Вы находитесь на странице: 1из 10

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP

KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI PESERTA DIDIK


PADA MATERI SISTEM GERAK
Siti Nabilah1, Yenny Anwar2, Riyanto3
1
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Sriwijaya
2,3
Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Sriwijaya
JL. Raya Palembang-Prabumulih KM.32 Indralaya, OI, Sumatera Selatan 30662
E-mail1 : sitinabilah1410@gmail.com
E-mail2 : yeyen.unsri@gmail.com
E-mail3 : riyanto1970@yahoo.com
Abstract
This study aims to determine the effect of problem based learning (PBL) model on higher
order thinking skills (HOTS) of Eleventh grade students on motion system material in SMA
Negeri 1 Indralaya Utara. The research method used was Quasi Experimental with the
research design of Nonequivalent Control Group Design. Sampling method used Saturated
Sampling Techniques. The instruments of data collection are HOTS test questions in the form
of multiple choices with five answer choices in twenty five questions. Observation instrument
of learning implementation used Check list with twelve observation items. The response
instruments of students use questionnaires with a Likert scale. HOTS data were tested using
the Mann-Whitney test, then the learning implementation data and students’ response data
were analyzed descriptively. This data processing uses the SPSS twenty three. Based on the
results of the hypothesis test, the sig value is 0.00 (sig <0.05) which show an effect studied
was significant. The implementation of learning has Good Category while the response of
students has an very good and good categories of the two categories of response of students
measured. Based on the research reported can concluded that the PBL’s model can
significantly influence higher order thinking skills of Eleventh grade students on motion
system material in SMA Negeri 1 Indralaya Utara.
Keywords: Problem Based Learning, Higher Order Thinking Skills, Motion Systems
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL)
terhadap Higher Order Thinking Skills (HOTS) Kelas XI pada Materi Sistem Gerak di SMA
Negeri 1 Indralaya Utara. Metode Penelitian yang digunakan adalah Quasi Experimental
dengan desain penelitian Nonequivalent Control Group Design. Penentuan sampel
menggunakan Teknik Sampling Jenuh. Instrumen pengumpulan data berupa soal tes HOTS
dalam bentuk pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban sebanyak 25 soal. Instrument
observasi keterlaksanaan pembelajaran menggunakan Check list sebanyak 12 item
pengamatan. Pada instrument respon peserta didik menggunakan angket dengan skala Likert.
Data HOTS diuji menggunakan uji Mann-Whitney, lalu data keterlaksanaan pembelajaran
dan data respon peserta didik dianalisis secara deskriptif. Pengolahan data ini menggunakan
program SPSS 23. Berdasarkan hasil uji hipotesis diperoleh nilai sig 0,00 (sig <0.05) yang
menunjukkan terjadi pengaruh signifikan. Keterlaksanaan pembelajaran memiliki kategori
baik, Sedangkan respon peserta didik memiliki kategori sangat baik dan baik dari 2 kategori
respon peserta didik yang diukur. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
model PBL berpengaruh signifikan terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta
didik kelas XI SMA Negeri 1 Indralaya Utara pada materi sistem gerak.

