Вы находитесь на странице: 1из 11

JSV 33 (2), Desember 2015 JURNAL

SAIN VETERINER
ISSN : 0126 - 0421

Deteksi Molekuler Virus Infectious Bursal Disease (IBD) pada Sampel Bursa
Fabrisius yang Diperoleh dari Ayam Terdiagnosa Penyakit IBD
Molecular Detection of Infectious Bursal Disesase Virus at Bursa Fabrisius Samples Obtained
from Chicken Suspected to IBD Infection
1 2 3 1 1
Michael Haryadi Wibowo , Radhiyan Fadiar , Dito Anggoro , Sidna Artanto , Surya Amanu ,
1
Agnesia Endang Tri Hastuti Wahyuni
1
Departemen Mikrobiologi, 2Mahasiswa Kedokteran Hewan, 3Mahasiswa Program Studi Sain Veteriner,
Fakultas Kedokteran Hewan, UGM. Jln. Fauna No2. Karangmalang, Yogyakarta.
Email : mhwibowo@ugm.ac.id

Abstract

Infectious Bursal Disease (IBD) still existing in the commercial layer and broiler farm in Indonesia.
Diagnosis of IBD was done according to specific lesion finding and in ovo inoculation based on macroscopic
examination of chicken embrio and further identification using agar gel precipitation test (AGPT). The aim of
this research was to applied molecular diagnostic test using reverse-transcriptation polymerase chain reaction
(RT-PCR) to confirm IBD virus from BF samples suspected to IBD virus infection. Virus detection using AGPT
with chorioallantoic membrane (CAM) and embryo as source of antigen, to choose the best antigen source for
AGPT. Five samples of bursa fabricius were collected from commercial farms in Yogyakarta special province
which were further processed for virus detection. Confirmation test was performed by RT-PCR method using
specific primers targeted to VP2 gene fragment. Positive RT-PCR were subjected to virus isolation on chicken
embryonated egg 11-days old, and antibody negative to IBD virus. Inoculation materials were injected at
chorioallantoic membrane of chicken embryonated eggs, incubated, and collected from refrigerator at 5 days
post infection. Membrane chorioallantois and embryo were harvested and further processed for AGPT.
Confirmation test using RT-PCR method that amplified VP2 gene fragment showed that 3 samples out from 5
samples were positive. Serologic assay of AGPT using CAM obtained from positive PCR as source of antigen
indicated 2 positive out of 3 samples, meanwhile AGPT using embryo as sources antigen were negative. Based
on the research could be concluded that RT-PCR method could be used to detect IBD virus genom from directly
BF samples. AGPT test was performed with antigen obtained from CAM indicated better result compared to that
embrio.

Key words: bursa fabrisius, chorioallantoic membrane, precipitation, amplification, IBD virus.

156
Michael Haryadi Wibowo et al.

Abstrak

Kasus penyakit Infectious Bursal Disease (IBD) dewasa ini masih sering ditemukan pada peternakan ayam
komersial baik layer maupun broiler di Indonesia. Diagnosis penyakit IBD sejauh ini mengandalkan lesi
patologik spesifik dan kultur in ovo dengan mengamati lesi makroskopis embrio, serta diidentifikasi dengan uji
agar gel presipitasi (AGP). Penelitian ini bertujuan menerapkan diagnosis dengan teknik reverse transcriptase
polymerase chain reaction (RT-PCR) dari sampel Bursa Fabrisius (BF) sebagai konfirmasi pada kasus
terdiagnosa IBD. Deteksi serologis virus IBD dengan uji AGP dengan sumber antigen chorioallantoic
membrane (CAM) dan embrionya, untuk melihat potensinya sebagai sumber antigen uji AGP. Sampel Bursa
Fabrisius sebanyak 5 yang diperoleh pada kasus terdiagnosa IBD, dikoleksi dari peternakan ayam komersial di
Yogyakarta. Konfirmasi diagnosis dilakukan dengan metode RT-PCR. Sampel positip uji RT-PCR yang
mengamplifikasi fragmen gen VP2. Isolasi virus IBD yang dilakukan kultur in ovo pada telur ayam berembrio
(TAB) antibodi negatif terhadap virus IBD, berumur 11 hari. Desposisi materi inokulasi dilakukan pada (CAM),
diinkubasi selama lima hari. Panen virus dilakukan dengan mengkoleksi membran korioalantois dan embrio,
selanjutnya diamati lesi makroskopis yang timbul akibat infeksi virus IBD. Membran korioalantois dan embrio
selanjutnya digerus dan diproses sebagai suspensi antigen yang digunakan dalam uji AGP. Hasil uji RT-PCR
terhadap lima sampel Bursa Fabrisius yang dikoleksi dari peternakan ayam terdiagnosa penyakit IBD, tiga
sampel menunjukkan hasil positif teramplifikasi fragmen gen VP-2 virus IBD dengan produk amplifikasi
sebesar 440 bp, sedangkan dua sampel sisanya menunjukkan hasil negatif. Uji AGP dengan sumber antigen
CAM menunjukkan hasil positip 2 dari 3 sampel yang diuji, sedangkan sumber antigen embrio menunjukkan
hasil negatif. Berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa uji RT-PCR dapat
digunakan dalam mendeteksi virus IBD dari sampel BF terdiagnosa IBD. Uji AGP dengan sumber antigen CAM
menunjukkan hasil lebih baik dari pada embrionya.

