Вы находитесь на странице: 1из 10

ARTIKEL

ERADIKASI POLIO DAN


IPV (INACTIVATED POLIO VACCINE)

Gendrowahyuhono,* Herna Harianja,* Nancy Dian Anggraini,** NovUia Syafri Bachtiar*

POLIO ERADICA TION AND


IPV(INACTIVED POLIO VACCINE)

Abstract
In the year 1988, World Health Organization (WHO) claims that polio viruses should be eradicated
after year 2000. However, until year 2010 the world have not been free from polio viruses circulation.
So many effort had been achieved and it is estimated that the world will be free from polio virus after
the year 2013. Control of poliomyelitis in Indonesia has been commenced since 1982 with routine
immunization of polio program and the National Immunization Days (NID) has been commenced since
1995,1996,2005 and 2006. When the world is free from polio virus, WHO suggests several alternative
effort to maintain the world free from polio viruses : 1) stop the OPV (Oral Polio Vaccine) and no polio
immunization, 2) stop OPV and stock pile mOPV (monovalent OPV), 3) use OPV and IPV (Inactivated
Polio Vaccine) in a certain times, 4) use IPV only in a certain times. IPV has been used routinely in
develop countries but has not been used in the developing countries. Several studies in development
countries has been conducted, but had not been done in the developing countries. Indonesia
collaboration with WHO has conducted the study of IPV in Yogyakarta Province since year 2002 until
year 2010. The overall aim of the study is to compile the necessary data that will inform global and
national decision-making regarding future polio immunization policies for the OPV cessation era. The
data generated from the study will be particularly important to make decisions regarding optimal IPV
use in developing tropical countries. It is unlikely that this data can be assembled through other means
than through this study. The tentative result of the study shows that OPV immunization coverage in the
year 2004 is 99% in four district and 93 % in the Yogyakarta city. Environment surveillance shows that
there are 65.7% polio virus detected from 137 sewage samples pre IPV swich, and 4.8% polio virus
detected from 83 sewage samples post IPV swich. Survey polio antibody serologis shows that 100% of
children of the study already have antibody against three types ofpolioviruses. From the result of the
study conclude that the study can be continued untill the data can answer the question whether IPV is
the only vaccine which can be use after OPV cessation.

Key words: eradikasi, polio

Pendahuluan Virus polio telah menyebar di seluruh dunia

P
oliomyelitis adalah penyakit menular, termasuk Indonesia. Tahun 1988 WHO
disebabkan oleh infeksi virus polio, mencanangkan dunia bebas polio pada tahun 2000,
akan teta
terutama menyerang pada anak-anak, Pi sampai saat ini secara global dunia
dapat menyebabkan kelumpuhan dan kematian. belum bisa bebas polio karena banyak negara
yang masih mempunyai

*Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta.


