Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ABSTRACT
This research aims to study the factors that affect the demand for Indonesia coffee in the
domestic market. The data analyzed is time series data in 1998-2012, the tool of analysis is multiple
linear regression model were estimated by Ordinary Least Square (OLS) method by using SPSS
v.22.
The results showed that the demand for Indonesian coffee in the domestic market
positively related with the price of tea in the domestic market and real GDP per capita Indonesia,
and negatively related to the price of coffee in the domestic market, the price of sugar in the
domestic market and export volume of coffee. All independent variables can be simultaneously
good and significant in explaining the diversity of demand for Indonesian coffee. However, on an
individual basis, only real GDP per capita and volume of coffee exports significantly affect the
demand for coffee in Indonesia. Indonesian coffee demand is elastic to the real GDP per capita, but
inelastic against Indonesia's coffee exports.
Since the coffee production in Indonesia continues to increase, while exports of coffee very
fluctuated and tends to decrease, the demand for coffee in the domestic market should be
encouraged. Real GDP per capita of Indonesian that tends to increase should be used as an
opportunity to increase the demand for coffee in the domestic market. Therefore, Indonesian
government needs to carry out various policies, in example: describing the working capital loan or
investment loan with soft terms so as to further promote the role of processing industries in
Indonesia to produce a diversified range of coffee products to meet consumer preferences.
Keywords: Indonesian coffee, price of coffee, price of tea, price of sugar, Indonesian GDP, coffee
exports, domestic market.
1. Pendahuluan
Kopi di Indonesia merupakan salah satu komoditas andalan dalam subsektor perkebunan
yang memiliki sejarah yang panjang dan memiliki peran penting. Peran tersebut antara lain adalah
sebagai sumber perolehan devisa, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber pendapatan
bagi petani kopi maupun bagi pelaku ekonomi lainnya yang terlibat dalam pengolahan dan mata
rantai pemasaran.
Berdasarkan data BPS, diketahui bahwa selama periode 2000-2010, rataan luas areal kopi di
Indonesia adalah 1.288.726 ha, dimana luas areal tersebut berfluktuasi dengan angka terendah
1.210.364 ha pada tahun 2010 dan tertinggi 1.372.184 ha yang dicapai pada tahun 2002. Selama
kurun waktu tersebut, produksi kopi di Indonesia berfluktuasi namun cenderung mengalami
peningkatan dengan rataan 652.099 ton per tahun.
Orientasi pemasaran komoditas kopi Indonesia sampai saat ini masih mengarah ke pasar
internasional. Hal ini antara lain adalah karena permintaan kopi di pasar domestik masih sangat
rendah hanya sekitar 120 ribu ton per tahun. Kuantitas dan pertumbuhan konsumsi kopi per
kapita di dalam negeri terkesan masih sangat lamban. Suatu survei yang dilakukan LPEM UI,
menemukan bahwa tingkat konsumsi kopi di dalam negeri pada tahun 1989 adalah sebesar 0,5 kg
per kapita per tahun. Pada tahun 2010 konsumsi tersebut naik menjadi 0,8 kg per kapita per tahun,
dan pada tahun 2013 konsumsi kopi domestik diperkirakan hanya mampu mencapai 1,0 kg per
kapita per tahun (Anonymous, http://www.aeki-aice.org).
21 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kopi Indonesia di Pasar Domestik
kebijakan pajak dan subsidi (Sihotang, 2013; Case, 2007, Koutsoyiannis, 1994). Dari sisi
permintaan, secara umum yang menjadi barang substitusi konsumsi kopi adalah teh dan yang
menjadi barang komplemennya adalah gula pasir.
Sebenarnya sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk mempelajari perkopian
Indonesia dengan menggunakan berbagai model dengan menggunakan waktu dan data
pengamatan yang berbeda-beda. Namun untuk merumuskan berbagai kebijakan pengembangan
permintaan kopi Indonesia di pasar domestik, penelitian-penelitian terdahulu perlu dilanjutkan
dan dikembangkan dengan melakukan respesifikasi model dan menggunakan data pengamatan
atau informasi terbaru. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
dan menganalisis faktor-faktor ekonomi yang memengaruhi permintaan kopi Indonesia di pasar
domestik dan mempelajari bagaimana sifat elastisitas permintaan kopi tersebut terhadap faktor-
faktor yang memengaruhinya.
