Вы находитесь на странице: 1из 25

Fraud and Financial Shenanigans

Rangkuman Pertemuan Enam


Mata Kuliah Pengauditan dan Asurans 2

Disusun oleh kelompok 4:

Bobby Andreas (1606911042)


Dewa Made Alit (1606833431)
Intan Maria (1606873025)
Ivan Vigiono Pradana (1606888512)
Mazaya Safira (1606873031)
Mutiara Ramadhani (1606910840)
Learning objectives
1. Describe auditors and directors responsibilities in relation to fraud
2. Outline the factors which may indicate risk of fraud

LO:
1. Responsibilities for fraud detection
2. Recent debates relating to fraud
3. Earnings manipulation shenanigans
4. Cash flow shenanigans
5. Fraud and financial statements
6. Management’s responsibility
7. Auditor’s responsibility

Outline Rangkuman dan Presentasi:


1. Management Responsibility
2. All About Fraud, Financial Shenanigans, & Cash Flow Shenanigans
3. Auditor’s Responsibility Related to Fraud in Financial Statement

I. Fraud and Management Responsibilities


ISA 240: responsibility for the prevention and detection of fraud
The primary responsibility for the prevention and detection of fraud rests with both those
charged with governance of the entity and management. It is important that management,
with the oversight of those charged with governance, place a strong emphasis on fraud
prevention, which may reduce opportunities for fraud to take place, and fraud
deterrence, which could persuade individuals not to commit fraud because of the
likelihood of detection and punishment. This involves a commitment to creating a culture
of honesty and ethical behavior which can be reinforced by an active oversight by those
charged with governance. Oversight by those charged with governance includes
considering the potential for override of controls or other inappropriate influence over
the financial reporting process, such as efforts by management to manage earnings in
order to influence the perceptions of analysts as to the entity’s performance and
profitability.

Manajemen memiliki tanggung jawab utama untuk menyiapkan dan menyusun


laporan keuangan perusahaan secara wajar dan sesuai dengan peraturan dan standar yang
berlaku. ​The Corporate Governance Code (2012) mengatakan bahwa dewan direksi
dalam perusahan memiliki tanggung jawab untuk mempertahankan sistem kontrol
internal dan manajemen yang efektif. Salah satu kewajiban dari manajemen perusahan
adalah mempersiapkan financial statement yang memiliki ​true and fair view​. Hal tersebut
dilakukan untuk mencegah dan mendeteksi terjadinya kecurangan dan kesalahan.

Hal-hal berikut dapat dilakukan untuk membantu direksi dan manajemen senior dalam
mencegah terjadinya kecurangan dan kesalahan:
● Mengembangkan lingkungan kontrol yang sesuai
● Dengan mengimplementasikan sistem kontrol internal yang kuat dan efektif di
dalam perusahaan
● Dengan menunjang lingkungan yang beretika kuat di dalam perusahaan dan
mengembangkan kode etik
● Pembentukan komite audit dimana auditor dapat melaporkan kecurangan yang
dicurigai
● Melaksanakan setidaknya review tahunan pada efektivitas ​risk management ​dari
perusahaan dan​ internal control​ sistemnya

II. All About Fraud, Financial Shenanigans, & Cash Flow Shenanigans
Fraud
Menurut pengertiannya, Fraud merupakan ​tindakan curang, yang dilakukan sedemikian
rupa, sehingga menguntungkan diri sendiri, kelompok atau merugikan pihak lain. Pihak
lain yang dirugikan dapat berupa pihak perorangan, perusahaan ataupun pihak institusi.
Mengidentifikasi motif merupakan langkah yang penting bagi auditor untuk mendeteksi
suatu potensi ​fraud. Sebagai contoh ketika seorang direktur perusahaan berusaha
menggambarkan kinerja suatu perusahaan yang lebih baik dari keadaan sebenarnya. Oleh
sebab itu tekanan untuk menyajikan kinerja keuangan yang keliru menjadi lebih tinggi
dalam kondisi berikut:
● Ketika kinerja suatu perusahaan buruk, bahkan mungkin merugi;
● Ketika suatu perusahaan dituntut oleh pasar untuk menghasilkan tingkat
keuntungan tertentu;
● Ketika perusahaan telah menunjukkan pertumbuhan laba yang besar selama
beberapa tahun, para direktur mungkin ingin menunjukkan bahwa pertumbuhan
itu berlanjut;
● Ketika perusahaan telah berkembang dengan mengakuisisi perusahaan lain,
direksi memiliki insentif untuk menunjukkan kebijakan tersebut telah
mengakibatkan kelompok perusahaan terus menguntungkan, untuk menunjukkan
bahwa akuisisi sebelumnya telah berhasil atau untuk mempertahankan harga
saham perusahaan sehingga mereka dapat terus berhasil mengakuisisi perusahaan
lain;
● Ketika perusahaan memiliki masalah likuiditas, direktur perusahaan tidak ingin
apabila stakeholders maupun pasar mengetahui hal tersebut.

The Fraud Triangle


A. Incentives/​ ​pressures. D
​ imana suatu perusahaan mengalami peningkatan dalam
beberapa periode tertentu, akan ada tekanan bagi manajemen untuk memanipulasi
laporan keuangan untuk memastikan peningkatan tersebut tetap berlangsung dan
memenuhi ekspektasi pasar; sedangkan untuk pegawai dapat terjadi ketika
seorang pegawai yang mungkin sedang dalam keadaan terbelit utang, akan
memberikan tekanan bagi karyawan tersebut dalam penyalahgunaan asset yang
menyebabkan rentannya tindakan pencurian.
B. Opportunities.​ K
​ etika perusahaan terlibat dalam transaksi yang kompleks,
mungkin melibatkan pihak terkait di luar negeri, ini dapat memberikan peluang
bagi manajemen untuk terlibat dalam pelaporan keuangan yang curang;
sedangkan dalam penyalahgunaan aset yang bernilai tinggi dengan keadaan
internal control yang rendah terhadap aset tersebut akan memberikan peluang bagi
pegawai untuk menyalahgunakan aset tersebut.
C. Attitudes/Rationalization​. ​Di mana diketahui bahwa suatu perusahaan di masa
lalu bersalah karena melanggar hukum atau terlibat dalam praktik-praktik tidak
bermoral, ini akan menjadi indikator bahwa sikap manajer menjerat aktivitas
semacam itu membuat mereka lebih cenderung terlibat dalam kegiatan penipuan.
Hal tersebut sebagai peringatan bagi auditor untuk memulai suatu prosedur audit;
sedangkan dalam penyalahgunaan aset, kontrol internal yang diabaikan serta tidak
tegasnya penegakan hukum atas pelanggaran dalam bekerja menandakan
kurangnya kekhawatiran tentang kemungkinan terjadinya penyalahgunaan oleh
pegawai.

