Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul Pengelolaan
Ekosistem Mangrove Berbasis Minawana (Studi Kasus: Kawasan Mangrove RPH
Tegal-Tangkil KPH Purwakarta, Blanakan, Subang, Jawa Barat) adalah hasil karya
saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Mangrove ecosystem management based on silvofishery has been already known and
practiced widely, both in Indonesia and abroad. However, today it’s difficult to find
silvofishery application that comply the right principles, even on biotechnical,
ecologies, and institutions aspect. The aims of this research were: 1) to know ecology
status, biotechnical, and economics of silvofishery system at RPH Tegal-Tangkil; 2)
to formulate silvofishery management at RPH Tengal-Tangkil, Blanakan, Subang.
The data were collected related to ecology, economic, and social-institution aspect.
Results of this research were: 1) mangrove ecosystem has given significant
contribution on shrimp catches; 2) water quality condition still suitable for fish
aquaculture activities, even though there was indication of heavy metal content, so
that need to improve tendon system for better water quality; 3) as biotechnical, many
of the farmers still use traditional aquaculture and not implement good standards and
aquaculture principles. 4) as economics, silvofishery system still can be developed to
increase peoples income. Good silvofishery application can increase peoples income
up to 509. 60%; 5) institute management of silvofishery was still deficient. It’s
showed from fact condition in the field. Improvement the silvofishery management
must be focus on organization system and rules of the game.
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutip hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penulisan kritik atau tinjauan masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE BERBASIS
MINAWANA (STUDI KASUS: KAWASAN MANGROVE RPH
TEGAL-TANGKIL KPH PURWAKARTA, BLANAKAN,
SUBANG, JAWA BARAT)
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Isdradjat Setyobudiandi, M.Sc.
Judul Tesis : Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berbasis Minawana (Studi
Kasus: Kawasan Mangrove RPH Tegal-Tangkil KPH
Purwakarta, Blanakan Subang Jawa Barat).
Nama : Ahmad Muhtadi Rangkuti
NIM : C252100031
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Penulis dilahirkan di Tanah Mandailing, pada tanggal 04 Juni 1985 dari ayah
H. Muhammad Yunus Rangkuti dan Ibu (alm) Sarianun Pulungan. Penulis
merupakan putra keempat dari enam bersaudara. Pada umur empat tahun ibunda
penulis meninggal dunia, sehingga selama 2 tahun penulis hanya diasuh oleh ayah
seorang diri. Pada umu 6 tahun ayah penulis kemudian menikah lagi dengan Hj.
Masdalima Pulungan. Sehingga, sejak umur 6 tahun sampai saat ini penulis
merasakan kembali kasih sayang seorang ibu. Walaupun ibu pengganti, akan tetapi
sudah seperti ibu kandung sendiri.
Menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1998 di SD Negeri
144454 Rumbio Kecamatan Panyabungan Kabupaten Tapanuli Selatan, SLTP Negeri
5 Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2001, SMA Negeri 1
Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2004. Pada Tahun 2009,
penulis berhasil menyelesaikan pendidikan strata satu (S-1) pada Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor.
Pada tahun 2008, penulis pernah bekerja sebagai dosen asisten pada Program
Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Program Diploma IPB.
Kemudian pada tahun 2009, penulis bekerja pada perusahaan PT. Karsa Buana
Lestari sebagai Asisten Tenaga Ahli penyusunan Analisis Mengenai Dampak
lingkungan (AMDAL) di DKI Jakarta. Sejak tahun 2010 sampai sekarang penulis
bekerja sebagai tenaga lepas pada berbagai konsultan di Bogor maupun di Jakarta.
Pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan strata dua (S-2) pada Program
Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan strata dua (S-2) ini penulis
mendapatkan bantuan dana dari saudara Armansyah Rangkuti (saudara penulis yang
bekerja di Malaysia).
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xvii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xxi
1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Kerangka Pikir dan Perumusan Masalah ............................................... 2
1.3. Tujuan dan Manfaat ............................................................................... 5
2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 7
2.1. Ekosistem Mangrove.............................................................................. 7
2.1.1. Habitat Mangrove....................................................................... 7
2.1.2. Fungsi dan Manfaat Ekosistem Mangrove................................. 8
2.1.2.1. Mangrove dan Produktivitas Serasah .......................... 8
2.1.2.2. Asosiasi Mangrove dengan Biota Terestrial ............... 8
2.1.2.3. Mangrove dan Produktivitas Perikanan ...................... 9
2.2. Kualitas Perairan .................................................................................... 9
2.3. Minawana............................................................................................... 9
2.4. Sosial-Ekonomi Masyarakat .................................................................. 13
2.4.1. Karakteristik Masyarakat Pesisir................................................ 13
2.4.2. Aspek Ekonomi dan Analisa Kelayakan Minawana .................. 13
2.5. Kelembagaan dan Pola Pengelolaan Pesisir ......................................... 14
3. METODOLOGI ......................................................................................... 17
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 17
3.2. Rancangan Penelitian............................................................................. 17
3.3. Pengumpulan Data ................................................................................. 18
3.3.1. Alat dan Bahan ........................................................................... 18
3.3.2. Metode pengumpulan Data ........................................................ 18
3.4. Analisa Data........................................................................................... 20
3.4.1. Analisa Status Ekologis dan Kualitas Air Bagi Budidaya ........ 20
3.4.1.1. Analisa status ekologis................................................ 20
3.4.1.2. Analisa kualitas air ..................................................... 21
3.4.2. Analisa Bioteknik Pengelolaan Budidaya Ikan dan Udang ....... 21
3.4.3. Analisa Usaha dan Kelayakan Usaha......................................... 21
3.4.3.1. Analisa Pendapatan Usaha .......................................... 22
3.4.3.2. Analisa Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) ....... 23
3.4.3.3. Break Event Point (BEP) ........................................... 23
3.4.3.4. Analisa Kriteria Investasi............................................ 24
3.4.4. Analisa Kelembagaan Pengelolaan Minawana .......................... 25
xiii
xiv
7. DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 91
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Keuntungan dan kerugian pada masing-masing pola minawana ............... 12
2. Uraian bagian-bagian penelitian dan pengumpulan data ........................... 19
3. Anara dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) ...................................... 20
4. Luas wilayah studi di RPH Tegal-tangkil .................................................. 27
5. Kondisi saluran/kalen di lokasi penelitian ................................................. 31
6. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin .................................................. 33
7. Klasifikasi umur penduduk Kecamatan Blanakan ..................................... 33
8. Klasifikasi tingkat pendidikan formal penduduk Kecamatan Blanakan.... 34
9. Fasilitas pendidikan Kecamatan Blanakan ................................................ 34
10. Mata pencaharian penduduk di lokasi penelitian....................................... 35
11. Jenis ikan dan udang yang ditemukan di ekosistem minawana ................. 37
12. Hasil tangkapan udang harian di lokasi penelitian..................................... 38
13. Jumlah hasil tangkapan kepiting dan wideng serta rata-rata pendapatan/
Orang.......................................................................................................... 40
14. Jumlah hasil tangkapan belut serta rata-rata pendapatan/orang................. 40
15. Sistem budidaya dan pengelolaan tambak di lokasi penelitian.................. 42
16. Hasil panen udang di lokasi penelitian ...................................................... 43
17. Hasil panen ikan bandeng di lokasi penelitian........................................... 43
18. Hasil ikan mujaer/nila di lokasi penelitian................................................. 43
19. Estimasi hasil produksi dan nilai produksi tambak minawana di
RPH Tegal-tangkil (polikultur ikan bandeng dan nila/mujaer) ................. 50
20. Estimasi hasil produksi dan nilai produksi tambak minawana di
RPH Tegal-tangkil (polikultur ikan bandeng dan udang).......................... 51
21. Analisa usaha tambak eksisting ................................................................. 52
22. Analisa kelayakan usaha tambak eksisting ................................................ 52
23. Keuntungan dari perbaikan sistem minawana ........................................... 57
24. Identitas pemangku kepentingan dan peranannya ..................................... 61
25. Persentase pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang mangrove,
empang, PHBM dan LMDH ...................................................................... 65
26. Persentase pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap fungsi dan
manfaat KUD, LMDH dan Kelompok Cinta Mangrove ........................... 66
27. Perolehan hak garapan empang di RPH Tegal-Tangkil............................. 76
xvii
xviii
28. Kondisi dan persepsi penggarap terhadap system aturan main di RPH
Tegal-Tangkil ............................................................................................. 78
29. Kondisi dan persepsi penggarap terhadap sistem hak di RPH Tegal-Tangkil 81
30. Kondisi dan persepsi penggarap terhadap pemantauan yang
dilakukan oleh mandor di lapangan............................................................ 84
31. Kondisi dan persepsi penggarap terhadap pelaksanaan sistem sanksi ....... 86
32. Permasalahan kelembagaan, kondisi ideal dan usaha yang diperlukan
untuk mengurangi kesenjangan ................................................................ 87
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Bagan alir kerangka pemikiran penelitian ................................................. 5
2. Tipe atau model tambak pada sistem minawana........................................ 12
3. Kerangka pikir kelembagaan ..................................................................... 16
4. Lokasi penelitian ........................................................................................ 17
5. Tahapan kegiatan pengelolaan tambak ...................................................... 22
6. Kondisi umum mangrove di minawana lokasi penelitian;(a) mangrove
dibiarkan, (b) mangrove di tebang untuk memperluas areal tambak......... 28
7. Kondisi umum mangrove di dekat laut (sempadan pantai) di lokasi
penelitian; (a) mangrove dibiarkan (ketebalan 10 – 20 m),
(b) sempaadan pantai jadi tambak.............................................................. 29
8. Salah satu contoh kondisi tambak murni di lokasi penelitian.................... 30
9. Kondisi minawana saat ini (a) sistem minawana di penangkaran buaya
(konsep lama) (b) penutupan sekitar 75%; (c) penutupan mangrove 50%;
(d) penutupan mangrove hanya 30% ......................................................... 31
10. Kondisi Kali Malang (kanan) dan kalen/saluran (kiri) .............................. 32
11. Tampilan petak minawana pola 60% mangrove dan 40% tambak ............ 45
12. Pola tanam banjar secara merata................................................................ 46
13. Tampilan pemulihan kawasan minawana di RPH Tegal-tangkil............... 46
14. Ilustrasi sistem tandon dalam mengairi tambak......................................... 47
15. Buku anggota penggarap empang di RPH Tegal-tangkil .......................... 60
16. Arena aksi dalam pengelolaan kawasan minawana RPH Tegal-tangkil.... 63
17. Kegiatan wawancara terhadap responden .................................................. 65
18. Struktur organisasi LMDH ....................................................................... 71
19. Organisasi pengelolaan kawasan minawana .............................................. 73
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peta titik pengambilan contoh................................................................... 95
2. Prosedur pengambilan contoh................................................................... 96
3. Pengukuran/perhitungan kualitas air ........................................................ 97
4. Kuisioner pengumpulan data .................................................................... 98
5. Gambaran umum kawasan minawana ...................................................... 104
6. Foto jenis flora dan fauna yang ditemukan di kawasan minawana .......... 105
7. Foto alat tangkap kepiting, wideng, belut, dll........................................... 107
8. Foto kegiatan di lapangan ......................................................................... 108
9. Hasil tangkapan udang harian................................................................... 109
10. Hasil uji Anara hubungan kerapatan mangrove dengan udang ................ 110
11. Hasil tangkapan kepiting dan wideng....................................................... 111
12. Hasil tangkapan belut................................................................................ 113
13. Kualitas air hasil pengukuran ................................................................... 114
14. Kondisi umum responden ........................................................................ 116
15. Tahapan budidaya ramah lingkungan ....................................................... 118
16. Analisa ragam R/C tambak eksisting........................................................ 123
17. Analisa kelayakan usaha tambak pengembangan minawana ................... 124
xxi
1
1. PENDAHULUAN
berat. Pengukuran kualitas air ini dengan maksud mengetahui apakah kondisi
perairan masih layak atau tidak untuk kegiatan budidaya. Selain itu, untuk
mendapatkan hasil produksi yang optimal baik hasil budidaya maupun non
budidaya, perlu dilakukan kajian terhadap proporsi mangrove dan tambak serta
prosedur standar budidaya yang layak dan berlaku umum. Kajian terhadap
proporsi mangrove dan tambak ini akan dilakukan studi literatur terhadap hasil
penelitian yang relevan. Untuk prosedur standar budidaya akan dilakukan dengan
prosedur standar yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui instansi yang terkait.
Ketiga, untuk melihat atau mengukur fungsi dan manfaat mangrove
terhadap produksi perikanan, dilakukan perhitungan aspek biaya (cost) dan
penerimaan (revenue) dari kegiatan minawana. Perhitungan biaya dan penerimaan
ini mencakup hasil budidaya maupun hasil tangkapan udang harian. Sehingga
dapat dibandingkan bagaimana kontribusi nilai ekonomi mangrove secara
langsung. Selain itu, dilakukan perhitungan kelayakan ekonomi tangkap kondisi
eksisting dan kondisi mendatang dengan berbagai perbaikan teknis.
