Вы находитесь на странице: 1из 9

ISSN 2088-4842 PERENCANAAN TEKNIK INDUSTRI

INTEGRASI FRAME WORK RISK AND INSURANCE


MANAGEMENT SOCIETY (RIMS) DALAM ANALISIS
KEMATANGAN IMPLEMENTASI MANAJEMEN RISIKO
(STUDI KASUS: PLTA MANINJAU)
Taufik, Ahmad Fauzan
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Andalas, Padang
Email: taufik@ft.unand.ac.id, ahmadfauzan.ie@gmail.com

Abstract
Indonesia electrical energy consumption growth that reached 9.2% per year requires every
plant to always pursue consistent and sustainable improvement to be able to cope with the
growth. Maninjau Hydropower is one of the assets of strategic energy resources to meet the
electrical energy supply, especially for the southern Sumatera region. Risk management in
Maninjau hydropower take place without any standard of measurement standards, so
management and risk management actors do not have an overview and guide to improve the
performance of the risk management activities. In this study, a standard measure used is to
measure the level of maturity of the risk management implementation using the framework
of the Risk and Insurance Management Society (RIMS) for Enterprise Risk Management
(ERM). Measurements carried out for the realization of the value and the expected value of
risk management implementation in Maninjau hydropower, as well as designing the
evaluation chart implementation of risk management by integrating Key Risk Indicators
(KRI) from the expected value. Based on the results of the measurements made, it was
found that the actual implementation of risk management in Maninjau hydropower located on
the third level (repeatable), while the implementation of the expectation value is found to be
at the highest level (leadership), and the percentage achieving overall expectation value has
reached 62%. The draft also raises the risk evaluation chart 15 Key Risk Indicators to be
achieved by Maninjau hydropower to achieve the expected value at the leadership level.
Keywords: Risk Management, RIMS for ERM, KRI

1. PENDAHULUAN lambat yang mengakibatkan perpanjangan


peluang terjadi risiko yang telah
Keberadaan manajemen risiko bagi
diidentifikasi tersebut. Analisis kematangan
perusahaan akan sangat berperan penting
implementasi menajemen risiko dilakukan
dalam penentuan kebijakan dan
dengan memproyeksikannya terhadap
pengambilan keputusan dari pihak
degree of maturity level atau level
manajemen maupun operasional. Tata kelola
kematangan dengan menggunakan
manajemen risiko yang baik akan
kerangka kerja Risk and Insurance
memberikan informasi dan indikasi terhadap
Management Society (RIMS) for Enterprise
kemungkinan-kemungkinan risiko yang akan
Risk Management (ERM), yang merupakan
terjadi pada perusahaan, sehingga dapat
suatu proses yang berpengaruh pada jajaran
dilakukan pencegahan dan evaluasi dini
direksi, manajemen, dan personil lainnya,
untuk meminimasi kerugian dan
dengan mendisain identifikasi event
meningkatkan profitabilitas perusahaan.
potensial berpengaruh pada entitas yang
PLTA Maninjau merupakan aset
mempunyai nilai untuk stakeholders, dengan
pembangkit listrik yang sangat rentan
cara mengukur nilai realisasi dan nilai
terhadap munculnya risiko-risiko yang akan
harapan dari implementasi manajemen
menurunkan performansinya. Pada kondisi
risiko pada PLTA Maninjau. Hasil pengukuran
aktual, manajemen risiko pada dasarnya
dan analisis tingkat kematangan
telah dilakukan berdasarkan standar-standar
implementasi manajemen risiko ini nantinya
dan prosedur evaluasi. Akan tetapi, prosedur
diharapkan dapat menjadi panduan sistem
yang ada hanya berlangsung sampai pada
peringatan dini (early warning system) dan
tahap evaluasi dan perencanaan subjektif
pertimbangan dasar setiap pelaku
dari tim penilai dan analis, sedangkan untuk
manajemen risiko pada PLTA Maninjau
eksekusi dan realisasi penanganan risiko
dalam mengambil keputusan yang tepat.
antara sektor dan unit masih berjalan sangat

Integrasi Frame Work ... (Taufik et al) 411


ISSN 2088-4842 OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.2.2 Risk and Insurance Management