Dalam menjalankannya,​ pelaporan keuangan yang curang dapat dicapai dengan:


● Manipulasi, pemalsuan, penyembunyian atau pengubahan catatan
akuntansi atau dokumentasi pendukung.
● Kesalahan penyajian atau penghilangan transaksi, ​events​, dan informasi
penting secara sengaja;
● Salah dalam penerapan prinsip akuntansi;
● Tidak tepat dalam klasifikasi atau pengungkapan suatu akun.

Tindakan fraud, khususnya yang terjadi di wilayah Asia-Pasifik didominasi oleh


penyalahgunaan asset dan diikuti urutan setelahnya yaitu korupsi dan yang terakhir
adalah kesalahan pada laporan keuangan. Namun, kesalahan pada laporan keuangan
membawa dampak kerugian yang paling besar dibandingkan tindak kecurangan lainnya.
Untuk mendeteksinya, sangat penting bagi perusahaan mempunyai internal control yang
baik. Kontrol internal yang lemah akan meningkatkan kemungkinan penipuan dan
kesalahan dapat terjadi, termasuk seperti hal berikut:
● Auditor, sampai batas tertentu, mengandalkan informasi yang berasal dari sistem
akuntansi dan kontrol internal (audit evidence). Jika ada kekurangan dalam sistem
ini, keandalan informasi akuntansi (audit evidence) dapat berkurang dan hal
tersebut tentunya mempersulit proses audit dan merugikan perusahaan.
● Kekurangan terhadap kontrol tersebut memungkinkan karyawan untuk
menghindari, mengabaikan, bahkan mengambil keuntungan terkait lemahnya
control internal pada suatu perusahaan. Contohnya adalah kurangnya kontrol di
mana karyawan dapat memesan bahan baku atau komponen pada vendor yang
tidak terdaftar sebagai ​listed vendor p​ erusahaan, yang dapat memberikan
kesempatan untuk karyawan tersebut berbuat curang.

Keberhasilan perusahaan selalu dinilai dari efektivitas perusahaan mengelola keuangan


mereka. Sangat umum sekali, hal pertama yang menarik perhatian pengguna laporan
keuangan dalam melakukan penilaian terhadap perusahaan adalah pada angka laba atau
profit perusahaan. Demi mencapai titel perusahaan ‘baik’ dan ‘berhasil’ ini terkadang
perusahaan melakukan cara - cara yang kurang beretika, dan dalam kasus ini adalah
melakukan kecurangan. Pendapatan dan arus kas menjadi hal yang sangat menarik dan
signifikan bagi perhitungan laba serta sebagai cerminan kinerja perusahaan, kecurangan
yang dapat dilakukan perusahaan antara lain adalah:

Manipulasi Pendapatan (Financial Shenanigans):


Salah satu pengguna laporan keuangan yang paling utama ialah investor. Investor adalah
sumber dana bagi perusahaan dan karenanya, perusahaan begitu ingin menunjukan hasil
performa yang baik dimata investor. Performa yang baik itu tercermin dalam laporan
keuangan dan bagian yang paling menarik perhatian adalah bagian pendapatan dan laba.
Manajemen perusahaan yang licik mungkin menghalalkan segala cara untuk memberi
impresi yang baik di mata investor dan hal tersebut sering berujung kepada kecurangan
(​fraud​). Manipulasi pendapatan yang dicantumkan di laporan keuangan yang dilakukan
oleh perusahaan diantara lain sebagai berikut:

A. Recording Revenue Too Soon


Revenue menunjukan bagaimana hasil kinerja perusahaan selama satu periode
akuntansi. Revenue juga menjadi pos yang sangat ingin dipercantik oleh manajemen.
Maka dari itu, seringkali manajemen mengakui revenue yang seharusnya belum bisa
diakui. Beberapa cara untuk memanipulasi revenue adalah sebagai berikut:
1. Recording revenue before completing any obligations under the contract
Melakukan perjanjian transaksi di akhir periode agar ​revenue dapat diakui di
periode tersebut. Dalam hal ini, perjanjian dilakukan sebelum kewajiban
dilakukan. Perusahaan mencatat ​revenue padahal belum melakukan
kewajibannya sama sekali.
2. Recording revenue far in excess of work completed on the contract
Manajemen melakukan pengakuan ​revenue lebih besar dari yang seharusnya
tertera pada kontrak. Hal ini umumnya terjadi di perusahaan konstruksi.
Cara-cara yang dilakukan adalah sebagai berikut:
● Up-front recognition of long-term contracts
● Inappropriate use of percentage of completion method
● Improper recording of revenue from assets leased to customers​
3. Recording revenue before the buyer’s final acceptance of the product
Manajemen mengakui ​revenue disaat ​customer belum sepenuhnya
menerima barang. Pengakuan ​revenue dilakukan dengan trik-trik dibawah
ini:
● Seller records revenue before shipment
● Seller records revenue upon shipment to someone other than the
customer
● Seller records revenue, but buyer can still reject the sale
4. Recording revenue when the buyer’s payment remains uncertain or
unnecessary
Manajemen mengakui ​revenue padahal manajemen mengetahui bahwa
pembeli tidak memiliki kekuatan untuk membayar. Sehingga ​revenue diakui
padahal pembeli belum tentu membayar. Hal ini dapat dilakukan oleh
manajemen dengan dua cara:
● Buyer lacks the ability or the necessary approval to pay
● Seller induces sale by allowing an exceptionally long time to pay

