Вы находитесь на странице: 1из 12

PERAN URF DALAM FORMALISASI HUKUM PEMINANGAN

DI MALAYSIA DAN PAKISTAN MENURUT TINJAUAN


DALIL AL-QUR’AN DAN SUNNAH

M. Samir Fuadi
Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta
Email: samirfuady@yahoo.com

ABSTRACT
Meet the need for a formal legal rules supplement the provisions of the rules of all
the Muslims, feel the need and compelled to hold the rules in various areas of life,
follow-up existing legacy rules and rules at the time or was captured settlers as
well as thoughts that awakened among mahommedans himself, then there were
the rules of Islam according to the dignity that philosophic transformative needs to
be maintained and developed in Islamic country in the world. The rules and laws
that are widely known as the rule of law on the judiciary, marriage, inheritance,
maintenance, zakat waqaf muamalah maliyah, and more. Of the many rules that
are required and some of which have been formalized rules can be found a very
concerned with marriage life and continuity of life. The Islamic countries in the
world to be appointed as case in the implementation of the renewal of Islamic law
in the field of marriage or also called al-ahwal al-syakhshiyah. The more detailed
laws contained in the nas syara ' as a primary source of legal requirements
referring to the unification of family law, the purposes of the renewal of the law,
gender issues and charge the sect, the rest will wake up in accordance with the
habits and customs of the local people who counted very plural according to the
plurality of people in the place and the time the law was formulated in the country
concerned in addition must also add elements of gender and the distribution
according to the Constitution of its Constitution. In addition to the existence of an
article that meets the scientific validity, in the execution of his entire source
described according to the methodology that supports sources from libraries in
various writings that can be accountable and empirical data examined cases. This
research was conducted in a comparative study between Malaysia and Pakistan.

Kata Kunci: ‘urf, peminangan, Malaysia, Pakistan.

Pendahuluan
Masing-masing negara didunia mempunyai aturan dan hukum yang
berbeda sesuai dengan kecenderungan mazhab yang kondusif, bentuk peradilan
dan kultur masyarakatnya serta isu-isu yang menyertainya seumpama aturan
hukum tentang Peradilan, Perkawinan, Kewarisan, Pengelolaan Waqaf, Zakat
Muamalah maliyah lainnya. Keseluruhan aturan tersebut diatas melingkupi umat
Islam di negra-negara Islam didunia saat ini. Penulis berkenan memilih, meneliti
dan membandingkan dua buah negara Islam yang terdekat dengan Indonesia,
penelitian dalam fariable pelaksanaan Hukum keluarga terutama tentang

Al-Mu‘ashirah Vol. 10, No. 1, Januari 2013 77


efektifitas urf dan perannya, perbandingan hukum keluarga Islam dimaksud
terutama dalam kasus iliminasi pembaharuan hukum keluarga Islam di Malaysia
dan Pakistan.
Pemilihan dan pengambilan fariable tersebut setelah melalui pratinjau
perbandingan beberapa negara Islam didunia dalam memperlakukan pembaharuan
hukum keluarga dengan urgensi peran urf dalam hukum peminangan dalam legal
formal hukum keluarga Islam di Malaysia dan Pakistan. Urgensi pemilihan tema
dan judul tersebut lainnya, bahwa masalah urf adalah merupakan wacana umum
hukum Islam di mana, kapan dan dalam situasi bagaimanapun, disamping juga
bahwa urf berfungsi sebagai salah satu sumber dan dalil utama Syari’ah serta
sangatlah berpadanan dengan konsekuensi dari Hukum Keluarga di negara-negara
Islam khusus Malaysia dan Pakistan.
Pembaharuan tersebut senada dengan timbulnya semangat revival di dunia
Islam yang menggebu-gebu saat ini seiring kebutuhan segala aturan yang
mengatur dan melindungi warganya dalam wacana hukum yang sesuai dengan
semangat Islam itu sendiri setelah bebas dari kungkungan penjajahan. Dimana
sebelumnya dipengaruhi oleh berbagai macam hukum dalam upaya membangun
legal formal yang khas pada setiap wilayah negara Islam di dunia. Lebih dari itu,
bahwa di setiap negeri muslim sendiri terbangun berbagai aspirasi pemikiran
Islam dan ijtihad kontemporer serta perubahan yang menghampiri perubahan itu
sendiri dan hal-hal lain yang biasa ditemui pada setiap negara Islam dalam
membangun hukumnya, yang lebih menjurus kepada hukum kolonial yang
terbangun pada masa dan politik penjajah.

Hukum Islam yang ditransformasikan.


Hukum Islam oleh Hasbi Ash-Shiddieqie juga disebut dengan Fiqh atau
Syari’at di Indonesia adalah seluruh aturan hasil ijtihad para mujtahid dari sumber
al-Qur’an ataupun Hadits yang menyangkut dengan perbuatan mukallaf, pada
suatu tempat, waktu dan keadaan tertentu, yang demikian itu sangat relefan
dengan apa yang dikemukakan oleh Mahmud Syaltut dalam Islam Aqidah wa al-
Syari’ah, kecuali khithab Allah yang menyangkut dengan perbuatan mukallaf baik
yang berbentuk tuntutan atau pilihan atau ketetapan.
Aturan-aturan tersebut dalam aplikasi berarti aturan-aturan furu’ atau
cabang yang kebanyakan melalui proses alih muatan dari ayat al-Qur’an ataupun
Hadits sebagai sumber dan dalil menjadi aturan-aturan. Dalam penjabarannya
dalil-dalil tersebut ada yang telah disosialisasikan berupa penyaringan terhadap
bentuk tingkah laku dalam atau sebagai menyangga mekanisme kehidupan
masyarakat oleh para ulama tradisional atau belum diadakan penyaringan berupa
dan dikenal sebagai urf.

