Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Introduksi Gen Osdep1 ke dalam
Tanaman Padi Varietas Ciherang, Nipponbare, dan Kasalath melalui Perantara
Agrobacterium tumefaciens adalah karya saya dengan komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Bioteknologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Aris Tjahjoleksono, DEA
Judul Tesis : Introduksi Gen Osdep1 ke dalam Tanaman Padi Varietas Ciherang,
Nipponbare, dan Kasalath melalui Perantara Agrobacterium
tumefaciens
Nama : Ruth Maduma Dewiningsih Sianturi
NIM : P051090071
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA. Dr. Tri Joko Santoso, SP. MSi.
Ketua Anggota
Diketahui,
Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Agr.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyusun tesis dengan judul “Introduksi Gen Osdep1 ke
dalam Tanaman Padi Varietas Ciherang, Nipponbare, dan Kasalath melalui Perantara
Agrobacterium tumefaciens”.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA, dan
Dr. Tri Joko Santoso, SP. M.Si, selaku komisi pembimbing yang telah
mengarahkan dan membimbing penulis baik dalam proses penelitian maupun
penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada
seluruh peneliti dan staf Laboratorium Biologi Molekular BB-Biogen Cimanggu
Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan
penelitian ini. Terimakasih kepada Ibu Atmitri, Ibu Aniversari, Ibu Nur, Pak Heri,
Pak Umar, Pak Asep, dan seluruh BB-Biogen Family: Dewi Praptiwi, Falin
Fakhrina, Ibu Sesanti, Happy, Fina, Taufan, Obosh, Reza, mba Ida, Anggun, Ade,
Gitaw, Sekar, Rizki, Dina, Retno, Safia, Alifah yang telah memberikan semangat
dan keceriaan pada penulis.
Penulis juga mengucapkan terimakasih untuk keluarga tercinta, Mama dan
Papa atas kasih sayang, cinta, dukungan, nasihat, dan doa yang tak hentinya
dicurahkan kepada penulis. Terimakasih disampaikan untuk ibu Ridho Kurniaty,
Kak Ellya, teman-teman BTK 2009 dan 2010, teman-teman PBT 2008 dan 2009,
teman-teman Fitopatologi 2009, serta teman-teman guru sekolah minggu dan cool
DM GBI Gd. Lautan, teman-teman Wisma Flora, teman-teman GSP (Gita Swara
Pascasarjana) atas segala dukungan, ide, nasihat dan doanya. Semoga karya ilmiah
ini bermanfaat.
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
Manfaat Penelitian ............................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA
Padi .................................................................................................... 5
Perkembangan Transformasi Genetik pada Padi ............................... 6
Gen DEP1 .......................................................................................... 8
SIMPULAN ................................................................................................. 29
SARAN ........................................................................................................ 29
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tabel 1 Data luas lahan, produksi, dan produktivitas padi nasional (2006–2011)
Luas Panen Produksi Padi Produktifitas Padi Sawah Laju Produksi
Tahun
(ha) Sawah Nasional (ton) Nasional (Ku/ha) (%)
2006 11 786 430 54 454 937 46.20 0.55
2007 12 147 637 57 157 435 47.05 4.72
2008 12 327 425 60 325 925 48.94 5.25
2009 12 883 576 64 398 890 49.99 6.32
2010 13 253 450 66 469 394 50.51 3.11
2011 13 203 643 65 756 904 49.80 1.08
Sumber: Badan Pusat Statistik 2012
Gambar 1 Peta genetik DEP1 pada kromosom padi nomor 9 (Huang et al. 2009).
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Padi
biasa LBA 4404, dan vektor biner p1G121Hm yang disisipkan ke dalam A.
tumefaciens super virulen EHA101. Keberhasilan tersebut didukung dengan
penggunaan kalus embriogenik, penambahan senyawa asetosiringon dan kondisi
pH yang rendah untuk mengaktifkan gen-gen vir dari A. tumefaciens.
Penambahan asetosiringon dapat membantu keberhasilan transformasi
menggunakan vektor Agrobacterium tumefaciens pada tanaman monokotil seperti
tanaman padi. Senyawa ini diketahui berhasil menginduksi terekspresinya gen-gen
vir pada plasmid Ti (Hiei et al. 1994; Saharan et al. 2004; Rahmawati 2006).