B. Recording Bogus Revenue


​Empat cara yang mungkin dilakukan perusahaan untuk menciptakan pendapatan palsu
1. Recording revenue from transactions that lack economic substance
Mengarang sebuah skema yang terlihat dan terasa seperti penjualan yang
sah, namun tidak memiliki substansi ekonomi. Dalam transaksi ini, pihak
yang disebut konsumen antara tidak berkewajiban untuk menyimpan atau
membayar produk, atau tidak ada barang maupun jasa yang ditransfer.
2. Recording revenue from transactions that lack a reasonable arm’s-length
process
Di saat mengakui pendapatan dari transaksi yang tidak memiliki substansi
ekonomi seharusnya tidak pernah dinilai sah, transaksi yang tidak sesuai
prinsip arm’s-length terkadang bisa. Namun, investor yang bijaksana harus
bertaruh melawannya. Dikarenakan mayoritas transaksi pihak terkait yang
tidak memiliki prinsip arm’s-length berujung pada pendapatan yang
menggembung bahkan palsu.
3. Recording revenue on receipts from non-revenue-producing transactions
Kita ketahui bahwa tidak semua kas yang diterima merupakan pendapatan.
Beberapa kas masuk berhubungan dari aktivitas pembiayaan hingga
penjualan aset. Perusahaan yang mengakui pendapatan biasa atau
pendapatan operasional dari sumber ini harus dipertanyakan.
4. Recording revenue from appropriate transactions, but at inflated amounts
Pelanggaran dalam cara ini dilakukan dengan mengakui pendapatan dalam
jumlah yang berlebih atau menyesatkan investor. Pendapatan berlebih atau
menyesatkan ini mungkin dikarenakan oleh penggunaan metodologi yang
tidak sesuai dan/atau menambah pendapatan untuk membuat perusahaan
terlihat lebih besar dari kenyataannya.

C. Boosting Income Using One-Time or Unsustainable Activities


Dalam melakukan pelaporan keuangan, tentunya ada saat dimana perusahaan
menginkan untuk menunjukkan ​earnings nya yang besar, tujuan utama dari cara-cara
ini adalah untuk menaikkan income secara cepat dengan menggunakan cara yang sekali
pakai atau aktivitas yang tidak berkelanjutan.
1. Boosting Income Using One Time Expense
● Gain as reduction in the Selling & Administrative expense
● One time gain, contohnya adalah membuat nama ‘dot com’ yang
sangat menarik untuk para investor
● Turning a sales of a bussiness into a recurring revenue account
● Membuat perjanjian untuk ​buy back produk yang sudah dijual oleh
bisnis unit tertentu
● Commingling the Sale of a Business with the Sale of Product
● Deffered some of the gain and use it to benefit future-period
revenue and income
● menggunakan ​accounting changes untuk menaikkan ​the
recognition of income
2. Boosting Income Through Misleading Classifications
Menggeser pendapatan atau kerugian untuk tidak terlalu memperlihatkan
penurunan pada laba operasi perusahaan. Terdapat 3 klasifikasi cara
untuk menaikkan operating income perusahaan:
a. Shifting normal operating expenses to the nonoperating section
● Secara konstan mencatat restructuring charges
● Shift Losses to Discontinued Operations
b. Shifting nonoperating or nonrecurring income to the Operating
section
● Memasukkan investment income sebagai revenue
● Menaikkan Operating Income yang terkait dengan
subsidiaries
c. Using questionable management decisions regarding Balance
Sheet classification
● Offloading looses or uploading income
● Balance sheet account related to joint venture adjusted to
fair value periodically
● Shifting Losses on Joint Ventures to the Balance Sheet

D. Shifting Current Expenses to a Later Period


Pencatatan aset yang berubah menjadi beban sering menjadi celah bagi perusahaan
untuk melakukan manipulasi dikarenakan adanya rentang waktu antara perubahan dari
neraca ke laporan laba rugi. Celah manipulasi yang dapat terjadi antara lain:
1. Excessively capitalizing normal operating expense:
● Mengkapitalisasi beban operasi yang rutin terjadi,
● Mengkapitalisasi biaya iklan dan pemasaran, dan
● Mengkapitalisasi biaya research and development yang masih
berada di tahap awal.
2. Amortizing cost too slowly
Pemakai laporan keuangan harus memberikan perhatian pada akun akun
biaya yang terlalu lama berada di neraca. Hal ini terjadi karena ada
kemungkinan terjadinya fraud oleh perusahaan yang berupa usaha untuk
menaikkan pendapatan dengan cara menambah jangka waktu amortisasi
atau depresiasi sebuah aset sehingga biaya semakin pelan diakui sebagai
beban.
3. Failing to write down assets with impaired value
● Tidak mengakui penurunan nilai pada aset
● Tidak mengakui​ inventory obsolete
4. Failing to record expenses for uncollectible receivables and devalued
investment​
● Kesalahan pengakuan pada piutang yang tidak tertagih
● Penurunan pada ​Bad Debt Expense d​ an ​Allowance For Doubtful
Account
● Manipulasi pada pengakuan kredit gagal bayar
● Tidak mengakui adanya penurunan nilai pada investasi