Keempat, untuk melihat alasan atau latar belakang mengapa masyarakat
berani melakukan penebangan maupun modifiksasi minawana untuk memperluas
areal budidaya, maka dilakukan analisis terhadap aturan main yang berlaku.
Sistem aturan main ini dengan menganalisis terhadap kondisi eksisting dan
kondisi ideal yang seharusnya dijalankan.
Setelah, menganalisis permasalahan ekologi, bioteknik, sosial ekonomi
dan kelembagaan serta solusinya, langkah selanjutnya dengan memperbaiki
pengelolaan minawana secara sistemik yang menitik beratkan pada disain
pengelolaan minawana. Dengan demikian diperlukan desain kelembagaan yang
adaptif didasarkan pada karakteristik sumberdaya, lingkungan maupun
pengelolaannya. Perbaikan dalam struktur organisasi pengelolaan minawana
menjadi langkah pertama dalam perbaikan pengelolaan. Langkah selanjutnya
dalam perbaikan pengelolaan minawana adalah perbaikan dalam aturan main
pengelolaan (Taryono 2009). Kerangka pemikiran kajian Pengelolaan Ekosistem
Mangrove Berbasis Minawana (studi kasus ekosistem mangrove di RPH Tegal-
Tangkil, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat) disajikan pada Gambar 1.
5
2. TINJAUAN PUSTAKA
besar dan arus pasang surut yang kuat. Mangrove banyak ditemukan di pantai-
pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung.
2.3. Minawana
Kegiatan minawana berupa empang parit pada kawasan ekosistem
mangrove, terutama di areal Perum Perhutani telah dimulai sejak tahun 1976.
Pada tahun 1977 di kawasan mangrove di Cilacap, minawana sudah mulai
dikembangkan sebagai upaya reboisasi dan memberikan lapangan kerja bagi
masyarakat. Sementara itu sejak tahun 1986 BPKH Ciasem Pamanukan telah
menerapkan strategi Perhutanan Sosial (PS) yang pelaksanaannya dilakukan
dengan melibatkan masyarakat secara aktif sebagai penggarap tambak dan udang
serta wajib memelihara ekosistem mangrove. Pola ini kemudian disempurnakan
pada tahun 1988 dengan program minawana (Perhutani 1984).
10
Definisi istilah minawana atau silvofishery atau tambak sistem tumpang sari
bermacam-macam, akan tetapi menunjukkan pengertian yang sama. Sukardjo
(1989) mendefinisikan tambak tumpang sari sebagai pendekatan dengan menjaga
keberadaan mangrove untuk mendukung produksi perikanan yang dibuat berupa
kolam di sekitar mangrove tersebut. Nugroho et al. (1990) mengemukakan
minawana dalam gagasan Coupled Ecosystem Silvosishery (CES) yang mengacu
pada gagasan Coupled Ecosystem Agroforestry (CEA) adalah penggunaan lahan
dimana kedua ekosistem hutan dan pertanian (termasuk perikanan) baik dalam
skala mikro maupun makro saling berpasangan dan menguntungkan (mutually
complement). Pada kondisi tersebut ekosistem hutan dan pertanian dapat saling
mempertukarkan energi dan unsur hara untuk saling mendukung dan melindungi.
Lebih lanjut Salim (1986) in Nugroho et al. (1990) mengemukan penerapan CES
didasarkan pada prinsip pokok: (1) kesinambungan fungsi ekosistem mangrove,
(2) terpeliharanya jaringan kehidupan ekosistem mangrove, (3) terpeliharanya
kemungkinan keanekaragaman kehidupan, (4) diindahkannya kedudukan
mangrove sebagai “milik bersama”, dan (5) diindahkannya prinsip pengendalian
dampak negatif pembangunan.
Soewardi (1994) mendefinisikan minawana atau sering disebut sebagai
silvofishery adalah suatu bentuk kegiatan yang terintegrasi (terpadu) antara
budidaya perikanan dan konservasi mangrove. Konsep minawana ini
dikembangkan sebagai salah satu bentuk budidaya perikanan berkelanjutan
dengan input yang rendah. Pendekatan antara konservasi dan pemanfaatan
kawasan mangrove ini memungkinkan untuk mempertahankan keberadaan
mangrove yang secara ekologi memiliki produktivitas relatif tinggi dengan
keuntungan ekonomi dari kegiatan budidaya perikanan. Berdasarkan Fitzgerald
(1997); Sofiawan (2000); Suryadiputra dan Telly (2006), minawana merupakan
sebuah kombinasi antara kolam/tambak budidaya ikan dengan ekosistem
mangrove secara berdampingan.
Sualia et al. (2010) mendefinisikan minawana sebagai suatu rangkaian
kegiatan terpadu antara kegiatan budidaya ikan/udang dengan kegiatan
penanaman, pemeliharaan, pengelolaan dan upaya pelestarian ekosistem
mangrove. Menurut Sualia et al. (2010) minawana merupakan konsep tambak
11
ramah lingkungan dan merupakan bagian dari penerapan jalur hijau (green belt).
Beberapa manfaat tambak ramah lingkungan (minawana) menurut Sualia et al.
(2010) diantaranya :
1) Biaya dan resiko produksi jauh lebih rendah dan dapat dikelola dalam skala
kecil.
2) Menghasilkan produksi sampingan dari hasil tangkapan alam seperti udang
alam, kepiting, dan ikan liar.
3) Lingkungan terpulihkan dan meningkatnya daya dukung (carrying capacity)
tambak.
4) Produk udang berkualitas baik dan bernilai jual tinggi.
5) Lebih tahan terhadap serangan penyakit, akibat kemampuan mangrove dalam
menyerap limbah dan menghasilkan zat antibakteri
6) Petambak dapat mengunakan daun mangrove terutama jenis Rhizophora sp,
sebagai pakan kambing
7) Mencegah erosi pantai dan intrusi air laut ke darat sehingga pemukiman dan
sumber air tawar dapat dipertahankan
8) Terciptanya sabuk hijau di pesisir (coastal green belt) serta ikut mendukung
program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim global.
9) Mangrove akan mengurangi dampak bencana alam, seperti badai dan
gelombang air pasang
Adapun bentuk minawana menurut Perum Perhutani Unit III Jawa Barat &
Banten (2009) adalah penanaman tumpangsari dengan sistem banjar harian tetapi
dikombinasikan dengan kegiatan pertambakan. Penanaman selain pada jalur
tanam juga dapat dilakukan di pelataran tambak dengan jarak tanam yang
disesuaikan dengan kondisi lapangan. Pada umumnya jarak tanam yang
digunakan adalah 5 x 5 m dengan jumlah bibit per hektar 320 batang. Menurut
Sofiawan (2000) in Puspita et al. (2005), bentuk tambak minawana memiliki 5
macam pola, yaitu empang parit tradisonal, komplangan, empang parit terbuka,
kao-kao, serta tipe tasik rejo (Gambar 2). Keuntungan dan kerugian dari pola
minawana disajikan pada Tabel 1.
12
6. Net B/C Ratio (Net B/C) adalah merupakan perbandingan antara benefit bersih
dari tahun-tahun yang bersangkutan yang telah dinilai sekarang (pembilang
yang bersifat positif) dengan biaya bersih dalam tahun (penyebut yang bersifat
negatif) yang telah dinilai sekarang yaitu benefit bersih > benefit kotor.
7. Internal Rate of Return (IRR) merupakan tingkat bunga yang menggambarkan
bahwa antara keuntungan yang telah dinilai sekarang sama dengan nol.
3. METODOLOGI
lapang dilakukan untuk mendapatkan data biofisik, meliputi kualitas air insitu,
vegetasi perairan pesisir, biota perairan serta data sosial ekonomi dan
kelembagaan.
Keterangan:
FC = fixed cost (biaya tetap)
VC = variable cost (biaya tidak tetap)
GI = gross income (pendapatan kotor sebelum dipotong pajak)
24
Kriteria :
Net B/C ratio > 1, pengusahaan minawana layak diusahakan
Net B/C ratio < 1, pengusahaan minawana tidak layak untuk diusahakan
3) Internal rate of return (IRR)
IRR adalah tingkat suku bunga yang menunjukkan jumlah nilai sekarang netto
(NPV) sama dengan jumlah seluruh ongkos investasi proyek atau NPV sama
dengan nol (Gittinger 2008). Rumus yang digunakan adalah :
NPV '
IRR i ' ( i" i ' )
NPV ' NPV "
25
Keterangan :
i’ = Tingkat bunga yang rendah yang menyebabkan NPV masih positif
mendekati nol
i” = Tingkat bunga yang tinggi yang menyebabkan NPV negative mendekati nol
NPV’ = NPV positif mendekati nol
NPV” = NPV negatif mendekati nol
Kriteria :
IRR > i : maka pengusahaan minawana layak diusahakan
IRR < i : maka pengusahaan minawana tidak layak diusahakan
IRR = i : maka pengusahaan minawana mengembalikan modal persis sebesar tingkat
modal
(a) (b)
Gambar 6 Kondisi umum mangrove di minawana lokasi penelitian; (a)
mangrove dibiarkan, (b) mangrove di tebang untuk memperluas
areal tambak (sumber: Dokumentasi pribadi 2012)
(a) (b)
Gambar 7 Kondisi umum mangrove di dekat laut (sempadan pantai); (a)
mangrove dibiarkan (ketebalan 10 – 20 m), (b) sempadan pantai
jadi tambak (sumber: Dokumentasi pribadi 2012)
dengan pemukiman terdapat hamparan sawah milik masyarakat desa. Saat ini
pasaran harga tambak milik mencapai Rp 100 juta/ha, lebih tinggi dari pasaran
tambak perum (minawana) yang berkisar antara Rp 30 – 75 juta/ha. Akan tetapi
harga tambak ini masih lebih rendah dibanding harga sawah (padi) yang mencapai
Rp 250 juta/ha tergantung lokasi. Tambak milik tersebut pada umumnya
dikenakan pajak desa yang berkisar antara Rp 200,000.00 – Rp 300,000.00.
(a) (b)
(c) (d)
Selain itu terdapat saluran besar yang melintang dari arah timur sampai
barat yang dinamakan Kali Malang. Kawasan minawana di Desa Jayamukti
terdapat 3 Kali Malang yang melintang dari Sungai Blanakan (timur) sampai
Sungai Gangga (barat) sepanjang 5 km. Adapun di Desa Blanakan dan Langensari
hanya terdapat 1 Kali Malang yang melintang dari desa Muara (S. Ciasem) di
32
sebelah timur dan sampai di S. Blanakan di sebelah barat sepanjang 5 km. Kali
Malang II dan III di Desa Jayamukti memiliki panjang sekitar 2.5 – 4.0 km. Lebar
Kali Malang pada umumnya adalah 6 m dengan tinggi 2 m, akan tetapi banyak
mengalami pendangkalan di lokasi tertentu terutama pada kali Malang II dan III.
Baik saluran/kalen maupun kali seharusnya minimal setiap 5 tahun dilakukan
pengerukan karena terjadi pendangkalan di lokasi tertentu. Kebijakan untuk
pengerukan biasanya tergantung pada kebijakan desa terutama pengurus KUD.
Dasar (SD) (36.00%) dan 3927 jiwa kepala keluarga yang hanya tamat SD
(52.00%). Sedangkan penduduk yang pernah mengenyam pendidikan SLTA
hanya 690 jiwa (9.14%) dan Perguruan tinggi hanya 216 jiwa (2.86%). Dari
kondisi pendidikan seperti itu dapat berpengaruh terhadap pengetahuan yang
bersifat teknis dan keahlian dalam melakukan kegiatan usaha yang produktif.
Selain itu akan berpengaruh juga terhadap daya serap dari program-program yang
akan dikembangkan oleh pemerintah. Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan
Blanakan dapat dilihat pada Tabel 8.
Fasilitas Pendidikan
Desa
TK SD/MI SLTP/MTs SLTA/MA
Blanakan 2 9 2 3
Jayamukti 8 3
Langensari 1 2 1
Jumlah 11 14 2 3
Kecamatan Blanakan 16 27 3 3
Sumber: Anonimous (2011) dan Pengamatan (2012)
Desa (Jiwa)
Jenis Mata Pencaharian Persentase
Blanakan Jayamukti Langensari
Petani sawah dan tambak 1,535 384 128 9.43
Buruh tani sawah dan tambak 2,050 1,091 763 17.99
Buruh migran (TKI/TKW) - 42 97 0.64
Nelayan 340 26 5 1.71
Peternak 10 73 22 0.48
Pegawai Negeri Sipil (PNS) 30 12 18 0.28
Pensiunan PNS/TNI/POLRI 9 5 - 0.06
Pedagang keliling 47 97 42 0.86
Petugas kesehatan (perawat, dokter, bidan,
6 12 4 0.10
mantri, dll)
Seniman lokal - 5 - 0.02
Montir (bengkel) 9 6 4 0.09
Karyawan perusahaan swasta - 375 42 1.92
Pembantu Rumah tangga 34 34 124 0.88
Pengrajin 3 12 - 0.07
Pengusaha kecil dan menengah 10 5 - 0.07
Tidak bekerja 2,878 1,669 882 25.01
Lainnya 4,502 3,053 1,209 40.38
Jumlah 11,463 6,901 3,340 100.00
Sumber: Anonimous (2011)
Hal yang sama diperoleh oleh Saladin (1995); Pradana (2012) dan Maifitri
(2012) menunjukkan bahwa hasil tangkapan udang penaeid pada tambak dengan
penutupan tinggi (70-80%) di RPH Pamanukan dan Tegal-Tangkil menghasilkan
udang tangkapan harian yang lebih tinggi dibanding penutupan yang lebih rendah.