**Dit.Jen.Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta.
***PT.Bio Farma, Bandung.

Media Litbang Kesehatan Volume XXNomor 4 Tahun 2010 149


kasus poliomyelitis seperti India, Pakistan, pada tahun 1998 dilakukan mop up di 5
Afganistan, Nigeria dll. Negara-negara di wilayah Kecamatan di Papua, tahun 1999 Bulan imunisasi
Amerika, Eropa dan Asia Pasifik telah dinyatakan anak sekolah polio dari kelas III sampai VI SD
bebas polio oleh WHO, sedangkan untuk wilayah secara Nasional. Tahun 2000 dilaksanakan subpin
Asia Tenggara dan Afrika masih belum bebas. di 5 propinsi yaitu ; Papua, Maluku, NTT, Maluku
Diharapkan pada tahun 2013 dunia bisa bebas Utara & NAD. Tahun 2001 subpin di 10
virus polio.1'2'3 Kabupaten di 5 Propinsi. Semenjak tahun 1995
Pencegahan dan pemberantasan virus polio tidak ditemukan lagi infeksi virus Polio liar yang
sebenaraya sangat mudah karena sudah ada vaksin asli dari Indonesia (indigenous wild Polio virus).6
yang sangat bagus dan efektif yaitu vaksin polio b) KLB polio tahun 2005
oral (OPV) dan vaksin polio inaktif (IPV), dan Selama 10 tahun Indonesia telah bebas
hanya manusia satu-satunya reservoire untuk Polio, tetapi pada bulan Maret 2005 dilaporkan
penyebaran virus polio. Penyebaran virus polio adanya penderita Polio di Desa Girijaya,
melalui fecal-oral Anak yang terinfeksi virus Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa
polio mengekskresi virus polio melalui feces Barat. Setelah dilakukan pemeriksaan virologis di
selama 14 hari, tetapi dapat juga ditemukan Laboratorium Virologi Bio Farma dan
sampai 30 hari meskipun kemungkinannya sangat Laboratorium Virologi Rujukan WHO di Mumbai
kecil. OPV biasa digunakan di negara ber- India, diketahui bahwa virus yang ditemukan pada
kembang karena harganya terjangkau dan mudah penderita Polio di Cidahu adalah virus import
pemberiannya, sedangkan IPV biasa digunakan di strain Nigeria yang masuk ke Indonesia melalui
negara maju karena efektivitasnya tinggi, tidak jalur Timur Tengah (Yaman, Arab Saudi). Hal ini
menimbulkan masalah kelumpuhan pada dimungkinkan karena kemajuan transportasi dan
penerima vaksin (VAPP=vaccine associated tingginya mobilitas manusia.
paralytic poliomyelitis).4'5 Ditemukannya kasus Polio liar di Cidahu,
pada bulan maret 2005, dinyatakan sebagai
Sejarah pengendalian polio di Indonesia Kejadian Luar Biasa (KLB). Untuk mengatasi
penyebaran virus Polio liar berlanjut, telah
a) PIN 1995-1997
dilakukan upaya sebagai berikut:
Pengembangan Program Imunisasi di
1. Di daerah terjangkit dilakukan OKI
Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1977.
(Outbreak Response Immunization): yaitu
Imunisasi Polio masuk dalam Program Imunisasi
suatu upaya untuk segera memberikan
di Indonesia pada tahun 1982. Cakupan imunisasi
perlindungan terhadap anak disekitar
rutin Polio tidak pernah mencapai 100%, dan
penderita agar tidak menderita kelumpuhan.
masih ditemukan virus polio liar indigenous,
dengan kasus terakhir ditemukan pada tahun 1995. 2. Melakukan Mopping Up: yaitu suatu upaya
Dalam rangka melindungi seluruh balita dan yang dilakukan untuk menyetop penyebaran
mencapai target eradikasi polio maka diperlukan virus Polio liar dengan jangkauan daerah
upaya tambahan untuk menjangkau bayi dan yang lebih luas (daerah penyangga).
anak-anak yang luput dari pemberian imunisasi Walaupun telah dilakukan OKI pada bulan
rutin Polio. Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan April dan Mopping Up pada bulan Mei dan
mop-up merupakan kegiatan imunisasi tambahan Juni 2005, namun karena masih muncul
untuk memutus penyebaran virus polio liar. PIN kasus Polio di beberapa propinsi (Banten,
maupun mop-up tidak dapat menggantikan Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, Riau,
imunisasi rutin. Oleh sebab itu walaupun anak NAD, Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
sudah mendapatkan PIN lebih 4 kali, imunisasi Jawa Timur, OKI Jakarta) akibat tingginya
rutin tetap harus diberikan. mobilitas manusia, maka dilakukan PIN.
Pada kegiatan PIN, seluruh balita baik yang 3. Pekan Imunisasi Nasional (PIN): adalah
sudah pernah mendapatkan imunisasi Polio rutin upaya yang dilakukan secara nasional
maupun yang belum, diberikan 2 tetes vaksin dengan memberikan imunisasi kepada
Polio Oral pada putaran pertama dan 2 tetes lagi seluruh Balita di Indonesia. Setiap PIN
pada putaran berikutnya. Di Indonesia, PIN telah dilakukan sebanyak 2 putaran, berselang
dilakukan pada tahun 1995, 1996, 1997. Selain itu minimal satu bulan. Pada tahun 2005 telah

150 Media Litbang Kesehatan Volume XXNomor 4 Tahun 2010


dilakukan PIN sebanyak 3 kali yaitu pada OPV diberikan secara oral, sedangkan IPV secara
bulan Agustus, September dan November injeksi.
dengan cakupan 95%, 97% dan 98,1%. a.l. Kelebihan dan kekurangan dari
Berdasarkan kajian epidemiologis yang penggunaan OPV.
dilakukan para pakar dalam dan luar negeri
Kelebihan dari OPV:
(WHO) maka pada tahun 2006 Indonesia
diharuskan untuk melakukan Sub-PIN di 57 1. Harga terjangkau
Kabupaten di 6 Propinsi yang terjangkit Polio, 2. Mudah cara pemberiannya
yaitu pada tanggal 30 Januari 2006, serta 3. Dapat mengimunisasi secara alami kepada
PIN ke-4 dan ke-5 pada tanggal 27 Februari anak yang kontak dengan penerima vaksin.
2006 dan 12 April 2006 dengan cakupan
4. Menimbulkan mocosal immunity pada
masing-masing 95%.
intestinum dan oropharyng (25% anak
mengekskresi virus "challenge").
Sejak pertama ditemukan kasus index, vims
menyebar dengan cepat dan jumlah anak yang 5. Memberikan kekebalan humoral seumur hidup.
terinfeksi terus meningkat, hingga akhir tahun
2005 jumlah kasus polio liar mencapai 303 pada Kekurangan dari OPV :
46 kabupaten di 10 provinsi di pulau Jawa dan
1. Dapat menyebabkan kelumpuhan pada
Sumatra. Selain itu pada tahun 2005 di Indonesia
penerima vaksin (VAPP)
juga ditemukan KLB circulating vaccine derived
poliovirus (cVDPV) di empat kabupaten di pulau 2. Virus hidup yang dapat diekskresi lewat feces
Madura Jawa Timur, dilaporkan VDPVs dan menularkan pada anak yang kontak dengan
sebanyak 46 kasus.3'6 penerima vaksin (kontak VAPP).
Setelah dilakukan upaya penguatan 3. Dapat bermutasi menjadi ganas kembali
imunisasi rutin dan tambahan (PIN) yang intensif, (VDVP)
jumlah kasus virus polio liar menurun. Pada tahun 4. Tidak dapat digabung/dikombinasi dengan
2006 hanya ditemukan dua kasus. Kasus terakhir antigen/vaksin lain.
(virus polio liar type 1) ditemukan di kabupaten 5. Tidak dapat diberikan kepada anak yang
Aceh Tenggara provinsi Aceh dengan onset immunodeficiency/immunocompromise.
tanggal 20 Februari 2006. Dua setengah tahun 6. Ekskresi virus vaksin lewat feces pada anak
setelah kasus terakhir, belum ada kasus baru yang yang sehat dapat berlangsung sampai 4-6
dilaporkan.6 minggu, dan pada anak yang immunodeficiency
c) Eradikasi polio global tahun 2013 bisa sampai 10 tahun.
Untuk mencapai eradikasi polio pada tahun a.2. Kelebihan dan kekurangan dari IPV.
2013, perlu ada upaya-upaya prioritas sebagai Kelebihan dari IPV :
berikut :1) menghentikan transmisi virus polio liar
dengan melakukan penguatan imunisasi polio 1. Memberikan serokonversi yang sangat tinggi.
(imunisasi rutin, bila perlu dilakukan imunisasi 2. Pemberiannya dapat dicombinasi dengan
tambahan) dan surveilans AFP; 2) mendapatkan antigen/vaksin lain (DPT-HB-IPV).
sertifikat telah bebas dari polio; 3) menyimpan 3. Virus mati, sehingga tidak menularkan kepada
virus polio liar pada laboratorium-laboratorium anak yang kontak.
yang telah ditentukan, untuk mencegah resiko re 4. Tidak menyebabkan kelumpuhan (VAPP) pada
introduksi virus liar dari diagnostic dan penelitian penerima vaksin/kontaknya.
pada masyarakat ; 4) stockpile mOPV, mungkin
5. Tidak akan terjadi mutasi virus vaksin menjadi
diperlukan untuk respon terhadap cVDPV atau
kegagalan penyimpanan (containment). ganas (VDVP)
6. Menimbulkan mucosal immunity pada
III. Dasar-dasar perubahan penggunaan OPV oropharynx.
kelPV
a. OPV versus IPV. Kekurangan dari IPV :
OPV adalah virus polio yang dilemahkan, 1. Harga mahal
sedangkan IPV adalah virus polio yang dimatikan.