E. ​Employing Other Techniques to Hide Expenses or Losses


1. Failing to record an expense at the appropriate amount from a current
transaction
Pada praktiknya pencatatan keuangan bisa dilakukan dengan hanya
mencatat sebagian dari transaksi dengan alasan tidak dapat melihat invoice
hingga quarter te. Investor dan auditor juga harus waspada apabila ada
penerimaan cash yang bersumber dari supplier, karena besar peluang hal
ini hanya rekayasa perusahaan untuk menaikkan penerimaan dan
mengurangi expense. Selain itu, investor juga harus waspada apabila
terdapat diskon besar dari supplier, karena terdapat beberapa perusahaan
yang memasukkan diskon ini sebagai pengurang COGS dimana
seharusnya diskon ini dimasukkan sebagai benefit to earnings. Auditor
juga harus memperhatikan apabila perusahaan gagal untuk ​accrue
expenses for loss contigencies.
2. Recording inappropriately low expenses by using aggressive accounting
assumptions
Perusahaan dapat mengganti asumsi yang digunakan untuk mengurangi
biaya yang seharusnya dicatat. Cara yang pertama adalah dengan
melakukan perubahan pada self insurance reserves, seperti mengubahnya
based on its own loss experience. Cara lainnya adalah dengan mengganti
asumsi pension expected return on plan,​ Perusahaan yang menyediakan
dana pensiun bagi karyawannya harus mengakui beban pada setiap
kuartal untuk menghitung tambahan cost untuk memenuhi pension plan
tersebut. Biaya pensiun ini biasanya tidak terlihat secara eksplisit dalam
laporan keuangan, tetapi digabung dengan beban lain seperti COGS.
Auditor juga harus memastikan bahwa tidak ada perubahan pada tanggal
measurement karena hal ini juga dapat meningkatkan profit.
3. Reducing expenses by realising reserves from previous charges
Dengan melakukan special charge maka kita menarik biaya di masa depan
ke masa sekarang, sehingga operating income di masa depan akan menjadi
lebih besar. Selain itu, special charge tadi juga dapat diubah menjadi
earning di periode selanjutnya. Auditor juga harus selalu waspada akan
adanya ​release off restructuring reserves into income.

F. Shifting Current Income to a Later Period


1. Creating Reserves and Releasing Them into Income in a Later Period
Ketika bisnis sedang booming dan pendapatan yang diperoleh cenderung
melebihi ekspektasi pasar, perusahaan tergoda untuk tidak melaporkan
pendapatannya secara keseluruhan, tetapi cenderung menyisihkannya
untuk keperluan kedepannya, contoh keperluannya: menyisihkan
pendapatan tersebut untuk keperluan saat bisnis perusahaan sedang kurang
baik, sehingga tercapainya penghasilan yang diinginkan.
2. Smoothing income by improperly accounting for derivatives
Manipulasi dilakukan untuk memberikan kesimpulan terhadap nice,
sready, and predictable result, sesuai dengan ekspektasi pasar : “hold back
a large part of the windfall gain and release portions of it when needed to
smooth earnings”
3. Creating reserves in conjunction with an acquisition and releasing them
into income in a later period
Pada saat proses akuisisi berlangsung, pihak pengakuisisi memerintahkan
perusahaan yang ia akuisisi untuk tidak mencatat penghasilannya dalam
satu periode tertentu selama proses akuisisi sedang berlangsung. Hal
tersebut dilakukan agar penghasilan tersebut dapat dicatat oleh perusahaan
pengakuisisi sehingga seakan-akan revenue mereka naik.
4. Recording current-period sales in a later period
Pada saat manajemen sudah mencapai target pekerjaan untuk
mendapatkan suatu bonus, manajemen menyisihkan sebagian sales ke
periode berikutnya untuk memastikan bonus yang didapat tetap maksimal.
Hal tersebut tentunya disukai oleh ​customers​ karena tagihan yang diundur.

G. Shifting Future Expenses to the Current Period


Improperly writing off assets in the current period to avoid expenses in a future
period and improperly recording charges to establish reserves used to reduce
future expenses.
Pada saat expense yang akan diakui terhadap aset terlalu besar, perusahaan
melakukan manipulasi dengan cara me-​write off ​seluruh aset atau mengakui
adanya ​impaired ​pada aset secara sekaligus pada periode yang sedang berjalan
sehingga tidak ada lagi expense yang dicatat pada periode berikutnya. Kenaikan
expense yang terlalu besar diklasifikasikan sebagai ​restructuring expense. ​Hal
tersebut dianggap tidak bermasalah karena ​restructuring expense d​ ianggap
sebagai ​“below the line”-​ expense sehingga tidak berpengaruh langsung terhadap
kegiatan usaha suatu perusahaan.

Manipulasi Arus Kas


Salah satu aspek yang rentan terhadap manipulasi untuk memperindah laporan keuangan
adalah arus kas. Perusahaan mempercayai bahwa arus kas yang positif menandakan
bahwa rasio kas masuk lebih banyak dibandingkan dengan kas keluar. Indikasi
banyaknya kas masuk sering berkaitan dengan pendapatan yang juga banyak. Manipulasi
pada arus kas ini antara lain berupa:

A. Shift financing cash inflows to the operating section


Perusahaan bisa memanipulasi laporan arus kas dengan mentransfer ​cash inflow y​ ang
diinginkan ke dalam ​operating activities d​ an ​cash outflow y​ ang tidak diinginkan ke
dalam ​investing and financing activities.​
1. Mencatat Bogus CFFO dari pinjaman bank umum.
Caranya dengan meminjam ​short-term loan d​ ari bank umum, dimana
inventory d​ itahan sebagai jaminan, lalu kemudian perusahaan berjanji
akan segera membayarkan kembali inventory tersebut. Seharusnya
pemasukan ini dicatat sebagai pinjaman, tetapi triknya, perusahaan
mencatatnya sebagai penjualan.
2. Menjual Piutang Sebelum Jatuh Tempo.
Biasanya cara ini dilakukan kepada bank ketika perusahaan membutuhkan
dana. Seharusnya, arus kas masuk dicatat sebagai aktivitas pendanaan.
Namun, perusahaan biasanya memasukannya ke dalam aktivitas operasi,
karena kas yang diterima dianggap merepresentasikan pembayaran dari
penjualan di masa lampau. Karenanya, hal ini merupakan ​unsustainable
CFFO growth.​ Investor harus teliti terhadap bagaimana CFFO tumbuh.
3. Menjual Piutang Fiktif untuk menaikkan CFFO
Piutang yang muncul karena adanya pencatatan yang salah seperti
penjelasan pada no. 1 menyebabkan piutang tersebut dikategorikan
sebagai piutang fiktif yang tidak dapat dibayar. Untuk menutupi piutang
fiktif tersebut, perusahaan kemudian menjual piutang fiktif tersebut.
B. Moving operating cash outflows to other section
Perusahaan memindahkan operating cash-flow ke investing section. Perusahaan
menggunakan cara ini untuk menyembunyikan kas-kas yang tidak ingin diketahui.
Teknik-teknik yang digunakan manajemen adalah sebagai berikut:
1. Inflating CFFO with boomerang transaction
Transaksi ini dilakukan dengan melakukan transaksi penjualan dengan
pihak lain. Namun disaat bersamaan, perusahaan melakukan transaksi
pembelian dengan perusahaan yang sama. Namun, uang yang diterima
perusahaan dicatat ke CFFO, sedangkan uang yang dikeluarkan perusahaan
dicatat ke CFFI.
2. Improperly capitalizing normal operating costs
Perusahaan mencatat operating cost tidak menjadi expense, melainkan
menjadi asset. Teknik ini merupakan teknik yang paling simple dan mudah
dilakukan dan akan menyebabkan CFFO meningkat. ​Expense yang
seharusnya mengurangi CFFO malah justru akan menambah CFFI.
3. Recording the purchase of inventory as an investing outflow
Beberapa perusahaan membuat purchases yang seharusnya dicatat pada
operating activity on the statement of cashflow sebagai investing outflow.
4. Shifting operating cash outflows off the Statement of Cash Flows
Beberapa perusahaan yang memiliki rencana pensiun untuk karyawannya
Merencanakannya dengan kas yang diinvestasikan untuk bertemu dengan
proyek obligasi jangkan panjang dari perusahaan.

C. Boosting operating cash flow using unsustainable activities


Terkadang perusahaan memilih celah untuk mempertahankan kenaikan operating cash
flow dengan cara - cara yang tidak biasa, diantaranya adalah:
1. Boosting CFFO by paying vendors more slowly
Perusahaan melakukan pembayaran yang diperlambat dengan tujuan
menekan ​cash outflow. Hal ini boleh dilakukan namun tidak dapat
berlangsung secara berkelanjutan. Indikasi kecurangan ini dapat tercermin
pada kenaikan utang perusahaan, atau biasanya ditutupi dengan kata
‘financing’ atau pendanaan di akun utang, dan indikasi lainnya adalah
adanya perubahan yang signifikan pada akun utang dan ​statement of cash
flows
2. Boosting CFFO by collecting from customers more quickly
Cara lain untuk tetap menjaga ​operating cash flow yang positif adalah
dengan menagih pembayaran kepada customer lebih cepat, namun lagi,
hal ini tidak dapat dilakukan perusahaan secara terus menerus.
3. Boosting CFFO by purchasing less inventory
CFFO boost juga dapat terjadi apabila pengeluaran ditekan, yang dalam
kasus ini perusahaan mengorbankan pengeluaran untuk membeli
persediaan.
4. Boosting CFFO with one time benefits
Ketika ada momentum kas masuk sebagai pendapatan, namun seharusnya
bukan pendapatan, dalam ​statement of operation jelas ditulis bahwa
pendapatan ini hanya muncul satu kali, namun di ​statement of cash flows
tidak dijelaskan sehinga seolah olah menambah net income.

Recent Debates Relating to Fraud


Topik mengenai ​fraud dan sejauh mana tanggung jawab auditor dalam
mendeteksinya merupakan topik yang kontroversial dan menghasilkan banyak diskusi
dalam profesi akuntan. Isu ​fraud muncul dalam ​The Audit Agenda: Next Steps yang
dipublikasikan oleh APB di tahun 1996. Dokumen ini tidak mengajukan perubahan
mengenai tanggung jawab auditor dalam mendeteksi ​fraud​. Namun, di dalamnya terdapat
rekomendasi agar: Auditor melaporkan kepada dewan dan komite audit mengenai
observasi kelayakan dan kecukupan sistem kontrol untuk meminimalisir risiko ​fraud,​
diberikan perhatian pada pelatihan dan pendidikan auditor untuk menambah pemahaman
mereka mengenai fraud, badan profesional mengadakan seminar untuk mendiskusikan
pengalaman mendeteksi ​fraud​, dan Board of Directors mempertimbangkan audit forensik
berkala.

The Audit Agenda juga menyorot kesulitan auditor dalam mendeteksi fraud yang
direncanakan dengan baik dan terampil atau melibatkan kolusi atau top management.
Maka dari itu, profesi percaya bahwa akan menjadi tidak efektif dalam hal biaya untuk
mengikutkan deteksi ​fraud dalam tanggung jawab auditor. Tentu, auditor dapat
membantu mendeteksi ​fraud dengan menginformasikan manajemen mengenai kelemahan
sistem kontrol yang dapat dieksploitasi untuk tujuan ​fraud.​ ​The Audit Agenda ​juga
mengangkat poin mengenai terbatasnya hukuman untuk ​directors yang menyesatkan
auditor. Diantaranya biaya persekusi dan keterbatasan hukuman.

ICAEW di tahun 1996 mempublikasikan ​Taking Fraud Seriously.​ Dokumen ini menyorot
ketidakcocokan antara persepsi publik mengenai tanggung jawab auditor dalam
mendeteksi ​fraud d​ an perspektif auditor sendiri berbeda. Mereka merekomendasikan
auditor untuk mengambil peran yang lebih aktif dalam mendeteksi ​fraud​. Auditor harus
memiliki pengetahuan mengenai definisi ​fraud,​ karakteristik dan metode yang digunakan
untuk fraud, risiko, dan keterampilan forensik.

