Вы находитесь на странице: 1из 14

KONSESI KONSERVASI MELALUI KEBIJAKAN RESTORASI EKOSISTEM

DI HUTAN PRODUKSI

Conservation Concession through Ecosystem Restoration Policy in Forest Production

Sri Nurhayati Qodriyatun


Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI
Jl. Gatot Subroto Senayan Jakarta

Naskah diterima: 29 Maret 2016


Naskah dikoreksi: 12 Mei 2016
Naskah diterbitkan: Juni 2016

Abstract: Ecosystem restoration in production forest is one of the government’s efforts to improve the damaged
production forests by involving private sector through implementation of the conservation concession.
Conservation concession is a new concept in forest management which is expected to save the forest, and still
provide economic and social benefits for the community. In conservation concession, the ecological, economical,
and social aspects were being maintained as one. However, ecosystem restoration is not yet to be implemented
with the overall principle of conservation concession, such as the licensing process is not conducted through
market mechanism, the application fee is not equally applied between ecosystem restoration concession and
other concessions; not transparent, the area is not clean and clear; and no set rule on the possibility of logging
in ecosystem restoration concessions. Therefore, the government needs to ensure several things including to
reserved the area to be free of conflicts of tenure, to reduce the amount of fee charged, to abolish the rules that
granting logging on ecosystem restoration concession, and to provide incentive for the concessions that had
managed to restore the production forest.
Keywords: conservation concession, ecosystem restoration, production forest.

Abstrak: Kebijakan restorasi ekosistem di hutan produksi adalah salah satu upaya pemerintah untuk memperbaiki
hutan produksi yang rusak dengan melibatkan swasta melalui penerapan konsep konsesi konservasi. Konsesi
konservasi adalah satu konsep baru dalam pengelolaan hutan yang diharapkan dapat untuk menyelamatkan hutan
di satu sisi, tetapi tetap memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat. Melalui konsesi konservasi,
aspek ekologi, ekonomi, dan sosial berjalan bersama dalam satu pengelolaan hutan. Namun pelaksanaan restorasi
ekosistem belum menerapkan keseluruhan prinsip konsesi konservasi dan masih terdapat beberapa kelemahan,
seperti proses perizinan yang tidak dilakukan melalui mekanisme pasar, penerapan iuran yang diberlakukan
sama antara konsesi restorasi ekosistem dengan konsesi lainnya, tidak transparan, areal yang dicadangkan tidak
clean and clear, serta adanya aturan dimungkinkannya penebangan di konsesi restorasi ekosistem. Untuk itu,
ke depan pemerintah perlu menjamin lahan yang dicadangkan bebas dari konflik tenurial, pengurangan besaran
iuran yang dibebankan, dihapuskannya aturan pemberian izin penebangan pada konsesi restorasi ekosistem, dan
memberikan insentif bagi konsesi yang berhasil merestorasi kawasan hutan produksi.
Kata kunci: konsesi konservasi, restorasi ekosistem, hutan produksi.

Pendahuluan Konsep ini muncul setelah melihat begitu


Konsesi konservasi atau conservation banyak negara yang kehilangan hutannya. Menurut
concession merupakan satu konsep baru dalam Myers (1992) dan Palo & Vanhanen (2000) (dalam
pengelolaan hutan. Konsep ini mendekatkan Hidayat, 2011:88) menjelang tahun 1989 rata-
antara perlindungan sumber daya hutan dengan rata kerusakan hutan dunia setiap tahun mencapai
pembangunan (Rice, 2001; Rice, 2003). Konsesi 142.000 km2, dan nampaknya kerusakannya
konservasi berbeda dengan konsesi logging. meningkat cepat. Dalam kasus Indonesia, menurut
Jika dalam konsesi logging, pemegang konsesi laporan FAO tahun 2000 rata-rata kerusakan hutan
membayar pemerintah untuk haknya mengambil setiap tahun mencapai 1,3 juta hektare (1,2 persen
kayu dari hutan, maka dalam konsesi konservasi, dari keseluruhan hutan yang ada) (FAO, 2001).
pemegang konsesi membayar pemerintah untuk Kondisi ini terus berlanjut hingga saat ini. Dalam
haknya melindungi hutan (CIFOR, 2001). catatan Forest Watch Indonesia, laju deforestasi
hutan Indonesia periode 2009–2013 mencapai 1,13

Sri Nurhayati Qodriyatun, Konsesi Konservasi melalui Kebijakan Restorasi Ekosistem | 49


juta hektare per tahun (Forest Watch Indonesia, Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam
2014). dengan Kegiatan Restorasi Ekosistem. Kebijakan
Hilangnya hutan-hutan tersebut berarti juga ini dilatarbelakangi adanya degradasi sumber daya
hilangnya berbagai jasa yang disediakan oleh hutan yang terus meningkat dan telah menimbulkan
hutan seperti pengatur daur hidrologi, penyimpan dampak negatif yang sangat luas, baik aspek
karbon, dan tentunya penyedia sumber daya hayati lingkungan/ekologi, ekonomi, kelembagaan, sosial
yang ada di dalamnya yang merupakan sumber dan budaya.
pangan dan pengobatan bagi manusia. Kondisi ini Pengelolaan hutan produksi dengan sistem Izin
kemudian memunculkan suatu pendekatan baru Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)
yang memadupadankan antara konservasi dengan yang dilakukan selama ini telah mengakibatkan
pembangunan. Dasar pendekatannya adalah terjadinya degradasi dan deforestasi hutan1. Data
bagaimana menciptakan mekanisme berbasis pasar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
untuk konservasi hutan (Pagiola et al., 2002;1– tahun 2013 menunjukkan bahwa luas hutan
14). Melalui mekanisme ini diharapkan hutan produksi adalah 69.230.322,99 hektare (54,81
terselamatkan di satu sisi, dan masyarakat tetap persen dari luas kawasan hutan 126.302.229,90
mendapatkan keuntungan secara ekonomi dari hektare). Dari luasan tersebut 727.981,2 hektare
hutan tersebut melalui penjualan jasanya di sisi telah mengalami deforestasi (diolah dari Statistik
lain. Melalui konsesi konservasi, aspek ekologi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
ekonomi, dan sosial berjalan bersama dalam satu Tahun 2014, 2015:88–92). Tanpa perbaikan sistem
pengelolaan hutan. pengelolaan yang ada saat ini dikhawatirkan luas
Konsep konsesi konservasi coba diterapkan oleh hutan produksi yang terdegradasi akan bertambah
Pemerintah Indonesia melalui kebijakan restorasi terus sehingga fungsi produksinya tidak lagi lestari
ekosistem di hutan produksi. Suatu kebijakan yang dan akan memicu terjadinya deforestasi. Kebijakan
muncul dari keprihatinan para kalangan pecinta restorasi ekosistem diharapkan akan memperbaiki
lingkungan atas kondisi hutan Indonesia yang terus kondisi hutan produksi yang telah terdegradasi dan
mengalami degradasi dan deforestasi. terdeforestasi tersebut.
Kebijakan restorasi ekosistem diluncurkan Kebijakan restorasi ekosistem merupakan
di tengah upaya pemerintah melakukan upaya terobosan baru dalam sejarah kehutanan Indonesia,
rehabilitasi hutan yang tiada memberikan hasil. dengan memungkinkan hutan produksi tidak
Baik upaya pemulihan hutan melalui program ditebang dalam jangka waktu tertentu. Melalui
dana reboisasi maupun melalui program Gerakan restorasi ekosistem, hutan produksi di hutan
Nasional Rehabilitasi Hutan (GERHAN) alam diharapkan akan berfungsi kembali sebagai
(Supriatna, 2008:84). Bahkan dalam catatan penyeimbang ekosistem, baik biotik maupun
Center for International Forestry Research/CIFOR abiotik. Selain itu, juga akan memberikan kontribusi
(Nawir dkk, 2008), pemerintah dinilai gagal dalam dalam upaya menyelamatkan keragaman hayati dan
melaksanakan rehabilitasi hutan. Terlihat dari target mitigasi perubahan iklim. Pelaksanaan kegiatan
pemerintah untuk merehabilitasi 18,7 juta hektare restorasi ekosistem dilakukan melalui mekanisme
dari hutan yang terdegradasi dari tahun 1970- dan prosedur pemberian Izin Usaha Pemanfaatan
an hingga tahun 2004 tidak berhasil. Bahkan sisa Hasil Hutan Kayu-Restorasi Ekosistem (IUPHHK-
hutan yang terdegradasi yang seharusnya 24,9 juta RE).
hektare, justru bertambah menjadi dua kali lipat IUPHHK-RE merupakan izin usaha yang
yaitu 43,6 juta hektare. diberikan untuk membangun kawasan dalam hutan
Restorasi ekosistem merupakan inovasi baru alam pada hutan produksi yang memiliki ekosistem
dalam pelestarian sumber daya alam. Dalam UU penting sehingga dapat dipertahankan fungsi dan
No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya keterwakilannya melalui kegiatan pemeliharaan,
Alam Hayati dan Ekosistemnya belum dikenal perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan
model konservasi melalui restorasi ekosistem. termasuk penanaman, penjarangan, penangkaran
Demikian juga dalam UU No. 41 Tahun 1999 satwa, pelepasliaran flora dan fauna untuk
tentang Kehutanan. Kebijakan restorasi ekosistem mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta
diluncurkan Pemerintah pada tahun 2004 melalui unsur non-hayati (tanah, iklim dan topografi) pada
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor suatu kawasan kepada jenis yang asli sehingga
159 Tahun 2004 tentang Restorasi Ekosistem di 1
Degradasi hutan ditunjukkan dengan menurunnya kualitas
Kawasan Hutan Produksi dan Peraturan Menteri
dan kapasitas dari tutupan hutan, sedangkan deforestasi
Kehutanan Nomor 18 Tahun 2004 tentang Kriteria ditunjukkan dengan penurunan kuantitas dan luasan hutan
Hutan Produksi yang Dapat Diberikan Izin Usaha (Mon et al., 2012).

