Вы находитесь на странице: 1из 226

KARAKTERISASI BIJI KAMANDRAH (Croton tiglium L.

)
DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PROSES EKSTRAK
TERSTANDAR SEBAGAI BAHAN LAKSATIF

SAPUTERA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul:

KARAKTERISASI BIJI KAMANDRAH (Croton tiglium L.)


DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PROSES EKSTRAK
TERSTANDAR SEBAGAI BAHAN LAKSATIF

Adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan
belum pernah dipublikasikan. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk
memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber
data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat
diperiksa kebenarannya.

Bogor, Maret 2008

Saputera
F 361 040 031
ABSTRACT

SAPUTERA. F 361040031. Characterization and Technology Process Development of


Standardized Extract of Kamandrah (Croton tiglium L.) Seed as Laxative Material. Under
Supervision of DJUMALI MANGUNWIDJAJA, SAPTA RAHARJA, L. BROTO S.
KARDONO, and DYAH ISWANTINI.

Identification and taxonomy analysis conducted at Herbarium Bogoriense at


Research Centre for Biology, Indonesian Institute of Sciences Bogor. The name of the
plant was C.tiglium L. The moisture and proximate analysis showed that the kamandrah
seed contained moisture up to 6.20%, fat 40.1%, protein 26%, carbohydrate 15,51% and
other elements such as fiber and ash.The phytochemical analysis showed that the hexane-
soluble seeds extract contained fatty acids, terpenoids and alkaloids, while the ethanol-
soluble extract of the seeds contained alkaloids, steroids, terpenoids and saponins.
Gas Chromatography (GC) analysis on hexane-soluble extract of seeds showed 17
peaks and eight of them were identified as fatty acids and nine ones were unknown. The
highest fatty acid content was linoleic acid (43.67%), oleic acid (19.98%) and myristic
acid (7.64%). Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) analysis of the hexane
soluble extract showed 32 compounds. The major compound according to MS data F29 is
predicted as 9,12-octadecadienoic acid being suggested to be an essential fatty acid and
used in cosmetic as emollient for dry skin. The ethanol-soluble extract showed 25 major
peaks, indicating its secondary metabolite constituents. The mass spectra that gave the
major compound with MW 228. According to the mass spectra data F10 is predicted as
tetradecanoic acid.
The test result of the treatment to mice showed the ED50 was at 0.027 ml or equal
to 0.8 g/kg body weight. The highest mortality number was at the dosage of 0.2 ml/28 g
of body weight (5.93 g/kg bw). The Thompson and Weil analysis showed the LD50 was at
0.0707 equals to 2.097 g/kg bw. Safety limit is the range of dosage that cause the lethal
effect and the dosage that gives the intended effect. According to Loomis the safety limit
was represented by the comparison of LD50/ED50. Calculation result for the extract safety
limit was LD50/ED50=0.0707/0.027=2.7. Judging from the result, the extract can be
classified as medium toxic with narrow safety limit of 2.6 times the effective dosage.
The laxative efficacy test of ethanol extract indicated by effective dose as 0.06
ml/30 g (1.78 g/kg bw mice). Method used in development of process technology is
process synthesis method. Based on desain process, is obtained that extraction desain
process used maceration, process of development of final product. Process comparisons
of extraction done included 1) extraction process used maceration, 2) continuous process
extraction used soxhlet and 3) extraction process used percolation. The application of
standardized extract product in capsules can be used cautiously with dosage
recommendation 11.08 ml/kg bw (9.86 mg/kg bw) a day. The financial analysis value of
laxative capsulated resulted the NPV, IRR, NET B/C ratio, and payback-period of
Rp.19.715.566.000, 63.4%, 3.9 and 2 years, respectively.

Key words: Croton tiglium, tetradecanoic acid, myrictic acid, efficacy, safety test,
laxative, process technology
RINGKASAN

SAPUTERA. F 361040031. Karakterisasi Biji Kamandrah (Croton tiglium L.) dan


Pengembangan Teknologi Proses Ekstrak Terstandar Sebagai Bahan Laksatif Dibimbing
Oleh DJUMALI MANGUNWIDJAJA, SAPTA RAHARJA, L. BROTO S. KARDONO,
dan DYAH ISWANTINI.

Tanaman kamandrah merupakan salah satu tanaman obat yang terdapat di wilayah
Indonesia. Di Daerah Kalimantan Tengah, biji Croton tiglium banyak dimanfaatkan
masyarakat, sebagai pencahar. Walaupun demikian pengetahuan masyarakat sekitar akan
penggunaan tanaman ini sebagai obat laksatif, hanya sebatas informasi turun temurun
belum diketahui dosis dan kandungan bahan aktif yang terdapat dalam tanaman tersebut.
Identifikasi dan evaluasi taksonomi dilakukan oleh lembaga Pusat Penelitian
Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor, menunjukkan bahwa
tanaman yang diteliti dengan nama latin Croton tiglium L.
Dari hasil analisis ekstrak heksana terdapat 17 puncak, dari ke-17 puncak tersebut
yang teridentifikasi ada 8 puncak selebihnya tidak teridentifikasi dengan prosentase
besarnya kandungan komponen asam lemak yang berbeda pula. Dari ketujuh belas
puncak tersebut asam linoleat merupakan komponen terbanyak mencapai 43.67% dalam
biji Croton tiglium hasil ekstrak heksana bila dibandingkan dengan komponen asam
lemak lainnya, seperti asam oleat dan asam miristat yang hanya mencapai 19.98% dan
7.64% .
Hasil analisis GC-MS dengan dilengkapi penelusuran Library pada ekstrak
heksana terdapat 32 senyawa. Komponen utama dari ke 32 senyawa tersebut adalah asam
9,12-oktadek-9,12-dienoat (46.40%) muncul pada waktu retensi 73.163 menit. Asam
oktadek-9-enoat (17.13%) muncul pada waktu retensi 73.498 menit, asam 9,12-
oktadekadienoat (5.70%) muncul pada waktu retensi 70.721 menit, heksadekanoat
(10.68%) muncul pada waktu retensi 65.005, 65.132 dan 65.241 menit, asam
oktadekanoat (3.46%) muncul pada waktu retensi 74.500 menit, asam 9-oktadekanoat
(2.50%) muncul pada waktu retensi 71.130 menit. Sedangkan komponen yang lainnya
adalah alkohol, ester dan phthalate yang hanya (1.07%). Komponen utama menurut data
spektrum massa (MS) F29 diprediksi adalah senyawa asam 9,12-oktadekadienoat yang
berfungsi sebagai bahan kosmetik yang digunakan sebagai emollient (pelembab) pada
kulit kering.
Hasil analisis GC-MS total ion pada ekstrak etanol memperlihatkan 25 puncak
utama yang mengindikasikan adanya unsur metabolik sekunder. Komponen yang
terindikasi tersebut meliputi asam 11,14-ekosadienoat muncul pada waktu retensi (rt)
72,567 menit (28.28%), asam oktadek-9-enoat muncul pada waktu retensi, 72.952 menit
(15.43%), asam tetradekanoat muncul pada waktu retensi 57.235, 57.400 dan 57.933
menit (13.11%), asam 11-eikosenoat muncul pada waktu retensi 58.059, 51.625 dan
51.893 menit (6.57%), asam heksadekanoat muncul pada waktu retensi 65.077 menit
(5.62%), 9,12-oktadekadienoat muncul pada waktu retensi 65.907 dan 60.391 menit
(4.64%), asam 9-oktadekanoat muncul pada waktu retensi 74.192 dan 66.858 menit
(4.64%), asam eikosenoat muncul pada waktu retensi 61.657 dan 57.400 menit (3.38%),
asam dodekanoat muncul pada waktu retensi 48.911 menit (2.44%), dan asam dekanoat
muncul pada waktu retensi 40.127 menit (1.56%), Sedangkan komponen yang
berpengaruh lainnya adalah alkohol, ester dan benzene (14.77%). Spektrum massa
menunjukkan komponen utama dengan berat molekul (MW) 228. Kromatogram
spektrum massa pada F10 dari ekstrak pelarut etanol biji kamandrah. Dari data spectrum
F10 tersebut diprediksi adalah senyawa asam tetradekanoat, yang berfungsi sebagai
defoaming agent, dan sebagai lubrikan. Fungsi lainnya dapat digunakan sebagai bahan
laksatif. Dengan demikian maka ekstrak etanol digunakan sebagai bahan laksatif
(pencahar), karenya mengandung senyawa aktif asam tetradekanoat. Hasil pengukuran
LC-MS total ion pada ekstrak etanol memperlihatkan 10 puncak utama yang
mengindikasikan adanya unsur metabolik sekunder. Komponen yang terindikasi meliputi
Homotiramin, asam 4-(2-Hidroksithil) benzoat, Isoquanosin, 15,16-epoksi-
3,8(17),13(16),14-klerodatetraen-18, Koritenkhirin, Shikokkon;11β-Aksetoksi, Plaunol
D;12-Ac, 9,20-Dihidroksi-1,6,14-rhamnofololatrien-3,13-dien, dan Shikokkin;11β-
Aksetoksi,3-deaksetoksi.
Dari hasil percobaan penentuan dosis efektif (ED50) dari beberapa dosis
pemberian yaitu 0,06, 0,04, 0,026 dan 0,07 ml per 28 g bb mencit memperlihatkan respon
hewan uji berturut-turut 100%, 60%, 40% dan 40% dari jumlah hewan uji. Dengan
demikian dapat dikatakan semakin menurun dosis pemberian ekstrak etanol, semakin
menurun pula respon hewan uji. Hasil analisis Thompson dan Weil menunjukkan ED50
berada pada kisaran 0,027 ml setara dengan 639,5 mg/kg bb. Jumlah hewan uji yang mati
tertinggi pada pemberian dosis ekstrak biji kamandrah 0,2 ml/28 g bb (6,35 g/kg bb).
Hasil analisis menggunakan analisis Thompson dan Weil (1952) menunjukkan LD50
berada pada kisaran 0.0707 ml setara dengan 1674,5 mg/kg bb. Batas keamanan adalah
kisaran dosis antara dosis yang menimbulkan efek letal dan dosis yang menimbulkan efek
khasiat yang diinginkan. Menurut Loomis batas keamanan penggunaan ekstrak bahan
alam dilambangkan oleh perbandingan antara LD50/ED50. Dari hasil perhitungan
penentuan batas keamanan ekstrak yaitu LD50/ED50 = 0.0707/0.027 = 2.7. Hasil
perhitungan batas keamanan ekstrak biji kamandrah yang direkomendasikan dapat
dikatakan bahwa sediaan termasuk ekstrak yang bersifat toksik sedang, dengan batas
keamanan yang sempit yaitu 2.6 kali dosis efektifnya.
Metode yang digunakan dalam pengembangan teknologi proses produk sediaan
adalah metode sintesis proses. Dari hasil pemilihan proses ekstraksi menggunakan
metode maserasi, ekstraksi kontinyu menggunakan soxhlet dan perkolasi, menunjukkan
metode maserasi merupakan metode yang baik untuk dikembangkan karena
menghasilkan ekstrak dan etanol yang dapat diambil kembali lebih tinggi dari perkolasi,
disamping metode ini menggunakan suhu dibawah 60oC. Dari hasil perancangan proses
diperoleh rancangan proses ekstraksi menggunakan maserasi dan proses pengembangan
produk sediaan ekstrak terstandar dalam kapsul. Hasil aplikasi produk ekstrak terstandar
dalam kapsul dapat digunakan dengan rekomendasi dosis 11.08 ml/kg bb (9.86 mg/kg bb)
kapsul per hari. Hasil kajian finansial terhadap produk yang dihasilkan menunjukkan
bahwa perkiraan keperluan modal investasi dengan kapasitas produk 34.208.640 kapsul
per tahun dibutuhkan dana sebesar Rp 12.218.850.000-, yang diperoleh dari modal
sendiri 40% dan pinjaman bank 60% dengan tingkat suku bunga 18%. Perkiraan
pendapat usaha tahun pertama Rp. 37.765.736-, tahun ke-II 90% (Rp.42.486.453,-), dan
tahun berikutnya 100% (Rp.37.877.279.-). Adapun perolehan nilai NPV adalah Rp
19.715.566.000,-, IRR 63.4%, Net B/C rasio 3,9 dan PBP selama 2 tahun.
@ Hak Cipta milik IPB, Tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan karya.untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilimiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KARAKTERISASI BIJI KAMANDRAH (Croton tiglium L.)
DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PROSES EKSTRAK
TERSTANDAR SEBAGAI BAHAN LAKSATIF

SAPUTERA

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Doktor pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Penguji Luar Komisi

Pada Ujian Tertutup : drh. Min Rahminiwati, MS, PhD

Pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Anny Sulaswatty, M.Eng

2. Dr. Ir. Molide Rizal, MS


Judul Disertasi : Karakterisasi Biji Kamandrah (Croton tiglium L.) dan
Pengembangan Teknologi Proses Ekstrak Terstandar Sebagai
Bahan Laksatif

Nama Mahasiswa : Saputera


NRP : F361040031

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA
Ketua Anggota

L. Broto S. Kardono, PhD, APU Dr. Dyah Iswantini, P, M.Agr


Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 4 Pebruari 2008 Tanggal Lulus :


PRAKATA

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi
yang berjudul “ Karakterisasi Biji Kamandrah (Croton tiglium L.) dan Pengembangan
Teknologi Proses Ekstrak Terstandar Sebagai Bahan Laksatif”.
Tidaklah berlebihan pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terimakasih yang tulus serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir.
Sapta Raharja, DEA, L. Broto S. Kardono, PhD, APU, dan Dr. Dyah Iswantini,
M.Agr masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberi
bimbingan, arahan, saran, dan dorongan moral sehingga penulisan disertasi ini dapat
diselesaikan.
2. drh. Min Rahminiwati, MS, PhD di Laboratorium Farmakologi FKH IPB yang banyak
memberi masukan pada saat bertindak sebagai dewan penguji di ujian tertutup.
Dr.Ir.Anny Sulaswatty, M.Eng Asisten direktur urusan perkembangan matematika
dan ilmu alam dan Dr.Ir.Molide Rizal, MS peneliti Balitro Bogor atas masukan yang
disampaikan pada saat menjadi penguji ujian terbuka.
3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodipuro,MS , Ketua
Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dr.Ir.Irawadi Jamaran beserta staf
pengajar yang telah memberi ilmu dan bimbingan kepada penulis selama menimba
ilmu pengetahuan di IPB.
4. Rektor Universitas Palangka Raya Drs.Henry Singarasa,MS, Dekan Fakultas
Pertanian Prof.Dr.Ir.Salampak,MS dan Ketua Jurusan Budidaya Pertanian Ir.R.R.Sri
Endang A, MP atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk
melanjutkan jenjang pendidikan S3.
5. Tim Manajemen BPPS-Dikti atas bantuan dana pendidikan program doktor yang
diberikan kepada penulis.
6. Prof.Dr.Ir.M.Syamsul Maarif,M.Eng dan Eka Budi Rahayu yang telah memberi
fasilitas dan perhatian selama ini kepada penulis.
7. Dr.Ir. Anas M.Fauzi dan Dr.Ir.Sutrisno,M.Agr yang telah memberi rekomendasi
kepada penulis sebagai salah satu syarat studi lanjut di IPB.
8. Ucapan terima kasih juga kepada semua pihak di Laboratorium yang digunakan
selama penelitian antara lain Ir. Nina Iriani, MSc, Dr. Ir. M. Hanafi, MSc, Drh.Dwi
Indah, Ngadiman, Bu Puspa dan Lala di Laboratorium Kimia Terapan LIPI Serpong.
Bu Hj. Sri Mulyasih, Bu Rini, Bu Ega, Pak Sugi, Pak Diky di laboratorium
Pengawasan Mutu Fateta IPB. Mba Salina, dan Mba Susi di Laboratorium Pusat Studi
Biofarmaka IPB. Pak Edi di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan
IPB yang banyak memberi saran dan masukan dalam pengujian ekstrak yang
digunakan.
9. Ayahnda H.M.Mardi (Alm) dan Bunda Hj. Noor’ani, Ayah Mertua H. Basran (Alm)
dan Ibu Mertua Hj. Lamsiah (Alm), kecintaan dan rasa hormat penulis
persembahkan ucapan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang dalam atas segala
do’a dan pengorbanannya yang tiada tara.
10. Istri tercinta Hj. Norjanah dan anakku tersayang M. Ikhwan Rizky Saputera, M.
Rinaldi Saputera, dan Akhmat Hafiz Fahlevi Saputera yang selalu membuatku
bahagia dalam suka dan duka, ku ucapkan terima kasih atas pengorbanan yang telah
diberikan kalian selama ini. Begitu juga diucapkan terimakasih kepada kanda Drs.
Satha Gunawan, dinda M. Daruri, SP, dinda Anissa Faridah, SP dan Pamanda
Amiruddin, St.Sarhiyah, Abdusamad (Alm), Zainal Abidin, Hatif Sarbini,SPd,
Hj.St.Kamariyah,SPd serta Hj.Megawati suami/istri yang telah memberikan
dokongan moril maupun material sehingga perjuangan ini dapat terselesaikan Kakak
dan adik ipar H.Salafudin, Saudah,S.Si dan H.A.Saufi suami istri.
Demikian juga kepada rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu penulis
selama mengikuti pendidikan sampai selesainya disertasi ini, dihaturkan banyak terima
kasih. Akhirnya semoga disertasi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
dan masyarakat luas.
Bogor, Maret 2008

Saputera
RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Barito Selatan, Kabupaten Barito Timur, Propinsi Kalimantan


Tengah, tanggal 02 Nopember 1962. Anak ke-2 dari 4 orang bersaudara dari pasangan M.
Mardi (Alm) dan Hj. Nor’aini. Setelah menyelesaikan SD, SMP dan SMA di Tamiang
Layang tahun 1983, melanjutkan pendidikan di Fakultas Non Gelar Teknologi
Universitas Palangka Raya (1983 - 1987).
Pada tahun 1988 bekerja di PT.Tanjung Raya Timber Group dan tahun 1990
bekerja di PT.Yohanes Arnold Pisy Banjarmasin. Melanjutkan studi S1 di Jurusan
Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang tahun
(1990-1992). Diterima sebagai staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Palangka
Raya (UNPAR) tahun 1994 sampai sekarang. Studi S2 dengan biaya BPPS pada
Program Studi Teknologi Pasca Panen IPB Bogor tahun (1996-1998). Pada tahun 2004
melanjutkan studi S3 ke Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB Bogor juga
dengan biaya dari BPPS.
Penulis menikah pada tanggal 14 Agustus 1994 dengan Hj. Norjanah yang
sekarang dikarunia 3 orang anak yaitu M. Ikhwan Rizky Saputera, M. Rinaldi Saputera,
dan A. Hafiz Fahlevi Saputera.
Selama mengikuti Program S3, publikasi ilmiah yang dihasilkan : (1) Saputera,
Djumali Mangunwidjaja, Sapta Raharja, L,Broto S. Kardono dan Dyah Iswantini.
2006.Gas Chromatography and Gas Chromatography-mass Spectrometry Analysis of
Indonesian Croton tiglium Seed. Journal of Applied sciences 6 (7): 1576-1580, 2006. (2)
Saputera, Djumali Mangunwidjaja, Sapta Raharja, L,Broto S. Kardono dan Dyah
Iswantini. 2008. Characteristics, Efficacy and Safety Testing of Standardized Extract of
Croton tiglium Seed from Indonesia as Laxative Material. Journal of Biological Sciences
11 (4): 618-622, 2008. Penerima Hibah/Reward : (1) penerbitan artikel ilmiah pada
jurnal Internasional dari Dirjen Dikti, November 2006, dan (2) pemenang I lomba karya
tulis katagori mahasiswa mewakili IPB berjudul ”Prospektif Umbi Gadung Sebagai
Bahan Baku Bioetanol” dari PT Ford Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Negara
Ristek, PT Malindo, Sampoerna Foundation dan Masyarakat Energi Terbarukan (METI),
Juli 2007.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI……………………………………………………………………… xi
DAFTAR TABEL………………………………………………………………… xiii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………… xv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………… xviii
I. PENDAHULUAN……………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang……….………………………………………………..... 1
B. Tujuan Penelitian ..…………………………………………………….... 4
C. Hipotesis……………………………………………………………….... 4
D. Ruang Lingkup Penelitian……………………………………………...... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………. 6
A. Tanaman Kamandrah (Croton tiglium L.) ……………………................. 6
1. Khasiat Tanaman Kamandrah………………………………………… 8
2. Karakteristik Tanaman Kamandrah…………………………………… 10
B. Optimasi Proses Ekstraksi........................................................................... 12
1. Ekstraksi Metode Maserasi……………………......….……………..... 12
2. Metode Permukaan Respon (Respon Surface Methodology).......…….. 16
C. Kandungan Bahan Aktif Berkhasiat Sebagai Laksatif............................... 18
1. Tinjauan Fitokimia Dalam Bahan Tanaman….......…............................ 18
2. Uji Toksisitas Terhadap Hewan Uji....................................................... 23
D. Sediaan Bahan Aktif Sebagai Laksatif....................................................... 24
1. Mekanisme Laksansia Sebagai Bahan laksatif (pencahar)..................... 24
2. Bahan Laksatif Produk Farmasi Yang Dijual Dipasaran.................…... 26
E. Pengembangan Proses Ekstrak Terstandar............................................. .... 29
1. Perancangan Proses................................................................................. 29
2. Metode Perancangan Proses.................................................................... 29
3. Kelayakan Teknis dan Ekonomis Perancangan Proses........................... 32
III. METODOLOGI PENELITIAN.……………………………………………. 35
A. Waktu dan Tempat…………………………………………………….... 35
B. Bahan dan Alat………………………………………………………...... 35
C. Metode Penelitian……………………………………………………...... 36

xi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………. 65
A. Evaluasi Taksonomi dan Penentuan Kandungan Proksimat........................ 65
1. Evaluasi dan Identifikasi Taksonomi ..................................................... 65
2. Penentuan Kandungan Proksimat Biji Kamandrah
(Croton tiglium L).................................................................................. 66
B. Optimasi Proses Ekstraksi Pada Pelarut Heksana dan Etanol..................... 69
1. Penentuan Faktor-faktor Yang Berpengaruh.......................................... 70
2. Optimasi Proses Ekstraksi Untuk Memperoleh Ekstrak Heksana.......... 74
3. Optimasi Proses Ekstraksi Untuk Memperoleh Ekstrak Etanol............. 80
C. Identifikasi dan Karakterisasi Senyawa Aktif Ekstrak Biji
Kamandrah Sebagai Laksatif..................................................................... 85
1. Uji Fitokimia Pada Hasil Ekstrak Heksana dan Etanol.......………....... 85
2. Analisis Komponen Lemak Menggunakan
Gas Chromatography (GC). …………………………………….......... 88
3. Analisis Spektroskopi Gas Chromatography-Mass Spectrometry
(GC-MS) Pada Ektrak Heksana.......…………………………………... 90
4. Analisis Spektroskopi Gas Chromatography-Mass Spectrometry
(GC-MS) Pada Ektrak Etanol.......……….…………………………… 92
5. Analisis Spektroskopi Liquid Chromatography-Mass Spectrometry
(GC-MS) Pada Ektrak Etanol.............………………………………... 95
6. Uji Toksisitas Ekstrak Heksana dan Etanol Menggunakan
Uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)…............................................ 96
D. Menentuan Khasiat dan Keamanan Ekstrak Terstandar .............................. 103
1. Uji Khasiat Hasil Ekstrak Sebagai Bahan Laksatif……..………….... 103
2. Uji Batas Keamanan Ekstrak Sebagai Bahan Laksatif......................... 110
E. Pengembangan Teknologi Proses Produk Sediaan..................................... 112
1. Proses Ekstraksi Senyawa Aktif dari Biji Kamandrah......................... 114
2. Penentuan Produk Akhir Ekstrak Terstandar........................................ 119
3. Analisis Kelayakan Teknis dan Ekonomis............................................ 133
V. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………......….. 141
A. Kesimpulan………………………………………………………………... 141
B. Saran……………………………………………………………………..... 142
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….... 143
LAMPIRAN…………………..……………………………………....………….... 150
xii
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Peningkatan Ekspor dan Pasar Lokal Obat Tradisional Asli Indonesia............. 1

2. Titik Didih dan Polaritas Beberapa Jenis Pelarut Organik.................…............ 14

3. Penilaian Dosis Letal Akut (LD50) pada Hewan Percobaan ………….………. 23

4. Peubah, Kode dan Taraf Kode pada Proses Maserasi Menggunakan


Pelarut Heksana..................................................................…............….……… 40

5. Matrik Rancangan Percobaan 2 Faktor Respon Hasil Ekstrak Etanol


Terhadap Waktu maserasi dan Rasio Bahan/pelarut…………………………. 42

6. Peubah, Kode dan Taraf Kode pada Proses Maserasi Menggunakan


Pelarut Etanol................................................................................……………. 43

7. Rancangan Percobaan 2 Faktor Respon Hasil Ekstrak


Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut…………….. 44

8. Kondisi, Spesifikasi, dan Program Pengaturan Gas Chromatography Mass-


Spectrometry (GC-MS)……………..................................................………… 46

9. Kondisi, Spesifikasi, dan Program Pengaturan Gas Chromatography Mass-


Spectrometry (GC-MS)………….................................................…………… 48

10. Kondisi, Spesifikasi, dan Program Pengaturan Liquid Chromatography Mass-


Spectrometry (LC-MS)…………………………………................................. 50

11. Hasil Penapisan Fitokimiawi Biji Kamandrah (Croton tiglium L.)…………... 85

12. Komponen Asam Lemak Hasil Ekstrak Heksana pada


Biji Kamandrah……………………………………………………………….. 89

13. Hasil Uji Toksisitas Menggunakan Metode (BSLT) Terhadap Larva


Udang Artemia salina pada Ekstrak Heksana ...................................................... 98

14. Hasil Uji Toksisitas Menggunakan Metode (BSLT) Terhadap Larva


Udang Artemia salina pada Ekstrak Etanol.......................................................... 98

15. Hasil Ekstrak, Uji Fitokimiawi, Analisis GC-MS dan Uji


Toksisitas Terhadap Ekstrak Heksana dan Etanol……………………………. 101

16. Dosis Penggunaan dari Biji dan Hasil Ekstrak Terstandar................................. 118

17. Kriteria Keputusan untuk Penentuan Produk...................................................... 120

18. Skor Calon Produk untuk Setiap Kriteria............................................................ 121


xiii
19. Beberapa Parameter Proses Ekstrak Terstandar Sebagai Bahan Laksatif........... 129

20. Kriteria Kelayakan Investasi Pendirian Industri Ekstrak Terstandar yang


Bersumber dari Ekstrak Biji Kamandrah…........................…………………...... 139

21. Hasil Analisis Sensitivitas Pendirian Industri Ekstrak Terstandar yang


Bersumber dari Ekstrak Biji Kamandrah………………...........................…...... 140

xiv
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Tanaman Kamandrah (Croton tiglium L.)……………………………………… 7

2. Diagram Pohon Industri Tanaman Kamandrah.…......................………………. 8

3. ((4α,9α,12β,13α)-pentahidroksi-1,6-tigliadien-3-one
(Dictionary of Natural Products, 1982)......................................……………….. 11

4. 6-Amino-9-β-D-ribofururanosil-9H-purin-2(1H)-one,8Cl.
(Dictionary of Natural Products, 1982)………………………………………... 11

5. 6-Amino-9-β-ribofuranosil-9H-purin-2 (1H)-one,8Cl. 9-β-ribofurano


silisoguanin (Dictionary of Natural Products, 1982)........................................... 12

6. Jalur Biosintesis Flavonoid dalam Tumbuhan (Gottlich, 1980).………………. 20

7. Cara Kerja Pencahar dalam Usus (Smith, 1982)……………………………… 25

8. Struktur Kimia Dulkolak@ (Wilson dan Gisvold, 1982)..............…………….. 27

9. Struktur Kimia Dorbane (Wilson dan Gisvold, 1982)..............………………... 28

10. Struktur Kimia Reglan@ (Wilson dan Gisvold, 1982)..............................…..… 29

11. Daerah Penghasil Bahan Baku Tanaman Kamandrah (Croton tiglium L.)
Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah...........................................……. 35

12. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian……………………………….…………. 37

13. Uji Khasiat Ekstrak Biji Kamandrah Terhadap Hewan Uji Mencit.................... 53

14. Diagram Alir Proses Ekstrak Senyawa Aktif Menggunakan Metode


Maserasi............................................................................................................... 58

15. Proses Ekstraksi Menggunakan Soxhlet ............................................................. 61

16. Diagram Alir Proses Ekstraksi Kontinyu Menggunakan Soxhlet....................... 62

17. Proses Ekstraksi Secara Perkolasi....................................................................... 63

18. Diagram alir Proses Ekstraksi Menggunakan Perkolasi..................................... 64

19. Penampakan (a) Buah dan (b) Biji Kamandrah (Croton tiglium L.)………….. 65

xv
20. Hasil Analisis Kadar Air dan Kandungan Proksimat Biji Kamandrah……….. 68

21. Pengaruh Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut Terhadap Hasil


Ekstrak Heksana………………………………………………………………. 71

22. Pengaruh Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut Terhadap Hasil


Ekstrak Etanol…………………………………………………………………. 72

23. Gambar Sisa Uji Kenormalan Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap
Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut……………………………………. 77

24. Respon Permukaan Hasil Ekstrak Heksana Terhadap


Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut………………………………….... 78

25. Gambar Garis Bentuk Optimasi Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap
Waktu aserasi dan Nisbah Bahan/pelarut…..…………………………………. 79

26. Gambar Sisa Uji Kenormalan Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap
Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut……………………………..…...… 82

27. Respon Permukaan Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu


Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut……………………………………….…… 83

28. Gambar Garis Bentuk Optimasi Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap
Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut.….....................................……… 84

29. Hasil Kromatogram Gas Cromatography (GC) Kadar Lemak Biji


Kamandrah (Croton tiglium L.)………………………………………………. 88

30. Total Ion GC-MS Ekstrak Kasar n-Heksana……………………..………........ 91

31. Frakmentasi Ion F29 Ekstrak Heksana pada Biji Kamandrah


(Croton tiglium L.)……………………………………………………………. 92

32. Total Ion Kromatogram GC-MS Ekstrak Etanol….............…………………… 93

33. Frakmentasi Ion F10 Ekstrak Etanol pada (Croton tiglium L.)……………… 94

34. Total Ion Kromatogram LC-MS Ekstrak Etanol................................................ 95

35. Fragmentasi Spektrum Massa dari Senyawa Ekstrak Etanol pada


Croton tiglium..................................................................................................... 96

36. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Transit Intestinal........................................ 104

37. Panjang Usus Pada Beberapa Perlakuan Pemberian Dosis Ekstrak………….... 105

38. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Jumlah Feces ............................................ 107

39. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Bobot Feces.............................................. 107

xvi
40. Penampakan Bobot dan Jumlah Feces Beberapa Perlakuan
Pemberian Dosis Ekstrak…………………………………………………….... 108

41. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Respon Positif Hewan Uji........................ 110

42. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Jumlah Mencit Yang Mati........................ 111

43. Teknologi Proses (Mangunwidjaja dan Suryani, 2002)...................................... 113

44. Diagram Alir Proses Ekstraksi Senyawa Aktif Menggunakan Metode


Maserasi............................................................................................................. 115

45. Penampakan Bentuk Sediaan Kapsul Hasil Ekstrak Terstandar........................ 122

46. Penampakan Produk Kapsul dalam Botol Kemasan........................................... 124

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil Identifikasi/determinasi Tumbuhan………………………………… … 150

2. Prosedur Analisis Kadar Air dan Proksimat…………………………..……… 151

3. Pengaruh Waktu Maserasi (hr) dan Nisbah Bahan/pelarut (g/ml) Terhadap


Perolehan Hasil Ekstrak Heksana .........……………………………...………. 154

4. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Waktu Maserasi (hari) dan Nisbah


Bahan/pelarut (g/ml) Terhadap Perolehan Hasil Ekstrak Heksana........…..….. 154

5. Pengaruh Waktu Maserasi (hr) dan Nisbah Bahan/pelarut (g/ml) Terhadap


Perolehan Hasil Ekstrak Etanol ........……………………….……………….. 155

6. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Waktu Maserasi (hari) dan Nisbah


Bahan/pelarut (g/ml) Terhadap Perolehan Hasil Ekstrak Etanol.........……….. 155

7. Matrik Orde Pertama Respon Hasil Ekstrak Heksana (g)


Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut.………………………. 156

8. Hasil Analisis Ragam Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap


Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut…………………………………. 156

9. Analisis Varian Ordo Pertama Respon Hasil Ekstrak Heksana (g)


Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut……………..…..……. 156

10. Hasil Analisis Nilai Estimasi, Standar Deviasi dan t Value Respon
Hasil Ekstrak Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan
Nisbah Bahan/pelarut…………………………………………………..……. 157

11. Hasil Uji Penyimpangan Model Pengaruh Waktu Maserasi


dan Nisbah Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Heksana……..…...…..… 157

12. Hasil Percobaan Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap


Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut……………………………..…... 157

13. Hasil Analisis Ragam Respon Hasil Ekstrak Heksana


Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut…………………..…… 158

14. Hasil Analisis Nilai Estimasi, Standar Deviasi dan t Value Respon
Hasil Ekstrak Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah
Bahan/pelarut…………………………………………………………….…… 158

xviii
15. Hasil Uji Penyimpangan Model Pengaruh Waktu Maserasi
dan Nisbah Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Heksana…..………… 158

16. Analisis Kanonik Pengaruh Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut


Terhadap Hasil ekstrak Heksana.........……………………………..……… 159

17. Matrik Orde Pertama Respon Hasil Ekstrak Etanol (g)


Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut…….……...………. 160

18. Hasil Analisis Ragam Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap


Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut………………………………. 160

19. Analisis Varian Ordo Pertama Proses Optimasi Pengaruh Penggunaan


Pelarut Etanol Terhadap Hasil Ekstrak.........………......………………….. 160

20. Hasil Analisis Nilai Estimasi, Standar Deviasi dan t Value


Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu
Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut……………………………….….…… 161

21. Hasil Uji Penyimpangan Model Pengaruh Waktu Maserasi


dan Nisbah Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Etanol….………...…… 161

22. Hasil Percobaan Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu


Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut…………………..……………….…… 161

23. Hasil Analisis Ragam Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap


Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut…………………………….….. 162

24. Hasil Analisis Nilai Estimasi, Standar Deviasi dan t Value


Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu
Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut………………………….…….……… 162

25. Hasil Uji Penyimpangan Model Pengaruh Waktu Maserasi


dan Nisbah Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Etanol….………..……. 162

26. Analisis Kanonik Pengaruh Waktu Maserasi dan Rasio Bahan/pelarut


Terhadap Hasil ekstrak Etanol.........…………………………….…………. 163

27. Data Total Ion Gas Cromatography Mass-Spectrometry


(GC-MS) Terhadap Ekstrak Kasar n-Heksana .………………………….. 164

28. Data Total Ion Kromatogram Gas Cromatography Mass-Spectrometry


(GC-MS) Terhadap Ekstrak Etanol………………………..………………. 165

29. Data Kromatogram Liquid Cromatography (LC) Terhadap


Ekstrak Etanol............................................................................................... 165

30. Data Pengamatan dan Hasil Perhitungan Uji Toksisitas Ekstrak Heksana
Terhadap Larva Udang Artemia salina……………………………...……… 166

xix
31. Persamaan Garis dengan Metode Regresi Linier Ekstrak Heksana
Terhadap Larva Udang Artemia salina…………………...……………….... 166

32. Penentuan Nilai LC50 Ekstrak Heksana Menggunakan Persamaan


Garis Regresi Linier………………………………………………………… 167

33. Data Pengamatan dan Hasil Perhitungan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol
Terhadap Larva Udang Artemia salina……………………………...……… 168

34. Persamaan Garis dengan Metode Regresi Linier Ekstrak Etanol


Terhadap Larva Udang Artemia salina…….............……….......................... 168

35. Penentuan Nilai LC50 Ekstrak Etanol Menggunakan Persamaan Garis


Regresi Linier……………………………………………………………….. 169

36. Pengaruh Pemberian Beberapa Perlakuan Terhadap Karakteristik Feces…... 170

37. Pengaruh Pemberian Beberapa Perlakuan Terhadap Total Jumlah Feces….. 170

38. Pengaruh Pemberian Beberapa Perlakuan Terhadap Total Bobot Feces …... 171

39. Resume uji Mann Whitney terhadap karakteristik Feces…………………... 171

40. Hasil Perhitungan Menggunakan Mann-Whitney Test and Cl………….…… 172

41. Hasil Uji Dosis Efektif (ED50) Terhadap Hewan Uji Mencit………………. 175

42. Hasil Uji Dosis Lethal (LD50) Terhadap Hewan Uji Mencit……………….. 175

43. Neraca Massa Proses Pembuatan Ekstrak dan formulasi Kapsul…………… 176

44. Nisbah Daerah Permukaan dari Beberapa Hasil Laboratorium pada hewan
dan Manusia.................................................................................................... 177

45. Diagram Alir Rancangan Proses Ekstraksi dan Proses Produk Sediaan........ 178

46. Perkiraan Biaya Investasi Industri Jamu Pencahar ……………………….. .. 179

47. Perhitungan Penyusutan Bangunan, Mesin dan Peralatan,


Fasilitas, dan Kendaraan…………………………………………...………… 181

48. Rincian Biaya Lain-lain……………………………………………………… 184

49. Rincian Biaya Administrasi …………………………………………………. 184

50. Rincian Biaya Tetap ……………………………………………………….. 185

51. Rincian Biaya Tidak Tetap…………………………………………………... 185

52. Rincian Biaya Tidak Tetap ………………………………………………..... 186

xx
53. Rincian Biaya Tenaga Kerja……………………………………………….... 186

54. Rincian Total Nilai Buku dan Penyusunan ……………………………….. 187

55. Harga Pokok Produksi (HPP) ……………………………………………. 188

56. Rincian Kebutuhan Biaya bahan baku, bahan pembantu, dan kemasan…… 189

57. Proyeksi Penjualan Produk………………………………………………… 190

58. Proyeksi Arus Kas ………………………………………………………… 190

59. Proyek Rugi Laba…………………………………………………………… 191

60. Kriteria Investasi …………………………………………………………… 192

61. Perhitungan Break Event Point (BEP) …………………………………… 193

62. Perkiraan Rugi Laba untuk Kenaikan Bahan Baku, Input sebesar 10% … 194

63. Perkiraan Arus Kas untuk Kenaikan Bahan baku, Input, dan
Utilitas sebesar 10% ……………………………………………………… 195

64. Kriteria Investasi untuk Kenaikan Bahan Baku, Input dan


Utilitas sebesar 10% …………………………………………………….. 196

65. Penerimaan Proyek untuk Kenaikan Bahan Baku, Input dan


Utilitas sebesar 15 % ……………………………………………………… 197

66. Perkiraan Rugi Laba untuk kenaikan bahan baku, input dan
utilitas sebesar 15% ……………………………………………………… 198

67. Perkiraan Arus Kas untuk Kenaikan Bahan Baku, Input dan
Utilitas sebesar 10% ……………………………………………………… 199

68. Kriteria Investasi untuk kenaikan bahan baku, input dan


utilitas sebesar 10% ……………………………………………………… 200

69. Penerimaan Proyek untuk Kenaikan Bahan Baku, Input dan


Utilitas sebesar 15% …………………………………………………… 201

70. Perkiraan Rugi Laba untuk Penurunan Harga Jual


sebesar 10% ……………………………………………………………… 202

71. Perkiraan Arus Kas untuk Penurunan Harga Jual sebesar 10% ………….. 203

72. Kriteria Investasi untuk Penurunan Harga Jual sebesar 10% …………….. 204

xxi
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara besar yang memiliki tumbuhan obat di

dunia dengan keanekaragaman hayati tertinggi kedua setelah Brazil. Dari 40.000 jenis

flora yang ada di dunia sebanyak 30.000 jenis dijumpai di Indonesia dan 940 jenis

diantaranya diketahui berkhasiat sebagai obat yang telah dipergunakan dalam

pengobatan tradisional secara turun-temurun oleh berbagai etnis di Indonesia.

Keanekaragaman hayati ini merupakan aset nasional yang bernilai tinggi untuk

pengembangan industri tanaman obat di dunia (Anonim, 1993). Akhir-akhir ini

kecenderungan pola hidup kembali ke alam (back to nature) dengan keyakinan bahwa

mengkonsumsi obat alami relatif lebih aman dibandingkan dengan obat sintetik, maka

berdampak tingginya permintaan dunia akan obat alami sehingga prospek pasar

tumbuhan obat Indonesia di dalam maupun luar negeri semakin besar peluangnya.

Kondisi tersebut terlihat dari peningkatan nilai ekspor dan pasar lokal obat tradisional

asli Indonesia seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Peningkatan Ekspor dan Pasar Lokal Obat Tradisional Asli Indonesia
Ekspor Pasar Lokal
Tahun US$ Jumlah Jumlah (Triliun)
Negara Tujuan Perusahaan
2001 71.61 59 26 1.3
2002 97.98 71 31 1.5
2003 98.00 89 29 2.0
2004 101.5 62 37 2.3
2005 112.2 81 42 2.9
Sumber : Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI (2006)

Menurut Kardono (1991) tumbuhan obat Indonesia banyak menarik para

peneliti negara-negara industri, terutama dalam kaitannya dengan penemuan senyawa-

senyawa bioaktif yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan obat

untuk industri. Para peneliti dari Jepang, Perancis , Belanda, Australia, Jerman, Swiss,
2

Amerika Serikat dan Inggris sangat aktif dalam meneliti tumbuhan obat Indonesia.

Peneliti dari Jepang sangat dominan, lebih dari 60% penelitian dilakukan oleh mereka.

Tanaman kamandrah (Croton tiglium L.) merupakan salah satu tanaman obat

yang terdapat di wilayah Indonesia. Setiap daerah mempunyai nama daerah sendiri

untuk tanaman ini. Di daerah Kalimantan Tengah, biji tanaman kamandrah (Croton

tiglium L.) banyak dimanfaatkan masyarakat, karena dipercaya mempunyai khasiat

sebagai obat pencahar (Sangat et al., 2000). Dengan memakan seperempat bagian

bijinya, akan mempercepat buang air besar, sehingga biji tanaman kamandrah (Croton

tiglium L.) ini dapat digunakan pula sebagai obat sembelit. Walaupun demikian

pengetahuan masyarakat sekitar penggunaan tanaman ini sebagai tanaman obat hanya

sebatas informasi turun temurun belum diketahui dosis dan kandungan bahan aktif yang

terdapat dalam tanaman tersebut. Tanaman ini bila dieksplorasi dan dimanfaatkan tidak

menutup kemungkinan dapat menjadi produk bahan baku industri farmasi, sehingga

mempunyai nilai tambah dalam pengembangan agroindustri di daerah asalnya.

Sebagian besar ramuan tradisional yang telah dikembangkan melalui seleksi

alamiah, dalam pemakaiannya ternyata belum cukup untuk memenuhi persyaratan

ilmiah bagi pengobatan modern. Agar pemakaian obat tradisional dapat dipertanggung

jawabkan, perlu dilakukan berbagai penelitian, baik untuk mencari komponen aktifnya

maupun untuk menilai efektivitas khasiat (efficacy) dan keamanannya (safety). Namun,

penelitian untuk menenukan komponen aktif dalam bentuk senyawa tunggal dalam obat

tradisional memakan waktu yang lama dan biaya yang tinggi, serta memerlukan

peralatan yang canggih. Tanaman obat merupakan komoditas yang spesifik karena

peryaratan mutu yang diterapkan mengacu pada kandungan senyawa aktif yang

berkhasiat obat. Secara keilmuan, kebanyakan senyawa-senyawa berkhasiat obat yang

diperoleh dari tanaman dikelompokan dalam golongan metabolit sekunder dari tanaman

yang bersangkutan (Jamaran, 1995).


3

Dari hasil penelusuran patent dan jurnal ternyata tidak ada patent dan jurnal

mengenai bahan aktif biji Croton tiglium yang digunakan sebagai bahan pencahar

(laksatif). Demikian juga tidak ada patent dan jurnal yang menghubungkan antara

penyakit sembelit yang diakibatkan oleh susah buang air besar dengan penggunaan biji

Croton tiglium. Telah ditemukan tentang ekstrak Croton, dari ke dua puluh patent dan

jurnal tersebut hanya ada 2 (020816 tgl 12 Desember 2001 dan 085848 tgl 27 Pebruari

2002) yang berisi ekstrak Euphorbiaceae (antara lain Croton tiglium), tetapi khasiat

(efficacy) yang ditelaah adalah sebagai anti kanker.

Untuk menilai apakah suatu bahan tumbuhan layak digunakan sebagai obat

maka bahan tersebut harus aman (tidak beracun) dan berkhasiat. Batas keamanan suatu

obat ditetapkan dalam suatu indek/koefisien yang disebut indeks terapeutik atau luas

terapeutik. Indeks terapi suatu obat merupakan ukuran keamanan antara efek terapi dan

efek toksik. Makin besar indeks terapi suatu obat maka makin aman obat tersebut

(Dipalma, 1971;Mutcshler, 1986).

Dalam perkembangan industri farmasi saat ini khususnya obat asli Indonesia,

penggolongan obat tradisional dibagi menjadi empat kelompok yaitu (1) jamu, (2)

ekstrak terstandar, (3) fitofarmaka, dan (4) suplemen/nutrasetikal. Kelompok yang

menjadi kajian dalam penelitian ini adalah obat tradisional yang berasal dari ekstrak

terstandar. Menurut Badan POM (2005), ekstrak terstandar adalah hasil ekstrak dari

bahan alam secara praklinis dalam penggunaannya ekstrak tersebut telah teruji

efektivitas khasiat (efficacy) dan keamanannya (safety).

Pembuatan sediaan ekstrak terstandar sebagai obat laksatif dari biji tanaman

kamandrah (Croton tiglium L.) merupakan salah satu alternatif untuk memanfaatkan

tanaman tersebut menjadi tanaman yang mempunyai nilai tambah secara ekonomi.

Menurut Anonim (1982), agar menjadi bahan ekstrak terstandar harus memenuhi
4

persyaratan antara lain: kebenaran dan khasiatnya terjamin, keseragaman komponen

aktif dan keamanannya baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Mengantisipasi tuntutan tersebut, adalah merupakan conditio sine qua non

(syarat mutlak) bagi Indonesia pada umumnya dan daerah pada khususnya untuk

menguasai teknologi sehingga dapat meningkatkan nilai tambah secara kompetitif.

Dengan demikian teknologi proses menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam rangka

pengembangan iptek untuk industrialisasi secara umum, dan agroindustri pada

khususnya.

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi informasi tentang karakteristik

bioaktif biji kamandrah dan pengembangan teknologi proses ekstrak terstandar sebagai

bahan laksatif, sehingga pada akhirnya akan dapat meningkatkan nilai tambah dari

produk yang dihasilkan.

B. Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak biji kamandrah sebagai

bahan laksatif.

2. Mendapatkan dosis ekstrak biji kamandrah yang efektif sebagai bahan laksatif.

3. Menghasilkan teknologi proses produk sediaan dan analisis kelayakan finansial

terhadap produk yang dihasilkan.

C. Hipotesis

1. Senyawa aktif dari hasil ekstrak etanol biji kamandrah diduga mempunyai khasiat

sebagai bahan laksatif.

2. Dosis ekstrak etanol biji kamandrah yang tepat diduga mempunyai

pengaruh yang efektif, aman dan berkhasiat sebagai bahan laksatif.


5

3. Hasil formulasi ekstrak etanol biji kamandrah dengan bahan tambahan lain,

memungkinkan untuk di aplikasikan dalam bentuk ekstrak terstandar berbentuk

kapsul.

4. Secara finansial industri ekstrak terstandar biji kamandrah sebagai bahan laksatif

layak untuk dikembangkan secara komersial.

D. Ruang Lingkup Penelitian

1. Evaluasi taksonomi dan penentuan kandungan proksimat biji kamandrah.

2. Identifikasi dan karakterisasi senyawa aktif ekstrak biji kamandrah sebagai bahan

laksatif.

3. Penentuan dosis efektif khasiat dan keamanan ekstrak terstandar sebagai bahan

laksatif.

