Вы находитесь на странице: 1из 18

JURNAL

REPRESENTASI KETIDAKADILAN DALAM FILM SAMIN VS SEMEN


(Studi Tentang Semiotika Representasi Ketidakadilan Hukum, Hak Asasi,
dan Lingkungan Dalam Film Samin vs Semen)

Oleh:
AHMAD RAMZI FARHANI
D1215003

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
REPRESENTASI KETIDAKADILAN DALAM FILM SAMIN VS SEMEN
(Studi Tentang Semiotika Representasi Ketidakadilan Hukum, Hak Asasi,
dan Lingkungan Dalam Film Samin vs Semen)

Ahmad Ramzi Farhani


Mahfud Anshori

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik


Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract
Ahmad Ramzi Farhani, D1215003. Representation of Injustice in Film
Samin vs Semen (Study on Semiotics Representation of Law Injustice, Human
Rights and Environment in Film Samin vs Semen), Thesis, Communication Studies
Program, Faculty of Social and Political Sciences, Sebelas Maret University
Surakarta.
Java Island is the center of development and the most populous island in
Indonesia. Many people from different regions come looking for luck. A variety of
jobs and factories exist in each city. Now, Java Island is also a popular mining
area for cement companies. Construction of a cement factory that is increasingly
widespread no longer pay attention to the environment. Rejection also comes
along with the construction of the factory. Conflict grows because of the
alignments that cause injustice.
This study wanted to analyze the representation of legal injustice, human
rights, and the environment. The semiotic method used for this research is
Charles Peirce's. Each element of the icons, indexes, and symbols present in the
semiotic method is analyzed through scenes in the film. The analysis used in this
study discusses the injustices that are divided into law, human rights, and the
environment.
The results of this study can be known film Samin vs Semen represents
injustice law, human rights, and environment. Injustice occurs with coercive
treatment, intimidation, threats, human rights, police, Indonesian military (TNI),
and government must be done as the organizer and the state apparatus. While
environmental injustice is under construction the factory should not be done
because it is against the natural conditions in the region.
Keywords: Representation, Semiotics Charles Barthes, Injustice

1
Pendahuluan
Pembangunan berarti melakukan perubahan yang positif, tapi realitanya
tidaklah demikian. Pembangunan yang dilakukan untuk kemajuan suatu wilayah
juga memiliki dampak negatif baik bagi masyarakat maupun lingkungannya.
Seringkali masyarakat menjadi korban dalam pembangunan yang dilakukan
pemerintah ataupun pihak swasta.
Pusat pembangunan di nusantara adalah Pulau Jawa. Orang-orang
berlomba-lomba datang ke Pulau Jawa untuk mencari nafkah, untuk mengubah
kondisi perekonomian, dan berbagai macam alasan yang dimiliki tiap orangnya.
Perpindahan masyarakat ini menjadikan Pulau Jawa menjadi pulau terpadat di
nusantara. Berbagai macam lapangan pekerjaan, usaha, pertambangan, dan
lainnya juga marak.
Saat ini Pulau Jawa merupakan tambang popular bagi perusahaan-
perusahaan semen. Pembangunan pabrik semen di Pulau Jawa kian marak.
Pemerintah harus membagi pembangunan secara merata, tidak memaksakan
kehendak melakukan pembangunan tanpa batas di suatu pulau saja. Jika
pembangunan hanya berpusat pada satu pulau, maka dapat terjadi ketimpangan
antar pulau, konflik, dan kerusakan.
Konflik yang terjadi antara pabrik semen dengan masyarakat di sekitar
Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah, terus berlanjut hingga kini. Masyarakat yang
ingin menjaga tempat tinggal serta lingkungan mereka, melakukan protes sampai
menempuh ke jalur hukum. Kemenangan masyarakat Kendeng di Mahkamah
Agung sepertinya tidak diacuhkan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Sang Gubernur justru memilih untuk menerbitkan surat izin baru untuk PT Semen
Indonesia. Masyarakat yang ingin mempertahankan tempat tinggal mereka dari
kerusakan bukan hanya menempuh jalur hukum. Ketika hukum tak lagi di dengar
oleh penguasa, mereka turun ke jalan menyuarakan pendapatnya. Masyarakat
Kendeng berteriak kepada pemerintah tentang keadilan yang terabaikan.
Pemerintah, khususnya Provinsi Jawa Tengah, perlu melakukan reformasi dalam
menangani pembangunan pabrik semen. Pemerintah mungkin lupa bahwa sikap-
sikap kemanusiaan dan lingkungan perlu diperhatikan dalam membuat kebijakan.

