PERSEPSI AKADEMISI DAN PRAKTISI AKUNTANSI TERHADAP
AKUNTANSI FORENSIK SEBAGAI PROFESI DI INDONESIA
(Studi Empiris Pada Akademisi Dan Praktisi Akuntansi Di Kota Pekanbaru)
Oleh : Rizki Pratama Yushananda Pembimbing : Zirman dan Elfi Ilham
Faculty of Economic, Riau University, Pekanbaru, Indonesia
e-mail : tamaa.akt11@gmail.com
Academician and Practitioner Perceptions Regarding Forensic Accounting As A
Profession In Indonesia (The Empirical Study on Accounting Academician and Practitioner in Pekanbaru City)
ABSTRACT
This research aims to get empirical prove of the difference between
academician and practitioner perceptions regarding forensic accounting as a profession in Indonesia on the issues of theory and forensic accounting technique, accounting relevance in the object of this research was academics and practitioners in Pekanbaru City. Data collected from Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia branch of Riau Province and five Universities such as Universitas Riau, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Universitas Islam Riau, Universitas Lancang Kuning dan Universitas Muhammadiyah Riau which stated in Pekanbaru City in 2015 as objects of this research. Sample of this research was determined by using probability sampling technique in data collection. Each population was represented by lecturer as the academician and auditor as the practitioner. Data was obtained by distributing 75 questionnaires with 62 respondents give their responses for further analysis. The analysis model used in this study was statistic descriptive and T Test by using SPSS version 20.0 in order to perform the hypothesis test. The result of this research partially shows that the issues of theory and intelllectual technique are significant at 0,393; relevance is significant at 0,084; training period is significant at 0,927; motivation is significant at 0,447; autonomy is significant at 0,148; commitment is significant at 0,780; sense of community is significant at 0,295; the code of ethics is significant at 0,689. The result of this research shows that there is difference in the perception between academician and practitioner in motivation and commitment variable.
Globalisasi merupakan batas-batas antar negara menjadi kabur
fenomena yang tidak dapat dihindari bahkan sudah tidak ada lagi. Hal seiring dengan perkembangan zaman tersebut tentunya mempengaruhi dunia yang terjadi. Globalisasi membuat bisnis secara keseluruhan. Bisnis tidak JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2119 lagi dilakukan hanya dalam batasan seperti Badan Pemeriksa Keuangan suatu negara saja melainkan ke seluruh (BPK), Pusat Pelaporan dan Analisis negara. Seiring dengan perkembangan Transaksi Keuangan (PPATK), Badan bisnis tersebut, masalah dan praktik Pengawasan Keuangan dan kejahatan yang berkaitan dengan dunia Pembangunan (BPKP), Komisi bisnis berkembang pula terutama yang Pemberantasan Korupsi (KPK), dan berkaitan dengan masalah keuangan. kantor-kantor akuntan publik (KAP). Masalah tersebut semakin lama semakin Kantor Akuntan Publik (KAP) yang berkembang dan menjadi jauh lebih tercatat menerapkan akuntansi forensik rumit. di Indonesia pun masih terbilang sangat Dalam usaha untuk melawan sedikit, contohnya adalah Price permasalahan dan praktik kejahatan Waterhouse Cooper (PwC). Menurut tersebut, akuntansi dituntut untuk Tuanakota, belum banyak KAP atau berkembang agar dapat mengikuti lembaga lainnya yang punya perkembangan bisnis dan tren kesempatan menerapkan akuntansi permasalahan yang mengikutinya forensik karena spesialisasi forensik terutama yang terkait dengan fraud. belum banyak dilirik di Indonesia. Hal Selama ini akuntansi yang dikenal tersebut dikarenakan perlunya keahlian untuk mendukung kelancaran suatu akuntansi plus untuk menguasai bisnis hanya akuntansi biaya, akuntansi akuntansi forensik (hukumonline.com, keuangan, akuntansi manajerial, dan 13 Februari 2008). auditing saja. Padahal bidang-bidang Terdapat pula faktor pendorong akuntansi tersebut belum dapat lainnya yang menyebabkan rendahnya memberikan solusi terkait masalah minat akuntan terhadap akuntansi fraud. Audit yang biasanya digunakan forensik, yaitu para akuntan dan diharapkan dapat menangani fraud beranggapan bahwa standar operasional memiliki keterbatasan sehingga dapat serta ujian sertifikasi untuk akuntan dikatakan kurang berhasil dalam forensik yang ada belum memadai. Hal mengatasi masalah fraud. tersebut sejalan dengan penelitian yang Profesi adalah pekerjaan, namun dilakukan oleh Huber (2013) yang tidak semua pekerjaan adalah profesi. menyatakan bahwa sejumlah besar Status profesi tidak dapat diklaim atau akuntan forensik memiliki keyakinan ditentukan dengan sendirinya. Terdapat yang tidak akurat tentang (1) status beberapa kriteria sosial yang hukum dari perusahaan yang mendeskripsikan perilaku, atribut mengeluarkan sertifikasi mereka, (2) maupun karakteristik yang harus Kode Etika dan Standar Praktik dari dipenuhi untuk membedakan pekerjaan perusahaan yang mengeluarkan dari profesi. Menurut model Pavalko sertifikasi mereka, dan (3) kualifikasi (1988) (dalam Goncalves (2012), pejabat dan dewan direksi perusahaan profesi memiliki delapan kriteria dari perusahaan yang mengeluarkan yaitu:1) Teori dan teknik intelektual, 2) sertifikasi mereka. Relevansi dengan nilai sosial, 3) Untuk permasalahan