Kata kunci: bursa fabrisius, membran korioalantois, presipitasi, amplifikasi, virus IBD

Pendahuluan Infectious Bursal Disease disebabkan oleh


virus famili Birnaviridae dan genus Avibirnavirus.
Infectious Bursal Disease (IBD) dikenal juga Virus ini memiliki bentuk simetris ikosahedral,
sebagai penyakit Gumboro karena pertama kali berdiameter 55 sampai 65 nm, dan tidak beramplop
diisolasi di kota Gumboro, Delaware, Amerika pada (Fenner et al., 1993; Lukert and Saif, 2003). Genom
tahun 1957, merupakan penyakit viral yang bersifat virus berupa dsRNA yang mempunyai 2 segmen,
akut, mudah menular dan menyerang ayam muda yaitu: segmen A dengan panjang 3.261 nukleotida
kurang dari 4 bulan. Target infeksi virus IBD adalah dan segmen B dengan panjang 2.827 nukleotida.
sel pertahanan dalam Bursa Fabrisius dan berbagai Segmen A mengandung open reading frame (ORF)
organ limfoid, oleh karena itu infeksi virus IBD tunggal besar yang akan dipotong oleh enzim
dapat mengakibatkan penekanan terhadap sistem proteolitik dan mengkode protein VP2, VP3, VP4,
pertahanan ayam atau imunosupresi. Infeksi virus dan nonstruktural protein (NS). Protein VP2 dan
IBD mempunyai arti penting dalam industri VP3 merupakan protein struktural utama pada
perunggasan karena dapat menyebabkan angka virion. Protein VP2 juga berperan penting dalam
morbiditas tinggi, bervariasi antara 10-90% dan imunitas protektif virus IBD. Segmen B lebih kecil
mortalitasnya mencapai 20%, gangguan dari segmen A dan mengkode protein VP1, suatu
pertumbuhan, meningkatnya biaya pemakaian obat- enzim yang mempunyai aktivitas RNA dependent-
obatan dan desinfektan (Tabbu, 2000; Lukert and RNA polymerase (Fenner et al., 1993; Nagarajan and
Saif, 2003). Kibenge, 1997; Muller et al., 2003; Van den Berg,

157
Deteksi Molekuler Virus Infectious Bursal Disease (IBD) pada Sample Bursa Fabrisius

2010). dikenal dengan nama fenomena paradoks virus IBD

Virus IBD memasuki tubuh hospes peroral, (Lukert and Saif, 2003).

selanjutnya virus bereplikasi dalam sel limfosit dan Virus IBD isolat lapang dapat menimbulkan

makrofag dalam jaringan usus. Melalui peredaran derajat patogenesitas yang berbeda pada ayam

darah virus IBD menuju ke berbagai organ, termasuk maupun jenis unggas lain yang peka oleh infeksi

Bursa Fabrisius sebagai target replikasi virus IBD. virus tersebut (Tabbu, 2000). Kepekaan paling tinggi

Sel limfosit B muda dalam folikel Bursa Fabrisius terjadi pada unggas umur 3-6 minggu, ketika Bursa

merupakan sel target virus untuk replikasi (Van den Fabrisius berkembang secara maksimal (Nunoya et

Berg, 2010). Sel yang peka terhadap virus IBD pada al., 1992). Gejala klinis penyakit IBD pada ayam

ayam adalah sel B yang dihasilkan oleh Bursa dapat bervariasi tergantung dari galur virus IBD

Fabrisius, karena sel B mempunyai immunoglobulin yang menyerang. Ayam yang terinfeksi virus IBD

Ig-M pada permukaan yang merupakan tempat menunjukkan gejala klinis, antara lain: terjadi

spesifik infeksi virus IBD (Hirai and Calnek, 1979; kematian mendadak yang diikuti dengan

Kaufer and Weiss, 1980). Virus IBD mempunyai peningkatan mortalitas dengan cepat. Morbiditas

sasaran utama pada sel-sel yang aktif berproliferasi dan mortalitas dimulai 3 hari pasca infeksi,

dan dilaporkan bahwa afinitas virus IBD lebih besar mencapai puncak dan mereda pada hari ke 5 sampai

pada sel muda atau calon limfosit-B dibandingkan 7. Pola kematian tersebut menunjukkan standar

dengan limfosit-B dewasa (Nagarajan and Kibenge, kurva normal. Gejala awal yang terlihat pada kasus