50 | Aspirasi Vol. 7 No. 1, Juni 2016


tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya ekosistem ini perlu dilanjutkan dan bagaimana
(PP No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan seharusnya kebijakan restorasi ekosistem ke depan?
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Tulisan ini ingin menganalisis kelebihan dan
Pemanfaatan Hutan juncto Permenhut No. 61/ kekurangan dari pelaksanaan kebijakan restorasi
Menhut-II/2008 tentang Ketentuan dan Tata Cara ekosistem di hutan produksi secara deskriptif
Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan analitis dengan mengacu pada konsep konsesi
Kayu Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada konservasi. Analisis dilakukan secara deskriptif
Hutan Produksi Melalui Permohonan). Usaha ini dengan menggunakan konsep konsesi konservasi
akan memberikan peluang bagi pengelolaan hutan berdasarkan literatur yang ada dan praktik restorasi
dengan multi-produk dan jasa, mempertahankan ekosistem hutan produksi di Indonesia. Data
konektivitas bentang alam dan pelestarian praktik restorasi ekosistem hutan produksi di
keragaman hayati, mempertahankan ragam manfaat Indonesia didapat dari hasil penelitian penulis yang
hutan bagi masyarakat, dan mengurangi laju berjudul “Restorasi Ekosistem di Hutan Produksi:
deforestasi dan emisi karbon dari hutan produksi Kontribusi terhadap Konservasi dan Pemberdayaan
(Prasetyo dkk, 2015:14). Masyarakat Sekitar Hutan” pada tahun 2012.
Kebijakan pemanfaatan hutan produksi melalui Hasil analisis ini diharapkan dapat menjadi
restorasi ekosistem ini telah mendorong perubahan bahan masukan bagi Komisi IV DPR RI yang
cara pandang terhadap hutan dan pengelolaannya. membidangi kehutanan dalam rangka pelaksanaan
Hutan yang semula dianggap sebagai pepohonan fungsi-fungsinya. Saat ini DPR sedang melakukan
dan penghasil kayu semata, kini diperhitungkan revisi UU tentang Kehutanan (UU No. 41
sebagai satu kesatuan ekosistem dengan hasil hutan Tahun 1999 tentang Kehutanan) dan analisis
beragam sesuai tipe ekosistem dan karakteristiknya. terhadap pelaksanaan restorasi ekosistem di hutan
Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan produksi ini dapat menjadi paradigma baru untuk
Hidup dan Kehutanan Nomor SK. 2382/Menhut- mengembangkan pemanfaatan hutan di hutan
VI/BRPUK/2015 tanggal 29 Mei 2015, luas areal produksi. Arah pemanfaatan hutan produksi ke
kawasan hutan produksi yang dialokasikan untuk depan diharapkan tidak lagi berorientasi pada
UPHHK-RE adalah 1.791.680 hektare, dengan timber product (hasil hutan kayu) tetapi ke arah
rincian sebagai berikut: pemanfaatan hasil hutan non-kayu yang lebih
a. Di wilayah Sumatera seluas 312.210 hektare; berkelanjutan bagi keberadaan hutan, baik secara
b. Di wilayah Nusa Tenggara seluas 103.960 ekologi, ekonomi, maupun sosial.
hektare;
c. Di wilayah Kalimantan seluas 480.310 hektare; Konsesi Konservasi
d. Di wilayah Sulawesi seluas 379.375 hektare; Conservation concession merupakan istilah
e. Di wilayah Maluku seluas 245.235 hektare; dan baru dalam pengelolaan hutan. Belum ada
f. Di wilayah Papua seluas 270.590 hektare. terjemahan resmi dalam bahasa Indonesia. Namun
dalam tulisan ini, penulis menggunakan istilah
Namun hingga bulan Juli 2015, berdasarkan
“konsesi konservasi” seperti yang gunakan oleh
data pada Direktorat Usaha Jasa Lingkungan dan
beberapa penulis dari berbagai sumber (Supriatna,
Hasil Hutan Bukan Kayu (Direktorat UJL dan
2008; Indrawan dkk, 2007; CIFOR, 2003).
HHBK) Ditjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
Munculnya ide konsesi konservasi sebagai buah
(Ditjen PHPL) Kementerian Lingkungan Hidup
dari kekecewaan kalangan LSM internasional
dan Kehutanan telah mengeluarkan 14 IUPHHK-
dan juga penyandang dana yang selama ini
RE dengan luas kawasan konsesi 553.935 hektare
menghibahkan uang untuk kegiatan konservasi,
(Parthama, 2015).
namun tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Kebijakan restorasi ekosistem berpotensi
Kemudian lahir satu model pengelolaan hutan yang
untuk terus dikembangkan di tengah kebijakan
mencoba memadupadankan antara pembangunan
moratorium izin pemanfaatan hutan alam dan
dan konservasi, tanpa menghilangkan kesempatan
lahan gambut secara komersial yang sudah
negara mendapatkan penghasilan atas sumber daya
dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 2011 hingga
alam yang dimilikinya.
saat ini. Permasalahannya adalah: (1) apakah
Menurut Conservation International (2001),
kebijakan restorasi ekosistem di hutan produksi
LSM internasional yang bergerak di bidang
ini sejalan dengan konsep konsesi konservasi yang
konservasi menyatakan bahwa:
mengedepankan aspek ekologi, ekonomi, dan
“Conservation concession is a free-market
sosial berjalan secara bersama-sama dalam satu mechanism that allows conservationists to compete
pengelolaan hutan?; (2) apakah kebijakan restorasi directly with extractive industries for the rights

Sri Nurhayati Qodriyatun, Konsesi Konservasi melalui Kebijakan Restorasi Ekosistem | 51


to natural resources. Conservation concessions (masyarakat sekitar kawasan konsesi), dan calon
directly compensate resource owners for any pemegang konsesi. Perjanjian ini diperlukan agar
revenue or employment that might have occured as masyarakat sekitar hutan tetap dapat memanfaatkan
result of exploiting a given area” dan kelestarian kawasan hutan tetap terjamin. Hal-
(Konsesi konservasi merupakan mekanisme pasar hal yang perlu ada dalam perjanjian tersebut antara
bebas bagi para konservasionis untuk bersaing lain (Rice, 2001):
secara langsung dengan industri ekstraktif (industri a. Jumlah pembayaran yang harus dibayarkan;
yang bahan bakunya mengambil dari alam) dalam b. Lamanya perjanjian konsesi;
mendapatkan haknya atas sumber daya alam. c. Komitmen pemegang konsesi untuk masyarakat
Konsesi konservasi secara langsung mendapatkan lokal;
kompensasi atas sumber daya alam miliknya dari
d. NSPK (Norma, Standar, Pedoman dan
setiap kegiatan yang mungkin terjadi sebagai akibat
Kriteria) untuk memantau dan melaksanakan
dari eksploitasi dari daerah tersebut).
perlindungan terhadap kawasan konsesi dan
Konsesi konservasi ini hampir sama dengan sumber daya alam hayati yang ada di dalamnya.
konsesi logging di mana mereka mempunyai
Dalam hal ini, pemerintah dan pemegang
kewajiban untuk membayarkan sejumlah uang
konsesi harus dapat menjamin bahwa konsesi
berdasarkan harga pasar untuk mendapatkan haknya
tersebut akan memberikan manfaat secara langsung
atas kawasan hutan yang akan dikelola dalam satu
kepada masyarakat setempat (Supriatna, 2008:85).
periode waktu. Namun pemegang konsesi tidak
Model pengelolaan hutan seperti konsesi
akan melakukan eksploitasi terhadap kawasan
konservasi ini sangat menarik perhatian para aktivis
hutan yang dikelola. Mereka akan melindungi
konservasi, terutama kalangan LSM internasional.
dan melestarikan kawasan konsesinya (Hardner &
Karena dalam pola ini, para penggiat konservasi
Richard Rice, 2002:89).
selain dapat lebih mempunyai wewenang dan
Konsesi konservasi merupakan salah satu
fleksibel, mereka juga merasa lebih independen
bentuk penerapan mekanisme pembiayaan untuk
dalam melakukan pengawasan terhadap hutan.
pemanfaatan jasa lingkungan yang agak berbeda
Ada model lain pengelolaan hutan yang
dari konsesi pengusahaan hutan, yang dulu kita
mirip dengan konsesi konservasi, yaitu model
kenal sebagai HPH (Hak Pengusahaan Hutan) dan
Integrated Conservation and Development Project
saat ini sebagai IUPHHK. Jika dalam pola HPH
(ICDP) dan Community Based Natural Resouce
atau IUPHHK, Pemerintah memberikan hak kepada
Management. Sama halnya dengan konsesi
perusahaan untuk mengambil kayu, maka dalam
konservasi, model ICDP kegiatannya mengaitkan
pola konsesi konservasi lembaga tertentu diberi
konservasi keanekaragaman hayati dalam kawasan
hak untuk mengelola suatu kawasan untuk tujuan
yang dilindungi dengan pembangunan sosial
konservasi. Suatu kawasan akan disewa sesuai
ekonomi masyarakat setempat (Supriatna, 2008;
dengan mekanisme pasar sebagaimana dalam HPH
Ferraro & Agnes Kiss, 2002). Ada tiga sasaran
atau IUPHHK. Pemerintah akan mendapat uang
yang dituju dari model tersebut yaitu konservasi
dari kawasan tersebut karena kawasan tersebut
keanekaragaman hayati yang efektif, peningkatan
telah diberi hak kelolanya dari pemerintah (CIFOR,
partisipasi masyarakat lokal dalam konservasi
2003).
dan pembangunan, dan pengembangan ekonomi
Konsesi konservasi memberikan alternatif bagi
masyarakat miskin pedesaan (Wells dkk, 1997).
negara untuk memanfaatkan hutannya yang memiliki
Namun model tersebut -yang menggunakan
nilai konservasi tinggi untuk tetap memberikan
pendekatan tidak langsung- oleh beberapa
pendapatan bagi negara tanpa harus merusaknya
penulis dianggap tidak berhasil. Orang lebih
(mengeksploitasinya untuk kegiatan pengambilan
suka mendapatkan manfaat secara langsung dari
kayu, pertambangan, ataupun kegiatan lainnya
suatu kegiatan dari pada hanya sebagai pelengkap
yang eksploitatif). Konsesi konservasi memiliki
(Ferraro & Agnes Kiss, 2002). Memadukan
tujuan utama melindungi keanekaragaman hayati
konservasi dengan kebutuhan masyarakat
untuk jangka panjangnya dan stimulasi ekonomi
memang sulit. Namun menurut Wells dkk (1997)
pembangunan untuk jangka pendeknya. Konsesi
ketidakberhasilan ICDP bukan karena konsepnya
konservasi menawarkan alternatif penggunaan lahan
yang tidak tepat, tetapi karena determinasi ICDP
bagi konservasionis, pemerintah, dan masyarakat
yang belum diarahkan untuk mengatasi ancaman
lokal secara berkelanjutan. Untuk itu ketiga pihak
utama terhadap kawasan konservasi. Kegiatan
tersebut harus saling mendukung (Rice, 2002).
pembangunan yang disponsori oleh pemerintah
Dalam konsesi konservasi perlu ada
seperti pembuatan jaringan jalan, konsesi kayu,
perjanjian antara pemerintah, masyarakat setempat

