Вы находитесь на странице: 1из 22

ISSN : 1693-9883

Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. V, No. 3, Desember 2008, 150 - 169

KAJIAN KEAMANAN PEMAKAIAN


OBAT ANTI-HIPERTENSI DI
POLIKLINIK USIA LANJUT INSTALASI
1
Zullies Ikawati*, Sri Djumiani*, I Dewa Putu P.S**
*
Program Studi Magister Farmasi Klinik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
*
Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr Sardjito, Yogyakarta

ABSTRACT
Increasing age is generally followed by increasing chronic diseases so that the elderly
needs much therapy using drugs for therapy of numerous diseases they have. Hyper-
tension is one of diseases of which its prevalence increases along with increasing age.
Most of the elderly diagnosed as having hypertension finally take therapy using anti-
hypertension drugs. Physiological changes that happen to the elderly lead to use of
drugs for side effect diseases of which their consumption should be considered while
having anti-hypertension drugs. Changes in biological system to the elderly will af-fect
the process of drug molecular interaction, which finally affects clinical efficacy and
pharmacotherapeutic safety. Meanwhile, minimizing the problem of drug use insecurity
is one of good prescription demands in the implementation of clinical pharmacy. To
identify and study safety of anti-hypertension drug use at the elderly polyclinic of Dr.
Sardjito Hospital Outpatient Installation by identifying and evalu-ating
contraindication, interaction and side effect of anti-hypertension drugs. This was a
descriptive study with data taken prospectivelly from 80 patients of the elderly
polyclinic of Dr. Sardjito Hospital Outpatients Installation from November 14 to
December 13, 2005. Data were obtained from medical records, interviews and ques-
tionnaires. The study on contraindication, interaction and side effect of drugs which
happened was based on a guideline book. There was 27.5% of patients took anti-
hypertension drugs which were not beneficial to patients’ clinical condition, so the that
use of antihypertension drugs needs monitoring. As much as 41.3% of patients took
combined drugs potential to cause interaction, 8.7% of which had clinical symp-toms
presumed to be related with possibility of increasing drug interaction effect. As much as
33.8% of patients had at least one drug side effect considered to be related or possibly
related with anti-hypertension medication. Use of anti-hypertension drugs among the
elderly had not been relatively safe because there was drug combination potential of
causing interaction, light drug side effect and the possibility of contrain-dication due to
use of anti-hypertension drugs which was not beneficial to patients’ clinical condition
so that monitoring to use of anti-hypertension drugs was needed.
Keywords: elderly, hypertension, contraindication, interaction, drug side effect.
Corresponding author : E-mail : ikawati@yahoo.com; ikawati_z@ugm.ac.id.

150
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji keamanan pemakaian
obat anti-hipertensi di Poliklinik usia lanjut Instalasi rawat jalan RS Dr. Sardjito
Yogyakarta, dengan mengetahui dan mengkaji kontraindikasi, interaksi dan efek
samping obat anti-hipertensi. Merupakan penelitian deskriptif dengan
pengambilan data secara prospektif dari 80 pasien poliklinik usia lanjut instalasi
rawat jalan RS Dr. Sardjito periode 14 November 2005 sampai dengan 13
Desember 2005. Data diambil dari rekam medik, wawancara dan mengajukan
kuesioner kepada pasien. Kemudian mengkaji kontraindikasi, interaksi dan efek
samping obat yang terjadi berdasarkan buku pedoman. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat 27,5 % pasien menerima obat anti-hipertensi yang tidak
menguntungkan terhadap kondisi klinis pasien, sehingga pemakaiannya diperlukan
pengawasan. Terdapat 41,3 % pasien menerima kombinasi obat yang potensi
terjadi interaksi, 8,7 % diantaranya mempunyai gejala klinis yang diperkirakan
berkaitan dengan kemungkinan berkembangnya efek interaksi obat. Sebanyak 33,8
% pasien mengalami sedikitnya satu efek samping obat yang dipertimbangkan
berkaitan atau kemungkinan berkaitan dengan pengobatan antihipertensi.
Kata kunci : Usia lanjut, Hipertensi, Kontraindikasi, Interaksi, Efek samping.

PENDAHULUAN muda karena adanya perubahan-


perubahan fisiologis akibat proses
Seiring meningkatnya usia menua. Perubahan fisiologis yang
maka penyakit kronis juga terjadi pada usia lanjut menyebabkan
meningkat, sehingga usia lanjut konsentrasi obat menjadi lebih besar,
lebih banyak membutuhkan terapi waktu eliminasi obat menjadi pan-
dengan obat untuk penatalaksanaan jang, terjadi penurunan fungsi dan
berbagai penyakit yang diderita (1). respon dari organ, adanya berbagai
Hiper-tensi adalah suatu penyakit penyakit lain, adanya obat-obat untuk
yang prevalensinya meningkat penyakit- penyakit penyerta yang
dengan bertambahnya usia. sementara dikonsumsi harus
Sebanyak 90 % usia dewasa dengan diperhitungkan dalam pemberian
tekanan darah normal berkembang obat anti-hipertensi (3). Perubahan
menjadi hiper-tensi tingkat satu (2). sistem biologis pada usia lanjut akan
Sebagian besar usia lanjut yang mempengaruhi proses interaksi
didiagnosis hipertensi pada akhirnya molekul obat yang pada akhirnya
menjalani terapi menggunakan obat mempengaruhi kemanfaatan klinik
anti-hipertensi. Pengobatan hiper- dan keamanan farmakoterapi. Fre-
tensi secara farmakologi pada usia kuensi terjadinya efek samping pada
lanjut sedikit berbeda dengan usia kelompok usia lanjut lebih tinggi di-

Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

Vol. V, No.3, Desember 2008 151


bandingkan populasi pada umumnya subyek penelitian setiap hari. Data
(4) . Selain itu pasien usia lanjut yang diambil adalah : kelompok
merupakan salah satu pasien yang umur, riwayat penyakit keluarga,
rentan terhadap interaksi obat (5). riwayat alergi obat, pola hidup, lama
Berkaitan dengan pelayanan hipertensi, kondisi hipertensi, dan
farmasi klinis, untuk memenuhi 4 peresepan. Selanjutnya dianalisis
unsur tuntutan bagi peresepan yang terhadap : adanya kontraindikasi
baik salah satunya adalah memini- obat, adanya interaksi obat, dan
malkan risiko pengobatan, maka munculnya efek samping obat
populasi usia lanjut yang mempunyai
karakteristik seperti disebut di atas HASIL DAN PEMBAHASAN
dapat dipilih sebagai populasi pela-
yanan farmasi klinis. Meminimalkan a. Gambaran Umum Subyek
risiko pengobatan dilaksanakan Penelitian
dengan meminimalkan masalah Keseluruhan subyek penelitian
ketidakamanan pemakaian obat. merupakan pasien ASKES, dengan
Mekanisme pengamanannya berupa lama hipertensi lebih dari 10 tahun,
pemantauan efek samping, dosis, 41 pasien (51,2 %) . Sebagian besar
interaksi dan kontraindikasi (6). populasi, yaitu 71 pasien (88,8 %)
Penelitian ini dilakukan untuk mengatur pola makan dan 59 pasien
mengetahui deskripsi keamanan (73,8 %) melakukan aktivitas
pemakaian obat anti-hipertensi di olahraga secara rutin. Dari aspek
Poliklinik usia lanjut Instalasi rawat genetik yang mempunyai keluarga
jalan RS Dr. Sardjito dengan melihat dengan riwayat penyakit hipertensi
berapa besar potensi terjadinya atau diabetes mel-litus sebanyak 41
kontraindikasi, interaksi obat dan pasien (51,2 %), sedangkan kondisi
efek samping obat. hipertensi 43 pasien (53,8 %) telah
terkontrol. Selengkapnya gambaran
CARA PENELITIAN subyek penelitian pada tabel 1.