2
Dalam upaya memperlihatkan bentuk ketidakadilan yang dilakukan
pemerintah, salah satu cara disampaikan dengan media massa. Media massa
mempunyai peranan yang sangat penting untuk menyampaikan pesan informasi
kepada masyarakat tentang ketidakadilan pemerintah dalam melakukan
pembangunan. Film merupakan salah satu media massa yang efektif untuk
menyampaikan sebuah pesan dan mempengaruhi khalayak.
Dari hal-hal yang telah dikemukakan, peneliti tetarik untuk meneliti lebih
jauh dan dalam wacana yang terkandung di dalam Film Samin vs Semen sekaligus
memberikan suatu kesadaran pentingnya keadilan yang berprikemanusiaan dalam
melakukan pembangunan. Permasalahannya adalah “Representasi Ketidakadilan
dalam Film Samin vs Semen”.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka penelitian ini
dimaksudkan: Bagaimana representasi yang terkandung dalam simbol-simbol
ketidakadilan yang terdapat dalam film Samin vs Semen?

Kerangka Teori
1. Komunikasi
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya akan saling bergantung
dengan orang lain. Ketergantungan secara langsung maupun tidak langsung
menyebabkan terjadinya komunikasi. Menurut istilah komunikasi atau dalam
bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communication dan
bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya
adalah memiliki makna yang sama (Effendy. 1986: 11).
Komunikasi sudah menjadi sifat alamiah manusia. Manusia dalam
kesehariannya pasti melakukan komunikasi baik itu secara lisan maupun
simbol. Menurut Thomas M. Scheidel yang dikutip oleh Deddy Mulyana
(2005: 4) mengemukakan, orang berkomunikasi terutama untuk menyatakan
dan mendukung identitas diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang
di sekitarnya, dan untuk memengaruhi orang lain untuk merasa, berpikir, atau
berperilaku sebagaimana yang diinginkan. Namun tujuan utama komunikasi

3
sejatinya adalah mengendalikan lingkungan fisik dan psikologi. Adapun
pengertian komunikasi yang lainnya, yaitu menurut Stephen Littlejohn yang
dikutip oleh Morissan (2013: 8), komunikasi sulit untuk didefinisikan. Kata
“komunikasi” bersifat abstrak, seperti kebanyakan istilah, memiliki banyak
arti.

1.1. Komunikasi Massa


Kini media massa semakin berkembang secara pesat dengan
adanya teknologi internet. Media massa mempunyai peranan yang sangat
penting untuk menyampaikan pesan informasi kepada masyarakat dan
film merupakan salah satu media massa yang efektif untuk
menyampaikan sebuah pesan dan mempengaruhi khalayak. Menurut
Everett M. Rogers yang dikutip oleh Sumadiria (2014: 236-237), terdapat
empat era hubungan komunikasi di masyarakat.Pertama era tulis, era
media cetak, era media telekomunikasi, dan era media komunikasi
interaktif. Lahirnya media interaktif saat ini adalah bergabungknya
teknologi informasi berupa radio, telepon, video, komputer, dan televisi
menjadi sebuah media baru bernama internet.

2. Representasi
Representasi merupakan salah satu praktek utama yang memproduksi
kebudayaan dan sebuah posisi kunci dalam sesuatu yang disebut circuit of
culturel (Hall, 1997:1). Lingkaran kebudayaan terdiri dari lima elemen yaitu
identitas, produksi, konsumsi, regulasi, dan representasi, yang masing-masing
mempunyai hubungan timbal balik satu sama lain. Secara sederhana,
kebudayaan adalah tentang, shared meanings, ia merupakan sebuah proses,
kesatuan praktek-praktek yang berkenaan dengan produksi dan pertukaran
makna di antara anggota masyarakat atau kelompok. Dan, bahasa adalah
sebuah media dimana kita dapat menangkap dan memahami hal-hal dimana
di dalamnya makna diproduksi dan dipertukarkan. Bahasa mampu melakukan
hal tersebut karena ia beroperasi sebagai sebuah sistem representasi, demikian
juga halnya film bekerja.