Society (RIMS)
2.1 Risiko dan Manajemen Risiko
Risk and Insurance Management Society
Risiko berarti suatu bentuk
(RIMS) pada awalnya adalah sebuah
ketidakpastian tentang suatu kondisi atau
organisasi nirlaba yang dedikasikan untuk
keadaan yang akan terjadi dimasa yang
memajukan manajemen risiko, sebuah
akan datang. risiko juga merupakan suatu
profesi yang melindungi fisik, keuangan, dan
konsep pengembangan multi dimensi dari
sumber daya manusia. Didirikan pada tahun
teori probabilitas yang terkait dengan
1950, RIMS mewakili hampir 3900 industri,
peristiwa internal dan eksternal yang dapat
jasa, nirlaba, amal dan lembaga pemerintah.
mempengaruhi nilai prediktibilitas hasil dan
RIMS adalah budaya, proses dan alat
merujuk pada konsekuensi potensial dari
ukur untuk mengidentifikasi peluang
suatu peristiwa seperti operasional,
strategis dan mengurangi ketidakpastian.
personal, dan pelayanan [14].
Kerangka kerja ini menetapkan metode dan
Manajemen risiko adalah proses
konsultasi yang berkaitan dengan risiko
mengurangi risiko suatu entitas ke tingkat
penting untuk mencapai tujuan bisnis
yang dapat diterima, dengan menggunakan
organisasi. Proses ERM merupakan dasar
pengukuran, pengelolaan dan pemantauan
teruji dalam penyusunan metodologi
yang sejalan dengan tujuan strategis.
kerangka kerja manajemen risiko ini, yang
Manajemen risiko dapat fokus pada satu
dipelopori oleh disiplin manajemen risiko
atau lebih jenis risiko, misalnya, risiko dari
serta kemudian diadopsi dan ditingkatkan
penyebab fisik (seperti, bencana alam, atau
oleh kerangka kerja standar manajemen
kebakaran, kecelakaan, kematian), tindakan
risiko lainnya lainnya [13].
hukum, instrumen keuangan atau kondisi
Atribut pengukuran dalam RIMS terdiri
pasar [8].
dari 7 pandangan, yaitu:
1. ERM – based approach
2.2 Degree of Maturity Level 2. ERM – process management
3. Risk appetite management
Kematangan (maturity) adalah tingkat 4. Root cause discipline
perkembangan kemampuan organisasi yang 5. Uncovering risk
merepresentasikan tingkat keefektifan dan 6. Performance management
keefisiensian proses kerja organisasi. Degree 7. Business resiliency and sustainabilty
of Maturity Level atau derajat kematangan
implementasi manajemen risiko memiliki Sedangkan untuk level kematangannya,
perbedaan pada setiap perusahaan atau kerangka kerja RIMS mengemukakannya
organisasi. Proses pengelompokannya sebagai berikut:
didasarkan pada level-level yang berbeda. 1. Level 0 – Nonexistent
Pendekatan model kematangan atau 2. Level 1 – Ad Hoc
maturity model adalah metode yang terbukti 3. Level 2 – Initial
bermanfaat di berbagai industri. Sebuah 4. Level 3 – Repeatable
model kematangan adalah cara terstruktur 5. Level 4 – Managed
mengamati aspek manajemen risiko dalam 6. Level 5 – Leadership
perusahaan dengan efektif. Salah satu
maturity model yang digunakan adalah Perkembangan tahapan-tahapan level
dengan Risk and Insurance Management kematangan diatas bersifat saling
Society (RIMS) for Enterprise Risk melengkapi dari level terendah hingga level
Management (ERM) [13]. paling tinggi. Jadi setiap adanya peningkatan
level, maka hal tersebut telah mencakup
kriteria-kriteria dan identitas kunci pada
2.2.1 Enterprise Risk Management level-level sebelumnya.
(ERM)
Enterprise Risk Management (ERM) 2.2.3 Indikator Risiko Kunci (Key Risk
adalah suatu proses berkesinambungan Indicators)
yang melibatkan seluruh bagian pengelola
risiko pada suatu perusahaan dalam Key Risk Indicators (KRI) adalah metriks
kerangka kerja aspek fungsional dan yang digunakan untuk memberikan sinyal
teknologi. ERM adalah cara sistematis yang awal dan meningkatkan eksposur risiko
terstruktur dengan menyelaraskan diberbagai bidang organisasi. KRI akan
pendekatan organisasi dalam mengelola menjadi indikator bagi manajemen untuk
ketidakpastian risiko dengan lebih efektif menentukan atau memberi sinyal bahwa
[8]. koreksi dan tindakan mitigasi perlu diambil.

412 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 12 No. 2, Oktober 2012:411- 419
ISSN 2088-4842 PERENCANAAN TEKNIK INDUSTRI

Indikator kunci disimpulkan dari skor risiko


A
multi dimensi menjadi risiko potensial. KRI
biasanya berasal dari peristiwa tertentu
yang diidentifikasi dari proses internal
maupun eksternal yang dapat menghambat PENGOLAHAN DATA
pencapaian strategis [2]. 1. Pengolahan data kuesioner
2. Pengukuran degree of maturity level
implementasi manajemen risiko
3. Perancangan bagan evaluasi risiko dengan key
3. METODOLOGI PENELITIAN risk indicators (KRI)

Penelitian dalam pengukuran dan analisis


pengembangan implementasi manajemen
risiko pada PLTA Maninjau ini dimulai dari
survey pendahuluan dan studi literatur, ANALISIS TEMUAN PENGUKURAN
identifikasi masalah, merumuskan masalah,
1. Analisis proses aktual manajemen risiko pada perusahaan
menetapkan tujuan penelitian, 2. Analisis terhadap pengujian statistik hasil kuesioner
mengumpulkan dan mengolah data, analisis pengamatan
3. Analisis terhadap pengukuran implementasi dan harapan
temuan hasil penelitian, hingga penarikan degree of maturity level manajemen risiko
kesimpulan dan saran. Adapun langkah-
langkahnya adalah seperti pada flowchart
berikut ini:
MULAI Penarikan
Kesimpulan dan
Saran