Media Litbang Kesehatan Volume XX Nomor 4 Tahun 2010 151


2. Pemberiannya lebih sulit karena harus Propinsi Yogyakarta, dengan tujuan untuk
disuntikkan. mengetahui serokonversi antibodi anak setelah
3. Tidak/sedikit menimbulkan mucosal immunity mendapat IPV, masalah-masalah operational di
pada intestinum (85% anak masih mengexcresi lapangan dan monitoring virus oral polio vaksin
virus "challenge"). yang bersirkulasi di polulasi sebelum dan sesudah
penggunaan IPV.
4. Tidak dapat memberikan kekebalan alami
kepada anak yang kontak dengan penerima Hasil penelitian ini akan menjadi masukan
vaksin. sangat penting bagi program imunisasi khususnya
tentang penggunaan IPV di negara berkembang
dengan iklim tropis seperti Indonesia dan negara-
a.3. Mengapa OPV harus diganti dengan IPV. negara Asia, Afrika dan Amerika Selatan.
Eradikasi virus polio di dunia sudah
mendekati fase akhir. Bila transmisi virus polio
b. Strategi global pasca eradikasi polio.
liar telah berhasil dihentikan, maka penggunaan
OPV yang terus menerus akan dapat Strategi global yang direkomandasikan oleh
menimbulkan banyak masalah. OPV adalah virus WHO setelah sertifikasi bebas polio ada beberapa
vaksin yang hidup, selain dapat menimbulkan pilihan, yang semuanya tergantung dari keputusan
kelumpuhan pada penerima vaksin (VAPP), masing-masing negara untuk memilih strategi
penggunaan yang lama akan menyebabkan virus yang tepat sesuai dengan kondisi dan situasi di
yang lemah dapat bermutasi menjadi ganas yang negaranya masing-masing. Setelah sertifikasi
biasa disebut dengan VDPV (vaccine derived bebas polio global tercapai, maka seluruh
polio virus), selain itu virus tersebut dapat penggunaan OPV harus dihentikan, seperti juga
menimbulkan outbreak paralytic poliomyelitis.5'7'8 dengan penyakit cacar yang dihentikan
Outbreak yang disebabkan oleh VDVP telah penggunaannya setelah dunia bebas cacar.
terjadi di beberapa negara termasuk di Indonesia Beberapa strategi pilihan yang ditawarkan
(Madura ada 45 kasus + 1 kaus di Bondowoso). oleh WHO berdasarkan masukan dari berbagai
Oleh karena itu setelah sertifikasi bebas polio ahli polio, adalah:1'2'4
secara global tercapai, maka penggunaan OPV 1. Tidak menggunakan OPV ataupun IPV.
harus dihentikan.
2. Menyimpan stok monovalent polio vaksin
Penghentian imunisasi dengan OPV me- (mOPV).
merlukan strategi waktu yang tepat guna, yaitu
3. Menggunakan sebagian IPV dan OPV dalam
harus dilakukan pada saat kekebalan populasi
jangka waktu tertentu.
cukup tinggi dan surveillance mempunyai
sensitifitas yang tinggi. Salah satu strategi yang 4. Menggunakan IPV saja dalam jangka waktu
dapat diambil untuk mempertahankan status tertentu.
kekebalan populasi tetap tinggi adalah dengan
mengganti OPV dengan IPV (Inactivated Polio Dari beberapa pilihan tersebut masing-
Vaccine). masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya
Imunisasi dengan IPV telah banyak Pilihan pertama yang tidak menggunakan
dilakukan di negara maju dengan iklim subtropic OPV ataupun IPV, maka negara tidak
dengan hasil yang sangat baik. Namun memerlukan dana untuk membiayai imunisasi
penggunaan IPV di negara berkembang dengan polio, akan tetapi mempunyai resiko bahwa anak
iklim tropis masih sangat terbatas dan belum ada yang menerima OPV masih dapat mengekskresi
informasi efektifitasnya. virus OPV yang hidup dan virus tersebut akan
Oleh karena itu sejak tahun 2002, WHO terus bersirkulasi dalam waktu yang lama di
bekerja sama dengan Badan Penelitian dan masyarakat. Dengan bersirkulasinya virus OPV
Pengembangan Kesehatan dan Direktorat Jenderal dalam jangka yang lama di masyarakat maka virus
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan yang tadinya hidup tapi lemah dapat berubah
Lingkungan Departemen Kesehatan R.I., Dinas (bermutasi) menjadi ganas lagi, yang pada suatu
Kesehatan Propinsi D.I.Yogyakarta dan unit saat akan terjadi outbreak yang disebabkan oleh
Epidemiologi Klinik Universitas Gajah Mada virus polio yang bermutasi tersebut (VDPV).
telah merintis suaru penelitian penggunaan IPV di

