Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
)
DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PROSES EKSTRAK
TERSTANDAR SEBAGAI BAHAN LAKSATIF
SAPUTERA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
SURAT PERNYATAAN
Adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan
belum pernah dipublikasikan. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk
memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber
data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat
diperiksa kebenarannya.
Saputera
F 361 040 031
ABSTRACT
Key words: Croton tiglium, tetradecanoic acid, myrictic acid, efficacy, safety test,
laxative, process technology
RINGKASAN
Tanaman kamandrah merupakan salah satu tanaman obat yang terdapat di wilayah
Indonesia. Di Daerah Kalimantan Tengah, biji Croton tiglium banyak dimanfaatkan
masyarakat, sebagai pencahar. Walaupun demikian pengetahuan masyarakat sekitar akan
penggunaan tanaman ini sebagai obat laksatif, hanya sebatas informasi turun temurun
belum diketahui dosis dan kandungan bahan aktif yang terdapat dalam tanaman tersebut.
Identifikasi dan evaluasi taksonomi dilakukan oleh lembaga Pusat Penelitian
Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor, menunjukkan bahwa
tanaman yang diteliti dengan nama latin Croton tiglium L.
Dari hasil analisis ekstrak heksana terdapat 17 puncak, dari ke-17 puncak tersebut
yang teridentifikasi ada 8 puncak selebihnya tidak teridentifikasi dengan prosentase
besarnya kandungan komponen asam lemak yang berbeda pula. Dari ketujuh belas
puncak tersebut asam linoleat merupakan komponen terbanyak mencapai 43.67% dalam
biji Croton tiglium hasil ekstrak heksana bila dibandingkan dengan komponen asam
lemak lainnya, seperti asam oleat dan asam miristat yang hanya mencapai 19.98% dan
7.64% .
Hasil analisis GC-MS dengan dilengkapi penelusuran Library pada ekstrak
heksana terdapat 32 senyawa. Komponen utama dari ke 32 senyawa tersebut adalah asam
9,12-oktadek-9,12-dienoat (46.40%) muncul pada waktu retensi 73.163 menit. Asam
oktadek-9-enoat (17.13%) muncul pada waktu retensi 73.498 menit, asam 9,12-
oktadekadienoat (5.70%) muncul pada waktu retensi 70.721 menit, heksadekanoat
(10.68%) muncul pada waktu retensi 65.005, 65.132 dan 65.241 menit, asam
oktadekanoat (3.46%) muncul pada waktu retensi 74.500 menit, asam 9-oktadekanoat
(2.50%) muncul pada waktu retensi 71.130 menit. Sedangkan komponen yang lainnya
adalah alkohol, ester dan phthalate yang hanya (1.07%). Komponen utama menurut data
spektrum massa (MS) F29 diprediksi adalah senyawa asam 9,12-oktadekadienoat yang
berfungsi sebagai bahan kosmetik yang digunakan sebagai emollient (pelembab) pada
kulit kering.
Hasil analisis GC-MS total ion pada ekstrak etanol memperlihatkan 25 puncak
utama yang mengindikasikan adanya unsur metabolik sekunder. Komponen yang
terindikasi tersebut meliputi asam 11,14-ekosadienoat muncul pada waktu retensi (rt)
72,567 menit (28.28%), asam oktadek-9-enoat muncul pada waktu retensi, 72.952 menit
(15.43%), asam tetradekanoat muncul pada waktu retensi 57.235, 57.400 dan 57.933
menit (13.11%), asam 11-eikosenoat muncul pada waktu retensi 58.059, 51.625 dan
51.893 menit (6.57%), asam heksadekanoat muncul pada waktu retensi 65.077 menit
(5.62%), 9,12-oktadekadienoat muncul pada waktu retensi 65.907 dan 60.391 menit
(4.64%), asam 9-oktadekanoat muncul pada waktu retensi 74.192 dan 66.858 menit
(4.64%), asam eikosenoat muncul pada waktu retensi 61.657 dan 57.400 menit (3.38%),
asam dodekanoat muncul pada waktu retensi 48.911 menit (2.44%), dan asam dekanoat
muncul pada waktu retensi 40.127 menit (1.56%), Sedangkan komponen yang
berpengaruh lainnya adalah alkohol, ester dan benzene (14.77%). Spektrum massa
menunjukkan komponen utama dengan berat molekul (MW) 228. Kromatogram
spektrum massa pada F10 dari ekstrak pelarut etanol biji kamandrah. Dari data spectrum
F10 tersebut diprediksi adalah senyawa asam tetradekanoat, yang berfungsi sebagai
defoaming agent, dan sebagai lubrikan. Fungsi lainnya dapat digunakan sebagai bahan
laksatif. Dengan demikian maka ekstrak etanol digunakan sebagai bahan laksatif
(pencahar), karenya mengandung senyawa aktif asam tetradekanoat. Hasil pengukuran
LC-MS total ion pada ekstrak etanol memperlihatkan 10 puncak utama yang
mengindikasikan adanya unsur metabolik sekunder. Komponen yang terindikasi meliputi
Homotiramin, asam 4-(2-Hidroksithil) benzoat, Isoquanosin, 15,16-epoksi-
3,8(17),13(16),14-klerodatetraen-18, Koritenkhirin, Shikokkon;11β-Aksetoksi, Plaunol
D;12-Ac, 9,20-Dihidroksi-1,6,14-rhamnofololatrien-3,13-dien, dan Shikokkin;11β-
Aksetoksi,3-deaksetoksi.
Dari hasil percobaan penentuan dosis efektif (ED50) dari beberapa dosis
pemberian yaitu 0,06, 0,04, 0,026 dan 0,07 ml per 28 g bb mencit memperlihatkan respon
hewan uji berturut-turut 100%, 60%, 40% dan 40% dari jumlah hewan uji. Dengan
demikian dapat dikatakan semakin menurun dosis pemberian ekstrak etanol, semakin
menurun pula respon hewan uji. Hasil analisis Thompson dan Weil menunjukkan ED50
berada pada kisaran 0,027 ml setara dengan 639,5 mg/kg bb. Jumlah hewan uji yang mati
tertinggi pada pemberian dosis ekstrak biji kamandrah 0,2 ml/28 g bb (6,35 g/kg bb).
Hasil analisis menggunakan analisis Thompson dan Weil (1952) menunjukkan LD50
berada pada kisaran 0.0707 ml setara dengan 1674,5 mg/kg bb. Batas keamanan adalah
kisaran dosis antara dosis yang menimbulkan efek letal dan dosis yang menimbulkan efek
khasiat yang diinginkan. Menurut Loomis batas keamanan penggunaan ekstrak bahan
alam dilambangkan oleh perbandingan antara LD50/ED50. Dari hasil perhitungan
penentuan batas keamanan ekstrak yaitu LD50/ED50 = 0.0707/0.027 = 2.7. Hasil
perhitungan batas keamanan ekstrak biji kamandrah yang direkomendasikan dapat
dikatakan bahwa sediaan termasuk ekstrak yang bersifat toksik sedang, dengan batas
keamanan yang sempit yaitu 2.6 kali dosis efektifnya.
Metode yang digunakan dalam pengembangan teknologi proses produk sediaan
adalah metode sintesis proses. Dari hasil pemilihan proses ekstraksi menggunakan
metode maserasi, ekstraksi kontinyu menggunakan soxhlet dan perkolasi, menunjukkan
metode maserasi merupakan metode yang baik untuk dikembangkan karena
menghasilkan ekstrak dan etanol yang dapat diambil kembali lebih tinggi dari perkolasi,
disamping metode ini menggunakan suhu dibawah 60oC. Dari hasil perancangan proses
diperoleh rancangan proses ekstraksi menggunakan maserasi dan proses pengembangan
produk sediaan ekstrak terstandar dalam kapsul. Hasil aplikasi produk ekstrak terstandar
dalam kapsul dapat digunakan dengan rekomendasi dosis 11.08 ml/kg bb (9.86 mg/kg bb)
kapsul per hari. Hasil kajian finansial terhadap produk yang dihasilkan menunjukkan
bahwa perkiraan keperluan modal investasi dengan kapasitas produk 34.208.640 kapsul
per tahun dibutuhkan dana sebesar Rp 12.218.850.000-, yang diperoleh dari modal
sendiri 40% dan pinjaman bank 60% dengan tingkat suku bunga 18%. Perkiraan
pendapat usaha tahun pertama Rp. 37.765.736-, tahun ke-II 90% (Rp.42.486.453,-), dan
tahun berikutnya 100% (Rp.37.877.279.-). Adapun perolehan nilai NPV adalah Rp
19.715.566.000,-, IRR 63.4%, Net B/C rasio 3,9 dan PBP selama 2 tahun.
@ Hak Cipta milik IPB, Tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan karya.untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilimiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KARAKTERISASI BIJI KAMANDRAH (Croton tiglium L.)
DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PROSES EKSTRAK
TERSTANDAR SEBAGAI BAHAN LAKSATIF
SAPUTERA
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Doktor pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Penguji Luar Komisi
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA
Ketua Anggota
Diketahui,
Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi
yang berjudul “ Karakterisasi Biji Kamandrah (Croton tiglium L.) dan Pengembangan
Teknologi Proses Ekstrak Terstandar Sebagai Bahan Laksatif”.
Tidaklah berlebihan pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terimakasih yang tulus serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir.
Sapta Raharja, DEA, L. Broto S. Kardono, PhD, APU, dan Dr. Dyah Iswantini,
M.Agr masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberi
bimbingan, arahan, saran, dan dorongan moral sehingga penulisan disertasi ini dapat
diselesaikan.
2. drh. Min Rahminiwati, MS, PhD di Laboratorium Farmakologi FKH IPB yang banyak
memberi masukan pada saat bertindak sebagai dewan penguji di ujian tertutup.
Dr.Ir.Anny Sulaswatty, M.Eng Asisten direktur urusan perkembangan matematika
dan ilmu alam dan Dr.Ir.Molide Rizal, MS peneliti Balitro Bogor atas masukan yang
disampaikan pada saat menjadi penguji ujian terbuka.
3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodipuro,MS , Ketua
Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dr.Ir.Irawadi Jamaran beserta staf
pengajar yang telah memberi ilmu dan bimbingan kepada penulis selama menimba
ilmu pengetahuan di IPB.
4. Rektor Universitas Palangka Raya Drs.Henry Singarasa,MS, Dekan Fakultas
Pertanian Prof.Dr.Ir.Salampak,MS dan Ketua Jurusan Budidaya Pertanian Ir.R.R.Sri
Endang A, MP atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk
melanjutkan jenjang pendidikan S3.
5. Tim Manajemen BPPS-Dikti atas bantuan dana pendidikan program doktor yang
diberikan kepada penulis.
6. Prof.Dr.Ir.M.Syamsul Maarif,M.Eng dan Eka Budi Rahayu yang telah memberi
fasilitas dan perhatian selama ini kepada penulis.
7. Dr.Ir. Anas M.Fauzi dan Dr.Ir.Sutrisno,M.Agr yang telah memberi rekomendasi
kepada penulis sebagai salah satu syarat studi lanjut di IPB.
8. Ucapan terima kasih juga kepada semua pihak di Laboratorium yang digunakan
selama penelitian antara lain Ir. Nina Iriani, MSc, Dr. Ir. M. Hanafi, MSc, Drh.Dwi
Indah, Ngadiman, Bu Puspa dan Lala di Laboratorium Kimia Terapan LIPI Serpong.
Bu Hj. Sri Mulyasih, Bu Rini, Bu Ega, Pak Sugi, Pak Diky di laboratorium
Pengawasan Mutu Fateta IPB. Mba Salina, dan Mba Susi di Laboratorium Pusat Studi
Biofarmaka IPB. Pak Edi di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan
IPB yang banyak memberi saran dan masukan dalam pengujian ekstrak yang
digunakan.
9. Ayahnda H.M.Mardi (Alm) dan Bunda Hj. Noor’ani, Ayah Mertua H. Basran (Alm)
dan Ibu Mertua Hj. Lamsiah (Alm), kecintaan dan rasa hormat penulis
persembahkan ucapan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang dalam atas segala
do’a dan pengorbanannya yang tiada tara.
10. Istri tercinta Hj. Norjanah dan anakku tersayang M. Ikhwan Rizky Saputera, M.
Rinaldi Saputera, dan Akhmat Hafiz Fahlevi Saputera yang selalu membuatku
bahagia dalam suka dan duka, ku ucapkan terima kasih atas pengorbanan yang telah
diberikan kalian selama ini. Begitu juga diucapkan terimakasih kepada kanda Drs.
Satha Gunawan, dinda M. Daruri, SP, dinda Anissa Faridah, SP dan Pamanda
Amiruddin, St.Sarhiyah, Abdusamad (Alm), Zainal Abidin, Hatif Sarbini,SPd,
Hj.St.Kamariyah,SPd serta Hj.Megawati suami/istri yang telah memberikan
dokongan moril maupun material sehingga perjuangan ini dapat terselesaikan Kakak
dan adik ipar H.Salafudin, Saudah,S.Si dan H.A.Saufi suami istri.
Demikian juga kepada rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu penulis
selama mengikuti pendidikan sampai selesainya disertasi ini, dihaturkan banyak terima
kasih. Akhirnya semoga disertasi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
dan masyarakat luas.
Bogor, Maret 2008
Saputera
RIWAYAT HIDUP
Halaman
DAFTAR ISI……………………………………………………………………… xi
DAFTAR TABEL………………………………………………………………… xiii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………… xv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………… xviii
I. PENDAHULUAN……………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang……….………………………………………………..... 1
B. Tujuan Penelitian ..…………………………………………………….... 4
C. Hipotesis……………………………………………………………….... 4
D. Ruang Lingkup Penelitian……………………………………………...... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………. 6
A. Tanaman Kamandrah (Croton tiglium L.) ……………………................. 6
1. Khasiat Tanaman Kamandrah………………………………………… 8
2. Karakteristik Tanaman Kamandrah…………………………………… 10
B. Optimasi Proses Ekstraksi........................................................................... 12
1. Ekstraksi Metode Maserasi……………………......….……………..... 12
2. Metode Permukaan Respon (Respon Surface Methodology).......…….. 16
C. Kandungan Bahan Aktif Berkhasiat Sebagai Laksatif............................... 18
1. Tinjauan Fitokimia Dalam Bahan Tanaman….......…............................ 18
2. Uji Toksisitas Terhadap Hewan Uji....................................................... 23
D. Sediaan Bahan Aktif Sebagai Laksatif....................................................... 24
1. Mekanisme Laksansia Sebagai Bahan laksatif (pencahar)..................... 24
2. Bahan Laksatif Produk Farmasi Yang Dijual Dipasaran.................…... 26
E. Pengembangan Proses Ekstrak Terstandar............................................. .... 29
1. Perancangan Proses................................................................................. 29
2. Metode Perancangan Proses.................................................................... 29
3. Kelayakan Teknis dan Ekonomis Perancangan Proses........................... 32
III. METODOLOGI PENELITIAN.……………………………………………. 35
A. Waktu dan Tempat…………………………………………………….... 35
B. Bahan dan Alat………………………………………………………...... 35
C. Metode Penelitian……………………………………………………...... 36
xi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………. 65
A. Evaluasi Taksonomi dan Penentuan Kandungan Proksimat........................ 65
1. Evaluasi dan Identifikasi Taksonomi ..................................................... 65
2. Penentuan Kandungan Proksimat Biji Kamandrah
(Croton tiglium L).................................................................................. 66
B. Optimasi Proses Ekstraksi Pada Pelarut Heksana dan Etanol..................... 69
1. Penentuan Faktor-faktor Yang Berpengaruh.......................................... 70
2. Optimasi Proses Ekstraksi Untuk Memperoleh Ekstrak Heksana.......... 74
3. Optimasi Proses Ekstraksi Untuk Memperoleh Ekstrak Etanol............. 80
C. Identifikasi dan Karakterisasi Senyawa Aktif Ekstrak Biji
Kamandrah Sebagai Laksatif..................................................................... 85
1. Uji Fitokimia Pada Hasil Ekstrak Heksana dan Etanol.......………....... 85
2. Analisis Komponen Lemak Menggunakan
Gas Chromatography (GC). …………………………………….......... 88
3. Analisis Spektroskopi Gas Chromatography-Mass Spectrometry
(GC-MS) Pada Ektrak Heksana.......…………………………………... 90
4. Analisis Spektroskopi Gas Chromatography-Mass Spectrometry
(GC-MS) Pada Ektrak Etanol.......……….…………………………… 92
5. Analisis Spektroskopi Liquid Chromatography-Mass Spectrometry
(GC-MS) Pada Ektrak Etanol.............………………………………... 95
6. Uji Toksisitas Ekstrak Heksana dan Etanol Menggunakan
Uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)…............................................ 96
D. Menentuan Khasiat dan Keamanan Ekstrak Terstandar .............................. 103
1. Uji Khasiat Hasil Ekstrak Sebagai Bahan Laksatif……..………….... 103
2. Uji Batas Keamanan Ekstrak Sebagai Bahan Laksatif......................... 110
E. Pengembangan Teknologi Proses Produk Sediaan..................................... 112
1. Proses Ekstraksi Senyawa Aktif dari Biji Kamandrah......................... 114
2. Penentuan Produk Akhir Ekstrak Terstandar........................................ 119
3. Analisis Kelayakan Teknis dan Ekonomis............................................ 133
V. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………......….. 141
A. Kesimpulan………………………………………………………………... 141
B. Saran……………………………………………………………………..... 142
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….... 143
LAMPIRAN…………………..……………………………………....………….... 150
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
16. Dosis Penggunaan dari Biji dan Hasil Ekstrak Terstandar................................. 118
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
3. ((4α,9α,12β,13α)-pentahidroksi-1,6-tigliadien-3-one
(Dictionary of Natural Products, 1982)......................................……………….. 11
4. 6-Amino-9-β-D-ribofururanosil-9H-purin-2(1H)-one,8Cl.
(Dictionary of Natural Products, 1982)………………………………………... 11
11. Daerah Penghasil Bahan Baku Tanaman Kamandrah (Croton tiglium L.)
Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah...........................................……. 35
13. Uji Khasiat Ekstrak Biji Kamandrah Terhadap Hewan Uji Mencit.................... 53
19. Penampakan (a) Buah dan (b) Biji Kamandrah (Croton tiglium L.)………….. 65
xv
20. Hasil Analisis Kadar Air dan Kandungan Proksimat Biji Kamandrah……….. 68
23. Gambar Sisa Uji Kenormalan Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap
Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut……………………………………. 77
25. Gambar Garis Bentuk Optimasi Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap
Waktu aserasi dan Nisbah Bahan/pelarut…..…………………………………. 79
26. Gambar Sisa Uji Kenormalan Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap
Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut……………………………..…...… 82
28. Gambar Garis Bentuk Optimasi Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap
Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut.….....................................……… 84
33. Frakmentasi Ion F10 Ekstrak Etanol pada (Croton tiglium L.)……………… 94
37. Panjang Usus Pada Beberapa Perlakuan Pemberian Dosis Ekstrak………….... 105
xvi
40. Penampakan Bobot dan Jumlah Feces Beberapa Perlakuan
Pemberian Dosis Ekstrak…………………………………………………….... 108
41. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Respon Positif Hewan Uji........................ 110
42. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Jumlah Mencit Yang Mati........................ 111
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
10. Hasil Analisis Nilai Estimasi, Standar Deviasi dan t Value Respon
Hasil Ekstrak Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan
Nisbah Bahan/pelarut…………………………………………………..……. 157
14. Hasil Analisis Nilai Estimasi, Standar Deviasi dan t Value Respon
Hasil Ekstrak Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah
Bahan/pelarut…………………………………………………………….…… 158
xviii
15. Hasil Uji Penyimpangan Model Pengaruh Waktu Maserasi
dan Nisbah Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Heksana…..………… 158
30. Data Pengamatan dan Hasil Perhitungan Uji Toksisitas Ekstrak Heksana
Terhadap Larva Udang Artemia salina……………………………...……… 166
xix
31. Persamaan Garis dengan Metode Regresi Linier Ekstrak Heksana
Terhadap Larva Udang Artemia salina…………………...……………….... 166
33. Data Pengamatan dan Hasil Perhitungan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol
Terhadap Larva Udang Artemia salina……………………………...……… 168
37. Pengaruh Pemberian Beberapa Perlakuan Terhadap Total Jumlah Feces….. 170
38. Pengaruh Pemberian Beberapa Perlakuan Terhadap Total Bobot Feces …... 171
41. Hasil Uji Dosis Efektif (ED50) Terhadap Hewan Uji Mencit………………. 175
42. Hasil Uji Dosis Lethal (LD50) Terhadap Hewan Uji Mencit……………….. 175
43. Neraca Massa Proses Pembuatan Ekstrak dan formulasi Kapsul…………… 176
44. Nisbah Daerah Permukaan dari Beberapa Hasil Laboratorium pada hewan
dan Manusia.................................................................................................... 177
45. Diagram Alir Rancangan Proses Ekstraksi dan Proses Produk Sediaan........ 178
xx
53. Rincian Biaya Tenaga Kerja……………………………………………….... 186
56. Rincian Kebutuhan Biaya bahan baku, bahan pembantu, dan kemasan…… 189
62. Perkiraan Rugi Laba untuk Kenaikan Bahan Baku, Input sebesar 10% … 194
63. Perkiraan Arus Kas untuk Kenaikan Bahan baku, Input, dan
Utilitas sebesar 10% ……………………………………………………… 195
66. Perkiraan Rugi Laba untuk kenaikan bahan baku, input dan
utilitas sebesar 15% ……………………………………………………… 198
67. Perkiraan Arus Kas untuk Kenaikan Bahan Baku, Input dan
Utilitas sebesar 10% ……………………………………………………… 199
71. Perkiraan Arus Kas untuk Penurunan Harga Jual sebesar 10% ………….. 203
72. Kriteria Investasi untuk Penurunan Harga Jual sebesar 10% …………….. 204
xxi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara besar yang memiliki tumbuhan obat di
dunia dengan keanekaragaman hayati tertinggi kedua setelah Brazil. Dari 40.000 jenis
flora yang ada di dunia sebanyak 30.000 jenis dijumpai di Indonesia dan 940 jenis
Keanekaragaman hayati ini merupakan aset nasional yang bernilai tinggi untuk
kecenderungan pola hidup kembali ke alam (back to nature) dengan keyakinan bahwa
mengkonsumsi obat alami relatif lebih aman dibandingkan dengan obat sintetik, maka
berdampak tingginya permintaan dunia akan obat alami sehingga prospek pasar
tumbuhan obat Indonesia di dalam maupun luar negeri semakin besar peluangnya.
Kondisi tersebut terlihat dari peningkatan nilai ekspor dan pasar lokal obat tradisional
Tabel 1. Peningkatan Ekspor dan Pasar Lokal Obat Tradisional Asli Indonesia
Ekspor Pasar Lokal
Tahun US$ Jumlah Jumlah (Triliun)
Negara Tujuan Perusahaan
2001 71.61 59 26 1.3
2002 97.98 71 31 1.5
2003 98.00 89 29 2.0
2004 101.5 62 37 2.3
2005 112.2 81 42 2.9
Sumber : Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI (2006)
senyawa bioaktif yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan obat
untuk industri. Para peneliti dari Jepang, Perancis , Belanda, Australia, Jerman, Swiss,
2
Amerika Serikat dan Inggris sangat aktif dalam meneliti tumbuhan obat Indonesia.
Peneliti dari Jepang sangat dominan, lebih dari 60% penelitian dilakukan oleh mereka.
Tanaman kamandrah (Croton tiglium L.) merupakan salah satu tanaman obat
yang terdapat di wilayah Indonesia. Setiap daerah mempunyai nama daerah sendiri
untuk tanaman ini. Di daerah Kalimantan Tengah, biji tanaman kamandrah (Croton
sebagai obat pencahar (Sangat et al., 2000). Dengan memakan seperempat bagian
bijinya, akan mempercepat buang air besar, sehingga biji tanaman kamandrah (Croton
tiglium L.) ini dapat digunakan pula sebagai obat sembelit. Walaupun demikian
pengetahuan masyarakat sekitar penggunaan tanaman ini sebagai tanaman obat hanya
sebatas informasi turun temurun belum diketahui dosis dan kandungan bahan aktif yang
terdapat dalam tanaman tersebut. Tanaman ini bila dieksplorasi dan dimanfaatkan tidak
menutup kemungkinan dapat menjadi produk bahan baku industri farmasi, sehingga
ilmiah bagi pengobatan modern. Agar pemakaian obat tradisional dapat dipertanggung
jawabkan, perlu dilakukan berbagai penelitian, baik untuk mencari komponen aktifnya
maupun untuk menilai efektivitas khasiat (efficacy) dan keamanannya (safety). Namun,
penelitian untuk menenukan komponen aktif dalam bentuk senyawa tunggal dalam obat
tradisional memakan waktu yang lama dan biaya yang tinggi, serta memerlukan
peralatan yang canggih. Tanaman obat merupakan komoditas yang spesifik karena
peryaratan mutu yang diterapkan mengacu pada kandungan senyawa aktif yang
diperoleh dari tanaman dikelompokan dalam golongan metabolit sekunder dari tanaman
Dari hasil penelusuran patent dan jurnal ternyata tidak ada patent dan jurnal
mengenai bahan aktif biji Croton tiglium yang digunakan sebagai bahan pencahar
(laksatif). Demikian juga tidak ada patent dan jurnal yang menghubungkan antara
penyakit sembelit yang diakibatkan oleh susah buang air besar dengan penggunaan biji
Croton tiglium. Telah ditemukan tentang ekstrak Croton, dari ke dua puluh patent dan
jurnal tersebut hanya ada 2 (020816 tgl 12 Desember 2001 dan 085848 tgl 27 Pebruari
2002) yang berisi ekstrak Euphorbiaceae (antara lain Croton tiglium), tetapi khasiat
Untuk menilai apakah suatu bahan tumbuhan layak digunakan sebagai obat
maka bahan tersebut harus aman (tidak beracun) dan berkhasiat. Batas keamanan suatu
obat ditetapkan dalam suatu indek/koefisien yang disebut indeks terapeutik atau luas
terapeutik. Indeks terapi suatu obat merupakan ukuran keamanan antara efek terapi dan
efek toksik. Makin besar indeks terapi suatu obat maka makin aman obat tersebut
Dalam perkembangan industri farmasi saat ini khususnya obat asli Indonesia,
penggolongan obat tradisional dibagi menjadi empat kelompok yaitu (1) jamu, (2)
menjadi kajian dalam penelitian ini adalah obat tradisional yang berasal dari ekstrak
terstandar. Menurut Badan POM (2005), ekstrak terstandar adalah hasil ekstrak dari
bahan alam secara praklinis dalam penggunaannya ekstrak tersebut telah teruji
Pembuatan sediaan ekstrak terstandar sebagai obat laksatif dari biji tanaman
kamandrah (Croton tiglium L.) merupakan salah satu alternatif untuk memanfaatkan
tanaman tersebut menjadi tanaman yang mempunyai nilai tambah secara ekonomi.
Menurut Anonim (1982), agar menjadi bahan ekstrak terstandar harus memenuhi
4
(syarat mutlak) bagi Indonesia pada umumnya dan daerah pada khususnya untuk
Dengan demikian teknologi proses menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam rangka
khususnya.
bioaktif biji kamandrah dan pengembangan teknologi proses ekstrak terstandar sebagai
bahan laksatif, sehingga pada akhirnya akan dapat meningkatkan nilai tambah dari
B. Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak biji kamandrah sebagai
bahan laksatif.
2. Mendapatkan dosis ekstrak biji kamandrah yang efektif sebagai bahan laksatif.
C. Hipotesis
1. Senyawa aktif dari hasil ekstrak etanol biji kamandrah diduga mempunyai khasiat
3. Hasil formulasi ekstrak etanol biji kamandrah dengan bahan tambahan lain,
kapsul.
4. Secara finansial industri ekstrak terstandar biji kamandrah sebagai bahan laksatif
2. Identifikasi dan karakterisasi senyawa aktif ekstrak biji kamandrah sebagai bahan
laksatif.
