Вы находитесь на странице: 1из 6

DARI OTORITARIANISME KE DEMOKRASI:

BAGAIMANA MENDORONG NEGARA MENUJU KESTABILAN


DAN KETERBUKAAN?

FROM AUTHORITARIANISM TO DEMOCRACY: H O W TO ENDORSE


STATE INTO STABILITYAND OPENNES?

Mohamad Rosyidin

Mahasiswa Pascasarjana (S2) Ilmu Hubungan Internasional Fisipol


Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur, Yogyakarta
E-mail: mohamad.rosyidin@gmail.com
Diterima: 26 Januari 2013; direvisi: 15 April 2013; disetujui: 12 Juni 2013

Judul buku : The J Curve: Strategi Memahami Mengapa Bangsa-bangsa Berjaya dan Jatuh
Pengarang : Ian Bremmer
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : I (2013)
Tebal : 409 + xii halaman

Abstract

Democratization has become salient phenomena in world politics since post-Cold War. It has been argued
that democratization not only ensure civil rights but also bolster international peace and security. The problem is
many countries remain adopt authoritarianism which violate civil rights even if there is no political disruption.
Nevertheless, the ideal political system is both stable and open system. This article highlights the ‘J curve’theory
that offers explanation on political dynamic as well as provides policy recommendationfor great powers to encou­
rage democratization in authoritarian countries. The strategy to encourage political change towards democracy
is strengthening political institutionalization. Political institutionalization matters in order to avoid instability trap
as democratization proceeds. This article argues that the ‘J curve ’theory is very supportive to USforeign policy
agenda. The theory suggests that US need to stress on political institutionalization rather than military intervention
to end authoritarianism. US engagement in the process of democratization in Indonesia reflects the application of
the ‘J curve’theory.
Keywords: the 'J curve’theory, authoritarianism, democratization, political institutionalization

Abstrak

Demokratisasi menjadi fenomena penting dalam politik dunia sejak berakhirnya Perang Dingin. Pendapat
yang berkembang mengatakan bahwa demokratisasi tidak hanya menjamin hak-hak sipil, tetapi juga menunjang
keamanan dan perdamaian internasional. Masalahnya, banyak negara di dunia yang masih mengadopsi sistem
otoritarianisme yang tidak menjamin hak-hak sipil meskipun politik di negara-negara tersebut relatif tidak ada
gejolak. Walaupun demikian, sistem politik yang ideal adalah sistem politik yang stabil sekaligus terbuka. Artikel
ini meyoroti teori ‘Kurva J ’ yang menawarkan penjelasan tentang dinamika politik suatu negara dan menyediakan
rekomendasi kebijakan kepada negara besar untuk mendorong demokratisasi di negara otoriter. Strategi mendorong
perubahan politik menuju demokrasi adalah dengan memperkuat pelembagaan politik. Pelembagaan politik sangat
penting agar terhindar dari jebakan ketidakstabilan selama menempuh proses demokratisasi. Artikel ini berpendapat
bahwa teori ‘Kurva J’ sangat mendukung agenda politik luar negeri Amerika. Teori ‘Kurva J’ menyarankan supaya

Dari Otoritarianisme ke Demokrasi... | Mohamad Rosyidin | 155


Amerika lebih mengedepankan cara-cara pelembagaan politik ketimbang intervensi militer dalam mengakhiri otori­
tarianisme. Keterlibatan Amerika dalam proses demokratisasi di Indonesia mencerminkan penerapan teori ‘Kurva J’.
Kata kunci; teori ‘Kurva J’, otoritarianisme, demokratisasi, pelembagaan politik

