Вы находитесь на странице: 1из 14

PERSEPSI AKADEMISI DAN PRAKTISI AKUNTANSI TERHADAP

AKUNTANSI FORENSIK SEBAGAI PROFESI DI INDONESIA


(Studi Empiris Pada Akademisi Dan Praktisi Akuntansi
Di Kota Pekanbaru)

Oleh :
Rizki Pratama Yushananda
Pembimbing : Zirman dan Elfi Ilham

Faculty of Economic, Riau University, Pekanbaru, Indonesia


e-mail : tamaa.akt11@gmail.com

Academician and Practitioner Perceptions Regarding Forensic Accounting As A


Profession In Indonesia (The Empirical Study on Accounting Academician and
Practitioner in Pekanbaru City)

ABSTRACT

This research aims to get empirical prove of the difference between


academician and practitioner perceptions regarding forensic accounting as a
profession in Indonesia on the issues of theory and forensic accounting technique,
accounting relevance in the object of this research was academics and practitioners in
Pekanbaru City. Data collected from Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
Republik Indonesia branch of Riau Province and five Universities such as Universitas
Riau, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Universitas Islam Riau,
Universitas Lancang Kuning dan Universitas Muhammadiyah Riau which stated in
Pekanbaru City in 2015 as objects of this research. Sample of this research was
determined by using probability sampling technique in data collection. Each population
was represented by lecturer as the academician and auditor as the practitioner. Data
was obtained by distributing 75 questionnaires with 62 respondents give their responses
for further analysis. The analysis model used in this study was statistic descriptive and
T Test by using SPSS version 20.0 in order to perform the hypothesis test. The result of
this research partially shows that the issues of theory and intelllectual technique are
significant at 0,393; relevance is significant at 0,084; training period is significant at
0,927; motivation is significant at 0,447; autonomy is significant at 0,148; commitment
is significant at 0,780; sense of community is significant at 0,295; the code of ethics is
significant at 0,689. The result of this research shows that there is difference in the
perception between academician and practitioner in motivation and commitment
variable.

Keyword : Academician, Practitioner, Forensic Accounting, Profession.

