Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1
TIM PENYUSUN
2
26. Ratna Ekasari, dr
27. Rena Titis Nur, SKM
28. Retno Kusuma Dewi, dr.
29. Ronny Chandra S. Si, M. Biomed
30. Rudy Hutagalung
31. Saida Nurmala Debataradja, SKM
32. Setiawan Jati Laksono, dr.
33. Setya Budiono, dr., MARS
34. Siti Nur Anisah, drg., MPH
35. Soedarsono, dr. Sp.P
36. Sri Prihatini, dr., Sp. P.
37. Sulistyo SKM, M. Epid
38. Surjana, SKM, M.Sc
39. Suwandi, SKM, M. Epid
40. Tiar Salman, ST, MM
41. Tiara Verdinawati, SKM
42. Triana Yuliarsih, SKM
43. Tutik Kusmiati, dr., Sp. P
44. Yusuf Said, SH
45. Zulrasdy Djairas, dr. SKM
3
DAFTAR SINGKATAN
3TC = Lamivudine
ADSM = Active Drug Safety Monitoring
Am = Amikasin
Amx-Clv = Amoksilin Clavulanat
ART = Anti Retroviral Therapy
ARV = Anti Retroviral (Obat)
ASI = Air Susu Ibu
AZT = Zidovudine
BB = Berat Badan
Bdq = Bedaquilin
BPOM = Badan Pengawas Obat Makanan
BTA = Basil Tahan Asam
CD4 = Cluster of differentiation 4
CEM = Cohort Event Monitoring
Cfz = Clofazimin
Cl = Chlorida
Cm = Capreomycin
CTJ = Ceramah Tanya Jawab
Cs = Sikloserin
Dlm = Delamanid
DM = Diabetes Mellitus
DOT = Directly Observed Treatment
DOTS = Directly Observed Treatment, Shortcourse chemotherapy
DST + Drug Sensitivity Test
E = Etambutol
EFV = Efavirenz
EKG = Elektro Kardio Grafik
Eto = Etionamid
ESO = Efek Samping Obat
Fasyankes = Fasilitas Pelayanan Kesehatan
FLD = First Line Drug
Gfx = Gatifloksasin
H = Isoniazid
HEPA = High-efficiecy Particulate Absorption
HIV = Human Immunodeficiency Virus
4
I = Invalid
Ipm = Imipenem-silastatin
IRIS = Immune Reconstitution Inflamantory Syndromes
KIE = Komunikasi Informasi Edukasi
Km = Kanamisin
Lfx = Levofloksasin
Lzd = Linezolid
LPV/r = Lopinavir/ Ritonavir
LSM = LembagaSwadayaMasyarakat
MDR = Multi Drugs Resistance
Mfx = Moksifloksasin
MGIT = Mycobacteria Growth Indicator Tube
Mg = Miligram
M. Tb = Mycobacterium Tuberculosis
MTPTRO = Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberculosis Resistan Obat
Na = Natrium
Neg = Negatif
OAD = Obat Anti Diabetika
OAT = Obat Anti Tuberculosis
ODHA = Orang Dengan HIV/AIDS
Ofl = Ofloksasin
PAS = Para amino salisilat
PCP = Pneumonia Carinii Pneumocystis
PHBS = Perilaku Hidup Bersih Sehat
PMDT = Programmatic Management of Drug-resistant TB
PMO = Pengawas Menelan Obat
PPI = Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
PPK = Pengobatan Profilaksis Kotrimoksasol
Pto = Protionamid
PV = Pharmacovigilans
R = Rifampisin
RO = Resistan Obat
RR = Rifampisin Resistan
S = Streptomycin
SAES = Serious Adverse Event
SAR = Serious Adverse Reaction
SGOT = Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
5
SGPT = Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
SLD = Second-line drugs
SR = Sensitif Rifampisin
SUSAR = Suspected Unexpected Serious Adverse Reaction
TAK = Tim Ahli Klinis
TB = Tuberkulosis
TB RR = TB Resistan Rifampisin
TCM = Tes Cepat Molekuler
TDF = Tenofovir Disoproxil Fumarate
TPK = Tujuan Pembelajaran Khusus
TPU = Tujuan Pembelajaran Umum
TSH = Thyroid stimulating hormon
Trd = Tenzidon
UAR = Unexpected Adverse Reaction
Vit = Vitamin
WHO = World Health Organization
XDR = Extensively Drugs Resistant
Z = Pirazinamid
6
DAFTAR ISI
I.DESKRIPSI SINGKAT 9
II.TUJUAN PEMBELAJARAN 10
III. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN 10
IV. METODE DAN ALAT BANTU 11
V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN 11
VI.URAIAN MATERI
A. Prinsip Pengobatan TB Resistan Obat
1. Penetapan PAsien TB RO Yang Akan Diobati 14
2. Upaya Meningkatkan Kesediaan Pasien Menjalani Pengobatan 16
3. Jenis OAT Untuk Pengobatan TB RO 17
4. Paduan Pengobatan TB RO di Indonesia 33
5. Dosis OAT RO 35
B. Pengobatan TB Resistan Obat
1. Persiapan Awal Sebelum Memulai Pengobatan 37
2. Penetapan Paduan dan Dosis OAT RO di Indonesia 41
3. Tahapan Pengobatan TB RO 45
4. Pemantauan Pengobatan Pasien TB RO 51
5. Tatalaksana Pasien Berobat Tidak Teratur 55
6. Tatalaksana Kasus Gagal Pengobatan 57
7. Penetapan Hasil Pengobatan Pasien TB RO 62
8. Pencatatan dan Pelaporan Pengobatan TB RO 64
C. TATALAKSANA PENGOBATAN TB RESISTAN OBAT ANAK 94
D. TATALAKSANA PENGOBATAN PASIEN KO-INFEKSI HIV
1. Prinsip Kolaborasi TB RO-HIV 95
2. Persiapan Pengobatan Ko-infeksi TB RO dan HIV 96
3. Tatacara Pengobatan Pasien TB RO-HIV 96
4. Potensi Interaksi Obat Antara OAT RO dan ART 98
5. Potensi Toksisitas Obat Antara OAT RO dan ART 98
6. Monitoring Pengobatan TB RO dan HIV 102
7. Manajemen Sindrom Pemulihan Kekebalan (IRIS) 103
8. Tatalaksana Efek Samping OAT RO dan HIV 103
E. PENGOBATAN TB RESISTAN OBAT PADA KEADAAN KHUSUS 108
F. PENGOBATAN ADJUVAN PADA TB RESISTAN OBAT 112
G. PENANGANAN EFEK SAMPING OAT RO
1. Prinsip Pemantauan Efek Samping 113
7
2. Tempat Penatalaksanaan Efek Samping 113
3. Efek Samping OAT RO dan Penatalaksanaannya 113
4. Pelaporan Kejadian Efek Samping 125
H. PESAN KOMUNIKASI EFEKTIF PADA PASIEN TB RO 129
8
I. DESKRIPSI SINGKAT
Pengobatan pasien Tuberculosis Resistan Obat (TB RO) dapat dilaksanakan di semua
fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) terlatih sesuai dengan tingkat kemampuan
dan sumber daya yang dimiliki. Penetapan diagnosa TB RO dilakukan oleh dokter
terlatih di fasyankes berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan M.tuberkulosis
(M.Tb), baik dengan Tes Cepat Molekuler (TCM) maupun metode biakan konvensional.
Penatalaksanaan pasien TB RO menggunakan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
yang sesuai dengan hasil uji kepekaan obat serta mengikuti pedoman yang diberikan
oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Pengobatan pasien TB RO terdiri atas 2 (dua) tahap: tahap awal dan tahap lanjutan.
Pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (Directly Observed Treatment =
DOT) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO) yaitu petugas kesehatan atau kader
kesehatan terlatih sesuai tahap pengobatan dan kewenangannya. Pengawasan
dilaksanakan dengan ketat dalam arti pasien harus dalam pengawasan penuh oleh
petugas atau kader kesehatan terlatih ketika pasien menelan obat.
9
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Setelah mengikuti materi, peserta mampu melakukan tatalaksana pengobatan
pasien TB RO.
B. Pengobatan TB RO
1. Persiapan awal sebelum memulai pengobatan TB RO
2. Penetapan paduan dan dosis OAT TB RO
3. Tahapan pengobatan TB RO
4. Pemantauan pengobatan pasien TB RO
5. Tatalaksana pasien berobat tidak teratur
6. Tatalaksana kasus gagal pengobatan
7. Penetapan hasil pengobatan pasien TB RO
8. Pencatatan dan pelaporan
10
E. Pengobatan TB RO pada keadaan khusus
F. Pengobatan adjuvan
G. Penanganan efek samping OAT TB RO
H. Pesan komunikasi efektif dalam pengobatan pasien TB RO
11
3. Bila belum ada, menugaskan kelompok untuk memilih ketua dan penjaga waktu.
4. Menggali pendapat peserta (apersepsi) tentang apa yang dimaksud dengan
Pengobatan pasien TB RO dengan metode curah pendapat/ brainstorming.
5. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan ruang lingkup bahasan Pengobatan TB RO
6. Memandu peserta untuk membaca Deskripsi singkat dan Tujuan pembelajaran.
Kegiatan Peserta
1. Mempersiapkan nama untuk ditaruh di meja, serta alat tulis yang diperlukan.
2. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan Fasilitator.
3. Memilih ketua dan pengatur waktu (bila belum terpilih).
4. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.
5. Membaca bagian materi sesuai instruksi dari fasilitator.
6. Mengajukan pertanyaan kepada Fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas dan
perlu klarifikasi.
Kegiatan Peserta
1. Mendengar, mencatat, dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting.
2. Membaca materi dan mengajukan pertanyaan kepada Fasilitator sesuai materi dan
kesempatan yang diberikan.
3. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan Fasilitator.
12
Kegiatan Peserta
1. Mendengar, membaca, mencatat dan menanyakan hal-hal yang kurang jelas pada
Fasilitator.
2. Mengerjakan latihan dan studi kasus sesuai dengan materi pembelajaran dan
penugasan yang terdapat pada materi.
Kegiatan Peserta
1. Mengerjakan latihan dan melihat demonstrasi sesuai dengan materi yang sedang
dibahas.
2. Berperan aktif dalam proses tanya jawab yang dipimpin oleh Fasilitator.
3. Bersama Fasilitator mengkaitkan hasil latihan dengan situasi dan kondisi di tempat
kerja.
13
VI. URAIAN MATERI
A. PRINSIP PENGOBATAN TB RESISTAN OBAT
1. Penetapan pasien TB RO yang akan di obati.
Penetapan pasien dan keputusan untuk memulai pengobatan pasien TB RO
dilakukan oleh dokter terlatih di Fasyankes Rujukan TB RO dan Fasyankes TB
RO yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan RI melalui Dinas Kesehatan
Provinsi. Dokter terlatih TB RO di Fasyankes dibagi sesuai tingkat layanannya :
a. Tim Ahli Klinis (TAK) untuk Fasyankes Rujukan TB RO
b. Dokter ahli atau dokter umum terlatih TB RO di Fasyankes TB RO
Tim Ahli Klinis (TAK) adalah kelompok fungsional di Fasyankes Rujukan TB RO,
yang memiliki peranan dan bertanggung jawab dalam hal:
a. Menetapkan diagnosis
b. Menetapkan pengobatan
c. Menetapkan paduan dan dosis OAT yang digunakan,
d. Bekerjasama dengan tim terapeutik untuk menangani efek samping berat,
serta masalah yang memerlukan masukan,
e. Menetapkan hasil akhir pengobatan,
f. Melakukan koordinasi melalui jejaring internal dan eksternal,
g. Memastikan keberlangsungan pengobatan di fasyankes yang bersangkutan,
h. Memberikan bimbingan pada Fasyankes TB RO dan satelit yang masuk
dalam jejaringnya.
Catatan :
Pertemuan Tim Ahli Klinis dilaksanakan secara berkala sesuai kebutuhan,
kecuali bila ada hal mendesak yang harus segera diputuskan maka pertemuan
bisa dilakukan di luar jadual.
14
f. Menetapkan hasil akhir pengobatan,
g. Melakukan koordinasi melalui jejaring internal dan eksternal,
h. Memastikan keberlangsungan pengobatan,
i. Memberikan bimbingan pada fasyankes satelit yang ada dalam jejaringnya.
15
Tabel 2 : Pasien TB RO dengan kondisi khusus
Kondisi Khusus Keterangan
1. Penyakit penyerta Kondisi berat karena penyakit penyerta, berdasar riwayat
yang berat penyakit dan pemeriksaan laboratorium
(contoh: ginjal, hati, epilepsi dan gangguan jiwa)
2. Kelainan fungsi Kenaikan SGOT/SGPT > 3 kali nilai normal atau terbukti
hati menderita penyakit hati kronik
3. Kelainan fungsi kadar kreatinin > 2,2 mg/dl
ginjal
4. Ibu Hamil Wanita hamil trimester pertama
5. Kelainan Endrokrin DM yang tidak terkontrol atau gangguan fungsi tiroid
6. HIV HIV dengan ARV
Kondisi pasien pada tabel 2 adalah kondisi khusus yang harus diperhatikan oleh
Fasyankes Rujukan TB RO dan fasyankes TB RO sebelum memulai
pengobatan. Penetapan untuk mulai pengobatan diputuskan oleh TAK di
Fasyankes Rujukan TB RO dengan masukan dari Tim Terapeutik (bila ada).
Untuk Fasyankes TB RO disarankan untuk melakukan konsultasi dengan TAK
dan atau Tim Terapeutik di Fasyankes Rujukan TB RO yang merupakan
jejaringnya.
Tim Terapeutik adalah kelompok fungsional yang terdiri dari berbagai disiplin
ilmu/ para ahli yang sesuai dengan kebutuhan pasien TB RO. Misalnya : ahli
penyakit dalam, ahli kardiologi, ahli nefrologi, ahli THT, ahli mata, ahli syaraf, ahli
patologi klinik, ahli kesehatan jiwa, ahli psikologi, ahli farmakologi, ahli penyakit
kulit dan kelamin dll.
16
b. Memotivasi dan menyarankan
Saran yang diberikan mencakup anjuran pengobatan untuk pasien, edukasi
pasien, menyiapkan pasien dan keluarga untuk dapat menjalani pengobatan
tanpa ada kendala psikososial. Dalam hal menentukan pilihan, sebaiknya
pasien diikutsertakan dalam diskusi keuntungan dan kerugian serta hindari
mendikte.
c. Menyetujui
Pasien menyetujui berarti paham dan bersedia menjalani pengobatan.
Persetujuan pengobatan dalam bentuk dokumen tertulis (inform consent).
Jika pasien belum menyetujui, petugas kesehatan harus tetap memberikan
motivasi sampai pasien bersedia menjalani pengobatan.
d. Membantu
Petugas kesehatan membantu pasien jika pasien memiliki hambatan untuk
memulai pengobatan dengan memberikan saran dan alternatif solusi sesuai
dengan kendala yang dihadapi. Petugas kesehatan dapat membantu
menghubungkan pasien dengan pekerja sosial atau LSM yang terlibat dalam
kegiatan TB RO.
e. Menjadualkan
Petugas kesehatan bersama pasien menyepakati jadual kapan memulai
pengobatan.
17
C OAT oral lini Etionamid (Eto) Terizidon (Trd)*
Kedua Protionamid (Pto)* Clofazimin (Cfz)
Sikloserin (Cs) Linezolid (Lzd)
Keterangan:
*Tidak disediakan oleh program
**Tidak termasuk obat suntik lini kedua, tetapi dapat diberikan pada kondisi
tertentu dan tidak disediakan oleh program
a. Grup A: Fluroquinolon
Golongan Fluorokuinolon
Jenis Obat Uraian
Levofloxacin Bersifat bakterisidal tinggi.
(Lfx) 2 kali lebih kuat dari ofloxacin.
Berupa tablet dengan kemasan 250 mg
Penyimpanan dalam wadah kedap udara pada suhu
kamar (15-25°C).
18
Pemberian oral jangan bersamaan dengan pemberian
obat yang mengandung Fe, Mg, vitamin, didanosine,
sucralfat. Dapat diberikan bersama susu.
Diserap hampir disemua organ tubuh, 30-50%
terserap oleh selaput otak (meninges) yang
meradang.
Hati-hati pemberian pada ibu hamil dan ibu menyusui.
Efek samping: biasanya tidak ada. Kadang dijumpai
keluhan gastro intestinal, sakit kepala, diare,
fotosensitivitas. Sangat jarang dijumpai adanya
neuropati.
Interaksi obat:
o Jangan diberikan pada pasien yang minum obat
anti arritmia: quinidin, procainamid, amiodarone &
sotalol.
o Pemberian sucralfat menurunkan absorbsi
fluoroquinolon.
o Pemberian antasida (seperti: Mg, Al, Calsium atau
Didanosine) akan menurunkan absorbsi dan
menghilangkan efek terapeutik fluoroquinolon.
o Pemberian probenesid akan menurunkan sekresi
fluoroquinolon di ginjal yang mengakibatkan
sekitar 50% peningkatan serum fluoroquinolon.
o Pemberian suplemen vitamin yang mengandung
Zn dan Fe akan mengurangi absorbsinya.
o Pemberian fluoroquinolon bersamaan dengan
mexiletin akan meningkatkan konsentrasi
mexiletin.
Kontra-Indikasi: kehamilan, hipersensitivitas terhadap
fluoroquinolon, kelainan jantung dengan adanya
pemanjangan gelombang QT pada EKG
(Elektrokardiografi).
Tidak perlu pemantauan laboratorium.
Pantau pasien untuk timbulnya:
o Rasa sakit & pembengkakan persendian,
o Kemerahan pada kulit,
19
o Kekuningan pada mata dan kulit,
o Bingung, diare dan kesulitan bernafas.
Moksifloksasin Bersifat bakterisidal tinggi.
(Mfx) Merupakan generasi kuinolon yang lebih baru
dibanding Levofloksasin.
Berupa tablet dengan kemasan 400mg
Penyimpanan dalam wadah kedap udara pada suhu
kamar (15-25°C).
Memiliki tingkat absorbsi oral yang bagus dengan
tingkat bioavailabilitas mencapai 90%. Diberikan
dengan jeda 2 jam sebelu atau 4 jam sesudah
mengkonsumsi susu, antasid dan obat-obatan yang
mengandung kation divalent (Fe, Mg, Ca, Zn, vitamin,
didanosin, sucralfat).
Hati-hati pemberian pada ibu hamil dan ibu menyusui.
Efek samping: Yang sering dikeluhkan berupa mual,
diare, sakit kepala dan insomnia. Efek samping berat
yang jarang ditemukan berupa ruptur tendon,
athralgia, hepatotoksisitas, pemanjangan gelombang
QTc dan hiper/ hipoglikemia.
Instruksi kepada pasien:
o Moksifloksasin bisa diberikan dengan makanan,
tetapi tidak dengan susu atau produk olahan susu.
o Pemberian sucralfat dan antasida (seperti: Mg, Al,
Calsium atau Didanosine) akan menurunkan
absorbsi dan menghilangkan efek terapeutik
fluoroquinolon.
o Pemberian probenesid akan menurunkan sekresi
fluoroquinolon di ginjal yang mengakibatkan
sekitar 50% peningkatan serum fluoroquinolon.
o Pemberian suplemen vitamin yang mengandung
Zn dan Fe akan mengurangi absorbsinya.
o Pemberian fluoroquinolon bersamaan dengan
mexiletin akan meningkatkan konsentrasi
mexiletin.
Monitoring efek samping: dengan melakukan
20
monitoring terhadap symtom.
Pantau pasien untuk timbulnya:
o Rasa sakit & pembengkakan persendian dan
tendon terutama pada enkel dan siku.
o Kemerahan pada kulit,
o Kekuningan pada mata dan kulit,
o Bingung, diare dan kesulitan bernafas.
21
selama pengobatan
Kontra-Indikasi: Ibu hamil, hipersensitif terhadap
aminoglikosid, hati-hati pemberian pada pasien dengan
kelainan ginjal, kelainan hati, kelainan pendengaran dan
keseimbangan (saraf-VIII).
Pantau pasien untuk timbulnya gejala: kesulitan bernafas,
pendengaran berkurang, kemerahan, pembengkakan
tempat suntikan, berkurangnya produksi urine.
Streptomisin Bersifat bakterisidal dengan menghambat sistesis
(S) protein. Tidak memiliki resistensi silang yang bermakna
terhadap obat golongan aminoglikosida yang lain.
Sediaan dalam bentuk vial atau ampul,kemasan 1 gr.
Berupa obat suntik bentuk cair atau serbuk yang harus
dilarutkan dengan aqua pro-injeksi untuk penyuntikan,
diberikan secara intra muskuler.
Penyimpanan: bentuk bubuk dan cairan tetap stabil pada
suhu kamar (15-25°C). Setelah dilarutkan harus dipakai
pada hari yang sama.
Penyuntikan dianjurkan bergantian kiri dan kanan, bila
disuntikkan pada tempat yang sama terus menerus dapat
mengakibatkan absorbsi intramuskuler berkurang.