kode etik Periode pelatihan, 4) Motivasi, 5) dan standar akuntansi forensik, belum Kemandirian, 6) Komitmen, 7) jelas apakah Indonesia sudah Kesadaran berkomunitas, 8) Kode etik memilikinya. Ratih Damayanti, analis Akuntansi Forensik di Indonesia dari Direktorat Riset dan analisis dilaksanakan oleh berbagai lembaga PPATK mengatakan bahwa negara- JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2120 negara yang memiliki standar akuntansi yang berbeda-beda mengenai apakah forensik yang baku adalah Kanada, akuntansi forensik telah menjadi profesi Amerika Serikat serta Australia. Namun di Indonesia. ternyata standar-standar tersebut Hal itulah yang menarik memang belum serinci Standar perhatian peneliti untuk menganalisis Akuntansi Keuangan mengenai apakah akuntansi forensik (hukumonline.com, 13 Februari 2008). telah diakui sebagai profesi di Indonesia Sedangkan untuk masalah pendidikan khususnya persepsi akademisi dan dan pelatihan forensik, di Indonesia praktisi akuntansi, apakah terdapat belum banyak tersedia. Universitas- perbedaan persepsi atau sudah terdapat universitas di Indonesia juga belum kesamaan persepsi. Akademisi dipilih banyak yang menawarkan akuntansi karena mereka lebih cepat mengikuti forensik sebagai bagian dari isu-isu atau perkembangan ilmu kurikulumnya. pengetahuan, sedangkan praktisi dipilih Minimnya peminat akuntansi karena mereka menggunakan teknik- forensik juga disampaikan oleh teknik akuntansi forensik dalam Bambang Riyanto, Kepala Pusat pelaksanaan tugasnya. Maka kedua Pendidikan dan Pelatihan BPK. Bahkan kelompok responden dianggap sudah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memiliki pengetahuan dan pemahaman masih memandang praktik forensik yang cukup mengenai akuntansi sebagai bagian dari audit investigatif forensik. Namun, persepsi dari atau audit dengan tujuan tertentu karena akademisi dan praktisi dapat berbeda sifatnya yang hampir mirip dikarenakan keterlibatan dan peran (hukumonline.com, 13 Februari 2008). akademisi dan praktisi terkait akuntansi Hal itu berarti bahwa lembaga yang forensik berbeda. menjalankan akuntansi forensik seperti Penelitian ini penting untuk BPK masih mengganggap akuntansi dilakukan agar status keprofesian forensik sebagai niche. akuntan forensik di Indonesia menjadi Hal tersebut merupakan indikasi lebih jelas. Status keprofesian tersebut bahwa akuntansi forensik masih belum sangat penting mengingat banyak sekali memenuhi kriteria sosial untuk kasus korupsi yang terjadi di Indonesia dikatakan sebagai profesi di Indonesia. sehingga profesi akuntan forensik Namun anggapan bahwa akuntansi sangat dibutuhkan. Dengan adanya forensik adalah niche sebenarnya dapat status profesi yang jelas untuk akuntan dikatakan tidak sesuai dengan keadaan forensik, mereka dapat bekerja dengan yang sebenarnya terjadi. Nyatanya lebih baik. akuntansi forensik jelas sangat Penelitian ini adalah replikasi dibutuhkan oleh penegak hukum. Maka dari penelitian Zamira, penelitian ini dapat dikatakan bahwa terdapat peluang dengan penelitian sebelumnya adalah bagi akuntansi forensik untuk berdiri penelitian ini mengambil persepsi dari sebagai profesi tersendiri, bukan hanya akademisi dan praktisi akuntansi niche atau super spesialisasi dari terhadap akuntansi forensik sebagai akuntan publik terlepas dari apakah profesi di Indonesia. Kriteria sosial akuntansi forensik telah memenuhi yang digunakan dalam penelitian ini kriteria-kriteria sosial sebagai profesi. adalah hanya milik Pavalko. Hal Dengan begitu, hal tersebut dapat tersebut dikarenakan kriteria sosial membuat masyarakat memiliki persepsi milik Pavalko memiliki kelebihan JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2121 dibandingkan kriteria sosial yang lain mengetahui apakah terdapat perbedaan yaitu menyediakan tingkatan derajat persepsi akademisi dan praktisi yang memisahkan pekerjaan dari akuntansi terhadap periode pelatihan profesi. Perbedaan penelitian ini dengan akuntansi forensik di Indonesia, 4) penelitian Zamira adalah penelitian ini Untuk mengetahui apakah terdapat di lakukan di Kota Pekanbaru perbedaan persepsi akademisi dan Rumusan Masalah dalam praktisi akuntansi terhadap motivasi penelitian ini: 1) Apakah terdapat akuntan forensik di Indonesia, 5) Untuk perbedaan persepsi akademisi dan mengetahui apakah terdapat perbedaan praktisi akuntansi terhadap teori dan persepsi akademisi dan praktisi teknik akuntansi forensik di Indonesia?, akuntansi terhadap kemandirian akuntan 2) Apakah terdapat perbedaan forensik di Indonesia, 6) Untuk persepsi akademisi dan praktisi mengetahui apakah terdapat perbedaan akuntansi terhadap relevansi akuntansi persepsi akademisi dan praktisi forensik di Indonesia?, 3) Apakah akuntansi terhadap komitmen akuntan terdapat perbedaan persepsi akademisi forensik di Indonesia, 7) Untuk dan praktisi akuntansi terhadap periode mengetahui apakah terdapat perbedaan pelatihan akuntansi forensik di persepsi akademisi dan praktisi Indonesia?, 4) Apakah terdapat akuntansi terhadap kesadaran perbedaan persepsi akademisi dan berkomunitas akuntan forensik di praktisi akuntansi terhadap motivasi Indonesia, 8) Untuk mengetahui apakah akuntan forensik di Indonesia?, 5) terdapat perbedaan persepsi akademisi Apakah terdapat perbedaan persepsi dan praktisi akuntansi terhadap kode akademisi dan praktisi akuntansi etik akuntansi