PENDAHULUAN

Globalisasi merupakan batas-batas antar negara menjadi kabur


fenomena yang tidak dapat dihindari bahkan sudah tidak ada lagi. Hal
seiring dengan perkembangan zaman tersebut tentunya mempengaruhi dunia
yang terjadi. Globalisasi membuat bisnis secara keseluruhan. Bisnis tidak
JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2119
lagi dilakukan hanya dalam batasan seperti Badan Pemeriksa Keuangan
suatu negara saja melainkan ke seluruh (BPK), Pusat Pelaporan dan Analisis
negara. Seiring dengan perkembangan Transaksi Keuangan (PPATK), Badan
bisnis tersebut, masalah dan praktik Pengawasan Keuangan dan
kejahatan yang berkaitan dengan dunia Pembangunan (BPKP), Komisi
bisnis berkembang pula terutama yang Pemberantasan Korupsi (KPK), dan
berkaitan dengan masalah keuangan. kantor-kantor akuntan publik (KAP).
Masalah tersebut semakin lama semakin Kantor Akuntan Publik (KAP) yang
berkembang dan menjadi jauh lebih tercatat menerapkan akuntansi forensik
rumit. di Indonesia pun masih terbilang sangat
Dalam usaha untuk melawan sedikit, contohnya adalah Price
permasalahan dan praktik kejahatan Waterhouse Cooper (PwC). Menurut
tersebut, akuntansi dituntut untuk Tuanakota, belum banyak KAP atau
berkembang agar dapat mengikuti lembaga lainnya yang punya
perkembangan bisnis dan tren kesempatan menerapkan akuntansi
permasalahan yang mengikutinya forensik karena spesialisasi forensik
terutama yang terkait dengan fraud. belum banyak dilirik di Indonesia. Hal
Selama ini akuntansi yang dikenal tersebut dikarenakan perlunya keahlian
untuk mendukung kelancaran suatu akuntansi plus untuk menguasai
bisnis hanya akuntansi biaya, akuntansi akuntansi forensik (hukumonline.com,
keuangan, akuntansi manajerial, dan 13 Februari 2008).
auditing saja. Padahal bidang-bidang Terdapat pula faktor pendorong
akuntansi tersebut belum dapat lainnya yang menyebabkan rendahnya
memberikan solusi terkait masalah minat akuntan terhadap akuntansi
fraud. Audit yang biasanya digunakan forensik, yaitu para akuntan
dan diharapkan dapat menangani fraud beranggapan bahwa standar operasional
memiliki keterbatasan sehingga dapat serta ujian sertifikasi untuk akuntan
dikatakan kurang berhasil dalam forensik yang ada belum memadai. Hal
mengatasi masalah fraud. tersebut sejalan dengan penelitian yang
Profesi adalah pekerjaan, namun dilakukan oleh Huber (2013) yang
tidak semua pekerjaan adalah profesi. menyatakan bahwa sejumlah besar
Status profesi tidak dapat diklaim atau akuntan forensik memiliki keyakinan
ditentukan dengan sendirinya. Terdapat yang tidak akurat tentang (1) status
beberapa kriteria sosial yang hukum dari perusahaan yang
mendeskripsikan perilaku, atribut mengeluarkan sertifikasi mereka, (2)
maupun karakteristik yang harus Kode Etika dan Standar Praktik dari
dipenuhi untuk membedakan pekerjaan perusahaan yang mengeluarkan
dari profesi. Menurut model Pavalko sertifikasi mereka, dan (3) kualifikasi
(1988) (dalam Goncalves (2012), pejabat dan dewan direksi perusahaan
profesi memiliki delapan kriteria dari perusahaan yang mengeluarkan
yaitu:1) Teori dan teknik intelektual, 2) sertifikasi mereka.
Relevansi dengan nilai sosial, 3) Untuk permasalahan kode etik
Periode pelatihan, 4) Motivasi, 5) dan standar akuntansi forensik, belum
Kemandirian, 6) Komitmen, 7) jelas apakah Indonesia sudah
Kesadaran berkomunitas, 8) Kode etik memilikinya. Ratih Damayanti, analis
Akuntansi Forensik di Indonesia dari Direktorat Riset dan analisis
dilaksanakan oleh berbagai lembaga PPATK mengatakan bahwa negara-
JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2120
negara yang memiliki standar akuntansi yang berbeda-beda mengenai apakah
forensik yang baku adalah Kanada, akuntansi forensik telah menjadi profesi
Amerika Serikat serta Australia. Namun di Indonesia.
ternyata standar-standar tersebut Hal itulah yang menarik
memang belum serinci Standar perhatian peneliti untuk menganalisis
Akuntansi Keuangan mengenai apakah akuntansi forensik
(hukumonline.com, 13 Februari 2008). telah diakui sebagai profesi di Indonesia
Sedangkan untuk masalah pendidikan khususnya persepsi akademisi dan
dan pelatihan forensik, di Indonesia praktisi akuntansi, apakah terdapat
belum banyak tersedia. Universitas- perbedaan persepsi atau sudah terdapat
universitas di Indonesia juga belum kesamaan persepsi. Akademisi dipilih
banyak yang menawarkan akuntansi karena mereka lebih cepat mengikuti
forensik sebagai bagian dari isu-isu atau perkembangan ilmu
kurikulumnya. pengetahuan, sedangkan praktisi dipilih
Minimnya peminat akuntansi karena mereka menggunakan teknik-
forensik juga disampaikan oleh teknik akuntansi forensik dalam
Bambang Riyanto, Kepala Pusat pelaksanaan tugasnya. Maka kedua
Pendidikan dan Pelatihan BPK. Bahkan kelompok responden dianggap sudah
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memiliki pengetahuan dan pemahaman
masih memandang praktik forensik yang cukup mengenai akuntansi
sebagai bagian dari audit investigatif forensik. Namun, persepsi dari
atau audit dengan tujuan tertentu karena akademisi dan praktisi dapat berbeda
sifatnya yang hampir mirip dikarenakan keterlibatan dan peran
(hukumonline.com, 13 Februari 2008). akademisi dan praktisi terkait akuntansi
Hal itu berarti bahwa lembaga yang forensik berbeda.
menjalankan akuntansi forensik seperti Penelitian ini penting untuk
BPK masih mengganggap akuntansi dilakukan agar status keprofesian
forensik sebagai niche. akuntan forensik di Indonesia menjadi
Hal tersebut merupakan indikasi lebih jelas. Status keprofesian tersebut
bahwa akuntansi forensik masih belum sangat penting mengingat banyak sekali
memenuhi kriteria sosial untuk kasus korupsi yang terjadi di Indonesia
dikatakan sebagai profesi di Indonesia. sehingga profesi akuntan forensik
Namun anggapan bahwa akuntansi sangat dibutuhkan. Dengan adanya
forensik adalah niche sebenarnya dapat status profesi yang jelas untuk akuntan