4. Pengembangan teknologi proses dan formulasi ekstrak terstandar sebagai bahan

laksatif dalam bentuk kapsul.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Kamandrah (Croton tiglium L.)

Tanaman kamandrah (Croton tiglium L.) banyak terdapat di daerah Kalimantan

Tengah. Kamandrah merupakan nama lokal untuk daerah Kalimantan Tengah, di

daerah lain tanaman ini disebut Simalakian (Sumatera Barat), ada, ceraken (Jawa),

roengkok (Sumatera Utara), semoeki (Ternate), Kowe (Tidore). Menurut Hutapea

(1994), tanaman kamandrah diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Croton

Spesies : Croton tiglium L.

Tanaman kamandrah (Croton tiglium L.) merupakan tanaman semak, pohon

kecil atau perdu, tinggi antara 5-24 m. Batang tanaman kamandrah tegak, bulat,

berambut dan berwarna hijau. Daun tanaman dicirikan pada bagian pangkal daun

tepinya bergerigi, berseling, lonjong, pada bagian ujung runcing, pangkal membulat,

berdaun tunggal, panjang daun 3-4,5 cm, lebar 1-3,5 cm, tangkai silendris, panjang 2-

2,5 cm, pertulangan menyirip dan berwarna hijau. Bunganya dicirikan berbentuk

majemuk, bentuk bulir, diujung batang, kelopak membulat, bertoreh, warna hijau,

benang sari banyak, putih kekuningan, kepala putik bulat, kuning, mahkota bentuk

corong kuning. Buah berbentuk kotak, bulat, dengan diameter ± 0,5 cm, dan berwarna

hijau. Biji tanaman ini berbentuk bulat telur, kecil, dan berwarna hitam. Akar termasuk

akar tunggang, dan berwarna putih kotor.


7

Menurut Heyne (1988), untuk membudidayakan tanaman kamandrah ini tidak

terlalu sukar. Perbanyakan tumbuhan ini dengan bijinya sangat mudah dan untuk

pertumbuhannya tidak memerlukan persyaratan khusus, sehingga biji kamandrah

(Croton tiglium L.) yang disebarkan ke permukaan tanah persemaian umumnya dapat

tumbuh dengan baik.

Tumbuhan ini berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Setiap batang tanaman

dapat menghasilkan 4-5 kg buah per tahun. Menurut Duke (1983) tumbuhan ini dapat

dipanen pada bulan Nopember sampai dengan Desember. Setiap tahunnya tanaman ini

dapat menghasilkan buah mencapai 200 – 750 kg biji/ha. Penyebaran tanaman

kamandrah didunia cukup luas mulai dari India, Cina terus ke Asia tenggara. Pada

umumnya tumbuh liar di hutan-hutan campuran pada ketinggian 1.500 m dari

permukaan laut. Adapun penampakan tanaman kamandrah (Croton tiglium L.) seperti

pada Gambar 1.

Gambar 1. Tanaman Kamandrah (Croton tiglium L.) Ketinggian 150 cm


8

1. Khasiat Tanaman Kamandrah

Menurut Guerrero et al., (1990), tumbuhan kamandrah (Croton tiglium L.)

mengandung rotenon dan saponin. Di Filipina, air rebusan akarnya digunakan untuk

menggugurkan kandungan. Sehingga akarnya sering disebut sebagai bahan yang

bersifat abortif. Menurut Bimantoro (1977), minyak kental yang diperoleh dari biji

kamandrah (Croton tiglium L.) digunakan sebagai obat cuci perut, sedangkan minyak

encer digunakan sebagai penawar rasa nyeri. Adapun diagram pohon industri tanaman

kamandrah seperti pada Gambar 2.

Bahan abortif

Akar

Obat demam

Batang/ Insektisida
Ranting

Daun Penurun panas


Tanaman
kamandrah

Dimakan Pencahar

Dibalur Obat Kembung

Biji
Minyak kental Cuci perut

Minyak encer Cuci perut

Gambar 2. Diagram Pohon Industri Tanaman Kamandrah

Biji kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung stearin, palmitin, olein dan

berbagai macam senyawa lemak. Kandungan minyak croton yang terdapat dalam
9

bijinya berkisar 53-56% (Quisumbing, 1951). Menurut Hutapea (1994), akar tanaman

kamandrah berkhasiat sebagai obat demam dan daunnya untuk urus-urus. Sebagai obat

urus-urus dipakai ± 10 g daun kamandrah, dicuci dan disaring dengan 1 gelas air

matang, dan di saring. Hasil saringannya diminum sekaligus. Menurut Siagian dan

Rahayu (1999), tanaman kamandrah merupakan tanaman yang multiguna. Bagian

tanaman ini dapat digunakan sebagai obat antara lain irisan bijinya seberat 1.0-2.0 g

dapat digunakan sebagai obat pencahar, bijinya dibakar dan digiling dibalur pada

bagian perut dapat mengobati perut kembung. Daun tanaman ini juga bermanfaat

dengan cara dihancurkan memakai air, kemudian dibalur keseluruh tubuh sebagai obat

penurun panas. Sedangkan ranting/dahan dan batang tanaman ini bila dibakar akan

berbau khas, yang berfungsi sebagai bahan insektisida nabati (pengusir nyamuk).

Menurut Heyne (1988) hasil gerusan 0,5 biji kamandrah dapat digunakan untuk

menyembuhkan perut membesar karena cacing pada anak-anak.

Penggunaan obat tradisional telah dilakukan oleh masyarakat secara turun-

temurun. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari

bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan

berdasarkan pengalaman. Menurut Badan POM (2005), penggolongan obat tradisional

dibagi menjadi empat kelompok yaitu (1) obat tradisonal jamu, (2) ekstrak terstandar,

(3) fitofarmaka, dan (4) suplemen/nutrasetikal. Yang dimaksud dengan obat tradisional

jamu harus memenuhi kriteria (a) aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; (b)

klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris; dan (c) memenuhi persyaratan

mutu yang berlaku. Ekstrak terstandar harus memenuhi kriteria (a) aman sesuai dengan

persyaratan yang ditetapkan; (b) klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/pra klinik; dan

(c) telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk
10

jadi. Kelompok fitofarmaka harus memenuhi kriteria (a) aman sesuai dengan

persyaratan yang ditetapkan; (b) klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik;

(c) telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk

jadi; dan (d) memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Suplemen/nutrasetikal adalah

hasil ekstrak bahan alam yang digunakan untuk meningkatkan stamina atau kebugaran

tubuh, dalam penggunaannya hasil ekstrak tersebut dapat digunakan tanpa terlebih

dahulu dilakukan pengujian pra klinis.

2. Karakteristik Tanaman Kamandrah

Menurut Duke (1983), minyak yang terkandung dalam biji kamandrah

mengandung 3,4% resin, 37 % oleat, 19,0% linoleat, 1,5% arakidat, 0,3% stearat, 0,9%

palmitat, 7,5% miristat, 0,8% format, laurat, linoleat, valerat, dan butirat, ditambah

dengan senyawa lainnya.

Minyak kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung gliserida dari asam linoleat

(19 – 37%), asam oleat (19 – 37%), asam arakinat (1,5%), asam palmitat, asam stearat,

asam laurat, asam valerianat, asam bebas (8%) dan beberapa asam lainnya (Sutedjo,

1990). Menurut Hutapea (1994), kandungan kimia yang terdapat pada daun dan buah

kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung saponin, disamping itu daunnya juga

mengandung alkaloida dan polifenol.

Menurut Dictionary of Natural Products (1982), pada tanaman kamandrah

(Croton tiglium) terdapat beberapa senyawa bahan aktif yang dapat digunakan dalam

fitofarmaka :

1.Minyak croton (Croton tiglium) dan Sapium sebagai sumber hidro pada

cocarcinogens yang digunakan sebagai obat tumor dengan rumus molekul

4,9,12,13,20-pentahidroxi-1,6-tigliadien-3-one, dengan struktur kimianya seperti

Gambar 3.
11

OH
OH
12
13
H H

OH
4

O HO
CH 2 OH

Gambar 3. (4α,9α,12β,13α)-pentahidroksi-1,6-tigliadien-3-one
(Dictionary of Natural Products, 1982)

2. Biji tanaman kamandrah (Croton tiglium) dengan rumus molekul 6-Amino-9-β-D-

ribofururanosil-9H-purin-2(1H)-on,8Cl. 9-β-D-Ribofuranosilisoguanin. Crotonosida 2-

hidroxiadenosin, digunakan sebagai AMP siklis dalam jaringan otak, inhibitor pada

inosin monofhosfhat pirofosfonilase dan dehidrogenase asam glutamat. Struktur

kimianya seperti pada Gambar 4.

NH2
N
N
1
2
3
O N N
H
O
HOH2C

HO OH

Gambar 4. 6-Amino-1,3-dihidro-2H- purin-2-on, 9Cl


(Dictionary of Natural Products, 1982)

3. Isolasi Aglikon dari kamandrah (Croton tiglium) nama senyawa turunannya 6-

amino-2hidroxipurin, sinonim 6-amino-1,3-dihidro-2H-purin-2-on, 9Cl. isoguanin.


12

guanopterin dengan formula molekul C5H5N5O. Adapun struktur kimia dari senyawa

ini seperti pada Gambar 5.

NH2 NH2
H
N N
N N
1

3 9
HO N N O N
H N
H

Gambar 5. 6-Amino-9-β-D-ribofururanosil-9H-purin-2 (1H)-one,8Cl. 9-β-


ribofuranosilisoguanin(Dictionary of Natural Products, 1982)

B. Optimasi Proses Ekstraksi

1. Ekstraksi Metode Maserasi

Maserasi merupakan metode ekstraksi yang paling sering digunakan

dibandingkan metode ekstraksi yang lain. Maserasi dibedakan menjadi tiga jenis yaitu

Maserasi sederhana, kinetik Maserasi, dan Maserasi dengan penggunaan tekanan (List

and Scmidt, 1989). Metode Maserasi digunakan untuk mengekstrak contoh yang tidak

tahan panas sebab Maserasi merupakan metode ekstraksi yang tidak menggunakan

pemanasan. Menurut (Meloan, 1999) metode Maserasi biasanya digunakan untuk

mengekstraksi jaringan tanaman yang belum diketahui kandungan senyawanya yang

kemungkinan bersifat tidak tahan panas sehingga kerusakan komponen tersebut dapat

dihindari. Keuntungan metode Maserasi ialah metodenya yang sederhana dan dapat

menghindari terjadinya kerusakan komponen tertentu yang tidak tahan panas, tetapi

metode ini membutuhkan jumlah pelarut yang cukup banyak jika dibandingkan dengan

metode ekstrak yang lainnya.


13

Ekstraksi adalah proses pemisahan komponen-komponen terlarut dari

campuran komponen tidak terlarut dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi

dengan pelarut dilakukan dengan melarutkan bahan ke dalam suatu pelarut organik,

sehingga komponen pembentuk bahan akan terlarut ke dalam pelarut (Thorpe dan

Whiteley, 1954). Ekstraksi merupakan proses pemisahan dengan pelarut yang

melibatkan perpindahan zat terlarut ke dalam pelarut (Aguilera, 1999). Proses

perpindahan komponen bioaktif dari dalam bahan ke pelarut dapat dijelaskan dengan

teori difusi. Proses difusi merupakan pergerakan bahan secara spontan dan tidak dapat

kembali (irreversible) dari fase yang memiliki konsentrasi lebih tinggi menuju ke fase

dengan konsentrasi yang lebih rendah (Danesi, 1992). Proses ini akan terus

berlangsung selama komponen bahan padat yang akan dipisahkan menyebar diantara

kedua fase dan akan berakhir bila kedua fase berada dalam kesetimbangan.

Kesetimbangan akan terjadi bila seluruh zat terlarut sudah larut semuanya di dalam zat

cair dan konsentrasi larutan yang terbentuk menjadi seragam. Kondisi ini dapat

tercapai dengan mudah atau sulit tergantung pada struktur zat padatnya. Rangkaian

proses ekstraksi meliputi persiapan bahan yang akan diekstrak, kontak bahan dengan

pelarut, pemisahan residu dengan filtrat dan proses penghilangan pelarut dari ekstrak.

Perpindahan massa komponen bahan dari dalam padatan ke cairan terjadi

melalui dua tahapan pokok. Tahapan pertama adalah difusi dari dalam padatan ke

permukaan padatan dan tahapan kedua adalah perpindahan massa dari permukaan

padatan ke cairan. Kedua proses tersebut berlangsung secara seri. Bila salah satu

proses yang lambat, tetapi bila kedua proses berlangsung dengan cepat yang tidak jauh

berbeda, maka kecepatan ekstraksi ditentukan oleh kedua proses tersebut. Hasil ekstrak

yang diperoleh bergantung pada kandungan ekstrak yang terdapat pada contoh dan

jenis pelarut yang digunakan. Pelarut yang digunakan merupakan pelarut organik yang
14

mempunyai titik didih rendah, tidak beracun, dan tidak mudah terbakar. Kelarutan zat

dalam pelarut tergantung dari ikatan polar dan nonpolar.

Pemilihan pelarut untuk proses ekstraksi tergantung dari sifat komponen yang

akan diekstraksi. Salah satu sifat yang penting adalah polaritas suatu senyawa.

Ekstraksi senyawa aktif dari suatu jaringan tanaman dengan berbagai jenis pelarut pada

tingkat kepolaran yang berbeda bertujuan untuk memperoleh hasil yang optimum, baik

jumlah ekstrak maupun senyawa aktif yang terkandung dalam bahan. Menurut

McCabe dan Smith (1974) metode yang digunakan untuk melarutkan komponen yang

dapat larut dari zat padat yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut tertentu

disebut dengan pencucian (leaching) atau ekstraksi padat/cair (solid/liquid extraction).

Pelarut organik yang umum digunakan untuk memproduksi konsentrasi,

ekstrak, absolut atau minyak dari daun, biji, akar, batang dan bagian lain dari tanaman

adalah etil asetat, heksan, petroleum eter, benzen, toluen, etanol, isopropanol, aseton,

dan air (Mukhopadhyay, 2002). Nilai titik didih dan polaritas beberapa pelarut tersebut

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Titik Didih dan Polaritas Beberapa Jenis Pelarut Organik


No. Pelarut Titik Didih (oC) Polaritas (EoC)
1. Etanol 78.3 0.68
2. Aseton 56.2 0.47
3. Etil Asetat 77.1 0.38
4. Heksana 68.7 0
5. Pentin 36.2 0
6. Diklorometan 40.8 0.32
7. Isopropanol 82.2 0.63
8. Propilen Glikol 187.4 0.73
9. Dietil Eter 34.6 -
10. Karbondioksida -56.6 0
Sumber : (Mukhopadhyay, 2002)
15

Daya ekstraksi akan semakin meningkat dengan semakin kecilnya ukuran

bahan, karena kontak antara bahan dan pelarut merupakan proses osmosis yang berjalan

lambat. Namun demikian, bahan yang terlalu halus dapat membentuk suspensi dengan

pelarut dan dapat terjadi penguapan senyawa volatil yang berlebihan sebelum proses

ekstraksi.

Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstraksi.

Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda dalam pelarut yang berbeda. Hal-

hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kemampuan

mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga pelarut.

Menurut Harborne (1987) metode ekstraksi dikelompokkan menjadi dua yaitu

ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana terdiri dari Maserasi,

Perkolasi, reperkolasi evakolasi dan dialokasi. Menurut Bombardelli (1991) ekstraksi

senyawa aktif dari tanaman obat adalah pemisahan secara fisik atau kimiawi dengan

menggunakan cairan atau padatan dari bahan padat.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi yaitu penggembungan

bahan baku, difusi, pH, ukuran partikel, suhu, dan pemilihan pelarut. Penggembungan

dari bahan tanaman meyakinkan perembesan dari pelarut dan mengakibatkan

pergerakan substansi bahan terlarut di dalamnya. Akibat dari penggembungan bahan

baku memastikan penyerapan dari pelarut terhadap zat yang akan diekstrak. Dalam

mengekstrak senyawa aktif dari tanaman obat, pelarut haruslah terlarut secara

sempurna di dalam pelarut sehingga tercapai kesetimbangan antara pelarut dan bahan

terlarut.

Kecepatan untuk mengambil senyawa aktif biasanya tergantung kepada suhu,

pH, ukuran partikel dan pergerakan pelarut di sekitar partikel. Biasanya pH

memainkan peran dalam masalah selektivitas, sedangkan suhu dan pergerakan pelarut

di sekitar padatan dapat mempengaruhi pergerakan kesetimbangan kejenuhan pelarut.


16

Pergerakan pelarut dapat dilakukan dengan melakukan perputaran pelarut

menggunakan pompa atau mesin pengaduk yang akan membuat pencampuran pelarut

dan bahan baku secara berkesinambungan atau dengan menggunakan gelombang

ultrasonik. Ukuran partikel berpengaruh terhadap kecepatan ekstraksi, ukuran partikel

bahan yang lebih kecil akan cepat terekstrak bila dibandingkan dengan ukuran partikel

yang lebih besar. Hasil ekstraksi yang memberikan senyawa obat secara lengkap dapat

diperoleh jika pelarut memberikan selektivitas maksimum, yaitu yang paling baik

kapasitasnya dalam batas waktu tertentu untuk mencapai koefisien penjenuhan.

2. Metode Permukaan Respon (Respon Surface Methodology)

Response Surface Methodology (RSM) adalah kumpulan teknik matematik dan

statistik yang digunakan untuk membentuk model dan menganalisis masalah dalam

suatu respon yang dipengaruhi oleh beberapa peubah dan bertujuan untuk

mengoptimalisasi respon ini (Box et al., 1978). Dalam banyak masalah RSM, bentuk

hubungan antara respon dan peubah bebasnya tidak diketahui. Jadi langkah pertama

adalah mendapatkan suatu pendugaan yang cocok untuk fungsi yang sebenarnya antara

y dan himpunan bebasnya. Untuk pendugaan ini biasanya digunakan suatu polinomial

orde rendah. Jika respon telah dimodelkan dengan baik oleh fungsi linier dari peubah

bebasnya, maka fungsi yang diduga adalah model ordo pertama.

Y = βo + βixi + β2x2 + …. + βkxk + ε


Jika ada lengkungan dalam sistem, maka polinomial dengan ordo yang lebih

tinggi harus digunakan, seperti pada model ordo kedua.

Y = βo + ∑βixi + ∑β2x2 + …. + ∑βkxk + ε


i=1 i=1 I<1

Hampir semua persoalan RSM menggunakan salah satu dari kedua model ini.

Memang model polinominal ini bukan satu-satunya model untuk menduga hubungan
17

fungsi yang sebenarnya, tetapi untuk wilayah yang relatif kecil maka model ini dapat

digunakan dengan baik. Metode kuadrat terkecil juga dapat digunakan untuk menduga

parameter dalam pendugaan polinominal. Analisis respon surface kemudian dibentuk

menggunakan pengepasan surface. Jika pengepasan surface merupakan suatu

pendugaan yang memadai dari fungsi respon yang sebenarnya, maka analisis dari

pengepasan surface kira-kira sama dengan analisis sistem yang sebenarnya

(Montgomery, 1997).

Analisis untuk menduga fungsi respon sering disebut sebagai analisis

permukaan respon yang pada dasarnya serupa dengan analisis regresi yaitu

menggunakan prosedur pendugaan parameter fungsi respon berdasarkan metode

kuadrat terkecil (least square method), hanya saja dalam analisis permukaan respon

diperluas dengan menerapkan teknik-teknik matematik untuk menentukan titik-titik

optimum agar dapat ditemukan respon yang optimum. Penentuan kondisi operasi

optimum diperlukan fungsi respon ordo kedua dengan menggunakan rancangan

komposit terpusat dalam mengumpulkan data percobaan. Penentuan kondisi optimum

proses dilakukan menggunakan analisis kononik dan analisis plot kontur permukaan

respon. Analisis kanonik dalam metode permukaan respon adalah mentransformasikan

permukaan respon dalam bentuk kanonik. Sedangkan plot kontur adalah suatu seri

garis atau kurva yang mengidentifikasikan nilai-nilai peubah uji pada respon yang

konstan dan plot kontur ini memegang peranan penting dalam mempelajari analisis

permukaan respon.

Ada beberapa hal yang penting diketahui dalam melakukan optimasi antara lain

dalam pengujian model pada teknik optimasi untuk mengetahui ketepatan model

didasarkan atas uji penyimpangan model (lack of fit), koefisien determinasi (R2), uji

signifikan model, dan uji asumsi residual (Box et al., 1978). Dimaksud dengan

ketepatan model yang dianggap tepat bila uji simpangan model (lack of fit) apabila
18

bersifat tidak nyata secara statistik sedangkan suatu model dianggap tidak cocok untuk

menerangkan fenomena sistem yang dipelajari apabila uji lack of fit bersifat nyata

secara statistik, walaupun kreteria lain cukup baik.

Nilai R2 merupakan ukuran kesesuaian model dalam kemampuannya untuk

menerangkan keragaman nilai peubah Y, semakin tinggi R2 berarti model semakin

mampu menerangkan perilaku peubah Y (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Uji

signifikansi model dan uji asumsi residual dilakukan untuk mengetahui pengaruh

variabel bebas terhadap respon dan jika model dikatakan tepat apabila uji asumsi

residual menunjukkan plot residual menyebar acak disekitar nol dan mendekati garis

lurus sehingga terdistribusi secara normal (Rigas et al., 2001).

C. Kandungan Bahan Aktif Berkhasiat Sebagai Laksatif

1. Tinjauan Fitokimia Dalam Bahan Tanaman

Bahan tanaman yang diketahui secara turun-temurun (empiris) berkhasiat

sebagai tanaman obat, selanjutnya perlu diketahui senyawa aktif apa saja yang terdapat

dalam bahan tersebut. Penentuan kandungan fitokimia penting dilakukan untuk

mengetahui kandungan senyawa yang terkandung dalam bagian tanaman antara lain

senyawa alkaloid, flavonoid, steroid, triterpenoid dan tannin (Harborne, 1987).

a. Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan terbesar senyawa metabolik sekunder pada

tumbuhan. Menurut Hutapea (1994), kandungan kimia yang terdapat pada daun

tanaman kamandrah banyak mengandung alkaloid dan polifenol.

Telah diketahui sekitar 5500 senyawa alkaloid yang tersebar di berbagai famili.

Istilah alkaloid diberikan kepada golongan senyawa organik yang mengandung satu

atau lebih atom nitrogen, umumnya merupakan bagian dari cincin heterosiklik (sebagai
19

gugus amina atau amida) dan bersifat basa. Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai

bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit kayu. Selain ditemukan pada

tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah, alkaloid juga ditemukan pada hewan.

Pada umunya alkaloid banyak ditemukan pada tumbuhan yang termasuk kelas dikotil

dan alkaloid jarang ditemukan pada kelas Angiospermae. Alkaloid seringkali beracun

bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, sehingga

dipergunakan secara luas dalam bidang pengobatan.

Sampai saat ini, penggolongan senyawa alkaloid belum ada yang digunakan

secara umum. Hal ini disebabkan alkaloid mempunyai struktur yang banyak jenisnya,

sehingga penggolongan alkaloid berdasarkan strukturnya untuk membedakan jenis

yang satu dengan yang lain sukar dilakukan.

Alkaloid sebagian besar memiliki daya aktif farmakologi dan ada juga bersifat

racun. Alkaloid banyak digunakan dalam industri farmasi karena memiliki aktivitas

fisiologis yang menonjol. Manfaat alkaloid dalam bidang kesehatan adalah sebagai

pemacu sistem syaraf, menaikan tekanan darah, mengurangi rasa sakit dan dapat

melawan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme. Sedangkan pada tanaman

sendiri, alkaloid berfungsi sebagai zat racun untuk melawan serangga atau hewan

pemakan tanaman, pengatur tumbuh, sebagai substansi cadangan untuk memenuhi

kebutuhan akan sumber nitrogen atau elemen-elemen lain yang penting bagi tumbuhan,

dan merupakan hasil akhir pada reaksi detoksifikasi dari suatu zat berbahaya bagi

tumbuhan.

b. Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa polar, karena memiliki beberapa gugus hidroksil

berupa gula. Senyawa yang dapat digunakan sebagai pelarut dalam mengekstrak

flavonoid juga merupakan senyawa polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton,

dimetilsulfoksida, dimetilformamida, air dan sebagainya (Markham, 1988).


20

Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid terdapat dalam berbagai bentuk struktur.

Semuanya mengandung 15 atom C dalam inti dasar tersusun dalam konfigurasi C6 – C3

– C6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh tiga karbon yang dapat atau

tidak dapat membentuk cincin ketiga. Susunan yang demikian menyebabkan golongan

senyawa ini dapat memiliki tiga macam bentuk struktur yaitu isoflavonoid,

neoflavonoid dan flavonoid. Perbedaan struktur dari ketiga flavonoid tersebut pada

letak gugus fenil rantai propana (C3). Adapun jalur biosintesis flavonoid dalam

tumbuhan seperti pada Gambar 6.

CO2 H2O

Siklus

Calvin
O2

Asam piruvat Asam Asetat

Asam Sikimat Asam Malonat

Fenilalanin

Asam Sinamat

Sinamil Alkohol
Flavonoid

Gambar 6. Jalur Biosintesis Flavonoid dalam Tumbuhan (Gottlich, 1980)


21

Menurut Vickery dan Vickery (1981) dalam dunia pengobatan beberapa

senyawa flavonoid berfungsi sebagai zat antibiotik, seperti sebagai anti virus jamur,

anti peradangan pembuluh darah dan dapat digunakan sebagai racun ikan. Flavonoid

merupakan golongan terbesar dari senyawa fenolik disamping fenol sederhana,

fenilpropanoid dan kuinonfenolik (Gottlich, 1980). Flavonoid ditemukan dalam

tumbuhan tingkat tinggi, tetapi tidak dalam mikroorganisme. Flavonoid terdapat pada

semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kulit kayu, tepung sari, bunga, buah dan

biji.

c. Steroid/Triterpenoid

Steroid merupakan triterpenoid dengan kerangka dasar cincin siklopentana

perhidrofenantrena. Steroid banyak ditemukan pada hewan atau tumbuhan. Pada

tumbuhan tingkat tinggi, steroid ditemukan sebagai senyawa fitosterol, seperti

sitosterol, stimosterol, dan komposterol.

Biji kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung stearin, palmitin, olein dan

berbagai macam senyawa lemak. Menurut Guerrero et al., (1990), tumbuhan

kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung rotenon dan saponin. Di Filipina, air

rebusan akarnya digunakan untuk menggugurkan kandungan. Sehingga akarnya sering

disebut sebagai bahan yang bersifat abortif. Triterpenoid sendiri adalah senyawa yang

kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis

diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik yaitu skualena. Triterpenoid merupakan

senyawa tidak berwarna, berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi, optik aktif

dan umumnya sukar dicirikan karena tidak memiliki kereaktifan kimia. Dengan

demikian triterpenoid dibagi menjadi empat golongan yaitu triterpena sejati, steroid,

saponin, dan kardenolid.


22

Senyawa triterpenoid dalam pengobatan berguna sebagai zat antibiotik

diantaranya sebagai anti jamur, bakteri dan virus. Steroid dapat merangsang aktivitas

hormon estrogen dan progesterone pada satwa dan manusia. Steroid juga diketahui

menjadi sumber makanan bagi mikroorganisme pengurai.

d. Tanin

Menurut Hutapea (1994), kandungan kimia yang terdapat pada daun dan buah

kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung saponin, disamping itu daunnya juga

mengandung alkaloid dan polifenol. Tanin merupakan senyawa polifenol yang tersebar

luas dalam tumbuhan terutama dalam tumbuhan berpembuluh. Tanin terbagi dalam

dua kelompok yaitu tannin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Dalam uji kualitatif

tanin dapat membentuk kompleks dengan larutan feriklorida menghasilkan warna biru

kehitaman.

Tanin merupakan senyawa yang berpotensi sebagai astrigen, selain itu senyawa

ini dapat menghambat aktivitas enzim. Keadaan tersebut menyebabkan kecernaan

protein menurun sehingga dapat mengganggu mekanisme proses metabolisme makanan

di dalam mikroorganisme dan berpeluang sebagai bakteriostatik (dapat menghambat

pertumbuhan mikroorganisme).

e. Kuinon

Kuinon merupakan senyawa alam berwarna, termasuk dalam golongan fenol

yang memiliki dua gugus keton pada cincinnya. Senyawa kuinon terbagi atas empat

kelompok yaitu benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid.

Kelompok benzokuinon, naftokuinon dan antrakuinon termasuk senyawa

terhidroksilasi dan bersifat senyawa fenol. Sedangkan kuinon isoprenoid terlibat dalam

respirasi sel dan fotosintesis.


23

2. Uji Toksisitas Terhadap Hewan Uji

Uji toksisitas merupakan uji pendahuluan untuk mengamati aktivitas

farmakologi suatu senyawa. Senyawa aktif yang dikandung ekstrak kasar tumbuhan

akan menghasilkan tingkat kematian yang tinggi. Uji toksisitas akut dilakukan sebagai

pemenuhan atas prasyarat keamanan calon obat untuk pemakaian pada manusia dan

hewan. Nilai pengujian yang diperoleh ini selanjutnya akan menjadi penentu kriteria

keamanan formulasi obat. Kriteria penilaian dosis letal akut mulai dari yang praktis

tidak toksik sampai yang amat toksik ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Penilaian Dosis Letal Akut (LD50) Pada Hewan Percobaan


Penilaian Dosis Letal LD50
Praktis tidak toksik >15 mg/kg BB
Sedikit toksik 5 - 15 mg/kg BB
Toksisitas sedang 0,5 – 5 mg/kg BB
Sangat toksik 50 - 500 mg/kg BB
Luar biasa toksik 1 - 50 mg/kg BB
Super toksik < 1 mg/kg BB
Sumber : Loomis (1978).

Untuk menentukan keamanan suatu obat, biasanya dilakukan dengan cara

penentuan LD50, yaitu dosis tertentu yang menyebabkan kematian pada 50% hewan

percobaan, sedangkan yang dimaksud dengan ED50 adalah dosis efektif tertentu pada

50% hewan percobaan. Angka 50, merupakan batas dosis tertinggi pada penentuan

varian dosis ekstrak dalam pengujian, dimana memilki variasi yang relatif rendah

antara hewan uji yang sensitif dan resisten. Nilai LD50 yang merupakan dosis efektif

dari suatu obat dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa faktor tersebut antara lain

spesies hewan percobaan, umur hewan, berat badan hewan, jenis kelamin dan

kesehatan hewan.
24

Pemeriksaan toksisitas diperlukan untuk mengetahui berapa konsentrasi yang

dapat menyebabkan keracunan sehingga dapat diketahui jumlah penggunaan

konsentrasi yang tepat. Tingkat konsentrasi yang dapat menyebabkan keracunan

ditentukan dengan letal Dosis 50 (LD50). LD50 adalah dosis dari suatu bahan yang

menyebabkan 50% kematian dalam suatu populasi. LD50 dapat digunakan untuk

menentukan toksisitas dari suatu zat. Data mortalitas hewan uji yang diperoleh dapat

diolah untuk mendapatkan nilai LD50 dengan selang kepercayaan 95% dengan

menggunakan probit analysis method yang pertama kali dikemukakan oleh Finney.

Nilai LD50 ini dijadikan sebagai batas konsentrasi tertinggi pada penentuan varian

konsentrasi ekstrak dalam uji enzimatik. Menurut Meyer et al., (1982) apabila hasil

penelitian menunjukkan nilai LC50 < 1000 ppm maka bahan yang diuji dikatakan

memiliki potensi bioaktivitas.

D. Sediaan Bahan Aktif Sebagai Laksatif

1. Mekanisme Laksansia Sebagai Bahan Laksatif (pencahar)

Laksansia adalah obat yang digunakan untuk meningkatkan defekasi, merubah

konsistensi tinja menjadi lembek, sampai cair serta menambah massa tinja yang

dikeluarkan. Frekuensi defekasi yang berkurang, demikian juga massa tinja yang

berkurang, konsistensi tinja yang bertambah keras, disebabkan terutama karena terjadi

dehidrasi material yang tinggal terlampau lama di dalam usus besar sebelum

dikeluarkan.

Mekanisme kerja laksansia umumnya dapat dikelompokkan menjadi tiga (3)

kategori yaitu 1) bersifat hidrofilik atau osmotiknya, laksansia mengakibatkan retensi

cairan di dalam kolon, sehingga meningkat massa isi kolon, meningkatkan kelembekan

konsistensinya dan mempercepat transitnya, 2) laksansia dapat bekerja secara langsung


25

atau tidak langsung terhadap mukosa kolon untuk mengurangi absorpsi berat bersih

dari air dan NaCl, 3) laksansia dapat bekerja meningkatkan motilitas usus sehingga

absorpsi air dan garam berkurang sebagai akibat perpendekan waktu lintas usus.

Adapun cara kerja pencahar usus tersebut seperti pada Gambar 7.

Gambar 7. Cara kerja Pencahar dalam Usus (Smith, 1982)

Menurut Smith (1982) ada tiga cara kerja dari obat pencahar dalam usus yaitu

pencahar sebagai perangsang, sebagai emolien dan sebagai pembentuk massa.

Pencahar sebagai perangsang bertujuan untuk merangsang mukosa usus sehingga

menimbulkan refleks peristalsis dalam usus, bahan yang dapat digunakan antara lain

minyak kastor, kalomel, sulfur, fenol pthalein, dan minyak croton. Pencahar sebagai

emolien bertujuan sebagai pelunak feces yang terdapat dalam usus, bahan yang

digunakan dapat berupa parafin cair, lemak dan lain-lain. Sedangkan pencahar sebagai

pembentuk massa bertujuan sebagai merenggang usus besar, bahan yang digunakan

biasanya bekatul, garam dan lain-lain.

Keinginan pengeluaran tinja (defekasi) dikendalikan oleh pengisian rektum.

Senyawa aktif yang bekerja terhadap usus halus melalui proses hidrolisis dan kerja

lipase membebaskan asam risinolat, asam 12-r-hidroksioleat. Asam risinolat

menyebabkan perangsangan selaput mukosa usus halus disertai penimbunan cairan di


26

dalam lumen, serta memperkuat peristalsis, melalui pembebasan histamin (Schunack

et al., 1990).

Menurut Schmitt (1996) senyawa bioaktif juga dapat bereaksi dengan membran

sel. Mekanisme yang terjadi adalah menyerang membran sitoplasma dan

mempengaruhi integritas membran sitoplasma sehingga mengakibatkan kebocoran

dinding sel intraselular. Kondisi ini terjadi pada senyawa fenol yang dapat

mengakibatkan lisis sel dan dapat menyebabkan denaturasi protein, menghambat

pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat serta menghambat ikatan ATP-ase

pada membran. Selain itu senyawa bioaktif dapat mengubah permeabilitas membran

sitoplasma sehingga mengakibatkan kebocoran zat nutrisi dalam sel sehingga

menghambat transportasi substrat.

2. Bahan Laksatif Produk Farmasi Yang Dipasarkan

Zat gastrointestinal, golongan ini merupakan obat yang heterogen kebanyakan

digunakan sebagai laksatif atau pencahar. Jika digunakan dengan dosis yang tepat,

berguna untuk memudahkan defekasi pada pasien dengan hemoroid, hernia atau

gangguan hipotensif. Bermanfaat untuk mengosongkan saluran intestinal bagian

bawah. Menurut Doerge dalam Wilson and Gisvold, (1982) ada beberapa sediaan obat

yang dijual dipasaran antara lain :

a. Minyak Mineral
Parafin cair, minyak mineral putih, petrolatum cair berat. Minyak mineral

adalah campuran hidrokarbon cair dari minyak bumi. Kandungan hidrokarbonnya

bervariasi dari C18 sampai C24. Minyak mineral digunakan secara luas sebagai lubrikan

usus dan laksatif untuk pelunakan kandungan usus bagian bawah dalam pengobatan

hemoroid dan gangguan rektal. Dosis yang lazim digunakan adalah 15 sampai 60 ml,

sekali sehari.
27

b. Minyak Jarak

Minyak ini diperoleh dari ekstraksi biji Ricinus communis Linne (famili

Euphorbiaceae). Disebabkan adanya gliserida asam risinoleat (80%), minyak ini dapat

digunakan sebagai laksatif. Minyak ini dapat larut dalam alkohol, dengan demikian

jika ditambah ke dalam kolodion meningkatkan kelenturannya. Kelarutan dalam

alkohol disebabkan adanya gugus hidroksil dalam resinolein. Dosis yang umum

digunakan adalah 15 sampai 60 ml permeter persegi permukaan badan.

c. Bisakodil

Dulkolak@ adalah bahan aktif sebagai pencahar yang dijual dipasaran

mengandung ester diasetat 4,4’-(2-piridilmetilen) difenol. Senyawa ini berupa kristal

tidak berasa yang praktis tidak larut dalam air dan larutan alkalis, larut dalam asam dan

pelarut organik. Struktur kimia dari ester diasetat 4,4’-(2-piridilmetilen) difenol seperti

pada Gambar 8.

O
O C CH 3

O
C O C CH 3

N H

Gambar 8. Struktur Kimia Dulkolak@ (Wilson dan Gisvold, 1982)

Bisakodil terlihat bereaksi langsung pada kolon dan mokusa rektal dengan efek

kecil pada usus halus. Dosis yang lazim digunakan adalah 10 mg per kg.berat badan.

d. Dantron

Jenis bahan aktif sebagai pencahar yang biasa dijual dipasaran adalah

Dorbane@, adalah 1,8-dihidroksi-antrakinon. Secara struktural sejenis turunan

antrakinon terdapat dalam Cascara sagrada dan katartik tumbuhan lain.


28

Dantron diberikan secara oral pada waktu mau tidur. Sering digunakan dalam

kombinasi dengan zat pelunak tinja, dioktil natriumsulfosuksinat. Dosis yang lazim

digunakan adalah 75 sampai 150 mg per kg.berat badan. Struktur kimianya seperti pada

Gambar 9.

HO O HO

Gambar 9. Struktur Kimia Dorbane@ (Wilson dan Gisvold, 1982)

e. Fenolftalein

Struktur kimia senyawa ini adalah 3,3-bis (p-hiroksifenil) ftalida, berupa serbuk

kristalin putih atau putih kekuning-kuningan, larut dalam alkohol (1:15), dalam eter

(1:100) dan dalam basa encer tetapi hampir tidak larut dalam air. Sediaan yang dijual

dipasaran adalah tablet fenol fthalein dengan dosis penggunaan 60 mg per meter

persegi permukaan badan.

f. Metoklopramid hidroklorida

Struktur kimia dari senyawa ini adalah 4-amino-5-kloro-N-{(2-

dietilamino)etil}-2-metoksibenzamid hidroklorida dalam obat pasaran dikenal sebagai

Reglan@. Zat ini digunakan dengan injeksi untuk meningkatkan motilitas saluran cerna

bagian atas. Digunakan untuk memudahkan intubasi usus kecil dan merangsang

pengosongan lambung dan transit intestinal batrium sulfat. Struktur kimianya adalah

seperti pada Gambar 10.


29

Cl
O
C2H5
H2 N C HN CH2CH2N .HCl
C2H5
OCH3

Gambar 10. Struktur Kimia Reglan@ (Wilson dan Gisvold, 1982)

E. Pengembangan Teknologi Proses Produk Sediaan

1. Perancangan Proses

Perancangan merupakan salah satu kegiatan utama seorang rekayasawan dan

melibatkan kegiatan kreatif. Oleh karena itu perancangan proses adalah kegiatan

kreatif untuk mereka atau menciptakan gagasan dan menterjemahkan ke dalam

peralatan dan proses untuk menghasilkan bahan baru atau meningkatkan nilai tambah

suatu bahan.

Agar didapatkan hasil sesuai dengan tujuan penelitian ini diperlukan

perancangan teknologi proses, yang diharapkan dapat mengungkapkan penomena dari

tanaman kamandrah (Croton tiglium L.) menjadi bahan ekstrak terstandar. Menurut

Seider et al., (1999) tujuan rekayasa adalah menciptakan produk baru yang dalam

lingkup rekayasa proses, tujuan tersebut diterjemahkan melalui pengubahan kimiawi

(atau biokimiawi) dan/atau pemisahan bahan. Sedangkan ciri utama perancangan

adalah berawal dari masalah yang tak terdefinisikan dan diupayakan menjadi

pernyataan yang jelas.

2. Metode Perancangan Proses

2.1. Sintesis Proses

Pola kegiatan yang berurutan dan terpadu untuk memasok kesenjangan

informasi diperlukan beberapa asumsi yang berkaitan dengan jenis satuan proses yang
30

digunakan dan rangkaian satuan-satuan, serta kondisi proses yang akan diterapkan. Pola

kegiatan yang berurutan dan terpadu inilah yang merupakan suatu sintesis (Seider et al.,

(1999). Menurut Rudd dan Watson (1973), sintesis proses yang dikemukakan meliputi

lima tahapan yaitu (1) pemilihan jalur reaksi atau proses, (2) alokasi bahan atau

pereaksi, (3) pertimbangan teknik pemisahan atau proses hilir, (4) pemilihan operasi

pemisahan, dan (5) pemaduan atau integrasi rancangan.

Setiap proses sintesis sebaiknya diikuti dengan analisis yang tidak hanya

mendapatkan suatu model fungsi, melainkan juga mengevaluasi sehingga mendapatkan

kondisi sistem yang optimum. Menurut Hartmann dan Kaplick (1990) sintesis sistem

adalah pengubahan input yang ada menjadi output yang merupakan perancangan

elemen komplek, interkoneksi dan model fungsi. Sedangkan sintesis proses meliputi

jalur proses, makro/unit proses, kolom distilasi, sub atau parsial proses, elemen

volume/mikro proses, proses elementer.

Dalam melakukan sintesis proses metode yang dapat digunakan adalah metode

kuantitatif (algoritma dan prosedural) dan kualitatif yaitu dengan menggunakan

heuristik (pengalaman). Beberapa kasus dapat mengikuti kaidah umum (heuristik)

untuk mengurangi pilihan proses tertentu untuk pertimbangan lebih lanjut. Menurut

Douglas (1988) ada lima langkah heuristik untuk perancangan proses, (1) penentuan

proses curah (batch) atau sinambung (continous), (2) penentuan struktur masukan dan

keluaran untuk penyusunan diagram alir proses, (3) pertimbangan adanya struktur daur

ulang (recycle) pada diagram alir, (4) penyusunan struktur sistem pemisahan (sistem

pemisahan fasa uap dan sistem pemisahan fasa cair), serta (5) penyusunan jaringan

penukar panas.

Menurut Seider et al., (1999) teknik heuristik untuk perancangan proses terdiri

dari lima tahapan (1) pengurangan perbedaan jenis molekul bahan atau pemilihan jalur

reaksi/proses, (2) pembagian pereaksi atau bahan dengan cara mempertemukan sumber
31

dan tujuan proses, (3) pengurangan perbedaan komposisi, yang antara lain dilakukan

dengan penerapan sistem pemisahan, (4) pengurangan perbedaan suhu, tekanan, dan

fasa, (5) pemaduan tahapan, yaitu menggabungkan kegiatan operasi ke dalam satuan-

satuan proses. Tiap tahapan heuristik senantiasa merupakan hasil pilihan terbaik dari

beberapa pilihan yang dicanangkan. Oleh karena itu pengambilan keputusan secara

heuristik dalam perancangan proses dapat digambarkan sebagai pohon sintesis. Hasil

akhir dari sintesis adalah tersusun rancangan awal diagram alir proses yang

menunjukkan proses yang akan dikembangkan serta penentuan satuan operasi serta

proses (kimia) yang diperlukan.

2.2. Simulasi Proses

Metode simulasi proses adalah suatu metode simulasi yang bertujuan untuk

mempermudah perancangan proses yang akan dikembangkan. Simulasi proses dapat

dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan software HYSYS(Hyprotech, Ltd.),

ASPEN PLUS dan DYNAPLUS (Aspen Technology, Inc.), PRO/II (Simulation

Sciences, Inc.) dan CHEMCAD (Chem Stations, Inc.), kemudian dianalisis terhadap

output yang dihasilkan (Seider dan Seader, 1999) . Untuk menduga kelayakan dari

perancangan teknologi proses perlu diamati keseluruhan tahapan simulasi proses.

Prosedur untuk menentukan simulasi proses meliputi penentuan senyawa kimia,

pemilihan metode yang digunakan, aplikasi produk, penentuan kapasitas produk dan

pemilihan unit operasi proses yang sesuai, serta penentuan kondisi input yang

diinginkan (Zhang et al., 2003). Komponen yang digunakan sebagian besar berupa

metanol, gliserol, asam sulfur, sodium hidroksida dan air. Sedangkan unit proses utama

yang diperlukan meliputi reaktor, kolum distilasi, kolum ekstraksi, pumpa, dan

separator.

Dalam menduga kelayakan komersial dari suatu proses, diperlukan simulasi

proses yang lengkap agar hasil yang diperoleh lebih akurat. Meskipun terdapat
32

beberapa perbedaan antara hasil pendugaan simulasi proses dan kenyataan operasi

proses yang dilakukan tetapi hasil simulasi menggunakan software komputer dalam

suatu proses operasi informasinya lebih dapat dipercaya, sebab secara keseluruhan

proses dikemas dalam termodinamika, yang banyak memuat komponen pustaka dan

teknik perhitungan yang baik (Zhang et al., 2003).

3. Kelayakan Teknis dan Ekonomis Rancangan Proses

Agar supaya rancangan proses untuk mengetahui kelayakan produk yang

dihasilkan dapat dilakukan tingkat kelayakannya untuk dikembangkan dan diterapkan

lebih jauh, diperlukan analisis evaluasi kelayakan teknis dan ekonomis rancangan

proses yang dihasilkan. Analisis evaluasi kelayakan yang umumnya dilakukan

terhadap pengembangan proses meliputi : Net Present Value (NVP), Internal Rate of

Return (IRR), Profitability Index (PI), Payback Period (PBP), serta analisis sensitivitas

yang memberi nilai tambah dari produk yang dikaji. Adapun perhitungannya dilakukan

sebagai berikut :

a. Net Present Value (NVP)

Net Present Value (NVP) merupakan aliran kas (net cas flow) di masa akan

datang yang didiskontokan menjadi nilai sekarang dengan tingkat suku bunga tertentu.

Dihitung menggunakan rumus :


N

Po = ΣY t (1 + i)-t
t=0
dengan,
Po = Net Present Value
Yt = Net Cash Flow pada akhir periode t
ij = umur ekonomis
t = periode investasi (t = 0,1,2, …, N)
J = periode di dalam t (j = 0,1,2,…, t)
33

Adapun kriteria keputusan yang digunakan untuk investasi yang independen,

layak jika NPV > 0 (positif), sedangkan untuk investasi yang bersifat mutually

exclusive dipilih yang terbesar.

b. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) merupakan tingkat bunga (i) yang menyebabkan

nilai NPV sama dengan nol, sehingga nilai sekarang (present value) dari aliran uang

tunai yang masuk sama dengan nilai sekarang dari aliran uang tunai yang keluar.

Rumus yang digunakan untuk menghitung IRR adalah sebagai berikut :

PV (i2 – i1)
IRR = i +
PV + NV

dengan,
PV = NPV positif
NV = NPV negatif
I1 = tingkat bunga PV
I2 = tingkat bunga NV

Kriteria pembanding IRR adalah tingkat suku bunga yang berlaku (i), jika IRR

> i, maka keputusan adalah layak.

b. Profitability Index (PI)

Profitability Index (PI) adalah perbandingan antara nilai sekarang penerimaan-

penerimaan kas bersih pada masa mendatang dengan nilai sekarang investasi. Proyek

dapat dikatakan menguntungkan jika memiliki nilai PI > 1. Profitability Index (PI)

ditentukan dengan menggunakan rumus :

P
PI =
I
dengan,
PI = profitability index
P = nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih
I = nilai sekarang investasi
34

c. Payback Period (PBP)

Payback Period (PBP) adalah periode atau jangka waktu yang dibutuhkan

untuk mengembalikan investasi semula, dimana keputusannya diambil berdasarkan

kriteria waktu. Perhitungan dalam menentukan Payback Period (PBP) adalah sebagai

berikut :

P
PBP =
Y
dengan,
P = investasi awal pada t = 0
Y = aliran uang seragam pada akhir periode uang dihasilkan oleh proyek atau
aliran uang masuk tiap tahun.

d. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui kondisi industri, jika

pendapatan menurun, biaya operasional untuk ekspoloitasi meningkat dan biaya

investasi meningkat akibat dari meningkatnya nilai tukar US$ terhadap rupiah.
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Juni 2005 sampai dengan Mei 2007.

Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengawasan Mutu Fateta IPB, Laboratorium

Kimia Terpadu IPB, Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB Bogor, Laboratorium

Fharmakologi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB, dan Laboratorium Pusat

Penelitian Kimia LIPI Serpong.

B. Bahan dan Alat

1. Bahan Utama

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah tumbuhan Kamandrah

(Croton tiglium L.) yang diambil bijinya untuk di ekstraksi dan diuji bioaktifitasnya.

Tanaman ini diambil dari daerah asalnya di Tamiang Layang, Kabupaten Barito Timur,

Propinsi Kalimantan Tengah. Dengan pertimbangan daerah tersebut merupakan daerah

dengan populasi terbesar seperti pada Gambar 11.

Tamiang Layang,
Kabupaten Barito Timur,
Propinsi Kalimantan
Tengah

Gambar 11. Daerah Penghasil Bahan Baku Tanaman Kamandrah (Croton tiglium L.)
Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah
36

2. Bahan Pembantu

Bahan pembantu lain yang digunakan untuk menunjang penelitian ini adalah

pelarut kimia etanol (PA), heksana (PA), aquades, aseton, asam askorbat, butanol, dietil

eter, oleum ricinin (OR), Na2SO4, KOH, NaCl fisiologis, NaHCO3 dan NH4OH.

3. Hewan Uji

Hewan uji yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan

dengan bobot badan antara 30-40 g.

4. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat ekstraksi menggunakan alat

Maserator, Soxhlet dan Perkolasi. Alat identifikasi senyawa aktif menggunakan Gas

Chromatography (GC), Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS), Liquid

Chromatography-Mass Spectrometry (LC-MS), tabung reaksi, stopwatch, kapiler, alat

pendeteksi spot berupa lampu UV 254 nm – 366 nm. Spektroskop, pengaduk

magnetik, corong buchner, kertas saring, kertas isap, neraca analitik, candle jar, lilin,

swap, blender, sentrifuse, ice box, stirer, autoclave, inkubator, laminar flow, mikroskop,

object glass, mikropipet, kaca pembesar, cawan petri, tabung reaksi, botol steril, labu

ukur, cawan petri, botol scott, botol kecil dan alat gelas lainnya.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan percobaan yang meliputi

optimasi proses ekstraksi untuk memperoleh rendemen ekstrak heksana dan etanol,

penentuan kandungan bahan aktif ekstrak heksana dan etanol, penentuan dosis ekstrak

terstandar yang efektif sebagai bahan laksatif, dan perancangan proses produk sediaan

dan analisis kelayakan finansial. Adapun diagram alir proses tahapan penelitian ini

dilakukan seperti pada Gambar 12.


37

Biji Kamandrah Evaluasi Taksonomi


Croton tiglium dan Identifikasi

Penentuan Karakteristik
Kadar Air dan Proksimat

Ekstraksi Pelarut
Heksana dan Etanol

Ekstrak Heksana Ekstrak Etanol

Identifikasi dan Karakterisasi Identifikasi dan Karakterisasi


1.Uji Fitokimia 1.Uji Fitokimia
2.Analisis GC dan GC-MS 2.Analisis LC-MS dan GC-MS
3.Uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) 3.Uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

Ekstrak Terpilih

Pengembangan Proses Uji Toksisitas/keamanan


Teknologi Ekstraksi (Mencit)
Proses Senyawa Aktif

Uji Khasiat Sebagai Laksatif


Penentuan Produk Akhir (Mencit)

Aplikasi Produk

Perancangan Proses :
Sintesis Proses

Analisis Kelayakan Teknis


dan Ekonomis Rancangan
Proses

Stop

Gambar 12. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian


38

1. Identifikasi dan Analisis Proksimat Biji Tanaman Kamandrah

Identifikasi dan evaluasi tanaman kamandrah ini dilakukan sebagai studi

pendahuluan (empirical studies) dengan tujuan untuk memastikan bahwa tanaman yang

diteliti dan digunakan adalah tanaman kamandrah yang selama ini dimanfaatkan oleh

masyarakat sekitar secara turun-temurun sebagai obat tradisionil (Badan POM, 2005).

Identifikasi dan evaluasi taksonomi dilakukan oleh Pusat Penelitian Biologi LIPI

Bogor.

Penentuan kandungan proksimat biji kamandrah (Croton tiglium L.) merupakan

bagian tahapan penelitian pendahuluan, dilakukan untuk menentukan karakteristik

serbuk biji kamandrah (Croton tiglium L.) yang meliputi kadar air dan kandungan

proksimat antara lain kadar lemak, kadar serat, kadar protein, kadar abu, dan kadar

karbohidrat (AOAC, 1995), tatacara pelaksanaannya seperti pada Lampiran 2.

2. Proses Ekstraksi Untuk Memperoleh Hasil Ekstrak Heksana dan Etanol

Optimasi proses ekstraksi biji kamandrah merupakan bagian tahapan penelitian

dasar yang nantinya digunakan dalam melakukan ekstraksi dan perancangan proses.

Ekstraksi dilakukan menggunakan metode Maserasi. Ekstraksi bertujuan memisahkan

komponen-komponen terlarut dari campuran komponen tidak terlarut dengan

menggunakan pelarut yang sesuai Ekstraksi dengan pelarut dilakukan dengan

melarutkan bahan ke dalam suatu pelarut organik, sehingga komponen pembentuk

bahan akan terlarut ke dalam pelarut. Menurut Harborne (1987) senyawa polar

diekstraksi menggunakan pelarut polar dan senyawa non polar dapat diektraksi

menggunakan senyawa non polar. Pada penelitian ini pelarut polar menggunakan etanol

dan pelarut non polar menggunakan heksana.


39

Penentuan faktor yang berpengaruh dengan tujuan menentukan apakah faktor

yang dicoba berpengaruh secara kualitatif terhadap rendemen ekstrak yang diperoleh.

Pelaksanaan penelitian serbuk biji kamandrah direndam dalam labu erlemeyer

menggunakan pelarut heksana dan etanol pada waktu pengamatan yang dilakukan

sesuai dengan perlakuan empat sampai delapan hari, sedangkan nisbah bahan/pelarut

1/3 sampai 1/7. Ekstrak kasar serbuk biji kamandrah disaring menggunakan kertas

saring, filtrat yang diperoleh selanjutnya dipekatkan dengan penguapan rotavapor

sehingga diperoleh ekstrak yang bebas pelarut. Hasil ekstrak yang diperoleh digunakan

untuk uji selanjutnya.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua

faktor yang diulang sebanyak dua kali. Masing-masing faktor tersebut terdiri dari

beberapa taraf sebagai berikut : Faktor I terdiri atas waktu perendamen : A1 = 4 hari, A2

= 6 hari, dan A3 = 8 hari. Faktor II terdiri atas nisbah bahan/pelarut : B1 = 1/3, B2 = 1/5

dan B3 = 1/7.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model

matematika (Sudjana, 1994) sebagai berikut :

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + ε(ijk)

dengan :
Yijk = peubah yang diukur
µ = rata-rata umum
Ai = pengaruh faktor A (waktu perendaman) ke-i, (i = 1, 2)
Bj = pengaruh faktor B (nisbah bahan/pelarut) ke-j (j=1,2)
(AB)ij = pengaruh interaksi faktor A pada taraf ke-i dan faktor B pada taraf ke-j.
ε(ijkl) = galat percobaan

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisis Sidik Ragam (ANOVA)

untuk melihat pengaruh antar perlakuan.


40

a. Optimasi Proses Ekstrak Heksana

Optimasi proses ekstraksi dilakukan terhadap peubah optimum yang meliputi

waktu Maserasi dan nisbah bahan/pelarut yang dapat memaksimalkan hasil ekstrak biji

kamandrah (Croton tiglium L). Pencarian peubah optimum ini menggunakan Response

Surface Method (RSM) (Box et al., 1978). Tujuan metode ini adalah untuk melihat pola

kecenderungan respon (rendemen) sebagai hasil interaksi dari peubah bebas.

Optimasi proses ekstraksi menggunakan pelarut heksana dilakukan terhadap

waktu maserasi dan nisbah bahan/pelarut untuk memperoleh hasil ekstrak yang

optimal. Peubah yang diamati adalah hasil ekstrak (g) yang diperoleh dari hasil proses

ekstraksi yang dimulai dari maserasi 5 g serbuk biji kamandrah pada waktu dan rasio

bahan/pelarut sesuai dengan perlakuan, kemudian disaring dengan kertas saring.

Ekstrak kasar yang diperoleh dari hasil penyaringan di pisahkan menggunakan

rotavapor, sehingga diperoleh ekstrak kental.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan dan analisis hasil optimasi menggunakan metode Central

Composite Design (Rancangan Komposit Pusat) dan Response Surface Methode

(RSM). Menurut Box dan Draper (1987) ada beberapa langkah-langkah yang

digunakan dalam penggunaan metode Response Surface Methode (RSM) adalah (a)

menentukan peubah respon dan peubah bebas yang berpengaruh terhadap peubah

respon dan menentukan range dari masing-masing peubah bebas, (b) membuat model

persamaan pada orde pertama dan uji kesahihan model dengan mengetahui ada

tidaknya lack of fit dengan menggunakan analisis keragaman dan dilanjutkan dengan

membuat rancangan pada percobaan orde kedua, (c) membuat dan menguji model orde

kedua, (d) pemeriksaan dan pengujian asumsi terhadap model, (e) menentukan kondisi
41

optimum dari model yang sesuai, (f) menganalisa kanonik untuk mempermudah

penggambaran kontur dari permukaan respon.

Dua peubah berpengaruh yang dicoba dalam penelitian ini yaitu (1) waktu

maserasi (X1), dan (2) nisbah bahan/pelarut (X2). Peubah, kode dan taraf kode yang

dicoba pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Peubah, Kode dan Taraf Kode pada Proses Maserasi Menggunakan Pelarut
Heksana

Taraf Kode
No. Peubah Kode Rendah Sedang Tinggi
(-1) (0) (+1)
1. Waktu Maserasi (hr) X1 4 6 8
2. Nisbah Bahan/pelarut (g) X2 1:3 1:5 1:7

Pada tahap pemilihan faktor yang berpengaruh dilakukan percobaan dengan

rancangan titik faktorial dua faktor dan titik pusat sebanyak dua Ulangan. Rancangan

percobaan untuk pendugaan model linier terdiri dari empat unit percobaan faktorial dan

empat unit percobaan titik pusat (center points). Pembentukan model kuadratik

dilanjutkan percobaan rancangan titik bintang (star point) dengan faktor dapat diputar

(α) sebesar ± 2k/4 dimana k adalah jumlah faktor. Adapun matrik rancangan percobaan

dengan dua faktor tersebut disajikan pada Tabel 5.

Model persamaan kondisi optimum respon hasil ekstrak heksana terhadap

waktu Maserasi dan nisbah bahan/pelarut adalah sebagai berikut :

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β11X12 + β22X22 + β12X1X2 + ε

dengan,
Y = peubah respon
X1 = peubah bebas waktu Maserasi
X2 = peubah bebas nisbah bahan/pelarut heksana
ε = peubah galat

Data yang diperoleh dari hasil percobaan, dianalisis menggunakan perangkat

lunak Statistical Analysis System (SAS) versi 9 dan Statistika versi 6 untuk
42

mendapatkan bentuk permukaan respon dan gambar garis bentuk dari hasil ekstrak

yang diperoleh.

Tabel 5. Matrik Rancangan Percobaan 2 Faktor Respon Hasil Ekstrak Heksana


Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut

Rancangan Variabel Kode Variabel Asli Hasil


Percobaan Ekstrak
No. X1 (hr) X2 (g) X1 (hr) X2 (g)
(g)
1 -1 -1 4 1:3
Titik Faktorial 2 1 -1 8 1:3
3 -1 1 4 1:7
4 1 1 8 1:5
5 0 0 6 1:5
Titik Pusat 6 0 0 6 1:5
7 0 0 6 1:5
8 0 0 6 1:5
9 -1.414 0 3.172 1:5
Titik Bintang 10 1.414 0 8.828 1:5
11 0 -1.414 6 7.828
12 0 1.414 6 2.172

b. Optimasi Proses Ekstrak Etanol

Optimasi proses ekstraksi menggunakan pelarut etanol dilakukan terhadap

waktu Maserasi dan nisbah bahan/pelarut untuk memperoleh hasil ekstrak yang

optimal. Peubah yang diamati adalah hasil ekstrak (g) yang diperoleh dari hasil proses

ekstraksi yang dimulai dari Maserasi 5 g serbuk biji kamandrah pada waktu dan nisbah

bahan/pelarut sesuai dengan perlakuan, kemudian disaring dengan kertas saring.

Ekstrak kasar yang diperoleh dari hasil penyaringan di pisahkan menggunakan

rotavapor pada suhu 60oC selama 45 menit, sehingga diperoleh ekstrak kental.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan dan analisis hasil optimasi menggunakan metode Central

Composite Design (Rancangan Komposit Pusat) dan Response Surface Methode


43

(RSM). Menurut Box dan Draper (1987) ada beberapa langkah-langkah yang

digunakan dalam penggunaan metode Response Surface Methode (RSM) adalah (a)

menentukan peubah respon dan peubah bebas yang berpengaruh terhadap peubah

respon dan menentukan range dari masing-masing variabel bebas, (b) membuat model

persamaan pada orde pertama dan uji kesahihan model dengan mengetahui ada

tidaknya lack of fit dengan menggunakan analisis keragaman dan dilanjutkan dengan

membuat rancangan pada percobaan orde kedua, (c) membuat dan menguji model orde

kedua, (d) pemeriksaan dan pengujian asumsi terhadap model, (e) menentukan kondisi

optimum dari model yang sesuai, (f) menganalisa kanonik untuk mempermudah

penggambaran kontur dari permukaan respon.

Dua peubah berpengaruh yang dicoba dalam penelitian ini yaitu (1) waktu

maserasi (X1), dan (2) nisbah bahan/pelarut (X2). Peubah, kode dan taraf kode yang

dicoba pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Peubah, Kode dan Taraf Kode pada Proses Maserasi Menggunakan Pelarut
Etanol

Taraf Kode
Rendah Sedang Tinggi
No. Peubah Kode
(-1) (0) (+1)
1. Waktu Maserasi (hr) X1 4 6 8
2. Nisbah Bahan/pelarut (g) X2 1:3 1:5 1:7

Pada tahap pemilihan faktor yang berpengaruh dilakukan percobaan dengan

rancangan titik faktorial dua faktor dan titik pusat sebanyak dua ulangan. Rancangan

percobaan untuk pendugaan model linier terdiri dari empat unit percobaan faktorial dan

empat unit percobaan titik pusat (center points). Pembentukan model kuadratik

dilanjutkan percobaan rancangan titik bintang (star point) dengan faktor dapat diputar

(α) sebesar ± 2k/4 dengan k adalah jumlah faktor. Adapun matrik rancangan percobaan

dengan dua faktor tersebut disajikan pada Tabel 7.


44

Tabel 7. Rancangan Percobaan 2 Faktor Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu
Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut

Peubah Kode Peubah Asli Hasil


Rancangan Ekstrak
Percobaan No. X1 (hr) X2 (g) X1 (hr) X2 (g) (g)

1 -1 -1 4 1:3

Titik Faktorial 2 1 -1 8 1:3

3 -1 1 4 1:7

4 1 1 8 1:5

5 0 0 6 1:5

Titik Pusat 6 0 0 6 1:5

7 0 0 6 1:5

8 0 0 6 1:5

9 -1.414 0 3.172 1:5

Titik Bintang 10 1.414 0 8.828 1:5

11 0 -1.414 6 7.828

12 0 1.414 6 2.172

Model persamaan kondisi optimum respon hasil ekstrak etanol terhadap waktu

Maserasi dan nisbah bahan/pelarut adalah sebagai berikut :

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β11X12 + β22X22 + β12X1X2 + ε

dengan,

Y = peubah respon
X1 = peubah bebas waktu maserasi
X2 = peubah bebas nisbah bahan/pelarut etanol
ε = komponen galat

Data yang diperoleh dari hasil percobaan, dianalisis menggunakan perangkat

lunak Statistical Analysis System (SAS) versi 9 dan Statistika versi 6 untuk
45

mendapatkan bentuk permukaan respon dan gambar garis bentuk dari hasil ekstrak

yang diperoleh.

3. Identifikasi dan Karakterisasi Senyawa Aktif Ekstrak Biji Kamandrah Sebagai


Bahan Laksatif

a. Penentuan Kandungan Fitokimia.

Penentuan kandungan fitokimia pada bagian biji tanaman kamandrah dilakukan

untuk mengetahui kandungan aktif yang terdapat dalam ekstrak heksana dan etanol,

menggunakan metode Harborne (1987), meliputi senyawa alkaloid, flavonoid, steroid,

triterpenoid dan tannin.

Alkaloid

Ekstrak ditambahkan 10 ml kloroform dan beberapa tetes ammonia. Fraksi

kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan H2SO4 2M. Pada fraksi asam

ditambahkan pereaksi Meyer, Dragendorf, dan Wagner secara sendiri-sendiri. Jika

terdapat endapan putih dengan pereaksi Meyer, endapan merah jingga dengan pereaksi

Dragendorf, dan endapan coklat dengan pereaksi Wagner, maka dinyatakan positif

terdapat alkaloid.

Flavonoid

Contoh dengan bobot tertentu ditambahkan air secukupnya dan dipanaskan

selama 5 menit, kemudian ditambah serbuk Mg, 0,2 ml HCl pekat, dan beberapa tetes

amil alkohol. Larutan dikocok dan dibiarkan terjadi pemisahan. Adanya flavonoid

ditandai dengan terbentuknya warna coklat pada lapisan amil alkohol.

Steroid/Triterpenoid

Contoh ditambahkan etanol lalu dipanaskan dan disaring. Filtrat diuapkan

kemudian ditambahkan eter. Lapisan eter diambil untuk diuji dengan pereaksi
46

Lieberman Buchard. Terbentuknya warna merah ungu menyatakan positif mengandung

triterpenoid dan warna hijau positif mengandung steroid.

Tanin

Contoh ekstrak sebanyak 1 g ditambah 100 ml air panas, didihkan selama 5

menit dan disaring. Ke dalam sebagian filtrat ditambahkan FeCl3 1%. Adanya tanin

ditandai dengan terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman.

b. Analisis Komponen Lemak Menggunakan Gas Chromatography (GC)

Untuk mengetahui komponen asam lemak yang terkandung dalam ekstrak

heksana dilakukan identifikasi menggunakan Gas Chromatography (GC). Proses

analisis dilakukan sebagai berikut :

Sebanyak 20 mg ekstrak heksana ditimbang dalam tabung bertutup teflon,

kemudian ditambahkan 1 ml NaOH 0,5 N dalam metanol. Selanjutnya dipanaskan

dalam penangas air selama 20 menit. Tabung diangkat dan didinginkan pada suhu

kamar, ditambahkan larutan NaCl jenuh 2 ml dan heksana 1 ml serta dikocok selama 1-

2 menit. Fasa organik dibiarkan terpisah dengan baik.

Tabel 8. Kondisi, Spesifikasi dan Program Pengaturan Gas Chromatography (GC)


Kondisi GC Spesifikasi dan Program Pengaturan
Kolom DEGS 10% dalam kromosorb WAW 6 feed x 1/8 inci
N2 20 ml/menit
H2 30 ml/menit
Suhu Injektor 200oC
Suhu Detektor 250oC
Suhu Kolom Suhu terprogram
Suhu awal 150oC--Æ ditahan 5 menit
Suhu Akhir I 190oCÆ ditahan 10 menit
Suhu akhir II 220oC-Æ ditahan 15 menit
Volume Standar 2µL
Volume Contoh 2µL

Lapisan heksana dipindahkan kedalam botol kecil berisi 0,1 g NaSO4 anhidrat

dan dibiarkan selama 20 menit. Selanjutnya lapisan heksana dipindahkan ke dalam


47

botol kecil dan contoh siap diinjeksikan ke dalam kromatografi gas dengan kondisi

operasi seperti pada Tabel 8.

c. Identifikasi Ekstrak Heksana Menggunakan Gas Chromatography (GC) dan


Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS)

Pemisahan dan identifikasi komponen mudah menguap dari masing-masing

konsentrat biji kamandrah, dilakukan dengan menggunakan alat GC-MS dan

seperangkat komputer dengan program Class-5000 Ver. 1.1 (Anonim, 1994). Kondisi,

spesifikasi dan program pengaturan alat GC-MS untuk pemisahan-identifikasi

komponen mudah menguap biji kamandrah dilakukan menggunakan metode Kumara

(1998).

Penyuntikan sebanyak 1 µL ke alat GC-MS dilakukan, masing-masing terhadap

(1) udara (tanpa contoh dan pelarut), (2) pelarut dietil eter, (3) pelarut dietil eter yang

telah dipekatkan, (4) konsentrat mudah menguap hasil ekstraksi 90 menit terhadap

serbuk biji kamandrah hasil ekstraksi, (5) konsentrat mudah menguap hasil ekstraksi 90

menit terhadap residu serbuk biji kamandrah yang telah dikurangi lemak-minyaknya,

dan (6) konsentrat mudah menguap hasil ekstrak 90 menit terhadap residu serbuk biji

kamandrah yang telah dikurangi komponen polarnya. Identifikasi komponen mudah

menguap dilakukan dengan bantuan komputer melalui proses pencocokan pola spektra

massa masing-masing komponen mudah menguap biji kamandrah yang terpisah dengan

menggunakan koleksi spektra massa dari NIST (National Institute Standard and

Tecnology)-USA.

Fraksi yang dianalisis disuntikkan pada GS-MS sejumlah 1 µl dengan kondisi

alat, spesifikasi dan pengaturan yang telah disesuaikan, seperti pada Tabel 9.

Penafsiran spektra massa GC-MS dilakukan dengan bantuan komputer dengan

menggunakan database software Class 5000 (Shimadzu) dengan database National


48

Institute Standard and Tecnology (NIST) yaitu NIST 12 dan NIST 62 yang memiliki

lebih dari 62.000 pola.

Tabel 9. Kondisi, Spesifikasi, dan Program Pengaturan Gas Chromatography-Mass


Spectrometry (GC-MS)

Kondisi GC Spesifikasi dan Program Pengaturan


Kolom Kolom kapiler HP 5 dengan panjang 30 meter, diameter dalam
0.32 mm, tebal film 0,25 µm
Gas Pembawa Helium, tekanan 40-45 Kpa
Detektor MS (mass spectrometer)
Suhu interface 230oC
Suhu Injektor 230oC
Volume injeksi 1µL
Teknik injeksi split/splitless
Waktu sampling 0.5 menit
Program suhu:
-suhu awal 40oC, ditahan selama 5 menit
-laju kenaikan suhu 4oC/menit
-suhu akhir 225oC, ditahan selama 5 menit
Kondisi MS Spesifikasi dan Program Pengaturan
Energi ionisasi 1.20 kV
Kisaran massa 33-400
Interval 0.5 detik
Resolusi 1000
Waktu 1.6-56.0 menit

Untuk menetapkan nilai Linier Retention Indices (LRI) dari setiap spektra yang

muncul dilakukan dengan perhitungan menggunakan data waktu retensi dari n-alkana

standar (C8 – C22) yang disuntikkan dengan konsentrasi 0,1% pada kondisi yang sama

dengan kondisi penyuntikan contoh. Perhitungan LRI dilakukan menggunakan rumus :

LRIx = ( (tx – tn) / (tn + 1) + n) X 100


dengan,
LRIx = indeks retensi linier komponen x
tx = waktu retensi komponen x (menit)
tn = waktu retensi standar alkana dengan n buah atom karbon yang muncul
sebelum komponen x (menit)
tn + 1 = waktu retensi standar alkana dengan n + 1 buah aton karbon yang
muncul setelah komponen x (menit)
n = jumlah atom karbon n-alkana yang muncul sebelum komponen x.

Selanjutnya spektra tersebut juga dibandingkan dengan pola spektra yang

tersedia pada pustaka. Setelah itu dilakukan konfirmasi identifikasi dengan


49

membandingkan LRI komponen hasil perhitungan dengan nilai LRI suatu komponen

tertentu dari pustaka. Senyawa teridentifikasi dapat dipastikan bila nilai LRI hasil

perhitungan memiliki nilai yang sama atau hampir sama dengan nilai LRI dari pustaka.

d. Identifikasi Ekstrak Etanol Menggunakan Liquid Chromatography-Mass


Spectrometry (LC-MS)

Analisis kandungan senyawa dalam ekstrak etanol dilakukan untuk mengetahui

komponen senyawa apa saja yang terdapat dalam ekstrak etanol tersebut. Oleh karena

ekstrak etanol merupakan ekstrak yang bersifat polar, maka dilakukan identifikasi

menggunakan Liquid Chromatography-Mass Spectrometry (LC-MS). Tatacara analisis

ekstrak etanol menggunakan LC-MS dilakukan sebagai berikut :

Fraksi yang dianalisis disuntikkan pada LC-MS sejumlah 1 µl dengan kondisi

alat, spesifikasi dan pengaturan yang telah disesuaikan. Penafsiran spektra massa LC-

MS dilakukan dengan bantuan komputer dengan menggunakan database software Class

5000 (Shimadzu) dengan database National Institute Standard and Tecnology (NIST)

yaitu NIST 12 dan NIST 62 yang memiliki lebih dari 62.000 pola. Untuk mencari nilai

Linier Retention Indices (LRI) dari setiap spektra yang muncul dilakukan dengan

perhitungan menggunakan data waktu retensi dari n-alkana standar (C8 – C22) yang

disuntikkan dengan konsentrasi 0,1% pada kondisi yang sama dengan kondisi

penyuntikan contoh, seperti pada Tabel 10.

Selanjutnya spektra tersebut juga dibandingkan dengan pola spektra yang

tersedia pada pustaka. Setelah itu dilakukan konfirmasi identifikasi dengan

membandingkan LRI komponen hasil perhitungan dengan nilai LRI suatu komponen

tertentu dari pustaka. Senyawa teridentifikasi dapat dipastikan bila nilai LRI hasil

perhitungan memiliki nilai yang sama atau hampir sama dengan nilai LRI dari pustaka.
50

Tabel 10. Kondisi, Spesifikasi dan Program Pengaturan Liquid Chromatography-Mass


Spectrometry (LC-MS)

Kondisi LC Spesifikasi dan Program Pengaturan


Program Suhu
Laju kenaikan Suhu 80oC per menit
Suhu akhir 350oC, ditahan selama 20 menit
Solvent cut time 1 menit
Kondisi MS
Energi detektor 1,2 kV
Kisaran massa 43 – 700
Kisaran waktu Interval 0,5 detik pada 1,2 – 20 menit

e. Uji Toksisitas Menggunakan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)


Terhadap larva udang Artemia salina.

Metode yang banyak digunakan untuk pencarian senyawa aktif baru yang

berasal dari tumbuhan tingkat tinggi biasanya dilakukan dengan uji toksisitas larva

udang. Metode ini cukup praktis, cepat, mudah, murah dan akurasi tinggi.

Uji toksisitas merupakan uji pendahuluan untuk mengamati aktivitas

farmakologis suatu senyawa. Senyawa aktif yang dikandung ekstrak kasar tumbuhan

akan menyebabkan tingkat kematian yang tinggi. Pemeriksaan toksisitas diperlukan

untuk mengetahui berapa konsentrasi yang dapat menyebabkan keracunan sehingga

dapat diketahui jumlah penggunaan konsentrasi yang tepat. Tingkat konsentrasi yang

dapat menyebabkan keracunan ditentukan dengan konsentrasi letal 50 (LC50). LC50

adalah konsentrasi dari suatu bahan yang menyebabkan 50% kematian dalam suatu

populasi. LC50 dapat digunakan untuk menentukan toksisitas suatu zat. Data kematian

hewan uji yang diperoleh dapat diolah untuk mendapatkan nilai LC50 dengan selang

kepercayaan 95% dengan menggunakan probit analysis method yang pertama kali

dikemukakan oleh Finney. Nilai LC50 ini dijadikan sebagai batas konsentrasi tertinggi

pada penentuan varian konsentrasi ekstrak dalam uji enzimatik.


51

Uji mortalitas larva udang Artemia salina Leach merupakan salah satu metode

uji bioaktif pada penelitian senyawa bahan alam (Laughlin dan Ferrigni., 1991).

Metode ini telah digunakan untuk berbagai pengamatan bioaktivitas antara lain untuk

mengetahui residu pestisida, anastetik lokal, senyawa turunan morfin, mikotoksin,

karsinogenesitas suatu senyawa, serta polutan air laut (Meyer et al., 1982). Beberapa

keuntungan dari uji bioaktif menggunakan larva udang adalah waktu uji yang cepat,

murah, tidak perlu terlalu aseptis, sederhana, tidak memerlukan keahlian khusus, dan

tidak memerlukan peralatan khusus. Menurut Meyer et al., (1982) apabila hasil

penelitian menunjukkan nilai LC50 < 1000 ppm maka bahan yang diuji dikatakan

memiliki potensi bioaktivitas.

Uji toksisitas menggunakan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

Terhadap larva udang Artemia salina ini dilakukan sebagai uji pendahuluan untuk

menentukan nilai LC50 sebelum melakukan uji toksisitas terhadap hewan uji mencit.

Diharapkan hasil pengujian ini sebagai gambaran untuk menentukan dosis pengujian

selanjutnya.

Tatacara Percobaan

Telur udang ditempatkan pada kotak penetasan yang telah disekat pada bagian

tengahnya. Kemudian diberi air laut secara perlahan sampai setengah dari volume total

dan bagian kotak yang berisi telur udang ditutup dengan timah aluminum, kotak yang

telah ditutup ditempatkan dibawah sinar lampu, telur ditetaskan selama 24 jam, telur

yang telah menetas akan menjadi larva yang kemudian akan berenang ke bagian kotak

yang tidak tertutup oleh timah aluminum, sedangkan cangkangnya akan tertinggal

sehingga tidak mengganggu pada saat pengambilan larva untuk uji BSLT. Setelah 48

jam larva udang siap digunakan untuk pengujian.

Pembuatan larutan induk. Sejumlah 2 mg ekstrak etanol dan ekstrak heksan

ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 1 ml air laut, contoh sukar larut ditambah 10 µl
52

DMSO sebelum penambahan air laut, dikocok hingga homogen. Larutan induk (200

ppm) yang telah dibuat dilakukan pengenceran sehingga didapat dosis 200 dan 20 ppm.

Pembuatan larutan seri. Untuk membuat larutan contoh konsentrasi 200 ppm

dengan cara menyiapkan sebanyak 100 µl larutan induk, kemudian dipipet ke dalam

botol kecil lalu ditambah 900 µl air laut kemudian dikocok hingga homogen.

Pembuatan larutan contoh konsentrasi 20 ppm dilakukan sebanyak 100 µl dari larutan

dengan konsentrasi 200 ppm dipipet ke dalam botol kecil lalu ditambah 900 µl air laut

kemudian dikocok hingga homogen.

Sebanyak 10-12 ekor larva udang dimasukkan ke dalam botol kecil yang diisi

100 µl air laut, kemudian ditambah 100 µl larutan contoh. Selanjutnya botol kecil yang

telah berisi larva udang dalam air laut tersebut didiamkan di bawah sinar lampu selama

24 jam. Setiap konsentrasi larutan uji dilakukan tiga kali ulangan.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan menggunakan kaca pembesar

(loop), kemudian jumlah larva yang mati dihitung.

Analisis Data

Data yang diperoleh dihitung menggunakan analisis probit. Rumus yang

digunakan untuk menghitung toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) adalah

sebagai berikut:

a. Persentase kematian (mortalitas)

Jumlah akumulasi mati (AM)


Mortalitas (%) = X 100%
Jumlah AM + AH
dengan,
AM = Akumulasi Mati
AH = Akumulasi Hidup
b. LC50 dengan menggunakan persamaan garis regresi linier Y = a + bX
53

4. Penentuan Dosis Efektif Khasiat dan Keamanan Ekstrak Terstandar Sebagai


Bahan Laksatif

a. Uji Khasiat Hasil Ekstrak Terpilih Sebagai Bahan Laksatif

Metoda Transit Intestinal (Anonim, 1993)

Uji coba dilakukan pada mencit jantan (ddY) berbobot badan antara 28 – 40 g.

Sebelum percobaan dilakukan mencit di-aklimatisasi selama satu minggu. Hewan yang

mempunyai karakteristik feces mencit normal selama aklimatisasi dikelompokkan

menjadi lima kelompok perlakuan, seperti pada Gambar 13.

(a) Hewan Uji Mencit Jantan (b) Pengujian Pada Hewan Uji

Gambar 13. Uji Khasiat Ekstrak Biji Kamandrah Terhadap Hewan Uji Mencit

Kelompok I sebagai kelompok kontrol (-) memperoleh air 0.1 ml /30 g bobot

badan (bb), kelompok II memperoleh Oleum Ricini (OR) dosis 0.75 ml/30 g bb sebagai

kelompok kontrol (+), dan kelompok yang memperoleh ekstrak kamandrah (Croton oil)

dosis 0.03 (Kelompok III), 0.06 (kelompok IV) dan 0.09 ml/30 g bb (kelompok V).

Sebelum perlakuan mencit dipuasakan/ tidak diberi pakan selama 18 jam tetapi

air minum tetap diberikan ad libitum. Pada menit ke 0 (t0) sediaan uji diberikan

intragastrik dengan menggunakan sonde lambung kemudian dengan cara yang sama
54

diberikan larutan norit dosis 0.1 ml/30 g pada menit ke 45 (t45). Pada akhir percobaan

yaitu pada menit ke 65 (t65) mencit dieuthanasi dengan khloroform kemudian ususnya

dikeluarkan. Panjang usus dari pylorus ke rektum dan panjang usus yang dilewati

marker norit diukur. Nisbah antara panjang usus yang terlewati marker (A) dengan

panjang usus keseluruhan (B) mencerminkan transit intestinal.

Transit Intestinal = (A/B ) x 100 %

Metoda Defekasi (Anonim, 1993)

Hewan yang digunakan adalah mencit jantan dewasa yang memiliki

karakteristik tinja normal. Rerata berat badan pada waktu uji coba adalah 30 gram.

Hewan coba dikelompokkan secara acak menjadi lima kelompok perlakuan: kelompok

I adalah kelompok air yang memperoleh sediaan pelarut, (kontrol negatif) kelompok II

, III dan IV adalah kelompok yang memperoleh ekstrak kamandrah (Croton oil) (CO)

masing masing dosis 0.03, 0.06 dan 0,09 ml/mencit. Kelompok V adalah kelompok

yang memperoleh obat pembanding oleum ricini (OR) dosis 0.75 ml/mencit (kontrol

positif). Mencit dimasukkan kandang individual beralaskan kertas saring kemudian

karakteristik feces tikus yang dikeluarkan diamati setiap 30 menit selama 4 jam.

Pengamatan

Karakteristik feces hewan yang diamati meliputi jumlah, berat dan konsistensi

(karakteristik) tinja.

Analisis Data

Data yang diperoleh diuji dengan Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dilanjutkan

dengan SNK bila menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada P < 0.05.

Sedangkan analisa statistik terhadap karakteristik feces dilakukan dengan uji Mann

Whitney.
55

b. Uji Batas Keamanan Hasil Ekstrak Sebagai Bahan Laksatif (Anonim, 1983)

Uji Dosis Efektif (ED50)

Hewan uji coba mencit ddY jantan yang memiliki bobot 30-40 g. Pengamatan

dilakukan selama 3 jam terhadap karakteristik feces yang dikeluarkan. Hewan uji yang

memperlihatkan feces lembek dikatakan berespon positif terhadap pemberian

perlakuan. Perlakuan yang dicoba pada penelitian ini adalah dosis pemberian ekstrak

etanol 0,03 ml, 0,06 ml, dan 0,09 ml/30 g bb.

Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk menghitung dosis efektifnya

menggunakan rumus (Thompson dan Weil, 1952; Loomis, 1978) :

Log ED50 = log D + d (f + 1)

Dengan,

D = dosis terkecil yang digunakan


d = logaritma kelipatan
f = suatu faktor pada Tabel
K = jumlah kelompok hewan uji (mencit) – 1
δf = dicari pada Tabel

Uji Dosis Letal (LD50)

Hewan uji coba mencit ddY jantan yang memiliki bobot 30-40 g. Pengamatan

dilakukan selama 24 jam. Perlakuan yang dicoba pada penelitian ini adalah dosis

pemberian ekstrak etanol 0,2 ml, 0,04 ml, 0,1 ml, 0,05 ml dan 0,025 ml/30 g bb.

Parameter yang diamati dalam percobaan ini adalah banyaknya hewan yang mati,

gejala yang terlihat selama pengujian dan tingkat toksisitas relatifnya. Menghitung

Dosis Letal (LD50) menggunakan rumus (Laurence dan Bacharach., 1964) :

Log LD50 = log D + d (f + 1)

dengan,
D = dosis terkecil yang digunakan
d = logaritma kelipatan
f = suatu faktor pada Tabel
K = jumlah kelompok hewan uji (mencit) – 1
δf = dicari pada Tabel
56

Data yang diperoleh baik dari hasi uji dosis efektif (ED50) dan dosis letal (LD50)

dianalisis untuk menentukan batas keamanan ekstrak yang dicoba dengan perhitungan

(Laurence Bacharach., 1964; Loomis, 1978):

Batas keamanan = LD50 / ED50

5. Pengembangan Teknologi Proses Ekstrak Terstandar

b. Metode Perancangan Proses

Metode perancangan proses meliputi sintesis proses dan simulasi proses. Pada

penelitian ini metode perancangan proses yang digunakan adalah metode sintesis

proses.

Sintesis Proses

Metode yang digunakan dalam pengembangan teknologi proses adalah metode

sintesis proses. Sintesis proses dimulai dengan mengembangkan teknologi proses

ekstraksi menggunakan metode Maserasi. Pertimbangan menggunakan ekstraksi

karena selama ini penggunaan biji kamandrah sebagai bahan laksatif, hanya dengan

membelah seperempat biji (etnobotani) dan 1-2 g biji (Siagian dan Rahayu, 1999).

Pertimbangan menggunakan metode Maserasi karena metode ini tidak menggunakan

suhu tinggi diatas 70oC yang dikuatirkan dapat merusak senyawa aktif yang menjadi

target.

Untuk memperoleh proses produk sediaan ekstrak terstandar, dengan

melakukan sintesis proses yang dimulai dari melakukan proses ekstraksi senyawa aktif

sebagai bahan laksatif, penentuan produk akhir ekstrak terstandar menggunakan

metode perbandingan eksponensial (MPE), aplikasi dan formulasi produk (Ansel, 1989;

Anonim, 1986). Tahapan akhir dengan membandingkan metode ekstraksi yang

dikembangkan dengan metode lainnya yaitu ekstraksi kontinyu menggunakan Soxhlet


57

dan perkolasi. Kemudian dilakukan analisis kelayakan finansial terhadap produk yang

dihasilkan. Output perancangan proses yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah

rancangan proses ekstraksi menggunakan metode terpilih (Maserasi) dan proses

pengembangan produk akhir ekstrak terstandar dalam bentuk kapsul. Dari beberapa

tahapan sintesis proses tersebut dilakukan sebagai berikut :

1. Proses Ekstraksi Senyawa Aktif dari Biji Kamandrah

Selama ini penggunaan biji kamandrah sebagai bahan laksatif (pencahar) secara

turun-temurun dengan memakan seperempat biji. Dari hasil penelitian Siagian dan

Rahayu (1999) hanya dengan memakan 1-2 g biji kamandrah dapat berfungsi sebagai

bahan pencahar. Pada penelitian ini pengembangan proses ekstraksi dengan melakukan

percobaan menggunakan metode Maserasi. Nisbah bahan/pelarut yang digunakan

berdasarkan kondisi optimum hasil optimasi.

Proses ekstraksi senyawa aktif dari biji kamandrah dilakukan dengan metode

Maserasi pada suhu ruang (27oC), dengan pertimbangan senyawa bioaktif yang terdapat

dalam biji tidak terdegradasi karena pengaruh panas yang tinggi. Nisbah bahan/pelarut

1 : 6,9 g, selama 6,2 hari. Sedangkan tujuan ekstraksi menggunakan metode Maserasi

ini agar diperoleh senyawa aktif dari biji kamandrah melalui pemisahan menggunakan

pelarut yang bersifat polar (etanol). Menurut Harborne (1987) disamping jenis pelarut,

faktor lain yang perlu diperhatikan untuk memperoleh senyawa aktif dalam bahan

semaksimal mungkin antara lain waktu maserasi dan nisbah bahan/pelarut yang

digunakan. Adapun proses ekstraksi senyawa aktif biji kamandrah menggunakan

metode Maserasi seperti pada Gambar 14.


58

Buah Pemilihan Buah Buah


Kamandrah Kamandrah Taknormal

Pengeringan Buah
Uap Air
(kadar air 12%)

Pengupasan Kulit Buah Kulit Buah

Pengupasan Cangkang Kulit Biji


dari Biji

Pengecilan Ukuran (40 mesh)

Ekstraksi Metode Maserasi


Serbuk Waktu 6.2 jam Ampas
Etanol Nisbah Bahan/pelarut (1 : 6.9)

Ekstrak Kasar

Pengeringan
Etanol
Suhu : 60oC Etanol hilang
Lama : 45 menit

Ekstrak Kental

Pengujian dan Identifikasi Senyawa


Senyawa Aktif Aktif

Gambar 14. Diagram Alir Proses Ekstraksi Senyawa Aktif Menggunakan Metode Maserasi

Sebelum dilakukan ekstraksi senyawa aktif dari biji kamandrah terlebih dahulu

dilakukan penyiapan bahan. Penyiapan bahan dilakukan sesuai dengan standar mutu
59

simplisia yang meliputi pengumpulan bahan, penyortiran buah, pengeringan,

pengupasan kulit buah, pengupasan cangkang biji dan pengecilan ukuran (Badan

POM, 2005).

2. Penentuan Produk Akhir Ekstrak Terstandar

Oleh karena produk yang dihasilkan berbentuk ekstrak terstandar yang

bertujuan sebagai bahan laksatif dengan demikian cara pemberiaan dilakukan secara

oral (lewat mulut) maka calon produk yang dipilih berupa tablet, kapsul, sirup dan

bubuk. Metode yang digunakan dalam pemilihan produk akhir menggunakan metode

perbandingan eksponensial (Marimin, 2004). Menurut Eriyatno (1998) langkah-

langkah yang perlu dilakukan dalam pemilihan keputusan dengan menggunakan MPE

adalah sebagai berikut : a). Penyusunan calon bentuk sediaan produk akhir jamu

pencahar, b).Penyusunan kriteria yang dikaji, c). Penentuan tingkat kepentingan, d).

Penentuan skor tiap calon produk akhir pada setiap kriteria, dan e). Perhitungan total

skor calon produk akhir.

Keuntungan menggunakan metode perbandingan eksponensial adalah nilai skor

yang menggambarkan urutan prioritas menjadi besar karena merupakan fungsi

eksponensial, sehingga urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata. Dari hasil

perhitungan total skor tertinggi merupakan produk akhir yang terpilih, dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut :

m
TNi = ∑ RKijTKKj
j=i

dengan
TNi = nilai total alternatif ke-i
RKij = Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan ke-i
TKKj = Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKK > 0;
n = Jumlah pilihan keputusan
m = Jumlah kriteria keputusan
60

3. Aplikasi dan Formulasi

Aplikasi dan formulasi produk didasarkan atas hasil ekstrak yang diperoleh dan

telah dilakukan pengujian terhadap khasiat dan keamanan dari ekstrak yang dihasilkan.

Produk yang dibuat atas dasar perlakuan terbaik hasil uji khasiat menggunakan mencit

(uji praklinis), kemudian ekstrak terpilih dihitung kesetaraan dengan penggunaan dosis

pada manusia. Berdasarkan nilai kesetaraan tersebut dilakukan konversi untuk

penggunaan pada manusia dilakukan dengan menggunakan Tabel (Laurence dan

Bacharach, 1964). Formulasi dosis ekstrak yang diperoleh selanjutnya dikombinasikan

dengan bahan pengisi kapsul dan bahan pengering. Ketepatan komposisi bahan pengisi

memiliki aturan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku menurut Handbook of

Pharmaceutical Excipients (Anonim, 1986) yang terdiri dari komponen bahan

penghancur, bahan pelincir, bahan pelicin, dan bahan tambahan pengisi lain berupa

amylum maydis dan avicel. Kesemua komponen ini disesuaikan dengan total solid

yang terdapat pada bahan hasil ekstrak yang ada.

Menurut Anief (2000), ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara

lain (1) bobot harus seragam, (2) keseragaman dari isi zat yang berkhasiat, (3) waktu

hancur yang tidak lebih dari 15 menit, dan (4) tersimpan dalam wadah yang tertutup

rapat.

4. Pembandingan

Untuk menentukan rancangan proses ekstraksi menggunakan metode Maserasi

yang telah dilakukan dapat diaplikasikan dengan baik, perlu dilakukan pengujian

dengan membandingkan dengan metode lainnya yaitu ekstraksi kontinyu menggunakan

Soxhlet dan Perkolasi. Parameter pembanding meliputi : suhu ekstraksi, pengambilan

kembali (recovery) pelarut (etanol), lama ekstraksi, etanol hilang (loss), nisbah

bahan/pelarut, dan rendemen ekstrak yang diperoleh.


61

Proses Ekstraksi Kontinyu Menggunakan Soxhlet

Alat yang digunakan adalah seperangkat Soxhlet yang terdiri dari tempat

sampel, kondensor, labu (tempat pelarut) dan pemanas. Contoh serbuk biji kamandrah

(40 mesh) sebanyak 10 g ditempatkan dalam kertas saring dan dibentuk menjadi

silinder sesuai dengan ukuran tempat contoh pada Soxhlet. Labu di isi dengan pelarut

etanol sebanyak setengah dari volume labu. Proses ekstraksi kontinyu menggunakan

Soxhlet seperti pada Gambar 15.

Gambar 15. Proses Ekstraksi Menggunakan Soxhlet

Selanjutnya proses ekstraksi berlangsung selama 30 menit sampai 36 jam pada

suhu 70oC yang ditandai dengan warna bening pada pelarut yang kontak dengan

contoh. Ekstrak kasar yang diperoleh kemudian diuapkan, sehingga ekstrak terbebas

dari sisa pelarut menggunakan rotavapor. Adapun diagram alir proses ekstraksi

kontinyu menggunakan Soxhlet yang dilakukan adalah sebagai berikut :


62

Serbuk Biji
Kamandrah

Ekstraksi Kontinyu Menggunakan


Etanol Ampas
Soxhlet pada Suhu 70oC
(PA)
Lama reaksi : 8 jam

Filtrat + etanol

Pengeringan
Suhu : 60oC Etanol
Lama : 45 menit

Ekstrak Kental

Gambar 16. Diagram Alir Proses Ekstraksi Kontinyu Menggunakan Soxhlet

Proses Ekstraksi Secara Perkolasi

Proses ekstraksi secara Perkolasi ini terdiri dari tiga bagian peralatan. Bagian I

berupa tabung yang berisi pelarut etanol setengah bagian dari tabung yaitu 50 ml,

kemudian ditutup rapat. Pada bagian bawah tabung diberi kran untuk mengetahui

kecepatan turunnya pelarut etanol. Kecepatan alir pelarut ditentukan selama 4 detik

setiap tetesan yang jatuh kedalam tabung II yang berisi contoh serbuk biji kamandrah

sebanyak 10 g, agar tidak terjadi penguapan selama proses berlangsung bagian atas

ditutup rapat dengan timah aluminum yang hanya dapat dilewati pipa kecil dari tabung.