Penetrasi terhadap CSF bervariasi, paling bagus pada
selaput otak yang meradang.
Hati-hati pemberian pada ibu hamil dan ibu menyusui,
pasien dengan penyakit ginjal, penyakit hati serta mereka
yang hipersensitif terhadap aminoglikosida. Pemberian
pada ibu hamil harus sedapat mungkin dihindari karena
efek gangguan pendengaran pada janin. Bisa diberikan
pada Ibu menyusui.
Efek samping:
o Paling sering rasa sakit ditempat suntikan,
o Bisa menyebabkan gagal ginjal yang reversibel.
o Ototoksisitas dan gangguan vestibular yang bersifat
menetap,
o neuropati perifer.
o Gangguan elektrolit: hipokalemia, hipokalsemia dan
22
hipomagnesemia.
Pemantauan pemberian Streptomisin:
o Pemeriksaan serum kreatinin,
o Pemeriksaan fungsi pendengaran dan keseimbangan
sebelum dan selama pengobatan
Kontra-Indikasi: Ibu hamil, hipersensitif terhadap
aminoglikosid, hati-hati pemberian pada pasien dengan
kelainan ginjal, kelainan hati, kelainan pendengaran dan
keseimbangan (saraf-VIII).
Pantau pasien untuk timbulnya gejala: kesulitan bernafas,
pendengaran berkurang, kemerahan (pada tempat
suntikan), pembengkakan tempat suntikan, berkurangnya
produksi urine.
Golongan Polipeptida
Capreomisin Bersifat bakterisidal.
(Cm) Sediaan dalam bentuk vial,kemasan 1 gr
Metabolisme di ginjal, sekresi lewat urin.
Berupa obat suntik bentuk bubuk yang harus dilarutkan
dengan aqua pro-injeksi untuk penyuntikan, diberikan
secara intra muskuler.
Penyimpanan: bentuk bubuk tetap stabil pada suhu
kamar (15-25°C). Setelah dilarutkan harus dipakai pada
hari yang sama.
Penyuntikan dianjurkan bergantian kiri dan kanan, bila
disuntikkan pada tempat yang sama terus menerus dapat
mengakibatkan absorbsi intramuskuler berkurang.
Hati-hati pemberian pada ibu hamil dan ibu menyusui,
pasien dengan penyakit ginjal, penyakit hati serta mereka
yang hipersensitif terhadap Capreomisin sulfat.
Efek samping:
o Paling sering rasa sakit ditempat suntikan, gagal
ginjal yang reversibel.
o Kadang terjadi gejala pengurangan pendengaran,
gangguan keseimbangan yang menetap, neuropati
perifer dan gangguan ginjal.
Pemantauan pemberian Capreomisin :
23
o Pemeriksaan faal ginjal dan serum elektrolit (serum
kreatinin, Kalium),
o Pemeriksaan fungsi pendengaran sebelum dan
selama pengobatan.
Kontra-Indikasi: Ibu hamil, hipersensitif terhadap
kapreomisin sulfat, hati-hati pemberian pada pasien
dengan kelainan ginjal, hati, kelainan pendengaran dan
keseimbangan (saraf-VIII).
Pantau pasien untuk timbulnya gejala: kesulitan bernafas,
pendengaran berkurang, kulit kemerahan,
pembengkakan tempat suntikan dan berkurangnya
produksi urine.
24
dengan PAS) serta neuropati yang dapat dicegah
dengan pemberian vitamin B6.
o Jarang terjadi: gangguan saraf tepi, saraf mata,
diplopia, pandangan kabur dan sindroma kulit termasuk
ruam kulit, fotosensitivitas, trombositopenia dan
purpura.
Interaksi obat:
o Penggunaan bersama sikloserin akan mengakibatkan
peningkatan insidensi gangguan saraf, termasuk
kejang-kejang.
o Ethionamid dapat meningkatkan efek samping OAT
lain.
o Penggunaan bersama PAS kemungkinan akan
meningkatkan keracunan hati dan hipotiroidisme.
Kontra-Indikasi: Pasien dengan gangguan hati berat dan
pasien yang hipersensitif terhadap ethionamid.
Pemantauan:
o Sebelum dan selama pemberian ethionamid harus
dipantau kemungkinan timbulnya gangguan pada mata
dan gangguan fungsi hati.
o Selama pemberian obat ini harus dipantau kadar gula
darah, kadang dapat terjadi hipoglikemi.
Perhatikan bila timbul:
o Semua keluhan pada mata: rasa sakit, pandangan
kabur, buta warna.
o Rasa tebal/baal ditangan dan kaki.
o Pendarahan dan ruam yang tak lazim.
o Perubahan perilaku: depresi, bingung atau agresif.
o Kulit ikterik, urine menjadi berwarna gelap, mual dan
muntah.
Golongan Analog D-Alananin
Sikloserin Bersifat bakteriostatik tinggi,
(Cs) Memiliki resistensi silang dengan ethionamid &
prothionamid.
Kemasan bentuk tablet dengan sediaan 250 mg.
Sebaiknya diminum saat perut kosong, karena makanan
25
dalam lambung akan menurunkan absorbsi obat.
Penyimpanan pada suhu kamar (20-25°C), dalam wadah
kedap udara.
Penyerapan disemua organ baik. Terserap 80-100% di
cairan serebrospinal, terutama pada selaput otak yang
meradang.
Hati-hati pada ibu hamil dan ibu menyusui serta pasien
dengan penyakit ginjal.
Efek samping:
o Sering terjadi: gangguan saraf dan kejiwaan, termasuk
sakit kepala, gelisah, gangguan tidur, agresivitas,
depresi, bingung, pusing, mimpi buruk, mengantuk,
sakit kepala hebat, khawatir terus.
o Kadang terjadi: gangguan penglihatan, kelainan kulit,
baal di kulit, tangan dan kaki terasa terbakar, mata
terasa sakit dan ikterus.
o Jarang terjadi: perasaan ingin bunuh diri atau kejang.
Interaksi obat:
o Pemberian bersama dengan INH dan ethionamid akan
meningkatkan efek samping sistem saraf. Dapat
dicegah dengan pemberian vitamin B6.
o Pemberian bersamaan dengan fenitoin akan
meningkatkan kadar fenitoin darah.
o Minuman mengandung alkohol akan memberikan efek
toksis & meningkatkan kemungkinan kejang.
Kontra-Indikasi: pasien dengan hipersensitivitas sikloserin,
epilepsi, depresi, psikosis, insufisiensi ginjal berat dan
pecandu minuman keras (miras)
Pemantauan: bila mungkin dikerjakan pemantauan kadar
sikloserin serum, untuk mencapai dosis ideal. Tidak boleh
lebih dari 30µgr/ml.
Perhatian bila terjadi:
Kejang, gemetar dan sulit bicara, perubahan tingkah laku
misalnya menjadi agresif, depresi & kecenderungan
menyakiti diri sendiri, rasa khawatir, bingung atau hilang
ingatan serta dan sakit kepala.
26
Golongan Oksasolidinones
Jenis Obat Uraian
Linezolid Bersifat bakterisidal dengan menghambat proses sistesis
(Lnz) protein.
Kemasan: dalam bentuk tablet salut 400 mg dan 600 mg.
Penyimpanan: pada suhu kamar 15-25 derajat celcius.
Absorbsi: Dapat diabsorbsi secara hampir sempurna untuk
pemberian oral dan tersebar disemua jaringan.
Pemberian pada kondisi khusus:
o pasien yang sedang hamil dan menyusui mengingat
terbatasnya data.
o Tidak ada rekomendasi untuk melakukan penyesuaian
dosis pada pasien dengan penyakit ginjal, tetapi
metabolit obat dapat terakumulasi.
o Jarang diasosiasikan dengan peningkatan
transaminase.
Efek samping:
o Myelosupresi sehingga menimbulkan penurunan kadar
trombosit, leukosit serta anemia.
o Diare dan rasa mual.
o Neuropati optikal dan peripheral yang sifatnya
irreversible. Pemberian Linezolid harus dihentikan.
o Asidosis laktat yand ditandai dengan mual muntah
rekuren, asidosis atau penurunan kadar bikarbonat
yang penyebabnya tidak diketahui pada pasien yang
mendapatkan Linezolid.
Kontra-Indikasi: Hipersensitivitas terhadap
oksasolidinones, ada simptom neuropati di ektremitas.
Interaksi obat: hindari pemakaian bersama obat
serotonergik (MAO inhibitor), SSRTI (fluoxetine), anti
depresan trisiklik, lithium, dll, karena bisa menimbulkan
reaksi CNS yang serius seperti sindrom serotonin.
Monitoring: monitor untuk terjadinya neuropati optis dan
neuropati perifer setiap 2 bulan atau bila terjadi simptom.
Pemeriksaan hitung darah setiap minggu pada awal
pemberian linezolid dilanjutkan dengan pemeriksaan
27
bulanan dan bila diperlukan/ bila ada simptom.
Instruksi kepada pasien: Linezolid dapat dikonsumsi
bersama atau tanpa makanan. Hindari makanan atau
minuman yang mengandung tiramin, keju, kecap kedele,
daging kering, bir dan anggur. Beri tahu petugas
kesehatan bila pasien mengkonsumsi obat flu/ anti depresi.
Golongan Iminofenazine
Jenis Obat Uraian
Clofazimin Mempunyai aktifitas bersifat in vitro terhadap M.tb,
(Cfz) informasi mengenai aktifitas yang bersifat in vivo masih
sangat terbatas. Biasanya diberikan apabila pilihan
terhadap OAT SLD terbatas jumlahnya. Memiliki waktu
paruh selama 70 hari.
Kemasan: dalam bentuk kapsul 50mg dan 100mg. Hanya
tersedia dalam bentuk sediaan oral.
Penyimpanan: pada wadah yang tertutup rapat, pada suhu
kamar.
Absorbsi: Tingkat absorbsi sekitar 70% pada pemberian
secara oral.
Belum direkomendasikan pemberian kepada wanita hamil
dan menyusui mengingat masih terbatasnya data yang
ada. Bisa menimbulkan hiperpigmentasi pada bayi apabila
diberikan kepada ibu menyusui.
Hati-hati pemberian pada pasien dengan penyakit hati
karena sifatnya yang secara parsial dimetabolisme di hati.
Efek samping:
o Warna merah atau oranye pada kulit, konjunctiva,
kornea dan cairan tubuh.
o Kulit kering, pruritus, bercak kemerahan, xerosis dan
ichtitosis.
o Retinopati, perdarahan dan obstruksi saluran cerna
dan QT memanjang (jarang).
Kontra-Indikasi: Pasien dengan hipersensitivitas terhadap
clofazimin.
Interaksi obat: Pemakaian bersama obat-obatan yang bisa
menimbulkan pemanjangan gelombang QT (bedaquilin,
28
delamanid, fluorokuinolon, obat anti jamur golongan azol)
akan menimbulkan tambahan pemanjangan gelombang
QT.
29
Gangguan fungsi mata yang tergantung besarnya dosis.
Kelainan hati and arthralgia jarang terjadi.
Kontra-Indikasi: pasien dengan hipersensitivas ethambutol
serta pasien dengan radang saraf mata.
Golongan Isonikotinik Asam Hidrazid
Isoniazid Bersifat bakterisidal untuk bakteri yang sedang aktif
(INH) membelah diri.
Sediaan dalam bentuk tablet 50mg, 100mg atau 300mg
Penyimpanan dalam wadah yang tertutup pada suhu ruang
(15-27 derajat Celcius)
Absorbsi: mudah diabsorbsi dengan pemberian secara oral,
paling bagus diabsorbsi dalam keadaan perut kosong, kadar
konsentrasi puncak obat dalam darah menurun 50% apabila
diberikan bersamaan dengan makanan berlemak.
Pemberian vitamin B6 dilakukan apabila INH diberikan
dalam dosis tinggi dan pada pasien yang mengalami
uremia, DM, HIV, gangguan kejang, alkoholisme dan
neuropati perifer. Dosis normal pemberian vitamin B6 untuk
pasien yang mendapatkan INH adalah 10-26mg/ hari.
Efek samping: Hepatitis (terkait umur), neuropati perifer,
reaksi hipersensitivitas dan reaksi lain termasuk neuritis
optic, arthralgia, diare.
Kontra indikasi: Pasien dengan reaksi alergi terhadap INH.
Interaksi obat: peningkatan konsentrasi phenytoin dan
peningkatan resiko hepatotoksitas dengan karbamazepin.
Pantau pasien dan instruksikan agar melaporkan ke
petugas kesehatan apabila ditemukan: kuning pada kulit
dan mata, urin berwarna coklat tua.
Pemakaian dengan hati-hati: pasien dengan riwayat
penyakit hati karena bisa memicu eksaserbasi.
30
Grup D2: OAT jenis baru
Golongan Diarilkuinolin
Jenis Obat Uraian
Bedaquilin Bersifat bakterisidal dengan menghambat sistesi ATP.
Memiliki waktu paruh selama 5,5 bulan.
Kemasan berupa Tablet 100mg.
Penyimpanan dalam suhu kamar.
Dosis pada dewasa 400 mg/ hari pada 2 minggu awal,
dilanjutkan 200mg/ 3 kali seminggu selama 22 minggu.
Diabsorbsi dengan baik secara oral terutama bila
dikonsumsi bersama makanan.
Penetrasi terhadap CNS belum diketahui.
Tidak direkomendasikan untuk pemakaian pada ibu hamil
dan ibu menyusui akibat data keamanan yang masih
sedikit.
Hati-hati untuk penggunaan pada pasien dengan gangguan
ginjal dan hati. Penyesuaian dosis tidak diperlukan pada
gangguan ginjal ringan sampai sedang.
Efek samping:
o Sering: Intoleransi gastro intestinal (mual, muntah),
nyeri perut, nyeri pada sendi, nyeri kepala, hemoptisis
dan nyeri dada.
o Jarang: Pemanjangan gelombang QT, hiperurisemia,
fosfolipidosis, peningkatan kadar aminotransferase dan
meningkatnya resiko pankreatitis.
Kontraindikasi: terjadi aritmia ventrikuler, Interfat QTcF
>500ms dan gangguan hati berat.
Interaksi obat: Metabolisme terjadi di CYP3A4 sehingga
pemakaian bersama rifampisin, efavirenz akan mengurangi
kadar bedaquilin. Obat-obatan yang yang bersifat inhibitor
terhadap CYP3A4 akan meningkatkan kadar Bedaquilin,
misalnya obat anti jamur golongan Azol, macrolide,
protease inhibitor. Hindari sedapat mungkin penggunaan
bersama obat-obatan yang bisa memperbanjang interval
QT seperti Clofazimin, fluorokuinolon, Azol, Delamanid.
31
Setiap tanda terjadinya sinkop harus ditindaklanjuti dengan
evaluasi menyeluruh dan pemeriksaan EKG.
Monitoring: dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan EKG
sebelum memulai pengobatan dan dilanjutkan minimal
pada minggu ke-2, minggu ke-12 dan minggu ke-24 setelah
mulainya pengobatan. Pemeriksaan EKG yang lebih sering
dianjurkan apabila ada riwayat gangguan jantung,
hipotiroidisme dan gangguan elektrolit. Tes fungsi hati
dilakukan setiap bulan selama pengobatan dengan
bedaquilin.
32
G6PD (glukosa-6-fosfat dehidrogenase).
Interaksi obat:
o Pemberian bersama digoksin akan menurunkan
absorbsi digoksin, sehingga dosis digoksin mungkin
harus dinaikkan agar efek terapeutik tercapai.
o Pemberian bersamaan dengan ethionamid akan
menaikkan keracunan hati serta dapat terjadi
hipotiroidisme.
o Pemberian bersama INH akan menurunkan asetilasi
INH, dan kadar dalam serum meningkat sehingga dosis
mungkin perlu diturunkan.
Kontra-Indikasi: pasien yang alergi terhadap aspirin,
hipersensitif terhadap PAS dan gangguan ginjal berat.
Pantau pasien untuk timbulnya:
o Kemerahan kulit, gatal hebat, perut sakit, mual dan
muntah, nafsu makan hilang, feses kehitaman karena
perdarahan usus.
33
2 OAT dari grup C (golongan OAT oral lini kedua)
2) 1 (satu) OAT lini pertama yaitu Pirazinamid (grup D1), masuk sebagai
bagian dari 5 obat yang harus diberikan tetapi tidak dihitung sebagai obat
inti.
3) Tidak dihitung sebagai bagian dari 5 (lima) OAT TB RO yang
dipersyaratkan di atas adalah OAT dari grup D1 yang bisa ditambahkan
untuk memperkuat efikasi paduan. Pasien TB RR dan TB MDR akan
mendapatkan Isoniazid dosis tinggi dan atau Etambutol.
4) OAT dari grup D2 dan D3 digunakan untuk paduan OAT individual
sebagai pengganti OAT inti dari grup A,B,C agar syarat 4 (empat) OAT
inti dapat dipenuhi.
d. Paduan OAT standar diperuntukkan bagi pasien TB RR dan TB MDR di
Fasyankes Rujukan TB RO dan Fasyankes TB RO. Berdasarkan durasi
pengobatan, Paduan OAT standar dibedakan menjadi:
Paduan OAT standar konvensional (20-26 bulan)
Paduan OAT standar jangka pendek (9-11 bulan)
e. Paduan OAT individual diperuntukkan bagi pasien TB pre XDR dan TB XDR.
Paduan individual merupakan kombinasi OAT lini pertama,lini kedua dan
OAT jenis baru. Tatalaksana TB RO memakai paduan individual
dilaksanakan di Fasyankes Rujukan TB RO. Durasi pengobatan
menggunakan OAT individual untuk pasien TB pre-XDR dan TB XDR minimal
24 bulan.
f. Paduan OAT standar dapat disesuaikan bila terjadi perubahan hasil uji
kepekaan M.Tb menjadi paduan individual yang ditetapkan oleh dokter
terlatih di Fasyankes Rujukan TB RO.
g. Paduan individual juga diberikan untuk pasien yang memerlukan OAT jenis
baru karena efek samping berat terhadap OAT lini kedua golongan
fluorokuinolon (grup A) atau OAT suntik lini kedua (grup B) sehingga
dikhawatirkan mengurangi efikasi paduan OAT yang diberikan.
34
5. Dosis OAT RO
Dosis OAT untuk pengobatan pasien TB RO ditetapkan berdasarkan kelompok
berat badan pasien.
35
Keterangan :
a. Sikloserin, Etionamid dan asam PAS dapat diberikan dalam dosis terbagi
untuk mengurangi terjadinya efek samping. Selain itu pemberian dalam dosis
terbagi direkomendasikan apabila diberikan bersamaan dengan ART.
b. Sodium PAS diberikan dengan dosis sama dengan Asam PAS yaitu 8gr
kandungan aktif obat dan bisa diberikan dalam dosis terbagi. Mengingat
sediaan sodium PAS bervariasi dalam hal persentase kandungan aktif per
berat (w/w) maka perhitungan khusus harus dilakukan. Misal Sodium PAS
dengan w/w 60% dengan berat per sachet 4 gr akan memiliki kandungan aktif
sebesar 2,4 gr.
c. Bedaquilin diberikan 400 mg/ hari dosis tunggal selama 2 minggu, dilanjutkan
dengan dosis 200 mg intermiten 3 kali per minggu diberikan selama 22
minggu (minggu 3-24). Pada minggu ke 25 pemberian Bedaquilin dihentikan.
d. Klofazimin diberikan dengan dosis 200-300 mg per hari dosis tunggal selama
2 bulan, dilanjutkan dengan dosis 100 mg per hari.
e. Pada pengobatan dengan Paduan OAT standar jangka pendek, Kanamisin
diberikan selama 4 bulan dengan kemungkinan perpanjangan menjadi 6
bulan bila hasil pemeriksaan mikroskopis dahak hasinya masih BTA positif.
Untuk mengurangi toksisitas injeksi Kanamisin dapat diberikan 3 kali
seminggu pada bulan-5 dan 6.
36
1. Persiapan awal sebelum memulai pengobatan
Persiapan awal sebelum memulai pengobatan TB RO meliputi :
a. Anamnesis ulang untuk memastikan kemungkinan terdapatnya riwayat dan
kecenderungan alergi obat tertentu, riwayat penyakit terdahulu seperti
hepatitis, diabetes mellitus, gangguan ginjal, gangguan kejiwaan, kejang,
kesemutan sebagai gejala kelainan saraf tepi (neuropati perifer) dll.
b. Pemeriksaan: pemeriksaan fisik, penimbangan berat badan, fungsi
penglihatan, fungsi pendengaran dengan metode sederhana, jika ada
keluhan atau kelainan dalam pemeriksaan, dokter melakukan rujukan untuk
pemeriksaan lebih lanjut ke Tim terapeutik yang ada di Fasyankes rujukan TB
RO. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan sambil memulai pengobatan.
c. Pemeriksaan kondisi kejiwaan. Pemeriksaan ini berguna untuk menetapkan
strategi konseling dan dapat dilaksanakan sambil memulai pengobatan.
d. Memastikan data pasien terisi dengan benar dan terekam dalam sistem
pencatatan yang digunakan (e-TB manager dan pencatatan manual).
e. Kunjungan rumah dilakukan oleh petugas fasyankes wilayah tempat tinggal
pasien untuk memastikan alamat yang jelas dan kesiapan keluarga untuk
mendukung pengobatan melalui kerjasama jejaring eksternal. Formulir
kunjungan rumah dapat di lihat di Lampiran 1.
f. Pemeriksaan penunjang awal sebelum pengobatan (baseline) meliputi :
1) Pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum pengobatan :
- Faal ginjal: ureum, kreatinin
- Faal Hati : SGOT, SGPT
- Tes kehamilan untuk perempuan usia subur
- Pemeriksaan darah lengkap
- Pemeriksaan kimia darah:
a) Serum elektrolit
b) Asam Urat
c) Gula Darah (Sewaktu dan 2 jam sesudah makan)
- Pemeriksaan penglihatan
- Foto toraks.
