Вы находитесь на странице: 1из 17

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/283293195

KOSMOLOGI SEYYED HOSSEIN NASR (TINJAUAN METAFISIKA)

Research · October 2015


DOI: 10.13140/RG.2.1.1360.2005

CITATIONS READS

8 2,858

1 author:

Saifullah Idris
Ar-Raniry State Islamic University, Banda Aceh, Indonesia
60 PUBLICATIONS   152 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Pendidikan Karakter Bangsa View project

All content following this page was uploaded by Saifullah Idris on 28 October 2015.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


KOSMOLOGI SEYYED HOSSEIN NASR
(TINJAUAN METAFISIKA)
Saifullah Idris
Abstrak

In this research is talk about cosmology in perspective of Seyyed


Hossein Nasr. Cosmology is one of the very old philosophy branch, which try look
for and study universe reality, pulling back about it existential which hidden at the
opposite of vision of physical. Discourses about the universe have happened
thousands of last year in Egypt and Mesopotamia, where human being at that
moment have questioned about universe genesis. Then cosmology expand in
Greek which in triggering by Thales, Anaximandros And Anaximenes, their
question about nucleus; core/universe genesis, there is expressing universe
genesis is water, air and there is also saying that universe genesis is essence or
substance which do not be certain of it attribute. Thereby, then they is nicknamed
as "philosopher of Universe"
According to Nasr, universe [is] Allah creation or created (muhdats), is
not ‘Qadim’ (azali). World created by Allah, looked after by Allah, and also
return to Allah. This Nasr Argument is relied on Allah apocalipse, in al-Qur'an; "
Allah is which early and final, which is ‘dhahir’ and ‘bathin’". ( Al-Hadid: 3),
That mean is Allah come from and final of universe. He also mean ‘ghaib’
everything and even real marking or external aspect everything reflecting names
and attributes of Him. Equally, a universe (nature) which we know and we are
able to explore is Allah creation.
Its implication in the field of education is can be seen from two
dimensions. Both of the dimensions seen in course of education, that is: vertical
dimension and horizontal dimension. Where the first dimension converse about
things having the character of philosophical-theoretical, while second dimension
converse about things having the character of technical-operational.

Kata Kunci: Kosmologi, Metafisika, dan Seyyed Hossein Nasr

I. PENDAHULUAN
Kosmologi atau "Filsafat alam"1 adalah salah satu cabang filsafat yang
sangat tua, yang berusaha mencari dan membahas hakikat alam semesta,
menyingkap tentang eksistensialnya yang tersembunyi di balik penampakan

1
Harry Hamersma, Pintu Masuk Kedunia Filsafat,(Yogyakarta: Kanisius,1981),hal.22-23

1
fisik.2 Perbincangan tentang alam tersebut sudah terjadi ribuan tahun yang lalu di
Mesir dan Mesopotamia,3 dimana manusia pada saat itu sudah mempertanyakan
tentang asal usul alam semesta. Kemudian kosmologi berkembang di Yunani
yang di cetuskan oleh Thales, Anaximandros dan Anaximenes, mereka
mempertanyakan tentang inti/asal usul alam semesta, ada yang menyatakan asal
usul alam semesta adalah air, udara dan ada juga yang mengatakan bahwa asal
usul alam semesta adalah zat yang tak tertentu sifat-sifatnya. Dengan demikian,
kemudian mereka dijuluki sebagai "filosof alam".4
Oleh karena itu, kosmologi akan membahas secara kefilsafatan tentang
hal-hal yang berkaitan tentang eksistensi Ilahi dalam penampakan makro-
kosmos5 dalam pengalaman kehidupan di sekitar manusia seperti hakikat alam
semesta, konsep tentang ruang, waktu atau gerak, dan hukum alam.
Dengan demikian, maka menarik untuk melihat bagaimana konsep para
pemikir kontemporer tentang alam semesta, yang "notabenenya" diskursus
tentang konsep kosmologi (alam semesta) sudah menjadi suatu "mode" lagi,
akibat dari perkembangan sains modern yang tidak mau kompromi dengan
kebudayaan yang ada di sekitarnya,. Tokoh tersebut adalah Prof. Dr. Seyyed
Hossein Nasr, kelahiran Iran dan guru besar Islamic Study di beberapa perguruan
tinggi di Amerika Serikat. Dalam melihat pemikiran Nasr tentang alam semesta,

2
Musa Asy'ari, Filsafat Islam: Sunnah Nabi Dalam Berpikir,(Yogyakarta: LESFI, 2001),
hal. 191-192
3
Bertran Russel, Sejarah Filsafat Barat, alih bahasa: Sigit, Jatmiko dan Agung
Prihantoro, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hal. 3
4
I.R. Poedjawijatna, Pembimbing Kearah Alam Filsafat, (Jakarta: Pembangunan, 1980),
hal. 19-20
5
Dalam bahasa Yunani, kosmos artinya susunan atau keteraturan. Lawan dari kosmos
chaos, yaitu keadaan kacau balau. Makro-kosmos adalah suatu susunan keseluruhan atau kompleks
yang dipandang dalam totalitasnya atau sebagai suatu keseluruhan yang aktif serta terstruktur.
Kadang diartikan sebagai alam semesta itu sendiri sebagai sebuah keseluruhan atau sistem yang
terpadu dan tunggal. Lawan dari makro-kosmos adalah mikro-kosmos, yaitu bagian kecil dari satu
kompleks atau dari satu keseluruhan, baca Loren Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia,
1996) hal. 502,558-559, 650-651.