SURVEI PENDAHULUAN STUDI LITERATUR


Selesai
Pengamatan langsung obyek penelitian, Pemahaman tentang teori-teori yang
yaitu PLTA Maninjau dan melakukan mendukung tentang manajemen risiko,
observasi awal tentang implementasi Key Risk Indicator (KRI), degree of Gambar 1. Flowchart Metodologi Penelitian
manajemen risiko maturity level, serta RIMS dan ERM (Lanjutan)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


IDENTIFIKASI MASALAH

Tidak adanya pengukuran degree of maturity level


Manajemen risiko pada PLTA Maninjau
dalam penerapan atau implementasi manajemen risiko
yang telah dijalankan oleh organisasi, sehingga tidak
saat ini masih bisa dikatakan baru berjalan,
memiliki target dan standar pencapaian dari yang dimulai sejak tahun 2010 hingga
implementasi manajemen risiko
sekarang. Divisi khusus untuk manajemen
risiko sendiri hanya ada pada bagian sektor
PERUMUSAN MASALAH
pembangkitan Bukittinggi dengan jumlah
Bagaimana mengukur dan menentukan degree of
maturity level implementasi manajemen risiko, dan
officer divisi tersebut hanya tiga orang,
merancang bagan evaluasi risiko dengan pengintegrasian sedangkan untuk unit PLTA Maninjau sendiri
key risk indicators pada unit Pembangkit Listrik Tenaga
Air (PLTA) Maninjau? divisi manajemen risiko tergabung dalam
divisi Operasi dan Pemeliharaan (OPHAR)
dan bagian Lingkungan K2. Hal ini
PENETAPAN TUJUAN menunjukkan bahwa aktifitas manajemen
1. Mendapatkan nilai degree of maturity level
implementasi manajemen risiko
risiko pada unit PLTA Maninjau masih belum
2. Menganalisis dan mengembangkan bagan evaluasi dikelola dengan baik. Tidak adanya divisi
risiko dengan mengintegrasikan key risk indicators
khusus yang menangani dan
bertanggungjawab terhadap manajemen
risiko pada unit pembangkit akan
PENGUMPULAN DATA
berdampak pada lemahnya kapabilitas
Data Primer
implementasi manajemen risiko pada unit
Penyebaran kuesioner terhadap karyawan, staf, officer, pembangkit. Dengan menggabungkan
dan bagian-bagian yang terkait serta bertanggung jawab
dalam implementasi manajemen risiko di PLTA Maninjau penanggungjawab manajemen risiko
Data Sekunder kedalam bagian OPHAR dan Lingkungan K2,
1. Data umum karyawan, staf, officer, dan bagian-bagian
yang terkait dengan implementasi manajemen risiko manajemen unit PLTA Maninjau
2. Informasi implementasi manajemen risiko yang
berlangsung dan upaya-upaya perbaikan yang dilakukan
mengasumsikan bahwa kedua divisi tersebut
3. Data risiko-risiko yang pernah terjadi
4. Informasi perkembangan manajemen risiko
adalah divisi yang memiliki kaitan fungsional
terdekat dengan aktifitas manajemen risiko
yang diinstruksikan dari sektor
pembangkitan Bukittinggi. Akan tetapi hal ini
A sebenarnya sangat tidak mendukung
keberhasilan implementasi manajemen
Gambar 1. Flowchart Metodologi Penelitian

