Вы находитесь на странице: 1из 16

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/324769659

Penerapan Model Pelayanan Keperawatan Berbasis Spiritual Ditinjau dari


Aspek Proses Asuhan Keperawatan Spritual di Rumah Sakit Islam Faisal
Makassar

Article · February 2018

CITATIONS READS

0 1,769

3 authors, including:

Safrullah Amir
Universitas Gadjah Mada
13 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Safrullah Amir on 26 April 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 10 No. 1 Pebruari 2018

PENERAPAN MODEL PELAYANAN KEPERAWATAN BERBASIS SPIRITUAL


DITINJAU DARI ASPEK PROSES ASUHAN KEPERAWATAN SPRITUAL DI
RUMAH SAKIT ISLAM FAISAL MAKASSAR

Saharuddin1, Safrullah Amir2, Rosmina3


1
Program Profesi Ners Institute of Health Science Binawan Jakarta
2
Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UGM
3
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Makassar

ABSTRACT

The spiritual aspect must be considered in the care process because it directly affects
the patient's healing quality. This study was developed to study the application of spiritual
nursing care model in hospital. This research uses qualitative method through analytical
descriptive approach. A total of 9 informants recruited by purposive sampling in this study
consisting of head nurse, nurse, and muslim clergy. In-depth interview results in verbatim
form tested for reliability and validity using triangulation technique. The results indicate that
the process of spiritual nursing care at Faisal Islamic Hospital has adopted 5 stages which
include spiritual assessment, spiritual diagnosis, spiritual planning, spiritual implementation,
and spiritual evaluation. Nevertheless, the application of the spiritual service model in the
hospital has not been optimal.
Keywords: nursing care,service model, spiritual

A. PENDAHULUAN
Asuhan keperawatan yang diberikan perawat tidak bisa lepas dari aspek spiritual
yang merupakan bagian integral perawat dengan klien. Kebutuhan spiritual merupakan
kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Apabila seseorang dalam keadaan
sakit, maka hubungan dengan Tuhan pun semakin dekat, mengingat seseorang dalam
kondisi sakit menjadi lemah dalam segala hal, tidak ada yang mampu membangkitkannya
dari kesembuhan, kecuali Sang Pencipta. Dalam pelayanan kesehatan, perawat sebagai
petugas kesehatan harus memiliki peran utama dalam memenuhi kebutuhan spiritual
(Hamid, 2008).
Penting bagi perawat untuk memahami konsep yang mendasari kesehatan spiritual.
Spiritualitas merupakan suatu konsep yang unik pada masing-masing individu yang
akhir-akhir ini banyak dipertimbangkan dalam proses perawatan. Hal inididasari asumsi
bahwa aspek spiritualberkontribusi dalam menentukan kebahagiaan hidup seseorang.
Dengan demikian, perawat juga perlu memahami keterkaitandimensi fisik, psikologis,
dan kebudayaan dengan aspek spiritual dalam upaya perbaikan kualitas hidup pasien
(Hidayat, 2004).
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional mempunyai intesitas dan
interaksi paling banyak dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien.
Kualitas perawatan yang diberikan ditunjukkan dengan komprehensivitas asuhan
keperawatan yang diberikan yang secara holistik telah memasukkan aspek biologi,
psikologi, sosial, dan spiritual. Hal ini berarti dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada keluarga, individu, dan masyarakat, perawat tidak hanya berperan dalam
memenuhi aspek biologis atau penyakit saja, tetapi juga harus memenuhi aspek psikologi,
sosial dan spiritual (Gaffar, 1999).
Perawat sebagai orang pertama yang secara konsisten selama 24 jam menjalin
kontak dengan pasien, berperan dalam memberikan pemenuhan kebutuhan spiritual bagi
pasien. Salah satu implementasi atau pelaksanaan dari perawatan spiritual adalah dengan

8
HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 10 No. 1 Pebruari 2018

menjadi media perantara untuk menghubungkan pemuka agama dengan pasien sesuai
dengan keyakinan pasien. Selain itu, sistem asuhan keperawatan yang secara inklusif
telah memasukkan aspek spiritualitas mampu mengintegrasikan asuhan yang holistik
dengan menghubungkan perawat dengan pemuka agama (Hamid, 2008).
Klien dalam perspektif keperawatan merupakan individu, keluarga, atau
masyarakat yang memiliki masalah kesehatan dan membutuhkan bantuan untuk dapat
memelihara, mempertahankan, dan meningkatkan status kesehatannya. Sebagai manusia,
klien selain sebagai makluk individu, juga merupakan mahluk sosial dan mahluk Tuhan.
Berdasarkan hakikat manusia, maka keperawatan memandang manusia sebagai mahluk
yang holistik yang terdiri atas aspek biologis (fisiologis), psikologis, sosiologis, kultural
dan spiritual (Henderson& Jones, 2006).
Dimensi spiritual merupakan salah satu dimensi penting yang perlu diperhatikan
oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Bahkan, keimanan diketahui
sebagai salah satu faktor yang sangat kuat dalam penyembuhan dan pemulihan fisik
individu. Mengingat pentingnya peranan spiritual dalam penyembuhan dan pemulihan
kesehatan, maka penting bagi perawat untuk meningkatkan pemahaman tentang konsep
spiritual agar dapat memberikan asuhan spiritual dengan baik kepada semua klien
(Makhija, 2002).
Analisis situasi saat ini pada institusi kesehatan di Indonesia menunjukkan hasil
kontradiktif.Sekalipun aspek spiritual dianggap memainkan peranan penting dalam upaya
penyembuhan pasien, kenyataannya asuhan keperawatan spiritual belum diberikan oleh
perawat secara kompeten. Rankin & Delasmutt (2006) dalam penelitiannya menemukan
bahwa banyak perawat mengakui belum memahami secara jelas dan mengalami
kebingunan dalam implementasi konsep spiritualitas dalam asuhan keperawatan. Dalam
studi yang lain, Rieg et al. (2006) menyimpulkan banyaknya perawat yang mengakui
bahwa mereka tidak dapat memberikan asuhan spiritual secara kompeten karena selama
masa pendidikannya mereka tidak memperoleh panduan tentang bagaimana memberikan
asuhan spiritual.
Rumah Sakit Islam Faisal Makassar merupakan salah satu rumah sakit swasta di
Sulawesi Selatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
paripurna. Hal ini ditunjukkan dengan misi rumah sakit yang berusaha memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas dan Islami. Rumah sakit ini tidak hanya befokus
dalam hal pelayanan medis saja, akan tetapi juga memberikan pelayanan yang bersifat
spiritual. Setiap karyawan di rumah sakit ini termasuk perawat tidak hanya bertanggung
jawab dalam melaksanakan tugas masing-masing, tetapi juga berperan sebagai juru
dakwah yang mengajarkan pasien untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada
Allah SWT.Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini berusaha mengobservasi
model pelayanan keperawatan berbasis spiritual yang diimplementasikan di Rumah Sakit
Islam Faisal Makassar.