Pendahuluan Oleh sebab itu, pertanyaan besar yang perlu dicari


Fenomena Arab Spring di permulaan tahun 2011 jawabannya adalah bagaimana cara mengubah
lalu membuktikan kebenaran tesis Francis Fuku­ negara yang stabil karena tertutup menjadi negara
yama bahwa demokrasi adalah ideologi universal yang stabil karena terbuka. Untuk menjawab
umat manusia yang bersifat final. Kita telah pertanyaan ini, Bremmer terinspirasi dari teori
menyaksikan negara-negara sedang berderap ekonomi. Teori ‘Kurva J’ sebenarnya diadaptasi
menuju demokrasi. Meskipun perjalanan menuju dari teori perdagangan internasional, khususnya
demokrasi tidak mudah, banyak negara percaya kurva J yang mengukur hubungan antara defisit
bahwa demokrasi akan menjamin keterpenuhan perdagangan suatu negara dan nilai tukar mata
hak-hak sipil warga negara sekaligus memberi uangnya (hlm. 5).
jalan kepada kemakmuran. Secara garis besar, buku ini menyoroti dua
Alur berpikir itulah yang mendasari penu­ faktor penentu kualitas sebuah pemerintahan,
lisan buku ini. Dengan bangunan argumen yang yakni keterbukaan dan kestabilan. Keterbukaan
cerdas dan masuk akal, Ian Bremmer menge­ mengukur sejauh mana sebuah negara selaras
mukakan teori tentang jalur yang dilalui suatu dengan arus-arus globalisasi yang saling-silang
negara untuk mengakhiri otoritarianisme. Teori (hlm. 6) serta seberapa jauh negara tersebut men­
‘Kurva J’ menyediakan kerangka analisis yang jamin kebebasan warga negaranya dalam bereks­
memadai untuk memahami bagaimana negara- presi dan memperoleh informasi. Sementara itu,
negara runtuh atau bertahan dalam proses menuju kestabilan merujuk pada kemampuan negara
pemerintahan terbuka. Disebut ‘Kurva J' karena bertahan dari guncangan dan kemampuannya un­
teori itu digambarkan dalam bentuk grafik dengan tuk tidak membuat guncangan-guncangan (hlm.
sumbu vertikal yang mengukur kestabilan dan 7). Dari kategorisasi itu, Bremmer memberikan
sumbu horizontal yang mengukur keterbukaan contoh negara-negara, seperti Korea Utara,
politik dan ekonomi terhadap dunia luar (hlm. 5). Kuba, dan Irak sebagai negara yang berada pada
Jika kita ingin mengukur tingkat kestabilan dan sisi paling kiri dari Kurva J, yakni negara stabil
keterbukaan suatu negara maka akan terbentuk tetapi tertutup. Sebaliknya, negara-negara yang
sebuah titik. Titik-titik data ini ketika dirangkai dikategorikan sebagai negara ‘agak terbuka’,
menjadi satu akan membentuk sebuah kurva yang tetapi berpotensi menjadi tidak stabil adalah
mirip huruf J. Semakin ke kiri negara yang kita Iran, Arab Saudi, dan Rusia. Afrika Selatan dan
ukur menempati kurva tersebut maka semakin Yugoslavia adalah contoh negara yang berada
tertutup negara itu, dan sebaliknya. Semakin di paling bawah dari Kurva J. Negara-negara
tinggi letak suatu negara yang kita ukur dalam yang berada di sisi paling kanan Kurva J atau
kurva tersebut maka semakin stabil negara itu, masuk dalam kategori negara stabil dan terbuka,
dan sebaliknya. Dengan pola seperti itu, teori contohnya adalah Turki, Israel, dan India. Untuk
‘Kurva J’ juga memberikan rekomendasi kebi­ Cina, Bremmer menempatkannya di sisi kiri
jakan kepada negara-negara maju mengenai cara Kurva J dengan alasan Cina masih relatif tertutup
paling efektif untuk membantu negara-negara sekalipun ekonominya terbuka, namun stabil.
otoriter keluar dari belenggu kedikatatoran. Buku ini berangkat dari tesis bahwa sebuah
Dalam sistem pemerintahan negara-negara negara yang stabil karena ketertutupannya
di dunia, ada dua jenis karakter sebuah rezim, harus melalui sebuah babak ketidakstabilan
yaitu negara yang stabil karena tertutup dan yang berbahaya atau kritis sewaktu negara itu
negara yang stabil karena terbuka. Idealnya, membuka diri terhadap dunia luar (hlm. 6). Jadi,
negara yang stabil karena terbuka lebih baik proses menuju kestabilan dan keterbukaan mem­
dibandingkan negara yang stabil karena tertutup. butuhkan ‘pengorbanan’ berupa ketidakstabilan.

