan.
Spillane, James, J., (1990), Komoditi Kopi: Peranannya Dalam Perekonomian Indonesia, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
Widayanti, Sri, S. M. Kiptiyah, dan M. Iksan Semaoen, (2009), Analisis Ekspor Kopi Indonesia,
Wacana Vol. 12 No.1 Januari 2009,Universitas Brawijaya, Malang,
http://wacana.ub.ac.id/index.php/wacana/article/view/178. Diakses tanggal 17
Pebruari 2014

Вам также может понравиться