Integrasi Frame Work ... (Taufik et al) 413


ISSN 2088-4842 OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

risiko, karena dalam implementasinya akan terstruktur tersebut masih belum tercapai.
terjadi duplikasi deskripsi kerja (job Aktifitas manajemen risiko, seperti asesmen
description) dari kedua divisi tersebut, risiko masih terlalu didominasi oleh pihak
sehingga kematangan dan efektifitas analis manajemen risiko di sektor
kinerjanya akan menjadi lemah. Selain itu, pembangkitan Bukitinggi, dan melibatkan
manajemen risiko seharusnya menjadi bagian kecil dari penanggungjawab
panduan bagi setiap lini organisasi dalam manajemen risiko pada PLTA Maninjau. Hal
pengambilan keputusan dan kebijakan ini sebenarnya kurang tepat, karena
terkait dengan indikasi kemungkinan- seharusnya untuk mencapai pengelolaan
kemungkinan apa saja yang akan risiko ketidakpastian yang sistematis dan
ditimbulkan dari setiap aktifitas bisnis, terstruktur melibatkan secara penuh baik
operasional, dan fungsional yang dari sektor sebagai perencana dan
berlangsung. Adanya kesalahan dan pengontrol, maupun di bagian unit
keambiguan dalam laporan aktifitas pembangkit selaku pelaksananya. Jika tidak
manajemen risiko tentu saja akan berakibat demikian, maka asesmen risiko yang akan
pada kesalahan dalam pengambilan terindikasi hanya akan lebih terfokus pada
keputusan dan kebijakan yang akan pihak sektor, sedangkan untuk fungsional
berdampak buruk pada perusahaan. dan operasional yang lebih dipahami secara
Dalam kerangka kerja RIMS for ERM, mendalam oleh penanggungjawab unit tentu
manajemen risiko seharusnya menjadi akan kurang terlibat. Jadi dengan adanya
proses yang berkesinambungan yang integrasi yang baik antara divisi manajemen
melibatkan setiap bagian organisasi yang risiko di sektor dan penanggungjawab
meliputi aspek fungsional maupun teknologi manajemen risiko pada unit pembangkit
untuk mengidentifikasi peluang strategis dan dalam merumuskan dan mengelola
mereduksi ketidakpastian dalam ketidakpastian, maka perencanaan strategis
perusahaan. Sekilas terlihat bahwa seolah- yang lebih baik dalam perusahaan akan
olah manajemen risiko pada PLTA Maninjau tercapai.
telah melakukan pendekatan aktifitas Proses manajemen risiko pada PLTA
manajemen risiko pada kerangka kerja RIMS Maninjau melibatkan tiga aktor utama, yaitu
for ERM, dimana aktifitas manajemen risiko penanggungjawab unit, divisi manajemen
melebur dalam aspek fungsional organisasi risiko sektor (tim analis), serta asesmen
yaitu tergabung dalam divisi OPHAR dan risiko PLN pembangkitan Sumatera Selatan
Lingkungan K2. Akan tetapi yang dimaksud (KITSBS) di Palembang. Alur komando
dengan proes berkesinambungan yang manajemen risiko dimulai dari
melibatkan setiap bagian organisasi ini penanggungjawab unit dengan memberikan
adalah bahwa divisi manajemen risikolah pelaporan risk rating ke divisi manajemen
yang berperan aktif dalam mengelola risiko sektor hingga persetujuan asesmen
hubungan setiap bagian atau lini organisasi risiko beserta anggaran dan pendanaan oleh
dalam mencapai implementasi yang baik. KITSBS Palembang. Secara konsep aktifitas
Pentingnya divisi khusus manajemen risiko manajeemn risiko di PLTA Maninjau sudah
pada PLTA Maninjau adalah sebagai mencerminkan urutan dan prosedur yang
pengelola internal dan eksternal organisasi cukup baik, dimana semua pemangku
yang akan mencakup dan melibatkan setiap kepentingan dan tanggungjawab terhadap
fungsi organisasi yang ada. Jadi divisi manajemen risiko pada perusahaan telah
khusus manajemen risiko pada unit nantinya dilibatkan baik sebagian maupun secara
akan berperan sebagai pihak yang keseluruhan. Akan tetapi pada kondisi
menyelaraskan dan mengintegrasikan setiap aktual, implementasi dari bagan aliran
aktifitas dan proses bisnis yang berlangsung proses tersebut sama sekali belum
untuk mengeksplorasi dan mengidentifikasi dijalankan dengan baik. Aktifitas manajemen
risiko-risiko apa saja yang berpotensi risiko seolah-olah terpisah antara satu divisi
mempengaruhi keberlangsungan aktifitas dengan divisi lainnya, sehingga tampak lebih
perusahaan sehingga dapat dijadikan seperti penyerahan tugas dan tanggung
sebagai peluang perbaikan. jawab antar divisi, bukan merupakan
Peranan manajemen risiko seharusnya aktifitas yang terintegrasi untuk mencapai
juga menjadi bagian perencanaan strategis tujuan bersama (tujuan perusahaan).
bagi perusahaan dalam perusahaan secara Dimulai dari penanggungjawab
sistematis, terstruktur dengan manajemen risiko unit, laporan risk rating
menyelaraskan pendekatan organisasi dalam seharusnya dikumpulkan dari identifikasi
mengelola ketidakpastian agar menjadi lebih setiap aktifitas divisi-divisi yang ada pada
efektif. Namun dalam kondisi aktual pada unit pembangkit, sehingga keterlibatan
PLTA Maninjau, perencanaan sistematis dan antara semua bagian dalam aspek

414 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 12 No. 2, Oktober 2012:411- 419
ISSN 2088-4842 PERENCANAAN TEKNIK INDUSTRI

