Вы находитесь на странице: 1из 12

TA’ARUF DALAM KHITBAH PERSPEKTIF SYAFI’I DAN JA’FARI

Eliyyil Akbar
STAIN Gajah Putih, Takengon
elayakbar@yahoo.co.id

Abstract
Family problems are not unusual since parents are individuals with differences in attitude, manner, and ways
of interaction. Problems can arise due to jealousy, economic problems, affairs, immorality, and other outside
issues. Such problemss are found in newly married as well as longterm couples who have not engaged in the
ta’aruf processes. Generally, Indonesian people choose the pre-marriage process, and in this case, ta’aruf are
overlapped so that it becomes negative. The overlapping of ta’aruf affects self-esteem, psychological wellbeing
and morality. The attitudes of the couple therefore effects their future life, men think negatively about the
relationship and women are exploited as they are considered to be influenced by their emotions. Men think
that the women are not what they want because the woman cannot keep support her own existence. The
mutual relationship between men and women is used to minimize the family’s problems. This paper describes
ta’aruf according to the Syafi’i and Ja’fari points of view, and considers which contributes more to ta’aruf
actualization in Indonesia. Both philosophies proffer that women should dress in the khibah, that the way
women dress women be appropriate to the activities of daily life, and that they may khalwat whether mahram
or not. Through ta’aruf one may avoid problems that lead to zina (sexual sin).
Keywords: ta’aruf, khitbah, Imam Syafi’i, Ja’fari

Pendahuluan Aktifitas manusia ditetapkan oleh hukum


Manusia merupakan makhluk sosial yang Islam, karena tindak tanduk manusia dalam
memiliki keinginan untuk menyesuaikan diri penyelesaian suatu dinamika kehidupan bersumber
terhadap kehidupan baru di mana dua individu pada dalil aqli maupun naqli selain itu kajian
dari dua keluarga yang berbeda bersatu untuk tentang masalah Islam merupakan kajian menarik,
membentuk satu sistem keluarga. Pengenalan dua aktual dan perlu dilestarikan, salah satu term yang
sisi komunitas keluarga besar sebaiknya dijaga perlu mendapatkan perhatian untuk ditelaah
sehingga ke depan bisa menjembatani keluarga lebih jauh dalam perspektif fiqih Islam adalah
yang sakinah. Keinginan tersebut muncul karena term ta’aruf. Ta’aruf biasanya untuk mengawali
aktifitas kehidupan manusia senantiasa bergerak menuju lembaran hidup baru yang merupakan
dan berkembang sejalan dengan perkembangan sunnah Rasul. Mengenai pentingnya perkawinan,
zaman. Perkembangan tersebut berhubungan Rasul bersabda: “Dari Anas ra, bahwa beberapa orang
dengan kehidupan pribadi dan masyarakat sebagai sahabat Nabi saw. Bertanya secara diam-diam kepada
makhluk sosial yang diaktualisasikan dengan istri-istri Nabi saw tentang amal ibadah beliau. Lalu di
ekspresi individu terhadap golongan, misalnya antara mereka ada yang mengatakan: Aku tidak akan
berkomunikasi dengan baik, tampil prima dan menikah dengan wanita, yang lain berkata: Aku tidak
berwibawa. akan memakan daging. Dan yang lain mengatakan:
Aku tidak akan tidur dengan alas. Mendengar itu, Nabi
saw memuji Allah dan bersabda: Apa yang diinginkan
Musâwa, Vol. 14, No. 1, Januari 2015

orang-orang yang berkata begini, begini! Padahal aku dilakukan dengan berkenalan tanpa ada batas
sendiri shalat dan tidur, berpuasa dan berbuka serta dengan tidak menahan pandangan, tidak menjaga
menikahi wanita! Barang siapa yang tidak menyukai perhiasan atau berhijab, berduaan atau menyendiri
sunahku, maka ia bukan termasuk golonganku!.” (HR. dengan pasangan, melakukan zina yang konon
Muslim). karena bukti cinta kasih atau untuk percobaan-
Proses ta’aruf dilakukan untuk meminimalis percobaan action laki-laki terhadap seorang wanita.
fenomena negatif salah satunya resiko kepudaran Tanpa ada batas tersebut merupakan konotasi dari
rumah tangga yang berpotensi diri tidak sakinah. pacaran dan bahkan menjurus kepada pelecehan
Kasus pudarnya rumah tangga kian meluas hak kaum hawa yang cenderung memanfaatkan
dan mengancam unit terkecil misalnya tahun kesempatan bahwa perempuan sebagai objek
2005 terdapat 13.779 kasus perceraian yang pelampiasan nafsu.
disebabkan akibat perselingkuhan; 9.071 Tulisan ini memaparkan batasan ta’aruf
disebabkan gangguan orang ketiga dan 4.708 dengan mengacu pada madzhab Imam Syafi’I
akibat cemburu.1 Pentingnya ta’aruf agar calon dan Imam Ja’fari dan dari kedua pandangan
pasangan mengetahui calon dari segi agama, tersebut mana yang lebih memberikan kontribusi
akhlak, wajah serta latar belakang, ta’aruf juga dalam aktualisasi ta’aruf di kalangan umum yang
sebagai jembatan yang memperdekat jarak untuk sudah mengalami pergeseran pada masa sekarang.
melihat apakah calon tersebut cocok atau tidak, Penekanan wanita dalam pembahasan ini adalah
ta’aruf juga dapat mempersempit ruang penyesalan wanita yang belum pernah melangsungkan
setelah menikah, timbulnya penerimaan dan pernikahan, bukan yang lainnya.
kesadaran penuh dalam mengarungi bahtera
rumah tangga, serta menyederhanakan masalah
Ta’aruf
atau langkah menuju perkawinan yang memang
sederhana agar tidak berbelit-belit. Ta’aruf berasal dari ta’arrofa yang artinya menjadi
tahu, yang asal akarnya ‘a-ro-fa yang berarti
Proses ta’aruf memungkinkan seseorang
mengenal-perkenalan. Mengenai makna dasar
untuk menolak ketika ia tidak berkenan dengan
ta’aruf diperkuat dengan penjelasan Al-Qur’an
calon yang akan dijodohkan karena proses tersebut
Surah Al-Hujurah ayat 13:
tidak membuka kontak fisik dalam bentuk apapun
‫ف ن‬ ‫ق ئ‬ ‫ن �� ن �خ �ق ن ك ذ‬
� ‫�م� �ش� �عوب�ا و� ب���ا �ل �لت��ع�ا ر�وا‬
�‫�روا ن�ث�ى و ج���ع ن���ا ك‬ ‫�م�م� ن� � ك‬ � ‫ي�ا ا ��ي�ه�ا ا �ل��ا س ا �ا ��ل� ���ا‬
sehingga para calon tidak dapat bebas melakukan
‫ح�� خ� ا ت‬ ‫�ما ن� ا �ل�ل�ه ع�ل��ي���م خ� ب��ي��ر (ا �ل‬ ‫ت �ق‬
apa saja. Proses ta’aruf menuntut pasangan
untuk tidak mengembangkan rasa cinta sebelum )13 :� ‫� ر‬ �‫�م�ع ن���د ا �ل�ل�ه ا ��� �ا ك‬
�‫�ر�م ك‬
‫اك‬
menikah.2 Pernikahan merupakan hubungan jiwa,
hubungan harmonis dan kedamaian, cinta dan Yang artinya:“Hai manusia! Sesungguhnya Kami
kasih sayang, kemuliaan dan keindahan. Dengan menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
menikah, maksiat akan terjaga baik dalam bentuk perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
maksiat penglihatan atau maksiat tubuh. Menurut dan bersuku-suku lit a’ārafū (supaya kamu saling
pandangan Islam pernikahan merupakan akad kenal)… sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi
yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak amah mengenal.”(QS. Al-Hujurat : 13).
dan kewajiban serta tolong menolong antara laki- Dalam penjelasan tafsir Imam Syafi’i bahwa
laki dan seorang perempuan yang bukan mahram.3 turunnya ayat tersebut Nabi memberikan tanda
Berkaitan dengan aktifitas pranikah berupa (syi’ar) bagi orang-orang yang hijrah, seperti
interaksi pasangan sebelum pernikahan marak halnya tanda bagi kaum Aus dan bagi kaum
Khazraj. Pada tahun pembebasan Mekah (‘am al-
1
Tim Riset Republika, 2007, hal.1
fath), Nabi memberikan bendera kepada masing-
2
Imtichanah, L., Ta’aruf, Keren…! Pacaran, Sorry Men!,
Cetakan I, (Depok: PT. Lingkar Pena Kreativa, 2006) 3. masing kabilah, hingga setiap kabilah memiliki
3
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta: PT benderanya masing-masing agar mereka saling
Rineka Cipta, 2005), 2.