Penelitian ini merupakan pene- b. Pengkajian Kontraindikasi


litian deskriptif evaluatif dengan Berdasarkan JNC-7 dan WHO-
pengambilan data secara prospektif. ISH Guidelines 1999 (7), maka pada
Subyek penelitian adalah pasien penelitian ini terdapat 22 pasien
hipertensi usia lanjut di Instalasi (27,5%) menerima obat anti-hiper-
rawat jalan RS Dr. Sardjito periode 14 tensi yang tidak menguntungkan ter-
November sampai dengan 13 hadap kondisi klinis pasien, sehingga
Desember 2006. Dilakukan sampling diperlukan pengawasan dalam pema-
secara accidental sampling, lalu kaian obat anti-hipertensi tersebut
pengambilan data rekam medik, wa- seperti tercantum pada tabel 2.
wancara serta mengajukan kuesioner Pengawasan dilakukan terhadap
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

152 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


Tabel 1. Profil subyek penelitian pasien hipertensi usia lanjut
rawat jalan RS Dr. Sardjito
Karakteristik Jumlah Persentase
Uraian
Subyek Pasien (n=80)
Usia * 60 – 74 tahun (Young Old) 57 71,2
75 – 84 tahun (Old Old) 23 28,8
> 85 tahun (Oldest Old) 0 0,0
Pendidikan Tidak lulus pendidikan formal 0 0,0
Lulus setingkat SD 11 13,8
Lulus setingkat SLTP 12 15,0
Lulus setingkat SLTA 24 30,0
Lulus setingkat Akademi 17 21,2
Lulus setingkat Sarjana 14 17,5
Lulus setingkat Pasca Sarjana 2 2,5
Pekerjaan Pensiunan Guru 30 37,5
Ibu Rumah tangga 22 27,5
Pensiunan PNS 21 26,3
Pensiunan ABRI 5 6,2
Swasta 2 2,5
Status pasien ASKES 80 100,0
Riwayat Ada riwayat penyakit keluarga 41 51,2
penyakit Tidak ada / tidak tahu 39 48,8
keluarga
(Hipertensi,
diabetes)
Riwayat alergi Ada alergi 5 6,2
obat Tidak ada / tidak tahu 75 93,8
(Penisilin, sulfa)
Pola hidup Mengatur pola makan 71 88,8
Tidak mengatur 9 11,2
Olahraga secara teratur 59 73,8
Tidak olahraga/ fisik menurun 21 26,2
Lama hipertensi Tidak tahu / lupa 4 5,0
< 10 tahun 35 43,8
> 10 tahun 41 51,2
Kondisi Terkontrol (<140 / <90 mmHg) 43 53,8
hipertensi Tidak terkontrol (>140 / >90mmHg) 37 46,2

Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

Vol. V, No.3, Desember 2008 153


Tabel 2. Daftar obat anti-hipertensi yang Precautions pada subyek penelitian
pasien hipertensi usia lanjut rawat jalan RS Dr.Sardjito periode November–
Desember 2005
Obat Anti-HT dan Kondisi klinis
Nomor pasien
status pemakaian* spesifik
HCT P Hiperkolesterolemia 10, 18, 21, 33, 35, 36, 37, 44,
56, 70
Dislipidemia 74, 34, 41, 76, 78

HCT P Hiperurisemia 1, 2, 30, 35, 37, 56, 70


HCT P Hiperglikemia 2, 26, 37, 52, 70
HCT P Gagal ginjal kronik 26, 30

Nifedipin P  (CLcr < 30 ml/mt) 80


Diltiazem P Gagal jantung 72
Total : 22 pasien

Keterangan : Status pemakaian P = Precautions (posssible indications atau pos-


sible contraindications ), adalah penggunaan obat disertai
pengawasan data laboratorium dan gejala kelainan klinis.

kondisi klinis pasien dan data hasil uji pada dosis yang lebih kecil efeknya
laboratorium, sehingga dapat segera lebih sedikit (8).
diantisipasi dan dilakukan Diuretik meningkatkan asam urat
pengambilan tindakan apakah me- serum, pencetus gout, mening-katkan
nambah kombinasi obat, mengurangi glukosa darah, trigliserida, low density
dosis atau mengganti pilihan obat lipoprotein cholesterol (LDL) dan insulin
antihipertensi apabila muncul gejala plasma. Efek tersebut kecil pada
yang tidak menguntungkan. pemakaian jangka panjang dengan
Pemakaian tiazid pada usia lanjut menggunakan dosis rendah (9, 10).
mempunyai keuntungan menurun- Pemakaian dosis besar tidak dapat
kan risiko osteoporosis sekunder, menambah efektivitas anti-
akan tetapi diuretik tiasid mempu- hipertensinya akan tetapi dikaitkan
nyai efek abnormalitas pada proses dengan terjadinya hipokalemia dan
metabolik. Efek ini bersifat sementara efek samping lainnya yang lebih besar
dan sering tidak bertalian. Efek yang (11). Untuk meminimalkan risiko
terjadi tergantung besar dosis yang hipokalemia dan efek meta-bolik
digunakan. Banyak efek samping lainnya direkomendasikan
yang terjadi ditemukan terjadi pada penggunaan dosis efektif serendah
dosis yang tinggi, sebagai contoh mungkin dan umumnya untuk de-
terjadi pada HCT dosis 100 mg/hari, wasa tidak lebih setara dengan dosis
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