4
Menurut Tim O‘Sullivan, dalam Noviani (2006) istilah representasi
memiliki dua pengertian. Pertama, representasi sebagai sebuah proses sosial
dari representing. Kedua, representasi sebagai ―produk‖ dari proses sosial
representing. Istilah yang pertama merujuk pada prosses sedangkan yang
kedua merupakan produk dari pembuatan tanda yang mengacu pada suatu
makna (Noviani, 2002:61).

3. Film Sebagai Komunikasi Massa


Media kominikasi kini sangat beragam dan selalu berkembang
mengikuti zamannya. Film adalah salah satu media komunikasi yang turut
hadir dalam bermasyarakat. Film menjadi media massa yang mempunyai
pengaruh kuat untuk khalayak karena sebuah film mampu menjangkau segala
kelas dalam lapisan masyarakat. Suatu film pada dasarnya dibuat untuk
ditonton secara massal (Van Gastel, 1960: 21). Film bukan hanya menyajikan
sebuah cerita, tetapi bisa juga menyajikan suatu peristiwa, drama, dan sajian
lainnya. Film juga dapat dijadikan sebagai hiburan bahkan sebagai alat
propaganda. Dalam penggunaan lain, film juga menjadi alat bagi seniman
film untuk mengutarakan gagasan, ide, lewat suatu keindahan (Marselli
Sumarno, 1996: 27).
Film merupakan sebuah cermin atau jendela masyarakat di mana media
massa itu berada. Nilai, norma, dan gaya hidup yang berlaku pada masyarkat
akan disajikan dalam film yang diproduksi. Film juga berkuasa meneretapkan
nilai-nilai budaya yang penting dan perlu diyakini oleh masyarakat, bahkan
nilai-nilai yang merusak sekalipun (Deddy Mulyana, 2008: 89). Dalam
pembuatan film cerita diperlukan proses pemikiran dan proses teknis. Proses
pemikiran berupa pencarian ide, gagasan atau cerita yang akan dikerjakan.
Sedangkan proses teknis berupa ketrampilan artistik untuk mewujudkan
segala ide, gagasan atau cerita menjadi film yang siap ditonton. Oleh karena
itu suatu film terutama film cerita dapat dikatakan sebagai wahana
penyebaran nilai-nilai (Effendy, 2006 : 16).

5
4. Keadilan
Keadilan merupakan hakikat yang tertuang dalam Pancasila. Setiap
masyarakat memiliki hak keadilan tanpa melihat statusnya dimata negara atau
hukum. Keadilan juga menjadi syarat mutlak dalam hubungan antar manusia,
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Berbicara
keadilan maka rakyat kecillah yang paling menginginkan terlaksananya
keadilan, karena fokus utama dari keadilan sosial adalah perhatian pada nasib
masyarakat kecil atau masyarakat yang terbelakang.

4.1. Hukum
Hukum adalah norma atau aturan yang dibuat agar manusia sebagai
makhluk hidup memilik tingkah laku yang tidak melanggar ketertiban
umum, menghormati hak orang lain, mencegah dari pertikaian, dan
sebagainya. Menurut Prof. Mr. J. Eggens dalam pidato perpisahannya
pada 16 Desember 1961 sebagai Guru Besar Universitas Amsterdam
dalam buku Gunawan Setiardja (1993: 149), yaitu:
“Arti hukum itu melebihi totalitas dari bagian-bagiannya,
sistemnya itu melebihi suatu penyusunan, yang merangkum
bagian-bagiannya terinci. Kalau demikian maka justru
perumusanperumusan itu tidak dianggap sebagai bagian-bagian
yang terpisah, yang masing-masing meluluh menambahkan pada
apa yang telah dirumuskan, yang kedudukannya sejajar
berdampingan. Kalau demikian maka perumusan-perumusan
(batasan-batasan) dianggap sebagai kekhususan-kekhususan dari
yang umum (hukum)”.