152 Media Litbang Kesehatan Volume XXNomor 4 Tahun 2010


Pilihan kedua, yaitu tidak melakukan IV. Jejaring Laboratorium Polio
vaksinasi polio tapi menyimpan stok vaksin Salah satu upaya mencapai eradikasi polio
monovalent polio, maka negara hanya adalah dengan melakukan surveilans AFP (Acute
mengeluarkan dana sedikit untuk membeli stok Flaccid Paralysis) sebagai suatu sistem deteksi
vaksin polio akan tetapi masih ada resiko terjadi kasus kelumpuhan dan melakukan investigasi
outbreak VDPV yang nantinya akan di laboratorium untuk mencari peyebabnya. Untuk
tanggulangi dengan imunisasi menggunakan deteksi keberadaan virus polio dalam spesimen
vaksin polio yang sama tipe virus nya dengan penderita AFP, WHO telah menunjuk 3
penyebab outbreak. Meskipun demikian masih laboratorium nasional di Indonesia yang akan
akan terjadi secara berulang adanya outbreak bertugas melakukan isolasi dari spesimen
polio karena masih bersirkulasinya virus vaksin penderita AFP di Indonesia.9
polio (mOPV) di masyarakat dalam waktu yang
a. Laboratorium Nasional Polio (National
lama.
Polio Laboratories)
Pilihan yang ketiga yaitu menggunakan
Di Indonesia ter dapat 3 laboratorium
sebagian IPV dan OPV dalam jangka waktu
nasional polio, yaitu di Puslitbang Biomedis &
tertentu dengan maksud untuk mengeliminasi
Farmasi, Balitbangkes, Jakarta (untuk spesimen
sirkulasi virus vaksin polio yang masih beredar di
yang berasal dari wilayah DKI Jakarta, Banten,
masyarakat. Strategi penggunaan sebagian IPV
seluruh propinsi di Pulau Sumatera dan seluruh
dan OPV sedang dilaksanakan di USA dalam
propinsi di Pulau Kalimantan), Balai Besar
masa transisi sebelum menggantinya dengan IPV
Laboratorium Kesehatan Surabaya (untuk
saja. Penggunaan IPV dimaksudkan untuk
spesimen yang berasal dari wilayah Jawa Timur,
menghindari terjadinya VAPP, sedangkan
Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
penggunaan OPV untuk mencegah terjadinya
Papua, Irian Jaya Barat, Maluku Utara, Maluku
epidemi yang disebabkan oleh virus polio impor.
dan seluruh propinsi di Pulau Sulawesi) dan
Pilihan keempat adalah menggunakan IPV Laboratorium Surveilans & Epidemiologi (SE) PT
saja. Dalam hal ini karena harga vaksinnya yang Bio Farma di Bandung (untuk spesimen yang
mahal maka negara harus menyediakan dana lebih berasal dari wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan
banyak untuk jangka waktu tertentu. Kelebihan DI Yogyakarta). Laboratorium Nasional ini
dari penggunaan IPV adalah bahwa status antibodi bertugas melakukan isolasi, merujuk spesimen
anak atau herd immunity masih dapat di positif ke laboratorium rujukan, dan menjaga
pertahankan dalam level yang tinggi, sehingga kualitas kerja sesuai dengan standar WHO. Setiap
kemungkinan sirkulasi virus vaksin OPV di laboratorium Nasional akan diakreditasi setiap
masyarakat dalam waktu yang lama dapat dicegah. tahunnya oleh WHO.
Dengan demikian pemberian IPV setelah
b. Laboratorium rujukan regional (Regional
sertifikasi bebas polio dapat mencegah terjadinya
Reference Laboratories/RRL)
outbreak poliomyelitis yang disebabkan oleh virus
polio VDPV. Selain berfungsi sebagai Laboratorium
Nasional di negaranya, juga menerima isolat
Penggunaan IPV di negara maju dan
rujukan untuk dilakukan ITD (Intratypic
beriklim subtropis telah banyak dilakukan, akan
Differentiation) yaitu menentukan isolat yang
tetapi untuk penggunaan IPV di negara
positif apakah virus polio Sabin atau virus polio
berkembang dan beriklim tropis masih belum
liar). Di Indonesia, meskipun belum sebagai
banyak dilakukan. Oleh karena itu penelitian
Regional Reference Laboratory, namun WHO
mengenai penggunaan IPV di negara berkembang
telah menunjuk Laboratorium SE di PT Bio
dengan iklim tropis perlu dilakukan untuk
Farma sebagai Lab Polio Nasional yang
mengetahui kelebihan dan kekurangan dari
melakukan ITD (Intratypic Differentiation) untuk
penggunaan IPV di negara tersebut. Hasil dari
isolat dari wilayah Indonesia.
penelitian ini akan menjadi masukan bagi WHO
untuk memberikan rekomendasi kepada negara- c. Laboratorium rujukan khusus (Global
negara lain yang akan menggunakan IPV sebagai Specialized Laboratories/GSL)
strategi pencegahan poliomyelitis pasca global Saat ini hanya ada tiga GSL di dunia, yaitu;
eradikasi polio. CDC-Atlanta, tf/FM-Belanda dan £7?C-Mumbai.