Menyadari ​fraud s​ ebagai masalah besar, mereka mengadvokasi pembentukan Fraud


Advisory Panel. Fraud Advisory Panel bertanggung jawab mendefinisikan ​extent d​ ari
sebuah ​fraud dengan lebih baik, meningkatkan kesadaran tren dalam ​fraud​, memberi
nasihat, dan mendorong kooperasi yang lebih baik. The Audit and Assurance Faculty
mengikuti dengan menerbitkan Fraud: Meeting the Challenge through External Audit
pada 2003. Sebuah dokumen yang menyediakan sepuluh poin rencana yang
dipertimbangkan dapat menambah baik situasi sekarang.

Publikasi terbaru dari APB mengenai fraud adalah Fraud and Audit: Choices for Society
pada 1998. Di dalamnya diusulkan cara membuat audit lebih efektif. Diantaranya
mengulas standar kunci audit, perubahan radikal dalam audit profesional, perluasan peran
audit, dan perubahan hukum korporat.

III. Auditor’s Responsibility Related to Fraud in Financial Statement


Menurut ISA 240, ​The objectives of the auditor are:​
(a) To identify and assess the risks of material misstatement of the financial
statements due to fraud;
(b) To obtain sufficient appropriate audit evidence regarding the assessed risks of
material misstatement due to fraud, through designing and implementing
appropriate responses; and
(c) To respond appropriately to fraud or suspected fraud identified during the audit.

Seberapa Besar Tanggung Jawab Auditor dalam Mendeteksi Manipulasi dalam Laporan
Keuangan?
Dalam teori dan praktiknya terdapat 3 jenis risiko audit yakni risiko bawaan (​inherent
risk​), risiko kontrol (​control risk)​ dan juga risiko deteksi (​detection risk)​. Risiko deteksi
adalah risiko yang dapat dikendalikan oleh auditor, dan besaran risiko tergantung
penilaian auditor terhadap risiko bawaan dan risiko kontrol perusahaan yang diaudit
tersebut. Fraud, atau kecurangan yang disengaja erat kaitannya dengan risiko deteksi.
Ada dua aspek yang mempengaruhi keberhasilan auditor dalam mendeteksi fraud.
Internal control dan budaya perusahaan menjadi penentu utama keberhasilan terjadinya
kecurangan, namun kepekaan auditor terhadap kemungkinan terjadinya fraud ini juga
menentukan efektivitas prosedur yang didesain untuk mendeteksi kecurangan tersebut.

Ada sebuah pendapat yang sampai sekarang masih populer, yakni pendapat dari Lord
Justice Lopez dalam penanganan kasus Kingston Cotton Mills Company, yang mana
beliau menyatakan bahwa auditor adalah ​Watchdog atau anjing penjaga, bukan anjing
pelacak -- atau pihak yang harus mencari - cari kesalahan dalam pelaporan keuangan atau
aktivitas keuangan perusahaan.
Peran Auditor memang sebagai pihak yang memberikan kepastian kepada pengguna
mengenai kebenaran sebuah laporan keuangan perusahaan, namun dalam konsepnya,
auditor bertugas untuk memberikan ​reasonable assurance.​ ​Reasonable​--bukan absolut,
yang mana diindikasikan bahwa auditor bukanlah ​guarantor terhadap kebenaran dari
laporan keuangan, dan kegagalan dalam mendeteksi kecurangan masih mungkin terjadi
walau audit telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur audit yang ditentukan dalam
standar. Kegagalan dalam mendeteksi kecurangan tersebut dapat terbagi menjadi
beberapa faktor yakni:
- Risiko dari keterbatasan audit akibat dari prosedur audit yang dilakukan hanya
berdasarkan sampel pada aspek - aspek yang dinilai material, sehingga tidak diteliti
detail dan secara menyeluruh
- Adanya kerja sama atau kongkalikong atau persekongkolan manajemen dalam
melakukan kecurangan, sehingga memungkinkan bahwa satu perusahaan
merahasiakannya dari auditor dan menyusun segala rencana kebohongan dengan rapi
- Tanggung jawab auditor hanya mencakup pembuatan opini terhadap kewajaran
laporan keuangan, sehingga bukti - bukti yang dikumpulkan hanya berorientasi
untuk mewujudkan opini tersebut, tidak lebih

ISA 240 alinea 5


“Tanggung jawab auditor adalah melaksanakan prosedur audit menurut ISA untuk
memperoleh reasonable assurance bahwa laporan keuangan secara menyeluruh bebas
dari salah saji yang material, yang disebabkan oleh kecurangan atau kesalahan. Karena
adanya kendala bawaan suatu audit, maka ada resiko yang tidak dapat dihindari yakni
resiko tidak terdeteksinya salah saji material sekalipun audit telah dilaksanakan sesuai
dengan kriteria dan peraturan yang ada (ISA).”

Namun, dalam perkembangannya, terjadi kesenjangan ekspektasi antara masyarakat


terhadap apa yang diharapkan dari auditor dengan apa yang sesungguhnya auditor
kerjakan serta apa yang sesungguhnya berada dalam lingkup tanggung jawab auditor
yang sesungguhnya. Jika auditor bertanggung jawab untuk memastikan seluruh
pernyataan manajemen yang terkandung dalam komponen laporan keuangan adalah
benar, maka prosedur dan tipe bukti audit yang dibutuhkan akan memakan biaya yang
tinggi, dan membuat fungsi audit tidak lagi ​economically practical​.

​Peran dan Respon Auditor

Sejak awal, dari fase engagement dengan klien, auditor harus menempatkan penekanan
khusus pada aspek - aspek laporan keuangan klien yang berisiko mengandung
kecurangan, serta bagaimana cara kecurangan itu dapat terjadi. Auditor harus
merencanakan dan melakukan audit test untuk meminimalisir risiko kecurangan tidak
terdeteksi oleh auditor.