156 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 10 No. 1 Juni 2013 | 155-160


Fase krisis ini perlahan-lahan akan dilalui seiring mengapa tidak memilih sistem otoriter saja untuk
dengan proses penguatan kelembagaan domestik menjamin kestabilan? Ini adalah pertanyaan
negara bersangkutan hingga benar-benar menca­ cerdas dan menarik. Bremmer mengajukan alasan
pai tahapan yang matang. bahwa kediktatoran mustahil bisa bertahan lama
Teori ‘Kurva J’ mengimplikasikan bahwa (hlm. 28). Otoritarianisme bertentangan dengan
jauh lebih cepat dan mudah menutup sebuah hasrat alami manusia untuk bebas. Masyarakat
negara daripada m em bukanya (hlm . 18). yang hidup di bawah bayang-bayang represi
U ntuk m engubah rezim m enjadi otoriter, pemerintah ibarat bom waktu yang suatu saat
hanya diperlukan kekuasaan tak terbatas yang akan meledak. Begitu momentum itu tiba, hasrat
mengendalikan seluruh sendi kehidupan ma­ terpendam tadi meledak tanpa kendali. Jika itu
syarakat. Lebih efisien memulihkan ketertiban terjadi, negara bekas kediktatoran itu akan jatuh
dengan mengumumkan undang-undang darurat di kurva paling bawah dan menjadi lahan subur
perang daripada undang-undang kebebasan pers. bagi munculnya sumber-sumber ancaman, seperti
Sementara itu, untuk menuju sisi kanan Kurva J, terorisme dan senjata pemusnah massal. Dalam
proses yang dilalui cukup panjang dan melelah­ fase transisi menuju demokrasi, negara menjadi
kan. Proses inilah yang biasanya dihadapi oleh lebih agresif dan tak jarang memicu perang
negara-negara sedang berkembang. Mengubah dengan negara lain.1
sistem dari kediktatoran militer ke parlementer Berbeda dengan kestabilan yang terdapat,
adalah perkara mudah. Akan tetapi, mengisinya baik pada rezim otoriter maupun demokratis,
dengan tokoh-tokoh yang berdedikasi dan keterbukaan hanya m ungkin dijam in oleh
berintegritas tidak semudah membalik telapak pemerintahan demokratis. Sistem demokrasi
tangan. Korea Selatan dan Indonesia menjadi menjamin kebebasan berekspresi warganya dan
contoh betapa demokratisasi adalah sebuah mengakses informasi dari mana saja. Memang,
proses yang menguras biaya, tenaga, dan pikiran. keterbukaan tidak bisa menjamin kestabilan.
Akan tetapi, kestabilan yang didukung dengan
Strategi ‘Kuda Troya’ keterbukaan lebih baik dan tahan lama karena
dua alasan. Pertama, negara yang stabil dan
Mendambakan kestabilan tidak mensyaratkan
terbuka akan terhindar dari guncangan yang
demokrasi. Dalam sistem otoriter yang tertutup
bisa menyeretnya ke titik terendah dari Kurva
sekalipun, kestabilan tetap ada bahkan mungkin
J. Kedua, negara yang stabil dan terbuka relatif
dengan derajat yang lebih stabil dibandingkan
lebih ramah dalam hal kebijakan luar negerinya
sistem demokratis. Kendali terpusat berfungsi
sehingga akan berkontribusi terhadap perdamaian
seperti peredam kejut yang menyerap goncangan
internasional. Hal ini jelas berbeda dengan negara
secara efektif dan efisien. Sebaliknya, dalam
otoriter-tertutup yang cenderung bersikap agresif
sistem demokratis belum tentu terdapat kestabi­
untuk menarik perhatian dunia internasional.
lan karena begitu kran kebebasan dibuka berbagai
gejolak muncul secara tiba-tiba. Hanya saja, Sebagai buku yang dimaksudkan untuk
kestabilan pada rezim otoriter sangat tergantung para pembuat kebijakan luar negeri Amerika,
pada pribadi seorang pemimpin. Selama sang Bremmer mengajukan rekomendasi tentang kebi­
pemimpin masih hidup, kestabilan bisa diper­ jakan apa yang harus dilakukan negaranya untuk
tahankan. Akan tetapi, jika suksesi politik tidak mendorong negara otoriter menuju demokrasi.
mampu mempertahankan ‘kultus individu’, bisa Alih-alih menganjurkan intervensi militer yang
dipastikan rezim tersebut akan jatuh pada lereng hanya akan memicu permusuhan, ia mengan­
paling bawah dari Kurva J. Dengan kata lain, jurkan agar negara-negara maju menciptakan
akan mengalami fase ketidakstabilan yang parah. kondisi-kondisi yang paling disukai rezim ter­
tutup agar dengan aman melewati babak kurang
Jika memang kestabilan tidak dipengaruhi
stabil pada Kurva J di samping meminimalkan
oleh sistem politik, mengapa sistem otoritari­
risiko sewaktu transisi menuju modernisasi
anisme tidak didukung? Dengan kata lain, jika
negara otoriter saja bisa stabil dan negara yang 1 Edward Mansfield dan Jack Snyder, “Democratization and
The Danger o f War,” International Security, Vol. 20, No. 1,
sedang menuju demokrasi justru tidak stabil, Summer, 1995, hlm. 5.