- Pemeriksaan EKG
- Tes HIV (bila status HIV belum diketahui)
37
- Tes pendengaran: (berdasarkan ketersediaan sarana dan tenaga)*
Pemeriksaan pendengaran sederhana
Pemeriksanaan pendengaran dengan audiometri atau sesuai
indikasi dan ketersediaan
- Thyroid stimulating hormon (TSH)*
- Pemeriksaan kejiwaan.*
Catatan :
*Jika fasilitas tidak tersedia, maka pengobatan dapat dilakukan sambil memonitor
efek samping.
Inisiasi Pengobatan TB RO
a. Inisiasi Pengobatan di Fasyankes Rujukan TB RO
Pada awal memulai pengobatan, TAK/dokter terlatih TB RO akan
menetapkan apakah pasien memulai pengobatan rawat inap atau tidak.
Rawat Inap:
Beberapa kondisi pasien yang memerlukan rawat inap, antara lain:
Tanda ada gangguan kejiwaan
Pneumonia berat
Pneumotoraks
Abses paru
Efusi pleura
Kelainan hati berat
Gangguan hormon tiroid
Insufisiensi ginjal berat
38
Gangguan elektrolit berat
Malnutrisi berat
Diabetes melitus yang tidak terkontrol
Gangguan gastrointestinal berat yang mempengaruhi absorbsi obat
Penyakit dasar lain yang memerlukan rawat inap.
Rawat Jalan:
TAK menentukan kelayakan pasien menjalani rawat jalan sejak awal
berdasarkan :
Keadaan umum pasien cukup baik.
Tidak ada kondisi klinis yang memerlukan rawat inap atau kondisi penyulit
telah dapat tertangani.
Pasien sudah mengetahui cara menelan obat dan jadual kontrol ke
fasyankes rujukan.
39
ALUR 1: TATALAKSANA INISIASI PENGOBATAN TB RO
Pasien TB RO
Penilaian kelayakan menjalani Formulir persetujuan Petugas Kesehatan TAK di Fasyankes Rujukan TB RO/
pengobatan TAK Dokter terlatih di Fasyankes TB RO
Data dasar
Inisiasi pengobatan TB 01 MDR
Rawat Jalan Rawat inap TB 02 MDR
Monitoring Sesuai indikasi TB 03 MDR
Efek samping Pengawasan
KIE menelan obat
Pengawasan
menelan obat Formulir persetujuan Petugas Kesehatan TAK di Fasyankes Rujukan TB RO/
TAK Dokter terlatih di Fasyankes TB RO
- TAK/Dokter di Fasyankes TB RO +
Tim terapeutik
40
2. Penetapan paduan dan dosis OAT TB RO di Indonesia
Pilihan paduan OAT RO yang disediakan oleh Program saat ini adalah:
a. Paduan OAT standar
Paduan OAT standar diberikan kepada pasien TB RR dan TB MDR dengan
jangka waktu sebagai berikut :
pengobatan OAT standar konvensional (20-26 bulan)
pengobatan OAT standar jangka pendek (9-11 bulan).
b. Paduan OAT Individual
Paduan OAT Individual diberikan kepada pasien yang memerlukan
perubahan paduan pengobatan yang fundamental dari pengobatan OAT
standar yang sudah digunakan sebelumnya, misal:
Pasien terkonfirmasi sebagai pasien TB pre-XDR atau TB XDR sejak
awal, atau terjadi resistensi tambahan terhadap OAT lini kedua golongan
fluorokuinolon dan obat suntik lini kedua selama pengobatan OAT standar
diberikan. Lama pengobatan minimal 24 bulan.
Pasien TB RO yang mengalami efek samping berat terhadap OAT lini
kedua golongan fluorokuinolon dan obat suntik lini kedua. Lama
pengobatan sama dengan pengobatan OAT standar konvensional (20-26
bulan) sesuai dengan respon terhadap pengobatan yang diberikan.
Penetapan paduan dan dosis OAT RO dilakukan oleh TAK atau dokter terlatih di
Fasyankes Rujukan TB RO atau Fasyankes TB RO.
41
b. Pernah menggunakan satu atau lebih OAT lini kedua yang digunakan dalam
paduan OAT standar jangka pendek (Km, Mfx, Eto dan Cfz) selama lebih dari
1 bulan.
c. Intoleransi terhadap lebih dari 1 OAT yang dipakai dalam paduan OAT
standar jangka pendek, atau terdapat resiko toksisitas karena terjadi interaksi
obat dengan obat lain yang digunakan pasien.
d. Kehamilan
e. Kasus TB ekstraparu
f. Bila ada satu OAT dari paduan OAT standar jangka pendek tidak tersedia.
42
i. Apabila pasien mengalami gangguan penglihatan disebabkan oleh Etambutol
maka pemberian Etambutol bisa dihentikan.
j. Kementerian Kesehatan RI sedang melakukan persiapan peralihan
penggunaan paduan OAT standar jangka pendek secara bertahap.
Diharapkan pada tahun 2018 paduan tersebut akan tersedia secara merata di
seluruh Indonesia. Pada bulan Juli 2017 penggunaan paduan OAT standar
jangka pendek akan dimulai di beberapa Fasyankes Rujukan TB RO yang
ditunjuk. Fasyankes TB RO dan Fasyankes Rujukan TB RO yang belum
memiliki akses kepada paduan pengobatan OAT standar jangka pendek
masih akan menggunakan paduan OAT standar konvensional.
b. Paduan OAT individual untuk pasien TB MDR yang resistan atau alergi
terhadap OAT suntik lini kedua tetapi sensitif terhadap fluorokuinolon (Pre-
XDR) :
Paduan OAT individual untuk pasien baru :
43
Alternatif dengan Bedaquilin:
d. Paduan OAT individual untuk pasien dengan alergi atau efek samping berat
terhadap OAT oral lini kedua (Grup C) sedangkan OAT suntik lini kedua dan
golongan fluorokuinolon masih bisa dipakai.
44
Pasien yang mengalami alergi/ efek samping berat terhadap dua OAT
Grup C (Eto dan Cs) maka alternatif paduan OAT individual yang bisa
digunakan yaitu:
8-12 Km - Lfx - (Lnz/Cfz) - Z- (E) - H + 6 Bdq / 12-14 Lfx - (Lnz/Cfz) - PAS - Z - (E) - H
Catatan:
Paduan OAT RO standar konvensional juga akan disesuaikan paduannya
menjadi paduan OAT RO individual jika dicurigai ada resistansi terhadap
OAT lini kedua karena ada riwayat penggunaan paduan OAT selama > 1
bulan, misalnya pasien sudah pernah mendapat fluorokuinolon pada
pengobatan TB sebelumnya maka diberikan Levofloksasin dosis tinggi atau
Moksifloksasin. Sedangkan pada pasien yang sudah mendapatkan
Kanamisin sebelumnya maka diberikan Kapreomisin sebagai bagian dari
paduan OAT yang diberikan. Pengobatan individual akan dikembalikan
kepada pengobatan standar bila terbukti OAT lini kedua tersebut terbukti
masih sensitif.
3. Tahapan pengobatan TB RO
a. Lama pengobatan pasien TB RO
Lama pengobatan pasien TB RO bisa berbeda antara satu pasien dengan
pasien yang lain karena tergantung pada riwayat pengobatan TB RO, jenis
pengobatan yang diberikan dan kapan bulan konversi pemeriksaan
bakteriologis bisa tercapai, menurut ketentuan sebagai berikut :
1) Pasien baru/ belum pernah diobati dengan pengobatan TB RR/ TB MDR
diobati menggunakan paduan OAT standar konvensional :
Lama pengobatan adalah 18 bulan setelah konversi biakan
Lama pengobatan minimal 20 bulan.
45
2) Pasien baru/ belum pernah diobati dengan pengobatan TB RR/ TB MDR,
diobati menggunakan paduan OAT standar jangka pendek:
Lama pengobatan dihitung berdasarkan hasil pemeriksaan dahak
bulan ke empat dan atau pemeriksaan dahak bulan ke enam.
Lama pengobatan minimal 9 bulan dan maksimal 11 bulan.
3) Pasien sudah pernah diobati TB RR/ MDR atau pasien TB XDR, diobati
dengan paduan OAT individual:
Lama pengobatan adalah 22 bulan setelah konversi biakan.
Lama pengobatan minimal 24 bulan.
b. Tahap pengobatan
Pengobatan TB RO dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
1) Tahap awal
Menggunakan paduan OAT yang terdiri dari OAT oral dan OAT suntik lini
kedua (kanamisin atau kapreomisin). Lama pemberian tahap awal
ditentukan oleh pada riwayat pengobatan TB RO, jenis pengobatan yang
diberikan dan kapan bulan konversi pemeriksaan bakteriologis bisa
tercapai.
a) Pasien baru belum pernah diobati dengan pengobatan TB RR/ TB
MDR diobati menggunakan paduan OAT standar konvensional :
Lama tahap awal adalah 4 bulan setelah terjadi konversi biakan.
Diberikan sekurang-kurangnya selama 8 bulan.
b) Pasien baru/ belum pernah diobati dengan pengobatan TB RR/ TB
MDR, diobati menggunakan paduan OAT standar jangka pendek :
Lama tahap awal adalah 4 bulan atau maksimal 6 bulan
Apabila hasil pemeriksaan dahak pada akhir bulan keempat sudah
negatif maka lama tahap awal adalah 4 bulan.
Apabila pemeriksaan dahak akhir bulan keempat masih positif
maka pengobatan tahap awal dilanjutkan sampai 6 bulan. Bila
hasil pemeriksaan dahak akhir bulan keenam sudah negatif maka
pengobatan tahap awal adalah 6 bulan, apabila masih positif
pengobatan dinyatakan gagal.
c) Pasien sudah pernah diobati atau pasien TB XDR diobati
menggunakan paduan OAT standar konvensional:
Lama tahap awal adalah 10 bulan setelah terjadi konversi biakan.
Diberikan sekurang-kurangnya selama 12 bulan.
46
2) Tahap lanjutan
adalah pengobatan setelah selesai tahap awal sampai dinyatakan
pengobatan telah selesai secara lengkap.
a) Pasien Baru dengan pengobatan OAT standar konvensional :
Lama tahap lanjutan adalah 12-14 bulan.
b) Pasien Baru dengan pengobatan OAT standar jangka pendek:
Lama tahap lanjutan adalah 5 bulan
c) Pasien pernah diobati TB RR/ MDR atau pasien TB XDR:
Lama tahap lanjutan adalah 12 bulan
Catatan:
Satuan bulan yang dimaksud adalah bulan sesuai dosis yang diberikan, bukan
bulan kalender tetapi 1 bulan = 4 minggu = 28 hari.
47
Pemberian obat oral selama periode pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan
menganut prinsip DOT = Directly Observed Treatment dengan PMO diutamakan
adalah petugas kesehatan atau kader kesehatan terlatih.
Obat suntikan harus diberikan oleh petugas kesehatan.
48
Tabel 6. Dosis Bertahap untuk memulai kembali pengobatan OAT RO
Hari pertama (beri obat
Hari ke- Hari ke-
Hari Nama obat dalam dosis terpisah
dua tiga
pagi & sore)
Hari ke 1-3 Sikloserin 250 mg 500mg Dosis
(125 mg + 125 mg) penuh
Hari ke 4-6 Levofloksasin 200 mg 400 mg Dosis
(100 mg + 100 mg) penuh
Hari ke 7-9 Kanamisin 250 mg 500 mg Dosis
(125 mg + 125 mg) penuh
Hari ke Etionamid 250 mg 500 mg Dosis
10-12 (125 mg + 125 mg) penuh
Hari ke Pirazinamid 400 mg 800 mg Dosis
13-15 (200 mg + 200 mg) penuh
49
ALUR 2. TATALAKSANA PENGOBATAN TB RO (RAWAT JALAN TAHAP AWAL)
KEGIATAN PENANGGUNG
FORMULIR (Terlampir) PELAKSANA
JAWAB
Rawat Jalan (Tahap Awal) ***Jika PPI di fasyankes satelit
sudah baik dan petugas memiliki
Persiapan rujukan lanjutan
pengalaman mengobati pasien
pengobatan ke Fasyankes Satelit TB RO maka tahap awal rawat
Kelengkapan formulir2 rujukan jalan bisa dimulai di fasyankes
Supply OAT
satelit sejak awal
50
4. Pemantauan Pengobatan Pasien TB RO
Pasien harus dipantau secara ketat untuk menilai respons terhadap pengobatan
dan mengidentifikasi efek samping pengobatan. Gejala TB adalah batuk,
berdahak, demam dan berat badan menurun, umumnya membaik dalam
beberapa bulan pertama pengobatan. Pemeriksaan penunjang rutin seperti
pemeriksaan radiologis juga bermanfaat untuk membantu klinisi mengambil
keputusan mengenai kondisi pasien.
Evaluasi Pendukung untuk memantau kondisi pasien yang terkait dengan proses
pengobatan TB RO adalah :
a. Penilaian klinis termasuk berat badan.
b. Pemeriksaan bersifat ad-hoc sesuai indikasi atau penilaian segera bila ada
efek samping.
c. Pemeriksaan laboratorium penunjang sesuai jadual yang ditentukan.
51
Tabel 7a. Pemantauan Pengobatan TB RO menggunakan
Paduan OAT Standar Konvensional dan Individual
Bulan pengobatan
Pemantauan
0 1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 14 16 18 20 22
Evaluasi Utama
Pemeriksaan apusan
dahak dan biakan √ Setiap bulan pada tahap awal, setiap 2 bulan pada tahap lanjutan
dahak
Evaluasi Penunjang
Evaluasi klinis
Setiap bulan sampai pengobatan selesai atau lengkap
(termasuk BB)
Uji kepekaan obat √ Berdasarkan indikasi
Foto toraks √ √ √ - √
Ureum, Kreatinin √ 1-3 minggu sekali
selama suntikan
Elektrolit (Na, Kalium, √ √ √ √ √ √ √ √ √
Cl)
EKG √ Setiap 3 bulan sekali
Thyroid stimulating √ - √ √ - √
hormon (TSH)
Enzim hepar (SGOT, √ Evaluasi secara periodik
SGPT)
Tes kehamilan √ Berdasarkan indikasi
Darah Lengkap √ Berdasarkan indikasi
Audiometri √ Berdasarkan indikasi
Kadar gula darah √ Berdasarkan indikasi
Asam Urat √ Berdasarkan indikasi
Test HIV √ dengan atau tanpa faktor risiko
52
Tabel 7b. Pemantauan Pengobatan TB RO menggunakan
Paduan OAT Standar Jangka Pendek
Bulan pengobatan
Tahap awal 4 bulan Tahap Lanjutan 5
Jenis pemeriksaan (dapat diperpanjang 6 bulan) bulan
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9(11)
Riwayat penyakit X
Pemeriksaan fisik (BB) X X X X X X X X X X
Pemeriksaan Mikroskopis X X X X XX* X X X X XX*
Biakan X X X X X X X X X X
Uji kepekaan (DST) X**
EKG X X X X X X X X X X
Pemeriksaan Audiometri *** X X
Rontgen dada X X X
Darah lengkap X
Kadar Gula Darah X
Serum-Ureum Kreatinin X X X X X
Elektrolit X X X X X
SGOT SGPT, Bilirubin Total X X X X X X
TSH/TSHs X X
Tes kehamilan X
Tes HIV X
Catatan:
1. *) Pada bulan ke 4 dan bulan terakhir pengobatan (bulan ke 9 atau bulan ke 11)
serta pada bulan tambahan menggunakan suntikan ( bulan ke 5 dan ke 6)
dilakukan pemeriksaan mikroskopis menggunakan 2 contoh uji, keputusan
diambil berdasrkan hasil pemeriksaan dari 2 contoh uji tersebut.
2. **) Bila biakan positif pada bulan ke-6 atau terjadi rekonversi, uji kepekaan untuk
OAT lini kedua akan diulang dan pasien dikeluarkan dari paduan jangka
pendek.
3. ***) disarankan menggunakan Simple Electronic Audiometry Test (bila tersedia),
bila tidak tersedia maka bisa menggunakan metode tes audiometri yang lain.
4. Pemeriksaan dapat diulang sesuai indikasi (bila diperlukan)
5. Pemeriksaan tes fungsi hati dapat dilakukan apabila ada indikasi sesuai
keputusan TAK
Setelah menyelesaikan materi di atas, Peserta dapat mengisi latihan 3
53
Alur 3 : TATALAKSANA PENGOBATAN TB RO RAWAT JALAN (TAHAP LANJUTAN)
FORMULIR PENANGGUNG
KEGIATAN PELAKSANA
(terlampir) JAWAB
Tahap Lanjutan
TB 01 MDR
Di Fasyankes Rujukan TB Di Fasyankes satelit TB RO
RO atau Fasyankes TB TB 02 MDR Petugas Kesehatan
RO obat di telan setiap hari
didepan PMO/ kader TB 05 (Dokter/perawat/pet
obat ditelan setiap hari didepan kesehatan terlatih Form Pemeriksaan ugas Laboratorium TAK Fasyankes
PMO
Kontrol ke dokter setiap 2 Kontrol ke dokter setiap bulan laboratorium RS di RS Rujukan / Rujukan TB RO/
bulan (kecuali bila diperlukan (kecuali bila diperlukan)
boleh kapan saja pada jam
TB 01 MDR Fasyankes TB RO Dokter Fasyankes TB
Kontrol setiap 2 bulan ke
kerja) TB 02 MDR RO
fasyankes Rujukan TB RO
Pemantauan Klinis, atau fasyankes TB RO untuk
bakteriologis (BTA & biakan) TB 03 MDR
konsultasi dan pemantauan
setiap 2 bulan pengobatan
Pemeriksaan penunjang
terjadual atau ad-hoc
54
5. Tatalaksana Pasien Berobat Tidak Teratur
Petugas kesehatan harus mengupayakan agar pasien TB RO tidak putus
berobat. Jika pasien TB RO putus berobat, tindak lanjut yang dilakukan harus
mempertimbangkan :
a. Jenis paduan OAT yang digunakan
b. Lama pengobatan yang telah dijalani.
c. Lama putus berobat.
d. Hasil pemeriksaan apusan dahak untuk BTA.
e. Hasil pemeriksaan biakan dan uji kepekaan.
55
a. Pasien pengobatan tahap awal :
Hasil biakan negatif, lanjutkan pengobatan
sesuai tahapan pengobatan
Hasil biakan positif dan pasien sudah
mengalami konversi sebelumnya, maka
perhitungan tahap awal menunggu konversi
biakan
b. Pasien pengobatan tahap lanjutan
Hasil biakan negatif teruskan pengobatan
Hasil biakan positif pertimbangkan risiko
kegagalan pengobatan
Ada keterangan bahwa pasien pernah mangkir
di TB 01 MDR.
> 8 minggu ≤ 4 minggu 1. Kartu pengobatan TB 01 MDR ditutup, pasien
dinyatakan sebagai lost to follow up (lalai berobat).
2. Pasien mendapatkan KIE ulang yang menekankan
kepatuhan pengobatan.
3. Pasien ditatalaksana sebagai terduga TB RO dari
awal.
Lakukan pemeriksaan tes cepat.
Jika hasil pemeriksaan Resistan Rifampisin (RR)
dilanjutkan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan
untuk OAT lini kedua.
4. Pengobatan bisa dimulai dari awal dengan paduan
OAT yang sama tanpa menunggu hasil uji kepekaan.
5. Tipe pasien tetap sama seperti saat awal pengobatan
sebelumnya.
6. Penyesuaian paduan dimungkinkan bila hasil uji
kepekaan lini kedua sudah keluar dengan hasil
resistensi OAT bertambah.
7. Pasien dengan Paduan OAT standar jangka pendek
harus berganti ke paduan OAT standar konvensional.
> 8 minggu > 4 minggu 1. Kartu pengobatan TB 01 MDR ditutup, pasien
dinyatakan sebagai pasien lost to follow up (lalai
berobat).
56
2. Pasien mendapatkan KIE ulang yang menekankan
kepatuhan pengobatan.
3. Pasien ditatalaksana sebagai terduga TB RO dari awal.
Lakukan pemeriksaan konfirmasi dengan tes cepat.
Bila hasil tes cepat Resistan Rifampisin, lakukan
pemeriksaan biakan dan uji kepekaan untuk OAT
lini kedua.
