Вы находитесь на странице: 1из 5

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(1): 24-28, Februari 2016 Fitri Yuwanda et al.

SELEKSI INDUK KAMBING BOERAWA GRADE 1 DAN 2 BERDASARKAN


NILAI MOST PROBABLE PRODUCING ABILITY BOBOT ANAK UMUR ENAM BULAN

Selection of Boerawa Grade 1 and Boerawa Grade 2 Does Based on Most Probable Producing
Ability for Six Months Body Weight

Fitri Yuwandaa, Sulastrib, M. Dima Iqbal Hamdanib


a
The Student of Department of Animal Husbandry Faculty of Agriculture Lampung University
b
The Lecture of Department of Animal Husbandry Faculty of Agriculture Lampung University
Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture Lampung University
Soemantri Brojonegoro No.1 Gedung Meneng Bandar Lampung 35145
Telp (0721) 701583. e-mail: kajur-jptfp@unila.ac.id. Fax (0721)770347

ABSTRACT

The aim of this research was to compare MPPA value for 6 months body weight (6 MBW) of 30 heads
Boerawa grade 1 (BG1) and 30 heads Boerawa grade 2 (BG2) does and to determine ten heads of the best
BG2 does as replacement stock. Research was conducted by survey method at Karya Makmur-1, Karya
Makmur-II, and Pelita Karya-III goat farmer groups located at Wonoharjo village, Sumberejo subregency,
Tanggamus regency, Lampung province. Sample observed was selected by purposive sampling. Variables
observed were 6 MBW of offspring group of BG1 does and BG2 does at the first and second parity. The
variables was analysed to know repeatability value and MPPA value for 6 MBW. Repeatability value were
estimated by interclass correlation method, MPPA value of BG1 and BG2 was analysed by t student test.
Result of this research indicated 6 MBW of offspring group of BG1 does (20.57 ± 1.12 kg) was not different
(P>0.05) with the offspring group of BG2 does (22.70 ± 1.06 kg), repeatability value of BG1 and BG2 were
0.29 and 0.33, respectively, MPPA value of BG1 (20.57 kg) were not different (P>0,05) with BG2 (22.70 kg).
It could be concluded that genetic potency of BG1 does and BG2 does was not different and the best ten BG2
does were JJ2 (MPPA 23.49 kg), DD3 (23.42 kg), LL1 (23.40 kg), JJ1 (23.32 kg), BB3 (23.29 kg), GG1
(23.27 kg), AA1 (23.14 kg), EE2 (23.08 kg), AA2 (2.05 kg), and GG2 (23.05 kg).

(Keywords: Boerawa goat, repeatability, Most probable producing ability, interclass correlation).

PENDAHULUAN merupakan sumberdaya genetik lokal Provinsi


Lampung (Sulastri dan Sukur, 2015).
Kabupaten Tanggamus merupakan salah Kambing-kambing Boerawa tersebut
satu wilayah di Provinsi Lampung yang potensial dipelihara oleh peternak di Kecamatan Sumberejo
untuk pengembangan ternak kambing karena dengan sistem pemeliharaan yang sederhana.
populasi kambing di wilayah tersebut cukup Salah satu ciri pemeliharan kambing secara
tinggi. Populasi kambing di Kabupaten sederhana adalah tidak dilakukannya seleksi
Tanggamus pada tahun 2013 sebanyak 164.325 berdasarkan mutu genetiknya. Hal tersebut
ekor. Kecamatan Sumberejo merupakan salah mengakibatkan belum optimalnya peningkatan
satu dari 20 kecamatan di kabupaten tersebut yang kinerja pertumbuhan kambing Boerawa G2.
memiliki populasi kambing tertinggi yaitu 24.209 Kambing Boerawa G2 tersebut seharusnya
ekor (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan memiliki potensi genetik yang tinggi dalam
Kabupaten Tanggamus, 2014). kinerja pertumbuhan yang diwariskan oleh
Masyarakat di Kecamatan Sumberejo kambing Boerawa G1 betina.
banyak yang memelihara kambing Boerawa, baik Upaya peningkatan mutu genetik kinerja
Boerawa grade 1 (Boerawa G1) maupun Boerawa pertumbuhan kambing Boerawa dapat dilakukan
grade 2 (Boerawa G2). Kambing Boerawa G1 melalui seleksi calon induk kambing Boerawa G1
merupakan hasil persilangan antara Boer jantan maupun Boerawa G2 berdasarkan nilai Most
dan Peranakan Etawah (PE) betina. Kambing Probable Producing Ability (MPPA) bobot anak
Boerawa G2 merupakan hasil persilangan antara umur 6 bulan. Nilai MPPA dapat diduga
kambing Boer jantan dengan kambing Boerawa berdasarkan parameter yang digunakan yaitu
G1 betina. Persilangan secara grading up tersebut bobot badan anak umur 6 bulan dan nilai
dilakukan untuk menghasilkan kambing silangan ripitabilitas. Nilai ripitabilitas menunjukkan angka
dengan kinerja pertumbuhan yang tinggi. pengulangan kemampuan induk dalam
Kambing Boerawa G2 tersebut selanjutnya berproduksi. Induk dengan nilai MPPA
dikembangbiakkan lebih lanjut dan dinamakan berdasarkan bobot anak umur 6 bulan yang tinggi
kambing Saburai. Kambing Saburai tersebut menunjukkan potensi genetiknya dalam