1997). Setelah 13 jam pasca inokulasi folikel bursa IBD adalah kecenderungan ayam untuk mematuk

positif mengandung virus IBD dan viremia terjadi daerah kloaka dan sekitarnya. Gejala tersebut diikuti

setelah 16 jam pasca infeksi, yang ditandai dengan dengan depresi, bulu berdiri, diare putih yang

replikasi sekunder di berbagai organ lain. Kondisi teramati di daerah kloaka, anoreksia, dan tremor

tersebut akan menyebabkan ayam sakit dan akhirnya (Tabbu, 2000; Lukert and Saif, 2003). Pada kondisi

mati (Müller et al., 1979). tersebut ayam terlihat menurun nafsu makan dan

Infeksi virus IBD menyebabkan terjadi minumnya, sehingga dapat terjadi dehidrasi. Ayam

hambatan diferensiasi stem cell dalam pembentukan dalam flok yang terserang penyakit IBD terlihat

sel B dan prekursor sel B secara drastis (Siavanandan tidak teratur, akan mengalami peningkatan

and Maheswaren, 1980). Allan et al. (1972), temperatur tubuh pada stadium awal, tetapi pada

melaporkan bahwa kerusakan sel B mengakibatkan stadium akhir menjadi subnormal (Tabbu, 2000).

penurunan reaksi terhadap vaksinasi. Di samping Isolasi virus IBD dapat dilakukan in ovo pada

itu, ayam yang terinfeksi virus IBD pada umur dini telur ayam berembrio specific pathogen free atau

akan mengalami penurunan respon antibodi yang spesifik antibodi negatif terhadap virus IBD.

dapat mengakibatkan ayam lebih rentan terhadap Inokulasi sampel dilakukan pada CAM dan ruang

berbagai penyakit. Pada infeksi virus IBD dapat alantois, tetapi pertumbuhan virus menghasilkan

terjadi penurunan respon antibodi terhadap berbagai titer yang lebih tinggi pada CAM. Virus IBD juga

antigen vaksin, namun respon antibodi terhadap tumbuh baik pada biak sel yang berasal dari embrio

virus IBD sendiri adalah normal. Keadaan ini ayam. Pertumbuhan virus dapat diamati dengan

158
Michael Haryadi Wibowo et al.

terbentuknya efek sitopatik pada biak sel tersebut Materi dan Metode
(Lukert and Saif, 2003). Beberapa uji laboratorium
dapat digunakan dalam diagnosis virus IBD. Salah Sampel lima Bursa Fabrisius terdiagnosa
satu teknis deteksi virus IBD adalah uji agar gel penyakit IBD, diperoleh dari lima peternakan farm
presipitasi (AGP), merupakan uji konvensional yang ayam petelur dan broiler di Daerah Istimewa
banyak digunakan dalam laboratorium diagnostik. Yogyakarta yang dikoleksi Laboratorium
Uji AGP tersebut digunakan untuk menentukan Mikrobiolog FKH UGM. Kontrol positif uji AGP
antigen, bersifat kualitatif, tanpa dapat membedakan digunakan virus vaksin IBD produksi Sanbio
serotipe virus IBD. Keunggulan uji AGP merupakan Laboratoris.
salah satu uji serologis yang cukup akurat, murah, Ekstraksi RNA dilakukan terhadap gerusan
dan mudah dilaksanakan (Beard, 1989). Dewasa ini Bursa Fabrisius yang diperloleh dari kasus
teknik reverse-trancription polymerase chain terdiagnosa IBD. Virus kontrol diperoleh dari
reaction (RT-PCR) telah dikembangkan untuk pengenceran virus vaksin IBD (produksi Sanbio
mendeteksi genom virus IBD (Kataria et al, 2001; Laboratoris). Isolasi RNA virus AI dilakukan dengan
Ashraf et al, 2007). Metode RT-PCR mampu menggunakan micro-to Midi RNA isolation kit
mendeteksi genom virus IBD yang tidak dapat (Invitrogen, USA) sesuai dengan prosedur standar
tumbuh di dalam biakan sel, dan tidak diperlukan yang disarankan oleh Invitrogen. Secara prinsip, 0,2
propagasi virus sebelum proses amplifikasi ml suspensi isolat IBD/virus kontrol IBD dalam PBS
(Anonimous, 2001). ditambahkan ke dalam 0,2 ml larutan lisis yang
Diagnosis penyakit IBD di lapangan mengandung 0,002 ml β-mercaptoethanol.
didasarkan pada anamnesa, gejala klinis, dan Campuran tersebut, kemudian disentrifugasi pada
perubahan patologi makroskopis. Konfirmasi 12.000 x g selama 2 menit suhu 25ºC (refrigerated
diagnostik dalam penelitian ini dengan uji RT-PCR microcentrifuge, model 5804R, Eppendorf,
terhadap sampel Bursa Fabrisius (BF) dengan Hamburg, Germany). Selanjutnya supernatan
amplifikasi fragmen genom VP2 virus IBD dipindahkan ke dalam tabung bersih dan ditambah
menggunakan primer spesifik. Sampel positip RT- dengan 0.2 ml etanol absolut, kemudian dimasukkan
PCR dilanjutkan dengan kultur in ovo pada telur kedalam RNA spin cartridge, dan disentrifugasi pada
ayam berembrio (TAB) dan dideteksi virus IBD 12.000xg selama 15 menit 25ºC. Cartridge dicuci 1
menggunakan uji agar gel presipitasi (AGP). Uji x dengan 0,7 ml wash buffer I dan 1 x dengan 0,5
AGP merupakan uji serologis sederhana yang wash buffer II. Cartridge tersebut kemudian
digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap dipindahkan ke dalam RNA recovery tube. RNA
berbagai virus berdasarkan reaksi positif atau diperoleh dengan melakukan elusi cartridge tersebut
negatif. Penelitian ini juga bertujuan melakukan dengan 0,03 ml RNAse-free water dengan cara
deteksi virus IBD dengan uji AGP menggunakan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000xg selama 2
sumber antigen CAM dan embrio, untuk melihat menit 25ºC. Suspensi RNA yang diperoleh,
potensinya sebagai sumber antigen dalam uji AGP. kemudian dipakai untuk template pada reaksi RT-
PCR.