fungsional perusahaan akan mendukung share or transfer.Hal ini sebenarnya dapat


perumusan atau identifikasi awal risiko dan dikembangkan dalam perencanaan strategis
rencana mitigasi dari setiap aktifitas dan perusahaan berdasarkan rating dan
pekerjaan yang berlangsung, karena divisi pembobotan yang telah diberikan dalam
atau bagian terkait yang melakukan asesmen risiko setiap aktifitas dan pekerjaan
pekerjaanlah yang akan sangat paham dan pada perusahaan, untuk memilih perlakuan
mengerti seperti apa bentuk-bentuk atkfitas mana yang paling tepat untuk dijalankan
dan pekerjaan yang dilakukan yang akan terhadap setiap risiko-risiko tersebut. Hal ini
berpotensi untuk memberikan dampak atau tidak terlaksana karena memang
berisiko ketika pekerjaan tersebut pemahaman pentingnya manajemen risiko
dilaksanakan. Akan tetapi saat ini, proses dalam budaya dan perilaku organisasi belum
identifikasi sepenuhnya diserahkan pada terlalu dimaknai oleh setiap entitas dalam
beberapa orang saja dalam divisi OPHAR perusahaan. Manajemen risiko masih
atau Lingkungan K2, mulai dari dianggap sesuatu yang baru untuk dicoba
mengidentifikasi, mengumpulkan, dan dalam perusahaan dan menjadi
menyusun pelaporannya ke pihak analis tanggungjawab sepenuhnya khusus divisi
manajemen risiko di sektor. Penyusunan dan manajemen risiko saja, sehingga
pelaporan risk rating ini tentunya akan lebih pengoptimalan nilai-nilai implementasi
efektif dan tepat sasaran apabila dalam manajemen risiko dalam usaha untuk
proses pengerjaannya dilakukan dengan menciptakan peluang perbaikan tidak
mengkolaborasikan setiap pihak dan divisi di berjalan sepenuhnya. Kurangnya
unit pembangkit. Begitu juga dengan analis pemahaman dan kesadaran pentingnya
manajemen risiko di sektor, dalam kondisi implementasi manajemen risiko pada PLTA
aktual aktifitas kontrol dalam penyusunan Maninjau ini juga dipengaruhi dengan
asesmen risiko baik itu rencana tindakan kurangnya pelatihan-pelatihan ataupun
mitigasi, penganggaran dan pengadaan workshop terkait pentingnya manajemen
dikembangkan dari laporan risk rating risiko pada perusahaan, sehingga
penanggungjawab unit, bukan berdasarkan pembenahannya berjalan dengan lambat.
kontrol langsung kepada setiap identifikasi Berdasarkan pengukuran yang dilakukan.
atau temuan dalam risk rating. Pihak analis Nilai level kematangan implementasi
manajemen risiko di sektor akan manajemen risiko dari nilai realisasi dan nilai
memberikan laporan asesmen yang telah harapan untuk masing-masing atribut
disusun beserta anggaran dan pengadaan ke pengukuran, baik itu ERM – Based Approach,
asesmen PLN pembangkitan Sumatera ERM – Process Management, Risk Appetite
Selatan di Palembang untuk dikaji ulang dan Management, Root Cause Discipline,
divalidasi. Setelah adanya persetujuan dari Uncovering Risk, Performance Management,
tim asesmen risiko Palembang, langkah- maupun Business Resiliency and
langkah perbaikan yang telah dirancang Sustainability dalam kerangka kerja RIMS
tersebut hanya disiapkan dan diketahui oleh pada PLTA Maninjau secara keseluruhan
penanggungjawab sektor dan beberapa memiliki nilai yang sama. Pada nilai realisasi
pihak di unit, bukan disosialisasikan kepada implementasi manajemen risiko berada pada
semua lini dalam organisasi, sehingga hal ini level repeatable (dalam rentang 2,51 –
menunjukkan masih kurangnya koordinasi 3,50), sedangkan untuk nilai harapan berada
dari setiap bagian dalam perusahaan untuk pada level leadership (dalam rentang 4,51 –
menerapkan manajemen risiko dengan baik 5,00). Selain pengukuran level kematangan
dan melebur dalam setiap aktifitas bisnis implementasi manajemen risiko per aspek,
perusahaan, sebagaimana prinsip ERM juga dilakukan pengukuran level
dalam membangun pengawasan, kontrol dan kematangan untuk keseluruhan. Untuk nilai
disiplin untuk mendorong perbaikan realisasi secara keseluruhan juga berada
berkelanjutan dari kapabilitas manajemen pada level repeatable, sedangkan
risiko dari lingkungan operasi yang selalu harapannya berada pada level leadership.
berubah-ubah. Berdasarkan hasil pengukuran untuk
Dalam membangun keberlangsungan setiap aspek penilaian dengan pendekatan
implementasi manajemen risiko terhadap kerangka kerja Risk and Insurance
asesmen risiko, PLTA Maninjau belum Managemen Society (RIMS) for Enterprise
memberikan pertimbangan yang transparan Risk Management (ERM), maka dapat dilihat
dan realistis dalam rencana penanggulangan persentase pencapaian realisasi
risiko yang diidentifikasi. Pada dasarnya implementasi manajemen risiko yang
rencana penanggulangan risiko dapat berlangsung saat ini pada perusahaan
diklasifikasikan pada empat strategi, yaitu terhadap nilai harapan yang diharapkan oleh
mitigate or reduce, accepted, avoid, dan setiap pelaku manajemen risiko baik per