Media Litbang Kesehatan Volume XX Nomor 4 Tahun 2010 153


Laboratorium ini mempunyai tugas utama untuk secondary safeguards. Untuk primary safeguards,
melakukan identifikasi defmitif (hingga adalah kriteria yang harus dipenuhi oleh institusi
sekuensing) dari isolat yang dikirimkan oleh RRL. yang bersangkutan; misalnya Bio Farma sebagai
Sehingga bila ada isolat di suatu Negara ditemu- industri vaksin harus dilengkapi dengan fasilitas
kan positif polio liar, sangat penting untuk dikirim BSL 3 (Biosafery Level 3) Polio. Hal ini masih
ke GSL untuk mengetahui karakter genetik dan mungkin dipenuhi oleh Bio Farma. Tetapi untuk
asal virus.9 kriteria secondary safeguards, sangat sulit untuk
diimplementasikan di Indonesia. Misalnya dengan
angka transmisi entero virus yang rendah, sistem
V. Rencana pengembangan 7PF Sabin oleh PT.
pembuangan limbah kloset yang tertutup, dan
Bio Farina
cakupan imunisasi dengan IPV > 90%.
a. Perkembangan IPV Sabin di PT.Bio Diharapkan dengan keberhasilan membuat IPV
Farma Sabin, Bio Farma tidak perlu harus menerapkan
Sejalan dengan rencana yang harus secondary safeguards, karena tidak bekerja
dipersiapkan dalam rangka eradikasi polio, PT dengan virus polio liar.
Bio Farma sudah memulai upaya pengembangan
IPV Sabin. Hal ini sesuai dengan pencanangan
VI. Pilot Studi IPV di Yogyakarta.
containment laboratorium, dimana Sabin berasal
dari strain yang sudah dilemahkan sehingga tidak a. Latar belakang.
berbahaya seperti pengembangan dari Salk. Mulai tahun 2002 WHO menawarkan
b. Timeline kepada Pemerintah Indonesia melalui
Dep.Kes.(P2MPL dan Badanlitbangkes) untuk
2007 : Transfer teknologi dari Pemerintah Jepang
melakukan kajian mengenai penggunaan IPV di
kepada pemerintah Indonesia.
negara berkembang dengan iklim tropis. Indonesia
2008-2009 : Pengembangan produk dipilih sebagai salah satu tempat untuk melakukan
2009 : Clinical lot penelitian tersebut.
2010-2011 : Clinical Trial (di Yogyakarta oleh Sebagai awal dari persiapannya, dilakukan
Badan Litbang Kesehatan, Dinas Kesehatan peninjauan lokasi untuk tempat studi. Pertama kali
Propinsi Yogyakarta dan PT. Bio Farma di tinjau pulau Bali dan Lombok, ternyata tidak
Bandung) memenuhi syarat untuk tempat studi karena tidak
Akhir 2011 : Lisensi ada pengolahan limbah terpadu yang dapat
digunakan sebagai tempat pengambilan sampel
c. Prospek produksi IPV Sabin
limbah untuk memonitor sirkulasi virus polio di
Saat ini sudah ada beberapa industri yang masyarakat. Kemudian dilakukan peninjauan ke
memproduksi dan memasarkan IPV, namun Yogyakarta, ternyata memenuhi syarat sebagai
semuanya masih dari strain Salk (wild polio). tempat study karena Yogyakarta mempunyai
Hingga saat ini belum ada perusahaan vaksin yang pengolahan limbah terpadu di Sewon, Kab.Bantul.
telah berhasil mengembangkan vaksin IPV Sabin, Selain itu juga Yogyakarta merupakan propinsi
dimana dari sisi containment akan lebih aman. yang mempunyai kinerja survelans yang baik dan
Sehingga bila Bio Farma berhasil mengembang- cakupan imunisasi polio yang tinggi.
kan IPV Sabin ini, prospeknya akan sangat baik.
Tahun 2003-2004, para ahli dari WHO dan
d. GAP III (Global action Plan on Poio CDC mengunjungi Indonesia untuk mengetahui
Eradication) kesiapan dan komitmen dari pemerintah Indonesia
WHO sudah membuat suatu Rencana Kerja (Depkes) dan propinsi D.I.Yogyakarta (Dinkes)
untuk antisipasi situasi pada saat eradikasi polio.10 untuk melakukan penelitian IPV di Yogyakarta.
Rencana Kerja (Action Plan) ini dibuat untuk Selanjutnya dilakukan berbagai survei sebagai
meminimalisasi risiko terjadinya introduksi persiapan antara lain survei cakupan imunisasi
kembali virus polio liar (wild polio virus). Yaitu polio, yang dilakukan oleh unit independent
dengan cara mengurangi jumlah instirusi yang Universitas Gajah Mada, survei serologis oleh
mempunyai akses terhadap virus polio menjadi Badan Litbangkes, dan survei lingkungan untuk
hanya < 20. Institusi yang nanti dipilih adalah memonitor sirkulasi virus polio di masyarakat.
yang dapat memenuhi kriteria primary dan Pengolahan Limbah Sewon Bantul yang