2
aspek yang di bahas terdiri dari hakikat alam semesta, dilihat dari perspektif
filosofis (metafisika). Sebelum itu, perlu dilihat siapakah sebenarnya Seyyed
Hossein Nasr itu?

II. BIOGRAFI DAN CORAK PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR


Seyyed Hossein Nasr di lahirkan di Kota Teheran, Iran pada tanggal 7
April 1933.6 Ia berasal dari keluarga ulama yang dibesarkan dari tradisi Syi'ah
tradisional, yang merupakan faham dominan di negeri Iran. Ayahnya adalah
orang yang terpelajar yang berprofesi sebagai dokter, baik secara tradisional
maupun modern, disamping juga sebagai penyair. Pada waktu Nasr dilahirkan,
negara Iran secara politik berada dalam masa-masa ketegangan antara penguasa
(Dinasti Pahlevi) pada masa itu dengan para ulama.7 Pendidikan dasarnya
didapatkan di kota kelahirannya berupa pendidikan tradisional. Kondisi
intelektual dalam sistem pendidikan tradisional di Iran tidak pernah padam, ini
terbukti dengan filsafat yang merupakan kebanggaan intelektualisme Iran
(Persia) masih berlangsung sampai sekarang.8
Kemudian Nasr, melanjutkan studinya di Amerika Serikat dengan
memperoleh gelar B.Sc dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) dalam
bidang Fisika. Lalu Ia melanjutkan pendidikannya dengan mengambil jurusan
Geologi dan Geofisika di Universitas Harvard dan memperoleh gelar M.A.,
demikian juga dengan gelar Ph.D-nya diraih pada Universitas yang sama, dengan
judul disertasinya: An Introduction to Islamic Cosmological Doctrines, pada
tahun 1958.9

6
Lihat dalam Seyyet Hossein Nasr, Science and Civilication in Islam,(New York: New
American Library, 1970), hal. iv. Lihat juga Pervez Hoodhoy, Islam dan Sains: Pertarungan
Menegakkan Rasionalitas, alih bahasa: Luqman, (Bandung: Pustaka,1997),hal. 89
7
Seyyet Hossein Nasr, Islam Antara Cita dan Fakta, alih bahasa: Abdurrahman Wahid
dan Hasyim Wahid, (Yogyakarta: Pustaka, 2001), hal. 151
8
Lihat Komaruddin Hidayat,Tragedi Raja Midas: Moralitas Agama dan Krisis
Modernisme,(Jakarta: Paramadina, 1998). Hal.265. lihat juga Seyyed Hossein Nasr, Islam
Antara…, hal. 151
9
Sayyed Hossein Nasr, Science….,hal.152

3
Sekembalinya ke Iran, Ia kemudian menjadi guru besar dalam bidang
sejarah sains dan filsafat di Universitas Teheran. Dan dia juga menjabat sebagai
Presiden Iranian Academi of Filosophy; sebuah akademi yang didirikan pada
masa kejayaan dinasti Shah Reza Pahlevi, pada masa itu Nasr bersedia bekerja
sama dengan Pahlevi untuk mengembangkan Institut Pengkajian Filsafat di
Teheran. Di samping itu, Nasr juga ikut bergabung dengan lembaga Husyaimah
Irsyad; sebuah lembaga keagamaan dan pendidikan yang didirikan oleh Ali
Syari'ati pada tahun 1967. Lembaga ini didirikan dengan tujuan untuk
memberikan panduan kaum intelektual berdasarkan aliran pemikiran, pandangan
dan kebijaksanaan Husyain.10
Sebagai seorang ilmuan, Nasr tidak hanya terlibat dalam dunia akademik
di negerinya saja, tetapi juga di negeri lain seperti menjadi dosen di Universitas
Amerika di Bairut pada tahun 1964-1965. Pada tahun yang sama Ia juga
menjabat sebagai pimpinan lembaga Aga Khan Chair of Islamic Studies di
Beirut. Sementara itu aktivitasnya yang lain adalah memberi kuliah di beberapa
negara seperti negara-negara Timur Tengah, India, Jepang dan Autralia yang
berkisar pada pemikiran Islam dan problem manusia modern. Kemudian pada
bulan Mei tahun 1966, Nasr memberikan kuliah-kuliahnya pada Universitas
Chicago di Amerika Serikat yang disponsori oleh Rockefeller Foundation.
Tujuan kegiatan ini untuk meneliti berbagai masalah tentang perdamaian dan
kehidupan manusia dengan memakai berbagai aplikasi ilmu pengetahuan
modern. Disini Nasr menguraikan akar-akar intelektual dan metafisis krisis
lingkungan dan menyerukan prinsip-prinsip kearifan tradisional ditumbuhkan
kembali kedalam segala aspek kehidupan modern, terutama sains. Pada tahun
1981 Nasr kembali memberikan kuliahnya pada Giffoerd Lectures, yang
didirikan di Universitas Edinburgh. Giffoerd Lectures adalah sebuah asosiasi
yang prestisius bagi kalangan teolog, filosof, dan saintis Eropa dan Amerika yang