dikatakan tidak sesuai dengan keadaan forensik, mereka dapat bekerja dengan
yang sebenarnya terjadi. Nyatanya lebih baik.
akuntansi forensik jelas sangat Penelitian ini adalah replikasi
dibutuhkan oleh penegak hukum. Maka dari penelitian Zamira, penelitian ini
dapat dikatakan bahwa terdapat peluang dengan penelitian sebelumnya adalah
bagi akuntansi forensik untuk berdiri penelitian ini mengambil persepsi dari
sebagai profesi tersendiri, bukan hanya akademisi dan praktisi akuntansi
niche atau super spesialisasi dari terhadap akuntansi forensik sebagai
akuntan publik terlepas dari apakah profesi di Indonesia. Kriteria sosial
akuntansi forensik telah memenuhi yang digunakan dalam penelitian ini
kriteria-kriteria sosial sebagai profesi. adalah hanya milik Pavalko. Hal
Dengan begitu, hal tersebut dapat tersebut dikarenakan kriteria sosial
membuat masyarakat memiliki persepsi milik Pavalko memiliki kelebihan
JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2121
dibandingkan kriteria sosial yang lain mengetahui apakah terdapat perbedaan
yaitu menyediakan tingkatan derajat persepsi akademisi dan praktisi
yang memisahkan pekerjaan dari akuntansi terhadap periode pelatihan
profesi. Perbedaan penelitian ini dengan akuntansi forensik di Indonesia, 4)
penelitian Zamira adalah penelitian ini Untuk mengetahui apakah terdapat
di lakukan di Kota Pekanbaru perbedaan persepsi akademisi dan
Rumusan Masalah dalam praktisi akuntansi terhadap motivasi
penelitian ini: 1) Apakah terdapat akuntan forensik di Indonesia, 5) Untuk
perbedaan persepsi akademisi dan mengetahui apakah terdapat perbedaan
praktisi akuntansi terhadap teori dan persepsi akademisi dan praktisi
teknik akuntansi forensik di Indonesia?, akuntansi terhadap kemandirian akuntan
2) Apakah terdapat perbedaan forensik di Indonesia, 6) Untuk
persepsi akademisi dan praktisi mengetahui apakah terdapat perbedaan
akuntansi terhadap relevansi akuntansi persepsi akademisi dan praktisi
forensik di Indonesia?, 3) Apakah akuntansi terhadap komitmen akuntan
terdapat perbedaan persepsi akademisi forensik di Indonesia, 7) Untuk
dan praktisi akuntansi terhadap periode mengetahui apakah terdapat perbedaan
pelatihan akuntansi forensik di persepsi akademisi dan praktisi
Indonesia?, 4) Apakah terdapat akuntansi terhadap kesadaran
perbedaan persepsi akademisi dan berkomunitas akuntan forensik di
praktisi akuntansi terhadap motivasi Indonesia, 8) Untuk mengetahui apakah
akuntan forensik di Indonesia?, 5) terdapat perbedaan persepsi akademisi
Apakah terdapat perbedaan persepsi dan praktisi akuntansi terhadap kode
akademisi dan praktisi akuntansi etik akuntansi forensik di Indonesia.
terhadap kemandirian akuntan forensik
di Indonesia?, 6) Apakah terdapat TELAAH PUSTAKA
perbedaan persepsi akademisi dan
praktisi akuntansi terhadap komitmen 1. Perbedaan Persepsi
akuntan forensik di Indonesia?, 7) Akademisi Dan Praktisi Akuntansi
Apakah terdapat perbedaan Terhadap Teori Dan Teknik Akuntansi
persepsi akademisi dan praktisi Forensik Di Indonesia
akuntansi terhadap kesadaran Status profesi merupakan
berkomunitas akuntan forensik di sesuatu yang tidak dapat diamati secara
Indonesia?, 8) Apakah terdapat langsung. Menurut teori lensa
perbedaan persepsi akademisi dan Brunswik, persepsi terhadap realita
praktisi akuntansi terhadap kode etik yang akurat (baik objek maupun sosial)
akuntansi forensik di Indonesia? melibatkan penggunaan isyarat (cues)
Adapun tujuan dari penelitan ini probabilistik yang berkaitan dengan
antara lain: 1) Untuk mengetahui realita obyektif. Dalam hal status
apakah terdapat perbedaan persepsi profesi, untuk mencapai persepsi
akademisi dan praktisi akuntansi mengenai apakah suatu pekerjaan itu
terhadap teori dan teknik akuntansi profesi atau tidak dapat dilihat dengan
forensik di Indonesia, 2) Untuk melibatkan penggunaan isyarat-isyarat
mengetahui apakah terdapat perbedaan yang meliputi teori dan teknik
persepsi akademisi dan praktisi intelektual, relevansi, periode pelatihan,
akuntansi terhadap relevansi akuntansi motivasi, kemandirian, komitmen,
forensik di Indonesia, 3) Untuk kesadaran berkomunitas dan kode etik.
JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2122
Untuk menjadi sebuah profesi, model atribut untuk menjadikan
kriteria pertama yang harus dimiliki akuntansi forensik sebagai profesi.
pekerjaan adalah teori dan teknik Dalam Huber (2012), terlihat bahwa
intelektual yang melandasi pekerjaan akuntansi forensik di Amerika Serikat
tersebut. Sesuai dengan teori lensa telah memenuhi kriteria teori dan teknik
model Brunswik, teori dan teknik intelektual dalam model atribut untuk
intelektual merupakan sesuatu yang menjadikannya sebagai profesi. Dengan
tidak dapat diamati secara langsung begitu dapat dikatakan bahwa akuntansi
forensik telah memiliki body of
sehingga harus diamati melalui berbagai
knowledge. Selain itu sudah terdapat
kriteria. Kriteria tersebut antara lain
banyak penelitian ilmiah mengenai
adalah adanya body of knowledge yang akuntansi forensik yang telah dilakukan
sistematis, kompleks dan produk oleh berbagai peneliti sehingga dapat
penelitian ilmiah. dikatakan bahwa akuntansi forensik
Dalam Zamira (2014), bahwa memiliki teori dan teknik intelektual.
akuntansi forensik di Indonesia telah di Maka dapat dikatakan bahwa akuntansi
akui, penelitian ini di lakukan di forensik di Indonesia belum dapat
Semarang. Dalam hasil penelitiannya memaksimalkan realisasi nilai-nilai
bahwa akuntansi forensik di Indonesia sosial sehingga persepsi berbagai
yang dilakukan di Semarang telah kalangan mengenai relevansi akuntansi
memenuhi kriteria teori dan teknik forensik dapat berbeda antara satu
intelektual dalam model atribut untuk dengan yang lainnya. Berdasarkan
menjadikan akuntansi forensik sebagai konsep dan hasil penelitian sebelumnya
profesi. Dalam Huber (2012), terlihat tersebut, maka penelitian ini