154 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


hidroklortiazid 50 mg/hari (9, 12). Pemakaian HCT pada kondisi
pasien hiperkolesterolemia dan disli-pidemia pada penelitian ini telah
dilakukan koreksi dengan pemberian penurun lemak darah terutama anti-
hiperlipidemia golongan statin.
Pemakaian HCT pada kondisi pasien hiperurisemia pada penelitian ini,
dosis hidroklortiazid yang di-berikan tidak lebih dari 50 mg/hari, selain itu
penambahan terapi dengan alopurinol telah dilakukan pada sebagian besar
subyek penelitian ini.
Pemakaian HCT pada kondisi pasien hiperglikemia pada subyek
penelitian ini sulit diketahui apakah diabetes mellitus (DM) yang diderita pasien
diperparah atau ada kaitan-nya dengan pemilihan anti-hipertensi yang tidak
menguntungkan atau karena komplikasi perkembangan penyakit hipertensi,
karena keba-nyakan pasien menderita hipertensi dalam jangka waktu puluhan
tahun sehingga data kadar glukosa serum awal tidak dapat diketahui selain itu
beberapa pasien yang didiagnosis hipertensi bersamaan dengan diag-nosis DM.
Biasanya pada pasien DM tipe II gangguan metabolisme glu-kosa telah ada
jauh sebelum pasien didiagnosis DM.
Pemakaian HCT pada kondisi pasien gagal ginjal kronik pada pene-litian
ini dialami oleh 2 pasien. Dian-taranya terdapat 1 pasien dengan kondisi
hipertensi belum terkontrol dan muncul gatal-gatal, adanya bin-tik-bintik
merah hitam serta luka seperti bekas garukan pada kulit.
Reaksi tersebut seperti gambaran reaksi hipersensitivitas. HCT meru-pakan
derivative sulfonamida sehing-ga dipertimbangkan kemungkinan adanya reaksi
cross allergy (12). Akan tetapi reaksi alergi ini tidak dapat diprediksi karena
pasien tidak mem-punyai riwayat alergi obat golongan sulfa atau riwayat
penyakit asma bronkial. Belum terkontrolnya hiper-tensi dan munculnya gejala
klinis seperti gambaran suatu reaksi hiper-sensitivitas diperkirakan karena
pemilihan HCT yang tidak mengun-tungkan, efek samping lisinopril, nifedipin
dan alopurinol, efek inter-aksi antara alopurinol dan HCT, efek interaksi antara
alopurinol dan lisi-nopril, kemungkinan adanya sin-droma uremik akibat
azotemia yang dipercepat oleh tiazid serta efek kom-plikasi dari gangguan
fungsi ginjal itu sendiri. Sedangkan belum terkon-trolnya hipertensi karena
pemakaian HCT kurang efektif untuk kondisi gangguan ginjal, disebabkan juga
oleh komplikasi dari nefropati yang diderita pasien, ketaatan pasien meminum
obat anti-hipertensi serta faktor genetik.
Farmakoterapi pasien hipertensi disertai kondisi gagal jantung pada tahap
awal dipilih golongan obat yang dapat mengatasi kedua kondisi tersebut,
seperti penghambat ACE, penyekat dan diuretik. Jika hiper-tensi belum
terkontrol setelah terapi secara optimal dengan golongan obat antihipertensi
tersebut di atas, maka dipertimbangkan penambahan pe-nyekat reseptor
angiotensin II atau
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

Vol. V, No.3, Desember 2008 155


penyekat kanal kalsium generasi ke-2 seperti amlodipin, felodipin.
Pengobatan yang seharusnya dihin-dari adalah penyekat kanal kalsium
dengan inotropik negatif (contoh : verapamil, diltiazem dan kebanyakan
dihidropiridin) serta vasodilator yang bekerja secara langsung (con-toh:
minoksidil) (13).
Pemakaian penyekat kanal kal-sium pada kondisi pasien gagal jantung
pada penelitian ini terjadi pada 2 pasien. Diltiazem memper-buruk gagal
jantung pada pasien dengan gangguan fungsi ventrikel. Pada pasien gagal
jantung yang menerima diltiazem pada penelitian ini, dari rekam medik
diketahui terjadi disfungsi diastolik sedangkan fungsi ventrikel kiri baik dan
pasien tidak mengeluhkan adanya sesak napas pada saat beraktivitas, ken-
datipun demikian perlu dilakukan pengawasan untuk mencegah pe-ningkatan
kegagalan fungsi jantung.
Nifedipin jarang menimbulkan gagal jantung, karena efek inotropik
negatifnya diimbangi oleh pengu-rangan kerja ventrikel kiri selain itu nifedipin
bersifat vaskuloselektif, yaitu aktivitas menghambat kontrak-si otot polos
vaskuler lebih besar dari pada otot jantung. Nifedipin formu-lasi kerja pendek
tidak dianjurkan untuk pengobatan jangka panjang hipertensi, karena
menimbulkan variasi tekanan darah yang besar, sehingga mengurangi
manfaatnya untuk mencegah komplikasi (14, 15). Risiko terjadinya efek pada
kardio-vaskuler dapat dikurangi dengan
penggunaan sediaan bentuk lepas lambat, merupakan sediaan krono-terapi
yang didesain untuk menurun-kan tekanan darah berdasar prinsip perubahan
sirkadian (8). Pada subyek penelitian ini pasien yang mendapat obat anti-
hipertensi nifedipin, keba-nyakan diresepkan dalam bentuk sediaan lepas
lambat.

c. Pengkajian Interaksi obat Pada penelitian ini umumnya


pasien menerima 3 sampai 8 jenis obat. 59 pasien (73,8 %) mendapat kombinasi
obat anti-hipertensi. Pasien usia lanjut pada penelitian ini mengkonsumsi obat
tradisional berasal dari tumbuhan (makuto dewo, buah merah, pace dan lain-
lain), akan tetapi pasien mengkon-sumsinya tidak rutin, sehingga pe-ngaruh
efek interaksi obat antihiper-tensi yang diresepkan dokter dengan obat
tradisional tersebut sulit untuk dikaji. Pada interaksi obat anti-hiper-tensi
dengan obat-obat yang dibeli bebas terdapat 1 pasien berpotensi terjadi
interaksi obat, yaitu interaksi antara penghambat ACE dan fero-sulfat.
Pemakaian bersama ferosulfat dengan penghambat ACE berpotensi terjadi
interaksi antara ion feri dengan penghambat ACE pada sistem pencernaan
mengakibatkan penurunan absorpsi dan efektivitas penghambat ACE. Efek
tersebut dapat terhindari karena pasien pada penelitian ini mendapatkan jenis
lisinopril, suatu penghambat ACE dengan struktur tanpa gugus sulfhi-dril.
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