1.Urf.
Hasbi Ash-shiddieqie didalam bukunya falsafah hukum Islam memberi
batasan Urf, dinamakan juga ‘adah adalah kebiasaan-kebiasaan yang telah
menjadi dan praktek kehidupan masyarakat, yang dianggap baik menurut
pendapat umum (ma’ruf) atau lawan tidak baik.
Urf dapat disandarkan sebagai sumber istinbath ketika tidak ada terdapat
dalam bahasan 2 sumber utama yaitu al-Qur’an dan al-Hadist dan tidak
bertentangan dengan keduanya. Urf dengan ini dapat dibagi kepada dua :

78 Samir Fuadi: Peran Urf dalam formalisasi hukum peminangan di Malaysia...


1. Urf fasid ;
2. Urf sahih , dibagi kepada dua pula :
a. Urf ‘am ;
b. Urf khas.
Urf ‘am adalah urf yang berlaku umum pada setiap negeri, urf ‘am oleh
sebahagian ulama terutama ulama Hanafi berpegang kepadanya ketika
bertentangan dengan Qiyas yang dinamakan istihsan urfi, seperti jual beli yang
diberi syarat. Seperti juga para ulama menetapkan sebagai ijma’, yang bertujuan
untuk menolak kepicikan dan kemudharatan.
Psesentasi itu pula memunculkan pendapat, bahwa ulama membenarkan
pendapat ulama muta’akhirin yang bertentangan pendapat ulama mutaqaddimin
yang bersangkut paut dengan hasil qias dimana sangat berperan fungsi uruf dan
adapun uruf terus berubah sesuai dengan pertumbuhan dan perubahan
masyarakat1.
2.Peminangan
Peminangan atau khitbah adalah anjuran bahkan disunnahkan2 ,dilakukan
dalam tahapan pra nikah dimaksudkan agar calon suami dapat mengenal lebih
dekat dengan wanita calon isteri yang ingin dinikahinya, sehingga dengan
peminangan para calon suami dapat mengetahui dengan jelas kehalusan,
kepintaran, sikap dan cacat phisik dan mental yang ada pada perempuan calon
isteri dan calon ibu untuk anak-anaknya, dengan mendudukkan kemuliaan
manusia diatasnya. Q.S.al-Isra’(17):70
‫وﻟﻘﺪ ﻛﺮﻣﻨﺎ ﺑﻨﻲ آدم وﺣﻤﻠﻨﺎھﻢ ﻓﻲ اﻟﺒﺮ واﻟﺒﺤﺮ ورزﻗﻨﺎھﻢ ﻣﻦ اﻟﻄﯿﺒﺎت وﻓﻀﻠﻨﺎھﻢ ﻋﻠﻰ ﻛﺜﯿﺮ ﻣﻤﻦ ﺧﻠﻘﻨﺎ ﺗﻔﻀﯿﻼ‬
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka
di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk
yang telah Kami ciptakan.
Dilandasi oleh beberapa ketetapan dan aturan syara’ tentang masalah
peminangan, dalam hukum Islam peminangan merupakan anjuran syara’ sehingga
kebolehan tersebut oleh seorang laki-laki bisa lebih terdorong untuk memilih
perempuan yang dipinangnya yang akan dibawanya dalam ikatan nikah yang
sakral, baik peminangan tersebut dilakukan oleh calon mempelai laki-laki itu
sendiri atau dapat pula dilakukan oleh seseorang yang mewakilinya.
Sabda Rasulullah Saw. kepada al-Mughirah bin Syukbah yang telah
meminang seorang wanita untuk dinikahi, “Apakah anda telah melihatnya ?”, al-
Mughirah menjawab “ belum “, Lalu Beliau bersabda ;
“ Undhur ilaiha fainnahu achra an yu’dama bainakuma “3
artinya : Lihatlah ia, sesungguhnya penglihatan itu lebih utama untuk
mentertemukan antara anda berdua “
Yang diharamkan adalah meminang atas pinangan orang lain, dalam hal
ini ada beberapa pendapat, Daud Dhahiri apabila terjadi perkawinan maka
dipasah, Syafi’i dan Abu Hanifah tidak dipasah, sedangkan Malik dipasah kalau
belum duchul dan tidak dipasah kalau sudah duchul, Abu Kasim mengatakan
_____________
1
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, terj. Fuad Falahuddin dkk (Jakarta: Firdaus, 2003),
418
2
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahab Said Hawwas, Fiqh Munakahat,
Khitbah, Nikah, dan Thalaq, terj. Abdul Majid Khon (Jakarta, Amzah, 2009), 8
3
Abdul Aziz Muhammad, Fiqh Munakahat, Khitbah...,8