forensik di Indonesia. terhadap kemandirian akuntan forensik di Indonesia?, 6) Apakah terdapat TELAAH PUSTAKA perbedaan persepsi akademisi dan praktisi akuntansi terhadap komitmen 1. Perbedaan Persepsi akuntan forensik di Indonesia?, 7) Akademisi Dan Praktisi Akuntansi Apakah terdapat perbedaan Terhadap Teori Dan Teknik Akuntansi persepsi akademisi dan praktisi Forensik Di Indonesia akuntansi terhadap kesadaran Status profesi merupakan berkomunitas akuntan forensik di sesuatu yang tidak dapat diamati secara Indonesia?, 8) Apakah terdapat langsung. Menurut teori lensa perbedaan persepsi akademisi dan Brunswik, persepsi terhadap realita praktisi akuntansi terhadap kode etik yang akurat (baik objek maupun sosial) akuntansi forensik di Indonesia? melibatkan penggunaan isyarat (cues) Adapun tujuan dari penelitan ini probabilistik yang berkaitan dengan antara lain: 1) Untuk mengetahui realita obyektif. Dalam hal status apakah terdapat perbedaan persepsi profesi, untuk mencapai persepsi akademisi dan praktisi akuntansi mengenai apakah suatu pekerjaan itu terhadap teori dan teknik akuntansi profesi atau tidak dapat dilihat dengan forensik di Indonesia, 2) Untuk melibatkan penggunaan isyarat-isyarat mengetahui apakah terdapat perbedaan yang meliputi teori dan teknik persepsi akademisi dan praktisi intelektual, relevansi, periode pelatihan, akuntansi terhadap relevansi akuntansi motivasi, kemandirian, komitmen, forensik di Indonesia, 3) Untuk kesadaran berkomunitas dan kode etik. JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2122 Untuk menjadi sebuah profesi, model atribut untuk menjadikan kriteria pertama yang harus dimiliki akuntansi forensik sebagai profesi. pekerjaan adalah teori dan teknik Dalam Huber (2012), terlihat bahwa intelektual yang melandasi pekerjaan akuntansi forensik di Amerika Serikat tersebut. Sesuai dengan teori lensa telah memenuhi kriteria teori dan teknik model Brunswik, teori dan teknik intelektual dalam model atribut untuk intelektual merupakan sesuatu yang menjadikannya sebagai profesi. Dengan tidak dapat diamati secara langsung begitu dapat dikatakan bahwa akuntansi forensik telah memiliki body of sehingga harus diamati melalui berbagai knowledge. Selain itu sudah terdapat kriteria. Kriteria tersebut antara lain banyak penelitian ilmiah mengenai adalah adanya body of knowledge yang akuntansi forensik yang telah dilakukan sistematis, kompleks dan produk oleh berbagai peneliti sehingga dapat penelitian ilmiah. dikatakan bahwa akuntansi forensik Dalam Zamira (2014), bahwa memiliki teori dan teknik intelektual. akuntansi forensik di Indonesia telah di Maka dapat dikatakan bahwa akuntansi akui, penelitian ini di lakukan di forensik di Indonesia belum dapat Semarang. Dalam hasil penelitiannya memaksimalkan realisasi nilai-nilai bahwa akuntansi forensik di Indonesia sosial sehingga persepsi berbagai yang dilakukan di Semarang telah kalangan mengenai relevansi akuntansi memenuhi kriteria teori dan teknik forensik dapat berbeda antara satu intelektual dalam model atribut untuk dengan yang lainnya. Berdasarkan menjadikan akuntansi forensik sebagai konsep dan hasil penelitian sebelumnya profesi. Dalam Huber (2012), terlihat tersebut, maka penelitian ini bahwa akuntansi forensik di Amerika mengajukan hipotesis sebagai berikut Serikat telah memenuhi kriteria teori (ditulis dalam bentuk alternatif): dan teknik intelektual dalam model H2: Terdapat perbedaan persepsi atribut untuk menjadikannya sebagai akademisi dan praktisi akuntansi profesi. Dengan begitu dapat dikatakan terhadap relevansi akuntansi forensik di Indonesia bahwa akuntansi forensik telah memiliki body of knowledge. Selain itu 3. Perbedaan Persepsi sudah terdapat banyak penelitian ilmiah Akademisi Dan Praktisi Akuntansi mengenai akuntansi forensik yang telah Terhadap Periode Pelatihan Akuntansi dilakukan oleh berbagai peneliti Forensik Di Indonesia sehingga dapat dikatakan bahwa Kriteria ketiga yang harus akuntansi forensik memiliki teori dan dimiliki oleh pekerjaan yang ingin teknik intelektual. menjadi profesi adalah pendidikan dan H1: Terdapat perbedaan persepsi pelatihan yang dalam kriteria Pavalko akademisi dan praktisi akuntansi disebut periode pelatihan. Sesuai terhadap teori dan teknik akuntansi dengan teori lensa model Brunswik, forensik di Indonesia periode pelatihan merupakan sesuatu yang tidak dapat diamati secara 2. Perbedaan Persepsi langsung sehingga harus diamati Akademisi Dan Praktisi Akuntansi melalui berbagai kriteria. Kriteria Terhadap Relevansi Akuntansi Forensik tersebut antara lain adalah masa Di Indonesia pendidikan dan pelatihan yang harus Dalam Zamira (2014), terihat diambil, tingkat spesialisasi, tingkat bahwa akuntansi forensic di Indonesia telah memenuhi kriteria relevansi dalam JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2123 kepentingan dan adanya keterlibatan Kriteria ke-empat yang harus symbol. dimiliki oleh pekerjaan yang ingin Dalam Zamira (2014), terihat menjadi profesi adalah motivasi. bahwa akuntansi forensik di Indonesia Motivasi mengacu pada apa yang telah memenuhi kriteria periode memotivasi seseorang dalam berprofesi. pelatihan dalam model atribut untuk Sesuai dengan teori lensa model menjadikan akuntansi forensik sebagai Brunswik, motivasi merupakan sesuatu profesi. Dalam Huber (2012), terlihat yang tidak dapat diamati secara