Вы находитесь на странице: 1из 46

PERKEMBANGAN CACAT RONGGA PADA PROSES EKSTRUSI

Tri Widodo Besar Riyadi


Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta
JL.A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura
E-mail: tri_wbr@yahoo.com

ABSTRACT
Cavity defect occurs in an extruded product when the remaining billet reaches a
certain thickness. This defect can create serious problem in the quality of
products because it produces waste material and requires an extra operation for
finishing. The requirement of wasting a certain portion of the product becomes
undesirable especially for a relatively short, headed product. Since the
occurrence of this defect is troublesome in industrial practice, it is important to
study the conditions leading to the cavity formation. By using this prediction, it
may be possible to stop the process before the cavity starts to develop. In this
work, a new measuring technique to monitor the development of cavity defect in
forward extrusion was studied. This technique uses electrical contact principle,
which detects the contact between metal pins and the leading face of the billet.
When the cavity develops, a void or gap between the punch and the billet
interface develops, and breaks the electrical current of the circuit. The experiment
of extrusion process was undertaken in parallel with a finite element analysis
(FEA) using ABAQUS software. It was shown that at a certain distance the cavity
defect was revealed. In this work, the cavity formation was investigated by a
variation of die reduction. The influence of coefficient of friction, punch speed,
and billet thickness was also observed. This study concentrated on improving the
understanding of the behavior of metal flow and the development mechanism of
cavity formation with the aim of providing general guidance for the extrusion
industry in minimizing the cavity defect formation of the extruded product.

Keywords: Cavity defect, Forward extrusion, Measuring technique, Finite Element


Analysis

PENDAHULUAN untuk komponen produk dengan kepala


Cacat rongga terjadi pada produk pendek, seperti katup motor. Karena
ekstrusi ketika benda kerja mencapai sisa kejadian cacat ini menjadi masalah di
ketebalan tertentu pada bagian belakang industri, maka penelitian terhadap kondisi
atau kepalanya. Cacat ini dapat yang menyebabkan terjadinya cacat rongga
menimbulkan masalah yang serius terutama ini dirasakan cukup penting. Pemantauan
karena menurunkan kualitas produk, yaitu terhadap terjadinya cacat rongga selanjutny
menghasilkan produk yang tak sempurna akan sangat bermanfaat untuk mempelajari
sehingga memerlukan ekstra operasi dan memprediksi pembentukan cacat
penyelesaian akhir (finishing). Kebutuhan rongga. Dengan prediksi ini, maka
untuk membuang lagi sebagian produk dimungkinkan untuk menghentikan proses
menjadi hal yang tak diinginkan khususnya ekstrusi sebelum cacat rongga terjadi dan

MEDIA MESIN, Vol. 7, No. 2, Juli 2006, 85-91 85


berkembang. Penelitian ini juga menarik TINJAUAN PUSTAKA
karena dapat meningkatkan pemahaman Cacat rongga (cavity defect) seperti
tentang pola aliran material selama terlihat pada gambar 1 telah menjadi subyek
terdeformasi pada saat proses ekstrusi. penelitian eksperimen oleh beberapa
Lebih dari itu, pengetahuan tentang peneliti sebagaimana dilaporkan oleh
karakteristik cacat pada produk ekstrusi Johnson (1995) yang mempelajari
juga sangat penting untuk keperluan pembentukan rongga dengan menggunakan
perancangan dies dan pemilihan proses sebuah penekan yang diruncingkan guna
yang efektif. Dari sisi pemasaran, jika mempermudah pola aliran material.
produk yang dihasilkan mempunyai Menurut Johnson, terdapat hubungan antara
kualitas tinggi dengan kemungkinan pembentukan rongga dengan gaya penekan.
kandungan cacat yang minimal atau bahkan Ditemukan juga bahwa, ketika titik
sama sekali tidak terjadi cacat, dalam hal ini pembentukan rongga terjadi, beban tekanan
berbentuk rongga, maka produsen menurun secara cepat. Tekanan tidak
(manufacturer) dapat mempertahankan bekerja pada keseluruhan bidang penekan
jaminan kualitas produksi guna meraih dikarenakan terbentuknya rongga.
minat konsumen sehingga bisa tetap Atkinson (1972) juga menyelidiki
bertahan dalam persaingan bebas yang fenomena cacat rongga pada ekstrusi.
sangat kompetitif. Penekan cekung dan cembung digunakan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dalam pengamatan ini untuk menguji efek
mengetahui perkembangan terjadinya cacat sudut penekan berprofil pada benda kerja
rongga (cavity defect) yang biasanya terjadi pada permulaan pembentukan rongga. Pada
pada bidang belakang komponen produk hasil eksperimen ini, ditemukan bahwa
ekstrusi. Penelitian dilakukan dengan cara penekan cekung paling unggul untuk
pemodelan fisik, dengan alat sensor arus menekan permulaan terjadinya rongga dan
listrik yang berupa pin kontak, dan dengan pelipatan bagian belakang benda. Atkinson
Metode Elemen Hingga yang menggunakan juga menggunakan teknik interupsi
software ABAQUS. Pengukuran dengan penekanan untuk menyelidiki perkem-
pin kontak dilakukan untuk mengetahui bangan cacat rongga pada benda kerja
perkembangan pembentukan cacat rongga silindris. Ketebalan sisa yang bervariasi
(cavity) mulai dari awal terbentuknya serta bentuk-bentuk rongga diperoleh
rongga sampai proses ekstrusi berhenti. dengan menghentikan gerakan penekan
Awal terbentuknya cacat rongga disebut pada posisi yang berbeda. Permulaan
sebagai ketebalan kritis dimana proses pembentukan rongga saat ketebalan benda
harus dihentikan di atas margin aman jika kerja kritis selanjutnya diprediksi dengan
tidak menginginkan terbentuknya produk ekstrapolasi.
yang cacat. Variabel pokok yang diamati Pemodelan tiga dimensi dengan simulasi
dalam penelitian ini adalah pengaruh untuk mengetahui bentuk cacat rongga juga
reduksi dies terhadap perkembangan pernah dilakukan oleh Li (2001). Hasil
rongga. Dengan simulasi ABAQUS, bentuk cacat rongga yang dihasilkan dalam
penelitian diperluas lagi untuk menyelidiki penelitian ini masih belum sempurna karena
pengaruh kecepatan penekanan, koefisien bentuk rongga belum silindris.
gesek , dan ketebalan benda mula-mula.
Pemodelan fisik ditujukan terutama untuk
mengamati pola aliran material selama ter-
ekstrusi sehingga terbentuk cacat rongga.