Akan tetapi melalui siklus bahan organik, yang akan meningkatkan populasi
plankton sebagai makanan ikan. Berdasarkan hasil penelitian Halidah et al. (2007)
menyebutkan bahwa populasi plankton paling tinggi ditemukan pada tambak
minawana dengan proporsi 60% mangrove dan 40% tambak.
sebaran salinitas di lokasi penelitian tidak merata. Oleh karena itu perlu
perwilayahan komoditas budidaya di kawasan minawana sesuai dengan salinitas
yang cocok bagi pertumbuhan dan perkembangan organisme (komoditas)
perairan.Secara umum teknis budidaya yang dilakukan oleh penggarap tambak
saat ini disajikan pada Tabel 15.
penelitian disajikan pada Tabel 16, 17, dan 18. Kondisi umum responden
disajikan pada Lampiran
Gambar 11 Tampilan petak minawana pola 60% mangrove dan 40% tambak
(Sumber: Modifikasi pribadi 2012)
greenbelt
100 m
Muara
sungai
50 m 50 m
Saluran sejajar sungai Saluran sejajar pantai
Tabel 20 Estimasi Hasil produksi dan nilai produksi tambak minawana di RPH
Tegal-Tangkil (polikultur ikan bandeng dan udang)
Kondisi Satuan Estimasi pengembangan minawana
Komoditas P. monodon C. chanos
Luas Kawasan Tambak ha 480.70
Jumlah Petak Unit 240.35
Jumlah Petambak Orang 240
Luas Tambak yang Operasional ha 480.70
Persentase Tambak Operasional % 100.00
Total Produksi Kg/tahun 127,865.31 769,114.67
Rata-rata Produksi pertahun Kg/tahun/ha 266.00 1,600.00
Rata-rata Produksi persiklus Kg/ha 133.00 800.00
Harga Jual Rata-rata Rp/kg 65,000.00 15,000.00
Nilai Produksi Rp/tahun 8,311,245,366.67 11,536,720,000.00
Penerimaan Dari Retribusi 1,5% Rp/tahun 124,668,680.50 173,050,800.00
Total Produksi (Rp/tahun) 19,847,965,366.67
Total penerimaan retribusi (Rp/tahun) 297,719,480.50
Keterangan: 30% dari luas total kawasan RPH Tegal tangkil pada daerah dekat laut dangan
sebaran salinitas 21‰-30‰ sehingga cocok dibudidayakan udang dan bandeng
Sumber: Hasil perhitungan 2012
Tabel 22 Analisis kelayakan usaha pada tambak murni dan sistem minawana
Minawana
Komponen Penutupan Penutupan Penutupan Tambak murni
tinggi sedang Rendah
Keuntungan bersih 53,979,380.82 30,561,733.67 22,544,718.77 15,446,994.67
Discount factor 0.87 0.87 0.87 0.87
Cash flow 54,039,103.05 30,583,863.29 22,544,718.77 25,355,262.11
Net Present Value 46,938,592.02 26,575,420.58 19,604,103.28 13,432,169.28
PV Revenue 80,383,120.20 58,541,304.35 48,418,206.52 99,795,652.17
PV Cost 33,955,803.17 24,329,883.61 21,535,896.74 34,583,333.33
PV of Net Benefit 46,427,317.03 34,211,420.73 26,882,309.78 65,212,318.84
Internal Rate of Return 110.82% 91.59% 69.95% 148.08%
Benefit-Cost Ratio 2.40 2.24 1.99 2.93
Payback Period 1.24 2.33 5.46 5.81
Sumber: Hasil analisis (2012)
53
3) Biaya perawatan
Menurut Gittinger et al (2008), untuk memudahkan perhitungan biaya
perawatan bangunan dan peralatan, maka dapat digunakan pedoman biaya
perawatan konstruksi sebesar 1%/tahun dari nilai investasi dan biaya perawatan
mesin sebesar 5 %/tahun dari nilai investasi. Yang digolongkan kedalam
konstruksi adalah semua bangunan dan peralatan yang tidak menggunakan mesin.
Rincian biaya perawatan konstruksi dan peralatan dapat dilihat pada Lampiran
17.
4) Biaya pengganti
Pada pelaksanaan proyek ada beberapa jenis investasi yang harus diganti
sebelum periode proyek selesai. Oleh karena itu diperlukan biaya penggantian
investasi pada saat proyek membutuhkannya. Perlakuan terhadap biaya
penggantian investasi adalah dengan memasukkan biaya-biaya tersebut dalam
perincian biaya modal pada tahun bersangkutan dalam analisis proyek.
Penyusutan hanya merupakan persoalan pembukuan dan bukan merupakan
persoalan nilai ekonomi. Penggantian investasi terjadi seperti disajikan pada
Lampiran 17.
5) Biaya operasional
Terjadi perbedaan satuan harga pada aspek finansial dan aspek ekonomi
untuk harga bahan bakar dan upah tenaga kerja. Secara aspek ekonomi biaya
operasional tambak adalah Rp 10,563,666.67/siklus atau sebesar Rp
21,127,333/33/tahun pada polikultur udang dan badeng. Pada polikultur bandeng
dan nila biaya operasional mencapai Rp 17,341,250.00 /tahun atau Rp
8,670,625.00/siklus tanam. Asumsi harga bahan bakar tanpa subsidi dan upah
tenaga kerja yang riil dikeluarkan. Secara aspek ekonomi jumlah biaya
operasional tambak minawana dapat dilihat pada Lampiran 17.
5.3.2.1.2. Penerimaan
Nilai penerimaan pada tambak sistem minawana yang akan diperoleh
merupakan suatu estimasi berdasarkan data rata-rata penerimaan tambak yang
dilakukan secara baik berdasarkan pedoman umum budidaya. Penerimaan tersebut
merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi dikalikan harga jual rata-rata
yang berlaku. Harga jual rata-rata diperoleh sebesar Rp 65,000.00/kilogram
56
5.3.2.1.3. Keuntungan
Adanya perbaikan terhadap sistem minawana baik dari segi teknik
budidaya maupun manajemen budiadaya dapat meningkatkan penerimaan
penggarap tambak (petambak). Peningkatan penerimaan ini tentunya akan
meningkatkan keuntungan bagi penggarap tambak. Keuntungan penggarap
tambak dari perbaikan sistem minawana mencapai Rp 43,259,517.52 pada
komoditas bandeng dan mujair dan Rp 57,849,666.67 pada komoditas udang dan
windu.
57
Komoditas (Rp)
Komponen
Bandeng dan mujair Udang dan Bandeng
Penerimaan
Hasil budidaya 34,531,184.18 44,981,666.67
Hasil sampingan 30,400,000.00 30,400,000.00
Total penerimaan 64,931,184.18 75,381,666.67
Modal operasional 21,671,666,67 17,532,000.00
Keuntungan 43,259,517.52 57,849,666.67
Sumber: Hasil analisis 2012
suatu konsep pengelolaan agar kelestarian sumberdaya berjalan sesuai kondisi dan
keinginan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan suatu disain kelembagaan
pengelolaan sumberdaya mangrove yang selanjutnya diuraikan pada sub bab
berikutnya.
Pada buku anggota pemegang hak garap juga disebutkan bahwa, setiap
penggarap tambak memiliki kewajiban untuk membayar hak garapan yang
dibayar setiap tahun dan akan diperpanjang jika masih berniat dan mampu untuk
menggarap. Jika tidak mampu menggarap lagi maka, penggarap tambak wajib
mengembalikan hak garapan ke Perhutani dan Perhutani akan memberikan kepada
pihak lain. Hal yang menjadi masalah saat ini adalah telah terjadi penjualan hak
garapan antar anggota tanpa sepengetahuan Perhutani (diketahui namun terkesan
dibiarkan). Harga tambak minawana yang diperjualkan saat ini berkisar antara Rp
30 juta/ha – Rp 70 juta/ha.
pengetahuan dan pemahaman responden terhadap LMDH dan PHBM pun sangat
rendah yakni hanya 11.29%. Secara rinci persepsi masyarakat dan pengetahuan
masyarakat (petambak) terkait mangrove disajikan pada Tabel 25.
ataupun papan informasi tentang LMDH tidak ada. Untuk itu, perlu
membangun pusat informasi pada masing-masing LMDH di RPH Tegal-
Tangkil yang berupa pembangunan/pembuatan:
a) Saung LMDH. Saung ini nantinya sebagai tempat untuk melakukan
diskusi, penyuluhan atau kegiatan lain terkait dengan pengelolaan kawasan
minawana. Saung dapat dibangun dimasing-masing petak tambak tempat
biasa para masyarakat berkumpul.
b) Papan informasi, berisi: monografi LMDH, foto kegiatan, data potensi,
informasi dan agenda kegiatan LMDH, papan pengumuman, dll.
c) Poster, berisi foto dan slogan
d) Kalender lembaga, berisi: profil, kegiatan internal, peran para pihak,
potensi pangkuan, kegiatan ekonomi produktif, kontribusi LMDH. Pada
kalender juga ditulis visi dan lambang LMDH.
e) Leaflet, berisi: profil LMDH dan perjalanan LMDH
6) Pendidikan dan Latihan Organisasi
Pendidikan dan latihan (diklat) merupakan satu bentuk pelatihan untuk
mengetahui pemahaman anggota tentang manajemen organisasi. Diklat
dilakukan dalam berbagai permainan yang memuat nilai atau aspek dalam
manajemen organisasi. Diklat menjadi penggambaran aktivitas pengelolaan
LMDH yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan individu ataupun
kelompok.
7) Pengembangan Ekonomi
Pengembangan ekonomi LMDH adalah suatu usaha pengembangan yang
dilakukan dalam rangka meningkatkan ekonomi lembaga dan masyarakat.
Manfaatnya untuk mendorong peningkatan kekayaan lembaga dan
meningkatkan kesejahtraan masyarakat. Mengingat, di RPH tegal-Tangkil
sudah ada KUD pada masing-masing desa, maka LMDH memerlukan
kerjasama yang baik dengan KUD.
Berdasarkan uraian diatas, maka perbaikan organisasi LMDH juga perlu
diperbaiki. Perbaikan Organisasi LMDH disajikan pada Gambar 18.
71
Rapat Anggota
Sekretaris Bendahara
Anggota
komando
koordinasi
yang sangat besar terhadap peningkatan ekonomi penggarap tambak. Hal ini
terkait dengan peran KUD yang menampung hasil produksi dari kegiatan
minawana. Selain itu, KUD juga merupakan wadah untuk kegiatan simpan
pinjam, perbaikan jalan, pemberian santunan dan komisi yang didapatkan oleh
penggarap tambak pada setiap tahun. Akan tetapi, kedepan KUD hanya memiliki
kewenangan terhadap kegiatan pemasaran dari hasil produksi minawana. Terkait
dengan perbaikan jalan ataupun saluran dan bahkan penyediaan penyuluhan
kegiatan budidaya menjadi tanggung jawab LMDH. Untuk itu, penulis
mengusulkan skematik organisasi pengelolaan kawasan minawana RPH Tegal-
Tangkil seperti terlihat pada Gambar 17.
modifiksi terhadap tambak. Selain itu, banyak terjadi jual beli hak garapan diluar
sepengetahuan pihak Perhutani. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
1) Pada awalnya empang dijadikan sebagai jaminan oleh penggarap tambak
kepada orang lain (penggadai) untuk meminjam uang. Akan tetapi jika tidak
terbayar empang tersebut menjadi hak garapan pihak penggadai yang tidak
dilaporkan kepada pihak Perhutani
2) Penggarap tambak dengan sengaja menjual hak garapan kepada pihak lain
tanpa sepengetahuan oleh pihak Perhutani
Jika misalnya suatu kawasan mangrove adalah bukan milik Negara, maka
kewenangan pengelolaan seharusnya diserahkan kepada kelompok masyarakat.
Pemberian kewenangan kepada kelompok masyarakat tersebut harus dituangkan
(dilegalkan) dalam peraturan. Pada dalam peraturan tersebut harus dituangkan
dengan jelas fungsi dan peranan kelompok masyarakat terhadap pengelolaan.