52 | Aspirasi Vol. 7 No. 1, Juni 2016


konversi hutan alam dan pertambangan, menjadi mengeluarkan UU Kehutanan yang baru,
ancaman besar dari pada kegiatan ilegal dalam yang memungkinkan konsesi konservasi
skala kecil yang dilakukan oleh masyarakat. sebagai penggunaan lahan yang kompetitif.
Hadirnya konsep konsesi konservasi menjadi Kemudian pada tahun 2001, the Asociación
harapan baru dalam pengelolaan hutan untuk lebih para la Conservación de la Cuenca Amazónica
lestari. Ada banyak manfaat yang akan diperoleh (LSM lokal), menjadi kelompok pertama
dari kegiatan konsesi konservasi, yaitu (Rice, 2002): yang mendapat izin konsesi di bawah UU
a. Pemasukan dana yang stabil untuk kegiatan baru, dengan luas konsesi sekitar 135.000
pembangunan. hektare di bagian bawah DAS (Daerah Aliran
Banyak kegiatan ekstrasi sumber daya alam Sungai) Los Amigos River. Sementara yang
yang sangat tergantung pada fluktuasi harga di Kamerun, pemerintahnya baru menyisihkan
di pasaran. Contohnya kegiatan logging, area konsesi kayu antara Boumba-Bek dan
pertambangan, atau pariwisata. Pendapatan Dja Reserves untuk dicadangkan menjadi area
dari kegiatan-kegiatan tersebut tergantung konsesi konservasi.
pada kondisi pasar internasional. Kondisi ini b. Konsesi yang dilakukan melalui kontrak
tidak berlaku bagi kegiatan konsesi konservasi, dengan masyarakat adat/masyarakat (Contracts
karena pembayaran iuran/pajak dari konsesi with indigenous/community groups).
konservasi ditetapkan oleh pemerintah selama Contohnya di Guatemala. Berdasarkan analisis
persyaratan perjanjian dipenuhi. The Maya Biosphere Reserve menunjukkan
b. Investasi konservasi dilakukan secara bahwa pendapatan masyarakat lokal dari
transparan dan langsung. kegiatan logging cenderung menurun dalam
Konsesi konservasi sangat transparan 20 tahun terakhir. Sementara Pemerintah
kegiatannya dan mudah diidentifikasi di Guatemala mewajibkan mereka untuk
peta serta dimonitor sesuai dengan NSPK. mencegah terjadinya kerusakan terhadap
Selain itu memberikan manfaat langsung bagi kawasan hutannya. CI menawarkan kontrak
perlindungan keanekaragaman hayati secara konsesi konservasi. Namun konsesi konservasi
nyata. di Guatemala ini gagal karena tidak mendapat
c. Dilakukan melalui mekanisme pasar untuk dukungan dari masyarakat setempat. Mereka
konservasi. lebih memilih untuk melakukan penebangan
Di bawah konsesi konservasi, konservasi selektif yang menurut mereka menghasilkan
menjadi produk yang dapat dibeli langsung keuntungan lebih tinggi dan berkelanjutan
dan diberikan sesuai kriteria yang jelas. jika dibandingkan dengan model konsesi
Dengan model konsesi konservasi terbatas, konservasi.2
menjadi pilihan menarik bagi pemilik sumber c. Konsesi yang merupakan proyek untuk
daya. Karena pada saat yang sama, di jangka penyelamatan spesies tertentu (Project
panjang konservasi dapat terus dilakukan. Hal targeting specific species).
ini mengingat rendahnya opportunity cost; dan Contohnya di Ekuador dan Kamboja.
tingginya willingness and ability to pay. Untuk konsesi konservasi yang di Ekuador,
beberapa LSM internasional yang bergerak
Ada beberapa praktik konsesi konservasi yang
di bidang konservasi dan para penyandang
dapat dipertimbangkan untuk diterapkan (Rice,
dana melakukan diskusi dengan Kementerian
2002):
Lingkungan Hidup Ekuador untuk melindungi
a. Konsesi yang dilakukan bersama Pemerintah
perikanan komersial di Taman Nasional
(Concession with goverments).
Galapagos. Dalam kontraknya, pemegang
Contohnya di Guyana, Peru, dan Kamerun.
konsesi memberikan kompensasi kepada
Di Guyana, di bawah aturan UU Kehutanan,
para nelayan atas lobster laut dan beberapa
Conservation International (CI) mendapat izin
spesies lainnya untuk dikonservasi di Taman
konsesi selama 25 tahun pada hutan produksi
untuk dikelola secara konservasi. Izin konsesi 2
Aime Barnes, Mathew Ebright, Emily Gaskin, and William
di lahan seluas 80.000 hektare di sepanjang Strain, “Conservation Consession in the Maya Biosphere
Sungai Essequito, dimana CI diperbolehkan Reserve: Why Payments for Ecological Services were not
melakukan studi untuk keperluan mengajukan succesful in Guatemala”, (The Master of Public Administration
in Environmental Science and Policy Program on the School
perpanjangan konsesi dalam jangka panjang.
for International and Public Affairs at Columbia University),
Sementara untuk yang di Peru, setelah https://www.cbd.int/financial/pes/guatemala-pesmaya.pdf
melalui diskusi panjang, Pemerintah Peru diakses 1 April 2016.

Sri Nurhayati Qodriyatun, Konsesi Konservasi melalui Kebijakan Restorasi Ekosistem | 53