Al-Mu‘ashirah Vol. 10, No. 1, Januari 2013 79


tidak dipasah kalau yang meminang sama-sama laki2 saleh dan dipisahkan kalau
yang dinikahi oleh laki-laki yang tidak saleh sedangkan ada pinangan dari laki-
laki yang saleh. Berdasarkan Hadits Nabi dari Fathimah binti Qais :
‫"ﺣﻴﺚ ﺟﺎءت إﱃ اﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻓﺬﻛﺮت ﻟﻪ أن أﺑﺎ ﺟﻬﻢ ﺑﻦ ﺣﺬﻳﻔﺔ وﻣﻌﺎوﻳﺔ ﺑﻦ أﰊ‬
‫ وأﻣﺎ ﻣﻌﺎوﻳﺔ ﻓﺼﻌﻠﻮك ﻻ ﻣﺎل‬،‫ أﻣﺎ أﺑﻮ ﺟﻬﻢ ﻓﺮﺟﻞ ﻻ ﻳﺮﻓﻊ ﻋﺼﺎﻩ ﻋﻦ اﻟﻨﺴﺎء‬:‫ ﻓﻘﺎل‬،‫ﺳﻔﻴﺎن ﺧﻄﺒﺎﻫﺎ‬
4
"‫ وﻟﻜﻦ اﻧﻜﺤﻲ أﺳﺎﻣﺔ‬،‫ﻟﻪ‬
Ketika Fathimah bertemu dengan Nabi Saw. Fathimah membawa masalahnya
kepada beliau, bahwa Abu Jahmin ibn. Khuzaifah dan Mu’awiyah ibn. Abi
Sufyan, sama-sama meminangnya, maka dia berkata, adapun abu jahmin adalah
orang yang selalu berhubungan dengan wanita, dan adapun Mu’awiyah adalah
orang yang tidak ada harta baginya, dan tetapi dengan itu Fathimah dinikahi
Usamah.
Ketentuan tersebut diatas bertitik tolak dari tujuan perkawinan itu sendiri,
yang tidak lain adalah untuk membina kehidupan rumah tangga, mawaddah,
rahmah dan maghfirah, selain itu juga bertujuan memperoleh keturunan yang
sehat sejahtera baik phisik maupun bathin, sebagaimana anjuran Nabi Saw. dalam
salah satu hadist yang mensinyalir tentang memperbanyak ummat , Sabda Rasul
Saw. :
5
"‫"ﺗﻨﺎﻛﺤﻮا ﻓﺈﻧﻲ ﻣﻜﺎﺛﺮ ﺑﻜﻢ اﻷﻣﻢ‬
Menikahlah kamu, sesungguhnya aku menghendaki dengan itu akan
memperbanyak umatku.
Melihat wanita yang dipinang dibolehkan untuk meminang karena adanya
mashlahah, Empat ulama sunni membolehkan untuk melihat wanita yang
dipinang hanya pada wajah, telapak tangan dan kaki sebatas tumit dikaitkan
sebagaimana batas yang dapat tampak ketika shalat berjalan hajji.
Secara khusus peminangan ditujukan oleh pria yang akan menikahi kepada
wali wanita yang akan dipinang, lantas wali tersebut memberi kesempatan untuk
peminang untuk mengenal calon isterinya untuk lebih memberi keyakinan
kepadanya melanjutkan ke jenjang pernikahan dan perkawinan. Dari Hadist diatas
disimpulkan, melihat tersebut bukan hanya kepada calon pria tetapi juga kepada
calon wanitanya.

Peminangan di Malaysia dan Pakistan


Agama Islam mengatur masalah perkawinan/keluarga dalam aturan Nikah
yang mencakup segala aspek yang melingkupi kehidupan seorang muslim baik
masalah yang terkait dengan spiritual religius, mobilisasi sosial dan emosional
siyasah syar’iyah. Sehingga boleh disebutkan, bahwa aturan hukum Islam tentang
perkawinan sebagai suatu aturan hukum yang paripurna. Keadaan ini berlanjut
sampai adanya aturan ruchshah, ibahah, tertib administrasi dan perkembangannya,
disinilah terletak kunci perbedaan pendapat yang paling menonjol pada masa-
masa setelah masa pertengahan, yang menyangkut dengan perubahan masyarakat
modern dan kontemporer.
_____________
4
Ibnu Rusyd al-Qurthubi, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muktashid, jil. I, 339
5
Ibn. Rusyd al-Qurthubi, Bidayah..., 339

80 Samir Fuadi: Peran Urf dalam formalisasi hukum peminangan di Malaysia...


Hukum perkawinan disebut al-Ahwal al-Shakhsiyah atau Usrah
digolongkan dalam bidang hukum al-Ahkam al-Adliyah atau al-Ahkam al-
Madaniyah, atau juga as-Siyasah as-Syar’iyah al-Dusturiyah.
Pelaksanaan aqad perkawinan didahului dengan usaha-usaha pendekatan/
pengenalan, peminangan dan pertunangan. Pada azasnya ketiga upaya awal
menuju aqad perkawinan seutuhnya itu belum seluruhnya dapat diidentifikasi
sebagai perbuatan hukum, kegiatan tersebut lebih kepada kegiatan achlak yang
disangga oleh urf, namun perlu juga kepada adanya aturan karena lazim juga
didalamnya terjadi perbuatan-perbuatan yang mempunyai akibat hukum,
seharusnya akibat hukum tersebut tertarik kedalam perbuatan aqad, namun tidak
jarang didahulukan dalam peminangan sehingga terkesan lebih pasti dan punya
herarchi. Herarchi tersebut diakumilasikan dalam berbagai usaha mendahulukan
yang seharusnya terjadi dalam aqad perkawinan6.