159
Deteksi Molekuler Virus Infectious Bursal Disease (IBD) pada Sample Bursa Fabrisius

Amplifikasi dilakukan dengan metode RT- dan terbukti steril dideposisi pada CAM. Telur
PCR. Reaksi dilakukan dengan kit Superscript III- dipersiapkan dengan membuat lubang di atas embrio
one-step-RT-PCR with platinum Taq (Invitrogen) dan satu lubang lagi pada rongga udara. Ruang udara
menggunakan Gene-Amp PCR System 2400 alami pada telur dihisap dengan bola karet, sampai
(Applied Biosystem, USA). Amplifikasi gen VP2 CAM yang melekat pada selaput telur lepas dan
dilakukan dengan primer, forward : 5' – terbentuk ruangan udara buatan pada posisi di atas
GTCTACACCATAACTGCCGCAGATGAT – 3' embrio. Inokulasi dan deposisi suspensi ditempatkan
d a n R e v e r s e : 5 ' – pada membran tersebut. Selanjutnya kedua lubang
GGCTACTAGTGTGACGGGGCGGAGGGCAC pada telur ditutup dengan parafin cair dan diinkubasi
C – 3'. Rancangan primer berasal dari manual sampai 5 hari. Embrio mati diambil dan disimpan
standar pengujian virus IBD Australian Animal dalam refrigerator, embrio yang tidak mati sampai
Health Laboratory, Gelong, Australia, dengan dengan 5 hari juga diambil dan disimpan dalam
produk amplifikasi sebesar 440 bp. Produk PCR refrigerator. Panen virus dilakukan dengan
divisualisasi dengan metode elektroforesis mengkoleksi CAM dan embrio ayam. Pengamatan
menggunakan gel agarose 2% dan pewarnaan dilakukan terhadapa lesi embrio secara makroskopis
ethidium bromide. Pita DNA yang teramplifikasi dan adanya plaque pada membran tersebut.
diamati di dalam ruangan gelap menggunakan UV Ke dalam sebuah obyek gelas, bersih dari
transluminator, untuk selanjutnya didokumentasi. kotoran dan lemak, ditambahkan 3 ml 0,3% larutan
Hasil RT-PCR positif selanjutnya diproses agar dalam air yang telah dipanaskan sampai
untuk isolasi virus menggunakan telur ayam mendidih. Setelah agar memadat, kaca benda
berembrion umur 11 hari, spesifik antibodi negatif ditempatkan ke dalam incubator 37oC sampai
terhadap virus IBD. Bursa Fabrisius merupakan dengan kering. Kaca benda yang telah dilapisi
sampel terbaik untuk isolasi dan identifikasi virus tersebut, ditambahkan larutan agar 1% dalam 8,5%
IBD. Bursa dipotong, kemudian ditampung dalam NaCl dalam PBS dengan 1% phenol sebagai
tabung seril dan ditambah PBS yang mengandung pengawet, kemudian didiamkan sampai dengan
penisilin dan streptomisin (masing-masing 1000 kering. Setelah agar tersebut mengeras, dibuat
um/ml). Selanjutnya BF tersebut diproses dengan sumuran dengan pola tertentu (sumuran tengah
cara dihomogenasi menggunakan vortex. Setelah dikelilingi dengan 4 sumuran sisi kiri dan kanan),
homogen disentrifugasi pada kecepatan putar sekitar tanpa merusak dasar sumuran yang telah terbuat. Ke
3000 x g selama 10 menit. Supernatan diambil, dan dalam sumuran ditengah selanjutnya diteteskan 0,05
diinkubasi pada suhu 370 C selama 2 jam agar ml serum antivirus IBD, dan ke dalam sumuran yang
antibiotik bekerja. Untuk memastikan sampel mengelilingi diteteskan 0,05 ml suspensi sampel
inokulasi steril maka diuji dengan melakukan kultur gerusan CAM dari masing masing kultur in ovo.
sampel tersebut pada media perbenihan bakteri. Dengan pola dan metode yang sama dilakukan dan
Sampel inokulasi yang terbukti steril baru dapat diproses sampel dari embrio ayam dari masing-
digunakan dalam inokulasi in ovo. masing hasil kultur. Inkubasi dilakukan pada cawan
Sampel inokulasi yang telah dipersiapkan petri yang diberikan kapas basah, dan ditempatkan