Selain itu, dituangkan kontrol (peranan) pemerintah terhadap pengelolaan
sumberdaya tersebut. Hal ini untuk memperkuat posisi kelompok pengelola
terhadap pengelolaaan sumberdaya mangrove.
Tabel 28 Kondisi dan persepsi penggarap terhadap sistem aturan main di RPH
Tegal-Tangkil
Aturan main Kondisi lapangan %responden
Pembayaran iuran Pembayaran iuran dilakukan oleh penggarap tambak 100.00
setiap tahun
Tidak boleh melakukan Beberapa penggarap tambak melakukan penebangan 66.67
penebangan mangrove untuk memperluas areal budidaya
Tidak boleh melakukan Beberapa penggarap tambak melakukan modifikasi 66.67
modifikasi empang untuk memperluas areal budidaya
Tidak boleh melakukan Beberapa penggarap tambak melakukan jual-beli empang 44.44
jual-beli untuk mendapatkan hak garapan tanpa sepengetahuan
pihak Perhutani
Sumber: Hasil analisis 2012
79
diserahkan pada Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten. Seperti yang diungkapkan
oleh Nikijuluw (2002), kawasan yang dikelola oleh pemerintah akan
memunculkan berbagai konflik di masyarakat, seperti terjadinya kerusakan
sumberdaya, konflik antar kelas sosial masyarakat, kemiskinan yang terus
dirasakan oleh masyarakat pesisir, dan lain-lain. Melihat hal tersebut sejak tahun
1986 oleh Perhutani, kawasan yang dulunya hutan mangrove dijadikan tambak
yang berdampingan dengan hutan yang disebut empang-parit (minawana).
Sejak saat itu, masyarakat di sekitar hutan diberikan hak garap untuk
memanfaatkan empang parit dimana masyarakat dapat melakukan budidaya tanpa
merusak hutan (mangrove). Pada awalnya hak pengelolaan minawana (hak garap)
adalah maksimum 2 ha/KK. Berdasarkan perjanjian awal yang tertuang dalam
buku anggota pemegang hak garap disebutkan bahwa setiap penggarap tambak
memiliki hak garap tambak dan hasilnya. Hak garap ini pada awalnya adalah 1
tahun dan diperpanjang setiap tahun. Dengan demikian masyarakat dapat
memanfaatkan empang dengan tidak merusak mangrove. Hasil wawancara
dengan penggarap tambak didapatkan bahwa 100 % penggarap tambak mengakui
memperoleh hak garapan berupa hasil perikanan baik budidaya maupun udang
harian. Kondisi dan persepsi masyarakat terhadap sistem hak disajikan pada
Tabel 29.
Tabel 29 Kondisi dan persepsi penggarap tambak terhadap sistem hak di RPH
Tegal-Tangkil
Hak Kondisi lapangan %responden
Memperoleh hasil Penggarap tambak memperoleh hasil perikanan dari 100.00
perikanan kegiatan budidaya dan udang harian
Luas garapan maksimal 2 Banyak penggarap tambak yang memiliki luas 48.15
ha garapan lebih dari 2 ha, yang diperoleh dari proses
jual beli hak garapan tanpa sepengetahuan Perhutani
Hak garapan diperoleh Banyak penggarap tambak yang berasal dari luar 30.00
oleh penduduk domisili desa terdekat
desa terdekat
Sumber: Hasil analisis 2012
Pada saat ini, ada beberapa penggarap tambak yang memiliki tanah
garapan hingga 20 ha. Hal ini terjadi karena penggarap tambak
menjual/menggadaikan tanah garapannya kepada pihak lain tanpa sepengetahuan
pihak Perhutani. Selain itu, tanah timbul di pantai (hasil sedimentasi) sudah
dijadikan tambak yang seharusnya menjadi sempadan pantai. Oleh karena itu,
82
melakukan pemantauan sesekali tiap bulan dan itupun hanya 5,56 % yang
menyatakan melihat mandor melakukan pemantuan. Pemantauan yang rutin
dilakukan oleh para mandor adalah setiap tahun, ketika akan mengambil retribusi
dari penggarap tambak. Kondisi dan persepsi penggarap tambak terhadap
pemantauan yang dilakukan oleh mandor di lapangan disajikan pada Tabel 30.
menjaga agar nilai, norma, dan aturan‐aturan itu dapat tetap terpelihara, terjaga
dan dijadikan pedoman berkehidupan bagi masyarakat pendukungnya maka
pelaksanaannya disertai dengan sanksi (baik sanksi positif maupun sanksi
negatif). Akan tetapi menurut Ruddle (1998) sanksi yang paling baik terhadap
penyalahgunaan aturan adalah adanya sanksi moral yang dimiliki oleh
masyarakat, terutama di daerah Asia Timur.
Ketidaktaatan terhadap norma atau perilaku yang tidak sesuai dengan
norma-norma yang berlaku menyebabkan seseorang dikenai sanksi. Bentuk sanksi
terhadap pelanggaran norma dapat berupa tindakan (hukuman) dan bisa berupa
sanksi sosial yang lebih sering ditunjukkan dalam bentuk sikap, seperti penolakan
atau tidak melibatkan seseorang yang melanggar norma untuk terlibat dalam
kegiatan-kegiatan komunitas (Coleman 2010). Penegakan hukum atau aturan
sangat penting, karena pada akhirnya hukum/aturan yang dibuat baru mempunyai
arti jikalau sudah dipraktikkan di lapangan dengan jaminan sistem sanksi yang
dapat dikenakan apabila terjadi pelanggaran terhadapnya.
Berdasarkan perjanjian awal pada saat pemberian hak garap oleh
Perhutani, disebutkan bahwa tidak boleh menebang/memodifikasi tambak yang
sudah ada. Bahkan disebutkan bahwa penggarap tambak wajib menjaga
kelestarian hutan. Pada awalnya penggarap tambak tidak berani melakukan
penebangan/modifikasi karena sanksi yang jelas yakni hak garap dicabut bahkan
sampai dipenjara. Akan tetapi seiring dengan perubahan waktu penerapan aturan
dan sanksi yang tidak jelas, menyebabkan masyarakat berani untuk melakukan
penebangan/modifikasi. Banyak penebang kayu (mangrove) yang ditangkap dan
dipenjarakan yang kemudian dikeluarkan hanya gara-gara uang bisa keluar. Hal
inilah yang menyebabkan masyarakat semakin berani untuk menebang mangrove
karena ketidakjelasan penerapan hukum dan sanksi yang tidak jelas. Apalagi
dengan faktor uang semua bisa diatur sehingga penebangan mangrove semakin
tinggi. Kondisi dan persepsi penggarap tambak terhadap pelaksanaan sistem
sanksi disajikan pad Tabel 31.
Tidak adanya sanksi moral yang berlaku dari masyarakat juga turut
memberikan andil bagi para pelaku untuk menebangi mangrove atau
memodifikasi empang. Selain itu tidak adanya sistem insentif bagi masyarakat
86
Tabel 32 Matriks permasalahan kelembagaan, kondisi ideal dan usaha yang diperlukan untuk mengurangi kesenjangan
Komponen Kondisi Aktual Kondisi Ideal Usaha yang perlu dilakukan
kelembagaan
Kewenangan Kewenangan ada di pihak - Kewenangan penuh ada di - Sosialisasi tentang fungsi dan peranan Perhutani sesuai amanat PP No. 72 Tahun 2010
Perhutani (BKPH Ciasem pihak Perhutani (BKPH Ciasem - Sosialisasi peranan masyarakat dalam pengelolaan minawana
Pamanukan), akan tetapi masih Pamanukan) - Sosialisasi fungsi dan peranan LMDH (sejenis) terhadap pengelolaan ekosistem mangrove
banyak masyarakat yang tidak - Pemberian kewenangan kepada - Pemberian kewenangan kepada LMDH sesuai Kep. Dir Perum Perhutani N0.
mengetahui fungsi dan peranan LMDH sesuai Kep. Dir Perum 682/KPTS/DIR/2009
Perhutani dalam pengelolaan Perhutani N0. - Perbaikan organisasi LMDH baik dari keaggotaan, AD/ART, visi/misi atau hal lainnya
hutan negara termasuk hutan 682/KPTS/DIR/2009 sesuai standar organisasi yang memiliki badan hukum
mangrove - Pengurus LMDH dipilih dan diangkat oleh anggota
Aturan - Diperbolehkan memodifikasi - Tidak boleh memodifikasi - Mempertegas penegakan hukum dan penerapan sanksi
empang atas persetujuan empang - Perbaikan terhadap proporsi luasan mangrove terhadap tambak (60% mangrove:40%
pihak Perhutani BKPH - Tidak boleh melakukan jual- tambak)
Ciasem-Pamanukan beli hak garapan - Penetapan kawasan sempadan pantai minimal 130 m bibir pantai
- Melakukan jual-beli hak - Sempadan pantai minimal 130 - Penetapan sempadan sungai minimal 50 m bibir sungai
garapan m dan sempadan sungai - Perbaikan kanal air jalan, jembatan dan prasarana lainnya menjadi tanggung jawab LMDH.
- Sempadan pantai dan minimal 50 m - Pembuatan bak penampungan air (tandon), penerapan GAP dan perwilayahan komoditas
sempadan sungai dijadikan
menjadi tanggung jawab masing-masing penggarap tambak yang diawasi oleh LMDH
tambak
- Pelibatan masyarakat terhadap program kelestarian mangrove. Masing-masing penggarap
tambak dan penangkap ikan dan biota lainnya dibuat dalam kelompok petak tambak yang
dibawah koordinasi LMDH.
- Segala kegiatan yang dilakukan oleh pihak asing terhadap kegiatan di kawasan minawana
harus seijin dari pengurus LMDH
- Tidak boleh melakukan jual-beli dan penggadaian hak garapan..
- Tidak boleh melakukan penebangan, modifikasi dan kegiatan yang merusak mangrove dan
perairan sekitarnya
- Setiap masyarakat yang memanfaatkan kawasan minawana dikenakan biaya/pajak, kecuali
kegiatan penelitian.
Hak - Penggarap tambak mengelola - Mengelola empang termasuk - Melakukan pendataan terhadap penggarap tambak terkait kondisi dan luasan lahan garapan
empang termasuk memanfaatkan hasilnya - Pembatasan hak guna garap maksimal 2 ha/KK
memanfaatkan hasilnya - Masing-masing penggarap - Domisili penggarap tambak seharusnya dari desa administrasi setempat
- Ada beberapa penggarap tambak hanya boleh memiliki - Masyarakat penggarap tambak berhak melakukan budidaya ikan/udang sesuai dengan
tambak memiliki hak garapan hak garapan selus 2 ha perwilayahan komoditas dan GAP yang telah ditetapkan.
seluas 20 ha - Seharusnya penggarap tambak
87
88
88
Tabel 32. Lanjutan….
Komponen Kondisi Aktual Kondisi Ideal Usaha yang perlu dilakukan
kelembagaan
- Ada beberapa penggarap berasal dari domisili terdekat - Penggarap tambak juga berhak untuk hasil tangkapan udang harian dari tambak yang
tambak dari luar wilayah dikelolanya.
adiministrasi desa terdeka t - Masyarakat non penggarap tambak berhak melakukan penangkapan kepiting, wideng, belut,
ular, burung, dan biawak. Masyarakat yang boleh melakukan penangkapan adalah anggota
LMDH yang terdaftar pada masing-masing wilayah LMDH.
- Penampungan dan pemasaran hasil produksi dan hasil tangkapan dilakukan di KUD
masing-masing administrasi LMDH.
- Pengurus dan anggota LMDH berhak untuk menegur, melaporkan ke pihak yang berwajib
dan mencegah pihak-pihak yang akan melakukan perusakan mangrove dan perairan
sekitarnya
Kontrol - Sangat jarang - Minimal sekali seminggu - Para mandor/Asper hendaknya berkoordinasi dengan LMDH dan KUD
- Kurangnya staf Asper - Pengurus LMDH diberi - Kegiatan pemantauan hendaknya minimal dilakukan seminggu sekali dan dilakukan diskusi
dilapangan kesempatan ikut terlibat dalam dengan penggarap tambak
- Rendahnya fungsi dan kontrol - Pemantauan dan kontrol terhadap pelaksanaan GAP dan perwilayahan komoditas menjadi
peranan LMDH dalam kontrol - 1 desa minimal 2 orang petugas tanggung jawab LMDH
dilapangan lapangan - Pemantauan dan kontrol terhadap penangkapan kepiting, wideng, belut, ular, dan burung
menjadi tanggung jawab LMDH
- Para mandor hendaknya berkoordinasi dengan LMDH dan KUD terkait dengan
permasalahan empang dan produksi perikanan.