Kata-kata kunci :Problem Based Learning, Higher Order Thinking Skills, Sistem Gerak
PENDAHULUAN
Proses pembelajaran yang dianut di Indonesia, yaitu kurikulum 2013. Kurikulum
2013 memiliki tujuan yang sejalan dengan standar proses pendidikan bahwa pembelajaran
yang baik dari peserta didik diberi tahu menjadi peserta didik mencari tahu (Permendikbud,
2016). Berdasarkan 14 prinsip menurut UU No.22 bahwa proses pembelajaran mencangkup
perencaanan, pelaksanaan dan penilaian. Proses pembelajaran berhasil jika tujuan
pembelajaran tercapai. Tujuan pembelajaran mengacu pada taksonomi bloom dan memiliki
kaitan dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir tingkat tinggi
dimulai dari C4-C6 (Anderson dan Krathwol, 2001). Keterampilan berpikir sangat baik
digunakan untuk mengaplikasikan pengetahuan dan mengembangkan keterampilan peserta
didik sesuai konteks zamannya sehingga digunakan sebagai evaluasi dalam penilaian
(Nugroho, 2018).
Proses pembelajaran disekolah belum maksimal pada peningkatan keterampilan
berpikir tingkat tinggi, sebab peserta didik belum memiliki keterampilan dalam mengolah dan
menerapkan informasi yang dipelajari (Purnamarningrum, 2012; Julistiawaty dan bertha,
2013). Padahal berpikir dapat memperoleh pengalaman, melibatkan mental, dan
mengembangkan proses kognitif dalam memecahkan masalah (Arends, 2008). Belum
meningkatnya keterampilan berpikir ini melibatkan evaluasi yang diberikan guru di sekolah.
Evaluasi masih mengacu pada soal berpikir tingkat rendah dan soal diambil dari dokumen
lama (Anwar,dkk., 2017). Selain itu, ini juga berkaitan dengan metode yang digunakan guru
di kelas yaitu metode ceramah. Metode ceramah adalah faktor yang membuat rendahnya
keterampilan berpikir peserta didik, sehingga peserta didik hanya menghafal dan berpikir
konsep (Kawuwung, 2011). Proses pembelajaran yang hanya menggunakan metode ceramah
menyebabkan materi pembelajaran yang diterima bukan hasil penemuan dan pemikiran
peserta didik itu sendiri yang membuat keterampilan berpikir tingkat tingginya menjadi
rendah (Lestari, 2018). Hal ini dikarenakan pembelajaran terfokus pada guru, sehingga
peserta didik kurang berani mengutarakan pendapat dan gagasan yang dimiliki dalam
pembelajaran sains.
Pembelajaran sains meliputi pembelajaran biologi yang memiliki 3 ranah, yaitu
kognitif, psikomotor dan afektif yang menggunakan konsep dan penyajian abstrak
(Rustaman, dkk., 2005; Cimer,2012). Materi pembelajaran biologi saling berhubungan dalam
memahami konsepnya (Santoso,2014). Salah satu materi yang berhubungan adalah sistem
gerak yang memiliki banyak konsep, bersifat abstrak dan materi saling terkait satu sama lain
serta memiliki materi yang fenomenanya terjadi pada tubuh kita dan sulit jika hanya
menggunakan metode ceramah (Butar-Butar, dkk., 2015; Nuriyanti, dkk., 2013). Dalam
mengatasi permasalahan di atas perlu adanya penerapan model yang ditawarkan oleh
kurikulum 2013 yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi yaitu
menggunakan model PBL. Model PBL dapat melatih peserta didik secara mandiri, melatih
berpikir tingkat tinggi dan peningkatan hasil belajar peserta didik (Sani, 2014).
Potensi Model PBL dalam meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi banyak
diungkapkan oleh beberapa peneliti yang mendapat hasil baik jika diterapkan dalam
pembelajaran karena peserta didik dapat menemukan dan memecahkan masalah sehingga
merangsang untuk menganalisis, mengevaluasi dan mencipta (Abdurrozak, dkk., 2016;
Sucipto, 2017). Hal ini dikarenakan sintak PBL sejalan dengan indikator pada keterampilan
berpikir tingkat tinggi. PBL adalah salah satu model dalam pendekatan saintifik yang
memiliki signifikasi tertinggi dari pada model lainnya (Haryati, dkk.,2017). Oleh karena itu,
peneliti mengatasi permasalahan di atas dengan melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) terhadap Keterampilan Berpikir Tingkat
Tinggi Peserta didik pada Materi Sistem gerak Kelas XI SMA Negeri 1 Indralaya utara”.
Sehingga dari judul penelitian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut
“Bagaimana Pengaruh Model PBL terhadap HOTS pada Materi Sistem gerak kelas XI SMA
N 1 Indralaya Utara?” Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan tersebut, maka
tujuan penelitian ini untuk mendapatkan informasi mengenai Pengaruh Penerapan Model
Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap Keterampilan Berpikir Tingkat
Tinggi Peserta didik pada Materi Sistem Gerak Kelas XI SMA Negeri 1 Indralaya Utara
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode Quasi Experimental Design
dengan desain penelitian Nonequivalen Control Group Design dengan pendekatan kuantitatif
untuk memperoleh gambaran tentang proses keterampilan peserta didik. Penelitian ini
dilakukan di SMA Negeri 1 Indralaya utara. Waktu penelitian dilakukan pada bulan 26
Oktober 2018 – 26 November 2018.
Dalam penelitian ini populasi sebanyak dua kelas dari kelas XI IPA SMA Negeri 1
Indralaya Utara digunakan semua sebagai sampel penelitian sehingga disebut teknik sampling
jenuh. Jumlah kelas masing-masing sebanyak 28 dan 29 orang. Instrumen pengumpulan data
berupa soal tes HOTS dalam bentuk pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban sebanyak 25
soal. Instrument observasi keterlaksanaan pembelajaran menggunakan Check list sebanyak 12
item pengamatan. Sedangkan instrument respon peserta didik menggunakan angket dengan
skala Likert.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif
dengan menggunakan aplikasi SPSS 23. Analisis ini dilakukan untuk mendeskripsikan
keterampilan berpikir tingkat tinggi setelah penerapan model PBL. Setelah ini dilakukan, kita
mengetahui keterampilan berpikir tingkat tinggi dengan melihat selisih hasil belajar setelah
diterapkan model PBL. Selain itu analisis pada angket dan keterlaksanaan dilihat berdasarkan
kategori yang didapatkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang didapat dari penelitian ini adalah data keterampilan berpikir tingkat tinggi
peserta didik, respon peserta didik dan data observasi keterlaksanaan pembelajaran.
Persentasi kategori pencapaian peserta didik di kelas control dan eksperimen dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.