bahwa akuntansi forensik di Amerika langsung sehingga harus diamati Serikat telah memiliki program- melalui berbagai kriteria. program pelatihan dan pendidikan yang Dalam Zamira (2014), terihat memadai. Hal itu terbukti dengan sudah bahwa akuntansi forensik di Indonesia terpenuhinya kriteria periode pelatihan telah memenuhi kriteria motivasi dalam dalam model atribut untuk model atribut untuk menjadikan menjadikannya sebagai profesi. Akan akuntansi forensik sebagai profesi. tetapi, untuk program pelatihan Dalam Huber (2012) terlihat baha akuntansi forensik di Indonesia, akuntansi forensik di Amerika Serikat menurut Riyanto, Kepala Pusat telah memenuhi kriteria motivasi dalam Pendidikan dan Pelatihan BPK, belum model atribut untuk menjadikannya banyak tersedia. Hal itu disebabkan sebagai profesi. Penelitian Huber oleh dibutuhkannya ilmu tersendiri didukung oleh penelitian Davis, et al. untuk mengadakan pelatihan forensik (2009), yang menunjukkan bahwa (hukumonline.com, 13 Februari 2008). pengacara yang merupakan pengguna Namun, ternyata di Indonesia sudah utama dari jasa akuntan forensik terdapat sebuah lembaga yang bernama menunjukkan tingkat kepuasan yang Lembaga Akuntan Forensik Indonesia tinggi akan keefektifan pelayanan atau (LAFI) yang mengadakan sebuah jasa yang diberikan oleh akuntan program pendidikan yang berjangka 12- forensik. Dengan begitu dapat dikatakan 36 bulan yang bernama Diploma bahwa akuntan forensik memberikan Akuntan Forensik (akuntan- jasanya untuk melayani kliennya bukan forensik.yolasite.com). Hal itu untuk kepentingan diri sendiri. mengindikasikan masih terdapat Namun, selama ini banyak asimetri informasi mengenai pendidikan laporan mengenai kasus kecurangan dan pelatihan akuntansi forensik di yang dilakukan oleh akuntan. Salah satu Indonesia. kasus yang paling menghebohkan Maka penelitian ini mengajukan adalah kasus Enron yang melibatkan hipotesis sebagai berikut (ditulis dalam KAP Arthur Andersen. Kasus tersebut bentuk alternatif): menimbulkan pertanyaan mengenai H3: Terdapat perbedaan persepsi motivasi akuntan yang sebenarnya. akademisi dan praktisi akuntansi Dengan begitu persepsi berbagai terhadap periode pelatihan akuntansi kalangan mengenai motivasi akuntan forensik di Indonesia forensik dapat berbeda antara satu dengan yang lainnya. Maka penelitian 4. Perbedaan Persepsi ini mengajukan hipotesis sebagai Akademisi Dan Praktisi Akuntansi berikut (ditulis dalam bentuk alternatif): Terhadap Motivasi Akuntan Forensik H4: Terdapat perbedaan persepsi Di Indonesia. akademisi dan praktisi akuntansi JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2124 terhadap motivasi akuntan forensik pengendalian diri terhadap di Indonesia organisasinya dengan baik. Dengan begitu persepsi dari berbagai kalangan 5. Perbedaan Persepsi mengenai kemandirian akuntansi Akademisi Dan Praktisi Akuntansi forensik dapat berbeda. Berdasarkan Terhadap Kemandirian Akuntansi konsep dan hasil penelitian sebelumnya Forensik Di Indonesia terebut, maka penelitian ini mengajukan Kriteria ke-lima yang harus hipotesis sebagai berikut (ditulis dalam dimiliki oleh pekerjaan yang ingin bentuk alternatif): menjadi profesi adalah kemandirian. H5: Terdapat perbedaan persepsi Sesuai dengan teori lensa model akademisi dan praktisi akuntansi Brunswik, kemandirian merupakan terhadap kemandirian akuntansi sesuatu yang tidak dapat diamati secara forensik di Indonesia langsung sehingga harus diamati melalui berbagai kriteria. Kriteria 6. Perbedaan Persepsi tersebut antara lain adalah adanya Akademisi Dan Praktisi Akuntansi organisasi terkait, pengaturan diri, Terhadap Komitmen Akuntan Forensik pengendalian keanggotaan dan lain-lain. Di Indonesia Dalam Zamira (2014), terihat Kriteria ke-enam yang harus bahwa akuntansi forensik di Indonesia dimiliki oleh pekerjaan yang ingin telah memenuhi kriteria kemandirian menjadi profesi adalah komitmen. dalam model atribut untuk menjadikan Sesuai dengan teori lensa model akuntansi forensik sebagai profesi. Brunswik, komitmen merupakan Dalam Huber (2012), terlihat bahwa sesuatu yang tidak dapat diamati secara akuntansi forensik di Amerika Serikat langsung sehingga harus diamati telah memenuhi kriteria kemandirian melalui berbagai kriteria. Kriteria dalam model atribut untuk tersebut antara lain adalah keterlibatan menjadikannya sebagai profesi. Hal itu jangka panjang, keseriusan dan dikarenakan Amerika telah memiliki loyalitas. organisasi profesi akuntan forensik Dalam Zamira (2014), terihat yaitu Association of Certified Fraud bahwa akuntansi forensik di Indonesia Examiners sejak tahun 1998 untuk belum memenuhi kriteria komitmen mengatur dan mengendalikan segala hal dalam model atribut untuk menjadikan yang berkaitan dengan profesi akuntan akuntansi forensik sebagai profesi. forensik. Akan tetapi, penelitian Huber Dalam Huber (2012), terlihat bahwa (2013) menunjukkan bahwa profesi akuntansi forensik di Amerika Serikat akuntan forensik belum mampu telah memenuhi kriteria komitmen mengatur atau meregulasi dirinya dalam model atribut untuk sendiri karena adanya kegagalan pasar. menjadikannya sebagai profesi. Hal Untuk Indonesia, organisasi tersebut menimbulkan pertanyaan untuk akuntan forensik yaitu Asosiasi mengenai kemampuan investigasi Auditor Forensik Indonesia baru saja akuntan forensik dan menimbulkan terbentuk pada 11 April 2013 sehingga