56
Eliyyil Akbar: Ta’aruf dalam Khitbah Perspektif Syafi’i Dan Ja’fari

mengenal, di dalam atau di luar peperangan. melindungi dirinya dari kesetiaan dengan kisahnya
Hal tersebut dilakukan agar beban berat menjadi yang dicerca, diasingkan masyarakat karena
ringan, jika mereka bersatu.” mengandung Nabi Isa, namun ia mempertahankan
Interpretasi ta’aruf secara bahasa dalam eksistensi sebagai wanita. Sebagai seorang pria
Al-Qur’an adalah perkenalan namun makna diharapkan pengejawantahan malaikat yang
tersebut mengalami pergeseran maksud bahwa melindungi dan menyakinkan bahwa kausa prima
selain terciptanya manusia berbangsa dan (penyebab utama yang tidak bisa disebabkan lagi)
bersuku, juga terdiri dari kaum Adam dan Hawa wanita dijadikan contoh.
yang mana dianjurkan untuk saling mengenal di
antara mereka. Jika dikontekskan dengan ta’aruf
tujuannya sebelum mereka ditakdirkan untuk Khitbah
berjodoh dapat menerima segala kekurangan Islam dan syari’atnya yang bersifat toleransi
dan meleburkan beban berat yang diterima dan benar telah memberikan pola kaidah dan
pasangan tersebut. dasar praktis yang harus ditaati bagi seorang
Hidayat mengutip dari Sukamdiarti bahwa peminang, yang ingin melakukan pernikahan.
ta’aruf adalah komunikasi timbal balik antara laki- Kaidah ini bila ditaati oleh seorang laki-laki atau
laki dan perempuan untuk saling mengenal dan seorang wanita dalam melakukan pernikahan,
saling memperkenalkan diri. Fenomena ta’aruf yang maka pernikahan akan bahagia dan kecintaan
didenotasikan suatu ritual pranikah adalah sebagai serta kasih sayang antara suami dan istri. Pasangan
berikut: a) Saling tukar menukar data diri sebagai yang menghendaki pernikahan telah digariskan
perkenalan pertama, bahkan dengan bertukar Allah untuk saling mengenal (ta’aruf) sehingga
foto masing-masing. b) berjumpa pertama kali pelaksanaan pernikahannya nanti benar-benar
atau “melihat”. “melihat” inilah yang sebenarnya berdasarkan pandangan dan penilaian yang jelas5.
sesuai sunnah Nabi SAW, sebab Beliau SAW ketika Secara bahasa peminang berasal dari kata
salah seorang menyatakan akan menikah dengan “pinang atau meminang” yang bersinonim
si fulanah, beliau bertanya apakah sudah pernah melamar, biasa disebut dengan “khitbah”. Secara
melihat fulanah tersebut? Kemudian Beliau etimologi meminang atau melamar artinya
menganjurkan sahabat tersebut untuk melihatnya, meminta wanita untuk dijadikan isteri (bagi
dengan alasan: “karena melihat membuat engkau dirinya sendiri atau orang lain). Cara yang
lebih terdorong untuk menikahinya”. c) Proses dilaksanakan disesuaikan dengan adat masyarakat
dilanjutkan dengan “hubungan” dengan maksud secara umum dan lamaran biasanya masing-masing
memperjelas perkenalan, yaitu mungkin dengan pihak saling menjelaskan keadaan dirinya atau
surat menyurat, sms atau telepon atau pertemuan keluarganya yang bertujuan untuk menghindari
lain dengan komposisi yang sama. d) Selanjutnya terjadinya kesalahpahaman di antara kedua calon
kedua pihak mulai melibatkan orang tua, e) Jika pasangan.
sudah bicara teknis artinya sudah dalam proses Khitbah merupakan pendahuluan untuk
menuju pernikahan. melangsungkan perkawinan, disyari’atkan
Dengan cara tersebut, kedua keluarga sebelum ada ikatan suami istri dengan tujuan
pasangan yang sudah saling kenal tadi dapat agar memasuki perkawinan didasarkan kepada
melihat seperti apa orang yang nantinya akan penelitian dan pengetahuan serta kesadaran
bergabung menjadi keluarga besar mereka. Sebab, masing-masing pihak. Dasar nash tentang khitbah
ikatan pernikahan dalam pandangan Islam itu termaktub dalam surat Al-Baqarah ayat 235 yang
bukanlah antara dua orang, melainkan antara dua berbunyi:
‫ن �ن �ت ف‬ ‫ل ن ع��ل ك ف‬
‫�� ��ت���م ب��ه �م� ن� �خ��ط ب����ة ا �ل��ن��س�ا ء ا وا �ك‬
keluarga4. Sebagai seorang perempuan diharapkan
bisa seperti Siti Maryam yang berkomitmen �‫���� ���م �ي‬ ‫�م ���ي���م�ا �عر �ض‬
� �‫وا ج����اح ي‬
4
Athian Ali Moh. Dan’i, Keluarga Sakinah, Cet. III, (Jakarta: Abdurrahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta:
5

PT. Raja Grafindo Persada, 2004), 269. Kencana, 2006), 73.