- Kegiatan pemantauan dari Asper hendaknya minimal dilakukan seminggu sekali dan
dilakukan diskusi dengan penggarap tambak terkait permasalahan minawana terutama
terhadap kelestarian mangrove
- Penambahan staff (polisi hutan) untuk meningkatkan pengawasan di kawasan RPH Tegal-
Tangkil
Sanksi - Hanya sebatas teguran untuk - Pencabuatan hak garap jika - Jika melakukan penebangan diberikan peringatan dan hukuman harus menanam kembali
penebangan mangrove terbukti pelanggaran seperti semula
- Ada beberapa kasus, - Pencabutan hak garap jika tidak mengindahkan peringatan dan hukuman yang diberikan
penebang mangrove - Jika pelanggaran terhadap pindah garap tanpa sepengetahuan pihak Perhutani adalah tidak
dipenjara. Akan tetapi dengan mengakui hak garap tersebut
uang tebusan para pelanggar - Tindak tegas terhadap penebang liar berupa denda atau penjara
tersebut dibebaskan - Pemberian insentif kepada penggarap tambak/masyarakat yang secara langsung aktif
melakukan pelestarian mangrove.
Sumber: Hasil analisis 2012
89
6.1. Simpulan
6.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Pengambilan
contoh sosek
Pengambilan
contoh biofisik
96
2) Logam berat
Terlebih dahulu dilakukan destruksi/ekstraksi/preparasi, seperti uraian berikut:
Air sampel diambil sebanyak 250 ml
Selanjutnya ditambahkan HCL sebanyak 2 ml
Selanjutnya ditambahkan APDC sebanyak 2 ml
Kemudian dipanaskan selama 1 jam
Kemudian didinginkan
Selanjutnya dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan dikocok
Selanjutnya ditambahkan isobuthyl methylketon sebanyak 10 ml (5 ml+5 ml, diaduk selama 10 menit)
Kemudia dibuang air laut (endapan dibawah)
Selanjutnya ditambahkan asam nitrat 25 ml, kemudia encerkan (1:4) dengan cara:
o Masukan aquades 100 ml
o Masukan asam nitrat 25 ml
o Selanjutnya ditambahkan aquades hingga 500 ml (labu takar ukuran 500 ml)
Kemudian diaduk selama 1 menit
Kemudian diambil bagian bawah dan dimasukkan ke dalam botol sampel
Selanjutnya di anaslis dengan AAS
Logam berat di dapatkan dengan rumus:
Logamberat ( ppm )
( Ac ab ) a x100
bxWx 1000
Keterangan :
Ac = Absorban contoh
Ab = Absorban blanko
A= Intercep dari persamaan regresi standar
b = Slope dari persamaan regresi standar
W = Berat sampel (g)
98
KUESIONER PENELITIAN
“PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR BERBASIS WANAMINA
(Studi Kasus Kawasan Wanamina RPH Tegal-tangkil Kab. Subang Jawa Barat”)
Assalamu’alaikum Wr, Wb. Kami sedang melakukan penelitian dalam rangka penulisan Tesis:
Nama : Ahmad Muhtadi Rangkuti
NRP : C252100031
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
(IPB)
Kami akan melakukan survai di desa yang masuk dalam kawasan Rencana Pengelolaan Hutan (RPH) Tegal
Tangkil, KPH Purwakarta, Perum Perhutani unit III Jawa Barat-Banten. Secara administrasi termasuk wilayah
Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat.
Penelitian ini mengambil kasus di Perairan Pesisir Blanakan, dimana sudah ada percontohan tambak pola
wanamina yang di buat oleh Perhutani namun ternyata tidak di acu oleh masyarakat. Wanamina pertamakali
diperkenalkan di Burma dan kemudian di Indonesia diperkenalkan oleh Departemen Kehutanan dengan tujuan
memberikan kesempatan pemanfaatan hutan mangrove bagi masyarakat sekitar untuk kegiatan perikanan tanpa
merusak hutan mangrove sehingga diharapkan kesejahteraan masyarakat meningkat dan pada saat yang sama
hutan mangrove tetap lestari. Namun dalam penerapannya di lapangan, ternyata tidak dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan pada umumnya hutan mangrove cenderung rusak. Oleh karena itu penelitian ini
bertujuan untuk mencari sebab-sebab kegagalan penerapan wanamina baik dari segi kondisi ekologis, bioteknis
budidaya perikanan, sosial ekonomi dan kelembagaan untuk mencari rumusan pola pengelolaan wanamina
yang tepat dan benar.
Kami akan mengajukan beberapa pertanyaan kepada Bapak/Ibu/Saudara. Kami sangat berterima kasih jika
Bapak/Ibu/Saudara bersedia menjawab pertanyaan kami.
Kecamatan : Blanakan
Desa/Dusun : ………………………..
Nama Enumerator : ………………………..
Tanggal wawancara : ………………………..
Waktu wawancara : ………………………..
No Quisioner : ………………………..
I. DATA UMUM RESPONDEN
Nama :…………………………
Jenis kelamin :…………………………
Umur : …………………………
Pendidikan terakhir :…………………………
Pekerjaan utama :…………………………
Pekerjaan sampingan :…………………………
Status perkawinan :…………………………
Status sosial :…………………………
Agama :…………………………
II. KONDISI RUMAH TANGGA
1. Jumlah anggota rumah tangga Bapak/Ibu/Saudara? ……orang
a. Laki-laki, ….. orang
b. Perempuan, …..orang
c. Anggota keluarga lainnya…..laki-laki,…… perempuan
99
keterangan
2. Struktur umur anggota keluarga
a. 0 – 14 th,……….. orang
b. 15 – 59 th,………. orang
c. > 60 th,………. Orang
3. Pendidikan terakhir anggota keluarga
a. Tidak sekolah,….. orang e. tamat SMA, …… orang
b. SD tidak tamat,….. orang f. Sarjana, …… orang
c. Tamat SD,…….. orang g. lain-lain,….. orang
d. Tamat SMP, ….. orang
4. Pendapatan (kotor) rumah tangga Bapak/Ibu/saudara secara keseluruhannya setiap bulan
a. Usaha tambak, Rp…………….
b. Non tambak, Rp…………….
c. Total, Rp…………….
5. Pengeluaran rumah tangga Bapak/Ibu secara keseluruhannya setiap bulan?
Rp. ……………………… (total pengeluaran)
No Peruntukan Rp (bulan)
1 Pangan
2 Pendidikan
3 Kesehatan
4 Pakaian
5 Operasional Tambak
6 Lain-lain
III. KARAKTERISTIK FISIK-TEKNIS DAN EKONOMI SUMBERDAYA
1. Apakah tambak yang ada saat ini, sudah ada atau memang bapak/ibu/saudara sendiri yang bangun?
2. Mohon diisikan tabel di bawah ini?
No Bagian Unit/volume Harga satuan (Rp) Total nilai
2
A Luas Tambak/empang (m )
B Biaya Tetap
1 Sewa Tambak (ha/tahun)
2 Biaya pembuatan tambak
4 Iuran/administrasi
5 Ijin usaha
6 Dana pelestarian lingkungan
7 Lain-lain
Total biaya tetap
C Biaya operasional
1 Persiapan (paket)
2 Benih
a. Udang Windu
- Padat tebar (ekor/m2)
- Jumlah tebar (ekor)
b. Bandeng
- Padat tebar (ekor/m2)
- Jumlah tebar (ekor)
c. Nila
- Padat tebar (ekor/m2)
- Jumlah tebar (ekor)
3 Pupuk
a. Pupuk Urea (kg)
100
artinya………………………….
6. Apakah bapak/ibu/sdr juga tahu atau pernah mendengar/membaca istilah lembaga masyarkat desa hutan
(LMDH)?
a. tidak
b. ya, artinya………………………….
7. Apakah bapak/ibu/sdr juga tahu atau pernah mendengar/membaca istilah hutan lindung?
a. tidak
b. ya, artinya………………………….
8. Apakah bapak/ibu/sdr mengetahui manfaat dari hutan bakau? Tolong sebutkan?
9. Adakah bagi bapak/ibu/saudara manfaat dari hutan bakau? Sebutkan?
10. Adakah bagi bapak/ibu/saudara kerugian yang ditimbulkan oleh adanya hutan bakau?
11. Menurut Bapak/Ibu ancaman kegiatan manusia apa saja yang dapat menggangu kelestarian dari fungsi dan
manfaat hutan bagi masyarakat di sini?
12. Seandainya hutan di sini berkurang atau habis, apa yang akan Bapak/Ibu lakukan?
13. Bagaimana caranya agar hutan ini tidak musnah?
V. SOSIAL
1. Sudah berapa lama bapak/ibu tinggal di desa/dusun ini?
2. Sudah berapa lama perkampungan ini ada? Dalam 5 tahun terakhir apakah perkampungan ini mengalami
kemajuan pesat? Mohon bapak/ibu/saudara jelaskan?
3. Dapatkah bapak/ibu/saudara jelaskan kondisi lingkungan komunitas penggarap empang saat ini?
4. Bagaimana sistem kekerabatan di tempat bapak/ibu/saudara? Misal, marga atau dsb?
5. Bagaimana (masih adakah) sistem gotong royong di tempat bapak/ibu/saudara?
6. Jika bapak ada masalah pribadi dan ingin mendapatkan pertolongan (misal: mendapat musibah, meminjam
uang, dst) kepada siapakah yang pertama kali bapak hubungi? Apakah saudara atau tetangga atau ‘toke”?
Mengapa?
7. Norma (sistem nilai) apakah yang masih kuat (masih ada) terkait dengan pemanfaatan/pengelolaan hutan
bakau?
8. Apakah ada peraturan yang berlaku diantara masyarakat yang mengatur tentang pemanfataan/pengelolaan
hutan bakau (empang)?
9. Siapakah di tempat bapak/ibu/saudara yang paling dituakan?
Mengapa?
10. Bagaimana peran antar tokoh agama, tokoh adat dan pemilik modal di tempat saudara?
11. Bagaimana penyelesaian konflik (pengambilan keputusan) yang terjadi di tempat bapak/ibu/saudara?
12. Bagaimana cara menjadi pemimpin informal? Bagaimana pemimpin informal baru tsb terpilih?
13. Apakah ada tempat-tempat yang secara adat dilindungi atau tidak boleh diganggu di tempat
bapak/ibu/saudara?
Mengapa?
14. Apakah di kalangan masyakat di sini masih ada pantangan, kepercayaan, atau aturan adat khusus yang
masih berlaku?
Mengapa?
15. Apakah ada binatang atau tanaman yang khusus dilindungi (tidak boleh diambil/ditangkap)?
Mengapa?
VI. KELEMBAGAAN
1. Sejak kapan bapak//ibu/saudara menjadi penggarap empang?
2. Siapakah pemilik sah, empang parit yang bapak/ibu/saudara garap?
3. Apakah mudah atau sulit untuk mendapatkan empang yang baru? Mengapa?
4. Bagaimana prosesnya supaya empang parit tersebut dapat bapak/ibu/saudara garap?
5. Jika empang parit tersebut dapat digarap dengan sistem sewa, berapa lama jangka waktu pemakaiannya?
6. Jika waktu sewa berakhir, apakah dapat diperpenjang secara otomatis? Atau proses penyewaan mulai dari
awal lagi?
Jika otomatis berapa lama jangka waktu penyewaannya?
7. Apakah bapak/ibu/saudara menyewa empang parit tersebut langsung dari Perhutani? Atau pihak yang lain?
Siapa?
103
8. Bagaimana aturan (perjanjian) dari penyewaan empang parit tersebut baik langsung dari Perhutani ataupun
dari pihak lain? (termasuk modifikasi empang?)
9. Setelah bapak/ibu/saudara dapat ijin untuk menggunakan (menggarap empang parit) tersebut di peroleh,
hak-hak apakah yang dapat bapak peroleh terhadap pemanfaatan empang tersebut?
10. Jika terjadi pelanggaran terhadap hak dan kewajiban terkait dengan pemanfaatan empang, sangsi apa yang
berlaku baik dari Perhutani atau sangsi dari masyarakat (kelompok masyarakat)?
11. Bagaiamana pelaksanaan terhadap penegakan aturan dan atau sangsi jika terjadi pelanggaran dari Perhutani
atau masyarakat (kelompok masyarakat)?
12. Apakah ada monitoring/pemantauan dari Perhutani atau kelompok masyarakat terhadap penegakan aturan
yang ada?
13. Apakah bapak/ibu/saudara telah/akan memodifikasi empang?
14. Jika ya, kenapa bapak/ibu/saudara melakukan hal tersebut? Apakah bapak/ibu/saudara tidak takut dengan
sangsi dari Perhutani/masyarakat?
Mengapa?
15. Jika tidak, kenapa bapak/ibu/saudara tidak melakukan hal tersebut? Jika tetap menjaga empang sesuai
dengan aslinya apakah ada “hadiah” dari pihak Perhutani?
16. Sanksi-sanksi apa yang dikenakan bila seseorang memodifikasi empang?
17. Saat ini banyak empang yang sudah dimodifikasi untuk memperluas areal budidaya dengan alasan
meningkatkan produksi empang. Apakah bapak/ibu/saudara hal tersebut bapak setuju?
Mengapa?
18. Akan tetapi disisi lain hasil tangkapan harian (impes) menurun, selain itu komoditas budidaya mudah mati.
Apakah hal tersebut benar? Menurut bapak/ibu/saudara kenapa?