86 Tri Widodo Besar Riyadi, Perkembangan Cacat Rongga pada Proses Ekstrusi
Gambar 1. Cacat rongga produk ekstrusi

a b
Gambar 2. Pola aliran dan bentuk cacat rongga (a) Hasil eksperimen, (b) Hasil
simulasi.

deformable, sedangkan dies, kontainer dan


METODOLOGI PENELITIAN
punch dimodelkan sebagai analytical rigid
Penelitian dilakukan dengan dua jenis
surfaces. Pada pengujian pertama, semua
spesimen yaitu padat utuh silindris dan
permukaan kontak dianggap dipelumasi
dibelah simetri vertikal, semua bahan dari
dengan baik (frictionless). Penelitian selan-
timbal dengan diameter 25.4 mm dan
jutnya dilakukan dengan memberikan pena-
panjang 20.0 mm. Meskipun timbal kurang
lty pada koefisien gesek semua permukaan
sensitif terhadap regangan pada suhu
yang kontak. Langkah penekanan dilakukan
kamar, perlakuan panas (annealing)
dengan memberikan variasi kecepatan pada
diperlukan untuk memperoleh ukuran
punch yang bergerak kearah benda uji.
butiran yang halus Pada penelitian ini,
Untuk mengatasi distorsi yang berlebihan
seluruh spesimen di-annealing dengan
maka digunakan adaptive meshing.
meletakkan spesimen di dalam air panas
(1000C) selama kira-kira 20 menit. Empat
dies digunakan masing-mesing berdiameter
HASIL DAN PEMBAHASAN
22, 19, 16, dan 13 mm. Reduksi yang Gambar 2 menunjukkan per-bandingan
diperoleh dari ke-empat dies ini adalah pola aliran material hasil eksperimen dan
0.25, 0.44, 0. 60, dan 0.74. Penekan (punch) simulasi yang terjadi pada material dengan
yang dibutuhkan pada penelitian ini juga reduksi 0.25. Perubahan pola garis
ada dua macam yaitu hollow punch dan menunjukkan adanya deformasi pada benda
padat. Sirkuit peralatan selengkapnya dapat kerja setelah mengalami penekanan.
dilihat pada lampiran gambar 8. Deformasi yang terjadi menunjukkan
Pemodelan dengan simulasi ABAQUS distribusi regangan dari benda kerja saat
dilakukan dengan benda silinder dengan mengalami tekanan. hasil eksperimen dan
ukuran dan property yang sama dengan simulasi untuk semua reduksi menunjukkan
yang diperoleh dari eksperimen, dimana adanya kemiripan bentuk cacat rongga yang
sifat plastisitas benda diambil dari data uji terjadi setelah benda di-ekstrusi.
tekan. Benda uji dianggap axisymmetric

MEDIA MESIN, Vol. 7, No. 2, Juli 2006, 85-91 87


(a) (b)