10
Sayyed Hossein Nasr, Antara Tuhan, Manusia dan Alam, alih bahasa: Ali Noor Zaman,
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2003), hal. 171. lihat juga Sayyed Hossein Nasr, Science….,,hal. iv

4
menghasilkan buku-buku cukup banyak yang memberi pengaruh besar terhadap
dunia modern.11
Sayangnya, kemelut politik yang terjadi di negerinya sendiri, yaitu
Revolusi Iran yang digerakkan oleh Ayatullah Khoemaini, Nasr dengan terpaksa
harus meninggalkan tanah kelahirannya tercinta dan hidup dalam pengasingan
dengan mimilih salah satu Universitas di Amerika dan kemudian Ia menjadi
Profesor Islamic Studies di George Washington University dan Profesor Islamic
Studies dan Agama-Agama pada Temple Universitas di Philadelpia, Amerika
Serikat.12
Dari latar belakang pendidikan dan pengalaman yang banyak, kini Nasr
dikenal sebagai salah satu dari beberapa cendekiawan Muslim yang mempunyai
wawasan luas tentang khasanah Islam. sehingga banyak melahirkan ide-ide
cemerlangnya, baik berupa buku atau artikel, dan telah disalin/terjemah kedalam
lebih dari 10 bahasa asing. Diantara karya-karya yang berbentuk buku adalah
Ideal and Realitias of Islam, (Islam antara Cita dan Fakta); Science and
Civilization in Islam (Sains dan peradaban di Dunia Islam); The Encounter Man
and Nature (antara Tuhan manusia dan alam); Islamic Art and Spirituality
(Spiritualitas dan seni Islam); A Young Muslim's Guide to The Modern Wortd
(Menjelajah Dunia Modern); Tradisional Islam in The Modern World (Islam
tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern); Klowledge and The Secred
(Pengetahuan dan Kesucian); dan lain-lain.
Dilihat dalam beberapa karyanya diatas, menunjukkan adanya dua arus
pemikiran yang berlawanan antara yang satu dengan yang lain, yaitu faham
metafisika Barat di satu sisi dan faham metafisika Islam di sisi yang lain. Dalam
metafisika Islam Nasr lebih menekankan faham Sufisme, walaupun belum
sampai pada tingkat seorang sufi sebagaimana tokoh-tokoh sufi yang di kenal
dalam dunia Islam. Akan tetapi, Nasr memiliki pemikiran spritualitasnya sendiri,
yaitu dia meramu faham sufismenya dengan pengalaman dan hasil studinya di

11
Komaruddin Hidayat,Tragedi Raja Midas…, Hal.265. lihat juga Seyyed Hossein Nasr,
Islam Antara…, hal. 152
12
Lihat dalam Seyye Hossein Nasr, Antara Tuhan, Manusia…., hal. 266

5
Barat untuk mencari alternatif jawaban atas problem-problem yang dihadapi
manusia modern. Dengan demikian, Nasr tampil sebagai juru bicara antara
masyarakat Barat dan masyarakat Islam di Timur. Kepada masyarakat Barat ia
menawarkan pemikiran Islam sebagai alternatif nilai dan way of life, sementara
pada dunia Islam ia memberitahukan bahwa Barat sedang mengalami
kebangkrutan spiritual akibat kemajuan sains sekuler. Untuk mencapai alternatif
dalam masalah ini, ia menggunakan pendekatan falsafi dan sufisme. Pendekatan
pertama tentunya sejalan dengan disiplin studinya, sedangkan pendekatan kedua,
ia dipengaruhi oleh kebudayaan leluhurnya, Persia, Syi'ah, yang memiliki tradisi
pemikiran metafisis, baik filsafat maupun sufisme.13 Berdasarkan penjelasan
diatas, maka pemikirannya bercorak tradisional atau filsafat perennial.