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Spiritual
Asuhan keperawatan spiritual adalah suatu manifestasi dari ibadah yang
berbentuk pelayanan profesional dan merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan yang didasari pada keimanan, keilmuan, dan amal (Kozieret al., 2010).
Pemenuhan kebutuhan spiritual pasien merupakan bagian dari peran dan
fungsi perawat dalam pemberian asuhan keperawatan. Oleh karena itu, diperlukan
sebuah metode ilmiah untuk menyelesaikan masalah keperawatan secara sitematis
melalui pendekatan proses keperawatan yang diawali dari pengkajian data, penetapan
diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi dengan mengikutsertakan aspek

9
HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 10 No. 1 Pebruari 2018

spiritual. Asuhan keperawatan berbasis spiritual dapat diidentifikasi pada masing-


masing tahapan berikut (Hamid, 2008):
a. Pengkajian
Pengkajian aspek spiritual membutuhkan hubungan interpersonal yang baik
antara perawat dengan pasien. Oleh karena itu, pengkajian sebaiknya dilakukan
setelah perawat dapat membentuk hubungan yang baik dengan pasien atau dengan
orang terdekat pasien. Pengkajian asuhan keperawatan spiritual yang perlu
dilakukan meliputi:
1) Pengkajian data subjektif
Pedoman pengkajian data subjektif dalam asuhan keperawatan spiritual
secara umum mencakup konsep tentang ketuhanan, sumber kekuatan dan
harapan, praktik agama dan ritual, serta hubungan antara keyakinan spiritual
dan kondisi kesehatan.
2) Pengkajian data objektif
Pengkajian data objektif dilakukan melalui pengkajian klinis yang
meliputi pengkajian afeksi dan sikap, perilaku, verbalisasi, hubungan
interpersonal, dan lingkungan. Pengkajian data objektif umumnya dilakukan
melalui observasi secara langsung.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan masalah spiritual menurut
North American Nursing Diagnosis Association(NANDA)adalah distresspiritual
yang dapat diidentifikasi sebagai gangguan kemampuan dalam mengintegrasikan
arti dan tujuan hidup seseorang yang dihubungkan dengan diri, orang lain, seni,
musik, alam, atau kekuatan yang lebih besar dari dirinya (NANDA, 2006).
Batasan karakteristik diagnosa keperawatan spiritual secara spesifik dapat
dijabarkan sebagai berikut (NANDA, 2006):
1) Berhubungan dengan diri, meliputi kemampuan mengekspresikan kurang
dalam harapan, tujuan hidup, kedamaian, penerimaan, cinta, memaafkan diri,
keberanian, marah, serta rasa bersalah.
2) Berhubungan dengan orang lain, meliputi upaya penolakandalam berinteraksi
dengan pemimpin agama, menolak berinteraksi dengan teman dan keluarga,
mengungkapkan terpisah dari sistem dukungan, serta merasa terasing.
3) Berhubungan dengan seni, musik, dan alam, meliputi ketidakmampuan
mengekspresikan kondisi kreatif serta ketidaktertarikan terhadap alamdan
bacaan agama.
4) Berhubungan dengan kekuatan yang melebihi dirinya, meliputi
ketidakmampuan beribadah, tidak mampu berpartisipasi dalam aktivitas
agama, mengekspresikan ditinggalkan atau marah kepada Tuhan, tidak mampu
untuk mengalami transenden, perubahan mendadak dalam praktek keagamaan,
tidak mampu introspeksi, serta mengalami penderitaan tanpa harapan.
Perubahan-perubahan karakteristik spiritual pada pasien dapat berimplikasi
pada berbagai kondisi kesehatan. Keadaan tersebut dapat didiagnosis sebagai
pengasingan diri, kesendirian atau pengasingan sosial, cemas, deprivasi atau
kurang dalam sosiokultural, kematian dan sekarat, nyeri, perubahan hidup, dan
penyakit kronis (NANDA, 2006).
c. Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan dan faktor yang berhubungan teridentifikasi,
selanjutnya perawat dan pasien menyusun kriteria hasil dan rencana intervensi.
Tujuan asuhan keperawatan pada pasien dengan distres spiritual difokuskan pada
pembentukan lingkungan yang mendukung praktek keagamaan dan kepercayaan