19. Jika hutannya semakin banyak (tebal) apa yang terjadi dengan budidaya dan hasil tangkapan?
20. Kalau bakaunya sudah lebat apa yang seharusnya dilakukan oleh bapak/ibu/sudara?
21. Jika misalkan suatu saat ada penataan empang di tempat bapak/ibu/saudara untuk memperbaiki kondisi dan
meningkatkan produksi perikanan apakah bapak/ibu/saudara bersedia? Mengapa?
22. Menurut bapak/ibu/sudara empang ini sebaiknya mau di apakan? (terkait: hak milik/hak sewa/hak
guna/keamanan berusaha)
23. Jika ada pilihan pekerjaan antara penggarap empang, bertani, buruh atau pekerjaan lainnya,
bapak/ibu/saudara pilih yang mana? Mengapa??
24. Organisasi apa saja yang masih aktif di daerah bapak/ibu/saudara?
25. Apakah seluruh organisasi tersebut berhubungan langsung dengan pengelolaan/pemanfaatan empang-parit?,
kalau tidak organisasi apa saja yang berhubungan?
26. Bagaimana organisasi tersebut terbentuk (organisasi yang berhubungan dengan pengelolaan empang)?
27. Bagaimana peran dari organisasi/lembaga tersebut terhadap kemajuan penggarap?
28. Bagaimana peran organisasi tersebut terkait dengan pelestarian hutan bakau/mangrove (keberlanjutan
empang-parit)?
104
Lampiran 6 Foto Jenis Flora dan Fauna yang ditemukan di kawasan wanamina
a) Jenis flora
Api-api Bakau
Semak Semak `
Lampiran 6 Foto Jenis Flora dan Fauna yang ditemukan di kawasan wanamina
(lanjutan…)
Belut Burung
107
SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
Tinggi 6 10.00333333 1.667222222 0.08633963
sedang 6 6.239285714 1.039880952 0.030828656
Rendah 6 4.628333333 0.771388889 0.035444907
Murni 6 1.868452381 0.31140873 0.023096431
ANOVA
Source of Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 5.772969253 3 1.924323084 43.80689084 5.60894E-09 3.098391212
Within Groups 0.878548122 20 0.043927406
Total 6.651517375 23
Uji BNT
sedang Rendah Murni BNT 0,05;4,5 3,5
Tinggi 0.63 0.90 1.36 0.060503 0.22973 0.362353
sedang 0.27 0.73
Rendah 0.46
Lampiran 11a Hasil tangkapan kepiting
No Produksi/ Nilai Biaya Biaya
Responden Trip Trip Produksi/trip tahun penjualan investasi penyusustan Biaya operasional Keuntungan
(kali/bulan) (kali/tahun) (kg) (Rp/thaun) (Rp/thaun) Rp (Rp/tahun) (Rp/tahun) (Rp/tahun) Keterangan
Jumlah 360.00 4,320.00 45.50 13,056.00 195,840,000.00 6,850,000.00 6,163,333.33 56,736,000.00 132,940,666.67 -
Rata-Rata 24.00 288.00 3.03 870.40 13,056,000.00 456,666.67 410,888.89 3,782,400.00 8,862,711.11
Luas mangrove 1513.59 ha
Rata-rata tangkapan 0.09 kg/ha/hari
Harga jual Rp 25000,00/kg
Lampiran 11b Hasil tangkapan wideng
No Responden Trip Trip Produksi/trip produksi/tahun nilai penjualan Biaya investasi Biaya penyusustan Biaya operasional Keuntungan keterangan
(kali/bulan) (kali/tahun) (kg) (Rp/thaun) (Rp/thaun) Rp (Rp/tahun) (Rp/tahun) (Rp/tahun)
1 20 240 20 4800 7,200,000.00 80,000.00 80,000.00 2,700,000.00 4,420,000.00 caduk/ngobor
2 20 240 15 3600 5,400,000.00 80,000.00 80,000.00 2,700,000.00 2,620,000.00 caduk/ngobor
3 20 240 17 4080 6,120,000.00 80,000.00 80,000.00 2,700,000.00 3,340,000.00 caduk/ngobor
4 26 312 22 6864 10,296,000.00 200,000.00 200,000.00 1,872,000.00 8,224,000.00 caduk/ngobor
5 26 312 20 6240 9,360,000.00 200,000.00 200,000.00 1,872,000.00 7,288,000.00 caduk/ngobor
6 26 312 20 6240 9,360,000.00 200,000.00 200,000.00 1,872,000.00 7,288,000.00 caduk/ngobor
7 20 240 15 3600 5,400,000.00 80,000.00 53,333.33 2,700,000.00 2,646,666.67 caduk/ngobor
8 20 240 17 4080 6,120,000.00 80,000.00 53,333.33 2,700,000.00 3,366,666.67 caduk/ngobor
9 20 240 20 4800 7,200,000.00 80,000.00 80,000.00 2,700,000.00 4,420,000.00 caduk/ngobor
10 20 240 20 4800 7,200,000.00 80,000.00 80,000.00 2,700,000.00 4,420,000.00 caduk/ngobor
Jumlah 218.00 2,616.00 186.00 49,104.00 73,656,000.00 1,160,000.00 1,106,666.67 24,516,000.00 48,033,333.33
Rata-Rata 21.80 261.60 18.60 4,910.40 7,365,600.00 116,000.00 110,666.67 2,451,600.00 4,803,333.33
Luas mangrove 1513.59 ha
Rata-rata tangkapan 0.26 kg/ha/hari
Harga jual Rp 1500 ,00/kg
Lampiran 12 Hasil tangkapan belut
Trip Trip Produksi/Trip Produksi/Tahun Nilai Penjualan Biaya Investasi Biaya Penyusustan Biaya Operasional Keuntungan Keterangan
No
Responden (Kali/Bulan) (Kali/Tahun) (Kg) (Rp/Thaun) (Rp/Thaun) Rp (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun)
1 15 180 4.5 810 8,910,000.00 100,000.00 100,000.00 2,340,000.00 6,470,000.00 pancing
2 20 240 4 960 10,560,000.00 90,000.00 90,000.00 3,120,000.00 7,350,000.00 pancing
3 26 312 4.5 1404 15,444,000.00 90,000.00 90,000.00 4,056,000.00 11,298,000.00 pancing
4 30 360 4.5 1620 17,820,000.00 100,000.00 100,000.00 4,680,000.00 13,040,000.00 pancing
5 26 312 3 936 10,296,000.00 100,000.00 100,000.00 4,056,000.00 6,140,000.00 pancing
6 26 312 3 936 10,296,000.00 100,000.00 100,000.00 4,056,000.00 6,140,000.00 pancing
7 30 360 3 1080 11,880,000.00 100,000.00 66,666.67 4,680,000.00 7,133,333.33 pancing
8 30 360 4 1440 15,840,000.00 100,000.00 66,666.67 4,680,000.00 11,093,333.33 pancing
9 20 240 4 960 10,560,000.00 100,000.00 100,000.00 3,120,000.00 7,340,000.00 pancing
10 20 240 3.5 840 9,240,000.00 100,000.00 100,000.00 3,120,000.00 6,020,000.00 pancing
11 20 240 3 720 7,920,000.00 100,000.00 100,000.00 3,120,000.00 4,700,000.00 pancing
12 20 240 3 720 7,920,000.00 90,000.00 90,000.00 3,120,000.00 4,710,000.00 pancing
13 20 240 4.5 1080 11,880,000.00 90,000.00 90,000.00 3,120,000.00 8,670,000.00 pancing
14 26 312 3 936 10,296,000.00 90,000.00 90,000.00 4,056,000.00 6,150,000.00 pancing
15 26 312 3 936 10,296,000.00 90,000.00 90,000.00 4,056,000.00 6,150,000.00 pancing
Jumlah 355.00 4,260.00 54.50 15,378.00 169,158,000.00 1,440,000.00 1,373,333.33 55,380,000.00 112,404,666.67 -
Rata-Rata 23.67 284.00 3.63 1,025.20 11,277,200.00 96,000.00 91,555.56 3,692,000.00 7,493,644.44
luas mangrove 1513.59 ha
rata-rata tangkapan 0.05 kg/ha/hari
harg jual Rp 25,000.00/kg
115
B. Tabel Hasil pengukuran logam berat pada badan air di lokasi penelitian
Parameter (mg/l)
Lokasi
Kadmium Tembaga Timbal
Baku mutu* 0,051 – 0,167 0,001 – 1,157
Sungai Blanakan 0,0002 0,0022 0,0023
Tambak Jayamukti Darat 0,0004 0,0005 0,0011
Tambak Jayamukti Tengah 0,0004 0,0020 0,0015
Tambak Blanakan Darat 0,0002 0,0026 0,0046
Tambak Blanakan Tengah 0,0005 0,0010 0,0048
Muara Kalen Langensari 0,0005 0,0019 0,0006
Muara Sungai Blanakan 0,0003 0,0029 0,0004
Muara Sungai Gangga 0,0003 0,0029 0,0013
*SNI 7310-2010 (budidaya udang windu)
Sumber: hasil pengamatan, Agustus 2011
d. Kantong harus diisi oleh air dan oksigen murni dengan perbandingan 1/3 dan 2/3 volume kantong dan
diikat kuat oleh karet.
e. Alat transportasi yang digunakan harus bersih dari sumber pencemaran dan dalam kondisi layak pakai,
tidak digunakan untuk mengangkut bahan-bahan yang berbahaya seperti bahan kimia, bensin, pupuk dan
sebagainya.
f. Pengiriman benur sebaiknya dilakukan pada malam hari saat suhu udara cenderung rendah, terutama jika
jarak tempuhnya jauh, agar dapat tiba di tambak pada pagi hari. Bak pengangkut sebaiknya ditutup
dengan terpal untuk mencegah jatuhnya kantong atau box styrofoam.
3) Penebaran Benur/Nener
Penebaran benur/nener di tambak memerlukan proses manipulasi lingkungan dan aklimatisasi, agar
benur/nener mampu beradaptasi terhadap lingkungan baru. Hal ini dilakukan agar benur/nener tidak mengalami
stress yang dapat menurunkan daya tahan tubuhnya. Stress ini berhubungan dengan perubahan lingkungan
dalam hal ini kualitas air (salinitas, suhu, pH) antara hatchery/panti pendederan dan tambak pembesaran.
Prosedur penebaran benur yang baik adalah:
a. Sebagai syarat tempat hidup yang baru, air tambak harus memiliki cukup pakan alami (warna air
kehijauan atau kecoklatan dan kecerahan air cukup).
b. Penebaran dilakukan di pagi hari untuk mendapatkan suhu air tambak yang rendah agar mencegah stress
pada benur/nener yang ditebar.
c. Dilakukan aklimatisasi atau adaptasi benur/nener terhadap lingkungan baru dengan cara merendam
kantong plastik di dalam air tambak selama 30-60 menit untuk menyesuaikan suhu air di dalam kantong
dengan air di dalam tambak.
d. Setelah proses aklimatisasi suhu, sambil tetap direndam, kantong plastik dibuka sedikit demi sedikit air
tambak dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah dibuka, atau bisa juga dengan perlahan
membalikkan kantong hingga benur/nener akan berenang keluar kantong secara bertahap.
e. Benur/nener harus ditebar secara merata (menyebar) ke seluruh sisi tambak.
f. Kantong plastik dikumpulkan setelah benur/nener di dalam kantong telah keluar semua.
g. Indikasi benur/nener yang kuat (tidak stress) adalah berenang dengan cepat setelah dilepas, indikasi stress
jika benur berenang lambat di permukaan air dan atau warna tubuhnya kemerahan.