III. PEMBAHASAN
Corak pemikiran Nasr, sebagaimana dijelaskan diatas, bercorak
tradisional atau filsafat perennial, ini mungkin dikarenakan oleh latar belakang
sosio kulturalnya, yaitu Persia, yang sangat dikenal dengan sufistik dan
metafisik. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perbincangan tentang
Kosmologi (alam semesta) disini adalah bukan alam fisik, yang bisa dilihat dan
ditangkap oleh peralatan alat indra fisik, tetapi diskursus tentang alam disini
adalah alam yang lebih universal, yang lebih abstrak, metafisik, ghaib, yang
hanya dapat dimengerti melalui intuisi intelektual, bukan sekedar melalui
rasional. Malahan, metafisika merupakan theoria tentang realitas yang kesadaran
tentangnya berarti kesucian dan kesempurnaan spiritual; karena itu, ilmu ini
hanya dapat dicapai melalui kerangka tradisi yang diwahyukan.14 Dengan
demikian, perlu sedikit diuraikan tentang latar belakang munculnya perbincangan
tentang alam semesta tersebut.
Secara historis, perbincangan tentang alam semesta dalam dunia Islam,
diawali oleh sebuah perdebatan sengit yang terjadi dikalangan ahli ilmu kalam;
tentang apakah alam semesta itu Qadim (azali/maujud/exis/tanpa awal dan tanpa
13
Komaruddin Hidayat,Tragedi Raja Midas…, Hal.266
14
Lihat dalam Seyye hossein Nasr, Antara Tuhan, Manusia…., hal. 99

6
akhir) ataukah Muhdats (diciptakan dari ketiadan). Kemudian hal yang sama juga
terjadi dikalangan para filosof Muslim. Sebagian mereka berpendapat bahwa
alam semesta diciptakan, artinya tidak qadim dan tidak azali, sedangkan sebagian
yang lainnya berpendapat bahwa alam semesta tidak diciptakan (qadim), ibarat
cahaya dengan matahari, dimana matahari tidak pernah menciptakan cahaya.
Sementara pendapat lain mengatakan bahwa alam ini merupakan rangkaian
kejadian yang berasal dari zat Tuhan melalui proses yang disebut emanasi atau
al-faidh (pelimpahan/pancaran)15

###
Berangkat dari pandangan seperti diatas, Nasr menemukan suatu hirarkhi
pengetahuan yang disatukan oleh asas tauhid, yang berjalan sebagai proses bagi
segala cara pengetahuan dan keberadaan. Maka dari itu lahirlah berbagai ilmu,;
ada ilmu teologi, sosial, hukum, ada ilmu filsafat/metafisika, dan lain-lain
sebagainya yang semua asasnya berasal dari wahyu, yakni al-Qur'an.16 Dengan
demikian, studi tentang alam semesta (kosmologi Islam) harus didasarkan pada
wahyu Tuhan juga, yaitu al-Qur'an.
Bagi Nasr, alam semesta adalah ciptaan Allah atau diciptakan (muhdats),
bukan Qadim (azali). Dunia diciptakan oleh Allah, dipelihara oleh Allah, serta
kembali kepada-Nya. Argumen Nasr ini didasarkan pada wahyu Allah, dalam al-
Qur'an; "Allah adalah yang awal dan yang akhir, yang dhahir dan yang bathin".
(Al-Hadid: 3), maksudnya Allah asal dan akhir alam semesta. Dia juga makna
ghaib segala sesuatu dan bahkan tanda-tanda nyata atau aspek luar segala sesuatu
yang merefleksikan nama-nama dan sifat-sifatnya. Dengan kata lain, sebuah alam
yang kita ketahui dan mampu kita jelajahi adalah ciptaan Allah.17 kemudian

15
Semacam teori Wahdatul-wujud (Pantheisma), untuk lebih jelas baca Ahmad Fuad al-
Ahwani, Filsafat Islam, alih bahasa Pustaka Firdaus, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), hal. 142-
143., baca juga Musa Asy'arie, Filsafat Islam…,(Yogyakarta: LESFI, 2001), hal. 197
16
Seyyed Hossein Nasr, Antara Tuhan…, hal. 113
17
Seyyed Hossein Nasr, Menjelajah Dunia Modern, alih bahasa: Hasti Tarekat,
(Bandung: Mizan, 1995), hal. 47-48