10
HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 10 No. 1 Pebruari 2018

yang biasanya dilakukan. Tujuan ditetapkan secara individual dengan


mempertimbangkan riwayat pasien, area berisiko, dan tanda-tanda disfungsi, serta
data objektif yang relevan. Menurut Kozier et al. (2010), perencanaan pada pasien
dengan distres spiritual dirancang untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien
dengan membantu pasien memenuhi kewajiban agamanya, membantu pasien
menggunakan sumber dari dalam dirinya dengan cara yang lebih efektif untuk
mengatasi situasi yang sedang dialami, membantu pasien mempertahankan atau
membina hubungan personal yang dinamik dengan Maha Pencipta ketika sedang
menghadapi peristiwa yang kurang menyenangkan, membantu pasien mencari arti
keberadaannya dan situasi yang sedang dihadapinya, meningkatkan perasaan
penuh harapan, dan memberikan sumber spiritual atau cara lain yang relevan.
d. Implementasi
Pada tahap implementasi, perawat menerapkan rencana intervensi dengan
melakukan prinsip-prinsip kegiatan asuhan keperawatan dengan memeriksa
keyakinan spiritual pribadi perawat, memfokuskan perhatian pada persepsi pasien
terhadap kebutuhan spiritualnya, menghindari anggapan pasien tidak mempunyai
kebutuhan spiritual, memahami pesan non-verbal tentang kebutuhan spiritual
pasien, merespon secara singkat, spesifik, dan aktual, mendengarkan secara aktif
dan menunjukkan empati terhadap masalah pasien, membantu memfasilitasi
pasien agar dapat memenuhi kewajiban agama, serta memberitahu pelayanan
spiritual yang tersedia di rumah sakit (Hawari, 2002).
Pada tahap implementasi, perawat juga harus mempertimbangkan 10 butir
kebutuhan dasar spiritual manusia yang meliputi kebutuhan akan kepercayaan
dasar, kebutuhan akan makna dan tujuan hidup, kebutuhan akan komitmen
peribadatan dan hubungannya dengan keseharian, kebutuhan akan pengisian
keimanan secara teratur mengadakan hubungan dengan Tuhan, kebutuhan akan
bebas dari rasa bersalah dan dosa, kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri,
kebutuhan akan rasa aman terjamin dan keselamatan terhadap harapan masa
depan, kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin tinggi sebagai
pribadi yang utuh, kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan alam dan
sesama manusia, serta kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang penuh
dengan nilai-nilai religius (Hawari, 2002).
Perawat berperan sebagai komunikator perantarabila pasien menginginkan
untuk bertemu dengan petugas rohaniawan atau bila menurut perawat memerlukan
bantuan rohaniawan dalam mengatasi masalah spiritualnya. Menurut Bulechek et
al. (2013) dalam Nursing Interventions Classification (NIC), intervensi
keperawatan dari diagnose distress spiritual salah satunya adalah spiritual support
dengan membantu pasien mencapai keadaan seimbang dan merasa berhubungan
dengan kekuatan Maha Besar.
e. Evaluasi
Untuk mengetahui apakah pasien telah mencapai kriteria hasil yang
ditetapkan pada fase perencanaan, perawat perlu mengumpulkan data terkait
dengan pencapaian tujuan asuhan keperawatan spiritual. Tujuan asuhan
keperawatan spiritual tercapai apabila secara umum pasien:
a) Mampu beristirahat dengan tenang
b) Mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan Tuhan
c) Menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka dengan pemuka agama
d) Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya
e) Menunjukkan afeksi positif, tanpa rasa bersalah, dan kecemasan

11
HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 10 No. 1 Pebruari 2018

2. Kerangka Konseptual

Pengkajian Spiritual

Perencanaan Spiritual
Model Asuhan
Diagnosa Spiritual Keperawatan
Spiritual

Implementasi Spiritual

Evaluasi Spiritual

Gambar 1 Kerangka konseptual model asuhan keperawatan di rumah sakit

C. METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Jenis penelitian menggunakan metode kualitatif dengan desain deskriptif
analitik yang dikembangkan dengan maksudmemahami fenomena asuhan
keperawatan spiritual yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik.
2. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian adalah perawat yang bekerja di Rumah Sakit Islam
Faisal Makassar. Berdasarkan batasan populasi terjangkau yang ditetapkan,
selanjutnya dilakukan penarikan sampel secara purposive. Pada teknik purposive
sampling, besaran sampel ditentukan dengan pertimbangan tertentu dan tujuan
penelitian yang dipandang representatif memberikan data secara yang
diinginkan.Sampel yang diikutsertakan dalam penelitian ditetapkan berdasarkan
kriteria inklusi dan eksklusi penelitian berikut:
a. Kriteria inklusi
1) Perawat yang bekerja di Rumah Sakit Islam Faisal Makassar
2) Pendidikan perawat minimal D3
3) Pengalaman kerja minimal 2 tahun
4) Bersedia untuk diteliti
b. Kriteria eksklusi
1) Perawat yang sakit
2) Perawat yang cuti kerja
Berdasarkan berbagai pertimbangan dan kriteria penelitian yang
dikembangkan diperoleh jumlah informan sebanyak 9 orang setelah penggalian
informasi dianggap telah mengalami saturasi. Ukuran sampel yang kecil merupakan
ciri pendekatan kualitatif sebab pemilihan sampel lebih ditekankanpada kualitasnya
bukan kuantitasnya.
3. Instrumen Penelitian, Teknik Pengumpulan, dan Analisis Data
Instrumen utama dalam penelitian ini merupakan human instrument dimana
peneliti dianggap sebagai instrumen kunci dalam penelitian. Dalam upaya
menunjang proses pengumpulan data, digunakan alat bantuberupa pedoman
wawancara, video recorder dan tape recorder.
Data yang dikompilasi dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung secara

12
HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 10 No. 1 Pebruari 2018

mendalam (in-depth interview) terhadap informan. Sementara itu, data


sekundermerupakan data yang terkait dengan karakteristik responden yang diperoleh
dari database Rumah Sakit Islam Faisal Makassar.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik content analisys, yaitu
teknik yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha untuk menentukan
karakteristik pesan secara objektif dan sistematis, kemudian diinterprestasikan dan
disajikan dalam bentuk narasi.

D. HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini merupakan perawatyang sedang bekerja di
Rumah Sakit Islam Faisal Makassar. Sebanyak 9 responden yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi diikutsertakan dalam penelitian ini dengan komposisi utama
sebagai kepala perawat, kepala ruangan, dan perawat pelaksana. Tabel 1 berikut
menunjukkan karakteristik masing-masing responden menurut beberapa parameter.
Tabel 1 Karakteristik Responden
Informan
Karakteristik
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lama Bekerja
10 15 10 3 22 20 25 16 16
(tahun)
Suku Mks Mks Mks Mks Mks Mks Mks Mks Mks
Agama Islam Islam Islam Islam Islam Islam Islam Islam Islam
Pendidikan
D3 D3 D3 D3 Profesi S2 S2 Profesi Profesi
Terakhir
Sumber: Rumah Sakit Islam Faisal Makassar
Keterangan:
Mks= Suku Makassar