Malaysia
Malaysia sebagai salah satu negara Islam di Asia Tenggara, mempunyai
negara yang berbentuk negara federal dalam 11 negeri kerajaan yang merdeka dari
Inggris pada tahun 1947, selama pemerintahan british itu pemerintah Inggris
mengambil mana-mana suatu bentuk enakmen legislatif lokal berhubungan
dengan fungsi negara dalam hal pendirian akhir agama Islam, proses pengadilan
untuk menerapkan hukum syariat Islam dan peraturan administrasi lembaga
sosial-hukum Islam seperti pernikahan , perceraian dan kewajiban keluarga.
Sistem tersebut berlanjut sehingga negara Malaysia merdeka.
Dengan bertumpu pada bentuk konstitusi federal 1948 yang telah ada
dirancang aturan yurisdiksi sesuai Hukum dan Administrasi Islam yang mendapat
pengakuan negara secara formal disebut “Konnstitusi Federal Malaysia 1963 dari
konstitusi sebelumnya yang bernama “Konstitusi Federal Malaya”, dalam
menjalani sejarah kemerdekannya sejauh ini telah banyak terjadi pembaharuan
dalam melaksanakan hukum keluarga Islam namun belum mengadakan ketentuan
hukum tentang peminangan secara substansi.7
Konstitusi tersebut mengalami perubahan beberapa kali amandemen
sebagai berikut :
1. Undang-undang Administrasi Syari’ah 1952-1978 ;
2. Reformasi Huklum Keluarga Islam ( Perkawinan dan Perceraian) 1976-1980
3. Undang-undang Substansi Syari’ah 1983-1985, berupa enakmen akta hukum
keluarga Islam untuk negeri Kelantan, dan Malaka, tahun 1984 diberlakukan

_____________
6
Bandingkan, Pinangan bukan bahagian dari aqad dan bukan pengantar nikah yang
bersifat keharusan, karena boleh saja aqad tanpa pinangan. Pinangan semata adalah sebatas janji
nikah, tidak ada kewajiban dan keharusan sesuatu bagi kedua belah pihak, oleh karena itu boleh
saja masing-masing pihak merusak pinangannya dan meninggalkannya tanpa ada pemilikan dari
pihak lain dengan sebenarnya seperti pemilikan pernikahan. Keharusan seperti ini akan
menyebabkan bencana atau kerusakan kepada sepasang suami isteri atau masyarakat. Tidak ada
keharusan dalam keputusan aqad yang bahaya (aqd al-khathir), demikian pendapat yang kuat
menurut fuqaha syari’ah dan para tokoh perundang-undangan. Mahar dan hadiah tidak bisa
dimiliki tanpa adanya aqad, maka seyogianyalah harus dikembalikan pada ketika peminangan
tidak berlanjut. Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahab Said Hawwas, Fiqh
Munakahat, Khitbah..., 30..
7
Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries – History, Taxs and Comparative
Analysis, (New Delhi: Academy of Law and Religion, 1987), 222

Al-Mu‘ashirah Vol. 10, No. 1, Januari 2013 81


untuk Kedah Slangor dan Wilayah Persekutuan (Otoritas Federal), tahun 1985
diberlakukan pula di Penang.
Aturan Hukum Keluarga Islam Malaysia dalam Akta Otoritas Federal
Malaysia 1984 mengatur 20 aturan tentang hukum keluarga dan perkawinan
sebagai berikut :
(1) Aturan umur untuk kawin kepada pria dan wanita, artikel 8
(2) Kekuasaan pengadilan untuk memainkan peran wali nikah dalam kasus-kasus
yang cocok, artikel 13 ;
(3) Penegakan aturan syari'ah tentang halalah, artikel 14 (2) (c) ;
(4) Pembayaran pembiayaan pengeluaran, dalam hal pelanggaran janji pernikahan,
artikel 15.
(5) Pemberian Izin oleh Pengadilan Untuk Poligami dengan alasan khusus,
artikel 23, 123.
(6) Wajib pendaftaran perkawinan, artikel 25.
(7) Pendaftaran klausul perceraian didelegasikan dalam kontrak perkawinan,
artikel 26, 50.
(8) Hukuman untuk memaksa setiap orang untuk perkawinan atau mencegah dia dari
menikah menurut hukum, artikel 37.
(9) Kebutuhan perintah pengadilan untuk mengkonfirmasi perceraian yang
dihasilkan dari konvensi, artikel 46.
(10) Intervensi dari pengadilan untuk efektivitas sebuah talak tunggal atau khulu’,
artikel, 47, 49, 124.
(11) Pendaftaran pencabutan perceraian dan hukuman untuk pemulihan
pernikahan-ikatan tanpa registrasi 51, 131.
(12) Ketersediaan perceraian peradilan dengan pembayaran tertentu dari istri dengan
sejumlah besar dan suatu alasan tertentu, artikel, 52.
(13) Iddah, nafaqah dan mut'ah dalam hal istri bercerai, artikel 55,56,71.
(14) Penyisihan untuk keamanan dan pemeliharaan anak-anak, artikel 25.
(15) Mengangkat usia asuh bagi anak-anak laki-laki dan perempuan, artikel, 84,86.
(16) Pembatasan terhadap kekuasaan wali property, artikel, 89.
(17) Retensi hukum Syafi'iy didirikan pada periode maksimum usia kehamilan, 110.
(18) Hukuman untuk desersi dan perlakuan buruk terhadap istri dan ketidaktaatan
oleh istri, 126-128.
(19) Hukuman untuk murtad pura-pura atau palsu diasumsikan demi pembatalan
perkawinan,artikel, 130 dan
(20) Hukuman untuk kegagalan untuk mematuhi perintah pemeliharaan, artikel 132.8
Meninjau bagaimana negara-negara tetangganya seperti Brunai Darus-
salam telah melakukan reformasi bidang hukum perkawinan yang juga termasuk
dalam pelaksanaan peminangan. Pelanggaran terhadap ikrar peminangan akan
diberikan sanksi hukum.
Malaysia yang secara umum menganut asas kebangsaan dan mempunyai
kedaulatan secara kerajaan konstitusional parlementer, tertata struktur pe-
merintahan terutama yang menyangkut dengan pranata hukumnya dalam dua
dimensi hukum, yaitu hukum dari akar sejarah kerajaan Aceh Darussalam yang
pro Islam, memberlakukan Kanun al-Atchi dan di lain pihak memperlakukan
undang-undang pemerintah Inggris.