4) Pendederan Benur
Pendederan benur umumnya dilakukan petani tambak jika benur yang dibeli bukan ukuran glondongan
atau dekan kata lain benur yang dibeli berumur kurang dari 30 hari atau berat kurang dari 1-2 gram/ekor. Petani
tambak beranggapan benur belum terlalu kuat untuk dilepas ke tambak sehingga perlu diasuh selama beberapa
hari di dalam hapa (waring) atau kolam yang lebih kecil yanfg ada di tambak agar mencapai umur siap mencari
makan sendiri. Proses pendederan benur yang baik dan benar adalah:
a. Kolam pendederan harus dipersiapkan dan diperlakukan sama seperti halnya tambak pembesaran, dalam
arti memerlukan pengeringan lahan, pengapuran dll. Jika menggunakan hapa, maka hapa diletakkan di
tambak pembesaran yang telah dipersiapkan sebelumnya.
b. Kepadatan tebar benur pada pendederan adalah 100-200 ekor/m2. Benur dipelihara selama 15-20 hari.
c. Selama masa pendederan, benur harus diberi makan sesering mungkin (kurang lebih 1 kg/hari untuk
100.000 ekor benur) untuk menjaga tingkat pertumbuhan dan mencegah kanibalisme (saling makan antar
benur).
d. Penggantian air, jika pendederan dilakukan di kolam terpisah, harus dilakukan minimal 2 hari sekali
untuk menjaga kualitas air.
menjadi perhatian utama biasanya adalah salinitas, pH dan oksigen terlarut. Pengisian air umumnya
dilakukan setiap hari saat air laut mengalami pasang tinggi dan membuang air tambak saat surut. Prosedur
yang digunakan sangat standar dan sederhana:
a. Sebelum memasukkan air, saringan dobel harus sudah terpasang di pintu air untuk mencegah masuknya
hewan liar ke dalam tambak.
b. Air sumber harus memiliki kualitas yang baik, dalam arti tidak keruh, kotor atau berbau. Parameter air
normal untuk pemeliharaan udang adalah salinitas 15-25 ppt, pH 7,5-8,5, DO>4 ppm, dan kecerahan 30-
35 cm.
c. Perubahan salinitas tidak boleh melebihi 3 ppt dalam satu hari di dalam tambak.
d. Pengelolaan air di tambak meliputi pemantauan kedalaman, kecerahan, dan warna air. Kedalaman air
harus dipertahankan untuk mengantisipasi kehilangan air akibat kebocoran atau penguapan.
e. Pada tambak udang, pertumbuhan klekap yang berlebih harus ditangani dengan cara pengangkatan dari
pinggir atau sudut kolam.
f. Pemberian saponin susulan bisa dilakukan jika terdapat banyak hama ikan liar di dalam tambak. Namun
hal ini tidak bisa dilakukan jika bandeng juga dipelihara di dalam tambak (polikultur).
g. Pemberian kapur susulan bisa dilakukan jika fluktuasi pH air harian tidak stabil atau pH air cenderung
rendah selama masa pemeliharaan. Kaptan dan dolomit lebih direkomendasikan dengan dosis yang
disarankan adalah 5-10 kg/hektar setiap 2-3 hari sekali.
h. Pada saat hujan lebat turun, salinitas dan pH air dapat turun secara drastis dan kekeruhan meningkat,
maka penanganan diperlukan dengan cara membuang air permukaan serta pemberian kaptan sebanyak 2-
3 kg/10m2 ke atas pematang. Jika air tambak menjadi keruh maka perlu diberikan kaptan sebanyak 200-
300 kg/ha.
2) Pengelolaan Pakan
Pengelolaan pakan pada usaha tambak ekstensif bertujuan untuk menumbuhkan dan menjaga kelimpahan
pakan alami di dalam tambak. Praktik yang umum dilakukan adalah dengan pemupukan awal dan
susulan, kemudian pada padat penebaran yang agak banyak, kadangkala dilakukan pemberian pakan
pellet dalam jumlah yang sedikit sejak umur tertentu. Beberapa hal penting perlu dicatat jika petani
tambak bermaksud untuk memberikan pakan buatan kepada udang/nener yang dipelihara, diantaranya:
a. Pemberian pakan benur pada kolam dengan tingkat kecerahan air lebih tinggi (pakan alami sedikit)
pemberian pakan harus diberikan lebih awal atau paling lambat pada umur 25 hari sejak tanggal
penebaran.
b. Jumlah (dosis) pakan yang diberikan adalah sekitar 0,5 kg/hari per 10.000 PL benur yang ditebar dan
dibagi ke dalam tiga kali pemberian (masing-masing sepertiga dari jumlah per hari). Untuk pemeliharaan
nener, pemberian pakan dapat dilakukan jika nener sudah merespon pemberian pakan.
c. Pakan untuk udang adalah pellet yang tenggelam (sinking type) sedangkan pellet untuk bandeng adalah
yang mengapung (floating type).
d. Jika umur udang sudah menginjak minimal 50 hari dan sampling telah dilakukan (bobot rataan dan
estimasi populasi diketahui), maka dosis pemberian pakan secara kasar dapat dihitung sebagai berikut:
Tabel Kebutuhan pakan udang pada saat pembesaran
Bobot rataan (gram) Dosis pakan (% bobot biomassa)
3-5 3,0%
5-10 2,5%
10-20 2,0%
>20 1,5%
Sumber: Sualia et al. 2010
Kebutuhan pakan per hari adalah :
Asumsi: Jika luas tambak = 1 hektar (10.000 m2), luas bukaan jala sampling = 5 m2, bobot rataan = 6
gram, dan rata-rata hasil tangkapan udang di jala = 3 ekor, maka populasi udang di tambak adalah =
(10.000/5)*3 = 6.000 ekor, dan jumlah pakan hariannya adalah = (2,5/100)*6.000*6 = 0,9 kg/hari
5) Pengelolaan Kesehatan Udang Windu
Pengelolaan kesehatan udang bertujuan untuk mencegah serangan penyakit terhadap udang yang
dipelihara. Inti dari pengelolaan kesehatan adalah pemeriksaan yang rutin terhadap kualitas air, kondisi
121
udang, mencegah masuknya carrier (kepiting, udang liar), dan jika terjadi wabah, pengetatan prosedur
ganti air dan pengamanan tambak dari kontaminasi (peralatan, burung, dan anjing). Beberapa prosedur
rutin yang harus dilaksanakan adalah:
a. Pemeriksaan udang di malam hari dengan menggunakan senter (jika disorot senter, udang yang sehat
memiliki mata yang cerah/merah dan bereaksi cepat terhadap cahaya dengan berenang menjauh,
sementara udang yang lemah akan memiliki mata yang pucat dan bereaksi lambat terhadap cahaya dan
berenang lemah ke pinggir/sudut tambak).
b. Lakukanlah pengecekan anco atau sampling dengan jala secara berkala jika udang sudah menginjak
usia di atas 45-50 hari untuk melakukan pemeriksaan secara langsung. Udang yang sehat akan ditandai
dengan tubuh dan insang yang bersih, warna tubuh alami, ekor tidak gripis, kaki-kaki tidak patah, dan
ususnya penuh makanan. Udang yang kurang sehat akan ditandai dengan tubuh yang kotor atau insang
yang hitam, warna tubuh merah atau ada bercak putih, ekor bengkak, dan atau ususnya kosong.
c. Hilangnya nafsu makan, yang bukan dikarenakan faktor molting, merupakan indikasi serangan
penyakit atau memburuknya kualitas air. Oleh karena itu segera lakukan penanganan yang semestinya
untuk mencegah masalah menjadi bertambah buruk (cek kualitas/kurangi pakan, cek kualitas/ganti air,
atau lakukan panen jika udang sudah cukup umur).
d. Jika kasus serangan jamur dan parasit sering terjadi (udang lumutan), gunakan formalin sebanyak 100-
150 liter per hektar. Pemberian formalin diberikan maksimal tiga kali selama masa pemeliharaan dan
diberikan setelah udang berumur 40 hari. Pemberian formalin harus diberikan pada siang hari saat
cuaca cerah dan tidak boleh diberikan saat udang molting. Sehari setelah pemberian formalin, air
tambak harus diganti sebanyak 30%, sehingga jika dirasa sulit untuk melakukan penggantian air maka
pemberian formalin dapat ditunda.
- Alat transportasi yang digunakan bersih dari sumber pencemaran (bahan kimia dan obat-obatan) dan
dalam kondisi layak pakai.
- Wadah berisi udang yang sudah siap dikirim dipindahkan ke dalam alat transportasi yang sudah
disiapkan dan ditutup dengan rapi.
- Jika pengiriman tidak menggunakan mobil ice cool box, maka jumlah es yang dipakai harus
disesuaikan dengan jumlah udang dan jarak (lama) perjalanan.
- Lama perjalanan sebaiknya di bawah 10 jam. Jika tidak maka pergantian es perlu dilakukan untuk
mempertahankan kesegaran.
SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
Tinggi 8 91.25482 11.40685 26.04472
Sedang 8 89.85251 11.23156 59.43054
Rendah 8 38.86033 4.857541 1.430452
Murni 8 21.23904 2.65488 1.610997
ANOVA
Source of Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 477.1213 3 159.0404 7.186912 0.001005 2.946685
Within Groups 619.6169 28 22.12918
Total 1096.738 31
Uji BNT
Uji BNT
sedang Rendah Murni BNT 0,05;4,5 3,5
Tinggi 0.18 6.37 8.75 0.060503 0.22973 0.362353
sedang 6.37 8.58
Rendah 2.20
124
t(1) 10,835,833.33
Komponen Jumlah Satuan Harga/ Total/Siklus t(2) 21,671,666.67
Satuan t(3) 21,671,666.67
t(4) 21,671,666.67
sewa lahan 1 Rp/Ha 50000 50,000.00
t(5) 21,671,666.67
Pembelian Benur Udang 20,000 ekor 45.00 900,000.00 t(6) 21,671,666.67
Pembelian nener Bandeng 5,000 ekor 120.00 600,000.00 t(7) 21,671,666.67
(t8) 21,671,666.67
Pembelian Pakan Pabrik (Pelet) 118 kg. 11,500.00 1,360,833.33
(t9) 21,671,666.67
Pembelian Kapur 500 kg. 2,500.00 1,250,000.00 (t10) 21,671,666.67
Pembelian Saponin 25 kg. 5,500.00 137,500.00 (t11) 21,671,666.67
Pembelian Probiotik 25 liter 5,500.00 137,500.00 (t12) 21,671,666.67
(t13) 21,671,666.67
Bahan Bakar 100 liter 7,000.00 700,000.00 (t14) 21,671,666.67
Upah karyawan (1org, 6 bln.) 6 orang/bulan 950,000.00 5,700,000.00 (t15) 21,671,666.67
(t16) 21,671,666.67
Total Biaya Operasional/Siklus Rupiah 10,835,833.33
(t17) 21,671,666.67
Total Biaya Operasional/Tahun Rupiah 21,671,666.67 (t18) 21,671,666.67
(t19) 21,671,666.67
(t20) 21,671,666.67
E. biaya operasional komoditas bandeng dan muajaer Tahun Biaya Operas ional
Ke- (Rp)
Komponen Jumlah Satuan Harga/ Total/Siklus
t(1) 8,766,000.00
Satuan t(2) 17,532,000.00
sewa lahan 1 Rp/Ha 50000 50,000.00 t(3) 17,532,000.00
t(4) 17,532,000.00
Pembelian Benur nila/mujaer 4,244 ekor 45.00 191,000.00
t(5) 17,532,000.00
Pembelian nener Bandeng 5,000 ekor 120.00 600,000.00 t(6) 17,532,000.00
Pembelian Pakan Pabrik (Pelet) - kg. 11,500.00 - t(7) 17,532,000.00
(t8) 17,532,000.00
Pembelian Kapur 500 kg. 2,500.00 1,250,000.00
(t9) 17,532,000.00
Pembelian Saponin 25 kg. 5,500.00 137,500.00 (t10) 17,532,000.00
Pembelian Probiotik 25 liter 5,500.00 137,500.00 (t11) 17,532,000.00
(t12) 17,532,000.00
Bahan Bakar 100 liter 7,000.00 700,000.00
(t13) 17,532,000.00
Upah karyawan (1org, 6 bln.) 6 orang/bulan 950,000.00 5,700,000.00 (t14) 17,532,000.00
Total Biaya Operasional/Siklus Rupiah 8,766,000.00 (t15) 17,532,000.00
(t16) 17,532,000.00
Total Biaya Operasional/Tahun Rupiah 17,532,000.00 (t17) 17,532,000.00
(t18) 17,532,000.00
(t19) 17,532,000.00
(t20) 17,532,000.00
Lampiran 17 lanjutan
F. penerimaan dari kegiatan budidaya komoditas udang dan bandeng
Komponen Satuan Komoditas Jumlah
Produksi
udang bandeng
Luas lahan m2. 20,000
Luas parit tambak 40% m2. 8,000