Dengan demikian pelarut dari tabung pertama akan tercampur dengan contoh

serbuk biji kamandrah, kemudian pelarut turun melewati contoh dengan membawa

ekstrak dari contoh yang terlewati dengan kecepatan 4 detik pertetesan yang ditampung

pada labu III dimana bagian atasnya juga ditutup rapat dengan timah aluminum yang

hanya dapat dilewati slang teplon tempat mengalirnya ekstrak. Ekstrak kasar yang

diperoleh pada labu ke III di uapkan kembali dengan rotavapor agar diperoleh ekstrak
63

kental yang bebas dari pelarut. Ekstrak yang diperoleh ditimbang untuk menentukan

hasil ekstrak yang diperoleh. Proses ekstraksi menggunakan Perkolasi seperti pada

Gambar 17.

Gambar 17. Proses Ekstraksi Secara Perkolasi

Adapun diagram alir proses ekstraksi secara Perkolasi yang dilakukan adalah

sebagai berikut :
64

Serbuk Biji
Kamandrah

Perkolasi
Etanol Ampas
Lama ekstraksi : 1.7 jam
(PA)
Suhu : 27oC

Filtrat + etanol

Pengeringan
Suhu : 60oC Etanol
Lama : 45 menit

Ekstrak Kental

Gambar 18. Diagram Alir Proses Ekstraksi Secara Perkolasi

g. Analisis Kelayakan Teknis dan Ekonomis Perancangan Proses

Analisis kelayakan teknis dan ekonomis perancangan proses tujuannya untuk

mengkaji sampai seberapa jauh prospek produk yang dihasilkan, maka perlu dilakukan

analisis kelayakan teknis dan ekonomis dalam periode waktu tertentu yang meliputi

Net Present Value (NVP), Internal Rate of Return (IRR), Profitability Index (PI),

Payback Period (PBP), serta analisis sensitivitas yang memberi nilai tambah dari

produk yang dikaji.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Evaluasi Taksonomi dan Penentuan Kandungan Proksimat

Sebelum dilakukan optimasi proses ekstraksi untuk memperoleh hasil ekstrak

heksana dan etanol yang optimum digunakan untuk pengujian ekstrak terstandar,

terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan yang meliputi identifikasi taksonomi

dan analisis proksimat terhadap biji kamandrah.

1. Evaluasi dan Identifikasi Taksonomi

Evaluasi taksonomi dan identifikasi merupakan empirical studies, dengan

tujuan untuk memastikan bahwa tanaman yang diteliti dan digunakan adalah tanaman

kamandrah yang selama ini digunakan masyarakat sebagai obat tradisional secara

turun-temurun. Adapun penampakan biji yang diambil dari buah kamandrah yang

digunakan sebagai bahan baku simplisia seperti disajikan pada Gambar 19.

(a) Buah Kamandrah (b) Biji Kamandrah


Gambar 19. Penampakan (a) Buah dan (b) Biji Kamandrah (Croton tiglium L.)

Tanaman ini diambil dari daerah pedalaman Tamiang Layang, Kabupaten

Barito Timur, Propinsi Kalimantan Tengah. Identifikasi taksonomi ini dilakukan di

Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor. Hasil

identifikasi yang dilakukan di Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan


66

Indonesia (LIPI) Bogor menunjukkan bahwa tanaman yang diteliti memang tanaman

kamandrah dengan nama latin Croton tiglium L, seperti disajikan pada Lampiran 1.

Dari hasil evaluasi taksonomi diketahui bahwa tanaman kamandrah merupakan

tanaman semak, pohon kecil atau perdu, tinggi antara 5 - 24 m. Batang tanaman tegak,

bulat, berambut dan berwarna hijau. Daun tanaman dicirikan pada bagian pangkal daun

tepinya bergerigi, berseling, lonjong, pada bagian ujung runcing, pangkal membulat,

berdaun tunggal, panjang daun 3 - 4,5 cm, lebar 1 - 3,5 cm, tangkai silendris, panjang 2

- 2,5 cm, pertulangan menyirip dan berwarna hijau. Bunganya dicirikan berbentuk

majemuk, bentuk bulir, diujung batang, kelopak membulat, bertoreh, warna hijau,

benang sari banyak, putih kekuningan, kepala putik bulat, kuning, mahkota bentuk

corong kuning. Buah berbentuk kotak, bulat, dengan diameter ± 0,5 cm, dan berwarna

hijau. Biji tanaman ini berbentuk bulat telur, kecil, dan berwarna hitam. Akar termasuk

akar tunggang, dan berwarna putih kotor.

2. Penentuan Kandungan Proksimat Biji Kamandrah (Croton tiglium L.)

Penentuan kandungan proksimat biji kamandrah yang digunakan dalam

penelitian ini merupakan tahapan penelitian pendahuluan yang diharapkan memperoleh

informasi penting terhadap serbuk biji kamandrah yang meliputi kadar air dan

kandungan proksimat bahan.

Penentuan Kadar Air

Penentuan kadar air berhubungan dengan kuantitas hasil ekstrak yang diperoleh

pada proses ekstraksi dan kualitas bioaktif senyawa hasil ekstraksi yang diperoleh dari

bahan simplisia berupa serbuk biji kamandrah yang digunakan dalam penelitian ini.

Selain itu penentuan kadar air pada biji kamandrah berkorelasi dengan kerusakan biji

yang digunakan sebagai simplisia.

Penentuan kadar air yang dilakukan dengan mengeringkan pinggan porselin

suhu diatas 100oC selama 30 menit, dinginkan dan ditimbang. Bahan ditimbang
67

kemudian dimasukkan dalam porselin dan dikeringkan pada suhu 105oC selama 2 jam.

Menghitung kadar air (%) seperti pada Lampiran 2.

Dari hasil penelitian berdasarkan bobot basah dan kering, menunjukkan bahwa

kadar air bobot basah biji kamandrah yang baru dipanen atau sebelum dilakukan

pengeringan dengan kadar air rata-rata 53.69%, sedang setelah menjadi simplisia

berdasarkan berat kering menunjukkan kadar air pada biji kamandrah yang digunakan

berada pada grade dibawah 10% yaitu 6,20% seperti pada Gambar 20.

Simplisia yang disimpan dengan kadar air di atas 10% akan cepat rusak, karena

berpeluang sebagai tempat hidup dan perkembangnya mikroorganisme yang

menyebabkan kerusakan selama penyimpanan. Suatu bahan relatif stabil dari serangan

mikroba jika kandungan air bahan tersebut kurang dari 10%.

Dengan demikian simplisia biji kamandrah yang digunakan dalam penelitian ini

telah memenuhi syarat sebagai simplisia karena memiliki kandungan kadar air yang

hanya 6,20%. Menurut Badan POM (1985) salah satu prasyarat kadar air yang

digunakan pada simplisia bagian tanaman kadar airnya tidak lebih dari 10%.

Penentuan Kandungan Proksimat

Kandungan proksimat yang diamati meliputi kadar lemak, kadar serat, kadar

protein, kadar abu dan karbohidrat yang terkandung dalam serbuk simplisia biji

kamandrah.

Penentuan kandungan proksimat yang meliputi penentuan kadar lemak,

dilakukan dengan mengekstrak sebanyak 2 g bahan dengan pelarut dalam soxhhlet

selama 6 jam, kemudian dikeringkan dalam oven suhu 100oC selama 30 menit dan

didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan.

Kadar serat, bahan sebanyak 2 g diekstraksi dengan petroleum eter sampai

kadar lemak dalam bahan kecil dari 1 persen. Bahan 1,5 g dimasukkan dalam erlemeyer

ditambah 200 ml H2SO4 1,25% , kemudian didihkan di bawah pendingin balik selama
68

30 menit. Ditambah 200 ml NaOH 1,25 % dalam Erlenmeyer, kemudian dididihkan

kembali di bawah pendingin balik selama 30 menit. Disaring dan dicuci dengan 20 ml

H2SO4 1,25 %, 50 ml air panas dan 25 ml alkohol. Residu beserta kertas saring

dikeringkan pada suhu 130oC selama 2 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan

ditimbang. Diabukan selama 30 menit pada suhu 60oC, dan didinginkan sampai bobot

konstan, kemudian ditimbang.

Kadar protein, sebanyak 0,1 g bahan dimasukkan dalam labu Kjeldahl,

ditambah 2,5 ml asam sulfat pekat, 1 g katalis dan batu didih, kemudian mendidihkan 1

– 1,5 jam . Labu didinginkan, yang isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi,

ditambahkan 15 ml larutan NaOH 50 %, dibilas dengan air suling.

Kadar abu, 2 g bahan dimasukkan dalam tanur dengan suhu 600oC, proses

pengabuan dilakukan selama 2 jam, kemudian bahan didinginkan dan ditimbang. Kadar

karbohidrat (%) = 100% - (protein + lemak + serat kasar + air + abu). Tatacara analisis

proksimat pada Lampiran 2, sedangkan hasil analisis kandungan proksimat seperti

ditunjukkan pada Gambar 20.

45.0
40.01
40.0
35.0
Kandungan (%)

30.0 26.69
25.0
20.0
15.51
15.0
8.41
10.0 6.2
5.0 3.14

0.0
Kadar Air Kadar Abu Kadar Lemak Kadar Protein Serat Kasar Karbohidrat

Komponen

Gambar 20. Hasil Analisis Kadar Air dan Kandungan Proksimat Biji Kamandrah

Hasil analisis kandungan proksimat Gambar 20. menunjukkan bahwa serbuk

biji kamandrah yang digunakan dalam penelitian ini mengandung lemak 40.01%, kadar
69

serat kasar 8.45%, protein 26.69%, abu 3.14%, dan karbohidrat 15.51%. Dari hasil

analisis kandungan proksimat tersebut membuktikan bahwa serbuk biji kamandrah

(Croton tiglium L.) banyak mengandung lemak, kemudian diikuti kandungan protein,

karbohidrat dan kadar abu yang hanya 3.14%.

Penentuan kadar air dan kandungan proksimat simplisia serbuk biji kamandrah

ini merupakan informasi penting untuk menentukan jenis pelarut yang digunakan dalam

mengekstraksi senyawa aktif yang terkandung pada biji kamandrah. Mengingat pada

biji kamandrah terdapat senyawa polar dan non polar. Agar senyawa target dapat

diperoleh secara maksimal, maka pelarut yang digunakan juga berdasar kepolarannya.

Senyawa yang bersifat polar akan dilarutkan dengan senyawa polar, sedangkan

senyawa non polar dilarutkan dengan pelarut non polar. Pada penelitian ini pelarut

polar menggunakan etanol, sedangkan pelarut non polar menggunakan heksana.

B. Optimasi Proses Ekstraksi Menggunakan pelarut Heksana dan Etanol

Optimasi proses ekstraksi dari pelarut heksana dan etanol merupakan bagian

tahapan penelitian utama. Proses ekstraksi senyawa bioaktif dari biji kamandrah

dilakukan dengan metode maserasi pada suhu ruang, dengan pertimbangan senyawa

bioaktif yang terdapat dalam biji tidak terdegradasi karena pengaruh panas yang tinggi.

Sedangkan tujuan ekstraksi menggunakan metode Maserasi ini agar diperoleh senyawa

bioaktif dari biji melalui pemisahan menggunakan pelarut yang bersifat polar dan non

polar. Mengingat senyawa aktif yang terdapat dalam biji kamandrah belum diketahui

apakah bersifat polar atau non polar, maka untuk memperoleh senyawa tersebut

dilakukan pemisahan dengan kedua jenis pelarut tersebut, pelarut polar menggunakan

etanol dan non polar menggunakan heksana. Menurut Harborne (1987) disamping jenis

pelarut, faktor lain yang perlu diperhatikan untuk memperoleh senyawa aktif dalam

bahan semaksimal mungkin, perlu memperhatikan antara lain waktu Maserasi dan
70

nisbah bahan/pelarut yang digunakan. Pada setiap bahan faktor-faktor tersebut berbeda

pengaruhnya terhadap hasil ekstrak yang diperoleh. Berdasarkan penelitian Ahmed

(2006) maserasi biji withania somnifera nisbah bahan dan pelarut (1:2) menghasilkan

ekstrak 12.75%, sedangkan pada biji H.auriculata mencapai 18.22%. Dengan demikian

maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan nisbah bahan dan

pelarut yang optimal.

1. Penentuan Faktor-faktor yang berpengaruh

Penentuan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perolehan hasil ekstrak

heksana dan etanol dilakukan melalui percobaan terhadap waktu Maserasi dan nisbah

bahan/pelarut. Masing-masing faktor tersebut terdiri dari beberapa taraf. Pada dasarnya

berbagai senyawa bahan alam yang diekstraksi menggunakan pelarut faktor waktu dan

nisbah bahan/pelarut cukup menentukan, akan tetapi faktor tersebut sangat tergantung

dari jenis dan bahan alam yang akan diekstraksi. Dengan demikian sebelum dilakukan

ekstrak dalam skala yang lebih besar kedua faktor tersebut perlu dicoba terlebih dahulu.

Data hasil perolehan ekstrak heksana dan etanol pada Lampiran 3 dan 5,

sedangkan hasil analisis sidik ragam faktor-faktor yang berpengaruhi pada berbagai

kondisi waktu dan nisbah bahan/pelarut yang dicoba dapat dilihat pada Lampiran 4 dan

6. Sedangkan hasil ekstrak yang diperoleh disajikan pada Gambar 21 dan 22.

Dari Gambar 21 dan 22, menunjukkan hasil ekstrak (g) semakin meningkat

dengan bertambahnya waktu Maserasi pada setiap perlakuan nisbah bahan/pelarut.

Dengan meningkatnya nisbah bahan/pelarut hasil ekstrak (g) juga semakin meningkat.

Hal ini terbukti pada nisbah bahan/pelarut 1:7 menunjukkan hasil ekstrak heksana

tertinggi yaitu mencapai 1,50 g (Lampiran 3), sedangkan pada ekstrak etanol mencapai

0,99 g (Lampiran 5).

Hasil Analisis Sidik Ragam Lampiran 4 dan 6, menunjukkan bahwa waktu

Maserasi dan nisbah bahan/pelarut berpengaruh nyata terhadap hasil ekstrak heksana
71

dan etanol. Hasil ekstrak cenderung meningkat dengan menggunakan pelarut heksana

dan etanol dengan semakin lama waktu Maserasi baik pada nisbah bahan/pelarut 1:3

dan 1:5 maupun pada nisbah bahan/pelarut 1:7 g/ml. Hal ini diduga bahwa semakin

lama waktu Maserasi dan semakin tinggi nisbah bahan/pelarut akan mengakibatkan

semakin banyak hasil ekstrak heksana yang diperoleh, karena pada saat ekstraksi

berlangsung terjadi perpindahan massa dari dalam padatan menuju cairan akibat proses

difusi.

Disamping itu juga diduga dengan adanya Maserasi serbuk biji kamandrah

dalam waktu yang lebih lama dapat menjadikan serbuk biji menjadi lebih

menggembung (swelling) sehingga mengakibatkan mudahnya masuk pelarut yang

digunakan ke dalam bahan. Menurut Harborne (1987) bahwa banyaknya perolehan

hasil ekstrak dari suatu bahan yang akan diekstraksi dipengaruhi oleh jenis pelarut,

waktu perendaman dan nisbah bahan dengan pelarut.

1.6
1.4
1.2
Hasil Ekstrak (g)

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
4 hr 6 hr 8 hr
Waktu Maserasi (hr)
Nisbah bahan/pelarut 1:3 Nisbah bahan/pelarut 1:5 Nisbah bahan/pelarut 1:7

Gambar 21. Pengaruh Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut Terhadap


Hasil Ekstrak Heksana
72

1.2

H asil E k strak (g ) 1

0.8

0.6

0.4

0.2

0
4 hr 6 hr 8 hr
Waktu Maserasi (hr)
Nisbah bahan/pelarut 1:3 Nisbah bahan/pelarut 1:5 Nisbah bahan/pelarut 1:7

Gambar 22. Pengaruh Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut Terhadap


Hasil Ekstrak Etanol

Nisbah bahan dan pelarut juga menentukan banyaknya hasil ekstrak yang

diperoleh. Bila nisbah bahan dan pelarut semakin kecil, atau semakin banyak jumlah

pelarut yang ditambahkan, maka kemampuan pelarut untuk melarutkan komponen

ekstrak dalam bahan akan bertambah akibat luasnya kontak antara bahan dan pelarut,

sehingga rendemen hasil ekstraksi juga akan meningkat. Kelarutan bahan dalam

pelarut bertambah seiring dengan penambahan jumlah pelarut. Hasil ekstrak juga akan

terus meningkat hingga larutan menjadi jenuh. Pada saat larutan jenuh tidak terjadi

pergerakan komponen dari bahan ke pelarut akibat persamaan konsentrasi antara kedua

fase. Setelah titik jenuh larutan tercapai, tidak akan terjadi peningkatan hasil ekstrak

dengan penambahan pelarut.

Bila dilihat dari kecenderungan jumlah hasil ekstrak yang diperoleh, kenaikan

hasil ekstrak yang diperoleh dari waktu maserasi 4 hari hingga hari ke-6 lebih besar

ekstrak yang dihasilkan bila dibandingkan dengan waktu Maserasi hari ke-6 sampai

hari ke-8. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya laju ekstraksi komponen bioaktif
73

ditunjukkan dengan besarnya nilai hasil ekstrak yang diperoleh, disebabkan oleh

perbedaan konsentrasi yang besar antara bahan dan pelarut pada awal proses ekstraksi.

Nilai laju ekstraksi akan menurun seiring dengan banyaknya komponen yang

terekstraksi dari dalam bahan dan akan minimum nilainya apabila kesetimbangan

konsentrasi antara bahan dan pelarut tercapai.

Menurut Bombardelli (1991) lama ekstraksi menentukan jumlah komponen

yang dapat diekstraksi dari bahan. Lama ekstraksi berhubungan dengan waktu kontak

antara bahan dan pelarut. Semakin lama waktu ekstraksi maka kesempatan untuk

bersentuhan antara bahan dan pelarut semakin besar sehingga kelarutan komponen

bioaktif dalam larutan akan meningkat. Dengan demikian hasil ekstrak juga akan

semakin bertambah hingga larutan mencapai titik jenuh.

Dari hasil uji Duncan pengaruh waktu Maserasi dan nisbah bahan/pelarut

menunjukkan peningkatan hasil ekstrak pada nisbah bahan/pelarut 1 : 3 dan 1 : 5, tetapi

tidak berbeda nyata pada peningkatan nisbah bahan/pelarut 1 : 7 baik pada ekstrak

heksana maupun ekstrak etanol. Kenaikan yang lambat terjadi pada nisbah

bahan/pelarut 1 : 5 dan 1 : 7, diduga disebabkan pada serbuk biji kamandrah yang

diekstrak prosesnya akan terus berlangsung selama komponen bahan padat yang akan

dipisahkan menyebar diantara kedua fase dan akan berakhir bila kedua fase berada

dalam kesetimbangan. Kesetimbangan akan terjadi bila seluruh zat terlarut sudah larut

semuanya di dalam zat cair dan konsentrasi larutan yang terbentuk menjadi seragam.

Kondisi ini dapat tercapai dengan mudah atau sulit tergantung pada struktur zat

padatnya. Rangkaian proses ekstraksi meliputi persiapan bahan yang akan diekstrak,

kontak bahan dengan pelarut, pemisahan residu dengan filtrat dan proses penghilangan

pelarut dari ekstrak.

Diharapkan penggunaan pelarut dengan jumlah yang lebih kecil dan dapat

mengoptimalkan kondisi ekstraksi sekaligus mengurangi biaya operasi secara


74

keseluruhan tanpa mengurangi jumlah komponen bioaktif bahan yang dapat terekstrak.

Volume pelarut yang terlalu besar dapat meningkatkan biaya produksi karena pelarut

merupakan komponen utama dalam ekstraksi dengan pelarut. Pengambilan (recovery)

kembali pelarut untuk menekan biaya operasi dapat dilakukan namun operasional

dilapangan sulit dilakukan karena penguapan pelarut yang tidak sempurna, kebocoran

pada saat proses, kondensasi yang tidak sempurna, terbuang bersama ampas atau terikut

dalam produk.

Kondisi perolehan hasil ekstrak heksana dan etanol tertinggi pada penelitian ini

diperoleh pada waktu Maserasi 8 hari dengan nisbah bahan/pelarut 1:7 g/ml yang

menghasilkan ekstrak heksana 1.50 g dan etanol 0.99 g. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa waktu Maserasi yang digunakan berada pada kisaran 4 - 8 hari,

sedangkan nisbah bahan/pelarut berada pada kisaran 1 : 3 – 1 : 7 g/ml yang digunakan

dalam penelitian selanjutnya.

2. Optimasi Proses Ekstraksi Untuk Memperoleh Ekstrak Heksana

Optimasi proses ekstraksi pada penelitian ini bertujuan untuk mencari peubah

optimum pengaruh waktu Maserasi dan nisbah bahan/pelarut yang dapat

memaksimalkan hasil ekstrak serbuk biji kamandrah (Croton tiglium). Pencarian

peubah optimum dilakukan menggunakan metode Respone Surface Methods (RSM)

dengan rancangan percobaan 22 faktorial. Matrik ordo pertama optimasi diambil dari

percobaan pendahuluan yaitu waktu maserasi dan nisbah bahan/pelarut yang dianggap

dapat mengoptimalkan hasil ekstrak menggunakan pelarut heksana.

Pembentukan Model Linier

Matrik ordo pertama optimasi pengaruh waktu Maserasi dan nisbah

bahan/pelarut terhadap hasil ekstrak heksana dapat dilihat pada Lampiran 7, sedangkan

hasil analisis sidik ragam ordo pertama dapat dilihat pada Lampiran 8.
75

Hasil penelitian menggunakan rancangan faktorial dan titik pusat menunjukkan

bahwa respon hasil ekstrak heksana yang dihasilkan terhadap waktu Maserasi dan

nisbah bahan/pelarut berkisar 0.85 – 1.50 g/ml seperti pada Lampiran 7. Hasil analisis

sidik ragam pada Lampiran 8. menunjukkan bahwa waktu Maserasi berpengaruh nyata

terhadap hasil ekstrak heksana, begitu juga nisbah bahan/pelarut berpengaruh nyata

terhadap perolehan hasil ekstrak heksana.

Hasil pembentukan model ordo pertama menggunakan rancangan faktorial dan

titik pusat terhadap perolehan hasil ekstrak heksana, menunjukkan bahwa model

perolehan hasil ekstrak heksana tidak merupakan persamaan linier tetapi cenderung

kuadratik, karena efek kuadratik lebih signifikan bila dibandingkan dengan efek linier

hal ini ditunjukkan F hitung sebesar 158.76 seperti pada Lampiran 9 dan 10.

Model ordo pertama dari peubah kode untuk optimasi respon hasil ekstrak

heksana tehadap waktu Maserasi dan nisbah bahan/pelarut sebagai berikut :

Y = 1.457500 + 0.09500 X1 + 0.070000X2 – 0.387500X12 – 0.055000X22

dengan :

Y = perolehan hasil ekstrak heksana


X1 = waktu Maserasi
X2 = nisbah bahan/pelarut

Hasil uji penyimpangan model seperti pada Lampiran 11, menunjukkan bahwa

model bersifat sangat nyata dengan nilai peluang 0.00012. Hal ini berarti model linier

yang dibuat menyimpang dari keadaan nyata. Meskipun nilai R2 untuk persamaan ordo

pertama relatif tinggi yaitu R2 = 0,98, namun hasil uji lack of fit (ketidak sesuaian

model) bersifat nyata (α < 0.05). Dengan demikian menunjukkan bahwa model ordo

pertama ekstraksi yang diperoleh tidak tepat digunakan untuk menduga respon

perolehan hasil ekstrak heksana, karena tidak memenuhi syarat model yang baik. Untuk

itu perlu dilakukan analisis statistik selanjutnya untuk pendugaan ordo kedua pada

model kuadratik. Menurut Box et al., (1978) syarat model yang baik mempunyai hasil
76

uji penyimpangan model yang bersifat tidak nyata (α > 0.05). Dengan demikian dari

perancangan faktorial dan titik pusat pada ordo pertama perlu ditambahkan empat titik

observasi (central composite design) untuk mendapatkan lokasi titik optimum yang

tepat dalam analisis statistik selanjutnya untuk menduga ordo kedua pada model

kuadratik.

Pembentukan Model Kuadratik

Pembentukan model kuadratik pengaruh waktu Maserasi dan nisbah

bahan/pelarut terhadap hasil ekstrak heksana menggunakan data pada rancangan

faktorial, titik pusat, dan titik bintang. Model kuadratik pengaruh waktu Maserasi dan

nisbah bahan/pelarut terhadap perolehan hasil ekstrak heksana dapat dilihat pada

Lampiran 12.

Hasil analisis ragam Lampiran 13, menunjukkan bahwa waktu Maserasi dan

nisbah bahan/pelarut berpengaruh sangat nyata terhadap perolehan hasil ekstrak

heksana.

Dari hasil uji signifikansi terhadap parameter model kuadratik perolehan ekstrak

heksana menunjukkan semua koefisien parameter mempunyai peluang kurang dari 0,05

(∝ < 0,05). Hal ini memperlihatkan bahwa semua parameter model kuadratik memberi

pengaruh yang nyata terhadap model, dengan nilai nyata sebesar 98% X1 dan X2

signifikan dengan nilai nyata sebesar 97%, sedangkan nilai nyata sebesar 99% X12 dan

interaksi antara X1X2 tidak nyata dengan nilai nyata sebesar 92%, seperti pada

Lampiran 14.

Adapun persamaan model kuadratik pengaruh waktu Maserasi dan nisbah

bahan/pelarut seperti pada persamaan model berikut:

Y = 1.457515+0.075791X1+0.061522X2–0.148155X12-0.055000X1X2–0.190668X22

dengan :
77

Y = perolehan hasil ekstrak heksana


X1 = waktu Maserasi
X2 = nisbah bahan/pelarut

Hasil uji kesahihan model menunjukkan bahwa model kuadratik hasil ekstrak

heksana mempunyai nilai koefisien determinan (R2) relatif tinggi yaitu sebesar 93%.

Hal ini menunjukkan bahwa 93% dari keragaman pada parameter optimasi, dapat

dijelaskan oleh model.

Hasil uji penyimpangan model (lack of fit) pada model ordo kedua ini bersifat

tidak nyata (α = 0.14) yang berarti model dapat diterima. Berdasarkan kesesuaian ini

maka model ordo kedua dianggap lebih sesuai untuk menduga pengaruh waktu dan

nisbah bahan/pelarut terhadap hasil ekstrak heksana, seperti pada Lampiran 15.

Hasil uji asumsi residual menunjukkan bahwa gambar sisa menyebar acak

disekitar nol. Pemeriksaan asumsi kenormalan juga menunjukkan gambar sisa

mendekati garis lurus, sehingga dapat disimpulkan bahwa sisa telah terdistribusi normal

dan memenuhi asumsi identik seperti pada Gambar 23.


2,0

1,5

1,0
Expected Normal Value

0,5

0,0

-0,5

-1,0

-1,5

-2,0
0,8 0,9 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6
Residual

Gambar 23. Gambar Sisa Uji Kenormalan Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap
Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut.
78

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persamaan kuadratik perolehan

ekstrak heksana (1) telah memenuhi uji kesahihan model (validasi), (2) dapat

digunakan untuk menduga perolehan ekstrak heksana optimum pada proses Maserasi,

dan (3) dapat menjelaskan hubungan antara peubah waktu Maserasi dan nisbah

bahan/pelarut terhadap hasil ekstrak heksana.

Penentuan Nilai Optimum Perolehan Ekstrak Heksana

Model persamaan yang telah memenuhi uji kesahihan model dapat digunakan

untuk menduga kondisi optimum respon hasil ekstrak heksana terhadap waktu Maserasi

dan nisbah bahan/pelarut. Berdasarkan gambar garis bentuk yang memusat, dapat

diketahui bahwa titik optimum sudah dicapai. Analisis permukaan dan gambar garis

bentuk permukaan respon hasil ekstrak heksana terhadap waktu Maserasi dan nisbah

bahan/pelarut seperti pada Gambar 24 dan 25.


y y y y

1
0,5
0
-0,5
-1
-1,5

Gambar 24. Respon Permukaan Hasil Ekstrak Heksana Terhadap


Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut
79

Hasil analisis kanonik yang digunakan untuk menentukan titik optimum adalah

penentuan titik stasioner yang terjadi pada waktu Maserasi dan nisbah bahan/pelarut

seperti pada Lampiran 16. Hasil analisis kanonik titik optimum diperoleh pada nilai

kode peubah waktu Maserasi (x1) adalah 0.25 atau nilai aktual waktu Maserasi 6.49

hari dan nilai kode nisbah bahan/pelarut (x2) adalah 0.132987 atau nilai aktual nisbah

bahan/pelarut 1: 5.15 g/ml.

Dari hasil percobaan laboratorium pada waktu Maserasi 6.49 hari dan nisbah

bahan/pelarut 1: 5.15 g/ml menghasilkan ekstrak heksana yang diperoleh sebesar 1.45

g, hasil percobaan lebih kecil dari nilai prediksi respon pada titik stasioner diperoleh Y

= 1.47 g/ml.

Dengan demikian kondisi proses yang optimum yang menghasilkan ekstrak

heksana paling tinggi terjadi pada waktu Maserasi 6.49 hari dan nisbah bahan/pelarut 1:

5.15 g/ml dengan hasil ekstrak yang diperoleh sebesar 1.45 g (29%).

7
Rasio Bahan/pelarut (g)

3
1
2 0,5
0
-0,5
1 -1
2 3 4 5 6 7 8 9 10
-1,5
Waktu Maserasi (hari)

Gambar 25. Gambar Garis Bentuk Opitimasi Respon Hasil Ekstrak Heksana
TerhadapWaktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut.
80

3. Optimasi Proses Ektraksi Untuk Memperoleh Ekstrak Etanol

Ekstraksi serbuk biji kamandrah untuk mendapatkan ekstrak etanol

menggunakan metode Maserasi. Penelitian utama adalah mencari peubah optimum

(waktu perendaman, nisbah bahan/pelarut) yang dapat memaksimalkan hasil ekstrak

etanol. Pencarian peubah optimum dilakukan menggunakan metode Respone Surface

Methods (RSM) dengan rancangan percobaan 22 faktorial. Matrik ordo pertama

optimasi diambil dari percobaan waktu Maserasi dan nisbah bahan/pelarut yang dapat

mengoptimalkan hasil ekstrak menggunakan pelarut etanol.

Pembentukan Model Linier

Matrik ordo pertama optimasi respon hasil ekstrak etanol terhadap waktu

Maserasi dan nisbah bahan/pelarut dapat dilihat seperti pada Lampiran 17, sedangkan

hasil analisis sidik ragam ordo pertama optimasi pengaruh pemberian pelarut etanol

terhadap hasil ekstrak disajikan pada Lampiran 18.

Hasil penelitian menggunakan rancangan faktorial dan titik pusat menunjukkan

respon hasil ekstrak etanol yang dihasilkan terhadap waktu Maserasi dan nisbah

bahan/pelarut berkisar 0.66 – 0.99 g/ml. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 19,

menunjukkan bahwa efek kuadratik lebih signifikan bila dibandingkan dengan efek

linier hal ini ditunjukkan F hitung sebesar 66.95. Hal ini menunjukkan bahwa interval

peubah yang dipilih telah mendekati titik optimum. Sedangkan model ordo pertama

dari peubah kode untuk optimasi respon hasil ekstrak etanol terhadap waktu Maserasi

dan nisbah bahan/pelarut sebagai berikut :

Y = 0.952500 + 0.025000 X1 + 0.045000 X2 – 0.202500 X12 - 0.020000 X22

dengan :
Y = peroleh hasil ekstrak etanol
X1 = waktu Maserasi
X2 = nisbah bahan/pelarut

Meskipun nilai R2 untuk persamaan ordo pertama relatif tinggi yaitu R2 =

0,9625, namun hasil uji lack of fit (ketidak sesuaian model) bersifat nyata (α < 0.05).
81

Hal ini menunjukkan bahwa model ordo pertama ekstraksi yang diperoleh tidak tepat

digunakan untuk menduga respon perolehan hasil ekstrak etanol. Menurut Box et al.,

(1978) syarat model yang baik mempunyai hasil uji penyimpangan model yang bersifat

tidak nyata (α > 0.05). Dengan demikian dari perancangan faktorial dan titik pusat pada

ordo pertama perlu ditambahkan empat titik observasi (central composite design) untuk

mendapatkan lokasi titik optimum yang tepat dalam analisis statistik selanjutnya untuk

menduga ordo kedua pada model kuadratik.

Pembentukan Model Kuadratik

Pembentukan model respon ekstrak etanol terhadap waktu Maserasi dan nisbah

bahan/pelarut menggunakan data pada rancangan faktorial, titik pusat, dan titik bintang,

seperti pada Lampiran 22.

Hasil analisis sidik ragam Lampiran 23. menunjukkan bahwa waktu Maserasi

dan nisbah bahan/pelarut berpengaruh nyata terhadap perolehan hasil ekstrak etanol.

Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) ordo dua menunjukkan bahwa pengaruh

kuadratik nyata pada tingkat kepercayaan 143.97 % dengan nilai nyata sebesar 97% X1

dan X2 nyata dengan nilai nyata sebesar 95%, sedangkan nilai nyata sebesar 99% X12

dan interaksi antara X1X2 tidak nyata dengan nilai nyata sebesar 84%, seperti pada

Lampiran 24.

Hasil analisis statistik tahap kedua untuk respon perolehan hasil ekstrak etanol

(Y) pada percobaan dengan model kuadratik pada titik faktorial, titik pusat dan titik

bintang diperoleh persamaan model sebagai berikut:

Y = 0.952503 + 0.030180 X1 + 0.026039 X2 – 0.101268 X12 - 0.020000 X22

dengan :
Y = peroleh hasil ekstrak heksana
X1 = waktu Maserasi
X2 = nisbah bahan/pelarut
82

Hasil uji kesahihan model menunjukkan bahwa model kuadratik hasil ekstrak

etanol mempunyai nilai koefisien determinan (R2) sebesar 93%. Hal ini menunjukkan

bahwa 93% dari keragaman pada parameter optimasi yang dapat dijelaskan oleh model.

Hasil uji lack of fit (uji ketidak sesuaian data) pada model ordo kedua ini

bersifat tidak nyata (α = 0.48) yang berarti model dapat diterima. Berdasarkan

kesesuain ini maka model ordo kedua dianggap lebih sesuai untuk menduga respon

hasil ekstrak etanol terhadap waktu maserasi dan nisbah bahan/pelarut, karena telah

memenuhi uji kesahihan model, seperti pada Lampiran 25.

Hasil uji asumsi sisa menunjukkan bahwa gambar sisa menyebar acak disekitar

nol. Pemeriksaan asumsi kenormalan juga menunjukkan Gambar sisa mendekati garis

lurus sehingga dapat disimpulkan bahwa sisa telah terdistribusi normal dan memenuhi

asumsi identik seperti pada Gambar 26.

2,0

1,5

1,0
Expected Normal Value

0,5

0,0

-0,5

-1,0

-1,5

-2,0
0,60 0,65 0,70 0,75 0,80 0,85 0,90 0,95 1,00 1,05
Nilai Residual

Gambar 26. Gambar Sisa Uji Kenormalan Respon Hasil Ekstrak Etanol
Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut.

Penentuan Nilai Optimum Perolehan Hasil Ekstrak Etanol

Model persamaan yang telah memenuhi uji kesahihan model dapat digunakan

untuk menduga kondisi optimum respon hasil ekstrak etanol terhadap waktu Maserasi
83

dan nisbah bahan/pelarut. Berdasarkan gambar garis bentuk yang memusat, dapat

diketahui bahwa titik optimum sudah dicapai. Analisis permukaan dan gambar garis

bentuk permukaan respon hasil ekstrak etanol terhadap waktu Maserasi dan nisbah

bahan/pelarut seperti pada Gambar 27 dan 28.

Hasil analisis kanonik yang digunakan untuk menentukan titik optimum adalah

penentuan titik stasioner yang terjadi pada waktu Maserasi dan nisbah bahan/pelarut,

seperti Lampiran 26. Hasil analisis kanonik titik optimum diperoleh pada waktu

Maserasi 6.21 hari dan nisbah bahan/pelarut 1: 6.91 g/ml. Dari hasil percobaan

laboratorium pada waktu Maserasi 6.21 hari dan nisbah bahan/pelarut 1: 6.91 g/ml

menghasilkan hasil ekstrak etanol yang diperoleh sebesar 0.93 g lebih kecil dari nilai

prediksi respon pada titik stasioner diperoleh Y = 0.95 g/ml. Dengan demikian kondisi

proses yang optimum yang menghasilkan hasil ekstrak etanol paling tinggi terjadi pada

waktu Maserasi 6.21 hari dan nisbah bahan/pelarut 1: 6.91 g/ml dengan hasil ekstrak

yang diperoleh sebesar 0.93 g (18.6%).


3 ,008 0,3 85 0,3855 y 0,0 58 , 5 y 0,03 yy

0,8
0,6
0,4
0,2
0

Gambar 27 Respon Permukaan Hasil Ektrak Etanol Terhadap


Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut
84

Hasil ekstrak yang diperoleh bergantung pada kandungan ekstrak yang terdapat

pada contoh dan jenis pelarut yang digunakan. Pelarut yang digunakan merupakan

pelarut organik yang mempunyai titik didih rendah, tidak beracun, dan tidak mudah

terbakar. Kelarutan zat dalam pelarut tergantung dari ikatan polar dan non polar.

Menurut McCabe dan Smith (1974) pemilihan pelarut untuk proses ekstraksi

tergantung dari sifat komponen yang akan diekstraksi. Salah satu sifat yang penting

adalah polaritas suatu senyawa. Ekstraksi senyawa aktif dari suatu jaringan tanaman

dengan berbagai jenis pelarut pada tingkat kepolaran yang berbeda bertujuan untuk

memperoleh hasil yang optimum, baik jumlah ekstrak maupun senyawa aktif yang

terkandung dalam bahan.


9

7
Rasio Bahan/pelarut (g/ml)

2
0,8
0,6
1 0,4
2 3 4 5 6 7 8 9 10
0,2
Waktu Maserasi (hari)

Gambar 28. Gambar Garis Bentuk Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu
dan Nisbah Bahan/pelarut

Dari hasil percobaan ekstrak yang diperoleh 18.6 % jauh lebih tinggi bila

dibandingkan dengan hasil penelitian Okokon et al., (2004) menunjukkan dalam 100 g

serbuk daun Croton zambesicus yang dimaserasi menggunakan pelarut etanol (1:3)
85

selama 72 jam (3 hari) menghasilkan ekstrak 3.81%. Hal ini diduga karena biji Croton

tiglium banyak mengandung minyak yang bersifat non polar sehingga hasil yang

dihasilkan juga lebih banyak.

C. Identifikasi dan Karakterisasi Senyawa Aktif Ekstrak Biji Kamandrah


Sebagai Laksatif

1. Uji Fitokimia Terhadap Hasil Ektrak Heksana dan Etanol

Identifikasi kandungan ekstrak tumbuhan diawali dengan pengujian golongan

senyawa yang terdapat dalam bahan tersebut. Uji fitokimia terhadap ekstrak biji Croton

tiglium digunakan untuk mengetahui jenis senyawa metabolik sekunder yang

terkandung dalam bahan. Uji yang dilakukan meliputi uji alkaloid, kuinon, flavonoid,

saponin, tannin dan triterpenoid. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa biji Croton

tiglium hasil ekstrak heksan dan etanol mengandung senyawa metabolik sekunder

golongan alkaloid, flavonoid dan saponin seperti pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Penapisan Fitokimia Biji Kamandrah (Croton tiglium L.)
Uji Fitokimia Hasil Uji
Ekstrak Heksana Ekstrak Etanol
Alkaloid
Dragendorf - +
Mayer + ++
Wagner + +++
Kuinon - -
Flavonoid - +
Saponin - +
Tanin - -
Triterpenoid - -
Keterangan : -tak terdeteksi; + sedikit; ++ sedang; +++ banyak
87

Dari Tabel 11, dapat dilihat bahwa ekstrak etanol mengandung senyawa

alkaloid terbanyak berdasarkan pereaksi Wagner bila dibandingkan dengan flavonoid

dan saponin. Sedangkan ekstrak heksana hanya mengandung senyawa alkaloid

berdasarkan pereaksi Meyer dan Wagner. Menurut Hutapea (1994) biji Croton tiglium

mengandung senyawa metabolik sekunder golongan saponin. Senyawa-senyawa

metabolik sekunder tersebut diduga memiliki potensi sebagai obat pencahar. Hal ini

didukung Bimantoro (1977) minyak kental yang diperoleh dari hasil ekstrak biji

kamandrah yang bebas dari pelarut dengan cara di rotavapor pada suhu 60oC dapat

digunakan sebagai obat cuci perut.

Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar dan dapat

ditemukan hampir di semua tanaman hijau. Selain jenisnya yang cukup banyak secara

alami flavonoid sering berada dalam bentuk campuran glikosida sehingga kadang-

kadang sulit diidentifikasi. Sedangkan keberadaan saponin pada tanaman kamandrah

menurut Hutapea (1994) senyawa aktif dari golongan saponin banyak terdapat pada

daun dan biji.

Berdasarkan hasil pengujian fitokimia terhadap biji kamandrah menunjukkan

pada ekstrak etanol mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, dan saponin. Kandungan

senyawa alkaloid yang banyak dan flavonoid serta saponin pada ekstrak etanol inilah

yang diduga mengandung bioaktif sebagai bahan laksatif (Duke, 2001). Walaupun

demikian perlu didukung dari hasil analisis pada tahapan penelitian berikutnya

sehingga memperjelas keberadaan senyawa aktif yang berfungsi sebagai bahan laksatif.

Mengingat ekstrak heksana hanya mengandung senyawa alkaloid, sedangkan ekstrak

etanol juga terdapat senyawa alkaloid bahkan dalam jumlah yang lebih banyak,

disamping ekstrak etanol juga mengandung senyawa flavonoid dan saponin. Dengan

demikian hasil ekstrak etanol merupakan ekstrak yang dimungkinkan dapat digunakan

untuk penelitian berikutnya.


88

2. Analisis Komponen Lemak Menggunakan Gas Chromatography (GC)

Identifikasi komponen senyawa metabolik sekunder pada biji kamandrah

(Croton tiglium L.) dilakukan terhadap hasil ekstrak heksana menggunakan Gas

Chromatography (GC), dengan pertimbangan Gas Chromatography (GC) hanya dapat

mengidentifikasi komponen senyawa metabolik sekunder yang berasal dari hasil

ekstrak non polar. dengan tujuan untuk mengetahui komponen lemak lebih lanjut yang

terdapat dalam biji tersebut. Mengingat dari hasil penelitian pendahuluan terhadap

kandungan proksimat biji kamandrah mengandung kadar lemak terbanyak bila

dibandingkan kadar abu, lemak, protein, serat dan karbohidrat. Hasil analisis Gas

Chromatography (GC) terhadap asam lemak yang terdapat dalam biji kamandrah

(Croton tiglium L.) seperti pada Gambar 29.

Gambar 29. Hasil Kromatogram Gas Chromatography (GC) Kadar Lemak Biji
Kamandrah (Croton tiglium)

Dari Gambar 29 menunjukkan ekstrak heksana terdapat 17 puncak, dari ke-17

puncak tersebut yang teridentifikasi ada 10 puncak selebihnya tidak teridentifikasi

dengan prosentase besarnya kandungan komponen asam lemak yang berbeda pula. Dari
89

ke-10 puncak yang teridentifikasi adalah asam kaproat, kaprilat, kaprat, laurat, miristat,

palmitat, stearat, oleat, linoleat dan linolenat.

Dari Tabel 12, menunjukkan dari ketujuh belas puncak tersebut asam linoleat

(24,02%) merupakan komponen senyawa yang terbanyak terdapat dalam asam lemak

yang terdapat dalam biji kamandrah (Croton tiglium) hasil ekstrak heksana bila

dibandingkan dengan komponen asam lemak lainnya, seperti asam oleat (10,99%),

asam miristat (4,20%), asam palmitat (3,77%), asam stearat (1,96%), asam kaprat

(1,78%), asam laurat (1,48%), asam linolenat (1,03%), sedangkan asam kaproat

(0,59%), dan asam kaprilat (0,28%),

Tabel 12. Komponen Asam Lemak Hasil Ekstrak Heksana pada Biji Kamandrah

Konsentrasi w/w dalam Yield dalam Biji w/w


Komponen Ekstrak Heksana (%) (asumsi jika semua asam
lemak adalah n-Heksana)
(%)
Asam Kaproat 1.09 0.59
Asam Kaprilat 0.52 0.28
Asam Kaprat 3.24 1.78
Tidak diketahui 0.17 0.09
Tidak diketahui 0.19 0.10
Asam Laurat 2.69 1.48
Tidak diketahui 2.24 1.23
Asam Miristat 7.64 4.20
Tidak diketahui 5.02 2.76
Asam Palmitat 6.86 3.77
Tidak diketahui 0.16 0.09
Tidak diketahui 0.58 0.32
Asam Stearat 3.57 1.96
Asam Oleat 19.98 10.99
Tidak diketahui 0.53 0.29
Asam Linoleat 43.67 24.02
Asam Linolenat 1.88 1.03
90

Menurut Duke (1983) biji kamandrah (Croton tiglium) banyak mengandung

asam lemak yaitu asam linoleat mencapai 19.0%. Walaupun demikian masih jauh lebih

rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kandungan

asam linoleat yang diperoleh mencapai 24,02%. Hal ini diduga bahwa banyaknya

kandungan senyawa yang diperoleh dari suatu bahan sangat tergantung dari ekologi

tempat tumbuh bahan tersebut (Stirpe et al., 1976). Menurut Colegate dan Molyneux

(1993) prosentase kandungan komponen senyawa yang terdapat dalam bahan,

menentukan aktifitas bioaktif dari bahan tersebut.

3. Analisis Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) Terhadap Ekstrak


Heksana

Analisis Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) dengan dilengkapi

penelusuran Library (Library Search Report). Hasil analisis Gas Chromatography-

Mass Spectrometry (GC-MS) pada ekstrak heksana memiliki komponen kimia yang

cukup komplek yang terdiri dari 32 komponen senyawa seperti pada Gambar 30 dan

Lampiran 27.

Hasil analisis GC-MS pada Gambar 30, menunjukkan komponen utama dari ke

32 senyawa tersebut adalah asam 9,12-oktadek-9,12-dienoat (46.40%) muncul pada

waktu retensi 73.163 menit. Asam oktadek-9-enoat (17.13%) muncul pada waktu

retensi 73.498 menit, asam 9,12-oktadekadienoat (5.70%) muncul pada waktu retensi

70.721 menit, asam heksadekanoat (10.68%) muncul pada waktu retensi 65.005, 65.132

dan 65.241 menit, asam oktadekanoat (3.46%) muncul pada waktu retensi 74.500

menit, asam 9-oktadekanoat (2.50%) muncul pada waktu retensi 71.130 menit.

Sedangkan komponen yang lainnya adalah alkohol, ester dan phthalate yang hanya

(1.07%).
91

(x100,000)
TIC
1.25

11
13

18
19
20

222124
25
26
27
28
329
3130
2
1.00

14
9-12-Oktadekadienoat

129 10
0.75

1615
6

23
7
0.50
4 5

17
3

0.25
1
2

0.00
5.0 10.015.020.025.030.035.040.045.050.055.060.065.070.075.0

Gambar 30. Total Ion GC-MS Ekstrak Kasar n-Heksana

Semuanya komponen utama tersebut merupakan senyawa metabolik sekunder

golongan alkaloid. Hal ini diperkuat pada uji Mayer dan Wagner yang

mengindikasikan adanya kelompok senyawa golongan alkaloid pada ekstrak non-polar.

Dari hasil spektrum massa GC-MS komponen utama dari ekstrak heksana

dengan berat molekul (MW) 294. Pada Gambar 31, memperlihatkan frakmentasi ion

F29 ekstrak heksana pada biji kamandrah (Croton tiglium L.). Komponen utama

menurut data spektrum massa (MS) F29 diprediksi adalah senyawa asam 9,12-

oktadekadienoat.