156 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


Sedikitnya satu kejadian kombi- 1. Interaksi antara nifedipin dan
nasi obat yang potensial berinteraksi H2 antagonis (ranitidin)
diterima oleh 33 pasien (41,3 %). Kemaknaan klinis interaksinya
Diantaranya terdapat 7 pasien (8,7 berperingkat 2, suatu peringkat yang
%) mempunyai gejala klinis yang beralasan untuk dipertimbangkan
diper-kirakan berkaitan dengan kemungkinan terjadi. Mula kerja
terjadinya perkembangan interaksi interaksinya delayed, tingkat kepa-
obat, seperti pada gambar 1. rahan efek interaksinya moderate dan
laporan terjadinya suspected. Efek
nifedipin dapat meningkat sebagai
hasil dari interaksi dengan golongan
H2 antagonis. Ranitidin memberikan
efek peningkatan kadar plasma nife-
dipin lebih kecil daripada simetidin,
atau memberikan perubahan yang
tidak bermakna. Penatalaksanaannya
dengan memonitor adanya peru-
pasien tanpa interaksi obat bahan efek nifedipin dan bila terjadi
toksisitas maka dilakukan pember-
pasien dengan kombinasi obat yang
hentian atau merubah dosis nifedipin
potensial berinteraksi
dan dilakukan pengawasan pada saat
pasien dengan interaksi obat yang
titrasi dosis nifedipin (16).
mungkin berkembang
Interaksi obat ini diterima oleh
Gambar 1. Persentase interaksi obat 9 pasien. Berdasarkan kondisi te-
anti-hipertensi pada subyek penelitian kanan darah, diperkirakan interaksi
pasien hipertensi usia lanjut rawat jalan
RS Dr. Sardjito obat berkembang faktual pada 5
periode November-Desember 2005. pasien. Kendatipun hanya 2 pasien
yang mendapat obat antihipertensi
Mengenai kombinasi obat yang
kombinasi, tekanan darah kelima
potensial berinteraksi dapat dilihat
pasien tersebut telah terkontrol pada
pada tabel 3.
130 / 80 mmHg. Akan tetapi efek
Kombinasi obat yang potensial interaksi dengan ranitidin lebih kecil
berinteraksi berjumlah 19 jenis, 4
daripada dengan simetidin, maka
jenis kombinasi obat diantaranya di-
terkontrolnya tekanan darah tidak
perkirakan efek interaksi obat ber-
hanya disebabkan oleh efek interaksi
kembang sehingga dikaji lebih
antara nifedipin dan ranitidin. Pe-
lanjut, selengkapnya dirangkum
nyebab lain yang menyumbang ter-
dalam tabel 3. Berdasarkan kondisi
kontrolnya hipertensi, adalah pada
klinis pasien, terdapat empat
pasien usia lanjut tampak adanya
kombinasi obat yang diperkirakan
gangguan metabolisme lintas per-
efek inter-aksi obat berkembang
tama untuk beberapa macam obat,
sehingga perlu dikaji lebih lanjut.
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

Vol. V, No.3, Desember 2008 157


Tabel 3. Kombinasi obat yang potensial berinteraksi pada pasien hipertensi usia
lanjut rawat jalan RS Dr. Sardjito periode November-Desember 2005
No. Kombinasi obat / Jumlah Interaksi
urut golongan obat kejadian berkembang *
1 Nifedipin – H2 antagonis 9 5 kejadian
no. pasien : 19,40,54,73, 80
2 Penghambat ACE – Alopurinol 8 1 kejadian, no. pasien : 26
3 Diuretik tiazid – Alopurinol 6 1 kejadian, no. pasien : 26
4 Diuretik tiazid – Garam Ca 4
5 Penyekat β – Nifedipin 3
6 Penghambat ACE – Antasid 2 1 kejadian, no. pasien : 60
7 Diuretik tiazid – Sulfonil Urea 2
8 Penghambat ACE – Furosemid 2
9 Penghambat ACE – Digoksin 2
10 Penyekat β – Dilitiazem 2
11 Diltiazem – HMG Co A reduktase - 1
inhibitor
12 Loop diuretik – Glikosida digitalis 1
13 Penghambat ACE – Preparat K 1
14 Diuretik hemat K – Preparat K 1
15 Loop diuretik – Salisilat 1
16 Penyekat β – Eritromisin 1
17 Diltiazem – Amiodaron 1
18 Diltiazem – Nifedipin 1
19 Penghambat ACE – Ferosulfat 1
Total 49 kejadian pada 33 pasien 8 kejadian pada 7 pasien
(Sumber : Data penelitian 2005)
Keterangan tabel 3 : Diperkirakan interaksi berkembang, sehingga dilakukan
pengkajian terhadap kondisi klinis yang berkaitan dengan
efek interaksi.
diantaranya nifedipin. Adanya re- pada pasien usia lanjut (17). Kelima
duksi massa hati sebanyak 35 % mulai pasien telah melengkapi terapi obat
usia 30 - 90 tahun, menurunkan kapa- dengan nir obat yaitu melakukan
sitas metabolisme intrinsik hati pada pengaturan pola hidup dan pola
usia lanjut. Keadaan tersebut ber- makan. Selain itu walaupun lama
sama-sama dengan penurunan aliran hipertensi rata-rata lebih dari 5
darah hati menjadi penyebab utama tahun, akan tetapi belum terjadi
dalam peningkatan bioavailabilitas komplikasi terhadap perkembangan
obat yang mengalami lintas pertama, penyakit penyerta yang lebih serius
sehingga efek hipotensif dari nife- yang menyebabkan sulit
dipin meningkat secara bermakna terkontrolnya tekanan darah.
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

158 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


2. Interaksi antara penghambatkondisi pasien yang mengalami
ACE (kaptopril, lisinopril) dan gangguan ginjal dengan bersihan
alopurinol kreatinin lebih kecil 30 ml/menit,
Efek interaksinya berupa pe- mengakibatkan beberapa reaksi yang
ningkatan risiko reaksi hipersen- tidak menguntungkan, diantaranya
sitivitas terhadap alopurinol (16, 18). mempercepat azotemia, (3) muncul-
Reaksi ini terjadi lebih sedikit pada nya efek interaksi obat yang diberi-
obat yang berstruktur tanpa gugus kan, yaitu interaksi antara pengham-
sulfhidril (lisinopril). Penatalaksana- bat ACE dan alopurinol serta antara
annya bila manifestasi dari reaksi HCT dan alopurinol, (4) adanya ke-
hipersensitivitas berkembang adalah mungkinan munculnya efek samping
menghentikan penggunaan kedua gatal-gatal karena lisinopril dan nife-
obat sementara. Gejala yang muncul dipin serta rash yang merupakan efek
karena reaksi hipersensitivitas segera samping lisinopril (5) efek samping
diterapi (16). alopurinol dan/atau diperberat oleh
Kombinasi kedua obat ini di- pemakaian alopurinol.
terima oleh 8 pasien. Hanya 1 pasien
yang muncul gejala seperti gambaran 3. Interaksi antara diuretik tiazid
reaksi hipersensitivitas berupa gatal- (HCT) dan alopurinol
gatal dan munculnya bintik-bintik Kombinasi obat HCT-alopurinol
merah hitam ( rash ) serta adanya luka diterima oleh 6 pasien. Satu pasien
seperti bekas garukan pada kulit kaki dikaji lebih lanjut karena menun-
dan tangan pasien. Setelah dikaji lebih jukkan kodisi klinis sesuai dengan
lanjut, risiko munculnya reaksi gambaran efek interaksi, seperti telah
hipersensitivitas diperkirakan bukan diuraikan pada interaksi obat sebe-
hanya disebabkan oleh efek interaksi lumnya.
obat karena kemaknaan klinis inter- Pada gagal ginjal melemahkan
aksi berperingkat 4, yang berarti keluarnya oksipurinol suatu meta-
kemaknaan klinis tidak kuat. Pasien bolit utama alopurinol, tetapi pada
menerima lisinopril suatu pengham- subyek dengan fungsi ginjal normal
bat ACE yang tidak mengandung tidak dapat ditemukan adanya peru-
gugus sulfhidril sehingga kemung- bahan dalam proses bersihan (clear-
kinan kecil terjadi reaksi interaksi. ance ) yang disebabkan tiazid. Peru-
Maka gejala klinis yang ada dise- bahan proses bersihan oleh tiazid ini
babkan oleh (1) terjadinya sindroma merupakan suatu matarantai farma-
uremik sebagai akibat azotemia, yang kokinetika pada pemakaian tiazid
merupakan komplikasi dari gang- dan toksisitas alopurinol. Penelitian
guan ginjal yang diderita pasien, lain menunjukkan bahwa efek alo-
(2) pasien mendapat anti-hipertensi purinol pada proses metabolisme
yang tidak menguntungkan, dalam pirimidin menigkat dengan pema-
hal ini pemilihan diuretik tiazid untuk kaian tiazid (19). Beberapa penga-
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