Jumlah Peserta Ddidik (%)


Jumlah Peserta Didik (%)

60 70
50 60
40 50
40
30
30 Kelas Kontrol
20 Tes awal 20 Tes awal
10 10
Tes Akhir Kelas Kontrol
0 0 Tes Akhir

Kategori Hasil belajar Kategori Hasil belajar

Gambar 1 Persentase Kategori Keterampilan Gambar 2 Persentase Kategori Keterampilan


Berpikir Peserta Didik di kelas Eksperimen Berpikir Peserta Didik di kelas Kontrol

Persentase antara tes awal dan tes akhir memiliki peningkatan yang baik setelah
proses pembelajaran menggunakan PBL dilakukan (Gambar 1). Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan haryati, dkk,. (2017) bahwa terjadi peningkatan hasil pada peserta
didik setelah penerapan PBL dilakukan dan hasil tes yang didapatkan lebih tinggi dari hasil
tes menggunakan model pembelajaran yang lain seperti INSTAD dan discovery learning.
Pembelajaran di kelas kontrol menggunakan metode konvesional bervariasi meliputi
ceramah, tanya jawab, dan diskusi. Artinya, metode utama yang digunakan oleh guru adalah
metode ceramah yang divariasikan dengan metode tanya jawab dan diskusi. Variasi
dilakukan untuk melengkapi kekurangan yang dimiliki oleh masing-masing metode tersebut.
Diharapkan dengan adanya perpaduan antar metode tersebut pembelajaran bisa menjadi lebih
baik. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wahab (2009) yang menyatakan ceramah
bervariasi merupakan proses pembelajaran yang mengutamakan metode ceramah untuk
meyampaikan materi namun diperkaya dengan metode/ teknik-teknik mengajar lainnya.
Persentase antara tes awal dan tes akhir memiliki peningkatan yang cukup setelah proses
pembelajaran konvensional dilakukan (Gambar 2). Hal ini terjadi karena peserta didik hanya
diberikan materi tanpa mencari tau permasalahan yang dihadapi, selain itu peserta didik
hanya menerima semua pembelajaran dari guru (teacher centered) tanpa dapat memberikan
pendapat mengenai pembelajaran sistem gerak yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Sullivan dan Mclntosh (2001) bahwa metode
konvensional adalah metode pembelajaran yang berlangsung dari guru ke siswa. Dalam
proses pembelajaran lebih banyak didominasi guru dalam mentransfer ilmu, peserta didik
lebih pasif di dalam proses pembelajaran.
Tabel 1 Rata-Rata Hasil Belajar Peserta Didik dengan Penerapan Model PBL
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol.