Menurut Dictionary of Natural Products (1982) senyawa asam 9,12-

oktadekadienoat berfungsi sebagai bahan kosmetik yang digunakan sebagai emollient

(pelembab) pada kulit kering. Dengan demikian maka hasil ekstrak heksana tidak

digunakan dalam penelitian selanjutnya, karena senyawa yang terkandung dalam


92

ekstrak heksana tersebut diduga tidak mengandung senyawa aktif yang berfungsi

sebagai obat pencahar.

Gambar 31. Fragmentasi Ion F29 dari Ekstrak Heksana pada Croton tiglium

Menurut Khopkar (1990) senyawa aktif pada bahan tanaman dapat berupa

senyawa polar dan non polar. Dengan demikian bila tidak terdapat pada senyawa non

polar, maka dapat dipastikan senyawa aktif tersebut terdapat dalam senyawa polar,

karena secara tradisional biji kamandrah digunakan sebagai bahan pencahar, oleh

karenanya perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap hasil ekstrak polar (etanol).

4. Analisis Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) Terhadap Ekstrak


Etanol

Hasil pengukuran Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) total ion

pada ekstrak etanol 95% (PA) memperlihatkan 25 puncak utama yang mengindikasikan

adanya unsur metabolik sekunder seperti pada Gambar 32 dan Lampiran 28.

Dari Gambar 32 dapat diketahui bahwa beberapa komponen yang terindikasi

tersebut meliputi asam 11,14-ekosadienoat muncul pada waktu retensi (rt) 72,56 menit
93

(28.28%), asam oktadek-9-enoat muncul pada waktu retensi, 72.95 menit (15.43%),

asam tetradekanoat muncul pada waktu retensi 57.23, 57.400 dan 57.93 menit

(13.11%), asam 11-eikosenoat muncul pada waktu retensi 58.05, 51.62 dan 51.89

menit (6.57%), asam heksadekanoat muncul pada waktu retensi 65.07 menit (5.62%),

asam 9,12-oktadekadienoat muncul pada waktu retensi 65.91 dan 60.39 menit (4.64%),

asam 9-okatadekanoat muncul pada waktu retensi 74.19 dan 66.85 menit (4.64%),

asam eikosenoat muncul pada waktu retensi 61.65 dan 57.400 menit (3.38%), asam

dodekanoat muncul pada waktu retensi 48.91 menit (2.44%), dan asam dekanoat

muncul pada waktu retensi 40.12 menit (1.56%), Sedangkan komponen yang

berpengaruh lainnya adalah alkohol, ester dan benzen (14.77%).

(x100,000)
3.0TIC

23
2.5

24
2.0
10
2

1.5
17

Asam Tetradekanoat

1.0
4

11 13 12

25
7 6

18 19

0.5
15 16
20
14

21
22
8 9
5
3
1

0.0
10 20 30 40 50 60 70 80
Gambar 32. Total Ion Kromatogram GC-MS Ekstrak Etanol

Berdasarkan spektrum massa menunjukkan komponen utama dari ekstrak

etanol dengan berat molekul (MW) 228. Gambar 33, menunjukkan fragmentasi ion

F10 dari ekstrak etanol pada Croton tiglium. Dari data spektrum massa F10 tersebut

diprediksi adalah senyawa asam tetradekanoat.


94

Gambar 33. Fragmentasi Ion F10 dari Ekstrak Etanol pada Croton tiglium

Dari beberapa komponen senyawa yang terindikasi, senyawa asam

tetradekanoat terdapat 13.11% dari total ekstrak yang terdapat pada biji kamandrah

(Croton tiglium). Menurut Dictionary of Natural Products (1982) senyawa asam

tetradekanoat sinonim dengan asam miristat mempunyai formula molekuler C14H28O2

yang berfungsi sebagai defoaming agent, dan sebagai lubrikan (pelembab). Fungsi

lainnya dapat digunakan sebagai bahan laksatif. Hal ini membuktikan secara tradisional

biji kamandrah digunakan oleh masyarakat secara turun temurun sebagai bahan

pencahar (laksatif).

Perolehan senyawa aktif asam tetradekanoat yang diprediksi sebagai bahan

laksatif, didukung hasil penelitian Siagian dan Rahayu (1999) dari 45 orang sampel

yang berumur antara 16 – 18 tahun mengalami urus-urus setelah memakan biji

kamandrah, dengan waktu reaksi antara 3 – 16 menit. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa ekstrak etanol adalah hasil ekstrak yang mengandung senyawa aktif

asam tetradekanoat yang berfungsi sebagai senyawa laksatif.


95

Hal ini sesuai menurut Badan POM (1982) untuk mengekstrak bahan alam yang

diduga mengandung senyawa aktif sebagai bahan obat dianjurkan menggunakan pelarut

etanol atau air. Oleh sebab itu hasil ekstrak etanol merupakan ekstrak terpilih yang

digunakan dalam pengujian lebih lanjut untuk menentukan aktifitas senyawa ini sebagai

obat pencahar.

5. Analisis Liquid Chromatography-Mass Spectrometry (LC-MS) Terhadap Ekstrak


Etanol

Hasil analisis LC-MS total ion pada ekstrak etanol (PA) memperlihatkan 10

puncak utama yang mengindikasikan adanya unsur metabolik sekunder, seperti pada

Lampiran 29. Komponen yang terindikasi meliputi asam Homotiramin, 4-(2-

Hydroxyethyl) benzoat, Isoquanosin, 15,16-epoksi-3,8(17),13(16),14-klerodatetraen-

18, Koritenchirin, Shikokkon;11β-Asetoksi, Plaunol D;12-Ac, 9,20-Dihidroksi-1,6,14-

rhamnofololatrien-3,13-dion, dan Shikokkin;11β-Asetoksi,3-deaketoksi (Dictionary of

Natural Product, 1982).

T6.4 360.3
100

90
341
T7.1
80
T4.0 355
% I n te n s i ty

70
355
165
60
283
T4.4
50 T5.6

390 131
40 372T2.9 416 T10.2
T28.3
464
30
0 6 12 18 24 30
Retention Time (Min)

Gambar 34. Total Ion Kromatogram LC-MS Ekstrak Etanol


96

135.9513 292.5
100

90

80

70

60
% I n te n s i ty

50
283.9064
40

30
165.9594 310.9511
20 354.9547
216.9421
372.9543 472.9581
10 136.9546 284.4662
181.9452 355.9389 473.9506
117.9857 230.9359 285.8984 430.9661
157.9584 327.6459 375.9509 545.9740 588.9213
0 0
112.0 217.4 322.8 428.2 533.6 639.0
Mass (m/z)

Gambar 35. Fragmentasi Ion Spektrum Massa dari Ekstrak Etanol pada Croton tiglium

Adapun total ion kromatogram LC-MS ekstrak etanol seperti pada Gambar 34

dan fragmentasi ion spektrum massa dari ekstrak etanol pada Croton tiglium seperti

pada Gambar 35. Semuanya komponen utama dari hasil analisis LC-MS tersebut

merupakan senyawa metabolik sekunder golongan alkaloid, flavonoid, dan saponin.

Hal ini sesuai dengan hasil pengujian fitokimia yang mengindikasikan terdapat

senyawa alkaloid, flavonoid dan saponin pada ekstrak etanol.

6. Uji Toksisitas Ekstrak Heksana dan Etanol Menggunakan Uji Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT).

Uji toksisitas dilakukan sebagai pemenuhan atas prasyarat keamanan calon obat

untuk pemakaian pada manusia dan hewan. Uji toksisitas menggunakan metode Brine

Shrimp Lethality Test (BSLT) terhadap larva udang Artemia salina ini dilakukan

sebagai uji pendahuluan untuk menentukan nilai LC50 sebelum melakukan uji toksisitas

terhadap hewan uji mencit. Diharapkan hasil pengujian ini sebagai gambaran untuk
97

menentukan dosis pengujian dan kriteria keamanan formulasi obat selanjutnya. Untuk

menentukan keamanan suatu obat, biasanya dilakukan dengan cara penentuan LC50,

yaitu konsentrasi tertentu yang menyebabkan kematian pada 50% hewan percobaan

dalam hal ini larva udang A. salina. Pada uji toksisitas hasil ekstrak yang diperoleh

dilakukan terhadap larva udang A. salina dengan metode Brine Shrimp Lethality Test

(BSLT) dengan tujuan untuk mengetahui efek toksik kedua hasil ektrak yaitu ekstrak

heksana dan etanol yang diperoleh dari biji kamandrah.

Tingkat konsentrasi yang dapat menyebabkan keracunan ditentukan dengan

letal konsentrasi 50 (LC50). LC50 adalah konsentrasi dari suatu bahan yang

menyebabkan 50% kematian dalam suatu populasi dalam percobaan. LC50 dapat

digunakan untuk menentukan toksisitas dari suatu senyawa aktif dari bahan alam. Data

kematian hewan uji yang diperoleh dapat diolah untuk mendapatkan nilai LC50 dengan

selang kepercayaan 95% dengan menggunakan probit analysis method. Nilai LC50 ini

dijadikan sebagai batas konsentrasi tertinggi pada penentuan varian konsentrasi ekstrak

dalam uji.

Uji kematian larva udang Artemia salina Leach merupakan salah satu metode

uji bioaktif pada penelitian senyawa bahan alam (Laughlin dan Ferrigni, 1991).

Beberapa keuntungan dari uji bioaktif menggunakan larva udang Artemia salina adalah

sifatnya yang peka terhadap bahan uji, waktu uji yang cepat, murah, tidak perlu terlalu

aseptis, sederhana, tidak memerlukan keahlian khusus, dan tidak memerlukan peralatan

khusus.

Senyawa bioaktif yang diduga terdapat dalam biji kamandrah merupakan

senyawa yang bersifat toksik jika diberikan dalam dosis tinggi dan obat adalah racun

dari suatu bioaktif pada dosis rendah (Badan POM, 2005). Uji toksisitas terhadap larva

udang A. salina merupakan uji pendahuluan untuk mengamati aktivitas farmakologi

suatu senyawa. Secara umum farmakologi pada dasarnya adalah toksikologi pada dosis
98

rendah, sedangkan toksikologi adalah farmakologi pada dosis tinggi. Senyawa aktif

yang dikandung ekstrak kasar tumbuhan akan menghasilkan tingkat kematian yang

tinggi. Pemeriksaan toksisitas diperlukan untuk mengetahui berapa konsentrasi yang

dapat menyebabkan keracunan sehingga dapat diketahui jumlah penggunaan

konsentrasi yang tepat.

Hasil uji toksisitas menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

terhadap larva udang Artemia salina pada hasil ekstrak heksana dan etanol seperti pada

Tabel 13 dan 14. Data hasil pengamatan pada Lampiran 30, 33 dan hasil perhitungan

pada Lampiran 32 dan 35. Sedangkan persamaan garis regresi linier kedua ekstrak

disajikan pada Lampiran Gambar 31 dan 34.

Tabel 13. Hasil Uji Toksisitas Menggunakan Metode (BSLT) Terhadap Larva Udang
Artemia salina pada Ekstrak Heksana

Tetapan Log Mati Hidup Angka Angka Angka Kematian


Te- (M) (H) Mati Hidup Total (%) X LC50
tapan (AM) (AH) (AT) AM/AT
0.1 -1 9 25 9 47 56 16.071
1.0 0 19 13 28 22 50 56.000
10 1 25 6 53 9 62 85.484 0.0015 1.003
100 2 28 3 81 3 84 96.429
1000 3 31 0 112 0 112 100.000

Tabel 14. Hasil Uji Toksisitas Menggunakan Metode (BSLT) Terhadap Larva Udang
Artemia salina pada Ekstrak Etanol

Tetapan Log Mati Hidup Angka Angka Angka Kematian


Te- (M) (H) Mati Hidup Total (%) X LC50
tapan (AM) (AH) (AT) AM/AT
0.1 -1 4 27 4 59 63 6.349
1.0 0 23 11 27 32 59 45.763
10 1 26 8 53 21 74 71.622 0.4851 3.056
100 2 21 12 74 13 87 85.057
1000 3 32 1 106 1 107 99.065

Dari hasil penelitian uji toksisitas menggunakan metode Brine Shrimp Lethality

Test (BSLT) terhadap larva udang Artemia salina pada konsentrasi 1000, 100, 10, 1.0
99

dan 0.1 ppm menunjukkan ekstrak heksana dan etanol bersifat toksik terhadap larva

udang A. salina dengan nilai LC50 kurang dari 1000 ppm, sehingga dapat dikatakan

senyawa bioaktif yang terdapat dalam biji kamandrah tersebut sangat berpotensi

sebagai bahan obat. Menurut Meyer et al., (1982) suatu ekstrak atau senyawa dikatakan

aktif apabila memiliki efek toksik terhadap larva udang, dimana nilai LC50 yang

diperoleh kurang dari 1000 ppm.

Dari Tabel 13 dan 14, menunjukkan ekstrak heksana lebih toksik bila

dibandingkan dengan ekstrak etanol yaitu ekstrak heksana (1.003 ppm) dan ekstrak

etanol (3.056 ppm). Hal ini diduga dari hasil uji fitokimia menunjukkan ekstrak

heksana lebih murni karena hanya mengandung senyawa alkaloid, sedang pada ekstrak

etanol mengandung senyawa alkaloid, flavonoid dan saponin sehingga tingkat toksisitas

ekstrak etanol berkurang karena tercampur dari ketiga senyawa tersebut. Menurut

Mayer et al., (1982) tingkat toksisitas disamping dipengaruhi oleh jenis bahan alam

yang dicoba, juga dipengaruhi oleh kemurnian senyawa yang terkandung dalam bahan

alam tersebut.

Walaupun demikian ekstrak yang terlalu toksik dalam hal ini ekstrak heksana,

menjadi bahan pertimbangan dalam hal penggunaannya bila masih memungkinkan ada

yang kurang toksik, karena ekstrak yang toksisitasnya tinggi dapat dikatakan tidak

aman untuk dikonsumsi oleh pengguna baik hewan maupun manusia. Dengan demikian

berarti hasil ekstrak etanol yang diduga memiliki senyawa aktif yang kurang toksik bila

dibandingkan ekstrak heksana, sehingga ekstrak etanol merupakan ekstrak terpilih yang

digunakan dalam pengujian lebih lanjut.

Pemilihan Jenis Ekstrak Yang Digunakan dalam Penelitian Lebih Lanjut

Pemilihan jenis ekstrak ini mengacu pada hasil kesimpulan dari penelitian

terdahulu yaitu ekstrak heksana dan etanol yang diharapkan memberi kontribusi
100

sebagai bahan pencahar (laksatif) seperti pada Tabel 14. Pemilihan jenis ekstrak yang

digunakan untuk penelitian selanjutnya dilakukan hasil identifikasi dan pengujian

senyawa aktif yang terdapat dalam bahan hasil ekstrak yang diperoleh. Menurut

Brench et al., (1983) menyatakan bahwa keberhasilan proses ekstraksi tergantung pada

pemilihan pelarut yang digunakan dan hasil pengujian pada ekstrak yang dihasilkan.

Dari hasil pengujian seperti ditampilkan pada Tabel 14, terhadap hasil ekstrak,

uji fitokimiawi, analisis GC, analisis GC-MS, LC-MS dan uji toksisitas (BSLT)

terhadap larva udang A. salina dapat diketahui bahwa jenis ekstrak yang digunakan

untuk penelitian selanjutnya adalah hasil ekstrak etanol dengan pertimbangan sebagai

berikut : Hasil ekstraksi menggunakan metode Maserasi pada waktu Maserasi 6.218

hari dengan nisbah bahan/pelarut 1 : 5.179 g/ml menghasilkan ekstrak heksana lebih

besar yaitu 29 % dibandingkan hasil ekstrak etanol yang hanya 18.6 %. Mengingat

tujuan akhir adalah senyawa aktif maka perlu mempertimbangkan hasil pengujian

lainnya, walaupun secara kuantitas hasil ekstrak heksana lebih besar dari ekstrak etanol.

Hasil analisis dan pengujian terhadap ekstrak heksana dan etanol seperti pada Tabel 15.

Dari hasil uji fitokimia, ekstrak etanol mengandung alkaloid lebih banyak dari

ekstrak heksana berdasarkan pereaksi Meyer dan Wagner, disamping senyawa

flavonoid dan saponin yang hanya terdapat pada ekstrak etanol. Mengingat senyawa

target yang diduga sebagai bahan laksatif belum diketahui, maka ekstrak etanol dipilih

sebagai ekstrak yang digunakan dalam penelitian selanjutnya, karena secara kuantitatif

kandungan fitokimia lebih banyak dari ekstrak heksana disamping secara kualitas

ekstrak etanol juga mengandung senyawa flavonoid dan saponin yang dimungkinkan

senyawa aktif sebagai bahan laksatif terdapat pada senyawa tersebut.

Dari hasil analisis menggunakan Gas Chromatography (GC) terhadap

kandungan asam lemak ekstrak heksana terdapat 17 senyawa yang teridentifikasi hanya

10 senyawa diantaranya terdapat asam miristat sebanyak 4,20% dari total hasil ekstrak.
101

Berdasarkan hasil analisis Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) pada

ekstrak heksana terdapat 32 senyawa, dari kromatogram spektrum massa komponen

utama pada ekstrak heksana mengandung senyawa asam 9,12-oktadekadienoat yang

berfungsi sebagai bahan kosmetik yang digunakan sebagai bahan emollient (pelembab).

Tabel 15. Hasil Hasil Ekstrak, Uji Fitokimiawi, Analisis GC-MS dan Uji Penentuan
Nilai LC50 Terhadap Ekstrak Heksana dan Etanol

Hasil ekstrak yang diuji


No. Pengujian Ekstrak Heksana Ekstrak Etanol

1. Hasil Ekstrak 1,45 g (29%) 0,93 g (18.6%)


2. Uji Fitokimia Alkaloid :
Dragendor (-) Alkaloid :
Mayer (+) Dragendor (+)
Wagner (+) Mayer (++)
Wagner (+++)
Flavonoid (+)
Saponin (+)
3. Analisis GC Terdapat 17 puncak, dari ke-17 puncak
tersebut yang teridentifikasi ada 8
puncak selebihnya tidak teridentifikasi
dengan prosentase besarnya kandungan
komponen asam lemak yang berbeda
pula. Dari ke-8 puncak yang ---
teridentifikasi adalah asam kaproat,
asam kaprilat, kaprat, laurat, miristat,
palmitat, stearat, oleat, linoleat dan
asam linolenat.
4. Analisis GC-MS Mengandung 32 senyawa Mengandung 25 senyawa
Komponen utama senyawa asam 9,12- Komponen utama senyawa asam
oktadekadienoat, yang berfungsi tedradekanoat (asam miristat)
sebagai emollient (pelembab) yang berfungsi sebagai
defooming agent, lubrikan dan
laksatif.
5. Analisis LC-MS Terdapat 10 puncak utama yang
mengindikasikan adanya unsur
metabolik sekunder. Komponen
yang terindikasi meliputi
omotiramin, asam 4-(2-
Hidroksiti)benzoat, Isoquanosin,
15,16-epoksi-3,8(17),13(16),14-
klerodatetraen-18, Koritenshirin,
1,2,10,11-Tetrahidroksiaporpin,
--- Shikokkon;11β-Asetoksi,
Plaunol D;12-Ac, 9,20-
Dihidroksi-1,6,14-
rhamnofololatrien-3,13-dion,
dan Shikokkin;11β-Asetoksi,3-
deaksetoksi
6. Uji toksisitas
menggunakan 1.003 ppm 3.056 ppm
metoda (BSLT)
102

Sedangkan pada ekstrak etanol terdapat 25 senyawa, dari kromatogram

spektrum massa komponen utama pada ekstrak etanol mengandung senyawa asam

tetradekanoat sebanyak 13,11% dari total hasil ekstrak yang diuji, senyawa tersebut

berfungsi sebagai defoaming agent dan lubrikan, sedangkan fungsi lainnya sebagai

bahan pencahar (laksatif). Walaupun dari hasil analisis GC senyawa asam

tetradekanoat juga terdapat dalam ekstrak heksana sebanyak 4,20%, tetapi berdasarkan

kuantitasnya masih lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil analisis GC-MS pada

ekstrak etanol yang mencapai 13,11%. Hal ini sesuai menurut Syaifudin (1983) bahwa

perbedaan senyawa terkandung dalam ekstrak disebabkan zat aktif yang terdapat dalam

tumbuhan terekstrak sesuai dengan kemampuan selektivitas pelarut yang digunakan.

Disamping itu pada tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi,

efek tersebut ada kalanya saling mendukung (sinergis), tetapi ada pula yang seakan-

akan saling berlawanan (kontradiksi) (Saptorini, 2000). Berdasarkan hasil analisis GC-

MS pada ekstrak etanol mengandung senyawa asam tetradekanoat yang berfungsi

sebagai bahan laksatif, tetapi mengandung senyawa tannin yang bersifat sinergis,

karena berfungsi sebagai astringent/pengelat sehingga mengurangi toksisitas yang

tinggi dan mengurangi laksansia yang berlebihan. Hal ini terbukti dari hasil uji

toksisitas menggunakan larva udang A. salina, ekstrak etanol hanya 3.056 ppm,

sedangkan ekstrak heksana 1.003 ppm jauh lebih toksik. Dengan demikian ekstrak

etanol merupakan ekstrak terpilih yang digunakan untuk penelitian lebih lanjut, karena

memiliki toksisitas yang lebih rendah, sehingga aman untuk dikonsumsi.

Disamping itu pertimbangan lain menurut Badan POM (2005) pelarut yang

digunakan dalam mengekstrak bahan alam yang digunakan sebagai obat tradisional,

dianjurkan menggunakan pelarut air dan etanol. Sehingga ekstrak etanol merupakan

ekstrak terpilih yang digunakan untuk penelitian lebih lanjut.


103

D. Menentukan Khasiat dan Keamanan Ekstrak Terstandar

1. Uji Khasiat Hasil Ekstrak Sebagai Bahan Laksatif

Konstipasi atau sembelit adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan

kesulitan defekasi. Keadaan ini merupakan problem yang cukup serius karena semua

sisa hasil proses pencernaan di saluran pencernaan termasuk metabolik yang

membahayakan tubuh tidak bisa dikeluarkan, sehingga dapat membahayakan

kesehatan tubuh.

Banyak senyawa yang mempunyai efek melancarkan defekasi dengan berbagai

macam mekanismenya. Tapi prinsipnya terdapat tiga kelompok pencahar yang dikenal

yaitu yang bersifat melicinkan jalannya feces, meningkatkan ekskresi cairan ke dalam

lumen usus dan atau meningkatkan peristaltik usus (Smith, 1982). Secara umum olium

ricinin termasuk kelompok yang mempunyai sifat iritan. Sifat iritansianya ini dapat

merangsang terjadinya peningkatan peristaltik usus, begitu juga halnya dengan ekstrak

biji kamandrah (Croton tiglium) yang mengandung senyawa aktif diduga kelompok

yang juga bersifat iritan. Sehingga cukup beralasan bila timbul dugaan kemungkinan

adanya efek laksansia pada ekstrak etanol.

Laksansia adalah suatu sediaan yang dapat melembekkan feces sedangkan

sediaan yang dapat menyebabkan terjadinya diare dengan karakteristik feces menjadi

lebih encer disebut purgatif. Selain menyebabkan feces menjadi lebih encer sediaan

yang memiliki kerja purgatif juga menyebabkan terjadinya peningkatan frekuensi

defekasi disertai dengan terjadinya peningkatan jumlah atau bobot feces yang

dikeluarkan. Diare yang frekuensi meningkat dan encer, terjadi karena adanya

peningkatan sekresi cairan ke dalam lumen usus dan atau terjadinya peningkatan

peristaltik usus sehingga isi usus akan terdorong kebagian belakang dengan kecepatan

lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan normal (Schunack et al., 1990).


104

Untuk mengetahui efek laksansia/purgatif dari ekstrak biji kamandrah yang

diduga mengandung senyawa aktif yaitu dengan mempelajari efeknya terhadap transit

intestinal marker dan karakteristik feces yang dikeluarkan hewan percobaan dalam hal

ini menggunakan hewan uji mencit, hasil yang diperoleh sebagai berikut.

a. Metode Transit Intestinal

Metoda transit intestinal berlandaskan pada nisbah jarak usus yang ditempuh

oleh marker dalam waktu tertentu terhadap panjang usus keseluruhan mencit. Obat

yang mempunyai daya kerja sebagai laksansia atau purgatif dapat memperbesar transit

intestinal marker yang digunakan. Sedangkan metoda uji defekasi berdasarkan pada

pertimbangan bahwa sediaan uji yang berkhasiat sebagai laksansia akan merubah pola

defekasi hewan percobaan yang ditandai dengan meningkatnya frekwensi defekasi,

konsistensi tinja yang berubah menjadi lembek sampai cair dan atau terjadinya

penambahan massa tinja yang dikeluarkan.

80 c
72.52 bc
70 bc 65.08
61.89
Transit Intestinal (%)

60 ab
a 50.6
50 48.36

40
30
20
10 Perlakuan
0
Air DI DII DIII OR
Kontrol negatif (air); DI (0,03 ml); DII (0,06 ml); DIII (0,09 ml); Kontrol positif (OR)

Gambar 36. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Transit Intestinal

Hasil penelitian mengenai efek ekstrak etanol biji kamandrah yang mengandung

senyawa aktif terhadap transit intestinal dan panjang usus pada beberapa perlakuan
105

pemberian dosis ekstrak dapat dilihat pada Gambar 36 dan Gambar 37. Data pengaruh

pemberian beberapa perlakuan terhadap karakteristik feces seperti pada Lampiran 36.

Gambar 37. Panjang Usus Mencit Pada Beberapa Perlakuan Pemberian


Dosis Ekstrak

Penelitian transit intestinal dilakukan terhadap kelompok perlakuan yang

memperoleh ekstrak etanol adalah 61.9 % (DI); 72.5 % (DII) dan 65 % (DIII) masing

masing terdapat pada kelompok yang memperoleh ekstrak etanol dosis 0.03 ml, 0.06

ml dan 0.09 ml/30 g bb mencit. Sedangkan transit intestinal kelompok yang

memperoleh air kontrol (negatif) dan oleum ricini (kontrol positif) adalah 48.36 % dan

50.60 %.

Hasil analisis sidik ragam terhadap data yang diperoleh dari hasil

penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian ekstrak etanol berpengaruh nyata

terhadap transit intestinal pada hewan uji mencit. Untuk mengetahui perbedaan yang

terdapat antara kelompok perlakuan maka dilakukan uji statistik lebih lanjut dengan

menggunakan uji SNK.


106

Hasil analisis statistik lebih lanjut dilakukan terhadap pengaruh peningkatan

dosis terhadap transit intestinal untuk mengkaji efek dosis terhadap respon dihasilkan.

Oleh karena transit intestinal diantara ketiga kelompok dosis ekstrak etanol

menunjukkan perbedaan yang nyata maka dilakukan analisis lebih lanjut untuk

menentukan perbedaan antar perlakuan.

Hasil uji signifikansi (Lampiran 39) menunjukkan kelompok perlakuan (DII)

yang memperoleh ekstrak etanol dosis 0.06 ml/30 g bb mencit (72.5%) secara

signifikan berbeda nyata bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif ( 48,4

%) maupun kelompok kontrol positif yang hanya (50.6 %). Hal ini menunjukkan

bahwa ekstrak etanol cukup efektif berfungsi sebagai laksansia/purgatif. Efektivitas

ekstrak etanol terlihat jelas pada hewan percobaan dengan dosis 0.06 ml/30 g bb

mencit.

Dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pada dosis 0.06 ml/30 g bb

mencit potensi ekstrak etanol sebagai laksansia ternyata lebih kuat dibandingkan

dengan kontrol positif (oleum ricini). Hal ini terbukti dengan nilai transit intestinal

ekstrak etanol (72,50) lebih besar dari kontrol positif yang hanya 50,60. Nampaknya

kontrol positif (OR) menunjukkan efek yang lemah sebagai laksansia pada dosis 0.75

ml/30 g bb mencit, sehubungan dengan transit intestinal dimana kelompok ini secara

signifikan tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol negatif (-).

b. Metode Defekasi

Metode defekasi berdasarkan pada pertimbangan bahwa sediaan uji yang

berkhasiat sebagai laksansia akan mengubah pola defekasi hewan uji yang ditandai

dengan meningkatnya frekwensi defekasi, konsistensi tinja yang berubah menjadi

lembek sampai cair dan atau terjadinya penambahan massa tinja yang dikeluarkan.

Metode ini digunakan untuk mengevaluasi efek laksansia ekstrak etanol, kemudian
107

dilanjutkan dengan mengamati karakteristik feces yang dikeluarkan hewan uji mencit

selama 4 jam.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah feces dan bobot feces

kelompok pemberian dosis ekstrak etanol maupun kontrol, baik kontrol positif maupun

kontrol negatif tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah feces dan bobot feces yang

dikeluarkan hewan uji seperti pada Gambar 38, 39 dan Lampiran 37-38.

10 9.9
8.7 9
9
8.2
Jumlah Feces (buah)

8
7 6.4
6
5
4
3
2
1
Perlakuan
0
Air DI DII DIII OR
Kontrol negatif (air); DI (0,03 ml); DII (0,06 ml); DIII (0,09 ml); Kontrol positif (OR)

Gambar 38. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Jumlah Feces

1.4 1.32 1.34

1.2 1.11
Bobot Feces (g)

1
0.87 0.86
0.8

0.6

0.4

0.2 Perlakuan
0
Air DI DII DIII OR
Kontrol negatif (air); DI (0,03 ml); DII (0,06 ml); DIII (0,09 ml); Kontrol positif (OR)

Gambar 39. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Bobot Feces

Berdasarkan hasil pengamatan karaketristik feces yang memperlihatkan feces

mencit yang memperoleh ekstrak etanol mempunyai karakteristik feces dari keras
108

lembek sampai lembek cair (dosis 0.03 dan 0.09/30 g bb mencit) dan keras sampai cair

(dosis 0.06/30 g bb mencit). Sedangkan kelompok yang memperoleh olium ricinin

(kontrol positif) mengeluarkan feces dengan karakteristik mulai dari keras sampai cair

dan karakteristik feces kontrol negatif adalah keras sampai keras lembek, seperti pada

Gambar 40.

Gambar 40. Penampakan Bobot dan Jumlah Feces Beberapa Perlakuan


Pemberian Dosis Ekstrak

Berdasarkan hasil uji khasiat ekstrak etanol sebagai bahan laksatif

menggunakan metode transit intestinal dan metode defekasi menunjukkan bahwa

perlakuan pemberian dosis 0.06 ml/30 g bb mencit memperlihatkan perlakuan terbaik

dengan efek yang signifikan pada kedua metoda uji tersebut. Hasil yang diperoleh dari

pengamatan terhadap karakteristik feces mencit menggunakan metode defekasi

menunjukkan hasil yang konsisten dengan hasil pemeriksaan terhadap metode transit

intestinal. Dengan demikian terlihat dengan jelas bahwa ekstrak etanol yang

mengandung senyawa asam tetradekanoat mempunyai efek sebagai pencahar. Dosis


109

efektif ekstrak etanol sebagai pencahar adalah 0.06 ml/30 g bb mencit dengan efek

yang terlihat berupa peningkatan transit time dan perubah karakteristik feces.

Laksansia adalah obat yang digunakan untuk meningkatkan defekasi, merubah

konsistensi tinja menjadi lembek, sampai cair serta menambah massa tinja yang

dikeluarkan. Frekwensi defekasi yang berkurang, demikian juga massa tinja yang

berkurang, konsistensi tinja yang bertambah keras, disebabkan terutama karena terjadi

dehidrasi material yang tinggal terlampau lama di dalam usus besar sebelum

dikeluarkan.

Menurut Smith (1982) ada tiga cara kerja dari obat pencahar dalam usus yaitu

pencahar sebagai perangsang, sebagai emollien dan sebagai pembentuk massa.

Pencahar sebagai perangsang bertujuan untuk merangsang mukosa usus sehingga

menimbulkan refleks peristalsis dalam usus, bahan yang dapat digunakan antara lain

minyak jarak, kalomel, sulfur, fenolfthalein, dan minyak croton. Pencahar sebagai

emollien bertujuan sebagai pelunak feces yang terdapat dalam usus, bahan yang

digunakan dapat berupa parafin cair, lemak dan lain-lain. Sedangkan pencahar sebagai

pembentuk massa bertujuan sebagai merenggang usus besar bahan yang digunakan

biasanya bekatul, garam dan lain-lain.

Keinginan pengeluaran tinja (defekasi) dikendalikan oleh pengisian rektum.

Senyawa aktif yang bekerja terhadap usus halus melalui proses hidrolisis dan kerja

lipase membebaskan asam risinolat, asam 12-R-hidroksioleat. Asam risinolat

menyebabkan perangsangan selaput mukosa usus halus disertai penimbunan cairan di

dalam lumen, serta memperkuat peristalsis, melalui pembebasan histamin (Schunack

et al., 1990). Menurut Ansel (1989) suatu senyawa bahan aktif dikatakan sebagai

obat apabila berada pada kisaran dosis yang tepat dan racun apa bila diberikan dalam

jumlah yang melebihi dosis, sebaliknya tidak berfungsi apa bila diberikan pada dosis

yang rendah.
110

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dosis 0.06 ml/30 g bb mencit

merupakan dosis yang efektif dari hasil pengujian pra klinis terhadap mencit. Agar

dosis efektif ini dapat diberikan pada manusia, perlu diformulasi sehingga akan didapat

dosis yang setara dengan hasil penelitian pada hewan uji.

2. Uji Batas Keamanan Hasil Ekstrak Sebagai Bahan Laksatif

Uji batas keamanan dilakukan untuk melihat sampai seberapa jauh ekstrak

etanol yang digunakan aman untuk dikonsumsi. Uji batas keamanan dilakukan

percobaan untuk menentukan dosis efektif (ED50) dan uji Dosis Letal (LD50) terhadap

hewan uji.

a. Uji Dosis Efektif (ED50)

Hewan uji coba mencit ddY jantan yang memiliki bobot 30-40 g. Pengamatan

dilakukan selama 3 jam terhadap karakteristik feces yang dikeluarkan. Hewan uji yang

memperlihatkan feces lembek dikatakan berespon positif terhadap pemberian

perlakuan. Perlakuan yang dicoba pada dosis pemberian ekstrak etanol 0,06 ml, 0,04

ml, 0,026 ml dan 0,017 ml/30 g bb mencit.

100 100
Respon Jumlah Hewan (%)

90
80
70
60
60
50
40 40
40
30
20
10
Perlakuan
0
AI AII AIII AIV
AI (0,060 ml); AII (0,040 ml); AIII (0,026 ml); AIV (0.17 ml)

Gambar 41. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Respon Positif Hewan uji
111

Hasil percobaan pemberian ekstrak etanol terhadap hewan uji mencit dilakukan

terhadap parameter jumlah hewan uji yang memperlihatkan respon positif seperti pada

Gambar 41 dan Lampiran 41.

Dari hasil percobaan penentuan Dosis Efektif (ED50) dari beberapa dosis

pemberian yaitu 0,06, 0,04, 0,026 dan 0,07 ml per 30 g bb mencit memperlihatkan

respon hewan uji berturut-turut 100%, 60%, 40% dan 40% dari jumlah hewan uji.

Dengan demikian dapat dikatakan semakin menurun dosis pemberian ekstrak etanol,

semakin menurun pula respon hewan uji. Hasil analisis Thompson dan Weil (1952)

menunjukkan ED50 berada pada kisaran 0,027 ml setara dengan 0.81 g/kg bb.

b. Uji Dosis Letal (LD50)

Hewan uji coba mencit ddY jantan yang memiliki bobot 30-40 g. Pengamatan

dilakukan selama 24 jam. Perlakuan yang dicoba pada dosis pemberian ekstrak etanol

0,2 ml, 0,04 ml, 0,1 ml, 0,05 ml dan 0,025 ml/30 g bb mencit. Parameter yang diamati

dalam percobaan ini adalah banyaknya hewan yang mati, gejala yang terlihat selama

pengujian dan tingkat toksisitas relatifnya. Hasil percobaan pemberian ekstrak etanol

terhadap hewan uji mencit dilakukan terhadap parameter jumlah hewan uji yang mati,

pada Gambar 42 dan Lampiran 42.

100 100
Jumlah Hewan Mati (%)

90
80 75
70
60
50
50
40
30 25
20
10 Perlakuan
0
BI BII BIII BIV
BI (0,200 ml); BII (0,100 ml); BIII (0,050 ml); BIV (0.025 ml)

Gambar 42. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Jumlah Mencit Yang Mati
112

Hasil percobaan penentuan Dosis Letal (LD50) menunjukkan semakin tinggi

dosis yang diberikan tingkat kematian hewan uji semakin meningkat pula, dengan

gejala yang memperlihatkan hewan uji depresi, pucat, bulu berdiri, nafas dalam dan

cepat. Kadang terlihat adanya feces yang keras tertinggal di anus. Jumlah hewan uji

yang mati tertinggi pada pemberian dosis ekstrak biji kamandrah 0,2 ml/30 g bb mencit

(5,93 g/kg bb). Hasil analisis menggunakan analisis Thompson dan Weil (1952)

menunjukkan LD50 berada pada kisaran 0,07 ml setara dengan 2,09 g/kg bb.

c. Penentuan Batas Keamanan

Batas keamanan adalah kisaran dosis antara dosis yang menimbulkan efek letal

dan dosis yang menimbulkan efek khasiat yang diinginkan. Menurut Loomis (1978)

batas keamanan penggunaan ekstrak bahan alam dilambangkan oleh perbandingan

antara LD50/ED50. Dari hasil perhitungan penentuan batas keamanan ekstrak yaitu

LD50/ED50 = 0,077 ml/kg bb/0,027 ml/kg bb = 2,7 kali. Berdasarkan hasil perhitungan

batas keamanan ekstrak biji kamandrah dengan nilai 0,07 ml/kg bb, bila nilai tersebut

dimasukkan ke dalam Tabel 2 maka nilai dari hasil penelitian tersebut berada pada

kisaran 0.5 – 5 mg/kg bb. Menurut Loomis (1978) sediaan ekstrak yang dihasilkan

termasuk ekstrak yang bersifat toksik sedang, dengan batas keamanan yang sempit

yaitu 2,7 kali dosis efektifnya.

E. Pengembangan Teknologi Proses Produk Sediaan

Pengembangan teknologi proses produk sediaan dari hasil ekstrak terstandar

didasari atas (1) belum diketahui senyawa aktif apa saja yang terdapat dalam biji

kamandrah yang selama ini digunakan sebagai laksatif, (2) pemanfaatan biji kamandrah

selama ini oleh masyarakat hanya menggunakan biji sebagai bahan laksatif dan (3)

belum ditemukan dalam patent dan literatur yang mengekstrak biji kamandrah sebagai

laksatif.
113

Pemanfaatan seperempat biji kamandrah sebagai bahan laksatif digunakan

masyarakat berdasarkan pengalaman turun temurun. Hasil penelitian Siagian dan

Rahayu (1999) dengan memakan 1-2 g biji kamandrah dapat menyebabkan murus-

murus (laksansia). Dengan demikian pengembangan teknologi proses dalam lingkup

penelitian ini adalah suatu upaya yang dilakukan untuk merancang teknologi proses

untuk memperoleh ekstrak terstandar dalam kapsul yang pada akhirnya dapat

meningkatkan nilai tambah dari produk yang dihasilkan. Metode yang digunakan untuk

mengekstraksi biji kamandrah menggunakan maserasi, kemudian dibandingkan dengan

metode ekstraksi lainnya yaitu ekstraksi kontinyu menggunakan soxhlet dan perkolasi.

Menurut Mangunwidjaja dan Suryani (2004) teknologi proses untuk

agroindustri adalah penerapan teknologi proses pengubahan secara kimia/biokimia

dan/atau fisik hasil pertanian menjadi produk dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi

seperti pada Gambar 43.

Daur Ulang

Produk
Bahan Penyiapan Kondisi Pereaksian Pemisahan
Mentah Bahan Mentah Produk
Samping

Penyempurnaan
Utilitas Produk

Produk Utama

Gambar 43. Teknologi Proses (Mangunwidjaja dan Suryani, 2002)

Dalam lingkup pengembangan teknologi proses ekstrak terstandar dilakukan

dalam beberapa tahapan yang meliputi : (1) proses ekstraksi senyawa dari biji

kamandrah, (2) penentuan produk akhir ekstrak terstandar, (3) perancangan proses, dan

(4) analisis kelayakan teknis dan ekonomis perancangan proses. Dengan demikian
114

diperlukan suatu perancangan proses untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Bila

ditinjau dari segi output dari perancangan teknologi proses dituntut dua kriteria yaitu

(1) secara teknis rancangan tersebut dapat diterapkan dan dioperasionalkan dalam

wahana pabrik pemproses, (2) secara ekonomis implementasi rancangan harus

menguntungkan.

1. Proses Ekstraksi Senyawa Aktif dari Biji Kamandrah

Proses ekstraksi senyawa aktif dari biji kamandrah dilakukan dengan metode

Maserasi pada suhu ruang, dengan pertimbangan senyawa bioaktif yang terdapat dalam

biji tidak terdegradasi karena pengaruh panas yang tinggi. Sedangkan tujuan ekstraksi

menggunakan metode Maserasi ini agar diperoleh senyawa aktif dari biji kamandrah

melalui pemisahan menggunakan pelarut yang bersifat polar dan non polar. Mengingat

senyawa aktif yang terdapat dalam biji kamandrah belum diketahui apakah bersifat

polar atau non polar, maka untuk memperoleh senyawa tersebut dilakukan pemisahan

dengan kedua jenis pelarut tersebut, pelarut polar menggunakan etanol dan non polar

menggunakan heksana. Menurut Harborne (1987) disamping jenis pelarut, faktor lain

yang perlu diperhatikan untuk memperoleh senyawa aktif dalam bahan semaksimal

mungkin antara lain waktu maserasi dan nisbah bahan/pelarut yang digunakan. Pada

setiap bahan faktor-faktor tersebut berbeda pengaruhnya terhadap hasil ekstrak yang

diperoleh. Berdasarkan penelitian Ahmed (2006) Maserasi biji withania somnifera

nisbah bahan dan pelarut (1:2) menghasilkan ekstrak 12,75%, sedangkan pada biji

H.auriculata mencapai 18,22%.

Sebelum dilakukan ekstraksi senyawa aktif dari biji kamandrah terlebih dahulu

dilakukan penyiapan bahan. Penyiapan bahan dilakukan sesuai dengan standar mutu

simplisia yang meliputi pengumpulan bahan, penyortiran buah, pengeringan,


115

pengupasan kulit buah, pengupasan cangkang biji dan pengecilan ukuran (Badan

POM, 2005) yang dilakukan seperti pada Gambar 14.

16,56 kg Pemilihan Buah 1,48 kg (8,93%)


Buah Kamandrah Kamandrah Buah Taknormal
17,08 kg

Pengeringan Buah 5,5 kg (12%)


(kadar air 12%) Uap Air
11,58 kg

Pengupasan Kulit Buah 4,16 kg (35%)


Kulit Buah

7,42 kg

Pengecilan Ukuran (40 mesh) 0,01 kg


Hilang
7,41 kg

7,41 kg Serbuk Ekstraksi Metode Maserasi


Waktu 6,2 jam 6,03 kg
51,19 L Etanol Ampas (81,37%)
PA Nisbah Bahan/pelarut (1 : 6.9)

54,42 kg Ekstrak Kasar

Rotavapor 48,98 L Etanol


Suhu : 60oC (95,68%)
Lama : 45 menit 2,21 L Etanol (4,31%
hilang)

1,38 kg Ekstrak
Kental (18,6%)

Pengujian dan Identifikasi Senyawa


Senyawa Aktif Aktif

Gambar 14. Diagram Alir Proses Ekstraksi Senyawa Aktif Menggunakan Metode Maserasi
116

a. Pengumpulan Bahan

Bahan baku dikumpulkan dan diambil dari daerah Tamiang Layang, Kabupaten

Barito Timur, Propinsi Kalimantan Tengah, karena daerah tersebut merupakan daerah

penghasil biji kamandrah.

b. Sortasi

Pekerjaan ini dilakukan dengan tujuan memisahkan buah dari kotoran atau

bahan-bahan asing yang melekat dikulit buah, disamping memisahkan buah yang

abnormal dari yang normal. Dari 18,56 kg buah yang baru dipetik menghasilkan buah

yang baik hanya 17,08 kg selebihnya buah yang tidak dapat digunakan rusak (buah

abnormal) yang mencapai 1,48 kg.

c. Pengeringan

Buah yang diperoleh dikering-anginkan pada tempat yang teduh dan tidak boleh

langsung dijemur di bawah sinar matahari, karena terpaan sinar matahari langsung

berdampak negatif terhadap kelangsungan hidup (viability) biji dan juga dapat

mempengaruhi senyawa aktif yang terdapat dalam biji. Dari hasil penelitian

menunjukkan dari 17,08 kg buah, menghasilkan buah kering sebanyak 11,58 kg dan 5,5

kg merupakan air yang teruapkan. Kadar air buah yang tinggal hanya mencapai 12 %.

d. Pengupasan Kulit Buah

Pada buah yang telah di jemur dan kering pengupasan biji tidaklah sukar,

karena pada buah yang telah matang dan kering, kulit buah dengan sendirinya akan

membuka. Walaupun demikian masih ada terdapat buah yang secara langsung

membuka, dengan demikian perlu dilakukan secara manual membuka buah dari biji

atau dapat dilakukan dengan mesin pengupasan kulit biji. Dari 11,58 kg buah kering

berkulit diperoleh 7,42 kg biji kamandrah dengan banyaknya kulit terbuang mencapai

4,16 kg (35%) dari berat buah kering.


117

e. Pengupasan Cangkang dari Biji

Cangkang merupakan kulit yang menyelimuti biji berwarna putih kecoklatan.

Pengupasan cangkang (shell) dari biji agar diperoleh daging biji (kernel) yang diambil

sebagai bahan baku utama ekstraksi.

f. Pengecilan ukuran bahan

Pengecilan bahan dilakukan dengan tujuan agar bahan menjadi berbentuk

serbuk dengan ukuran 40 mesh. Ukuran partikel dari serbuk biji kamandrah

mempengaruhi kecepatan proses ekstraksi dan besarnya hasil ekstrak yang dihasilkan.

Pengecilan ukuran bahan dilakukan dengan blender pada skala laboratorium.

Setelah persiapan bahan telah dilakukan, kemudian dilakukan tahapan proses

ekstraksi yang dilakukan sebagai berikut :

g. Maserasi

Maserasi dilakukan selama 6,2 hari dengan nisbah/bahan 1 : 6,9 g/ml. Waktu

Maserasi dan nisbah bahan/pelarut diambil berdasarkan kondisi optimum yang

diperoleh dari penelitian terdahulu. Suhu yang digunakan adalah suhu kamar yaitu

27oC.

h. Penyaringan

Penyaringan dilakukan untuk memisahkan bahan dan pelarut dalam hal ini

memisahkan antara ampas dan ekstrak kasar. Berdasarkan hasil penelitian ekstrak kasar

yang diperoleh 54,42 g (92,86%) dari total bahan/pelarut.

i. Pengeringan

Dari hasil ekstrak kasar yang diperoleh, kemudian dilakukan pemisahan ekstrak

senyawa aktif dengan pelarut etanol menggunakan rotavapor. Suhu yang digunakan

60oC dan lama 45 menit, suhu dan lamanya pengeringan berdasarkan hasil percobaan

yang dilakukan. Hasil pemisahan pelarut dari ekstrak senyawa aktif diperoleh 1,38 g
118

k. Pengujian dan Karakterisasi

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan menggunakan GC-MS diperoleh

senyawa aktif tetradecanoic acid yang sinonim dengan asam miristat yang berfungsi

sebagai pencahar terdapat dalam ekstrak etanol. Maka ekstrak etanol yang

dikembangkan menjadi produk akhir.

Berdasarkan hasil ekstraksi menggunakan metode Maserasi diperoleh hasil

ekstrak 1,38 g. Bila dilihat dari dosis pemberian pada manusia dari hasil perhitungan

konversi hewan uji ke manusia, menunjukkan dosis yang diberikan masih lebih kecil

bila dibandingkan dosis pemberian dari biji secara etnobotani (penggunaan turun

temurun) dan hasil penelitian Siagian dan Rahayu (1999). Adapun dosis penggunaan

dari biji dan hasil ekstrak terstandar seperti pada Tabel 16.