Dari Otoritarianisme ke Demokrasi... | Mohamad Rosyidin | 157


mereka dimulai (hlm. 30). Bagi negara seperti micu penolakan, tetapi juga agenda demokratisasi
Amerika, karakter rezim di suatu negara sangat gagal terwujud.5
penting bagi kepentingan nasional Amerika.
Semakin demokratis suatu negara, semakin Relevansinya bagi Indonesia
tidak mengancam keamanan nasional Amerika.2
Pembahasan contoh kasus penerapan teori ‘Kurva
Oleh karena itu, sangat penting bagi Amerika
J’ dalam buku ini hanya terbatas pada sejumlah
melakukan upaya demokratisasi di negara otoriter
negara saja. Lantas, jika mengacu pada kurva
dengan membangun penguatan kelembagaan
tersebut di manakah posisi Indonesia? Ditinjau
yang demokratis.3 Ini adalah metode ‘Kuda
dari aspek kestabilannya, Indonesia boleh
Troya’ klasik dengan mendukung pembangunan
dikatakan masih kurang stabil karena gejolak
di dalam negara itu sendiri sebelum mereka
politik, ekonomi, dan sosial masih sangat sering
memulai transisi. Negara-negara maju berarti
terjadi. Bahkan kecenderungan pemerintahan
harus melakukan upaya-upaya persuasif dengan
masa reformasi adalah melakukan kebijakan
sedikit terselubung, yaitu melakukan pemba­
yang tidak populis terhadap kebijakan domestik,
ngunan lembaga-lembaga politik, ekonomi,
seperti menaikkan harga bahan bakar minyak,
dan budaya. Penguatan lembaga-lembaga ini
tarif dasar listrik, privatisasi pendidikan, maupun
penting sebab, sebagaimana dicontohkan Brem­
kebijakan luar negeri seperti melepas Timor-
mer dalam kasus Afrika Selatan era Apartheid,
Timur, membuka hubungan dagang dengan
lembaga-lembaga ini akan diperlukan ketika
Israel, mendukung sanksi terhadap Iran, lamban
negara bersangkutan mau tidak mau merosot ke
dalam membela TKI yang terancam hukuman
situasi tidak stabil (hlm. 322). Metode ‘Kuda
mati, tidak tegas kepada negara tetangga yang
Troya’ merupakan social engeenering guna
melanggar kedaulatan, memberikan grasi kepada
m em berikan modal kepada negara-negara
narapidana narkoba, dan lain sebagainya, di
tertutup agar mampu menyelesaikan masalahnya
mana kesemuanya itu menimbulkan gejolak yang
sendiri ketika perubahan berlangsung.
mengancam legitimasi pemerintah. Ditinjau dari
Argumentasi Bremmer dalam buku ini aspek keterbukaannya, Indonesia dapat dikate­
sebenarnya hanya melengkapi tentang strategi gorikan sebagai negara terbuka karena akses
bagaimana mengakhiri rezim otoriter. Titik informasi dan kebebasan berekspresi dijamin
berangkat Bremmer sejalan dengan pendapat terutama pascareformasi. Jadi, posisi Indonesia
para sarjana Barat tentang bahaya ‘illiberal dalam Kurva J berada di kanan bawah. Hal ini
democracy’ yang mengancam kebebasan sipil sangat masuk akal sebab Indonesia masih dalam
dan penegakan hukum.4 Strategi capacity build- perjalanan menuju negara terbuka dan stabil di
ing yang dianjurkan Bremmer mengimplikasikan posisi kanan atas Kurva J.
bahwa Amerika hendaknya mempertimbangkan
Aspek lain yang menarik adalah keterkaitan
konteks domestik negara yang ingin ‘dide-
antara kebijakan perubahan rezim Amerika dan
mokratiskan ’. Amerika harus menj alin kemitraan
perubahan politik negara-negara berkembang.
dengan elite-elite lokal dalam proses pembuatan
Anjuran Bremmer mengenai pentingnya strategi
keputusan daripada memaksakan penerapan
‘Kuda Troya’ sebelum memulai babak perubah­
model demokrasi Barat secara mentah-mentah.
an di negara tertutup mengingatkan kita pada
Menganggap negara lain seperti anak kecil yang
tragedi 1965 di mana banyak pakar menyinyalir
harus mengikuti kehendak Barat tidak saja me­
keterlibatan Amerika yang sangat kuat. Analisis
Peter Dale Scott dan John Roosa menyimpulkan
bahwa Amerika berperan secara tidak langsung
2Sean M. Lynn-Jones, “Why the United States Should Spread terhadap aksi kudeta gagal yang berujung pada
Democracy”, Discussion Paper 98-07, Center for Science and
International AfFairs, Harvard University, Maretl998.
penghancuran PKI. Hal itu diperkuat dengan
3Francis Fukuyama, America at the Crossroads: Democracy, pengakuan mantan duta besar Amerika untuk In-
Power, and The Neoconservative Legacy (New Haven: Yale
University Press, 2006), hlm. 114. 'Gideon Rose, “Democracy Promotion and American Foreign
“Fareed Zakaria, “The Rise o f Illiberal Democracy,” Foreign Policy: A Review Essay", International Security, Vol. 25, No.
Affairs, Vol. 76, No. 6, November-Desember 1997, hlm. 22—43. 3, Winter2001, hlm. 199.

158 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 10 No. 1 Juni 2013 | 155-160