Jika suatu negara berpegangan dalam nilai keadilan, maka apa yang
dinilai adil belum tentu sesuai dengan kepastian hukum. Selain itu, nilai
kegunaan pun akan berbeda. Apabila negara memilih condong pada nilai
kegunaan, maka itupun dapat menggeser nilai keadilan dan juga nilai
hukum. Begitupun jika negara hanya berpegang pada nilai hukum saja,
tidak akan selaras. Maka dari itu, ketiga nilai-nilai dasar ini harus
dijalankan secara imbang agar dapat berjalan dengan sebagaimana
fungsinya.

6
4.2. Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia merupakan hak yang dimiliki setiap individu.
Wacana hak asasi di Indonesia bukanlah sesuatu yang baru karena sejak
sebelum kemerdekaan para pejuang dengan gigih memperjuangkan
martabat kemanusiaan agar tidak lagi terjadi penindasan oleh penjajah.
Pelanggaran hak asasi manusia merupakan ancaman besar untuk
suatu negara. Para ahli memiliki semacam kesepakatan dalam
mendefinisikan pelanggaran hak asasi manusia itu sebagai suatu
pelanggaran terhadap kewajiban negara yang lahir dari instrumen-
instrumen internasional hak asasi manusia (Smith dkk, 2010: 69). Negara
wajib turun tangan dalam melakukan pencegahan agar tidak terjadi
pelanggaran hak asasi manusia karena itu merupakan tugas negara.
Apabila ada pelanggaran hak asasi yang dikategorikan berat, maka
negara wajib untuk berupaya menyelesaikannya (Smith dkk, 2010: 71).
Hal ini penting untuk pemulihan korban dan juga tidak terjadi hal yang
serupa di masa yang akan datang.

4.3. Lingkungan
Lingkungan hidup terbagi menjadi tiga, yaitu lingkungan alam,
lingkungan sosial, dan lingkungan buatan (Arif Zulkifli, 2014: 12).
Lingkungan alam adalah segala sesuatu yang ada di alam diciptakan oleh
Allah Swt dan bersifat alami. Sedangkan lingkungan adalah lingkungan
yang dibuat secara sengaja atau tidak sengaja karena kebutuhan mereka
untuk menunjang kehidupan. Contohnya adalah perkebunan, sawah,
tambak, industri tekstil, dan sebagainya. Lingkungan sosial adalah tempat
terjadinya interaksi sesame manusia itu sendiri. Jadi ketiganya saling
berkaitan dan perlu dijaga dengan baik.
Manusia sebagai makhluk hidup yang mampu berpikir seharusnya
menjaga lingkungannya. Manusia perlu menjaga ekosistem karena setiap
kegiatan atau aktivitas yang bertujuan memenuhi kebutuhannya akan
mempengaruhi lingkungannya, meskipun ada juga

7
permasalahanpermasalahan lingkungan yang tidak disebabkan oleh
manusia.
Pencemaran lingkungan tidak hanya berpengaruh dan berakibat
pada lingkungan alam saja, tetapi juga turut mempengaruhi
keberlangsungan hidup makhluk hidup lainnya, tanaman, hewan, dan
manusia itu sendiri. Jika lingkungan sudah tercemar melalui tanaman,
maka makhluk hidup yang memakan tanaman seperti sapi, kambing, atau
domba akan terpengaruh pada kondisi tubuhnya. Kalau manusia
memakan daging dari hewan tersebut, maka akan membahayakan untuk
kesehatannya.

5. Semiotika
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari sebuah makna atau suatu
tanda. Danesi mengatakan bahwa tugas pokok semiotika adalah
mengidentifikasi, mendokumentasi, dan mengklarifikasi jenis-jenis utama
tanda dan cara penggunaannya dalam aktivitas yang bersifat representatif
(2010: 20). Semiotik digunakan untuk melacak makna-makna yang diangkat
dengan teks berupa lambing (sign). Artinya pokok penting dalam analisis
semiotik adalah pemaknaan terhadap lambing-lambang (Pawito, 2007: 156).