Tabel 16. Dosis Penggunaan dari Biji dan Hasil Ekstrak Terstandar
Rendemen Dosis penggunaan dari biji* Dosis Penggunaan dari
Rerata/ ekstrak per Hasil Ekstrak Terstandar**
100 biji biji (18,6%) Penelitian Hasil Uji Konversi
Etnobotani Siagian dan Khasiat Pada Pada
Rahayu (1999) Mencit Manusia

1,55 g 0,28 g ¼ biji* 1,5 g biji* 0,06 ml** 9,86 mg/kg


(28,83 mg) (27,075 (27,9 mg/kg bb (5,34 mg/g bb bb manusia
mg/kg bb manusia) mencit)
manusia)
Keterangan :
* Penggunaan secara etnobotani dan penelitian Siagian dan Rahayu (1999)
** Penggunaan dari ekstrak terstandar hasil penelitian

Penggunaan herbal terstandar mempunyai proses pembuatan yang jelas dan

standar, dosis yang tepat yang telah teruji secara pre klinis dan terjamin keamanannya.

Maka mengkonsumsi herbal terstandar akan lebih tepat dan aman dibandingkan dengan

mengkonsumsi biji secara langsung, karena besarnya biji tidak sama untuk tiap-tiap

konsumsi masyarakat.
119

2. Penentuan Produk Akhir Ekstrak Terstandar

Setelah diperoleh bahwa ekstrak etanol merupakan ekstrak yang mengadung

senyawa aktif yang berfungsi sebagai bahan laksatif, maka dilanjutkan penentuan

produk akhir ekstrak yang akan digunakan. Menurut Cussler dan Moggridge (2001)

penentuan bentuk sediaan produk akhir suatu produk perlu dilakukan pertimbangan

yang matang, karena produk akhir yang dihasilkan diharapkan dapat meningkatkan

nilai tambah dari produk yang dihasilkan. Menurut Marimin (2004) mengingat

pentingnya penentuan produk akhir yang dihasil ini, maka dalam penentuannya

diperlukan wawancara dengan pakar dan pengorganisasian pengetahuan dari berbagai

buku tentang penggunaan produk yang dihasilkan. Produk yang dihasilkan berbentuk

ekstrak terstandar yang bertujuan sebagai bahan laksatif (pencahar) dengan demikian

cara pemberiaan dilakukan secara oral (lewat mulut).

Dengan demikian salah satu metode yang umum digunakan adalah Metode

Perbandingan Eksponensial (MPE). Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)

digunakan untuk membantu pengambilan keputusan untuk menggunakan rancang

bangun model yang telah terdifinisi dengan baik pada tahapan proses. Menurut

Eriyatno (1998) menyatakan bahwa langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam

pemilihan keputusan dengan menggunakan MPE adalah sebagai berikut : a).

Penyusunan calon bentuk sediaan produk akhir jamu pencahar, b).Penyusunan kriteria

yang dikaji, c). Penentuan tingkat kepentingan, d). Penentuan skor tiap calon produk

akhir pada setiap kriteria, dan e). Perhitungan total skor calon produk akhir.

Penyusunan Calon Bentuk Sediaan Produk Akhir Ekstrak Terstandar

Dalam penyusunan calon bentuk sediaan produk akhir ekstrak terstandar

sebagai bahan laksatif, ada beberapa faktor yang diperhatikan antara lain cara

pemberian dan bentuk sediaan. Beberapa cara pemberian obat yang dilakukan yaitu

oral, sublingual, parenteral, epikutan/transdermal, konjungtival, intraokular/intraaural,


120

intranasal, intrarespiratori, rektal, vaginal, dan uretral (Ansel, 1989). Mengingat target

produk yang dihasilkan dalam bentuk obat pencahar maka cara pemberian dilakukan

melalui oral, dengan pertimbangan penggunaan obat pencahar yang lazim dilakukan

dengan cara diseduh dan diaplikasikan dengan diminum. Calon bentuk sediaan produk

akhir dari hasil ekstrak terstandar dalam bentuk tablet, kapsul, sirup, dan serbuk.

Penilaian terhadap sembilan calon produk akhir yang berbasis ektrak terstandar didapat

dari hasil wawancara dengan pakar dan pengorganisasian pengetahuan dari berbagai

buku tentang bentuk sediaan farmasi.

Penyusunan Kriteria yang Dikaji

Penyusunan kriteria yang dikaji didasarkan pada faktor-faktor yang akan

mempengaruhi variasi bentuk sediaan, cara pemberian dan kepentingan dari masing-

masing kriteria dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Kriteria Keputusan untuk Penentuan Produk


No. Kriteria Penilaian
1. Kemudahan dalam mengkonsumsi 4
2. Kesesuaian cita rasa 5
3. Kemudahan dalam membawa 4
4. Daya pelindung bahan aktif 5
5. Kepraktisan kemasan 5
6. Ketahanan terhadap cahaya matahari 3
7 Ketahanan terhadap benturan 4

Penentuan Tingkat Kepentingan Kriteria

Penentuan penilaian dilakukan setelah mengetahui jenis-jenis kriteria yang

dipilih dengan memberikan skala nilai berkisara 1 – 5. Penilaian kriteria 1 = sangat

tidak penting, 2 = tidak penting, 3 = biasa, 4 = penting, dan 5 = sangat penting.


121

Penentuan Skor tiap Calon Produk Akhir Pada Setiap Kriteria

Langkah berikutnya adalah menentukan nilai pada calon produk akhir dengan

nilai berkisar antara 1 – 10. Nilai 10 = produk ideal; 9 = agak sempurna; 8 = baik

sekali; 7 = baik; 6 = cukup; 5 = kurang; 4 = sangat kurang; 3 = sangat amat kurang; 2 =

tidak memenuhi kriteria; 1 = alternatif calon produk ditolak. Adapun hasil perhitungan

nilai berdasarkan penilaiannya disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18. Nilai Calon Produk untuk Setiap Kriteria


Kriteria Bentuk sediaan Penilaian
Tablet Kapsul Sirup Bubuk
1. 7 9 8 7 4
2. 7 8 9 6 5
3. 6 8 6 7 4
4. 6 7 7 6 5
5. 7 8 6 7 5
6. 6 8 6 6 3
7. 6 7 6 7 4
46,599 95,913 90,536 48,809

Perhitungan Nilai Total Calon Produk Akhir.

Seleksi calon produk akhir berdasarkan Metode Perbandingan Eksponensial

(MPE). Metode perbandingan eksponensial (MPE) adalah metode untuk menentukan

urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak. Keuntungan menggunakan

metode perbandingan eksponensial adalah nilai yang menggambarkan urutan prioritas

menjadi besar karena merupakan fungsi eksponensial, sehingga urutan prioritas

alternatif keputusan lebih nyata. Dari hasil perhitungan nilai total tertinggi merupakan

produk akhir yang terpilih. Dari hasil perhitungan pada Tabel 18, diketahui bahwa

bentuk sediaan yang cocok digunakan adalah kapsul, karena mempunyai nilai tertinggi

yaitu 95,913 seperti pada Gambar 45.


122

Gambar 45. Penampakan Bentuk Sediaan Kapsul Hasil Ekstrak Terstandar

Aplikasi Produk

Menurut Ansel (1989) hasil ekstrak yang diperoleh dari bahan alam dapat

berupa (a) ekstrak setengah cair atau kental, (b) butir-butir atau ekstrak padat, dan (c)

ekstrak kering (serbuk). Ekstrak yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah ekstrak

berbentuk kental. Aplikasi produk dan formulasi didasarkan atas hasil ekstrak yang

diperoleh dan telah dilakukan pengujian terhadap khasiat dan keamanan dari hasil

ekstrak yang dihasilkan. Produk yang dibuat atas dasar perlakuan terbaik ekstrak

etanol 0.06 ml/30 g bb yang setara dengan penggunaan dosis pada manusia.

Berdasarkan nilai kesetaraan tersebut dilakukan konversi untuk penggunaan pada

manusia terutama untuk penggunaan ekstrak yang diperoleh. Berdasarkan hasil

pengujian pra klinis terhadap hewan uji yang dilakukan, kemudian dikonversi untuk

penggunaan pada manusia terutama penggunaan ekstrak terpilih dari uji sebelumnya

yang mempunyai efektivitas sebagai bahan pencahar (laksatif) yang bersumber dari biji

kamandrah.
123

Dari hasil penelitian dosis efektif pada hewan uji, selanjutnya dilakukan

konversi kesetaraan pada manusia dilakukan dengan menggunakan Tabel seperti pada

Lampiran 44, sehingga diperoleh hasil perhitungan kesetaraan pada manusia adalah

11,08 ml/kg bb (0,00986 g/kg bb = 9,86 mg/kg bb). Berdasarkan konversi kesetaraan

yang diberikan pada manusia tersebut, maka cangkang kapsul keras yang digunakan

besarnya berukuran 250 mg (kapsul normor 1). Dari hasil penelitian Mitra et al.,

(2003) dosis pemberian ekstrak akar tanaman picrorrhiza kurroa yang efektif sebagai

bahan laksatif pada manusia 50-250 mg/kg bb. Dengan demikian pemberian ekstrak

biji kamandrah 9.86 mg/kg bb masih lebih rendah pada kisaran dosis pemberian,

walaupun pada tanaman yang berbeda.

Formulasi dosis ekstrak yang diperoleh selanjutnya dikombinasikan dengan

bahan pengisi kapsul dan bahan pengering. Ketepatan komposisi bahan pengisi

memiliki aturan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku menurut Handbook of

Pharmaceutical Excipients (Anonim, 1986) yang terdiri dari komponen bahan

penghancur, bahan pelincir, bahan pelicin, dan bahan tambahan pengisi lain berupa

amylum maydis dan avicel. Kesemua komponen ini disesuaikan dengan total solid

yang terdapat pada bahan hasil ekstrak yang ada.

Berdasarkan perhitungan pengisian kapsul, maka dosis pemberian pada manusia

diberikan adalah 11,08 ml/kg bb atau setara dengan 9,86 mg/kg bb diberikan 1 kapsul

per hari. Bila dibandingkan dengan dosis anjuran produk komersial dulkolak@ (10 mg /

kg bb) masih lebih rendah. Adapun penampakan bentuk sediaan kapsul hasil ekstrak

terstandar dan penampakan produk kapsul dalam botol kemasan, pada Gambar 46.

Menurut Anief (2000), ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi apabila

membuat produk dalam bentuk kapsul antara lain (1) bobot dalam kapsul harus

seragam, (2) keseragaman dari isi zat yang berkhasiat, (3) waktu hancur yang tidak

lebih dari 15 menit, dan (4) kapsul tersimpan dalam wadah yang tertutup rapat. Dari
124

perlakuan pengisian kapsul yang dilakukan dianggap semua persyaratan tersebut telah

memenuhi kreteria diatas sehingga produk yang dihasil layak untuk dikonsumsi.

Walaupun demikian agar produk ini dapat dipasarkan perlu dilakukan pengujian lebih

lanjut untuk mendapatkan pengakuan secara legal oleh lembaga yang berkompetensi.

Gambar 46. Penampakan Produk Kapsul dalam Botol Kemasan

3. Perancangan Proses

Perancangan proses produk dalam hal ini ekstrak terstandar sebagai bahan

laksatif berbahan baku biji kamandrah dilakukan dengan mengikuti proses pembuatan

produksi dari hasil ekstraksi, kemudian dianalisis terhadap output yang dihasilkan.

Untuk menduga kelayakan dari perancangan teknologi proses perlu diamati

keseluruhan tahapan proses dari proses ekstraksi sampai menjadi produk akhir,

sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dari produk yang dihasilkan.

Prosedur untuk menentukan perancangan proses meliputi pemilihan metode

ektraksi yang dapat meningkatkan rendemen ekstrak secara kuantitatif, penentuan


125

produk akhir ekstrak terstandar yang dihasilkan, aplikasi produk dan formulasi, dan

analisis kelayakan finansial terhadap produk yang dihasilkan.

Menurut Seider et al., (1999) teknik heuristik untuk perancangan proses terdiri

dari lima tahapan (1) pengurangan perbedaan jenis molekul bahan atau pemilihan jalur

reaksi/proses, (2) pembagian pereaksi atau bahan dengan cara mempertemukan sumber

dan tujuan proses, (3) pengurangan perbedaan komposisi, yang antara lain dilakukan

dengan penerapan sistem pemisahan, (4) pengurangan perbedaan suhu, tekanan, dan

fasa, (5) pemaduan tahapan, yaitu menggabungkan kegiatan operasi ke dalam satuan-

satuan proses.

Metode yang biasa digunakan dalam perancangan proses adalah metode sntesis

proses dan simulasi proses. Dari kedua metode ini selanjutnya akan dianalisis

kelayakan teknis dan ekonomis terhadap rancangan yang diperoleh. Pada kasus

penelitian ini metode rancangan proses yang digunakan adalah metode sintesis proses.

Sedangkan sintesis proses itu sendiiri adalah suatu pola kegiatan yang berurutan dan

terpadu untuk memasok kesenjangan informasi, sehingga diperlukan beberapa asumsi

yang berkaitan dengan jenis satuan proses yang digunakan dan rangkaian satuan-

satuan, serta kondisi proses yang akan diterapkan. Pola kegiatan yang berurutan dan

terpadu inilah yang merupakan suatu sintesis (Seider et al., (1999). Adapun proses

ekstraksi menggunakan metode Maserasi dari penyiapan bahan, ekstraksi dan formulasi

seperti pada Lampiran 43.

Dari perancangan proses ini nantinya akan diperoleh rancangan proses (1)

secara teknis rancangan dapat diterapkan dan di operasionalkan dalam wahana pabrik

pemproses dan (2) secara ekonomis implementasi rancangan proses menguntungkan.

Pemilihan teknologi proses yang digunakan dilakakan dengan membandingkan dengan

metode ekstraksi lainnya. Pada kasus ekstrak terstandar sebagai bahan laksatif

dilakukan pembandingan dengan proses ekstraksi kontinyu menggunakan soklet dan


126

perkolasi. Adapun kondisi proses dari beberapa metode ekstraksi yang digunakan

adalah sebagai berikut :

1.1. Kondisi Proses Ekstraksi Menggunakan Maserasi (Proses I)

1.1.1. Suhu Ekstraksi

Suhu yang digunakan untuk mengekstrak biji kamandrah menggunakan suhu

kamar yaitu 27oC. Dengan pertimbangan senyawa aktif yang terdapat dalam biji

kamandrah tidak tahan panas diatas 60oC

1.1.2. Pengambilan Kembali Etanol

Etanol yang dapat diambil kembali setelah dilakukan ekstraksi terhadap serbuk

biji kamandrah pada proses ekstraksi menggunakan Maserasi (95,68%) dari total

pelarut ekstrak yang dapat diambil kembali.

1.1.3. Lama Ekstraksi

Lamanya proses ekstrak menggunakan Maserasi agar diperoleh ekstrak yang

optimum dilakukan selama 6,2 hari. Proses ekstraksi ini berjalan cukup lama bila

dibandingkan dengan metode ekstraksi lainnya.

1.1.4. Etanol Hilang

Banyaknya pelarut etanol yang hilang karena pengaruh penguapan yang terjadi

selama proses ekstraksi. Berdasarkan hasil penelitian dari proses ekstraksi

menggunakan Maserasi (4,31%).

1.1.5. Nisbah Bahan/pelarut

Nisbah bahan/pelarut yang digunakan berdasarkan hasil penelitian optimasi

terdahulu, nisbah bahan/pelarut yang digunakan 1 : 6 g/ml.

1.1.6. Hasil ekstrak

Hasil ekstrak yang diperoleh dari hasil ekstraksi menggunakan metode Maserasi

(1,38 g). Banyaknya ekstrak yang diperoleh lebih banyak dari ekstraksi menggunakan
127

perkolasi, walaupun lebih sedikit bila dibandingkan dengan ekstraksi kontinyu

menggunakan alat Soxhlet.

1.2. Kondisi Proses Ekstraksi Kontinyu Menggunakan Soxhlet (Proses II)

1.2.1. Suhu Ekstraksi

Suhu 70oC yang digunakan untuk mengekstrak serbuk biji kamandrah

menggunakan ekstraksi kontinyu menggunakan Soxhlet dengan pelarut etanol.

1.2.2. Pengambilan Kembali Etanol

Etanol yang dapat diambil kembali setelah dilakukan ekstraksi terhadap serbuk

biji kamandrah pada proses ekstraksi kontinyu menggunakan Soxhlet (14,84%) dari

total pelarut ekstrak etanol yang dapat diambil kembali.

1.2.3. Lama Ekstraksi

Waktu ekstraksi serbuk biji kamandrah selama 6 jam. Ekstraksi dihentikan

apabila pelarut yang terdapat dalam alat Soxhlet sudah berwarna jernih, dengan

demikian berarti bahan sudah terekstraksi semuanya.

1.2.4. Etanol Hilang

Banyaknya pelarut etanol yang hilang karena pengaruh penguapan yang terjadi

selama proses ekstraksi. Berdasarkan hasil penelitian dari proses ekstraksi kontinyu

menggunakan Soxhlet, pelarut etanol yang hilang mencapai 6,16%, lebih tinggi bila

dibandingkan Maserasi dan Perkolasi.

1.2.5. Nisbah Bahan/pelarut

Nisbah bahan/pelarut yang digunakan berdasarkan hasil penelitian optimasi

terdahulu, nisbah bahan/pelarut yang digunakan 1 : 6 g/ml.


128

1.2.6. Hasil Ekstrak

Perolehan rendemen ekstrak yang diperoleh dari hasil ekstraksi kontinyu

menggunakan Soxhlet (2,56 g). Banyaknya ekstrak yang diperoleh lebih banyak dari

ekstraksi secara Maserasi dan Perkolasi.

1.3. Kondisi Proses Ektraksi Secara Perkolasi (Proses III)

1.3.1. Suhu Ekstraksi

Suhu yang digunakan untuk mengekstrak biji kamandrah menggunakan suhu

kamar yaitu 27oC.

1.3.2. Pengambilan Kembali Etanol

Etanol yang dapat diambil kembali setelah dilakukan ekstraksi terhadap serbuk

biji kamandrah pada proses ekstraksi secara Perkolasi (91,10%) dari total pelarut

ekstrak yang dapat diambil kembali.

1.3.3. Lama Ekstraksi

Lamanya proses ekstraksi secara Perkolasi agar diperoleh ekstrak yang

optimum dilakukan selama 1,7 jam. Proses ekstraksi ini berjalan cukup lama bila

dibandingkan dengan metode ekstraksi lainnya.

1.3.4. Etanol Hilang

Banyaknya pelarut etanol yang hilang karena pengaruh penguapan yang terjadi

selama proses ekstraksi. Berdasarkan hasil penelitian dari proses ekstraksi secara

Perkolasi (4,05%).

1.3.5. Nisbah Bahan/pelarut

Nisbah bahan/pelarut yang digunakan berdasarkan hasil penelitian optimasi

terdahulu, nisbah bahan/pelarut yang digunakan 1 : 6 g/ml.


129

1.3.6. Hasil Ekstrak

Hasil ekstrak yang diperoleh dari hasil ekstraksi secara Perkolasi (1,20 g).

Ekstrak yang diperoleh lebih sedikit bila dibandingkan dengan hasil ekstraksi

menggunakan Maserasi dan ekstraksi kontinyu menggunakan Soxhlet.

1.4. Pembandingan Proses

Ada beberapa proses ekstraksi yang digunakan untuk mengekstrak biji

kamandrah, sehingga diperoleh ekstrak terstandar sebagai bahan laksatif. Tahapan

heuristik senantiasa merupakan hasil pilihan terbaik dari beberapa pilihan yang

dicanangkan. Pemilihan proses dilakukan dengan membandingkan beberapa metode

ektraksi yang digunakan untuk mengekstrak biji kamandrah seperti pada Tabel 19.

Tabel 19. Beberapa Parameter Proses Ekstrak Terstandar Sebagai Bahan Laksatif
Parameter Pembanding Proses I Proses II Proses III
Suhu Saat Ekstraksi 27oC 70oC 27oC
Pengambilan Kembali Etanol 95,68% 14,84% 91,10%
Lama Ekstraksi 6,2 hari 6,2 jam 1,9 jam
Etanol Hilang 4,31% 6,16% 4,06%
Nisbah Bahan/pelarut 1 : 6 g/ml 1 : 6 g/ml 1 : 6 g/ml
Hasil Ekstrak 1,38 g 2,56 g 1,20 g

Berdasarkan Tabel 19, menunjukkan ekstraksi menggunakan metode ekstraksi

kontinyu menggunakan Soxhlet diperoleh hasil ekstrak tertinggi yaitu 2,56 g bila

dibandingkan dengan metode Maserasi (1,38 g) dan Perkolasi (1,20 g). Bila dilihat dari

kecenderungan perolehan hasil ekstrak menggunakan metoda ekstrak kontinyu

menggunakan Soxhlet lebih tinggi bila dibandingkan dengan metoda Maserasi dan

Perkolasi, hal ini diduga karena kontak antara pelarut dan bahan secara

berkesinambung sampai bahan terekstrak habis.


130

Menurut Bombardelli (1991) lama ekstraksi menentukan jumlah komponen

yang dapat diekstraksi dari bahan. Semakin lama waktu ekstraksi maka kesempatan

untuk bersentuhan antara bahan dan pelarut semakin besar, sehingga kelarutan

komponen bioaktif dalam larutan akan meningkat, dengan demikian hasil ekstrak juga

akan semakin bertambah hingga larutan mencapai titik jenuh.

Disamping itu yang menyebabkan tingginya perolehan hasil ekstrak kontinyu

menggunakan Soxhlet dibandingkan dengan metode Maserasi dan Perkolasi,

disebabkan adanya pemanasan selama proses ekstraksi. Adanya pemanasan

menyebabkan suhu menjadi lebih tinggi, akibatnya bahan akan lebih cepat terekstraksi.

Pada metode ekstrak kontinyu menggunakan Soxhlet, menggunakan suhu 70oC selama

6 jam, perputaran pelarut yang menyebabkan pencampuran pelarut dan bahan secara

berkesinambungan sehingga hasil ekstrak yang diperoleh juga semakin banyak sampai

akhirnya mencapai titik keseimbangan kejenuhan pelarut. Dari 7,41 g serbuk biji

kamandrah waktu yang diperlukan untuk mengekstrak bahan selama 6 jam, yang

menghasilkan hasil ekstrak 2,56 g. Pada kondisi ini serbuk biji kamandrah akan

terekstraksi semuanya. Proses ekstrak akan berhenti dilakukan apa bila ditandai dengan

warna bening pada pelarut.

Menurut Harborne (1996) suhu berperan penting dalam mengekstrak suatu

bahan menggunakan pelarut. Suhu yang meningkat kelarutan senyawa-senyawa

tertentu ke dalam pelarut sehingga senyawa-senyawa tersebut dapat lebih banyak

terekstraksi. Kecenderungan perolehan hasil ekstrak menggunakan Maserasi dan

Perkolasi lebih rendah bila dibandingkan dengan ekstraksi kontinyu menggunakan

Soxhlet.

Hal ini diduga karena pada perkolasi kontak antara pelarut dan bahan hanya

berlangsung singkat, sehingga laju ekstraksi komponen bahan juga berkurang dan

kemampuan pelarut untuk melarutkan komponen ekstrak dalam bahan hanya sedikit
131

sehingga hasil ekstraksi juga akan sedikit hal ini ditunjukkan dengan kecilnya nilai

hasil ekstrak yang diperoleh. Dengan Perkolasi untuk melarutkan melarutkan 10 g

serbuk biji kamandrah hanya memerlukan waktu yang lebih singkat yaitu selama 1.7

jam dan dilakukan pada suhu kamar, yang menghasilkan ekstrak 1,20 g dari total

serbuk biji yang diekstraksi.

Begitu juga halnya menggunakan metode Maserasi, dimana ekstraksi tidak

menggunakan suhu tinggi hanya menggunakan suhu kamar, walaupun dilakukan

perendaman bahan selama 6,2 hari dengan perbandingan nisbah bahan/pelarut 1 :

6,909 g/ml menghasilkan ekstrak hanya 1,38 g dari total bahan yang diekstraksi 7,41 g

serbuk biji kamandrah. Dengan demikian maka hasil ekstrak yang diperoleh juga lebih

kecil bila dibandingkan dengan ekstraksi yang dilakukan secara kontinyu (sinambung)

menggunakan metode ekstrak kontinyu menggunakan Soxhlet.

Tingginya perolehan hasil ekstrak menggunakan metode Maserasi bila

dibandingkan dengan metode Perkolasi, diduga disebabkan karena waktu perendaman

pada metode Maserasi cukup lama yaitu 6,2 hari, sedangkan metode Perkolasi hanya

1,7 jam sehingga kontak antara bahan dan pelarut pada metode Maserasi cukup lama,

sedang metode perkolasi lebih singkat yang menyebabkan perolehan hasil ekstrak pada

metode Maserasi lebih banyak. Hal ini terbukti dari hasil perolehan ekstrak

menggunakan metode Maserasi (1,38 g) lebih tinggi dari metode Perkolasi yang hanya

(1,20 g) walaupun masih lebih kecil dari perolehan hasil ekstrak menggunakan metode

ekstrak kontinyu menggunakan Soxhlet. Menurut Bombardelli (1991) disamping

pengaruh suhu, lama ekstraksi menentukan jumlah komponen yang dapat diekstraksi

dari bahan yang diekstrak. Semakin lama waktu ekstraksi maka kesempatan untuk

bersentuhan antara bahan dan pelarut semakin besar sehingga kelarutan komponen

bioaktif dalam larutan akan meningkat, dengan demikian hasil ekstrak juga akan

semakin bertambah.
132

Berdasarkan jumlah pelarut etanol yang dapat diambil kembali (recovery)

sebagai pelarut untuk melakukan ekstraksi berikutnya menunjukkan bahwa metode

Maserasi sebanyak 95.68 % lebih besar bila dibandingkan dengan Perkolasi yaitu

91,19 %. Dengan demikian penggunaan pelarut pada metode Maserasi lebih efisien bila

dibandingkan metode Perkolasi, karena pelarut tersebut masih dapat digunakan dalam

proses ekstraksi berikutnya.

Mengingat yang menjadi target hasil ekstrak selanjutnya digunakan dalam

industri maka disamping yang menjadi parameter penting adalah secara kualitatif

bioaktif dari ekstrak tersebut, juga secara kuantitatif adalah hasil ekstrak yang

diperoleh. Walaupun perolehan hasil ekstraksi metode ekstrak kontinyu menggunakan

Soxhlet lebih tinggi bila dibandingkan dengan metode Maserasi dan perkolasi, akan

tetapi perlu menjadi pertimbangan bahwa proses ekstraksi menggunakan ekstraksi

kontinyu menggunakan Soxhlet pada suhu tinggi, sehingga dikuatirkan akan merusak

senyawa target dalam hal ini senyawa aktif sebagai bahan laksatif. Menurut Meloan

(1999) suhu berpengaruh terhadap senyawa aktif pada bahan tanaman yang di ekstraksi,

pada suhu yang terlalu tinggi dapat merusak bioaktif dari bahan yang diekstraksi.

Dengan demikian dikuatirkan senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak biji

kamandrah telah terurai/terdegradasi, sehingga tidak berpengaruh efektif lagi sebagai

bahan laksatif.

Untuk menghindari hal yang demikian, maka pemilihan metode ekstraksi harus

mempertimbangkan penggunaan suhu. Menurut Mitra et al., (2003) untuk

mengekstraksi akar tanaman picrorrhiza sebagai bahan laksatif diperlukan suhu 40-

50oC, pada suhu yang terlalu tinggi akan merubah sifat fisik dan kimia dari senyawa

target yang akan diperoleh. Dengan demikian maka metode ekstraksi yang dapat

digunakan adalah metode Maserasi.


133

Berdasarkan tahapan perancangan proses diperoleh rancangan proses ekstraksi

menggunakan metode Maserasi dan proses produk sediaan ekstrak terstandar dalam

bentuk kapsul, seperti pada Lampiran 45.

3. Analisis Kelayakan Finansial Terhadap Produk Ekstrak Terstandar

Agar supaya rancangan proses untuk mengetahui kelayakan produk yang

dihasilkan dapat dilakukan tingkat kelayakannya untuk dikembangkan dan diterapkan

lebih jauh, diperlukan analisis evaluasi kelayakan finansial. Menurut Sutedjo (1990)

analisis finansial dapat memberi gambaran tentang struktur permodalan bagi

perusahaan yang mencakup seluruh kebutuhan modal untuk dapat melaksanakan

aktivitas mulai dari perencanaan sampai pabrik beroperasi. Kemudian dilakukan

penilaian aliran dana yang diperlukan dan kapan dana tersebut dapat dikembalikan

sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan serta apakah proyek tersebut

menguntungkan atau tidak.

Analisis kelayakan finansial yang umumnya dilakukan terhadap pengembangan

proses meliputi : Net Present Value (NVP), Internal Rate of Return (IRR), Profitability

Index (PI), Payback Period (PBP), serta analisis sensitivitas yang memberi nilai

tambah dari produk yang dikaji.

Evaluasi kelayakan finansial dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sampai

seberapa jauh industri pengolahan ekstrak terstandar sebagai obat pencahar yang

berbahan baku simplisia biji kamandrah mempunyai prospek dikembangkan

berdasarkan aspek finansial. Menurut Sutedjo (1990) evaluasi aspek finansial

dilakukan untuk memperkirakan jumlah dana yang diperlukan, baik untuk dana tetap

maupun modal kerja awal. Selain itu asfek finansial mengkaji struktur pembiayaan

serta sumber dana yang menguntungkan, sumber dana modal yang digunakan, beberapa

bagian jumlah kebutuhan dana itu yang wajar untuk dibiayai dengan pinjaman dari
134

pihak ketiga serta dari mana sumbernya dan berapa besarnya. Dengan demikian perlu

dilakukan pengkajian finansial menggunakan beberapa asumsi sebagai berikut :

(a). Industri ekstrak terstandar dalam kapsul sebagai bahan pencahar diperkirakan

berkapasitas olah sebesar 2.850.720 kg/bulan simplisia per hari atau setara dengan

34.208.640 kg per tahun.

(b). Pembelian simplisia biji kamandrah diperhitungkan sebesar Rp. 12.000,- per kg.

(c). Harga pokok produksi ekstrak terstandar dalam kapsul adalah Rp 140,-/biji kapsul

(@ 45 per 250 mg), sedangkan harga beli pabrik ekstrak terstandar dalam kapsul

dengan margin laba 40% adalah Rp 200,-/biji kapsul (@ 250 mg).

(d).Umur ekonomis proyek ditetapkan selama 10 tahun berdasarkan umur ekonomi

investasi mesin dan peralatan. Dengan asumsi umur ekonomis bangunan selama 20

tahun, untuk mesin, peralatan dan fasilitas selama 10 tahun; dan kendaraan 5 tahun.

(e).Tingkat produksi pada tahun pertama 80%, pada tahun kedua 90% dari total

produksi yang direncanakan. Pada tahun ketiga dan tahun berikutnya produksi

mencapai 100% dari total produksi yang direncanakan.

(f). Biaya administrasi dalam menjalankan perusahaan dihitung 2% dari nilai investasi.

(g).Besarnya residu proyek yang dikerjakan pada tahun ke-10 merupakan nilai buku

pada tahun tersebut.

(h).Modal investasi maupun modal kerja bersumber dari pinjaman bank dan equity

dengan debt equity ratio sebesar 60 : 40.

(i). Pinjaman bank dengan suku bunga per tahun sesuai dengan saat perhitungan yaitu

18 % berlaku baik kridit investasi maupun kridit modal kerja yang berlaku pada

saat itu. Bunga masa kontruksi dibebankan pada tahun-tahun berikutnya.

(k).Perhitungan penyusutan mesin dan peralatan, bangunan dan fasilitas produksi

menggunakan straight-line method, salvage value sebesar 10% nilai awal.


135

(l). PPh (pajak penghasilan) disesuaikan dengan peraturan pemerintah tentang pajak

pendapat badan usaha dan perseroan. Besarnya pajak yang dibayar berdasarkan SK

MenKeu RI No.598/KMK.04/1994 Pasal 21 bahwa apabila pendapat hasil industri

mengalami kerugian maka tidak dikenakan pajak, namun apabila pendapatan

pertahun kurang dari Rp.25.000.000,- akan dikenakan pajak 10%. Apabila

pendapatan berada pada kisaran Rp.25.000.000,- s/d Rp.50.000.000,- akan

dikenakan pajak 10% dari Rp.25.000.000,- yang pertama dan ditambah 15% dari

pendapatan yang telah dikurangi Rp.25.000.000,-. Apabila pendapatan berada

diatas Rp.50.000.000,- maka dikenakan pajak 10% dari Rp.25.000.000,- ditambah

15% dari Rp.25.000.000,- dan ditambah lagi 30% dari pendapatan yang telah

dikurangi Rp.50.000.000,-

(m).Waktu pembayaran kredit investasi dilakukan 1 tahun setelah akad kridit dengan

besarnya cicilan diperhitungkan sama setiap tahunnya.

(n). Perhitungan biaya pemeliharaan 2% dari nilai investasi peralatan yang digunakan

untuk menghasil produk.

(o).Biaya pemasaran dan promosi dipandang perlu untuk meningkatkan omzet

penjualan, biaya yang dikeluarkan sebanyak 35% dari harga jual produk.

(p). Kenaikan upah tenaga kerja juga diperhitungkan sebanyak 4,5% setiap tiga tahun.

(r). Harga bahan baku biji kamandrah, peralatan dan lainnya didasarkan pada harga

saat dilakukan perhitungan yaitu pada akhir bulan Nopember - Desember 2007.

(s). Evaluasi kelayakan finansial yang dilakukan untuk mengkaji sampai seberapa jauh

prospek produk yang dihasilkan berupa industri jamu pencahar hasil ekstrak terstandar

yang berbasis ekstrak biji kamandrah, dalam periode waktu tertentu yang meliputi Net

Present Value (NVP), Internal Rate of Return (IRR), Profitability Index (PI), Payback

Period (PBP), serta analisis sensitivitas yang memberi nilai tambah dari produk yang

dikaji. Hasil perhitungan dan evaluasi kelayakan finansial yang dilakukan untuk
136

mengkaji sampai seberapa jauh prospek produk yang dihasilkan dapat jelaskan sebagai

berikut :

Penentuan Harga Pokok Produksi

Harga pokok produk (HPP) ekstrak terstandar dalam kapsul ditentukan dengan

metode Full costing sehingga diperoleh HPP dari produk ekstrak terstandar dalam

kapsul adalah Rp. 140,-/biji dalam botol yang berisi @ 45 biji (250 mg/biji). Hasil

perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 55.

Proyeksi Penjualan Produk

Pendirian industri ekstrak terstandar dalam kapsul yang berbasis ekstrak biji

kamandrah direncanakan dengan kapasitas produksi 196.005.000 kg per tahun. Tingkat

produksi pada tahun I 80% (156.804.000), pada tahun II 90% (176.404.500), dan tahun

berikutnya berproduksi 100%. Pada tahun I proyeksi penjualan mencapai Rp

30.382.578,- tahun ke-II Rp.34.180.395,- dan tahun berikutnya berturut-turut

Rp.37.978.216,-. Proyeksi penjualan produk dari tahun 1 sampai ke-10 disajikan pada

Lampiran 57.

Proyeksi Arus Kas

Sumber dana dari proyeksi aliran kas disusun berdasarkan pertimbangan rugi

laba dari penerimaan penjualan produk dan penyusutan. Aliran dana dapat berguna

dalam pembiayaan operasional industri pengolahan ekstrak terstandar dalam kapsul,

seperti pada Lampiran 58.

Proyeksi Laba Rugi

Penentuan proyeksi laba rugi digunakan untuk menentukan tingkat

profitabilitas suatu proyek dalam hal ini industri berbasis jamu. Secara umum industri

ekstrak terstandar dalam kapsul yang berbasis ekstrak biji kamandrah yang

direncanakan memberikan proyeksi yang signifikan, hal ini terbukti dengan kenaikan

laba yang positif. Pajak penghasilan dihitung berdasarkan UU No. 17 tahun 2000.
137

Laba bersih dihitung dengan pengurangan PPh atas laba sebelum pajak. Proyeksi laba

rugi seperti pada Lampiran 59.

Penentuan Kelayakan Proyek

Penentuan kelayakan rencana pendirian industri ekstrak terstandar dalam kapsul

yang berbasis ekstrak biji kamandrah dilakukan berdasarkan proyeksi neraca parameter

kelayakan proyek antara lain IRR, PBP, NPV, Net B/C dan BEP serta analisis

sensitivitas terhadap proyek yang akan didirikan.

Dari hasil proyeksi neraca pada beberapa parameter kelayakan proyek industri

ekstrak terstandar dalam kapsul yang berbasis ekstrak biji kamandrah yang meliputi

NVP, IRR, PI dan PBP dapat disimpulkan bahwa industri ekstrak terstandar dalam

kapsul yang berbasis ekstrak biji kamandrah, mempunyai prospek yang baik untuk

dikembangkan lebih lanjut.

Internal Rate Return (IRR)

Menurut Sutojo (1993) Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat suku bunga

(discount rate) modal yang mengakibatkan nilai sekarang (NPV) dari aliran uang suatu

proyek sama dengan nol. Nilai Internal Rate of Return (IRR) didasarkan atas kriteria

layak jika nilai IRR lebih besar dari pada suku bunga yang sedang berlaku.

Dari hasil perhitungan bahwa nilai Internal Rate of Return (IRR) melebihi suku

bunga Bank yang berlaku (18%), sedangkan nilai IRR mencapai 63.4%, artinya untuk

memperoleh NPV=0 (pulang pokok) tingkat pengembalian investasi per tahun yang

harus dicapai adalah 44%. Hasil perhitungan Nilai Internal Rate of Return (IRR)

disajikan pada Lampiran 60.

Pay Back Period (PBP)

Nilai Payback Period (PBP) atau periode waktu pada saat akumulasi

pendapatan besarnya sama dengan dana yang dikeluarkan, yang dihitung pada nilai
138

sekarang (present value), dimana nilai PBP industri ekstrak terstandar dalam kapsul

yang berbasis ekstrak biji kamandrah adalah selama 2,0 tahun.

Nilai Net Present Value (NPV)

Nilai Net Present Value (NPV) proyek pendirian industri ekstrak terstandar

dalam kapsul yang berbasis ekstrak biji kamandrah, mempunyai nilai yang positif yaitu

Rp. 19.715.566.000-, dengan tingkat suku bunga 18%. Hal ini mengidentifikasikan

bahwa proyek yang dibangun layak untuk dilanjutkan. Menurut Gray et al. (1992),

bahwa kriteria kelayakan apabila nilai NPV ≥ 0.

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Nilai Net B/C merupakan rasio antara jumlah present value yang positif dengan

jumlah present value yang negatif. Kriteria kelayakan proyek, jika Net B/C > 1 atau =

1 dan tidak layak jika Net B/C < 1. Dari hasil perhitungan, Net B/C pada industri

ekstrak terstandar dalam kapsul yang berbasis ekstrak biji kamandrah dengan nilai 3,9,

artinya industri ekstrak terstandar dalam kapsul yang berbasis ekstrak biji kamandrah

layak untuk dikembangkan.

Break Event Point (BEP)

Perhitungan Break Event Point (BEP), jika jumlah hasil penjualan produk pada

satu periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang dibebankan, sehingga proyek

tersebut tidak mengalami kerugian juga tidak memperoleh laba. Dari hasil perhitungan

Break Event Point (BEP), pendirian industri ekstrak terstandar dalam kapsul yang

berbasis ekstrak biji kamandrah pada kapasitas produksi adalah sebesar

Rp.3.205.057.000,- atau sebesar 11% dari nilai penjualan. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa 89% pendapatan merupakan keuntungan bagi industri yang didirikan.

Titik ini tercapai pada saat produksi sebesar 661.650 botol @45 biji kapsul pencahar

per tahun. Menurut Sotojo (1993), suatu proyek dikatakan impas (break event) jika
139

jumlah hasil penjualan produk pada satu periode tertentu sama dengan jumlah biaya

yang ditanggung, sehingga proyek tersebut tidak mengalami kerugian juga tidak

memperoleh laba. Perhitungan Break Event Point (BEP) disajikan pada Lampiran 61.

Lebih jelasnya hasil perhitungan kriteria investasi pendirian industri ekstrak terstandar

sebagai obat pencahar yang berbasis ekstrak biji kamandrah disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20. Kriteria Kelayakan Investasi Pendirian Industri Ekstrak Terstandar yang
Bersumber dari Ekstrak Biji Kamandrah

No. Kriteria Investasi Nilai


1. NPV (Rp) 19.715.566.000,-
2. IRR (%) 63.4
3. Net B/C 3.9
4. PBP (tahun) 2.0
5. BEP (Rp) 3.205.057.000,-

4.3. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat kepekaan proyek terhadap

penurunan harga jual produk atau kenaikan biaya bahan baku, input dan utilitas.

Menurut Gray (1992), analisis sensitivitas diperlukan untuk mengantisipasi

kemungkinan kesalahan dalam menilai biaya atau manfaat serta untuk mengantisipasi

kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat proyek tersebut

dilaksanakan. Perubahan yang mungkin terjadi adalah kenaikan dalam biaya

konstruksi (cost over run), perubahan dalam harga hasil produksi, terjadi penurunan

pelaksanaan pekerjaan, dan lain-lain.

Perhitungan analisis sensitivitas disajikan pada Lampiran 62, 66 dan 70,

sedangkan hasil analisis sensitivitas pendirian industri ekstrak terstandar yang

bersumber dari ekstrak kamandrah disajikan pada Tabel 21.


140

Tabel 21. Hasil Analisis Sensitivitas Pendirian Industri Ekstrak Terstandar yang
Bersumber dari Ekstrak Biji Kamandrah

Kenaikan Harga Kenaikan Harga Penurunan


No. Kriteria Investasi Bahan Baku, Input Bahan Baku, Input Harga Jual 10%
dan Utilitas 10 % dan Utilitas 15%
1. NPV (Rp) 3.564.280.00-, 8.591.957.000-, 3.030.153.00-,
2. IRR (%) 28,8 41,0 24,5
3. Net B/C 1,53 2,3 1,45
4. PBP (tahun) 5,8 3,6 6,3

Hasil analisis sensitivitas pada Tabel 21, diketahui kondisi biaya operasional

industri ekstrak terstandar yang bersumber dari ekstrak biji kamandrah layak

dikembangkan. Pada kondisi biaya operasional meningkat 15% (Lampiran 66) dan

pendapatan menurun 10% (Lampiran 70), masih layak dengan nilai NVP positif, IRR

melebihi suku bunga Bank, dan Net B/C lebih dari satu.

Kondisi lain bilamana investasi meningkat 10% akibat kenaikan nilai tukar

dolar terhadap rupiah bila industri tersebut tidak dibangun sekarang tetapi mungkin

pada saat nilai dolar meningkat 10% dari saat perhitungan (per Desember 2007), masih

tetap layak dikembangkan. Hal ini terlihat dari nilai NPV yang positif, IRR yang lebih

besar dari suku bunga Bank yang berlaku yaitu mencapai 28,8% serta nilai Net B/C

yang lebih besar dari satu.

Mengingat perhitungan yang digunakan pada analisis ini hanya menggunakan

satu jenis produk dari satu simplisia, maka maka industri ini akan lebih efektif bila

menggunakan beberapa simplisia dengan kombinasi beberapa produk yang dihasilkan.

Dengan demikian efesiensi penggunaan tenaga kerja, proses produksi dan kapasitas

mesin akan dapat lebih optimal. Pada akhirnya akan berpengaruh terhadap jangka

waktu pengembalian investasi (PBP) tentunya akan lebih cepat, sehingga keuntungan

akan lebih cepat pula diperoleh.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Berdasarkan evaluasi taksonomi tanaman kamandrah dengan nama latin Croton

tiglium L. Dari hasil identifikasi senyawa aktif pada biji kamandrah menggunakan

GC-MS pada ekstrak heksana dan etanol menunjukkan pada ekstrak etanol

mengandung senyawa aktif sebagai bahan laksatif yaitu senyawa asam tetradekanoat

yang sinonim dengan asam miristat, sedangkan pada ekstrak heksana mengandung

senyawa asam 9,12-oktadekadienoat, yang berfungsi sebagai emolient (pelembab).

2. Berdasarkan hasil uji khasiat sebagai bahan laksatif dari ekstrak etanol pada hewan uji

mencit, diperoleh dosis efektif sebesar 0.06 ml/30 g bb mencit setara dengan 5,34 g/kg

bb mencit, hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya transit intestinal dan perubahan

karakteristik feces dari keras lembek sampai cair.

3. Berdasarkan uji toksisitas akut, ekstrak ini tergolong toksik sedang (LD50 = 0,07), maka

dalam aplikasinya dosis aman adalah kurang dari 2,70 kali dosis efektif yang

digunakan sebagai bahan laksatif (pencahar).

4. Dari ketiga metode ekstraksi yang digunakan dalam perancangan proses ekstraksi,

yaitu metode Maserasi, ekstrak kontinyu menggunakan Soxhlet dan Perkolasi

menunjukkan metode Maserasi merupakan metode terbaik, karena menggunakan suhu

kamar (27oC) sehingga tidak merusak senyawa aktif bila dibandingkan dengan

ekstraksi kontinyu menggunakan Soxhlet, pengambilan kembali pelarut etanol yang

digunakan 95,68%, hasil ekstrak 1,38 g lebih tinggi bila dibandingkan dengan

perkolasi. Berdasarkan perancangan produk dari ekstrak terstandar, bentuk sediaan


142

yang cocok di gunakan adalah kapsul dengan rekomendasi dosis 9,86 mg/kg bb kapsul

per hari.

5. Dari hasil analisis finansial terhadap produk yang dihasilkan menunjukkan bahwa

produk sediaan ekstrak terstandar sebagai bahan laksatif berbahan baku biji kamandrah

dinyatakan layak dikembangkan dengan nilai NPV Rp 19.715.566.000,-, IRR 63.4%,

Net B/C rasio 3,9 dan PBP selama 2 tahun.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh ini dapat disarankan beberapa hal :

1. Perlu dilakukan uji klinis agar produk yang dihasilkan dapat dikomersilkan lebih

lanjut dan ditingkatkan menjadi produk fitofarmaka.

2. Perlu dilakukan isolasi senyawa target dengan metode spesifik sehingga diperoleh

senyawa aktif yang lebih banyak.

3. Bila produk ini dikembangkan dalam bentuk industri ekstrak terstandar maka perlu

dilakukan pengkajian teknik budidaya tanaman kamandrah, sehingga kontinuitas suplai

bahan baku dapat teratasi.


DAFTAR PUSTAKA

Aguilera, J. M. 1999. Microstructural Principles of Food Processing and Engineering,


Second Edition. Aspen Publisher, Inc, Gaithersburg.

Ahmed, S., M.A. Riaz, and M, Shahid. 2006. Response of Microtermes obesi and Its
Gut Bacteria Towards Some Plant Extracts. J. Food Agriculture and
Environment. Vol 4 (1) 317-320.

Anonim. 1982. Fitofarmaka dan Pedoman Fitofarmaka. Ditwasot Departemen


Kesehatan RI. Jakarta.

Anonim. 1993. Strategi Nasional Pengelolaan Keanekaragaman Hayati. Bappenas


Jakarta. 42 h.

Anonim, 1986. Handbook of Pharmaceutical Excipients. American Pharmaceutical


Association, USA and The Pharmaceutical Society of Great Britain, England.

Anonim. 1994. Gas Chromatograph/Mass Spectrometer QP-5000 (Class-5000 Ver


1.1) Quick Guide. Shimadzu Corporation. Kyoto-Japan.

Anief, 2000. Farmasetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Anief, 2003. Ilmu Meracik Obat. Teori dan Praktik. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Official of


Analytical Chemist. Washington.

Badan POM. 2005. Peraturan Perundang-undangan Dibidang Obat Tradisional, Obat


Herbal Terstandar dan Fitofarmaka. Jakarta.. pp. 121.

Box, G., E. P. William., G. Hunter and J.S, Hunter. 1978. Statistict for Experiments
An Introduction to Design, Data Anaysis and Model Bullding. John Wiley &
Sons. New York.