160
Michael Haryadi Wibowo et al.

pada suhu ruangan. Pengamatan dilakukan setiap dianggap penting karena mempunyai tapak
hari, sampai 3 hari, untuk mengamati garis antigenik yang bertanggung jawab dalam
presipitasi yang terjadi diantara sumuran antigen dan menstimulasi antibodi netralisasi sehingga dapat
antibodi, untuk selanjutnya didokumentasi. menimbulkan antibodi yang bersifat imuno-
protektif (Van den Berg, 2000). Setidaknya terdapat
Hasil dan Pembahasan dua epitope netralisasi yang terdapat pada
polipeptida VP2 virus IBD tersebut (Mahgoub,
Konfirmasi diagnostik dengan 2012). Hasil amplifikasi fragmen gen VP2 terhadap
mengamplifikasi genom virus IBD, telah banyak 5 sampel bursa fabrisius dalam penelitian ini, 3
dilakukan oleh para peneliti (Lin et al, 1994; Chao et sampel positip (kode B, D, dan E) menghasil produk
al, 1998; Kataria et al, 2001; Ashraf et al, 2007). amplifikasi 440 bp, sedangkan 2 sampel (kode A dan
Pada umumnya identifikasi virus IBD banyak C menunjukkan hasil negatif, tidak teramati pita
difokuskan pada amplifikasi gen VP2. Protein VP-2 amplifikasi target (Gambar 1).

Gambar 1. Hasil elektroforesis RT-PCR fragmen VP-2 gene virus IBD, teramati pita DNA pada posisi 440 bp.
Lubang B, D, dan E menunjukkan hasil positif. Lubang K (+) adalah kontrol positif, dan K (-)
adalah kontrol negatif.
Beberapa laporan penelitian lain, yang pada posisi 1.730 – 1.879, dan fragmen gen VP-2
mengembangkan teknik molekular dalam deteksi posisi 772 – 1.122, Gen VP-4 merupakan
virus IBD dilakukan oleh Chao et al. (1998) dengan proteinase virus IBD dan berperan dalam prosesing
mendesin primer yang mengamplifikasi daerah yang dari prekursor poliprotein VP-2, VP3 , dan VP-4.
bersifat lestari pada gen VP2 posisi forward primer Gen VP-2 merupakan protein penting dalam
733-756 dan reverse primer posisi 1212-1189. determinasi serotipe dan merupakan antigen yang
Primer tersebut juga telah diaplikasikan untuk bersifat protektif dari virus IBD (Becht et al., 1988).
mendeteksi virus IBD yang diekstraksi dari berbagai Teknis diagnosis secara molekuler tersebut
organ dan leukosit oleh Barlic-Maganja et al. (2002). mempunyai kemampuan deteksi sangat akurat,
Lin et al. (1994), mengembangkan multipleks PCR sensitif, cepat, dan dapat digunakan menggantikan
untuk pertama kali yang ditujukan untuk diagnosis mikrobiologi in vivo dan in vitro (Lin et
membedakan virus IBD serotipe 1 dan 2. Primer al.,1994; Barlic-Maganja et al., 2002).
disusun untuk menamplifikasi fragmen gen VP-4

161
Deteksi Molekuler Virus Infectious Bursal Disease (IBD) pada Sample Bursa Fabrisius

Gambar 2: Embrio yang diinfeksi virus IBD lapangan teramati hemorhagie (A) dan embrio kontrol (B).

Sampel IBD dalam penelitian ini adalah 3 Bursa adanya lesi tertentu. Lesi embrio yang diinokulasi
Fabrius yang telah diskrening dengan RT-PCR virus IBD pada dasarnya mirip dengan embrio ayam
positip, selanjutnya diinokulasikan pada telur ayam yg diinfeksi oleh virus IB (Cavanagh and Naqi,
berembrio (TAB), spesifik antibodi negatif terhadap 2003), virus ND (Wibowo dkk., 2012; Putra, dkk.,
penyakit IBD. Menurut Butt et al., (2015), BF 2012) maupun AI (Wibowo dkk., 2007). Perbedaan
merupakan sampel terbaik untuk isolasi virus IBD. dengan kasus AI terletak pada adanya lesi hemoragi
Hal tersebut ditegaskan oleh Singh et al., (2015), dan kerontokan bulu yang lebih hebat (Wibowo
bahwa BF merupakan organ utama yang dkk., 2007). Demikian juga pada embrio yang
berhubungan dengan patogenesis virus IBD dan diinfeksi virus ND perdarahan embrio teramati lebih
telah diketahui sebagai sumber antigen IBD yang parah (Wibowo, dkk., 2012; Putra dkk., 2012). Lesi
baik. Inokulasi pada TAB menghasilkan lesi embrio pada kasus infeksi IB cenderung lebih mirip, namun
yang teramati antara lain: perdarahan kulit yang dapat teramati kekerdilan yang lebih nyata, jika
ditemukan hampir di semua permukaan kulit, bulu embrio kontrol dan yang diinfeksi dieramkan sampai
tidak berkembang sempurna (Gambar 2). hari ke-19 (Cavanagh and Naqi, 2003). Pada