7
timbul pertanyaan, jika alam semesta itu diciptakan, bagaimana proses
penciptaan itu terjadi? Sebelum itu, dijelaskan persoalan yang lebih mendasar,
yaitu apakah hakikat alam semesta itu?
Dalam pandangan Nasr, demikian juga pandangan filsafat Islam,18 alam
semesta adalah wujud atau eksistensi Tuhan dalam kehidupan ini, atau alam
sebagai perwujudan dari Tuhan,19 ini mencerminkan kebesaran Allah sebagai
pencipta yang agung, sebagaimana tertera dalam al-Qur'an; "Kami akan
memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segenap ufuk
(horizon) dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-
Qur'an itu adalah benar" (Q.S. Fushshilat: 53). Maka, disini jelas terlihat bahwa
ayat-ayat al-Qur'an, maupun fenomena alam disebut dengan ayat; yang ada
dalam jiwa manusia maupun dalam ciptaan-Nya yang lain sebagai tanda-tanda
atau isyarat Allah.20
Kemudian, kalau alam semesta itu difahami sebagai keadaan
wujud/eksistensi keseluruhan sejenis, seperti langit, bumi, air, udara dan bahkan
manusia, demikian juga tata kosmis seperti kita tahu dan kita lihat adalah
mempunyai awal dan mempunyai akhir, dan itu adalah diciptakan, dan Tuhan
sendiri menjelaskan proses penciptaan itu. (Q.S. Yasin: 82); akan tetapi jika alam
semesta dilihat dari kesemestaan dan keseluruhan sejenis, yang lebih universal,
bersifat metafisik, ghaib, abadi, maka - sebagaimana dijelaskan diatas - alam
semesta pada hakikatnya adalah perwujudan diri Tuhan sendiri, dan itu tidak
diciptakan, karena bagaimana Dia menciptakan diri-Nya sendiri.21 Jika mengikuti
terminologi al-Qur'an, ada lima tingkatan keadaan wujud/eksistensi (kahadiran
Ilahi) yang bersifat metafisik dan dapat dijadikan sebagai struktur/skema proses
penciptaan alam semesta secara hirarkhi. Struktur ini di pakai juga di kalangan
sufisme seperti Ibn 'Arabi, mereka menyebutnya dengan "lima kehadiran Ilahi".

18
Musa Asy'Arie, Filsafat Islam.., hal. 195-196
19
Seyyed Hossein Nasr, Science…, hal. 92-93
20
Seyyed Hossein Nasr, Klowledge and The Secred, (Pakistan : Suhail Academy Lahore,
1980), hal. 192
21
Musa Asy'Arie, Filsafat Islam.., hal. 198

8
Kelima tingkatan tersebut adalah: 1). Wujud tertinggi, yaitu alam hakikat Ilahi
(Hahut), 2). Alam Nama dan sifat-sifat Ilahi, atau kecerdasan universal, juga
dikenal dengan wujud murni (lahut), 3). Alam yang difahami, atau alam zat
malaikat (Jabarut), 4). Alam Psikis dan manifestasi "halus" (Malakut), dan 5).
Alam Fana atau fisik, yang dikuasai oleh manusia (Nasut).22 Untuk lebih jelas
perhatikan skema/bagan I dibawah ini.

Bagan/skema I
Alam Semesta (Makro-kosmos)23

Keterangan:
1. Alam hakikat Ilahi (hahut)
2. Alam Nama dan Sifat Ilahi (lahut)
3. Alam zat malaikat (malakut)
4. Alam Psikis atau halus (jabarut)
5. Alam Fisik (nasut)

22
Seyyed Hossein Nasr, Klowledge…, hal. 199
23
Bandingkan dengan konsep Plotinus, yaitu konsep Trinitas suci; Yang Esa, Ruh, dan
Jiwa; dunia dan manusia emanasi dalam jiwa, sedangkan jiwa itu sendiri merupakan limpahan dari
Ruh (Nous), dan ruh itu adalah emanasi yang pertama dari yang satu, lihat dalam Russel, Bertran,
Sejarah Filsafat Barat, alih bahasa: Sigit, Jatmiko dan Agung Prihantoro, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2002), hal. 392-395

9
Maksud dari bagan/skema I: Setiap keadaan wujud/eksistensi yang lebih
tinggi mengandung prinsip-prinsip keadaan wujud yang berada dibawahnya dan
tidak kekurangan apapun dari tingkat realitas yang lebih rendah. Dengan
demikian, Allah adalah "Yang Awal" dan "Yang Akhir", "Yang Tersembunyi"
dan "Yang Nampak", sebagaimana dijelaskan di atas -, kemudian kedua sifat
tersebut – "yang awal" dan "yang akhir" - sesuai dengan kepercayaan waktu di
dunia. Waktu disini ditentukan oleh pergantian siang dan malam, sebagaimana
dijelaskan dalam al-Qur'an: "Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan
bulan bercaya, dan Dia tentukan perjalanannya supaya kamu mengetahui
bilangan tahun dan perhitungannya. Allah menjadikan yang demikian adalah
dengan kebenaran. Dia menerangkan tanda-tanda-Nya bagi kaum yang
mengetahui" (QS. Yunus: 5) Kemudian, "Allah Yang Awal", artinya alam
semesta mulai dari-Nya, dan "Allah Yang Akhir", maksudnya alam semesta akan
kembali kepada-Nya. Kemudian, Allah sebagai "Yang Tersembunyi" dan "Yang
Tampak", yaitu berhubungan dengan "ruang" - ruang yang "sesuai" dan "sakral"
- sama seperti dua yang awal menyamai waktu, yaitu dipandang sebagai yang
tampak, artinya Allah menjadi realitas yang mencakup segalanya, yang
"meliputi" dan "merangkum" kosmos. Artinya manifestasi fisik dapat dianggap
sebagai lingkaran paling dalam dari satu set dari lima lingkaran yang konsentris,
diikuti oleh keadaan wujud yang lainnya secara berurutan dengan lingkaran
paling luar yang melambangkan hakikat Ilahi.24 Ruang yang dimaksud disini
adalah suatu dimensi yang bersifat keluasan (eksistensi), wilayah dimana sesuatu
yang eksis, berubah, dan bergerak. Pada hakikatnya ia adalah keseluruhan dunia
sebagai kebersamaan antara entitas-entitas yang ada, baik secara kuantitatif
maupun kualitatif, yang berrelasi secara dimensional-intensif. Ruang tidak hanya
berdimensi fisis, atau sebagai jarak linier, melainkan sebaliknya meliputi ide-ide
murni, intuitif, dan non konseptual. Ruang tidak memiliki independensi realitas
di dunia, tetapi ia ada dan hadir dalam fenomena tatanan alam semesta. Dalam
pandangan Ikhwan al-Muslimin, ungkap Nasr, tidak ada ruang di luar kosmos