_____________
8
Tahir Mahmood, Personal Law..., 223

82 Samir Fuadi: Peran Urf dalam formalisasi hukum peminangan di Malaysia...


Asas dan sistem peradilan yang mendua tersebut mempunyai dampak
dalam hirarkhi hukumnya. Bahwa hukum Islam mendasarkan dan bersumber pada
teks syara’ yang menekankan pada bukti, sumpah dan pengetahuan hakim,
sedangkan selainnya adalah sistem Anglo Inggris yang mendasarkan pada sumber
adat budaya serta yurisprudensi.
Preposisi dan asumsi yang demikian akan memberikan kontribusi bahwa
adat budaya secara alami akan terserap dalam aturan legislasi dan politik hukum
dan secara praktis berkembang di dalam amar putusan peradilan yang keduanya
memberikan akibat positif legitimatifnya hukum adat dan budaya, walaupun tanpa
secara formal diundangkan..

Pakistan
Pakistan yang merdeka pada tahun 14 Agustus 1947 mempunyai Kons-
titusi negara yang dibuat setelah itu berasal dari Konstitusi India 1935. Pakistan
merupakan negara Islam yang sangat solid dengan mazhab Hanafi yang terkenal
sangat rasional terhadap masalah-masalah yang menyangkut dengan masalah
personal dalam sosial kemasyarakatan disamping itu adanya beragam pemikiran
dan paham yang berkembang seperti aliran Syi’ah Istna ‘Asyariyah/Ismaliyah,
Qadiani dan juga golongan non Muslim yang mempunyai keragaman aspirasi9,
sehingga menjadikan Pakistan sebagai salah satu negara Islam yang mempunyai
keragaman masyarakat yang boleh dikatakan komplek.
Dengan format masyarakat negara yang demikian Pakistan tergolong salah
satu negara Islam yang proaktif terhadap pembaharuan hukum keluarga dari ujud
hukum keluarga dasar undang-undang yang mengatur tentang Perkawinan-
Perceraian, warisan dan waqaf.
Pembaharuan tersebut sangat menyangkut dan kerja keras Pemerintah
dengan melibatkan berbagai unsur formal dan informal seperti penelity, ulama dan
intelktual legislasi sehingga legitimasi peraturan dan perundang undangan yang
seyogianya mengacu pada :
1. Untuk unifikasi Hukum Keluarga ;
2. Untuk meningkatkan status dan kedudukan wanita ;
3. Respon tuntutan dan perkembangan zaman10.
Berpedoman pada aturan-aturan pembentukan dan penemuan hukum,
maka pelaksanaan pembaharuan Hukum keluarga Islam Pakistan tidak meng-
gunakan aturan-aturan legislasi modern, akan tetapi hanya berpegang pada konsep
tradisional, yang menentukan Hukum bukan negara, negara hanya sebagai
pelaksana hukum, Hukum Islam adalah hukum Ilahiyah yang bersifat komplit, yang
terangkum di dalam Al-Qur’an ataupun Hadist, hal ini adalah merupakan tanggung
jawab ulama sehingga Negara dapat berjalan.11
Hukum yang dibuat oleh British sebelum adanya negara Pakistan terus
menjadi hukum Pakistan. Karena memang Hukum tersebut merupakan aspirasi
ulama untuk menjadikan hukum Islam sebagai hukum Pakistan.12
Konstitusi pertama tahun 1956, kedua tahun 1962, adalah Hukum yang di-
ciptakan oleh Modernisme, dengan menciptakan dua institusi untuk
_____________
9
Tahir Mahmood, Personal Law. .., 236
10
Atho Mudzhar, Hukum Keluarga..., 5
11
Rubya Mehdi, The Islamization...., 20
12
Rubya Mehdi, The Islamization..., 25

