Вы находитесь на странице: 1из 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Globalisasi, liberalisasi serta kemajuan dibidang teknologi dan

komunikasi membuat arus informasi menjadi tidak terbendung. Hal inilah yang

membuat gaya hidup seseorang di perkotaan ikut mengalami perubahan, pada

satu sisi hal tersebut dianggap memberikan manfaat dan memberikan

kemudahan namun disisi lain dapat pula mendorong seseorang memiliki

kecenderungan berperilaku negatif dengan pola hidup konsumtif (Rima Melati,

2014 : 1).

Penyalahgunaan NAPZA merupakan masalah yang menjadi perhatian

di dunia Internasional disamping masalah HIV dan AIDS, kekerasan (violence),

kemiskinan, pencemaran lingkungan, pemanasan global dan kelangkaan

pangan. Global Burden of Disease (GBD) terkait penyalahgunaan napza sebesar

8,9% sedangkan Global Mortality Rate (GMR) sebesar 12,4% dan Disable

Adjusted Life Years(DALYs) sebesar 8,9% (Kemenkes RI, 2010).

Dari jenis narkotika secara global, narkoba jenis ganja paling banyak

digunakan. Prevalensi penyalahgunaan ganja berkisar 2,9% - 4,3% per tahun

dari populasi penduduk dunia yang berumur 15-64 tahun. Hasil dari data BNN

menunjukan pengguna ganja di Indonesia mencapai 3,2 juta orang dari total 5

juta orang penyalahguna NAPZA (bnn.go.id). Total yang mengkonsumsi ganja

di kota Bandar Lampung berjumlah 478 orang. Pemakai ganja dapat masuk

kesemua usia dan lapisan masyarakat, mulai dari pelajar, mahasiswa, anak

1
2

jalanan, wiraswasta, buruh dan pegawai negeri sipil (BNN, Jurnal Data P4GN,

2013).

Pengguna ganja mengadopsi perilaku lingkungan di lokasi kegiatan

tanpa adanya filterasi, seringkali perilaku acuan yang mereka dapatkan adalah

perilaku yang kurang dan bahkan bertentangan dengan norma sosial yang ada.

Hal ini tergantung dari faktor kemampuan intrinsik (hereditas) dan lingkungan

objektif yang nantinya akan menentukan gaya hidupnya. Penilaian, dukungan

dan respon positif maupun negatif terhadap pengguna ganjadari lingkungan

fisik dan social akan memunculkan pengalaman-pengalaman, baik

menyenangkan maupun tidak menyenangkan yang akan diinterpretasi dan

diinternalisasi dalam diri seseorang. Tentunya faktor-faktor tersebut tidak

secara independen mengembangkan gaya hidup melainkan melalui

pengamatan dan interpretasi terhadap keduanya, yang kemudian berujung pada

proses pembentukan gaya hidup (Alwisol, 2006 : 95).

Di Amerika sekitar 20 juta orang dengan usia diatas 12 tahun hampir

8% dari populasi telah menggunakan obat-obatan terlarang 30 hari sebelumnya.

Dalam sebuah estimasi dinyatakan bahwa 2,1 juta orang Amerika telah

menggunakan halusinogen, hampir 153.000 menggunakan heroin, 5,2 juta

menyalahgunakan pereda nyeri, 1,8 juta menyalahgunakan obat penenang, 1,1

juta menyalahgunakan stimulan dan 0,3 juta menggunakan sedatif (Halgin &

Whitbourne, 2010). Lambdin, et al. (2014) dalam jurnalnya mengemukakan

bahwa pada tahun 2009 sekitar 40-50 ton heroin yang melintas di Afrika sekitar
3

34 ton dikonsumsi di wilayah ini, dan di perkirakan 533.000 pengguna opiat

tinggal di Afrika ( WHO, 2013 ).