Rata-rata NILAI
Kategori
kelas
Tes Awal Tes Akhir Gain n-gain
Eksperimen 63,31 79,58 16,27 0,36 Sedang
Kontrol 55 67 12 0,19 Rendah

Peningkatan hasil tes HOTS dengan menggunakan model PBL pada kelas eksperimen
memiliki kategori sedang terhadap selisihnya (Tabel 1). Hal ini disebabkan beberapa faktor
yaitu, dalam proses pembelajaran menggunakan PBL peserta didik dihadapakan pada suatu
masalah dalam sebuah wacana yang disiapkan oleh guru. Dalam memecahkan masalah
tersebut, peserta didik membutuhkan keterampilan berpikir tingkat tinggi karena peserta didik
harus menganalisis berbagai informasi yang didapat untuk menemukan solusi yang tepat. Hal
ini diperkuat oleh Brookhart (2010) yang menyatakan bahwa keterampilan berpikir tingkat
tinggi dikategorikan dalam 3 bagian yaitu sebagai bentuk dari transfer hasil belajar, sebagai
bentuk berpikir kritis, dan sebagai proses dari pemecahan masalah. Pembelajaran PBL
menggunakan masalah kontekstual yang memberikan tantangan bagi peserta didik untuk
mampu memberikan solusi terbaik dari masalah yang sedang dihadapi dalam pembelajaran.
Rasa ingin tahu peserta didik menjadi lebih tinggi karena masalah yang dihadapi dan materi
yang dipelajari berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Tingginya rasa ingin tahu yang
dimiliki peserta didik mendorong peserta didik untuk menggunakan seluruh kemampuan
berpikirnya demi mendapatkan pemecahan masalah yang sesuai dari apa yang peserta didik
baca dan analisis. Melalui PBL peserta didik menjadi lebih terbiasa berpikir sistematis
sehingga dalam mengerjakan soal peserta didik juga menjadi lebih mudah dan memperoleh
hasil yang lebih baik. Pendapat tersebut juga didukung oleh Riyanto (2010) pembelajaran
berdasarkan masalah adalah suatu model yang dirancang dan dikembangkan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik memecahkan masalah. Selain itu Trianto (2011)
menyatakan bahwa PBL memberikan dorongan kepada peserta didik untuk tidak hanya
berpikir konkrit, namun lebih pada berpikir pada ide-ide yang abstrak dan kompleks.
Pada kelas kontrol selisih rata-rata nilai HOTS lebih rendah dibandingkan kelas
eksperimen (Tabel 1). Hal tersebut disebabkan karena di kelas kontrol peserta didik tidak
dilatih untuk merumuskan pemecahan masalah. Peserta didik hanya menerima materi
pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Biasanya guru hanya terfokus pada pembelajaran
yang berhubungan dengan taksnomi bloom C1 – C3 karena peserta didik tidak terlalu diminta
menganalisis materi yang dipelajari. Selama pembelajaran peserta didik lebih ditekankan
untuk mendengarkan penjelasan dari pendidik, sehingga pemahaman terhadap materi kurang
mendalam. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan menurut Brooks (1993), ciri-ciri
pembelajaran konvensional antara lain siswa lebih pasif pebelajaran secara individual,
pembelajaran bersifat teoritis, guru adalah penentu jalannya pembelajaran dan interaksi di
antara peserta didik kurang. Hal tersebut mengakibatkan peserta didik sedikit kesulitan saat
mengerjakan soal tipe C4, C5, dan C6.
Peningkatan HOTS jika dilihat pada kesesuaian ranah kognitif C4-C6 secara terpisah
memiliki selisih yang tipis antara kelas control dan eksperimen (Gambar 3). Hal ini
dikarenakan berdasarkan hasil analisis perkembangan berpikir peserta didik perlu peguasaan
konsep yang tinggi sehingga dapat berpikir kompleks dalam menyelesaikan masalah. Dari
Gambar 3 dapat dilihat selisih ranah kognitif C4 lebih kecil dibandingkan ranah kognitif C5
dan C6.
Rata-Rata Nilai Peserta