24
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(1): 24-28, Februari 2016 Fitri Yuwanda et al.

menghasilkan anak dengan bobot umur 6 bulan


yang tinggi. Seleksi dinyatakan berhasil apabila MPPA  ( 1 (nnr-1)r (P - P))  P
bobot anak umur 6 bulan kelompok kambing
Boerawa G2 lebih tinggi daripada bobot anak Keterangan:
umur 6 bulan kelompok kambing Boerawa G1. MPPA = most probable producing ability
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan n =jumlah paritas per induk
membandingkan nilai MPPA bobot umur 6 bulan r =ripitabilitas bobot umur 6 bulan
antara induk kambing Boerawa G1 dan Boerawa
G2 serta menentukan 10 ekor induk Boerawa G2 P =rata-rata bobot umur 6 bulan per induk
dengan nilai MPPA tertinggi untuk dipilih sebagai P =rata-rata bobot umur 6 bulan populasi
replacement stock.

HASIL DAN PEMBAHASANAN


MATERI DAN METODE
Bobot Umur 6 Bulan Anak Kambing Boerawa
Materi penelitian G1 dan Boeraewa G2

Materi penelitian berupa recording Bobot kambing 6 bulan (sudah disapih)


(catatan) bobot badan kambing umur 6 bulan pada merupakan bobot hasil penimbangan saat ternak
paritas pertama dan kedua yang merupakan anak berumur 180 hari. Bobot lahir dan pertumbuhan
dari 30 ekor induk kambing Boerawa G1 dananak sebelum sapih masih dipengaruhi oleh faktor
dari 30 ekor induk BG2. Penelitian dilaksanakan maternal sedangkan pertumbuhan pascasapih
mulai 15 Mei sampai dengan 10 Oktober 2015 di sudah tidak dipengaruhi lagi oleh faktor maternal
Kelompok Tani Karya Makmur I, Karya Makmur (Edey,1983). Hasil penelitian menunjukkan
II, dan Pelita Karya III yang berlokasi di Desa bahwa rata-rata bobot umur 6 bulan anak kambing
Wonoharjo, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Boerawa G1 (20,57 ± 1,12 kg) tidak berbeda
Tanggamus, Provinsi Lampung. nyata (P>0,05) dengan anak kambing Boerawa
G2 (22,70 ± 1,06 kg) (Tabel 1).
Metode
Tabel 1. Bobot umur 6 bulan anak kambing
Penelitian dilakukan dengan metode Boerawa grade 1 dan Boerawa grade 2
survei. Sampel pengamatan dipilih melalui di Kecamatan Sumberejo, Kabupaten
purposive sampling. Peubah yang diamati adalah Tanggamus
catatan bobot badan kambing umur 6 bulan
paritas pertama dan paritas kedua yang masing- B6bln (kg) Uji t-
masing merupakan anak dari kelompok induk Uraian G1 G2 student
Boerawa G1 dan Boerawa G2. Rata-rata B6bln 20,57 22,70 P>0,05
Bobot umur 6 bulan paritas pertama dan
B6bln tertinggi 23,08 25,11 (ns)
kedua yang merupakan anak kambing Boerawa
G1 dan Boerawa G 2 masing-masing digunakan B6bln terendah 19,05 21,12
untuk mengestimasi nilai ripitabilitas bobot umur Standar deviasi 1,12 1,06
6 bulan kambing Boerawa G1 dan kambing Keterangan: B6bln=bobot umur 6 bulan, ns =
Boeraewa G2 dengan metode korelasi antarkelas nonsignifikan
dengan rumus sesuai rekomendasi Warwick, dkk.,
(1990) sebagai berikut: Bobot umur 6 bulan anak kambing
Boerawa G1 dan Boerawa G2 berbeda tidak nyata
 XY disebabkan tidak adanya seleksi berdasarkan
 XY - ( ) kriteria bobot umur 6 bulan pada kambing PE
r n
betina yang merupakan induk BG1 dan juga pada
( X) 2 Y
2
BG1 betina yang merupakan induk BG2.
( X 2 - )( Y 2 - )
n n Pemilihan calon induk di lokasi penelitian hanya
dilakukan berdasarkan penampilan eksterior dan
tidak berdasarkan mutu genetik. Penampilan
Keterangan: eksterior yang menjadi dasar pemilihan induk
r = ripitabilitas hanya berupa konformasi tubuh dan kondisi
X= bobot umur 6 bulan paritas pertama kesehatan ternak saja. Hal tersebut
Y= bobot umur 6 bulan paritas kedua mengakibatkan rendahnya peningkatan kinerja
n= jumlah induk pertumbuhan generasi keturunannya sehingga
bobot umur 6 bulan anak Boerawa G1 tidak
Nilai MPPA bobot umur 6 bulan dihitung berbeda dengan anak kambing Boearaw G2.
dengan rumus sesuai rekomendasi Hardjosubroto Menurut Hardjosubroto (1994), keberhasilan
(1994) sebagai berikut: seleksi diketahui dari peningkatan kinerja