57
Musâwa, Vol. 14, No. 1, Januari 2015

‫�� ن� لا ت�وا ع�د و�ه� ن� ��سرا الا ا ن� ت����قو�لوا‬ ‫� ت�ذ �ن‬ �‫ ا ن���ف� ��س ك‬Pengutamaan pemilihan agama dikuatkan oleh
‫�مع��ل ا �ل�ل�ه ا ن� ك�م����س��� ك‬
‫�رو� �ه� ن� و�ل ك‬
‫م‬
‫ف‬ ‫ق‬
...‫ �ولا �م�عرو��ا‬surat Al-Baqarah ayat 221 yang berbunyi:
‫ة �ؤ ن ة �خ ن‬ ‫ي�ؤ ن‬ ‫ت‬ ‫ت‬ ‫�ش‬ ��‫ولا ��تن�����ك‬
“Tidak dosa bagimu meminang wanita-wanita dengan ��‫� �م�� ولا �م�� �م ����م���� ي��ر�م‬ �‫حوا ا �ل���م�� رك�ا � ���ح�ي‬
‫���ة و�ل ا �جع‬
�‫� ب�� ك‬ ‫�ش‬
‫�م‬ ‫�م�� رك و‬
sindiran atau menyembunyikan (keinginan mengawini
mereka) dalam hatimu, Allah SWT mengetahui bahwa
kamu akan menyebut-nyebut mereka, dari pada itu Dari ayat tersebut menjelaskan bahwa
janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan seorang amat (budak) lebih baik dari pada
mereka secara rahasia kecuali sekedar mengucapkan wanita yang musyrik walaupun kecantikannya
kepada mereka perkataan ma’ruf (sindiran)…” (QS. mempesona. Wanita laksana emas yang mana
Al-Baqarah: 235). dijelaskan dalam Al-Qur’an masalah kecintaan
terhadap nafsu yang sifatnya duniawi, maka yang
Hukum khitbah dalam pandangan Imam pertama disebut adalah wanita. Dalam menyebut
Syafi’i adalah sunah karena Rasulullah SAW kenikmatan akhirat, yang pertama disebut adalah
melakukannya ketika beliau meminang Siti wanita surgawi atau para bidadari. Imam Ja’fari
Aisyah binti Abu Bakar dan Hafshah binti Umar sependapat dengan pernyataannya, “sesuatu
bin Khatab. “Dari Urwah, bahwasanya Rasulullah yang amat menyenangkan bagi manusia di dunia
saw telah meminang Siti Aisyah kepada Abu Bakar. dan akhirat adalah melakukan hubungan dengan
Abu Bakar berkata kepada Rasulullah saw: ”Saya ini wanita.” Semuanya itu menjelaskan bahwa betapa
hanyalah saudaramu” Rasulullah saw menjawab: “Ya, berharganya wanita bagi laki-laki.
saudara saya seagama, dan karenanya di (Siti Aisyah) Selain unsur pemilihan pasangan, terdapat
halal bagi saya” (HR. Bukhari). syarat dalam khitbah, pertama syarat muhtasinah
Khitbah bisa berhukum makruh jika kedua yaitu berupa anjuran kepada seorang laki-laki
pasangan melakukan ikhram. Hal tersebut yang meminang wanita agar ia meneliti wanita
berdasarkan hadits: “Dari Ustman bin affan RA yang akan dipinang, sehingga dapat menjamin
berkata: Rasulullah SAW bersabda: seorang laki-laki kelangsungan hidup berumah tangga kelak. Syarat
yang sedang berihram (memakai pakaian ihram dalam ini meliputi 1) wanita itu sekufu 2) wanita yang
berhaji atau umrah) tidak dapat (dilarang) melakukan mempunyai kasih sayang 3) wanita jauh hubungan
akad nikah, tidak dapat (dilarang) dinikahkan darah dengan laki-laki yang akan meminangnya 4)
dan dilarang melakukan lamaran atau dilamar.” mengetahui keadaan jasmani.
(HR. Muslim). Demi tujuan yang hakiki dari Syarat kedua adalah syarat lazimah (syarat
sebuah pernikahan, ketika khitbah dianjurkan yang harus dipenuhi sebelum peminangan
untuk memilih pasangan dengan mengacu dilakukan) meliputi 1) wanita tidak dalam
pada Nash: “Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw pinangan orang lain 2) wanita tidak dalam
bersabda:”Dinikahinya perempuan itu karena empat masa iddah. Indikasi dari kedua syarat tersebut
hal: hartanya, keturunannya, kecantikannya dan memudahkan jalan perkenalan antara peminang
agamanya. Dahulukan agamanya niscaya kamu akan dengan yang dipinang, antara keluarga kedua belah
bahagia” (HR. Bukhari Muslim). pihak, menuju ketentraman jika cocok dan yakin
Dari hadits tersebut termaktub bahwa agama dengan calon pasangan hidupnya. Wanita dalam
merupakan unsur utama dalam memilih pasangan, masa khitbah, tetap sebagai wanita asing yang tidak
karena pernikahan bukan semata untuk duniawi, boleh “diapa-apakan” sampai melakukan akad
bukan semata melampiaskan nafsu, bukan semata nikah. Khitbah termasuk syarat sah nikah yang
rutinitas yang harus dijalani sesuai sunah Nabi mana seseorang boleh langsung menikah tanpa
namun dibalik pernikahan mensiratkan tujuan melamar atau meminang terlebih dahulu namun
untuk menciptakan keluarga sakinah, mawaddah, pada umumnya meminang merupakan salah satu
rahmah serta barakah di dunia sampai akhirat. cara untuk segera menikahi calon pasangannya.