Tabel 1 memberikan temuan bahwa lama bekerja responden di Rumah Sakit


Islam Faisal menunjukkan nilai median 16 tahun, dengan durasi bekerja terendah 3
tahun dan tertinggi 25 tahun. Sementara itu, karakteristik responden berdasarkan
suku dan agama menunjukkan homogenitas dimana keseluruhan responden berasal
dari suku Makassar dan menganut agama Islam (n=100%). Berbeda dengan status
pendidikan, karakteristik responden menunjukkan sebaran yang lebih beragam
dengan keterwakilan jenjang Diploma-3, Strata-1, Profesi Ners, dan Strata-2.
2. Analisis Tema
Penelitian ini menemukan 5 tema utama yang berkaitan dengan penerapan
model pelayanan keperawatan berbasis spiritual. Tema-tema tersebut meliputi proses
pengkajian keperawatan spiritual kepada pasien tidak diidentifikasi oleh perawat
pelaksana, diagnosa keperawatan spiritual belum ditegakkan dan didokumentasikan
secara maksimal, intervensi keperawatan spiritual belum maksimal dan keterbatasan
pengetahuan dari perawat, implementasi keperawatan spiritual sudah dilaksanakan
namun belum menyeluruh baik dari aspek psikomotor maupun dokumentasi, dan
evaluasi keperawatan spiritual tidak dilakukan oleh petugas dan perawat.Tema-tema
yang dihasilkan dalam penelitian ini dibahas secara terpisah untuk mengobservasi
lebih mendalam informasi tentang pengaplikasian model asuhan keperawatan
spiritual muslim di rumah sakit.
a. Proses pengkajian keperawatan spiritual kepada pasien tidak diidentifikasi
oleh perawat
Pengkajian dalam hal ini adalah pengkajian spiritual yang seharusnya
dilakukan oleh perawat dalam menata laksana asuhan keperawatan. Pengkajian
spiritual tidak diidentikasi akibat kurangnya pengetahuan dari perawat,
kebijakan rumah sakit, dan keterbatasan dalam format pengkajian spiritual.

13
HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 10 No. 1 Pebruari 2018

1) Pengkajian keperawatan spiritual belum dilaksanakan secara maksimal oleh


perawat pelaksana
Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat tidak
mengidentifikasi atau melakukan wawancara yang berkaitan dengan
kebutuhan spiritual pasien. Selain ini perawat merasa bahwa pengkajian
spiritual dilimpahkan kepada ustadz sebagai petugas khusus yang telah
ditunjuk oleh rumah sakit. Pengkajian spiritual ini juga tidak dilaksanakan
karena tidak adanya kebijakan yang jelas dari rumah sakit secara tertulis
kepada semua perawatnya untuk melakukan pengkajian spiritual.
“ Pengkajian spiritual belum maksimal hanya sebatas mengucapkan salam
dan mengucapkan bismillah jika melakukan tindakan”(I.5)
“Pengkajian sudah dilaksanakan, akan tetapi belum maksimal karna belum
ada kebijakan dari rumah sakit”(I.2)
2) Pengkajian keperawatan spiritual tidak ditanyakan kepada pasien pada saat
wawancara
Hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan spiritual sepenuhnya
diidentifikasi oleh ustadz. Sementara kebutuhan spiritual oleh perawat tidak
dilakukan pada saat wawancara. Hal yang ditanyakan terbatas pada status
agama yang dianut oleh pasien.
“Saya hanya menanyakan agama yang dianut oleh pasien karena sudah ada
petugas tersendiri yang mengindentifikasi masalah spiritual setiap
pasien”(I.2)
“Sudah dilaksanakan tetapi ustadz yang melaksanakan setiap hari. Ustadz
yang setiap hari masuk di kamar pasien dengan buku visite ulama” (I.4)
3) Pengkajian spiritual hanya dilakukan oleh ulama
Pengkajian spiritual diaplikasikan oleh ustadz yang ditugaskan secara
khusus oleh instansi rumah sakit, namun pengkajian yang dilakukan hanya
konsep spiritual islam secara umum yang tidak mengkhususkan pengkajian-
pengkajian keperawatan spiritual. Berikut ungkapan dari informan:
“Setiap pasien yang dirawat, saya selalu menanyakan kondisi kesehatan
batinnya. Hampir semua pasien yang mengalami gangguan fisik juga
mengalami gangguan spiritual karena keterbatasan kemampuan fisiknya
untuk melaksanakan ibadah”(I.9)
“Saya memang yang ditugaskan oleh rumah sakit ini untuk mengidentifikasi
masalah spiritual pasien”(I.9)
4) Pengkajian keperawatan spiritual dianjurkan untuk dilakukan oleh perawat
pelaksana namun tidak dilaksanakan sesuai standar
Pimpinan rumah sakit belum secara tegas memberikan instruksi kepada
semua perawat untuk melakukan pengkajian keperawatan spiritual terhadap
pasien. Hal yang dilakukan hanya sebatas instruksi secara lisan sehingga
perawat menganggap pengkajian keperawatan spiritual bukan menjadi
keharusan.Asumsi ini diperkuat denganbelum adanya format keperawatan
spiritual yang secara khusus disediakan oleh rumah sakit. Berikut ungkapan
dari informan:
“Selaku pimpinan, saya selalu menganjurkan kepada setiap perawat agar
melakukan pengkajian spiritual kepada semua pasien, tetapi instansi rumah
sakit belum menyediakan format pengkajian spiritual untuk perawat”(I.9)
“Perawat kami belum sepenuhnya melakukan pengkajian spiritual mungkin
karena pasien kami terlalu banyak dan perawat kami terlalu sibuk sehingga
urusan spiritual terkadang terlupakan”(I.6)