Menurut Mutinda et al., (2015) lesi embrio penelitian ini embrio diinkubasi sampai 4 hari pasca

ayam yang diinfeksi virus IBD menunjukkan variasi infeksi, oleh karena itu tidak teramati kekerdilan

lesi, yaitu: embrio kerdil, beberapa dapat terjadi pada embrio yang diinfeksi virus IBD. Pada

kematian embrio, kongesti, udema dan perdarahan beberapa penelitian infeksi virus lain, misalnya virus

embrio. Hasil tersebut juga sesuai dengan pendapat ND pada embrio, gambaran lesi mikroskopis

Lukert dan Saif (2003). Kondisi tersebut sangat teramati dominan hemoragi yang terdistribusi secara

berbeda dengan embrio kontrol yang tidak teramati merata pada berbagai organ (Putra dkk., 2012).

162
Michael Haryadi Wibowo et al.

Gambar 3. Foto CAM dengan plaque (A) dan kontrol (B) tanpa plaque.

Hasil infeksi pada CAM teramati lesi, antara ditunjukkan oleh virus pox dan ILT tersebut.
lain: penebalan membran yang diikuti adanya plaks Diagnosis IBD dalam penelitian ini dilakukan
(Gambar 3). Hasil penelitian Mutinda et al (2015), dengan uji AGP, dengan sumber antigen CAM dan
menunjukkan lesi CAM yang diinfeksi virus IBD embrio ayam yang diinfeksi gerusan BF positip RT-
pada pasase pertama, teramati: udema, kongesti, dan PCR. Uji tersebut dipilih karena cukup akurat,
hemoragi. Lesi makroskopis CAM oleh infeksi virus murah, dan mudah dilaksanakan (Beard, 1989).
IBD teramati adanya hemoragi juga dilaporkan oleh Menurut Mawgod et al, (2014) identifikasi virus
Mawgod et al. (2014). IBD dalam kultur in ovo paling banyak dilakukan
Beberapa virus unggas yang dipropagasi pada dengan uji AGP, meskipun hasil uji AGP tersebut
CAM, pada umumnya menghasilkan lesi yang dapat bervariasi tergantung beberapa faktor. Dalam
mirip, sebagaimana terjadi pada virus IBD. Virus penelitian ini sumber antigen digunakan dua jenis,
avian pox dan virus ILT juga mampu menyebabkan yaitu: membran CAM dan embrio. Hasil uji AGP
plaque (Anonimus, 1971; Wibowo, 2003, Tripathy dengan kedua sumber antigen tersebut menunjukkan
and Reed, 2003), oleh karena itu memang sulit bahwa antigen dari CAM teramati 2 isolat positif
membedakan karakter lesi membran untuk IBD, sedangkan 1 isolat negatif IBD. Hasil uji AGP
kepentingan diagnosis. Lesi makroskopis tersebut dengan antigen vaksin sebagai kontrol positif
perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan secara menunjukkan hasil negatif. Hal ini tampaknya lebih
mikroskopis untuk melihat karakter lesi spesifik dari disebabkan tidak terjadinya kesetimbangan antigen
masing-masing virus. Infeksi virus ILT pada CAM antibodi yang diuji, karena kemungkinan titer virus
dapat ditemukan benda inklusi intranuklear vaksin tidak sesuai dengan antibodi yang ada.
(Anonimus, 1971, Wibowo, 2003) sedangkan pada Sementara itu hasil uji AGP dengan sumber antigen
virus pox ditemukan benda inklusi intrasitoplasmik embrio, ketiganya menunjukkan hasil negatif
yang juga dikenal sebagai bohringer bodi, akan (Gambar 4). Hasil tersebut menunjukkan bahwa
bernilai diagnostik (Tripathy and Reed, 2003). Pada sumber antigen CAM memberikan hasil yang lebih
infeksi virus IBD tidak ditemukan lesi spesifik baik dibanding embrio.
tertentu (Lukert and Saif, 2003), sebagaimana