154 Media Litbang Kesehatan Volume XXNomor 4 Tahun 2010


menampung hampir 50% limbah rumah tangga Etik Badan Litbangkes. untuk survey serologi
dari penduduk di Kota Yogyakarta digunakan pada anak-anak di propinsi D.I.Yogyakarta.
sebagai tempat untuk survey lingkungan dengan b. Tujuan dan sasaran pilot studi
mengambil sampel limbah. Pengambilan
Tujuan dari studi ini adalah untuk
spesimen limbah dilakukan oleh Balai Besar
mengumpulkan data penting sebagai bahan
Teknik Kesehatan Lingkungan/Balai Labora-
informasi bagi pengambil keputusan di tingkat
torium Kesehatan Yogyakarta dan pemeriksaan
global dan nasional mengenai kebijakan imunisasi
virus polio dari spesimen limbah dilakukan di PT
polio di masa depan pasca penghentian OPV. Data
Bio Farma Bandung.
yang dihasilkan dari studi sangat penting untuk
Tahun 2005 terjadi outbreak Poliomyelitis membuat keputusan mengenai penggunaan IPV
di beberapa propinsi di Sumatra dan Jawa yang secara optimal di negara-negara tropis yang
disebabkan oleh virus polio impor. Yogyakarta sedang berkembang.
tidak terkena outbreak dan juga tidak ditemukan
virus polio liar dari sampel limbah yang diambil
sepanjang waktu terjadinya outbreak polio." Tujuan Umum:
Satu tahun setelah outbreak dapat di- 1. Menentukan kelayakan operasional pengguna-
kendalikan dan Yogyakarta tetap bebas dari an IPV untuk mencegah poliomyelitis.
sirkulasi virus polio liar, maka penelitian IPV di 2. Mengetahui masalah ilmiah dan program yang
Yogyakarta dilanjutkan kembali. mempengaruhi penggunaan IPV yang
Pada bulan Agustus 2007, mulai dilakukan terjadwal di negara-negara tropis yang sedang
sosialisasi dan advokasi pada masyarakat dan berkembang.
pemerintahan di Yogyakarta, untuk menggunakan
IPV sebagai pengganti imunisasi dengan OPV. Tujuan khusus :
Pada 3 September 2007, dimulai Untuk menjawab pertanyaan-pernyataan:
penggunaan IPV untuk imunisasi seluruh anak
1. Apakah kekebalan yang timbul dari pemberian
yang tinggal di propinsi D.I.Yogyakarta, setelah IPV akan dapat mencegah penyebaran virus
semua OPV ditarik dari peredarannya dari seluruh
OPV.
fasilitas kesehatan yang melakukan vaksinasi dan
menggantinya dengan IPV. 2. Apakah pemberian vaksin IPV yang terjadwal
memberikan kekebalan terhadap ketiga
Beberapa persiapan sebelum dilakukan pengganti serotype virus polio, paling tidak sepadan
OPV ke IPV vaitu: dengan vaksinasi OPV saat ini. Diharapkan
1. Dikeluarkannya Rekomendasi dari Komisi vaksin IPV dapat memberikan kekebalan
Ahli AFP Indonesia tanggal 18 Januari 2007, terhadap virus polio dalam tingkat yang tinggi
untuk melakukan introduksi IPV di Propinsi (> 90%) dari anak yang divaksin.
D.I.Yogyakarta.
2. Dikeluarkanya SK MenKes No.723/MENKES/ Sebagai tambahan, projek ini akan
SKAT/2007 tanggal 19 Juni 2007 tentang
memberikan informasi tentang masalah
Penyelenggaraan Pilot Projek IPV di Propinsi operasional yang penting, seperti penghentian
D.I.Yogyakarta. OPV, biaya pengenalan IPV (termasuk keburuhan
3. Dikeluarkannya Izin Edar/Lisensi dari Badan cold chain), perbedaan genetik virus OVP di
POM nomor DK10459702543A1 tanggal 1 limbah sebelum dan setelah perubahan OPV ke
September 2004 untuk penggunaan vaksin IPV, IPV, dan menentukan imunigenesitas yang lebih
dengan nama IMOVAX POLIO, di Indonesia. baik dari IPV (3 dosis atau 4 dosis).
Izin edar berlaku sampai dengan 1 September
2009.
c. Alasan mengapa Yogyakarta sebagai tempat
4. Dikeluarkannya Surat Dukungan IDAI pada
studi
kegiatan implementasi IPV di Propinsi
D.I.Yogyakarta, tanggal 27 Juni 2007. Keburuhan projek adalah :
5. Dikeluarkannya Ethical Clearance dari Komisi 1. Cakupan vaksinasi OPV4 harus >= 90 %