Penambahan asetosiringon dapat meningkatkan keberhasilan efisiensi
transformasi tanaman monokotil seperti pada tanaman tebu (Fitranty et al. 2003;
Wulandari 2005), tanaman jagung (Utomo 2005), dan tanaman Anggrek (Pambudi
2009). Penambahan asetosiringon sangat penting untuk transformasi tanaman padi
karena tanaman padi yang termasuk monokotil yang tidak menghasilkan senyawa
asetosiringon. Konsentrasi senyawa asetosiringon yang optimum dan umum
digunakan untuk transformasi genetik pada tanaman monokotil menggunakan
Agrobacterium adalah 100 µM (Fitranty et al. 2003).
Terdapat dua kelompok besar tanaman padi budidaya yaitu subspesies
indica dan japonica. Padi indica ditanam dan dikonsumsi secara luas di dunia
termasuk di Indonesia. Oleh karena itu transfer gen pada tanaman padi tidak
hanya terbatas pada kelompok japonica tetapi juga untuk padi varietas elit
kelompok indica. Informasi keberhasilan transformasi genetik pada padi indica
masih terbatas. Padi indica sulit ditransformasi karena umumnya sensitif terhadap
kultur jaringan dan kurang responsif jika ditransformasi (Maftuchah 2003; Lin &
Zhang 2005; Purnamaningsih 2006; Mulyaningsih et al. 2010).
Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan efisiensi transformasi padi
indica antara lain dengan pemilihan jaringan sebagai material awal yang
digunakan. Ketepatan pemilihan jaringan/eksplan dan waktu transformasi dapat
mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk mendapatkan tanaman transgenik
(Hiei & Komari 2006; Toki et al. 2006). Eksplan tersebut dapat berupa skutelum
benih yang membentuk kalus embriogenik (Rames et al. 2009), skutelum benih
secara in planta (Supartana et al. 2005), benih (Toki et al. 2006) dan embrio
zigotik muda (Hiei & Komari 2006). Eskplan berupa embrio zigotik muda
8
merupakan kumpulan sel meristem yang aktif membelah. Oleh karena itu, metode
transformasi menggunakan eksplan embrio zigotik muda merupakan teknik
transformasi yang baik untuk padi c(Mulyaningsih 2011). Transformasi secara in
planta menggunakan eksplan berupa skutelum benih yang dilakukan oleh
Supartana et al. (2005) dapat menghasilkan tanaman transgenik dalam waktu yang
singkat.
Saat ini berbagai kultivar tanaman padi telah berhasil ditransformasi
menggunakan Agrobacterium. Ashikari et al. (2005) mengintroduksikan gen yang
meregulasi sitokinin oksidase ke dalam padi indica varietas Habataki dan ke
dalam padi japonica varietas Koshihikari. Supartana et al. (2005) melakukan
transformasi secara in planta menggunakan Agrobacterium tumefaciens strain
LBA-4404 pada padi Koshihikari. Mulyaningsih et al. (2010) berhasil
mengintroduksikan gen regulator HD-Zip pada padi indica kultivar Batutegi dan
Kasalath. Gen HD-Zip merupakan salah satu faktor transkripsi yang terkait
dengan adaptasi perkembangan tanaman terhadap cekaman kekeringan. Gen
isopentenyltransferase (ipt) berhasil diintroduksikan ke dalam genom padi kultivar
Nipponbare (Wagiran et al. 2010). Isopentenyltransferase berperan sebagai
katalisator dalam jalur biosintesis sitokinin tanaman padi, sehingga memberikan
pengaruh terhadap tinggi tanaman, panjang malai, jumlah biji per malai pada
tanaman padi (Wagiran et al. 2010).
Gen DEP1
Perbaikan arsitektur malai tersebut meliputi panjang malai, jumlah cabang primer
per malai, ukuran bulir, rasio set biji, kepadatan malai, dan ketegakan malai.
Huang et al. (2009) berhasil mengklon gen DEP1 yang terdapat dalam
lokus DEP1. Lokus DEP1 merupakan lokus yang bertanggungjawab terhadap tiga
karakter tanaman padi, yaitu kepadatan malai, jumlah bulir per panikula, dan
ketegakan panikula.