24 24
Seyyed Hossein Nasr, Science.., hal. 95 Seyyed Hossein Nasr, Menjelajah…, hal. 48

10
dan alam semesta tidak berada di dalam ruang, melainkan semua yang berada di
dalam ruang tergantung pada alam semesta (The Universe). Oleh karena itu,
Tuhan menegaskan Diri-Nya sebagi al-Muhith; yaitu yang meliputi segala
sesuatu.25 "Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami pada
segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka
bahwa sesungguhnya itu adalah kebenaran. Tiada cukup bahwa sesungguhnya
dia menyaksikan segala sesuatu? Ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka dalam
keragu-raguan tentang bertemu dengan Tuhannya. Ketahuilah bahwa
sesungguhnya Dia meliputi segala sesuatu". (QS. Al-Hadid: 53-54). Kemudian
perjalanan dari lingkaran yang paling luar, yaitu hakikat Ilahi, ke lingkaran yang
paling dalam, yaitu alam Fisik (manusia) sebagi proses penciptaan alam semesta
disebut dengan gerak, yang kemudian akan menghasilkan perenungan tentang
Ilahi itu sendiri (Tafakkur).
Selanjutnya, dalam pandangan yang lain tentang "Allah sebagai Yang
Tersembunyi", disini bagan/skema tersebut jadi terbalik, artinya lingkaran fisik
(manusia) menjadi lingkaran yang paling luar, dan Hakikat Ilahi menjadi
lingkaran yang paling dalam. Seperti bagan/skema II berikut ini:

Bagan/skema II
Alam Manusia (Mikro-kosmos)
Keterangan:
5.Alam Fisik (nasut)

25
Seyyed Hossein Nasr, Science……hal. 74

11
4.Alam Psikis atau halus (jabarut)
3.Alam zat malaikat (malakut)
2.Alam Nama dan Sifat-sifat Ilahi (lahut)
1.Alam hakikat Ialhi (hahut)

Bagan ini dianggap sebagai lambang mikro-kosmos, yaitu manusia. Fisik


dinyatakan sebagai aspek yang paling luar dan sifat spiritualnya adalah yang
paling tersembunyi. Artinya dunia fisik, bagaimanapun luasnya hanya sebagian
kecil dari keseluruhan alam semesta, yang di lingkup dan di rangkumnya.26 Inilah
bagan/skema tentang proses penciptaan alam semesta atau kehadiran Ilahiyah
dalam dunia sufisme. Kemudian, disamping lima tingkatan di atas, kadangkala,
demikian Nasr, ditambahkan dengan keadaan wujud/eksistensi yang keenam,
yaitu: keadaan manusia universal (al-Insan al-kamil).
Karena, jelas Nasr, tujuan kemunculan manusia di dunia adalah untuk
memperoleh pengetahuan total tentang benda, - untuk menjadi Manusia
Universal (al-Insan al-kamil) -, yang merupakan cermin yang memantulkan
semua Nama dan Sifat Ilahi. Sebelum jatuh kebumi, manusia berada di Syurga
sebagai Manusia Primordial (al-Insan al-Qadim); setelah jatuh kebumi, manusia
kehilangan keadaan ini, tetapi dengan menjadi makhluk sentral di sebuah alam
semesta yang dapat dia ketahui secara lengkap, kemudian dia dapat melampaui
keadaan dirinya sebelum kejatuhan untuk menjadi Manusia Universal. Artinya,
apabila manusia dapat memanfaatkan kesempatan hidup yang diberikan padanya,
dengan bantuan alam semesta, dia dapat meninggalkan alam ini untuk menggapai
keadaan yang lebih mulia dibandingkan apa yang dia peroleh sebelum
kejatuhan. Maka mnusia menduduki posisi sentral di dunia ini, yaitu sebagai
penjaga dan sekaligus penguasa alam.27Disinilah letak eksistensi Tuhan sebagai
yang Maha Kuasa yang dapat menciptakan dan mengatur ciptaan-Nya, yaitu
alam, secara sempurna, untuk itu perlu dikemukakan tentang mekanisme atau