58
Eliyyil Akbar: Ta’aruf dalam Khitbah Perspektif Syafi’i Dan Ja’fari

Ta’aruf mazhab Syafi’i dan Ja’fari r.a: “Hai Ali! Jangan sampai pandangan yang satu
Perkembangan ta’aruf mengalami pergeseran mengikuti pandangan lainnya. Kamu hanya boleh pada
cara pandang dan aktualisasinya yang mana laki- pandangan pertama, adapun yang berikutnya tidak
laki hendak menikahi seorang wanita, maka laki- boleh.” (Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tirmizi).6
laki tersebut dianjurkan melihat wanita tersebut Dalam memandang tidak diperbolehkan sengaja
dengan tujuan penyatuan insan yang mempunyai mengamati bentuk dan rupaya sesudah terlihat
latar belakang yang mungkin berbeda serta sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Dari Ali r.a
penciptaan keluarga yang diidamkan begitu juga dari Nabi saw bersabda,”Ya Ali, janganlah pandangan
wanita yang dikenal oleh lelaki dianjurkan untuk itu kamu turuti karena boleh bagimu, hanya pandangan
memperlihatkan atau bersikap sesuai norma. pertama dan tidak halal bagimu pandangan yang
Dalam penjabaran ini mengacu pada pendapat kedua.” (HR. Abu Dawud dan Tirmizi).
Imam syafi’i dan Imam Ja’fari. Imam Syafi’i mengatakan, Allah telah
Imam Syafi’i bernama lengkap Abu Abdillah mewajibkan kedua mata untuk tidak digunakan
Muhammad bin Idris As-Syafi’i Al-Muttalibi Al- melihat apa yang Dia haramkan dan sebaliknya,
Qurashi ayahnya bernama Muhammad bin Idris selalu menundukkan pandangan dari apa yang
bin Abbas bin Utsman bin Syafi’i, ibunya Fatimah dilarang karena zina mata tercipta karena melihat
binti Abdullah bin Hasan bin Husain bin Ali bin seperti Rasulullah S.A.W menganggap pandangan liar
Abi Thalib. Syafi’i lahir di desa Ghazzah, Asqalan dan menjurus kepada lain jenis, sebagai satu perbuatan
pada tahun 150 H. Menurut Imam Ahmad, Syafi’i zina mata. “Dua mata itu bisa berzina, dan zinanya
adalah manusia yang paling memahami kitab ialah melihat.” (Riwayat Bukhori). Allah berfirman:

�‫ف���وا ف�رو ج‬
‫ح��ف���� ظ‬ ‫�ق� �ل�لم�ؤ �م ن���� ن ��� ض‬
Allah beserta Sunnah Rasulullah.
‫���ه���م‬ � ‫غ����وا �م� ن ا �ب���ص�ا ر �ه���م و‬
� ‫ل � ي� ي‬
Imam Ja’far Ash-Shadiq lahir pada 17 Rabiul ‫ي‬ �
Awal 80 H di madinah Al-Munawaarah. Ayahnya
“Katakanlah kepada orang-orang mukmin agar
Imam Muhammad Al-Baqir dan ibunya Ummu
menundukkan pandangan mereka dan memelihara
Farrah. Mengenai Imam Ja’far, Malik bin Anas
kehormatan mereka” (QS. An-Nuur: 30-31)7.
‫ت‬
(Imam Malik) berkata: ”Demi Allah! Aku tidak
pernah melihat seorang pun melebihi kezuhudan, �‫ف����وا ف�رو ج‬
Kata �‫���ه� ن‬ ‫ح��� ض‬
� ‫ لا‬yang disebutkan dalam

keutamaan, ibadah dan kewarakan Ja’far, suatu seluruh ayat-ayat Qur’an mempunyai makna
waktu aku mendatanginya dan beliau sangat penjagaan dari perzinaan kecuali pada ayat yang
memuliakannku”. Bahkan Abu Hanifah pernah tersebut di atas mempunyai makna penjagaan dari
belajar kepada beliau selama dua tahun, Dia pandangan bukan penjagaan dari zina.8
berkata: “Seandainya tidak ada dua tahun, maka Konsep Imam Syafi’i dalam memandang,
Nu’man (Abu Hanifah) pasti binasa.” laki-laki tidak diperbolehkan melihat perempuan
Kedua Imam tersebut mempunyai dasar selain muka dan kedua telapak tangan karena
sendiri mengenai batasan ta’aruf yang diartikan selain kedua tersebut adalah aurat. Memandang
sebagai ritual pranikah mempunyai bentuk atau dalam konteks munakahat bisa diartikan
cara untuk mencapai suatu kesepakatan, yaitu: sebagai melihat kepada calon pasangan dengan
Pertama, menjaga atau menahan pandangan tujuan mengenali dari kedua pihak agar tidak
maksudnya adalah menjaga pandangan agar tidak menimbulkan penyesalan antara keduanya
dilepaskan begitu saja tanpa kendali sehingga apabila pernikahan sudah dilangsungkan. Islam
dapat menelan perempuan atau laki-laki yang membenarkan memandang wanita khusus kasus
beraksi. Pandangan yang diperbolehkan hanya
pandangan pertama sedangkan pandangan yang 6
Ibnu Mas’ud, Edisi Lengkap Fiqih Madzhab Syafi’I, Buku 2:
Muamalat, Munakahat, Jinayat, (Bandung: Pustaka Setia, 2007),.
kedua haram hukumnya, artinya pandangan 343.
yang boleh yaitu terpandang dan tidak disengaja. 7
Al-Qur’an dan Terjemahan, (Jakarta: Syamil, 2007), 357.
Hal tersebut seperti pesan Rasulullah kepada Ali 8
Syaikh Ahmad bin Musthafa al-Farran, Tafsir Imam Syafi’I
Surat al-Hijr – Surat an-Nas, Jilid 3 (Jakarta: Almahira, 2006), 196.