Al-Mu‘ashirah Vol. 10, No. 1, Januari 2013 83


mempromosikan Islamisasi, pertama dewan idiologi syariah dan kedua lembaga
riset Islam, namun kedua badan tersebut hanya memiliki fungsi sebagai pengarah.
Kesemua ini adalah alasan mengapa ketiga konstitusi Pakistan telah berisi klausul
yang menyatakan bahwa hukum Pakistan akan sesuai dengan Al Qur'an dan
Sunnah. 13
Pada dasarnya Reformasi Hukum Keluarga Islam, dalam berbagai keadaan
digunakan secara khusus metodology Islam Talfiq, Takhayur, Siyasah Syar’iyah
dan Menafsirkan kembali teks nash dan menyesuaikannya dengan kebutuhan dan
perubahan masa.14
Undang-undang Pakistan merupakan undang-undang yang diadopsi dari
undang-undang India sampai saat 14 Agustus 1947 tersebut di atas, saat mana
Pakistan berdiri sendiri. Beberapa Undang-undang Hukum Perdata ketika itu,
kecuali yang diamandemen sesuai dengan hirarkhi setempat, sebagai berikut :
1. Caste Disabilities Removal Act 1850 ; undang2 kasta
2. Divorse act 1865 and Christian Merriage Act 1872 ; Perpisahan
3. Majority Act. 1875 ;
4. Guardians and Wards Act 1890 ; Mahar dan Hadiah
5. Mussalman Waqf Validating Acts 1913-1930 ; Waqf
6. Mussalman Waqf Act 1923 (amanded in Sind by local Act 18 of 1935 ;
7. Child Merriage Restraint Act. 1929 ; Waqaf
8. Muslim Personal Law (Syari’ah) Application Act 1937 (along with a similar
local Act in force in (NWFP) ; and
9. Dissolution of Muslim Merriages Act 1939.15 Perceraian dan Iddah.
Antara tahun 1948 dan 1952 dibuat undang-undang baru yang mengatur
Hukum Keluarga untuk Muslim yang sesuai dengan Syari’at Islam NWSP sebagai
juga aturan pelaksanaan dari Undang-undang Tahun 1935, di Provinsi Punjab dan
Sind serta Negara Bagian Bawaharfur dan Khairpur, hukum setempat ini
memperluas ruang lingkup hukum Perdata Islam dibandingkan dengan apa yang
terdapat di bawah pemberlakuan undang-undang Syari’at 1937 di masa pendudukan
Inggris.16
Masalah umum Hukum Keluarga sebagaimana yang tersebut di atas,
berkisar pada masalah sebagai berikut :
1. Perkawinan – Perceraian dengan segala permasalahannya ;
2. Warisan dengan segala permasalahannya ;
3. Waqaf dengan segala permasalahannya ;
Pakistan menjabarkan pembaharuan hukum keluarga Islam tersebut dalam
perluasan ruang lingkup dan pembaharuan beberapa aspek utama hukum keluarga
Islam selama 1961-1962 yang dikenal dengan sebutan Muslim Family Law
Ordonansi Tahun 1961 yang berarti phase pembaharuan kedua setelah phase 1911-
1950 dan 1951-1970 dari semuanya 8 phase atau tahapan formal reformasi.17
Beranjak dari phase perubahan sesuai dengan apa yang di petakan oleh
Tahir Mahmood diatas, yang benar-benar bermuatan hukum keluarga adalah

_____________
13
Rubya Mehdi, The Islamization..., 25
14
Atho Mudzhar, Hukum Keluarga... , 3
15
Tahir Mahmood, Personal Law..., 235
16
Tahir Mahmood, Personal Law..., 237
17
Bandingkan Tahir Mahmood, Personal Law... , 3-13

84 Samir Fuadi: Peran Urf dalam formalisasi hukum peminangan di Malaysia...


reformasi yang diadakan pada tahun 1961 dengan menamakan aturan tersebut
dengan Muslim Family Law Ordonansi ( MFLO ) tahun 1961.18
Sedangkan methodology yang tercover dalam mengelimisi terjadinya
Reformasi di Pakistan, lebih menjurus ke arah legislasi modern pada umumnya
dengan mengadakan dan mendudukkan ulama sebagai pengukuh takhayur
mengingat bagaimana diadakan tahapan-tahapan dengan pula membentuk beberapa
dewan dan komisi sebelum nantinya menuju ke legislasi sebagaimana telah
disebutkan di atas.
Adapun yang menjadi konsep hasil dari pembaharuan hukum keluarga
Islam di Pakistan, bahwa hukum keluarga tersebut diperlakukan kepada penduduk
Muslim. Sehingga yang paling menonjol dan merupakan tujuan utama perubahan
tersebut adalah untuk terdapatnya kesatuan hukum atau unifikasi hukum keluarga
Islam disamping memang terakumulasi juga kepentingan mengangkat status wanita
dan respon tuntutan dan perkembangan zaman.19
Muatan hukum keluarga Islam Pakistan atau juga disebut Muslim Family
Law Ordinansi (MFLO) tahun 1961 itu adalah sebagai berikut:
1. Aturan untuk pendaftaran perkawinan,
2. Kebutuhan persetujuan dewan arbitrase untuk beristri dua
3. Kebutuhan pemberitahuan perceraian untuk diberikan kepada pejabat sipil yang
akan mengatur dia untuk membentuk dewan arbitrage dan ketidak-efektifan
perceraian pada masa iddah selama tiga bulan,
4. Denda biaya mahar dan lainnya pada biaya perkawinan dan hadiah,
5. Pengenalan prinsipnya representasi dalam hukum warisan untuk kepentingan
anak-anak keturunan predeceased dari praepositus
6. Penyelesaian perselisihan keluarga oleh pengadilan keluarga spesial.
7. Pengakuan Herarkhi hukum syariah pada yang berhubungan dengan konvensi
hak milik.
Kenyataan tersebut tidak konkuren dengan apa yang terdapat dalam buku
Rubya Mehdi, di sana disebutkan sebagai berikut: 1. Pendaftaran Perkawinan; 2.
Polygamy; 3. Perceraian; 4. Hak-hak wanita yang diceraikan suaminya; 5. Nafaqah;
6. Mahar; 7. Warisan ; dan 7. Mengatur Pernikahan / Perkawinan di bawah umur.
Yang kesemuanya di bawah Muslim Family Law Ordinansi ( MFLO ) Tahun 1961.
Secara khusus di sini akan disebutkan aturan-aturan yang mengatur
tentang perkawinan dan merupakan pembaharuan hukum perkawinan setelah 1961,
yaitu:
A. Batas Umur Kawin, Akta 1929.
(akta 29 dari tahun 1929 yang telah dimandemen dengan ordonansi 8 tahun
1961)
1. Akta ini mengatur tentang ; apa yang dimaksud dengan “anak”, yaitu seorang
laki-laki berumur di bawah 18 tahun, dan perempuan di bawah umur 16
tahun, “Perkawinan anak-anak”, yaitu perkawinan yang salah satu pihaknya
adalah seorang aqad pihak, untuk pernikahan berarti salah satu pihak yang
pernikahan atau akan segera sehingga sampai usia kawin anak.” minor"
berarti seseorang seks baik yang berada di bawah usia delapan belas tahun.