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Fungsi Permintaan Kopi
Permintaan adalah kuantitas barang yang ingin dibeli atau diminta oleh pembeli
berdasarkan keadaan berbagai faktor-faktor yang memengaruhi permintaan barang tersebut.
Permintaan atas suatu barang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain adalah harga barang itu
sendiri, harga barang lain, pendapatan dan kekayaan, selera atau preferensi, jumlah pembeli
potensial, perkiraan pembeli akan masa depan, distribusi pendapatan, metode pemasaran,
pengaruh-pengaruh khusus (Sihotang, 2013; Case 2007; Samuelson, 2004).
Apabila DA menyatakan kuantitas barang A yang diminta, PA menyatakan harga barang A
itu sendiri, PB menyatakan harga barang lain, I menyatakan pendapatan dan kekayaan, T
menyatakan selera atau preferensi, B menyatakan jumlah pembeli potensial, E menyatakan
perkiraan pembeli akan masa depan, D menyatakan distribusi pendapatan, dan M menyatakan
metode pemasaran, maka fungsi permintaan barang A dalam bentuk persamaan linier dapat
ditulis menjadi :
DA = a0 + a1 PA + a2 PB + a3 I + a4 T + a5 B + a6 E + a7 D + a8 M + ...
Sesuai dengan hukum permintaan, tanda koefisien a1 adalah negatif yang berarti
perubahan harga barang A akan menimbulkan perubahan yang terbalik terhadap permintaan
barang A. Harapan teoretis dari tanda koefisien a2 adalah positif jika barang A dan barang B
merupakan barang yang bersubstitusi, dan negatif apabila barang A dan barang B merupakan
barang yang berkomplemen. Harapan teoretis dari tanda koefisien a3 adalah positif apabila barang
A merupakan barang esensial, normal atau mewah, dan negatif apabila barang A merupakan
barang inferior. Harapan teoretis dari tanda koefisien a4, a5, dan a8 adalah positif artinya
perubahan selera atau preferensi, jumlah pembeli potensial, dan metode pemasaran akan
menimbulkan perubahan yang searah terhadap kuantitas permintaan barang A. Jika konsumen
memperkirakan pada masa depan terjadi inflasi yang tinggi, maka permintaan barang sekarang
ini cenderung semakin meningkat sehingga tanda koefisien a6 adalah positif. Demikian juga jika
konsumen memperkirakan pendapatannya akan meningkat pada masa yang akan datang, bisa
saja telah meningkatkan permintaannya pada saat ini sebelum pendapatannya betul-betul
meningkat sehingga tanda koefisien a6 adalah positif. Jika dalam suatu negara distribusi
pendapatan adalah buruk, maka terdapat segelintir penduduk yang memiliki pendapatan yang
sangat besar dengan daya beli yang sangat besar, sementara mayoritas penduduk lainnya hanya
menerima pendapatan yang relatif kecil dengan daya beli yang sangat rendah. Dalam keadaan
seperti itu, permintaan barang dan jasa pada umumnya adalah sangat rendah sehingga tanda
koefisien a7 adalah negatif. Akan tetapi, permintaan akan barang dan jasa akan cenderung tinggi
apabila distribusi pendapatan relatif merata sehingga tanda koefisien a7 adalah positif.
Dalam kaitannya dengan model perekonomian terbuka, faktor-faktor yang memengaruhi
permintaan atas suatu barang ditambah lagi dengan berbagai variabel-variabel yang bersifat
makro. Economist Inteligence Unit dalam Spillane (1990), menyatakan bahwa permintan kopi
pada berbagai negara tergantung kepada beberapa faktor, antara lain adalah pertumbuhan
Jusmer Sihotang & Dame Esther Mastina Hutabarat 23
penduduk, harga yang berlaku, fluktuasi kurs valuta, laju pertumbuhan GNP, barang substitusi
dan periklanan.
Hasil penelitian Sihotang (1996), menunjukkan bahwa permintaan kopi di pasar domestik
berhubungan positif dengan harga teh, pendapatan per kapita, trend waktu, dan permintaan kopi
bedakala satu tahun. Sebaliknya permintaan tersebut berhubungan negatif dengan harga kopi,
harga gula pasir, dan ekspor kopi Indonesia. Namun semua variabel-variabel bebas tersebut tidak
berpengaruh signifikan secara statistik. Tanda positif dari koefisien variabel harga teh dan tanda
negatif dari koefisien variabel harga gula pasir, memberi isyarat adanya hubungan substitusi
antara kopi dan teh serta hubungan komplemen antara kopi dengan gula pasir dalam konsumsi di
Indonesia. Penelitian yang dilakukan Widayanti (http://wacana.ub.ac.id) menunjukkan bahwa
faktor yang berpengaruh terhadap permintaan kopi dalam negeri adalah tingkat pendapatan
masyarakat dengan elastisitas permintaan kopi terhadap pendapatan sebesar 0,59.