pertanyaan lebih lanjut mengenai dapat dikatakan bahwa organisasi komitmen akuntan forensik untuk tersebut belum memiliki cukup waktu mempertahankan standar etika dan untuk mengembangkan standar praktek yang tinggi. Dengan kemandiriannya, pengaturan dan begitu persepsi berbagai kalangan JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2125 mengenai komitmen akuntan forensik akuntan forensik di Indonesia yaitu dapat berbeda. Maka penelitian ini Asosiasi Auditor Forensik Indonesia mengajukan hipotesis sebagai berikut ternyata baru saja terbentuk pada tahun (ditulis dalam bentuk alternatif): 2013. Dengan begitu persepsi berbagai H6: Terdapat perbedaan persepsi kalangan mengenai kesadaran akademisi dan praktisi akuntansi berkomunitas yang ditunjukkan oleh terhadap komitmen akuntan forensik para akuntan forensik di Indonesia di Indonesia dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Maka penelitian ini mengajukan 7. Perbedaan Persepsi hipotesis sebagai berikut (ditulis dalam Akademisi Dan Praktisi Akuntansi bentuk alternatif): Terhadap Kesadaran Berkomunitas H7: Terdapat perbedaan persepsi Akuntan Forensik Di Indonesia akademisi dan praktisi akuntansi Kriteria ke-tujuh yang harus terhadap kesadaran berkomunitas dimiliki oleh pekerjaan yang ingin akuntan forensik di Indonesia menjadi profesi adalah kesadaran berkomunitas. Kesadaran berkomunitas 8. Perbedaan Persepsi mengacu pada sejauh mana kelompok Akademisi Dan Praktisi Akuntansi kerja menunjukkan atribut dari suatu Terhadap Kode Etik Akuntansi komunitas. Sesuai dengan teori lensa Forensik Di Indonesia model Brunswik, kesadaran Kriteria ke-delapan yang harus berkomunitas merupakan sesuatu yang dimiliki oleh pekerjaan yang ingin tidak dapat diamati secara langsung menjadi profesi adalah kode etik. Kode sehingga harus diamati melalui berbagai etik merupakan suatu tatanan etika yang kriteria. Kriteria tersebut antara lain telah disepakati suatu kelompok adalah adanya identitas yang sama dan masyarakat. Sesuai dengan teori lensa perasaan akan nasib yang sama. model Brunswik, kode etik merupakan Kelompok kerja membutuhkan sebuah sesuatu yang tidak dapat diamati secara wadah yang menghimpun mereka agar langsung sehingga harus diamati dapat mengembangkan nilai-nilai secara melalui berbagai kriteria. Kriteria bersama sehingga timbul identitas dan tersebut antara lain adalah adanya nasib yang sama. pedoman, peraturan, regulasi, tata cara, Dalam Zamira (2014), terihat maupun standar untuk melakukan suatu bahwa akuntansi forensik di Indonesia kegiatan atau pekerjaan. belum memenuhi kriteria kesadaran Dalam Zamira (2014), terihat berkomunitas dalam model atribut bahwa akuntansi forensik di Indonesia untuk menjadikan akuntansi forensik telah memenuhi kriteria kode etik dalam sebagai profesi. Dalam Huber (2012), model atribut untuk menjadikan terlihat bahwa akuntansi forensik di akuntansi forensik sebagai profesi. Amerika Serikat telah memenuhi Dalam Huber (2012), terlihat bahwa kriteria kesadaran berkomunitas dalam akuntansi forensik di Amerika Serikat model atribut untuk menjadikannya telah memiliki kode etik. Akan tetapi sebagai profesi. Hal itu dikarenakan menurut Ratih Damayanti, analis dari organisasi profesi akuntan forensik di Direktorat Riset dan Analisis PPATK, Amerika yaitu Association of Certified standar tersebut memang belum serinci Fraud Examiners sudah terbentuk sejak Standar Akuntansi Keuangan. Selain itu 1988. Sedangkan organisasi untuk Ratih Damayanti (dalam JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2126 hukumonline.com, 13 Februari 2008) akademisi dan praktisi akuntansi yang mengatakan bahwa negara-negara yang dijadikan sampel dalam penelitian. memiliki standar akuntansi forensik Dalam penelitian ini, ada yang baku adalah Kanada, Amerika delapan definisi operasional variabel Serikat serta Australia. Sedangkan yang akan digunakan yaitu: untuk Indonesia, kode etik dan standar 1. Teori dan teknik intelektual: profesi untuk akuntan forensik sedang mengacu pada sejauh mana terdapat dalam proses penyusunan sesuai dengan struktur pengetahuan (body of keputusan Musyawarah Nasional LSPFI knowledge) yang sistematis sebagai (lensaindonesia.com, 10 April 2013). dasar dari sebuah pekerjaan yang Berdasarkan pernyataan- biasanya merupakan produk dari pernyataan tersebut, persepsi antar penelitian ilmiah. Selain itu struktur individu dapat berbeda satu dengan pengetahuan (body of knowledge) harus yang lain karena masih terdapatnya memiliki dan dapat menunjukkan suatu asimetri informasi di lingkungan tingkat kompleksitas bagi pekerjaan (Robbins, 2008). Maka penelitian ini yang bergerak ke arah profesionalisme mengajukan hipotesis sebagai berikut (Pavalko (1988), dalam Goncalves (ditulis dalam bentuk alternatif): (2012). Instrumen teori dan teknik H8: Terdapat perbedaan persepsi intelektual yang dikembangkan oleh akademisi dan praktisi akuntansi Pavalko (1988), diukur dengan terhadap kode etik akuntansi menggunakan menggunakan 5 point forensik di Indonesia skala Likert. Angka terendah atau nilai 1 mengindikasikan jawaban sangat METODE PENELITIAN tidak setuju, sedangkan angka tertinggi atau nilai 5 mengindikasikan jawaban Populasi dari akademisi yaitu sangat setuju. akuntan pendidik di universitas negeri, 2. Relevansi: mengacu pada swasta dan praktisi yang merupakan hubungan profesi kepada