_____________
18
Rubya Mehdi, The Islamization..., 157
19
Ihsan Yilmaz, Muslim Laws, politik and society in modern nation states: dynamic legal
pluralisms in England, Turkey and Pakistan (England, Ashgate, 1971), 125.

Al-Mu‘ashirah Vol. 10, No. 1, Januari 2013 85


2. Siapapun, laki-laki di atas delapan belas tahun, bertunangan dengan anak
diancam dengan pidana penjara sederhana yang dapat diperpanjang sampai
satu bulan, atau yang dapat didenda seribu Rupee atau dengan keduanya.
B. Pembubaran perkawinan muslim.Akta 1939.
(lihat dalam chapter 15 supra teks dari akta ini, dimana Pakistan memperlakukan
secara bersama de ngan Bangladesh )
C. Peraturan hukum keluarga muslim.1961.
(Peraturan no.8 tahun 1961 yang telah diamandemen dengan peraturan no.21 dan
30 peratura n 1961)
D. Pelaksanaan Hukum Keluarga Muslim (Syari’at), Akta 1962.
( Akta No.5 tahun 1962 yang telah di amandemen dengan peraturan no.39 tahun
1963 dan Akta 28 tahun 1964 ).
E. Mahar dan Hadiah Pengantin ( restriktion ) Akta 1976.
(Akta 43 tahun 1976 yang telah dimandemen dengan peraturan no. 36 tahun
1980).
Pakistan dalam wacana pembaharuan hukumnya mencantumkan pula
disamping masalah keperdataan, masalah kepidanaan sebagaimana terlihat pada
pemberlakuan hukuman penjara dan denda (diat) kepada pelanggar aturan tentang
ketentuan batas umur kawin.
Ketidak-dapatnya dasar dalam pengenaan hukuman tersebut dalam hukum
Islam, mengingatkan kepada beberapa ijtihad Umar bin Khaththab terhadap pidana
dengan alasan kemaslahatan. Dan kebijakan tersebut adalah murni ta’zir.
Namun demikian banyak pula yang menentang terhadap beberapa ta’zir,
dalam diskusi bagi mereka yang menentang ta’zir had karena had menurut mereka
adalah hak dan prerogatif Allah. Sehingga mereka mengenakan had kepada ta’zir
adalah dibawah had yang secara khusus telah menjadi hukuman had pada hudud.
Jika berpegang kepada ketentuan kaedah yang menyangkut dengan
kemaslahatan dalam arti jinayah (akibat yang ditimbukannya) maka kaedah “ Dar’u
al-mafasid muqaddamun ‘ala jalbu al-masalih“ maka ketentuan tersebut mungkin
dapat dan mendapat dukungannya.
Negara Pakistan belum mengatur tentang ketentuan yang bersangkut paut
dengan peminangan atau chitbah dalam pembaharuan hukum keluarga 1961secara
khusus. Namun secara unik budaya peminangan dikenal sangat luas di Pakistan,
dikarenakan juga latar kehidupan rakyat pakistan yang pernah di bawah pe-
merintahan India disamping pembauran dengan golongan hindu yang terus
membangun kebudayaan Hindu dari berbagai segi kehidupan, segala ritus disampiri
dengan tari-tarian dan upacara adat, demikian juga peminangan, pernikahan dan
apalagi upara perkawinan.
Peminangan di Pakistan dilakukan bukan kepada perempuan yang
diwacanakan nantinya menjadi isterinya, namun lamaran ditujukan pada orang tua
si perempuan tersebut atau siapa saja yang mempunyai herarchi sebagai wali dalam
peringkat keluarga. Budaya perkawinan dikalangan Pakistan Muslim tidak ada
perbedaan antara India dan Pakistan, hukum Islam menghendaki adanya adanya
persetujuan bebas kedua belah pihak dalam perkawinan, sehingga memberi kesan
bahwa Pakistan adalah negara perbatasan dengan India, unik seunik acara
perkawinan sendiri, bahwa penikahan di India Muslim dan Pakistan tidak ada
bedanya, mereka melakukannya penuh warna warni.
Peminangan adalah tindakan pertama menuju jenjang perkawinan di
Pakistan, adat hindu yang melatar belakangi kehidupan adat perkawinan di