25
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(1): 24-28, Februari 2016 Fitri Yuwanda et al.

generasi keturunannya. Seleksi merupakan menunjukkan bahwa kambing Boerawa


tindakan untuk memilih ternak yang diduga merupakan hasil pewarisan dari dua bangsa
memiliki mutu genetik baik untuk kambing yang berbeda dengan kinerja
dikembangbiakkan lebih lanjut dalam suatu pertumbuhan yang berbeda pula.
wilayah.
Perbedaan yang tidak nyata antara bobot Ripitabilitas Bobot Badan Umur 6 Bulan
umur 6 bulan pada anak kambing Boerawa G1 Kambing Boerawa G1 dan Boerawa G2
dan Boerawa G2 juga disebabkan oleh
manajemen pemeliharaan yang sama yang Ripitabilitas merupakan korelasi fenotip
diterapkan oleh peternak terhadap kambing antara performan yang muncul pada saat tertentu
Boerawa G1 dan Boearaw G2. Jumlah dan jenis dan performan di masa mendatang pada satu
pakan yang diberikan pada Boerawa G1 sama individu. Pengetahuan tentang ripitabilitas suatu
dengan pada Boerawa G2. Berdasarkan proporsi sifat berguna dalam meramalkan produksi pada
genetiknya, kambing Boerawa G2 seharusnya masa mendatang dari ternak yang telah memiliki
menunjukkan kinerja pertumbuhan yang lebih satu atau lebih catatan produksi (Falconer dan
tinggi daripada Boerawa G1 karena kambing Mackay, 1996). Hasil penelitian menunjukkan
Boerawa G2 mengandung proporsi genetik bahwa nilai ripitabilitas bobot badan umur 6 bulan
kambing Boer yang lebih tinggi (75%) daripada pada kambing Boerawa G1 (0,29) dan Boerawa
Boerawa G1 (50%). Tujuan melakukan G2 (0,33) termasuk kelas sedang. Menurut
persilangan antara Boer dengan PE adalah untuk Hardjosubroto (1994), nilai ripitabilitas
mengambil keunggulan kambing Boer yang dikelompokkan kedalam kelas sedang apabila
memiliki kinerja pertumbuhan lebih tinggi nilainya 0,21 – 0,40.
daripada kambing PE. Kambing Boerawa G2 Ripitabilitas bobot umur 6 bulan kambing
diduga mampu menunjukkan kinerja Boerawa G1 sebesar 0,29 menunjukkan bahwa
pertumbuhan yang lebih tinggi daripada Boerawa keragaman bobot umur 6 bulan pada anak
G1 apabila mendapat kondisi lingkungan yang kambing Boerawa G1, sekitar 29% disebabkan
sesuai dengan kebutuhannya. oleh keragaman genetik total dan lingkungan
Hal tersebut sesuai dengan pendapat permanen sedangkan 71% disebabkan oleh
Sutama (2009) yang menyatakan bahwa kondisi keragaman lingkungan temporer. Ripitabilitas
lingkungan yang berbeda akan berpengaruh bobot umur 6 bulan pada kambing Boerawa G2
terhadap laju pertumbuhan ternak. Ternak yang sebesar 0,33 menunjukkan bahwa keragaman
hidup dalam lingkungan yang sama akan bobot umur 6 bulan pada Boerawa G2, 33%