5.1. Charles Peirce


Istilah Semiotik yang dikemukakan pada akhir abad ke-19 oleh
filosof aliran pragmatik Amerika yaitu Charles Sanders Pierce (Budiman,
1999: 107). Charles Sanders Peirce ialah seorang ahli matematika dari
AS yang sangat tertarik pada persoalan lambang-lambang. Filsuf
Amerika ini terkenal dengan pemikiran pragmatisnya yang menyatakan
bahwa tidak ada objek. Kebermaknaannya hanya ada apabila objek atau
konsep tersebut diterapkan dalam praktik.
Pierce mengemukakan sebuah tanda adalah representamen, makna,
dan tanda sesungguhnya adalah apa yang diacunya (Kurniawan, 2001:
21). Dalam relasi triadic ini terdapat tiga konsep penting dalam

8
pemikiran Peirce, yaitu ikon (objek), indeks (interpretasi), dan simbol
(tanda).
Tabel 1 Bagan Trikotomi Pierce (hubungan tanda dengan
objeknya)
Tanda Ikon Indeks Simbol
Hubungan Tanda dirancang Tanda dirancang Tanda dirancang
tanda untuk untuk untuk
dengan mempresentasikan mengindikasikan menyandikan
sumber sumber acuan sumber acuan atau sumber acuan
acuannya melalui simulasi saling melalui
atau persamaan menghubungkan kesepakatan
(artinya sumber sumber acuan atau persetujuan
dapat dilihat,
didengar, dsb)
Ditandai Persamaan Hubungan sebab- Konversi
dengan (Kesamaan) akibat
Contoh Gambar, patung, Asap/api, Kata-kata
Tokoh besar, dsb. gejala/penyakit, isyarat simbol
bercak matematika,
merah/campak, jari simbol sosial
yang menunjuk
kata keterangan di
sana, kau, dia, dsb.
Proses Dapat dilihat Dapat diperkirakan Harus dipelajari
Sumber: Alex Sobur (2009: 34)

Metodologi
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
dan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode kualitatif merujuk pada prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskripsi, temuan-temuannya tidak diperoleh
melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Penelitian deskripsi
menggambarkan dengan jelas dan rinci, sebuah masalah yang akan diteliti
kedalam sebuah kata-kata.. Dengan analisis data sedekat mungkin dengan bentuk
aslinya seperti waktu dicatat.
Alasan peneliti menggunakan penelitian kualitatif, karena metode ini dapat
mengkaji masalah mengenai pengungkapan makna film yang berisikan lambang
atau simbol, ikon, dan indeks. Sehingga untuk menjelaskan analisis data tersebut

9
diperlukan penjelasan secara mendalam yang dapat diungkapkan menggunakan
pendekatan kualitatif.
Peneliti dalam penelitian ini akan menggunakan metode analisis semiotika.
Semiotika sendiri bermaksud untuk mengidentifikasi dan memaknai lambang
(sign). Model semiotika yang digunakan adalah model Charles Peirce. Semiotika
sebagai ilmu pengetahuan memahami dunia sebagai suatu sistem hubungan yang
berdasarkan tanda. Oleh karena itu, teori ini cocok untuk membantu menemukan
makna dari simbol/tanda yang ada pada film Samin vs Semen.

Sajian dan Analisis Data


Dalam menganalisis data, penulis menunjukkan beberapa scene yang
menunjukkan representasi ketidakadilan dalam film Samin vs Semen. Dalam
analisisnya, penulis menggunakan metode semiotika Charles Peirce. Penulis juga
mengikutsertakan unsur-unsur film berupa komunikasi verbal maupun non verbal.
Scene terpilih selanjutnya dianalisis melalui semiotika Charles Peirce, yakni ikon,
indeks, dan simbol.