26
Seyyed Hossein Nasr, Sciensce……hal. 74-75
27
Seyyed hossein Nasr, Antara Tuhan…….hal.115-116

12
hukum alam yang mencerminkan eksistensinya, Apakah hukum alam tersebut
ada kaitannya dengan Tuhan, ataukah dia berdiri sendiri?

###
Bagi Nasr, hukum alam bukanlah hukum yang independen yang berjalan
dengan sendirinya seolah-olah dunia memiliki independensi ontologis28, akan
tetapi hukum-hukum tersebut memiliki keterkaitan dengan eksistensi Allah dan
sebagai refleksi kebijaksanaan Allah. Kalau hukum-hukum tersebut berdiri
sendiri, artinya memiliki independensi ontologis, maka hal ini bertentangan
dengan hakikat alam itu sendiri, sebagaimana disebutkan diatas, yaitu: "alam
semesta menyandarkan eksistensinya sepenuhnya pada pemeliharaan Allah;
seluruh keteraturan, keselarasan dan hukumnya berasal dari Allah". Bukti adanya
hubungan antara Allah sebagai pencipta dengan alam semesta sebagai yang
diciptakan, ini dapat dilihat dalam kehidupan kita sehari-hari, seperti teraturnya
perjalanan matahari, yang begitu tertib, siapakah yang mengatur semua ini,
kecuali Allah. contoh yang lain, seperti kita mengemudi mobil, tentu ada
hubungan antara mobil dengan sopirnya, kalau tidak ada hubungannya, mobil
tersebut akan berjalan sendiri, yang kemudian akan menabrak semua yang ada
didepannya, atau mobil tersebut berhenti. Oleh karena itu, alam semesta
memerlukan seorang "sopir", sebagai pengontrol "gerak-gerik"nya.

IV. IMPLIKASINYA DALAM DUNIA PENDIDIKAN


Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, jika kita mengikuti
terminologi al-Qur'an, maka ada lima tingkatan keadaan wujud/eksistensi
(kahadiran Ilahi) yang bersifat metafisik dan dapat dijadikan sebagai
struktur/skema proses penciptaan alam semesta secara hirarkhi. Adapun kelima
wujud tersebut adalah: 1). Wujud tertinggi, yaitu alam hakikat Ilahi (Hahut), 2).
Alam Nama dan sifat-sifat Ilahi, atau kecerdasan universal, juga dikenal dengan
wujud murni (lahut), 3). Alam yang difahami, atau alam zat malaikat (Jabarut),

28
Seyyed hossein Nasr, Menjelajah………hal. 48

13
4). Alam Psikis dan manifestasi "halus" (Malakut), dan 5). Alam Fana atau fisik,
yang dikuasai oleh manusia (Nasut).
Implikasinya dalam dunia pendidikan adalah dapat dilihat dari dua
dimensi. Kedua dimensi tersebut terlihat dalam proses pendidikan, yaitu: dimensi
vertikal dan dimensi horizontal. dimana dimensi yang pertama berbicara tentang
hal-hal yang bersifat filosofis-teoritis atau hal-hal yang abstrak, termasuk
hubungan manusia dengan Tuhan, sedangkan dimensi yang kedua berbicara
tentang hal-hal yang bersifat teknis-operasional, termasuk didalam hal-hal yang
berhubungan dengan sesama makhluk.
Hal-hal yang bersifat filosofis-teoritis ini terlihat ketika para ahli
pendidikan merumuskan tentang dasar dan landasan pendidikan serta tujuan yang
diinginkan atau yang diharapkan. Maka dasar pendidikan harus berdasarkan
kepada landasan tempat kita berpijak, yaitu al-Qur’an, dalam hal ini, harus
berlandaskan kepada sang pencipta (Tuhan) sebagai manifestasi dari alam itu
sendiri. Maka disini para pendidik harus memperhatikan hakikat dari alam itu
sendiri yang merupakan kecerdasan universal. Tugas para pendidik atau ilmuwan
disini adalah merumuskan teori-teori pendidikan dan mentransfer ilmu-ilmu yang
bersifat metafisik-filosofis sebagai landasan pendidikan seperti konsep tentang
hakikat/pengertian pendidikan, tujuan pendidikan, kurikulum pendidikan dan
lain-lain.
Setelah para ahli merumuskan tentang teori-teori pendidikan, maka tugas
dari para ahli selanjutnya adalah mengajarkan atau menerapkan teori-teori
tersebut dalam proses belajar-mengajar sehari-hari dan tercermin pula dalam
kehidupan sehari-hari. Inilah hal-hal yang bersifat teknis-operasional. Dengan
demikian, mempelajari alam semesta adalah mempelajari diri kita sendiri.
Artinya kita mengenal diri kita sendiri, kalau kita kita mengenal diri kita sendiri
berarti kita mengenal siapa yang menciptakan kita. Sadar akan alam semesta
adalah sadar akan lingkungan dan sadar akan diri kita sendiri, artinya kita tidak
akan merusak alam semesta dan lingkungan, karena tidak mungkin kita merusak
diri kita sendiri. Jalan menuju kepada proses kesadaran itu adalah dengan
pendidikan, karena pendidikan mengajari manusia untuk mengenal Sang