donesia, Marshal Green yang mengatakan bahwa, Terlepas dari bias kepentingan Amerika
“Kami tidak menciptakan gelombang itu, kami yang sangat eksplisit, buku ini harus diakui me­
hanya menungganginya.”6 Meskipun Amerika ngandung pelajaran penting bagi bangsa-bangsa
menyangkal keterlibatannya secara langsung yang sedang atau akan menuju demokratisasi.
dalam tragedi itu, setidaknya Amerika berperan Teori ‘Kurva J’ memberikan papan petunjuk bagi
dalam mempersiapkannya, semisal menggagas pemerintah mengenai rute yang ditempuh agar
civic mission bagi Angkatan Darat Indonesia sampai pada titik paling kanan kurva sekaligus
serta mendirikan Seskoad yang menurut catatan memberikan papan peringatan di mana dan kapan
John Roosa dirancang mencetak para ‘penguasa sebuah negara dapat terperosok ke titik paling
masa depan’.7 Strategi ‘Kuda Troya’Amerika di bawah kurva. Dalam memberikan saran supaya
Indonesia sebelum peristiwa 1965 menunjukkan demokratisasi tidak jatuh ke kerawanan, argumen
bahwa perubahan rezim harus dilakukan bukan Bremmer tampak sejalan dengan Jack Snyder
dengan intervensi militer secara langsung dan tentang pentingnya modal politik, ekonomi, dan
kasar seperti di Vietnam, melainkan membangun sosial sebagai prakondisi demokratisasi. Ada tiga
lembaga yang akan menjadi pilar penyangga syarat pokok berhasilnya demokratisasi, yaitu
ketika perubahan terjadi. kaya dan modem, golongan elite mudah menye­
Keterlibatan Amerika dalam proses perubah­ suaikan diri, dan lembaga-lembaga berhaluan
an rezim di Indonesia juga terjadi pada momen liberal yang cukup kokoh dan beragam.10Afrika
reformasi 1998. Banyak kalangan percaya bahwa Selatan yang berhasil menghindar dari jebakan
tergusurnya Soeharto dari kursi kekuasaan tak ketidakstabilan pasca-perubahan merupakan
terlepas dari faktor politik luar negeri Amerika.8 contoh kasus dari argumen ini.
Bahkan, jauh sebelum reform asi bergulir, Salah satu kelebihan lain buku ini adalah
Amerika sudah mempersiapkan Tiang lahat’ Bremmer secara berim bang m enganjurkan
bagi rezim otoriter Soeharto yang dulu pemah tindakan-tindakan apa yang harus diambil
didukungnya. Kemunculan lembaga-lembaga negara-negara maju untuk mendorong de­
swadaya masyarakat (LSM) pada paruh pertama mokratisasi sekaligus mengkritik kebijakan luar