Nasional Galapagos. Hal yang sama dilakukan produksi dan IUPHHK-HT dilakukan di kawasan
di Kamboja, dimana dalam konsesi konservasi hutan produksi yang tidak produktif. Kedua model
yang dilakukan di pegunungan Cardamon pemanfaatan hutan tersebut lebih berfokus pada
meminta penduduk lokal mengurangi perburuan pemanfaatan hasil hutan berupa kayu.
harimau dan gajah untuk dilindungi. Dalam Berdasarkan definisinya, IUPHHK-HA
kontrak konservasi, konsesi akan memberikan dikembangkan pada kawasan hutan alam produksi
pembayaran pekerjaan, dan dukungan kepada yang memiliki potensi tegakan sedemikian rupa
masyarakat berdasar kesepakatan bersama sehingga bisa dilakukan pemanenan kayu di
dalam melakukan konservasi di kawasan awal-awal kegiatan pengusahaannya. Sedangkan
lindung tersebut. IUPHHK-HT dikembangkan pada kawasan hutan
produksi yang tidak produktif untuk meningkatkan
Mengacu pada konsep konsesi konservasi
potensi dan kualitas hutan produksi dengan
seperti yang telah diuraikan di depan, dengan
menerapkan silvikultur tertentu dalam rangka
demikian ada beberapa prinsip yang harus
memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil
diterapkan dalam konsesi konservasi, yaitu:
hutan. Namun dalam praktiknya, IUPHHK-HA
a. Pemberian izin konsesi berdasarkan mekanisme
dan IUPHHK-HT lebih berfokus pada pemanfaatan
pasar;
kayunya saja (timber based management) dari pada
b. Pemegang konsesi mempunyai kewajiban
ekosistemnya (ecosystem based management).
untuk membayar kepada negara atas pemberian
Akibatnya praktik-praktik tersebut menimbulkan
izin konsesi;
kerusakan lingkungan baik di kawasan hutan
c. Pemegang konsesi mempunyai kewajiban
maupun di kawasan lain di sekitarnya (Hidayat,
untuk mengkonservasi kawasan konsesinya
2011; Arief, 2001). Kerusakan dalam kawasan hutan
dan tidak akan melakukan eksploitasi terhadap
pada umumnya berupa semakin luasnya kawasan
kawasan tersebut seperti pengambilan kayu,
hutan bekas tebangan yang tidak produktif. Pada
pertambangan, ataupun kegiatan lainnya yang
kawasan tersebut pada umumnya menjadi kawasan
eksploitatif;
“open access” karena sudah tidak dibebani hak
d. Bermanfaat secara langsung bagi masyarakat
sebagai akibat telah berakhirnya masa konsesi, atau
lokal atau dapat meningkatkan kesejahteraan
dikembalikannya izin konsesi ke pemerintah atau
masyarakat lokal; dan
akibat dicabutnya izin konsesi unit manajemen oleh
e. Ada kontrak antara pemerintah, masyarakat
pemerintah karena kinerjanya dinilai buruk.3
lokal, dan pemegang konsesi.
Kawasan tidak produktif ini seharusnya
segera dipulihkan kembali. Namun regulasi tidak
Kebijakan Restorasi Ekosistem di Hutan
mendukung. Belum ada regulasi yang dapat
Produksi
menjadi payung hukum bagi para pemegang izin
Kebijakan restorasi ekosistem merupakan
konsesi untuk dapat melakukan pemulihan kawasan
suatu hal yang baru dikembangkan di Indonesia
hutan produksi yang rusak tersebut. Hingga
untuk mengatasi semakin banyaknya hutan yang
akhirnya muncul kebijakan restorasi ekosistem di
terdeforestasi dan terdegradasi. Proses lahirnya
hutan produksi untuk memberikan alternatif solusi
kebijakan ini cukup panjang, mengingat baik dalam
pemulihan kawasan hutan produksi yang rusak
UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU
secara legal.
Kehutanan) ataupun dalam UU No. 5 Tahun 1990
Konsep kebijakan restorasi ekosistem ini
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
mengacu pada konsesi konservasi yang sudah
dan Ekosistemnya (UU KSDAHE) tidak dikenal
diterapkan di beberapa negara. Melalui kebijakan
restorasi ekosistem sebagai salah satu bentuk izin
restorasi ekosistem di hutan produksi, pemerintah
pemanfaatan hutan.
berharap fungsi hutan dapat dipertahankan, hutan
Mengacu UU Kehutanan, izin pemanfaatan
terlindungi dan terpelihara, unsur hayati (flora
hutan hanya ada di hutan produksi. Izin pemanfaatan
dan fauna) dapat kembali, serta pemanfaatan jasa
hutan di hutan produksi, sebelum tahun 2000-an
lingkungan dan jasa kawasan pada areal restorasi
dikenal dalam bentuk HPH dan Hutan Tanaman
ekosistem dapat dioptimalkan (Santoso, 2011).
Industri (HTI). Sekarang izin tersebut dikenal
sebagai Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu 3
“Restorasi Ekosistem: Solusi Inovatif Penyelamatan
pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) untuk yang HPH, Biodiversitas Penting di Hutan Alam Produksi Kawasan
dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Wallacea”, http://www.walacea.org/restorasi-ekosistem-
solusi-inovatif-penyelamatan-biodiversitas-penting-di-
pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) untuk HTI.
hutan-alam-produksi-kawasan-wallacea.html, diakses 23
IUPHHK-HA dilakukan di kawasan hutan alam Desember 2011.

54 | Aspirasi Vol. 7 No. 1, Juni 2016


Kebijakan restorasi ekosistem ini tertuang dalam – bahwa areal konsesi restorasi diberikan di hutan
Peraturan Menteri Kehutanan No. 159/Menhut- produksi yang tidak dibebani izin/hak. Atau dengan
II/2004 tentang Restorasi Ekosistem di Kawasan kata lain, areal IUPHHK-RE dapat diberikan di
Hutan Produksi; Peraturan Pemerintah No. 6 kawasan hutan produksi yang masih produktif,
Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan kurang produktif, atau tidak produktif, asal areal
Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan tersebut tidak dalam kondisi dibebani izin/hak.
Hutan; dan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.61/ Hal lain yang juga berubah-ubah ketentuannya
Menhut-II/2008 tentang Tata Cara Pemberian Izin adalah mengenai bagaimana pengajuan izin konsesi
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi restorasi harus dilakukan. Dalam Permenhut No.
Ekosistem dalam dalam Hutan Alam pada Hutan 159/Menhut-II/2004, izin konsesi restorasi didapat
Produksi Melalui Permohonan. melalui proses lelang. Sedangkan dalam Permenhut
Beberapa peraturan tentang kebijakan restorasi No. 61/Menhut-II/2008, izin diberikan melalui
ekosistem ini telah diperbaharui. Seperti PP No. 6 permohonan yang diajukan ke Menteri Kehutanan
Tahun 2007 diganti dengan PP No. 3 Tahun 2008 tanpa melalui rekomendasi teknis dari Gubernur.
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor Namun ketika Permenhut No. P.50/Menhut-II/2010
6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan jo. P.26/Menhut-II/2012 keluar, izin konsesi
Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan restorasi harus mendapat rekomendasi teknis dari
Hutan, Permenhut No. P61/Menhut-II/2008 diganti gubernur. Kemudian dalam Permenhut No. P.31/
dengan Permenhut No. P.50/Menhut-II/2010 tentang Menhut-II/2014, persyaratan ditambahkan bahwa
Cara Pemberian dan Perluasan Areal Kerja Izin izin konsesi restorasi harus mendapat pertimbangan
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) teknis dari bupati/walikota dan rekomendasi
dalam Hutan Alam, IUPHHK Restorasi Ekosistem, dari gubernur. Namun pada prinsipnya, untuk
atau IUPHHK Hutan Tanaman Industri pada Hutan mendapatkan izin konsesi restorasi ekosistem di
Produksi Jo. P.26/Menhut-II/2012 yang diubah hutan produksi tidak lagi dilakukan melalui lelang,
menjadi Permenhut P.31/Menhut-II/2014 tentang tetapi melalui pengajuan permohonan. Dalam
Tata Cara Pemberian dan Perluasan Areal Kerja Izin pengajuan permohonan ini, pihak pemohon harus
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi menyertakan proposal teknis yang berisi antara lain
Ekosistem atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan kondisi umum areal yang dimaksud dan kondisi
Kayu Hutan Tanaman Industri pada Hutan Produksi perusahaan, serta usulan teknis. Usulan teknis
dan terakhir diubah menjadi Permenlhk No. P.9/ berisikan maksud dan tujuan, perencanaan restorasi
Menlhk-II/2015 tentang Tata Cara Pemberian, ekosistem dan pemanfaatan setelah tercapai
Perluasan Areal Kerja dan Perpanjangan Izin keseimbangan ekosistem, sistem silvikultur yang
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan diusahakan, organisasi/tata laksana, pembiayaan,
Alam Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan perlindungan hutan. Permohonan akan dinilai
Restorasi Ekosistem atau Izin Usaha Pemanfaatan oleh Tim Penilai apakah permohonan disetujui atau
Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri pada tidak.
Hutan Produksi. Selain pengajuan izin, hal lain yang juga
Ketentuan dari setiap aturan yang dikeluarkan berubah adalah luasan areal izin konsesi restorasi
oleh pemerintah ini berbeda-beda. Seperti ketika ekosistem. Mengacu Permenhut No. 159/Menhut-
dikeluarkan Permenhut No. 159/Menhut-II/2004, II/2004, Permenhut No. 61/Menhut-II/2008,
areal konsesi restorasi adalah kawasan hutan Permenhut No. P.50/Menhut-II/2010, ataupun
produksi baik yang masih produktif, kurang Permenhut No. P.26/Menhut-II/2012, tidak ada
produktif, dan tidak produktif. Sementara dalam pembatasan luasan areal izin konsesi restorasi.
PP No. 6 Tahun 2007, areal konsesi restorasi bisa Namun ketika Permenhut No. P.8/Menhut-II/2014
dilakukan di hutan produksi yang masih produktif keluar, luasan areal izin konsesi dibatasi. Luas
dengan syarat tidak layak untuk dijadikan satu areal konsesi restorasi ekosistem mencapai 100
unit izin usaha dan di kawasan hutan produksi ribu hektare hanya diberikan untuk Provinsi Papua
yang tidak produktif yang berupa tanah kosong, dan Papua Barat. Di luar dua provinsi tersebut, luas
alang-alang atau semak belukar. Ketika PP No. 3 areal konsesi restorasi ekosistem paling luas adalah
Tahun 2008 keluar, areal konsesi restorasi hanya 50 ribu hektare.
diberikan di kawasan hutan produksi yang tidak Meskipun ketentuan mengenai areal kawasan
produktif. Ketentuan ini kembali berubah setelah untuk restorasi ekosistem, pengajuan izin, dan
dikeluarkannya Permenhut No. P.50/Menhut- luasan areal konsesi terus berubah-ubah, namun
II/2010 - yang telah diubah beberapa kali dan ada satu ketentuan yang tetap sama, yaitu bahwa
terakhir dengan Permenlhk No. P.9/Menlhk-II/2015 Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu

Sri Nurhayati Qodriyatun, Konsesi Konservasi melalui Kebijakan Restorasi Ekosistem | 55


Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) diberikan dimanfaatkan secara sustainable, seimbang,
untuk membangun kawasan hutan alam pada hutan dan dinamis. Dalam hal ini, kawasan restorasi
produksi yang memiliki ekosistem penting sehingga ekosistem setelah mencapai keseimbangan
dapat mempertahankan fungsi dan keterwakilannya hayati dapat dimanfaatkan dengan sistem
melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan, dan silvikultur atau pengelolaan tertentu yang
pemulihan ekosistem hutan termasuk penanaman, mengarah pada produktivitas bukan sekedar
pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, kayu, tetapi juga hasil hutan bukan kayu dan
pelepasliaran flora dan fauna untuk mengembalikan jasa lingkungan).
unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non-
Sangat berbeda dengan kegiatan di kawasan
hayati (tanah, iklim, dan topografi) pada suatu
IUPHHK-HA dan IUPHHK-HT, yang titik berat
kawasan kepada jenis yang asli sehingga tercapai
kegiatannya lebih pada pemanenan kayu dan
keseimbangan hayati dan ekosistemnya.
pemasaran hasil. Meskipun dua-duanya sama-sama
Tujuan pengelolaan hutan melalui restorasi
dievaluasi setiap 5 tahun atas kegiatan-kegiatannya,
ekosistem adalah untuk perlindungan (perlindungan
namun dalam IUPHHK-RE semakin terjamin
dan pengamanan kawasan termasuk spesies satwa,
kelestarian hutannya karena izin konsesi diberikan
tumbuhan asli atau endemik), pelestarian (pelestarian
hingga 60 tahun dan dapat diperpanjang 35 tahun.
dengan mengurangi atau menghilangkan ancaman
Izin konsesi yang cukup panjang ini memberikan
kerusakan ekosistem serta mempertahankan dan
kesempatan bagi kawasan hutan tersebut untuk
memulihkan dinamika populasi dan struktur
pulih dan tetap lestari.
vegetasi), dan pemulihan (pemulihan dan
peningkatan produktivitas hutan produksi yang
Restorasi Ekosistem, Sejalankah dengan Konsesi
dapat dimanfaatkan secara sustainable, seimbang,
Konservasi?
dan dinamis).
Pemberian Izin Konsesi
Dalam IUPHHK-RE akan ada beberapa izin
Pemberian izin konsesi konservasi melalui
yang didapatkan, yaitu Izin Usaha Pemanfaatan
restorasi ekosistem di hutan produksi dilakukan
Kawasan (IUPK), Izin Usaha Pemanfaatan Jasa
melalui mekanisme pemberian izin IUPHHK-
Lingkungan (IUPJL), atau Izin Usaha Pemanfaatan
RE. IUPHHK-RE merupakan bagian dari Izin
Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) ketika
Pemanfaatan Hutan yang terdiri atas izin usaha
kegiatan restorasi ekosistem yang dilakukan belum
pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa
mencapai keseimbangan hayati. Ketika kegiatan
lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan
restorasi ekosistem telah mencapai keseimbangan
kayu dan/atau bukan kayu, dan izin pemungutan
ekosistem, pemegang IUPHHK-RE akan mendapat
hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu pada areal
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
yang telah ditentukan. Adapun unsur yang terdapat
(IUPHHK) dengan menerapkan satu atau lebih
dalam IUPHHK adalah memanfaatkan hasil hutan
sistem silvikultur. Pemanfaatan hutan produksi
kayu, dilakukan dalam hutan alam pada hutan
setelah mencapai keseimbangan ekosistem, selain
produksi, dan melalui beberapa kegiatan mulai
dimanfaatkan dengan sistem silvikultur juga
dari pemanenan atau penebangan, pengayaan,
diarahkan pada produktivitas bukan sekedar kayu,
pemeliharaan, dan pemasaran. Persyaratan dalam
tetapi juga hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan jasa
penerbitan IUPHHK memiliki beberapa persyaratan
lingkungan.
yaitu persyaratan areal, persyaratan subyek, dan
Kebijakan restorasi ekosistem ini positif bagi
persyaratan permohonan. Namun adanya beberapa
kelestarian hutan dibandingkan dengan kebijakan
kali perubahan aturan mengenai kebijakan restorasi
IUPHHK-HA dan IUPHHK-HT. Karena kegiatan
ekosistem ini, maka dalam pelaksanaannya menjadi
dalam IUPHHK-RE ditujukan pada tiga hal, yaitu
masalah.
(Parthama, 2015):
Pertama, dalam persyaratan areal yang akan
a. Perlindungan (perlindungan dan pengamanan
diberikan izin restorasi ekosistem. Persyaratan
kawasan termasuk spesies satwa, tumbuhan
areal yang dapat diberikan IUPHHK-RE adalah
asli atau endemik);
kawasan hutan produksi yang tidak dibebani
b. Pelestarian (pelestarian dengan mengurangi
izin/hak, diutamakan hutan produksi yang tidak
atau menghilangkan ancaman terhadap
produktif dan dicadangkan/ditunjuk oleh Menteri
kerusakan ekosistem serta mempertahankan
Kehutanan sebagai areal untuk restorasi ekosistem.
dan memulihkan dinamika populasi dan
Permasalahannya adalah tidak ada peta yang dapat
struktur vegetasi); dan
dijadikan acuan tunggal bagi kehutanan untuk tata
c. Pemulihan (pemulihan dan peningkatan
guna lahan dan belum semua kawasan hutan sudah
produktivitas hutan produksi yang dapat

56 | Aspirasi Vol. 7 No. 1, Juni 2016


dikukuhkan (Syarif, 2016). Kondisi ini mendorong mekanisme pasar akan didapat pihak-pihak yang
banyak kawasan hutan menjadi kawasan open acces memang secara teknis dan administrasi layak dan
bagi perambahan dan illegal logging. Termasuk mampu melakukan restorasi ekosistem sehingga
kawasan hutan produksi yang tidak lagi dibebani tujuan dari kebijakan restorasi ekosistem –yaitu
izin/hak. Kondisi areal seperti inilah yang diterima hutan produksi yang lestari yang memberikan
oleh PT. REKI melalui SK Menhut No. 293/ manfaat secara ekonomi, ekologi, dan sosial bagi
MENHUT-II/2007 tertanggal 28 Agustus 2007 dan kehidupan masyarakat– dapat tercapai. Namun
SK Menhut No. 327/MENHUT-II/2010 tertanggal ketika mekanisme pemberian izin dilakukan
25 Mei 2010. melalui permohonan, maka pemberian izin menjadi
Bahkan dalam penelitian Qodriyatun tidak transparan. Model pemberian izin melalui
dinyatakan bahwa pemberian izin konsesi pada permohonan ini sama dengan saat pengusahaan
PT. REKI dilakukan tanpa melalui proses ground hutan didasarkan pada UU No. 5 Tahun 1967
ceck, hanya berdasarkan peta yang diverifikasi oleh tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan
Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) – Unit juncto PP No. 21 Tahun 1970 juncto PP No. 18
Pelaksana Teknis (UPT) kehutanan yang berada Tahun 1975 serta PP No. 7 Tahun 1990.
di daerah (Qodriyatun, 2013:83). Areal konsesi Berdasarkan kajian KPK tahun 2013 terkait
PT. REKI merupakan kawasan bekas area HPH Sistem Perizinan di Sektor Sumber Daya Alam
Asialog dan Inhutani V yang telah dicabut izinnya (Studi Kasus Perizinan di Sektor Kehutanan),
pada tahun 2007 dan menjadi areal open acces perizinan di sektor kehutanan berbiaya tinggi
bagi perambahan dan illegal logging. Berdasarkan (Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan, 2015).
pendataan PT. REKI yang dilakukan izin konsesi Dalam kajian KPK tersebut dinyatakan bahwa
keluar, masyarakat yang telah menetap di dalam tingginya biaya perizinan di sektor kehutanan lebih
dan sekitar areal konsesinya meliputi: (1) pekerja karena biaya informal. Diperkirakan biaya informal
miskin (buruh tani) yang tidak memiliki lahan dalam penerbitan izin mencapai 668 juta–22 miliar
tetapi bekerja untuk orang lain seperti menyadap per tahun. Menurut KPK, proses perizinan di sektor
getah karet dan perawat kebun; (2) petani miskin kehutanan tersebut memberikan ruang bagi diskresi
lahan yang mengklaim mempunyai lahan kurang dan suap maupun pemerasan (Syarif, 2016).
dari 2 (dua) hektare; (3) petani mampu penggarap Jika dikaitkan dengan konsep konsesi
dengan lahan lebih dari 10 hektare; (4) pengusaha konservasi, kebijakan restorasi ekosistem dari sisi
tani/investor yang mempekerjakan orang lain pemberian izin tidak seiring dengan konsep konsesi
untuk mereka (100–200 hektare); (5) pendatang konservasi. Karena pemberian izin tidak dilakukan
keluar masuk dengan frekuensi tertentu; dan (6) melalui mekanisme pasar dan tidak ada transparansi
masyarakat yang mempunyai lahan tetapi tinggal di dalam proses.
luar areal konsesi PT. REKI, seperti dari Bandung
Kewajiban Membayar pada Negara
dan Medan (Silalahi dkk, 2014). Banyaknya
Dari sisi kewajiban pemegang konsesi
masyarakat yang telah menetap di areal konsesi
membayar kepada negara atas pemberian izin
jauh sebelum perizinan dikeluarkan mengakibatkan
konsesi, dalam IUPHHK-RE ada ketentuan
program restorasi ekosistem PT. REKI terhambat
membayarkan sejumlah uang ke negara atas izin
pelaksanaannya.
yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Pemegang
Kedua¸ persyaratan permohonan. Pada mulanya
IUPHHK-RE mempunyai kewajiban untuk
pemberian izin IUPHHK-RE dilakukan melalui
membayar iuran izin usaha pemanfaatan hutan,
lelang (Permenhut No. 159/Menhut-II/2004).
provisi sumber daya hutan (PSDH) untuk pengganti
Namun setelah dikeluarkannya Permenhut No. 61/
nilai intrinsik hasil hutan yang dipungut dari hutan
Menhut-II/2008 –yang telah diubah beberapa kali
negara, dan Dana Reboisasi (DR) (Rongiyati, 2012:
dan terakhir dengan Permenlhk No. P.9/Menlhk-
422).
II/2015– pemberian IUPHHK-RE dilakukan melalui
Iuran izin usaha pemanfaatan hutan dibayarkan
pengajuan permohonan. Mekanisme pemberian izin
pada saat IUPHHK-RE dikeluarkan oleh pemerintah
melalui lelang sebenarnya merupakan mekanisme
dengan batas waktu yang sudah ditentukan. Jika
perizinan yang lebih didasarkan pada mekanisme
pemegang konsesi tidak dapat membayar lunas iuran
pasar, sehingga memungkinkan bagi siapapun
yang memenuhi persyaratan administratif maupun
teknis bisa mendapatkan izin tersebut. 4 Melalui NPWP, referensi bank mengenai kecukupan modal, potret
udara/citra satelit skala 1:20.000 berumur kurang dari dua
4
Persyaratan administratif antara lain fotocopy KTP (untuk tahun, rekomendasi dll. Sedangkan persyaratan teknis
perorangan) atau akte pendirian (untuk koperasi atau antara lain rencana pemanfaatan hutan, pemanfaatan dan
badan usaha berbentuk PT. CV, Firma), surat izin usaha, pembinaan hutan, rencana pengembangan ekonomi, dll.