nilai-nilai akuntan pemerintah yakni auditor pada masyarakat. Badan Pengawas Keuangan dan Jasa yang diberikan profesi Pembangunan (BPKP) di Pekanbaru. harus selaras dan dapat memaksimalkan Metode pengambilan sampel yang realisasi nilai-nilai sosial (Pavalko digunakan dalam penelitian ini adalah (1988), dalam Goncalves 2012). probability sampling, yaitu teknik Instrumen relevansi dengan nilai sosial penetuan sampel yang memiliki yang dikembangkan oleh Pavalko pengetahuan mengenai akuntansi (1988), diukur dengan menggunakan forensik di Indonesia sehingga mereka menggunakan 5 point skala Likert. dapat memberikan jawaban yang Angka terendah atau nilai 1 dapat mendukung penelitian ini. mengindikasikan jawaban sangat tidak Kriteria Anggota populasi yang menjadi setuju, sedangkan angka tertinggi atau sampel yaitu pad akademisi yakni dosen nilai 5 mengindikasikan jawaban sangat yang mengajar di konentrasi audit dan setuju. pada praktisi yakni auditor pada BPKP. 3. Periode pelatihan: mengacu Jadi jumlah sampel adalah 75 orang. pada jumlah pelatihan dan pendidikan Teknik pengumpulan data primer yang terlibat dalam disiplin tertentu. pada penelitian ini adalah dengan Komponen pelatihan yang tercermin cara membagikan kuesioner kepada dalam profesi adalah panjang atau JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2127 lamanya pelatihan, tingkat (Pavalko 1988), diukur dengan spesialisasi pelatihan dan pengetahuan, menggunakan menggunakan 5 point dan sejauh mana simbol-simbol terlibat skala Likert. Angka terendah atau nilai dalam pembelajaran (Pavalko (1988), 1 mengindikasikan jawaban sangat dalam Goncalves 2012). tidak setuju, sedangkan angka tertinggi 4. Motivasi: mengacu pada apa atau nilai 5 mengindikasikan jawaban yang memotivasi orang dalam profesi. sangat setuju. Apakah para anggota dari 7. Kesadaran berkomunitas: profesi bekerja untuk melayani klien mengacu pada sejauh mana mereka atau apakah ada aspek kelompok kerja menunjukkan atribut kepentingan diri sendiri yang dari suatu komunitas. Kelompok ini memotivasi profesi (Pavalko (1988), memiliki identitas umum dan nasib dalam Goncalves 2012). Instrumen yang sama (Pavalko (1988), dalam motivasi yang dikembangkan oleh Goncalves (2012). Instrumen Pavalko (1988), diukur dengan kesadaran berkomunitas yang menggunakan menggunakan 5 point dikembangkan oleh Pavalko (1988), skala Likert. Angka terendah atau diukur dengan menggunakan nilai 1 mengindikasikan jawaban menggunakan 5 point skala Likert. sangat tidak setuju, sedangkan angka Angka terendah atau nilai 1 tertinggi atau nilai 5 mengindikasikan mengindikasikan jawaban sangat tidak jawaban sangat setuju. setuju, sedangkan angka tertinggi atau 5. Kemandirian: diidentifikasi nilai 5 mengindikasikan jawaban sangat sebagai karakteristik yang paling setuju. penting yang membedakan kelompok 8. Kode etik: mengacu pada profesional dari kelompok kerja sistem norma yang merupakan aspek Kemandirian, pengaturan diri dan dari subkultur kerja. Aturan, regulasi pengendalian diri adalah apa yang dan standar dikembangkan untuk diupayakan untuk dicapai oleh menentukan bagaimana anggota profesional (Pavalko (1988), dalam diharapkan untuk berperilaku sebagai Goncalves 2012). Instrumen bagian dari kelompok profesional kemandirian yang dikembangkan oleh (Pavalko (1988), dalam Goncalves Pavalko (1988), diukur dengan (2012). Instrumen kode etik yang menggunakan menggunakan 5 point dikembangkan oleh Pavalko (1988), skala Likert. Angka terendah atau nilai diukur dengan menggunakan 1 mengindikasikan jawaban sangat menggunakan 5 point skala Likert. tidak setuju, sedangkan angka tertinggi Angka terendah atau nilai 1 atau nilai 5 mengindikasikan jawaban mengindikasikan jawaban sangat tidak sangat setuju. setuju, sedangkan angka tertinggi atau 6. Komitmen: mengacu pada nilai 5 mengindikasikan jawaban sangat para anggota yang mempertahankan setuju. janji atau komitmen mereka ke dalam Didalam penelitian terlebih dahulu kelompok kerja. Anggota yang dilakukan uji validitas, uji reabilitas, dan Uji t. mengambil keterlibatan mereka dengan kelompok kerja dengan sangat serius HASIL DAN PEMBAHASAN akan mengembangkan komitmennya dan loyalitas yang kuat (Pavalko (1988) Kuesioner dan Demografi dalam Goncalves 2012). Instrumen Data penelitian diperoleh dari komitmen yang dikembangkan oleh kuisioner yang disebarkan ke 75 JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2128 responden. Namun yang Berdasarkan hasil uji validitas mengembalikan kuisioner 65 dan yang pada pengolahan data spss 2.0, memenuhi karakteristik data penelitian menunjukkan bahwa variabel teori dan didapat sebanyak 62 kuesioner. teknik intelektual, relevansi, periode pelatihan, motivasi, kemandirian, Hasil Statistik Deskriptif komitmen kesadaran berkomunitas, Dari pengolahan data spss 2.0 kode etik memiliki kriteria valid untuk menunjukkan hasil pengukuran statistik setiap item pernyataan dengan nilai deskriptif terhadap variabel dari 62 signifikansi r hitung > r tabel. Hal ini responden. Variabel Teori dan Teknik berarti menyatakan bahwa setiap item Intelektual (X1) terdiri dari 4 buah pernyataan yang digunakan dalam pernyataan pada skala Likert 5 poin. penelitian ini mampu mengungkapkan Nilai mean Teori dan Teknik Intelektual sesuatu yang diukur pada kuesioner sebesar 16,76. Relevansi (X2) terdiri tersebut. dari 2 buah pernyataan pada