ISA 240 alinea 25


“Auditor wajib mengidentifikasi dan menilai risiko material misstatement yang
disebabkan oleh kecurangan (fraud) pada tingkat laporan keuangan, tingkat kelompok
transaksi, saldo akun dan pengungkapan.”
ISA Alinea 26
“Ketika mengidentifikasi dan menilai risiko material misstatement yang disebabkan oleh
kecurangan (fraud), dengan dugaan bahwa ada resiko terjadinya fraud dalam
pengakuan pendapatan, auditor wajib mengevaluasi jenis pendapatan, transaksi dan
kejadian yang menimbulkan resiko tersebut.”

Standar Audit menyebutkan prosedur yang harus dilakukan auditor untuk mendapatkan
informasi dari manajemen mengenai pendapat mereka terhadap kecurangan (​fraud​).
Dikarenakan banyak sekali kejadian kecurangan laporan keuangan yang dilakukan
instansi besar, khususnya pada pengakuan pendapatan, standar audit mewajibkan auditor
membuat asumsi adanya risiko kecurangan pada hal tersebut sejak tahap awal prosedur
audit. Ketika auditor menemukan adanya risiko kecurangan yang menimbulkan material
misstatement pada laporan keuangan, standar audit mewajibkan auditor untuk
memberikan respon dalam tiga tahapan, yakni:
1. Respon keseluruhan
2. Respon pada pernyataan manajemen yang terkandung dalam laporan
keuangan (asersi)
3. Respon yang berkaitan dengan fenomena ​management override

Melaporkan Kecurangan dan Kesalahan


1. Auditor harus mengerti serta memahami fakta dan situasi yang terjadi secara benar, dan
memastikan tidak terjadi misinterpretasi. Auditor harus memahami ​nature of the fraud &
the likely magnitude.​ Dengan mengetahui berapa kemungkinan besarannya, auditor
kemudian dapat melakukan​ additional audit tests.​
2. Setelah mengumpulkan seluruh bukti yang bersangkutan, auditor harus
mendiskusikannya terlebih dahulu dengan manajemen senior, direktur, atau komite
audit mengenai pandangan mereka terhadap kemungkinan terjadinya kecurangan.
Dalam diskusi ini auditor juga harus memahami prosedur dan kontrol terhadap
kecurangan serta program ​anti-fraud​ yang dimiliki perusahaan.
3. Auditor harus menilai seberapa besar dampak dari kecurangan tersebut, seperti besaran
dan jumlah kecurangan yang terjadi dan jugaelakunya..
4. Setelah auditor melaporkan kecurigaan atau kecurangan yang ada, mereka biasanya
berharap bertemu dengan seseorang yang bertanggung jawab atas tata kelola perusahaan
agar melakukan tindakan mitigasi atau prosedur kontrol yang tepat. kemudian auditor
dapat mengetahui lebih lanjut apakah fraud tersebut material, dan apabila material,
tentunya terdapat implikasi pada ​audit report.
5. Auditor harus memastikan ada dokumentasi selama proses audit hingga mencapai hasil
yang jelas dan memuaskan, sehingga pada dokumennya harus ada:
a. The initial ground for their suspicions ​(asumsi dasar)
b. The additional audit work they performed to substantiate their suspicion
c. The implications for audit work and changes in risk assessment and final
conclusions
6. Apabila auditor percaya bahwa kecurangan yang ada melibatkan dokumen palsu, seperti
sales invoices,​ auditor harus meminta ​a copy of evidence d​ ari dokumen tersebut. Namun
apabila bukti tersebut sudah ditiadakan (penghilangan bukti) sebelumnya maka akan
sulit untuk ditindaklanjuti, dan hal ini harus membangkitkan kecurigaan serta keyakinan
auditor terhadap kecurangan yang terjadi

Kasus Hukum Berkaitan dengan Fraud


1. Re Kingston Cotton Mill Co. (1896)
Kasus hukum ini menjadi kasus hukum yang paling terkenal terkait peran auditor dalam
menghadapi ​fraud. Auditor Kingston Cotton Mill Co saat itu menerima laporan
persediaan dari manajemen Kingston Cotton Mill Co. Karena merasa tidak ada resiko
atas persediaan, auditor menerima laporan tersebut tanpa melakukan pemeriksaan fisik
atas persediaan. Ternyata, persediaan perusahaan di laporan keuangan mengalami
overstated.
Juri memutuskan bahwa auditor tidak bersalah atas kejadian ini. Kutipan perkataan juri
atas peran auditor adalah, “​a watch-dog, not a bloodhound​”. Maksudnya adalah, auditor
dapat berperan secara pasif dan bertugas untuk menjaga kewajaran dari laporan
keuangan. Tidak seperti ​bloodhound, auditor tidak seharusnya berperan seperti detektif
dengan menganggap perusahaan memiliki kesalahan yang harus ditemukan dengan penuh
kecurigaan.
2. Thomas Gerrard and Son (1976)
Manajemen Thomas Gerrard and Son memanipulasi laporan keuangan yang
menyebabkan laba menjadi ​overstated​. Manajemen memindahkan faktur penjualan yang
terjadi di akhir tahun ke tahun berikutnya. Namun, pembelian dicatat di ​closing
inventories.​
Auditor menyadari perubahan yang terjadi, namun mereka percaya dengan apa yang
dikatakan Mr Croston, ​managing director Thomas Gerrard and Son, bahwa hal tersebut
dilakukan semata-mata untuk memudahkan perusahaan. Juri berpendapat, seharusnya
seorang auditor tidak terlalu bersandar atas integritas seseorang. Untuk menyimpulkan
opini audit, auditor memerlukan bukti-bukti audit yang kuat.
3. Moore Stephens vs Stone and Rolls Ltd
Moore Stephens merupakan firma akuntansi yang menjadi auditor dari Stone and Rolls
Ltd. Saat itu Stone and Rolls sedang dalam tahap likuidasi. Stojevic, adalah orang paling
utama di perusahaan. Ia menggunakan perusahaan Stone and Rolls untuk mendapatkan
pinjaman dari beberapa bank untuk dirinya sendiri. Salah satu bank mengetahui itu dan
menuntut Stone and Rolls.
Kemudian, likuidator menuntut auditor atas kegagalannya mendeteksi ​fraud yang
dilakukan oleh Stojevic. Alasan likuidator menuntut Moore Stephens adalah untuk
mendapatkan uang demi membayar para kreditor. Moore Stephens berargumen bahwa
apa yang dilakukan Stojevic adalah ​fraud​nya sendiri dan bukan ​fraud dari perusahaan
Stone and Rolls.