4. Pengobatan dimulai setelah ada hasil uji kepekaan.
5. Tipe pasien adalah pasien yang kembali berobat
setelah putus berobat (lost to follow up) dari
pengobatan dengan OAT lini kedua.
6. Penyesuaian paduan dimungkinkan bila hasil uji
kepekaan lini ke-2 keluar.
7. Jika kondisi pasien memburuk, pasien bisa diobati
dengan pengobatan standar TB RO tanpa menunggu
hasil uji kepekaan, paduan OAT menggunakan obat
golongan injeksi, fluorokuinolon dan OAT lini kedua lain
yang belum dipakai. Berbeda.
8. Pasien dengan Paduan OAT standar jangka pendek
harus berganti ke paduan OAT standar konvensional/
Individual sesuai hasil Uji Kepekaan.
Catatan:
Pemeriksaan dahak secara mikroskopis, biakan dan uji kepekaan dilakukan di
laboratorium yang telah tersertifikasi.
Keputusan pengobatan kembali pasien TB RO yang berobat tidak teratur diambil
oleh TAK di Fasyankes Rujukan TB RO atau Dokter Terlatih di Fasyankes TB
RO.
57
pengobatan bulan ke-4. Langkah-langkah yang harus dilakukan pada pasien
dengan resiko gagal pengobatan :
1) Menelaah kartu pengobatan pasien (TB.01 MDR) untuk menilai
kepatuhan pengobatan.
2) Melakukan konfirmasi apakah pasien sudah menelan semua obat yang
diberikan, dengan melakukan wawancara ulang pada pasien.
3) Menelaah ulang paduan pengobatan dan menghubungkannya dengan
riwayat pengobatan, kontak dengan pasien TB RO dan laporan hasil uji
kepekaan. Bila paduan tersebut tidak adekuat maka sebaiknya ditetapkan
paduan yang baru.
4) Menelaah ulang hasil pemeriksaan mikroskopis dahak dan biakan secara
serial serta membandingkannya dengan kondisi klinis pasien dan
gambaran radiologis.
5) Melakukan uji kepekaan ulang untuk OAT lini kedua untuk mengetahui
apakah ada resistensi tambahan terhadap OAT lini kedua.
6) Pasien dengan hasil pemeriksaan mikroskopis dahak dan biakan negatif
tetapi terdapat perburukan klinis mungkin diakibatkan oleh penyakit lain
selain TB RO.
7) Menelaah ulang adanya penyakit lain yang dapat menurunkan absorpsi
obat (seperti: diare kronik) atau penurunan sistem imunitas (misalnya:
infeksi HIV).
8) Perubahan paduan pengobatan ditetapkan oleh Tim Ahli Klinis di
Fasyankes Rujukan TB RO dan dokter terlatih di Fasyankes TB RO
dengan masukan dari TAK fasyankes Rujukan TB RO. Di Fasyankes
Rujukan TB RO pengambilan keputusan dilakukan oleh TAK dengan
masukan dari Tim Terapeutik jika diperlukan. Efektivitas pengobatan ini
baru dapat dinilai setelah 3-4 bulan yaitu dengan melihat konversi biakan.
9) Penatalaksanaan dilakukan seoptimal mungkin, termasuk pertimbangan
tindakan operasi jika memungkinkan.
58
atau Dokter di Fasyankes TB RO memperlakukan pasien tersebut
sebagai terduga TB RO dari awal, menutup kartu TB 01 MDR dengan
hasil “loss to follow up” dan membuat kartu pengobatan TB 01 MDR
baru bila pasien akan berobat kembali.
2) Pengobatan dinyatakan “Gagal”, jika pasien memenuhi salah satu dari
kriteria di bawah ini:
pengobatan dihentikan oleh TAK atau Dokter karena terjadi efek
samping obat yang berat yang tidak dapat ditangani.
Pasien membutuhkan perubahan paduan pengobatan TB RO yaitu ≥
2 obat TB RO karena terbukti terjadi resistansi tambahan terhadap
obat TB RO golongan kuinolon atau obat injeksi lini kedua.
Tidak ada respon yang adekuat terhadap pengobatan yang ditandai
dengan tidak terjadinya konversi sampai dengan akhir bulan ke-8
pengobatan.
Pada pengobatan dengan paduan OAT standar jangka pendek bila
hasil pemeriksaan mikroskopis akhir bulan ke enam masih positif.
Terjadi reversi pada fase lanjutan (setelah sebelumnya konversi).
Reversi adalah kondisi dimana pemeriksaan biakan pada tahap
lanjutan 2 (dua) kali berturut-turut hasilnya positif. Jika pasien dengan
reversi, maka pengobatan dinyatakan gagal.
59
Tindakan suportif pada pasien yang dihentikan pengobatannya, yaitu:
a. Bila memungkinkan lakukan review menyeluruh mengenai tindakan non
medikamentosa untuk pasien, misalnya tindakan bedah.
b. Berikan obat-obatan simptomatis sesuai indikasi
c. Terapi oksigen untuk pasien dengan sesak napas sesuai indikasi
d. Konsumsi makanan gizi seimbang
e. Kunjungan petugas kesehatan dilakukan secara teratur.
f. Jika diperlukan pasien bisa menjalani rawat inap untuk perbaikan kondisi
klinis
g. Pendidikan kesehatan terutama untuk melakukan pengendalian infeksi di
lingkungannya.
60
e. Melakukan pemeriksaan radiologis untuk melihat perkembangan
penyakit.
f. Menelaah ulang adanya penyakit lain yang dapat menurunkan absorpsi
obat.
Alur 4. Tatalaksana pasien dengan hasil biakan berubah dari negatif menjadi positif
EVALUASI :
- Melakukan review kartu pengobatan pasien
- Evaluasi DOT untuk memastikan OAT diminum secara benar
TINDAKAN :
- Ulangi pemeriksaan BTA dan biakan sekurangnya dari 2 sampel
sebagai konfirmasi
- Ulangi pemeriksaan radiologi untuk melihat perkembangan penyakitnya
61
7. Penetapan Hasil Pengobatan Pasien TB RO
a. Sembuh
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai pedoman
pengobatan TB RO tanpa bukti terdapat kegagalan, dan
Hasil biakan telah negatif minimal 3 kali berturut-turut dengan jarak
pemeriksaan minimal 30 hari selama tahap lanjutan.
b. Pengobatan lengkap
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai pedoman pengobatan
TB RO tetapi tidak ada hasil pemeriksaan biakan yang terdokumentasi untuk
memenuhi definisi sembuh maupun gagal.
c. Meninggal
Pasien meninggal karena sebab apapun selama masa pengobatan TB RO.
d. Gagal
Pengobatan TB RO dihentikan atau membutuhkan perubahan rejimen ≥ 2
OAT RO yang disebabkan oleh salah satu dari beberapa kondisi di bawah ini
yaitu :
1) Tidak ada respon yang adekuat terhadap pengobatan yang ditandai
dengan tidak terjadinya konversi sampai dengan akhir bulan ke-8
pengobatan.
2) Pada pengobatan dengan paduan OAT standar jangka pendek bila hasil
pemeriksaan mikroskopis akhir bulan ke enam masih positif.
3) Terjadi reversi (hasil biakan kembali menjadi positif) pada fase lanjutan
(setelah sebelumnya konversi).
4) Pengobatan dihentikan oleh TAK atau Dokter terlatih Fasyankes TB RO
karena terjadi efek samping obat yang berat yang tidak dapat ditangani.
5) Pasien membutuhkan perubahan paduan pengobatan TB RO yaitu ≥ 2
OAT RO karena terbukti terjadi resistansi tambahan terhadap obat
golongan kuinolon dan obat injeksi lini kedua.
e. Loss to follow-up (putus berobat)
Pasien terputus pengobatannya selama dua bulan berturut-turut atau lebih.
62
f. Tidak dievaluasi
1) Pasien yang belum mempunyai hasil akhir pengobatan, misalnya pasien
TB RO yang mendapatkan perpanjangan waktu pengobatan
2) Pasien yang tidak diketahui hasil akhir pengobatan, misalnya pasien TB
RO yang pindah ke Fasyankes rujukan TB RO atau Fasyankes TB RO
yang berada di wilayah lain dan hasil akhir pengobatannya tidak diperoleh
oleh Fasyankes yang merujuk.
63
8. Pencatatan dan Pelaporan Pengobatan TB RO
Pencatatan dan pelaporan merupakan komponen penting dalam kegiatan
surveilans TB Resistan Obat. Kedua hal tersebut (pencatatan dan pelaporan)
merupakan dapat menjadi sumber informasi untuk diolah, dianalisis,
diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan sebagai bahan dalam pengambilan
keputusan.
Data yang dikumpulkan dalam surveilans harus valid (akurat, lengkap dan tepat
waktu) sehingga menjamin kualitas pengolahan dan analisis data. Sistem
pencatatan dan pelaporan kegiatan MTPTRO mengacu pada sistem yang sesuai
dengan pencatatan pelaporan strategi DOTS.
a. Jenis Formulir Dalam Kegiatan Pengobatan TB RO
Formulir pencatatan dan pelaporan yang digunakan oleh Fasyankes Rujukan
TB RO dan Fasyankes TB RO adalah sebagai berikut :
1) Formulir Kunjungan Rumah
64
65
66
67
68
69
2) Formulir persetujuan Tim Ahli Klinis
70
71
3) Formulir Data Dasar Pasien
72
73
74
75
PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR DATA DASAR
76
21. Nama Ibu Isilah dengan nama ibu kandung pasien
22. Alamat Orang tua Isilah dengan alamat lengkap orang tua pasien. Tuliskan
nama jalan, blok, nomor rumah, rt., rw.,kelurahan,
kecamatan, kota, propinsi dan kode pos
23. Nomor Telepon Isilah dengan nomor telepon dari orang tua pasien yang
dapat dihubungi
24. Penghasilan Keluarga per Berilah tanda rumput () atau isilah berapa jumlah
bulan penghasilan keluarga per bulan. Jika terdapat lebih dari
satu sumber penghasilan, jumlahkan terlebih dahulu.
25. Kerabat yang dapat Tuliskan nama kerabat yang dapat dihubungi bila
dihubungi bila diperlukan diperlukan. Tuliskan hubungan kerabat tersebut dengan
/hubungan/alamat/telepon pasien dan isilah alamat lengkap serta nomor telepon
kerabat tersebut
26. Dirujuk oleh Berilah tanda rumput () pada salah satu dokter praktik
swasta/fasilitas kesehatan yang merujuk pasien. Tuliskan
nama fasilitas kesehatan/dokter tersebut, dan tuliskan
dengan lengkap alamatnya.
27. Jumlah Kontak Serumah Tuliskan berapa jumlah orang satu rumah yang kontak
dengan pasien, kelompokkan berdasarkan usia ≤ atau >
14 tahun.
28. Keluhan Utama Tuliskan keluhan utama pasien
GEJALA KLINIS
29. Berilah tanda rumput () pada setiap gejala klinis yang dirasakan oleh pasien,
lengkapi dengan lamanya gejala dirasakan, dan tuliskan penjelasan dari setiap gejala
yang dirasakan pasien.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
30. Riwayat pengobatan TB Isilah tabel yang tersedia dengan riwayat pengobatan TB
sebelumnya sebelumnya yang pernah diterima oleh pasien, mulai dari
yang pertama hingga terakhir. Tuliskan tanggal dimulai,
paduan OAT dan lamanya, nama FASYANKES/dokter
yang memberikan, apakah dengan DOTS atau tidak dan
bagaimana hasil akhir pengobatannya.
31. Kontak dengan pasien TB Berilah tanda rumput () pada salah satu pilihan yang
aktif sesuai.
77
32. Ko-Morbiditas Berilah tanda rumput () pada ko-morbiditas (penyakit
penyerta) yang juga dialami pasien. Isilah lamanya dan
tuliskan riwayat pengobatan atau status penyakit
penyerta pasien.
33. Alergi Bila pasien memiliki alergi terhadap obat-obatan, isilah
nama obat dan tipe reaksi alerginya (keluhan)
34. Obat lain yang sedang Isilah dengan nama/jenis obat yang sedang dikonsumsi
dikonsumsi
35. Riwayat Operasi Isilah dengan riwayat operasi yang pernah dilakukan
pasien, tuliskan tanggal dan komplikasi yang dialami jika
ada.
RIWAYAT SOSIAL
36. Merokok, Alkohol, Tuliskan riwayat penggunaan, jumlah dan jenisnya
Narkoba
37. Riwayat Obstetri (Hanya Tuliskan Hari Pertama Haid Terakhir, Gravida (G) –
untuk Wanita) Jumlah Kehamilan, Para (P) – Jumlah anak yang
dilahirkan hidup, Abortus (A) – Jumlah anak yang
dilahirkan mati
78
RENCANA TINDAK LANJUT
45. Berilah tanda rumput () pada rencana tindak lanjut yang akan dijalankan oleh
pasien, tuliskan jumlah pemeriksaan yang harus dilakukan, paduan obat bila pasien
akan mendapat OAT sementara menunggu hasil pemeriksaan.
46. Dokter Pemeriksa Isilah dengan nama dokter pemeriksa dan tanda
tangannya. Isilah tanggal dilakukan pengisian data dasar.
79
4) TB. 01 MDR
Kartu TB 01 MDR disimpan di Fasyankes Rujukan TB RO atau TB RO, dan
dibuatkan salinannya (copy) apabila pasien melanjutkan pengobatan di
Fasyankes satelit.
80
81
82
83
84
Petunjuk pengisian formulir TB 01 MDR
Halaman 1
1. Nama Pasien Sudah jelas
2. Alamat lengkap Tulis lengkap
3. Nama PMO Tuliskan nama Pengawas Menelan OAT pasien
secara lengkap, kemudian dalam kurung tulis
status PMO tersebut, misalnya: (petugas
kesehatan), (kader), dll.
4. Alamat lengkap PMO Tulis lengkap
5. Jenis kelamin Beri tanda pada kotak yang sesuai.
6. Umur Tulis umur penderita dalam tahun.
7. Parut BCG Beri tanda pada kotak yang sesuai.
8. Catatan Tulis hasil pemeriksaan lain yang dilakukan
misalnya pemeriksaan lain seperti biopsi,
histopatologi dll.
9. Nama Fasyankes Tulis nama Fasyankes Rujukan/Sub Rujukan TB
Rujukan/Sub Rujukan TB RO tempat pasien berobat
RO
10. Tahun Tahun mulai pengobatan
11. No. Reg.TO RO Fasyankes Tuliskan no register pasien TB RO sesuai
ketentuan :
“AA / BBB”
A : 01 = RS. Persahabatan
02 = RS. Dr. Soetomo
B : Nomor urut pasien sesuai urutan pasien yang
diobati pada tahun tersebut. Misal : 01/010
12a. No.Reg.TB RO Kab/Kota Diisi oleh wasor, sesuai nomor register TB RO
kabupaten/ kota (TB.03 MDR)
12b Provinsi Tulis nama provinsi tempat pasien berobat
13. Tanggal Registrasi Tulis tanggal pasien di registrasi
14. Asuransi kesehatan pasien Beri tanda pada kotak yang sesuai, dan
sebutkan jika ada
15. Pemeriksaan kontak Tulis nama, jenis kelamin, umur dari semua orang
serumah yang tinggal serumah dengan penderita TB RO.
Lakukan pemeriksaan sesuai petunjuk, kemudian
85
tulislah tanggal dan hasil pemeriksaan tersebut.
16. Dirujuk oleh Beri tanda pada kotak yang sesuai dan tuliskan
nama yang sesuai
17. Klasifikasi pasien Beri tanda pada kotak yang sesuai. Pada
pasien Ekstra Paru, tulislah dimana lokasinya,
18. Tipe Registrasi pasien Beri tanda pada kotak yang sesuai.
19. Riwayat pengobatan TB Tuliskan periode pengobatan, rejimen pengobatan
sebelumnya dan hasil pengobatan jika pasien sudah pernah
mendapat pengobatan TB sebelumnya.
Misalnya : “Januari – Juni 2010”
20. Pertemuan Tim Ahli Klinis Tuliskan tanggal, tujuan dan keputusan tim ahli
klinis secara lengkap
21. Apakah pernah Beri tanda pada kotak yang sesuai. Lengkapi
mendapatkan OAT Lini dengan jenis OAT lini kedua dan lamanya
kedua menelan obat tersebut
Halaman 2
22. Hasil pemeriksaan dahak Hasil tersebut harus ditulis sesuai baris dari bulan
pemeriksaan yang dilakukan, misalnya baris bulan
D untuk pemeriksaan awal (kepentingan
diagnosis). Baris bulan ke 1 untuk pemeriksaan
pada akhir bulan ke 1, dan seterusnya.
Pada kolom BTA :
Tulis hasil tingkat positif (gradasi) yang tertinggi
(misal : ++ = ditulis 2+, +++ = ditulis 3+) atau Neg
jika hasil nya negatif.
Pada kolom biakan :
PEMBACAAN PENCATATAN
86
RR : MTB resistan R
N : MTB Negatif
I : Invalid/ Error
24. Hasil uji kepekaan OAT Tulis hasil uji kepekaan masing – masing Obat
sesuai kolomnya.
S = sensitif
R = resisten
TD = Tidak dilakukan
25. Kode Hasil Bacaan Foto Tulis tanggal dan kode hasil bacaan foto thorax
Thorax sesuai tabel
26. Catatan Tuliskan catatan apabila ada kejadian khusus dan
penting yang terjadi selama masa pengobatan),
misal efek samping, pasien melanjutkan
pengobatan ke Fasyankes satelit dsb.
Halaman 3
27. Paduan TB RO yang 1. Tuliskan tanggal penentuan atau perubahan
diberikan rejimen baik dosis maupun penghentian salah
satu obat.
2. Tulis berat badan pasien (dalam Kg) pada
tanggal tersebut.
3. Tulislah jumlah tablet/ dosis obat suntik pada
kolom OAT yang diberikan.
4. Beri tanda “X” pada kolom obat yang
dihentikan penggunaannya
28. Tahap awal 1. Kolom Pemberian Obat : Di kolom bulan,
tulis nama bulan pengobatan.
2. Di kotak-kotak tanggal, beri tanda jika
penderita datang mengambil obat atau
pengobatan dibawah pengawasan petugas.
3. Beri tanda O pada tanda jika pada hari itu
pasien juga mendapatkan pengobatan
suntikan.
Contoh:
Tanggal 6 7 8 9 10 11 12 13
Tanda
O
O O
O O O
87
Halaman 4
29. Tahap lanjutan Sama dengan kolom pemberian obat tahap
intensif.
30. Catatan akhir pengobatan Tulis pada kolom catatan jika ada kejadian penting
yang menyertai akhir pengobatan, misalnya bila
pasien dinyatakan default, tulis upaya yang telah
dilakukan, hasil pelacakan pasien tersebut.
30 Hasil akhir pengobatan Tuliskan tanggal hasil akhir pengobatan pada
kotak yang sesuai
31 Status HIV pada saat P : positif
diagnosis TB RO N : negatif
TD : tidak diketahui
32 Status HIV pada saat akhir P : positif
pengobatan TB RO N : negatif
TD : tidak diketahui
33 ART Y : ya
T : Tidak
88
5) TB.02 MDR :
Kartu TB.02 disimpan oleh penderita. Setiap kali penderita dating untuk
berobat kartu ini harus dibawa, Petugas berkewajiban mengisi kartu ini
selesai memberikan obat kepada penderita. Selain mencatat identitas
penderita, kartu ini dipakai pula untuk mencatat paduan obat yang
diberikan kepada penderita, jumlah obat yang telah diberikan kepada
penderita, tanggal harus kembali, tanggal pemeriksaan ulang dahak, dan
catatan lain oleh dokter atau perawat. Cara pengisian data pada sampul
depan cukup jelas dan sesuaikan dengan kartu pengobatan pasien (TB
01 MDR).
89
90
Petunjuk pengisian Buku pasien TB RO (TB 02 MDR)
91
6) TB. 03 MDR yaitu Buku register pasien TB MDR (TB.03 MDR berada di
Fasyankes Rujukan TB RO dan fayankes TB RO). Adapun contoh register
Fasyankes yang sudah diisi ada di lampiran.
7) Formulir Melanjutkan Pengobatan
Formulir melanjutkan pengobatan merupakan biasanya digunakan saat akan
mendesentralisasi pasien dari RS TB RO Rujukan/TB RO ke fasyankes satelit.
92
93
C. TATALAKSANA PENGOBATAN TB RESISTAN OBAT PADA ANAK.
Prinsip dasar:
Pengobatan diberikan untuk pasien anak terkonfirmasi bakteriologis sebagai
pasien TB RO maupun pasien yang terdiagnosis secara klinis.
Paduan pengobatan untuk anak sama dengan paduan pengobatan TB RO pada
dewasa.
Dosis untuk anak diberikan secara individual disesuaikan dengan berat badan
dan tata cara pemberian OAT pada anak (tabel 11).
Focal point TAK untuk tatalaksana TB RO pada anak adalah dokter ahli anak
dengan dibantu oleh dokter ahli anggota TAK yang lain.