skala Likert 5 poin. Nilai mean Relevansi Hasil Uji Reliabilitas Data sebesar 7,90. Periode Pelatihan (X3) Berdasarkan pengolahan data spss terdiri dari 7 buah pernyataan pada 2.0, menunjukkan nilai Cronbach’s skala Likert 5 poin. Nilai mean Periode Alpha atas variabel teori dan teknik Pelatihan sebesar 27,45. Motivasi (X4) intelektual sebesar 0,738; relevansi terdiri dari 2 pernyataan pada skala sebesar 0,894; periode pelatihan sebesar Likert 5 poin. Nilai mean Motivasi 0,820; motivasi sebesar 0,719; sebesar 8,63. Kemandirian (X5) terdiri kemandirian sebesar 0,913; komitmen dari 5 buah pernyataan pada skala sebesar 0,705; kesadaran berkomunitas Likert 5 poin. Nilai mean Kemandirian sebesar 0,762; kode etik sebesar 0,933. sebesar 19,32. Komitmen (X6) terdiri Dengan demikian, dapat disimpulkan dari 3 pernyataan pada skala Likert 5 bahwa pernyataan dalam kuesioner ini poin. Nilai mean Komitmen sebesar reliabel karena mempunyai Cronbach’s 12,92. Kesadaran Berkomunitas (X7) Alpha > 0,60. Hal ini menunjukkan terdiri dari 2 buah pernyataan pada bahwa setiap item pernyataan yang skala Likert 5 poin. Nilai mean digunakan akan mampu memperoleh Kesadaran Berkomunitas sebesar 7,39. data yang konsisten yang berarti bila Kode Etik (X8) terdiri dari 6 buah pernyataan itu diajukan kembali akan pernyataan pada skala Likert 5 poin. diperoleh jawaban yang relatif sama Nilai mean Kode Etik sebesar 24,03. dengan jawaban sebelumnya. Sedangkan standar deviasi untuk masing-masing variabel adalah Teori Hasil Pengujian Hipotesis dan Teknik Intelektual 1,753; Relevansi Dari uji hipotesis persepsi 1,327; Periode Pelatihan 3,362; responden, dapat disimpulkan bahwa Motivasi 0,996; Kemandirian 2,763; untuk masing-masing kelompok Komitmen 1,232; Kesadaran responden baik itu akademisi dan Berkomunitas 1,519; dan Kode Etik praktisi akuntansi tidak terdapat 3,353. perbedaan persepsi terhadap teori dan teknik akuntansi forensik di Indonesia. Hasil Uji Kualitas Data Hasil independent sample T-test menunjukkan nilai signifikansi sebesar Hasil Uji Validitas Data 0,393 dengan taraf signifikansi 5 % JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2129 sehingga H1 ditolak. t hitung sebesar -1,291 lebih kecil dari t Berdasarkan data statistik bahwa tabel sebesar 2,000 dan signifikansinya t hitung sebesar -0,941 lebih kecil dari t sebesar 0,201 yang lebih besar dari α tabel sebesar 2,000 dan signifikansinya = 0,05. sebesar 0,350 yang lebih besar dari α Hasil penelitian ini mendukung = 0,05. penelitian terdahulu yaitu pada Zamira Hasil penelitian ini mendukung (2014) yang mengemukakan bahwa penelitian terdahulu yaitu pada Zamira tidak terdapat perbedaan persepsi akademisi dan praktisi akuntansi (2014) yang mengemukakan bahwa terhadap periode pelatihan akuntansi tidak terdapat perbedaan persepsi forensik di Indonesia. akademisi dan praktisi akuntansi Berdasarkan uji hipotesis terhadap teori dan teknik akuntansi persepsi responden, dapat disimpulkan forensik di Indonesia. bahwa untuk masing-masing kelompok Berdasarkan uji hipotesis responden baik itu akademisi dan persepsi responden, dapat disimpulkan praktisi akuntansi terdapat perbedaan bahwa untuk masing-masing kelompok persepsi terhadap motivasi akuntansi responden baik itu akademisi dan forensik di Indonesia. Hasil independent praktisi akuntansi tidak terdapat sample T-test menunjukkan nilai perbedaan persepsi terhadap relevansi signifikansi sebesar 0,447 dengan taraf akuntansi forensik di Indonesia. Hasil signifikansi 5 % sehingga H4 diterima. independent sample T-test menunjukkan Berdasarkan data statistik nilai signifikansi sebesar 0,084 dengan bahwa t hitung sebesar 2,528 lebih taraf signifikansi 5 % sehingga H2 besar dari t tabel sebesar 2,000 dan ditolak. signifikansinya sebesar 0,014 yang Berdasarkan data statistik bahwa lebih kecil dari α = 0,05. t hitung sebesar 0,763 lebih kecil dari t Hasil penelitian ini tidak tabel sebesar 2,000 dan signifikansinya mendukung penelitian terdahulu yaitu sebesar 0,448 yang lebih besar dari α = pada Zamira (2014) yang 0,05. mengemukakan bahwa tidak terdapat Hasil penelitian ini mendukung perbedaan persepsi akademisi dan penelitian terdahulu yaitu pada Zamira praktisi akuntansi terhadap motivasi (2014) yang mengemukakan bahwa akuntansi forensik di Indonesia. tidak terdapat perbedaan persepsi Dari uji hipotesis persepsi akademisi dan praktisi akuntansi responden, dapat disimpulkan bahwa terhadap relevansi akuntansi forensik di untuk masing-masing kelompok Indonesia. responden baik itu akademisi dan Dari uji hipotesis persepsi praktisi akuntansi tidak terdapat responden, dapat disimpulkan bahwa perbedaan persepsi terhadap untuk masing- masing kelompok kemandirian akuntansi forensik di responden baik itu akademisi dan Indonesia. Hasil independent sample T- praktisi akuntansi tidak terdapat test menunjukkan nilai signifikansi perbedaan persepsi terhadap periode sebesar 0,148 dengan taraf signifikansi pelatihan akuntansi forensik di 5 % sehingga H5 ditolak. Indonesia. Hasil independent sample T- Berdasarkan data statistik bahwa test menunjukkan nilai signifikansi signifikansi nilai t sebesar 0,091 yang sebesar 0,927 dengan taraf signifikansi lebih kecil dari t tabel sebesar 2,000 5 % sehingga H3 ditolak. dan signifikansinya sebesar 0,928 yang Berdasarkan data statistik bahwa lebih besar dari α = 0,05.
JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2130
Hasil penelitian ini mendukung perbedaan persepsi akademisi dan penelitian terdahulu yaitu pada Zamira praktisi akuntansi terhadap kesadaran (2014) yang mengemukakan bahwa berkomunitas akuntansi forensik di tidak terdapat perbedaan persepsi Indonesia. akademisi dan praktisi akuntansi Berdasarkan uji hipotesis terhadap kemandirian akuntansi persepsi responden, dapat disimpulkan forensik di Indonesia. bahwa untuk masing-masing kelompok Berdasarkan uji hipotesis responden baik itu akademisi dan persepsi responden, dapat disimpulkan praktisi akuntansi tidak terdapat bahwa untuk masing-masing kelompok perbedaan persepsi terhadap kode etik responden baik itu akademisi dan akuntansi forensik di Indonesia. Hasil praktisi akuntansi terdapat perbedaan independent sample T-test menunjukkan persepsi terhadap komitmen akuntansi nilai signifikansi sebesar 0,689 dengan forensik di Indonesia. Hasil independent taraf signifikansi 5 % sehingga H8 sample T-test menunjukkan nilai ditolak. signifikansi sebesar 0,780 dengan taraf Berdasarkan data statistik bahwa signifikansi 5 % sehingga H6 diterima. t hitung sebesar 0,984 lebih kecil dari t Berdasarkan data statistik tabel sebesar 2,000 dan signifikansinya bahwa t hitung sebesar 2,468 lebih sebesar 0,329 yang lebih besar dari α = besar dari t tabel sebesar 2,000 dan 0,05. signifikansinya sebesar 0,016 yang Hasil penelitian ini mendukung lebih kecil dari α = 0,05. penelitian terdahulu yaitu pada Zamira Hasil penelitian ini mendukung (2014) yang mengemukakan bahwa penelitian terdahulu yaitu pada Zamira tidak terdapat perbedaan persepsi (2014) yang mengemukakan bahwa akademisi dan praktisi akuntansi terdapat perbedaan persepsi akademisi terhadap kode etik akuntansi forensik di dan praktisi akuntansi terhadap Indonesia. komitmen akuntansi forensik di Indonesia. SIMPULAN, DAN SARAN Dari uji hipotesis persepsi responden, dapat disimpulkan bahwa Simpulan untuk masing- masing kelompok Adapun simpulan dar penelitian responden baik itu akademisi dan ini adalah : praktisi akuntansi tidak terdapat 1. Hasil pengujian dengan perbedaan persepsi terhadap kesadaran independent samples T-test berkomunitas akuntansi forensik di mengungkapkan bukti empiris bahwa Indonesia. Hasil independent sample T- variabel teori dan teknik intelektual, test menunjukkan nilai signifikansi relevansi, periode pelatihan sebesar 0,295 dengan taraf signifikansi kemandirian, kesadaran berkomunitas 5 % sehingga H7 ditolak. dan kode etik tidak terdapat perbedaan Berdasarkan data statistik bahwa persepsi yang signifikan antara t hitung sebesar 1,003 lebih kecil dari t Akademisi dengan Praktisi Akuntansi. tabel sebesar 2,000 dan signifikansinya Hal ini dibuktikan oleh nilai t hitung sebesar 0,320 yang lebih besar dari α lebih kecil dari t tabel (t hitung < t = 0,05. tabel) dengan signifikansi sebesar 5 %. Hasil penelitian ini tidak Adanya kesamaan persepsi tersebut mendukung penelitian terdahulu yaitu dikarenakan tingkat pengetahuan dan pada Zamira (2014) yang pemahaman akademisi dan praktisi mengemukakan bahwa terdapat tentang teori dan teknik intelektual,
JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2131
relevansi, periode pelatihan, motivasi, Canada, What are the Skills and kemandirian dan kode etik akuntansi Knowledge Required for forensik adalah relatif sama. Competent Practice?”. Dalhouse 2. Hasil pengujian dengan University Journal. independent samples T-test http://www.dalspace.libraru.dal. mengungkapkan bukti empiris bahwa ca Diakses pada 20 September variabel motivasi dan komitmen 2013. terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara Akademisi dengan Huber, Wm. Dennis. 2012. “Is Forensic Praktisi Akuntansi. Hal ini dibuktikan Accounting in the United States oleh nilai t hitung lebih besar dari t Becoming a Profession?”. tabel (t hitung > t tabel) dengan Journal of Forensic & signifikansi sebesar 5 %. Adanya Investigative Accounting, Vol. 4, perbedaan persepsi tersebut dikarenakan No. 1, 2012. peran dan keterlibatan akademisi dan http://ssrn.com/abstract=204175 praktisi dengan akuntansi forensik 5. Diakses pada 27 Agustus berbeda. 2013.
Saran Huber, Wm. Dennis. 2013. “Forensic
Adapun saran dari penelitian ini Accounting Corporations, Codes adalah : of Ethics and Standards of 1. Penelitian mendatang sebaiknya Practice: A Comparison”. juga memperluas area survei atau International Jouurnal of mencoba pada wilayah di luar Accounting, Auditing and Pekanbaru. Performance, Vol. 9, No. 2, 2. Penelitian ini juga bisa 2013. disempurnakan dengan menambah http://ssrn.com/abstract=221270 jumlah sampel yang digunakan, 2. Diakses pada 27 Agustus misalnya bukan hanya pada akuntan 2013. pemerintah dan akuntan pendidik semata tetapi juga akuntan publik, Robbins, Stephen P. 2008. Perilaku akuntan manajemen, ahli ilmu hukum Organisasi: Konsep, atau mahasiswa yang telah mengambil Kontroversi, Aplikasi. Jakarta: mata kuliah auditing khususnya audit PT. Prenhallindo. forensik. Tuanakota, Theodorus M. 2010. DAFTAR PUSTAKA Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Jakarta: Salemba Davis, C., Ramona Farrell dan Suzanne Empat. Ogilby. 2009. “Characteristics and Skills of the Forensic Zamira, Adhysti Kartika dan Darsono. Accountant”. American Institute 2014. Persepsi Akademisi dan of Certified Public Accountants. Praktisi Akuntansi terhadap http://www.aicpa.org. Diakses Akuntansi Forensik sebagai pada 20 September 2013. Profesi di Indonesia. Semarang: Universitas Diponegoro. Goncalves, Tanea M, dan Nova Scotia Halifax. 2012. “For Therapeutic Recreation Professionals in
German Short Stories for Beginners – 5 in 1: Over 500 Dialogues & Short Stories to Learn German in your Car. Have Fun and Grow your Vocabulary with Crazy Effective Language Learning Lessons
Learn Mandarin Chinese with Paul Noble for Beginners – Complete Course: Mandarin Chinese Made Easy with Your 1 million-best-selling Personal Language Coach
French Short Stories for Beginners – 5 in 1: Over 500 Dialogues & Short Stories to Learn French in your Car. Have Fun and Grow your Vocabulary with Crazy Effective Language Learning Lessons