Pada tahun 2004 diperkirakan ada 3,2 juta orang (1,5% polulasi) di

Indonesia yang mempunyai riwayat menggunakan NAPZA. Jumlah tersebut

diperkirakan hanya 10% yang mendapatkan layanan terapi atas gangguan

penggunaan napza yang diderita (Kemenkes RI, 2010). Sementara pada tahun

2006 di Indonesia diperkirakan kurang lebih 2,94 juta penduduk yang

menyalahgunakan napza, dengan omset peredaran lebih dari 36 triliun rupiah

per tahun. Hal ini merupakan salah satu faktor mengapa peredaran dan

penyalahgunaan napza sulit diberantas (Nasir& Abdul, 2011). Menurut data

Pencegahan dan Pemberantasn Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika

(P4GN) pada tahun 2010 jumlah pecandu yang mendapatkan terapi dan

rehabilitasi di seluruh Indonesia sebanyak 17.734 orang yang berusia 20-34

tahun dengan jumlah pengguna heroin sebanyak 10.768 orang dan pengguna

ganja sebanyak 1.774, pengguna sabu 984 orang dan sisanya pengguna alkohol

dan zat adiktif lainnya (BNN 2013 dalam Dewi, 2014).

Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat ganja menjadi barang bukti

narkotika dengan jumlah terbanyak yang disita selama 2018 yakni 41,3 ton.

BNN menyebut pemakai ganja hampir menyeluruh di Indonesia, terutama

generasi muda. Hal itu disebabkan produksi ganja di Indonesia saat ini masih

tinggi. Selain itu, harga ganja yang murah juga menjadi faktor. Para pemakai

biasanya beranggapan ganja hanya sebagai obat rekreasi yang memiliki efek

lebih rendah dibanding narkotika jenis lain. Meski demikian, bagi BNN, ganja
4

tetap masuk dalam salah satu golongan zat terlarang (Detiknews, 25 Maret

2019).

Data Dinkes Kabupaten Aceh Besar tahun 2017 didapatkan pasien

penyalahgunaan NAPZA sebanyak 287 orang berada pada seluruh desa yang

berada di Kabupaten Aceh Besar, dimana pada terdapat 23 orang yang berobat

ke Puskesmas Kota Jantho. Pada tahun 2018 mengalami peningkatan sebanyak

316 orang penyalahgunaan NAPZA (Data Dinkes Aceh Besar, 2018).

Berdasarkan data yang diperoleh di Puskesmas Kota Jantho Kabupaten

Aceh Besar tahun 2017 didapatkan pasien dengan penggunaan NAPZA

sebanyak 23 orang. Pada tahun 2018 dihitung dari bulan Januari sampai dengan

Desember sebanyak 28 orang pengguna narkoba di Wilayah Kerja Puskesmas

Jantho Kabupaten Aceh Besar, dimana 19 orang adalah remaja. Hal ini

membuktikan bahwa prevalensi pengguna NAPZA khususnya remaja di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar meningkat (Data

Pasien Puskesmas Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar, 2018).

Banyak efek negatif yang ditimbulkan dari mengkonsumsi ganja.

Konsumsi ganja dalam dosis rendah dapat menyebabkan hilaritas (berbuat

gaduh), oquacous euphoria (euphoria terbahak-bahak tanpa henti), perubahan

persepsi ruang dan waktu, berkurangnya kemampuan koordinasi, pertimbangan,

dan daya ingat, mengalami peningkatan kepekaan visual dan pendengaran (tapi

lebih ke arah halusinasi), conjunctivitis (radang pada saluran pernafasan), dan


5

bronchitis (radang paru-paru) (Liska dalam Widodo dan Surjaningrum, 2014 :

73).

Keluarga sering menjadi sorotan utama bila remaja bermasalah.

Kenyataan ini tidak bisa dipungkiri karena remaja itu sendiri merupakan bagian

dari keluarga. Peran kelurga dalam membina dan mengatasi masalah remaja

amatlah diperlukan. Perawatan kesehatan pada remaja sebagai bagian dari

perawatan kesehatan keluarga, juga merupakan suatu upaya dalam mengatasi

permasalahan yang dihadapi oleh remaja . Pendekatan pada keluarga,

diharapkan mampu untuk mengenal masalah – masalah yang terjadi pada

keluarga khususnya masalah yang terjadi pada remaja, sehingga permasalahan

yang ada dapat diatas secara efektif (Santrock, 2007).