163
Deteksi Molekuler Virus Infectious Bursal Disease (IBD) pada Sample Bursa Fabrisius

Gambar 4: Hasil uji AGP preparasi antigen dari CAM dan embrio

Menurut Lukert and Saif (2003), virus IBD sarana deteksi dalam aras molekuler yang diketahui
tumbuh pada CAM dan menghasilkan titer virus lebih sensitif untuk mendeteksi virus IBD (Müller et
lebih banyak. Peneliti lain melaporkan bahwa virus al., 2003).
IBD tidak dapat dengan mudah berkembang dengan
baik pada TAB, oleh karena itu untuk memperoleh Kesimpulan
titer virus yang tinggi diperlukan beberapa kali
pasase. Menurut Mutinda et al, (2015) hasil uji AGP Berdasarkan data yang diperoleh pada
menunjukkan hasil yang baik setelah dilakukan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa uji RT-PCR
pasase tiga kali. Butt et al, (2015) melaporkan bahwa dapat digunakan dalam mendeteksi virus IBD secara
untuk mendapatkan hasil yang baik dalam uji AGP, langsung dari sampel Bursa Fabrisius yang
virus IBD yang dipropagasi dalam TAB yang akan terdiagnosa penyakit IBD. Hasil RT-PCR
digunakan sebagai sumber antigen, diperlukan menunjukkan tiga dari lima sampel yang diperiksa
purifikasi dan dikonsentrasi dengan ultrasentrifugasi menunjukkan hasil positif teramplifikasi fragmen
berpendingin. Penelitian Wibowo (2003) melakukan gen VP-2 virus IBD dengan produk amplifikasi
uji AGP terhadap virus ILT lebih sulit diperoleh hasil sebesar 440 bp, dua sampel menunjukkan hasil
positif oleh karena itu diperlukan modifikasi teknis negatif. Uji AGP dengan sumber antigen membran
tertentu, misalnya dengan pemekatan antibodi. korioalantois menunjukkan hasil positif 2 dari 3
Faktor penting yang berperanan dalam keberhasilan sampel, sedangkan uji AGP dengan antigen embrio
uji AGP adalah konsentrasi antigen-antibodi. dari kultur yang sama dengan CAM menunjukkan
Pembentukan presipitat akan terjadi apabila hasil negatif, oleh karena itu CAM merupakan
konsentrasi antigen antibodi tersebut mencapai sumber antigen yang lebih baik dari pada embrio.
proporsi yang seimbang (Kresno, 2000). Hasil uji
AGP tidak bersesuaian dengan hasil RT-PCR dalam Ucapan Terima Kasih
skrening awal, yaitu bahwa 3 sampel positip RT-
PCR tidak semua positip dalam uji AGP. Hal tersebut Sumber dana penelitian ini adalah Hibah
sangat beralasan karena uji RT-PCR merupakan Pengembangan Bagian Tahun 2012, No.

164
Michael Haryadi Wibowo et al.

1642/J01.1.22/LK/2012, dan dana masyarakat Cavanagh, D. and Naqi, S.A. (2003) Infectious
(PNBP) FKH UGM tahun 2013 dengan kontrak bronchitis. In: Diseases of poultry, 11th ed. Saif,
Y.M. (Ed). Iowa State University Press, Ames,
/J01.1.22/HK4/2013. Iowa, USA : 101-119.

Daftar Pustaka Hirai, K., Kunihiro, K. and Shimakura, S. (1974)


Characterization of immunosupression in
Allan, W.H., Faragher, J.T. and Cullen, G.A. (1972) chickens by infectious bursal disease virus.
Immunosuppression by the Infectious bursal Avian Dis. 23:950-965.
agent in chickens immunized against Newcastle
disease. Vet. Rec. 90:511–512. Hitchner, S.B. (1970) Infectivity of infectious bursal
disease virus for embryonating eggs. Poult. Sci.
Anonimus (1979) Methods for examining poultry 49, 511-516.
biologics for identifying and quantifying avian
pathogen. Subcommitte, national academic Kataria, R.S., Tiwari, A.K., Nanthakumar, T. and
science, Washington D.C. : 109-125. Goswani, P.P. (2001) One-step RT-PCR for the
Detection of infectious bursal disease virus in
Anonimus (2001) Manual of Standards Ddiagnostic clinical samples. Vet. Res. Comm. 25(5): 429-
Tests and Vaccines Infectious Bursal Disease 436.
(http://education.vetmed.vt.edu/Curriculum/
VM8124/VM8124toth_2002/VirDis/avia/avia. Kaufer, I. and Weiss, E. (1980) Significance of bursa
htm#reoviridae) fabricius as target organ in infectious bursal
disease of chickens. Infect. Immun. 27: 364-367.
Ashraf, S., Tang, y. and Saif, M. (2007)
Development of differential RT-PCR assays and Kresno, S.B. (2000) Imunologi: Diagnosis dan
molecular characterization of the complete VP1 prosedure. Edisi III. Penerbit Fakultas
gene of five strains of very virulent infectious Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta :
bursal disease virus. Avian Dis. 51 (4): 935-941. 271-273.