A. Hukum
1. Korpus Pertama

Gambar 1. Massa melakukan aksi di jalan akses menuju pabrik

Dalam korpus pertama terdapat sebuah scene menampilkan


rombongan ibu-ibu duduk memenuh jalan masuk menuju pabrik, namun
oleh polisi diangkat dan dilempar ke luar jalan. Perlakuan tersebut
10
merupakan tindakan koersif yang tidak seharusnya dilakukan. Pada adegan
ini juga terlihat polisi yang membagikan pentungan ke anggota lain, serta
polisi yang mempertanyakan kegiatan ibu-ibu serta mengancam akan
menangkap dan memenjarakan dengan atas nama undang-undang.
Selain itu, tindakan koersif polisi terhadap seorang jurnalis yang
meliput. Dalam gambar juga menunjukkan jurnalis tersebut dikepung
beberapa orang polisi dan salah seorang diantaranya berusaha merebut alat
perekam dan sambil menunjuk wajah jurnalis dengan agresif. Padahal
sejak reformasi, kegiatan jurnalistik mulai dibebaskan dan diatur dalam
undang-undang pers. Menurut Undang-Undang Pers Nomer 40 Tahun
1999 Tentang Pers.

2. Korpus Kedua

Gambar 2. Joko Prianto


Tanda dalam korpus 2, berdasarkan pernyataan verbal yang
diungkapkan oleh Joko Priyanto dapat diketahui bahwa warga yang
melakukan penolakan terhadap pabrik semen mendapatkan intimidasi serta
ancaman-ancaman lainnya. Dari scene ini dapat diberi suatu makna bahwa
warga yang melakukan penolakan terhadap pabrik semen mendapatkan
ketidakadilan dalam menyuarakan pendapatnya. Mereka diperlakukan
secara tidak adil dengan ancaman kekerasan, baik fisik maupun mental.
Dalam hukum yang berlaku di Indonesia tentu saja hal ini melanggar
Ketentuan Umum Hukum Pidana pasal 335 ayat 1 dan orang-orang yang
mencederai hukum ini patut untuk diperiksa.
11
3. Korpus Ketiga

Gambar 3. Gunretno berinteraksi dengan dua petani

Pada korpus ketiga yang ditunjukkan dengan scene ke-51


menampilkan Gunretno yang mewawancarai dua petani Tuban. Dari scene
51 yang ditampilkan tersebut dapat diberi suatu makna bahwa dalam
praktek pembelian suatu lahan sangat rentan pemaksaan. Pernyataan yang
dikemukakan oleh kedua petani asal Tuban bisa menggambarkannya.
Padahal hukum juga telah melarang praktek pemaksaan bagaimanapun
bentuknya. Selain itu, secara tidak langsung bisa dikatakan masih banyak
orang yang memanfaatkan jabatan/pekerjaannya sebagai ancaman. Seperti
aparat negara yang memaksa warganya. Kejadian di Tuban yang sudah
berlalu akan dijadikan pelajaran oleh Gunretno, Orang Samin, dan warga
Rembang.

12
B. Hak Asasi Manusia
1. Korpus Keempat

Gambar 4. Joko Prianto


Korpus keempat pada scene ke-31 ini, diberi suatu makna bahwa
seseorang mempertahankan hak hidupnya dengan cara bernegosiasi
dengan pihak lain yang memiliki perbedaan pandangan dengannya. Seperti
Joko Prianto yang menanyakan ke pihak pemerintah, kesejahteraan yang
bagaimana yang pabrik semen berikan nantinya, padahal warga saat ini
sudah merasa sejahtera dengan pertanian.
Adapun pelanggaran hak pada Undang-Undang Dasar 1945 tentang
perlindungan hak asasi manusia pada pasal 28A yaitu setiap orang berhak
untuk hidup serta berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pada pasal 28D ayar 1 juga disebutkan bahwa setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum. Pasal 28 I ayat 4 juga mengatur
bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi
manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

13
2. Korpus Kelima

Gambar 17. Gunretno berdiskusi dengan warga


Pada korpus kelima, scene 49 yang ditampilkan tersebut dapat diberi
suatu makna bahwa warga mencoba untuk mendapatkan haknya dalam
menentukan nasibnya sendiri. Pernyataan Gunretno yang mewakili warga
kontra pabrik semen merupakan salah satu bentuk penggambaran yang
diberikan oleh pembuat film. Menurut Rhona Smith dkk (2010; 94), hak
untuk menentukan nasib sendiri merupakan hak yang istimewa karena
muncul di kedua Konvenan Kembar. Berakar dari dekolonisasi, pada
awalnya penentuan nasib sendiri dilihat sebagai mekanisme untuk negara
agar dapat mendapatkan kemerdekannya dari kekuatan-kekuatan kolonial.