bahwa akuntansi forensik di Amerika mengajukan hipotesis sebagai berikut
Serikat telah memenuhi kriteria teori (ditulis dalam bentuk alternatif):
dan teknik intelektual dalam model H2: Terdapat perbedaan persepsi
atribut untuk menjadikannya sebagai akademisi dan praktisi akuntansi
profesi. Dengan begitu dapat dikatakan terhadap relevansi akuntansi forensik
di Indonesia
bahwa akuntansi forensik telah
memiliki body of knowledge. Selain itu 3. Perbedaan Persepsi
sudah terdapat banyak penelitian ilmiah Akademisi Dan Praktisi Akuntansi
mengenai akuntansi forensik yang telah Terhadap Periode Pelatihan Akuntansi
dilakukan oleh berbagai peneliti Forensik Di Indonesia
sehingga dapat dikatakan bahwa Kriteria ketiga yang harus
akuntansi forensik memiliki teori dan dimiliki oleh pekerjaan yang ingin
teknik intelektual. menjadi profesi adalah pendidikan dan
H1: Terdapat perbedaan persepsi pelatihan yang dalam kriteria Pavalko
akademisi dan praktisi akuntansi disebut periode pelatihan. Sesuai
terhadap teori dan teknik akuntansi dengan teori lensa model Brunswik,
forensik di Indonesia periode pelatihan merupakan sesuatu
yang tidak dapat diamati secara
2. Perbedaan Persepsi langsung sehingga harus diamati
Akademisi Dan Praktisi Akuntansi melalui berbagai kriteria. Kriteria
Terhadap Relevansi Akuntansi Forensik tersebut antara lain adalah masa
Di Indonesia pendidikan dan pelatihan yang harus
Dalam Zamira (2014), terihat diambil, tingkat spesialisasi, tingkat
bahwa akuntansi forensic di Indonesia
telah memenuhi kriteria relevansi dalam
JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2123
kepentingan dan adanya keterlibatan Kriteria ke-empat yang harus
symbol. dimiliki oleh pekerjaan yang ingin
Dalam Zamira (2014), terihat menjadi profesi adalah motivasi.
bahwa akuntansi forensik di Indonesia Motivasi mengacu pada apa yang
telah memenuhi kriteria periode memotivasi seseorang dalam berprofesi.
pelatihan dalam model atribut untuk Sesuai dengan teori lensa model
menjadikan akuntansi forensik sebagai Brunswik, motivasi merupakan sesuatu
profesi. Dalam Huber (2012), terlihat yang tidak dapat diamati secara
bahwa akuntansi forensik di Amerika langsung sehingga harus diamati
Serikat telah memiliki program- melalui berbagai kriteria.
program pelatihan dan pendidikan yang Dalam Zamira (2014), terihat
memadai. Hal itu terbukti dengan sudah bahwa akuntansi forensik di Indonesia
terpenuhinya kriteria periode pelatihan telah memenuhi kriteria motivasi dalam
dalam model atribut untuk model atribut untuk menjadikan
menjadikannya sebagai profesi. Akan akuntansi forensik sebagai profesi.
tetapi, untuk program pelatihan Dalam Huber (2012) terlihat baha
akuntansi forensik di Indonesia, akuntansi forensik di Amerika Serikat
menurut Riyanto, Kepala Pusat telah memenuhi kriteria motivasi dalam
Pendidikan dan Pelatihan BPK, belum model atribut untuk menjadikannya
banyak tersedia. Hal itu disebabkan sebagai profesi. Penelitian Huber
oleh dibutuhkannya ilmu tersendiri didukung oleh penelitian Davis, et al.
untuk mengadakan pelatihan forensik (2009), yang menunjukkan bahwa
(hukumonline.com, 13 Februari 2008). pengacara yang merupakan pengguna
Namun, ternyata di Indonesia sudah utama dari jasa akuntan forensik
terdapat sebuah lembaga yang bernama menunjukkan tingkat kepuasan yang
Lembaga Akuntan Forensik Indonesia tinggi akan keefektifan pelayanan atau
(LAFI) yang mengadakan sebuah jasa yang diberikan oleh akuntan
program pendidikan yang berjangka 12- forensik. Dengan begitu dapat dikatakan
36 bulan yang bernama Diploma bahwa akuntan forensik memberikan
Akuntan Forensik (akuntan- jasanya untuk melayani kliennya bukan
forensik.yolasite.com). Hal itu untuk kepentingan diri sendiri.
mengindikasikan masih terdapat Namun, selama ini banyak
asimetri informasi mengenai pendidikan laporan mengenai kasus kecurangan
dan pelatihan akuntansi forensik di yang dilakukan oleh akuntan. Salah satu
Indonesia. kasus yang paling menghebohkan
Maka penelitian ini mengajukan adalah kasus Enron yang melibatkan
hipotesis sebagai berikut (ditulis dalam KAP Arthur Andersen. Kasus tersebut
bentuk alternatif): menimbulkan pertanyaan mengenai
H3: Terdapat perbedaan persepsi motivasi akuntan yang sebenarnya.
akademisi dan praktisi akuntansi Dengan begitu persepsi berbagai
terhadap periode pelatihan akuntansi kalangan mengenai motivasi akuntan
forensik di Indonesia forensik dapat berbeda antara satu
dengan yang lainnya. Maka penelitian
4. Perbedaan Persepsi ini mengajukan hipotesis sebagai
Akademisi Dan Praktisi Akuntansi berikut (ditulis dalam bentuk alternatif):
Terhadap Motivasi Akuntan Forensik H4: Terdapat perbedaan persepsi
Di Indonesia. akademisi dan praktisi akuntansi
JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2124
terhadap motivasi akuntan forensik pengendalian diri terhadap
di Indonesia organisasinya dengan baik. Dengan
begitu persepsi dari berbagai kalangan
5. Perbedaan Persepsi mengenai kemandirian akuntansi
Akademisi Dan Praktisi Akuntansi forensik dapat berbeda. Berdasarkan
Terhadap Kemandirian Akuntansi konsep dan hasil penelitian sebelumnya
Forensik Di Indonesia terebut, maka penelitian ini mengajukan
Kriteria ke-lima yang harus hipotesis sebagai berikut (ditulis dalam
dimiliki oleh pekerjaan yang ingin bentuk alternatif):
menjadi profesi adalah kemandirian. H5: Terdapat perbedaan persepsi
Sesuai dengan teori lensa model akademisi dan praktisi akuntansi
Brunswik, kemandirian merupakan terhadap kemandirian akuntansi
sesuatu yang tidak dapat diamati secara forensik di Indonesia
langsung sehingga harus diamati
melalui berbagai kriteria. Kriteria 6. Perbedaan Persepsi
tersebut antara lain adalah adanya Akademisi Dan Praktisi Akuntansi
organisasi terkait, pengaturan diri, Terhadap Komitmen Akuntan Forensik
pengendalian keanggotaan dan lain-lain. Di Indonesia
Dalam Zamira (2014), terihat Kriteria ke-enam yang harus