3. Metodologi Penelitian
3.1 Data dan Sumber Data
Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data sekunder deret waktu (time series)
selama periode tahun 1998-2013. Data sekunder tersebut bersumber dari ICO, AEKI, BPS,
Jusmer Sihotang & Dame Esther Mastina Hutabarat 24
Permintaan kopi Indonesia di pasar domestik berhubungan positif dengan harga teh di
pasar domestik (PTDt) dan PDB riil perkapita Indonesia (PPKt). Sebaliknya permintaan kopi
Indonesia di pasar domestik berhubungan negatif dengan harga kopi biji (robusta) di pasar
domestik (PCDt), harga gula di pasar domestik (PGDt) dan volume ekspor kopi Indonesia di pasar
internasional (XCIt). Semua tanda (sign) koefisien dari variabel-variabel bebas tersebut adalah
memuaskan karena sesuai dengan kriteria ekonomi atau sesuai dengan hubungan antara variabel
yang berlaku umum dalam teori ekonomi. Tanda positif dari koefisien variabel harga teh dan
tanda negatif dari variabel harga gula pasir, menjelaskan bahwa pada sisi permintaan kopi di
pasar domestik terdapat hubungan substitusi antara kopi dan teh serta hubungan komplemen
antara kopi dengan gula pasir.
Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) = 0,787, dapat dikatakan semua variabel bebas
dalam model dapat dengan baik menjelaskan keragaman permintaan kopi Indonesia di pasar
domestik. Hal ini berarti bahwa 78,7 persen keragaman variabel tidak bebas (permintaan kopi
Indonesia) dapat dijelaskan oleh semua variabel bebas (yaitu harga kopi Indonesia, harga teh dan
harga gula pasir di pasar domestik, PDB riil perkapita Indonesia, dan volume ekspor kopi
Indonesia), sedangkan sisanya sebesar 21,3 persen lagi dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak
dimasukkan ke dalam model persamaan regresi.
Nilai F-statistik sebesar 6,656 dengan nilai signifikansi 0,007, menunjukkan bahwa pada
taraf α = 1%, semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model secara simultan berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel tidak bebas. Namun demikian, berdasarkan uji t hanya dua
variabel bebas yang secara individual berpengaruh sangat signifikan terhadap variabel
permintaan kopi Indonesia di pasar domestik, yaitu PDB riil perkapita Indonesia dengan tingkat
signifikansi 0,009 (signifikan pada taraf α = 1%) dan volume ekspor kopi Indonesia di pasar
internasional dengan tingkat signifikansi 0,024 (signifikan pada taraf α = 5%). Tiga variabel bebas
lainnya yaitu harga kopi Indonesia, harga teh dan harga gula pasir di pasar domestik secara
individual tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel permintaan kopi Indonesia di
pasar domestik.
Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa semua variabel bebas dalam model ternyata mempunyai
nilai tolerance < 1 dan nilai VIF < 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model
persamaan permintaan kopi Indonesia di pasar domestik bebas dari masalah multikolinearitas
sehingga dapat digunakan sebagai model empirik yang baik dan mempunyai daya prediksi yang
memuaskan. Dalam penelitian ini jumlah pengamatan N = 15 dan banyaknya variabel bebas
termasuk konstanta k = 6, maka pada taraf α = 5% diperoleh nilai dL = 0,56 dan dU = 2,21, jadi 4 -
dU = 1,79 dan 4 - dL = 3,44. Oleh karena d-statistik = 1,967, maka dL ≤ d ≤ dU dan 4-dU ≤ d ≤ 4-dL.