Box, G.E.P and N.R. Draper. 1987. Empirical Model Building and Response Surfaces.
New York: John Willey and Son.

Bimantoro, R. 1977. Tanaman Obat-obatan dan Khasiatnya. Edisi II. Kebun Raya
Cabang Purwodadi.

Bombardelli, E. 1991. Technologies for the Processing of Medicinal Plants. Florida:


CRC Press.
144

Brench, A., N.F. Ashton, and McDermott. 1983. Chemistry of Extraction of Non
Reacting Solute. In “Handbook of Solvent Extraction”. T.C. Lo, H.I. Malcolm,
Baird, and C. Hanson (eds). John Wiley dan Soins Inc., New York.

Brown, J.G. 1994. Agroindustrial Investment and Operations. Office of the Publisher.
The World Bank.

Cussler, E.L. and G.D. Moggridge. 2001. Chemical Product Design. University Press.
Cambridge. Pp. 225.

Colegate, S.M, and R.J. Molyneux. (1993). Bioactive Natural Products. Detection,
Isolation, and Structural Determination. CRC Press. London.

Corral, L.G., L.S Post and T.J. Montville. 1988. Antimicrobial Activity of Sodium
Bicarbonate. J. Food Sci. 53.

Danesi, P. R. 1992. Solvents Extraction Kinetics. Di dalam Rydberg, J., C. Musikas


dan G. R. Choppin. Principles and Practices of Solvent Extraction. Marcel
Dekker Inc., New York.

Deperindag, 2006. Data Ekspor Non Migas Menurut Sektor. Departemen Perindustrian
dan Perdagangan Republik Indonesia. Jakarta.

Dictionary of Natural Products. 1982. A. Suggested Validation Lexicon.


Pharmaceutical Technology, Volume One A-C, 1266 pp..
th
Dipalma, J.R. 1971. Drill’s Pharmacology Medicine. 4 Ed. Mc Grow-Hill Book
LTD. London.

Douglas, J.M. 1988. Conseptual Design of Chemical Process. Mc Graw Hill. New
York.

Duke, J.A. 1983. Phytochemical and Ethnobotanical Data Bases. Beltsville


Agricultural Research Center, Beltsville, Maryland 53-61.

Duke, J.A. 2001. Constituents and Ethnobotanical Databases : http:/www.ars-


grin.gov/cgi-bin/duke/farmacyscroll3.pl;25 September 2001.

Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB
Press, Bogor.

Fabio,V.S., F.P.M. Suzana., J.S.S.F. Maria., P.Aline., A.M.M.Maria., C.P.Angelo.,


K.M.Helena and S.C.I, Mara. 2006. Absence of Mutagenicity in Somatic and
Germ Cells of Mice Submitted to Subchronic Treatment with an Extract of
Croton cajucara Benth (Euphorbiaceae). J. Genetics and Molecular Biologi.
29, 1, 159 – 165.
145

Fardiaz, S. 1982. Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Farnsworth, N.R.O., A.S.Akarela., D.D.Bingel., Soedjarto and, Z.G. Guo. 1985.


Medicinal Plants in Therapy. Bulletin WHO. 63: 965-981.

Frederiksen, H., and H., Frandsen. 2004. Excretion of Metabolites in Urine and Faeces
from Rats Dosed with the Heterocyclic Amine, 2-amino-9 H-pyrido(2,3-
b)indole (A∝C). J. Food and Chemical Toxicology. 42 879-885.
www.elsevier.com/lacate/foodchemtox.

Fuller, S.J. 1991. Biocide Induced Enzyme Inhibition. Di dalam Denyer, S.P dan
Hugo, W.B. (Ed.). Mechanism of Action of Chemical Biocides. Blackwell
Scientific Publicat. Oxford.

Gittinger, J.P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Terjemahan.


Universitas Indonesia. Jakarta.

Guerrero, R.D., L.A., Guerrero and L.L., Garcia. 1990. Use of Indigenous Plants as
Sources of Fish Toxicants for Pond Management in the Philippines. Philippines
Technology Journal 15 (2) : 15-18.

Gottlich, O.R. 1980. Evolution of Natural Products. In: Jl. Beal and E. Reinhard (Eds).
Medicinal Agents. J. Natural Product. Lloydia.

Gray, C., P. Simanjuntak., L.K. Sabar., P.F.L.Maspaitella dan R.C.G. Varley. 1992.
Pengantar Evaluasi Proyek. PT. Gramedia Utama. Jakarta. 65-74.

Hamid, A. 1992. Pengetahuan Tradisional Tumbuhan Racun Indonesia. Prosiding


Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani. Cisarua, Bogor. 19-20 Februari
1992. Departemen P & K, Departemen Pertanian, LIPI dan Perpustakaan
Nasinal. Hal : 72-77.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. Terjemahan K, Padmawinata & L. Soediro. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.

Hartmann, K and K, Kaplick. 1990. Analysis and Synthesis of Chemical Process


Systems. Elsevier. Tokyo.

Heyne, K. 1988. Tumbuhan Berguna Indonesia. Terjemahan Badan Litbang


Kehutanan. Jakarta.

Hutapea J.R. 1994. Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia III. Jakarta.

Jamaran, I. 1995. Peranan IPTEK dalam Pengembangan Agroindustri Tanaman Obat.


Prosiding Forum Konsultasi Strategi dan Koordinasi Pengembangan
Agroindustri Tanaman Obat. Bogor.

Joslyn. 1970. Methods in Food Analysis: Physical, Chemical and Instrumental


Methods of Analysis. Academic Press, New York.
146

Kardono, L.B.S. 1991. Structure elecidation of bioactive constituents of Indonesia


medicinal plants. Ph.D Thesis, University of Illinois, Chicago, pp 284.

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Terjemahan Saptorahadjo, A.


Jakarta: UI Press.

Kumara, B. 1998. Identifikasi “Character Impact Compound Flavor” Buah Kawista


(Feronia limonia). Fateta IPB. Bogor.

Kupchan,S.M., I.Uchida., A.R.Branfman., R.C.Dailey and B.Y, Fei. 1999.


Antileukemic Principles Isolated from Euphorbiaceae Plants. Science 191:571-
572.

Laughlin, J.L and N.R. Ferrigni. 1991. Potato Disc and Brine Shrimp: Two Simple
Bioassays for Antitumor Prescreening and Fractionating Monitoring.
Proceeding of Symposium on Discovery and Development of Naturally
Occuring Antitumor Agent. National Cancer Institute. Frederick, Maryland. pp.
9-12.

Laurence, D.R, and A.L. Bacharach. 1964. Evaluation of Drug Activities:


Pharmacometrics. Academic Press, London and New York.

Lieberman M. 1999. A Brine Shrimp Bioassay for Measuring Toxicity and


Remedition of Chemicals. Journal of Chemical Education 76:1689-1691.

List P.H. and P.C. Schmidt. 1989. Phytopharmaceutical Technology. London: Heyden
and Son Limited.

Loomis, T.A. 1978. Toksikologi Dasar Ed. 3. Terjemahan Donatus A.R. Fakultas
Farmasi Universitas Gadjah Mada. Penerbit IKIP Semarang Press.Yogyakarta.

Lu, F.C. 1995. Toksikologi Dasar. Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko. Ed.
Ke-2. Terjemahan Edi Nugroho. Penerbit UI, Jakarta.

Mahendrah, B. 2006. Panduan Meracik Herbal. Penerbit Swadaya. Jakarta. pp: 107

Mangunwidjaja, D., dan A, Surayani. 2002. Rekayasa Proses. Program Studi


Teknologi Industri Pertanian. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.

Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Terjemahan Kosasih


Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung.

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.


PT.Gramedia Widiasarana. Jakarta. Indonesia.

Marimin. 2005. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial.
Penerbit IPB Press. Bogor. Indonesia.

Mashiguchi, J., K.Yasuraoka., H.Tanaka., A.T.Santos and B.L. Bias. 2001.


Molluscicidal Activity of the Seed of Tuba Croton tiglium against Oncomelania
quadras.Jap. J.Parasitology 26(5) Sullp.:37-38.
147

Mattjik, A.A dan M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi


SAS dan Minitab. Jilid 1. Bogor. IPB Press.

McCabe, W.L. dan J.C. Smith. 1974. Unit Operation of Chemical Engineering. 3th ed.
Mc Graw Hill International Book Company, New York.

Meloan, C.E. 1999. Chemical Separation. New York: John Wiley & Sons.

Meyer, B.N., N.R.Ferrigni., J.E.Putnam., L.B.Jacobsen., D.E.Nichols and J.L.


McLaughin. 1982. Brine Shrimp: A Convenient General Bioassay for Active
Plant Constituent. Journal Planta Medica. 45, 31-34.

Mitra, S.K., U.B.Babu and M.V.Ranguna. 2003. Herbal Laxative Preparation of


Picrorrhiza Kurroa. United States Patent. USA. Patend No.: US 6,641,851 B2.

Moestofa. 1981. Aspek Teknis Pengolahan Rempah-rempah Menjadi Oleoresin dan


Minyak Rempah-rempah. Balai Besar Industri Hasil pertanian Bogor.

Montgomery, D. C. 1997. Design and Analysis of Experiments. Fifth Edition. John


Wiley & Sons. Inc. New York.

Mukhopadhyay, M. 2002. Natural Extracts Using Supercritical Carbon Dioxide. CRC


Press. London. New York. Woshington DC.

Mutschler, E. 1986. Dinamika Obat Ed 5 terjemahan Widianto M.D. dan A.S. Rati.
Penerbit Institut Teknologi Bandung.

Ubhaysekera, S.J.K.A., T.Verleyen, and P.C. Dutta. 2004. Evaluation of GC and GC-
MS Methods for the Analysis of Cholesterol Oxidation Products. Food
Chemistry. J. 84 (2004) 149-157. www.elsevier.com/locate/foodchem.

Padua,L.S., N.Bunyapraphatsara and R.H.M.J, Lemmens. 1999. Prosea: Plant


Resources of South-East Asia (I) Medical and Personous Plants. Bogor.
Indonesia.

Purseglove, J.W. 1981. Spices Vol I. Longman Inc. New York.

Quisumbing, E. 1951. Medicinal Plants of the Philippines. Manila Bureau of Printing.


1234p.

Okokon, J.E., K.C. Iyadi and C.O, Effiong. 2004. Effect of Sub Chronic
Administration of Ethanolic Leaf Extract of Croton Zambesicus on
Hematological Parameters of Rats. Journal of Physiological Sciences. Nigeria.
Vol.19,Num.1-2,2004,PP.10-13.

Rigas, F., P.Pantelos dan C. Laoudis. 2001. Central Composite Design in Refinerys
Wastewater Treatment by Air Flotation. Journal Global Nest the International,
Vol. 2 (3):245-253.
148

Rodriguez, J.A, and M, Haun. 1999. Cytotoxicity of Trans-Dehydrocrotonin from


Croton cajucara on V79 Cells and Rat Hepatocytes, J. Planta Medica, Vol.65,
p.522-526.

Rudd, D.F and C.C.Watson. 1973. Strategy of Process Engineering, Wiley-New York.

Sangat, H.M., E.A.M. Zuhud dan E.K. Damayanti. 2000. Kamus Penyakit Tumbuhan
Obat Indonesia (Etnoditomedika I). Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Sardjoko. 1993. Rancangan Obat. Gadjah Mada University Press. Yokyakarta.

Saptorini, E. 2000. Efek Samping Tanaman Obat, Sisipan (Mudah, Murah, Manjur)
Penerbit Senior. Jakarta.

Schunack, W., M.Klaus. and H. Manfred. 1990. Senyawa Obat. Buku Pelajaran
Kimia Farmasi. Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Edisi Kedua.

Schmitt, W.H. 1996. Skin Care Products dalam Williams, D.F, dan W.H. Schmitt
(Eds.). 1996. Cosmetics and Toiletries Industry. 2nd Ed. Blackie Academic &
Profesional. London.

Sebastiao, F., J.R.Falmeira, D.Fabyanne., S. Moura., L.A.Vanessa., M.O.Fernando.,


S.B.Edson., M.C.Lucia and H.A.A. Eloisa. 2004. Neutral Components from
Hexane Extracts of Croton sellowii. J. Flavour and Fragrance 19: 69-71.

Sebel, W. and Warren. 1973. Theory and Practise of Oleoresin Extraction.


Proceeding of The Conference of Spice. Tropical Products Institute. London

Seider, W.D., J.D. Seader and D.R. Lewin. 1999. Process Design Principle.
Synthesis, Analysis and Evaluation. John Wiley & Sons, Inc. New York.

Siagian, M.H. dan M. Rahayu. 1999. Telaah Etnobotani Croton tiglium L. Sebagai
Obat Tradisional dan Prospek Pengembangannya di Bengkulu. Puslitbang
Biologi-LIPI. Bogor.

Smith, S. E. 1982. Bagaimana Obat Bekerja. Terjemahan Edisi Pertama.PT. Grafidian


Jaya. Jakarta.

Sousa, E.M.B.D., J.Martinez., J. Chiavone-filho., O.Rosa., P.T.V. Domingos and


M.A.A. Meireles. 2005. Extraction of Volatile oil from Croton zehtneri Pax et
Hpff with Pressurized CO2: Solubility, Composition and Kinetics, J. Food
Engineering 69 325 – 333.

Steel, R.G.D. and J.H.Torrie. 1980. Principles and Procedure of Statistics. A


Biometrical Approach. 2 nd. Ed. Mc. Grawhill International Book Co. London.

Stirpe, F., A.P.Brizzi., E. Lorenzoni., P. Strocchi., L. Monanaro and S. Sperti. 1976.


Studies on the Proteins from the Seeds of Croton tiglium and of Jatropha
curcas Toxic Properties and Inhibition of Protein Synthesis in Vitro.Italy. J.
Biochem. 156, 1-6.
149

Suprihatini, R. 2004. Rancang Bangun Sistem Produksi dalam Agroindustri Teh


Indonesia. Disertasi. Institut Pertanian Bogor.

Sutedjo, M.M. 1990. Pengembangan Kultur Tanaman Berkhasiat Obat. Penerbit


Rineka Cipta. Jakarta.

Sutojo, S. 1993. Studi Kelayakan Proyek : Teori dan Praktek. PT. Pustaka Binaman
Pressindo. Jakarta. 6-88.

Syaifudin. 1983. Daya Antibakteri dari Plantago Mayor Linn Terhadap Bakteri
Staphylococus aurecus dan Streptococcus homolyticus. FMIPA. Universitas
Padjajaran Bandung.

Thompson and Wheil. (1952). Tables for Convenient Calculation of Median Effective
Dose (LD50 or ED50) and Intruction in Their Use. J. Biometrics. 8 : 246-263.

Thorpe, J. F. dan M. A. Whiteley. 1954. Thorpe’s Dictionary of Applied Chemistry.


Volume II. 4th ed. Longmans, Green and Co., London.

Tijsen, C.J., H.J.Scherpenkate., E.J.Stamhuis and A.A.C.M. Beenackers. 1999.


Optimisation of the Process Conditions for the Modification of Starch. J.
Chemical Engineering Science. 54 2765 – 2772.

Vickery, M.C and B.Vickery. 1981. Secondary Plant Metabolism, University Park
Press. Baltimore.

Wilson and Gisvold. 1982. Organic Medicinal and Pharmaceutical. Kimia Farmasi dan
Medisinal Organik.Terjemahan Universitas Indonesia. Jakarta.
150
Lampiran 1. Hasil Identifikasi dan determinasi Spesies Tumbuhan
151
Lampiran 2. Prosedur Analisis Kadar Air dan Proksimat.

a. Penentuan Kadar Air Bahan

Penentuan kadar air dilakukan berdasarkan berat basah (weight based), agar besarnya crude

extract dan bioaktivitas dari senyawa hasil isolasi pada bahan yang berupa simplisia nantinya.

Dilakukan dengan mengeringkan pinggan porselin pada suhu diatas 100oC selama 30 menit.

Setelah dingin dalam eksikator baru ditimbang. Bahan yang sudah ditimbang kemudian

dimasukkan dalam porselin dan dikeringkan dalam open dengan suhu 105oC selama 2 jam. Kadar

air dihitung dengan cara :

Berat basah bahan – Berat kering bahan


Kadar air (%) = X 100%
Berat basah bahan

b. Analisis Proksimat

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kadar lemak, serat kasar, protein, kadar abu

dan karbohidrat yang terdapat dalam bahan, dilakukan sebagai berikut :

Kadar Lemak berdasarkan (AOAC, 1995)

Bahan sebanyak 2 g diekstraksi dengan pelarut eter dalam sokhlet selama 6 jam. Bahan

hasil ekstraksi diuapkan dengan cara di keringanginkan, kemudian dikeringkan dalam oven pada

suhu 100oC selama 30 menit dan didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan. Kadar

lemak dihitung dengan rumus :

Bobot bahan awal (g)


Kadar lemak (%) = X 100
Bobot lemak (g)
Kadar Serat Kasar (AOAC, 1995)

Bahan sebanyak 2 g diekstraksi dengan petroleum eter sampai kadar lemak dalam bahan

kecil dari 1 persen. Bahan 1,5 g dimasukkan dalam erlemeyer 600 ml dan ditambah 200 ml H2SO4

1,25% , kemudian didihkan di bawah pendingin balik selama 30 menit. Ditambah 200 ml NaOH
152
1,25 % dalam Erlenmeyer, kemudian dididihkan kembali di bawah pendingin balik selama 30

menit. Disaring dengan kertas saring cairan yang ada dalam erlemeyer yang sebelumnya diketahui

beratnya.

Setelah itu dicuci dengan 20 ml H2SO4 1,25 %, 50 ml air panas dan 25 ml alkohol. Residu

beserta kertas saring dikeringkan pada suhu 130oC selama 2 jam, kemudian didinginkan dalam

desikator dan ditimbang. Setelah itu diabukan selama 30 menit pada suhu 60oC, dan didinginkan

sampai bobot konstan dalam desikator, kemudian ditimbang kembali. Kadar serat kasar dihitung

menggunakan rumus :

BBKBD - BBKTD
Kadar serat kasar (%) = X 100
BB
dengan, BBKBD = Bobot bahan + kertas saring sebelum diabukan (g)
BBKTD = Bobot Bahan + kertas saring setelah diabukan (g)

Kadar Protein (AOAC, 1995)

Bahan sebanyak 0,1 g dimasukkan dalam labu kjedahl 30 ml, ditambah dengan 2,5 ml asam

sulfat pekat, 1 g katalis dan batu didih. Dengan mendidihkan selama 1 – 1,5 jam . Labu

didinginkan, yang isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi, kemudian ditambahkan 15 ml larutan

NaOH 50 %, dan dibilas dengan air suling. Kadar protein, dihitung menggunakan rumus :

(A – B) X C X 1,4 X 6,25
Protein kasar (%) =
D
dengan,
A = ml NaOH titer untuk blangko
B = ml NaOH titer untuk bahan
C = normal NaOH
D = bobot bahan (g)
153
Kadar Abu (AOAC, 1995)

Bahan sebanyak 2 gram ditempatkan dalam cawan porselen dan dimasukkan dalam tanur

dengan suhu 600oC, proses pengabuan dilakukan selama 2 jam, kemudian bahan didinginkan

dalam desikator dan ditimbang.

B
Kadar abu (%) = X 100
A
dengan,
A = Bobot bahan awal (g)
B = bobot bahan akhir (g)

Kadar Karbohidrat (AOAC, 1995)

Kadar karbohidrat dihitung menggunakan rumus :

Kadar karbohidrat (%) = 100% - (protein + lemak + serat kasar + air + abu)
154

Lampiran 3. Pengaruh Waktu Maserasi (hari) dan Nisbah Bahan/pelarut (g/ml) Terhadap Perolehan
Hasil Ekstrak Heksana

Ulangan

Perlakuan 1 2 Total Rerata

A1B1 0.87 0.83 1.70 0.85

A1B2 0.96 0.94 1.90 0.95

A1B3 1.08 1.12 2.20 1.10

A2B1 1.18 1.22 2.40 1.20

A2B2 1.24 0.26 1.50 1.25

A2B3 1.37 1.35 2.72 1.36

A3B1 1.36 1.40 2.76 1.38

A3B2 1.40 0.44 2.84 1.42

A3B3 1.52 1.48 3.00 1.50

Lampiran 4. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Waktu Maserasi (hari) dan Nisbah Bahan/pelarut
(g/ml) Terhadap Perolehan Hasil Ekstrak Heksana

Sumber Keragaman dB JK KT F hitung Pr > F

Waktu Maserasi (A) 2 0.690711 0.345355 6.40* 0.0186

Nisbah Bahan/pelarut (B) 2 0.240577 0.120288 2.23* 0.1634

Interaksi (A x A) 4 0.237822 0.059455 1.10* 0.4122

Galat 9 0.485400 0.053933 - -

* Berpengaruh nyata
155

Lampiran 5. Pengaruh Waktu Maserasi (hari) dan Nisbah Bahan/pelarut (g/ml) Terhadap Perolehan
Hasil Ekstrak Etanol

Ulangan

Perlakuan 1 2 Total Rerata

C1D1 0.64 0.68 1.32 0.66

C1D2 0.83 0.81 1.64 0.82

C1D3 0.86 0.90 1.76 0.88

C2D1 0.73 0.71 1.44 0.72

C2D2 0.89 0.93 1.82 0.91

C2D3 0.95 0.99 1.94 0.97

C3D1 0.74 0.76 1.50 0.75

C3D2 0.93 0.97 1.90 0.95

C3D3 0.96 1.02 1.98 0.99

Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Waktu Maserasi (hari) dan Nisbah Bahan/pelarut
(g/ml) Terhadap Perolehan Hasil Ekstrak Etanol

Sumber Keragaman dB JK KT F hitung Pr > F

Waktu Maserasi (C) 2 0.03880 0.019400 27.28** 0.0002

Nisbah Bahan/pelarut (D) 2 0.18493 0.092466 130.03** 0.0001

Interaksi (C x D) 4 0.00106 0.00026 0.38 0.8210

Galat 9 0.00640 0.00071 - -

* Berpengaruh nyata, ** Berpengaruh sangat nyata


156

Lampiran 7. Matrik Orde Pertama Respon Hasil Ekstrak Heksana (%) Terhadap Waktu Maserasi
dan Nisbah Bahan/pelarut

Peubah Kode Peubah Asli Respon


Percobaan X1 X2 X1 X2 Y
(hr) (g) (hr) (g) (g/ml)
-1 -1 4 1:3 0.85
1 -1 8 1:3 1.15
Titik Faktorial -1 1 4 1:7 1.10
1 1 8 1:7 1.18
0 0 6 1:5 1.48
Titik Pusat 0 0 6 1:5 1.45
0 0 6 1:5 1.50
0 0 6 1:5 1.40

Lampiran 8. Hasil Analisis Ragam Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan
Nisbah Bahan/pelarut.

Sumber Keragaman dB JK KT F Rasio Pr > F


Waktu Maserasi (X1) 3 0.348513 0.116171 61.41 0.0034
Nisbah Bahan/pelarut (X2) 2 0.031700 0.015850 8.38 0.0392
Galat 6 0.011346 0.001891 -
* Berpengaruh nyata

Lampiran 9. Analisis Varian Ordo Pertama Respon Hasil Ekstrak Heksana (g) Terhadap Waktu
Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut

SK DB JK KT Fhit Prob>F
Linear 2 0.055700 0.1490 14.72 0.0281
Kuadratik 1 0.300313 0.8034 158.76 0.0011
Crossproduct 1 0.012100 0.0324 6.40 0.0855
Total 4 0.368113 0.9848 48.65 0.0046
Regress
157
Lampiran 10. Hasil Analisis Nilai Estimasi, Standar Deviasi dan t Value Respon Hasil Ekstrak
Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut.

Parameter DF Estimasi Standar Error T Value Pr > t


Intercept 1 1.457500 0.021747 67.02 0.0001
X1 1 0.095000 0.021747 4.37 0.0222
X2 1 0.070000 0.021747 3.22 0.0486
X1*X1 1 -0.387500 0.030754 -12.60 0.0011
X2*X1 1 -0.055000 0.021747 -2.53 0.0855
X2*X2 0 0 - - -

Lampiran 11. Hasil Uji Penyimpangan Model Pengaruh Waktu Maserasi dan Nisbah
Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Heksana

Sumber Keragaman dB JK KT F Rasio Pr > F


Lack of fit 3 0.000086 0.000028 0.0051 0.00012
Galat Murni 3 0.005675 0.001892 - -
Galat Total 3 0.005761 0.001892 -

Lampiran 12. Hasil Percobaan Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan
Nisbah Bahan/pelarut.

Peubah Peubah Rendemen


Percobaan Kode Asli Ekstrak
X1 X2 X1 X2 Y
(hr) (g) (hr) (g) (g/ml)
-1 -1 4 1:3 0.85
1 -1 8 1:3 1.15
Titik Faktorial -1 1 4 1:7 1.10
1 1 8 1:7 1.18
0 0 6 1:5 1.48
Titik Pusat 0 0 6 1:5 1.45
0 0 6 1:5 1.50
0 0 6 1:5 1.40
1.414 0 3.172 1:5 1.13
Titik Bintang -1.414 0 8.28 1:5 1.29
0 1.414 6 7.828 1.05
0 -1.414 6 2.172 1.20
158

Lampiran 13. Hasil Analisis Ragam Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan
Nisbah Bahan/pelarut.

Sumber Keragaman dB JK KT F Rasio Pr > F


Waktu Maserasi (X1) 3 0.198468 0.066156 14.09 0.0040
Nisbah Bahan/pelarut (X2) 3 0.274944 0.091648 19.52 0.0017
Galat 6 0.028175 0.004696 -

Lampiran 14. Hasil Analisis Nilai Estimasi, Standar Deviasi dan t Value Respon Hasil Ekstrak
Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut.

Parameter dk Estimasi Standar Error T Value Pr > t


Intercept 1 1.445015 0.034263 42.54 <.0001
X1 1 0.075791 0.024229 3.13 0.0204
X2 1 0.061522 0.024229 2.54 0.0441
X1*X1 1 -0.148155 0.027093 -5.47 0.0016
X2*X1 1 -0.055000 0.034263 -1.61 0.1596
X2*X2 1 -0.190668 0.027093 -7.04 0.0004

Lampiran 15. Hasil Uji Penyimpangan Model Pengaruh Waktu Maserasi dan Nisbah
Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Heksana

Sumber Keragaman dB JK KT F Rasio Pr > F


Lack of fit 3 0.022500 0.007500 3.96 0.1438
Galat Murni 3 0.005675 0.001892 - -
Galat Total 6 0.028175 0.004696 -
159
Lampiran 16. Analisis Kanonik Pengaruh Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut Terhadap
Hasil Ekstrak Heksana.

Code Estimated Standard Uncoded Factor Values


Radius Response Error X1 X2
0.0 1.457515 0.034263 0 0

0.1 1.467526 0.034096 0.117104 0.079251

0.2 1.470186 0.033641 0.249580 0.132987

0.3 1.465931 0.033047 0.394504 0.155925

0.4 1.455225 0.032577 0.545059 0.151045

0.5 1.438442 0.032618 0.695601 0.126443

0.6 1.415831 0.033641 0.843671 0.089451

0.7 1.387542 0.036102 0.988784 0.044846

0.8 1.353670 0.040307 1.131191 -0.004556

0.9 1.314272 0.046351 1.271318 -0.057104

1.0 1.269385 0.054171 1.409573 -0.111799


160
Lampiran 17. Matrik Orde Pertama Respon Hasil Ekstrak Etanol (%) Terhadap Waktu Maserasi
dan Nisbah Bahan/pelarut

Peubah Kode Peubah Asli Respon


Percobaan X1 X2 X1 X2 Y
(hr) (g) (hr) (g) (g/ml)
-1 -1 4 1:3 0.66
1 -1 8 1:3 0.75
Titik Faktorial -1 1 4 1:7 0.79
1 1 8 1:7 0.80
0 0 6 1:5 0.91
Titik Pusat 0 0 6 1:5 0.97
0 0 6 1:5 0.99
0 0 6 1:5 0.94

Lampiran 18. Hasil Analisis Ragam Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu Maserasi dan
Nisbah Bahan/pelarut.

Sumber Keragaman dB JK KT F Rasio Pr > F


Waktu Maserasi (X1) 3 0.174491 0.024830 19.70 0.0017
Nisbah Bahan/pelarut (X2) 3 0.060309 0.020103 15.95 0.0029
Galat 6 0.007562 0.001260 -

Lampiran 19. Analisis Varian Ordo Pertama Proses Optimasi Pengaruh Penggunaan Pelarut Etanol
Terhadap Hasil Ekstrak

Regression Degrees of Type I Sum Total Regress F- Prob>F


Freedom of Squares Ratio
Linear 2 0.010600 0.1083 4.33 0.1306
Quadeatic 1 0.082013 0.8378 66.95 0.0038
Crossproduct 1 0.001600 0.0163 1.31 0.3360
Total 4 0.094213 0.9625 19.23 0.0178
Regress
161
Lampiran 20. Hasil Analisis Nilai Estimasi, Standar Deviasi dan t Value Respon Hasil Ekstrak
Etanol Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut.

Parameter dk Estimasi Standar Error T Value Pr > t


Intercept 1 0.952500 0.017500 54.43 <.0001
X1 1 0.025000 0.017500 1.43 0.2484
X2 1 0.045000 0.017500 2.57 0.0824
X1*X1 1 -0.202500 0.024749 -8.18 0.0038
X2*X1 1 -0.020000 0.017500 -1.14 0.3360
X2*X2 1 0 - - -

Lampiran 21. Hasil Uji Penyimpangan Model Pengaruh Waktu Maserasi dan Nisbah
Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Etanol

Sumber Keragaman dB JK KT F Rasio Pr > F


Lack of fit 3 0.000064 0.000021 0.0173 0.00073
Galat Murni 3 0.003675 0.001225 - -
Galat Total 3 0.003739 0.001246 -

Lampiran 22. Hasil Percobaan Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah
Bahan/pelarut.

Peubah Kode Peubah Asli Respon


Percobaan X1 X2 X1 X2 Y
(hr) (g) (hr) (g) (g/ml)
-1 -1 4 1:3 0.66
1 -1 8 1:3 0.75
Titik Faktorial -1 1 4 1:7 0.79
1 1 8 1:7 0.80
0 0 6 1:5 0.91
Titik Pusat 0 0 6 1:5 0.97
0 0 6 1:5 0.99
0 0 6 1:5 0.94
1.414 0 3.172 1:5 0.71
Titik Bintang -1.414 0 8.28 1:5 0.81
0 1.414 6 7.828 0.77
0 -1.414 6 2.172 0.79
162

Lampiran 23. Hasil Analisis Ragam Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu Maserasi dan
Nisbah Bahan/pelarut.

Sumber Keragaman dB JK KT F Rasio Pr > F


Waktu Maserasi (X1) 3 0.074491 0.024830 19.70 0.0017
Nisbah Bahan/pelarut (X2) 3 0.060309 0.020103 15.95 0.0029
Galat 6 0.007562 0.001260 -

Lampiran 24. Hasil Analisis Nilai Estimasi, Standar Deviasi dan t Value Respon Hasil Ekstrak
Etanol Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut.

Parameter dk Estimasi Standar Error T Value Pr > t


Intercept 1 0.952503 0.017750 53.66 <.0001
X1 1 0.030180 0.012552 2.40 0.0530
X2 1 0.026039 0.012552 2.07 0.0834
X1*X1 1 -0.101268 0.014036 -7.22 0.0004
X2*X1 1 -0.020000 0.017750 -1.13 0.3029
X2*X2 1 -0.091265 0.014036 -6.50 0.0006

Lampiran 25. Hasil Uji Penyimpangan Model Pengaruh Waktu Maserasi dan Nisbah
Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Etanol

Sumber Keragaman dB JK KT F Rasio Pr > F


Lack of fit 3 0.003887 0.001296 1.06 0.4822
Galat Murni 3 0.003675 0.001225 -- --
Galat Total 6 0.003739 0.001246
163
Lampiran 26. Analisis Kanonik Pengaruh Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut Terhadap
Hasil Ekstrak Etanol.

Code Estimated Standard Uncoded Factor Values


Radius Response Error X1 X2
0.0 0.952503 0.017750 0 0

0.1 0.956004 0.017663 0.104331 0.095441

0.2 0.955246 0.017428 0.200665 0.199172

0.3 0.950260 0.017120 0.282473 0.316473

0.4 0.941108 0.016877 0.337620 0.453780

0.5 0.927917 0.016897 0.351149 0.613631

0.6 0.910876 0.017427 0.321972 0.784931

0.7 0.890163 0.018702 0.266295 0.953305

0.8 0.865892 0.020881 0.198553 1.113638

0.9 0.838125 0.024012 0.125763 1.266371

1.0 0.80894 0.028064 0.050853 1.413085


164
Lampiran 27. Data Hasil Analisis Gas Cromatography Mass-Spectrometry (GC-MS) Terhadap
Ekstrak Heksana

Peak# R.Time I.Time F.Time Area Area% Peak Report TIC A/H
Height Leight%
1. 20.263 20.208 20.342 67026 0.05 17249 0.20 3.88
2. 24.483 24.442 24.575 40707 0.03 9094 0.10 4.47
3. 24.985 24.908 25.083 119081 0.09 26445 0.30 4.50
4. 26.999 26.933 27.083 99238 0.08 23013 0.26 4.31
5. 27.203 27.125 27.292 171644 0.14 37379 0.43 4.59
6. 35.973 35.750 36.075 477803 0.38 54663 0.63 8.74
7. 40.200 40.050 40.233 284398 0.23 40374 0.46 7.04
8. 40.346 40.233 46.592 627317 0.50 88456 1.02 7.09
9. 46.551 46.367 46.833 498500 0.39 65545 0.75 7.60
10. 46.665 46.592 47.842 526224 0.42 72195 0.83 7.28
11. 47.729 47.542 48.125 804207 0.64 103956 1.19 7.73
12. 47.957 47.842 49.225 407363 0.32 57500 0.66 7.08
13. 49.094 48.917 49.642 1129378 0.89 156201 1.79 7.23
14. 49.474 49.225 54.992 629193 0.50 78482 0.90 8.01
15. 54.881 54.792 55.442 326141 0.26 66849 0.77 4.87
16. 55.341 55.242 56.017 309443 0.24 63367 0.73 4.88
17. 55.918 55.850 56.692 115770 0.09 25527 0.29 4.53
18. 56.561 56.308 57.167 2255286 1.79 249327 2.86 9.04
19. 56.967 56.692 57.167 3764910 2.98 369944 4.25 10.17
20. 57.422 57.167 57.658 3763878 2.98 430266 4.94 8.74
21. 63.929 63.517 63.683 496711 0.39 98859 1.14 5.02
22. 63.748 63.683 63.842 436555 0.35 92969 1.07 4.69
23. 63.929 63.842 64.025 197788 0.16 41714 0.48 4.74
24. 65.005 64.717 65.050 5745741 4.55 581280 6.68 9.88
25. 65.132 65.050 65.200 4952252 3.92 622478 7.15 7.95
26. 65.241 65.200 65.592 2789906 2.21 482747 5.55 5.77
27. 70.721 70.508 70.975 7197386 5.70 616718 7.09 11.67
28. 71.130 70.875 71.425 3153803 2.50 292238 3.36 10.79
29. 73.163 72.150 73.275 58614544 46.40 1889085 21.71 31.02
30. 73.498 73.275 73.942 21646431 17.13 1510914 17.36 14.32
31. 74.207 74.075 74.283 313460 0.25 39158 0.45 8.00
32. 74.500 74.283 74.900 4374622 3.46 398681 4.58 10.97
126336706 100.00 8702673 100.00
165
Lampiran 28. Data Hasil Analisis Total Ion Chromatogram Gas Cromatography Mass-
Spectrometry (GC-MS) Terhadap Ekstrak Etanol

Peak# R.Time I.Time F.Time Area Area% Peak Report TIC A/H
Height Leight%
1. 5.235 5.133 5.400 185148 1.29 16089 1.01 11.50
2. 6.744 6.683 6.892 614539 4.28 169310 10.61 3.62
3. 7.228 7.167 7.342 84065 0.59 22438 1.41 3.74
4. 32.367 32.275 32.558 413050 2.87 76956 4.82 5.36
5. 40.127 39.950 40.242 223743 1.56 28521 1.79 7.84
6. 48.911 48.775 49.708 351210 2.44 58627 3.67 5.99
7. 49.505 49.392 49.033 257848 1.79 39452 2.47 6.53
8. 51.625 51.467 51.808 196081 1.36 12372 0.78 15.84
9. 51.893 51.808 52.008 245129 1.71 26076 1.63 9.40
10. 57.235 57.050 57.367 1208688 8.41 158730 9.95 7.61
11. 57.400 57.367 57.517 185251 1.29 25442 1.59 7.28
12. 57.933 57.642 58.008 489753 3.41 32784 2.05 14.93
13. 58.059 58.008 58.400 505263 3.52 40131 2.51 12.59
14. 60.391 60.242 60.592 207118 1.44 18714 1.17 11.06
15. 61.317 61.233 61.525 146246 1.02 8084 0.51 11.17
16. 61.657 61.525 61.892 300298 2.09 26881 1.68 6.34
17. 65.077 64.950 65.233 807454 5.62 127325 7.98 14.57
18. 65.907 65.667 66.117 460426 3.20 31588 1.98 8.46
19. 66.650 66.417 66.683 225573 1.57 26655 1.67 5.98
20. 66.700 66.800 66.800 152498 1.06 25460 1.60 8.02
21. 66.858 71.333 67.008 132707 0.92 16543 1.04 11.60
22. 71.420 72.233 71.642 226145 1.57 19495 1.22 12.14
23. 72.567 72.767 72.767 4062466 28.28 334557 20.96 12.14
24. 72.952 73.275 73.275 2217387 15.43 204740 12.83 10.83
25. 74.192 74.373 74.375 468924 3.26 49027 3.07 9.56
14367010 100.00 1595997 100.00

Lampiran 29. Data Hasil Analisis Total Ion Chromatogram Liquid Cromatography (LC) Terhadap
Ekstrak Etanol

Indek Time Lower Bound Upper Bound Height Area


1. 2.917700 2.637633 3.117650 136 105.63
2. 3.401050 3.198600 3.603517 183 340.18
3. 4.005433 3.683800 4.166167 270 730.61
4. 4.367450 4.246267 4.569067 184 249.54
5. 5.573017 5.170434 6.013650 174 428.48
6. 6.374333 6.093767 6.414383 360 1118.13
7. 6.454450 6.414383 6.775083 357 689.51
8. 7.095700 6.855017 8.540950 297 3178.47
9. 10.221867 9.542883 12.091883 136 196.61
10 28.324900 22.482168 29.661816 142 1870.78
166
Lampiran 30. Data Pengamatan dan Hasil Perhitungan Uji Toksisitas Ekstrak Heksana Terhadap
Larva Udang Artemia salina

Log Mati Hidup Angka Mati Angka Angka Mortalitas


Konstanta Konstanta (M) (H) (AM) Hidup (AH) Total (AT) (%) AM/AT
0.1 -1 9 25 9 47 56 16.071

1.0 0 19 13 28 22 50 56.000

10 1 25 6 53 9 62 85.484

100 2 28 3 81 3 84 96.429

1000 3 31 0 112 0 112 100.000

Lampiran Gambar 31. Persamaan Garis dengan Metode Regresi Linier Ekstrak Heksana Terhadap
Larva Udang A. salina

120.000
y = 22.473x + 39.099
100.000 2
R = 0.9426

80.000

60.000

40.000

20.000

0.000
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
167
Lampiran 32. Penentuan Nilai LC50 Ekstrak Heksana Menggunakan Persamaan Garis Regresi
Linier

The SAS System 08:49 Wednesday, December 8, 2006 2

The CORR Procedure

2 Variables: konstanta mortalitas

Simple Statistics

Variable N Mean Std Dev Sum Minimum Maximum

konstanta 5 1.00000 1.58114 5.00000 -1.00000 3.00000


mortalitas 5 70.79680 35.14046 353.98400 16.07100 100.00000

Pearson Correlation Coefficients, N = 5


Prob > |r| under H0: Rho=0

konstanta mortalitas

konstanta 1.00000 0.93718


0.0187

mortalitas 0.93718 1.00000


0.0187

The SAS System 08:49 Wednesday, December 8, 2006 3


The REG Procedure
Model: MODEL1
Dependent Variable: mortalitas

Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Model 1 4338.34744 4338.34744 21.65 0.0187
Error 3 601.06145 200.35382
Corrected Total 4 4939.40889

Root MSE 14.15464 R-Square 0.8783


Dependent Mean 70.79680 Adj R-Sq 0.8378
Coeff Var 19.99333

Parameter Estimates

Parameter Standard
Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t|
Intercept 1 49.96810 7.75282 6.45 0.0076
konstanta 1 20.82870 4.47609 4.65 0.0187

Lampiran 33. Data Pengamatan dan Hasil Perhitungan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Terhadap
Larva Udang Artemia salina

Log Mati Hidup Angka Angka Angka Mortalitas


Konstanta Konstanta (M) (H) Mati (AM) Hidup (AH) Total (AT) (%) AM/AT
0.1 -1 4 27 4 59 63 6.349

1.0 0 23 11 27 32 59 45.763

10 1 26 8 53 21 74 71.622
168
100 2 21 12 74 13 87 85.057

1000 3 32 1 106 1 107 99.065

Lampiran Gambar 34. Persamaan Garis dengan Metode Regresi Linier Ekstrak Etanol Terhadap
Larva Udang A. salina

120.000
y = 20.829x + 49.968
2
100.000 R = 0.8783

80.000

60.000

40.000

20.000

0.000
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

Lampiran 35. Penentuan Nilai LC50 Ekstrak Etanol Menggunakan Persamaan Garis Regresi Linier

The SAS System 18:38 Friday, December 17, 2006 2

The CORR Procedure

2 Variables: konstanta mortalitas

Simple Statistics

Variable N Mean Std Dev Sum Minimum Maximum

konstanta 5 1.00000 1.58114 5.00000 -1.00000 3.00000


mortalitas 5 61.57120 36.59842 307.85600 6.34900 99.06500

Pearson Correlation Coefficients, N = 5


169
Prob > |r| under H0: Rho=0
konstanta mortalitas

konstanta 1.00000 0.97087


0.0059

mortalitas 0.97087 1.00000


0.0059

The SAS System 18:38 Friday, December 17, 2006 3

The REG Procedure


Model: MODEL1
Dependent Variable: mortalitas
Analysis of Variance

Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F

Model 1 5050.17751 5050.17751 49.25 0.0059


Error 3 307.59947 102.53316
Corrected Total 4 5357.77698

Root MSE 10.12587 R-Square 0.9426


Dependent Mean 61.57120 Adj R-Sq 0.9235
Coeff Var 16.44578

Parameter Estimates

Parameter Standard
Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t|

Intercept 1 39.09860 5.54617 7.05 0.0059


konstanta 1 22.47260 3.20208 7.02 0.0059
Lampiran 36. Pengaruh Pemberian Beberapa Perlakuan Terhadap Karakteristik Feces
OR
Control DI DII DIII
1 4 4 1 5
1 2 2 1 5
1 2 2 4 3
1 1 4 1 1
1 1 5 1 3
1 4 2 4 4
1 4 2 1 1
1 1 1 1 4
1 1 1 4 5
2 1 4 2 5

Lampiran 37. Pengaruh Pemberian Beberapa Perlakuan Terhadap Total Jumlah Feces
Ulangan Kontrol D0.03 D0.06 D0.12 OR
1 9 19 14 2 4
2 15 8 14 7 8
3 6 5 12 9 5
4 7 10 9 8 0
5 14 1 3 0 13
170
6 9 17 8 7 14
7 5 9 0 2 13
8 13 1 6 5 16
9 3 10 13 9 16
10 6 2 20 15 1
average 8,7 8,2 9,9 6,4 9
stdev 4,083844 6,268085 5,915141 4,376706 6,164414

Lampiran 38. Pengaruh Pemberian Beberapa Perlakuan Terhadap Total Bobot Feces
Ulangan Kontrol DI DII DIII OR
1 1,6 1,3 1,4 0,5 1,2
2 1,3 1,1 2 0,9 0,4
3 1,8 0,5 1,4 1 2,2
4 0,8 0,8 0,8 1,1 0,4
5 1,5 0,6 1,9
6 2,1 1,8 0,4 1,2 0,7
7 0,5 0,8 0,4 1,5
8 0,9 0,7 0,8224 1,8
9 1,8 0,6 1,5 0,8 2,7
10 0,9 0,1 1,2 1 0,6
Average 1,32 0,87 1,11 0,86 1,34
Stdev 0,52 0,52 0,52 0,26 0,81

Lampiran 39. Uji Mann Whitney Terhadap Karakteristik Feces

Air DI DII DIII


Air
DI beda nyata
DII beda nyata
DIII beda nyata
OR Beda tidak nyata Beda tidak nyata beda nyata beda tidak nyata
171

Lampiran 40. Hasil Perhitungan Menggunakan Mann-Whitney Test and Cl

Mann-Whitney Test and CI: kontrol; DI

kontrol N = 10 Median = 1,000


DI N = 10 Median = 1,500
Point estimate for ETA1-ETA2 is 0,000
95,5 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-3,000;0,000)
W = 83,5
Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0,1124
The test is significant at 0,0493 (adjusted for ties)

Mann-Whitney Test and CI: kontrol; DII

kontrol N = 10 Median = 1,000


DII N = 10 Median = 2,000
Point estimate for ETA1-ETA2 is -1,000
95,5 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-3,000;0,000)
W = 68,0
Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0,0058
The test is significant at 0,0023 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Test and CI: kontrol; DIII

kontrol N = 10 Median = 1,000


DIII N = 10 Median = 1,000
172
Point estimate for ETA1-ETA2 is 0,000
95,5 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-2,999;-0,000)
W = 88,5
Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0,2265
The test is significant at 0,1108 (adjusted for ties)
Cannot reject at alpha = 0,05

Mann-Whitney Test and CI: kontrol; OR

kontrol N = 10 Median = 1,000


OR N = 10 Median = 4,000
Point estimate for ETA1-ETA2 is -3,000
95,5 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-3,999;-2,000)
W = 66,0
Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0,0036
The test is significant at 0,0014 (adjusted for ties)

Mann-Whitney Test and CI: DII; OR

DII N = 10 Median = 2,000


OR N = 10 Median = 4,000
Point estimate for ETA1-ETA2 is -1,000
95,5 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-3,000;1,000)
W = 88,0
Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0,2123
The test is significant at 0,2016 (adjusted for ties)
Cannot reject at alpha = 0,05
Welcome to Minitab, press F1 for help.