3. Penentuan dosis efektif khasiat dan keamanan ekstrak terstandar sebagai bahan
laksatif.
daerah lain tanaman ini disebut Simalakian (Sumatera Barat), ada, ceraken (Jawa),
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Croton
kecil atau perdu, tinggi antara 5-24 m. Batang tanaman kamandrah tegak, bulat,
berambut dan berwarna hijau. Daun tanaman dicirikan pada bagian pangkal daun
tepinya bergerigi, berseling, lonjong, pada bagian ujung runcing, pangkal membulat,
berdaun tunggal, panjang daun 3-4,5 cm, lebar 1-3,5 cm, tangkai silendris, panjang 2-
2,5 cm, pertulangan menyirip dan berwarna hijau. Bunganya dicirikan berbentuk
majemuk, bentuk bulir, diujung batang, kelopak membulat, bertoreh, warna hijau,
benang sari banyak, putih kekuningan, kepala putik bulat, kuning, mahkota bentuk
corong kuning. Buah berbentuk kotak, bulat, dengan diameter ± 0,5 cm, dan berwarna
hijau. Biji tanaman ini berbentuk bulat telur, kecil, dan berwarna hitam. Akar termasuk
terlalu sukar. Perbanyakan tumbuhan ini dengan bijinya sangat mudah dan untuk
(Croton tiglium L.) yang disebarkan ke permukaan tanah persemaian umumnya dapat
Tumbuhan ini berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Setiap batang tanaman
dapat menghasilkan 4-5 kg buah per tahun. Menurut Duke (1983) tumbuhan ini dapat
dipanen pada bulan Nopember sampai dengan Desember. Setiap tahunnya tanaman ini
kamandrah didunia cukup luas mulai dari India, Cina terus ke Asia tenggara. Pada
permukaan laut. Adapun penampakan tanaman kamandrah (Croton tiglium L.) seperti
pada Gambar 1.
mengandung rotenon dan saponin. Di Filipina, air rebusan akarnya digunakan untuk
bersifat abortif. Menurut Bimantoro (1977), minyak kental yang diperoleh dari biji
kamandrah (Croton tiglium L.) digunakan sebagai obat cuci perut, sedangkan minyak
encer digunakan sebagai penawar rasa nyeri. Adapun diagram pohon industri tanaman
Bahan abortif
Akar
Obat demam
Batang/ Insektisida
Ranting
Dimakan Pencahar
Biji
Minyak kental Cuci perut
Biji kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung stearin, palmitin, olein dan
berbagai macam senyawa lemak. Kandungan minyak croton yang terdapat dalam
9
bijinya berkisar 53-56% (Quisumbing, 1951). Menurut Hutapea (1994), akar tanaman
kamandrah berkhasiat sebagai obat demam dan daunnya untuk urus-urus. Sebagai obat
urus-urus dipakai ± 10 g daun kamandrah, dicuci dan disaring dengan 1 gelas air
matang, dan di saring. Hasil saringannya diminum sekaligus. Menurut Siagian dan
tanaman ini dapat digunakan sebagai obat antara lain irisan bijinya seberat 1.0-2.0 g
dapat digunakan sebagai obat pencahar, bijinya dibakar dan digiling dibalur pada
bagian perut dapat mengobati perut kembung. Daun tanaman ini juga bermanfaat
dengan cara dihancurkan memakai air, kemudian dibalur keseluruh tubuh sebagai obat
penurun panas. Sedangkan ranting/dahan dan batang tanaman ini bila dibakar akan
berbau khas, yang berfungsi sebagai bahan insektisida nabati (pengusir nyamuk).
Menurut Heyne (1988) hasil gerusan 0,5 biji kamandrah dapat digunakan untuk
temurun. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari
dibagi menjadi empat kelompok yaitu (1) obat tradisonal jamu, (2) ekstrak terstandar,
(3) fitofarmaka, dan (4) suplemen/nutrasetikal. Yang dimaksud dengan obat tradisional
jamu harus memenuhi kriteria (a) aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; (b)
klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris; dan (c) memenuhi persyaratan
mutu yang berlaku. Ekstrak terstandar harus memenuhi kriteria (a) aman sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan; (b) klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/pra klinik; dan
(c) telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk
10
jadi. Kelompok fitofarmaka harus memenuhi kriteria (a) aman sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan; (b) klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik;
(c) telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk
jadi; dan (d) memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Suplemen/nutrasetikal adalah
hasil ekstrak bahan alam yang digunakan untuk meningkatkan stamina atau kebugaran
tubuh, dalam penggunaannya hasil ekstrak tersebut dapat digunakan tanpa terlebih
mengandung 3,4% resin, 37 % oleat, 19,0% linoleat, 1,5% arakidat, 0,3% stearat, 0,9%
palmitat, 7,5% miristat, 0,8% format, laurat, linoleat, valerat, dan butirat, ditambah
Minyak kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung gliserida dari asam linoleat
(19 – 37%), asam oleat (19 – 37%), asam arakinat (1,5%), asam palmitat, asam stearat,
asam laurat, asam valerianat, asam bebas (8%) dan beberapa asam lainnya (Sutedjo,
1990). Menurut Hutapea (1994), kandungan kimia yang terdapat pada daun dan buah
kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung saponin, disamping itu daunnya juga
(Croton tiglium) terdapat beberapa senyawa bahan aktif yang dapat digunakan dalam
fitofarmaka :
1.Minyak croton (Croton tiglium) dan Sapium sebagai sumber hidro pada
Gambar 3.
11
OH
OH
12
13
H H
OH
4
O HO
CH 2 OH
Gambar 3. (4α,9α,12β,13α)-pentahidroksi-1,6-tigliadien-3-one
(Dictionary of Natural Products, 1982)
hidroxiadenosin, digunakan sebagai AMP siklis dalam jaringan otak, inhibitor pada
NH2
N
N
1
2
3
O N N
H
O
HOH2C
HO OH
guanopterin dengan formula molekul C5H5N5O. Adapun struktur kimia dari senyawa
NH2 NH2
H
N N
N N
1
3 9
HO N N O N
H N
H
dibandingkan metode ekstraksi yang lain. Maserasi dibedakan menjadi tiga jenis yaitu
Maserasi sederhana, kinetik Maserasi, dan Maserasi dengan penggunaan tekanan (List
and Scmidt, 1989). Metode Maserasi digunakan untuk mengekstrak contoh yang tidak
tahan panas sebab Maserasi merupakan metode ekstraksi yang tidak menggunakan
kemungkinan bersifat tidak tahan panas sehingga kerusakan komponen tersebut dapat
dihindari. Keuntungan metode Maserasi ialah metodenya yang sederhana dan dapat
menghindari terjadinya kerusakan komponen tertentu yang tidak tahan panas, tetapi
metode ini membutuhkan jumlah pelarut yang cukup banyak jika dibandingkan dengan
campuran komponen tidak terlarut dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi
dengan pelarut dilakukan dengan melarutkan bahan ke dalam suatu pelarut organik,
sehingga komponen pembentuk bahan akan terlarut ke dalam pelarut (Thorpe dan
perpindahan komponen bioaktif dari dalam bahan ke pelarut dapat dijelaskan dengan
teori difusi. Proses difusi merupakan pergerakan bahan secara spontan dan tidak dapat
kembali (irreversible) dari fase yang memiliki konsentrasi lebih tinggi menuju ke fase
dengan konsentrasi yang lebih rendah (Danesi, 1992). Proses ini akan terus
berlangsung selama komponen bahan padat yang akan dipisahkan menyebar diantara
kedua fase dan akan berakhir bila kedua fase berada dalam kesetimbangan.
Kesetimbangan akan terjadi bila seluruh zat terlarut sudah larut semuanya di dalam zat
cair dan konsentrasi larutan yang terbentuk menjadi seragam. Kondisi ini dapat
tercapai dengan mudah atau sulit tergantung pada struktur zat padatnya. Rangkaian
proses ekstraksi meliputi persiapan bahan yang akan diekstrak, kontak bahan dengan
pelarut, pemisahan residu dengan filtrat dan proses penghilangan pelarut dari ekstrak.
melalui dua tahapan pokok. Tahapan pertama adalah difusi dari dalam padatan ke
permukaan padatan dan tahapan kedua adalah perpindahan massa dari permukaan
padatan ke cairan. Kedua proses tersebut berlangsung secara seri. Bila salah satu
proses yang lambat, tetapi bila kedua proses berlangsung dengan cepat yang tidak jauh
berbeda, maka kecepatan ekstraksi ditentukan oleh kedua proses tersebut. Hasil ekstrak
yang diperoleh bergantung pada kandungan ekstrak yang terdapat pada contoh dan
jenis pelarut yang digunakan. Pelarut yang digunakan merupakan pelarut organik yang
14
mempunyai titik didih rendah, tidak beracun, dan tidak mudah terbakar. Kelarutan zat
Pemilihan pelarut untuk proses ekstraksi tergantung dari sifat komponen yang
akan diekstraksi. Salah satu sifat yang penting adalah polaritas suatu senyawa.
Ekstraksi senyawa aktif dari suatu jaringan tanaman dengan berbagai jenis pelarut pada
tingkat kepolaran yang berbeda bertujuan untuk memperoleh hasil yang optimum, baik
jumlah ekstrak maupun senyawa aktif yang terkandung dalam bahan. Menurut
McCabe dan Smith (1974) metode yang digunakan untuk melarutkan komponen yang
dapat larut dari zat padat yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut tertentu
ekstrak, absolut atau minyak dari daun, biji, akar, batang dan bagian lain dari tanaman
adalah etil asetat, heksan, petroleum eter, benzen, toluen, etanol, isopropanol, aseton,
dan air (Mukhopadhyay, 2002). Nilai titik didih dan polaritas beberapa pelarut tersebut
bahan, karena kontak antara bahan dan pelarut merupakan proses osmosis yang berjalan
lambat. Namun demikian, bahan yang terlalu halus dapat membentuk suspensi dengan
pelarut dan dapat terjadi penguapan senyawa volatil yang berlebihan sebelum proses
ekstraksi.
Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda dalam pelarut yang berbeda. Hal-
hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kemampuan
ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana terdiri dari Maserasi,
senyawa aktif dari tanaman obat adalah pemisahan secara fisik atau kimiawi dengan
bahan baku, difusi, pH, ukuran partikel, suhu, dan pemilihan pelarut. Penggembungan
baku memastikan penyerapan dari pelarut terhadap zat yang akan diekstrak. Dalam
mengekstrak senyawa aktif dari tanaman obat, pelarut haruslah terlarut secara
sempurna di dalam pelarut sehingga tercapai kesetimbangan antara pelarut dan bahan
terlarut.
memainkan peran dalam masalah selektivitas, sedangkan suhu dan pergerakan pelarut
menggunakan pompa atau mesin pengaduk yang akan membuat pencampuran pelarut
bahan yang lebih kecil akan cepat terekstrak bila dibandingkan dengan ukuran partikel
yang lebih besar. Hasil ekstraksi yang memberikan senyawa obat secara lengkap dapat
diperoleh jika pelarut memberikan selektivitas maksimum, yaitu yang paling baik
statistik yang digunakan untuk membentuk model dan menganalisis masalah dalam
suatu respon yang dipengaruhi oleh beberapa peubah dan bertujuan untuk
mengoptimalisasi respon ini (Box et al., 1978). Dalam banyak masalah RSM, bentuk
hubungan antara respon dan peubah bebasnya tidak diketahui. Jadi langkah pertama
adalah mendapatkan suatu pendugaan yang cocok untuk fungsi yang sebenarnya antara
y dan himpunan bebasnya. Untuk pendugaan ini biasanya digunakan suatu polinomial
orde rendah. Jika respon telah dimodelkan dengan baik oleh fungsi linier dari peubah
Hampir semua persoalan RSM menggunakan salah satu dari kedua model ini.
Memang model polinominal ini bukan satu-satunya model untuk menduga hubungan
17
fungsi yang sebenarnya, tetapi untuk wilayah yang relatif kecil maka model ini dapat
digunakan dengan baik. Metode kuadrat terkecil juga dapat digunakan untuk menduga
pendugaan yang memadai dari fungsi respon yang sebenarnya, maka analisis dari
(Montgomery, 1997).
permukaan respon yang pada dasarnya serupa dengan analisis regresi yaitu
kuadrat terkecil (least square method), hanya saja dalam analisis permukaan respon
optimum agar dapat ditemukan respon yang optimum. Penentuan kondisi operasi
proses dilakukan menggunakan analisis kononik dan analisis plot kontur permukaan
permukaan respon dalam bentuk kanonik. Sedangkan plot kontur adalah suatu seri
garis atau kurva yang mengidentifikasikan nilai-nilai peubah uji pada respon yang
konstan dan plot kontur ini memegang peranan penting dalam mempelajari analisis
permukaan respon.
Ada beberapa hal yang penting diketahui dalam melakukan optimasi antara lain
dalam pengujian model pada teknik optimasi untuk mengetahui ketepatan model
didasarkan atas uji penyimpangan model (lack of fit), koefisien determinasi (R2), uji
signifikan model, dan uji asumsi residual (Box et al., 1978). Dimaksud dengan
ketepatan model yang dianggap tepat bila uji simpangan model (lack of fit) apabila
18
bersifat tidak nyata secara statistik sedangkan suatu model dianggap tidak cocok untuk
menerangkan fenomena sistem yang dipelajari apabila uji lack of fit bersifat nyata
signifikansi model dan uji asumsi residual dilakukan untuk mengetahui pengaruh
variabel bebas terhadap respon dan jika model dikatakan tepat apabila uji asumsi
residual menunjukkan plot residual menyebar acak disekitar nol dan mendekati garis
sebagai tanaman obat, selanjutnya perlu diketahui senyawa aktif apa saja yang terdapat
mengetahui kandungan senyawa yang terkandung dalam bagian tanaman antara lain
a. Alkaloid
tumbuhan. Menurut Hutapea (1994), kandungan kimia yang terdapat pada daun
Telah diketahui sekitar 5500 senyawa alkaloid yang tersebar di berbagai famili.
Istilah alkaloid diberikan kepada golongan senyawa organik yang mengandung satu
atau lebih atom nitrogen, umumnya merupakan bagian dari cincin heterosiklik (sebagai
19
gugus amina atau amida) dan bersifat basa. Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai
bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit kayu. Selain ditemukan pada
tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah, alkaloid juga ditemukan pada hewan.
Pada umunya alkaloid banyak ditemukan pada tumbuhan yang termasuk kelas dikotil
dan alkaloid jarang ditemukan pada kelas Angiospermae. Alkaloid seringkali beracun
bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, sehingga
Sampai saat ini, penggolongan senyawa alkaloid belum ada yang digunakan
secara umum. Hal ini disebabkan alkaloid mempunyai struktur yang banyak jenisnya,
Alkaloid sebagian besar memiliki daya aktif farmakologi dan ada juga bersifat
racun. Alkaloid banyak digunakan dalam industri farmasi karena memiliki aktivitas
fisiologis yang menonjol. Manfaat alkaloid dalam bidang kesehatan adalah sebagai
pemacu sistem syaraf, menaikan tekanan darah, mengurangi rasa sakit dan dapat
sendiri, alkaloid berfungsi sebagai zat racun untuk melawan serangga atau hewan
kebutuhan akan sumber nitrogen atau elemen-elemen lain yang penting bagi tumbuhan,
dan merupakan hasil akhir pada reaksi detoksifikasi dari suatu zat berbahaya bagi
tumbuhan.
b. Flavonoid
berupa gula. Senyawa yang dapat digunakan sebagai pelarut dalam mengekstrak
flavonoid juga merupakan senyawa polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton,
– C6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh tiga karbon yang dapat atau
tidak dapat membentuk cincin ketiga. Susunan yang demikian menyebabkan golongan
senyawa ini dapat memiliki tiga macam bentuk struktur yaitu isoflavonoid,
neoflavonoid dan flavonoid. Perbedaan struktur dari ketiga flavonoid tersebut pada
letak gugus fenil rantai propana (C3). Adapun jalur biosintesis flavonoid dalam
CO2 H2O
Siklus
Calvin
O2
Fenilalanin
Asam Sinamat
Sinamil Alkohol
Flavonoid
senyawa flavonoid berfungsi sebagai zat antibiotik, seperti sebagai anti virus jamur,
anti peradangan pembuluh darah dan dapat digunakan sebagai racun ikan. Flavonoid
tumbuhan tingkat tinggi, tetapi tidak dalam mikroorganisme. Flavonoid terdapat pada
semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kulit kayu, tepung sari, bunga, buah dan
biji.
c. Steroid/Triterpenoid
Biji kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung stearin, palmitin, olein dan
kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung rotenon dan saponin. Di Filipina, air
disebut sebagai bahan yang bersifat abortif. Triterpenoid sendiri adalah senyawa yang
kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis
senyawa tidak berwarna, berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi, optik aktif
dan umumnya sukar dicirikan karena tidak memiliki kereaktifan kimia. Dengan
demikian triterpenoid dibagi menjadi empat golongan yaitu triterpena sejati, steroid,
diantaranya sebagai anti jamur, bakteri dan virus. Steroid dapat merangsang aktivitas
hormon estrogen dan progesterone pada satwa dan manusia. Steroid juga diketahui
d. Tanin
Menurut Hutapea (1994), kandungan kimia yang terdapat pada daun dan buah
kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung saponin, disamping itu daunnya juga
mengandung alkaloid dan polifenol. Tanin merupakan senyawa polifenol yang tersebar
luas dalam tumbuhan terutama dalam tumbuhan berpembuluh. Tanin terbagi dalam
dua kelompok yaitu tannin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Dalam uji kualitatif
tanin dapat membentuk kompleks dengan larutan feriklorida menghasilkan warna biru
kehitaman.
Tanin merupakan senyawa yang berpotensi sebagai astrigen, selain itu senyawa
pertumbuhan mikroorganisme).
e. Kuinon
yang memiliki dua gugus keton pada cincinnya. Senyawa kuinon terbagi atas empat
terhidroksilasi dan bersifat senyawa fenol. Sedangkan kuinon isoprenoid terlibat dalam
farmakologi suatu senyawa. Senyawa aktif yang dikandung ekstrak kasar tumbuhan
akan menghasilkan tingkat kematian yang tinggi. Uji toksisitas akut dilakukan sebagai
pemenuhan atas prasyarat keamanan calon obat untuk pemakaian pada manusia dan
hewan. Nilai pengujian yang diperoleh ini selanjutnya akan menjadi penentu kriteria
keamanan formulasi obat. Kriteria penilaian dosis letal akut mulai dari yang praktis
penentuan LD50, yaitu dosis tertentu yang menyebabkan kematian pada 50% hewan
percobaan, sedangkan yang dimaksud dengan ED50 adalah dosis efektif tertentu pada
50% hewan percobaan. Angka 50, merupakan batas dosis tertinggi pada penentuan
varian dosis ekstrak dalam pengujian, dimana memilki variasi yang relatif rendah
antara hewan uji yang sensitif dan resisten. Nilai LD50 yang merupakan dosis efektif
dari suatu obat dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa faktor tersebut antara lain
spesies hewan percobaan, umur hewan, berat badan hewan, jenis kelamin dan
kesehatan hewan.
24
ditentukan dengan letal Dosis 50 (LD50). LD50 adalah dosis dari suatu bahan yang
menyebabkan 50% kematian dalam suatu populasi. LD50 dapat digunakan untuk
menentukan toksisitas dari suatu zat. Data mortalitas hewan uji yang diperoleh dapat
diolah untuk mendapatkan nilai LD50 dengan selang kepercayaan 95% dengan
menggunakan probit analysis method yang pertama kali dikemukakan oleh Finney.
Nilai LD50 ini dijadikan sebagai batas konsentrasi tertinggi pada penentuan varian
konsentrasi ekstrak dalam uji enzimatik. Menurut Meyer et al., (1982) apabila hasil
penelitian menunjukkan nilai LC50 < 1000 ppm maka bahan yang diuji dikatakan
konsistensi tinja menjadi lembek, sampai cair serta menambah massa tinja yang
dikeluarkan. Frekuensi defekasi yang berkurang, demikian juga massa tinja yang
berkurang, konsistensi tinja yang bertambah keras, disebabkan terutama karena terjadi
dehidrasi material yang tinggal terlampau lama di dalam usus besar sebelum
dikeluarkan.
cairan di dalam kolon, sehingga meningkat massa isi kolon, meningkatkan kelembekan
atau tidak langsung terhadap mukosa kolon untuk mengurangi absorpsi berat bersih
dari air dan NaCl, 3) laksansia dapat bekerja meningkatkan motilitas usus sehingga
absorpsi air dan garam berkurang sebagai akibat perpendekan waktu lintas usus.
Menurut Smith (1982) ada tiga cara kerja dari obat pencahar dalam usus yaitu
menimbulkan refleks peristalsis dalam usus, bahan yang dapat digunakan antara lain
minyak kastor, kalomel, sulfur, fenol pthalein, dan minyak croton. Pencahar sebagai
emolien bertujuan sebagai pelunak feces yang terdapat dalam usus, bahan yang
digunakan dapat berupa parafin cair, lemak dan lain-lain. Sedangkan pencahar sebagai
pembentuk massa bertujuan sebagai merenggang usus besar, bahan yang digunakan
Senyawa aktif yang bekerja terhadap usus halus melalui proses hidrolisis dan kerja
et al., 1990).
Menurut Schmitt (1996) senyawa bioaktif juga dapat bereaksi dengan membran
dinding sel intraselular. Kondisi ini terjadi pada senyawa fenol yang dapat
pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat serta menghambat ikatan ATP-ase
pada membran. Selain itu senyawa bioaktif dapat mengubah permeabilitas membran
digunakan sebagai laksatif atau pencahar. Jika digunakan dengan dosis yang tepat,
berguna untuk memudahkan defekasi pada pasien dengan hemoroid, hernia atau
bawah. Menurut Doerge dalam Wilson and Gisvold, (1982) ada beberapa sediaan obat
a. Minyak Mineral
Parafin cair, minyak mineral putih, petrolatum cair berat. Minyak mineral
bervariasi dari C18 sampai C24. Minyak mineral digunakan secara luas sebagai lubrikan
usus dan laksatif untuk pelunakan kandungan usus bagian bawah dalam pengobatan
hemoroid dan gangguan rektal. Dosis yang lazim digunakan adalah 15 sampai 60 ml,
sekali sehari.
27
b. Minyak Jarak
Minyak ini diperoleh dari ekstraksi biji Ricinus communis Linne (famili
Euphorbiaceae). Disebabkan adanya gliserida asam risinoleat (80%), minyak ini dapat
digunakan sebagai laksatif. Minyak ini dapat larut dalam alkohol, dengan demikian
alkohol disebabkan adanya gugus hidroksil dalam resinolein. Dosis yang umum
c. Bisakodil
tidak berasa yang praktis tidak larut dalam air dan larutan alkalis, larut dalam asam dan
pelarut organik. Struktur kimia dari ester diasetat 4,4’-(2-piridilmetilen) difenol seperti
pada Gambar 8.
O
O C CH 3
O
C O C CH 3
N H
Bisakodil terlihat bereaksi langsung pada kolon dan mokusa rektal dengan efek
kecil pada usus halus. Dosis yang lazim digunakan adalah 10 mg per kg.berat badan.
d. Dantron
Jenis bahan aktif sebagai pencahar yang biasa dijual dipasaran adalah
Dantron diberikan secara oral pada waktu mau tidur. Sering digunakan dalam
kombinasi dengan zat pelunak tinja, dioktil natriumsulfosuksinat. Dosis yang lazim
digunakan adalah 75 sampai 150 mg per kg.berat badan. Struktur kimianya seperti pada
Gambar 9.
HO O HO
e. Fenolftalein
Struktur kimia senyawa ini adalah 3,3-bis (p-hiroksifenil) ftalida, berupa serbuk
kristalin putih atau putih kekuning-kuningan, larut dalam alkohol (1:15), dalam eter
(1:100) dan dalam basa encer tetapi hampir tidak larut dalam air. Sediaan yang dijual
dipasaran adalah tablet fenol fthalein dengan dosis penggunaan 60 mg per meter
f. Metoklopramid hidroklorida
Reglan@. Zat ini digunakan dengan injeksi untuk meningkatkan motilitas saluran cerna
bagian atas. Digunakan untuk memudahkan intubasi usus kecil dan merangsang
pengosongan lambung dan transit intestinal batrium sulfat. Struktur kimianya adalah
Cl
O
C2H5
H2 N C HN CH2CH2N .HCl
C2H5
OCH3
1. Perancangan Proses
melibatkan kegiatan kreatif. Oleh karena itu perancangan proses adalah kegiatan
peralatan dan proses untuk menghasilkan bahan baru atau meningkatkan nilai tambah
suatu bahan.
tanaman kamandrah (Croton tiglium L.) menjadi bahan ekstrak terstandar. Menurut
Seider et al., (1999) tujuan rekayasa adalah menciptakan produk baru yang dalam
adalah berawal dari masalah yang tak terdefinisikan dan diupayakan menjadi
informasi diperlukan beberapa asumsi yang berkaitan dengan jenis satuan proses yang
30
digunakan dan rangkaian satuan-satuan, serta kondisi proses yang akan diterapkan. Pola
kegiatan yang berurutan dan terpadu inilah yang merupakan suatu sintesis (Seider et al.,
(1999). Menurut Rudd dan Watson (1973), sintesis proses yang dikemukakan meliputi
lima tahapan yaitu (1) pemilihan jalur reaksi atau proses, (2) alokasi bahan atau
pereaksi, (3) pertimbangan teknik pemisahan atau proses hilir, (4) pemilihan operasi
Setiap proses sintesis sebaiknya diikuti dengan analisis yang tidak hanya
kondisi sistem yang optimum. Menurut Hartmann dan Kaplick (1990) sintesis sistem
adalah pengubahan input yang ada menjadi output yang merupakan perancangan
elemen komplek, interkoneksi dan model fungsi. Sedangkan sintesis proses meliputi
jalur proses, makro/unit proses, kolom distilasi, sub atau parsial proses, elemen
Dalam melakukan sintesis proses metode yang dapat digunakan adalah metode
untuk mengurangi pilihan proses tertentu untuk pertimbangan lebih lanjut. Menurut
Douglas (1988) ada lima langkah heuristik untuk perancangan proses, (1) penentuan
proses curah (batch) atau sinambung (continous), (2) penentuan struktur masukan dan
keluaran untuk penyusunan diagram alir proses, (3) pertimbangan adanya struktur daur
ulang (recycle) pada diagram alir, (4) penyusunan struktur sistem pemisahan (sistem
pemisahan fasa uap dan sistem pemisahan fasa cair), serta (5) penyusunan jaringan
penukar panas.
Menurut Seider et al., (1999) teknik heuristik untuk perancangan proses terdiri
dari lima tahapan (1) pengurangan perbedaan jenis molekul bahan atau pemilihan jalur
reaksi/proses, (2) pembagian pereaksi atau bahan dengan cara mempertemukan sumber
31
dan tujuan proses, (3) pengurangan perbedaan komposisi, yang antara lain dilakukan
dengan penerapan sistem pemisahan, (4) pengurangan perbedaan suhu, tekanan, dan
fasa, (5) pemaduan tahapan, yaitu menggabungkan kegiatan operasi ke dalam satuan-
satuan proses. Tiap tahapan heuristik senantiasa merupakan hasil pilihan terbaik dari
beberapa pilihan yang dicanangkan. Oleh karena itu pengambilan keputusan secara
heuristik dalam perancangan proses dapat digambarkan sebagai pohon sintesis. Hasil
akhir dari sintesis adalah tersusun rancangan awal diagram alir proses yang
menunjukkan proses yang akan dikembangkan serta penentuan satuan operasi serta
Metode simulasi proses adalah suatu metode simulasi yang bertujuan untuk
Sciences, Inc.) dan CHEMCAD (Chem Stations, Inc.), kemudian dianalisis terhadap
output yang dihasilkan (Seider dan Seader, 1999) . Untuk menduga kelayakan dari
pemilihan metode yang digunakan, aplikasi produk, penentuan kapasitas produk dan
pemilihan unit operasi proses yang sesuai, serta penentuan kondisi input yang
diinginkan (Zhang et al., 2003). Komponen yang digunakan sebagian besar berupa
metanol, gliserol, asam sulfur, sodium hidroksida dan air. Sedangkan unit proses utama
yang diperlukan meliputi reaktor, kolum distilasi, kolum ekstraksi, pumpa, dan
separator.
proses yang lengkap agar hasil yang diperoleh lebih akurat. Meskipun terdapat
32
beberapa perbedaan antara hasil pendugaan simulasi proses dan kenyataan operasi
proses yang dilakukan tetapi hasil simulasi menggunakan software komputer dalam
suatu proses operasi informasinya lebih dapat dipercaya, sebab secara keseluruhan
proses dikemas dalam termodinamika, yang banyak memuat komponen pustaka dan
lebih jauh, diperlukan analisis evaluasi kelayakan teknis dan ekonomis rancangan
terhadap pengembangan proses meliputi : Net Present Value (NVP), Internal Rate of
Return (IRR), Profitability Index (PI), Payback Period (PBP), serta analisis sensitivitas
yang memberi nilai tambah dari produk yang dikaji. Adapun perhitungannya dilakukan
sebagai berikut :
Net Present Value (NVP) merupakan aliran kas (net cas flow) di masa akan
datang yang didiskontokan menjadi nilai sekarang dengan tingkat suku bunga tertentu.