Media Litbang Kesehatan Volume XX Nomor 4 Tahun 2010 155


2. Dapat menggunakan surveilans lingkungan mempunyai antibody terhadap ketiga type
untuk memonitor virus polio pada populasi virus polio dengan titer antibodi Jang cukup
studi. tinggi.13
Yogyakarta dapat memenuhi kriteria studi vang 5. Dari evaluasi yang dilakukan oleh tim WHO
telah disebutkan diatas yaitu : pada bulan Januari 2008, dinyatakan bahwa
1. Cakupan imunisasi polio dilaporkan > 95%. pelaksanaan pemberian IPV di Yogyakarta
sangat sukses, tidak ada penolakan dari
2. Kinerja survelans sangat baik dengan nilai
orangtua anak yang mendapat vaksin, semua
AFP non polio rate 1.2/100.000 populasi anak
komponen masyarakat termasuk organisasi
< 15tahunditahun2003.
profesi non-pemerintah seperti IBI, IDAI, dll,
3. Yang terpenting adalah ada tempat membantu dan mendukung pilot studi
pengumpulan dan pengolahan limbah yang tersebut.
moderen (memenuhi kebutuhan 39% dari
populasi kota) yang dapat digunakan untuk
memonitor virus polio yang bersirkulasi di e. Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan
masyarakat. setelah penggantian OPV ke IPV adalah :
1. Survei cakupan imunisasi IPV4 pada tahun
2010.
d. Hasil seinentara yang telah dilakukan
2. Survei serologis pada anak yang telah
1. Survei cakupan imunisasi OPV4 yang
mendapat imunisasi IPV4 pada tahun 2010,
dilakukan oleh Univ.Gajah Mada pada tahun
untuk mengetahui serokonversi antibody anak
2004 dengan jumlah sampel sebanyak 876
terhadap IPV dan akan dibandingkan dengan
anak yang diambil secara acak di 4 kabupaten
serokonversi antibodi anak sebelum mendapat
dan 1 kota di D.I. Yogyakarta menunjukkan
IPV
hasil sebagai berikut: 99% anak di 4
kabupaten telah mendapat imunisasi lengkap 3. Meneruskan survei lingkungan untuk
OPV4, dan 93% anak di Kota Yogyakarta memonitor sirkulasi virus polio di masyarakat
telah mendapat imunisasi lengkap OPV4.12 sampai tahun 2012
2. Survei lingkungan dengan mengambil sampel 4. Monitoring pelaksanaan imunisasi dengan IPV
limbah dari pengolahan limbah di Sewon di seluruh propinsi D.I.Yogyakarta untuk
Bantul yang dilaksanakan sebelum per- mengetahui kendala/masalah-masalah yang
gantian OPV ke IPV, dari 8 Juli 2004 - 27 timbul dalam operasionalnya dan manfaatnya
Agustus 2007 menunjukkan hasil sebagai imunisasi dengan IPV sampai tahun 2012.
berikut : dari 137 sample limbah yang
diperiksa oleh Bio Farma Bandung, 65.7 % Pembahasan.
dari sample tersebut ditemukan virus polio
Hasil sementara menunjukkan bahwa
dan hasil pemeriksaan dengan PCR dan
ternyata ada korelasi antara cakupan imunisasi
sekuensing menunjukkan bahwa virus polio
OPV4 yang tinggi dengan hasil isolasi virus polio
yang ditemukan adalah virus Sabin (OPV).11
di lingkungan dan status antibodi anak terhadap
3. Setelah penggantian OPV ke IPV yang virus polio. Hasil isolasi virus polio dari
dimulai tanggal 3 September 2007 sampai lingkungan (limbah) menunjukkan adanya
bulan 8 September 2008, hasil survey sirkulasi virus polio di masyarakat yang
lingkungan menunjukkan bahwa dari 83 diakibatkan oleh imunisasi dengan oral polio
sampel yang diperiksa hanya 4 (4,8%) vaksin. Dengan cakupan imunisasi yang tinggi
sampel yang ditemukan positip virus polio (99%) maka akan ditemukan pula sirkulasi virus
Sabin (OPV), sedangkan 79 (95,2%) sampel polio vaksin yang cukup tinggi juga di masyarakat
negatip virus polio.11 (65,7%). Demikian juga dengan status ani bodi
4. Survei serologis pada anak-anak yang anak, dengan cakupan imunisasi yang tinggi dan
mendapat imunisasi lengkap OPV4 di 4 sirkulasi virus polio yang tinggi maka status
Kabupaten dan 1 Kota di D.I.Yogyakarta, antibodi anak terhadap virus polio akan tinggi
yang dilakukan oleh Badan Litbangkes., (100%) karena adanya re-infeksi secara alami dari
menunjukkan bahwa 100 % anak telah virus yang bersirkulasi sehingga infeksi virus