94
Tabel 9.Perhitungan dosis OAT RO untuk anak
Jenis OAT Dosis Harian Anak Keterangan
Levofloksasin 15 - 20 mg/ kg/dosis terbagi Untuk anak diatas 5 tahun dosis
untuk anak < 5 tahun tunggal, 10-15 mg/kg/hari
Moksifloksasin 7,5 - 10 mg/ kg/hari
Kanamisin 15-30 mg/kg/hari Dosis harian maksimal 1000mg
Kapreomisin 15-30 mg/kg/hari Dosis harian maksimal 1000mg
Streptomisin 20-40 mg/kg/hari Dosis harian maksimal 1000mg
Sikloserin 10-20 mg/kg/hari. Kapsul bisa dibuka dan
dilarutkan dalam 10ml air. Bisa
dosis terbagi
Etionamid 15-20 mg/kg/hari Dapat diberikan dalam dosis
terbagi
Linezolid 10 mg/ kg/ dosis terbagi 3 kali Dosis maksimum 600mg, Vit B6
sehari harus diberikan
Klofazimin 1 mg/kg/ hari Dosis maksimal 200mg
Pirazinamid 30-40 mg/kg/hari Dosis maksimal 2000mg
Etambutol 15-25 mg/kg/hari Dosis maksimal 1200mg
Isoniasid 7-15 mg/kg/hari Dosis maksimal 300mg
Bedaquilin Belum ada Dosis terbagi pagi sore
Asam PAS 200-300mg/ hari. Dosis terbagi pagi sore
Sodium PAS 200-300mg/ hari.
95
Keterlibatan semua stakeholder dalam jejaring pengendalian TB RO dan HIV
sangat diperlukan.
Internal Fasyankes : Harus ada kerja sama yang baik antara unit TB RO dan
Unit HIV.
Eksternal Fasyankes: Badan koordinasi yang selama ini terlibat dalam
kolaborasi TB-HIV juga harus diikutsertakan dalam penanganan kasus TB
RO dan HIV. Keterlibatan dan kemitraan dengan unsur masyarakat dan LSM
peduli TB dan HIV juga perlu dikembangkan.
96
Paduan ART yang direkomendasikan untuk pasien TB RO adalah
-. ART lini pertama: AZT-3TC-EFV atau
-. ART lini kedua: TDF-3TC-LPV/r.
Pemberian Pengobatan Profilaksis Kotrimoksasol (PPK) sebagai bagian dari
manajemen komprehensif pasien HIV dengan tujuan untuk mencegah infeksi
bakterial, PCP, Toksoplasmosis, Pnemonia dan Malaria.
Untuk mengurangi kemungkinan efek samping maka direkomendasikan
pemberian OAT RO dengan dosis terbagi (obat yang memungkinkan untuk
diberikan secara dosis terbagi adalah etionamid, sikloserin dan PAS). Jika
diberikan dosis terbagi, OAT RO yang diminum pagi hari diberikan di depan
petugas fasyankes sedangkan OAT RO yang diminum malam hari mengikuti
mekanisme pemberian ART.
Pengawasan minum obat baik untuk ART dan OAT harus dilakukan secara
terpadu dengan memperhatikan aturan minum obat maupun faktor interaksi
obat. Untuk ART diminum sesuai mekanisme yang sudah ada. Konseling
kepatuhan sebelum dan selama minum obat harus diperkuat. Kemungkinan
terjadinya IRIS bisa menambah kompleksitas terapi.
Pengobatan TB RO dan HIV yang belum mendapatkan ART.
Pemberian ART pada pasien TB RO setelah OAT RO telah ditoleransi yaitu
sekitar 2-8 minggu. Pemberian ART sangat penting, Bila ART tidak diberikan,
angka kematian sangat tinggi sekitar 91–100 %.
Pengobatan TB RO dan HIV yang sudah mendapatkan ART.
Ada 2 (dua) hal yang perlu dipertimbangkan bila pengobatan TB RO akan
dimulai pada pasien yang sudah mendapatkan ART yaitu :
- Apakah perlu dilakukan modifikasi paduan ART yang diberikan,
mengingat interaksi antar obat atau mengurangi kemungkinan terjadinya
overlapping toksisitas obat.
- Apakah munculnya TB RO menunjukkan kegagalan pengobatan ART
sebelumnya. Bila hasil analisa menunjukkan terjadi kegagalan
pengobatan ART maka tidak direkomendasikan untuk memulai
pengobatan baru menggunakan ART lini kedua pada waktu yang
bersamaan dengan dimulainya pengobatan TB RO. Untuk situasi ini
direkomendasikan untuk meneruskan paduan ART yang telah didapat
dan melakukan perubahan paduan menggunakan ART lini kedua sekitar
2-8 minggu setelah pemberian OAT RO dimulai.
97
4. Potensi interaksi obat antara OAT RO dan ART yang dipakai di Indonesia.
1) Etionamid dengan ART.
Etionamid dimetabolisme oleh sitokrom P450, sebagaimana juga pada
beberapa tipe ART sehingga diduga terjadi interaksi obat tetapi mengingat
masih terbatasnya informasi mengenai hal tersebut terutama mengenai
enzim mana yang berperan maka belum dapat dipastikan apakah etionamid
ataukah ART yang harus mengalami penyesuaian dosis.
2) Klaritromisin dengan Ritonavir dan Nevirapine/Efavirenz
Klaritromisin merupakan golongan OAT grup lima yang kemungkinan akan
dipakai dalam pengobatan TB XDR. Obat ini merupakan substrat dan
inhibitor dari enzim CYP3A dan memiliki interaksi ganda dengan ART tipe
Protease Inhibitor (ritonavir) dan NNRTI (nevirapine, efavirenz). Pemberian
klaritromisin dengan ritonavir akan meningkatkan kadar klaritromisin dalam
darah meskipun demikian hanya pada pasien dengan klirens kreatinin <
60ml/menit yang memerlukan penyesuaian dosis nevirapine/efavirenz akan
menginduksi metabolisme klaritromisin sehingga kadar dalam plasma akan
berkurang. Hal ini akan berakibat efektifitas klaritromisin akan jauh berkurang.
Oleh karena itu, pemakaian klaritromisin untuk pengobatan pasien ko-infeksi
TB RO–HIV sedapat mungkin dihindari karena efektifitas yang lemah dan
banyak interaksi dengan obat lain.
Penanganan kasus bila terjadi efek samping obat menjadi semakin kompleks.
Pada pengobatan dengan ART tidak memungkinkan dilakukan trial satu per satu
untuk mengetahui obat mana yang menimbulkan efek samping karena potensi
resistansi yang besar. Tabel di bawah ini dapat dipakai untuk memperkirakan
penyebab efek samping.
98
Tabel 10. Potensi Toksisitas OAT RO dan ART
Toksisitas ART OAT Keterangan
Neuropati d4T, Cs,H, Hindari pemakaian d4T dan ddI bersamaan dengan Cs
perifer ddI Km, Eto, karena secara teoritis bisa menimbulkan neuropati
E perifer. Bila terpaksa digunakan bersamaan dan timbul
neuropati, ganti ART dengan yang kurang neurotoksis.
Toksisitas EFV Cs, H, - Efavirenz (EFV) mempunyai toksisitas besar terhadap
pada saraf Eto, saraf pusat (gejala: bingung, penurunan konsentrasi,
pusat fluorokuin depersonalisasi, mimpi abnormal, sukar tidur dan
olon pusing) pada 2-3 minggu pertama pengobatan yang
akan sembuh dengan sendirinya. Bila tidak hilang,
perlu dipikirkan penggantian EFV. Psikosis jarang
dijumpai pada penggunaan EFV sendiri.
- Cs mempunyai efek samping yang serupa dengan
EFV, pada beberapa pasien pemakaian Cs akan
dampak cukup berat
berupa psikosis.
- Saat ini sangat sedikit informasi mengenai pemakaian
EFV dan Cs secara bersamaan.
Depresi EFV Cs, - 2,4 % dengan EFV menunjukkan depresi berat. EFV
Fluorokui perlu diganti bila ditemukan depresi berat.
nolon, H, - Pemberian Cs bisa memicu terjadinya depresi yang
Eto berat sampai kecenderungan bunuh diri.
- Keadaan sosial ekonomi buruk dengan penyakit
menahun dan ketidaksiapan psikis menjalani
pengobatan dapat juga memberikan kontribusi
terjadinya depresi.
Sakit AZT, Cs - Singkirkan penyebab lain dari sakit kepala sebelum
kepala EFV menetapkan sakit kepala sebagai akibat ART dan
OAT. Sakit kepala karena AZT, EFV dan Cs biasanya
tidak berkepanjangan. Beri analgesik ibuprofen atau
parasetamol.
Mual dan RTV, Eto, PAS, - Mual dan muntah adalah efek samping yang sering
Muntah d4T, H, E, Z terjadi dan dapat diatasi dengan baik.
NVP - Bila muntah berkepanjangan disertai nyeri perut,
99
Toksisitas ART OAT Keterangan
kemungkinan besar karena asidosis laktat dan/atau
hepatitis sekunder karena pengobatan.
Nyeri Semua Eto, PAS - Nyeri perut merupakan efek samping yang banyak
perut ART dijumpai, biasanya tidak membahayakan.
menyeb - Tetapi perlu diwaspadai sebab nyeri perut dapat
abkan sebagai gejala permulaan dari efek samping lain
nyeri seperti pankreatitis, hepa-titis dan asidosis laktat.
perut.
Diare Semua Eto, PAS, - Diare merupakan efek samping umum baik ART
PI, ddl Fluorokui maupun OAT.
(dengan no-lon - Pada pasien HIV, pertim-bangkan terdapatnya infeksi
bufer) oportunistik sebagai penyebabnya atau karena infeksi
Clostridium difficile (penyebab kolitis
pseudomembran).
Hepatotok NVP,EF E, Z, - Laksanakan pengobatan untuk hepatotoksistas.
sisitas V, PAS, Eto, - Pikirkan penyebab lain seperti Kotrimoksasol
semua Fluorokui - Singkirkan juga penyebab infeksi virus seperti
PI, no-lon hepatitis A, B, C dan CMV.
semua
NRTI
(RTV>
dari PI
yang
lain).
Skin rash ABC, Z, PAS, - Tidak boleh dilakukan re-challenge dengan ABC
NVP, Fluorokui karena dapat menyebabkan syok anafilaktik yang
EFV, no-lon dapat fatal.
d4T dan - Tidak boleh dilakukan re-challenge obat yang terbukti
lainnya menimbulkan Steven-Johnson Syndrome.
- Kotrimoksasol bisa menjadi penyebab skin rash bila
pasien juga mendapatkan obat ini.
- Tiasetason tidak boleh diberikan kepada pasien HIV.
Nefrotoksi TDF Km, Cm - TDF dapat menyebabkan kelainan ginjal berupa
sitas
100
Toksisitas ART OAT Keterangan
sindrom Fanconi, hipofos-fatemia, hipourisemia,
proteinuria, normoglikemik glikosuria dan gagal ginjal
akut.
- Belum ada data tentang efek penggunaan TDF
bersamaan dengan Km/Cm, perlu pengawasan
khusus bila pasien mendapat keduanya.
- Meskipun tanpa TDF, pasien HIV mempunyai risiko
nefrotoksisitas lebih tinggi bila mendapatkan Km dan
Cm.
- Perlu pemantauan serum kreatinin dan elektrolit lebih
rutin pada pasien HIV yaitu setiap 1-3 minggu sekali
selama tahap intensif.
Dosis ARV dan OAT yang nefrotoksik harus
disesuaikan bila sudah terjadi insufisiensi ginjal.
Gangguan TDF Cm, Km - Diare dan/atau muntah dapat menyebabkan
elektrolit gangguan elektrolit.
- Meski tanpa TDF, pasien HIV mempunyai risiko
terjadinya gangguan ginjal serta gangguan elektrolit
sekunder yang disebabkan pemakaian Cm dan Km.
Neuritis Ddl E, Eto - Hentikan dan ganti obat penyebab neuritis optikal.
optikal (jarang)
Gangguan PI Eto - PI cenderung menyebabkan resistansi insulin dan
regulasi hiperglikemia.
kadar gula - Eto cenderung menyebabkan kadar insulin pada
darah pasien DM sulit diatur dan dapat menyebabkan
hiporglikemia dan kadar gula darah sulit diatur.
Hipotiro- d4T Eto, PAS - Ada kemungkinan terjadi reaksi saling menguatkan
idisme bila diberikan bersamaan tetapi data yang ada belum
jelas.
- Beberapa penelitian menyebutkan terdapatnya
hipotiroidisme subklinis yang berkaitan dengan
pemberian Stavudin.
- Kombinasi PAS dan Eto dapat menyebabkan
hipotiroidisme.
101
6. Monitoring pengobatan TB RO dan HIV
Monitoring pengobatan TB RO dan HIV sama dengan monitoring pengobatan TB
RO tanpa HIV. Evaluasi tambahan untuk pasien HIV positif meliputi pemeriksaan
CD4, viral load, siphilis, pap smear, dan pemeriksaan serologis untuk Hepatitis B
dan C.
Bulan pengobatan
Pemantauan
0 1 2 3 4 5 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Evaluasi Utama
Pemeriksaan dahak dan biakan Setiap bulan pada tahap awal, setiap 2 bulan pada fase
√
dahak lanjutan
Evaluasi Penunjang
Evaluasi klinis : Pengobatan konko-
mitan, BB, gejala klinis, kepatuhan Setiap kali kunjungan
berobat
Uji kepekaan obat √ Berdasarkan indikasi
Foto toraks √ √ √ √
Ureum, Kreatinin √ 1-3 minggu sekali
selama suntikan
Elektrolit (Na, Kalium, Cl) √ √ √ √ √ √ √
EKG √ Setiap 3 bulan sekali
Thyroid Stimulating Hormon (TSH) √ √ √ √
Enzim hepar (SGOT, SGPT) √ Evaluasi secara periodik
Tes kehamilan √ Berdasarkan indikasi
Darah Lengkap √ Berdasarkan indikasi
Audiometri √ Berdasarkan indikasi
Kadar gula darah √ Berdasarkan indikasi
Asam Urat √ Berdasarkan indikasi
Test HIV √ dengan atau tanpa faktor risiko
Evaluasi tambahan untuk pasien HIV positif
Sifilis (VDRL) √ Berdasarkan indikasi
Pap Smear √ Berdasarkan indikasi
Hepatitis B dan C √ Berdasarkan indikasi
CD4 √ √ √ √
Viral load Berdasarkan indikasi
102
7. Manajemen Sindrom Pemulihan Kekebalan (IRIS)
Sindoma pemulihan kekebalan (IRIS) adalah sindrom yang terjadi saat gejala TB
tampak memburuk pada awal pemberian ART, biasanya terjadi pada awal
pemberian ART yaitu pada tiga bulan pertama. Gejala sangat bervariasi dari
ringan sampai berat dan lebih sering terjadi pada pasien dengan angka CD4 <
50. Sindrom ini merupakan tanda bahwa sistem kekebalan tubuh mulai bekerja
kembali sehingga sering disalahartikan bahwa pengobatan TB RO mengalami
kegagalan atau tidak ada respons terhadap pemberian ART.
Gejala yang muncul dan terkait dengan TB antara lain demam, pembesaran
limfonodi, infiltrat meluas, distress pernafasan, nyeri kepala berat dan paralisis.
Tidak disarankan untuk menghentikan ART tanpa berkonsultasi kepada dokter
ahli di unit layanan HIV yang ada di rumah sakit.
103
Tabel 13. Penatalaksanaan Efek Samping Pengobatan OAT RO dan ART
104
Letih/ Lesu - Pertimbangkan kemungkinan terjadi hipokalemia
atau gagal ginjal, periksa kreatinin dan kadar kalium.
- Pertimbangkan terjadinya anemia, periksa kadar Hb.
- Pertimbangkan terjadinya hipotirodisme bila pasien
mendapatkan Eto dan PAS, periksa kadar TSH.
Depresi, kecemasan, - Banyak penyebab gangguan kejiwaan yang dialami
mimpi buruk, psikosis pasien, salah satunya adalah efek samping obat.
- Obat yang bisa menyebabkan adalah EFV dan
sikloserin.
- Bila disebabkan EFV biasanya gejala tidak terlalu
berat dan akan berkurang setelah tiga minggu, bisa
dipertimbangkan penggantian dengan NVP.
- Bila penyebabnya adalah sikloserin gejala biasanya
berupa serangan panik, waham, paranoia, depresi
berat, koma dan kecenderungan bunuh diri.
Pengurangan dosis bisa dilakukan bila gejala ringan
sampai menengah tetapi harus dipertimbangkan
karena akan mempengaruhi efektivitas pengobatan.
Hentikan segera bila muncul gejala psikotik dan
percobaan bunuh diri, ganti dengan obat lain seperti
PAS.
Gatal dan skin rash - Bila gejala ringan berikan antihistamin dan laku-kan
monitoring ketat. Waspada mungkin pertanda
terjadinya Steven Johnson Syndrom.
- Bila pasien baru memulai pengobatan dengan NVP
dan tidak memberikan respons terhadap antihista-
min maka pertimbangkan penggantian NVP ke EFV.
- Bila timbul gejala berat seperti gatal di seluruh tubuh,
kemerahan yang merata, kulit terkelupas dan
keterlibatan mukosa maka hentikan semua obat baik
ART, OAT maupun PPK.
- Bila gejala di atas telah terkendali maka proses
reintroduksi obat dilakukan dengan sangat hati-hati.
Ikterus - Hentikan sementara semua pengobatan dan lakukan
pemeriksaan fungsi hati (SGOT, SGPT, bilirubin).
105
- Ikterus bisa disebabkan oleh EFV, NVP, Pirazinamid
dan etionamid. Obat lain juga bisa menimbulkan
gangguan pada hati tetapi kemungkinannya tidak
sebesar 4 obat di atas. Singkirkan terlebih dahulu
penyebab yang lain.
- Ikuti panduan mengenai bagaimana memulai kembali
pengobatan setelah masalah terkendali.
Anemia - Anemia mungkin disebabkan oleh IO yang tidak
terdiagnosis, kurangnya asupan nutrisi maupun efek
dari pengobatan.
- Lakukan pemeriksaan Hb sesuai dengan jadual
pemeriksaan atau pada saat pasien tampak pucat
dan anemis.
- AZT bisa menimbulkan anemia, biasanya terjadi
pada enam minggu pertama pengobatan. Bila Hb
< 8g/dl maka ganti AZT dengan d4T/ TDF.
Neuropati perifer - Bisa disebabkan oleh ART (ddI, d4T) dan OAT
(sikloserin dan obat injeksi).
- ART yang paling sering menimbulkan neuropati
perifer adalah d4T, ganti dengan AZT.
- Pemberian amitriptilin 25 mg pada malam hari akan
sangat membantu bagi pasien yang keluhannya tidak
berkurang setelah penggantian ART.
- Bila penyebabnya adalah OAT maka tingkatkan
dosis vitamin B6 yang diberikan menjadi 200mg/ hari
sampai gejala hilang.
Kejang otot - Kemungkinan disebabkan oleh electrolite wasting
terutama kalium. Cek kadar kalium segera.
- Penggantian kalium dengan pemberian makanan
kaya kalium seperti pisang ambon atau pemberian
suplemen kalium.
Nyeri kepala - Berikan parasetamol.
- Lakukan assessment mengenai kemungkinan
meningitis.
- Bila pasien mendapatkan AZT/ EFV yakinkan
106
kembali bahwa hal tersebut adalah efek samping
yang biasa dan biasanya akan sembuh dengan
sendirinya.
- Bila disebabkan oleh sikloserin biasanya kronik.
Gangguan ginjal - Lakukan pemeriksaan ureum, kreatinin.
(gagal ginjal, edema, - Lakukan penatalaksanaan bersama dengan ahli
retensi urin, nefrologi.
hipertensi) - Bila berat pengobatan yang bersifat nefrotoksik
seperti obat-obat injeksi, kuinolon dan TDF
dihentikan sementara.
- Pengobatan dimulai sesuai dengan kondisi ginjal
pasien, dilakukan dengan pengaturan dosis dan
frekuensi pemberian.
Demam - Bisa disebabkan penyakit lain yang umum, infeksi
oportunistik, IRIS dan efek samping obat.
Bila terjadi setelah pasien menjalani terapi ART
kemungkinan terjadi IRIS
- Berikan parasetamol, hindari dosis yang berlebihan.
- Berikan cairan untuk menghindari dehidrasi.
107
E. PENGOBATAN TB RESISTAN OBAT PADA KEADAAN KHUSUS
Beberapa keadaan khusus tertentu dapat dialami oleh pasien setelah dan selama
mendapatkan pengobatan TB RO, sehingga pasien perlu mendapatkan penanganan
yang spesifik sesuai dengan kondisinya dan pengobatan TB RO nya tetap dapat
diteruskan sampai selesai. Beberapa kondisi tersebut antara lain adalah :
1. Pengobatan TB RO pada perempuan usia subur
a. Semua pasien TB RO usia subur yang akan mendapat pengobatan dengan
OAT RO, harus melakukan tes kehamilan terlebih dahulu.
b. Bila ternyata pasien tersebut tidak hamil, pasien dianjurkan memakai
kontrasepsi fisik selama masa pengobatan untuk mencegah kehamilan.