Po = ΣY t (1 + i)-t
t=0
dengan,
Po = Net Present Value
Yt = Net Cash Flow pada akhir periode t
ij = umur ekonomis
t = periode investasi (t = 0,1,2, …, N)
J = periode di dalam t (j = 0,1,2,…, t)
33
layak jika NPV > 0 (positif), sedangkan untuk investasi yang bersifat mutually
Internal Rate of Return (IRR) merupakan tingkat bunga (i) yang menyebabkan
nilai NPV sama dengan nol, sehingga nilai sekarang (present value) dari aliran uang
tunai yang masuk sama dengan nilai sekarang dari aliran uang tunai yang keluar.
PV (i2 – i1)
IRR = i +
PV + NV
dengan,
PV = NPV positif
NV = NPV negatif
I1 = tingkat bunga PV
I2 = tingkat bunga NV
Kriteria pembanding IRR adalah tingkat suku bunga yang berlaku (i), jika IRR
penerimaan kas bersih pada masa mendatang dengan nilai sekarang investasi. Proyek
dapat dikatakan menguntungkan jika memiliki nilai PI > 1. Profitability Index (PI)
P
PI =
I
dengan,
PI = profitability index
P = nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih
I = nilai sekarang investasi
34
Payback Period (PBP) adalah periode atau jangka waktu yang dibutuhkan
kriteria waktu. Perhitungan dalam menentukan Payback Period (PBP) adalah sebagai
berikut :
P
PBP =
Y
dengan,
P = investasi awal pada t = 0
Y = aliran uang seragam pada akhir periode uang dihasilkan oleh proyek atau
aliran uang masuk tiap tahun.
d. Analisis Sensitivitas
investasi meningkat akibat dari meningkatnya nilai tukar US$ terhadap rupiah.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Juni 2005 sampai dengan Mei 2007.
Kimia Terpadu IPB, Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB Bogor, Laboratorium
1. Bahan Utama
(Croton tiglium L.) yang diambil bijinya untuk di ekstraksi dan diuji bioaktifitasnya.
Tanaman ini diambil dari daerah asalnya di Tamiang Layang, Kabupaten Barito Timur,
Tamiang Layang,
Kabupaten Barito Timur,
Propinsi Kalimantan
Tengah
Gambar 11. Daerah Penghasil Bahan Baku Tanaman Kamandrah (Croton tiglium L.)
Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah
36
2. Bahan Pembantu
Bahan pembantu lain yang digunakan untuk menunjang penelitian ini adalah
pelarut kimia etanol (PA), heksana (PA), aquades, aseton, asam askorbat, butanol, dietil
eter, oleum ricinin (OR), Na2SO4, KOH, NaCl fisiologis, NaHCO3 dan NH4OH.
3. Hewan Uji
Hewan uji yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan
4. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat ekstraksi menggunakan alat
Maserator, Soxhlet dan Perkolasi. Alat identifikasi senyawa aktif menggunakan Gas
magnetik, corong buchner, kertas saring, kertas isap, neraca analitik, candle jar, lilin,
swap, blender, sentrifuse, ice box, stirer, autoclave, inkubator, laminar flow, mikroskop,
object glass, mikropipet, kaca pembesar, cawan petri, tabung reaksi, botol steril, labu
ukur, cawan petri, botol scott, botol kecil dan alat gelas lainnya.
C. Metode Penelitian
optimasi proses ekstraksi untuk memperoleh rendemen ekstrak heksana dan etanol,
penentuan kandungan bahan aktif ekstrak heksana dan etanol, penentuan dosis ekstrak
terstandar yang efektif sebagai bahan laksatif, dan perancangan proses produk sediaan
dan analisis kelayakan finansial. Adapun diagram alir proses tahapan penelitian ini
Penentuan Karakteristik
Kadar Air dan Proksimat
Ekstraksi Pelarut
Heksana dan Etanol
Ekstrak Terpilih
Aplikasi Produk
Perancangan Proses :
Sintesis Proses
Stop
pendahuluan (empirical studies) dengan tujuan untuk memastikan bahwa tanaman yang
diteliti dan digunakan adalah tanaman kamandrah yang selama ini dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar secara turun-temurun sebagai obat tradisionil (Badan POM, 2005).
Identifikasi dan evaluasi taksonomi dilakukan oleh Pusat Penelitian Biologi LIPI
Bogor.
serbuk biji kamandrah (Croton tiglium L.) yang meliputi kadar air dan kandungan
proksimat antara lain kadar lemak, kadar serat, kadar protein, kadar abu, dan kadar
dasar yang nantinya digunakan dalam melakukan ekstraksi dan perancangan proses.
bahan akan terlarut ke dalam pelarut. Menurut Harborne (1987) senyawa polar
diekstraksi menggunakan pelarut polar dan senyawa non polar dapat diektraksi
menggunakan senyawa non polar. Pada penelitian ini pelarut polar menggunakan etanol
yang dicoba berpengaruh secara kualitatif terhadap rendemen ekstrak yang diperoleh.
menggunakan pelarut heksana dan etanol pada waktu pengamatan yang dilakukan
sesuai dengan perlakuan empat sampai delapan hari, sedangkan nisbah bahan/pelarut
1/3 sampai 1/7. Ekstrak kasar serbuk biji kamandrah disaring menggunakan kertas
sehingga diperoleh ekstrak yang bebas pelarut. Hasil ekstrak yang diperoleh digunakan
faktor yang diulang sebanyak dua kali. Masing-masing faktor tersebut terdiri dari
beberapa taraf sebagai berikut : Faktor I terdiri atas waktu perendamen : A1 = 4 hari, A2
= 6 hari, dan A3 = 8 hari. Faktor II terdiri atas nisbah bahan/pelarut : B1 = 1/3, B2 = 1/5
dan B3 = 1/7.
dengan :
Yijk = peubah yang diukur
µ = rata-rata umum
Ai = pengaruh faktor A (waktu perendaman) ke-i, (i = 1, 2)
Bj = pengaruh faktor B (nisbah bahan/pelarut) ke-j (j=1,2)
(AB)ij = pengaruh interaksi faktor A pada taraf ke-i dan faktor B pada taraf ke-j.
ε(ijkl) = galat percobaan
Analisis Data
waktu Maserasi dan nisbah bahan/pelarut yang dapat memaksimalkan hasil ekstrak biji
kamandrah (Croton tiglium L). Pencarian peubah optimum ini menggunakan Response
Surface Method (RSM) (Box et al., 1978). Tujuan metode ini adalah untuk melihat pola
waktu maserasi dan nisbah bahan/pelarut untuk memperoleh hasil ekstrak yang
optimal. Peubah yang diamati adalah hasil ekstrak (g) yang diperoleh dari hasil proses
ekstraksi yang dimulai dari maserasi 5 g serbuk biji kamandrah pada waktu dan rasio
Rancangan Percobaan
(RSM). Menurut Box dan Draper (1987) ada beberapa langkah-langkah yang
digunakan dalam penggunaan metode Response Surface Methode (RSM) adalah (a)
menentukan peubah respon dan peubah bebas yang berpengaruh terhadap peubah
respon dan menentukan range dari masing-masing peubah bebas, (b) membuat model
persamaan pada orde pertama dan uji kesahihan model dengan mengetahui ada
tidaknya lack of fit dengan menggunakan analisis keragaman dan dilanjutkan dengan
membuat rancangan pada percobaan orde kedua, (c) membuat dan menguji model orde
kedua, (d) pemeriksaan dan pengujian asumsi terhadap model, (e) menentukan kondisi
41
optimum dari model yang sesuai, (f) menganalisa kanonik untuk mempermudah
Dua peubah berpengaruh yang dicoba dalam penelitian ini yaitu (1) waktu
maserasi (X1), dan (2) nisbah bahan/pelarut (X2). Peubah, kode dan taraf kode yang
Tabel 4. Peubah, Kode dan Taraf Kode pada Proses Maserasi Menggunakan Pelarut
Heksana
Taraf Kode
No. Peubah Kode Rendah Sedang Tinggi
(-1) (0) (+1)
1. Waktu Maserasi (hr) X1 4 6 8
2. Nisbah Bahan/pelarut (g) X2 1:3 1:5 1:7
rancangan titik faktorial dua faktor dan titik pusat sebanyak dua Ulangan. Rancangan
percobaan untuk pendugaan model linier terdiri dari empat unit percobaan faktorial dan
empat unit percobaan titik pusat (center points). Pembentukan model kuadratik
dilanjutkan percobaan rancangan titik bintang (star point) dengan faktor dapat diputar
(α) sebesar ± 2k/4 dimana k adalah jumlah faktor. Adapun matrik rancangan percobaan
dengan,
Y = peubah respon
X1 = peubah bebas waktu Maserasi
X2 = peubah bebas nisbah bahan/pelarut heksana
ε = peubah galat
lunak Statistical Analysis System (SAS) versi 9 dan Statistika versi 6 untuk
42
mendapatkan bentuk permukaan respon dan gambar garis bentuk dari hasil ekstrak
yang diperoleh.
waktu Maserasi dan nisbah bahan/pelarut untuk memperoleh hasil ekstrak yang
optimal. Peubah yang diamati adalah hasil ekstrak (g) yang diperoleh dari hasil proses
ekstraksi yang dimulai dari Maserasi 5 g serbuk biji kamandrah pada waktu dan nisbah
rotavapor pada suhu 60oC selama 45 menit, sehingga diperoleh ekstrak kental.
Rancangan Percobaan
(RSM). Menurut Box dan Draper (1987) ada beberapa langkah-langkah yang
digunakan dalam penggunaan metode Response Surface Methode (RSM) adalah (a)
menentukan peubah respon dan peubah bebas yang berpengaruh terhadap peubah
respon dan menentukan range dari masing-masing variabel bebas, (b) membuat model
persamaan pada orde pertama dan uji kesahihan model dengan mengetahui ada
tidaknya lack of fit dengan menggunakan analisis keragaman dan dilanjutkan dengan
membuat rancangan pada percobaan orde kedua, (c) membuat dan menguji model orde
kedua, (d) pemeriksaan dan pengujian asumsi terhadap model, (e) menentukan kondisi
optimum dari model yang sesuai, (f) menganalisa kanonik untuk mempermudah
Dua peubah berpengaruh yang dicoba dalam penelitian ini yaitu (1) waktu
maserasi (X1), dan (2) nisbah bahan/pelarut (X2). Peubah, kode dan taraf kode yang
Tabel 6. Peubah, Kode dan Taraf Kode pada Proses Maserasi Menggunakan Pelarut
Etanol
Taraf Kode
Rendah Sedang Tinggi
No. Peubah Kode
(-1) (0) (+1)
1. Waktu Maserasi (hr) X1 4 6 8
2. Nisbah Bahan/pelarut (g) X2 1:3 1:5 1:7
rancangan titik faktorial dua faktor dan titik pusat sebanyak dua ulangan. Rancangan
percobaan untuk pendugaan model linier terdiri dari empat unit percobaan faktorial dan
empat unit percobaan titik pusat (center points). Pembentukan model kuadratik
dilanjutkan percobaan rancangan titik bintang (star point) dengan faktor dapat diputar
(α) sebesar ± 2k/4 dengan k adalah jumlah faktor. Adapun matrik rancangan percobaan
Tabel 7. Rancangan Percobaan 2 Faktor Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu
Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut
1 -1 -1 4 1:3
3 -1 1 4 1:7
4 1 1 8 1:5
5 0 0 6 1:5
7 0 0 6 1:5
8 0 0 6 1:5
11 0 -1.414 6 7.828
12 0 1.414 6 2.172
Model persamaan kondisi optimum respon hasil ekstrak etanol terhadap waktu
dengan,
Y = peubah respon
X1 = peubah bebas waktu maserasi
X2 = peubah bebas nisbah bahan/pelarut etanol
ε = komponen galat
lunak Statistical Analysis System (SAS) versi 9 dan Statistika versi 6 untuk
45
mendapatkan bentuk permukaan respon dan gambar garis bentuk dari hasil ekstrak
yang diperoleh.
untuk mengetahui kandungan aktif yang terdapat dalam ekstrak heksana dan etanol,
Alkaloid
kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan H2SO4 2M. Pada fraksi asam
terdapat endapan putih dengan pereaksi Meyer, endapan merah jingga dengan pereaksi
Dragendorf, dan endapan coklat dengan pereaksi Wagner, maka dinyatakan positif
terdapat alkaloid.
Flavonoid
selama 5 menit, kemudian ditambah serbuk Mg, 0,2 ml HCl pekat, dan beberapa tetes
amil alkohol. Larutan dikocok dan dibiarkan terjadi pemisahan. Adanya flavonoid
Steroid/Triterpenoid
kemudian ditambahkan eter. Lapisan eter diambil untuk diuji dengan pereaksi
46
Tanin
menit dan disaring. Ke dalam sebagian filtrat ditambahkan FeCl3 1%. Adanya tanin
dalam penangas air selama 20 menit. Tabung diangkat dan didinginkan pada suhu
kamar, ditambahkan larutan NaCl jenuh 2 ml dan heksana 1 ml serta dikocok selama 1-
Lapisan heksana dipindahkan kedalam botol kecil berisi 0,1 g NaSO4 anhidrat
botol kecil dan contoh siap diinjeksikan ke dalam kromatografi gas dengan kondisi
seperangkat komputer dengan program Class-5000 Ver. 1.1 (Anonim, 1994). Kondisi,
(1998).
(1) udara (tanpa contoh dan pelarut), (2) pelarut dietil eter, (3) pelarut dietil eter yang
telah dipekatkan, (4) konsentrat mudah menguap hasil ekstraksi 90 menit terhadap
serbuk biji kamandrah hasil ekstraksi, (5) konsentrat mudah menguap hasil ekstraksi 90
menit terhadap residu serbuk biji kamandrah yang telah dikurangi lemak-minyaknya,
dan (6) konsentrat mudah menguap hasil ekstrak 90 menit terhadap residu serbuk biji
menguap dilakukan dengan bantuan komputer melalui proses pencocokan pola spektra
massa masing-masing komponen mudah menguap biji kamandrah yang terpisah dengan
menggunakan koleksi spektra massa dari NIST (National Institute Standard and
Tecnology)-USA.
alat, spesifikasi dan pengaturan yang telah disesuaikan, seperti pada Tabel 9.
Institute Standard and Tecnology (NIST) yaitu NIST 12 dan NIST 62 yang memiliki
Untuk menetapkan nilai Linier Retention Indices (LRI) dari setiap spektra yang
muncul dilakukan dengan perhitungan menggunakan data waktu retensi dari n-alkana
standar (C8 – C22) yang disuntikkan dengan konsentrasi 0,1% pada kondisi yang sama
membandingkan LRI komponen hasil perhitungan dengan nilai LRI suatu komponen
tertentu dari pustaka. Senyawa teridentifikasi dapat dipastikan bila nilai LRI hasil
perhitungan memiliki nilai yang sama atau hampir sama dengan nilai LRI dari pustaka.
komponen senyawa apa saja yang terdapat dalam ekstrak etanol tersebut. Oleh karena
ekstrak etanol merupakan ekstrak yang bersifat polar, maka dilakukan identifikasi
alat, spesifikasi dan pengaturan yang telah disesuaikan. Penafsiran spektra massa LC-
5000 (Shimadzu) dengan database National Institute Standard and Tecnology (NIST)
yaitu NIST 12 dan NIST 62 yang memiliki lebih dari 62.000 pola. Untuk mencari nilai
Linier Retention Indices (LRI) dari setiap spektra yang muncul dilakukan dengan
perhitungan menggunakan data waktu retensi dari n-alkana standar (C8 – C22) yang
disuntikkan dengan konsentrasi 0,1% pada kondisi yang sama dengan kondisi
membandingkan LRI komponen hasil perhitungan dengan nilai LRI suatu komponen
tertentu dari pustaka. Senyawa teridentifikasi dapat dipastikan bila nilai LRI hasil
perhitungan memiliki nilai yang sama atau hampir sama dengan nilai LRI dari pustaka.
50
Metode yang banyak digunakan untuk pencarian senyawa aktif baru yang
berasal dari tumbuhan tingkat tinggi biasanya dilakukan dengan uji toksisitas larva
udang. Metode ini cukup praktis, cepat, mudah, murah dan akurasi tinggi.
farmakologis suatu senyawa. Senyawa aktif yang dikandung ekstrak kasar tumbuhan
dapat diketahui jumlah penggunaan konsentrasi yang tepat. Tingkat konsentrasi yang
adalah konsentrasi dari suatu bahan yang menyebabkan 50% kematian dalam suatu
populasi. LC50 dapat digunakan untuk menentukan toksisitas suatu zat. Data kematian
hewan uji yang diperoleh dapat diolah untuk mendapatkan nilai LC50 dengan selang
kepercayaan 95% dengan menggunakan probit analysis method yang pertama kali
dikemukakan oleh Finney. Nilai LC50 ini dijadikan sebagai batas konsentrasi tertinggi
Uji mortalitas larva udang Artemia salina Leach merupakan salah satu metode
uji bioaktif pada penelitian senyawa bahan alam (Laughlin dan Ferrigni., 1991).
Metode ini telah digunakan untuk berbagai pengamatan bioaktivitas antara lain untuk
karsinogenesitas suatu senyawa, serta polutan air laut (Meyer et al., 1982). Beberapa
keuntungan dari uji bioaktif menggunakan larva udang adalah waktu uji yang cepat,
murah, tidak perlu terlalu aseptis, sederhana, tidak memerlukan keahlian khusus, dan
tidak memerlukan peralatan khusus. Menurut Meyer et al., (1982) apabila hasil
penelitian menunjukkan nilai LC50 < 1000 ppm maka bahan yang diuji dikatakan
Terhadap larva udang Artemia salina ini dilakukan sebagai uji pendahuluan untuk
menentukan nilai LC50 sebelum melakukan uji toksisitas terhadap hewan uji mencit.
Diharapkan hasil pengujian ini sebagai gambaran untuk menentukan dosis pengujian
selanjutnya.
Tatacara Percobaan
Telur udang ditempatkan pada kotak penetasan yang telah disekat pada bagian
tengahnya. Kemudian diberi air laut secara perlahan sampai setengah dari volume total
dan bagian kotak yang berisi telur udang ditutup dengan timah aluminum, kotak yang
telah ditutup ditempatkan dibawah sinar lampu, telur ditetaskan selama 24 jam, telur
yang telah menetas akan menjadi larva yang kemudian akan berenang ke bagian kotak
yang tidak tertutup oleh timah aluminum, sedangkan cangkangnya akan tertinggal
sehingga tidak mengganggu pada saat pengambilan larva untuk uji BSLT. Setelah 48
ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 1 ml air laut, contoh sukar larut ditambah 10 µl
52
DMSO sebelum penambahan air laut, dikocok hingga homogen. Larutan induk (200
ppm) yang telah dibuat dilakukan pengenceran sehingga didapat dosis 200 dan 20 ppm.
Pembuatan larutan seri. Untuk membuat larutan contoh konsentrasi 200 ppm
dengan cara menyiapkan sebanyak 100 µl larutan induk, kemudian dipipet ke dalam
botol kecil lalu ditambah 900 µl air laut kemudian dikocok hingga homogen.
Pembuatan larutan contoh konsentrasi 20 ppm dilakukan sebanyak 100 µl dari larutan
dengan konsentrasi 200 ppm dipipet ke dalam botol kecil lalu ditambah 900 µl air laut
Sebanyak 10-12 ekor larva udang dimasukkan ke dalam botol kecil yang diisi
100 µl air laut, kemudian ditambah 100 µl larutan contoh. Selanjutnya botol kecil yang
telah berisi larva udang dalam air laut tersebut didiamkan di bawah sinar lampu selama
Pengamatan
Analisis Data
digunakan untuk menghitung toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) adalah
sebagai berikut:
Uji coba dilakukan pada mencit jantan (ddY) berbobot badan antara 28 – 40 g.
Sebelum percobaan dilakukan mencit di-aklimatisasi selama satu minggu. Hewan yang
(a) Hewan Uji Mencit Jantan (b) Pengujian Pada Hewan Uji
Gambar 13. Uji Khasiat Ekstrak Biji Kamandrah Terhadap Hewan Uji Mencit
Kelompok I sebagai kelompok kontrol (-) memperoleh air 0.1 ml /30 g bobot
badan (bb), kelompok II memperoleh Oleum Ricini (OR) dosis 0.75 ml/30 g bb sebagai
kelompok kontrol (+), dan kelompok yang memperoleh ekstrak kamandrah (Croton oil)
dosis 0.03 (Kelompok III), 0.06 (kelompok IV) dan 0.09 ml/30 g bb (kelompok V).
Sebelum perlakuan mencit dipuasakan/ tidak diberi pakan selama 18 jam tetapi
air minum tetap diberikan ad libitum. Pada menit ke 0 (t0) sediaan uji diberikan
intragastrik dengan menggunakan sonde lambung kemudian dengan cara yang sama
54
diberikan larutan norit dosis 0.1 ml/30 g pada menit ke 45 (t45). Pada akhir percobaan
yaitu pada menit ke 65 (t65) mencit dieuthanasi dengan khloroform kemudian ususnya
dikeluarkan. Panjang usus dari pylorus ke rektum dan panjang usus yang dilewati
marker norit diukur. Nisbah antara panjang usus yang terlewati marker (A) dengan
karakteristik tinja normal. Rerata berat badan pada waktu uji coba adalah 30 gram.
Hewan coba dikelompokkan secara acak menjadi lima kelompok perlakuan: kelompok
I adalah kelompok air yang memperoleh sediaan pelarut, (kontrol negatif) kelompok II
, III dan IV adalah kelompok yang memperoleh ekstrak kamandrah (Croton oil) (CO)
masing masing dosis 0.03, 0.06 dan 0,09 ml/mencit. Kelompok V adalah kelompok
yang memperoleh obat pembanding oleum ricini (OR) dosis 0.75 ml/mencit (kontrol
karakteristik feces tikus yang dikeluarkan diamati setiap 30 menit selama 4 jam.
Pengamatan
Karakteristik feces hewan yang diamati meliputi jumlah, berat dan konsistensi
(karakteristik) tinja.
Analisis Data
Data yang diperoleh diuji dengan Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dilanjutkan
dengan SNK bila menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada P < 0.05.
Sedangkan analisa statistik terhadap karakteristik feces dilakukan dengan uji Mann
Whitney.
55
b. Uji Batas Keamanan Hasil Ekstrak Sebagai Bahan Laksatif (Anonim, 1983)
Hewan uji coba mencit ddY jantan yang memiliki bobot 30-40 g. Pengamatan
dilakukan selama 3 jam terhadap karakteristik feces yang dikeluarkan. Hewan uji yang
perlakuan. Perlakuan yang dicoba pada penelitian ini adalah dosis pemberian ekstrak
Dengan,
Hewan uji coba mencit ddY jantan yang memiliki bobot 30-40 g. Pengamatan
dilakukan selama 24 jam. Perlakuan yang dicoba pada penelitian ini adalah dosis
pemberian ekstrak etanol 0,2 ml, 0,04 ml, 0,1 ml, 0,05 ml dan 0,025 ml/30 g bb.
Parameter yang diamati dalam percobaan ini adalah banyaknya hewan yang mati,
gejala yang terlihat selama pengujian dan tingkat toksisitas relatifnya. Menghitung
dengan,
D = dosis terkecil yang digunakan
d = logaritma kelipatan
f = suatu faktor pada Tabel
K = jumlah kelompok hewan uji (mencit) – 1
δf = dicari pada Tabel
56
Data yang diperoleh baik dari hasi uji dosis efektif (ED50) dan dosis letal (LD50)
dianalisis untuk menentukan batas keamanan ekstrak yang dicoba dengan perhitungan
Metode perancangan proses meliputi sintesis proses dan simulasi proses. Pada
penelitian ini metode perancangan proses yang digunakan adalah metode sintesis
proses.
Sintesis Proses
karena selama ini penggunaan biji kamandrah sebagai bahan laksatif, hanya dengan
membelah seperempat biji (etnobotani) dan 1-2 g biji (Siagian dan Rahayu, 1999).
suhu tinggi diatas 70oC yang dikuatirkan dapat merusak senyawa aktif yang menjadi
target.
melakukan sintesis proses yang dimulai dari melakukan proses ekstraksi senyawa aktif
metode perbandingan eksponensial (MPE), aplikasi dan formulasi produk (Ansel, 1989;
dan perkolasi. Kemudian dilakukan analisis kelayakan finansial terhadap produk yang
dihasilkan. Output perancangan proses yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah
pengembangan produk akhir ekstrak terstandar dalam bentuk kapsul. Dari beberapa
Selama ini penggunaan biji kamandrah sebagai bahan laksatif (pencahar) secara
turun-temurun dengan memakan seperempat biji. Dari hasil penelitian Siagian dan
Rahayu (1999) hanya dengan memakan 1-2 g biji kamandrah dapat berfungsi sebagai
bahan pencahar. Pada penelitian ini pengembangan proses ekstraksi dengan melakukan
Proses ekstraksi senyawa aktif dari biji kamandrah dilakukan dengan metode
Maserasi pada suhu ruang (27oC), dengan pertimbangan senyawa bioaktif yang terdapat
dalam biji tidak terdegradasi karena pengaruh panas yang tinggi. Nisbah bahan/pelarut
1 : 6,9 g, selama 6,2 hari. Sedangkan tujuan ekstraksi menggunakan metode Maserasi
ini agar diperoleh senyawa aktif dari biji kamandrah melalui pemisahan menggunakan
pelarut yang bersifat polar (etanol). Menurut Harborne (1987) disamping jenis pelarut,
faktor lain yang perlu diperhatikan untuk memperoleh senyawa aktif dalam bahan
semaksimal mungkin antara lain waktu maserasi dan nisbah bahan/pelarut yang
Pengeringan Buah
Uap Air
(kadar air 12%)
Ekstrak Kasar
Pengeringan
Etanol
Suhu : 60oC Etanol hilang
Lama : 45 menit
Ekstrak Kental
Gambar 14. Diagram Alir Proses Ekstraksi Senyawa Aktif Menggunakan Metode Maserasi
Sebelum dilakukan ekstraksi senyawa aktif dari biji kamandrah terlebih dahulu
dilakukan penyiapan bahan. Penyiapan bahan dilakukan sesuai dengan standar mutu
59
pengupasan kulit buah, pengupasan cangkang biji dan pengecilan ukuran (Badan
POM, 2005).
bertujuan sebagai bahan laksatif dengan demikian cara pemberiaan dilakukan secara
oral (lewat mulut) maka calon produk yang dipilih berupa tablet, kapsul, sirup dan
bubuk. Metode yang digunakan dalam pemilihan produk akhir menggunakan metode
langkah yang perlu dilakukan dalam pemilihan keputusan dengan menggunakan MPE
adalah sebagai berikut : a). Penyusunan calon bentuk sediaan produk akhir jamu
pencahar, b).Penyusunan kriteria yang dikaji, c). Penentuan tingkat kepentingan, d).
Penentuan skor tiap calon produk akhir pada setiap kriteria, dan e). Perhitungan total
eksponensial, sehingga urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata. Dari hasil
perhitungan total skor tertinggi merupakan produk akhir yang terpilih, dengan
m
TNi = ∑ RKijTKKj
j=i
dengan
TNi = nilai total alternatif ke-i
RKij = Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan ke-i
TKKj = Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKK > 0;
n = Jumlah pilihan keputusan
m = Jumlah kriteria keputusan
60
Aplikasi dan formulasi produk didasarkan atas hasil ekstrak yang diperoleh dan
telah dilakukan pengujian terhadap khasiat dan keamanan dari ekstrak yang dihasilkan.
Produk yang dibuat atas dasar perlakuan terbaik hasil uji khasiat menggunakan mencit
(uji praklinis), kemudian ekstrak terpilih dihitung kesetaraan dengan penggunaan dosis
dengan bahan pengisi kapsul dan bahan pengering. Ketepatan komposisi bahan pengisi
memiliki aturan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku menurut Handbook of
penghancur, bahan pelincir, bahan pelicin, dan bahan tambahan pengisi lain berupa
amylum maydis dan avicel. Kesemua komponen ini disesuaikan dengan total solid
Menurut Anief (2000), ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara
lain (1) bobot harus seragam, (2) keseragaman dari isi zat yang berkhasiat, (3) waktu
hancur yang tidak lebih dari 15 menit, dan (4) tersimpan dalam wadah yang tertutup
rapat.