Integrasi Frame Work ... (Taufik et al) 415


ISSN 2088-4842 OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

aspek maupun secara keseluruhan, seperti Level kematangan repeatable, dengan


yang disajikan pada Tabel 1 berikut ini: persentase pencapaiannya terhadap nilai
harapan sebesar 62% dalam implementasi
Tabel 1. Persentase Pencapaian Realisasi manajemen risiko pada PLTA Maninjau
Implementasi Manajemen Risiko menunjukkan bahwa aktifitas manajemen
Terhadap Nilai Harapan risiko yang berlangsung merupakan aktifitas
Aspek Realisasi Harapan Selisih Persentase
ERM - Based Approach 2.96 4.64 1.68 64%
yang masih baru dilaksanakan dengan
ERM - Process Management 2.80 4.54 1.74 62% kebiasaan yang sudah mulai terpola dan
Risk Appetite Management 2.77 4.73 1.97 58% reaktif terhadap lingkungan organisasi
Root Cause Discipline 2.83 4.53 1.70 62% maupun fungsional, sudah menunjukkan
Uncovering Risk
Performance Management
2.95
2.75
4.58
4.70
1.63
1.95
64%
59%
kekonsistensian, namun belum dijelaskan
Business Resiliency and Suistainability 2.87 4.67 1.80 61% dalam prosedur formal dalam perusahaan
Keseluruhan 2.85 4.62 1.77 62% secara keseluruhan. Kondisi ini sejalan
dengan kondisi manajemen risiko pada PLTA
Serta juga dapat disajikan dengan Maninjau yang baru berlangsung selama
diagram radar berikut: lebih kurang tiga tahun. Implementasi
manajemen risiko yang baru ini akan
cenderung mengikuti prinsip-prinsip
manajemen risiko yang sudah ada
sebelumnya pada PLTA lain, atau
perusahaan sejenis yang sudah sukses
melaksanakannya. PLTA Maninjau sebagai
suatu perusahaan dengan struktur
organisasi yang bertingkat dan saling terkait
dibawah satu pucuk kepemimpinan dan
manejemen yaitu Perusahaan Listrik Negara
(PLN) dalam menjalankan suatu kebijakan
tentu harus berada dibawah persetujuan,
Gambar 2. Diagram Radar Perbandingan dan arahan operasional dari PLN pusat itu
Realisasi dan Harapan Implementasi
sendiri. Hal ini juga berlaku untuk
Manajemen Risiko pada PLTA
Maninjau manajemen risiko. Dalam kondisi saat ini,
manajemen risiko pada PLTA Maninjau
Gambar 2 menunjukkan bahwa masih cenderung dikendalikan dari pihak
perbandingan antara nilai realisasi pusat. Untuk mewujudkannya, manajemen
implementasi manajemen risiko pada PLTA pusat menunjuk perwakilan dari unit
Maninjau untuk setiap aspek rata-rata pembangkit maupun dari sektor
memiliki jarak satu level kematangan pembangkitan Bukittinggi untuk melakukan
terhadap nilai harapannya, yang pelatihan terkait dengan implementasi
menunjukkan bahwa nilai harapannya manajemen risiko yang ideal. Kondisi ini
berada pada level kematangan yang terbaik menjadikan manajemen risiko pada PLTA
dan melampaui level kematangan keempat, Maninjau menjadi tabu dan hanya dipahami
yaitu level managed. secara konseptual oleh sebagian kecil dari
Pengukuran level kematangan lini organisasi perusahaan, sehingga dalam
implementasi manajemen risiko secara pelaksanaan atau implementasinya tidak
keseluruhan pada PLTA Maninjau dilakukan berjalan dengan baik.
untuk melihat kompilasi level kematangan Minimnya pemahaman akan pentingnya
dari ketujuh aspek yang telah diukur manajemen risiko pada setiap lini organiasi
sebelumnya. Dalam pengukuran secara pada PLTA Maninjau berdampak pada tidak
keseluruhan ini, setiap instrumen terjadinya keselarasan antara rencana
pertanyaan yang diajukan untuk setiap aktifitas manajemen risiko dengan
aspek digabungkan untuk melihat korelasi realisasinya dilapangan. Adanya pelatihan
menyeluruh dari semua pertanyaan dengan manajemen risiko yang diberikan pada
bobot totalnya. Berdasarkan pengukuran beberapa orang dalam perusahaan membuat
yang dilakukan didapatkan bahwa level nilai aktifitas perencanaan yang meliputi
realisasi implementasi manajemen risiko identifikasi, perumusan akar penyebab,
pada PLTA Maninjau secara keseluruhan hingga rencana mitigasi dan rencana
berada pada level ketiga yaitu repeatable anggaran pendanaan mungkin berjalan
dan untuk level nilai harapannya berada dengan kondisi yang ideal, namun dalam
pada level kelima yaitu leadership. implementasi dari hasil perencanaan
tersebut saat ini masih lemah dan ditambah
lagi dengan lambatnya realisasi rencana

416 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 12 No. 2, Oktober 2012:411- 419
ISSN 2088-4842 PERENCANAAN TEKNIK INDUSTRI