Sri Nurhayati Qodriyatun, Konsesi Konservasi melalui Kebijakan Restorasi Ekosistem | 57


tersebut, maka IUPHHK-RE tidak diserahkan dan dalam satu kebijakan. Di satu sisi, dalam IUPHHK-
ditarik kembali. Hanya saja, besaran iuran yang harus RE ditujukan untuk memulihkan kawasan hutan
dibayarkan oleh pemegang izin konsesi restorasi produksi yang tidak produktif melalui upaya
ekosistem sama dengan iuran yang dibebankan pada mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta
para pemegang izin konsesi lain yang mengambil unsur non-hayati (tanah dan air) pada suatu kawasan
hasil hutan berupa kayu, seperti IUPHHK-HA dan dengan jenis asli sehingga tercapai keseimbangan
IUPHHK-HT (Qodriyatun, 2013:103). Ini yang hayati dan ekosistemnya. Di sisi lain, pemegang
menjadi kritik dari para pemegang IUPHHK-RE, IUPHHK-RE dimungkinkan melakukan eksploitasi
mengingat usaha restorasi ekosistem adalah untuk terhadap kawasan konsesinya setelah tercapai
memperbaiki kondisi hutan dan bukan pemanfaatan keseimbangan hayati dan ekosistemnya. Ini menjadi
kayu sebagaimana izin usaha lainnya. Sementara, titik kelemahan dari kebijakan restorasi ekosistem
iuran lain yaitu DR dan PSDH dibayarkan oleh di hutan produksi, karena ketika ekosistem sudah
pemegang konsesi apabila konsesi telah melakukan dalam kondisi seimbang, pemegang konsesi
pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, jasa mendapatkan izin untuk memanen hasil hutan
lingkungan, dan jasa kawasan. kayunya melalui Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Seyogianya pemegang IUPHHK-RE yang Hutan Kayu (IUPHHK). Izin eksploitasi konsesi
mendapat kawasan hutan alam produksi yang telah restorasi ekosistem tidak sejalan dengan prinsip
dieksploitasi mendapatkan pengurangan iuran di restorasi dan prinsip konsesi konservasi.
bawah tarif. Selain itu, izin-izin selanjutnya yang Manfaat bagi Masyarakat Lokal dan Kontrak
diberikan (seperti izin pemanfaatan hasil hutan Antara Pemerintah, Masyarakat Lokal, dan
bukan kayu dan jasa lingkungan) dapat diberikan Pemegang Konsesi
kemudahan dan tanpa harus memohonkan izin baru. Dari sisi kebermanfaatan secara langsung
Unit pengelola cukup memasukkan usaha-usaha bagi masyarakat lokal, kebijakan restorasi
yang tidak berbasis penebangan kayu ke dalam ekosistem memberikan manfaat bagi kesejahteraan
rencana kerja. Adapun kewajiban finansial dari masyarakat lokal. Seperti dikemukakan Qodriyatun
usaha-usaha tersebut dapat diatur sesuai regulasi (2013:103) dalam penelitiannya, jika ditilik dari
yang berlaku. kegiatan yang dilakukan oleh PT. REKI dan
PT. RHOI maka kegiatan restorasi ekosistem
Kewajiban Mengkonservasi Kawasan Konsesi
memberikan sumbangan langsung bagi peningkatan
Dari sisi kewajiban pemegang konsesi untuk
kesejahteraan masyarakat sekitar hutan melalui
tidak melakukan eksploitasi terhadap kawasan
kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan
hutan konsesinya, dalam IUPHHK-RE berbeda
oleh pemegang konsesi restorasi ekosistem.
dengan konsesi konservasi. Dalam IUPHHK-
Pada PT. REKI pelaksanaan kegiatan
RE, pemegang izin dapat mengeksploitasi hutan
pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui
konsesinya ketika ekosistem sudah dalam kondisi
program pengembangan kemitraan dengan
seimbang. Menuju kondisi ekosistem yang
masyarakat. Ada 4 (empat) program kemitraan
seimbang dibutuhkan waktu yang lama tergantung
masyarakat yang dilakukan oleh PT. REKI, yaitu
kondisi awal hutan pada saat diberikan izin konsesi.
(1) kegiatan pembangunan ekonomi dengan fokus
Izin konsesi restorasi ekosistem diberikan pada
khusus pada Batin Sembilan; (2) insentif untuk
kawasan hutan produksi yang tidak produktif.5
menghentikan perilaku yang tidak diinginkan
Inilah mengapa kebijakan restorasi ekosistem di
terutama perambahan; (3) melahirkan dukungan
hutan produksi oleh Qodriyatun (2013:94) disebut
dari semua masyarakat sekitar dan bekerja sama
kontradiktif. Terdapat dua hal yang bertentangan
dengan pemerintah setempat untuk memastikan
5
Hutan produksi yang tidak produktif adalah areal hutan bahwa program kemitraan ini memberikan
produksi yang penutupan vegetasinya sangat jarang/ layanan kepada masyarakat setempat. Program
kosong berupa semak belukar, perladangan, alang-alang kemitraan masyarakat ini dapat dikembangkan
dan tanah kosong. Jika dilihat dari kriteria teknisnya jika kesepakatan pengelolaan sumber daya desa/
adalah sebagai berikut: (1) pohon inti yang berdiameter
minimum 20 kurang dari 25 batang setiap hektare; (2)
masyarakat tercapai. Hingga April 2014, belum ada
pohon induk kurang dari 10 batang setiap hektare; (3) titik temu antara masyarakat, pemerintah daerah
permudaan alamnya kurang, yaitu anakan alam tingkat (Pemda Jambi), dan pihak pemegang konsesi (PT.
semai kurang dari 1.000 batang setiap hektare, atau REKI) (Silalahi dkk; 2014).
pohon dalam tingkat pancang kurang dari 240 batang Permasalahan utamanya adalah adanya konflik
setiap hektare, atau pohon dalam tingkat tiang kurang
tenurial antara masyarakat sekitar Hutan Harapan
dari 75 batang setiap hektare. Dibutuhkan puluhan tahun
kawasan hutan produksi yang tidak produktif ini menuju (nama hutan kawasan konsesi PT. REKI) dengan
keseimbangan. PT. REKI. Baru pada tanggal 3 Desember 2015