4. Pembandingan
yang telah dilakukan dapat diaplikasikan dengan baik, perlu dilakukan pengujian
kembali (recovery) pelarut (etanol), lama ekstraksi, etanol hilang (loss), nisbah
Alat yang digunakan adalah seperangkat Soxhlet yang terdiri dari tempat
sampel, kondensor, labu (tempat pelarut) dan pemanas. Contoh serbuk biji kamandrah
(40 mesh) sebanyak 10 g ditempatkan dalam kertas saring dan dibentuk menjadi
silinder sesuai dengan ukuran tempat contoh pada Soxhlet. Labu di isi dengan pelarut
etanol sebanyak setengah dari volume labu. Proses ekstraksi kontinyu menggunakan
suhu 70oC yang ditandai dengan warna bening pada pelarut yang kontak dengan
contoh. Ekstrak kasar yang diperoleh kemudian diuapkan, sehingga ekstrak terbebas
dari sisa pelarut menggunakan rotavapor. Adapun diagram alir proses ekstraksi
Serbuk Biji
Kamandrah
Filtrat + etanol
Pengeringan
Suhu : 60oC Etanol
Lama : 45 menit
Ekstrak Kental
Proses ekstraksi secara Perkolasi ini terdiri dari tiga bagian peralatan. Bagian I
berupa tabung yang berisi pelarut etanol setengah bagian dari tabung yaitu 50 ml,
kemudian ditutup rapat. Pada bagian bawah tabung diberi kran untuk mengetahui
kecepatan turunnya pelarut etanol. Kecepatan alir pelarut ditentukan selama 4 detik
setiap tetesan yang jatuh kedalam tabung II yang berisi contoh serbuk biji kamandrah
sebanyak 10 g, agar tidak terjadi penguapan selama proses berlangsung bagian atas
ditutup rapat dengan timah aluminum yang hanya dapat dilewati pipa kecil dari tabung.
Dengan demikian pelarut dari tabung pertama akan tercampur dengan contoh
serbuk biji kamandrah, kemudian pelarut turun melewati contoh dengan membawa
ekstrak dari contoh yang terlewati dengan kecepatan 4 detik pertetesan yang ditampung
pada labu III dimana bagian atasnya juga ditutup rapat dengan timah aluminum yang
hanya dapat dilewati slang teplon tempat mengalirnya ekstrak. Ekstrak kasar yang
diperoleh pada labu ke III di uapkan kembali dengan rotavapor agar diperoleh ekstrak
63
kental yang bebas dari pelarut. Ekstrak yang diperoleh ditimbang untuk menentukan
hasil ekstrak yang diperoleh. Proses ekstraksi menggunakan Perkolasi seperti pada
Gambar 17.
Adapun diagram alir proses ekstraksi secara Perkolasi yang dilakukan adalah
sebagai berikut :
64
Serbuk Biji
Kamandrah
Perkolasi
Etanol Ampas
Lama ekstraksi : 1.7 jam
(PA)
Suhu : 27oC
Filtrat + etanol
Pengeringan
Suhu : 60oC Etanol
Lama : 45 menit
Ekstrak Kental
mengkaji sampai seberapa jauh prospek produk yang dihasilkan, maka perlu dilakukan
analisis kelayakan teknis dan ekonomis dalam periode waktu tertentu yang meliputi
Net Present Value (NVP), Internal Rate of Return (IRR), Profitability Index (PI),
Payback Period (PBP), serta analisis sensitivitas yang memberi nilai tambah dari
heksana dan etanol yang optimum digunakan untuk pengujian ekstrak terstandar,
tujuan untuk memastikan bahwa tanaman yang diteliti dan digunakan adalah tanaman
kamandrah yang selama ini digunakan masyarakat sebagai obat tradisional secara
turun-temurun. Adapun penampakan biji yang diambil dari buah kamandrah yang
digunakan sebagai bahan baku simplisia seperti disajikan pada Gambar 19.
Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor. Hasil
Indonesia (LIPI) Bogor menunjukkan bahwa tanaman yang diteliti memang tanaman
kamandrah dengan nama latin Croton tiglium L, seperti disajikan pada Lampiran 1.
tanaman semak, pohon kecil atau perdu, tinggi antara 5 - 24 m. Batang tanaman tegak,
bulat, berambut dan berwarna hijau. Daun tanaman dicirikan pada bagian pangkal daun
tepinya bergerigi, berseling, lonjong, pada bagian ujung runcing, pangkal membulat,
berdaun tunggal, panjang daun 3 - 4,5 cm, lebar 1 - 3,5 cm, tangkai silendris, panjang 2
- 2,5 cm, pertulangan menyirip dan berwarna hijau. Bunganya dicirikan berbentuk
majemuk, bentuk bulir, diujung batang, kelopak membulat, bertoreh, warna hijau,
benang sari banyak, putih kekuningan, kepala putik bulat, kuning, mahkota bentuk
corong kuning. Buah berbentuk kotak, bulat, dengan diameter ± 0,5 cm, dan berwarna
hijau. Biji tanaman ini berbentuk bulat telur, kecil, dan berwarna hitam. Akar termasuk
informasi penting terhadap serbuk biji kamandrah yang meliputi kadar air dan
Penentuan kadar air berhubungan dengan kuantitas hasil ekstrak yang diperoleh
pada proses ekstraksi dan kualitas bioaktif senyawa hasil ekstraksi yang diperoleh dari
bahan simplisia berupa serbuk biji kamandrah yang digunakan dalam penelitian ini.
Selain itu penentuan kadar air pada biji kamandrah berkorelasi dengan kerusakan biji
suhu diatas 100oC selama 30 menit, dinginkan dan ditimbang. Bahan ditimbang
67
kemudian dimasukkan dalam porselin dan dikeringkan pada suhu 105oC selama 2 jam.
Dari hasil penelitian berdasarkan bobot basah dan kering, menunjukkan bahwa
kadar air bobot basah biji kamandrah yang baru dipanen atau sebelum dilakukan
pengeringan dengan kadar air rata-rata 53.69%, sedang setelah menjadi simplisia
berdasarkan berat kering menunjukkan kadar air pada biji kamandrah yang digunakan
berada pada grade dibawah 10% yaitu 6,20% seperti pada Gambar 20.
Simplisia yang disimpan dengan kadar air di atas 10% akan cepat rusak, karena
menyebabkan kerusakan selama penyimpanan. Suatu bahan relatif stabil dari serangan
Dengan demikian simplisia biji kamandrah yang digunakan dalam penelitian ini
telah memenuhi syarat sebagai simplisia karena memiliki kandungan kadar air yang
hanya 6,20%. Menurut Badan POM (1985) salah satu prasyarat kadar air yang
digunakan pada simplisia bagian tanaman kadar airnya tidak lebih dari 10%.
Kandungan proksimat yang diamati meliputi kadar lemak, kadar serat, kadar
protein, kadar abu dan karbohidrat yang terkandung dalam serbuk simplisia biji
kamandrah.
selama 6 jam, kemudian dikeringkan dalam oven suhu 100oC selama 30 menit dan
kadar lemak dalam bahan kecil dari 1 persen. Bahan 1,5 g dimasukkan dalam erlemeyer
ditambah 200 ml H2SO4 1,25% , kemudian didihkan di bawah pendingin balik selama
68
kembali di bawah pendingin balik selama 30 menit. Disaring dan dicuci dengan 20 ml
H2SO4 1,25 %, 50 ml air panas dan 25 ml alkohol. Residu beserta kertas saring
dikeringkan pada suhu 130oC selama 2 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan
ditimbang. Diabukan selama 30 menit pada suhu 60oC, dan didinginkan sampai bobot
ditambah 2,5 ml asam sulfat pekat, 1 g katalis dan batu didih, kemudian mendidihkan 1
– 1,5 jam . Labu didinginkan, yang isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi,
Kadar abu, 2 g bahan dimasukkan dalam tanur dengan suhu 600oC, proses
pengabuan dilakukan selama 2 jam, kemudian bahan didinginkan dan ditimbang. Kadar
karbohidrat (%) = 100% - (protein + lemak + serat kasar + air + abu). Tatacara analisis
45.0
40.01
40.0
35.0
Kandungan (%)
30.0 26.69
25.0
20.0
15.51
15.0
8.41
10.0 6.2
5.0 3.14
0.0
Kadar Air Kadar Abu Kadar Lemak Kadar Protein Serat Kasar Karbohidrat
Komponen
Gambar 20. Hasil Analisis Kadar Air dan Kandungan Proksimat Biji Kamandrah
biji kamandrah yang digunakan dalam penelitian ini mengandung lemak 40.01%, kadar
69
serat kasar 8.45%, protein 26.69%, abu 3.14%, dan karbohidrat 15.51%. Dari hasil
(Croton tiglium L.) banyak mengandung lemak, kemudian diikuti kandungan protein,
Penentuan kadar air dan kandungan proksimat simplisia serbuk biji kamandrah
ini merupakan informasi penting untuk menentukan jenis pelarut yang digunakan dalam
mengekstraksi senyawa aktif yang terkandung pada biji kamandrah. Mengingat pada
biji kamandrah terdapat senyawa polar dan non polar. Agar senyawa target dapat
diperoleh secara maksimal, maka pelarut yang digunakan juga berdasar kepolarannya.
Senyawa yang bersifat polar akan dilarutkan dengan senyawa polar, sedangkan
senyawa non polar dilarutkan dengan pelarut non polar. Pada penelitian ini pelarut
Optimasi proses ekstraksi dari pelarut heksana dan etanol merupakan bagian
tahapan penelitian utama. Proses ekstraksi senyawa bioaktif dari biji kamandrah
dilakukan dengan metode maserasi pada suhu ruang, dengan pertimbangan senyawa
bioaktif yang terdapat dalam biji tidak terdegradasi karena pengaruh panas yang tinggi.
Sedangkan tujuan ekstraksi menggunakan metode Maserasi ini agar diperoleh senyawa
bioaktif dari biji melalui pemisahan menggunakan pelarut yang bersifat polar dan non
polar. Mengingat senyawa aktif yang terdapat dalam biji kamandrah belum diketahui
apakah bersifat polar atau non polar, maka untuk memperoleh senyawa tersebut
dilakukan pemisahan dengan kedua jenis pelarut tersebut, pelarut polar menggunakan
etanol dan non polar menggunakan heksana. Menurut Harborne (1987) disamping jenis
pelarut, faktor lain yang perlu diperhatikan untuk memperoleh senyawa aktif dalam
bahan semaksimal mungkin, perlu memperhatikan antara lain waktu Maserasi dan
70
nisbah bahan/pelarut yang digunakan. Pada setiap bahan faktor-faktor tersebut berbeda
(2006) maserasi biji withania somnifera nisbah bahan dan pelarut (1:2) menghasilkan
ekstrak 12.75%, sedangkan pada biji H.auriculata mencapai 18.22%. Dengan demikian
maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan nisbah bahan dan
heksana dan etanol dilakukan melalui percobaan terhadap waktu Maserasi dan nisbah
bahan/pelarut. Masing-masing faktor tersebut terdiri dari beberapa taraf. Pada dasarnya
berbagai senyawa bahan alam yang diekstraksi menggunakan pelarut faktor waktu dan
nisbah bahan/pelarut cukup menentukan, akan tetapi faktor tersebut sangat tergantung
dari jenis dan bahan alam yang akan diekstraksi. Dengan demikian sebelum dilakukan
ekstrak dalam skala yang lebih besar kedua faktor tersebut perlu dicoba terlebih dahulu.
Data hasil perolehan ekstrak heksana dan etanol pada Lampiran 3 dan 5,
sedangkan hasil analisis sidik ragam faktor-faktor yang berpengaruhi pada berbagai
kondisi waktu dan nisbah bahan/pelarut yang dicoba dapat dilihat pada Lampiran 4 dan
6. Sedangkan hasil ekstrak yang diperoleh disajikan pada Gambar 21 dan 22.
Dari Gambar 21 dan 22, menunjukkan hasil ekstrak (g) semakin meningkat
Dengan meningkatnya nisbah bahan/pelarut hasil ekstrak (g) juga semakin meningkat.
Hal ini terbukti pada nisbah bahan/pelarut 1:7 menunjukkan hasil ekstrak heksana
tertinggi yaitu mencapai 1,50 g (Lampiran 3), sedangkan pada ekstrak etanol mencapai
Maserasi dan nisbah bahan/pelarut berpengaruh nyata terhadap hasil ekstrak heksana
71
dan etanol. Hasil ekstrak cenderung meningkat dengan menggunakan pelarut heksana
dan etanol dengan semakin lama waktu Maserasi baik pada nisbah bahan/pelarut 1:3
dan 1:5 maupun pada nisbah bahan/pelarut 1:7 g/ml. Hal ini diduga bahwa semakin
lama waktu Maserasi dan semakin tinggi nisbah bahan/pelarut akan mengakibatkan
semakin banyak hasil ekstrak heksana yang diperoleh, karena pada saat ekstraksi
berlangsung terjadi perpindahan massa dari dalam padatan menuju cairan akibat proses
difusi.
Disamping itu juga diduga dengan adanya Maserasi serbuk biji kamandrah
dalam waktu yang lebih lama dapat menjadikan serbuk biji menjadi lebih
hasil ekstrak dari suatu bahan yang akan diekstraksi dipengaruhi oleh jenis pelarut,
1.6
1.4
1.2
Hasil Ekstrak (g)
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
4 hr 6 hr 8 hr
Waktu Maserasi (hr)
Nisbah bahan/pelarut 1:3 Nisbah bahan/pelarut 1:5 Nisbah bahan/pelarut 1:7
1.2
H asil E k strak (g ) 1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
4 hr 6 hr 8 hr
Waktu Maserasi (hr)
Nisbah bahan/pelarut 1:3 Nisbah bahan/pelarut 1:5 Nisbah bahan/pelarut 1:7
Nisbah bahan dan pelarut juga menentukan banyaknya hasil ekstrak yang
diperoleh. Bila nisbah bahan dan pelarut semakin kecil, atau semakin banyak jumlah
ekstrak dalam bahan akan bertambah akibat luasnya kontak antara bahan dan pelarut,
sehingga rendemen hasil ekstraksi juga akan meningkat. Kelarutan bahan dalam
pelarut bertambah seiring dengan penambahan jumlah pelarut. Hasil ekstrak juga akan
terus meningkat hingga larutan menjadi jenuh. Pada saat larutan jenuh tidak terjadi
pergerakan komponen dari bahan ke pelarut akibat persamaan konsentrasi antara kedua
fase. Setelah titik jenuh larutan tercapai, tidak akan terjadi peningkatan hasil ekstrak
Bila dilihat dari kecenderungan jumlah hasil ekstrak yang diperoleh, kenaikan
hasil ekstrak yang diperoleh dari waktu maserasi 4 hari hingga hari ke-6 lebih besar
ekstrak yang dihasilkan bila dibandingkan dengan waktu Maserasi hari ke-6 sampai
hari ke-8. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya laju ekstraksi komponen bioaktif
73
ditunjukkan dengan besarnya nilai hasil ekstrak yang diperoleh, disebabkan oleh
perbedaan konsentrasi yang besar antara bahan dan pelarut pada awal proses ekstraksi.
Nilai laju ekstraksi akan menurun seiring dengan banyaknya komponen yang
terekstraksi dari dalam bahan dan akan minimum nilainya apabila kesetimbangan
yang dapat diekstraksi dari bahan. Lama ekstraksi berhubungan dengan waktu kontak
antara bahan dan pelarut. Semakin lama waktu ekstraksi maka kesempatan untuk
bersentuhan antara bahan dan pelarut semakin besar sehingga kelarutan komponen
bioaktif dalam larutan akan meningkat. Dengan demikian hasil ekstrak juga akan
Dari hasil uji Duncan pengaruh waktu Maserasi dan nisbah bahan/pelarut
tidak berbeda nyata pada peningkatan nisbah bahan/pelarut 1 : 7 baik pada ekstrak
heksana maupun ekstrak etanol. Kenaikan yang lambat terjadi pada nisbah
diekstrak prosesnya akan terus berlangsung selama komponen bahan padat yang akan
dipisahkan menyebar diantara kedua fase dan akan berakhir bila kedua fase berada
dalam kesetimbangan. Kesetimbangan akan terjadi bila seluruh zat terlarut sudah larut
semuanya di dalam zat cair dan konsentrasi larutan yang terbentuk menjadi seragam.
Kondisi ini dapat tercapai dengan mudah atau sulit tergantung pada struktur zat
padatnya. Rangkaian proses ekstraksi meliputi persiapan bahan yang akan diekstrak,
kontak bahan dengan pelarut, pemisahan residu dengan filtrat dan proses penghilangan
Diharapkan penggunaan pelarut dengan jumlah yang lebih kecil dan dapat
keseluruhan tanpa mengurangi jumlah komponen bioaktif bahan yang dapat terekstrak.
Volume pelarut yang terlalu besar dapat meningkatkan biaya produksi karena pelarut
kembali pelarut untuk menekan biaya operasi dapat dilakukan namun operasional
dilapangan sulit dilakukan karena penguapan pelarut yang tidak sempurna, kebocoran
pada saat proses, kondensasi yang tidak sempurna, terbuang bersama ampas atau terikut
dalam produk.
Kondisi perolehan hasil ekstrak heksana dan etanol tertinggi pada penelitian ini
diperoleh pada waktu Maserasi 8 hari dengan nisbah bahan/pelarut 1:7 g/ml yang
menghasilkan ekstrak heksana 1.50 g dan etanol 0.99 g. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa waktu Maserasi yang digunakan berada pada kisaran 4 - 8 hari,
Optimasi proses ekstraksi pada penelitian ini bertujuan untuk mencari peubah
dengan rancangan percobaan 22 faktorial. Matrik ordo pertama optimasi diambil dari
percobaan pendahuluan yaitu waktu maserasi dan nisbah bahan/pelarut yang dianggap
bahan/pelarut terhadap hasil ekstrak heksana dapat dilihat pada Lampiran 7, sedangkan
hasil analisis sidik ragam ordo pertama dapat dilihat pada Lampiran 8.
75
bahwa respon hasil ekstrak heksana yang dihasilkan terhadap waktu Maserasi dan
nisbah bahan/pelarut berkisar 0.85 – 1.50 g/ml seperti pada Lampiran 7. Hasil analisis
sidik ragam pada Lampiran 8. menunjukkan bahwa waktu Maserasi berpengaruh nyata
terhadap hasil ekstrak heksana, begitu juga nisbah bahan/pelarut berpengaruh nyata
titik pusat terhadap perolehan hasil ekstrak heksana, menunjukkan bahwa model
perolehan hasil ekstrak heksana tidak merupakan persamaan linier tetapi cenderung
kuadratik, karena efek kuadratik lebih signifikan bila dibandingkan dengan efek linier
hal ini ditunjukkan F hitung sebesar 158.76 seperti pada Lampiran 9 dan 10.
Model ordo pertama dari peubah kode untuk optimasi respon hasil ekstrak
dengan :
Hasil uji penyimpangan model seperti pada Lampiran 11, menunjukkan bahwa
model bersifat sangat nyata dengan nilai peluang 0.00012. Hal ini berarti model linier
yang dibuat menyimpang dari keadaan nyata. Meskipun nilai R2 untuk persamaan ordo
pertama relatif tinggi yaitu R2 = 0,98, namun hasil uji lack of fit (ketidak sesuaian
model) bersifat nyata (α < 0.05). Dengan demikian menunjukkan bahwa model ordo
pertama ekstraksi yang diperoleh tidak tepat digunakan untuk menduga respon
perolehan hasil ekstrak heksana, karena tidak memenuhi syarat model yang baik. Untuk
itu perlu dilakukan analisis statistik selanjutnya untuk pendugaan ordo kedua pada
model kuadratik. Menurut Box et al., (1978) syarat model yang baik mempunyai hasil
76
uji penyimpangan model yang bersifat tidak nyata (α > 0.05). Dengan demikian dari
perancangan faktorial dan titik pusat pada ordo pertama perlu ditambahkan empat titik
observasi (central composite design) untuk mendapatkan lokasi titik optimum yang
tepat dalam analisis statistik selanjutnya untuk menduga ordo kedua pada model
kuadratik.
faktorial, titik pusat, dan titik bintang. Model kuadratik pengaruh waktu Maserasi dan
nisbah bahan/pelarut terhadap perolehan hasil ekstrak heksana dapat dilihat pada
Lampiran 12.
Hasil analisis ragam Lampiran 13, menunjukkan bahwa waktu Maserasi dan
heksana.
Dari hasil uji signifikansi terhadap parameter model kuadratik perolehan ekstrak
heksana menunjukkan semua koefisien parameter mempunyai peluang kurang dari 0,05
(∝ < 0,05). Hal ini memperlihatkan bahwa semua parameter model kuadratik memberi
pengaruh yang nyata terhadap model, dengan nilai nyata sebesar 98% X1 dan X2
signifikan dengan nilai nyata sebesar 97%, sedangkan nilai nyata sebesar 99% X12 dan
interaksi antara X1X2 tidak nyata dengan nilai nyata sebesar 92%, seperti pada
Lampiran 14.
Y = 1.457515+0.075791X1+0.061522X2–0.148155X12-0.055000X1X2–0.190668X22
dengan :
77
Hasil uji kesahihan model menunjukkan bahwa model kuadratik hasil ekstrak
heksana mempunyai nilai koefisien determinan (R2) relatif tinggi yaitu sebesar 93%.
Hal ini menunjukkan bahwa 93% dari keragaman pada parameter optimasi, dapat
Hasil uji penyimpangan model (lack of fit) pada model ordo kedua ini bersifat
tidak nyata (α = 0.14) yang berarti model dapat diterima. Berdasarkan kesesuaian ini
maka model ordo kedua dianggap lebih sesuai untuk menduga pengaruh waktu dan
nisbah bahan/pelarut terhadap hasil ekstrak heksana, seperti pada Lampiran 15.
Hasil uji asumsi residual menunjukkan bahwa gambar sisa menyebar acak
mendekati garis lurus, sehingga dapat disimpulkan bahwa sisa telah terdistribusi normal
1,5
1,0
Expected Normal Value
0,5
0,0
-0,5
-1,0
-1,5
-2,0
0,8 0,9 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6
Residual
Gambar 23. Gambar Sisa Uji Kenormalan Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap
Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut.
78
ekstrak heksana (1) telah memenuhi uji kesahihan model (validasi), (2) dapat
digunakan untuk menduga perolehan ekstrak heksana optimum pada proses Maserasi,
dan (3) dapat menjelaskan hubungan antara peubah waktu Maserasi dan nisbah
Model persamaan yang telah memenuhi uji kesahihan model dapat digunakan
untuk menduga kondisi optimum respon hasil ekstrak heksana terhadap waktu Maserasi
dan nisbah bahan/pelarut. Berdasarkan gambar garis bentuk yang memusat, dapat
diketahui bahwa titik optimum sudah dicapai. Analisis permukaan dan gambar garis
bentuk permukaan respon hasil ekstrak heksana terhadap waktu Maserasi dan nisbah
1
0,5
0
-0,5
-1
-1,5
Hasil analisis kanonik yang digunakan untuk menentukan titik optimum adalah
penentuan titik stasioner yang terjadi pada waktu Maserasi dan nisbah bahan/pelarut
seperti pada Lampiran 16. Hasil analisis kanonik titik optimum diperoleh pada nilai
kode peubah waktu Maserasi (x1) adalah 0.25 atau nilai aktual waktu Maserasi 6.49
hari dan nilai kode nisbah bahan/pelarut (x2) adalah 0.132987 atau nilai aktual nisbah
Dari hasil percobaan laboratorium pada waktu Maserasi 6.49 hari dan nisbah
bahan/pelarut 1: 5.15 g/ml menghasilkan ekstrak heksana yang diperoleh sebesar 1.45
g, hasil percobaan lebih kecil dari nilai prediksi respon pada titik stasioner diperoleh Y
= 1.47 g/ml.
heksana paling tinggi terjadi pada waktu Maserasi 6.49 hari dan nisbah bahan/pelarut 1:
5.15 g/ml dengan hasil ekstrak yang diperoleh sebesar 1.45 g (29%).
7
Rasio Bahan/pelarut (g)
3
1
2 0,5
0
-0,5
1 -1
2 3 4 5 6 7 8 9 10
-1,5
Waktu Maserasi (hari)
Gambar 25. Gambar Garis Bentuk Opitimasi Respon Hasil Ekstrak Heksana
TerhadapWaktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut.
80
optimasi diambil dari percobaan waktu Maserasi dan nisbah bahan/pelarut yang dapat
Matrik ordo pertama optimasi respon hasil ekstrak etanol terhadap waktu
Maserasi dan nisbah bahan/pelarut dapat dilihat seperti pada Lampiran 17, sedangkan
hasil analisis sidik ragam ordo pertama optimasi pengaruh pemberian pelarut etanol
respon hasil ekstrak etanol yang dihasilkan terhadap waktu Maserasi dan nisbah
bahan/pelarut berkisar 0.66 – 0.99 g/ml. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 19,
menunjukkan bahwa efek kuadratik lebih signifikan bila dibandingkan dengan efek
linier hal ini ditunjukkan F hitung sebesar 66.95. Hal ini menunjukkan bahwa interval
peubah yang dipilih telah mendekati titik optimum. Sedangkan model ordo pertama
dari peubah kode untuk optimasi respon hasil ekstrak etanol terhadap waktu Maserasi
dengan :
Y = peroleh hasil ekstrak etanol
X1 = waktu Maserasi
X2 = nisbah bahan/pelarut
0,9625, namun hasil uji lack of fit (ketidak sesuaian model) bersifat nyata (α < 0.05).
81
Hal ini menunjukkan bahwa model ordo pertama ekstraksi yang diperoleh tidak tepat
digunakan untuk menduga respon perolehan hasil ekstrak etanol. Menurut Box et al.,
(1978) syarat model yang baik mempunyai hasil uji penyimpangan model yang bersifat
tidak nyata (α > 0.05). Dengan demikian dari perancangan faktorial dan titik pusat pada
ordo pertama perlu ditambahkan empat titik observasi (central composite design) untuk
mendapatkan lokasi titik optimum yang tepat dalam analisis statistik selanjutnya untuk
Pembentukan model respon ekstrak etanol terhadap waktu Maserasi dan nisbah
bahan/pelarut menggunakan data pada rancangan faktorial, titik pusat, dan titik bintang,
Hasil analisis sidik ragam Lampiran 23. menunjukkan bahwa waktu Maserasi
dan nisbah bahan/pelarut berpengaruh nyata terhadap perolehan hasil ekstrak etanol.
Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) ordo dua menunjukkan bahwa pengaruh
kuadratik nyata pada tingkat kepercayaan 143.97 % dengan nilai nyata sebesar 97% X1
dan X2 nyata dengan nilai nyata sebesar 95%, sedangkan nilai nyata sebesar 99% X12
dan interaksi antara X1X2 tidak nyata dengan nilai nyata sebesar 84%, seperti pada
Lampiran 24.
Hasil analisis statistik tahap kedua untuk respon perolehan hasil ekstrak etanol
(Y) pada percobaan dengan model kuadratik pada titik faktorial, titik pusat dan titik
dengan :
Y = peroleh hasil ekstrak heksana
X1 = waktu Maserasi
X2 = nisbah bahan/pelarut
82
Hasil uji kesahihan model menunjukkan bahwa model kuadratik hasil ekstrak
etanol mempunyai nilai koefisien determinan (R2) sebesar 93%. Hal ini menunjukkan
bahwa 93% dari keragaman pada parameter optimasi yang dapat dijelaskan oleh model.
Hasil uji lack of fit (uji ketidak sesuaian data) pada model ordo kedua ini
bersifat tidak nyata (α = 0.48) yang berarti model dapat diterima. Berdasarkan
kesesuain ini maka model ordo kedua dianggap lebih sesuai untuk menduga respon
hasil ekstrak etanol terhadap waktu maserasi dan nisbah bahan/pelarut, karena telah
Hasil uji asumsi sisa menunjukkan bahwa gambar sisa menyebar acak disekitar
nol. Pemeriksaan asumsi kenormalan juga menunjukkan Gambar sisa mendekati garis
lurus sehingga dapat disimpulkan bahwa sisa telah terdistribusi normal dan memenuhi
2,0
1,5
1,0
Expected Normal Value
0,5
0,0
-0,5
-1,0
-1,5
-2,0
0,60 0,65 0,70 0,75 0,80 0,85 0,90 0,95 1,00 1,05
Nilai Residual
Gambar 26. Gambar Sisa Uji Kenormalan Respon Hasil Ekstrak Etanol
Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut.