86 Samir Fuadi: Peran Urf dalam formalisasi hukum peminangan di Malaysia...


Pakistan, memberi kesan kurang Islami, sebagaimana terlihat secara berturut-turut
yang dilakukan ketika berlangsungnya upacara pra aqad seumpama: 1. Upacara
Mangni, adalah upacara tukar cincin, 2. Upacara Mehndi, adalah uapara membawa
adonan Mehndi dan lilin terbakar ke rumah pengantin pria dengan upacara lagu-
lagu. 3. Upacara Manjha, adalah upacara mandi kunyit kepada pengantin wanita
dan oles pacar pada pengantin wanita dan pria. Upacara tersebut keseluruhannya
dilaksanakan dalam 2 sampai 3 hari sesuai dengan keadaan dan kemampuan pihak
keluarga mempelai perempuan. Hanya yang dapat mempersingkat adalah upacara
pra nikah, sesuai dengan keinginnya yang disepakati, namun tertib acara yang telah
menjadi tradisi turun temurun tidak mendapat pengurangan.20
Penyajian upacara adat pelamaran dan pertunangan di Pakistan untuk dapat
menjadi banding dengan ketentuan yang telah baku dalam dan menjadi karakter
hukum Islam.
Adapun semangat pembaharuan hukum keluarga tersebut sangat dipicu oleh
dampak perubahan perkembangan iptek dan kehidupan sosial politik di Pakistan.
Namun demikian boleh jadi inspirasi perempuan dalam kumulasi kesetaran jender
sangat dominan disebabkan adat istiadat kolaborasi antara hukum Inggris, India
dan Islam sangat mendera kaum perempuan ditambah lagi dengan mekanisme adat
Hindu yang sangat dominan terutama dalam perkawinan, sebagaimana contoh
dalam praktek, jika seorang perempuan kedapatan melakukan kawin lari
disebabkan keengganan menerima pilihan orang tua, maka perempuan tersebut
biasanya dibunuh atau menderita kekerasan dirumah orang tuanya.
Kenyataan tersebut disebabkan aturan adat yang mengatur, bahwa perbuatan
tersebut akan membuat malu dan aib kedua orang tua dan keluarga. Sehingga
dengan itu di Pakistan terutama didaerah pedalaman banyak sekali terjadi
pembunuhan perempuan dalam usia muda dan produktif.21

Kesimpulan
Bahwa sesuai dengan kenyataan pelaksanaan perkawinan yang sebahagian
ketentuannya telah diatur dan menurut undang-undang dibeberapa negara Islam
terutama di Asia tengah dan Asia tenggara, melaksanakan hukum Islam dalam
perkawinan tentang masalah peminangan selalu dikaitkan dengan pelaksanaan
hukum tentang mahar dan janji-janji (hadiah) bagi mempelai perempuan untuk
pernikahan sehingga substansi ketentuan hukum Islam dibawah kesadaran hukum
dan akhlak dalam meminang terabaikan. Sebagaimana dalam hal mendahului
peminangan dan sanksi peminangan, apa saja yang dilakukan dalam peminangan
sehingga menjadikan perkawinan nantinya terkesan benar-benar sakral dari awal
perintisan dan dihormati. Bahwa sebagaimana telah diurai di atas di negara Islam
Pakistan dan Malaysia yang mencantumkan peminangan dalam undang-undang
perkawinannya kurang tegas sehingga pelaksanannya lebih bersifat serimonial
daripada pe-laksanaan substansi dari ketentuan Hukum Islam sebagaimana
tersebut diatas.

_____________
20
Adat budaya perkawinan Pakistan dan India, Muslim-Marriage-Guide.Com diunduh
22-12-2010.
21
Ihsan Yilmaz, Muslim Laws, Politik …, 125.

Al-Mu‘ashirah Vol. 10, No. 1, Januari 2013 87


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdul Aziz Kamal. Al-Qur’an wa al-Tarich. Kuwait: Dar al-Buhus al-‘Ilmiyah,


1984.

Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahab Said Hawwas. Fiqh
Munakahat, Khitbah, Nikah, dan Thalaq. Terj. Abdul Majid Khon.
Jakarta: Amzah, 2009,

Adat budaya perkawinan Pakistan dan India, Muslim-Marriage-Guide.Com


dunduh 22-12-2010

Al-Ahkam al-Syari’ah fi al-Akhwal al-Syachshiyah, Qanun al-Akhwal al-


Syachshiyah al-Mishri wa Qanun al-Akhwal al-Syachshiyah al-Kuwaiti.
1961.

Atho Mudzhar. Hukum Keluarga di Dunia Islam. Jakarta: Ciputat Press, 2003.

Ibn Rusyd al-Qurthubi. Bidayatu al-Mujtahid wa nihayah al-Muktashid. jld.1,ta,


Maktabah, tt.

Yudhie R. Haryono. Bahasa Politik al-Qur’an : Mencurigai Makna Tersembunyi


Dibalik Teks. Jakarta: Gugus Press, 2002.

Rubya Mehdi. The Islamization of the Law in Pakistan. United Kingdom: Curson
Press, 1994.
Muhammad Abu Zahrah. Ushul Fiqh, Terj. Fuad Falahuddin dkk. Jakarta:
Firdaus, 2003.

Nashir Hamid Abu Zaid. Mafhum al-Nash: Dirasah fi ‘Ulum al-Qur’an. Mesir:
Al-Markaz al-Tsaqafi fi al-‘Arabi, 1987.

Tahir Mahmood. Personal Law in Islamic Countries - Histori, Taxs and


Comparative Analysis. New Delhi: Academy of Law and Religion, 1987

88 Samir Fuadi: Peran Urf dalam formalisasi hukum peminangan di Malaysia...

Вам также может понравиться