Menurut Hawari (1990) dalam Gunawan (2005), apabila

penyalahgunaan napza pada remaja tidak ditanggulangi maka akan

menimbulkan berbagai dampak seperti merusak hubungan kekeluargaan,

menurunkan kemampuan belajar, ketidakmampuan membedakan yang buruk

dan yang baik, merosotnya produktivitas kerja, gangguan kesehatan mulai dari

keluhan ringan sampai fatal, mempertinggi kecelakaan lalu lintas,

meningkatkan angka kriminalitas dan tindak kekerasan.

Banyaknya dampak yang dialami oleh penyalahguna NAPZA membuat

diperlukanya program pengobatan yang diberikan kepada penyalahguna

NAPZA dapat berupa terapi kognitif, terapi perilaku dan terapi sosial. Terapi

dan rehabilitasi merupakan suatu rangkaian proses pelayanan yang diberikan


6

kepada pecandu dengan tujuan melepaskan dari ketergantungan NAPZA hingga

dapat menikmati kehidupan bebas tanpa NAPZA. Pelayanan biasanya diberikan

oleh tenaga professional berpengalaman dan terlatih (Martono dan Joewana,

2008).

Pada studi pendahuluan yang di lakukan oleh peneliti pada tanggal 26

Januari Tahun 2019 di Puskesmas Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar, dari hasil

wawancara dengan 9 orang pasien dengan penyalahgunaan NAPZA; Ganja, 4

orang diantara mereka memulai menyalahgunakan NAPZA karena ikut-ikutan

teman dan pengaruh dari lingkungan di tempat dia bekerja dan di tempat tinggal.

Satu dari mereka mengaku menyalahgunakan NAPZA karena mendapat tekanan

dari teman kelompoknya di sekolah.

Sebagaimana pengakuan dari salah seorang pasien dengan penyalahgunaan

NAPZA di Puskesmas Kota Jantho berinisial M (20 tahun), mengatakan

“pemakaian pertama saya waktu SMP kelas 2, saya memulainya dengan ganja,

awalnya saya hanya memakai ganja 1 linting saja, itu saya di ajak oleh teman-

teman, awalnya di berikan gratis saja, setelah itu dibeli dengan harga 10.000

perlintingnya. Di lingkungan tersebut pada umumnya banyak yang

menyalahgunakan NAPZA.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka penulis tertarik

untuk melakukan penelitian tentang asuhan keperawatan dalam sebuah proposal

dengan judul: “Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Remaja

Penyalahgunaan NAPZA; Ganja Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Jantho

Kabupaten Aceh Besar”.


7

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan

Remaja Penyalahgunaan NAPZA; Ganja Di Wilayah Kerja Puskesmas

Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Remaja

Penyalahgunaan NAPZA; Ganja di Wilayah Kerja Puskesmas Kota

Jantho Kabupaten Aceh Besar.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk melakukan pengkajian keperawatan keluarga dengan

remaja penyalahgunaan Ganja

1.3.2.2 Untuk merumuskan diagnosa keperawatan keluarga dengan

remaja penyalahgunaan Ganja

1.3.2.3 Untuk menentukan dan menyusun rencana asuhan keperawatan

keluarga dengan remaja penyalahgunaan Ganja

1.3.2.4 Untuk melakukan tindakan keperawatan keluarga dengan

remaja penyalahgunaan Ganja

1.3.2.5 Untuk melakukan evaluasi dan penilaian tingkat keberhasilan

selama merawat keluarga dengan remaja penyalahgunaan

Ganja
8

1.3.2.6 Mendokumentasikan asuhan keperawatan keluarga dengan

remaja penyalahgunaan Ganja

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Pasien dan Keluarga

Dapat meningkatkan derajat kesehatan penderita melalui proses

keperawatan yang dilaksanakan dan dijadikan bahan pertimbangan bagi

keluarga dalam upaya meningkatkan perilaku hidup sehat.

1.4.2 Bagi Puskesmas Jantho

Diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi perawat dan

meningkatkan mutu asuhan keperawatan keluarga dengan remaja

NAPZA

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan

Dapat memberikan masukan tentang pentingnya perawatan pada klien

remaja narkoba dan dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian

selanjutnya, dapat diberikan sebagai sumber acuan dalam pembelajaran

tentang asuhan keperawatan keluarga dengan remaja NAPZA.

1.4.4 Bagi Peneliti

Dapat memberikan manfaat kepada peneliti dan menambah pengalaman

dan pengetahuan untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama

pendidikan

Вам также может понравиться