Skandal Audit
BCCI
BCCI adalah bank yang didirikan oleh Agha Hasan Abedi, seorang bankir yang
berasal dari Pakistan. Didirikan pada 1972, BCCI memiliki beberapa lokasi usaha di
London, namun domisili perusahaan adalah di Luxemburg. BCCI mendapat dukungan
keuangan dari penguasa Abu Dhabi saat itu, Syeikh Zayed bin Sultan al-Nahyan.
Pada tahun 1990, Price Waterhouse, yang mana merupakan auditor BCCI,
melaporkan kepada Bank of England bahwa BCCI memiliki ​lending problem dan mereka
menduga adanya aktivitas ​fraud di dalam BCCI. Padahal, setahun sebelumnya Price
Waterhouse mengeluarkan opini wajar tanpa pengecualian untuk BCCI. Perubahan opini
dari wajar tanpa pengecualian menjadi wajar dengan pengecualian akan minimbulkan
efek buruk. Hingga kemudian, pada 1991, Price Waterhouse mengeluarkan laporan yang
menunjukan bahwa BCCI memiliki pinjaman-pinjaman dalam jumlah besar, melakukan
akuisisi ilegal di Amerika Serikat. Mengalami kerugian dari aktivitas ​treasury dan
memanipulasi akunnya. Akibat laporan ini, Bank of England dan regulator memaksa
BCCI untuk bangkrut dengan hutang yang dilaporkan sejumkah £9 miliar.
Likuidator menuntut Price Waterhouse atas kelalaiannya mendeteksi fraud yang
terjadi. Price Waterhouse diinvestigasi di bawah ​Joint Diciplinary Scheme.​ Hingga pada
1998, Likuidator dan Price Waterhouse sepakat untuk berdamai dengan uang yang
dibayar sebesar $95 juta.
1. Parmalat
Parmalat merupakan perusahaan industrial terbesar ke-8 di Itali. Ia memiliki
35.000 pegawai dan beroperasi di 30 negara. Pada tahun 2003, Bank of America
menerbitkan laporan yang mengatakan bahwa deposito senilai 4 milyar euro di Cayman
Island adalah fiktif. Laporan ini berlanjut menjadi kasus investigasi dan Parmalat dipaksa
untuk bangkrut. ​Fraud ​di ​dalam Parmalat ditemukan sudah terjadi sejak dulu dan
melibatkan keluarga pemiliknya, keluarga Tanzi. Auditor mereka saat itu mendapat kritik
keras karena tidak bisa mendeteksi ​fraud dan ketidakindependensi mereka. Dua partner
dari auditor mereka saat itu sudah mengaudit selama bertahun-tahun lamanya. Auditor
juga dikritik karena selama ini menerima dokumen-dokumen terkait bank dari Parmalat
dan tidak meminta langsung kepada bank bersangkutan.

Consideration of Law and Regulations


Hukum dan regulasi berkaitan erat dengan laporan keuangan. Standar yang mengatur
fraud a​ dalah ISA 250.

ISA 250 paragraph 10


“Obtain sufficient appropriate audit evidence regarding compliance with the provisions
of those laws and regulations generally recognized to have a direct effect on the
determination of material amounts and disclosures in the financial statements.” And “To
perform specified audit procedures to help the identify instances of non-compliance with
other laws and regulations that may have a material effect on the financial statements.”
Dalam ISA 250 telah diatur bahwa proses audit dirancang untuk mengumpulkan bukti
audit yang cukup mengenai kepatuhan terhadap hukum yang ditetapkan dan diakui
memiliki efek langsung pada penentuan dari jumlah yang material serta pengungkapan
atas laporan keuangan. Beberapa audit prosedur yang lebih spesifik adalah mengerti
hukum dan regulasi yang berkaitan dengan entitas dan industri dalam menentukan
kepatuhan perusahaan, menginspeksi korespondensi dengan regulasi, diskusi dengan
manajemen apakah mereka sadar atas adanya ketidakpatuhan dengan hukum dan
regulasi, dan memperoleh konfirmasi tertulis dari direktur mengenai apa yang
diungkapkan semuanya patuh terhadap hukum dan regulasi. Ketika auditor sadar akan
adanya informasi yang mengindikasikan adanya ketidakpatuhan, auditor harus tahu sifat
dari kejadian tersebut serta efek potensial yang akan terjadi. Auditor juga harus
meng-komunkasikan dengan manajer jika terlihat ada sesuatu yang mencurigakan.
Auditor harus memberikan opini ​modified j​ ika terdapat efek yang material dalam
ketidakpatuhan manajemen, tetapi belum tercermin secara memadai di laporan keuangan.
Dan ketika auditor tidak setuju dengan perlakuan akuntansi manajemen atau
pengungkapan dalam laporan keuangan karena adanya ketidakpatuhan terhadap regulasi,
maka auditor harus memberikan opini ​adverse.​ Tetapi, jika terdapat keterbatasan dalam
menentukan lingkup kerja atas entitas, dan auditor tidak bisa menentukan apakah terjadi
ketidakpatuhan, maka opini yang diberikan adalah ​disclaimer.​

Вам также может понравиться