Penelitian terkait karakter malai yang tegak pada tanaman padi telah
dilakukan, namun hasil yang diperoleh masih terbatas. Gen dominan dan resesif
diketahui berpengaruh terhadap karakter malai padi yang tegak. Alel dominan
yang terdapat pada lokus DEP1 merupakan mutasi gain-of-function yang
menyebabkan pemotongan phosphatidylethanolamine-binding protein-like
domain protein, suatu protein pengontrol pergantian morfologis antara
pertumbuhan tunas dan struktur bunga pada tanaman. Efek alel tersebut
menyebabkan reduksi panjang internodus inflorensia, dan peningkatan jumlah
bulir per malai sehingga terjadi peningkatan hasil bulir padi. Dengan demikian
DEP1 (Dense and Erect Panicle 1) bertanggung jawab terhadap tiga bentuk
ekspresi yaitu densitas panikula, jumlah bulir per panikula yang tinggi dan
panikula yang tegak (Huang et al. 2009).
Selain gen DEP1, gen yang diidentifikasi terkait dengan peningkatan
jumlah bulir per malai dan sifat panikula yang tegak pada tanaman padi adalah
gen Gn1a dan EP2. Ashikari et al. (2005) melaporkan bahwa gen Gn1a
merupakan gen yang mengaktifkan enzim cytokine oxidase yang berperan dalam
mendegradasi fitohormon sitokinin sehingga merangsang pembentukan organ
reproduksi (malai). Jumlah bulir pada tanaman padi transforman Gn1a mencapai
21% lebih banyak daripada jumlah bulir pada tanaman padi kontrol
(nontransgenik).
Gen EP2 terletak pada kromosom padi nomor 7 dan diekspresikan pada
berkas pembuluh. Mutasi loss-of-function gen tersebut menyebabkan fenotip
malai tegak pada tanaman padi. Lokus EP2 merupakan lokus yang berperan
dalam mengkode protein EP2 yang terletak di retikulum endoplasma, namun
fungsi biokimiawinya belum diketahui (Zhu et al. 2009).
10
11
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Januari 2011 sampai dengan Maret
2012 di Laboratorium Biologi Molekular, Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB BIOGEN).
Bahan
RB LB
NOS-pro HPTII (KanR) NOS-ter CaMV35s pro OsDep1 NOS-ter
Gambar 2 Peta fisik daerah T-DNA dari plasmid pC1301-Osdep1 yang membawa
gen Osdep1 dan gen ketahanan terhadap antibiotik higromisin (HPTII)
(Santoso et al. 2010).
Metode
embrio muda dengan mengikuti prosedur Hiei dan Komari (2008). Transformasi
genetik secara in vitro dilakukan secara bertahap melalui: a) penanaman padi
sebagai sumber eksplan, b) Persiapan bakteri A. tumefaciens dan eksplan, c)
induksi kalus embriogenik, d) regenerasi kalus dan induksi perakaran, e)
aklimatisasi.
a. Penanaman padi sebagai sumber eksplan
Benih-benih padi dari tiga varietas Nipponbare, Kasalath, dan Ciherang
dikecambahkan pada cawan petri yang dilapisi dengan kertas saring [Advantec
Toyo] basah selama 2 minggu. Kecambah-kecambah padi kemudian dipindahkan
ke bak berisi tanah selama 2 minggu dan selanjutnya dipindah ke ember berisi
tanah dan dipelihara sampai menghasilkan biji belum masak yang akan digunakan
sebagai eksplan untuk transformasi. Eksplan yang digunakan adalah embrio muda
berumur 8-12 hari setelah penyerbukan (antesis).
b. Persiapan bakteri Agrobacterium tumefaciens dan eksplan
Satu koloni A. tumefaciens yang mengandung vektor pCambia1301-
Osdep1 [CambiaLabs] ditumbuhkan pada media YEP cair terdiri dari 10 g
BactoTMpepton [Difco], 5 g NaCl [Merck], 10 g bacto yeast extract [Difco] yang
mengandung antibiotik 75 mg/L karbenisilin [Sigma] dan 100 mg/L kanamisin
[Sigma] selama semalam pada inkubator bergoyang pada kecepatan 200 rpm
[Labline Shaker Orbit] dengan suhu 28 oC. Selanjutnya 500 µL dari kultur
tersebut ditumbuhkan pada media AB padat (0.5 g glukosa, 1.5 g BactoTMAgar
[Difco], 5 mL AB buffer, 5 mL AB salt) yang mengandung antibiotik karbenisilin
[Sigma] 75 mg/L dan kanamisin [Sigma] 100 mg/L, selama 3 hari pada suhu 28
o
C. Kultur Agrobacterium kemudian dilarutkan pada media ko-kultivasi cair, yaitu
media dasar R2 (100 mL R2 makro 1, 100 mL R2 makro 2, 10 mL FeNaEDTA, 1
mL R2 mikro, 25 mL vitamin R2) dengan penambahan 2.5 mg/L 2.4-D [Merck],
10 g/L glukosa, dan 100 µM asetosiringon [Sigma], dengan pH 5.2. Kerapatan
bakteri yang digunakan adalah 0.3 pada panjang gelombang 600 nm.