(c) (d)
Gambar 3. Cacat rongga benda uji padat (a). D = 22 mm, (b). D = 19 mm,
(c). D = 16 mm, (d). D = 13 mm [D = diameter dies]

Gambar 3 menunjukkan bentuk cacat terhadap perkembangan cacat rongga pada


rongga yang terjadi pada produk benda utuh penelitian ini meliputi perkembangan mula-
hasil ekstrusi. Empat dies digunakan untuk mula atau awal terjadinya rongga,
mengamati pengaruh reduksi terhadap perkembangan kedalaman rongga dan
perkembangan terjadinya cacat rongga. perkembangan jari-jari rongga.
Pengamatan perkembangan rongga Perbandingan akan dilakukan terhadap hasil
dimonitor dengan menggunakan sensor dari ketiga metode yang digunakan yang
elektronik yang berupa pin bermuatan arus meliputi pemodelan fisik, numerik dan
listrik yang dihubungkan dengan sumber penggunaan alat sensor arus listrik. Hasil
arus searah. Perkembangan rongga dapat perkembangan jari-jari rongga yang
dideteksi oleh pin ketika arus yang dimonitor oleh alat dengan sensor arus
melewati benda kerja dan bersentuhan listrik dapat dilihat pada gambar 4 di bawah
dengan pin terputus. Sinyal putusnya arus ini. Gambar 4 menunjukkan hubungan
pada penelitian kali ini ditandai dengan antara ketebalan kritis terhadap perunbahan
matinya lampu indikator. reduksi penampang dies, dimana dengan
kenaikan reduksi, ketebalan kritis makin
Perkembangan Cacat Rongga
turun.
Cacat rongga pada produk ekstrusi akan
berkembang ke arah radial (makin luas) dan
ke arah aksial (makin dalam). Pengamatan

88 Tri Widodo Besar Riyadi, Perkembangan Cacat Rongga pada Proses Ekstrusi
10
9

Ketebalan kritis (mm)


8
7
6
5
4
3
2
1
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8
Reduksi

Gambar 4. Hubungan ketebalan kritis benda terhadap reduksi

R = 0.25
70
R = 0.44
60 R = 0.60
50 R = 0.74
P u n c h lo a d (k N )

40
30
20
10
0
0 5 10 15 20 25
Punch Displacement (mm)

Gambar 5. Hubungan perkembangan terjadinya rongga dengan proses penekanan

Gambar 5 berikut ini menunjukkan Sedangkan pada benda uji dengan reduksi
perkembangan ukuran rongga mulai dari besar, rongga terjadi pada daerah unsteady
permulaan dan perkembangan pembentukan state. Gambar 6 menunjukkan hasil yang
rongga, dan hubungannya terhadap beban diperoleh dari hasil simulasi terhadap
penekanan (punch load) dan pergerakan bentuk cacat rongga yang terjadi pada
penekan (punch displacement) untuk empat benda uji selama mengalami proses
reduksi yang bervariasi. Hasil eksperimen ekstrusi. Dari gambar 6 dapat diketahui
ini menunjukkan bahwa semakin besar bahwa perkembangan awal terjadinya cacat
reduksi maka awal terjadinya cacat rongga rongga sangat dipengaruhi oleh ukuran
semakin menurun. Makin kecil reduksi diameter dies, dimana semakin besar
maka cacat rongga akan makin cepat ukuran diameter suatu dies maka cacat
terjadi. Hal lain yang terlihat adalah bahwa rongga yang terbentuk semakin cepat dan
awal terbentuknya rongga terjadi berangsur semakin lebar, tapi kedalaman rongga
antara daerah akhir fase tunak (steady-state) pendek, dan semakin kecil ukuran diameter
dan fase tak tunak (unsteady state). Pada suatu dies maka rongga yang terbentuk
reduksi yang kecil, rongga terjadi lebih semakin lambat dan semakin sempit, tapi
awal, masih di daerah steady state. kedalaman rongga panjang.

MEDIA MESIN, Vol. 7, No. 2, Juli 2006, 85-91 89


a b

c d
Gambar 6. Pengaruh reduksi pada cacat rongga
(a).R = 0.25, (b).R = 0.44, (c).R = 0.60, (d).R = 0.74

7
R = 0.25
6 R = 0.44
J a ri-ja ri C a v it y (m m )

5 R = 0.60

4 R = 0.74

3
2
1
0
10 15 20
Punch Displacement (mm)