Vol. V, No.3, Desember 2008 159


wasan perlu dilakukan apabila kedua Bioavailabilitas penghambat ACE
obat dipergunakan bersama khusus- menurun pada pemakaian bersama
nya penggunaan HCT dan alopurinol makanan atau antasid yang menye-
secara bersama pada pasien dengan babkan perlambatan pengosongan
fungsi ginjal terganggu (19, 12, 20). lambung dan peningkatan pH lam-
Terdapat 1 pasien perlu dilaku- bung (21). Pelepasan ion aluminium
kan pengawasan karena pasien ter- dan magnesium secara bebas di dalam
sebut menunjukkan adanya tanda- lambung berpotensi mem-punyai efek
tanda gangguan fungsi ginjal, yang terhadap fungsi lambung dan
dapat diketahui dari meningkatnya farmakokinetika obat. Interaksi
nilai BUN dan kreatinin diatas nilai antasidobat lain dapat menyebabkan
normal, pasien menerima kombinasi terjadinya perubahan sekunder
HCT, penghambat ACE, alopurinol motilitas gastrointestinal atau peru-
dan pasien mengalami reaksi hiper- bahan pH lambung dan urin. Secara
sensitivitas. langsung menurunkan adsorpsi pada
bioavailabilitas obat (22).
4. Interaksi antara penghambat Efek interaksi antara pengham-
ACE (lisinopril) dan antasid bat ACE dan antasid berupa pengu-
Interaksi penghambat ACE dan rangan efek anti-hipertensi dengan
antasid mempunyai mula kerja rapid, mekanisme penurunan kecepatan dan
tingkat keparahan minor, dengan jumlah absorbsi obat golongan peng-
dokumentasi kejadian berderajat pos- hambat ACE dalam sistem pencer-
sible. Kemaknaan klinisnya berpe- naan, mengakibatkan bioavailabilitas
ringkat 5, yang berarti tidak utama obat golongan penghambat ACE ber-
(16) . Pemakaian secara bersama kurang. Penatalaksanaannya dengan
kaptopril dan antasid dapat menu- memberi selang waktu minum 2 jam
runkan kecepatan dan jumlah kap- atau lebih pada kedua obat bila
topril yang diabsorpsi pada sistem interaksi dicurigai terjadi (16, 12, 18).
pencernaan. Pemberian kaptopril Kombinasi antara penghambat
dosis tunggal 50 mg per-oral 15 menit ACE dan antasid berpotensi untuk
setelah antasid, menurunkan 40 - 45% berinteraksi pada nomor pasien 42
bioavailabilitas kaptopril, menunda dan 60. Pada pasien nomor 42 kondisi
serta menurunkan kadar puncak obat. hipertensi telah terkontrol 140 / 90
Pada beberapa kejadian interaksi mmHg, pasien menerima antasid
tersebut secara klinis tidak penting pada kontrol terakhir (November
dan masih memerlukan penelitian 2004), sedangkan kontrol pada bulan
lebih lanjut (12). sebelumnya tidak pernah diresepkan
Interaksi antara penghambat antasid, akan tetapi nilai tekanan
ACE dan antasid merupakan inter- darah setelah mendapatkan tambah-
aksi dengan mekanisme yang meli- an antasid dan ranitidin tidak dipan-
batkan aspek farmakokinetika obat. tau karena melewati batas waktu
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

160 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


penelitian, sehingga pengaruh efek
interaksi penghambat ACE dan anta-
sid tidak dapat diketahui. Pada pa-
sien nomor 60 meskipun mempunyai
faktor-faktor positif sebagai penyum-
bang penurunan tekanan darah,
diantaranya menerima kombinasi
obat antihipertensi HCT dan lisi-
nopril, pasien tidak obesitas, pasien
melakukan pengaturan pola makan,
Gambar 2. Profil efek samping obat
pasien tidak disertai penyakit pe- anti-hipertensi pada subyek penelitian
nyerta diabetes, dislipidemia atau pasien hipertensi usia lanjut rawat jalan
gangguan ginjal. akan tetapi tekanan RS Dr. Sardjito
darah pasien nomor 60 belum ter- periode November-Desember 2005
kontrol (150 / 80 mmHg). Diper-
kirakan terjadinya interaksi antara hamil, menyusui, menopause (23).
penghambat ACE dan antasid me- Gambar 3 menunjukkan pada pene-
rupakan salah satu penyebab belum litian ini efek samping lebih banyak
terkontrolnya hipertensi. Faktor lain muncul pada pasien usia lanjut laki-
yang kemungkinan sebagai penyum- laki sebanyak 16 pasien (20,0 %),
bang belum terkontrolnya hipertensi sedangkan pada pasien usia lanjut
diantaranya ketidakpatuhan pasien wanita sebanyak 11 pasien (13,8 %).
dalam meminum obat, usia pasien Hal ini disebabkan terbatasnya jum-
serta faktor genetik. lah subyek. Apabila jumlah subyek
diperbesar dapat diperkirakan efek
d. Pengkajian Efek Samping samping obat pada wanita lebih
Obat banyak muncul.
Pada tabel 4 memuat obat anti-
Sedikitnya satu efek samping
obat yang dipertimbangkan ber- hipertensi yang diresepkan dalam
kaitan atau kemungkinan berkaitan penelitian ini serta persentase mun-
terhadap pengobatan, dialami oleh culnya efek samping dari pemakaian
27 pasien (33,8 %). obat tersebut. Lisinopril lebih sering
Pada beberapa rangkaian, wanita diresepkan, yaitu diresepkan pada 44
dilaporkan mengalami efek samping pasien (55,0 %) dan dari pema-kaian
obat lebih besar 50 % daripada laki- tersebut, muncul gejala yang
laki. Hal ini disebabkan wanita lebih dikaitkan dengan efek samping lisi-
sering mendapat perhatian akan nopril dialami oleh 19 pasien (43,2%)
pengobatan, karena dalam kehidupan dari total pasien yang menerima
wanita ada beberapa periode saat obat lisinopril. Efek samping lisinopril
mengalami perubahan farma- yang muncul berupa batuk, gejala-
kokinetika yaitu masa menarche, masa gejala seperti infeksi pernafasan atas
serta peningkatan kadar kreatinin
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