memiliki laju pertumbuhan yang tidak jauh disebabkan oleh keragaman genetik total dan
berbeda. lingkungan permanen sedangkan 67% disebabkan
Bobot badan umur 6 bulan kambing oleh keragaman lingkungan temporer.
Boerawa G1 dan G2 hasil penelitian ini lebih Keragaman genetik total tersebut meliputi
tinggi daripada bobot badan umur 6 bulan keragaman genetik aditif, dominan, dan epistasis
kambing PE di Desa Ptaling Jaya yaitu 13,24 ± yang diwariskan dari induk dan tetua jantan
3,28 kg (Sulaksana, 2008) tetapi lebih rendah dengan proporsi masing-masing separuh bagian.
daripada kambing Boer umur 7 bulan. Bobot Keragaman lingkungan permanen merupakan ke-
kambing Boer jantan umur 7 bulan dilaporkan ragaman yang bukan disebabkan oleh genetik
oleh Lu (2005) yaitu 40 – 50 kg pada kambing tetapi berpengaruh terhadap keragaman kinerja
Boer jantan dan 35 – 45 kg pada kambing Boer individu selama hidupnya (Legates dan Warwick,
betina. Rata-rata bobot badan kambing Boerawa 1990; Warwick, dkk., 1990; Falconer dan
yang lebih tinggi daripada kambing PE Mackay, 1996).
disebabkan kambing Boerawa G1 dan G2 Estimasi ripitabilitas tersebut masing-
mewarisi genetik kambing Boer (masing-masing masing termasuk kelas sedang sehingga bobot
50% dan 75%) yang lebih unggul dalam kinerja umur 6 bulan dapat digunakan sebagai kriteria
pertumbuhan dibadingkan kambing PE. Bobot seleksi pada kelompok kambing Boerawa G1 dan
badan Boerawa G1 dan Boerawa G2 yang lebih Boerawa G2. Menurut Warwick, dkk., (1990),
rendah daripada kambing Boer diduga disebabkan suatu sifat dengan nilai parameter genetik
kandungan genetik kambing PE yang kinerja (heritabilitas, ripitabilitas, korelasi genetik)
pertumbuhannya lebih rendah daripada kambing sedang sampai tinggi dapat ditingkatkan melalui
Boer. Kambing Boerawa G1 dan Boerawa G2 seleksi individu. Seleksi untuk memilih induk
masing-masing mengandung genetik kambing PE dapat dilakukan berdasarkan nilai MPPA.
50% dan 25% sehingga sifat pertumbuhannya Nilai ripitabilitas bobot badan umur 6
tidak setinggi kambing Boer yang pertambahan bulan kambing Boerawa G1 (0,29) dan Boerawa
bobot tubuhnya mencapai 0,17 kg/ekor/hari G2 (0,33) hasil penelitian ini yang termasuk kelas
(Direktorat Pengembangan Ternak, 2004). Rata- sedang sesuai dengan hasil penelitian lain yang
rata bobot badan kambing Boerawa yang lebih menunjukkan bahwa estimasi ripitabilitas kinerja
tinggi daripada bobot badan kambing PE dan pertumbuhan semakin tinggi dengan semakin
lebih rendah daripada bobot badan kambing Boer tingginya umur ternak. Sulastri (2014)

26
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(1): 24-28, Februari 2016 Fitri Yuwanda et al.