Jusmer Sihotang & Dame Esther Mastina Hutabarat 26
Berdasarkan kriteria uji D-W, maka masalah otokorelasi pada model persamaan permintaan kopi
Indonesia di pasar domestik sebenarnya tidak dapat disimpulkan (inconclusive). Namun karena
nilai d-statistik dari model persamaan regresi dalam penelitian ini adalah sekitar 2, maka sebagai
aturan ibu jari (rule of thumb) dapat dianggap bahwa model tersebut tidak mengalami masalah
otokorelasi baik positif maupun negatif.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2013) yang
menemukan bahwa pendapatan penduduk di Indonesia berpengaruh positif secara signifikan
terhadap permintaan kopi di Indonesia dengan tingkat signifikansi 0,01 atau signifikan pada taraf
α = 1%. Santoso juga menemukan bahwa harga kopi dan harga teh di pasar domestik tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kopi di Indonesia, dan tanda positif dari
koefisien harga kopi di pasar domestik tidak sesuai dengan harapan teoretis.
Kemungkinan alasan mengapa harga kopi di pasar domestik tidak berpengaruh signifikan
terhadap permintaan kopi Indonesia di pasar domestik adalah karena konsumsi masyarakat
terhadap kopi sangat dipengaruhi oleh kebiasaan dan preferensi yang sukar untuk dihilangkan.
Bagi hampir semua peminum kopi, merubah kebiasaan minum kopi adalah sukar untuk
dilakukan sehingga bagi mereka dapat dikatakan bahwa kopi adalah merupakan barang esensial
yang selalu dikonsumsi dalam jumlah yang relatif konstan. Dengan sifat konsumsi kopi yang
demikian maka perubahan harga kopi tidak akan banyak memengaruhi perilaku konsumen untuk
mengonsumsi minuman kopi.
Dengan alasan yang sama, konsumsi masyarakat terhadap teh berkaitan erat dengan
kebiasaan dan preferensi yang sukar untuk dihilangkan. Bagi sebagian golongan masyarakat yang
kurang fanatik, minuman kopi dan teh mungkin dapat saling menggantikan, namun bagi sebagian
konsumen lainnya yang lebih fanatik sebagi peminum kopi atau peminum teh, maka kedua jenis
minuman ini tidak dapat saling menggantikan. Respon permintaan kopi terhadap harga teh yang
demikian dapat mengindikasikan bahwa pada golongan masyarakat tertentu, kopi dan teh adalah
dua komoditas yang independen. Dengan demikian perubahan harga teh tidak akan
memengaruhi permintaan kopi, dan sebaliknya perubahan harga kopi tidak akan memengaruhi
permintaan akan teh di pasar domestik.
Permintaan kopi Indonesia di pasar domestik tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap harga gula pasir diduga adalah karena sebagai komoditas yang berkomplemen,
konsumsi kopi dan gula pasir biasanya adalah dalam jumlah yang sedikit dan dalam jumlah yang
proporsional, sehingga perubahan harga gula pasir juga tidak banyak memengaruhi permintaan
akan kopi di pasar domestik. Selain itu, pembelian gula pasir oleh rumah tangga pada umumnya
bukan hanya untuk campuran minuman kopi, tetapi juga untuk campuran jenis minuman lainnya
dan untuk campuran berbagai jenis bahan makanan.
Berdasarkan nilai koefisien elastisitas pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa permintaan
kopi Indonesia di pasar domestik bersifat elastis terhadap PDB riil perkapita Indonesia dengan
koefisien elastisitas sebesar 1,406. Dengan demikian, apabila terjadi peningkatan PDB riil perkapita
Indonesia sebesar 10 persen akan meningkatkan permintaan kopi Indonesia di pasar domestik
sebesar 14,06 persen. Hasil penelitian ini dapat memberi petunjuk bahwa permintaan kopi di pasar
domestik akan dapat ditingkatkan seiring dengan kecenderungan semakin meningkatnya PDB riil
perkapita masyarakat Indonesia. Kemudian, permintaan kopi Indonesia di pasar domestik
bersifat inelastis terhadap harga kopi Indonesia, harga teh, dan harga gula pasir di pasar
domestik, dan ekspor kopi Indonesia dengan koefisien elastisitas masing-masing sebesar -0,376;
0,446; -0,191; dan -0,799. Hasil studi ini mendukung hasil studi yang dilakukan Sihotang (1996)
yang menemukan bahwa permintaan kopi Indonesia di pasar domestik bersifat inelastis terhadap
harga kopi, harga teh, dan harga gula di pasar domestik dengan koefisien elastisitas masing-
masing sebesar -0,202; 0,245; -0,552;
Jusmer Sihotang & Dame Esther Mastina Hutabarat 27
DAFTAR PUSTAKA