bahwa akuntansi forensik di Indonesia dimiliki oleh pekerjaan yang ingin
telah memenuhi kriteria kemandirian menjadi profesi adalah komitmen.
dalam model atribut untuk menjadikan Sesuai dengan teori lensa model
akuntansi forensik sebagai profesi. Brunswik, komitmen merupakan
Dalam Huber (2012), terlihat bahwa sesuatu yang tidak dapat diamati secara
akuntansi forensik di Amerika Serikat langsung sehingga harus diamati
telah memenuhi kriteria kemandirian melalui berbagai kriteria. Kriteria
dalam model atribut untuk tersebut antara lain adalah keterlibatan
menjadikannya sebagai profesi. Hal itu jangka panjang, keseriusan dan
dikarenakan Amerika telah memiliki loyalitas.
organisasi profesi akuntan forensik Dalam Zamira (2014), terihat
yaitu Association of Certified Fraud bahwa akuntansi forensik di Indonesia
Examiners sejak tahun 1998 untuk belum memenuhi kriteria komitmen
mengatur dan mengendalikan segala hal dalam model atribut untuk menjadikan
yang berkaitan dengan profesi akuntan akuntansi forensik sebagai profesi.
forensik. Akan tetapi, penelitian Huber Dalam Huber (2012), terlihat bahwa
(2013) menunjukkan bahwa profesi akuntansi forensik di Amerika Serikat
akuntan forensik belum mampu telah memenuhi kriteria komitmen
mengatur atau meregulasi dirinya dalam model atribut untuk
sendiri karena adanya kegagalan pasar. menjadikannya sebagai profesi. Hal
Untuk Indonesia, organisasi tersebut menimbulkan pertanyaan
untuk akuntan forensik yaitu Asosiasi mengenai kemampuan investigasi
Auditor Forensik Indonesia baru saja akuntan forensik dan menimbulkan
terbentuk pada 11 April 2013 sehingga pertanyaan lebih lanjut mengenai
dapat dikatakan bahwa organisasi komitmen akuntan forensik untuk
tersebut belum memiliki cukup waktu mempertahankan standar etika dan
untuk mengembangkan standar praktek yang tinggi. Dengan
kemandiriannya, pengaturan dan begitu persepsi berbagai kalangan
JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2125
mengenai komitmen akuntan forensik akuntan forensik di Indonesia yaitu
dapat berbeda. Maka penelitian ini Asosiasi Auditor Forensik Indonesia
mengajukan hipotesis sebagai berikut ternyata baru saja terbentuk pada tahun
(ditulis dalam bentuk alternatif): 2013. Dengan begitu persepsi berbagai
H6: Terdapat perbedaan persepsi kalangan mengenai kesadaran
akademisi dan praktisi akuntansi berkomunitas yang ditunjukkan oleh
terhadap komitmen akuntan forensik para akuntan forensik di Indonesia
di Indonesia dapat berbeda satu dengan yang lainnya.
Maka penelitian ini mengajukan
7. Perbedaan Persepsi hipotesis sebagai berikut (ditulis dalam
Akademisi Dan Praktisi Akuntansi bentuk alternatif):
Terhadap Kesadaran Berkomunitas H7: Terdapat perbedaan persepsi
Akuntan Forensik Di Indonesia akademisi dan praktisi akuntansi
Kriteria ke-tujuh yang harus terhadap kesadaran berkomunitas
dimiliki oleh pekerjaan yang ingin akuntan forensik di Indonesia
menjadi profesi adalah kesadaran
berkomunitas. Kesadaran berkomunitas 8. Perbedaan Persepsi
mengacu pada sejauh mana kelompok Akademisi Dan Praktisi Akuntansi
kerja menunjukkan atribut dari suatu Terhadap Kode Etik Akuntansi
komunitas. Sesuai dengan teori lensa Forensik Di Indonesia
model Brunswik, kesadaran Kriteria ke-delapan yang harus
berkomunitas merupakan sesuatu yang dimiliki oleh pekerjaan yang ingin
tidak dapat diamati secara langsung menjadi profesi adalah kode etik. Kode
sehingga harus diamati melalui berbagai etik merupakan suatu tatanan etika yang
kriteria. Kriteria tersebut antara lain telah disepakati suatu kelompok
adalah adanya identitas yang sama dan masyarakat. Sesuai dengan teori lensa
perasaan akan nasib yang sama. model Brunswik, kode etik merupakan
Kelompok kerja membutuhkan sebuah sesuatu yang tidak dapat diamati secara
wadah yang menghimpun mereka agar langsung sehingga harus diamati
dapat mengembangkan nilai-nilai secara melalui berbagai kriteria. Kriteria
bersama sehingga timbul identitas dan tersebut antara lain adalah adanya
nasib yang sama. pedoman, peraturan, regulasi, tata cara,
Dalam Zamira (2014), terihat maupun standar untuk melakukan suatu
bahwa akuntansi forensik di Indonesia kegiatan atau pekerjaan.
belum memenuhi kriteria kesadaran Dalam Zamira (2014), terihat
berkomunitas dalam model atribut bahwa akuntansi forensik di Indonesia
untuk menjadikan akuntansi forensik telah memenuhi kriteria kode etik dalam
sebagai profesi. Dalam Huber (2012), model atribut untuk menjadikan
terlihat bahwa akuntansi forensik di akuntansi forensik sebagai profesi.
Amerika Serikat telah memenuhi Dalam Huber (2012), terlihat bahwa
kriteria kesadaran berkomunitas dalam akuntansi forensik di Amerika Serikat
model atribut untuk menjadikannya telah memiliki kode etik. Akan tetapi
sebagai profesi. Hal itu dikarenakan menurut Ratih Damayanti, analis dari
organisasi profesi akuntan forensik di Direktorat Riset dan Analisis PPATK,
Amerika yaitu Association of Certified standar tersebut memang belum serinci
Fraud Examiners sudah terbentuk sejak Standar Akuntansi Keuangan. Selain itu
1988. Sedangkan organisasi untuk Ratih Damayanti (dalam
JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2126
hukumonline.com, 13 Februari 2008) akademisi dan praktisi akuntansi yang
mengatakan bahwa negara-negara yang dijadikan sampel dalam penelitian.
memiliki standar akuntansi forensik Dalam penelitian ini, ada
yang baku adalah Kanada, Amerika delapan definisi operasional variabel
Serikat serta Australia. Sedangkan yang akan digunakan yaitu:
untuk Indonesia, kode etik dan standar 1. Teori dan teknik intelektual:
profesi untuk akuntan forensik sedang mengacu pada sejauh mana terdapat
dalam proses penyusunan sesuai dengan struktur pengetahuan (body of
keputusan Musyawarah Nasional LSPFI knowledge) yang sistematis sebagai
(lensaindonesia.com, 10 April 2013). dasar dari sebuah pekerjaan yang
Berdasarkan pernyataan- biasanya merupakan produk dari