156 Media Litbang Kesehatan Volume XXNomor 4 Tahun 2010


tersebut merupakan booster dari vaksinasi yang VAPP dan VDVP oleh karena itu dicarikan upaya
sudah didapatkan dari imunisasi. Dengan vaksin polio lain (IPV) yang lebih aman.
demikian status antibodinya juga akan meningkat Untuk mengatasi hal ini PT. Bio Farma
sesuai dengan booster yang didapatkan secara sedang menyiapkan produksi vaksin IPV sabin,
alami di masyarakat. yang diharapkan selesai pada tahun 2011.
Sesudah dihentikannya imunisasi OPV dan Hasil sementara menunjukkan bahwa
diganti dengan IPV maka ada perubahan sirkulasi coverage imunisasi di Yogyakarta cukup tinggi,
virus polio di masyarakat. Dari hasil isolasi virus sirkulasi virus polio dapat ditekan dengan
polio di lingkungan (limbah) maka ternyata hanya melakukan imunisasi dengan IPV dan status
4,8% virus polio yang ditemukan. Ini berarti antibodi anak di Yogyyakarta sangat tinggi,
bahwa sirkulasi virus polio di masyarakat sudah 100 % anak yang di survey sudah mempunyai
turun cukup bermagna. Dengan demikian dapat antibodi terhadap ke tiga tipe virus polio.
dikatakan bahwa imunisasi polio dengan IPV pada
Saran : pemerintah diharapkan dapat
anak-anak dapat menghambat sirkulasi virus polio
membantu dan memfasilitasi pembuatan vaksin
di masyarakat. Penelitian ini akan diteruskan
IPV di PT Bio Farma tersebut atas.
untuk membuktikan apakah benar bahwa IPV
dapat menghentikan sirkulasi virus polio di
masyarakat menjadi nol? Demikian juga akan di Ucapan Terima Kasih
survei cakupannya apakah cakupan juga akan Penulis mengucapkan terima kasih kepada
mempengaruhi terhadap keberhasilan imunisasi Kepala Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi
IPV dalam menghentikan sirkulasi virus polio? Badan Litbang.Kesehatan; Direktur Direktorat
Selanjutnya juga akan diteliti apakah imunisasi Surveilance dan Imunisasi Dir.Jen.P2PL; Kepala
dengan IPV dapat memberikan status antibodi Dinas Kesehatan Propinsi D.I.Yogyakarta; Kepala
yang tinggi pada anak-anak seperti pada imunisasi Balai Laboratorium Yogyakarta; Kepala Divisi
dengan OPV. Direncanakan penelitian lanjutan Epidemiologi dan surveilance PT Bio Farma
tersebut akan dilakukan pada tahun 2010. Jika Bandung; Konsultan WHO Indonesia dan
ternyata bahwa hasil penelitian-penelitian tersebut Geneva; beserta seluruh staff; yang telah
dapat membuktikan bahwa IPV dapat membantu memfasilitasi dan memberikan dana
menghentikan sirkulasi virus polio dan sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan
memberikan seroconversi antibodiyang tinggi baik.
kepada penerima vaksin IPV, maka hasil tersebut
akan digunakan sebagai bahan masukan pada
program nasional dan global untuk Daftar Pustaka
mempertimbangkan penggunaan IPV di seluruh 1. World Health Organization, 2007. WHO
Indonesia atau dunia dalam rangka meng eradikasi global action plan to minimize poliovirus
virus polio dari muka bumi. facility-associated risk in the post-
PT Bio Farma sedang mengembangkan eradication/post-OPV era. The 3rd edition.
pembuatan IPV vaksin yang lebih ramah 2. WHO. Global Polio Eradication Initiative:
lingkungan yaitu menggunakan strain virus yang strategic plan 2004-2008.
sudah dilemahkan (Sabin). Diharapkan pada tahun 3. WHO-SEARO. Vaccine Preventable Disease
2013 sudah dapat diproduksi dan digunakan untuk Surveilance bulletin, Report for Week 38,
program imunisasi anak-anak. Dalam hal ini 2008.
pemerintah diharapkan dapat membantu dalam 4. WHO, 2005. Framework for national policy
proses alih tehnologi, produksi dan pemasarannya. makers in OPV-using countries. Geneva.p.l-
10.
Kesimpulan dan Saran 5. WHO, 2006. Inactivated poliovirus vaccine
Dunia dalam tahap mencapai Eradikasi following oral polio vaccine cessation.
penyakit polio setelah eradikasi penyakit smallpox. Weekly epidemiological record Releve
Penggunaan OPV setelah eradikasi mempunyai epidemiologique hebdomadaire No. 15(81) :
kendala kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) p.137-144.

Media Litbang Kesehatan Volume XXNomor 4 Tahun 2010 157


6. Tebbens RJD, et al., 2004. Risks of Paralytic polioviruses (Addendum, 2003, to
Disease due to Wild or Vaccine-derived theRecommendations for the Production and
Poliovirus after Eradication. Risk Analysis, Quality of Poliomyelitis vaccine (inactivated).
p.1-78. in WHO Technical Report #926, p. 65-89.
7. Laporan hasil-hasil pemeriksaan virus polio 12. Dyah Widyastuti, Technical Report :
dari laboratorium Badan Litbangkes.Jakarta, Environment Surveilance in yogyakarta
PT.Bio Farma Bnadung dan BBLK Surabaya, Province, PT.Bio Farma, Bandung. Presented
dari tahun 2004 s/d 2008. Tidak at the Evaluation of IPV Pilot Project
dipublikasikan. Meeting, Jakarta, 2007.
8. Kew OM, et.al., 2005. Vaccine derived 13. Tonny Sadjimin, Tecnical Report : The
polioviruses and the endgame strategy for Identification of Immunization Coverage in
global polio eradication. Annu Rev microbiol, Yogyakarta Province. Clinical Epidemiology
59:p.587-635. Unit, Gajah Mada University. Presented at
9. WHO, 2005. Framework for national policy the Evaluation of IPV Pilot Project Meeting,
makers in OPV-using countries. Geneva.p.l- Jakarta, 2007.
10. 14. Gendrowahyuhono, Technical Report :
10. WHO. Polio Lab Network, quarterly Update, Serological Survey of Poliovirus Antibody in
April 2007, Volume XIII, Issue 1. Yogyakarta Province. National Institute of
Health Research and Development, MOH.
11. WHO, 2004. Guidelines for the safe
Presented at the Evaluation of IPV Pilot
production and quality of control inactivated
Project Meeting, Jakarta, 2007.
poliomyelitis vaccine manufactured from

158 Media Litbang Kesehatan Volume XX Nomor 4 Tahun 2010

Вам также может понравиться