melaporkan bahwa estimasi ripitabilitas bobot Nilai MPPA yang tidak berbeda nyata
lahir kambing Boerawa G1 (0,12 ± 0,01) dan antara Boerawa G1 dan Boerawa G2 disebabkan
Boerawa G2 (0,12 ± 0,05) paling rendah namun oleh nilai ripitabilitas umur 6 bulan yang sama-
semakin meningkat pada bobot sapih (Boerawa sama termasuk dalam kelas sedang. Selain itu,
G1 0,18 ± 0,01 dan Boerawa G2 0,16 ± 0,07), dan bobot umur 6 bulan anak Boerawa G1 (20,57 ±
paling tinggi pada bobot umur satu tahun 1,12 kg) tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan
(Boerawa G1 0,20 ± 0,04 dan Boerawa G2 0,21 ± anak kambing Boerawa G2 (22,70 ± 1,06 kg)
0,05). Oktora, dkk., (2007) melaporkan (Tabel 1). Menurut Hardjosubroto (1994), nilai
ripitabilitas bobot umur satu tahun kambing MPPA ditentukan oleh besarnya nilai estimasi
Boerawa G1 0,32. ripitabilitas sifat, rata-rata kinerja anak per
Menurut Sulastri (2014), Estimasi kelahiran per induk, dan rata-rata kinerja anak
ripitabilitas kinerja bobot umur satu tahun lebih dalam populasi induk yang diamati
tinggi daripada kinerja saat umur sapih. Hal Nilai MPPA induk Boerawa G1 yang
tersebut disebabkan semakin rendahnya pengaruh tidak berbeda nyata dengan induk Boerawa G2
keragaman lingkungan temporer sehingga yang disebabkan induk-induk Boerawa G1 yang
meningkatkan keragaman genetik total dan dijadikan sebagai tetua betina tidak dipilih
keragaman lingkungan permanen. Keragaman berdasarkan mutu genetiknya sehingga kinerja
lingkungan temporer yang rendah pada saat umur pertumbuhan Boerawa G2 yang merupakan
setahun disebabkan pada umur tersebut generasi keturunannya belum menunjukkan
keragaman kinerja pertumbuhan kambing sudah peningkatan.
tidak dipengaruhi oleh keragaman temporer yang Nilai MPPA bobot umur 6 bulan induk
berasal dari induk (maternal). Keragaman Boerawa G1 (20,57 kg) dan Boerawa G2 (22,70
lingkungan temporer yang diperoleh individu- kg) hasil penelitian ini berbeda dengan laporan
individu pada umur setahunan hanya berasal dari Sulastri (2010) bahwa rata-rata nilai MPPA bobot
manajemen pemeliharaan. sapih Boerawa G1 (21,51 kg) dan Boerawa G2
(22,57 kg) di lokasi yang sama. Perbedaan nilai
Nilai Most Probable Producing Ability Bobot tersebut disebabkan oleh perbedaan waktu
Anak Umur 6 Bulan pengamatan sehingga ternak yang diamati juga
berbeda walaupun pada bangsa kambing dan
Nilai Most Probable Producing Ability lokasi yang sama dan perbedaan kinerja
(MPPA) adalah suatu pendugaan secara pertumbuhan yang diamati. Kinerja pertumbuhan
maksimum dari kemampuan berproduksinya yang diamati dalam penelitian ini adalah bobot
seekor hewan betina yang diperhitungkan atas umur 6 bulan sedangkan Sulastri (2010)
dasar data performannya yang telah ada. Nilai melakukan pengamatan pada bobot sapih umur
MPPA digunakan sebagai dasar pemilihan betina 3 – 4 bulan.
untuk tetap dipertahankan atau disingkirkan Berdasarkan hasil perhitungan nilai MPPA
dalam populasi (Dakhlan dan Sulastri, 2003). induk kambing Boerawa G2 diketahui terdapat 10
Betina dengan nilai MPPA yang tinggi memiliki ekor induk dengan nilai MPPA terbaik yang
mutu genetik yang tinggi, hal ini berarti selanjutnya dapat dipilih sebagai ternak pengganti
kemampuan betina mewariskan potensi genetik (replacement stock). Induk kambing Boerawa G2
terhadap keturunannya sangat tinggi. yang terpilih yaitu induk-induk dengan kode JJ2
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata- (23,50 kg), DD3 (23,42 kg), LL1 (23,40 JJ2
rata nilai MPPA bobot umur 6 bulan induk (23,50 kg), DD3 (23,42 kg), LL1 (23,40 kg), JJ1
Boerawa G1 (20,57 ± 0,50 kg) tidak berbeda (P> (23,32 kg), BB3 (23,29 kg), GG1 (23,27 kg),
0,05) dengan induk Boerawa G2 (22,70 ± 0,53 AA1 (23,14 kg), EE2 (23,08 kg), AA2 (23,05 kg),
kg) (Tabel 2) yang berarti bahwa potensi genetik dan GG2 (23,05 kg).
induk Boerawa G1 tidak berbeda dengan induk
Boerawa G2.
SIMPULAN
Tabel 2. Nilai most probable producing ability
bobot umur 6 bulan induk Boerawa Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan
grade 1 dan Boerawa grade 2 bahwa:
1. Bobot umur 6 bulan anak kambing Boerawa
Boerawa (kg) G1 berbeda tidak nyata dengan bobot umur 6
grade grade Uji t- bulan anak kambing Boerawa G2 demikian
Uraian 1 2 student pula pada nilai MPPA bobot umur 6 bulan
Rata-rata MPPA 20,57 22,70 induk Boerawa G1 tidak berbeda nyata
MPPA tertinggi 21,69 23,50 P>0,05 terhadap Boerawa G2,
MPPA terendah 19,90 21,50 (ns) 2. Ripitabilitas bobot umur 6 bulan pada
Standar deviasi 0,50 0,53 Boerawa G1 (0,29) dan Boerawa G2 (0,33)
Keterangan: ns = nonsignifikan masing-masing termasuk kelas sedang