Vol. V, No.3, Desember 2008 161


Gambar 3.
Distribusi efek
samping obat
antihipertensi
pada subyek
penelitian pasien
hipertensi usia
lanjut rawat jalan
RS Dr. Sardjito
periode
November-
Desember 2005

Tabel 4. Persentase pemakaian dan munculnya efek samping


obat anti-hipertensi dalam kelompok obat
No. Obat Persentase Persentase
urut anti-hipertensi pemakaian (%) muncul ESO
n = 80 (%)
1 Lisinopril 55,0 n = 44 43,2
2 HCT 51,3 n = 41 9,1
3 Nifedipin 47,5 n = 38 34,2
4 Kaptopril 10,0 n=8 25,0
5 Diltiazem 8,8 n=7 14,3
6 Terazosin 8,8 n=7 14,3
7 Furosemid 6,3 n=5 40,0
8 Bisoprolol 6,3 n=5 0,0
9 Irbesartan 2,5 n=2 0,0
10 Spironolakton 1,3 n=1 0,0
11 Amlodipin 1,3 n=1 0,0
(Sumber : Data penelitian 2005)

serum dan BUN, selengkapnya pada Hasil rekapitulasi penentuan pro-


tabel 6. babilitas efek samping obat dengan
Untuk memperkirakan efek sam- menggunakan algoritma Naranjo
ping obat dalam penelitian ini digu- seperti pada tabel 5.
nakan algoritma Naranjo karena lebih Perhatian terbesar pada aspek
diakui secara luas penggunaannya, kurang optimalnya penggunaan obat
hasilnya dapat teruji dan cepat (23). pada usia lanjut dihubungkan dengan
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

162 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


Tabel 5. Persentase dan derajat efek samping obat anti-hipertensi dalam kelompok
obat
HCT Lisinopril Kaptopril Nifedipin Diltiazem Terazosin Furosemid
n = 60 Pos Prb Pos Prb Pos Prb Pos Prb Pos Prb Pos Prb Pos Prb
(%)
Batuk 15,0 6,7 3,3 6,7 6,7
Gjl ISPA 11,7 5,0
HP 3,3 1,7 1,7
3,3
Dizziness 1,7 1,7 1,7 1,7
1,7
Cr ↑
8,3
Diuresis 1,7 5,0
Pruritus 1,7
1,7
Constipa- 1,7 1,7
tion
Palpita- 1,7 1,7
tion
Rash
1,7
Keterangan :
Gjl. ISPA : Gejala infeksi saluran pernafasan atas
HP : Hipotensi postural
Cr↑ : Peningkatan kadar kreatinin serum
Derajat efek samping obat berdasar algoritma Naranjo, adalah.
Pos : Possible, nilai algoritma Naranjo = 1-4
Prb : Probable, nilai algoritma Naranjo = 5-8
suatu aliran peresepan. Aliran pere- batuk, sakit kepala, konstipasi, diure-
sepan dimulai ketika timbulnya suatu sis dan efek samping lainnya diper-
efek samping obat disalahinter- timbangkan juga pengaruh kegagalan
pretasikan sebagai suatu kondisi tubuh dalam mempertahankan fungsi
medis baru. Adanya penambahan normal tubuh (homeostasis) pada usia
suatu pengobatan menempatkan lanjut, sehingga terdapat beberapa
pasien pada posisi mendapat tam- penyakit penyerta pada satu pasien.
bahan risiko berkembangnya efek
samping obat yang terkait dengan 1. Efek samping obat
pengobatan yang sebenarnya tidak berupa gejala ISPA
dibutuhkan (24). Berdasarkan hal Beberapa hal perlu dipertim-
tersebut dalam penentuan efek sam- bangkan dalam menentukan apakah
ping obat berupa hipotensi postural, ISPA sebagai suatu kondisi medis
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

Vol. V, No.3, Desember 2008 163


Tabel 6. Parameter farmakokinetika obat anti-hipertensi
Nama obat t½ ooa Doa t-max
HCT 5.6-14.8 jam 2 jam 16-12 jam 4 - 6 jam
Furosemid (oral) 120’ ( menit ) 30’-1 jam 6 - 8 jam 2 - 4 jam
Nifedipin (oral, 2-5 jam 20’ 8 jam 0.5-2 jam
immediate release)
Lisinopril 11-12 jam 1 jam 24 jam 6–7 jam
(Sumber : McEvoy et al., 2002, Killion et al., 2004)
Keterangan :
t½ : Waktu paruh eliminasi obat.
t-max : Waktu kadar obat dalam plasma mencapai puncak.
ooa : Onset of action = mula kerja aksi obat.
doa : Duration of action = lama kerja aksi obat.

baru ataukah suatu efek samping dengan neutropenia. Neutropenia


berkaitan obat lisinopril dan/atau merupakan efek samping pengham-
nifedipin yang diterima pasien. bat ACE yang jarang, terjadi ter-
Pada rekam medik pasien ter- utama pada pasien hipertensi dengan
dapat ISPA sebagai diagnosis pada collagen vascular atau penyakit renal
beberapa kali kunjungan bulan sebe- parenchymal. Bila kreatinin serum 2
lumnya dan pada masa tersebut mg/dl dosis penghambat ACE di-
pasien mendapat obat anti-hipertensi turunkan dan dilakukan pengawasan
lisinopril dan/atau nifedipin. Pasien pasien terhadap adanya gejala-gejala
tidak disertai penyakit penyerta se- neutropenia seperti tenggorokan sakit,
perti penyakit paru obstruksi kronik, demam (25).
bronkitis kronik atau faringitis. Dari
hasil wawancara pasien mengatakan 2. Efek samping obat berupa
sering batuk, pilek, flu, sakit menelan, hipotensi postural
atau suara menjadi serak, suatu gejala Pada penentuan efek samping
seperti terjadinya ISPA. obat antihipertensi berupa hipotensi
Pertimbangan ISPA sebagai suatu postural dilakukan uji tensi. Kendati-
efek samping didasarkan pada pun uji hipotensi postural pada pene-
adanya laporan yang mengatakan litian ini menunjukkan hasil positif,
bahwa terjadinya gejala seperti ISPA efek samping obat hanya salah satu
pada pemakaian lisinopril adalah dari beberapa faktor penyebab hipo-
sekitar 2 % dan pada pemakaian nife- tensi postural, sehingga perlu diper-
dipin dilaporkan sekitar 4 - 6 % ter- timbangkan faktor- faktor lain yang
jadi tenggorokan sakit dan hidung memberi tambahan terjadinya hipo-
tersumbat (12, 20). Diperkirakan efek tensi postural.
samping berupa ISPA berkaitan Perubahan baroreflex yang terkait
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