100.00
80.00
60.00
Didik

kelas Kontrol
40.00
20.00 kelas Eksperimen
0.00
C4 C5 C6
Level Kognitif Berpikir Tingkat Tinggi

Gambar 3 Perbandingan Rata-rata Nilai Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Kelas


Kontrol dan Eksperimen pada Ranah Kognitif C4-C6
Gambar di atas dapat terjadi karena pada kelas kontrol menggunakan model discovery
learning yang sering dilakukan di sekolah namun dalam konteks metode ceramah bervariasi
sehingga pada ranah kognitif hanya memiliki selisih yang kecil berbeda dengan ranah
kognitif C5 dan C6. Pada kelas eksperimen Peserta didik melakukan pembelajaran
disesuaikan dengan sintak PBL yang diberikan beberapa wacana permasalahan yang ingin
diatasi melalui beberapa praktikum. Dengan praktikum inilah peserta didik meningkatkan
ranah kognitif C5 dan C6 sehingga memiliki selisih agak jauh. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Haryati, dkk (2017) bahwa terjadi peningkatan hasil belajar tepatnya pada
keterampilan berpikir tingkat tinggi menggunakan model PBL dibandingkan dengan model
lain salah satunya model discovery learning.
Berdasarkan Hasil uji Mann-Whitney diperoleh nilai 0,000 yang probabilitasnya
berada di bawah 0,05 maka H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan model PBL
berpengaruh signifikan terhadap Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Kelas XI pada Materi
Sistem Gerak di SMA Negeri 1 Indralaya Utara. Dengan melihat nilai pretest dan postest
memberikan penjelasan bahwa setelah pembelajaran dengan penerapan model PBL ternyata
HOTS peserta didik mengalami peningkatan (Tabel 1). Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Mayasari, dkk,. (2015) yang menyatakan bahwa pembelajaran menggunakan
model PBL berpengauh positif terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik.
Selain itu Syarifah, dkk,. (2014) juga mengatakan bahwa Higher Order Thinking Skills
peserta didik yang diajarkan dengan model Problem Based Learning signifikan lebih tinggi
dibandingkan dengan pemblajaran konvensional.
Peningkatan HOTS peserta didik juga berkaitan dengan perencanaan pembelajaran
dan respon peserta didik terhadap pembelajaran baik dalam kategori proses dan penerapan
model PBL. Berdasarkan hasil analisis lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran terlihat
bahwa penerapan model PBL di kelas ekspermen terlaksana dengan baik pada total
keseluruhan. Namun jika dikategorikan sesuai kegiatan, kegiatan pendahuluan memiliki
kategori sangat baik, kegiatan inti memiliki kategori baik dan kegiatan penutup memiliki
kategori baik juga (Tabel 2). Jika perencanaan pembelajaran berjalan dengan baik maka
berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik. Pernyataan ini sejalan dengan penilitian
Martono (2014) bahwa perencanaan pembelajaran mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kualitas mengajar pendidik dan hasil belajar peserta didik.
Tabel 2 Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran di kelas Eksperimen
Pertemuan Ke- Rata-rata
Aspek Kategori
1 2 3 4 5 (%)
Pendahuluan 100 75 100 75 100 90 Sangat Baik
Inti 66,7 83,3 75 83,3 83,3 78,32 Baik
Penutup 50 75 75 75 75 70 Baik
Rata-rata 79,44 Baik