Persiapan eksplan embrio muda dimulai dari pemanenan biji padi yang
belum masak. Kulit biji dikuliti dan disterilisasi dengan 100 mL ethanol [Merck]
70% selama 10 detik, kemudian dipindahkan ke larutan sodium hipoklorit
[Bayclin] 0.78% yang telah ditetesi tween 20 (1 tetes per 50 mL). Selanjutnya
13
dikocok selama 5 menit dan larutannya dibuang. Biji dibilas dengan aquades steril
sebanyak 5 kali, dan dikeringkan menggunakan kertas saring pada cawan petri.
Padi steril dipencet menggunakan pinset untuk mengeluarkan embrionya, dan
ditanam di media kokultivasi (media A201, yaitu media dasar NB dengan
penambahan 2 mg/L 2.4D [Merck], 2 mg/L NAA [Sigma], 1 mg/L BAP [Sigma],
dan 19.62 mg/1 asetosiringon [Sigma] dalam 1 mL DMSO [Sigma], pH 5.2)
dengan skutela menghadap ke atas. Suspensi A. tumefaciens diteteskan pada
masing-masing embrio yang belum masak. Embrio yang diinfeksi A. tumefaciens
diinkubasi selama 7 hari pada suhu 25 oC dalam kondisi gelap.
c. Induksi kalus embriogenik
Setelah ko-kultivasi, tunas yang memanjang dibuang dari embrio dengan
menggunakan skalpel. Embrio dibersihkan dari media ko-kultivasi menggunakan
kertas saring steril yang ditempelkan pada Embrio. Embrio dipindahkan ke
medium induksi kalus dan diinkubasi selama 5 hari. Media induksi kalus (A202)
yang digunakan adalah media dasar NB dengan penambahan 1 mg/L 2.4D
[Merck], 1 mg/L NAA [Sigma], 0.2 mg/L BAP [Sigma], 250 mg/L cefotaxim
[Duchefa], dan 100 mg/L vankomisin [Calbiochem] dengan pH 5.8. Kalus
dipindahkan ke medium induksi kalus yang mengandung 50 mg/L higromisin
[Higromisin B, Roche] dengan pH 5.8 (A203) dan diinkubasi selama 3 minggu.
Kalus-kalus tahan dipindahkan ke medium yang sama dan diinkubasi selama 10
hari. Kalus-kalus yang tahan dan menunjukkan tanda-tanda embriogenik
dipindahkan ke media regenerasi dan dinkubasi selama 10 hari.
d. Regenerasi kalus dan induksi perakaran
Kalus yang embriogenik dipindahkan ke media regenerasi (A204) yaitu
media dasar MS dengan penambahan 2 mg/L kinetin [Sigma], 5 mg/L NAA
[Sigma], 250 mg/L cefotaksim [Duchefa], 100 mg/L vankomisin [Calbiochem],
dan 50 mg/L higromisin [Higromisin B, Sigma], dan ditempatkan di dalam ruang
kultur pada suhu 28 oC dengan penyinaran 1000 lux selama 16 jam tiap hari.
Kalus dipindahkan ke media regenerasi setiap 2 minggu hingga terbentuk tunas.
Tunas diakarkan dalam media perakaran (A205) yaitu media dasar MS dengan
penambahan 2 mg/L kinetin [Sigma], 1 mg/L NAA [Sigma], 250 mg/L
cefotaksim [Duchefa], 100 mg/L vankomisin [Calbiochem], dan 50 mg/L
14
pada 80 volt selama 35 menit [Biorad]. Gel direndam dengan Ethidium Bromida
[Merck] (0.5 mg/L) selama 5 menit kemudian direndam di air selama 5 menit.
Pita-pita DNA hasil elektroforesis divisualisasi dengan perangkat Chemidoc gel
system [Biorad].