58 | Aspirasi Vol. 7 No. 1, Juni 2016


ditandatangani kesepakatan antara PT. REKI dengan pemasukan secara ekonomi kepada negara. Atau
masyarakat sekitar konsesi setelah konflik tenurial dengan kata lain kebijakan restorasi ekosistem
yang cukup panjang antara PT. REKI dengan warga memberikan manfaat secara ekologi, ekonomi, dan
Kunangan Jaya I dimana tinggal lima kelompok sosial.
masyarakat Batin Sembilan. Berdasarkan kesepakatan Restorasi ekosistem dapat menjadi solusi
tersebut ada 1.455 hektare lahan yang akan dikelola pengusahaan hutan yang memungkinkan dijalankan
bersama 390 jiwa masyarakat Batin Sembilan. Adapun di tengah kebijakan moratorium izin pemanfaatan
wilayah kelola tersebut meliputi lokasi pengembangan hutan alam dan gambut yang dikeluarkan pemerintah
tanaman kehidupan, pemukiman, fasilitas sosial, budi hingga saat ini. Apalagi melihat animo masyarakat
daya tanaman pangan, kebun campur, pemakaman, yang mengajukan izin konsesi restorasi ekosistem
hutan bersama, tanaman obat, holtikultura, sepadan cukup tinggi. Berdasarkan data Direktorat Usaha
sungai dan sumber mata air. Pemanfaatan wilayah Jasa Lingkungan dan Hasil Hutan Bukan Kayu
tersebut dilakukan dengan cara-cara tradisional yang (Direktorat UJL dan HHBK) Ditjen Pengelolaan
ramah lingkungan.6 Hutan Produksi Lestari (Ditjen PHPL) Kementerian
Poin ini sekaligus menjawab hal yang terkait Lingkungan Hidup dan Kehutanan, per Juli
dengan kontrak antara pemerintah, masyarakat lokal, 2015 terdapat 51 perusahaan yang mengajukan
dan pemegang konsesi dalam konsesi konservasi. permohonan restorasi ekosistem. Namun perlu ada
Dalam restorasi ekosistem, seperti dikemukakan perbaikan pada beberapa hal, yaitu:
oleh Clewell dan Aronson (2007:7) dan Society a. Areal yang akan dicadangkan untuk kegiatan
for Ecological Restoration International (SERI),7 restorasi ekosistem harus bebas dari konflik
kegiatannya tidak hanya sebatas proses untuk tenurial. Belajar dari kasus PT. REKI,
memulihkan kembali suatu ekosistem yang telah konflik tenurial menghambat proses restorasi
terdegradasi, hancur, atau rusak. Tetapi juga ekosistem yang akan dilakukan. Saat ini
membantu mengembalikan kehidupan masyarakat sudah ada regulasi yang mengatur bagaimana
yang ada dalam kawasan tersebut untuk dapat hidup penyelesaian konflik tenurial di kawasan hutan.
kembali seperti sediakala, dan tetap dapat melakukan Regulasi tersebut adalah Peraturan Bersama
praktik-praktik budayanya. Untuk menjamin Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan,
terlaksananya hal itu, tentunya perlu ada kesepakatan Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan
antara para pemegang konsesi dengan masyarakat Pertanahan RI. No. 79/2014; No. Pb.3/Menhut/
sekitar kawasan konsesi tersebut dan pemerintah II/2014; No. 17/PRT/M/2014 dan No. 8/
daerah dimana kawasan konsesi tersebut berada. SKB/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian
Kesepakatan ini untuk menjamin terpeliharanya Penguasaan Tanah yang Berada di dalam
kelestarian kawasan konsesi, dan kehidupan Kawasan Hutan. Namun aturan ini dalam
masyarakat sekitar kawasan konsesi terjamin pelaksanaannya terganjal oleh adanya UU
kesejahteraannya. Dengan demikian, kebijakan No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
restorasi ekosistem, dalam hal perlu adanya kontrak Daerah, yang menarik kewenangan pemerintah
antara pemerintah, masyarakat lokal, dan pemegang kabupaten/kota di bidang kehutanan. Ke depan
konsesi, sejalan dengan prinsip konsesi konservasi. perlu ada evaluasi terhadap hal ini. Berlakunya
UU No. 23 Tahun 2014 tidak hanya menjadi
Kebijakan Restorasi Ekosistem di Hutan hambatan dalam pelaksanaan penyelesaian
Produksi ke Depan konflik tenurial di kawasan hutan saja, tetapi
Kebijakan restorasi ekosistem, meskipun dalam juga dalam hal rencana pembangunan sektor
beberapa hal tidak sejalan dengan konsep konsesi kehutanan di kabupaten/kota, termasuk di
konservasi, namun kebijakan ini telah memberikan dalamnya pemanfaatan, perlindungan, dan
manfaat bagi kelestarian hutan (dalam rentang pengawasan hutan produksi di wilayah
waktu tertentu) dan bagi kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota. Ini berarti juga, pemerintah
sekitar kawasan konsesi, selain juga memberikan kabupaten/kota tidak lagi dapat mengusulkan
atau merekomendasikan kawasan hutan di
6
“Pelajaran Resolusi Konflik di Hutan Harapan,” 3 wilayahnya untuk dicadangkan bagi kegiatan
Januari 2016, http://pskl.menlhk.go.id/ pktha/pengaduan/
frontend/web/index.php?r=site%2Fdetail&id=5, diakses
restorasi ekosistem. Ini menjadi tantangan bagi
3 April 2016. keberlanjutan kebijakan restorasi ekosistem ke
7
Society for Ecological Restoration International Science depan.
& Policy Working Group, The SER International Primer b. Perlu adanya satu peta yang dapat dijadikan
on Ecological Restoration, (Version 2: Oktober 2004). acuan tunggal bagi kehutanan untuk tata guna
P.3, http://www.ser.org, diakses 3 April 2016.
lahan. Selain mendorong pemerintah untuk

Sri Nurhayati Qodriyatun, Konsesi Konservasi melalui Kebijakan Restorasi Ekosistem | 59


segera menyelesaikan pengukuhan kawasan produksi yang rusak dengan melibatkan swasta.
hutan, juga untuk mengurangi terjadinya Dengan membandingkan kebijakan restorasi
konflik tenurial di masyarakat. ekosistem dengan konsep konsesi konservasi,
c. Proses perizinan sebaiknya dilakukan secara penulis berkesimpulan bahwa belum secara
lelang sehingga ada transparansi dalam proses keseluruhan konsep konsesi konservasi diterapkan.
perizinan. Selain itu juga untuk mengurangi Seperti dalam proses perizinan yang tidak melalui
biaya informal yang muncul dari mekanisme mekanisme pasar. Mekanisme perizinan melalui
perizinan non-lelang dan mengurangi terjadinya permohonan menjadikan kebijakan restorasi
kasus korupsi dalam proses perizinan. ekosistem kurang transparan dalam proses
d. Perlu dipertimbangkan kembali mengenai perizinannya. Proses perizinan yang tidak transparan
penetapan besaran iuran yang harus diberikan dapat memunculkan biaya-biaya informal dalam
kepada pemegang konsesi restorasi ekosistem. proses perizinan, selain memungkinkan terjadinya
Mengingat kegiatan restorasi ekosistem suap dan korupsi.
lebih menjamin bagi kelestarian hutan Namun untuk prinsip-prinsip yang lain seperti
sehingga besaran iuran tidak disamakan pembayaran iuran kepada negara, kewajiban untuk
dengan iuran konsesi kayu (IUPHHK-HA mengkonservasi kawasan konsesi, dan memberikan
dan IUPHHK-HT). Kegiatan restorasi dalam manfaat langsung bagi masyarakat lokal, kebijakan
konsesi restorasi ekosistem berbeda dengan restorasi ekosistem sudah sesuai dengan konsep
kegiatan rehabilitasi ataupun reboisasi dalam konsesi konservasi. Kebijakan restorasi ekosistem
konsesi kayu. Kegiatan restorasi ekosistem di hutan produksi telah memberikan manfaat bagi
diyakini dapat memberikan kontribusi nyata kelestarian hutan dalam rentang waktu tertentu,
dalam peningkatan produktivitas hutan dan dan memberi manfaat langsung bagi kesejahteraan
pendapatan. Juga dapat membantu untuk masyarakat di sekitar kawasan konsesi.
menurunkan emisi gas rumah kaca dari sektor Hanya saja, ada beberapa kekurangan
kehutanan, serta menyelamatkan keragaman dalam kebijakan restorasi ekosistem yang dalam
hayati yang ada guna memperkuat ketahanan praktiknya mungkin akan merugikan bagi
pangan dan sumber energi. Oleh karena itu, keberlanjutan kebijakan tersebut. Seperti tidak
besaran iuran yang dikenakan pun seharusnya adanya transparansi dalam proses perizinan; besaran
berbeda dengan iuran konsesi kayu. iuran yang dibebankan pada pemegang izin konsesi
e. Pemberian insentif bagi pemegang IUPHHK- restorasi ekosistem (IUPHHK-RE) sama dengan
RE yang berhasil merestorasi kawasan iuran pemegang konsesi kayu (IUPHHK-HA dan
hutan produksi yang tidak produktif menjadi IUPHHK-HT); adanya izin untuk mengeksploitasi
produktif. Insentif dapat berupa kemudahan hutan ketika ekosistem sudah dalam kondisi
pemberian izin-izin lainnya seperti izin seimbang; dan kawasan yang dicadangkan untuk
pemanfaatan kawasan, izin pemanfaatan hasil kegiatan restorasi ekosistem tidak bersih dari
hutan non-kayu, ataupun izin jasa lingkungan. konflik tenurial.
f. Pemberian izin penebangan pada IUPHHK-RE
Saran
melalui pemberian IUPHHK ketika ekosistem
Kebijakan restorasi ekosistem di hutan
dalam kondisi seimbang perlu dihapus.
produksi berpotensi untuk terus dikembangkan.
Mengingat izin tersebut bertentangan dengan
Seiring dengan meningkatnya jumlah pemohon izin
tujuan dari kegiatan restorasi ekosistem.
konsesi restorasi. Untuk keberlanjutan kebijakan
Sementara izin-izin lainnya yang arahnya
tersebut diperlukan perbaikan dalam beberapa hal.
lebih pada pemanfaatan hasil hutan non-
Pertama, Pemerintah perlu melakukan
kayu, pemanfaatan kawasan, ataupun jasa
upaya untuk menjamin bahwa lahan yang
lingkungan, dapat diberikan kemudahan untuk
diberikan konsesi restorasi ekosistem bebas dari
mendapatkannya.
konflik tenurial. Penggunaan satu peta tunggal
sebagai acuan untuk tata guna lahan diperlukan.
Penutup
Hal ini mendorong pemerintah untuk segera
Simpulan
menyelesaikan pengukuhan kawasan hutan
Konsesi konservasi merupakan konsep baru
yang sudah ditetapkan. Kedua, Pemerintah perlu
dalam pengelolaan hutan. Pemerintah Indonesia
melakukan pengurangan besaran iuran yang harus
mencoba menerapkan konsep konsesi konservasi
dibebankan kepada pemegang konsesi restorasi
tersebut melalui kebijakan restorasi ekosistem di
karena kegiatannya memberikan manfaat lebih
hutan produksi. Kebijakan ini merupakan salah
bagi kelestarian hutan, peningkatan produktivitas
satu upaya pemerintah untuk memperbaiki hutan