pernyataan tersebut, persepsi antar penelitian ilmiah. Selain itu struktur
individu dapat berbeda satu dengan pengetahuan (body of knowledge) harus
yang lain karena masih terdapatnya memiliki dan dapat menunjukkan suatu
asimetri informasi di lingkungan tingkat kompleksitas bagi pekerjaan
(Robbins, 2008). Maka penelitian ini yang bergerak ke arah profesionalisme
mengajukan hipotesis sebagai berikut (Pavalko (1988), dalam Goncalves
(ditulis dalam bentuk alternatif): (2012). Instrumen teori dan teknik
H8: Terdapat perbedaan persepsi intelektual yang dikembangkan oleh
akademisi dan praktisi akuntansi Pavalko (1988), diukur dengan
terhadap kode etik akuntansi menggunakan menggunakan 5 point
forensik di Indonesia skala Likert. Angka terendah atau nilai
1 mengindikasikan jawaban sangat
METODE PENELITIAN tidak setuju, sedangkan angka tertinggi
atau nilai 5 mengindikasikan jawaban
Populasi dari akademisi yaitu sangat setuju.
akuntan pendidik di universitas negeri, 2. Relevansi: mengacu pada
swasta dan praktisi yang merupakan hubungan profesi kepada nilai-nilai
akuntan pemerintah yakni auditor pada masyarakat.
Badan Pengawas Keuangan dan Jasa yang diberikan profesi
Pembangunan (BPKP) di Pekanbaru. harus selaras dan dapat memaksimalkan
Metode pengambilan sampel yang realisasi nilai-nilai sosial (Pavalko
digunakan dalam penelitian ini adalah (1988), dalam Goncalves 2012).
probability sampling, yaitu teknik Instrumen relevansi dengan nilai sosial
penetuan sampel yang memiliki yang dikembangkan oleh Pavalko
pengetahuan mengenai akuntansi (1988), diukur dengan menggunakan
forensik di Indonesia sehingga mereka menggunakan 5 point skala Likert.
dapat memberikan jawaban yang Angka terendah atau nilai 1
dapat mendukung penelitian ini. mengindikasikan jawaban sangat tidak
Kriteria Anggota populasi yang menjadi setuju, sedangkan angka tertinggi atau
sampel yaitu pad akademisi yakni dosen nilai 5 mengindikasikan jawaban sangat
yang mengajar di konentrasi audit dan setuju.
pada praktisi yakni auditor pada BPKP. 3. Periode pelatihan: mengacu
Jadi jumlah sampel adalah 75 orang. pada jumlah pelatihan dan pendidikan
Teknik pengumpulan data primer yang terlibat dalam disiplin tertentu.
pada penelitian ini adalah dengan Komponen pelatihan yang tercermin
cara membagikan kuesioner kepada dalam profesi adalah panjang atau
JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2127
lamanya pelatihan, tingkat (Pavalko 1988), diukur dengan
spesialisasi pelatihan dan pengetahuan, menggunakan menggunakan 5 point
dan sejauh mana simbol-simbol terlibat skala Likert. Angka terendah atau nilai
dalam pembelajaran (Pavalko (1988), 1 mengindikasikan jawaban sangat
dalam Goncalves 2012). tidak setuju, sedangkan angka tertinggi
4. Motivasi: mengacu pada apa atau nilai 5 mengindikasikan jawaban
yang memotivasi orang dalam profesi. sangat setuju.
Apakah para anggota dari 7. Kesadaran berkomunitas:
profesi bekerja untuk melayani klien mengacu pada sejauh mana
mereka atau apakah ada aspek kelompok kerja menunjukkan atribut
kepentingan diri sendiri yang dari suatu komunitas. Kelompok ini
memotivasi profesi (Pavalko (1988), memiliki identitas umum dan nasib
dalam Goncalves 2012). Instrumen yang sama (Pavalko (1988), dalam
motivasi yang dikembangkan oleh Goncalves (2012). Instrumen
Pavalko (1988), diukur dengan kesadaran berkomunitas yang
menggunakan menggunakan 5 point dikembangkan oleh Pavalko (1988),
skala Likert. Angka terendah atau diukur dengan menggunakan
nilai 1 mengindikasikan jawaban menggunakan 5 point skala Likert.
sangat tidak setuju, sedangkan angka Angka terendah atau nilai 1
tertinggi atau nilai 5 mengindikasikan mengindikasikan jawaban sangat tidak
jawaban sangat setuju. setuju, sedangkan angka tertinggi atau
5. Kemandirian: diidentifikasi nilai 5 mengindikasikan jawaban sangat
sebagai karakteristik yang paling setuju.
penting yang membedakan kelompok 8. Kode etik: mengacu pada
profesional dari kelompok kerja sistem norma yang merupakan aspek
Kemandirian, pengaturan diri dan dari subkultur kerja. Aturan, regulasi
pengendalian diri adalah apa yang dan standar dikembangkan untuk
diupayakan untuk dicapai oleh menentukan bagaimana anggota
profesional (Pavalko (1988), dalam diharapkan untuk berperilaku sebagai
Goncalves 2012). Instrumen bagian dari kelompok profesional
kemandirian yang dikembangkan oleh (Pavalko (1988), dalam Goncalves
Pavalko (1988), diukur dengan (2012). Instrumen kode etik yang
menggunakan menggunakan 5 point dikembangkan oleh Pavalko (1988),
skala Likert. Angka terendah atau nilai diukur dengan menggunakan
1 mengindikasikan jawaban sangat menggunakan 5 point skala Likert.
tidak setuju, sedangkan angka tertinggi Angka terendah atau nilai 1
atau nilai 5 mengindikasikan jawaban mengindikasikan jawaban sangat tidak
sangat setuju. setuju, sedangkan angka tertinggi atau
6. Komitmen: mengacu pada nilai 5 mengindikasikan jawaban sangat
para anggota yang mempertahankan setuju.
janji atau komitmen mereka ke dalam Didalam penelitian terlebih dahulu
kelompok kerja. Anggota yang dilakukan uji validitas, uji reabilitas, dan
Uji t.
mengambil keterlibatan mereka dengan
kelompok kerja dengan sangat serius
HASIL DAN PEMBAHASAN
akan mengembangkan komitmennya
dan loyalitas yang kuat (Pavalko (1988)
Kuesioner dan Demografi
dalam Goncalves 2012). Instrumen
Data penelitian diperoleh dari
komitmen yang dikembangkan oleh
kuisioner yang disebarkan ke 75
JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2128
responden. Namun yang Berdasarkan hasil uji validitas
mengembalikan kuisioner 65 dan yang pada pengolahan data spss 2.0,
memenuhi karakteristik data penelitian menunjukkan bahwa variabel teori dan
didapat sebanyak 62 kuesioner. teknik intelektual, relevansi, periode
pelatihan, motivasi, kemandirian,
Hasil Statistik Deskriptif komitmen kesadaran berkomunitas,
Dari pengolahan data spss 2.0 kode etik memiliki kriteria valid untuk