59
Musâwa, Vol. 14, No. 1, Januari 2015

peminangan berdasarkan sabda nabi saw kepada Imam Ja’far ditanya oleh Muffaddhal bin Umar
seorang sahabat yang ingin meminang wanita agar tentang wanita yang meninggal di perjalanan dan
melihatnya dahulu: ”Lihatlah kepadanya, maka di sana tidak ada laki-laki muhrim atau wanita
sesungguhnya ia lebih baik untuk mengekalkan kasih yang memandikannya. Imam menjawab: “Anggota-
sayang antara kamu berdua.”9 anggota tubuh yang wajib untuk ditayamumi hendaklah
Pendapat Syafi’i yang memberi batasan dibasuh akan tetapi tidak boleh menyentuh badannya,
dalam memandang hanya muka dan telapak dan juga tidak boleh menampakkan kecantikan yang
tangan disepakati oleh Muhammad bin Ismail Allah wajibkan untuk ditutupi. Mufaddhal bertanya
San’ani yang mengatakan:”Pada beberapa hadits, kembali. “Bagaimana caranya?” Imam menjawab:
disunnahkan untuk mendahulukan melihat orang “Pertama membasuh bagian dalam telapak tangan,
yang hendak dinikahi. Pendapat ini dikemukakan oleh kemudian wajah dan bagian luar tangannya.” Dari
jumhur ulama’. Memandang di sini hanyalah ditujukan kisah tersebut dapat dipahami bahwa yang bukan
pada muka dan telapak tangan karena sesungguhnya termasuk badan yang wajib ditutup atau anggota
muka itu telah dapat menunjukkan kecantikan atau badan yang diperbolehkan untuk dilihat adalah
tidaknya perempuan itu sedangkan telapak tangan wajah dan telapak tangan.
menunjukkan lembut atau tidaknya badan perempuan Dari pendapat kedua Imam tersebut dapat
itu.” Pendapat tersebut bertolak belakang dengan dikatakan bahwa dalam melakukan ta’aruf dalam
Auza’i yang mengatakan:”Boleh melihat ke tempat- khitbah berupa melihat calon pasangan terbatas
tempat yang ada daging” Dawud berkata,”Boleh oleh wajah dan telapak tangan, karena dengan
melihat ke semua badan.”10 Pendapat ini dengan kedua anggota tersebut seorang wanita atau calon
memahami redaksi hadits yang disebutkan pasangan dapat dinilai sikap serta karakternya dan
“Lihatlah wanita itu terlebih dahulu” secara tekstual seluruh anggota badan selain wajah dan telapak
sehingga mereka menyimpulkan bahwa laki-laki tangan adalah aurat yaitu sesuatu yang dapat
yang melamar boleh melihat seluruh badannya. menjadikan seseorang malu atau mendapatkan
Penulis berpendapat bahwa qoul yang rajah aib (cacat) dari segi perkataan, sikap atau tindakan
(kuat) adalah bagi wanita yang dilamar, maka ia dan sudah sewajarnya tidak dipertontonkan di
hanya boleh menampakkan wajah dan kedua muka umum.
telapak tangan saja. Dan laki-laki yang melamar Kedua, menjaga hijab atau perhiasan. Dari
hanya boleh melihat itu, bagi wanita yang dilamar sudut terminologis hijab yaitu sebagai penghalang
sebaiknya melihat terlebih dahulu kepada calon atau penutup.12 Lafadh az-ziinah yang merupakan
suaminya itu, apabila ia menyukainya, maka perhiasan pada Surat An-Nur adalah perhiasan
ia menerima dan apabila tidak, maka tolaklah dhahir yaitu pakaian. Lafadh az-ziinah (perhiasan)
dengan cara baik tanpa menyakiti. banyak diulang dalam Al-Qur’an, di mana yang
Sedangkan menurut Imam Ja’far Shadiq a.s dimaksudkan adalah perhiasan luar yang bukan
(putra dari Imam Muhammad Al-Baqir as) yang asal dari badan maupun tubuh (seorang wanita).
dinukil oleh Mas’adah bin Ziyad ketika beliau Sebagaimana firman Allah:
‫ت ف‬ ‫�ز �ن‬
‫ ا ن��ه‬,‫ك�لوا وا � �ش� رب�وا ولا ���سر�وا‬ �‫ي���ب ن�ي� ء ا د �م �خ �د وا �ي� ت� ك‬
� ‫�م�ع ن���د‬
ditanya tentang perhiasan yang boleh untuk
ditampakkan, imam menjawab: “wajah dan telapak � ‫كل �م��س�� ج��د و‬
‫ف‬ ‫ف‬
tangan.”11 Perhiasan ini dimaksudkan anggota )31: �� ‫ح� ب� ا �ل���م��سر�ي�� ن� (الا �عرا‬ �‫لا ي‬

badan yang bisa dipandang dan termasuk aurat.
“Hai anak Adam, pakailah perhiasanmu (pakaianmu)
9
Mohammad Nidzam Abdul Kadir, Soal Jawab Remeh Temeh yang indah di setiap (memasuki) masjid! Makan
Tentang Nikah Kawin Tapi Anda Malu Bertanya, (Kuala Lumpur: dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan!
Telaga Biru, 2008), 19.
10
Ibnu Mas’ud, Edisi Lengkap Fiqih Madzhab Syafi’I, Buku 2:
Muamalat, Munakahat, Jinayat, (Bandung: Pustaka Stia, 2007), 260.
11
Himyari, Abdullah bin Ja’far, Qurb al-Isnad, (Tehran: Zakaria Abd Hamid, Kamus Al-Ma’rifah Arab – Kawi,
12

Nainawa, tt), Juz 2, 40. (Kuala Lumpur: Al-Hidayah Publisher, 2004), 137.

60
Eliyyil Akbar: Ta’aruf dalam Khitbah Perspektif Syafi’i Dan Ja’fari

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang kuat wajib menutupnya atas wanita apabila
berlebih-lebihan” (QS. Al-A’raf: 31). diketahuinya ada pandangan laki-laki ajnabi
kepadanya, karena memahami dari perkataan
Makna yang tersurat dari ayat tersebut terkait
ulama “wanita wajib menutup wajahnya dari
pakaian merupakan larangan memakai pakaian
kafir zimmi” dan juga karena membiarkan
secara berlebih-lebihan yang melebihi batas
terbuka wajah membantu atas sesuatu yang
kebiasaan (kewajaran), bermewah-mewahan di luar
haram.”
batas kewajiban, melampaui batas halal menuju
zona keharaman.
Dalam konteks ta’aruf, wanita yang dipinang Berdasarkan keterangan tersebut dapat
dianjurkan untuk tidak menampakkan anggota diidentifikasi pendapat Madzhab Imam syafi’i
tubuhnya melainkan dengan menutupinya dengan yaitu a) aurat wanita dalam shalat wajib ditutupi
pakaian yang tidak berlebihan, artinya mengenakan seluruh anggota tubuh kecuali wajah dan telapak
pakaian yang menutup aurat. Menurut Imam tangan, b) aurat wanita di luar shalat yang
Syafi’i, tidak diperbolehkan wanita bersolek menjadikan laki-laki ajnabi memandang maka
seluruh anggota tubuh termasuk wajah dan
dengan baju (tazayyun bi tsiyab) yang memang
telapak tangan, c) aurat wanita di luar shalat
dimaksudkan untuk berhias.13 Maksudnya pakaian
sama dengan konsep aurat dalam melaksanakan
yang dilarang adalah semua baju baik yang dicelup
shalat yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan
atau tidak, yang merupakan baju untuk berhias
telapak tangan, d) aurat wanita wajib ditutupi
yang bertujuan ini untuk menakjubkan manusia. seluruh tubuhnya tanpa terkecuali walaupun
Tidak berarti Islam melarang berpakaian indah dalam keadaan shalat maupun di luar shalat.15
dan bagus namun yang terpenting adalah tidak Mengenai argument yang mengemukakan
ada unsur kesombongan. Dalam kitab Al-Um
‫ل � ن �ن‬
aurat wanita di dalam atau di luar shalat yaitu
pada bab bagaimana memakai pakaian dalam firman Allah yang artinya:” ‫ي� �ز �ي� �ت��ه� ن� الا �م�ا �ظ��هر�م �ن�� �ه�ا‬‫وا ��يب��د‬
shalat: “Dan setiap wanita adalah aurat kecuali dua “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya,
telapak tangan wajahnya”14. Jelaslah bahwa pakaian kecuali yang (biasa) Nampak dari padanya” (QS. An-
yang digunakan walaupun bagus dan indah tetap Nur: 31). Makna “kecuali yang (biasa) Nampak dari
menutup aurat. padanya” adalah wajah dan telapak tangan.
Sedangkan dalam I’anah al-Thalibin Islam memerintahkan wanita untuk
disebutkan: “Pengarang Fath al-Jawad mengatakan: mengenakan hijab yang dijelaskan dalam Al-
”Apa yang diceritakan oleh al-Imam bahwa Qur’an bahwa: “Dan hendaklah mereka menutupkan
kaum muslimin sepakat atas terlarang (terlarang kain kerudung (jilbab) ke dadanya, dan janganlah
wanita keluar dengan terbuka wajah) tidak menampakkan perhiasannya… dan janganlah mereka
berlawanan dengan yang dikutip oleh Qadhi memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan
‘iyadh dari ulama bahwa tidak wajib atas wanita yang mereka sembunyikan.” (QS. An-Nur: 24).
menutup wajahnya pada jalan, yang demikian Kesemuanya ini dimaksudkan agar wanita jangan
itu hanya sunnah dan bahwasanya atas laki-laki sampai membangkitkan nafsu seksual kaum pria.
wajib memicing pandangannya, karena terlarang Imam Ja’far berpandangan mengenai
wanita yang demikian itu bukan karena wajib perhiasan atau pakaian bahwa menggunakan
menutup wajah atas mereka, tetapi karena di perhiasan yang dimiliki karena menggunakan
situ ada maslahah yang umum dengan menutup nikmat yang diberikan Allah hukumnya tidak
pintu fitnah. Namun menurut pendapat yang apa-apa, hal tersebut diperkuat dengan sebuah
kisah yang mana ketika itu Sufyan Ats-Tsaury
13
http://mediaumat.com/ustadz-menjawab/3571-71-
larangan-larangan-bagi-perempuan-dalam-masa-berkabung-
ihdad.html diunduh hari minggu tanggal 21 Desember 2014, 15
Jajat Burhanudin, Oman Fathurahman, Tentang Perempuan
pukul 08.00 Islam: Wacana dan Gerakan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
Syafi’i, Al-Um, (Dar al-Wifa’) Juz.11, 201.
14
2004), 72.