Tabel 3 Jumlah eksplan yang membentuk kalus dan beregenerasi dari embrio
muda dari varietas padi Ciherang, Nipponbare, dan Kasalath yang
diinfeksi oleh A. tumefaciens
Jumlah Kalus Jumlah
Kalus tahan Kalus Jumlah Efisiensi
Varietas embrio yang tanaman
higromisin beregenerasi planlet transformasi
muda terbentuk transgenik
Ciherang 180 70 20 (11.11) 0 0 0 0
Nipponbare 192 110 33 (17.18) 11 7 3 (1.56)
Kasalath 159 68 0 0 0 0 0
Keterangan: angka dalam kurung menunjukkan persentase
20
(a) (b)
Gambar 4 Kalus yang ditumbuhkan pada media yang mengandung 50 mg/L
higromisin. (a) kalus yang tahan, (b) kalus yang tidak tahan.
(a) (b)
Gambar 5 Regenerasi tunas dari kalus. (a) embrio somatik, (b) tunas hasil
regenerasi dari embrio somatik.
21
Dari tiga varietas yang diko-kultivasi dengan A. tumefaciens tidak satupun kalus
dari padi indica yang beregenerasi membentuk tunas, walaupun varietas Ciherang
menghasilkan jumlah kalus yang tahan higromisin sebesar 11.11% (Tabel 3).
Hanya kalus dari padi japonica (Nipponbare) yang menghasilkan tunas transgenik
putatif. Dari 11 tunas transgenik putatif yang berhasil diregenerasi, hanya 7 tunas
yang mampu membentuk tanaman transgenik putatif.
Analisis PCR terhadap 7 tanaman transgenik putatif menunjukkan bahwa
3 tanaman adalah transgenik yang mengandung gen hpt, sedangkan 4 tanaman
lainnya tidak mengandung transgen hpt (Gambar 7). Hasil PCR dengan primer
gen hpt diketahui adanya tanaman transgenik putatif yang tidak membawa gen
hpt. Hal ini kemungkinan terjadi kalus escape, dimana kalus lolos pada media
yang mengandung agen seleksi higromisin 50 mg/L tetapi tidak membawa gen
hpt. Lolosnya tanaman nontransgenik di media seleksi ini kemungkinan diduga
akibat terjadinya degradasi antibiotik higromisin dalam media seleksi yang
dipergunakan, dan tanaman terhindar dari agen seleksi karena tidak semua bagian
kalus terbenam di dalam media. Berdasarkan tanaman transgenik yang membawa
gen hpt, efisiensi transformasi genetik pada padi varietas Nipponbare adalah
1.56%.
M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 P
1000 bp
650 bp
500 bp 500 bp
100 bp
Gambar 7 Analisis integrasi gen hpt di dalam tanaman transgenik putatif dengan
PCR. Lajur M = Penanda DNA Ladder 1 kb plus (Invitrogen), lajur 1-
7 = DNA tanaman putatif transgenik, lajur 8 = air, lajur 9: DNA
tanaman nontransgenik, dan lajur P = plasmid rekombinan pCAMBIA-
Osdep1.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 P M
1000 bp
650 bp
500 bp
100 bp
Gambar 8 Analisis PCR menggunakan primer spesifik gen hpt terhadap tanaman
padi varietas Ciherang hasil transformasi in planta. Lajur 1-7 = DNA
tanaman Ciherang pada media ½ MS, lajur 8 = DNA tanaman
Ciherang pada media ½ MS+Higromisin 40 mg/L, lajur 9-10 = DNA
Ciherang pada media ½ MS+Higromisin 30 mg/L, lajur 11 = air, lajur
12 = DNA tanaman Ciherang nontransgenik, lajur P = plasmid
rekombinan pCAMBIA-Osdep1, dan lajur M = penanda DNA Ladder
1 kb plus (Invitrogen).
Tabel 5 Jumlah tanaman positif PCR dan efisiensi transformasi secara in planta
padi Ciherang, Nipponbare, dan Kasalath
∑ benih awal ∑ transforman positif Efisiensi transformasi
Varietas
transformasi PCR (%)
Ciherang 100 2 2
Nipponbare 100 - -
Kasalath 100 3 3
planta ini yaitu galur no. 1 (Ciherang-Osdep1-1) dan galur no. 2 (Ciherang-
Osdep1-2). Salah satu kelemahan teknik transformasi secara in planta adalah
terbentuknya tanaman khimera (Supartana et al. 2005). Oleh karena itu, untuk
membuktikan bahwa tanaman-tanaman transgenik yang diperoleh melalui
transformasi secara in planta adalah tanaman transgenik yang tidak khimera maka
dilakukan analisis pewarisan transgen.