Model persamaan yang telah memenuhi uji kesahihan model dapat digunakan
untuk menduga kondisi optimum respon hasil ekstrak etanol terhadap waktu Maserasi
83
dan nisbah bahan/pelarut. Berdasarkan gambar garis bentuk yang memusat, dapat
diketahui bahwa titik optimum sudah dicapai. Analisis permukaan dan gambar garis
bentuk permukaan respon hasil ekstrak etanol terhadap waktu Maserasi dan nisbah
Hasil analisis kanonik yang digunakan untuk menentukan titik optimum adalah
penentuan titik stasioner yang terjadi pada waktu Maserasi dan nisbah bahan/pelarut,
seperti Lampiran 26. Hasil analisis kanonik titik optimum diperoleh pada waktu
Maserasi 6.21 hari dan nisbah bahan/pelarut 1: 6.91 g/ml. Dari hasil percobaan
laboratorium pada waktu Maserasi 6.21 hari dan nisbah bahan/pelarut 1: 6.91 g/ml
menghasilkan hasil ekstrak etanol yang diperoleh sebesar 0.93 g lebih kecil dari nilai
prediksi respon pada titik stasioner diperoleh Y = 0.95 g/ml. Dengan demikian kondisi
proses yang optimum yang menghasilkan hasil ekstrak etanol paling tinggi terjadi pada
waktu Maserasi 6.21 hari dan nisbah bahan/pelarut 1: 6.91 g/ml dengan hasil ekstrak
0,8
0,6
0,4
0,2
0
Hasil ekstrak yang diperoleh bergantung pada kandungan ekstrak yang terdapat
pada contoh dan jenis pelarut yang digunakan. Pelarut yang digunakan merupakan
pelarut organik yang mempunyai titik didih rendah, tidak beracun, dan tidak mudah
terbakar. Kelarutan zat dalam pelarut tergantung dari ikatan polar dan non polar.
Menurut McCabe dan Smith (1974) pemilihan pelarut untuk proses ekstraksi
tergantung dari sifat komponen yang akan diekstraksi. Salah satu sifat yang penting
adalah polaritas suatu senyawa. Ekstraksi senyawa aktif dari suatu jaringan tanaman
dengan berbagai jenis pelarut pada tingkat kepolaran yang berbeda bertujuan untuk
memperoleh hasil yang optimum, baik jumlah ekstrak maupun senyawa aktif yang
7
Rasio Bahan/pelarut (g/ml)
2
0,8
0,6
1 0,4
2 3 4 5 6 7 8 9 10
0,2
Waktu Maserasi (hari)
Gambar 28. Gambar Garis Bentuk Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu
dan Nisbah Bahan/pelarut
Dari hasil percobaan ekstrak yang diperoleh 18.6 % jauh lebih tinggi bila
dibandingkan dengan hasil penelitian Okokon et al., (2004) menunjukkan dalam 100 g
serbuk daun Croton zambesicus yang dimaserasi menggunakan pelarut etanol (1:3)
85
selama 72 jam (3 hari) menghasilkan ekstrak 3.81%. Hal ini diduga karena biji Croton
tiglium banyak mengandung minyak yang bersifat non polar sehingga hasil yang
senyawa yang terdapat dalam bahan tersebut. Uji fitokimia terhadap ekstrak biji Croton
terkandung dalam bahan. Uji yang dilakukan meliputi uji alkaloid, kuinon, flavonoid,
saponin, tannin dan triterpenoid. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa biji Croton
tiglium hasil ekstrak heksan dan etanol mengandung senyawa metabolik sekunder
Tabel 11. Hasil Penapisan Fitokimia Biji Kamandrah (Croton tiglium L.)
Uji Fitokimia Hasil Uji
Ekstrak Heksana Ekstrak Etanol
Alkaloid
Dragendorf - +
Mayer + ++
Wagner + +++
Kuinon - -
Flavonoid - +
Saponin - +
Tanin - -
Triterpenoid - -
Keterangan : -tak terdeteksi; + sedikit; ++ sedang; +++ banyak
87
Dari Tabel 11, dapat dilihat bahwa ekstrak etanol mengandung senyawa
berdasarkan pereaksi Meyer dan Wagner. Menurut Hutapea (1994) biji Croton tiglium
metabolik sekunder tersebut diduga memiliki potensi sebagai obat pencahar. Hal ini
didukung Bimantoro (1977) minyak kental yang diperoleh dari hasil ekstrak biji
kamandrah yang bebas dari pelarut dengan cara di rotavapor pada suhu 60oC dapat
Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar dan dapat
ditemukan hampir di semua tanaman hijau. Selain jenisnya yang cukup banyak secara
alami flavonoid sering berada dalam bentuk campuran glikosida sehingga kadang-
menurut Hutapea (1994) senyawa aktif dari golongan saponin banyak terdapat pada
pada ekstrak etanol mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, dan saponin. Kandungan
senyawa alkaloid yang banyak dan flavonoid serta saponin pada ekstrak etanol inilah
yang diduga mengandung bioaktif sebagai bahan laksatif (Duke, 2001). Walaupun
demikian perlu didukung dari hasil analisis pada tahapan penelitian berikutnya
sehingga memperjelas keberadaan senyawa aktif yang berfungsi sebagai bahan laksatif.
etanol juga terdapat senyawa alkaloid bahkan dalam jumlah yang lebih banyak,
disamping ekstrak etanol juga mengandung senyawa flavonoid dan saponin. Dengan
demikian hasil ekstrak etanol merupakan ekstrak yang dimungkinkan dapat digunakan
(Croton tiglium L.) dilakukan terhadap hasil ekstrak heksana menggunakan Gas
ekstrak non polar. dengan tujuan untuk mengetahui komponen lemak lebih lanjut yang
terdapat dalam biji tersebut. Mengingat dari hasil penelitian pendahuluan terhadap
dibandingkan kadar abu, lemak, protein, serat dan karbohidrat. Hasil analisis Gas
Chromatography (GC) terhadap asam lemak yang terdapat dalam biji kamandrah
Gambar 29. Hasil Kromatogram Gas Chromatography (GC) Kadar Lemak Biji
Kamandrah (Croton tiglium)
dengan prosentase besarnya kandungan komponen asam lemak yang berbeda pula. Dari
89
ke-10 puncak yang teridentifikasi adalah asam kaproat, kaprilat, kaprat, laurat, miristat,
Dari Tabel 12, menunjukkan dari ketujuh belas puncak tersebut asam linoleat
(24,02%) merupakan komponen senyawa yang terbanyak terdapat dalam asam lemak
yang terdapat dalam biji kamandrah (Croton tiglium) hasil ekstrak heksana bila
dibandingkan dengan komponen asam lemak lainnya, seperti asam oleat (10,99%),
asam miristat (4,20%), asam palmitat (3,77%), asam stearat (1,96%), asam kaprat
(1,78%), asam laurat (1,48%), asam linolenat (1,03%), sedangkan asam kaproat
Tabel 12. Komponen Asam Lemak Hasil Ekstrak Heksana pada Biji Kamandrah
asam lemak yaitu asam linoleat mencapai 19.0%. Walaupun demikian masih jauh lebih
rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kandungan
asam linoleat yang diperoleh mencapai 24,02%. Hal ini diduga bahwa banyaknya
kandungan senyawa yang diperoleh dari suatu bahan sangat tergantung dari ekologi
tempat tumbuh bahan tersebut (Stirpe et al., 1976). Menurut Colegate dan Molyneux
Mass Spectrometry (GC-MS) pada ekstrak heksana memiliki komponen kimia yang
cukup komplek yang terdiri dari 32 komponen senyawa seperti pada Gambar 30 dan
Lampiran 27.
Hasil analisis GC-MS pada Gambar 30, menunjukkan komponen utama dari ke
waktu retensi 73.163 menit. Asam oktadek-9-enoat (17.13%) muncul pada waktu
retensi 73.498 menit, asam 9,12-oktadekadienoat (5.70%) muncul pada waktu retensi
70.721 menit, asam heksadekanoat (10.68%) muncul pada waktu retensi 65.005, 65.132
dan 65.241 menit, asam oktadekanoat (3.46%) muncul pada waktu retensi 74.500
menit, asam 9-oktadekanoat (2.50%) muncul pada waktu retensi 71.130 menit.
Sedangkan komponen yang lainnya adalah alkohol, ester dan phthalate yang hanya
(1.07%).
91
(x100,000)
TIC
1.25
11
13
18
19
20
222124
25
26
27
28
329
3130
2
1.00
14
9-12-Oktadekadienoat
129 10
0.75
1615
6
23
7
0.50
4 5
17
3
0.25
1
2
0.00
5.0 10.015.020.025.030.035.040.045.050.055.060.065.070.075.0
golongan alkaloid. Hal ini diperkuat pada uji Mayer dan Wagner yang
Dari hasil spektrum massa GC-MS komponen utama dari ekstrak heksana
dengan berat molekul (MW) 294. Pada Gambar 31, memperlihatkan frakmentasi ion
F29 ekstrak heksana pada biji kamandrah (Croton tiglium L.). Komponen utama
menurut data spektrum massa (MS) F29 diprediksi adalah senyawa asam 9,12-
oktadekadienoat.
(pelembab) pada kulit kering. Dengan demikian maka hasil ekstrak heksana tidak
ekstrak heksana tersebut diduga tidak mengandung senyawa aktif yang berfungsi
Gambar 31. Fragmentasi Ion F29 dari Ekstrak Heksana pada Croton tiglium
Menurut Khopkar (1990) senyawa aktif pada bahan tanaman dapat berupa
senyawa polar dan non polar. Dengan demikian bila tidak terdapat pada senyawa non
polar, maka dapat dipastikan senyawa aktif tersebut terdapat dalam senyawa polar,
karena secara tradisional biji kamandrah digunakan sebagai bahan pencahar, oleh
karenanya perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap hasil ekstrak polar (etanol).
pada ekstrak etanol 95% (PA) memperlihatkan 25 puncak utama yang mengindikasikan
adanya unsur metabolik sekunder seperti pada Gambar 32 dan Lampiran 28.
tersebut meliputi asam 11,14-ekosadienoat muncul pada waktu retensi (rt) 72,56 menit
93
(28.28%), asam oktadek-9-enoat muncul pada waktu retensi, 72.95 menit (15.43%),
asam tetradekanoat muncul pada waktu retensi 57.23, 57.400 dan 57.93 menit
(13.11%), asam 11-eikosenoat muncul pada waktu retensi 58.05, 51.62 dan 51.89
menit (6.57%), asam heksadekanoat muncul pada waktu retensi 65.07 menit (5.62%),
asam 9,12-oktadekadienoat muncul pada waktu retensi 65.91 dan 60.39 menit (4.64%),
asam 9-okatadekanoat muncul pada waktu retensi 74.19 dan 66.85 menit (4.64%),
asam eikosenoat muncul pada waktu retensi 61.65 dan 57.400 menit (3.38%), asam
dodekanoat muncul pada waktu retensi 48.91 menit (2.44%), dan asam dekanoat
muncul pada waktu retensi 40.12 menit (1.56%), Sedangkan komponen yang
(x100,000)
3.0TIC
23
2.5
24
2.0
10
2
1.5
17
Asam Tetradekanoat
1.0
4
11 13 12
25
7 6
18 19
0.5
15 16
20
14
21
22
8 9
5
3
1
0.0
10 20 30 40 50 60 70 80
Gambar 32. Total Ion Kromatogram GC-MS Ekstrak Etanol
etanol dengan berat molekul (MW) 228. Gambar 33, menunjukkan fragmentasi ion
F10 dari ekstrak etanol pada Croton tiglium. Dari data spektrum massa F10 tersebut
Gambar 33. Fragmentasi Ion F10 dari Ekstrak Etanol pada Croton tiglium
tetradekanoat terdapat 13.11% dari total ekstrak yang terdapat pada biji kamandrah
yang berfungsi sebagai defoaming agent, dan sebagai lubrikan (pelembab). Fungsi
lainnya dapat digunakan sebagai bahan laksatif. Hal ini membuktikan secara tradisional
biji kamandrah digunakan oleh masyarakat secara turun temurun sebagai bahan
pencahar (laksatif).
laksatif, didukung hasil penelitian Siagian dan Rahayu (1999) dari 45 orang sampel
dikatakan bahwa ekstrak etanol adalah hasil ekstrak yang mengandung senyawa aktif
Hal ini sesuai menurut Badan POM (1982) untuk mengekstrak bahan alam yang
diduga mengandung senyawa aktif sebagai bahan obat dianjurkan menggunakan pelarut
etanol atau air. Oleh sebab itu hasil ekstrak etanol merupakan ekstrak terpilih yang
digunakan dalam pengujian lebih lanjut untuk menentukan aktifitas senyawa ini sebagai
obat pencahar.
Hasil analisis LC-MS total ion pada ekstrak etanol (PA) memperlihatkan 10
puncak utama yang mengindikasikan adanya unsur metabolik sekunder, seperti pada
T6.4 360.3
100
90
341
T7.1
80
T4.0 355
% I n te n s i ty
70
355
165
60
283
T4.4
50 T5.6
390 131
40 372T2.9 416 T10.2
T28.3
464
30
0 6 12 18 24 30
Retention Time (Min)
135.9513 292.5
100
90
80
70
60
% I n te n s i ty
50
283.9064
40
30
165.9594 310.9511
20 354.9547
216.9421
372.9543 472.9581
10 136.9546 284.4662
181.9452 355.9389 473.9506
117.9857 230.9359 285.8984 430.9661
157.9584 327.6459 375.9509 545.9740 588.9213
0 0
112.0 217.4 322.8 428.2 533.6 639.0
Mass (m/z)
Gambar 35. Fragmentasi Ion Spektrum Massa dari Ekstrak Etanol pada Croton tiglium
Adapun total ion kromatogram LC-MS ekstrak etanol seperti pada Gambar 34
dan fragmentasi ion spektrum massa dari ekstrak etanol pada Croton tiglium seperti
pada Gambar 35. Semuanya komponen utama dari hasil analisis LC-MS tersebut
Hal ini sesuai dengan hasil pengujian fitokimia yang mengindikasikan terdapat
6. Uji Toksisitas Ekstrak Heksana dan Etanol Menggunakan Uji Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT).
Uji toksisitas dilakukan sebagai pemenuhan atas prasyarat keamanan calon obat
untuk pemakaian pada manusia dan hewan. Uji toksisitas menggunakan metode Brine
Shrimp Lethality Test (BSLT) terhadap larva udang Artemia salina ini dilakukan
sebagai uji pendahuluan untuk menentukan nilai LC50 sebelum melakukan uji toksisitas
terhadap hewan uji mencit. Diharapkan hasil pengujian ini sebagai gambaran untuk
97
menentukan dosis pengujian dan kriteria keamanan formulasi obat selanjutnya. Untuk
menentukan keamanan suatu obat, biasanya dilakukan dengan cara penentuan LC50,
yaitu konsentrasi tertentu yang menyebabkan kematian pada 50% hewan percobaan
dalam hal ini larva udang A. salina. Pada uji toksisitas hasil ekstrak yang diperoleh
dilakukan terhadap larva udang A. salina dengan metode Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT) dengan tujuan untuk mengetahui efek toksik kedua hasil ektrak yaitu ekstrak
letal konsentrasi 50 (LC50). LC50 adalah konsentrasi dari suatu bahan yang
menyebabkan 50% kematian dalam suatu populasi dalam percobaan. LC50 dapat
digunakan untuk menentukan toksisitas dari suatu senyawa aktif dari bahan alam. Data
kematian hewan uji yang diperoleh dapat diolah untuk mendapatkan nilai LC50 dengan
selang kepercayaan 95% dengan menggunakan probit analysis method. Nilai LC50 ini
dijadikan sebagai batas konsentrasi tertinggi pada penentuan varian konsentrasi ekstrak
dalam uji.
Uji kematian larva udang Artemia salina Leach merupakan salah satu metode
uji bioaktif pada penelitian senyawa bahan alam (Laughlin dan Ferrigni, 1991).
Beberapa keuntungan dari uji bioaktif menggunakan larva udang Artemia salina adalah
sifatnya yang peka terhadap bahan uji, waktu uji yang cepat, murah, tidak perlu terlalu
aseptis, sederhana, tidak memerlukan keahlian khusus, dan tidak memerlukan peralatan
khusus.
senyawa yang bersifat toksik jika diberikan dalam dosis tinggi dan obat adalah racun
dari suatu bioaktif pada dosis rendah (Badan POM, 2005). Uji toksisitas terhadap larva
suatu senyawa. Secara umum farmakologi pada dasarnya adalah toksikologi pada dosis
98
rendah, sedangkan toksikologi adalah farmakologi pada dosis tinggi. Senyawa aktif
yang dikandung ekstrak kasar tumbuhan akan menghasilkan tingkat kematian yang
Hasil uji toksisitas menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
terhadap larva udang Artemia salina pada hasil ekstrak heksana dan etanol seperti pada
Tabel 13 dan 14. Data hasil pengamatan pada Lampiran 30, 33 dan hasil perhitungan
pada Lampiran 32 dan 35. Sedangkan persamaan garis regresi linier kedua ekstrak
Tabel 13. Hasil Uji Toksisitas Menggunakan Metode (BSLT) Terhadap Larva Udang
Artemia salina pada Ekstrak Heksana
Tabel 14. Hasil Uji Toksisitas Menggunakan Metode (BSLT) Terhadap Larva Udang
Artemia salina pada Ekstrak Etanol
Dari hasil penelitian uji toksisitas menggunakan metode Brine Shrimp Lethality
Test (BSLT) terhadap larva udang Artemia salina pada konsentrasi 1000, 100, 10, 1.0
99
dan 0.1 ppm menunjukkan ekstrak heksana dan etanol bersifat toksik terhadap larva
udang A. salina dengan nilai LC50 kurang dari 1000 ppm, sehingga dapat dikatakan
senyawa bioaktif yang terdapat dalam biji kamandrah tersebut sangat berpotensi
sebagai bahan obat. Menurut Meyer et al., (1982) suatu ekstrak atau senyawa dikatakan
aktif apabila memiliki efek toksik terhadap larva udang, dimana nilai LC50 yang
Dari Tabel 13 dan 14, menunjukkan ekstrak heksana lebih toksik bila
dibandingkan dengan ekstrak etanol yaitu ekstrak heksana (1.003 ppm) dan ekstrak
etanol (3.056 ppm). Hal ini diduga dari hasil uji fitokimia menunjukkan ekstrak
heksana lebih murni karena hanya mengandung senyawa alkaloid, sedang pada ekstrak
etanol mengandung senyawa alkaloid, flavonoid dan saponin sehingga tingkat toksisitas
ekstrak etanol berkurang karena tercampur dari ketiga senyawa tersebut. Menurut
Mayer et al., (1982) tingkat toksisitas disamping dipengaruhi oleh jenis bahan alam
yang dicoba, juga dipengaruhi oleh kemurnian senyawa yang terkandung dalam bahan
alam tersebut.
Walaupun demikian ekstrak yang terlalu toksik dalam hal ini ekstrak heksana,
menjadi bahan pertimbangan dalam hal penggunaannya bila masih memungkinkan ada
yang kurang toksik, karena ekstrak yang toksisitasnya tinggi dapat dikatakan tidak
aman untuk dikonsumsi oleh pengguna baik hewan maupun manusia. Dengan demikian
berarti hasil ekstrak etanol yang diduga memiliki senyawa aktif yang kurang toksik bila
dibandingkan ekstrak heksana, sehingga ekstrak etanol merupakan ekstrak terpilih yang
Pemilihan jenis ekstrak ini mengacu pada hasil kesimpulan dari penelitian
terdahulu yaitu ekstrak heksana dan etanol yang diharapkan memberi kontribusi
100
sebagai bahan pencahar (laksatif) seperti pada Tabel 14. Pemilihan jenis ekstrak yang
senyawa aktif yang terdapat dalam bahan hasil ekstrak yang diperoleh. Menurut
Brench et al., (1983) menyatakan bahwa keberhasilan proses ekstraksi tergantung pada
pemilihan pelarut yang digunakan dan hasil pengujian pada ekstrak yang dihasilkan.
Dari hasil pengujian seperti ditampilkan pada Tabel 14, terhadap hasil ekstrak,
uji fitokimiawi, analisis GC, analisis GC-MS, LC-MS dan uji toksisitas (BSLT)
terhadap larva udang A. salina dapat diketahui bahwa jenis ekstrak yang digunakan
untuk penelitian selanjutnya adalah hasil ekstrak etanol dengan pertimbangan sebagai
berikut : Hasil ekstraksi menggunakan metode Maserasi pada waktu Maserasi 6.218
hari dengan nisbah bahan/pelarut 1 : 5.179 g/ml menghasilkan ekstrak heksana lebih
besar yaitu 29 % dibandingkan hasil ekstrak etanol yang hanya 18.6 %. Mengingat
tujuan akhir adalah senyawa aktif maka perlu mempertimbangkan hasil pengujian
lainnya, walaupun secara kuantitas hasil ekstrak heksana lebih besar dari ekstrak etanol.
Hasil analisis dan pengujian terhadap ekstrak heksana dan etanol seperti pada Tabel 15.
Dari hasil uji fitokimia, ekstrak etanol mengandung alkaloid lebih banyak dari
flavonoid dan saponin yang hanya terdapat pada ekstrak etanol. Mengingat senyawa
target yang diduga sebagai bahan laksatif belum diketahui, maka ekstrak etanol dipilih
sebagai ekstrak yang digunakan dalam penelitian selanjutnya, karena secara kuantitatif
kandungan fitokimia lebih banyak dari ekstrak heksana disamping secara kualitas
ekstrak etanol juga mengandung senyawa flavonoid dan saponin yang dimungkinkan
kandungan asam lemak ekstrak heksana terdapat 17 senyawa yang teridentifikasi hanya
10 senyawa diantaranya terdapat asam miristat sebanyak 4,20% dari total hasil ekstrak.
101
berfungsi sebagai bahan kosmetik yang digunakan sebagai bahan emollient (pelembab).
Tabel 15. Hasil Hasil Ekstrak, Uji Fitokimiawi, Analisis GC-MS dan Uji Penentuan
Nilai LC50 Terhadap Ekstrak Heksana dan Etanol
spektrum massa komponen utama pada ekstrak etanol mengandung senyawa asam
tetradekanoat sebanyak 13,11% dari total hasil ekstrak yang diuji, senyawa tersebut
berfungsi sebagai defoaming agent dan lubrikan, sedangkan fungsi lainnya sebagai
tetradekanoat juga terdapat dalam ekstrak heksana sebanyak 4,20%, tetapi berdasarkan
kuantitasnya masih lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil analisis GC-MS pada
ekstrak etanol yang mencapai 13,11%. Hal ini sesuai menurut Syaifudin (1983) bahwa
perbedaan senyawa terkandung dalam ekstrak disebabkan zat aktif yang terdapat dalam
Disamping itu pada tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi,
efek tersebut ada kalanya saling mendukung (sinergis), tetapi ada pula yang seakan-
akan saling berlawanan (kontradiksi) (Saptorini, 2000). Berdasarkan hasil analisis GC-
sebagai bahan laksatif, tetapi mengandung senyawa tannin yang bersifat sinergis,
tinggi dan mengurangi laksansia yang berlebihan. Hal ini terbukti dari hasil uji
toksisitas menggunakan larva udang A. salina, ekstrak etanol hanya 3.056 ppm,
sedangkan ekstrak heksana 1.003 ppm jauh lebih toksik. Dengan demikian ekstrak
etanol merupakan ekstrak terpilih yang digunakan untuk penelitian lebih lanjut, karena
Disamping itu pertimbangan lain menurut Badan POM (2005) pelarut yang
digunakan dalam mengekstrak bahan alam yang digunakan sebagai obat tradisional,
dianjurkan menggunakan pelarut air dan etanol. Sehingga ekstrak etanol merupakan
kesulitan defekasi. Keadaan ini merupakan problem yang cukup serius karena semua
kesehatan tubuh.
macam mekanismenya. Tapi prinsipnya terdapat tiga kelompok pencahar yang dikenal
yaitu yang bersifat melicinkan jalannya feces, meningkatkan ekskresi cairan ke dalam
lumen usus dan atau meningkatkan peristaltik usus (Smith, 1982). Secara umum olium
ricinin termasuk kelompok yang mempunyai sifat iritan. Sifat iritansianya ini dapat
merangsang terjadinya peningkatan peristaltik usus, begitu juga halnya dengan ekstrak
biji kamandrah (Croton tiglium) yang mengandung senyawa aktif diduga kelompok
yang juga bersifat iritan. Sehingga cukup beralasan bila timbul dugaan kemungkinan
sediaan yang dapat menyebabkan terjadinya diare dengan karakteristik feces menjadi
lebih encer disebut purgatif. Selain menyebabkan feces menjadi lebih encer sediaan
defekasi disertai dengan terjadinya peningkatan jumlah atau bobot feces yang
dikeluarkan. Diare yang frekuensi meningkat dan encer, terjadi karena adanya
peningkatan sekresi cairan ke dalam lumen usus dan atau terjadinya peningkatan
peristaltik usus sehingga isi usus akan terdorong kebagian belakang dengan kecepatan
diduga mengandung senyawa aktif yaitu dengan mempelajari efeknya terhadap transit
intestinal marker dan karakteristik feces yang dikeluarkan hewan percobaan dalam hal
ini menggunakan hewan uji mencit, hasil yang diperoleh sebagai berikut.
Metoda transit intestinal berlandaskan pada nisbah jarak usus yang ditempuh
oleh marker dalam waktu tertentu terhadap panjang usus keseluruhan mencit. Obat
yang mempunyai daya kerja sebagai laksansia atau purgatif dapat memperbesar transit
intestinal marker yang digunakan. Sedangkan metoda uji defekasi berdasarkan pada
pertimbangan bahwa sediaan uji yang berkhasiat sebagai laksansia akan merubah pola
konsistensi tinja yang berubah menjadi lembek sampai cair dan atau terjadinya
80 c
72.52 bc
70 bc 65.08
61.89
Transit Intestinal (%)
60 ab
a 50.6
50 48.36
40
30
20
10 Perlakuan
0
Air DI DII DIII OR
Kontrol negatif (air); DI (0,03 ml); DII (0,06 ml); DIII (0,09 ml); Kontrol positif (OR)
Hasil penelitian mengenai efek ekstrak etanol biji kamandrah yang mengandung
senyawa aktif terhadap transit intestinal dan panjang usus pada beberapa perlakuan
105
pemberian dosis ekstrak dapat dilihat pada Gambar 36 dan Gambar 37. Data pengaruh
pemberian beberapa perlakuan terhadap karakteristik feces seperti pada Lampiran 36.
memperoleh ekstrak etanol adalah 61.9 % (DI); 72.5 % (DII) dan 65 % (DIII) masing
masing terdapat pada kelompok yang memperoleh ekstrak etanol dosis 0.03 ml, 0.06
memperoleh air kontrol (negatif) dan oleum ricini (kontrol positif) adalah 48.36 % dan
50.60 %.
Hasil analisis sidik ragam terhadap data yang diperoleh dari hasil
terhadap transit intestinal pada hewan uji mencit. Untuk mengetahui perbedaan yang
terdapat antara kelompok perlakuan maka dilakukan uji statistik lebih lanjut dengan
dosis terhadap transit intestinal untuk mengkaji efek dosis terhadap respon dihasilkan.
Oleh karena transit intestinal diantara ketiga kelompok dosis ekstrak etanol
menunjukkan perbedaan yang nyata maka dilakukan analisis lebih lanjut untuk
yang memperoleh ekstrak etanol dosis 0.06 ml/30 g bb mencit (72.5%) secara
signifikan berbeda nyata bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif ( 48,4
%) maupun kelompok kontrol positif yang hanya (50.6 %). Hal ini menunjukkan
ekstrak etanol terlihat jelas pada hewan percobaan dengan dosis 0.06 ml/30 g bb
mencit.
Dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pada dosis 0.06 ml/30 g bb
mencit potensi ekstrak etanol sebagai laksansia ternyata lebih kuat dibandingkan
dengan kontrol positif (oleum ricini). Hal ini terbukti dengan nilai transit intestinal
ekstrak etanol (72,50) lebih besar dari kontrol positif yang hanya 50,60. Nampaknya
kontrol positif (OR) menunjukkan efek yang lemah sebagai laksansia pada dosis 0.75
ml/30 g bb mencit, sehubungan dengan transit intestinal dimana kelompok ini secara
b. Metode Defekasi
berkhasiat sebagai laksansia akan mengubah pola defekasi hewan uji yang ditandai
lembek sampai cair dan atau terjadinya penambahan massa tinja yang dikeluarkan.
Metode ini digunakan untuk mengevaluasi efek laksansia ekstrak etanol, kemudian
107
dilanjutkan dengan mengamati karakteristik feces yang dikeluarkan hewan uji mencit
selama 4 jam.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah feces dan bobot feces
kelompok pemberian dosis ekstrak etanol maupun kontrol, baik kontrol positif maupun
kontrol negatif tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah feces dan bobot feces yang
dikeluarkan hewan uji seperti pada Gambar 38, 39 dan Lampiran 37-38.
10 9.9
8.7 9
9
8.2
Jumlah Feces (buah)
8
7 6.4
6
5
4
3
2
1
Perlakuan
0
Air DI DII DIII OR
Kontrol negatif (air); DI (0,03 ml); DII (0,06 ml); DIII (0,09 ml); Kontrol positif (OR)
1.2 1.11
Bobot Feces (g)
1
0.87 0.86
0.8
0.6
0.4
0.2 Perlakuan
0
Air DI DII DIII OR
Kontrol negatif (air); DI (0,03 ml); DII (0,06 ml); DIII (0,09 ml); Kontrol positif (OR)
mencit yang memperoleh ekstrak etanol mempunyai karakteristik feces dari keras
108
lembek sampai lembek cair (dosis 0.03 dan 0.09/30 g bb mencit) dan keras sampai cair
(kontrol positif) mengeluarkan feces dengan karakteristik mulai dari keras sampai cair
dan karakteristik feces kontrol negatif adalah keras sampai keras lembek, seperti pada
Gambar 40.
dengan efek yang signifikan pada kedua metoda uji tersebut. Hasil yang diperoleh dari
menunjukkan hasil yang konsisten dengan hasil pemeriksaan terhadap metode transit
intestinal. Dengan demikian terlihat dengan jelas bahwa ekstrak etanol yang
efektif ekstrak etanol sebagai pencahar adalah 0.06 ml/30 g bb mencit dengan efek
yang terlihat berupa peningkatan transit time dan perubah karakteristik feces.
konsistensi tinja menjadi lembek, sampai cair serta menambah massa tinja yang
dikeluarkan. Frekwensi defekasi yang berkurang, demikian juga massa tinja yang
berkurang, konsistensi tinja yang bertambah keras, disebabkan terutama karena terjadi
dehidrasi material yang tinggal terlampau lama di dalam usus besar sebelum
dikeluarkan.
Menurut Smith (1982) ada tiga cara kerja dari obat pencahar dalam usus yaitu
menimbulkan refleks peristalsis dalam usus, bahan yang dapat digunakan antara lain
minyak jarak, kalomel, sulfur, fenolfthalein, dan minyak croton. Pencahar sebagai
emollien bertujuan sebagai pelunak feces yang terdapat dalam usus, bahan yang
digunakan dapat berupa parafin cair, lemak dan lain-lain. Sedangkan pencahar sebagai
pembentuk massa bertujuan sebagai merenggang usus besar bahan yang digunakan
Senyawa aktif yang bekerja terhadap usus halus melalui proses hidrolisis dan kerja
et al., 1990). Menurut Ansel (1989) suatu senyawa bahan aktif dikatakan sebagai
obat apabila berada pada kisaran dosis yang tepat dan racun apa bila diberikan dalam
jumlah yang melebihi dosis, sebaliknya tidak berfungsi apa bila diberikan pada dosis
yang rendah.
110
merupakan dosis yang efektif dari hasil pengujian pra klinis terhadap mencit. Agar
dosis efektif ini dapat diberikan pada manusia, perlu diformulasi sehingga akan didapat
Uji batas keamanan dilakukan untuk melihat sampai seberapa jauh ekstrak
etanol yang digunakan aman untuk dikonsumsi. Uji batas keamanan dilakukan
percobaan untuk menentukan dosis efektif (ED50) dan uji Dosis Letal (LD50) terhadap
hewan uji.
Hewan uji coba mencit ddY jantan yang memiliki bobot 30-40 g. Pengamatan
dilakukan selama 3 jam terhadap karakteristik feces yang dikeluarkan. Hewan uji yang
perlakuan. Perlakuan yang dicoba pada dosis pemberian ekstrak etanol 0,06 ml, 0,04
100 100
Respon Jumlah Hewan (%)
90
80
70
60
60
50
40 40
40
30
20
10
Perlakuan
0
AI AII AIII AIV
AI (0,060 ml); AII (0,040 ml); AIII (0,026 ml); AIV (0.17 ml)
Gambar 41. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Respon Positif Hewan uji
111
Hasil percobaan pemberian ekstrak etanol terhadap hewan uji mencit dilakukan
terhadap parameter jumlah hewan uji yang memperlihatkan respon positif seperti pada
Dari hasil percobaan penentuan Dosis Efektif (ED50) dari beberapa dosis
pemberian yaitu 0,06, 0,04, 0,026 dan 0,07 ml per 30 g bb mencit memperlihatkan
respon hewan uji berturut-turut 100%, 60%, 40% dan 40% dari jumlah hewan uji.
Dengan demikian dapat dikatakan semakin menurun dosis pemberian ekstrak etanol,
semakin menurun pula respon hewan uji. Hasil analisis Thompson dan Weil (1952)
menunjukkan ED50 berada pada kisaran 0,027 ml setara dengan 0.81 g/kg bb.
Hewan uji coba mencit ddY jantan yang memiliki bobot 30-40 g. Pengamatan
dilakukan selama 24 jam. Perlakuan yang dicoba pada dosis pemberian ekstrak etanol
0,2 ml, 0,04 ml, 0,1 ml, 0,05 ml dan 0,025 ml/30 g bb mencit. Parameter yang diamati
dalam percobaan ini adalah banyaknya hewan yang mati, gejala yang terlihat selama
pengujian dan tingkat toksisitas relatifnya. Hasil percobaan pemberian ekstrak etanol
terhadap hewan uji mencit dilakukan terhadap parameter jumlah hewan uji yang mati,
100 100
Jumlah Hewan Mati (%)
90
80 75
70
60
50
50
40
30 25
20
10 Perlakuan
0
BI BII BIII BIV
BI (0,200 ml); BII (0,100 ml); BIII (0,050 ml); BIV (0.025 ml)
Gambar 42. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Jumlah Mencit Yang Mati
112
dosis yang diberikan tingkat kematian hewan uji semakin meningkat pula, dengan
gejala yang memperlihatkan hewan uji depresi, pucat, bulu berdiri, nafas dalam dan
cepat. Kadang terlihat adanya feces yang keras tertinggal di anus. Jumlah hewan uji
yang mati tertinggi pada pemberian dosis ekstrak biji kamandrah 0,2 ml/30 g bb mencit
(5,93 g/kg bb). Hasil analisis menggunakan analisis Thompson dan Weil (1952)
menunjukkan LD50 berada pada kisaran 0,07 ml setara dengan 2,09 g/kg bb.
Batas keamanan adalah kisaran dosis antara dosis yang menimbulkan efek letal
dan dosis yang menimbulkan efek khasiat yang diinginkan. Menurut Loomis (1978)
antara LD50/ED50. Dari hasil perhitungan penentuan batas keamanan ekstrak yaitu
LD50/ED50 = 0,077 ml/kg bb/0,027 ml/kg bb = 2,7 kali. Berdasarkan hasil perhitungan
batas keamanan ekstrak biji kamandrah dengan nilai 0,07 ml/kg bb, bila nilai tersebut
dimasukkan ke dalam Tabel 2 maka nilai dari hasil penelitian tersebut berada pada
kisaran 0.5 – 5 mg/kg bb. Menurut Loomis (1978) sediaan ekstrak yang dihasilkan
termasuk ekstrak yang bersifat toksik sedang, dengan batas keamanan yang sempit
didasari atas (1) belum diketahui senyawa aktif apa saja yang terdapat dalam biji
kamandrah yang selama ini digunakan sebagai laksatif, (2) pemanfaatan biji kamandrah
selama ini oleh masyarakat hanya menggunakan biji sebagai bahan laksatif dan (3)
belum ditemukan dalam patent dan literatur yang mengekstrak biji kamandrah sebagai
laksatif.
113
Rahayu (1999) dengan memakan 1-2 g biji kamandrah dapat menyebabkan murus-
penelitian ini adalah suatu upaya yang dilakukan untuk merancang teknologi proses
untuk memperoleh ekstrak terstandar dalam kapsul yang pada akhirnya dapat
meningkatkan nilai tambah dari produk yang dihasilkan. Metode yang digunakan untuk
metode ekstraksi lainnya yaitu ekstraksi kontinyu menggunakan soxhlet dan perkolasi.
dan/atau fisik hasil pertanian menjadi produk dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi
Daur Ulang
Produk
Bahan Penyiapan Kondisi Pereaksian Pemisahan
Mentah Bahan Mentah Produk
Samping
Penyempurnaan
Utilitas Produk
Produk Utama
dalam beberapa tahapan yang meliputi : (1) proses ekstraksi senyawa dari biji
kamandrah, (2) penentuan produk akhir ekstrak terstandar, (3) perancangan proses, dan
(4) analisis kelayakan teknis dan ekonomis perancangan proses. Dengan demikian
114
diperlukan suatu perancangan proses untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Bila
ditinjau dari segi output dari perancangan teknologi proses dituntut dua kriteria yaitu
(1) secara teknis rancangan tersebut dapat diterapkan dan dioperasionalkan dalam
menguntungkan.
Proses ekstraksi senyawa aktif dari biji kamandrah dilakukan dengan metode
Maserasi pada suhu ruang, dengan pertimbangan senyawa bioaktif yang terdapat dalam
biji tidak terdegradasi karena pengaruh panas yang tinggi. Sedangkan tujuan ekstraksi
menggunakan metode Maserasi ini agar diperoleh senyawa aktif dari biji kamandrah
melalui pemisahan menggunakan pelarut yang bersifat polar dan non polar. Mengingat
senyawa aktif yang terdapat dalam biji kamandrah belum diketahui apakah bersifat
polar atau non polar, maka untuk memperoleh senyawa tersebut dilakukan pemisahan
dengan kedua jenis pelarut tersebut, pelarut polar menggunakan etanol dan non polar
menggunakan heksana. Menurut Harborne (1987) disamping jenis pelarut, faktor lain
yang perlu diperhatikan untuk memperoleh senyawa aktif dalam bahan semaksimal
mungkin antara lain waktu maserasi dan nisbah bahan/pelarut yang digunakan. Pada
setiap bahan faktor-faktor tersebut berbeda pengaruhnya terhadap hasil ekstrak yang
nisbah bahan dan pelarut (1:2) menghasilkan ekstrak 12,75%, sedangkan pada biji
Sebelum dilakukan ekstraksi senyawa aktif dari biji kamandrah terlebih dahulu
dilakukan penyiapan bahan. Penyiapan bahan dilakukan sesuai dengan standar mutu
pengupasan kulit buah, pengupasan cangkang biji dan pengecilan ukuran (Badan
7,42 kg
1,38 kg Ekstrak
Kental (18,6%)
Gambar 14. Diagram Alir Proses Ekstraksi Senyawa Aktif Menggunakan Metode Maserasi
116
a. Pengumpulan Bahan
Bahan baku dikumpulkan dan diambil dari daerah Tamiang Layang, Kabupaten
Barito Timur, Propinsi Kalimantan Tengah, karena daerah tersebut merupakan daerah
b. Sortasi
Pekerjaan ini dilakukan dengan tujuan memisahkan buah dari kotoran atau
bahan-bahan asing yang melekat dikulit buah, disamping memisahkan buah yang
abnormal dari yang normal. Dari 18,56 kg buah yang baru dipetik menghasilkan buah
yang baik hanya 17,08 kg selebihnya buah yang tidak dapat digunakan rusak (buah
c. Pengeringan
Buah yang diperoleh dikering-anginkan pada tempat yang teduh dan tidak boleh
langsung dijemur di bawah sinar matahari, karena terpaan sinar matahari langsung
berdampak negatif terhadap kelangsungan hidup (viability) biji dan juga dapat
mempengaruhi senyawa aktif yang terdapat dalam biji. Dari hasil penelitian
menunjukkan dari 17,08 kg buah, menghasilkan buah kering sebanyak 11,58 kg dan 5,5
kg merupakan air yang teruapkan. Kadar air buah yang tinggal hanya mencapai 12 %.
Pada buah yang telah di jemur dan kering pengupasan biji tidaklah sukar,
karena pada buah yang telah matang dan kering, kulit buah dengan sendirinya akan
membuka. Walaupun demikian masih ada terdapat buah yang secara langsung
membuka, dengan demikian perlu dilakukan secara manual membuka buah dari biji
atau dapat dilakukan dengan mesin pengupasan kulit biji. Dari 11,58 kg buah kering
berkulit diperoleh 7,42 kg biji kamandrah dengan banyaknya kulit terbuang mencapai
Pengupasan cangkang (shell) dari biji agar diperoleh daging biji (kernel) yang diambil
serbuk dengan ukuran 40 mesh. Ukuran partikel dari serbuk biji kamandrah
mempengaruhi kecepatan proses ekstraksi dan besarnya hasil ekstrak yang dihasilkan.
g. Maserasi
Maserasi dilakukan selama 6,2 hari dengan nisbah/bahan 1 : 6,9 g/ml. Waktu
diperoleh dari penelitian terdahulu. Suhu yang digunakan adalah suhu kamar yaitu
27oC.
h. Penyaringan
Penyaringan dilakukan untuk memisahkan bahan dan pelarut dalam hal ini
memisahkan antara ampas dan ekstrak kasar. Berdasarkan hasil penelitian ekstrak kasar
i. Pengeringan
Dari hasil ekstrak kasar yang diperoleh, kemudian dilakukan pemisahan ekstrak
senyawa aktif dengan pelarut etanol menggunakan rotavapor. Suhu yang digunakan
60oC dan lama 45 menit, suhu dan lamanya pengeringan berdasarkan hasil percobaan
yang dilakukan. Hasil pemisahan pelarut dari ekstrak senyawa aktif diperoleh 1,38 g
118
senyawa aktif tetradecanoic acid yang sinonim dengan asam miristat yang berfungsi
sebagai pencahar terdapat dalam ekstrak etanol. Maka ekstrak etanol yang
ekstrak 1,38 g. Bila dilihat dari dosis pemberian pada manusia dari hasil perhitungan
konversi hewan uji ke manusia, menunjukkan dosis yang diberikan masih lebih kecil
bila dibandingkan dosis pemberian dari biji secara etnobotani (penggunaan turun
temurun) dan hasil penelitian Siagian dan Rahayu (1999). Adapun dosis penggunaan
dari biji dan hasil ekstrak terstandar seperti pada Tabel 16.
Tabel 16. Dosis Penggunaan dari Biji dan Hasil Ekstrak Terstandar
Rendemen Dosis penggunaan dari biji* Dosis Penggunaan dari
Rerata/ ekstrak per Hasil Ekstrak Terstandar**
100 biji biji (18,6%) Penelitian Hasil Uji Konversi
Etnobotani Siagian dan Khasiat Pada Pada
Rahayu (1999) Mencit Manusia
standar, dosis yang tepat yang telah teruji secara pre klinis dan terjamin keamanannya.
Maka mengkonsumsi herbal terstandar akan lebih tepat dan aman dibandingkan dengan
mengkonsumsi biji secara langsung, karena besarnya biji tidak sama untuk tiap-tiap
konsumsi masyarakat.
119
senyawa aktif yang berfungsi sebagai bahan laksatif, maka dilanjutkan penentuan
produk akhir ekstrak yang akan digunakan. Menurut Cussler dan Moggridge (2001)
penentuan bentuk sediaan produk akhir suatu produk perlu dilakukan pertimbangan
yang matang, karena produk akhir yang dihasilkan diharapkan dapat meningkatkan
nilai tambah dari produk yang dihasilkan. Menurut Marimin (2004) mengingat
pentingnya penentuan produk akhir yang dihasil ini, maka dalam penentuannya
buku tentang penggunaan produk yang dihasilkan. Produk yang dihasilkan berbentuk
ekstrak terstandar yang bertujuan sebagai bahan laksatif (pencahar) dengan demikian
Dengan demikian salah satu metode yang umum digunakan adalah Metode
bangun model yang telah terdifinisi dengan baik pada tahapan proses. Menurut
Penyusunan calon bentuk sediaan produk akhir jamu pencahar, b).Penyusunan kriteria
yang dikaji, c). Penentuan tingkat kepentingan, d). Penentuan skor tiap calon produk
akhir pada setiap kriteria, dan e). Perhitungan total skor calon produk akhir.
sebagai bahan laksatif, ada beberapa faktor yang diperhatikan antara lain cara
pemberian dan bentuk sediaan. Beberapa cara pemberian obat yang dilakukan yaitu
intranasal, intrarespiratori, rektal, vaginal, dan uretral (Ansel, 1989). Mengingat target
produk yang dihasilkan dalam bentuk obat pencahar maka cara pemberian dilakukan
melalui oral, dengan pertimbangan penggunaan obat pencahar yang lazim dilakukan
dengan cara diseduh dan diaplikasikan dengan diminum. Calon bentuk sediaan produk
akhir dari hasil ekstrak terstandar dalam bentuk tablet, kapsul, sirup, dan serbuk.
Penilaian terhadap sembilan calon produk akhir yang berbasis ektrak terstandar didapat
dari hasil wawancara dengan pakar dan pengorganisasian pengetahuan dari berbagai
mempengaruhi variasi bentuk sediaan, cara pemberian dan kepentingan dari masing-
Langkah berikutnya adalah menentukan nilai pada calon produk akhir dengan
nilai berkisar antara 1 – 10. Nilai 10 = produk ideal; 9 = agak sempurna; 8 = baik
tidak memenuhi kriteria; 1 = alternatif calon produk ditolak. Adapun hasil perhitungan
alternatif keputusan lebih nyata. Dari hasil perhitungan nilai total tertinggi merupakan
produk akhir yang terpilih. Dari hasil perhitungan pada Tabel 18, diketahui bahwa
bentuk sediaan yang cocok digunakan adalah kapsul, karena mempunyai nilai tertinggi
Aplikasi Produk
Menurut Ansel (1989) hasil ekstrak yang diperoleh dari bahan alam dapat
berupa (a) ekstrak setengah cair atau kental, (b) butir-butir atau ekstrak padat, dan (c)
ekstrak kering (serbuk). Ekstrak yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah ekstrak
berbentuk kental. Aplikasi produk dan formulasi didasarkan atas hasil ekstrak yang
diperoleh dan telah dilakukan pengujian terhadap khasiat dan keamanan dari hasil
ekstrak yang dihasilkan. Produk yang dibuat atas dasar perlakuan terbaik ekstrak
etanol 0.06 ml/30 g bb yang setara dengan penggunaan dosis pada manusia.
pengujian pra klinis terhadap hewan uji yang dilakukan, kemudian dikonversi untuk
penggunaan pada manusia terutama penggunaan ekstrak terpilih dari uji sebelumnya
yang mempunyai efektivitas sebagai bahan pencahar (laksatif) yang bersumber dari biji
kamandrah.
123
Dari hasil penelitian dosis efektif pada hewan uji, selanjutnya dilakukan
konversi kesetaraan pada manusia dilakukan dengan menggunakan Tabel seperti pada
Lampiran 44, sehingga diperoleh hasil perhitungan kesetaraan pada manusia adalah
11,08 ml/kg bb (0,00986 g/kg bb = 9,86 mg/kg bb). Berdasarkan konversi kesetaraan
yang diberikan pada manusia tersebut, maka cangkang kapsul keras yang digunakan
besarnya berukuran 250 mg (kapsul normor 1). Dari hasil penelitian Mitra et al.,
(2003) dosis pemberian ekstrak akar tanaman picrorrhiza kurroa yang efektif sebagai
bahan laksatif pada manusia 50-250 mg/kg bb. Dengan demikian pemberian ekstrak
biji kamandrah 9.86 mg/kg bb masih lebih rendah pada kisaran dosis pemberian,
bahan pengisi kapsul dan bahan pengering. Ketepatan komposisi bahan pengisi
memiliki aturan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku menurut Handbook of
penghancur, bahan pelincir, bahan pelicin, dan bahan tambahan pengisi lain berupa
amylum maydis dan avicel. Kesemua komponen ini disesuaikan dengan total solid
diberikan adalah 11,08 ml/kg bb atau setara dengan 9,86 mg/kg bb diberikan 1 kapsul
per hari. Bila dibandingkan dengan dosis anjuran produk komersial dulkolak@ (10 mg /
kg bb) masih lebih rendah. Adapun penampakan bentuk sediaan kapsul hasil ekstrak
terstandar dan penampakan produk kapsul dalam botol kemasan, pada Gambar 46.
Menurut Anief (2000), ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi apabila
membuat produk dalam bentuk kapsul antara lain (1) bobot dalam kapsul harus
seragam, (2) keseragaman dari isi zat yang berkhasiat, (3) waktu hancur yang tidak
lebih dari 15 menit, dan (4) kapsul tersimpan dalam wadah yang tertutup rapat. Dari
124
perlakuan pengisian kapsul yang dilakukan dianggap semua persyaratan tersebut telah
memenuhi kreteria diatas sehingga produk yang dihasil layak untuk dikonsumsi.
Walaupun demikian agar produk ini dapat dipasarkan perlu dilakukan pengujian lebih
lanjut untuk mendapatkan pengakuan secara legal oleh lembaga yang berkompetensi.
3. Perancangan Proses
Perancangan proses produk dalam hal ini ekstrak terstandar sebagai bahan
laksatif berbahan baku biji kamandrah dilakukan dengan mengikuti proses pembuatan
produksi dari hasil ekstraksi, kemudian dianalisis terhadap output yang dihasilkan.
keseluruhan tahapan proses dari proses ekstraksi sampai menjadi produk akhir,
produk akhir ekstrak terstandar yang dihasilkan, aplikasi produk dan formulasi, dan
Menurut Seider et al., (1999) teknik heuristik untuk perancangan proses terdiri
dari lima tahapan (1) pengurangan perbedaan jenis molekul bahan atau pemilihan jalur
reaksi/proses, (2) pembagian pereaksi atau bahan dengan cara mempertemukan sumber
dan tujuan proses, (3) pengurangan perbedaan komposisi, yang antara lain dilakukan
dengan penerapan sistem pemisahan, (4) pengurangan perbedaan suhu, tekanan, dan
fasa, (5) pemaduan tahapan, yaitu menggabungkan kegiatan operasi ke dalam satuan-
satuan proses.
Metode yang biasa digunakan dalam perancangan proses adalah metode sntesis
proses dan simulasi proses. Dari kedua metode ini selanjutnya akan dianalisis
kelayakan teknis dan ekonomis terhadap rancangan yang diperoleh. Pada kasus
penelitian ini metode rancangan proses yang digunakan adalah metode sintesis proses.
Sedangkan sintesis proses itu sendiiri adalah suatu pola kegiatan yang berurutan dan
yang berkaitan dengan jenis satuan proses yang digunakan dan rangkaian satuan-
satuan, serta kondisi proses yang akan diterapkan. Pola kegiatan yang berurutan dan
terpadu inilah yang merupakan suatu sintesis (Seider et al., (1999). Adapun proses
ekstraksi menggunakan metode Maserasi dari penyiapan bahan, ekstraksi dan formulasi
Dari perancangan proses ini nantinya akan diperoleh rancangan proses (1)
secara teknis rancangan dapat diterapkan dan di operasionalkan dalam wahana pabrik
metode ekstraksi lainnya. Pada kasus ekstrak terstandar sebagai bahan laksatif
perkolasi. Adapun kondisi proses dari beberapa metode ekstraksi yang digunakan
kamar yaitu 27oC. Dengan pertimbangan senyawa aktif yang terdapat dalam biji
Etanol yang dapat diambil kembali setelah dilakukan ekstraksi terhadap serbuk
biji kamandrah pada proses ekstraksi menggunakan Maserasi (95,68%) dari total
optimum dilakukan selama 6,2 hari. Proses ekstraksi ini berjalan cukup lama bila
Banyaknya pelarut etanol yang hilang karena pengaruh penguapan yang terjadi
Hasil ekstrak yang diperoleh dari hasil ekstraksi menggunakan metode Maserasi
(1,38 g). Banyaknya ekstrak yang diperoleh lebih banyak dari ekstraksi menggunakan
127
Etanol yang dapat diambil kembali setelah dilakukan ekstraksi terhadap serbuk
biji kamandrah pada proses ekstraksi kontinyu menggunakan Soxhlet (14,84%) dari
apabila pelarut yang terdapat dalam alat Soxhlet sudah berwarna jernih, dengan
Banyaknya pelarut etanol yang hilang karena pengaruh penguapan yang terjadi
selama proses ekstraksi. Berdasarkan hasil penelitian dari proses ekstraksi kontinyu
menggunakan Soxhlet, pelarut etanol yang hilang mencapai 6,16%, lebih tinggi bila
menggunakan Soxhlet (2,56 g). Banyaknya ekstrak yang diperoleh lebih banyak dari
Etanol yang dapat diambil kembali setelah dilakukan ekstraksi terhadap serbuk
biji kamandrah pada proses ekstraksi secara Perkolasi (91,10%) dari total pelarut
optimum dilakukan selama 1,7 jam. Proses ekstraksi ini berjalan cukup lama bila
Banyaknya pelarut etanol yang hilang karena pengaruh penguapan yang terjadi
selama proses ekstraksi. Berdasarkan hasil penelitian dari proses ekstraksi secara
Perkolasi (4,05%).
Hasil ekstrak yang diperoleh dari hasil ekstraksi secara Perkolasi (1,20 g).
Ekstrak yang diperoleh lebih sedikit bila dibandingkan dengan hasil ekstraksi
heuristik senantiasa merupakan hasil pilihan terbaik dari beberapa pilihan yang
ektraksi yang digunakan untuk mengekstrak biji kamandrah seperti pada Tabel 19.
Tabel 19. Beberapa Parameter Proses Ekstrak Terstandar Sebagai Bahan Laksatif
Parameter Pembanding Proses I Proses II Proses III
Suhu Saat Ekstraksi 27oC 70oC 27oC
Pengambilan Kembali Etanol 95,68% 14,84% 91,10%
Lama Ekstraksi 6,2 hari 6,2 jam 1,9 jam
Etanol Hilang 4,31% 6,16% 4,06%
Nisbah Bahan/pelarut 1 : 6 g/ml 1 : 6 g/ml 1 : 6 g/ml
Hasil Ekstrak 1,38 g 2,56 g 1,20 g
kontinyu menggunakan Soxhlet diperoleh hasil ekstrak tertinggi yaitu 2,56 g bila
dibandingkan dengan metode Maserasi (1,38 g) dan Perkolasi (1,20 g). Bila dilihat dari
menggunakan Soxhlet lebih tinggi bila dibandingkan dengan metoda Maserasi dan
Perkolasi, hal ini diduga karena kontak antara pelarut dan bahan secara
yang dapat diekstraksi dari bahan. Semakin lama waktu ekstraksi maka kesempatan
untuk bersentuhan antara bahan dan pelarut semakin besar, sehingga kelarutan
komponen bioaktif dalam larutan akan meningkat, dengan demikian hasil ekstrak juga
menyebabkan suhu menjadi lebih tinggi, akibatnya bahan akan lebih cepat terekstraksi.
Pada metode ekstrak kontinyu menggunakan Soxhlet, menggunakan suhu 70oC selama
6 jam, perputaran pelarut yang menyebabkan pencampuran pelarut dan bahan secara
berkesinambungan sehingga hasil ekstrak yang diperoleh juga semakin banyak sampai
akhirnya mencapai titik keseimbangan kejenuhan pelarut. Dari 7,41 g serbuk biji
kamandrah waktu yang diperlukan untuk mengekstrak bahan selama 6 jam, yang
menghasilkan hasil ekstrak 2,56 g. Pada kondisi ini serbuk biji kamandrah akan
terekstraksi semuanya. Proses ekstrak akan berhenti dilakukan apa bila ditandai dengan
Soxhlet.