108
c. Dosis vitamin B6 maksimum yang bisa diberikan adalah 50-100mg perhari.
Dosis yang lebih tinggi dari 150mg akan mengganggu penyerapan kuinolon
dan menimbulkan gangguan kejang dan neurologis pada bayi baru lahir.
109
b. Pasien TB RO dengan riwayat penyakit hati dapat diberikan OAT RO (kecuali
pada penyakit hati kronik).
c. Reaksi hepatotoksik lebih sering terjadi pada pasien dengan riwayat
gangguan hati sehingga harus lebih diawasi.
d. Pirazinamid tidak boleh diberikan kepada pasien dengan penyakit hati kronik.
e. Pemantauan kadar enzim hati secara ketat dianjurkan dan jika kadar enzim
meningkat, OAT harus dihentikan dan dilaporkan kepada TAK.
f. Untuk mengobati pasien TB RO selama terjadinya hepatitis akut, kombinasi
empat OAT yang bersifat tidak hepatotoksik merupakan pilihan yang paling
aman.
Tabel 14. Perubahan dan penyesuaian dosis OAT pada gangguan ginjal
Perubahan Perubahan Dosis yang dianjurkan dan
Obat
frekuensi? dosis? frekuensi
Z Ya Ya 25-35 mg/kg/dosis, 3 x/minggu
E Ya Tidak 15-25 mg/kg/dosis, 3 x/minggu
Lfx Ya Tidak 750-1000 mg/dosis, 3x/minggu
Cs Ya Ya 250 mg sekali sehari, atau 500
mg/dosis 3 x/minggu
Eto Tidak Ya 250 – 500 mg/dosis harian
Km Ya Ya 12 – 15 mg/kg/dosis, 2 - 3x/
minggu
PAS Tidak 2 x 4 gr sehari
110
Tabel 15. Kadar Kalium dan Penggantiannya
Kadar Kalium Jumlah Waktu untuk
Banyaknya KCL
(meq/L) KCL (meq/) pemeriksaan
> 4,0 Tidak Tidak 1 bulan (ketika masih
mendapat kanamisin)
3,7 – 4,0 Tidak Tidak 1 bulan (ketika masih
mendapat kanamisin)
3,4 – 3,6 20- 40 40 mmol 1 bulan (ketika masih
mendapat kanamisin)
111
b. Keadaan yang memacu timbulnya depresi dan kecemasan pada pengobatan
TB RO sering berkaitan dengan penyakit kronik yang diderita pasien dan
keadaan sosio-ekonomi pasien yang kurang baik.
c. Pada pasien dengan gangguan psikiatris, diperlukan pemantauan ketat jika
diberi sikloserin.
d. Dalam mengobati pasien TB RO dengan gangguan jiwa, harus melibatkan
ahli jiwa.
112
dan selama pengobatan. Penanganan efek samping yang baik dan adekuat adalah
kunci keberhasilan pengobatan TB RO.
Tabel 16. Efek Samping Ringan dan Sedang Yang Sering Muncul.
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab
1 Reaksi kulit Z, E,Eto, PAS, - Lanjutkan pengobatan.
alergi ringan Km, Cm - Berikan Antihistamin p.o atau hidrokortison krim
- Minta pasien untuk kembali bila gejala tidak hilang
atau menjadi bertambah berat
113
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab
Reaksi kulit Z, E,Eto, PAS, - Hentikan semua OAT dan segera rujuk ke Fasyankes
alergi sedang Km, Cm TB RO/Fasyankes Rujukan TB RO.
dengan/ tanpa - Jika pasien demam berikan parasetamol (0.5 – 1 g,
demam tiap 4-6 jam).
- Berikan kortikosteroid suntikan yang tersedia
misalnya hidrokortison 100 mg im atau deksametason
10 mg iv, dan dilanjutkan dengan preparat oral
prednison atau deksametason sesuai indikasi.
2 Neuropati H, Cs, Km, Eto, - Pengobatan tetap dilanjutkan.
perifer Lfx - Bila memungkinkan turunkan dosis H
- Tingkatkan dosis piridoksin sampai dengan 200 mg
perhari.
- Rujuklah ke ahli neurologi bila terjadi gejala neuropati
berat (nyeri, sulit berjalan), hentikan semua
pengobatan selama 1-2 minggu.
- Dapat diobati dulu dengan amitriptilin dosis rendah
pada malam hari dan OAINS. Bila gejala neuropati
mereda atau hilang OAT dapat dimulai kembali
dengan dosis uji.
- Bila gejalanya berat dan tidak membaik bisa
dipertimbangkan penghentian sikloserin atau
etionamid dan mengganti dengan PAS.
- Hindari pemakaian alkohol dan rokok karena akan
memperberat gejala neuropati.
3 Mual muntah Eto, PAS, Cfz, H, - Pengobatan tetap dilanjutkan.
ringan Z, E, Lfx. - Pantau pasien untuk mengetahui berat ringannyanya
keluhan.
- Singkirkan sebab lain seperti gangguan hati, diare
karena infeksi, pemakaian alkohol atau merokok atau
obat-obatan lainnya.
- Berikan domperidon 10 mg 30 menit sebelum minum
OAT.
- Untuk rehidrasi, berikan infus cairan IV jika perlu.
114
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab
- JIka berat, rujuk ke Fasyankes TB RO/Fasyankes
Rujukan TB RO
Mual muntah Eto, PAS, Cfz, H, - Rawat inap jika diperlukan
berat Z, E, Lfx. - Jika mual dan muntah tidak dapat diatasi TAK
menghentikan etionamid sampai gejala berkurang
atau menghilang kemudian dapat ditelan kembali.
- Jika gejala timbul kembali setelah etionamid kembali
ditelan, hentikan semua pengobatan selama 1 minggu
dan mulai kembali pengobatan seperti dijadualkan
untuk memulai OAT RO dengan dosis uji yaitu dosis
terbagi
Jika muntah terus menerus beberapa hari, lakukan
pemeriksaan fungsi hati, kadar kalium dan kadar
kreatinin.
- Berikan suplemen kalium jika kadar kalium rendah
atau muntah berlanjut beberapa hari. Tata cara
pemberian kalium dapat di pelajari di lampiran 3.
- Bila terdapat tanda-tanda akut abdomen, penggunaan
Clofazimin harus dihentikan
4 Anoreksia Z, Eto, Lfx - Pengobatan tetap dilanjutkan
- Perbaikan gizi melalui pemberian nutrisi tambahan
- Konsultasi kejiwaan untuk menghi-langkan dampak
psikis dan depresi
- KIE mengenai pengaturan diet, aktifitas fisis dan
istirahat cukup.
5 Diare PAS - Pengobatan tetap dilanjutkan
- Rehidrasi oral sampai dengan rehidrasi intravena bila
muncul tanda dehidrasi berat.
- Penggantian elektrolit bila perlu
- Pemberian loperamid, norit
- Pengaturan diet, menghindari makanan yang bisa
memicu diare.
115
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab
- Pengurangan dosis PAS selama masih memenuhi
dosis terapi
6 Nyeri kepala Eto, Cs - Pengobatan tetap dilanjutkan
- Pemberian analgesik bila perlu (aspirin, parasetamol,
ibuprofen).
- Hindari OAINS pada pasien dengan gastritis berat dan
hemoptisis.
- Tingkatkan pemberian piridoksin men-jadi 300 mg bila
pasien mendapat Cs.
- Bila tidak berkurang maka pertimbangkan konsultasi
ke ahli jiwa untuk mengurangi faktor emosi yang
mungkin berpengaruh.
- Pemberian paduan parasetamol dengan kodein atau
amitriptilin bila nyeri kepala menetap.
7 Vertigo Km, Cm, Eto - Pengobatan tetap dilanjutkan
- Pemberian antihistamin-anti vertigo : betahistin
metsilat
- Konsultasi dengan ahli neurologi bila keluhan
semakin berat
- Pemberian OAT suntik 1 jam setelah OAT oral dan
memberikan etionamid dalam dosis terbagi bila
memungkin-kan.
8 Artralgia Z, Lfx - Pengobatan dilanjutkan.
- Pengobatan dengan OAINS akan membantu
demikian juga latihan/ fisioterapi dan pemijatan.
- Lakukan pemeriksaan asam urat, bila kadar asam
urat tinggi berikan alopurinol.
- Gejala dapat berkurang dengan perjalanan waktu
meskipun tanpa penanganan khusus.
- Bila gejala tidak hilang dan mengganggu maka pasien
dirujuk ke Fasyankes TB RO/Fasyankes Rujukan TB
RO untuk mendapatkan rekomendasi penanganan
oleh TAK bersama ahli rematologi atau ahli penyakit
116
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab
dalam. Salah satu kemungkinan adalah pirazinamid
perlu diganti.
9 Gangguan Lfx, Moxi - Pengobatan tetap dilanjutkan
Tidur - Berikan OAT golongan kuinolon pada pagi hari atau
jauh dari waktu tidur pasien
- Lakukan konseling mengenai pola tidur yang baik
- Pemberian diazepam
10 Gangguan Km, Cm - Pengobatan tetap dilanjutkan
elektrolit ringan - Gejala hipokalemi dapat berupa kelelahan, nyeri otot,
: Hipokalemi kejang, baal/numbness, kelemahan tungkai bawah,
perubahan perilaku atau bingung
- Hipokalemia (kadar < 3,5 meq/L) dapat disebabkan
oleh:
Efek langsung aminoglikosida pada tubulus ginjal.
Muntah dan diare.
- Obati bila ada muntah dan diare.
- Berikan tambahan kalium peroral sesuai keterangan
tabel di lampiran.
- Jika kadar kalium kurang dari 2,3 meq/l pasien
mungkin memerlukan infus IV penggantian dan harus
di rujuk untuk dirawat inap di fasyankes Rujukan/Sub
rujukan.
- Hentikan pemberian kanamisin selama beberapa hari
jika kadar kalium kurang dari 2.3 meq/L, laporkan
kepada TAK.
- Berikan infus cairan KCl: paling banyak 10 mmol/jam
Hati-hati pemberian bersamaan dengan levofloksasin
karena dapat saling mempengaruhi.
11 Depresi Cs, Lfx, Eto, H - Pengobatan tetap dilanjutkan.
- Lakukan konseling kelompok atau perorangan.
Penyakit kronik dapat merupakan fakor risiko depresi.
- Rujuk ke Fasyankes Rujukan TB RO, jika gejala
menjadi berat dan tidak dapat diatasi di fasyankes
117
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab
satelit/ Fasyankes TB RO.
- TAK bersama dokter ahli jiwa akan menganalisa lebih
lanjut. dan bila diperlukan akan mulai pengobatan anti
depresi.
- Pilihan anti depresan yang dianjurkan adalah
amitriptilin atau golongan SSRI
(Sentraline/Fluoxetine)
- Selain penanganan depresi, TAK akan merevisi
susunan paduan OAT yang digunakan atau
menyesuaikan dosis paduan OAT.
- Gejala depresi dapat berfluktuasi selama pengobatan
dan dapat membaik dengan berhasilnya pengobatan.
- Riwayat depresi sebelumnya bukan merupakan
kontra indikasi bagi penggunaan obat tetapi berisiko
terjadinya depresi selama pengobatan.
12 Perubahan Cs, H - Sama dengan penanganan depresi.
perilaku - Pilihan obat adalah haloperidol
- Pemberian 50mg B6 setiap 250mg Cs
13 Gastritis PAS, Eto,Z - Pengobatan dilanjutkan.
- Pemberian PPI (Omeprazol)
- Antasida golongan Mg(OH)2
- H2 antagonis (Ranitidin)
- Antasid harus diminum 2-3 jam setelah OAT agar
tidak mengganggu absorbsi OAT
- Etionamid dihentikan selama 1-7 hari dan penurunan
dosis Etionamid (bila memungkinkan) akan
membantu.
14 Nyeri di tempat Km, Cm - Pengobatan dilanjutkan.
suntikan - Suntikan diberikan di tempat yang bergantian
- Pengenceran obat dan cara penyuntikan yang benar
- Berikan kompres dingin pada tempat suntikan
15 Metalic taste Eto - Pengobatan dilanjutkan.
118
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab
- Pemberian KIE bahwa efek samping tidak berbahaya
16 Gatal Cfz - Hentikan Cfz bila gatal sangat hebat
17 Penuaan warna Cfz - Bersifat reversibel
kulit - Berikan penjelasan pada pasien terutama pasien
wanita.
119
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab
2.2 mg/dl), hentikan kanamisin sampai kadar
kreatinin menurun. TAK dengan rekomendasi ahli
nefrologi/penyakit dalam akan menetapkan kapan
suntikan akan kembali diberikan.
- Untuk kasus sedang dan berat (kadar kreatinin > 2.2
mg/dl), hentikan semua obat dan lakukan
perhitungan GFR.
- Jika GFR atau klirens kreatinin (creatinin clearance)
< 30 ml/menit atau pasien mendapat hemodialisa
maka lakukan penyesuaian dosis OAT sesuai tabel
penyesuaian dosis.
- Bila setelah penyesuaian dosis kadar kreatinin tetap
tinggi maka hentikan pemberian kanamisin,
pemberian kapreomisin mungkin membantu.
3 Perdarahan PAS, Eto, H,Z - Hentikan perdarahan lambung.
lambung - Hentikan pengobatan, Rujuk ke Fasyankes TB
RO/Fasyankes Rujukan TB RO
- Hentikan pemberian OAT sampai 7 hari setelah
perdarahan lambung terkendali.
- Dapat dipertimbangkan untuk mengganti OAT
penyebab dengan OAT lain selama standar
pengobatan TB RO dapat terpenuhi.
4 Gangguan Cm, Km - Hentikan pengobatan, Rujuk ke Fasyankes TB
Elektrolit berat RO/Fasyankes Rujukan TB RO
(Bartter like - Merupakan gangguan elektrolit berat yang ditandai
syndrome) dengan hipokalemia, hipokalsemia dan
hipomagnesemia dan alkalosis hipoklorik metabolik
secara bersamaan dan mendadak.
- Disebabkan oleh gangguan fungsi tubulus ginjal
akibat pengaruh nefrotoksik OAT suntikan.
- Lakukan penggantian elektrolit sesuai pedoman.
- Berikan amilorid atau spironolakton untuk
mengurangi sekresi elektrolit.
120
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab
5 Gangguan Km, Cm - Rujuk ke fasyankes Fasyankes TB RO/Fasyankes
pendengaran Rujukan TB RO
- Periksa data baseline untuk memastikan bahwa
gangguan pendengaran disebabkan oleh OAT atau
sebagai perburukan gangguan pendengaran yang
sudah ada sebelumnya.
- Rujuk pasien segera ke Fasyankes TB
RO/Fasyankes Rujukan TB RO untuk diperiksa
penyebabnya dan di konsulkan kepada TAK.
- Apabila penanganannya terlambat maka gangguan
pendengaran sampai dengan tuli dapat menetap.
- Evaluasi kehilangan pendengaran dan singkirkan
sebab lain seperti infeksi telinga, sumbatan dalam
telinga, trauma, dll.
- Periksa kembali pasien setiap minggu atau jika
pendengaran semakin buruk selama beberapa
minggu berikutnya hentikan kanamisin.
6 Gangguan E - Rujuk ke Fasyankes TB RO/Fasyankes Rujukan TB
penglihatan RO
- Gangguan penglihatan berupa kesulitan
membedakan warna merah dan hijau.Meskipun
gejala ringan, etambutol harus dihentikan segera.
Obat lain diteruskan sambil dirujuk ke fasyankes
Rujukan/sub rujukan.
- TAK akan meminta rekomendasi kepada ahli mata
jika gejala tetap terjadi meskipun etambutol sudah
dihentikan.
- Aminoglikosida juga dapat menyebabkan gangguan
penglihatan yang reversibel: silau pada cahaya yang
terang dan kesulitan melihat.
7 Gangguan Cs Fasyankes Satelit/ Fasyankes TB RO :
psikotik (Suicidal - Jangan membiarkan pasien sendirian, apabila akan
tendency) dirujuk ke fasyankes Rujukan harus didampingi.
121
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab
- Hentikan sementara OAT yang dicurigai sebagai
penyebab gejala psikotik, sebelum pasien dirujuk ke
fasyankes Rujukan TB RO. Berikan haloperidol 5 mg
p.o
Fasyankes Rujukan TB RO:
- Pasien harus ditangani oleh TAK melibatkan dokter
ahli jiwa, bila ada keinginan untuk bunuh diri atau
membunuh, hentikan sikloserin selama 1-4 minggu
sampai gejala terkendali dengan obat-obat anti-
psikotik.
- Berikan pengobatan anti-psikotik dan konseling.
- Bila gejala psikotik telah mereda, mulai kembali
sikloserin dalam dosis uji.
- Berikan piridoksin sampai 200 mg/ hari.
- Bila kondisi teratasi lanjutkan pengobatan TB RO
bersamaan dengan obat anti-psikotik.
8 Kejang Cs, Lfx - Hentikan sementara pemberian OAT yang dicurigai
sebagai penyebab kejang.
- Berikan obat anti kejang, misalnya fenitoin 3-5 mg/
hari/kg BB atau berikan diazepam iv 10 mg (bolus
perlahan) serta bila perlu naikkan dosis vitamin B6
s/d 200 mg/ hari.
Setelah stabil segera rujuk ke Fasyankes TB
RO/Fasyankes Rujukan TB RO
- Penanganan pasien dengan kejang harus di bawah
pengamatan dan penilaian TAK di Fasyankes TB
RO/Fasyankes Rujukan TB RO.
- Upayakan untuk mencari tahu riwayat atau
kemungkinan penyebab kejang lainnya (meningitis,
ensefalitis, pemakaian obat, alkohol atau trauma
kepala).
- Apabila kejang terjadi pertama kali maka lanjutkan
pengobatan TB RO tanpa pemberian sikloserin
122
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab
selama 1-2 minggu. Setelah itu sikloserin dapat
dberikan kembali dengan dosis uji /ramping.
- Piridoksin (vit B6) dapat diberikan sampai dengan
200 mg per hari.
- Berikan profilaksis kejang yaitu fenitoin 3-5
mg/kg/hari. Jika menggunakan fenitoin dan
pirazinamid bersama-sama, pantau fungsi hati,
hentikan pirazinamid jika hasil faal hati abnormal.
- Pengobatan profilaksis kejang dapat dilanjutkan
sampai pengobatan TB RO selesai atau lengkap.
9 Tendinitis Lfx, Mfx - Singkirkan penyebab lain seperti gout, arthritis
rematoid, skleroderma sistemik dan trauma.
- Untuk meringankan gejala maka istirahatkan daerah
yang terkena, berikan termoterapi panas/dingin dan
berikan OAINS (aspirin, ibuprofen).
- Suntikan kortikosteroid pada daerah yang meradang
akan membantu.
- Bila sampai terjadi ruptur tendon maka dilakukan
tindakan pembedahan.
10 Syok Anafilaktik Km, Cm - Hentikan pengobatan.
- Tangani Syok anafilaktik.
- Berikan pengobatan segera seperti tersebut di
bawah ini, sambil dirujuk ke fasyankes Rujukan/sub
rujukan:
1. Adrenalin 0,2 – 0,5 ml, 1:1000 SC, ulangi jika
perlu.
2. Pasang infus cairan IV untuk jika perlu.
3. Beri kortikosteroid yang tersedia misalnya
hidrokortison 100 mg im atau deksametason 10
mg iv, ulangi jika perlu.
- Segera rujuk pasien ke Fasyankes TB
RO/Fasyankes Rujukan TB RO.
123
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab
11 Reaksi alergi Semua OAT - Hentikan pengobatan.
toksik yang digunakan - Berikan segera pengobatan seperti di bawah ini,
menyeluruh dan sambil dirujuk ke fasyankes Fasyankes TB
SJS RO/Fasyankes Rujukan TB RO, segera:
1. Berikan CTM untuk gatal-gatal
2. Berikan parasetamol bila demam.
3. Berikan prednisolon 60 mg per hari atau
suntikan deksametason 4 mg 3 kali sehari jika
tidak ada prednisolon
4. Ranitidin 150 mg 2x sehari atau 300 mg pada
malam hari
- Di Fasyankes TB RO/Fasyankes Rujukan TB RO:
1. Berikan antibiotik jika ada tanda-tanda infeksi
kulit.
2. Lanjutkan semua pengobatan alergi sampai ada
perbaikan, tappering off kortikosteroid jika
digunakan sampai 2 minggu.
3. Pengobatan jangan terlalu cepat dimulai
kembali. Tunggu sampai perbaikan klinis. TAK
merancang paduan pengobatan selanjutnya
tanpa mengikutsertakan OAT yang diduga
sebagai penyebab.
- Pengobatan dimulai secara bertahap dengan dosis
terbagi terutama bila dicurigai efek samping terkait
dengan dosis obat. Dosis total perhari tidak boleh
dikurangi (harus sesuai berat badan) kecuali bila ada
data bioavaibilitas obat (terapeutic drug monitoring).