61
Musâwa, Vol. 14, No. 1, Januari 2015

lewat di masjidil Haram, dia melihat Imam satu kerabat yang haram dikawin untuk selamanya
Ja’far memakai mantel bagus yang berharga serta seperti ibu, saudara, bibi dan sebagainya. Rasulullah
mahal. Dia berkata pada dirinya:”Demi Allah saya bersabda “barang siapa beriman kepada Allah dan hari
akan peringatkan dia”. Lalu di mendekati Imam akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan
dan berkata kepadanya, “Demi Allah, wahai putra seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya,
Rasulullah! Aku tidak menjumpai pakaian seperti karena yang ketiganya ialah syaitan” (HR. Ahmad).
ini dipakai oleh Rasulullah, Ali bin Abi Thalib, dan Jika mau bertemu dengan yang dilamar
tidak seorang pun dari bapakmu. Imam menjawab, atau calon yang dilamar, maka wanita ditemani
“Dahulu, Rasulullah hidup pada zaman yang serba mahramnya yang sudah dewasa sebagaimana sabda
kekurangan, kefakiran, dan kini kita hidup pada zaman Rasul: “Seorang laki-laki tidak boleh berdua-duaan
kemakmuran, dan orang-orang baiklah yang lebih berhak kecuali ditemani oleh mahramnya” (HR. Bukhari
dari pada orang lain atas nikmat Allah”. Kemudian dan Muslim). Maksud hadits menjelaskan bahwa
beliau membacakan firman Allah,”Katakanlah syaitan akan menjadi orang ketiga di antara mereka
siapakah yang mengaharamkan perhiasan dan makan berdua yang menjadi penengah di antara keduanya
bersih yang Allah siapkan untuk hambanya.” “Maka, dengan membisikkan mereka (untuk melakukan
kamilah yang lebih berhak untuk memanfaatkan apa kemaksiatan) dan menjadikan syahwat mereka
yang diberikan Allah”. Lalu Imam menyingkap bergejolak dan menghilangkan rasa malu dan
pakaiannya dan tampaklah pakaian dalamnya sungkan dari keduanya, sampai akhirnya syaitan
yang kasar dan kering. Beliau berkata lagi: “Wahai menyatukan mereka berdua dalam kenistaan atau
Sufyan, pakaian ini (mantel luar) untuk manusia dan menjatuhkan mereka pada perkara yang lebih
pakaian dalam ini untukku”. ringan dari kenistaan yaitu perkara yang menjadi
Dari pendapat Imam Syafi’i dan Ja’fari, awal pada perzinaan.
dapat disimpulkan bahwa hijab atau pakaian Menurut Imam Syafi’i yang dinukil oleh
yang sebaiknya digunakan wanita tidak ada Imamul Haromain menyatakan haramnya seorang
ketentuan namun substansi dari keduanya adalah pria mengimami beberapa wanita kecuali di
memakai pakaian yang digunakan masyarakat pada antara wanita tersebut ada mahram pria tersebut
umumnya. Perpaduan dari kedua pendapat yang atau istrinya. Dan Imam Syafi’i meyakinkan akan
mana Syafi’i menganjurkan untuk tidak bersolek haramnya berkhalwatnya seorang pria dengan
dengan baju dengan tujuan atau niat berhias dan wanita kecuali jika ada mahram.17 Dalam segi
baju yang dipakai merupakan baju yang menutup ibadah yang agung yaitu shalat, Imam Syafi’i
aurat wanita sedang Ja’far membolehkan berhias memberi penegasan haramnya khalwat antara
dengan tujuan menggunakan nikmat Allah, maka laki-laki dan wanita kecuali ada mahram dari
penggunaan pakaian atau hiasan yang dimiliki pihak keduanya yang ritual shalat jauh dari pikiran
seseorang diperbolehkan memakai dengan tujuan yang kotor dan imam berada di depan makmum
menutup aurat tidak bertujuan untuk bersolek yang tidak bisa dilihat. Secara garis besar dalam
untuk orang lain. Dalam khitbah diperbolehkan kegiatan di luar ibadah shalat khususnya ta’aruf
memakai perhiasan (pakaian bagus) namun tetap dalam khitbah khalwat juga diharamkan jika
mengindahkan nilai kesopanan yang menutup dilakukan tanpa ada mahram atau wali dari pihak
aurat. perempuan.
Ketiga, menjaga diri dari berkhalwat Imam Ja’far mengatakan: “zaman telah rusak
(berduaan) yang merupakan aksi menyendiri, dan persaudaraan telah berubah. Menyendiri
mengasingkan diri dan memecilkan diri.16 Khalwat adalah jalan untuk menentramkan hati”, dan
dalam konteks ta’aruf tidak diperbolehkan dengan “sedikitkanlah pengetahuanmu dan jauhilah orang
perempuan lain yaitu bukan istri, bukan salah
16
M.Abdul Mujib, Ahmad Ismail, Syafi’ah, Ensiklopedia 17
h ttp://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/
Tasawuf Imam Al-Ghazali Mudah Memahami dan Menjalankan mewaspadai-bahaya-khalwat.html, diunduh tanggal 12
Kehidupan Spiritual, (Jakarta: PT. Mizan Publika, 2009), 239. Desember 2014, jam 08.30