60 | Aspirasi Vol. 7 No. 1, Juni 2016


hutan, berkontribusi terhadap penurunan emisi Prasetyo, L. B., E. K. Damayanti, S. I. S. Purnama, M. S.
gas rumah kaca, menyelamatkan keanekaragaman Moy, D. Gunaryadi, A. Rafiastanto, Y. Suryadinata.
hayati, dan memperkuat ketahanan pangan dan 2015. “Konservasi Biodiversitas di Sub-Regional
energi. Ketiga, Pemerintah perlu menghapus aturan Sumatera Bagian Selatan: Pengarusutamaan Nilai,
pemberian izin penebangan pada IUPHHK-RE. Status, Monitoring Keanekaragaman Hayati dan
Ekosistem”. Laporan Seminar Nasional Konservasi
Keempat, Pemerintah dapat memberikan insentif
Biodiversitas di Sub-Regional Sumatera Bagian
bagi pemegang konsesi yang berhasil merestorasi Selatan, Palembang 14-15 Januari 2015. Kerjasama
kawasan hutan produksi yang tidak produktif Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)
menjadi produktif. Sumatera Selatan, Dinas Kehutanan Sumatera
Dengan perbaikan dalam beberapa hal tersebut, Selatan dan GIZ Biodiversity and Climate Change
diharapkan tujuan dari diluncurkannya kebijakan (BIOCLIME) Project.
restorasi ekosistem di hutan produksi dapat tercapai,
Pudyatmoko, Y. Sri. 2009. Perizinan: Problem
yaitu kawasan hutan produksi yang lestari dan dan Upaya Pembenahan. Jakarta: Gramedia
kesejahteraan masyarakat sekitar hutan meningkat. Widiasarana Indonesia
Purba, Christian P. P., Soelthon Gussetya Nanggara, dkk.
2014. Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode
2009 – 2013. Bogor: Forest Watch Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Qodriyatun, Sri Nurhayati. 2013. “Restorasi Ekosistem
di Hutan Produksi: Kontribusi Terhadap Konservasi
dan Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan”
Buku dalam buku Ujianto Singgih Prayitno (Penyunting),
Arief, Arifien. 2001. Hutan dan Kehutanan. Yogyakarta: 2013, Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: P3DI
Penerbit Kanisius. Setjen DPR RI bersama Azza Grafika, hlm. 67 –
108.
Clewell, Andre F., James Aronson. 2007. Ecological
Restoration Principles Values and Structure of an Rice, Richard. 2002, “Conservation Consession –
Emerging Proffesion. Connecticut Ave NW: Island Concept Description”, Pg. 83-88, Procceding The
Press. International Seminar ‘Valuation and Innovative
Financing Mechanisms in Support of Conservation
Food and Agricultural Organization (FAO). 2001. Global and Sustainable Management of Tropical Forest’,
Forest Resources Assessment 2000: Main Report. The Hague, Netherlands, 20 – 21 March 2002.
Hidayat, Herman. 2011. Politik Lingkungan: Pengelolaan Supriatna, Jatna. 2008. Melestariakan Alam Indonesia.
Hutan Masa Orde Baru dan Reformasi. Jakarta: Jakarta: Yayasan Obor.
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Wells, M., A. Khan, dkk. 1997, Investing Biodiversity: A
Indrawan, Mochamad, Richard B. Primack, Jatna Review of Indonesia’s Integrated Conservation and
Supriatna. 2007. Biologi Konservasi. Edisi Revisi. Development Projects, Jakarta: The World Bank-
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Indonesia Country Program.
Nawir, Ani Adiwinata, Murniati, Lukas Rumboko
(Ed.). 2008. Rehabilitasi Hutan di Indonesia: Jurnal
Akan Kemanakah Arahnya Setelah Lebih dari Ferraro, Paul J., Agnes Kiss, 2002, “Direct Payments
Tiga Dasawarsa? Bogor, Indonesia: Center for to Conserve Biodiversity”, Science, Nov 29, 2002;
International Forestry Research (CIFOR). 298, 5999: ProQuest. Pg. 1718.
Pagiola, Stefano, Natasha Landell-Mills, Joshua Bhisop. Hardner, Jared., Richard Rice, 2002. “Rethinking Green
2002. “Market-based Mechanisms for Forest Consumerism”. Scientific American. May 2002.
Conservation and Development”. p.1-14. on Pagiola, Vol.286 Issue 5.
Stefano., Joshua Bishop, Natasha Landell-Mills
(ed). 2002. Selling Forest Enviromental Services: Mon, M. S., M. Mizoue, dkk. 2012. “Factors Affecting
Market-based Mechanisms for Conservation Deforestation and Forest Degradation in Selectively
and Development. New York, USA: Earthscan Logged Production Forest: A Case Study ini
Publications Ltd. Myanmar”, Forest Ecology Management 267, 190-
198.
Rice, Richard. 2001. Conservation Concessions
– Concept Description. Center for Applied
Biodiversity Science, September 2001.

Sri Nurhayati Qodriyatun, Konsesi Konservasi melalui Kebijakan Restorasi Ekosistem | 61


Rice, Richard. 2003. “Conservation Consessions – Santoso, Iman. 2011. “Restorasi Ekosistem di
Concept Description”. Paper presented at Vth Indonesia”, makalah dipresentasikan dalam Forum
Work Parks Congress: Sustainable Finance Stream. Group Discussion tentang Kontribusi Restorasi
September 2003. Durban, South Africa. Ekosistem bagi Konservasi Sumberdaya Hayati
dan Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan,
Rongiyati, Sulasi. 2012. “Perlindungan Hak Masyarakat
diselenggarakan Pusat Pengkajian, Pengolahan Data
Adat Melalui Konservasi Restorasi Ekosistem”.
dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI,
Kajian, Volume 17 Nomor 3. September 2012.
11 Agustus 2011.
Hlm. 409-435.
Silalahi, Mangarah., Asep Ayat, Thomas Walsh. 2014.
Wijaya. 2015. “Kewenangan Pemerintah Daerah dalam
“Pengembangan Kemitraan Masyarakat di Hutan
Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan di Kota
Harapan”. Fact Sheet. Hutan Harapan: Profil Desa,
Palu”. Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion. Edisi 5.
April 2014.
Volume 3. Tahun 2015. Hlm. 1-9
Syarif, Laode M. 2016. “Memberantas Korupsi di Sektor
Wolman, Andrew. 2004. “Review of Conservation
Sumber Daya Alam”, Makalah dipresentasikan
Payment Initiatives in Latin America: Conservation
dalam Rakorwas Kementerian Lingkungan Hidup
Concessions, Conservation Incentive Agreement
dan Kehutanan pada tanggal 3 Oktober 2016.
and Permit Retirement Schemes.” William & Mary
Environmental Law and Policy Reciew. Volume 28.
Issue 3 Article 5. P. 859-884. Internet
Barnes, Aime, Mathew Ebright, Emily Gaskin, and
William Strain (The Master of Public Administration
Makalah dan Laporan
in Environmental Science and Policy Program on
CIFOR (Center for International Forestry Research).
the School for International and Public Affairs at
2003. “Konsesi untuk Konservasi (Izin Usaha
Columbia Univeristy), “Conservation Consession
Konservasi Hutan)”. Warta Kebijakan. No. 12. Juni
in the Maya Biosphere Reserve: Why Payments
2003. Bogor: CIFOR.
for Ecological Services were not succesful in
Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan. 2014. Guatemala”, https://www.cbd.int/financial/pes/
“Sosialisasi Peraturan Bidang Usaha Kehutanan guatemala-pesmaya.pdf diakses 1 April 2016.
Tindak Lanjut Rekomendasi Kajian Litbang KPK”,
Press Release, Conservation International, “Building
Makalah, dipresentasikan dalam rangka Sosialisasi
Global Alliances for Biodiversity Protection”,
Peraturan Bidang Bina Usaha Kehutanan Tindak
Backgrounder (Dec. 9, 2001), http://www.
Lanjut Rekomendasi Kajian Litbang KPK,
consevation.org/xp/news/pressreleases/
Pekanbaru, 5 September 2014.
2001/120901a.xml, diakses 1 Maret 2016.
Parthama, I. B. Putera. 2015. “Kebijakan Pengembangan
Restorasi Ekosistem (Target, Progres, dan
Tantangan)”, Makalah, Seminar Restorasi Majalah
Ekosistem yang diselenggarakan IPB International Forest Watch Indonesia, “Nasib Hutan Alam Indonesia”,
Convention Center (IICC) di Bogor, 31 Agustus hlm. 4-7, Majalah Intip Hutan, Media Informasi
2015. Seputar Hutan Indonesia, Februari 2015.

62 | Aspirasi Vol. 7 No. 1, Juni 2016

Вам также может понравиться