3. Korpus Keenam

Gambar 20. KTP Gunarti

14
Pada korpus keenam ini, dalam film ini bercerita Gunarti yang
menunjukkan kolom agama yang kosong. Gunarti harus melewati proses
debat di kecamatan agar kolom agama di KTP kosong, karena sebenarnya
kolom agama orang Samin sudah boleh kosong, kalau dulu tulisan kolom
agama Islam. terjadi pelanggaran hak untuk beragama dan berkeyakinan
yang sesungguhnya diatur dalam Pasal 29 ayat 1 dan 2 Undang-Undang
Dasar 1945 yang berbunyi:
(1) “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.”
(2) “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.”

C. Lingkungan
1. Korpus Ketujuh

Gambar 21. Gunarti di kandang sapi


Pada korpus ketujuh dapat diberi suatu makna bahwa wilayah
pegunungan karst yang memiliki jenis tanah gamping juga memiliki
vegetasi tanaman yang baik, serta memiliki ragam hewan. Warga sudah
merasa cukup dengan apa yang disediakan alam semesta dari Tuhan.
Mereka tidak lagi memerlukan pabrik semen, karena mereka sudah
tercukupi dengan apa yang mereka miliki. Selain itu, apabila dilakukan
penambangan ini akan berdampak pada penampungan air yang ada di
bukit karst.

15
2. Korpus Kedelapan

Gambar 8. Goa pegunungan karst yang menjadi mata air masyarakat.


Pada korpus kedelapan dapat diberi suatu makna bahwa wilayah
pegunungan karst kendeng bukanlah wilayah yang baik untuk dijadikan
lahan tambang karena cadangan air yang ada di dalam pegunungan karst
dapat berkurang seperti yang dikatakan oleh San Afri. Kawasan
pegunungan karst kendeng juga patut dirawat karena keindahannya
alamnya.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa film Samin vs Semen
merepresentasi ketidakadilan hukum, hak asasi, dan lingkungan. Ketidakadilan
terjadi dengan adanya perlakuan koersif, intimidasi, ancaman, pelanggaran hak
asasi pun terjadi dari pihak-pihak kepolisian, TNI, serta pemerintahan bukanlah
sikap yang harus dilakukan sebagai penyelenggara dan aparatur negara.
Sedangkan ketidakadilan lingkungan memperlihatkan bahwa pembangunan pabrik
tidak seharusnya dilakukan karena bertentangan dengan kondisi alam di kawasan
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Budiman, K. (1999). Kosa Semiotika. Yogyakarta: LKIS.
Danesi, M. (2010). Pesan, Tanda, dan Makna Buku Teks Dasar Mengenal
Semiotika dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra .
Effendy, O. U. (1986). Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Effendy, O. U. (2006). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
16
Hall, Stuart. (1997). Representation Cultural Representations And Signifying
Practice. The Open University: Sage Publication. Ltd.
Kurniawan. (2001). Semiologi Roland Barthes. Magelang: Yayasan Indonesiatera.
Morissan. (2013). Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Mulyana, D. (2005). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mulyana, D. (2008). Komunikasi Massa Kontroversi, Teori, dan Aplikasi.
Bandung: Widya Padjajaran.
Noviani, Ratna. (2002). Jalan Tengah Memahami Iklan, Antara Realitas,
Representasi, dan Simulasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: Pelangi Aksara.
Setiardja, G. (1993). Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila.
Yogyakarta: Kanisius.
Smith, R. K. (2008). Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: PUSHAM UII.
Sobur, A. (2009). Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotika, dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sumadiria, H. (2014). Sosiologi Komunikasi Massa. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media.
Sumarno, M. (1996). Dasar-Dasar Apresiasi Film. Jakarta: Gramedia.
Zulkifli, A. (2014). Dasar-Dasar Ilmu Lingkungan. Jakarta: Salemba Teknika
http://jdih.pom.go.id/uud1945.pdf, Dipetik pada 18 Oktober 21.24

17

Вам также может понравиться