62
Eliyyil Akbar: Ta’aruf dalam Khitbah Perspektif Syafi’i Dan Ja’fari

yang kamu kenal”. Hal tersebut berdasarkan pada tikus di rumahnya dan semut diliangnya karena
sabda Nabi: “Sesungguhnya Allah SWT mencintai zina seringkali datang dari cinta dan cinta selalu
seorang hamba yang bertaqwa dan mengucilkan diri”, membuat kita iba dan syaitan datang untuk
“Manusia yang paling utama adalah seorang mukmin membuat kita lebih mengasihi manusia daripada
yang berjihad dengan jiwa dan hartanya di jalan Allah mencintaiNya. Nash yang diriwayatkan Bukhari
SWT dan orang yang mengasingkan diri di kaki-kaki dan Muslim “Jika Allah menetapkan bagi seseorang
gunung”18 secara tekstual sabda Nabi menganjurkan bagiannya untuk berzina, pasti dia mendapatkan
untuk menyendiri, menyendiri di sini maksudnya bagian itu. Maka zina mata dengan melihat dan zina
dalam rangka berdzikir dan beribadah. lisan dengan bertutur sedang nafsu mendambakan dan
Khalwat yang dimaksud dalam pembahasan menginginkannya, lalu kemaluan yang mewujudkannya
ini adalah menyepinya dua orang di suatu tempat atau mengurungkannya.” Rasul Saw bersabda,
‫ق‬
yang sunyi. Namun Imam Ja’far memaknai “Tundukkanlah matamu dan kamu akan melihat
keajaiban-keajaiban.” Allah berfirman: �‫��ل �ل�ل�م�ؤ �م ن��ي�� ن‬
�‫ف���وا ف�رو ج‬
‫ح��ف���� ظ‬ ‫“ ��� ض‬Katakanlah kepada
menyendiri tersebut tergantung kepada masing-
‫���ه���م‬ � ‫غ����وا �م� ن ا �ب���ص�ا ر �ه���م و‬
� ‫ي‬
masing pribadi, situasi, zaman dan tempat. ‫ي‬ �
Dimungkinkan bahwa sebagian orang lebih utama kaum pria yang beriman, bahwa mereka hendaknya
menyendiri dan sebagian yang lain meleburkan menundukkan pandangan matanya dan menjaga
diri dalam orang banyak yang bersumber pada kehormatannya. (QS. An-Nur; 30).
sabda Nabi: “Barang siapa yang memisahkan diri Imam Ja’far yang bergelar As-Sabir
dari jama’ah muslimin, maka ia telah melepaskan diri berargument “Jika engkau bermaksiat kepada Allah
dari tali Islam”. Wahai Rasulullah, siapakah jamaah dengan menganggap Allah tidak melihatmu, berarti
muslimin itu?, Tanya salah seorang sahabat. Beliau engkau kafir dan apabila engkau berbuat maksiat
menjawab: “(jamaah muslimin adalah) kelompok ahli kepada Allah, sementara engkau menyadari bahwa
kebenaran meskipun jumlah mereka sedikit”. Oleh Dia melihatmu, berarti engkau telah menjadikan Allah
karena itu jelaslah bahwa Islam menyeru setiap sebagai pengawas yang tiada artinya bagimu.” Ja’far
individu untuk muslim untuk bergabung dengan sependapat dengan Syafi’i bahwa zina adalah dosa
orang banyak dan tidak sendirian. Bisa dikatakan, besar, hal tersebut dinyatakan dalam Surat Al-Isra’
boleh berkhalwat jika ada pihak ketiga (jumlah ayat 32:
‫ف‬ ‫ن‬
� �‫كا ن‬
‫ح�����ة و��س�ا ء ��س�ب� ي��لا‬ � ‫ولا ت���ق��رب�وا ا �ل�ز �ي� ا ن��ه‬
totalnya minimal 3 orang), baik orang ke-3 tersebut
mahram bagi laki-laki, maupun wanita yang tsiqot ‫�ش‬
(yang bisa dipercaya) yang bukan mahramnya. “Zina merupakan perbuatan yang sangat keji.
Dari kedua pendapat imam Syafi’I dan Ja’fari Janganlah engkau melakukannya, mendekatinya pun
menjelaskan bahwa hukum khalwat antara laki- sudah dilarang.”19 Imam Ja’fari pernah menanyakan
laki dan perempuan adalah boleh dengan syarat kepada Nu’man (Abu Hanifah) mengenai
terdapat mahram bagi perempuan ataupun bukan dosa besar antara membunuh dan berzina,
mahram maksudnya adalah orang lain. Seorang lalu Nu’man menjawab: “membunuh”. Imam
lelaki ta’aruf dengan calon pasangannya maka Ja’far menanyakan: “kenapa membunuh harus
boleh dilakukan jika bersama wali wanita atau disaksikan dua orang saksi sedangkan zina harus
tanpa wali namun tetap berada di ruangan umum ada empat orang saksi?”.
yang terdapat banyak orang. Dari kedua pendapat Imam tersebut dapat
Keempat, zina merupakan tindakan melihat dimaknai bahwa dalam ta’aruf tidak diperbolehkan
lawan jenis yang disertai dengan bersyahwat. melakukan zina karena para ulama sepakat bahwa
Imam syafi’i mengatakan bahwa zina adalah dosa zina merupakan dosa yang sangat besar. Dalam
besar yang bala’ akibatnya mengenai semesta ta’aruf dianjurkan untuk menghindari perkara
keluarganya, tetangganya, keturunannya hingga yang akan menarik ke perbuatan zina.

httP://www.al-shia.org.htm, diunduh tanggal 01


18
M. Fauzi Rachman, The Hikmah 4 U, (Jakarta: Dar Mizan,
19

Januari 2015 pukul 12.00 tt), 66.