Dosis yang digunakan disebut dosis uji (tabel 3) yang
diberikan selama 15 hari.
12 Hipotiroid PAS, Eto - Gejala dan tandanya adalah kulit kering, kelelahan,
kelemahan dan tidak tahan terhadap dingin.
- Penatalaksanaan dilakukan di fasyankes Rujukan
oleh TAK bersama seorang ahli endokrinologi atau
ahli penyakit dalam.
124
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab
- Diagnosis hipotiroid ditegakkan berdasar
peningkatan kadar TSH (kadar normal < 10 mU/l).
- Ahli endokrin memberikan rekomendasi pengobatan
dengan levotiroksin/ natiroksin serta evaluasinya.
Program TB Nasional saat ini telah menggunakan obat TB yang baru seperti
Bedaquiline, Clofazimine dan linezolid sebagai bagian paduan obat yang akan
digunakan untuk mengobati pasien TB Pre/XDR. Dikarenakan data keamanan
obat TB yang baru tersebut masih sedikit maka WHO mensyaratkan penerapan
“Active Drug Safety Monitoring and Management (aDSM) atau monitoring dan
manajemen keamanan obat secara aktif.
125
Karena pasien XDR biasanya mendapatkan obat yang bukan untuk
pengobatan TB atau “repurposed drug”.
126
Tabel 19. Klasifikasi hubungan kausal paduan OAT RO
Hubungan Deskripsi
Unassessable Tidak terdapat cukup data untuk membuat penilaian
Unclassifiable Tidak terdapat cukup data untuk membangun/menentukan
suatu hubungan
Unlikely Terdapat (hanya) sedikit bukti yang menunjukkan ada
hubungan sebab-akibat (misalnya peristiwa itu tidak terjadi
dalam waktu yang wajar setelah pemberian obat percobaan).
Terdapat penjelasan lain yang masuk akal untuk kejadian
tersebut (misalnya kondisi klinis pasien, pengobatan lain yang
bersamaan).
Possible Terdapat beberapa bukti yang menunjukkan hubungan sebab
akibat (misalnya karena peristiwa itu terjadi dalam waktu yang
wajar setelah pemberian obat percobaan). Namun, pengaruh
faktor lain mungkin berkontribusi pada event (misalnya kondisi
klinis pasien, pengobatan lain yang bersamaan).
Probable Terdapat bukti yang menunjukkan hubungan sebab akibat dan
pengaruh faktor-faktor lain tidak mungkin.
Certain Terdapat bukti jelas yang menunjukkan hubungan sebab
akibat dan kontribusi faktor lain yang mungkin dapat
dikesampingkan.
Catatan: Akan dijelaskan lebih lanjut dalam diseminasi atau pelatih khusus PV
127
5. Berikan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) kepada pasien dan keluarga secara
berkesinambungan sehingga mereka bisa memahami penyakit, dampak penyakit serta
pentingnya menyelesaikan pengobatan.
6. Perhatikan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) TB serta berikan kenyamanan
pelayanan kepada pasien TB RO.
7. Umumnya pasien TB RO akan mengalami kejadian yang berkaitan dengan efek
samping OAT yang diberikan, tetapi hanya sebagian kecil saja yang memerlukan
penghentian pengobatan. Sehingga penanganan efek samping secara cepat, tepat dan
benar sangat diperlukan.
8. Kemajuan pengobatan harus selalu dipantau, pemeriksaan apusan dahak dan biakan
adalah alat evaluasi utama yang digunakan. Pemantauan pengobatan dilakukan secara
berkala: tahap awal setiap bulan dan tahap lanjutan setiap 2 bulan (setiap bulan pada
tahap lanjutan untuk pasien dengan paduan OAT standar jangka pendek.
9. Ketika pasien menyelesaikan proses pengobatannya, tentukan hasil akhir pengobatan
dan catat hal tersebut dalam TB.01 MDR. Penentuan hasil akhir pengobatan merupakan
kewenangan Tim Ahli Klinis di Fasyankes Rujukan TB RO dan dokter di fasyankes TB
RO.
10. Dokter di Fasyankes Satelit bertanggungjawab dalam memastikan tata laksana pasien
diberikan sesuai dengan rekomendasi dokter/ TAK.
128
H. PESAN KOMUNIKASI EFEKTIF PADA PASIEN TB RESISTAN OBAT
Informasi dasar tentang TB RO sudah disampaikan kepada pasien pada saat
ditetapkan menjadi terduga TB RO Namun sebaiknya diulangi kembali ketika pasien
ditetapkan menjadi pasien TB RO. Komunikasi efektif dengan menerapkan
keterampilan dasar komunikasi motivasi perlu disampaikan oleh petugas kesehatan
sesuai dengan tahapan pengobatan.
Komunikasi efektif disampaikan pada :
Pasien TB RO
Keluarga Pasien TB RP
Pengawas Menelan Obat (PMO)
Masyarakat
129
dengan beberapa persiapan seperti lama waktu pemeriksaan, persiapan
puasa, dan lain-lain.
b. Menjalani Pengobatan TB RO
Terdapat perbedaan antara pengobatan TB RO dengan TB bukan RO.
Setelah memberitahukan kepada pasien hasil pemeriksaan laboratorium,
maka ada beberapa hal yang harus dijelaskan sebelum dimulai pengobatan.
Petugas dapat menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
Tempat pengobatan.
Contoh:
“Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, bapak/ibu harus menjalani
pengobatan TB RO. Bapak/ibu dapat menjalani pengobatan di Rumah
Sakit atau Puskesmas yang ditunjuk dan dekat dengan tempat tinggal
Bapak/ibusehingga pengobatan dapat diselesaikan.”
Jenis dan cara menelan obat
Contoh:
“Obat TB RO berbeda dengan obat TB sebelumnya. Ada beberapa jenis
obat yang diberikan, yaitu: obat yang diminum dan obat yang
disuntikkan”.
Apabila pasien mendapatkan paduan obat dengan PAS, maka jelaskan
kepada pasien bahwa obat harus diminum dengan cara dimasukkan ke
dalam minuman yang berasa asam dan langsung diminum. Hal ini agar
penyerapan obat baik. Minuman yang berasa asam ini, misalnya:jus
jeruk, jus apel atau jus nanas.”
Lama Pengobatan TB RO
Contoh:
“Obat diberikan berkisar 20 -24 bulan tergantung pada kemajuan yang
dialami bapak/ibu. Oleh karena itu harus diminum secara teratur Selama
masih diberi petunjuk dokter untuk berobat maka obat harus diminum
sesuai dengan aturan”.
Efek samping obat TB RO dan penanganannya
Contoh:
“Obat TB RO dapat menyebabkan efek samping. Bila bapak/ibu
mempunyai keluhan, maka harus segera memberitahukan kepada
petugas, sehingga masalah dapat segera diatasi.”
130
Pengambilan Obat
Contoh :
“Pada tahap awal pengobatan walaupun bapak/ibu menjalankan
pengobatan di fasyankes dekat rumah, namun bapak/ibu tetap harus
datang ke rumah sakit/puskesmas yang disepakati untuk menelan obat
dan disuntik. Bapak/Ibu harus datang setiap hari. Pada Sabtu dan Minggu
suntikan tidak diberikan, petugas tetap akan mendampingi bapak/ibu
pada saat menelan obat di rumah sakit/ puskesmas”.
“Bapak/ibu harus bekerjasama dengan petugas supaya pada saat libur
obat tidak terlewatkan dan bapak/ibu akan semakin membaik”.
Evaluasi Kemajuan Pengobatan
Selama masa pengobatan, pasien TB RO akan menjalani serangkaian
pemeriksaan untuk mengevaluasi kemajuan pengobatan.
Contoh:
“Untuk mengetahui kemajuan pengobatan bapak/ibu pada waktu-waktu
tertentu akan dilakukan serangkaian pemeriksaan”.
Sistem rujukan
Pasien akan dirujuk ke fasyankes terdekat untuk pengobatan selanjutnya.
Saat dirujuk, pasien harus mendapatkan penjelasan bahwa rujukan ini
sdilakukan untuk mempermudah dan mendekatkan pasien dalam
mendapatkan pelayanan pengobatan TB RO.
Pencegahan penularan
Contoh :
Untuk mencegah penularan kepada orang lain bapak/ibu harus:
- Berobat secara teratur sehingga jumlah kuman dalam tubuh
berkurang dan tidak dapat menular kepada orang lain.
- Menutup mulut dan hidung ketika batuk dan bersin.
- Jangan membuang dahak sembarangan.
- Gunakan masker bedah.
Penawaran tes HIV untuk pasien TB resistan Obat
Sesuai Permenkes No. 21 tahun 2013 tentang penanggulangan HIV dan
AIDS semua pasien TB dianjurkan untuk tes HIV melalui pendekatan
TIPK (Tes HIV atas Inisiasi Petugas Kesehatan dan Konseling) dan
Konseling dan tes Sukarela (KTS).
Tujuan utama dari penawaran tes HIV ini adalah agar petugas dapat
131
membuat keputusan klinis dan atau menentukan pelayanan medis secara
khusus yang tidak mungkin dilaksanakan tanpa mengetahui status HIV
pada pasien TB seperti pemberian terapi ARV. Diantara pasien TB yang
mendapatkan pengobatan, angka kematian pasien TB dengan HIV positif
lebih tinggi dibandingkan dengan yang HIV negatif.
132
- Supervisi intensif dari petugas kesehatan lebih diberikan kepada
pasien dengan RO dengan penyakit penyerta.
133
Obat TB RO ini mahal dan terbatas namun
disediakan oleh pemerintah
Bagaimanakah penularan TB RO menular lewat percikan dahak bila pasien
TB RO? batuk dan bersin. Orang di sekitar pasien akan
menghirup udara yang mengandung kuman.
Bagaimana mencegah Jangan membuang dahak dan meludah
penularan? sembarangan.
Bila batuk (lakukan etika batuk)
Ada 2 metode yang sederhana namun efektif
untuk mengurangi penyebaran kuman TB,
yaitu:
1. Menutup hidung dan mulut dengan tisu
atau sapu tangan ketika batuk atau bersin
dan mencuci tangan sehabis kontak
dengan orang sakit.
2. Batuk atau bersin langsung ke tangan
tidak dianjurkan karena dapat
menyebarkan kuman ke apapun yang
anda sentuh dengan tangan. Sekiranya
tidak ada saputangan, batuklah atau
bersinlah ke bagian dalam dari siku anda
atau ke lengan baju bagian atas. Gantilah
segera baju anda.
134
Obat harus diminum secara teratur dan pada
waktu yang sama setiap harinya, sehingga
petugas akan mengingatkan bapak/ibu untuk
minum obat.
Karena obat ini menjadi pilihan terakhir yang
ada saat ini supaya pasien bisa sembuh.
Bagaimana bapak/ibu Untuk mencegah penularan TB RO kepada
mencegah penularan keluarga dan masyarakat, ada beberapa hal
kepada orang lain? yang dilakukan:
Pengobatan tidak boleh terputus. Jika
pengobatan dipatuhi dengan baik, umumnya
setelah hasil laboratorium negatif maka
pasien tidak akan lagi menularkan kepada
oranglain.
Tutup hidung dan mulut ketika batuk dan
bersin (etika batuk).
Jangan membuang dahak sebarangan.
Buanglah dahak dalam wadah bertutup yang
sudah diberi desinfektan. Buang isinya ke
lubang dan timbun dengan tanah.
Buka jendela dan pintu agar udara dan
cahaya matahari bisa masuk.
Kelompok pendukung Informasikan dukungan psikologis dan dukungan
pasien sosial yang diberikan kepada pasien, seperti :
Pertemuan kelompok pasien yang difasilitasi
oleh petugas kesehatan terlatih/pekerja sosial
dimana pasien dapat bertemu dan berdiskusi
dengan sesama pasien TB RO untuk berbagi
tentang apa yang mereka rasakan.
Konseling yang disediakan oleh petugas
kesehatan terlatih/psikiater/pekerja sosial
tersedia untuk pasien dengan masalah
spesifik seperti depresi dan lain sebagainya.
Pertemuan umum dimana pasien
mendapatkan informasi dan edukasi
mengenai kesehatan dan juga pemberdayaan
135
pasien. Pasien yang telah berhasil
menyelesaikan pengobatan dapat
memberikan dorongan, semangat dan
berperan sebagai role model(contoh atau
teladan) bagi pasien lainnya.
Bimbingan rohani yang difasilitasi oleh
petugas kesehatan dengan melibatkan tokoh
agama untuk memperkuat dan memotivasi
pasien.
Apakah di rumah Semua kontak erat temasuk anak dan
bapak/ibu ada yang mengalami gejala batuk lebih dari 2 minggu akan
batuk-batuk selama 2 menjalani pemeriksaan TB RO.
minggu atau lebih? Pemeriksaan ini akan membutuhkan contoh uji
Siapa saja yang dahak, dapat juga ditambah dengan pemeriksaan
batuk? melalui foto toraks (bagi orang dewasa), dan
Bagaimana pemeriksaan fisik. Sementara bagi anak
pemeriksaan TB RO pemeriksaan akan dilakukan dengan sistim
untuk kontak erat? skoring (pembobotan).
136
1) Penjelasan tentang TB RO
2) TB RO dapat disembuhkan
3) Pengobatan TB RO
Rencana pengobatan
Dosis dan cara pemberian obat TB RO
Keteraturan menelan obat sampai tuntas sesuai anjuran dokter.
Efek samping obat dan pastikan keluarga mengetahui kapan dan
kemana harus mencari pertolongan.
4) Pentingnya Pengawasan Menelan Obat selama pengobatan
5) Penularan TB RO
6) Pencegahan penularan TB RO :
Memastikan pasien selalu memakai masker
Menyediakan tempat pembuangan dahak agar pasien tidak
membuang dahaknya sebarangan
Tidak tinggal dalam satu ruangan tertutup tanpa ventilasi bersama
pasien selama masih menular (hasil biakan masih positif)
7) Pentingnya pemeriksaan ulang dahak secara teratur.
8) Memberikan informasi tentang pemeriksaan biakan dalam pemantauan
hasil pengobatan.
9) Pentingnya pola hidup sehat dan bersih bagi pasien dan keluarganya
10) Konseling dan perbaikan gizi pasien.
11) PHBS
137
Peran PMO dalam pengobatan adalah:
Memastikan pasien menelan obat sesuai aturan sejak awal pengobatan
sampai sembuh, yaitu:
1) Membuat kesepakatan dengan pasien mengenai lokasi dan waktu
menelan obat .
2) PMO dan pasien harus menepati kesepakatan yang sudah dibuat.
3) Pasien menelan obat dengan disaksikan oleh PMO.
4) Memberikan dukungan moral kepada pasien agar dapat menjalani
pengobatan secara lengkap dan teratur, yaitu:
Meyakinkan kepada pasien bahwa TB RO bisa disembuhkan dengan
minum obat secara lengkap dan teratur.
Memotivasi pasien untuk tetap minum obatnya saat mulai bosan.
Mendengarkan setiap keluhan pasien, menghiburnya dan
menumbuhkan rasa percaya diri.
Menjelaskan manfaat bila pasien menyelesaikan pengobatan agar
pasien tidak putus berobat.
5) Mengingatkan pasien TB Resistan Obat datang ke Fasyankes untuk
mendapatkan obat dan periksa ulang dahak sesuai jadual, yaitu:
Mengingatkan pasien datang ke Fasyankes untuk mendapatkan obat
berdasarkan jadual pada kartu identitas pasien (TB.02 MDR).
Memastikan bahwa pasien sudah mengambil obat.
Mengingatkan pasien jadual periksa ulang dahak berdasarkan yang
tertera pada kartu identitas pasien (TB.02 MDR).
Memastikan bahwa pasien sudah melakukan periksa ulang dahak.
6) Menemukan dan mengenali gejala-gejala efek samping OAT dan
menghubungi Fasyankes
Menanyakan apakah pasien mengalami keluhan setelah menelan
OAT.
Mendampingi pasien ke Fasyankes bila mengalami efek samping
obat.
Menenangkan pasien bahwa keluhan yang dialami bisa ditangani.
7) Memberikan penyuluhan tentang TB RO kepada keluarga pasien atau
orang yang tinggal serumah, yaitu tentang:
TB RO adalah penyakit menular, cara penularan TB RO gejala-gejala
TB RO dan cara pencegahannya,
138
TB RO disebabkan oleh kuman, tidak disebabkan oleh guna-guna
atau kutukan dan bukan penyakit keturunan,
TB RO dapat terjadi karena pasien TB tidak minum obat tuberkulosis
secara teratur,
TB RO dapat disembuhkan dengan berobat lengkap dan teratur,
Pengobatan diberikan dalam 2 tahap, yaitu: tahap awal dan lanjutan,
yang lamanya berkisar 19-24 bulan,
Obat TB RO harus diminum sekaligus pada waktu yang sama setiap
harinya,
Tidak ada obat lain untuk mengobati TB RO,
Pentingnya pengawasan agar pasien berobat secara lengkap dan
teratur,
Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera
meminta pertolongan ke Fasyankes.
8) Mengidentifikasi adanya kontak erat dengan pasien TB Resistan Obat
dan apa yang harus dilakukan terhadap kontak erat tersebut.
139
5) Lamanya waktu pengobatan, beratnya efek samping yang ditimbulkan obat
serta dampak sosial yang diakibatkan dari TB Resistan Obat, membuat
pasien TB Resistan Obat sangat membutuhkan dukungan lingkungan
sekitarnya.
Catatan :
Untuk menyampaikan informasi tentang penyakit TB RO pasien
tersebut ke lingkungan tempat tinggal atau tempat kerja pasien, perlu
mendapatkan persetujuan tertulis pasien terlebih dahulu dan
mempertimbangkan risiko yang terjadi.
a. Hasil Pengobatan
Dukungan diberikan kepada pasien tergantung pada hasil akhir
pengobatannya.
Sembuh atau pengobatan lengkap
Pada pasien yang berhasil sembuh atau menyelesaikan pengobatannya
secara lengkap harus diberikan penghargaan atas jerih payahnya selama
dua tahun ini.
Contoh:
“Selamat,bapak/ibu telah berhasil menyelesaikan pengobatan yang
panjang dan cukup sulit. Saya bangga bapak/ibu punya kemauan dan
semangat keras untuk sembuh selama 2 tahun ini. Sekarang bapak/ibu
tidak perlu menelan obat lagi, tetapi masih harus melakukan pemeriksaan
dahak setiap 6 bulan selama 2 tahun mendatang. Kita akan tahuapakah
kuman masih ada,mudah-mudahan tidak ada ya pak/bu”.
140
Pesan penting yang harus disampaikan:
1. Setiap 6 bulan melakukan pemeriksaan dahak ke rumah sakit
selama 2 tahun ke depan.
2. Segera datang ke rumah sakit bila ada gejala pada
pasien/kontaknya meskipun belum tiba jadual periksa 6 bulanan.
Pengobatan gagal
Pasien akan membutuhkan dukungan dan konseling keluarga untuk
menghadapi hasil pengobatan yang gagal.
Contoh:
“Bapak/Ibu telah berusaha dengan baik dan cukup keras selama
pengobatan ini. Sayangnya obat-obatan ini tidak berhasil mematikan
kuman dalam tubuh bapak/ibu. Kuman dalam tubuh bapak/ibu lebih kebal
dan obat untuk jenis kuman ini belum tersedia. Kami dapat membantu
memberi pengobatan sesuai dengan keluhan bapak/ibu. Namun kuman
belum bisa disingkirkan”.
Contoh:
“Kuman yang lebih kebal juga dapat menular kepada orang lain di sekitar
bapak/ibu bila batuk dan bersin. Karena itu bapak/ibu harus menutup
mulut/hidung pada saat batuk/bersin, memakai masker sesering mungkin,
jemurlah alat tidur dan buka jendela rumah setiap pagi”.
141
Mewaspadai Timbulnya Gejala Pada Pasien atau Kontak pada saat
Monitoring Akhir Pengobatan
Contoh:
“Jika bapak/ibu batuk-batuk atau sakit dada atau punggung, demam
berkepanjangan atau turun berat badannya, berkeringat di malam hari
segeralah menghubungi kami, kita akan lakukan pemeriksaan untuk
mengetahui apa yang menjadi masalah. Jika ada orang serumah yang
juga mengalami gejala yang sama, bapak/ibu harus membawa mereka
dan petugas kesehatan akan melakukan pemeriksaan juga
142
I. REFERENSI
1. Permenkes No. 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Manajemen Terpadu
Pengendalian TB RO
2. Pedoman Nasional Pengendalian TB, Kemenkes 2014
3. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tatalaksana TB
4. WHO, Update Guidelines for PMDT, 2011
5. WHO, Companion Handbook for PMDT, 2014
6. WHO, Update Guideline for PMDT, 2016
143
J. EVALUASI
LATIHAN 1
3. Pak Setiadi adalah pasien TB RO yang sudah memenuhi syarat dan disetujui oleh Tim
Ahli klinis RSU Dr Sardjito, Yogyakarta untuk diobati. Berat badan Pak Setiadi adalah
56 kg.