Hal ini diduga karena pada perkolasi kontak antara pelarut dan bahan hanya
berlangsung singkat, sehingga laju ekstraksi komponen bahan juga berkurang dan
kemampuan pelarut untuk melarutkan komponen ekstrak dalam bahan hanya sedikit
131
sehingga hasil ekstraksi juga akan sedikit hal ini ditunjukkan dengan kecilnya nilai
serbuk biji kamandrah hanya memerlukan waktu yang lebih singkat yaitu selama 1.7
jam dan dilakukan pada suhu kamar, yang menghasilkan ekstrak 1,20 g dari total
6,909 g/ml menghasilkan ekstrak hanya 1,38 g dari total bahan yang diekstraksi 7,41 g
serbuk biji kamandrah. Dengan demikian maka hasil ekstrak yang diperoleh juga lebih
kecil bila dibandingkan dengan ekstraksi yang dilakukan secara kontinyu (sinambung)
pada metode Maserasi cukup lama yaitu 6,2 hari, sedangkan metode Perkolasi hanya
1,7 jam sehingga kontak antara bahan dan pelarut pada metode Maserasi cukup lama,
sedang metode perkolasi lebih singkat yang menyebabkan perolehan hasil ekstrak pada
metode Maserasi lebih banyak. Hal ini terbukti dari hasil perolehan ekstrak
menggunakan metode Maserasi (1,38 g) lebih tinggi dari metode Perkolasi yang hanya
(1,20 g) walaupun masih lebih kecil dari perolehan hasil ekstrak menggunakan metode
pengaruh suhu, lama ekstraksi menentukan jumlah komponen yang dapat diekstraksi
dari bahan yang diekstrak. Semakin lama waktu ekstraksi maka kesempatan untuk
bersentuhan antara bahan dan pelarut semakin besar sehingga kelarutan komponen
bioaktif dalam larutan akan meningkat, dengan demikian hasil ekstrak juga akan
semakin bertambah.
132
Maserasi sebanyak 95.68 % lebih besar bila dibandingkan dengan Perkolasi yaitu
91,19 %. Dengan demikian penggunaan pelarut pada metode Maserasi lebih efisien bila
dibandingkan metode Perkolasi, karena pelarut tersebut masih dapat digunakan dalam
industri maka disamping yang menjadi parameter penting adalah secara kualitatif
bioaktif dari ekstrak tersebut, juga secara kuantitatif adalah hasil ekstrak yang
Soxhlet lebih tinggi bila dibandingkan dengan metode Maserasi dan perkolasi, akan
kontinyu menggunakan Soxhlet pada suhu tinggi, sehingga dikuatirkan akan merusak
senyawa target dalam hal ini senyawa aktif sebagai bahan laksatif. Menurut Meloan
(1999) suhu berpengaruh terhadap senyawa aktif pada bahan tanaman yang di ekstraksi,
pada suhu yang terlalu tinggi dapat merusak bioaktif dari bahan yang diekstraksi.
Dengan demikian dikuatirkan senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak biji
bahan laksatif.
Untuk menghindari hal yang demikian, maka pemilihan metode ekstraksi harus
mengekstraksi akar tanaman picrorrhiza sebagai bahan laksatif diperlukan suhu 40-
50oC, pada suhu yang terlalu tinggi akan merubah sifat fisik dan kimia dari senyawa
target yang akan diperoleh. Dengan demikian maka metode ekstraksi yang dapat
menggunakan metode Maserasi dan proses produk sediaan ekstrak terstandar dalam
lebih jauh, diperlukan analisis evaluasi kelayakan finansial. Menurut Sutedjo (1990)
penilaian aliran dana yang diperlukan dan kapan dana tersebut dapat dikembalikan
sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan serta apakah proyek tersebut
proses meliputi : Net Present Value (NVP), Internal Rate of Return (IRR), Profitability
Index (PI), Payback Period (PBP), serta analisis sensitivitas yang memberi nilai
seberapa jauh industri pengolahan ekstrak terstandar sebagai obat pencahar yang
dilakukan untuk memperkirakan jumlah dana yang diperlukan, baik untuk dana tetap
maupun modal kerja awal. Selain itu asfek finansial mengkaji struktur pembiayaan
serta sumber dana yang menguntungkan, sumber dana modal yang digunakan, beberapa
bagian jumlah kebutuhan dana itu yang wajar untuk dibiayai dengan pinjaman dari
134
pihak ketiga serta dari mana sumbernya dan berapa besarnya. Dengan demikian perlu
(a). Industri ekstrak terstandar dalam kapsul sebagai bahan pencahar diperkirakan
berkapasitas olah sebesar 2.850.720 kg/bulan simplisia per hari atau setara dengan
(b). Pembelian simplisia biji kamandrah diperhitungkan sebesar Rp. 12.000,- per kg.
(c). Harga pokok produksi ekstrak terstandar dalam kapsul adalah Rp 140,-/biji kapsul
(@ 45 per 250 mg), sedangkan harga beli pabrik ekstrak terstandar dalam kapsul
investasi mesin dan peralatan. Dengan asumsi umur ekonomis bangunan selama 20
tahun, untuk mesin, peralatan dan fasilitas selama 10 tahun; dan kendaraan 5 tahun.
(e).Tingkat produksi pada tahun pertama 80%, pada tahun kedua 90% dari total
produksi yang direncanakan. Pada tahun ketiga dan tahun berikutnya produksi
(f). Biaya administrasi dalam menjalankan perusahaan dihitung 2% dari nilai investasi.
(g).Besarnya residu proyek yang dikerjakan pada tahun ke-10 merupakan nilai buku
(h).Modal investasi maupun modal kerja bersumber dari pinjaman bank dan equity
(i). Pinjaman bank dengan suku bunga per tahun sesuai dengan saat perhitungan yaitu
18 % berlaku baik kridit investasi maupun kridit modal kerja yang berlaku pada
(l). PPh (pajak penghasilan) disesuaikan dengan peraturan pemerintah tentang pajak
pendapat badan usaha dan perseroan. Besarnya pajak yang dibayar berdasarkan SK
dikenakan pajak 10% dari Rp.25.000.000,- yang pertama dan ditambah 15% dari
15% dari Rp.25.000.000,- dan ditambah lagi 30% dari pendapatan yang telah
dikurangi Rp.50.000.000,-
(m).Waktu pembayaran kredit investasi dilakukan 1 tahun setelah akad kridit dengan
(n). Perhitungan biaya pemeliharaan 2% dari nilai investasi peralatan yang digunakan
penjualan, biaya yang dikeluarkan sebanyak 35% dari harga jual produk.
(p). Kenaikan upah tenaga kerja juga diperhitungkan sebanyak 4,5% setiap tiga tahun.
(r). Harga bahan baku biji kamandrah, peralatan dan lainnya didasarkan pada harga
saat dilakukan perhitungan yaitu pada akhir bulan Nopember - Desember 2007.
(s). Evaluasi kelayakan finansial yang dilakukan untuk mengkaji sampai seberapa jauh
prospek produk yang dihasilkan berupa industri jamu pencahar hasil ekstrak terstandar
yang berbasis ekstrak biji kamandrah, dalam periode waktu tertentu yang meliputi Net
Present Value (NVP), Internal Rate of Return (IRR), Profitability Index (PI), Payback
Period (PBP), serta analisis sensitivitas yang memberi nilai tambah dari produk yang
dikaji. Hasil perhitungan dan evaluasi kelayakan finansial yang dilakukan untuk
136
mengkaji sampai seberapa jauh prospek produk yang dihasilkan dapat jelaskan sebagai
berikut :
Harga pokok produk (HPP) ekstrak terstandar dalam kapsul ditentukan dengan
metode Full costing sehingga diperoleh HPP dari produk ekstrak terstandar dalam
kapsul adalah Rp. 140,-/biji dalam botol yang berisi @ 45 biji (250 mg/biji). Hasil
Pendirian industri ekstrak terstandar dalam kapsul yang berbasis ekstrak biji
produksi pada tahun I 80% (156.804.000), pada tahun II 90% (176.404.500), dan tahun
Rp.37.978.216,-. Proyeksi penjualan produk dari tahun 1 sampai ke-10 disajikan pada
Lampiran 57.
Sumber dana dari proyeksi aliran kas disusun berdasarkan pertimbangan rugi
laba dari penerimaan penjualan produk dan penyusutan. Aliran dana dapat berguna
profitabilitas suatu proyek dalam hal ini industri berbasis jamu. Secara umum industri
ekstrak terstandar dalam kapsul yang berbasis ekstrak biji kamandrah yang
direncanakan memberikan proyeksi yang signifikan, hal ini terbukti dengan kenaikan
laba yang positif. Pajak penghasilan dihitung berdasarkan UU No. 17 tahun 2000.
137
Laba bersih dihitung dengan pengurangan PPh atas laba sebelum pajak. Proyeksi laba
yang berbasis ekstrak biji kamandrah dilakukan berdasarkan proyeksi neraca parameter
kelayakan proyek antara lain IRR, PBP, NPV, Net B/C dan BEP serta analisis
Dari hasil proyeksi neraca pada beberapa parameter kelayakan proyek industri
ekstrak terstandar dalam kapsul yang berbasis ekstrak biji kamandrah yang meliputi
NVP, IRR, PI dan PBP dapat disimpulkan bahwa industri ekstrak terstandar dalam
kapsul yang berbasis ekstrak biji kamandrah, mempunyai prospek yang baik untuk
Menurut Sutojo (1993) Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat suku bunga
(discount rate) modal yang mengakibatkan nilai sekarang (NPV) dari aliran uang suatu
proyek sama dengan nol. Nilai Internal Rate of Return (IRR) didasarkan atas kriteria
layak jika nilai IRR lebih besar dari pada suku bunga yang sedang berlaku.
Dari hasil perhitungan bahwa nilai Internal Rate of Return (IRR) melebihi suku
bunga Bank yang berlaku (18%), sedangkan nilai IRR mencapai 63.4%, artinya untuk
memperoleh NPV=0 (pulang pokok) tingkat pengembalian investasi per tahun yang
harus dicapai adalah 44%. Hasil perhitungan Nilai Internal Rate of Return (IRR)
Nilai Payback Period (PBP) atau periode waktu pada saat akumulasi
pendapatan besarnya sama dengan dana yang dikeluarkan, yang dihitung pada nilai
138
sekarang (present value), dimana nilai PBP industri ekstrak terstandar dalam kapsul
Nilai Net Present Value (NPV) proyek pendirian industri ekstrak terstandar
dalam kapsul yang berbasis ekstrak biji kamandrah, mempunyai nilai yang positif yaitu
Rp. 19.715.566.000-, dengan tingkat suku bunga 18%. Hal ini mengidentifikasikan
bahwa proyek yang dibangun layak untuk dilanjutkan. Menurut Gray et al. (1992),
Nilai Net B/C merupakan rasio antara jumlah present value yang positif dengan
jumlah present value yang negatif. Kriteria kelayakan proyek, jika Net B/C > 1 atau =
1 dan tidak layak jika Net B/C < 1. Dari hasil perhitungan, Net B/C pada industri
ekstrak terstandar dalam kapsul yang berbasis ekstrak biji kamandrah dengan nilai 3,9,
artinya industri ekstrak terstandar dalam kapsul yang berbasis ekstrak biji kamandrah
Perhitungan Break Event Point (BEP), jika jumlah hasil penjualan produk pada
satu periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang dibebankan, sehingga proyek
tersebut tidak mengalami kerugian juga tidak memperoleh laba. Dari hasil perhitungan
Break Event Point (BEP), pendirian industri ekstrak terstandar dalam kapsul yang
Rp.3.205.057.000,- atau sebesar 11% dari nilai penjualan. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa 89% pendapatan merupakan keuntungan bagi industri yang didirikan.
Titik ini tercapai pada saat produksi sebesar 661.650 botol @45 biji kapsul pencahar
per tahun. Menurut Sotojo (1993), suatu proyek dikatakan impas (break event) jika
139
jumlah hasil penjualan produk pada satu periode tertentu sama dengan jumlah biaya
yang ditanggung, sehingga proyek tersebut tidak mengalami kerugian juga tidak
memperoleh laba. Perhitungan Break Event Point (BEP) disajikan pada Lampiran 61.
Lebih jelasnya hasil perhitungan kriteria investasi pendirian industri ekstrak terstandar
sebagai obat pencahar yang berbasis ekstrak biji kamandrah disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20. Kriteria Kelayakan Investasi Pendirian Industri Ekstrak Terstandar yang
Bersumber dari Ekstrak Biji Kamandrah
penurunan harga jual produk atau kenaikan biaya bahan baku, input dan utilitas.
kemungkinan kesalahan dalam menilai biaya atau manfaat serta untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat proyek tersebut
konstruksi (cost over run), perubahan dalam harga hasil produksi, terjadi penurunan
Tabel 21. Hasil Analisis Sensitivitas Pendirian Industri Ekstrak Terstandar yang
Bersumber dari Ekstrak Biji Kamandrah
Hasil analisis sensitivitas pada Tabel 21, diketahui kondisi biaya operasional
industri ekstrak terstandar yang bersumber dari ekstrak biji kamandrah layak
dikembangkan. Pada kondisi biaya operasional meningkat 15% (Lampiran 66) dan
pendapatan menurun 10% (Lampiran 70), masih layak dengan nilai NVP positif, IRR
melebihi suku bunga Bank, dan Net B/C lebih dari satu.
Kondisi lain bilamana investasi meningkat 10% akibat kenaikan nilai tukar
dolar terhadap rupiah bila industri tersebut tidak dibangun sekarang tetapi mungkin
pada saat nilai dolar meningkat 10% dari saat perhitungan (per Desember 2007), masih
tetap layak dikembangkan. Hal ini terlihat dari nilai NPV yang positif, IRR yang lebih
besar dari suku bunga Bank yang berlaku yaitu mencapai 28,8% serta nilai Net B/C
satu jenis produk dari satu simplisia, maka maka industri ini akan lebih efektif bila
Dengan demikian efesiensi penggunaan tenaga kerja, proses produksi dan kapasitas
mesin akan dapat lebih optimal. Pada akhirnya akan berpengaruh terhadap jangka
waktu pengembalian investasi (PBP) tentunya akan lebih cepat, sehingga keuntungan
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
tiglium L. Dari hasil identifikasi senyawa aktif pada biji kamandrah menggunakan
GC-MS pada ekstrak heksana dan etanol menunjukkan pada ekstrak etanol
mengandung senyawa aktif sebagai bahan laksatif yaitu senyawa asam tetradekanoat
yang sinonim dengan asam miristat, sedangkan pada ekstrak heksana mengandung
2. Berdasarkan hasil uji khasiat sebagai bahan laksatif dari ekstrak etanol pada hewan uji
mencit, diperoleh dosis efektif sebesar 0.06 ml/30 g bb mencit setara dengan 5,34 g/kg
bb mencit, hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya transit intestinal dan perubahan
3. Berdasarkan uji toksisitas akut, ekstrak ini tergolong toksik sedang (LD50 = 0,07), maka
dalam aplikasinya dosis aman adalah kurang dari 2,70 kali dosis efektif yang
4. Dari ketiga metode ekstraksi yang digunakan dalam perancangan proses ekstraksi,
kamar (27oC) sehingga tidak merusak senyawa aktif bila dibandingkan dengan
digunakan 95,68%, hasil ekstrak 1,38 g lebih tinggi bila dibandingkan dengan
yang cocok di gunakan adalah kapsul dengan rekomendasi dosis 9,86 mg/kg bb kapsul
per hari.
5. Dari hasil analisis finansial terhadap produk yang dihasilkan menunjukkan bahwa
produk sediaan ekstrak terstandar sebagai bahan laksatif berbahan baku biji kamandrah
B. Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh ini dapat disarankan beberapa hal :
1. Perlu dilakukan uji klinis agar produk yang dihasilkan dapat dikomersilkan lebih
2. Perlu dilakukan isolasi senyawa target dengan metode spesifik sehingga diperoleh
3. Bila produk ini dikembangkan dalam bentuk industri ekstrak terstandar maka perlu
Ahmed, S., M.A. Riaz, and M, Shahid. 2006. Response of Microtermes obesi and Its
Gut Bacteria Towards Some Plant Extracts. J. Food Agriculture and
Environment. Vol 4 (1) 317-320.
Anief, 2003. Ilmu Meracik Obat. Teori dan Praktik. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.
Box, G., E. P. William., G. Hunter and J.S, Hunter. 1978. Statistict for Experiments
An Introduction to Design, Data Anaysis and Model Bullding. John Wiley &
Sons. New York.
Box, G.E.P and N.R. Draper. 1987. Empirical Model Building and Response Surfaces.
New York: John Willey and Son.
Bimantoro, R. 1977. Tanaman Obat-obatan dan Khasiatnya. Edisi II. Kebun Raya
Cabang Purwodadi.
Brench, A., N.F. Ashton, and McDermott. 1983. Chemistry of Extraction of Non
Reacting Solute. In “Handbook of Solvent Extraction”. T.C. Lo, H.I. Malcolm,
Baird, and C. Hanson (eds). John Wiley dan Soins Inc., New York.
Brown, J.G. 1994. Agroindustrial Investment and Operations. Office of the Publisher.
The World Bank.
Cussler, E.L. and G.D. Moggridge. 2001. Chemical Product Design. University Press.
Cambridge. Pp. 225.
Colegate, S.M, and R.J. Molyneux. (1993). Bioactive Natural Products. Detection,
Isolation, and Structural Determination. CRC Press. London.
Corral, L.G., L.S Post and T.J. Montville. 1988. Antimicrobial Activity of Sodium
Bicarbonate. J. Food Sci. 53.
Deperindag, 2006. Data Ekspor Non Migas Menurut Sektor. Departemen Perindustrian
dan Perdagangan Republik Indonesia. Jakarta.
Douglas, J.M. 1988. Conseptual Design of Chemical Process. Mc Graw Hill. New
York.
Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB
Press, Bogor.
Frederiksen, H., and H., Frandsen. 2004. Excretion of Metabolites in Urine and Faeces
from Rats Dosed with the Heterocyclic Amine, 2-amino-9 H-pyrido(2,3-
b)indole (A∝C). J. Food and Chemical Toxicology. 42 879-885.
www.elsevier.com/lacate/foodchemtox.
Fuller, S.J. 1991. Biocide Induced Enzyme Inhibition. Di dalam Denyer, S.P dan
Hugo, W.B. (Ed.). Mechanism of Action of Chemical Biocides. Blackwell
Scientific Publicat. Oxford.
Guerrero, R.D., L.A., Guerrero and L.L., Garcia. 1990. Use of Indigenous Plants as
Sources of Fish Toxicants for Pond Management in the Philippines. Philippines
Technology Journal 15 (2) : 15-18.
Gottlich, O.R. 1980. Evolution of Natural Products. In: Jl. Beal and E. Reinhard (Eds).
Medicinal Agents. J. Natural Product. Lloydia.
Gray, C., P. Simanjuntak., L.K. Sabar., P.F.L.Maspaitella dan R.C.G. Varley. 1992.
Pengantar Evaluasi Proyek. PT. Gramedia Utama. Jakarta. 65-74.
Laughlin, J.L and N.R. Ferrigni. 1991. Potato Disc and Brine Shrimp: Two Simple
Bioassays for Antitumor Prescreening and Fractionating Monitoring.
Proceeding of Symposium on Discovery and Development of Naturally
Occuring Antitumor Agent. National Cancer Institute. Frederick, Maryland. pp.
9-12.
List P.H. and P.C. Schmidt. 1989. Phytopharmaceutical Technology. London: Heyden
and Son Limited.
Loomis, T.A. 1978. Toksikologi Dasar Ed. 3. Terjemahan Donatus A.R. Fakultas
Farmasi Universitas Gadjah Mada. Penerbit IKIP Semarang Press.Yogyakarta.
Lu, F.C. 1995. Toksikologi Dasar. Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko. Ed.
Ke-2. Terjemahan Edi Nugroho. Penerbit UI, Jakarta.
Mahendrah, B. 2006. Panduan Meracik Herbal. Penerbit Swadaya. Jakarta. pp: 107
Marimin. 2005. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial.
Penerbit IPB Press. Bogor. Indonesia.
McCabe, W.L. dan J.C. Smith. 1974. Unit Operation of Chemical Engineering. 3th ed.
Mc Graw Hill International Book Company, New York.
Meloan, C.E. 1999. Chemical Separation. New York: John Wiley & Sons.
Mutschler, E. 1986. Dinamika Obat Ed 5 terjemahan Widianto M.D. dan A.S. Rati.
Penerbit Institut Teknologi Bandung.
Ubhaysekera, S.J.K.A., T.Verleyen, and P.C. Dutta. 2004. Evaluation of GC and GC-
MS Methods for the Analysis of Cholesterol Oxidation Products. Food
Chemistry. J. 84 (2004) 149-157. www.elsevier.com/locate/foodchem.
Okokon, J.E., K.C. Iyadi and C.O, Effiong. 2004. Effect of Sub Chronic
Administration of Ethanolic Leaf Extract of Croton Zambesicus on
Hematological Parameters of Rats. Journal of Physiological Sciences. Nigeria.
Vol.19,Num.1-2,2004,PP.10-13.
Rigas, F., P.Pantelos dan C. Laoudis. 2001. Central Composite Design in Refinerys
Wastewater Treatment by Air Flotation. Journal Global Nest the International,
Vol. 2 (3):245-253.
148
Rudd, D.F and C.C.Watson. 1973. Strategy of Process Engineering, Wiley-New York.
Sangat, H.M., E.A.M. Zuhud dan E.K. Damayanti. 2000. Kamus Penyakit Tumbuhan
Obat Indonesia (Etnoditomedika I). Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Saptorini, E. 2000. Efek Samping Tanaman Obat, Sisipan (Mudah, Murah, Manjur)
Penerbit Senior. Jakarta.
Schunack, W., M.Klaus. and H. Manfred. 1990. Senyawa Obat. Buku Pelajaran
Kimia Farmasi. Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Edisi Kedua.
Schmitt, W.H. 1996. Skin Care Products dalam Williams, D.F, dan W.H. Schmitt
(Eds.). 1996. Cosmetics and Toiletries Industry. 2nd Ed. Blackie Academic &
Profesional. London.
Seider, W.D., J.D. Seader and D.R. Lewin. 1999. Process Design Principle.
Synthesis, Analysis and Evaluation. John Wiley & Sons, Inc. New York.
Siagian, M.H. dan M. Rahayu. 1999. Telaah Etnobotani Croton tiglium L. Sebagai
Obat Tradisional dan Prospek Pengembangannya di Bengkulu. Puslitbang
Biologi-LIPI. Bogor.
Sutojo, S. 1993. Studi Kelayakan Proyek : Teori dan Praktek. PT. Pustaka Binaman
Pressindo. Jakarta. 6-88.
Syaifudin. 1983. Daya Antibakteri dari Plantago Mayor Linn Terhadap Bakteri
Staphylococus aurecus dan Streptococcus homolyticus. FMIPA. Universitas
Padjajaran Bandung.
Thompson and Wheil. (1952). Tables for Convenient Calculation of Median Effective
Dose (LD50 or ED50) and Intruction in Their Use. J. Biometrics. 8 : 246-263.
Vickery, M.C and B.Vickery. 1981. Secondary Plant Metabolism, University Park
Press. Baltimore.
Wilson and Gisvold. 1982. Organic Medicinal and Pharmaceutical. Kimia Farmasi dan
Medisinal Organik.Terjemahan Universitas Indonesia. Jakarta.
150
Lampiran 1. Hasil Identifikasi dan determinasi Spesies Tumbuhan
151
Lampiran 2. Prosedur Analisis Kadar Air dan Proksimat.
Penentuan kadar air dilakukan berdasarkan berat basah (weight based), agar besarnya crude
extract dan bioaktivitas dari senyawa hasil isolasi pada bahan yang berupa simplisia nantinya.
Dilakukan dengan mengeringkan pinggan porselin pada suhu diatas 100oC selama 30 menit.
Setelah dingin dalam eksikator baru ditimbang. Bahan yang sudah ditimbang kemudian
dimasukkan dalam porselin dan dikeringkan dalam open dengan suhu 105oC selama 2 jam. Kadar
b. Analisis Proksimat
Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kadar lemak, serat kasar, protein, kadar abu
Bahan sebanyak 2 g diekstraksi dengan pelarut eter dalam sokhlet selama 6 jam. Bahan
hasil ekstraksi diuapkan dengan cara di keringanginkan, kemudian dikeringkan dalam oven pada
suhu 100oC selama 30 menit dan didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan. Kadar
Bahan sebanyak 2 g diekstraksi dengan petroleum eter sampai kadar lemak dalam bahan
kecil dari 1 persen. Bahan 1,5 g dimasukkan dalam erlemeyer 600 ml dan ditambah 200 ml H2SO4
1,25% , kemudian didihkan di bawah pendingin balik selama 30 menit. Ditambah 200 ml NaOH
152
1,25 % dalam Erlenmeyer, kemudian dididihkan kembali di bawah pendingin balik selama 30
menit. Disaring dengan kertas saring cairan yang ada dalam erlemeyer yang sebelumnya diketahui
beratnya.
Setelah itu dicuci dengan 20 ml H2SO4 1,25 %, 50 ml air panas dan 25 ml alkohol. Residu
beserta kertas saring dikeringkan pada suhu 130oC selama 2 jam, kemudian didinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Setelah itu diabukan selama 30 menit pada suhu 60oC, dan didinginkan
sampai bobot konstan dalam desikator, kemudian ditimbang kembali. Kadar serat kasar dihitung
menggunakan rumus :
BBKBD - BBKTD
Kadar serat kasar (%) = X 100
BB
dengan, BBKBD = Bobot bahan + kertas saring sebelum diabukan (g)
BBKTD = Bobot Bahan + kertas saring setelah diabukan (g)
Bahan sebanyak 0,1 g dimasukkan dalam labu kjedahl 30 ml, ditambah dengan 2,5 ml asam
sulfat pekat, 1 g katalis dan batu didih. Dengan mendidihkan selama 1 – 1,5 jam . Labu
didinginkan, yang isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi, kemudian ditambahkan 15 ml larutan
NaOH 50 %, dan dibilas dengan air suling. Kadar protein, dihitung menggunakan rumus :
(A – B) X C X 1,4 X 6,25
Protein kasar (%) =
D
dengan,
A = ml NaOH titer untuk blangko
B = ml NaOH titer untuk bahan
C = normal NaOH
D = bobot bahan (g)
153
Kadar Abu (AOAC, 1995)
Bahan sebanyak 2 gram ditempatkan dalam cawan porselen dan dimasukkan dalam tanur
dengan suhu 600oC, proses pengabuan dilakukan selama 2 jam, kemudian bahan didinginkan
B
Kadar abu (%) = X 100
A
dengan,
A = Bobot bahan awal (g)
B = bobot bahan akhir (g)
Kadar karbohidrat (%) = 100% - (protein + lemak + serat kasar + air + abu)
154
Lampiran 3. Pengaruh Waktu Maserasi (hari) dan Nisbah Bahan/pelarut (g/ml) Terhadap Perolehan
Hasil Ekstrak Heksana
Ulangan
Lampiran 4. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Waktu Maserasi (hari) dan Nisbah Bahan/pelarut
(g/ml) Terhadap Perolehan Hasil Ekstrak Heksana
* Berpengaruh nyata
155
Lampiran 5. Pengaruh Waktu Maserasi (hari) dan Nisbah Bahan/pelarut (g/ml) Terhadap Perolehan
Hasil Ekstrak Etanol
Ulangan
Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Waktu Maserasi (hari) dan Nisbah Bahan/pelarut
(g/ml) Terhadap Perolehan Hasil Ekstrak Etanol
Lampiran 7. Matrik Orde Pertama Respon Hasil Ekstrak Heksana (%) Terhadap Waktu Maserasi
dan Nisbah Bahan/pelarut
Lampiran 8. Hasil Analisis Ragam Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan
Nisbah Bahan/pelarut.
Lampiran 9. Analisis Varian Ordo Pertama Respon Hasil Ekstrak Heksana (g) Terhadap Waktu
Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut
SK DB JK KT Fhit Prob>F
Linear 2 0.055700 0.1490 14.72 0.0281
Kuadratik 1 0.300313 0.8034 158.76 0.0011
Crossproduct 1 0.012100 0.0324 6.40 0.0855
Total 4 0.368113 0.9848 48.65 0.0046
Regress
157
Lampiran 10. Hasil Analisis Nilai Estimasi, Standar Deviasi dan t Value Respon Hasil Ekstrak
Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut.