Barlic-Maganja, D., Zorman-Rojs, O. and Grom, J. Lin, T.L., Wu C.C., Rosenberger, J.K., and Saif, Y.M.
(2002) Detection of infectious bursal disease (1994) Rapid differentiation of infectious bursal
virus in different lymphoid organ by single-step diseases virus serotypes by polymerase chain
reverse transcriptase polymerase chain reaction reaction. J.Vet. Diagn. Invest. 6: 100-102.
and microplate hybridization assay. J. Vet.
Diagn. Invest. 14: 243-246. Lukert, P.D. and Saif, Y.M. (2003) Infectious bursal
th
disease. In: Diseases of poultry, 11 ed, Saif,
Beard, C.W. (1989) Serologic procedures. Dalam: Y.M. (Ed). Iowa state university press, Ames,
Purchase, H.G, Arp, H.L., Domermuth, C.H. Iowa, USA : 161-179.
and Pearson, J.E. (Eds). A Laboratory manual
for the isolation and identification avian Mahgoub, H.A. (2012) An overview of infection
rd
pathogens. 3 ed. Kendal/Hunt publishing bursal disease. Arch Virol. 157: 2047-2057.
company, Iowa : 192-200.
Mawgod, S.A., Arafa, A.S. and Hussein, H.A. (2014)
Becht, H., Muller, H. and Muller, H.I.S. (1998) Molecular genotyping of infectius bursal
Comparative studies of structural and antigenic disease virus isolated from broiler flock in
properties of two serotype of infectious bursal agypt. Int. J. Vet. Sci. and Med.. 2: 46-52.
disease virus. J. Gen. Virol. 69: 631-640.
Müller, H., Islam, R.Md. and Raue, R. (2003)
Cao, Y.C., Young, W.S. and Law, M. (1998) Research on infectious bursal disease: The past,
Molecular characterization of seven chineese the present and the future. Vet. Microbiol. 97:
isolates of infectious bursal diseases virus: 153-165.
classical, very virulent and variant strain. Avian
Dis. 42: 340-351.

165
Deteksi Molekuler Virus Infectious Bursal Disease (IBD) pada Sample Bursa Fabrisius

Müller, R., Kaufer, I., Reinacher, M. and Weiss, E. diagnosis of infectious bursal disease in poultry
(1979) Immunofluorscent studies of early virus birds. Vet. Word 8(11): 1331-1339.
propagation after oral infection with infectious
bursal disease virus (IBDV). Zentralbl. Veteri- Sivanandan, V. and Maheswaran, S. K. (1980)
narmed. B, 26, 345-352. Immune profile of infectious bursal disease. I.
Effect of infectious bursal disease virus on
Mutinda, U.W., Njagi, L.W., Nyaga, P.N., Debora, peripheral blood T and B lymphocytes in
L.C., Mbuthia, P.G., Kemboi, D., Githinji, chickens. Avian Dis. 24:715–725.
J.W.K. and Mariuki, A. (2015) Isoaltion of
infectious bursal disease virus using indigenous Tabbu., C.R. (2000) Penyakit ayam dan
chicken embryos in kenya. Int Scholarly Res. penanggulangannya. Vol. 1. Kanisius:
N o t i c e s , I D 4 6 4 3 7 6 , Yogyakarta : 213-221.
http://dx.doi.org/10.1155/2015/464376.
Tripathy, N.D. and Reed, W.M. (2003) Pox. In:
Nagarajan, M.M. and Kibenge, F.S.B. (1997) Diseases of poultry, 11th ed. Saif, Y.M. (Ed).
Infectious bursal disease virus: A review of Iowa State University Press, Ames, Iowa, USA :
molecular basis for variations in antigenicity 253-269.
and virulence. Can. J.Vet. Res. 61: 81-88.
Van den Berg, T.P. (2000) Acute infectious bursal
Nunoya, T., Otaki, Y., Tajima, M., Hiraga, M., and disease in poultry: A Rev. Avian Pathol. 29 (3):
Saito, T. (1992) Occurrence of acute infectious 175-194.
bursal disease with high mortality in japan and
pathogenicity of field isolates in specific Wibowo, M.H. (2003) Identifikasi serologis virus
pathogen free chickens. Avian Dis. 36, 597-609. infectious laryngotracheitis isolat mangestoni
farm dengan uji agar gel presipitasi dan uji
Putra, H.H., Wibowo, M.H., Untari, T. dan Kurniasih netralisasi. J. Sain Vet. 21 (2): 1-5.
(2012) Studi lesi makroskopis dan mikroskopis
embrio ayam yang diinfeksi virus newcastle Wibowo, M.H., Susetya, H. Untari, T., Wahyuni,
disease isolat lapang yang virulen. J. Sain Vet. A.E.T.H. Tabbu, C.R.dan Asmara, W. (2007)
30 (1): 57-67. Identifikasi molekuler virus avian influenza
yang diisolasi dari kasus dengan dan tanpa
Raj, D.G., Thangavelu, R., Govindarajan, K., gejala klinis khas penyakit avian influneza. J.
Nachimuthu and Venugopalan, A.T. (1995) Vet. 8 (3): 103-110.
Precipatation reaction with newcastle disease
virus. Trop. Anim. Hlth. Prod. 27: 71-75. Wibowo, M.H., Untari, T. dan Wahyuni, A.E.T.H.
(2012) Isolasi, identifikasi, sifat fisik dan
Singh J., Banga H.S., Brar R.S., Singh N.D., Sodhi S. biologik virus tetelo yang diisolasi dari kasus di
and Leishangthem G.D. (2015) lapangan. J. Vet.13 (4) 425-433.
Histopathological and immunohistochemical

166

Вам также может понравиться