144
a. Tulis paduan pengobatan
Jawab:
b. Dosis OAT
Jawab:
145
LATIHAN 2
146
4. Sebutkan dan jelaskan tahapan pengobatan TB RO
Jawab :
147
LATIHAN 3
1. Sebutkan jenis pemeriksaan apa sajakah yang menjadi evaluasi utama untuk memantau
kemajuan pengobatan pasien TB RO !
Jawab :
2. Jelaskan kapan sajakah dilakukan pemeriksaan dahak biakan serta uji kepekaan pada
pasien TB RO !
Jawab :
148
3. Sebutkan jenis pemeriksaan lainnya selain pemeriksaan dahak untuk pemantauan
pengobatan TB RO !
Jawab :
149
LATIHAN 4
1. Sebutkan kriteria kondisi pasien seperti apakah yang dinyatakan gagal pengobatan !
Jawab :
2. Sebutkan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh petugas kesehatan jika menemui
kondisi pasien dengan pemeriksaan dahak biakan kembali menjadi positif setelah
mengalami konversi !
Jawab :
150
4. Bu Suwartini adalah pasien TB RO yang baru saja menyelesaikan rawat inap di RSU
DOK II Jayapura . Setelah berobat jalan sekitar 2 minggu pasien tidak datang lagi ke
Rumah Sakit. Pasien datang kembali 3 minggu kemudian. Apa tindakan yang sebaiknya
di ambil oleh petugas unit layanan di RSU DOK II Jayapura ?
Jawab:
5. Pak Darwis pasien TB RO yang sudah menjalani pengobatan bulan 12. Hasil
pemeriksaan BTA dan Biakan terakhir dilakukan menunjukkan hasil negatif. Pak Darwis
tanpa alasan yang jelas tidak datang lagi selama kurang lebih 3 bulan. Pak Darwis
datang lagi ke Puskesmas dengan kondisi yang lebih buruk dari saat terakhir dia minum
obat, hasil pemeriksaan dahak di Puskesmas menunjukkan hasil positif.
Jelaskan langkah apa yang diambil untuk menindaklanjuti kasus Pak Darwis ini!!
Jawab:
6. Pak Djazuli adalah pasien TB RO yang memulai pengobatan pada bulan Agustus 2013,
pasien rajin berobat, hasil pemeriksaan dahak Pak Djazuli adalah sebagai berikut:
Peme- Bulan ke-
riksaan 1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 14 16 18 20
BTA p neg neg neg neg neg neg neg neg neg neg neg neg neg
o
s
Biakan M neg neg neg neg neg neg neg neg neg neg neg neg neg
T
B
151
Saat ini adalah bulan Maret 2016 dan Bapak Djazuli telah mendapatkan OAT selama 20
bulan. Apa hasil akhir pengobatan Bapak Djazuli?
Jawab:
7. Ibu Puji adalah pasien TB RO yang sudah menjalani pengobatan selama 19 bulan dan
secara klinis tampak perbaikan yang nyata. Pasien mulai berobat bulan Juli 2012. Hasil
pemeriksaan dahak follow up adalah:
152
LATIHAN 5
5. Kerjakan latihan kasus di bawah ini yang merupakan kelanjutan dari latihan MI. 1
Pasien mulai tahap rawat inap pada tanggal 19 Februari 2012, No. Register
pasien di RSUP Persahabatan adalah : 01/009. No.Reg. RO Kab: 05/01/034.
Pasien merupakan pasien TB RO ke-15 yang diobati di RSUP Persahabatan.
Tidak tampak ada Parut BCG.
Foto Thorax tgl 23/02/2012 hasilnya adalah Kavitas dan Infiltrat di dua lapangan
Paru
Hasil pemeriksaan HIV adalah Negatif
Hasil pemeriksaan kontak serumah: Ny. Siti Asmanah (35 tahun) , Bayu (8 tahun)
dan Ikha (5 tahun), diperiksa pada tanggal 23 Februari 2012, hasil negatif.
Sebagai PMO adalah Petugas Kesehatan dengan pendampingan adalah Istri
Bpk. Achmad Rivai, no. Hp: 085-451554666, Perawat di ruangan yang
bertanggung jawab adalah suster Emilia.
Karena tidak ada efek samping obat yang berarti TAK memutuskan pada
pertemuan tanggal 05 Maret bahwa Rawat inap dilakukan selama 2 minggu.
Pada Tanggal 07 Maret pasien diperbolehkan pulang dan menjalani rawat jalan
tahap awal di RS. Persahabatan.
153
2) Isi Formulir TB 01 MDR sampai tanggal 07 Maret 2012
3) Isi Formulir TB 02 MDR sampai tanggal 07 Maret 2012
6. Latihan Kasus
a. Kasus Bpk. Achmad Rivai
Bapak Achmad Rivai menjalani rawat jalan tahap awal di RSUP Persahabatan,
Karena ingin sembuh pasien datang teratur setiap hari Senin sampai Jum’at ke
RS. Persahabatan untuk minum obat didepan petugas dan mendapat suntikan.
Setiap Sabtu dan Minggu Pasien datang ke RS untuk minum obat didepan PMO.
154
1) tanggal 17/03/2012 : no. Lab. 022, hasil BTA neg, biakan M. tuberculosis.
2) tanggal 14/04/2012 : no. Lab. 030, hasil BTA neg, biakan M. tuberculosis.
3) tanggal 12/05/2012 : no. Lab. 048, hasil BTA neg, biakan tidak tumbuh.
4) Tanggal 9/06/2012: no. Lab. 064, hasil BTA neg, biakan belum keluar hasil.
Atas pertimbangan permintaan pasien dan penilaian Tim Ahli Klinis melihat hasil
pemeriksaan dahak dan biakan maka pada rapat tanggal 19 Juni 2012,
diputuskan Bapak Achmad Rivai akan dirujuk ke Puskesmas Ciracas mulai
tanggal 20 Juni 2012.
Pada tanggal 15 Mei 2013, pasien menyatakan ingin pindah ke Puskesmas yang
dekat dengan tempat tinggalnya. Pada tanggal 16 Mei 2013 pasien diajukan ke Tim
Ahli Klinis untuk memutuskan apakah pasien dapat dirujuk ke untuk melanjutkan
pengobatannya di Puskesmas Jemursari. Tim Ahli Klinis menyetujui permintaan
tersebut. Mulai tanggal 19 Mei 2013 pasien mendapat OAT oral dan suntikan di
Puskesmas Jemursari.
155
b. tanggal 28/03/2013 : no Lab 031, hasil BTA neg, biakan tidak tumbuh.
c. tanggal 27/04/2013 : no lab 050, hasil BTA neg, biakan tidak tumbuh.
d. tanggal 27/05/2013 : no lab 065, hasil BTA neg, biakan belum keluar hasil.
7. Latihan Kasus :
a. Kasus Bpk. Achmad Rivai
Mulai tanggal 20 Juni 2012, pasien mendapatkan OAT suntik dan menelan OAT
oral di Puskesmas Kecamatan Ciracas. Pasien berobat teratur, dan pada saat
harus kontrol ke RSUP Persahabatan, pasien mendapatkan OAT dari RS.
156
Pertanyaan:
1) Bagaimana prognosis pengobatan Bapak Achmad Rivai setelah diobati selama
8 Bulan?
Jawab:
2) Lengkapi Formulir TB.01 dan TB.03 MDR untuk pasien Bp. Achmad Rivai sd
tgl. 01 Oktober 2012
Jawab:
Setelah hasil pemeriksaan dahak akhir bulan ke-8 didapatkan, maka kasus
pasien diajukan kembali ke Tim Ahli Klinis untuk menghentikan OAT suntik dan
memulai tahap lanjutan. Pada tanggal 24/09/2013, Tim Ahli Klinis menyetujui
perpindahan ke tahap lanjutan. Paduan yang diberikan adalah: Eto-Cs-Lfx-E
dengan BB 55 Kg.
157
8. Latihan Kasus :
a. Kasus Bapak Achmad Rivai
Pasien Melanjutkan pengobatan tahap lanjutan di Puskesmas mulai tanggal 02
Oktober 2012. Pada Tanggal 31 Oktober 2012 sampai tanggal 15 November
2012 pasien tidak datang ke Puskesmas, ketika dilakukan pelacakan pasien dan
keluarga ternyata pulang ke Banyumas tanpa memberitahu kepada petugas,
nomer telepon pasien maupun keluarga tidak dapat dihubungi.
Pada tanggal 16 November 2012 pasien datang lagi ke Puskesmas. Oleh
Petugas Puskesmas pasien diminta untuk datang dulu ke RS Persahabatan.
Tindakan dokter di RS adalah melakukan evaluasi klinis dan melakukan
pemeriksaan BTA, hasilnya negatif. Pengobatan dilanjutkan kembali sampai
selesai.
Hasil pemeriksaan Laboratorium selama tahap lanjutan adalah sebagai berikut:
Tanggal 16/11/2012 : No. Reg. Lab. 107, Hasil BTA Neg, biakan Neg.
Tanggal 15/12/2012 : No. Reg. Lab. 135, Hasil BTA Neg, biakan Neg.
Tanggal 12/01/2013 : No. Reg. Lab. 151, Hasil BTA Neg, biakan Neg.
Tanggal 11/02/2013 : No. Reg. Lab. 170, Hasil BTA Neg, biakan Neg.
Tanggal 11/03/2013 : No. Reg. Lab. 190, Hasil BTA Neg, biakan Neg.
Tanggal 10/04/2013 : No. Reg. Lab. 207, Hasil BTA Neg, biakan Neg
Tanggal 10/05/2013 : No. Reg. Lab. 211, Hasil BTA Neg, biakan Neg
Tanggal 09/06/2013 : No. Reg. Lab. 215, Hasil BTA Neg, biakan Neg
Tanggal 08/07/2013 : No. Reg. Lab. 117, Hasil BTA Neg, biakan Neg
Tanggal 08/08/2013 : No. Reg. Lab. 201, Hasil BTA Neg, biakan Neg
Tanggal 06/09/2013 : No Reg Lab 177, Hasil BTA Neg, biakan Neg
Hasil Foto Thorax follow up tgl 16/11/2012 dan 06/09/2013 hasil membaik.
Pada tanggal 28 Desember 2010, kasus ini diajukan kembali ke Tim Ahli Klinis
untuk menghentikan pengobatan tanggal 03 Januari 2011 dan menentukan hasil
akhir pengobatan.
a. Apa hasil akhir pengobatan Bapak Achmad Rivai?
b. Lengkapi TB 01 MDR sampai dengan selesai pengobatan
158
b. Kasus Ny. Sulaimah
Pasien Melanjutkan pengobatan tahap lanjutan di Puskesmas Ciracas. Hasil
pemeriksaan dahak adalah :
Tanggal 24/10/2013 : No. Reg. Lab. 093, Hasil BTA Neg, biakan Neg.
Tanggal 23/11/2013 : No. Reg. Lab. 122, Hasil BTA Neg, biakan Neg.
Tanggal 23/12/2013 : No. Reg. Lab. 145, Hasil BTA Neg, biakan Neg.
Tanggal 22/01/2014 : No. Reg. Lab. 166, Hasil BTA Neg, biakan Neg.
Tanggal 21/02/2014 : No. Reg. Lab. 178, Hasil BTA Neg, biakan Neg.
Tanggal 23/03/2014 : No. Reg. Lab. 197, Hasil BTA Neg, biakan Neg.
Tanggal 22/04/2014 : No. Reg. Lab. 200, Hasil BTA Neg, biakan Neg
Tanggal 22/05/2014 : No. Reg. Lab. 211, Hasil BTA Neg, biakan Neg
Tanggal 21/06/2014 : No. Reg. Lab. 312, Hasil BTA Neg, biakan Neg
Tanggal 21/07/2014 : No. Reg. Lab. 112, Hasil BTA Neg, biakan Neg
Tanggal 20/08/2014 : No. Reg. Lab. 213, Hasil BTA Neg, biakan Neg
Tanggal 19/09/2014 : No. Reg. Lab. 411, Hasil BTA Neg, biakan Neg
Pada tanggal 19/09/2014, kasus ini diajukan kembali ke Tim Ahli Klinis untuk
menghentikan pengobatan dan menentukan hasil akhir pengobatan pada tanggal
20 September 2014.
Pertanyaan :
1) Apakah hasil akhir pengobatan Ny. Salamah?
2) Lengkapi Formulir TB 01 MDR untuk pasien Ny. Salamah!
159
LATIHAN 6
160
4. Sebutkan pemeriksaan apasajakah yang menjadi evaluasi utama dan evaluasi
penunjang dalam pengobatan TB RO Koinfeksi HIV !
Jawab :
161
LATIHAN 7
1. Jelaskan kondisi khusus seperti apa sajakah yang mengharuskan pasien mendapatkan
penanganan secara spesifik sesuai dengan kondisinya !
Jawab :
2. Jenis pengobatan adjuvan apa sajakah yang biasanya diberikan kepada pasien TB RO
di RS Rujukan/Fasyankes ?
Jawab :
3. Sebutkan efek samping ringan apasajakah yang biasanya muncul pada pasien TB RO!
Jawab :
162
4. Sebutkan efek samping berat apasajakah yang biasanya muncul pada pasien TB RO!
Jawab :
163
Pasien TB RO yang mendapat PAS mengeluh mengalami gastritis dan diare, apa
yang anda lakukan? Jawab :
7. Ibu Sumini, 37 tahun, adalah pasien yang menjalani pengobatan TB RO di RSUD Adam
Malik Medan -. Pasien mendapatkan paduan OAT RO berupa Km-Lfx-Cs-Eto-Z-E-H.
Seminggu terakhir pasien mengalami keluhan sering merasa mual, rasa tidak nyaman di
perut serta urine berubah warna seperti teh kental. Pasien juga terlihat ikterik, dokter
mencurigai terjadi gangguan pada hati. Pasien dimintakan pemeriksaan faal hati yang
hasilnya menunjukkan kenaikan SGOT/ SGPT lebih dari 5 kali nilai normal.
a) Apa yang dialami pasien Ny. Sumini?
Jawab :
164
c) Apa tindakan yang harus dilakukan?
Jawab :
165
LATIHAN 8
2. Jelaskan hal-hal apasajakah yang perlu saat disampaikan kepada pasien saat menjalani
pengobatan TB RO ?
Jawab :
3. Sebutkan dan jelaskan pesan apasajakah yang perlu disampaikan kepada keluarga
pasien saat kunjungan pertama setelah pasien didiagnosis TB RO ?
Jawab :
166
4. Jelaskan peran PMO dalam pengobatan pasien TB RO !
Jawab :
5. Jelaskan hal-hal apasajakah yang perlu disampaikan kepada petugas kesehatan dan
lingkungan sekitar pasien TB RO !
Jawab :
167
EVALUASI AKHIR
1. Yang tidak menjadi persyaratan kriteria penetapan pasien yang akan memulai
pengobatan TB RO adalah :
a. Kasus TB -RO
b. Sosial ekonomi pasien.
c. Melakukan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi.
d. Inform consent.
e. Penduduk dengan alamat yang jelas
2. Jenis OAT RO yang merupakan salah satu obat paling poten dalam paduan standard TB
RO di Indonesia:
a. Pirazinamid (Z)
b. Etambutol (E)
c. Levofloksasin (Lfx)
d. Sikloserin (Cs)
e. PAS
168
7. Pernyataan yang paling sesuai dengan dasar-dasar pengobatan TB RO adalah:
a. Dokter di fasyankes Satelit bisa melakukan penanganan kasus efek samping dengan
menghentikan pengobatan pasien TB Resistma Obat.
b. Apabila perlu dokter di fasyankes Rujukan bisa menghentikan sementara
pengobatan pasien TB RO.
c. Pengobatan TB RO di Indonesia saat ini menggunakan paduan standar yang tidak
memungkinkan adanya perubahan dosis dan paduan.
d. Dokter terlatih di Fasyankes Rujukan dan Fasyankes TB RO - merupakan pihak yang
berwenang menentukan paduan pengobatan pasien TB RO.
e. Tim Terapeutik bisa menghentikan paduan pengobatan TB RO jika ada efek
samping
8. Pak Sukawi, 44 tahun merupakan pasien TB RO yang diobati di RSU Labuang baji
Makassar. Hasil pemeriksaan dahak dan biakan pada bulan pertama menunjukkan hasil
negatif. Berapa lama pak Sukawi harus menjalani tahap awal pengobatan TB RO?
a. 4 bulan
b. 5 bulan
c. 6 bulan
d. 8 bulan
e. 2 bulan
9. Bapak Zulkifli, 38 tahun merupakan pasien TB RO yang diobati di RSUP. Sanglah Bali.
Hasil pemeriksaan dahak dan biakan sejak bulan pertama sampai keempat
menunjukkan hasil masih positif. Apa yang pertama kali harus dilakukan petugas poli RO
RSUP Sanglah Bali?
a. Melaporkan kasus ini ke Tim Ahli Klinis
b. Melakukan wawancara terpisah dengan pasien dan PMO untuk mengetahui apakah
pasien benar-benar minum obat.
c. Mereview kartu pengobatan untuk mengetahui kepatuhan dan keteraturan pasien
berobat.
d. Mengusulkan ke Tim Ahli Klinis untuk menambah satu OAT tambahan.
e. Menghentikan pengobatan TB RO karena resiko kegagalan pengobatan
10. Pak Jhon rambo adalah pasien TB RO yang baru berobat selama 3 minggu di RS Adam
Malik Medan. Setelah pulang dari Rawat inap pak Jhon tidak pernah muncul dan setelah
dilakukan pelacakan ternyata pak Jhon pindah alamat yang tidak diketahui. Setelah 3
bulan pak Jhon datang lagi ke RS Adam malik Medan. Petugas melakukan pemeriksaan
169
apusan dahak secara mikroskopis dan hasilnya positif. Setelah mendapat konseling pak
Joni ingin berobat kembali dengan teratur. Apa yang harus dilakukan petugas di RS
Adam Malik Medan?
a. Mengulangi pengobatan dari awal dengan pasien dianggap sebagai kasus baru.
b. Meneruskan pengobatan dengan rejimen yang sama dan kartu pengobatan yang
sama
c. Menyatakan pengobatan sebelumnya sebagai kasus loss to follow up dan
memperlakukan pasien sebagai terduga TB RO dari awal.
d. Menyatakan pengobatan sebelumnya sebagai kasus loss to follow up, pasien
kemudian diobati sesuai hasil pemeriksaan sebelumnya sebagai data dasar
pengobatan karena berobat kurang dari 1 bulan.
e. Menyatakan hasil pengobatan gagal dan memulai pengobatan dari awal
11. Bapak Hariyanto Kasmir adalah pasien TB RO yang rencananya akan diobati selama 21
bulan, hasil pemeriksaan biakan pada bulan ke 19 dan 21 menunjukkan hasil positif.
Apakah hasil akhir pengobatan Bapak Haryanto?
a. Gagal
b. Sembuh
c. Lengkap
d. Lost to follow up.
e. XDR
12. Apabila seorang pasien TB RO yang direncanakan akan diobati selama 20 bulan, hasil
pemeriksaan bulan ke 12 Biakan positif M.TB, bulan ke 15 hasil biakan neg, bulan ke 17
hasil neg, bulan ke 19 hasil negatif, Hasil akhir pengobatan adalah
a. Gagal
b. Sembuh
c. Lengkap
d. Lost to follow up.
e. Tidak di evaluasi
170
Lampiran 1. Contoh Pengisian Formulir Data Dasar Pasien TB RO
171
172
173
1
174
Lampiran 2. TB 01 MDR
175
176
177
178
Lampiran 3. Kartu Pengobatan TB 02 MDR
179
180
Lampiran 4. Register TB 03 MDR di Fasyankes
181
182
183
Tata Cara Pengisian Formulir TB.03 MDR
11 Riwayat Pengobatan TB Sebelumnya Tulis jumlah berapa kali pasien mendapat seri pengobatan dengan OAT,
baik yang selesai maupun tidak
12 Hasil Foto Rontgen Dada Tulis Kode hasil bacaan foto rontgen dada seperti yang tercantum dalam
Formulir data dasar
13 Tanggal pengambilan dahak untuk DST Isi nomer register sesuai nomer urut yang diberikan oleh petugas Lab pada
balasan TB 05 MDR
14 Tanggal DST Keluar Tulis kapan hasil uji kepekaan didapatkan dari Laboratorium rujukan TB RO
15 sd 24 Hasil Uji Kepekaan Tulis hasil uji kepekaan sesuai kolom OAT yang diuji
25 sd 46 Pemeriksaan Follow up Tulis hasil pemeriksaan follow up apusan dahak dan biakan yang dilakukan,
kolom pertama untuk hasil pemeriksaan apusan dan kolom kedua untuk
47 sd 51 Hasil Akhir Pengobatan Tulis Tanggal kapan pasien menyelesaikan pengobatan pada kolom yang
sesuai
52 Keterangan Isilah data-data yang sekiranya perlu dan berkaitan dengan pasien
184
185
Lampiran 5. Formulir Melanjutkan Pengobatan
186