Lampiran 11. Hasil Uji Penyimpangan Model Pengaruh Waktu Maserasi dan Nisbah
Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Heksana
Lampiran 12. Hasil Percobaan Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan
Nisbah Bahan/pelarut.
Lampiran 13. Hasil Analisis Ragam Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan
Nisbah Bahan/pelarut.
Lampiran 14. Hasil Analisis Nilai Estimasi, Standar Deviasi dan t Value Respon Hasil Ekstrak
Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut.
Lampiran 15. Hasil Uji Penyimpangan Model Pengaruh Waktu Maserasi dan Nisbah
Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Heksana
Lampiran 18. Hasil Analisis Ragam Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu Maserasi dan
Nisbah Bahan/pelarut.
Lampiran 19. Analisis Varian Ordo Pertama Proses Optimasi Pengaruh Penggunaan Pelarut Etanol
Terhadap Hasil Ekstrak
Lampiran 21. Hasil Uji Penyimpangan Model Pengaruh Waktu Maserasi dan Nisbah
Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Etanol
Lampiran 22. Hasil Percobaan Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah
Bahan/pelarut.
Lampiran 23. Hasil Analisis Ragam Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu Maserasi dan
Nisbah Bahan/pelarut.
Lampiran 24. Hasil Analisis Nilai Estimasi, Standar Deviasi dan t Value Respon Hasil Ekstrak
Etanol Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut.
Lampiran 25. Hasil Uji Penyimpangan Model Pengaruh Waktu Maserasi dan Nisbah
Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Etanol
Peak# R.Time I.Time F.Time Area Area% Peak Report TIC A/H
Height Leight%
1. 20.263 20.208 20.342 67026 0.05 17249 0.20 3.88
2. 24.483 24.442 24.575 40707 0.03 9094 0.10 4.47
3. 24.985 24.908 25.083 119081 0.09 26445 0.30 4.50
4. 26.999 26.933 27.083 99238 0.08 23013 0.26 4.31
5. 27.203 27.125 27.292 171644 0.14 37379 0.43 4.59
6. 35.973 35.750 36.075 477803 0.38 54663 0.63 8.74
7. 40.200 40.050 40.233 284398 0.23 40374 0.46 7.04
8. 40.346 40.233 46.592 627317 0.50 88456 1.02 7.09
9. 46.551 46.367 46.833 498500 0.39 65545 0.75 7.60
10. 46.665 46.592 47.842 526224 0.42 72195 0.83 7.28
11. 47.729 47.542 48.125 804207 0.64 103956 1.19 7.73
12. 47.957 47.842 49.225 407363 0.32 57500 0.66 7.08
13. 49.094 48.917 49.642 1129378 0.89 156201 1.79 7.23
14. 49.474 49.225 54.992 629193 0.50 78482 0.90 8.01
15. 54.881 54.792 55.442 326141 0.26 66849 0.77 4.87
16. 55.341 55.242 56.017 309443 0.24 63367 0.73 4.88
17. 55.918 55.850 56.692 115770 0.09 25527 0.29 4.53
18. 56.561 56.308 57.167 2255286 1.79 249327 2.86 9.04
19. 56.967 56.692 57.167 3764910 2.98 369944 4.25 10.17
20. 57.422 57.167 57.658 3763878 2.98 430266 4.94 8.74
21. 63.929 63.517 63.683 496711 0.39 98859 1.14 5.02
22. 63.748 63.683 63.842 436555 0.35 92969 1.07 4.69
23. 63.929 63.842 64.025 197788 0.16 41714 0.48 4.74
24. 65.005 64.717 65.050 5745741 4.55 581280 6.68 9.88
25. 65.132 65.050 65.200 4952252 3.92 622478 7.15 7.95
26. 65.241 65.200 65.592 2789906 2.21 482747 5.55 5.77
27. 70.721 70.508 70.975 7197386 5.70 616718 7.09 11.67
28. 71.130 70.875 71.425 3153803 2.50 292238 3.36 10.79
29. 73.163 72.150 73.275 58614544 46.40 1889085 21.71 31.02
30. 73.498 73.275 73.942 21646431 17.13 1510914 17.36 14.32
31. 74.207 74.075 74.283 313460 0.25 39158 0.45 8.00
32. 74.500 74.283 74.900 4374622 3.46 398681 4.58 10.97
126336706 100.00 8702673 100.00
165
Lampiran 28. Data Hasil Analisis Total Ion Chromatogram Gas Cromatography Mass-
Spectrometry (GC-MS) Terhadap Ekstrak Etanol
Peak# R.Time I.Time F.Time Area Area% Peak Report TIC A/H
Height Leight%
1. 5.235 5.133 5.400 185148 1.29 16089 1.01 11.50
2. 6.744 6.683 6.892 614539 4.28 169310 10.61 3.62
3. 7.228 7.167 7.342 84065 0.59 22438 1.41 3.74
4. 32.367 32.275 32.558 413050 2.87 76956 4.82 5.36
5. 40.127 39.950 40.242 223743 1.56 28521 1.79 7.84
6. 48.911 48.775 49.708 351210 2.44 58627 3.67 5.99
7. 49.505 49.392 49.033 257848 1.79 39452 2.47 6.53
8. 51.625 51.467 51.808 196081 1.36 12372 0.78 15.84
9. 51.893 51.808 52.008 245129 1.71 26076 1.63 9.40
10. 57.235 57.050 57.367 1208688 8.41 158730 9.95 7.61
11. 57.400 57.367 57.517 185251 1.29 25442 1.59 7.28
12. 57.933 57.642 58.008 489753 3.41 32784 2.05 14.93
13. 58.059 58.008 58.400 505263 3.52 40131 2.51 12.59
14. 60.391 60.242 60.592 207118 1.44 18714 1.17 11.06
15. 61.317 61.233 61.525 146246 1.02 8084 0.51 11.17
16. 61.657 61.525 61.892 300298 2.09 26881 1.68 6.34
17. 65.077 64.950 65.233 807454 5.62 127325 7.98 14.57
18. 65.907 65.667 66.117 460426 3.20 31588 1.98 8.46
19. 66.650 66.417 66.683 225573 1.57 26655 1.67 5.98
20. 66.700 66.800 66.800 152498 1.06 25460 1.60 8.02
21. 66.858 71.333 67.008 132707 0.92 16543 1.04 11.60
22. 71.420 72.233 71.642 226145 1.57 19495 1.22 12.14
23. 72.567 72.767 72.767 4062466 28.28 334557 20.96 12.14
24. 72.952 73.275 73.275 2217387 15.43 204740 12.83 10.83
25. 74.192 74.373 74.375 468924 3.26 49027 3.07 9.56
14367010 100.00 1595997 100.00
Lampiran 29. Data Hasil Analisis Total Ion Chromatogram Liquid Cromatography (LC) Terhadap
Ekstrak Etanol
1.0 0 19 13 28 22 50 56.000
10 1 25 6 53 9 62 85.484
100 2 28 3 81 3 84 96.429
Lampiran Gambar 31. Persamaan Garis dengan Metode Regresi Linier Ekstrak Heksana Terhadap
Larva Udang A. salina
120.000
y = 22.473x + 39.099
100.000 2
R = 0.9426
80.000
60.000
40.000
20.000
0.000
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
167
Lampiran 32. Penentuan Nilai LC50 Ekstrak Heksana Menggunakan Persamaan Garis Regresi
Linier
Simple Statistics
konstanta mortalitas
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Model 1 4338.34744 4338.34744 21.65 0.0187
Error 3 601.06145 200.35382
Corrected Total 4 4939.40889
Parameter Estimates
Parameter Standard
Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t|
Intercept 1 49.96810 7.75282 6.45 0.0076
konstanta 1 20.82870 4.47609 4.65 0.0187
Lampiran 33. Data Pengamatan dan Hasil Perhitungan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Terhadap
Larva Udang Artemia salina
1.0 0 23 11 27 32 59 45.763
10 1 26 8 53 21 74 71.622
168
100 2 21 12 74 13 87 85.057
Lampiran Gambar 34. Persamaan Garis dengan Metode Regresi Linier Ekstrak Etanol Terhadap
Larva Udang A. salina
120.000
y = 20.829x + 49.968
2
100.000 R = 0.8783
80.000
60.000
40.000
20.000
0.000
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Lampiran 35. Penentuan Nilai LC50 Ekstrak Etanol Menggunakan Persamaan Garis Regresi Linier
Simple Statistics
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Parameter Estimates
Parameter Standard
Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t|
Lampiran 37. Pengaruh Pemberian Beberapa Perlakuan Terhadap Total Jumlah Feces
Ulangan Kontrol D0.03 D0.06 D0.12 OR
1 9 19 14 2 4
2 15 8 14 7 8
3 6 5 12 9 5
4 7 10 9 8 0
5 14 1 3 0 13
170
6 9 17 8 7 14
7 5 9 0 2 13
8 13 1 6 5 16
9 3 10 13 9 16
10 6 2 20 15 1
average 8,7 8,2 9,9 6,4 9
stdev 4,083844 6,268085 5,915141 4,376706 6,164414
Lampiran 38. Pengaruh Pemberian Beberapa Perlakuan Terhadap Total Bobot Feces
Ulangan Kontrol DI DII DIII OR
1 1,6 1,3 1,4 0,5 1,2
2 1,3 1,1 2 0,9 0,4
3 1,8 0,5 1,4 1 2,2
4 0,8 0,8 0,8 1,1 0,4
5 1,5 0,6 1,9
6 2,1 1,8 0,4 1,2 0,7
7 0,5 0,8 0,4 1,5
8 0,9 0,7 0,8224 1,8
9 1,8 0,6 1,5 0,8 2,7
10 0,9 0,1 1,2 1 0,6
Average 1,32 0,87 1,11 0,86 1,34
Stdev 0,52 0,52 0,52 0,26 0,81
DI N = 10 Median = 1,500
DII N = 10 Median = 2,000
Point estimate for ETA1-ETA2 is -1,000
95,5 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-2,000;0,000)
W = 90,5
Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0,2899
The test is significant at 0,2660 (adjusted for ties)
Cannot reject at alpha = 0,05
DI N = 10 Median = 1,500
DIII N = 10 Median = 1,000
Point estimate for ETA1-ETA2 is -0,000
95,5 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-1,000;1,000)
W = 108,5
Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0,8206
173
The test is significant at 0,8005 (adjusted for ties)
Cannot reject at alpha = 0,05
DI N = 10 Median = 1,500
OR N = 10 Median = 4,000
Point estimate for ETA1-ETA2 is -2,000
95,5 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-3,001;-0,001)
W = 79,0
Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0,0539
The test is significant at 0,0461 (adjusted for ties)
Lampiran 41. Hasil Uji Efektif Dosis (ED50) Terhadap Hewan Uji Mencit
3. 0,026 ml 2
4. 0,017 ml 2
Lampiran 42. Hasil Uji Letal Dosis (LD50) Terhadap Hewan Uji Mencit
Lampiran 43. Diagram Alir Neraca Massa Proses Ekstraksi Menggunakan Metode Maserasi
17.08 Kg
11.58 Kg
4.16 Kg
Pengupasan Kulit Buah Kulit Buah
7.42 Kg Biji
7.42 Kg Serbuk
Lampiran 44. Rasio Daerah Permukaan dari Beberapa Hasil Laboratorium pada Hewan dan
Manusia
Lampiran 45. Diagram Alir Rancangan Proses Ekstraksi dan Proses Produk Sediaan
178
Lampiran 46. Perkiraan Biaya Investasi Industri Ekstrak terstandar Sebagai Jamu Pencahar
D. Fasilitas
Peralatan Kantor
1. Komputer 2 unit 8.500 17.000
2. Printer 2 unit 1.500 3.000
3. Lemari Arsip 2 unit 1.250 2.500
4. Lemari Buku 2 unit 750 1.500
5. Meja Kantor 3 unit 450 1.350
6. Kursi 6 unit 150 900
7. White Board 1 unit 75 75
8. Meja dan Kursi Tamu 2 unit 3.500 7.000
9.Peralatan laboratorium 1 set 45.000 45.000
10.Peralatan Bengkel 1 set 30.000 30.000
11.Peralatan penunjang 1 set 10.000 10.000
Sub Total 118.325
E. Kendaraan
1.Mobil operasional 1 unit 120.000 120.000
2.Motor operasional 1 unit 12.000 12.000
Sub Total 132.000
F. Pra Operasi
1. Studi Kelayakan 1 paket 75.000 75.000
2. Instalasi mesin & alat, dan 1 paket 210.000 210.000
Komisioning
3. Perizinan 1 paket 25.000 25.000
Sub Total 310.000
Total Investasi Seluruhnya : 4.836.868
Kontingensi (10%) 483.687
Investasi 5.320.555
Modal Kerja (3 bulan) 6.527.485
Total Kebutuhan Dana Proyek 11.848.040
Lampiran 47. Perhitungan Penyusutan Bangunan, Mesin dan Peralatan, Fasilitas, dan Kendaraan
No. Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan Total Umur Nilai Sisa Nilai Buku Th ke 10 Penyusutan/tahun
(X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-) Ekonomis (x Rp.1000,-) (x Rp.1000,-) (x Rp.1000,-)
A Bangunan dan Pekerjaan Sipil
1.Bangunan pabrik 200 m2 700 140.000 20 14.000 77.000 6.300
2.Gudang stoks bahan baku 35 m2 550 19.250 20 1.925 10.588 866
3.Gudang Penyimpanan produk 45 m2 550 24.750 20 2.475 13.613 1.114
4. Gudang kemasan 25 m2 550 13.750 20 1.375 7.563 619
5.Gudang bahan penunjang 15 m2 550 8.250 20 825 4.538 371
6.Pagar 550 m2 75 41.250 20 4.125 22.688 1.856
7.Parit dan jalan 550 m2 75 41.250 20 4.125 22.688 1.856
8.Pos keamanan 10 m2 550 5.500 20 550 3.025 248
9. Laboratorium 35 m2 1.400 49.000 20 4.900 26.950 2.205
10.Perbengkelan 15 m2 300 4.500 20 450 2.475 203
11.Perkantoran perusahaan 70 m2 750 52.500 20 5.250 28.875 2.363
12.Instalasi listrik 80 m2 400 32.000 20 3.200 17.600 1.440
13. Pengolahan air 70 m2 500 35.000 20 3.500 19.250 1.575
14.Pengolahan limbah 150 m2 750 112.500 20 11.250 61.875 5.063
15.Sarana perparkiran 65 m2 250 16.250 20 1.625 8.938 731
Sub Total 595.750 59.575 327.663 26.809
(Lanjutan Lampiran 47)
No. Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan Total Umur Nilai Sisa Nilai Buku Th ke 10 Penyusutan/tahun
(X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-) Ekonomis (x Rp.1000,-) (x Rp.1000,-) (x Rp.1000,-)
B Mesin dan Peralatan
1. Sistem penerimaan dan persiapan 1 unit 175.000 175.000 10 17.500 17.500 15.750
2.Mesin penggiling/penghancur 1 unit 92.505 92.505 10 9.251 9.251 8.325
3.Sistem treatment 1 unit 374.000 374.000 10 37.400 37.400 33.660
4.Alat maserator 2 unit 207.954 415.908 10 41.591 41.591 37.432
5.Mesin pengental 1 unit 990.000 990.000 10 99.000 99.000 89.100
6.Mesin pencampur 1 unit 34.500 34.500 10 3.450 3.450 3.105
7.Mesin pengering 1 unit 120.000 120.000 10 12.000 12.000 10.800
8.Mesin pengayak 1 unit 135.000 135.000 10 13.500 13.500 12.150
9.Mesin pengisi kapsul 1 unit 75.000 75.000 10 7.500 7.500 6.750
10.Mesin pembersih kapsul unit 6.500
1 65.000 65.000 10 6.500 5.850
11.Pengontrol unit 5.000
1 50.000 50.000 10 5.000 4.500
12.Mesin pengecekan berat kapsul unit 7.000
1 70.000 70.000 10 7.000 6.300
13.Alat penampung kapsul unit 5.000
1 50.000 50.000 10 5.000 4.500
14. Perlengkapan suku cadang unit 8.000
80.000 80.000 10 8.000 7.200
15.Pengemasan dan pengepakan 1 unit
120.000 120.000 10 12.000 12.000 10.800
16. Generator listrik 1 unit
300.000 300.000 10 12.500 12.500 11.250
17.Peralatan perbengkelan 1 unit
10.000 10.000 10 1.000 1.000 900
18.Tangki air 1 unit
45.000 45.000 10 4.500 4.500 4.050
19.Peralatan pemadam kebakaran 1 unit
50.000 50.000 10 5.000 5.000 4.500
20.Tangki bahan bakar 1 unit
55.000 55.000 10 5.500 5.500 4.950
21.Instalasi pipa 1 unit
100.000 100.000 10 10.000 10.000 9.000
22. Instalasi pengolahan limbah 1 unit
350.000 350.000 10 35.000 35.000 31.500
1
No. Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan Total Umur Nilai Sisa Nilai Buku Th ke 10 Penyusutan/tahun
(X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-) Ekonomis (x Rp.1000,-) (x Rp.1000,-) (x Rp.1000,-)
C Fasilitas
Peralatan Kantor
1. Komputer 2 unit 8.500 17.000 10 1.700 1.700 1.530
2. Printer 2 unit 1.500 3.000 10 300 300 270
3. Lemari Arsip 2 unit 1.250 2.500 10 250 250 225
4. Lemari Buku 2 unit 750 1.500 10 150 150 135
5. Meja Kantor 3 unit 450 1.350 10 135 135 122
6. Kursi 6 unit 150 900 10 90 90 81
7. White Board 1 unit 75 75 10 8 8 7
8. Meja dan Kursi Tamu 2 unit 3.500 7.000 10 700 700 630
9.Peralatan laboratorium 1 set 45.000 45.000 10 4.500 4.500 4.050
10.Peralatan Bengkel 1 set 30.000 30.000 10 3.000 3.000 2.700
11.Peralatan penunjang 1 set 10.000 10.000 10 1.000 1.000 900
Sub Total 118.325 11.833 11.833 10.649
D Kendaraan
1.Mobil operasional 1 unit 120.000 120.000 5 12.000 12.000 21.600
2.Motor operasional 1 unit 12.000 12.000 5 1.200 1.200 2.160
Sub Total 132.000 13.200 13.200 23.760
Lampiran 48. Rincian Biaya Lain-lain
No Deskripsi Investasi Total per tahun Tahun ke-0 Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke 3-10
(X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-) (X Rp.1000,-)
1 Pemeliharaan
a. Mesin 3.581.913 71.638 0 71.638 71.638 71.638
b. Bangunan 595.750 11.915 0 11.915 11.915 11.915
c. Kendaraan 132.000 2.640 0 2.640 2.640 2.640
Sub Total 4.309.663 86.193 0 86.193 86.193 86.193
2 Lain-lain
a. Biaya administrasi 0 150.629 0 150.629 150.629 150.629
b. Biaya pemasaran dan 0 100.000 0 120.000 120.000 100.000
promosi
c. Pajak bumi dan bangunan 595.750 8.936 0 8.936 8.936 8.936
Sub Total 595.750 259.565 0 279.565 279.565 259.565
Total 4.905.413 345.759 0 365.759 365.759 345.759
Keterangan :
Penetapan harga jual jamu pencahar menggunakan :
Metode full costing = (biaya variabel + biaya tetap)/kapasitas produksi
Dihitung dalam kurun waktu 1 bulan.
Lampiran 56. Rincian Kebutuhan Biaya bahan baku, bahan pembantu, dan kemasan
Bahan Harga/unit Jml yg dibutuhkan (kg) Jml yg dibutuhkan (kg) Biaya (x Rp.000,-) Total Biaya
( Rp/kg) per bulan per tiga bulan per tiga bulan (x Rp.000,-)
Enam bulan pertama
Biji kamandrah 12.000 3.750 11.250 135.000 270.000
Etanol 10.000 193.945,750 581.837,250 5.818.372,500 11.636.745,000
Aerosil ex degusa 67.500 13 39 2.633 5.265
Talk powder 10.000 14 42 420 840
Sodium Starch G 31.500 55 165 5.198 10.395
Avicel pH 101 41.500 25 75 3.113 6.225
Amylum Maydis S 3.150 1.109 3.327 10.480 20.960
Mg-stearate 15.300 7 21 321 643
Kapsul 25 546.000 1.638.000 40.950 81.900
Label 150 15 45 7 14
Botol @ 45 biji 250 16.333.750 4.901.250 1.225.312 2.450
Bahan pengemas 350 24 72 25 50
Sub Total 5.819.785 13.013.062
Enam bulan kedua
Etanol 10.000 193.945,750 0,075 0 11.636.745,000
Aerosil ex degusa 67.500 13 39 0 5.265
Talk powder 10.000 14 42 0 840
Sodium Starch G 31.500 55 165 0 10.395
Avicel pH 101 41.500 25 75 0 6.225
Amylum Maydis S 3.150 1.109 3.327 0 20.960
Mg-stearate 15.300 7 21 0 643
Kapsul 25 546.000 1.638.000 0 81.900
Botol @ 45 biji 250 653.350 1.960.050 0 980.025
Bahan pengemas 350 24 72 0 50
Sub Total 12.743.048
Total per tahun 25.756.110
Lampiran 57. Proyeksi Penjualan Produk
No. Cash Flow DF i=18% Present value NPV kumulatif DF i1=15% Present value 1 DF i2=60% Present value 2
(x Rp1000) (x Rp1000) (x Rp1000) (x Rp1000) (x Rp1000)
0 -6.705.795 1,00 -6.705.795 -6.705.795 1,00 -6.705.795 1,00 -6.705.795
1 3.882.407 0,85 3.290.175 -3.415.620 0,87 3.376.006 0,63 2.426.504
2 4.875.228 0,72 3.501.313 85.692 0,76 3.686.372 0,39 1.904.386
3 5.882.048 0,61 3.579.996 3.665.689 0,66 3.867.542 0,24 1.436.047
4 6.033.326 0,52 3.111.923 6.777.611 0,57 3.449.574 0,15 920.613
5 6.204.672 0,44 2.712.119 9.489.730 0,50 3.084.818 0,10 591.724
6 6.363.873 0,37 2.357.379 11.847.110 0,43 2.751.278 0,06 379.316
7 7.826.215 0,31 2.456.845 14.303.955 0,38 2.942.164 0,04 291.549
8 7.826.215 0,27 2.082.072 16.386.026 0,33 2.558.404 0,02 182.218
9 7.826.215 0,23 1.764.468 18.150.494 0,28 2.224.699 0,01 113.886
10 8.191.327 0,19 1.565.072 19.715.566 0,25 2.024.771 0,01 74.500
NPV 19.715.566 23.259.833 1.614.948
IRR 63,4%
Net B/C 3,9
PBP 2,0
Lampiran 61. Perhitungan Break Event Point (BEP)
a. Biaya variabel
Sub Total 23.784.999 26.400.610 26.411.612 26.411.612 26.411.612 26.423.110 26.423.110 26.423.110 26.435.125
b. Biaya Tetap
Tenaga kerja tak langsung
199.800 199.800 199.800 208.791 208.791 208.791 218.187 218.187 218.187 228.005
Penyusutan
399.340 399.340 399.340 399.340 375.580 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580
Pemeliharaan
89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693
Biaya administrasi
154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129
Pajak bumi dan bangunan
8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936
Biaya pemasaran dan promosi
120.000 120.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000
Sub Total
971.899 971.899 951.899 960.890 937.130 960.890 970.285 970.285 970.285 956.344
Biaya variabel/satuan jamu pencahar (Rp) 3,37 3,37 3,37 3,37 3,37 3,37 3,37 3,37 3,37 3,37
Harga produk/satuan jamu pencahar (Rp) 4,84 4,84 4,84 4,84 4,84 4,84 4,84 4,84 4,84 4,84
4 Break Event Point
Nilai penjualan jamu pencahar (xRp.1000,-) 3.205.057 3.195.634 3.122.529 3.155.021 3.077.006 3.155.021 3.189.041 3.189.041 3.189.041 3.146.490
Jumlah produk jamu pencahar (botol@45 biji) 661.650 659.705 644.613 651.321 635.215 651.321 658.344 658.344 658.344 649.560
Lampiran 62. Perkiraan Rugi Laba untuk Kenaikan Bahan Baku, Input sebesar 10%
No. Cash Flow DF i=18% Present NPV kumulatif DF i=15% Present value DF i=30% Present value
value
(x Rp1000) (x Rp1000)
0 -6.705.795 1,00 1,00 -6.705.795 1,00 -6.705.795
(6.705.795) (6.705.795)
1 844.149 0,85 0,87 734.043 0,77 649.346
715.381 (5.990.415)
2 1.457.188 0,72 0,76 1.101.844 0,59 862.242
1.046.530 (4.943.885)
3 2.084.227 0,61 0,66 1.370.413 0,46 948.669
1.268.525 (3.675.360)
4 2.235.505 0,52 0,57 1.278.157 0,35 782.712
1.153.048 (2.522.311)
5 2.406.850 0,44 0,50 1.196.630 0,27 648.235
1.052.056 (1.470.255)
6 2.566.052 0,37 0,43 1.109.375 0,21 531.625
950.546 (519.709)
7 4.028.393 0,31 744.905 0,38 1.514.422 0,16 641.990
1.264.613
8 4.028.393 0,27 1.816.611 0,33 1.316.889 0,12 493.839
1.071.706
9 4.028.393 0,23 2.724.837 0,28 1.145.121 0,09 379.876
908.226
10 4.393.506 0,19 3.564.280 0,25 1.086.007 0,07 318.697
839.443
NPV 3.564.280 5.147.105 -448.565
IRR 28,8%
Net B/C 1,53
PBP 5,8
Lampiran 65. Penerimaan Proyek untuk Kenaikan Bahan Baku, Input dan Utilitas sebesar 15 %
No. Cash Flow DF i=18% Present value NPV kumulatif DF i=15% Present value DF i=40% Present value
0 -6.705.795 1,00 1,00 -6.705.795 1,00 -6.705.795
(6.705.795) (6.705.795)
1 1.789.918 0,85 1.516.880 0,87 1.556.450 0,71 1.278.513
(5.188.916)
2 2.521.178 0,72 1.810.671 0,76 1.906.373 0,51 1.286.315
(3.378.245)
3 3.266.437 0,61 1.988.055 0,66 2.147.736 0,36 1.190.393
(1.390.190)
4 3.417.715 0,52 1.762.820 372.629 0,57 1.954.090 0,26 889.659
5 3.589.061 0,44 1.568.812 1.941.441 0,50 1.784.398 0,19 667.330
6 3.748.262 0,37 1.388.475 3.329.915 0,43 1.620.477 0,13 497.808
7 5.210.604 0,31 1.635.739 4.965.654 0,38 1.958.859 0,09 494.301
8 5.210.604 0,27 1.386.219 6.351.874 0,33 1.703.356 0,07 353.072
9 5.210.604 0,23 1.174.762 7.526.636 0,28 1.481.179 0,05 252.195
10 5.575.716 0,19 1.065.321 8.591.957 0,25 1.378.232 0,03 192.762
NPV 8.591.957 10.785.353 396.552
IRR 41,0%
Net B/C 2,3
PBP 3,6
Lampiran 69. Penerimaan Proyek untuk Kenaikan Bahan Baku, Input dan Utilitas sebesar 15%
No. Cash Flow DF i=18% Present value NPV kumulatif DF i=5% Present value DF i=30% Present value
0 -6.705.795 1,00 1,00 -6.705.795 1,00 -6.705.795
(6.705.795) (6.705.795)
1 743.674 0,85 630.232 0,95 708.261 0,77 572.057
(6.075.564)
2 1.344.153 0,72 965.350 0,91 1.219.186 0,59 795.357
(5.110.214)
3 1.958.632 0,61 1.192.084 0,86 1.691.940 0,46 891.503
(3.918.130)
4 2.109.910 0,52 1.088.268 0,82 1.735.828 0,35 738.738
(2.829.862)
5 2.281.255 0,44 997.158 0,78 1.787.423 0,27 614.408
(1.832.704)
6 2.440.457 0,37 904.022 0,75 1.821.106 0,21 505.605
(928.682)
7 3.902.798 0,31 1.225.186 296.504 0,71 2.773.646 0,16 621.975
8 3.902.798 0,27 1.038.293 1.334.797 0,68 2.641.568 0,12 478.442
9 3.902.798 0,23 879.910 2.214.707 0,64 2.515.779 0,09 368.032
10 4.267.911 0,19 815.446 3.030.153 0,61 2.620.127 0,07 309.586
NPV 3.030.153 12.809.068 -810.093
IRR 24,5%
Net B/C 1,45
PBP 6,3