63
Musâwa, Vol. 14, No. 1, Januari 2015

Dari aturan di atas memperjelas bahwa proses Simpulan


perkenalan dalam Islam tidak boleh melenceng Batasan ta’aruf yang mengacu pada pendapat
dari keempat hal tersebut. Sehingga, proses Syafi’i dan Ja’fari, Dalam hal memandang, melihat
perkenalan pasangan yang diakui dalam Islam calon pasangan terbatas oleh wajah dan telapak
adalah proses yang tetap menjaga aturan yang ada. tangan, karena dengan kedua anggota tersebut
Nabi SAW memberikan tips bagi seseorang yang seorang wanita atau calon pasangan dapat dinilai
hendak memilih pasangannya yaitu mendahulukan sikap serta karakternya. Sedangkan terkait hijab
pertimbangan keberagamaan daripada motif atau pakaian yang sebaiknya digunakan wanita
kekayaan, keturunan maupun kecantikan atau tidak ada ketentuan apakah harus memakai
ketampanan. Sebab, agama merupakan modal kebaya atau baju kurung, namun substansi dari
yang penting untuk membangun keluarga sakinah, keduanya adalah memakai pakaian yang digunakan
mawaddah dan rahmah serta akan menghasilkan masyarakat pada umumnya, menutupi aurat dan
putra-putri yang tidak pesakit. tidak berlebih-lebihan, Ja’far membolehkan
Untuk mensukseskan prinsip ta’aruf di atas berhias dengan tujuan menggunakan nikmat
sebaiknya dalam proses ta’aruf ditemani oleh wali Allah. Menurut imam syafi’i hukum khalwat
perempuan. Imam Syafi’i rahimahullah berkata, antara laki-laki dan perempuan adalah haram
“Siapa pun wanita yang menikah tanpa izin walinya, kecuali ada wali, menurut Ja’fari boleh dengan
maka tidak ada nikah baginya (tidak sah). Karena Nabi syarat terdapat mahram bagi perempuan ataupun
Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, maka nikahnya bukan mahram maksudnya adalah orang lain.
bathil (tidak sah).”20 Apabila tanpa wali pernikahan Mengenai zina, antara Imam Syafi’i dan Ja’fari
tidak sah maka meminta persetujuan dari wanita sepakat bahwa zina merupakan dosa yang sangat
merupakan kewajiban. Apabila wanita tersebut besar.
seorang janda maka diminta persetujuannya Dari semua batasan yang ada bertujuan
sedang wanita tersebut seorang gadis maka juga menciptakan sebuah kesepakatan antara kedua
diminta ijinnya dan diamnya merupakan tanda pasangan untuk menuju kedamaian, ketulusan
setuju. Seperti yang diriwayatkan oleh Abu dalam rutinitas berumah tangga karena tulusnya
Hurairah yang artinya:“Seorang janda tidak boleh cinta adalah cinta pasangan berdua yang bermula
dinikahkan kecuali diminta perintahnya. Sedangkan dari saling melihat sampai ke sebuah pertunangan
seorang gadis tidak boleh dinikahkan kecuali setelah dan pernikahan.
diminta ijinnya. “Para sahabat berkata, “wahai Kontribusi ta’aruf perspektif Imam Syafi’i
Rasulullah, bagaimana ijinnya? Beliau menjawab, dan Imam Ja’fari di kalangan umum bahwa dengan
“Jika ia diam saja.” Wali sendiri juga dijadikan ta’aruf perjajakan awal untuk mengenal calon
rukun dalam pernikahan untuk kenyamanan dan pasangan sebelum menuju ke jenjang pernikahan,
kelancaran serta kelegalan pernikahan yang akan dalam proses pelaksanaannya ada adab tertentu
dilaksanakan, bahkan tanpa wali pernikahan bisa yang harus ditaati dan pelaksanaan proses ta’aruf
batal.21 ada perantara atau wali sebagai mediator, selain itu
untuk menjaga dan membudayakan keteraturan
syari’at agama agar tidak hilang di telan zaman di
mana aturan agama dijadikan pedoman dalam
melakukan tindakan.

20
Rif’at Abdul Muththalib, Al-Umm, Cet. III, (Darul Wfaa’,
1425 H) Vol. VI, 35.
21
Muhammada Zuhaily, Fikih Munakahat Kajian Fiqih
Pernikahan dalam perspektif Madzhab Syafi’I, (Surabaya: CV.Imtiyaz,
2013), 182.

64
Eliyyil Akbar: Ta’aruf dalam Khitbah Perspektif Syafi’i Dan Ja’fari

Daftar Pustaka Malu Bertanya, Kuala Lumpur: Telaga Biru,


2008.
Abdurrahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, Jakarta:
Muhammad Zuhaily, Fikih Munakahat Kajian Fiqih
Kencana, 2006.
Pernikahan dalam perspektif Madzhab Syafi’I,
Al-Qur’an dan Terjemahan, Jakarta: Syamil, 2007. Surabaya: CV.Imtiyaz, 2013.
Athian Ali Moh. Dan’i, Keluarga Sakinah, Cet. III, Rif’at Abdul Muththalib, Al-Umm, Cet. III, Darul
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004. Wfaa’, 1425 H) Vol. VI
Himyari, Abdullah bin Ja’far, Qurb al-Isnad, Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Jakarta:
Tehran: Nainawa, tt. PT Rineka Cipta, 2005.
Ibnu Mas’ud, Edisi Lengkap Fiqih Madzhab Syaikh Ahmad bin Musthafa al-Farran, Tafsir
Syafi’I, Buku 2: Muamalat, Munakahat, Jinayat, Imam Syafi’I Surat al-Hijr – Surat an-Nas, Jilid 3
Bandung: Pustaka Setia, 2007 Jakarta: Almahira, 2006.
Imtichanah, L., Ta’aruf, Keren…! Pacaran, Sorry Zakaria Abd Hamid, Kamus Al-Ma’rifah Arab –
Men!, Cetakan I, Depok: PT. Lingkar Pena Kawi, Kuala Lumpur: Al-Hidayah Publisher,
Kreativa, 2006 2004.
Jajat Burhanudin, Oman Fathurahman, Tentang file:///D:/el/WWW.AL -SHIA.ORG.htm,
Perempuan Islam: Wacana dan Gerakan, Jakarta: diunduh tanggal 01 Januari 2015 pukul 12.00
PT Gramedia Pustaka Utama, 2004.
http://mediaumat.com/ustadz-menjawab/3571-
M. Fauzi Rachman, The Hikmah 4 U, Jakarta: Dar 71-larangan-larangan-bagi-perempuan-dalam-
Mizan, tt. masa-berkabung-ihdad.html diunduh hari
M.Abdul Mujib, Ahmad Ismail, Syafi’ah, minggu tanggal 21 Desember 2014, pukul
Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali Mudah 08.00
Memahami dan Menjalankan Kehidupan Spiritual, http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/
Jakarta: PT. Mizan Publika, 2009. mewaspadai-bahaya-khalwat.html, diunduh
Mohammad Nidzam Abdul Kadir, Soal Jawab tanggal 12 Desember 2014, jam 08.30
Remeh Temeh Tentang Nikah Kawin Tapi Anda

65

Вам также может понравиться