aktifitas manajemen risiko dari masing- risiko yang akan diselesaikan adalah risiko
masing level penanggungjawab risiko. dengan dampak kerugian yang tinggi.
Meskipun rencana manajemen risiko yang Lemahnya aktifitas manajemen risiko
diajukan telah mengacu pada kondisi ideal, dalam aspek realisasi dari top management
namun dukungan dari manajemen sektor hingga pada PLTA Maninjau sebagai
dan pusat baik itu dari segi ketersediaan pelaksana dari rencana manajemen risiko
anggaran maupun realisasi pengadaan dapat diidentifikasi disebabkan karena
kebutuhan seperti material dan lain lemahnya sosialisasi dan komunikasi risiko
sebagainya masih lemah, dan implementasi antara setiap pemangku kepentingan dan
manajemen risiko tidak akan memberikan pihak-pihak yang terkait dengan aktifitas
dampak perbaikan yang nyata bagia manajemen risiko pada PLTA Maninjau juga
perusahaan. Kondisi ini juga yang tidak terkoordinasi dengan baik. Rencana
mempengaruhi lemahnya kesadaran akan aktifitas manajemen risiko yang telah siap
pentingnya manajemen risiko pada untuk diimplementasikan tidak
perusahaan karena belum dapat disosialisasikan terhadap seluruh
membuktikan perbaikan nyata yang penanggungjawab manajemen risiko secara
dihasilkan dari aktifitas manajemen risiko keseluruhan di unit pembangkit, sehingga
tersebut. Secara sederhana kondisi ini dapat pelaksanaan rencana mitigasi tidak dipahami
dianalogikan seperti pada Gambar 3. dengan baik. Begitu juga untuk aktifitas
kontrol, pihak PLN pembangkitan Sumatera
Top Management Bagian Selatan seharusnya berperan aktif
Evaluasi, validasi, dalam pengawasan dan evaluasi kondisi
KITSBS PALEMBANG
persetujuan implementasi yang dijalankan sehingga
anggaran/
pengadaan kesesuaian antara laporan dengan kondisi di
Middle Mangement Risk Assesment
lapangan nantinya akan dapat diandalkan
Report untuk rekontruksi rencana mitigasi risiko
Persiapan dan
DIV.MANRIS sosialisasi
dimasa yang akan datang.
SEKTOR implementasi Total instrumen pertanyaan yang
diajukan dalam pengukuran level
Pelaksana Risk Rating
kematangan implementasi manajemen risiko
Report Implementasi dari seluruh aspek dalam penelitian ini
program
UNIT PEMBANGKIT adalah sebanyak 28 pertanyaan.
(TEAM MANRISK) Berdasarkan nilai rata-rata korelasi antara
masing-masing pertanyaan dengan bobot
Gambar 3. Alur Komando Implementasi
Manajemen Risiko PLTA Maninjau
total dari seluruh aspek pengukuran
didapatkan bahwa nilai rata-rata korelasi
Berdasarkan bagan pada Gambar 3 yang paling tinggi adalah pada aspek ERM –
diatas terlihat bahwa garis komando antara based approach dengan nilai korelasi rata-
unit pembangkit sebagai pelaksana, hingga ratanya sebesar 2,96 dan nilai rata-rata
ke KITSBS Palembang sebagai top korelasi terendahnya adalah pada aspek
management dari aktifitas manajemen risiko uncovering risk dengan nilai korelasinya
pada PLTA Maninjau terlihat saling sebesar 2,75. Nilai ini menunjukkan bahwa
mendukung dan terkoordinasi, akan tetapi implementasi manajemen risiko pada PLTA
pada kenyataannya garis komando yang Maninjau telah mulai dilakukan dengan
ditandai dengan warna merah sebagai garis pendekatan pada proses bisnis yang
komando realisasi rencana mengalami berlangsung pada perusahaan yang meliputi
masalah. Katakanlah dalam kondisi ini lingkungan internal maupun lingkungan
berupa aktifitas mitigasi rencana pada eksternal. Jadi dalam menjalankan aktifitas
aktifitas pemeliharaan, dimana dari unit manajemen risiko seperti identifikasi,
pembangkit telah dilaporkan risk rating rencana mitigasi dan implementasinya
kepada sektor dan sektor juga melaporan dilakukan dengan mempertimbangkan dan
risk assesment untuk kegiatan pemeliharaan analisis secara luas terhadap sistem yang
ini kepada KITSBS Palembang. Dari sejak berlangsung dalam perusahaan. Tidak saja
laporan diterima hingga realisasi untuk pada aktifitas operasional atau pekerjaan
implementasi pada unit pembangkit, ini langsung yang bersifat teknikal, tetapi juga
terjadi dalam waktu yang lama sehingga sudah mulai mempertimbangkan dan
implementasi manajemen risiko akan tidak melibatkan lingkungan kerja, sumber daya
sesuai dengan waktu yang telah manusia, serta dukungan sosial dan
direncanakan atau bahkan tidak terlaksana lingkungan perusahaan. Untuk nilai rata-rata
sama sekali. Kondisi ini akan sangat korelasi terendah pada aspek uncovering
merugikan bagi perusahaan, terutama ketika risk juga menunjukkan bahwa kapabilitas