menunjukkan hasil pengukuran statistik setiap item pernyataan dengan nilai
deskriptif terhadap variabel dari 62 signifikansi r hitung > r tabel. Hal ini
responden. Variabel Teori dan Teknik berarti menyatakan bahwa setiap item
Intelektual (X1) terdiri dari 4 buah pernyataan yang digunakan dalam
pernyataan pada skala Likert 5 poin. penelitian ini mampu mengungkapkan
Nilai mean Teori dan Teknik Intelektual sesuatu yang diukur pada kuesioner
sebesar 16,76. Relevansi (X2) terdiri tersebut.
dari 2 buah pernyataan pada skala
Likert 5 poin. Nilai mean Relevansi Hasil Uji Reliabilitas Data
sebesar 7,90. Periode Pelatihan (X3) Berdasarkan pengolahan data spss
terdiri dari 7 buah pernyataan pada 2.0, menunjukkan nilai Cronbach’s
skala Likert 5 poin. Nilai mean Periode Alpha atas variabel teori dan teknik
Pelatihan sebesar 27,45. Motivasi (X4) intelektual sebesar 0,738; relevansi
terdiri dari 2 pernyataan pada skala sebesar 0,894; periode pelatihan sebesar
Likert 5 poin. Nilai mean Motivasi 0,820; motivasi sebesar 0,719;
sebesar 8,63. Kemandirian (X5) terdiri kemandirian sebesar 0,913; komitmen
dari 5 buah pernyataan pada skala sebesar 0,705; kesadaran berkomunitas
Likert 5 poin. Nilai mean Kemandirian sebesar 0,762; kode etik sebesar 0,933.
sebesar 19,32. Komitmen (X6) terdiri Dengan demikian, dapat disimpulkan
dari 3 pernyataan pada skala Likert 5 bahwa pernyataan dalam kuesioner ini
poin. Nilai mean Komitmen sebesar reliabel karena mempunyai Cronbach’s
12,92. Kesadaran Berkomunitas (X7) Alpha > 0,60. Hal ini menunjukkan
terdiri dari 2 buah pernyataan pada bahwa setiap item pernyataan yang
skala Likert 5 poin. Nilai mean digunakan akan mampu memperoleh
Kesadaran Berkomunitas sebesar 7,39. data yang konsisten yang berarti bila
Kode Etik (X8) terdiri dari 6 buah pernyataan itu diajukan kembali akan
pernyataan pada skala Likert 5 poin. diperoleh jawaban yang relatif sama
Nilai mean Kode Etik sebesar 24,03. dengan jawaban sebelumnya.
Sedangkan standar deviasi untuk
masing-masing variabel adalah Teori Hasil Pengujian Hipotesis
dan Teknik Intelektual 1,753; Relevansi Dari uji hipotesis persepsi
1,327; Periode Pelatihan 3,362; responden, dapat disimpulkan bahwa
Motivasi 0,996; Kemandirian 2,763; untuk masing-masing kelompok
Komitmen 1,232; Kesadaran responden baik itu akademisi dan
Berkomunitas 1,519; dan Kode Etik praktisi akuntansi tidak terdapat
3,353. perbedaan persepsi terhadap teori dan
teknik akuntansi forensik di Indonesia.
Hasil Uji Kualitas Data Hasil independent sample T-test
menunjukkan nilai signifikansi sebesar
Hasil Uji Validitas Data 0,393 dengan taraf signifikansi 5 %
JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2129
sehingga H1 ditolak. t hitung sebesar -1,291 lebih kecil dari t
Berdasarkan data statistik bahwa tabel sebesar 2,000 dan signifikansinya
t hitung sebesar -0,941 lebih kecil dari t sebesar 0,201 yang lebih besar dari α
tabel sebesar 2,000 dan signifikansinya = 0,05.
sebesar 0,350 yang lebih besar dari α Hasil penelitian ini mendukung
= 0,05. penelitian terdahulu yaitu pada Zamira
Hasil penelitian ini mendukung (2014) yang mengemukakan bahwa
penelitian terdahulu yaitu pada Zamira tidak terdapat perbedaan persepsi
akademisi dan praktisi akuntansi
(2014) yang mengemukakan bahwa
terhadap periode pelatihan akuntansi
tidak terdapat perbedaan persepsi
forensik di Indonesia.
akademisi dan praktisi akuntansi Berdasarkan uji hipotesis
terhadap teori dan teknik akuntansi persepsi responden, dapat disimpulkan
forensik di Indonesia. bahwa untuk masing-masing kelompok
Berdasarkan uji hipotesis responden baik itu akademisi dan
persepsi responden, dapat disimpulkan praktisi akuntansi terdapat perbedaan
bahwa untuk masing-masing kelompok persepsi terhadap motivasi akuntansi
responden baik itu akademisi dan forensik di Indonesia. Hasil independent
praktisi akuntansi tidak terdapat sample T-test menunjukkan nilai
perbedaan persepsi terhadap relevansi signifikansi sebesar 0,447 dengan taraf
akuntansi forensik di Indonesia. Hasil signifikansi 5 % sehingga H4 diterima.
independent sample T-test menunjukkan Berdasarkan data statistik
nilai signifikansi sebesar 0,084 dengan bahwa t hitung sebesar 2,528 lebih
taraf signifikansi 5 % sehingga H2 besar dari t tabel sebesar 2,000 dan
ditolak. signifikansinya sebesar 0,014 yang
Berdasarkan data statistik bahwa lebih kecil dari α = 0,05.
t hitung sebesar 0,763 lebih kecil dari t Hasil penelitian ini tidak
tabel sebesar 2,000 dan signifikansinya mendukung penelitian terdahulu yaitu
sebesar 0,448 yang lebih besar dari α = pada Zamira (2014) yang
0,05. mengemukakan bahwa tidak terdapat
Hasil penelitian ini mendukung perbedaan persepsi akademisi dan
penelitian terdahulu yaitu pada Zamira praktisi akuntansi terhadap motivasi
(2014) yang mengemukakan bahwa akuntansi forensik di Indonesia.
tidak terdapat perbedaan persepsi Dari uji hipotesis persepsi
akademisi dan praktisi akuntansi responden, dapat disimpulkan bahwa
terhadap relevansi akuntansi forensik di untuk masing-masing kelompok
Indonesia. responden baik itu akademisi dan
Dari uji hipotesis persepsi praktisi akuntansi tidak terdapat
responden, dapat disimpulkan bahwa perbedaan persepsi terhadap
untuk masing- masing kelompok kemandirian akuntansi forensik di
responden baik itu akademisi dan Indonesia. Hasil independent sample T-
praktisi akuntansi tidak terdapat test menunjukkan nilai signifikansi
perbedaan persepsi terhadap periode sebesar 0,148 dengan taraf signifikansi
pelatihan akuntansi forensik di 5 % sehingga H5 ditolak.
Indonesia. Hasil independent sample T- Berdasarkan data statistik bahwa
test menunjukkan nilai signifikansi signifikansi nilai t sebesar 0,091 yang
sebesar 0,927 dengan taraf signifikansi lebih kecil dari t tabel sebesar 2,000
5 % sehingga H3 ditolak. dan signifikansinya sebesar 0,928 yang
Berdasarkan data statistik bahwa lebih besar dari α = 0,05.

JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2130


Hasil penelitian ini mendukung perbedaan persepsi akademisi dan
penelitian terdahulu yaitu pada Zamira praktisi akuntansi terhadap kesadaran
(2014) yang mengemukakan bahwa berkomunitas akuntansi forensik di
tidak terdapat perbedaan persepsi Indonesia.
akademisi dan praktisi akuntansi Berdasarkan uji hipotesis
terhadap kemandirian akuntansi persepsi responden, dapat disimpulkan
forensik di Indonesia. bahwa untuk masing-masing kelompok
Berdasarkan uji hipotesis responden baik itu akademisi dan
persepsi responden, dapat disimpulkan praktisi akuntansi tidak terdapat
bahwa untuk masing-masing kelompok perbedaan persepsi terhadap kode etik
responden baik itu akademisi dan akuntansi forensik di Indonesia. Hasil
praktisi akuntansi terdapat perbedaan independent sample T-test menunjukkan
persepsi terhadap komitmen akuntansi nilai signifikansi sebesar 0,689 dengan
forensik di Indonesia. Hasil independent taraf signifikansi 5 % sehingga H8
sample T-test menunjukkan nilai ditolak.
signifikansi sebesar 0,780 dengan taraf Berdasarkan data statistik bahwa
signifikansi 5 % sehingga H6 diterima. t hitung sebesar 0,984 lebih kecil dari t
Berdasarkan data statistik tabel sebesar 2,000 dan signifikansinya
bahwa t hitung sebesar 2,468 lebih sebesar 0,329 yang lebih besar dari α =
besar dari t tabel sebesar 2,000 dan 0,05.
signifikansinya sebesar 0,016 yang Hasil penelitian ini mendukung
lebih kecil dari α = 0,05. penelitian terdahulu yaitu pada Zamira
Hasil penelitian ini mendukung (2014) yang mengemukakan bahwa
penelitian terdahulu yaitu pada Zamira tidak terdapat perbedaan persepsi
(2014) yang mengemukakan bahwa akademisi dan praktisi akuntansi
terdapat perbedaan persepsi akademisi terhadap kode etik akuntansi forensik di
dan praktisi akuntansi terhadap Indonesia.
komitmen akuntansi forensik di
Indonesia. SIMPULAN, DAN SARAN
Dari uji hipotesis persepsi
responden, dapat disimpulkan bahwa Simpulan
untuk masing- masing kelompok Adapun simpulan dar penelitian
responden baik itu akademisi dan ini adalah :
praktisi akuntansi tidak terdapat 1. Hasil pengujian dengan
perbedaan persepsi terhadap kesadaran independent samples T-test
berkomunitas akuntansi forensik di mengungkapkan bukti empiris bahwa
Indonesia. Hasil independent sample T- variabel teori dan teknik intelektual,
test menunjukkan nilai signifikansi relevansi, periode pelatihan
sebesar 0,295 dengan taraf signifikansi kemandirian, kesadaran berkomunitas
5 % sehingga H7 ditolak. dan kode etik tidak terdapat perbedaan
Berdasarkan data statistik bahwa persepsi yang signifikan antara
t hitung sebesar 1,003 lebih kecil dari t Akademisi dengan Praktisi Akuntansi.
tabel sebesar 2,000 dan signifikansinya Hal ini dibuktikan oleh nilai t hitung
sebesar 0,320 yang lebih besar dari α lebih kecil dari t tabel (t hitung < t
= 0,05. tabel) dengan signifikansi sebesar 5 %.
Hasil penelitian ini tidak Adanya kesamaan persepsi tersebut
mendukung penelitian terdahulu yaitu dikarenakan tingkat pengetahuan dan
pada Zamira (2014) yang pemahaman akademisi dan praktisi
mengemukakan bahwa terdapat tentang teori dan teknik intelektual,

JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2131


relevansi, periode pelatihan, motivasi, Canada, What are the Skills and
kemandirian dan kode etik akuntansi Knowledge Required for
forensik adalah relatif sama. Competent Practice?”. Dalhouse
2. Hasil pengujian dengan University Journal.
independent samples T-test http://www.dalspace.libraru.dal.
mengungkapkan bukti empiris bahwa ca Diakses pada 20 September
variabel motivasi dan komitmen 2013.
terdapat perbedaan persepsi yang
signifikan antara Akademisi dengan Huber, Wm. Dennis. 2012. “Is Forensic
Praktisi Akuntansi. Hal ini dibuktikan Accounting in the United States
oleh nilai t hitung lebih besar dari t Becoming a Profession?”.
tabel (t hitung > t tabel) dengan Journal of Forensic &
signifikansi sebesar 5 %. Adanya Investigative Accounting, Vol. 4,
perbedaan persepsi tersebut dikarenakan No. 1, 2012.
peran dan keterlibatan akademisi dan http://ssrn.com/abstract=204175
praktisi dengan akuntansi forensik 5. Diakses pada 27 Agustus
berbeda. 2013.

Saran Huber, Wm. Dennis. 2013. “Forensic


Adapun saran dari penelitian ini Accounting Corporations, Codes
adalah : of Ethics and Standards of
1. Penelitian mendatang sebaiknya Practice: A Comparison”.
juga memperluas area survei atau International Jouurnal of
mencoba pada wilayah di luar Accounting, Auditing and
Pekanbaru. Performance, Vol. 9, No. 2,
2. Penelitian ini juga bisa 2013.
disempurnakan dengan menambah http://ssrn.com/abstract=221270
jumlah sampel yang digunakan, 2. Diakses pada 27 Agustus
misalnya bukan hanya pada akuntan 2013.
pemerintah dan akuntan pendidik
semata tetapi juga akuntan publik, Robbins, Stephen P. 2008. Perilaku
akuntan manajemen, ahli ilmu hukum Organisasi: Konsep,
atau mahasiswa yang telah mengambil Kontroversi, Aplikasi. Jakarta:
mata kuliah auditing khususnya audit PT. Prenhallindo.
forensik.
Tuanakota, Theodorus M. 2010.
DAFTAR PUSTAKA Akuntansi Forensik dan Audit
Investigatif. Jakarta: Salemba
Davis, C., Ramona Farrell dan Suzanne Empat.
Ogilby. 2009. “Characteristics
and Skills of the Forensic Zamira, Adhysti Kartika dan Darsono.
Accountant”. American Institute 2014. Persepsi Akademisi dan
of Certified Public Accountants. Praktisi Akuntansi terhadap
http://www.aicpa.org. Diakses Akuntansi Forensik sebagai
pada 20 September 2013. Profesi di Indonesia. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Goncalves, Tanea M, dan Nova Scotia
Halifax. 2012. “For Therapeutic
Recreation Professionals in

JOM Fekon Vol. 3 No. 1 (Februari) 2016 2132

Вам также может понравиться