14
Pencipta dan diri kita sendiri (dimensi vertikal), dan lingkungan sekitar (dimensi
horizontal). Inilah manfaat mempejari tentang “alam semesta”.

V. PENUTUP
Pemikiran Nasr tentang hakikat alam semesta adalah didasarkan pada
ayat-ayat al-Qur'an, walaupun tidak banyak disebutkan secara ekplisit, dan
pemikiran filosofisnya. Masih banyak tentang pemikiran Nasr, "mungkin" yang
belum dikemukakan disini, namun tulisan ini tentunya masih jauh dari memadai
untuk merepresentasikan pemikiran Nasr, baik mengenai kedalaman ilmunya
tentang filsafat, sufisme dan Islam tradisional maupun tanggapannya terhadap
kemajuan ilmu pengetahuan modern yang tidak memperhatikan eksistensi alam
semesta, walaupun demikian tulisan ini bisa diharapkan sebagai permulaan atau
pengantar untuk menelaah pemikirannya yang lebih terwakili.
Dari sekian pemikirannya yang telah diungkapkan diatas, tampaknya
Nasr tidak bersifat parsial atau di pengaruhi oleh budaya lokal dan faham
keagamaan yang dianutnya, yaitu Syi'ah, walaupun disana sini juga kelihatan, ini
wajar karena dipengaruhi oleh budaya leluhurnya. Bahkan yang agak menarik, ia
lebih berada dalam jalur akademiknya, yaitu filsafat. Oleh karena itu, ide-idenya
lebih bersifat filosofis-metafisik dari yang bersifat empirik.
Disamping itu, walaupun Nasr dikenal sebagai pemikir yang bercorak
tradisional, tetapi dia sangat kritis dan logis dalam mengemukakan ide-idenya,
ini mungkin, karena tradisi Persia yang memiliki sifat terbuka dan toleran
terhadap berbagai pemikiran yang berasal dari berbagai kawasan, baik dari
daerah Muslim maupun non Muslim, kemudian mereka ramu dan
internalisasikan dengan nilai-nilai filosofis-Islami. Dan dari Persia juga banyak
bermunculan para filosof Muslim pada abad keemasan Islam. oleh karena itu,
Seyyed Hossein Nasr juga banyak dipengaruhi oleh pemikiran para filosof pada
masa itu.

15
DAFTAR PUSTAKA

Al-Ahwani, Ahmad Fuad, Filsafat Islam, alih bahasa Pustaka Firdaus, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1997).
Asy'ari, Musa, Filsafat Islam: Sunnah Nabi Dalam Berpikir,(Yogyakarta: LESFI,
2001).
Bagus, Loren, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 1996).
Hamersma, Harry, Pintu Masuk Kedunia Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1981)..
Hidayat, Komaruddin, Tragedi Raja Midas: Moralitas Agama dan Krisis
Modernisme,(Jakarta: Paramadina, 1998).
Hoodhoy, Pervez, Islam dan Sains: Pertarungan Menegakkan Rasionalitas, alih
bahasa: Luqman, (Bandung: Pustaka,1997).
Nasr, Seyyet Hossein, Science and Civilication in Islam,(New York: New
American Library, 1970).
…………., Islam Antara Cita dan Fakta, alih bahasa: Abdurrahman Wahid dan
Hasyim Wahid, (Yogyakarta: Pustaka, 2001).
……………, Antara Tuhan, Manusia dan Alam, alih bahasa: Ali Noor Zaman,
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2003).
……………., Klowledge and The Secred, (Pakistan : Suhail Academy Lahore,
1980).
…………….., Menjelajah Dunia Modern, alih bahasa: Hasti Tarekat, (Bandung:
Mizan, 1995).
Poedjawijatna, I.R., Pembimbing Kearah Alam Filsafat, (Jakarta: Pembangunan,
1980).
Russel, Bertran, Sejarah Filsafat Barat, alih bahasa: Sigit, Jatmiko dan Agung

Prihantoro, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002).

16

View publication stats

Вам также может понравиться