dekade 1990-an merupakan ‘sumbu politik’yang negeri yang menekankan pada cara-cara militer.
memicu ledakan protes masyarakat sipil terhadap Misalnya dalam kasus invasi ke Irak tahun 2003,
pemerintah. Munculnya LSM-LSM dan perannya ia membuktikan teorinya bahwa demokratisasi
dalam memperkuat kedudukan masyarakat sipil yang dipaksakan justru akan menenggelamkan
vis a vis pemerintah berutang pada dukungan negara bersangkutan ke dalam situasi ketidak­
LSM-LSM internasional yang disokong Barat.9 stabilan yang tidak berkesudahan. Pelajaran dari
Artinya, dukungan Amerika kepada lembaga- Kurva J adalah bahwa sebuah proses penciptaan
lembaga itu, baik secara m aterial maupun kesempatan-kesempatan bagi warga Irak untuk
nonmaterial merupakan strategi ‘Kuda Troya’ mendapatkan keuntungan dari akses sumber
yang memainkan peran cukup krusial dalam daya dari dunia luar akan menyebabkan rezim
membawa perubahan politik di Indonesia. Tentu Saddam tidak stabil sehingga hal itu akan sedikit
saja, faktor eksternal itu bukan satu-satunya pe­ lebih baik bagi rakyat Irak ataupun Amerika
nyebab demokratisasi, namun faktor penunjang (hlm. 104).
keterbukaan politik di Indonesia. Meskipun demikian, harus dikatakan bahwa
6Tim Weiner, Legacy ofAshes: The History ofThe C l A, (New buku ini tak luput dari kekeliruan yang cukup
York: Doubleday, 2007), hlm. 262. fatal. Sebagai contoh adalah proyeksi Bremmer
7John Roosa, Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 Septem­
mengenai masa depan politik Suriah. Bremmer
ber dan Kudeta Suharto, (Jakarta: Hasta Mitra, 2008), hlm. 263.
'Kishore Mahbubani, Beyond The Age oflnnocence: Rebuild-
mengatakan bahwa sebagai negara yang cukup
ing Trust between America and The World (New York: Public stabil, Suriah merupakan salah satu negara yang
Affairs, 2005), hlm. 44. memang rentan terhadap tantangan-tantangan
9 Dewi Fortuna Anwar, “The Fail o f Suharto: Understanding jangka panjang akibat lembaga politiknya yang
The Politics of The Global”, dalam Dewi Fortuna Anwar,
Indonesia at Large: Collected Writings on ASEAN, Foreign 10Jack Snyder, Dari Pemungutan Suara ke Pertumpahan Darah:
Policy, Security and Democratization, (Jakarta: The Habibie Demokratisasi dan Konflik Nasionalis, (Jakarta: Kepustakaan
Center, 2005), hlm. 325. Populer Gramedia, 2003), hlm. 366.