Pembelajaran dengan penerapan model PBL telah dilakukan dan mendapat respon
dari peserta didik melalui angket. Hasil analisis data angket (Tabel 3) menunjukkan bahwa
96,5% respon peserta didik memiliki kriteria sangat baik dan baik dalam kategori penerapan
model pembelajaran, sedangkan pada proses pembelajaran memiliki persentasi kriteria sangat
baik sebesar 38% dan baik sebesar 62%. Berdasarkan Tabel 3 penerapan model PBL dapat
membuat peserta didik terlibat aktif dalam melakukan kegiatan pembelajaran dan untuk
membangun pengetahuannya sendiri sehingga dapat meningkatkan keterampilan berpikir
tingkat tinggi peserta didik. Jika peserta didik aktif dalam proses pembelajaran berarti peserta
didik menunjukkan respon yang baik dalam belajar dan berpengaruh terhadap hasil
keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik. Pernyataan tersebut sejalan dengan
penelitian Muchtadi, dkk., (2017) menyatakan bahwa hasil HOTS peserta didik dipengaruhi
oleh respon peserta didik selama proses pembelajaran.
Tabel 3 Persentase Jawaban Respon Peserta Didik terhadap Model PBL Per Lembar
Angket
Kriteria Penilaian Respon (%)
Kategori Lembar
No Sangat Tidak
Angket Sangat Baik Baik Tidak Baik
Baik
1 Penerapan Model PBL 31 65,5 3,5 0
2 Proses Pembelajaran 38 62 0 0
Rata-rata 34,5 63,75 0 0
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
penerapan model PBL berpengaruh signifikan terhadap Keterampilan Berpikir Tingkat
Tinggi Peserta didik Kelas XI SMA Negeri 1 Indralaya Utara pada Materi Sistem Gerak.
Respon peserta didik terhadap penerapan model PBL menunjukkan bahwa penerapan model
PBL dapat meningkatkan rasa ingin tahu, kesenangan dalam menjawab masalah dan dapat
meningkatkan kemampuan berkomunikasi peserta didik menjadi sangat baik. Sedangkan
respon proses pembelajaran menunjukkan semangat belajar siswa karena guru. Keterampilan
dalam mengajar yang dimiliki oleh guru baik dalam respon sehingga ini mendukung proses
pembelajaran.
Pada Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan penelitian mengenai hubungan
keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) dengan kemampuan argumentasi peserta didik di
SMA. Pendidik dapat melakukan praktikum di setiap materi mata pelajaran biologi sehingga
peserta didik dapat memiliki keinginan rasa ingin tahu yang tinggi dengan masalah yang
kontekstual. Selain itu, untuk meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik
guru harus mencari masalah yang bisa membuat peserta didik dapat berpikir dalam semua
aspek. Serta, peneliti dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan pokok bahasan yang
dapat meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik dengan sampel yang
berbeda untuk mengetahui pengaruh model dalam pendekatan saintifik yang diinginkan oleh
kurikulum 2013.