14
HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 10 No. 1 Pebruari 2018

5) Pengkajian spiritual tidak didokumentasikan dan kurang pengetahuan tentang


hal-hal yang harus dikaji pada masalah spiritual
a) Pengkajian spiritual tidak didokumentasikan
Pendokumentasian pengkajian spiritual tidak didokumentasikan
didalam buku status pasien. Pendokumentasian pengkajian spiritual
dilimpahkan sepenuhnya kepada ustadz. Berikut ungkapan dari informan:
“Hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan spiritual ditanyakan dan
ditulis sendiri oleh ustadz” (I.1)
“Ustadz yang tulis sendiri itu pengkajiannya”(I.2)
b) Perawat memiliki pengetahuan yang kurang tentang hal-hal yang harus
dikaji pada masalah spiritual
Pengkajian spiritual kurang maksimal dikarenakan kurang
memadainya pengetahuan pengkajian spiritual oleh perawat. Berikut
ungkapan informan:
“Saya juga bingung apa yang harus ditanyakan tentang spiritual”(I.4)
b. Diagnosa keperawatan spiritual belum ditegakkan dan didokumentasikan
secara maksimal
1) Diagnosa keperawatan spiritual ditegakkan pada pasien-pasien tertentu dan
tidak maksimal
a) Diagnosa keperawatan spiritual belum ditegakkan secara maksimal
Dalam menegakkan diagnosa keperawatan, perawat masih apatis
dengan diagnosa keperawatan spiritual. Perawat lebih berfokus menegakkan
diagnosa pada gangguan fisik dan gangguan psikologis. Berikut ungkapan
dari informan:
“Menegakkan diagnosa spiritual di rumah sakit ini belum dilaksanakan”
(I.1)
“Diagnosa spiritual hanya diangkat bagi pasien yang mengalami
kecemasan spiritual. Misalnya yang takut dengan kematian tetapi tidak
didokumentasikan”(I.2)
“Masih jarang. Diagnosa yang banyak ditegakkan adalah diagnose yang
berfokus pada masalah fisik”(I.3)
b) Diagnosa keperawatan spiritual diperuntukkan bagi pasien dengan penyakit-
penyakit terminal.
Penegakkan diagnosa spiritual hanya dilakukan pada pasien-pasien
tertentu yang mengalami penyakit terminal misalnya kanker, HIV-AIDS,
dan sakaratul maut. Berikut ungakapan dari informan:
“Diagnosa spiritual hanya ditegakkan pada pasien dengan penyakit-
penyakit terminal (misalnya pasien kanker, HIV-AIDS, dan pasien sakaratul
maut”(I.4)
2) Diagnosa keperawatan spiritual belum ditegakkan oleh perawat
a) Diagnosa keperawatan spiritual tidak didokumentasikan
Dalam melakukan asuhan keperawatan, diagnosa keperawatan
spiritual tidak didokumentasikan di dalam buku status pasien. Berikut
ungkapan dari informan:
“Kami tidak pernah mendokumentasikan di buku status diagnosa spiritual
tetapi kami laksanakan”(I.3)
“Diagnosa spiritual belum ditulis secara tetap”(I.7)
b) Diagnosa keperawatan spiritual hanya pada pasien yang mengalami
kecemasan

15
HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 10 No. 1 Pebruari 2018

Diagnosa keperawatan spiritual dibebankan kepada ustadz saja yang


tidak mengetahui secara pasti korelasi antara ilmu keperawatan dan
kebutuhan spiritual. Berikut ungkapan dari informan:
“Diagnosa keperawatan spiritual belum ada. Meskipun diagnosa
keperawatan belum ada, tetapi instansi rumah sakit menghimbau kepada
semua perawat pelaksana agar mengangkat diagnosa spiritual. Penegakan
diagnosa spiritual kami limpahkan sepenuhnya kepada perawat yang ada
di ruangan. Perawat ingin menegakkan diagnosa spiritual, tetapi pihak
dari instansi rumah sakit untuk sementara mempercayakan kepada
ustadz”(I.6)
“Diagnosa spiritual hanya diangkat bagi pasien yang mengalami
kecemasan”(I.8)
c. Intervensi keperawatan spiritual belum maksimal dan keterbatasan
pengetahuan dari perawat
1) Intervensi keperawatan spiritual dilakukan melalui kolaborasi, namun belum
maksimal
Intervensi keperawatan spiritual dilakukan melalui kolaborasi dengan
ustadz, namun peran ustadz masih lebih dominan. Selain itu, intervensi yang
akan diberikan dalam memenuhi kebutuhan spiritual pasien, bukan
berdasarkan ilmu keperawatan. Intervensi yang dilakukan oleh perawat hanya
menyediakan fasilitas perencanaan untuk beribadah sehingga perencaan
pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien belum dilakukan secara holistik.
Berikut ungkapan informan:
“Perencanaan spiritual dilakukan dengan kerjasama dan kolaborasi dengan
ustadz”(I.4)
“Setiap pasien yang telah direncanakan untuk melakukan ibadah kami telah
menyediakan fasilitasnya seperti kursi roda khusus, mesjid, dan ustadz”(I.6)
“Intervensi spiritual yang akan diberikan kepada setiap pasien yang telah
setuju, kami berdiskusi dengan ustadz”(I.8)
2) Intervensi keperawatan spiritual tidak berdasarkan masalah (diagnosa)
spiritual, namun bersifat umum untuk semua pasien
Intervensi keperawatan spiritual berdasarkan konsep pemenuhan
spiritual secara umum, tidak dilandasi dengan diagnosa keperawatan spiritual
yang telah ditegakkan. Berikut ungkapan informan:
“Perencanaan spiritual ini tidak berdasarkan diagnose karena memang
belum ada standar dan pedoman untuk diagnose dan intervensi spiritual
sehingga intervensi keperawatan spiritual bersifat umum”(I.4)
3) Keterbatasan pengetahuan intervensi keperawatan spiritual bagi perawat
pelaksana
Kurang komprehensifnya intervensi pelayanan keperawatan spiritual
disebabkan belum adanya pelatihan khusus dalam aspek pelayanan spiritual.
Berikut ungkapan dari informan:
“Semua perawat kami berkeinginan kuat untuk melaksanakan intervensi
keperawatan spiritual, namun tidak ada pedoman. Belum pernah juga ada
pelatihan perencanaan keperawatan spiritual”(I.6)