Jumlah Tebar ekor/siklus 20,000 5000
Rata-rata tabar ekor/m2 3 0.63
Survival Rate (SR) % 25 80
Jumlah Populasi ekor 5,000 4,000
Berat Panen (MBW) gram 33 200
Pola tebar siklus/tahun 2 2
Konversi Pakan (FCR) 0.71 0
Jumlah Pakan kilogram 118 -
Hasil Panen kilogram 167 800 967
Harga rupiah/ kg 65,000.00 15000
Penerimaan/siklus Rupiah 10,833,333.33 12,000,000.00 22,833,333.33
Penerimaan setelah pajak/siklus Rupiah 10,670,833.33 11,820,000.00 22,490,833.33
Penerimaan setelah pajak/tahun Rupiah 21,341,666.67 23,640,000.00 44,981,666.67
L. Analisis Cash Flow, NPV, dan Net B/C komoditas udang dan bandeng
Jenis Tahun Ke- (Rp)
(t1) (t2) (t3) (t4) (t5) (t6) (t7)
(DF=12%) 0.8929 0.7972 0.7118 0.6355 0.5674 0.5066 0.4523
Inflow (Benefit)
Penerimaan Budidaya 22,490,833.33 44,981,666.67 44,981,666.67 44,981,666.67 44,981,666.67 44,981,666.67 44,981,666.67
Penerimaan Hasil Samping 15,200,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00 44,981,666.67 30,400,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00
Nilai Sisa
Gross Benefit (A) 37,690,833.33 75,381,666.67 75,381,666.67 89,963,333.33 75,381,666.67 75,381,666.67 75,381,666.67
PVGB 33,652,529.76 60,093,803.15 53,655,181.38 57,173,324.73 42,773,582.10 38,190,698.30 34,098,837.77
Jumlah PVGB
Outflow (Cost)
Investasi Awal 29,476,000.00
Penambahan Investasi 588,000.00 300,000.00 300,000.00 4,550,000.00 7,700,000.00 300,000.00
Biaya Perawatan 589,760.00 1,179,520.00 1,179,520.00 1,179,520.00 1,179,520.00 1,179,520.00 1,179,520.00
Biaya Operasional 10,835,833.33 21,671,666.67 21,671,666.67 21,671,666.67 21,671,666.67 21,671,666.67 21,671,666.67
Bunga Investasi (12%/thn) 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00
Gross Cost (B) 44,438,713.33 26,976,306.67 26,688,306.67 26,688,306.67 30,938,306.67 34,088,306.67 26,688,306.67
PVGC 39,677,422.62 21,505,346.51 18,996,209.53 16,960,901.37 17,555,226.07 17,270,197.03 12,072,434.58
Jumlah PVGC
Analisis
Net Benefit (A-B) (6,747,880.00) 48,405,360.00 48,693,360.00 63,275,026.67 44,443,360.00 41,293,360.00 48,693,360.00
PV Net Benefit (6,024,892.86) 38,588,456.63 34,658,971.85 40,212,423.36 25,218,356.02 20,920,501.27 22,026,403.19
Jumlah PVNB (+}
Jumlah PVNB (-}
NPV 309,103,233.87
Net B/C 52.30
Lampiran 17 lanjutan
M. Analisis Cash Flow, NPV, dan Net B/C komoditas udang dan bandeng (lanjutan)
Jenis Tahun Ke- (Rp)
(t8) (t9) (t10) (t11) (t12) (t13) (t14)
(DF=12%) 0.4039 0.3606 0.3220 0.2875 0.2567 0.2292 0.2046
Inflow (Benefit)
Penerimaan Budidaya 44,981,666.67 44,981,666.67 44,981,666.67 44,981,666.67 44,981,666.67 44,981,666.67 44,981,666.67
Penerimaan Hasil Samping 30,400,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00
Nilai Sisa
Gross Benefit (A) 75,381,666.67 75,381,666.67 75,381,666.67 75,381,666.67 75,381,666.67 75,381,666.67 75,381,666.67
PVGB 30,445,390.86 27,183,384.70 24,270,879.20 21,670,427.85 19,348,596.30 17,275,532.41 15,424,582.51
Jumlah PVGB
Outflow (Cost)
Investasi Awal
Penambahan Investasi 300,000.00 4,550,000.00 7,700,000.00 300,000.00 300,000.00 4,550,000.00 7,700,000.00
Biaya Perawatan 1,179,520.00 1,179,520.00 1,179,520.00 1,179,520.00 1,179,520.00 1,179,520.00 1,179,520.00
Biaya Operasional 21,671,666.67 21,671,666.67 21,671,666.67 21,671,666.67 21,671,666.67 21,671,666.67 21,671,666.67
Bunga Investasi (12%/thn) 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00
Gross Cost (B) 26,688,306.67 30,938,306.67 34,088,306.67 26,688,306.67 26,688,306.67 30,938,306.67 34,088,306.67
PVGC 10,778,959.45 11,156,663.54 10,975,522.43 7,672,250.43 6,850,223.59 7,090,261.37 6,975,142.92
Jumlah PVGC
Analisis
Net Benefit (A-B) 48,693,360.00 44,443,360.00 41,293,360.00 48,693,360.00 48,693,360.00 44,443,360.00 41,293,360.00
PV Net Benefit 19,666,431.42 16,026,721.16 13,295,356.77 13,998,177.43 12,498,372.70 10,185,271.03 8,449,439.59
Jumlah PVNB (+}
Jumlah PVNB (-}
Lampiran 17 lanjutan
N. Analisis Cash Flow, NPV, dan Net B/C komoditas udang dan bandeng (lanjutan)
Jenis Tahun Ke- (Rp)
(t15) (t16) (t17) (t18) (t19) (t20)
(DF=12%) 0.1827 0.1631 0.1456 0.1300 0.1161 0.1037
Inflow (Benefit)
Penerimaan Budidaya 44,981,666.67 44,981,666.67 44,981,666.67 44,981,666.67 44,981,666.67 44,981,666.67
Penerimaan Hasil Samping 30,400,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00
Nilai Sisa -
Gross Benefit (A) 75,381,666.67 75,381,666.67 75,381,666.67 75,381,666.67 75,381,666.67 75,381,666.67
PVGB 13,771,948.67 12,296,382.74 10,978,913.16 9,802,601.04 8,752,322.35 7,814,573.53
Jumlah PVGB 538,673,492.49
Outflow (Cost)
Investasi Awal
Penambahan Investasi 300,000.00 300,000.00 4,550,000.00 7,700,000.00 300,000.00 300,000.00
Biaya Perawatan 1,179,520.00 1,179,520.00 1,179,520.00 1,179,520.00 1,179,520.00 1,179,520.00
Biaya Operasional 21,671,666.67 21,671,666.67 21,671,666.67 21,671,666.67 21,671,666.67 21,671,666.67
Bunga Investasi (12%/thn) 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00
Gross Cost (B) 26,688,306.67 26,688,306.67 30,938,306.67 34,088,306.67 26,688,306.67 26,688,306.67
PVGC 4,875,853.85 4,353,440.94 4,505,989.28 4,432,829.43 3,098,693.27 2,766,690.42
Jumlah PVGC 229,570,258.62
Analisis
Net Benefit (A-B) 48,693,360.00 48,693,360.00 44,443,360.00 41,293,360.00 48,693,360.00 48,693,360.00
PV Net Benefit 8,896,094.82 7,942,941.80 6,472,923.88 5,369,771.61 5,653,629.09 5,047,883.11
Jumlah PVNB (+} 315,128,126.73
Jumlah PVNB (-} 6,024,892.86
Lampiran 17 lanjutan
O. Analisis Cash Flow, NPV, dan Net B/C komoditas bandeng dan mujaer
Jenis Tahun Ke- (Rp)
(t1) (t2) (t3) (t4) (t5) (t6) (t7)
(DF=12%) 0.8929 0.7972 0.7118 0.6355 0.5674 0.5066 0.4523
Inflow (Benefit)
Penerimaan Budidaya 17,029,536.95 34,059,073.90 34,059,073.90 34,059,073.90 34,059,073.90 34,059,073.90 34,059,073.90
Penerimaan Hasil Samping 15,200,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00
Nilai Sisa
Gross Benefit (A) 32,229,536.95 64,459,073.90 64,459,073.90 64,459,073.90 64,459,073.90 64,459,073.90 64,459,073.90
PVGB 28,776,372.28 51,386,379.07 45,880,695.59 40,964,906.78 36,575,809.63 32,656,972.88 29,158,011.50
Jumlah PVGB
Outflow (Cost)
Investasi Awal 29,476,000.00
Penambahan Investasi 588,000.00 300,000.00 300,000.00 4,550,000.00 7,700,000.00 300,000.00
Biaya Perawatan 10,513,666.67 21,027,333.33 21,027,333.33 21,027,333.33 21,027,333.33 21,027,333.33 21,027,333.33
Biaya Operasional 8,670,625.00 17,341,250.00 17,341,250.00 17,341,250.00 17,341,250.00 17,341,250.00 17,341,250.00
Bunga Investasi (12%/thn) 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00
Gross Cost (B) 52,197,411.67 42,493,703.33 42,205,703.33 42,205,703.33 46,455,703.33 49,605,703.33 42,205,703.33
PVGC 46,604,831.85 33,875,720.13 30,041,185.98 26,822,487.48 26,360,213.67 25,131,793.10 19,091,716.79
Jumlah PVGC
Analisis
Net Benefit (A-B) (19,967,874.72) 21,965,370.57 22,253,370.57 22,253,370.57 18,003,370.57 14,853,370.57 22,253,370.57
PV Net Benefit (17,828,459.57) 17,510,658.93 15,839,509.62 14,142,419.30 10,215,595.95 7,525,179.78 10,066,294.71
Jumlah PVNB (+}
Jumlah PVNB (-}
NPV 114,147,877.30
Net B/C 7.40
Lampiran 17 lanjutan
P. Analisis Cash Flow, NPV, dan Net B/C komoditas bandeng dan mujaer (lanjutan)
Jenis Tahun Ke- (Rp)
(t8) (t9) (t10) (t11) (t12) (t13) (t14)
(DF=12%) 0.4039 0.3606 0.3220 0.2875 0.2567 0.2292 0.2046
Inflow (Benefit)
Penerimaan Budidaya 34,059,073.90 34,059,073.90 34,059,073.90 34,059,073.90 34,059,073.90 34,059,073.90 34,059,073.90
Penerimaan Hasil Samping 30,400,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00
Nilai Sisa
Gross Benefit (A) 64,459,073.90 64,459,073.90 64,459,073.90 64,459,073.90 64,459,073.90 64,459,073.90 64,459,073.90
PVGB 26,033,938.84 23,244,588.25 20,754,096.65 18,530,443.44 16,545,038.78 14,772,356.06 13,189,603.62
Jumlah PVGB
Outflow (Cost)
Investasi Awal
Penambahan Investasi 300,000.00 4,550,000.00 7,700,000.00 300,000.00 300,000.00 4,550,000.00 7,700,000.00
Biaya Perawatan 21,027,333.33 21,027,333.33 21,027,333.33 21,027,333.33 21,027,333.33 21,027,333.33 21,027,333.33
Biaya Operasional 17,341,250.00 17,341,250.00 17,341,250.00 17,341,250.00 17,341,250.00 17,341,250.00 17,341,250.00
Bunga Investasi (12%/thn) 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00
Gross Cost (B) 42,205,703.33 46,455,703.33 49,605,703.33 42,205,703.33 42,205,703.33 46,455,703.33 49,605,703.33
PVGC 17,046,175.70 16,752,392.34 15,971,708.86 12,133,131.17 10,833,152.83 10,646,448.19 10,150,309.72
Jumlah PVGC
Analisis
Net Benefit (A-B) 22,253,370.57 18,003,370.57 14,853,370.57 22,253,370.57 22,253,370.57 18,003,370.57 14,853,370.57
PV Net Benefit 8,987,763.14 6,492,195.91 4,782,387.80 6,397,312.27 5,711,885.96 4,125,907.87 3,039,293.90
Jumlah PVNB (+}
Jumlah PVNB (-}
Lampiran 17 lanjutan
Q. Analisis Cash Flow, NPV, dan Net B/C komoditas bandeng dan mujaer (lanjutan)
Jenis Tahun Ke- (Rp)
(t15) (t16) (t17) (t18) (t19) (t20)
(DF=12%) 0.1827 0.1631 0.1456 0.1300 0.1161 0.1037
Inflow (Benefit)
Penerimaan Budidaya 34,059,073.90 34,059,073.90 34,059,073.90 34,059,073.90 34,059,073.90 34,059,073.90
Penerimaan Hasil Samping 30,400,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00 30,400,000.00
Nilai Sisa -
Gross Benefit (A) 64,459,073.90 64,459,073.90 64,459,073.90 64,459,073.90 64,459,073.90 64,459,073.90
PVGB 11,776,431.81 10,514,671.26 9,388,099.34 8,382,231.55 7,484,135.31 6,682,263.67
Jumlah PVGB 452,697,046.30
Outflow (Cost)
Investasi Awal
Penambahan Investasi 300,000.00 300,000.00 4,550,000.00 7,700,000.00 300,000.00 300,000.00
Biaya Perawatan 21,027,333.33 21,027,333.33 21,027,333.33 21,027,333.33 21,027,333.33 21,027,333.33
Biaya Operasional 17,341,250.00 17,341,250.00 17,341,250.00 17,341,250.00 17,341,250.00 17,341,250.00
Bunga Investasi (12%/thn) 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00 3,537,120.00
Gross Cost (B) 42,205,703.33 42,205,703.33 46,455,703.33 49,605,703.33 42,205,703.33 42,205,703.33
PVGC 7,710,824.20 6,884,664.47 6,766,010.29 6,450,705.33 4,900,368.18 4,375,328.73
Jumlah PVGC 338,549,168.99
Analisis
Net Benefit (A-B) 22,253,370.57 22,253,370.57 18,003,370.57 14,853,370.57 22,253,370.57 22,253,370.57
PV Net Benefit 4,065,607.60 3,630,006.79 2,622,089.04 1,931,526.22 2,583,767.13 2,306,934.94
Jumlah PVNB (+} 131,976,336.87
Jumlah PVNB (-} 17,828,459.57
Lampiran 17 lanjutan