164 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


oleh usia, perubahan kepekaan barore- tural. Pada hipotensi postural post
ceptor, perubahan respon heart rate, prandial, tekanan darah turun 15
vascular compliance, vasopresin , renin, sampai 90 menit setelah makan (27).
angiotensin dan kemampuan peme- Diperkirakan rentang waktu uji
katan pada ginjal, merupakan faktor hipo-tensi postural dengan waktu
yang memberi tambahan meningkat- makan pagi pasien sekitar 2 - 3 jam
nya risiko hipotensi postural. Penye- (120-180 menit), maka terjadinya
bab hipotensi postural yang bersifat suatu hipo-tensi postural post
akut dan reversible diantaranya prandial tidaklah mudah dikaitkan.
dehidrasi, obat-obatan serta decondi-
tioning (26). Selain itu usia lanjut lebih 3. Manifestasi efek samping obat
peka terhadap pengosongan volume lainnya
sekuncup dan hambatan simpatetik, Perubahan-perubahan farmako-
sehingga lebih peka terjadi hipotensi dinamika pada pasien usia lanjut
postural daripada usia yang lebih dapat merubah proses terhadap obat.
muda (8). Penurunan dalam kemampuan men-
Berdasarkan parameter fama- jaga keseimbangan homeostatik,
kokinetika obat anti-hipertensi yang perubahan pada reseptor-reseptor
diberikan pada pasien, maka diper- spesifik dan tempat sasaran perlu
timbangkan juga rentang waktu dipertimbangkan dalam respon obat
minum obat anti-hipertensi dengan pada pasien usia lanjut.
waktu dilaksanakan uji hipotensi pos- Beberapa sistem yang biasanya
tural tersebut. Dalam penelitian ini uji mengalami gangguan pada usia lanjut,
hipotensi dilakukan sekitar jam 09.00- diantaranya fungsi usus dan kandung
10.00. Jika diperkirakan pasien telah kemih. Ketidakstabilan kandung kemih
meminum obat antihipertensi sering terjadi, diuretika dapat
sebelum berangkat ke poliklinik usia mengakibatkan incontinensia pada
lanjut, maka pasien meminum obat pasien-pasien tersebut. Konstipasi
sekitar jam 06.00-07.00. Dengan sering muncul pada usia lanjut sebagai
mengkaitkan parameter farmako- akibat penurunan motilitas gas-
kinetika obat seperti tercantum dalam trointestinal (17). Peningkatan ter-
tabel 6, maka obat anti-hipertensi jadinya konstipasi pada usia lanjut
dapat diperkirakan sebagai faktor dihubungkan dengan immobility,
yang menambah terjadinya hipotensi bertambah lamanya waktu transit
postural. dalam usus, gangguan sensasi anorec-tal,
Tiga pasien yang mengalami penyakit neurologik, luka pada usus
hipotensi postural menerima kom- besar, kurangnya asupan cairan dan zat
binasi dua jenis obat antihipertensi serat serta pemakaian obat-obat yang
sehingga menghasilkan efek aditif menyebabkan konstipasi. Pengobatan
terhadap penurunan tekanan darah yang menyebabkan konstipasi,
dan menambah risiko hipotensi pos- termasuk diantaranya
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

Vol. V, No.3, Desember 2008 165


beberapa obat anti-hipertensi yaitu infeksi kemungkinan merupakan
obat golongan penyekat kanal kal- faktor penambah meningkatnya
sium (28). kreatinin serum. Peningkatan serum
Pada tabel 5 menunjukkan efek kreatinin dan BUN yang bersifat se-
samping terbanyak muncul adalah mentara ini dapat terjadi pada
batuk (38,3 %) yang merupakan efek pasien dengan gangguan fungsi
samping lisinopril, kaptopril dan ginjal, so-dium depletion atau
nifedipin. Pada penelitian ini tidak hipovolemia, pasien dengan
semua efek samping batuk yang renovascular hyperten-sion (12).
muncul mengganggu kualitas hidup Seringkali terjadinya efek sam-
pasien usia lanjut, sehingga pada ping obat pada pasien usia lanjut
umumnya pasien tidak menganggap dihubungkan dengan proses
sebagai suatu efek samping obat yang penuaan daripada disebabkan oleh
merugikan. Pada American Hospital obat. Meskipun demikian terjadinya
Formulary Service (AHFS) menyatakan efek samping obat antihipertensi
bahwa batuk sering diabaikan seba- yang tidak kentara perlu mendapat
gai efek samping potensial dari obat penga-wasan (29).
anti-hipertensi golongan penghambat
ACE dan dapat terjadi pada lebih KESIMPULAN
banyak pasien. Pada umumnya batuk
yang persistent dan merupakan batuk Terdapat 22 pasien (27,5 %),
tidak produktif, dapat membaik bila menerima obat anti-hipertensi yang
obat diberhentikan. Batuk kering ini tidak menguntungkan terhadap kon-
disebabkan penumpukan kinin dalam disi klinis pasien, sehingga diperlu-
sistem pernafasan karena peng- kan pengawasan dalam pemakaian
hambat ACE. Terjadi penghambatan obat anti-hipertensi tersebut.
konversi bradikinin ke bentuk meta- Terdapat 33 pasien (41,3 %)
bolit tidak aktif (12). menerima kombinasi obat yang po-
Meningkatnya kadar kreatinin tensial terjadi interaksi obat. 7 pasien
serum yang disebabkan lisinopril, (8,7 %) diantaranya mempunyai gejala
sering bersifat sementara (transient), klinis yang diperkirakan berkaitan
sedangkan peningkatan nilai BUN dengan kemungkinan
dilaporkan terjadi dengan angka berkembangnya efek interaksi obat.
kejadian 2 % (20). Pada pasien berusia Sebanyak 27 pasien (33,8 %)
lebih dari 40 tahun terdapat pening- mengalami sedikitnya satu efek
katan kreatinin serum dari 1,2 mg/ dl samping obat yang
menjadi > 2,5 mg/dl yang dise- dipertimbangkan berkaitan atau
babkan pemberian lisinopril selama 2 kemungkinan ber-kaitan dengan
tahun dengan prevalensi 0,2 %. pengobatan anti-hipertensi.
Kondisi gagal jantung, dehidrasi dan

Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

166 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


SARAN 5. Fradgley S, 2003, Interaksi obat,
dalam M Aslam, CK Tan, A
Penting bagi para klinisi dan Prayitno, Farmasi Klinis Menuju
praktisi farmasi klinis untuk menge- Pengobatan Rasional dan Peng-
nali terjadinya kontraindikasi, inter- hargaan Pilihan Pasien, PT. Elex
aksi obat, serta efek samping obat, Media Komputindo kelompok
dalam konteks strategi manajemen Gramedia, Jakarta, 119-134.
risiko klinis secara umum untuk 6. Tan CK, A Prayitno, 2003, Per-
meningkatkan kualitas pelayanan kembangan Farmasi Klinis,
kesehatan. dalam M Aslam, CK Tan, A
Prayitno, Farmasi Klinis Menuju
DAFTAR ACUAN Pengobatan Rasional dan Peng-
hargaan Pilihan Pasien, PT. Elex
1. Vestal RE, JH Gurwitz, 2000, Media Komputindo kelompok
Ge-riatric Pharmacology, in SG Gramedia, Jakarta, 8.
Carruthers, BB Hoffman, KI 7. Bould S, B Sanborn, L Reif, 1989,
Melmom, DW Nierenberg, Eighty Five Plus, The Oldest Old,
Clini-cal Pharmacology, Basic Wadswort Publishing Company,
prin-ciples in therapeutics, 4th Bellmount California, 54.
ed., McGraw-Hill, Chapter 21. 8. Saseen JJ, BL Carter, 2005, Hy-
2. Magill MK, K Gunning, SS Shrier, pertension, in JT DiPiro, RL
C Gay, 2003, New Development Talbert, GC Yee, GR Matzke, BG
in the Management of Hyperten- Welss, LM Posey, Pharmaco-
sion, American Family Physician, therapy A Pathophysiologic Ap-
68:853-858, www.aafp. org/afp, proach, 6th ed., Mc Graw Hill,
Diakses September 05. Co. LTD., 185-214.
3. Bakri S, Suhardjono, J Djafar, 9. DickErson LM, MV Gibson, 2005,
2001, Hipertensi pada Keadaan- Management of Hypertension in
keadaan Khusus, dalam S Su- Older Person, in American Fami-
yono, Buku Ajar Ilmu Penyakit ly Physician, 71:3,469-475,
Dalam, edisi ke-3, Bagian www.aafp.org/afp.
Farma-kologi Fakultas 10. McPhee SJ, BM Massie, 2005, Sys-
Kedokteran Uni-versitas temic Hypertension in LM Tier-
Indonesia, Jakarta, 483-487. ney, SJ McPhee, MA Papadakis,
4. Santoso B, 2001, Prinsip Farma- Current Medical Diagnosis & Treat-
koterapi pada Kelompok Lanjut ment, McGraw-Hill, 412.
Usia, dalam B Darmojo, B San- 11. Chobanian AV, JL Bakris, HR
toso, Masalah Kesehatan Lanjut Black, WC Cushman, LA Green,
Usia, Pusat Studi Farmakologi JL Izzo Jr, DW Jones, et al., 2003,
Klinik dan Kebijakan Obat Uni- The 7th report of The Joint Na-
versitas Gadjah Mada. tional Committee on prevention,
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

Vol. V, No.3, Desember 2008 167


detection, evaluation and treat- 18. Killion KH, EK Kastrup, CH
ment of high blood pressure, Reilly, KK Novak, KD Harms, JH
http://hyper.aha-journals.org/cgi/ Horenkamp, LM Jones, et al.,
content/full/42/6/1206, Diakses 2004, Drug Facts and Comparisons,
Mei 2005. Facts and Comparisons, St. Louis,
12. McEvoy GK, JL Miller, EK Snow, Missouri, 535-552, 574-594, 613-
OH Welsh Jr, K Litvak, DR 634, 734-757.
Dewey, PA Fong, et al., 2002, 19. Stockley IH, 1994, Drug Interac-
American Hospital Formulary Ser- tions: a source book of adverse
vice (AHFS) American Society of interactions, their mechanisms,
Health System Pharmacist. USA, clinical importance and manage-
1594, 1607, 1669, 1687, 2540, 2542. ment, 3rd ed., Blackwell Science
13. Parker RB, JH Patterson, JA Ltd., U.K., 352, 355, 440, 808.
Johnson, 2005, Heart Failure in 20. Semla TP, JL Beizer, MD
JT DiPiro, RL Talbert, GC Yee, Higbee, 2002. Geriatric Dosage
GR Matzke, BG Welss, LM Hand-book-Monitoring, Clinical
Posey, Pharmacotherapy A Patho- Re-commendations, and OBRA
physiologic Approach, 6th ed., Mc Guidelines,7thed., Lexi-comp.,
Graw Hill, Co. LTD., 239. Hudson. Ohio.
14. Departemen Kesehatan RI 21. Shionoiri H, 1993, Pharmacoki-
Direk-torat Jendral Pengawasan netics drug interactions with
Obat dan Makanan, 2000, ACE inhibitors, Clin Pharma-
Informa-torium Obat Nasional cokinet 25:1, 20-58, PMID:
Indonesia 2000 ( IONI ), 47-74. 8354016, www.medscape.com/
15. Mycek MJ, RA Harvey, PC medline, Diakses 28 Maret 2006.
Champe, BD Fisher, 2001, 22. Sadowski DC, 1994, Drug inter-
Farma-kologi : ulasan bergambar, actions with antacids. Mecha-
edisi ke-2, diterjemahkan oleh nisms and clinical significance,
Azwar Agoes, Widya Medika, Drug Safety 11:6, 395-407, PMID:
Jakarta, 181-192. 7727050, www.medscape.com/
16. Tatro DS, 1996, Drug Interaction medline, Diakses 5 April 2006.
Facts, 5th ed., Facts and Com- 23. Bates DW, L Leape, 2000, Ad-
parisons verse Drug Reactions, in SG
17. Prest M, 2003, Penggunaan Carruthers, BB Hoffmann, KL
Obat pada Lanjut Usia, dalam Melmon, DV Nierenberg, Clini-
M Aslam, CK Tan, A Prayitno, cal Pharmacology Basic
Farmasi Klinis Menuju Pengo- principles in Therapeutics, 4th
batan Rasional dan Penghargaan ed., McGraw-Hill, Chapter 24.
Pilihan Pasien, PT. Elex Media 24. Rochon PA, JH Gurwitz, 2003,
Komputindo kelompok Grame- Medication Use, in WR Hazzard,
dia, Jakarta, 203-214. JP Blass, JB Halter, JG Ousland-
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

168 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


er, ME Tinetti, Principles of Geri- 28. Finch CE, EL Schneider, 1996,
atric Medicine and Gerontology, Bi-ology of aging, in JC Bennet,
McGraw-Hill, Chapter 19. F Plum, Cecil Textook of Medicine,
25. Edwin K, J Garrison, 1996, Re-nin W.B. Saunders Company, 12-25.
and Angiotensin, in LS Good- 29. DiBari M, CD Furberg, BM Psaty,
man, A Gilman, JG Hardman, LE WB Applegate, MM Pahor, 2003,
Limberd, The Pharmacological Ba- Hypertension, in WR Hazzard, JP
sics of Therapeutics, 9th ed., Blass, JB Halter, JG Ouslander,
McGraw-Hill, 751. ME Tinetti, Principles of Geriatric
26. Sclater A, K Alagiakrishnan, Medicine and Geron-tology,
2004, Orthostatic Hypotension, McGraw-Hill, Chapter 40.
a primary care primer for
assess-ment and treatment,
Geriatrics 59:8, 22-27.
27. Kaufmann H, R Freeman, NM
Kaplan, 2003, Treatment of
orthostatic and postprandial hy-
potension, www.geri.com.

Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

Vol. V, No.3, Desember 2008 169

Вам также может понравиться