Mann-Whitney Test and CI: DI; DII

DI N = 10 Median = 1,500
DII N = 10 Median = 2,000
Point estimate for ETA1-ETA2 is -1,000
95,5 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-2,000;0,000)
W = 90,5
Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0,2899
The test is significant at 0,2660 (adjusted for ties)
Cannot reject at alpha = 0,05

Mann-Whitney Test and CI: DI; DIII

DI N = 10 Median = 1,500
DIII N = 10 Median = 1,000
Point estimate for ETA1-ETA2 is -0,000
95,5 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-1,000;1,000)
W = 108,5
Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0,8206
173
The test is significant at 0,8005 (adjusted for ties)
Cannot reject at alpha = 0,05

Mann-Whitney Test and CI: DI; OR

DI N = 10 Median = 1,500
OR N = 10 Median = 4,000
Point estimate for ETA1-ETA2 is -2,000
95,5 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-3,001;-0,001)
W = 79,0
Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0,0539
The test is significant at 0,0461 (adjusted for ties)

Mann-Whitney Test and CI: kontrol; DI

kontrol N = 10 Median = 1,000


DI N = 10 Median = 1,500
Point estimate for ETA1-ETA2 is 0,000
95,5 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-3,000;0,000)
W = 83,5
Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0,1124
The test is significant at 0,0493 (adjusted for ties)

Mann-Whitney Test and CI: DII; DIII

DII N = 10 Median = 2,000


DIII N = 10 Median = 1,000
Point estimate for ETA1-ETA2 is 1,000
95,5 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0,001;2,999)
W = 122,5
Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0,1988
The test is significant at 0,1745 (adjusted for ties)
Cannot reject at alpha = 0,05

Mann-Whitney Test and CI: DII; OR

DII N = 10 Median = 2,000


OR N = 10 Median = 4,000
Point estimate for ETA1-ETA2 is -1,000
95,5 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-3,000;1,000)
W = 88,0
Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0,2123
The test is significant at 0,2016 (adjusted for ties)
Cannot reject at alpha = 0,05

Mann-Whitney Test and CI: DIII; OR


174

DIII N = 10 Median = 1,000


OR N = 10 Median = 4,000
Point estimate for ETA1-ETA2 is -2,000
95,5 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-3,999;0,000)
W = 78,0
Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0,0452
The test is significant at 0,0361 (adjusted for ties)

Lampiran 41. Hasil Uji Efektif Dosis (ED50) Terhadap Hewan Uji Mencit

No. Dosis Perlakuan Jumlah Hewan Uji Yang ED50


Memperlihatkan Respon positif
1. 0,06 m 5

2. 0,04 ml 3 0,027 ml setara 639.5 mg/kg bb

3. 0,026 ml 2

4. 0,017 ml 2

Lampiran 42. Hasil Uji Letal Dosis (LD50) Terhadap Hewan Uji Mencit

No. Dosis Perlakuan Jumlah Hewan LD50 Keterangan


Uji Yang Mati
1. 0,2 ml 4 0,0707 ml setara Depresi, pucat, bulu berdiri, nafas
1674,5 mg/kg dalam dan cepat. Kadang terlihat
2. 0,1 ml 3
bb adanya feces yang keras tertinggal
3. 0,05 ml 2
di anus
175
4. 0,025 ml 1

Lampiran 43. Diagram Alir Neraca Massa Proses Ekstraksi Menggunakan Metode Maserasi

18.56 Kg Penyortiran Buah 1.48 Kg


Buah Kamandrah Kamandrah Buah Abnormal

17.08 Kg

Pengeringan Buah 5.5 Kg


(kadar air 12%) Uap Air

11.58 Kg
4.16 Kg
Pengupasan Kulit Buah Kulit Buah

7.42 Kg Biji

Pengecilan Ukuran (40 mess)

7.42 Kg Serbuk

Ekstraksi Metode Maserasi


7.41 kg Serbuk
Waktu 6.2 jam 6.03 kg Ampas (81.37 %)
51.19 L Etanol
Nisbah Bahan/pelarut (1 : 6.9)

54.42 kg Ekstrak Kasar

Rotavapor 48.98 L Etanol (95.68 %)


o
176

0,552 Kg Sodium Stearat (4%)


0,0069 Kg Mg Stearat (0,5%) Formulasi Ekstrak
0,0138 Kg Talk Powder (1%)
0.807 Kg Bahan Pencampur (9:1)

1,9527 kg Formula Pengisian Kapsul 2,7597 Kg Formula setara


0,807 Kg Bahan Pencampur (Kapsul 250 mg) 129,21 Biji Kapsul

Lampiran 44. Rasio Daerah Permukaan dari Beberapa Hasil Laboratorium pada Hewan dan
Manusia

20 g 200 g 400 g 1.5 kg 2.0 kg 4.0 kg 12.0 kg 70.0 kg


Mouse Rat Guinea Rabbit Cat Monkey Dog Man
pig
20 g 1.0 7.0 12.25 27.8 29.7 64.1 124.2 387.9
Mouse
200 g 0.14 1.0 1,74 3.9 4.2 9.2 17.8 56.0
Rat
400 g 0.08 0.57 1.0 2.25 2.4 5.2 10.2 31.5
Guinea
pig
1.5 kg 0.04 0.25 0.44 1.0 1.08 2.4 4.5 14.2
Rabbit
2.0 kg 0.03 0.23 0.41 0.32 1.0 2.2 4.1 13.0
Cat
2.0 kg 0.016 0.11 0.19 0.42 0.45 1.0 1.9 6.1
Cat
12.0 kg 0.008 0.06 0.10 0.22 0.24 0.52 1.0 3.1
Dog
70.0 kg 0.0026 0.018 0.031 0.07 0.076 0.16 0.32 1.0
Man
Sumber : Laurence and Bacharach (1964)
177

Lampiran 45. Diagram Alir Rancangan Proses Ekstraksi dan Proses Produk Sediaan
178

Lampiran 46. Perkiraan Biaya Investasi Industri Ekstrak terstandar Sebagai Jamu Pencahar

No. Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan Total


(X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-)
179
A. Pengadaan Tanah dan Survey
1. Tanah 12.000 m2 8 96.000
2. Perizinan 2.880 2.880
Sub Total 98.880
B. Bangunan dan Pekerjaan Sipil
1.Bangunan pabrik 200 m2 700 140.000
2.Gudang stoks bahan baku 35 m2 550 19.250
3.Gudang Penyimpanan produk 45 m2 550 24.750
4. Gudang kemasan 25 m2 550 13.750
5.Gudang bahan penunjang 15 m2 550 8.250
6.Pagar 550 m2 75 41.250
7.Parit dan jalan 550 m2 75 41.250
8.Pos keamanan 10 m2 550 5.500
9. Laboratorium 35 m2 1.400 49.000
10.Perbengkelan 15 m2 300 4.500
11.Perkantoran perusahaan 70 m2 750 52.500
12.Instalasi listrik 80 m2 400 32.000
13. Pengolahan air 70 m2 500 35.000
14.Pengolahan limbah 150 m2 750 112.500
15.Sarana perparkiran 65 m2 250 16.250
Sub Total 1.915 595.750
C. Mesin dan Peralatan
1. Sistem penerimaan dan persiapan 1 unit 175.000 175.000
2.Mesin penggiling/penghancur 1 unit 92.505 92.505
3.Sistem treatment 1 unit 374.000 374.000
4.Alat maserator 2 unit 207.954 415.908
5.Mesin pengental 1 unit 990.000 990.000
6.Mesin pencampur 1 unit 34.500 34.500
7.Mesin pengering 1 unit 120.000 120.000
8.Mesin pengayak 1 unit 135.000 135.000
9.Mesin pengisi kapsul 1 unit 75.000 75.000
10.Mesin pembersih kapsul 1 unit 65.000 65.000
11.Pengontrol 1 unit 50.000 50.000
12.Mesin pengecekan berat kapsul 1 unit 70.000 70.000
13.Alat penampung kapsul 1 unit 50.000 50.000
14. Perlengkapan suku cadang 1 unit 80.000 80.000
15.Pengemasan dan pengepakan 1 unit 120.000 120.000
16. Generator listrik 1 unit 125.000 125.000
17.Peralatan perbengkelan 1 unit 10.000 10.000
18.Tangki air 1 unit 45.000 45.000
19.Peralatan pemadam kebakaran 1 paket 50.000 50.000
20.Tangki bahan baker 1 unit 55.000 55.000
21.Instalasi pipa 1 unit 100.000 100.000
22. Instalasi pengolahan limbah 1 unit 350.000 350.000
Sub Total 3.581.913

(Lanjutan Lampiran 46)

No. Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan Total


(X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-)
180

D. Fasilitas
Peralatan Kantor
1. Komputer 2 unit 8.500 17.000
2. Printer 2 unit 1.500 3.000
3. Lemari Arsip 2 unit 1.250 2.500
4. Lemari Buku 2 unit 750 1.500
5. Meja Kantor 3 unit 450 1.350
6. Kursi 6 unit 150 900
7. White Board 1 unit 75 75
8. Meja dan Kursi Tamu 2 unit 3.500 7.000
9.Peralatan laboratorium 1 set 45.000 45.000
10.Peralatan Bengkel 1 set 30.000 30.000
11.Peralatan penunjang 1 set 10.000 10.000
Sub Total 118.325
E. Kendaraan
1.Mobil operasional 1 unit 120.000 120.000
2.Motor operasional 1 unit 12.000 12.000
Sub Total 132.000
F. Pra Operasi
1. Studi Kelayakan 1 paket 75.000 75.000
2. Instalasi mesin & alat, dan 1 paket 210.000 210.000
Komisioning
3. Perizinan 1 paket 25.000 25.000
Sub Total 310.000
Total Investasi Seluruhnya : 4.836.868
Kontingensi (10%) 483.687
Investasi 5.320.555
Modal Kerja (3 bulan) 6.527.485
Total Kebutuhan Dana Proyek 11.848.040
Lampiran 47. Perhitungan Penyusutan Bangunan, Mesin dan Peralatan, Fasilitas, dan Kendaraan

No. Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan Total Umur Nilai Sisa Nilai Buku Th ke 10 Penyusutan/tahun
(X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-) Ekonomis (x Rp.1000,-) (x Rp.1000,-) (x Rp.1000,-)
A Bangunan dan Pekerjaan Sipil
1.Bangunan pabrik 200 m2 700 140.000 20 14.000 77.000 6.300
2.Gudang stoks bahan baku 35 m2 550 19.250 20 1.925 10.588 866
3.Gudang Penyimpanan produk 45 m2 550 24.750 20 2.475 13.613 1.114
4. Gudang kemasan 25 m2 550 13.750 20 1.375 7.563 619
5.Gudang bahan penunjang 15 m2 550 8.250 20 825 4.538 371
6.Pagar 550 m2 75 41.250 20 4.125 22.688 1.856
7.Parit dan jalan 550 m2 75 41.250 20 4.125 22.688 1.856
8.Pos keamanan 10 m2 550 5.500 20 550 3.025 248
9. Laboratorium 35 m2 1.400 49.000 20 4.900 26.950 2.205
10.Perbengkelan 15 m2 300 4.500 20 450 2.475 203
11.Perkantoran perusahaan 70 m2 750 52.500 20 5.250 28.875 2.363
12.Instalasi listrik 80 m2 400 32.000 20 3.200 17.600 1.440
13. Pengolahan air 70 m2 500 35.000 20 3.500 19.250 1.575
14.Pengolahan limbah 150 m2 750 112.500 20 11.250 61.875 5.063
15.Sarana perparkiran 65 m2 250 16.250 20 1.625 8.938 731
Sub Total 595.750 59.575 327.663 26.809
(Lanjutan Lampiran 47)

No. Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan Total Umur Nilai Sisa Nilai Buku Th ke 10 Penyusutan/tahun
(X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-) Ekonomis (x Rp.1000,-) (x Rp.1000,-) (x Rp.1000,-)
B Mesin dan Peralatan
1. Sistem penerimaan dan persiapan 1 unit 175.000 175.000 10 17.500 17.500 15.750
2.Mesin penggiling/penghancur 1 unit 92.505 92.505 10 9.251 9.251 8.325
3.Sistem treatment 1 unit 374.000 374.000 10 37.400 37.400 33.660
4.Alat maserator 2 unit 207.954 415.908 10 41.591 41.591 37.432
5.Mesin pengental 1 unit 990.000 990.000 10 99.000 99.000 89.100
6.Mesin pencampur 1 unit 34.500 34.500 10 3.450 3.450 3.105
7.Mesin pengering 1 unit 120.000 120.000 10 12.000 12.000 10.800
8.Mesin pengayak 1 unit 135.000 135.000 10 13.500 13.500 12.150
9.Mesin pengisi kapsul 1 unit 75.000 75.000 10 7.500 7.500 6.750
10.Mesin pembersih kapsul unit 6.500
1 65.000 65.000 10 6.500 5.850
11.Pengontrol unit 5.000
1 50.000 50.000 10 5.000 4.500
12.Mesin pengecekan berat kapsul unit 7.000
1 70.000 70.000 10 7.000 6.300
13.Alat penampung kapsul unit 5.000
1 50.000 50.000 10 5.000 4.500
14. Perlengkapan suku cadang unit 8.000
80.000 80.000 10 8.000 7.200
15.Pengemasan dan pengepakan 1 unit
120.000 120.000 10 12.000 12.000 10.800
16. Generator listrik 1 unit
300.000 300.000 10 12.500 12.500 11.250
17.Peralatan perbengkelan 1 unit
10.000 10.000 10 1.000 1.000 900
18.Tangki air 1 unit
45.000 45.000 10 4.500 4.500 4.050
19.Peralatan pemadam kebakaran 1 unit
50.000 50.000 10 5.000 5.000 4.500
20.Tangki bahan bakar 1 unit
55.000 55.000 10 5.500 5.500 4.950
21.Instalasi pipa 1 unit
100.000 100.000 10 10.000 10.000 9.000
22. Instalasi pengolahan limbah 1 unit
350.000 350.000 10 35.000 35.000 31.500
1

Sub Total 3.756.913 375.691 375.691 338.122


(Lanjutan Lampiran 47)

No. Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan Total Umur Nilai Sisa Nilai Buku Th ke 10 Penyusutan/tahun
(X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-) Ekonomis (x Rp.1000,-) (x Rp.1000,-) (x Rp.1000,-)

C Fasilitas
Peralatan Kantor
1. Komputer 2 unit 8.500 17.000 10 1.700 1.700 1.530
2. Printer 2 unit 1.500 3.000 10 300 300 270
3. Lemari Arsip 2 unit 1.250 2.500 10 250 250 225
4. Lemari Buku 2 unit 750 1.500 10 150 150 135
5. Meja Kantor 3 unit 450 1.350 10 135 135 122
6. Kursi 6 unit 150 900 10 90 90 81
7. White Board 1 unit 75 75 10 8 8 7
8. Meja dan Kursi Tamu 2 unit 3.500 7.000 10 700 700 630
9.Peralatan laboratorium 1 set 45.000 45.000 10 4.500 4.500 4.050
10.Peralatan Bengkel 1 set 30.000 30.000 10 3.000 3.000 2.700
11.Peralatan penunjang 1 set 10.000 10.000 10 1.000 1.000 900
Sub Total 118.325 11.833 11.833 10.649
D Kendaraan
1.Mobil operasional 1 unit 120.000 120.000 5 12.000 12.000 21.600
2.Motor operasional 1 unit 12.000 12.000 5 1.200 1.200 2.160
Sub Total 132.000 13.200 13.200 23.760
Lampiran 48. Rincian Biaya Lain-lain

No Deskripsi Investasi Total per tahun Tahun ke-0 Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke 3-10
(X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-)
1 Pemeliharaan
a. Mesin 3.581.913 71.638 0 71.638 71.638 71.638
b. Bangunan 595.750 11.915 0 11.915 11.915 11.915
c. Kendaraan 132.000 2.640 0 2.640 2.640 2.640
Sub Total 4.309.663 86.193 0 86.193 86.193 86.193
2 Lain-lain
a. Biaya administrasi 0 150.629 0 150.629 150.629 150.629
b. Biaya pemasaran dan 0 100.000 0 120.000 120.000 100.000
promosi
c. Pajak bumi dan bangunan 595.750 8.936 0 8.936 8.936 8.936
Sub Total 595.750 259.565 0 279.565 279.565 259.565
Total 4.905.413 345.759 0 365.759 365.759 345.759

Lampiran 49. Rincian Biaya Administrasi

No Deskripsi Investasi Asuransi Total Tahun ke-0 Tahun ke-1-10


(X Rp.1000,-) (persen) (X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-)
1 Asuransi
a. Mesin dan peralatan 3.581.913 2 71.638 71.638
71.638
b.Kendaraan 595.750 4,5 26.809 26.809
26.809
c. Bangunan 132.000 1,35 1.782 1.782
1.782
2 Alat administrasi 50.400 50.400
50.400
Total 150.629 150.629
150.629
Lampiran 50. Rincian Biaya Tetap

No. Uraian Biaya Tahun ke (x Rp. 1000)


ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 ke-6 ke-7 ke-8 ke-9 ke-10
1 Gaji tenaga kerja tak langsung 199.800 199.800 199.800 208.791 208.791 208.791 218.187 218.187 218.187 228.005
2 Biaya pemeliharan dan lain-lain 372.759 372.759 352.759 352.759 352.759 352.759 352.759 352.759 352.759 352.759
3 Biaya administrasi 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129
Sub Total 726.688 726.688 706.688 715.679 715.679 715.679 725.074 725.074 725.074 734.893

Lampiran 51. Rincian Biaya Tidak Tetap

No. Uraian Biaya Tahun ke (x Rp. 1000)


ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 ke-6 ke-7 ke-8 ke-9 ke-10
1 Bahan baku & bahan pembantu 20.604.888 23.180.499 25.756.110 25.756.110 25.756.110 25.756.110 25.756.110 25.756.110 25.756.110 25.756.110
2 Listrik 240.000 270.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000
3 Bahan bakar 80.000 90.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000
4 Gaji tenaga kerja langsung 244.500 244.500 244.500 255.503 255.503 255.503 267.000 267.000 267.000 279.015
Sub Total 21.169.388 23.784.999 26.400.610 26.411.612 26.411.612 26.411.612 26.423.110 26.423.110 26.423.110 26.435.125
Lampiran 52. Rincian Biaya Tidak Tetap
No Deskripsi Tahun ke 1-4 Tahun ke 5 Tahun ke 6-9 Tahun ke-10
(X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-)
1 Nilai Buku
a. Bangunan/ pabrik 0 0 0 327.663
b. Mesin 0 0 0 375.691
c. Fasilitas 0 0 0 11.833
d. Kendaraan 0 13.200 0 13.200
Sub Total 0 13.200 0 728.386
2 Penyusutan
a. Bangunan/ pabrik 26.809 26.809 26.809 26.809
b. Mesin 338.122 338.122 338.122 338.122
c. Fasilitas 10.649 10.649 10.649 10.649
d. Kendaraan 23.760 0 23.760 0
Sub Total 399.340 375.580 399.340 375.580

Lampiran 53. Rincian Biaya Tenaga Kerja

No. Posisi Jumlah Satuan Harga Satuan Harga


(x Rp 1000,-)/bln (x Rp 1000,-)/th Ke-0 Ke-1-2-3 Ke-4-5-6 Ke-7-8-9 Ke-10
Tenaga Kerja Tak Langsung
1 Manajer pabrik 1 orang-bulan 4.000 48.000 0 48.000 50.160 52.417 54.776
2 Kepala bagian 2 orang-bulan 3.000 72.000 0 72.000 75.240 78.626 82.164
3 Staf 3 orang-bulan 1.500 54.000 0 54.000 56.430 58.969 61.623
4 Satpam 2 orang-bulan 550 13.200 0 13.200 13.794 14.415 15.063
5 Sopir 1 orang-bulan 600 7.200 0 7.200 7.524 7.863 8.216
6 Kenek 1 orang-bulan 450 5.400 0 5.400 5.643 5.897 6.162
Sub Total 10 199.800 199.800 208.791 218.187 228.005
Tenaga Kerja Langsung
1 Supervisor 2 orang-bulan 2.000 48.000 0 48.000 50.160 52.417 54.776
2 Teknisi/mekanik 2 orang-bulan 1.250 30.000 0 30.000 31.350 32.761 34.235
3 Operator 11 orang-bulan 750 99.000 0 99.000 103.455 108.110 112.975
4 Tenaga borongan 25 orang-bulan 450 67.500 0 67.500 70.538 73.712 77.029
Sub Total 40 244.500 0 244.500 255.503 267.000 279.015
Total 444.300 0 444.300 464.294 485.187 507.020
Lampiran 54. Rincian Total Nilai Buku dan Penyusutan

No Deskripsi Tahun ke 1-4 Tahun ke 5 Tahun ke 6-9 Tahun ke-10


(X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-)
1 Nilai Buku
a. Bangunan/ pabrik 0 0 0 327.663
b. Mesin 0 0 0 375.691
c. Fasilitas 0 0 0 11.833
d. Kendaraan 0 13.200 0 13.200
Sub Total 0 13.200 0 728.386
2 Penyusutan
a. Bangunan/ pabrik 26.809 26.809 26.809 26.809
b. Mesin 338.122 338.122 338.122 338.122
c. Fasilitas 10.649 10.649 10.649 10.649
d. Kendaraan 23.760 0 23.760 0
Sub Total 399.340 375.580 399.340 375.580
Lampiran 55. Harga Pokok Produksi (HPP)

No. Variabel Hasil perhitungan (Rp)


1. Biaya tetap 60.557.000,-
2. Biaya variabel 2.200.051.000,-
3. Kapasitas produksi 16.333.750
4. HPP 140,-

Keterangan :
Penetapan harga jual jamu pencahar menggunakan :
Metode full costing = (biaya variabel + biaya tetap)/kapasitas produksi
Dihitung dalam kurun waktu 1 bulan.
Lampiran 56. Rincian Kebutuhan Biaya bahan baku, bahan pembantu, dan kemasan

Bahan Harga/unit Jml yg dibutuhkan (kg) Jml yg dibutuhkan (kg) Biaya (x Rp.000,-) Total Biaya
( Rp/kg) per bulan per tiga bulan per tiga bulan (x Rp.000,-)
Enam bulan pertama
Biji kamandrah 12.000 3.750 11.250 135.000 270.000
Etanol 10.000 193.945,750 581.837,250 5.818.372,500 11.636.745,000
Aerosil ex degusa 67.500 13 39 2.633 5.265
Talk powder 10.000 14 42 420 840
Sodium Starch G 31.500 55 165 5.198 10.395
Avicel pH 101 41.500 25 75 3.113 6.225
Amylum Maydis S 3.150 1.109 3.327 10.480 20.960
Mg-stearate 15.300 7 21 321 643
Kapsul 25 546.000 1.638.000 40.950 81.900
Label 150 15 45 7 14
Botol @ 45 biji 250 16.333.750 4.901.250 1.225.312 2.450
Bahan pengemas 350 24 72 25 50
Sub Total 5.819.785 13.013.062
Enam bulan kedua
Etanol 10.000 193.945,750 0,075 0 11.636.745,000
Aerosil ex degusa 67.500 13 39 0 5.265
Talk powder 10.000 14 42 0 840
Sodium Starch G 31.500 55 165 0 10.395
Avicel pH 101 41.500 25 75 0 6.225
Amylum Maydis S 3.150 1.109 3.327 0 20.960
Mg-stearate 15.300 7 21 0 643
Kapsul 25 546.000 1.638.000 0 81.900
Botol @ 45 biji 250 653.350 1.960.050 0 980.025
Bahan pengemas 350 24 72 0 50
Sub Total 12.743.048
Total per tahun 25.756.110
Lampiran 57. Proyeksi Penjualan Produk

No Deskripsi Jumlah Total Tahun ke (x Rp 1000,-)


Ke-0 Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10
1 Kapsul Ekstrak 196.005.000 0 30.382.573 34.180.395 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216
Terstandar
Total 0 30.382.573 34.180.395 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216

Lampiran 58. Proyeksi Arus Kas

No Deskripsi Total Tahun ke (x Rp 1000,-)


Ke-0 Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10
Cash Inflow
1 Penerimaan 0 30.382.573 34.180.395 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216
2 Penyusutan 0 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580
3 Nilai Sisa 0 0 0 0 0 13.200 0 0 0 0 387.524
4 Modal sendiri 4.887.540 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Kredit investasi 7.331.310 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sub Total 12.218.850 30.781.913 34.579.735 38.377.556 38.377.556 38.366.996 38.377.556 38.377.556 38.377.556 38.377.556 38.741.320
Cash Outflow
1 Biaya produksi 0 22.141.286 24.756.897 27.352.508 27.372.502 27.348.742 27.372.502 27.393.395 27.393.395 27.393.395 27.391.468
2 Investasi 5.513.055 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Angsuran kredit 0 1.311.694 1.311.694 1.311.694 1.311.694 1.311.694 1.311.694 0 0 0 0
4 Bunga (18 %) 0 1.416.629 1.180.524 944.419 708.315 472.210 236.105 0 0 0 0
5 Pajak penghasilan (%)
a.Laba s/d dengan Rp.50 jt 0 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000
b. Laba Rp.50 juta s/d Rp.100 jt 0 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500
c. Laba di atas Rp.100 jt 0 2.017.397 2.442.892 2.874.387 2.939.220 3.017.179 3.080.883 3.145.446 3.145.446 3.145.446 3.146.024
Sub Total 5.513.055 26.899.506 29.704.507 32.495.508 32.344.230 32.162.325 32.013.683 30.551.341 30.551.341 30.551.341 30.549.993
Cash Flow -6.705.795 3.882.407 4.875.228 5.882.048 6.033.326 6.204.672 6.363.873 7.826.215 7.826.215 7.826.215 8.191.327
Lampiran 59. Proyek Rugi Laba

No Deskripsi Total Tahun ke (xRp


1000)
Ke-0 Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10
1 Penerimaan Penjualan
Kapsul Ekstrak terstandar 0 30.382.573 34.180.395 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216
Total 0 30.382.573 34.180.395 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216
2 Biaya produksi
a. Biaya Variabel
Bahan baku, bahan pembantu, 0 20.924.888 23.540.499 26.156.110 26.156.110 26.156.110 26.156.110 26.156.110 26.156.110 26.156.110 26.156.110
dan utilitas
Tenaga kerja langsung 0 244.500 244.500 244.500 255.503 255.503 255.503 267.000 267.000 267.000 279.015
b. Biaya tetap
Tenaga kerja tak langsung 0 199.800 199.800 199.800 208.791 208.791 208.791 218.187 218.187 218.187 228.005
Penyusutan 0 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580
Pemeliharaan 0 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693
Biaya administrasi 0 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129
Pajak bumi dan bangunan 0 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936
Biaya pemasaran dan promosi 0 120.000 120.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000
Total biaya produksi 0 22.141.286 24.756.897 27.352.508 27.372.502 27.348.742 27.372.502 27.393.395 27.393.395 27.393.395 27.391.468
Laba Operasi 0 8.241.286 9.423.497 10.625.708 10.605.714 10.629.474 10.605.714 10.584.821 10.584.821 10.584.821 10.586.748
Bunga kredit investasi 0 1.416.629 1.180.524 944.419 708.315 472.210 236.105 0 0 0 0
Laba sebelum pajak 0 6.824.657 8.242.973 9.681.288 9.897.400 10.157.265 10.369.609 10.584.821 10.584.821 10.584.821 10.586.748
Pajak penghasilan (%)
1. Laba sampai dengan Rp.50 jt 0 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000
2. Laba Rp.50 juta s/d Rp.100 jt 0 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500
3. Laba di atas Rp.100 jt 0 2.017.397 2.442.892 2.874.387 2.939.220 3.017.179 3.080.883 3.145.446 3.145.446 3.145.446 3.146.024
Total Pajak 0 2.029.897 2.455.392 2.886.887 2.951.720 3.029.679 3.093.383 3.157.946 3.157.946 3.157.946 3.158.524
Laba Bersih Setelah Pajak 0 4.794.760 5.787.581 6.794.402 6.945.680 7.127.585 7.276.227 7.426.875 7.426.875 7.426.875 7.428.223
Lampiran 60. Kriteria Investasi

No. Cash Flow DF i=18% Present value NPV kumulatif DF i1=15% Present value 1 DF i2=60% Present value 2
(x Rp1000) (x Rp1000) (x Rp1000) (x Rp1000) (x Rp1000)
0 -6.705.795 1,00 -6.705.795 -6.705.795 1,00 -6.705.795 1,00 -6.705.795
1 3.882.407 0,85 3.290.175 -3.415.620 0,87 3.376.006 0,63 2.426.504
2 4.875.228 0,72 3.501.313 85.692 0,76 3.686.372 0,39 1.904.386
3 5.882.048 0,61 3.579.996 3.665.689 0,66 3.867.542 0,24 1.436.047
4 6.033.326 0,52 3.111.923 6.777.611 0,57 3.449.574 0,15 920.613
5 6.204.672 0,44 2.712.119 9.489.730 0,50 3.084.818 0,10 591.724
6 6.363.873 0,37 2.357.379 11.847.110 0,43 2.751.278 0,06 379.316
7 7.826.215 0,31 2.456.845 14.303.955 0,38 2.942.164 0,04 291.549
8 7.826.215 0,27 2.082.072 16.386.026 0,33 2.558.404 0,02 182.218
9 7.826.215 0,23 1.764.468 18.150.494 0,28 2.224.699 0,01 113.886
10 8.191.327 0,19 1.565.072 19.715.566 0,25 2.024.771 0,01 74.500
NPV 19.715.566 23.259.833 1.614.948
IRR 63,4%
Net B/C 3,9
PBP 2,0
Lampiran 61. Perhitungan Break Event Point (BEP)

No Deskripsi Total Tahun ke (x Rp


1000,-)
Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10
1 Penjualan 30.382.573 34.180.395 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216
2 Biaya Produksi

a. Biaya variabel

Bahan baku, input dan utilitas


23.540.499 26.156.110 26.156.110 26.156.110 26.156.110 26.156.110 26.156.110 26.156.110 26.156.110
Tenaga kerja langsung
244.500 244.500 255.503 255.503 255.503 267.000 267.000 267.000 279.015

Sub Total 23.784.999 26.400.610 26.411.612 26.411.612 26.411.612 26.423.110 26.423.110 26.423.110 26.435.125
b. Biaya Tetap
Tenaga kerja tak langsung
199.800 199.800 199.800 208.791 208.791 208.791 218.187 218.187 218.187 228.005
Penyusutan
399.340 399.340 399.340 399.340 375.580 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580
Pemeliharaan
89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693
Biaya administrasi
154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129
Pajak bumi dan bangunan
8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936
Biaya pemasaran dan promosi
120.000 120.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000
Sub Total
971.899 971.899 951.899 960.890 937.130 960.890 970.285 970.285 970.285 956.344
Biaya variabel/satuan jamu pencahar (Rp) 3,37 3,37 3,37 3,37 3,37 3,37 3,37 3,37 3,37 3,37
Harga produk/satuan jamu pencahar (Rp) 4,84 4,84 4,84 4,84 4,84 4,84 4,84 4,84 4,84 4,84
4 Break Event Point
Nilai penjualan jamu pencahar (xRp.1000,-) 3.205.057 3.195.634 3.122.529 3.155.021 3.077.006 3.155.021 3.189.041 3.189.041 3.189.041 3.146.490
Jumlah produk jamu pencahar (botol@45 biji) 661.650 659.705 644.613 651.321 635.215 651.321 658.344 658.344 658.344 649.560
Lampiran 62. Perkiraan Rugi Laba untuk Kenaikan Bahan Baku, Input sebesar 10%

No Deskripsi Total Tahun ke (x Rp


1000,-)
Ke-0 Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10
1 Penerimaan Penjualan
Kapsul Ekstrak Terstandar 0 27.344.316 30.762.355 34.180.395 34.180.395 34.180.395 34.180.395 34.180.395 34.180.395 34.180.395 34.180.395
Total 0 27.344.316 30.762.355 34.180.395 34.180.395 34.180.395 34.180.395 34.180.395 34.180.395 34.180.395 34.180.395
2 Biaya produksi
a. Biaya Variabel
Bahan baku, input dan utilitas 0 20.924.888 23.540.499 26.156.110 26.156.110 26.156.110 26.156.110 26.156.110 26.156.110 26.156.110 26.156.110
Tenaga kerja langsung 0 244.500 244.500 244.500 255.503 255.503 255.503 267.000 267.000 267.000 279.015
b. Biaya tetap
Tenaga kerja tak langsung, 0 199.800 199.800 199.800 208.791 208.791 208.791 218.187 218.187 218.187 228.005
Penyusutan 0 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580
Pemeliharaan 0 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693
Biaya administrasi 0 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129
Pajak bumi dan bangunan 0 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936
Biaya pemasaran dan promosi 0 120.000 120.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000
Total biaya produksi 0 22.141.286 24.756.897 27.352.508 27.372.502 27.348.742 27.372.502 27.393.395 27.393.395 27.393.395 27.391.468
Laba Operasi 0 5.203.029 6.005.458 6.827.886 6.807.893 6.831.653 6.807.893 6.786.999 6.786.999 6.786.999 6.788.926
Bunga kredit investasi 0 1.416.629 1.180.524 944.419 708.315 472.210 236.105 0 0 0 0
Laba sebelum pajak 0 3.786.400 4.824.933 5.883.467 6.099.578 6.359.443 6.571.788 6.786.999 6.786.999 6.786.999 6.788.926
Pajak penghasilan (%)
1. Laba sampai dengan Rp.50 jt 0 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000
2. Laba Rp.50 juta s/d Rp.100 jt 0 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500
3. Laba di atas Rp.100 jt 0 1.105.920 1.417.480 1.735.040 1.799.873 1.877.833 1.941.536 2.006.100 2.006.100 2.006.100 2.006.678
Total Pajak 0 1.118.420 1.429.980 1.747.540 1.812.373 1.890.333 1.954.036 2.018.600 2.018.600 2.018.600 2.019.178
Laba Bersih Setelah Pajak 0 2.667.980 3.394.953 4.135.927 4.287.205 4.469.110 4.617.751 4.768.400 4.768.400 4.768.400 4.769.748
Lampiran 63. Perkiraan Arus Kas untuk Kenaikan Bahan baku, Input, dan Utilitas sebesar 10%

No Deskripsi Total Tahun ke (x Rp


1000,-)
Ke-0 Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10
Cash Inflow
1 Penerimaan 0 27.344.316 30.762.355 34.180.395 34.180.395 34.180.395 34.180.395 34.180.395 34.180.395 34.180.395 34.180.395
2 Penyusutan 0 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580
3 Nilai Sisa 0 0 0 0 0 13.200 0 0 0 0 387.524
4 Modal sendiri 4.887.540 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Kredit investasi 7.331.310 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sub Total 12.218.850 27.743.656 31.161.695 34.579.735 34.579.735 34.569.175 34.579.735 34.579.735 34.579.735 34.579.735 34.943.498
Cash Outflow
1 Biaya produksi 0 22.141.286 24.756.897 27.352.508 27.372.502 27.348.742 27.372.502 27.393.395 27.393.395 27.393.395 27.391.468
2 Investasi 5.513.055 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Angsuran kredit 0 1.311.694 1.311.694 1.311.694 1.311.694 1.311.694 1.311.694 0 0 0 0
4 Bunga (18 %) 0 1.416.629 1.180.524 944.419 708.315 472.210 236.105 0 0 0 0
5 Pajak penghasilan (%) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
a. Laba sampai dengan Rp.50 jt 0 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000
b. Laba Rp.50 juta s/d Rp.100 jt 0 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500
c. Laba di atas Rp.100 jt 0 2.017.397 2.442.892 2.874.387 2.939.220 3.017.179 3.080.883 3.145.446 3.145.446 3.145.446 3.146.024
Sub Total 5.513.055 26.899.506 29.704.507 32.495.508 32.344.230 32.162.325 32.013.683 30.551.341 30.551.341 30.551.341 30.549.993
Cash Flow -6.705.795 844.149 1.457.188 2.084.227 2.235.505 2.406.850 2.566.052 4.028.393 4.028.393 4.028.393 4.393.506
Lampiran 64. Kriteria Investasi untuk Kenaikan Bahan Baku, Input dan Utilitas sebesar 10%

No. Cash Flow DF i=18% Present NPV kumulatif DF i=15% Present value DF i=30% Present value
value
(x Rp1000) (x Rp1000)
0 -6.705.795 1,00 1,00 -6.705.795 1,00 -6.705.795
(6.705.795) (6.705.795)
1 844.149 0,85 0,87 734.043 0,77 649.346
715.381 (5.990.415)
2 1.457.188 0,72 0,76 1.101.844 0,59 862.242
1.046.530 (4.943.885)
3 2.084.227 0,61 0,66 1.370.413 0,46 948.669
1.268.525 (3.675.360)
4 2.235.505 0,52 0,57 1.278.157 0,35 782.712
1.153.048 (2.522.311)
5 2.406.850 0,44 0,50 1.196.630 0,27 648.235
1.052.056 (1.470.255)
6 2.566.052 0,37 0,43 1.109.375 0,21 531.625
950.546 (519.709)
7 4.028.393 0,31 744.905 0,38 1.514.422 0,16 641.990
1.264.613
8 4.028.393 0,27 1.816.611 0,33 1.316.889 0,12 493.839
1.071.706
9 4.028.393 0,23 2.724.837 0,28 1.145.121 0,09 379.876
908.226
10 4.393.506 0,19 3.564.280 0,25 1.086.007 0,07 318.697
839.443
NPV 3.564.280 5.147.105 -448.565
IRR 28,8%
Net B/C 1,53
PBP 5,8
Lampiran 65. Penerimaan Proyek untuk Kenaikan Bahan Baku, Input dan Utilitas sebesar 15 %

No. Deskripsi Jumlah Total Tahun ke (x Rp


1000,-)
Ke-0 Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10
Penjualan Kapsul Ekstrak 7.840.200 0 30.382.573 34.180.395 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216
Terstandar
Total 0 30.382.573 34.180.395 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216
Lampiran 66. Perkiraan Rugi Laba untuk kenaikan bahan baku, input dan utilitas sebesar 15%

No Deskripsi Total Tahun ke (x Rp


1000,-)
Ke-0 Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10
1 Penerimaan Penjualan
Kapsul Ekstrak Terstandar 0 30.382.573 34.180.395 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216
Total 0 30.382.573 34.180.395 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216
2 Biaya produksi
a. Biaya Variabel
Bahan baku, input dan utilitas 0 23.017.377 25.894.549 28.771.721 28.771.721 28.771.721 28.771.721 28.771.721 28.771.721 28.771.721 28.771.721
Tenaga kerja langsung 0 244.500 244.500 244.500 255.503 255.503 255.503 267.000 267.000 267.000 279.015
b. Biaya tetap
Tenaga kerja tak langsung, 0 199.800 199.800 199.800 208.791 208.791 208.791 218.187 218.187 218.187 228.005
Penyusutan 0 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580
Pemeliharaan 0 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693
Biaya administrasi 0 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129
Pajak bumi dan bangunan 0 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936
Biaya pemasaran dan promosi 0 120.000 120.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000
Total biaya produksi 0 24.233.775 27.110.947 29.968.119 29.988.113 29.964.353 29.988.113 30.009.006 30.009.006 30.009.006 30.007.079
Laba Operasi 0 6.148.798 7.069.447 8.010.097 7.990.103 8.013.863 7.990.103 7.969.210 7.969.210 7.969.210 7.971.137
Bunga kredit investasi 0 1.416.629 1.180.524 944.419 708.315 472.210 236.105 0 0 0 0
Laba sebelum pajak 0 4.732.169 5.888.923 7.065.677 7.281.789 7.541.654 7.753.998 7.969.210 7.969.210 7.969.210 7.971.137
Pajak penghasilan (%)
1. Laba sampai dengan Rp.50 0 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000
juta
2. Laba Rp.50 juta s/d Rp.100 0 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500
juta
3. Laba di atas Rp.100 juta 0 1.389.651 1.736.677 2.089.703 2.154.537 2.232.496 2.296.200 2.360.763 2.360.763 2.360.763 2.361.341
Total Pajak 0 1.402.151 1.749.177 2.102.203 2.167.037 2.244.996 2.308.700 2.373.263 2.373.263 2.373.263 2.373.841
Laba Bersih Setelah Pajak 0 3.330.018 4.139.746 4.963.474 5.114.752 5.296.658 5.445.299 5.595.947 5.595.947 5.595.947 5.597.296
Lampiran 67. Perkiraan Arus Kas untuk Kenaikan Bahan Baku, Input dan Utilitas sebesar 10%

No Deskripsi Total Tahun ke (x Rp


1000,-)
Ke-0 Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10
Cash Inflow
1 Penerimaan 0 30.382.573 34.180.395 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216
2 Penyusutan 0 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580
3 Nilai Sisa 0 0 0 0 0 13.200 0 0 0 0 387.524
4 Modal sendiri 4.887.540 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Kredit investasi 7.331.310 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sub Total 12.218.850 30.781.913 34.579.735 38.377.556 38.377.556 38.366.996 38.377.556 38.377.556 38.377.556 38.377.556 38.741.320
Cash Outflow
1 Biaya produksi 0 24.233.775 27.110.947 29.968.119 29.988.113 29.964.353 29.988.113 30.009.006 30.009.006 30.009.006 30.007.079
2 Investasi 5.513.055 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Angsuran kredit 0 1.311.694 1.311.694 1.311.694 1.311.694 1.311.694 1.311.694 0 0 0 0
4 Bunga (18 %) 0 1.416.629 1.180.524 944.419 708.315 472.210 236.105 0 0 0 0
5 Pajak penghasilan (%) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
a. Laba sampai dengan Rp.50 0 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000
juta
b. Laba Rp.50 juta s/d Rp.100 0 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500
juta
c. Laba di atas Rp.100 juta 0 2.017.397 2.442.892 2.874.387 2.939.220 3.017.179 3.080.883 3.145.446 3.145.446 3.145.446 3.146.024
Sub Total 5.513.055 28.991.995 32.058.557 35.111.119 34.959.841 34.777.935 34.629.294 33.166.952 33.166.952 33.166.952 33.165.604
Cash Flow -6.705.795 1.789.918 2.521.178 3.266.437 3.417.715 3.589.061 3.748.262 5.210.604 5.210.604 5.210.604 5.575.716
Lampiran 68. Kriteria Investasi untuk kenaikan bahan baku, input dan utilitas sebesar 10%

No. Cash Flow DF i=18% Present value NPV kumulatif DF i=15% Present value DF i=40% Present value
0 -6.705.795 1,00 1,00 -6.705.795 1,00 -6.705.795
(6.705.795) (6.705.795)
1 1.789.918 0,85 1.516.880 0,87 1.556.450 0,71 1.278.513
(5.188.916)
2 2.521.178 0,72 1.810.671 0,76 1.906.373 0,51 1.286.315
(3.378.245)
3 3.266.437 0,61 1.988.055 0,66 2.147.736 0,36 1.190.393
(1.390.190)
4 3.417.715 0,52 1.762.820 372.629 0,57 1.954.090 0,26 889.659
5 3.589.061 0,44 1.568.812 1.941.441 0,50 1.784.398 0,19 667.330
6 3.748.262 0,37 1.388.475 3.329.915 0,43 1.620.477 0,13 497.808
7 5.210.604 0,31 1.635.739 4.965.654 0,38 1.958.859 0,09 494.301
8 5.210.604 0,27 1.386.219 6.351.874 0,33 1.703.356 0,07 353.072
9 5.210.604 0,23 1.174.762 7.526.636 0,28 1.481.179 0,05 252.195
10 5.575.716 0,19 1.065.321 8.591.957 0,25 1.378.232 0,03 192.762
NPV 8.591.957 10.785.353 396.552
IRR 41,0%
Net B/C 2,3
PBP 3,6
Lampiran 69. Penerimaan Proyek untuk Kenaikan Bahan Baku, Input dan Utilitas sebesar 15%

No. Deskripsi Jumlah Total Total Tahun ke (x Rp


1000,-)
(x Rp 1000,-) Ke-0 Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10
Penjualan Kapsul Ekstrak 7.840.200 37.978.216 0 30.382.573 34.180.395 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216
Terstandar
Total 37.978.216 0 30.382.573 34.180.395 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216
Lampiran 70. Perkiraan Rugi Laba untuk Penurunan Harga Jual sebesar 10%

No. Deskripsi Total Tahun ke (x Rp


1000,-)
Ke-0 Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10
1 Penerimaan
Penjualan jamu pencahar 0 30.382.573 34.180.395 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216
Total 0 30.382.573 34.180.395 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216
2 Biaya produksi
a. Biaya Variabel
Bahan baku, input dan utilitas 0 24.063.621 27.071.574 30.079.526 30.079.526 30.079.526 30.079.526 30.079.526 30.079.526 30.079.526 30.079.526
Tenaga kerja langsung 0 244.500 244.500 244.500 255.503 255.503 255.503 267.000 267.000 267.000 279.015
b. Biaya tetap
Tenaga kerja tak langsung, 0 199.800 199.800 199.800 208.791 208.791 208.791 218.187 218.187 218.187 228.005
Penyusutan 0 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580
Pemeliharaan 0 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693
Biaya administrasi 0 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129
Pajak bumi dan bangunan 0 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936
Biaya pemasaran dan promosi 0 120.000 120.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000
Total biaya produksi 0 25.280.020 28.287.972 31.275.925 31.295.918 31.272.158 31.295.918 31.316.812 31.316.812 31.316.812 31.314.885
Laba Operasi 0 5.102.553 5.892.422 6.702.291 6.682.298 6.706.058 6.682.298 6.661.405 6.661.405 6.661.405 6.663.331
Bunga kredit investasi 0 1.416.629 1.180.524 944.419 708.315 472.210 236.105 0 0 0 0
Laba sebelum pajak 0 3.685.924 4.711.898 5.757.872 5.973.983 6.233.848 6.446.193 6.661.405 6.661.405 6.661.405 6.663.331
Pajak penghasilan (%)
1. Laba sampai dengan Rp.50 jt 0 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000
2. Laba Rp.50 juta s/d Rp.100 jt 0 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500
3. Laba di atas Rp.100 juta 0 1.075.777 1.383.569 1.697.362 1.762.195 1.840.154 1.903.858 1.968.421 1.968.421 1.968.421 1.968.999
Total Pajak 0 1.088.277 1.396.069 1.709.862 1.774.695 1.852.654 1.916.358 1.980.921 1.980.921 1.980.921 1.981.499
Laba Bersih Setelah Pajak 0 2.597.647 3.315.829 4.048.010 4.199.288 4.381.194 4.529.835 4.680.483 4.680.483 4.680.483 4.681.832
Lampiran 71. Perkiraan Arus Kas untuk Penurunan Harga Jual sebesar 10%

No. Deskripsi Total Tahun ke (x Rp


1000,-)
Ke-0 Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10
Cash Inflow
1 Penerimaan 0 30.382.573 34.180.395 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216
2 Penyusutan 0 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580
3 Nilai Sisa 0 0 0 0 0 13.200 0 0 0 0 387.524
4 Modal sendiri 4.887.540 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Sub Total 7.331.310 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sub Total 12.218.850 30.781.913 34.579.735 38.377.556 38.377.556 38.366.996 38.377.556 38.377.556 38.377.556 38.377.556 38.741.320
Cash Outflow
1 Biaya produksi 0 25.280.020 28.287.972 31.275.925 31.295.918 31.272.158 31.295.918 31.316.812 31.316.812 31.316.812 31.314.885
2 Investasi 5.513.055 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Angsuran kredit 0 1.311.694 1.311.694 1.311.694 1.311.694 1.311.694 1.311.694 0 0 0 0
4 Bunga (18 %) 0 1.416.629 1.180.524 944.419 708.315 472.210 236.105 0 0 0 0
5 Pajak penghasilan (%) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
a. Laba sampai dengan Rp.50 jt 0 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000
b. Laba Rp.50 juta s/d Rp.100 jt 0 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500
c. Laba di atas Rp.100 juta 0 2.017.397 2.442.892 2.874.387 2.939.220 3.017.179 3.080.883 3.145.446 3.145.446 3.145.446 3.146.024
Sub Total 5.513.055 30.038.239 33.235.582 36.418.924 36.267.646 36.085.741 35.937.100 34.474.758 34.474.758 34.474.758 34.473.409
Cash Flow -6.705.795 743.674 1.344.153 1.958.632 2.109.910 2.281.255 2.440.457 3.902.798 3.902.798 3.902.798 4.267.911
Lampiran 72. Kriteria Investasi untuk Penurunan Harga Jual sebesar 10%

No. Cash Flow DF i=18% Present value NPV kumulatif DF i=5% Present value DF i=30% Present value
0 -6.705.795 1,00 1,00 -6.705.795 1,00 -6.705.795
(6.705.795) (6.705.795)
1 743.674 0,85 630.232 0,95 708.261 0,77 572.057
(6.075.564)
2 1.344.153 0,72 965.350 0,91 1.219.186 0,59 795.357
(5.110.214)
3 1.958.632 0,61 1.192.084 0,86 1.691.940 0,46 891.503
(3.918.130)
4 2.109.910 0,52 1.088.268 0,82 1.735.828 0,35 738.738
(2.829.862)
5 2.281.255 0,44 997.158 0,78 1.787.423 0,27 614.408
(1.832.704)
6 2.440.457 0,37 904.022 0,75 1.821.106 0,21 505.605
(928.682)
7 3.902.798 0,31 1.225.186 296.504 0,71 2.773.646 0,16 621.975
8 3.902.798 0,27 1.038.293 1.334.797 0,68 2.641.568 0,12 478.442
9 3.902.798 0,23 879.910 2.214.707 0,64 2.515.779 0,09 368.032
10 4.267.911 0,19 815.446 3.030.153 0,61 2.620.127 0,07 309.586
NPV 3.030.153 12.809.068 -810.093
IRR 24,5%
Net B/C 1,45
PBP 6,3

Вам также может понравиться