Integrasi Frame Work ... (Taufik et al) 417


ISSN 2088-4842 OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

dan orientasi PLTA Maninjau dalam 14. Perusahaan mengukur keefektifan dari
mendefenisikan rencana mitigasi dari setiap pengelolaan risiko dan peluang.
risiko yang telah diidentifikasi masih lemah 15. Keberlanjutan bukan kondisi akhir yang
karena belum memperhitungkan peran harus dicapai, melainkan karakteristik
pendokumentasian penilaian dan dependensi dari sistem dinamis yang berkembang.
risiko terhadap setiap divisi dalam
perusahaan, sehingga penyusunan skenario
5. KESIMPULAN DAN SARAN
untuk menghindari risiko-risiko yang telah
lampau tidak akan terjadi dimasa yang akan Adapun kesimpulan dari penelitian
datang belum berjalan sepenuhnya. pengukuran derajat kematangan (degree of
Temuan nilai harapan implementasi maturity level) implementasi manajemen
manajemen risiko pada PLTA Maninjau yang risiko pada PLTA Maninjau adalah sebagai
berada pada level leadership menunjukkan berikut:
bahwa pelaku manajemen risiko sangat 1. Nilai realisasi berada pada level ketiga
menginginkan bagaimana aktifitas (repeatable).
manajemen risiko berjalan dalam kondisi 2. Nilai harapan berada pada level kelima
terbaik dengan tersedianya sumber daya (leadership).
yang memadai. Berdasarkan temuan 3. Persentase pencapaian nilai realisasi
tersebut, maka selanjutnya dapat secara keseluruhan telah mencapai
dirumuskan Key Risk Indicators (KRI) guna 62% dari nilai harapan implementasi
mendukung pencapaian nilai harapan manajemen risiko kedepannya.
tersebut. Poin-poin KRI yang dikemukakan 4. Hasil pengukuran dan analisis yang
disesuaikan dengan model RIMS. Untuk dilakukan memunculkan 15 indikator
merumuskan KRI ini, terlebih dahulu kunci (key risk indicators) yang harus
divalidasi oleh expert manajemen risiko di dicapai oleh pelaku manajemen risiko
Sektor Pembangkitan Bukittinggi. pada PLTA Maninjau, untuk mencapai
Berdasarkan hasil validasi didapatkan 15 KRI derajat kematangan (degree of maturity
yang harus dipenuhi, yaitu: level) nilai harapan yang berada pada
1. Risiko dianalisis dan dilaporkan secara level leadership.
sistematis.
2. Manajemen risiko melekat dalam Sedangkan saran yang dapat diberikan
budaya perusahaan. untuk penelitian lebih lanjut adalah:
3. Praktek manajemen risiko terbaik 1. Menggunakan pendekatan yang
diterapkan untuk semua departemen. berbeda seperti COSO, FERMA:2000,
4. Isu-isu risiko dilaporkan dan terintegrasi OCEG, dan lain sebagainya, serta
dalam audit internal, proses kontrol, membandingkannya dari hasil yang
dan teknologi informasi. paling optimal dan reliabel.
5. Manajemen risiko dilibatkan dalam 2. Merancang bagan evaluasi implementasi
pengambilan keputusan dan manajemen risiko dari berbagai
peningkatan kinerja. perspektif yang luas dan fleksibel.
6. Delegasi dan wewenang penerimaan 3. Merancang alat bantu sistem informasi
risiko dikomunikasikan kepada seluruh untuk mendukung tahapan integrasi
lini organisasi. manajemen risiko yang
7. Alokasi sumber daya didasari pada terkomputerisasi dan terotomasi,
penilaian prioritas. sehingga aktifitas kontrol dan
8. Langkah mitigasi direncanakan dengan pengambilan keputusan dapat dilakukan
mempertimbangkan nilai efektifitas. dengan lebih efektif.
9. Fokus terhadap akar penyebab risiko
untuk meminimalkan dampak kerugian.
10. Evaluasi manfaat potensial dari DAFTAR PUSTAKA
penanganan risiko dilakukan dengan [1] Azwar, Saifuddin. 2002, Reliabilitas dan
pendekatan skenario. Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
11. Praktek manajemen risiko meliputi [2] Beasley, Mark S. et al. (2010).
lingkungan internal dan eksternal Developing Key Risk Indicators to
perusahaan secara sistematis dan Strengthen Enterprise Risk
terpelihara. Management. USA: NC State Univesity
12. Manajemen risiko mengkaji dan [3] Crickette, Grace. et al. (2011). An
merekomendasikan indikator risiko Overview of Widely Used Risk
secara berkala. Management Standards and Guidelines.
13. Langkah-langkah manajemen risiko Risk and Insurance Management
menggunakan proses yang efisien. Society Inc.

418 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 12 No. 2, Oktober 2012:411- 419
ISSN 2088-4842 PERENCANAAN TEKNIK INDUSTRI

[4] Darmawi, H. (2006). Manajemen Risiko.


Jakarta: Bumi Aksara
[5] Djohanputro, Bramantyo. (2008).
Manajemen Risiko Korporat. Jakarta:
PPM
[6] Djojosoedarso, Soeisno. (2000).
Prinsip-prinsip Manajemen Resiko dan
Asuransi. Jakarta: Salemba 4
[7] Fahmi, I. (2010). Manajemen Risiko
(Teori, Kasus,dan Solusi) Edisi I.
Bandung: Alfabeta
[8] Gilbert, Jiil Barson. (2007). Enterprise
Risk Management: The New Imperative.
Houston: Lexicon System, LLC
[9] Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral. (2010). Indonesian Energy
Outlook 2010. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi Energi dan Sumber Daya
Mineral KESDM
[10] IMA. (2007). Enterprise Risk
Management Tools and Techniques for
Effective Implementation. Montvale:
Institute of Management Accountants
[11] Nazir, Moh. (2003). Metode Penelitian.
Jakarta: Ghalia Indonesia
[12] Provitivit Cons. (2006). Guide to
Enterprise Risk Management. Protiviti
Inc.
[13] RIMS Org. (2006). RIMS Risk Maturity
Model (RMM) for Enterprise Risk
Management. Risk and Insurance
Management Society Inc.
[14] Roux, Mc Le. et al. (2010). Operational
Risk Management in The Short-Term
Insurance Industry and Risk Based
Capital. Laporan Penelitian Graduate
School of Business Leadership. South
Africa: Univeristy of South Africa
[15] Sugiyono. (2004). Metode Penelitian
Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Penerbit
Alfabeta

Integrasi Frame Work ... (Taufik et al) 419

Вам также может понравиться