DAFTAR RUJUKAN
Abdurrozak, Asep K.J dan Isrok‘atun. (2016). Pengaruh Model Problem Based Learning
Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Peserta didik. Jurnal Pena Ilmiah, 1(1): 871-
880.
Anderson, W. L dan Krathwohl, D.R. (2001). A taxonomy for learning,teaching, and
assessing: a revision of bloom’s taxonomy of education objective. USA: Addison
Wesley Longman
Anwar Yenny, Adeng S, Kodri M, Siti H, Rahmi S, Siti N, dan Mentari D.P. (2017).
Pelatihan Pengembangan instrumen Soal Berbasis Keterampilan Berpikir Tingkat
Tinggi (Higher Order Thinking Skills) Pada Guru-Guru IPA SMP Kota Prabumuli.
Makalah. Palembang: FKIP Universitas Sriwijaya
Arends, R. I.(2008). Learning to teach. Belajar untuk mengajar. Edisi ketujuh/jilid I (Alih
Bahasa: H.P. Soetjipto dan S.M. Soetjipto). Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Brookhart, S.M. (2010). How to assess higher order thinking skills in your class room.
Alexandria: ASCD.
Brooks,MG dan Brooks, JG. (1993). The case for constructive classrooms. Alexandria VA:
Assosciation for Supervision and Curriculum Development
Butar-Butar Risma, Laili F.Y, Yokhebed. (2015). Upaya Meningkatkan Belajar pada Materi
Sistem Gerak Manusia Melalui Media Biocard di SMP. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran, 4(7): 1-11.
Cimer, A.(2012). What Make Biology Learning Difficult and Effective: Students’ Views.
Educational Research and Reviews, 7(3): 61-71.
Haryati, Binari M dan Tumiur G. (2017). The Effect of Learning Model on Higher Order
Thinking and Student Science Process Skills in Ecology. International Journal of
Humanities Social Sciences and Education (IJHSSE), 4(10): 150-155.
Julistiawaty, R. & Bertha Y. (2013). Keterampilan berfikir level C4, C5,C6 revisi taksonomi
bloom siswa Kelas X.3 SMAN 1 semenep pada penerapan model pembelajaran
inkuiri pokok bahasan larutan elektrolit dan non elektrolit. UNESA Journal of
Chemical Education. 2(2):37-62
Kawuwung, femmy. (2011). Profil Guru, Pemahaman koopertif NHT, dan kemampuan
berpikir tingkat tinggi di SMP Kabupaten Minahasa Utara. El-Hayah, 1(4): 157-166
Jurnal Inovasi dan Pembelajaran Biologi
Volume xx, No. x, April xxxx, pp. x-xx
Lestari, Pujiarti A. (2018). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Auditory Intellectually
Repetition terhadapa Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Peserta Didik pada Materi
Sistem Ekskresi Kelas XI SMA N 1 Indralaya Utara. Skripsi. Palembang: FKIP
Universitas Sriwijaya
Martono. (2014). Pengaruh Perencanaan Pembelajaran terhadap Peningkatan Kualitas
Mengejar Guru di SMP 2 Maros. Skripsi. Makasar: UIN Alauddin Makasar.
Mayasari, R., Rabiatul, A. (2015). Pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah pada
pembelajaran biologi terhadap hasil belajar dan keterampilan berpikir tingkat tinggi di
SMA. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia, 1(3)
Muchtadi, H.,dan Dwi, O. (2017). Hubungan aktivitas dan respon terhadap hasil belajar
program linier melalui penerapan pembelajaran genius learning pada program studi
pendidikan matematika. Jurnal Pendidikan Sains dan Matematika, 5(1)
Nugroho, R.A. (2018). HOTS (Higher Order Thinking Skills) Kemampuan berpikir tingkat
tinggi: Konsep, pembelajaran, dan penilaian penyusunan soal sesuai hots. Jakarta:
Grasindo
Nuriyanti, Deswita Dwi. Nur rahayu utami dan Supriyanto. (2013). Pengembangan E-
learning berbasis moodle sebagai media pembelajaran sistem gerak di SMA. Unnes
Journal Biology of Education, 2(3)
Permendikbud. (2016). Salinan Lampiran Permen-dikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang
Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kemendikbud
Purnamaningrum, A. (2012). Peningkatan kemampuan berpikir kreatif melalui problem based
learning (PBL) pada pembelajaran biologi siswa kelas X 10 SMA negeri 3 surakarta
tahun pelajaran 2011/2012. Jurnal Pendidikan Biologi 1-13.
Riyanto, Y. (2010). Paradigma pembelajaran baru pembelajaran sebagai referensi bagi
pendidik dalam implementasi pembelajaran yang efektif dan berkualitas. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Rustaman, Nuryani Y. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Universitas
Negeri Malang
Sani, Ridwan. (2014). Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta:
Bumi Aksara
Santoso, E.B. (2014). Pengaruh model pembelajaran search solve create and share dan predict
observe explain terhadap hasil belajar biologi peserta didik kelas VIII SMPN 1
gondangrejo karanganyar tahun ajaran 2013-2014. Skripsi. Surakarta: FKIP
Muhammadiyah Surakarta.
Sucipto. (2017). Pengembangan Ketrampilan Berpikir Tingkat Tinggi dengan Menggunakan
Strategi Metakognitif Model Pembelajaran Problem Based Learning. Jurnal
Pendidikan, 2(1): 63-71
Sullivan, R. L dan Mclntosh, N. (2001). Delivering Efective Lectures. Baltimore Maryland:
JHIEGO Cooperation
Syarifah, W.U., Binari, M., Syahmi, E.. (2006). Pengaruh strategi pembelajaran berbasis
masalah terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi (menganalisis, mengevaluasi,
mencipta) dan keterampilan proses sains mahasiswa STIPAP LPP Medan. Disajikan
dalam Seminar Nasional Biologi dan Pembelajarannya,23 Agustus 2014, Medan.
Trianto. (2011). Mendesain model pembelajaran inovatif-progresif: konsep, landasan, dan
implementasi dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
Wahab, A. A. (2009). Metode dan model-model mengajar ilmu pengetahuan social (IPS).
Bandung: Alfabeta.

Вам также может понравиться