16
HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 10 No. 1 Pebruari 2018

d. Implementasi keperawatan spiritual sudah dilaksanakan, namun belum


menyeluruh baik dari aspek psikomotor maupun dokumentasi
1) Implementasi keperawatan spiritual belum sepenuhnya dilaksanakan oleh
perawat pelaksana
a) Perawat pelaksana belum menyadari tugasnya dalam memberikan
implementasi spiritual dan keterbatasan pengetahuan penanganan spiritual
Kemampuan perawat dalam penanganan atau pemenuhan
kebutuhan spiritual pada pasien masih rendah. Hal ini disebabkan adanya
keterbatasan pengetahuan dari perawat akibat kurangnya kesadaran bahwa
pemenuhan aspek spiritual kepada setiap pasien menjadi tugas mereka.
Selain itu, perawat hanya ikut serta meramaikan pada saat visite ulama.
Perawat tidak mengimplementasikan berdasarkan intervensi keperawatan
spiritual yang telah disusun. Dalam pengimplementasian pemenuhan
kebutuhan spiritual,tindakan yang dilakukan perawat masih dangkal dan
kurang efektif dalam membantu kesembuhan pasien. Berikut ungkapan
informan:
“Di rumah sakit ini sudah menyediakan ustadz untuk menangani masalah
spiritual. Perawat hanya mengontrol dan ikuti kepada ustadz tersebut
visite ulama”(I.2)
“Pelayanan spiritual sudah jalan hanya sebatas health education saja”
(I.2)
“Perawat berfokus menangani kecemasan saja. Penalaksanaan spiritual
hanya dilakukan oleh ustadz”(I.3)
b) Implementasi keperawatan spiritual tidak didokumentasikan pada buku
status pasien
Penanganan spiritual yang telah dilakukan selain kurang secara
psikomotor juga tidak ada sama sekali dalam bentuk pendokumentasian
yang seharusnya ditulis rapi dan jelas pada buku status pasien. Penanganan
spiritual yang dilakukan hanya didokumentasikan pada buku visite ulama.
Berikut ungkapan informan:
“Kami tidak pernah menulis di buku status pasien setiap memberikan
penanganan spiritual. Penanganan spiritual ini di tulis di buku visite
ulama dan didokumentasikan oleh ustadz itu sendiri”(I.5)
2) Instansi rumah sakit menugaskan ustadz dalam penanganan spiritual
a) Implementasi spiritual dikoordinatori oleh ustadz
Dalam penanganan spiritual dikoordinir oleh ustadz, sementara
perawat hanya diikutsertakan dengan pembagian tugas yang belum tegas.
Tempat utama untuk melakukan pemenuhan kebutuhan spiritual dilakukan
di masjid sehingga tidak semua pasien bisa terpenuhi kebutuhan
spiritualnya, apalagi pada pasien dengan perawatan total care.
“Pasien diberikan motivasi dan berdo’a bersama. Untuk saat ini berdo’a
di ruangan sudah diterapkan, tetapi dilakukan di mesjid dan didominasi
oleh ustadz”(I.6)
b) Implementasi spiritual yang dilakukan perawat tidak sesuai dengan SOP
keperawatan
Kurangnya pemenuhan spiritual yang dilakukan oleh perawat
terhadap pasien disebabkan oleh belum adanya SOP. Berikut ungkapan
dari informan:

17
HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 10 No. 1 Pebruari 2018

“Untuk implementasi spiritual ustadz yang jalankan dan pelatihan


pelayanan spiritual belum pernah diadakan dan SOP-nya dari rumah
sakit belum ada”(I.3)
e. Evaluasi keperawatan spiritual tidak dilakukan oleh petugas dan perawat
1) Perawat pelaksana kurang memahami evaluasi keperawatan spiritual
Penanganan spiritual yang telah diimplementasikan kepada pasien tidak
dievaluasi oleh perawat dan petugas yang melakukanvisite ulama. Hal ini
berimbas pada sulitnya mengetahui efektivitas dari implementasi spiritual yang
telah diberikan. Berikut ungkapan dari informan:
“Evaluasi spiritual dilaksanakan setiap akhir shift. Evaluasi akhir kebanyakan
masalah fisikdan jarang masuk ke keperawatan spiritual”(I.1)
2) Evaluasi yang dilakukan hanya pada masalah fisik dan psikologis
Evaluasi yang dilakukan perawat terbatas pada evalusi fisik dan
psikologis, sedangkan evaluasi spiritual hanya pada aspek tertentu saja.
“Melihat bagaimana kecemasan, berdoa bersama atau berdoa sendiri apakah
kecemasan telah berkurang atau belum?”(I.3)
“Kita liat pertama ekspresi mukanya apakah masih cemas atau tidak. Apakah
pasien sudah bisa menerima penyakiitnya pada pasien terminal yang
kemoterapi?”(I.4)

E. PEMBAHASAN
1. Pengkajian Spiritual
Hasil wawancara terhadap 9 informan mengindikasikan bahwa perawat
umumnya berada pada kategori defisit dalam hal pengkajian spiritual. Hal ini
disebabkan belumtersedianya format khusus atau item-item yang harus dikaji pada
aspek spiritual. Selain itu, kebijakan rumah sakit belum sepenuhnya mendukung
penatalaksanaan asuhan keperawatan spiritual ditunjukkan dengan tidak adanya
instruksi tertulis yang menegaskan keharusan perawat melakukan asuhan
keperawatan spiritual, di samping tidak disediakan pelatihan baku secara periodik
untuk meningkatkan kinerja perawat dalam aspek spiritual. Hal yang terjadi sebagai
konsekuensi keadaan tersebut, ustadz diberikan mandat sepenuhnya untuk
melakukan pengkajian spiritual yang secara pasti tidak memasukkan konsep
keperawatan di dalamnya. Sikap yang dilakukan perawat pada saat melakukan
pengkajian hanya sebatas memberi salam dan mengucapkan basmalah pada saat
memulai kegiatan, namun hampir bisa dipastikan masalah spiritual yang dialami
pasien tidak diidentifikasi. Dengan demikian,gambaran perawat di Rumah Sakit
Islam Faisal masih kurang menyadari perannya dalam menjalankan pengkajian
secara holistik dengan mengintegrasikanaspek Bio-Psiko-Sosial-Spiritual.
Pengkajin keperawatan dari aspek spiritual tidak dilaksanakan oleh perawat.
Hal ini menyebabkan data subjektif dan data objektif pasien dalam aspek spiritual
tidak teridentifikasi. Kozier et al. (2010) menjelaskan bahwa pengkajian data
subjektif dan data objektif secara komprehensif menjadi tanggung jawab perawat,
termasuk pengkajian aspek spiritual.Data subjektif yang perlu diindentifikasi oleh
perawat pada saat melakukan wawancara mencankup konsep tentang ketuhanan,
sumber kekuatan dan harapan, praktik agama dan ritual, serta hubungan antara
keyakinan. Lebih lanjut, Kozier et al. (2010) memberikan batasan pengkajian data
objektif yang semestinya dilakukan perawat dalam penatalaksanaan asuhan
keperawatan spiritual sebagai berikut:

18
HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 10 No. 1 Pebruari 2018

a. Afeksi dan sikap, dengan mengamati apakah pasien tampak kesepian,depresi,


marah, cemas, agitasi, apatis, atau prekupasi.
b. Perilaku, mengamati kebiasaan pasien dalamhal berdo’a sebelum makan,
membaca kitab suci atau buku keagamaan, ada tidaknya keluhan pasien sulit tidur
akibat bermimpi buruk atau berbagai gangguang tidur lainya, serta bercanda yang
tidak sesuai atau mengespresikan kemarahannya terhadap agama.
c. Verbalisasi, yang dapat diamati melalui kebiasaan pasien menyebut Tuhan, do’a,
rumah ibadah, atau topik keagamaan lainnya;lebih lanjut menelusuri apakah
pasien pernah minta dikunjungi oleh pemuka agama dan mengekspresikan rasa
takutnya terhadap kematian.
d. Hubungan interpersonal, dapat ditelusuri dengan mengidentifikasi siapa
pengunjung pasien, bagaimana pasien berespon terhadap pengunjung, dan
bagaimana pasien berhubungan dengan pasien yang lain dan perawat.
e. Lingkungan,dapat ditelusuri dengan mencari jawaban dari apakah pasien
membawa kitab suci atau perlengkapan ibadah lainnya, apakah pasien menerima
kiriman tanda simpati dari unsur keagamaan, dan apakah pasien memakai tanda
keagamaan (misalnya memakai jilbab).
2. Diagnosa Spiritual
Diagnosa keperawatan spiritual tidak ditegakkan oleh perawat sebagai
konsekuensitidak dilakukannya tahap awal proses keperawatan, yaitu pengkajian
spiritual. Hal ini berimbas pada terbatasnya data pendukung untuk menegakkan
diagnosa keperawatan spritual. Masalah spiritual yang ditegakkan bukan berdasarkan
konsep ilmu keperawatan, melainkan ketetapan dari pemuka agama yang
dimandatkan oleh pimpinan rumah sakit.
Diagnosa keperawatan spiritual secara ekstensif dikenal dengan istilah distres
spiritual. Distres spiritual belum ditegakkan oleh perawat di Rumah Sakit Islam
Faisal secara maksimal, perawat hanya menegakkan diagnosa keperawatan spiritual
hanya pada pasien-pasien tertentu dan tidak didukung oleh data atau pengkajian yang
memadai.Distresspiritual dapat dipahami sebagai gangguan kemampuan dalam
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dihubungkan dengan diri, orang
lain, seni, musik, alam, atau kekuatan yang lebih besar dari dirinya (NANDA, 2006).
Hasil penelitian dalam penegakan diagnosa keperawatan tidak sesuai dengan
teori yang ada bahwa dalam menegakkan diagnosa keperawatan harus dilakukan
secara holistik dengan mengikutsertakan aspek spiritual. Diagnosa yang ditegakkan
oleh perawat terbatas pada gangguan fisik dan gangguan psikologis semata, misalnya
kecemasan.Terkadang pula perawat menegakkan diagnosa spiritual hanya pada
pasien-pasien terminal, seperti kanker, HIV-AIDS,atau pasien yang telah mengalami
sakaratul maut. Padahal setiap pasien pada dasarnya memerlukan kebutuhan spiritual
utamanya dalam kondisi fisik terganggu.Hal ini dianggap penting sebab antara fisik
dan spiritual memiliki keterkaitan yang erat dan saling mempengaruhi.
3. Intervensi Spiritual
Perencanaan keperawatan di Rumah Sakit Islam Faisal dilakukan melalui
kolaborasi yang tidak berdasarkan diagnosa keperawatan spiritual.
Perencanaankeperawatan spiritual dikoordinir oleh ustadz, sementara perawat belum
memiliki wewenang dan tanggung jawab yang jelas. Perencanaan keperawatan
spiritual terbataspada penyediaan fasilitas dalam kegiatan ibadah yang tidak dapat
dinikmati oleh semua pasien, utamanya pasien dengan total care.
Intervensi yang dilakukan oleh perawat berdasarkan rencana yang disusun
oleh ulama dan bukan berdasarkan diagnosa yang ada. Hal ini menyebabkan tahap
perencanaan tidak dilakukan sebagaimana mestinya, ditunjukkandengan tidak adanya

19
HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 10 No. 1 Pebruari 2018

dokumentasi yang dicamtumkan pada buku status pasien. Perencaan spiritual hanya
termuat pada buku visite ulama yang tidak secara mendalam diketahui oleh perawat
sehingga perawat tidak menyusun dengan baik kriteria hasil dan rencana intervensi.
Intervensi keperawatan spiritual secara khusus tidak direncanakan secara
maksimal dan tidak didokumentasikan sehingga penanganan spiritual tidak terarah.
Salah satu perencanaan yang seharusnya dilakukan perawat adalah menyusun
intervensi khusus pada pasien yang mengalami distres spiritual.Tujuan asuhan
keperawatan pada pasien dengan distres spiritual difokuskan pada upaya untuk
menciptakan lingkungan yang mendukung praktik keagamaan dan kepercayaan
pasien. Tujuan ditetapkan secara individual dengan mempertimbangkan riwayat
pasien, area beresiko, dan tanda-tanda disfungsi, serta data objektif yang relevan
(Kozieret al., 2010).
4. Implementasi Spiritual
Implementasi keperawatan spiritual yang diterapkan di Rumah Sakit Islam
Faisal belum maksimal. Penanganan yang dilakukan terkait aspek spiritual bersifat
umum dimana perawat hanya memberikan dukungan spiritual seperti membimbing
sholat pada pasien dengan keterbatan fisik, memfasilitasi pasien dalam berpuasa jika
memungkinkan, membantu penyaluran zakat fitrah atau zakat mal, membaca kitab
suci Al-Qur’an bersama-sama, menuntun dzikir, menceritakan kisah-kisah tokoh
islam, membimbing untuk bersabar terhadap ketentuan Allah SWT, menganjurkan
memperbanyak dzikir dan berdo’a, dan sebelum pasien pulang perawat membimbing
pasien dan keluarga untuk berdo’a(mensyukuri nikmat sembuh). Implementasi
spiritual tersebut belum diintegrasikan secara langsung dengan asuhan keperawatan
sehingga tidak semua pasien dapat mengakses intervensi spiritual.
Pada tahap implementasi, perawat menerapkan rencana intervensi dengan
melakukan prinsip-prinsip kegiatan asuhan keperawatan yang meliputi pemeriksaan
keyakinan spiritual, fokuskan perhatian pada persepsi pasien terhadap kebutuhan
spiritualnya, jangan beranggapan pasien tidak mempunyai kebutuhan spiritual,
mengetahui pesan non-verbal tentang kebutuhan spiritual pasien, berespon secara
singkat, spesifik, dan aktual, mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati
terhadap masalah pasien, membantu memfasilitasi pasien agar dapat memenuhi
kewajiban agama, serta memberitahu pelayanan spiritual yang tersedia di rumah sakit
(Hawari, 2002).
Perawat berperan sebagai communicator selama tahap implementasi asuhan
keperawatan spiritual dengan melakukan aktivitas berikut(Bulecheket al., 2013):
a. Memahami dan mengatasi ekspresi pasien terhadap kesendirian dan
ketidakberdayaan
b. Memberi semangat untuk menggunakan sumber-sumber spiritual, jika diperlukan
c. Menyediakan artikel tentang spiritual sesuai pilihan pasien
d. Menetapkan penasihat spiritual pilihan pasien
e. Menggunakan teknik klarifikasi nilai untuk membantu pasien mengklarifikasi
kepercayaan dan nilai, jika diperlukan
f. Mampu untuk mendengar perasaan pasien
g. Berekspersi empati dengan perasaan pasien
h. Memfasilitasi pasien dalam meditasi, berdo'a, dan ritual keagamaan lainnya
i. Menjadi media komunikasi pasien, dan munculkan stimulasi untuk memanfaatkan
waktu melakukan do'a atau ritual keagamaan
j. Meyakinkan pasien bahwa perawat dapat memberi dukunganterhadap pasien
ketika sedang menderita
k. Buka perasaan pasien terhadap keadaan sakit dan kematian