Analisis pewarisan transgen dilakukan pada galur padi transgenik generasi
T1 Kasalath-Osdep1-4 dan Kasalath-Osdep1-8. Alasan digunakan dua galur ini
adalah karena galur tersebut menghasilkan cukup banyak benih T1 sehingga
memudahkan di dalam melakukan analisis pewarisan. Benih-benih T1 dari kedua
galur tersebut ditumbuhkan pada media MS (Murashige-Skoog) yang
mengandung higromisin 40 mg/L. Konsentrasi ini merupakan konsentrasi yang
digunakan untuk penapisan awal pada transformasi secara in planta. Hasil uji
resistensi kecambah padi varietas Kasalath nontransgenik dan populasi turunan
dari Kasalath-Osdep1 terhadap higromisin disajikan pada tabel 6.
SIMPULAN
Gen hpt telah berhasil masuk ke dalam genom tanaman padi Nipponbare
dengan metode in vitro menggunakan eksplan embrio muda. Selain transformasi
secara in vitro, gen hpt telah berhasil masuk ke dalam genom padi varietas
Kasalath melalui metode in planta walaupun dengan efisiensi yang rendah.
Transgen hpt di dalam tanaman padi Kasalath transgenik telah diwariskan kepada
generasi berikutnya walaupun tidak mengikuti hukum mendel.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Aryani AT. 2011. Transformasi gen Osdep1-Tc (Oryza sativa dense and erect
panicle1-Truncated) ke kalus padi cv. Taipei 309 menggunakan
Agrobacterium tumefaciens [skripsi]. Depok: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
Ashikari et al. 2005. Cytokinin oxidase regulates rice grain production. Science
309:741-745.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Luas Panen, Produktivitas, Produksi Tanaman
Padi Provinsi Indonesia. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?eng=0. [15
Maret 2012].
Cate HT, Ennik E, Roest S, Ramulu KS, Dijkhuis P. 1988. Effect of in vitro
differentiation of genetic stability in potato. Theor Appl Genet 75:452-459.
Christou P, Ford TL, Kofron M. 1991. Production of transgenic rice (Oryza sativa
L.) plants from agronomically important indica and japonica varieties via
electric discharge particle acceleration of exogenous DNA into immature
zygotic embryos. Biotechnology 9:957-966.
Doyle JJ, Doyle JL. 1991. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12:13-
15.
Huang et al. 2009. Natural variation at the DEP1 locus enhances grain yield in
rice. Nature Genetic 41:494-497.
Kojima et al. 2000. Note development of a simple and efficient method for
transformation of Buckwheat plant (Fagopyrum esculentum) using
Agrobacterium tumefaciens. Agrosci Biotechnol Biochem 64:845-847.
Kolesnik et al. 2004. Establishing an efficient Ac/Ds tagging system in rice: large
scale analysis of Ds flanking sequences. The Plant Journal 37:301-314.
Lin YJ, Zhang Q. 2005. Optimising the tissue culture conditions for high
efficiency transformation of indica rice. Plant Cell Rep 23:540-547.
Maftuchah. 2003. Transformasi genetik padi indika dengan gen cryIA(b) dan
cryIB menggunakan Agrobacterium tumefaciens untuk ketahanan terhadap
hama penggerek batang kuning (Scirpophaga incertulas walker.).
[disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Mok MC, Mok DWS, Tuner JE, Mujer CV. 1987. Biological and biochemical
effects of cytokinin-active phenylurea derivative in tissue culture systems.
HortScience 22:1194-1197.
Piao et al. 2009. Map-based cloning of the ERECT PANICLE3 gene in rice.
Theory Application Genetic 119:1497-1506.
Slamet Loedin IHS. 1994. Transformasi genetik pada tanaman: beberapa teknik
dan aspek penting. Hayati 1:66-67.
Smith CW, Dilday RH. 2002. Rice: origin, history, technology and production.
Willey & Sons Inc. New Jersey. 627 hlm.
Toki et al. 2006. Early infection of scutellum tissue with agrobacterium allows
high-speed transformation of rice. Plant J 47:969-976.
Zhu et al. 2009. Erect Panicle2 encodes a novel protein that regulates panicle
erectness in indica rice. Genetics Scociety of America 184:343-350.
35
LAMPIRAN
36
37