27
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(1): 24-28, Februari 2016 Fitri Yuwanda et al.

3. Sepuluh ekor induk Boerawa G2 yang http:studbook.co.za/boergoat/ value.html


memiliki nilai MPPA bobot anak umur 6 Diakses pada 21 Juli 2015
bulan tertinggi adalah JJ2 (23,50 kg), DD3 Oktora, R., A. Dakhlan, dan Sulastri. 2007.
(23,42 kg), LL1 (23,40 kg), JJ1 (23,32 kg), Estimasi parameter genetik sifat-sifat
BB3 (23,29 kg), GG1 (23,27 kg), AA1 (23,14 pertumbuhan kambing Boerawa di Desa
kg), EE2 (23,08 kg), AA2 (23,05 kg), dan Campang Kecamatan Gisting Kabupaten
GG2 (23,05 kg). Tanggamus. Kumpulan Abstrak. Jurusan
Produksi Ternak. Universitas Lampung.
Bandar Lampung
DAFTAR PUSTAKA Sulaksana, I. 2008. Pertumbuhan anak kambing
Peranakan Etawah (PE) sampai umur 6
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan bulan di pedesaan. Jurnal Ilmu-ilmu
Kabupaten Tanggamus. 2014. Populasi Peternakan IX (3):112 - 117
ternak kecil menurut kecamatan di Sulastri. 2010. Genetic potency of weaning
Kabupaten Tanggamus. Dinas Peternakan weight of Boerawa F1, Backcross 1 and
dan Kesehatan Hewan Kabupaten Backross 2 does at Village Breeding
Tanggamus. Lampung Centre, Tanggamus Regency, Lampung
Direktorat Pengembangan Ternak. 2004. Laporan Province. Proceeding of The 5th
intensifikasi usaha ternak kambing di International Seminar on Tropical Animal
Propinsi Lampung. Production : 556 – 560
http://www.disnakkeswan-Lampung.go.id. Sulastri. 2014. Karakteristik Genetik Bangsa-
/publikasi/bplm. Diakses pada 21 Januari bangsa Kambing di Provinsi Lampung.
2015 Disertasi. Program Pascasarjana. Fakultas
Edey, T. N. 1983. Tropical Sheep and Goat Peternakan. Universitas Gadjah Mada.
Production. Australia University Yogyakarta
International. Canberra Sulastri dan D. A. Sukur. 2015. Evaluasi kinerja
Falconer, R. D. and T. F. C. Mackay. 1996. wilayah sumber bibit kambing Saburai di
Introduction to Quantitative Genetics. Kabupaten Tanggamus. Prosiding Seminar
Longman, Essex. United Kingdom Nasional Sains & Teknologi VI:282 -290
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Sutama, I. K. 2009. Panduan Lengkap Kambing
Ternak di Lapangan. PT Grasindo. Jakarta dan Domba. Penebar Swadaya. Jakarta
Legates, E. J. and E.J Warwick. 1990. Breeding Warwick, E. J., J. M. Astuti, dan W.
and Improvement of Farm Animals. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan Ternak.
McGraw Hill. Publishing Company. Gadjah Mada University Press.
London Yogyakarta
Lu, C. D. 2005. Boer Goat Production: Progress
and Perspective.

28

Вам также может понравиться