20
HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 10 No. 1 Pebruari 2018

l. Membantu pasien untuk berekspresi yang sesuai dan mengungkapkan rasa marah
dengan cara yang baik
5. Evaluasi Spiritual
Perawat dan ustadz tidak melakukan evaluasi dari tindakan spiritual yang telah
di aplikasikan kepada setiap pasien di Rumah Sakit Islam Faisal. Perawat tidak
melihat respon subjektif maupun objektif dari penanganan spiritual yang telah
dilakukan sehingga tidak ditemukan data apakah masalah spiritual yang telah dialami
pasien sudah teratasi atau belum.
Untuk mengetahui apakah pasien telah mencapai kriteria hasil yang ditetapkan
pada fase perencanaan, perawat perlu mengumpulkan data terkait dengan pencapaian
tujuan asuhan keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan tercapai apabila secara
umum pasien mampu beristirahat dengan tenang, mengekspresikan rasa damai
berhubungan dengan Tuhan, menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka
dengan pemuka agama, mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan
keberadaannya, serta menunjukkan afeksi positif, tanpa rasa bersalah dan kecemasan
(Hamid, 2008).
Evaluasi spiritual yang dilakukan oleh perawat belum seidealkondisi yang
seharusnya dimana perawat perlu mengevaluasi kriteria hasil yang telah
direncanakan untuk melihat keberhasilan tujuan keperawatan spiritual yang telah
diimplementasikan. Kriteria yang perlu diidentifikasi oleh perawat kaitannya dengan
evaluasi asuhan keperawatan spiritual meliputi kemampuanpasien beristirahat
dengan tenang, kedamaian hati, ekspresi positif tentang kondisi kesehatannya, tidak
menyalahkan dirinya, orang lain, maupun Tuhan dengan penyakit yang telah
dialaminya, serta pasien telah menyerahkan kondisi raga dan batinnya kepada Allah
SWT.

F. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Proses pengkajian keperawatan spiritual kepada pasien tidak diidentifikasi oleh
perawat pelaksana
b. Diagnosa keperawatan spiritual belum ditegakkan dan didokumentasikan secara
maksimal
c. Intervensi keperawatan spiritual belum maksimal dan keterbatasan pengetahuan
dari perawat
d. Implementasi keperawatan spiritual sudah dilaksanakan, namun belum
menyeluruh baik dari aspek psikomotor maupun dokumentasi
e. Evaluasi keperawatan spiritual tidak dilakukan oleh petugas dan perawat
2. Saran
Penerapan model pelayanan keperawatan oleh perawat di rumah sakit
hendaknya tidak hanya berfokus pada aspek fisik dan psikologis, tetapi juga
mempertimbangkan aspek spiritualitas. Bagi fasilitas kesehatan sebaiknya
menyiapkan format asuhan keperawatan spiritual, mengadakan pelatihan pelayanan
spiritual secara berkala bagi perawat pelaksana, serta menyusun model terintegrasi
yang mampu mengolaborasikan perawat dan rohaniawan.

21
HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 10 No. 1 Pebruari 2018

DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., Wagner, C.M. (2013)Nursing
Interventions Classification (NIC), Sixth Edition. St. Louis: Elsevier Mosby. Available
at https://www.elsevier.com/books/nursing-interventions-classification-nic/
Gaffar, L.O.J. (1999) Pengantar Keperawatan Profesional. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Hamid, A.Y.S. (2008) Buku Ajar Aspek Spiritual dalam Keperawatan.Jakarta: Widya
Medika.
Hawari, D. (2002)Dimensi Religi dalam Praktik Psikiatri dan Psikologis. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Henderson, C., Jones, K. (2006)Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Hidayat, A.A. (2004)Pengantar Konsep Dasar Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.
Kozier, B., Erb, G., Berman, Snyder, S. (2010)Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep,
Proses,& Praktik, Volume 2, Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Makhija, N. (2002). Spiritual Nursing. Nursing Journal of India.93(6): 129-130. Available at
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/12649940/?i=6&from=/10887850/related
NANDA. (2006)Panduan Diagnosa Keperawatan North American Nursing Diagnosis
Association (NANDA): Definisi dan Klasifikasi. Editor: Budi Sentosa. Jakarta: Prima
Medika.
Rankin, E.A., Delashmutt, M.B. (2006) Finding spirituality and nursing presence: the
student's challenge. Journal of Holistic Nursing. 24(4):282-288. Available at
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17098882
Rieg, L.S., Mason, C.H., Preston, K. (2006) Spiritual care: practical guidelines for
rehabilitation nurses. Rehabilitation Nursing Journal. 31(6):249-256. Available at
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17133926

22

View publication stats

Вам также может понравиться