Dari Otoritarianisme ke Demokrasi... | Mohamad Rosyidin | 159


belum matang, tetapi tidak akan mengalami Daftar Pustaka
kekacauan nyata tahun ini atau tahun depan (hlm.
15). Prediksi Bremmer meleset karena ternyata Buku
Suriah terkena imbas Arab Spring yang memicu Anwar, Dewi Fortuna. 2005. “The Fail of Suharto:
perang saudara tak berkesudahan hingga saat Understanding The Politics of The Global”,
ini. Kekurangan lain adalah argumen bahwa dalam Dewi Fortuna Anwar, Indonesia at
perjalanan suatu negara menuju kanan kurva Large: Collected Writings on ASEAN, Foreign
adalah suatu proses yang alami (hlm. 25). Teori Policy, Security andDemocratisation. Jakarta:
The Habibie Center.
ini tidak berlaku untuk Indonesia pada masa Orde
Baru karena masyarakat lebih mendambakan Fukuyama, Francis. 2006. America at the Crossroads:
Democracy, Power, and The Neoconservative
kestabilan daripada keterbukaan. Pada masa
Legacy. New Haven: Yale University Press.
Orde Baru, rakyat jelata tidak terlalu menghi­
Mahbubani, Kishore. 2005. Beyond TheAge oflnno-
raukan kebijakan represif pemerintah selama
cence: Rebuilding Trust between America and
kebutuhan ekonomi mereka terpenuhi. Bagi The World. New York: Public Affairs.
negara yang jumlah kelas menengahnya relatif Roosa, John. 2008. Dalih Pembunuhan Massal: Ge­
kecil, kebebasan sipil tampaknya tidak lebih ber­ rakan 30 September dan Kudeta Suharto. Ja­
harga ketimbang tercukupinya kebutuhan dasar karta: Hasta Mitra.
mereka. Bahkan di negara-negara yang relatif Snyder, Jack. 2003. Dari Pemungutan Suara ke Per­
makmur sekalipun, misalnya Cina dan Arab tumpahan Darah: Demokratisasi dan Kon­
Saudi, meningkatnya standar hidup masyarakat flik Nasionalis. Jakarta: Kepustakaan Populer
tidak secara otomatis memicu tuntutan terhadap Gramedia.
kebebasan sipil. Satu lagi, argumen Bremmer Weiner, Tim. 2007. Legacy ofAshes: The History of
tampak tidak sejalan dengan fakta bahwa di The ClA. New York: Doubleday.
Arab Saudi, Amerika tidak peduli dengan masa
depan rezim di negara otoriter tersebut kecuali Jurnal
kepentingan geopolitik dan geostrategis. Lynn-Jones, Sean M. 1998. “Why the United States
Should Spread Democracy”, Discussion Paper
Akhirnya, tesis buku ini sangat konsisten
98-07. Center for Science and International Af­
dengan tesis teori perdamaian demokratis yang fairs, Harvard University, March.
berasumsi bahwa semakin demokratis sebuah
Mansfield, Edward & Jack Snyder. 1995. “Democra­
negara semakin tidak agresif negara tersebut. tization and The Danger of War”, International
Alhasil, demokrasi bisa berkontribusi terhadap Security, Summer, 20, (1): 5
perdamaian dunia. Corak pemikiran liberal Rose, Gideon. 2001. “Democracy Promotion and
begitu kuat sehingga agenda besar negara-negara American Foreign Policy: A Review Essay”,
maju adalah menggiring negara-negara tertutup International Security, Winter, 25 (3); 199.
menuju keterbukaan. Hanya pemerintahan yang Zakaria, Fareed. 1997. “The Rise of Illiberal Demo­
stabil tetapi memberikan kebebasan kepada cracy”. Foreign Affairs, November-December,
warga negaranya yang bisa diandalkan untuk 76 (6): 22-43.
menciptakan dunia yang lebih damai dan mak­
mur.

160 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 10 No. 1 Juni 2013 | 155-160

Вам также может понравиться