Gambar 7. Grafik perkembangan jari-jari rongga terhadap langkah penekanan

Perkembangan Jari-Jari Rongga reduksi menunjukkan kecenderungan yang


hampir sama, yaitu perkembangan jari-jari
Gambar 7 menunjukkan grafik
berjalan hampir lurus atau linier seperti juga
perkembangan jari-jari rongga yang terjadi
ditunjukkan oleh kemiringan kurva.
pada material selama proses ekstrusi pada
reduksi yang bervariasi. Grafik ini
diperoleh dari penelitian yang Pengaruh Koefisien Gesekan
menggunakan alat pin sebagai sensor arus Penelitian terhadap pengaruh koefisien
listrik. Dari gambar dapat dilihat bahwa gesek terhadap bentuk cacat rongga
perkembangan jari-jari rongga untuk semua dilakukan dengan menggunakan lima nilai

90 Tri Widodo Besar Riyadi, Perkembangan Cacat Rongga pada Proses Ekstrusi
perbedaan koefisien gesekan masing- rongga cukup signifikan. Bentuk cacat
masing 0.0, 0.1, 0.3, 0.5, dan 0.9 dengan rongga yang terjadi pada benda uji yang
menggunakan dies dengan reduksi 0.25. ditekan dengan kecepatan lebih rendah
Hasil penelitian dengan simulasi tentang cenderung menghasilkan rongga yang lebih
pengaruh gesekan pada pembentukan cacat besar. Penemuan ini sesuai dengan teori
rongga menunjukkan bahwa semakin kecil yang menyebutkan bahwa semakin cepat
koefisien gesekan maka akan lebih mudah strain rate maka benda akan makin keras.
menghasilkan cacat rongga.

Pengaruh Ketebalan Benda Kerja


Pengaruh Kecepatan Penekanan Penelitian pengaruh ketebalan benda uji
Penelitian terhadap pengaruh kecepatan pada bentuk rongga yang terjadi setelah
penekanan terhadap bentuk rongga mengalami proses ekstrusi dilakukan
dilakukan dengan menggunakan empat nilai dengan menggunakan benda uji yang
perbedaan kecepatan penekanan masing- mempunyai ketebalan berbeda masing-
masing sebesar 0.8, 1.0, 1.2, dan 1.4 m/s, masing sebesar 15, 20, 25, dan 30 mm, dan
dan dilakukan dengan menggunakan dies dilakukan dengan menggunakan dies
dengan reduksi 0.44. Hasil penelitian dengan reduksi 0.44. Hasil simulasi
dengan simulasi terhadap pengaruh menunjukkan bahwa ketebalan benda dapat
kecepatan penekanan pada bentuk rongga dikatakan kurang mempunyai pengaruh
menunjukkan bahwa pengaruh perbedaan yang besar pada bentuk cacat rongga.
kecepatan penekanan terhadap bentuk

Gambar. 8. Peralatan pengujian dengan pin kontak

MEDIA MESIN, Vol. 7, No. 2, Juli 2006, 85-91 91


benda uji, kecepatan penekanan.
KESIMPULAN
Sebaliknya perkembangan cacat rongga
1. Bentuk cacat rongga hasil eksperimen kurang terpengaruh oleh perubahan
memberikan hasil yang sama dengan ketebalan benda uji mula-mula.
simulasi Perkembangan rongga dapat 4. Pemodelan fisik dapat memberikan
dideteksi oleh pin ketika arus yang informasi yang rinci tentang bagaimana
melewati benda kerja dan bersentuhan cara material mengalir dalam sebuah
dengan pin terputus. cetakan/dies.
2. Pengujian telah berhasil memperoleh 5. Penelitian ini telah memperlihatkan
karakteristik proses deformasi pada bagaimana pemodelan fisik dan
proses ekstrusi, yaitu zona steady-state, numerik (ABAQUS) memberikan hasil
zona unsteady-state, dan dead metal bentuk cacat rongga yang hampir sama.
zone. 6. Simulasi ABAQUS memungkinkan
3. Perkembangan cacat rongga pada proses untuk memodelkan konstruksi 3
eksptrusi telah diteliti. Hasil eksperimen dimensi yang rumit dengan model yang
menunjukkan bahwa perkembangan lebih sederhana dengan mem-
cacat rongga dipengaruhi oleh reduksi pertahankan kondisi tertentu.
benda uji, koefisien gesekan antar benda
uji dan nidang yang kontak dengan

DAFTAR PUSTAKA
Johnson, W., 1955, Further Experiments in Plane Strain Extrusion, B.I.S.R.A. Reports
MW/E/49/55.

Atkinson, J., 1972, An Investigation of the Coring Defect during Forward Extrusion of Lead,
M.Sc Dissertation, Mechanical Engineering Department, UMIST.

G. Li, dkk, 2001, Recent development and applications of three-dimensional finite element
modeling in bulk forming processes, J. of Material Processing Technology 113, 40-45.

Tri Widodo Besar Riyadi, 2004, Characterization of Cavity Defect Forward Extrusion, MSc
Dissertation, UMIST, UK.

Serope Kalpakjian, dan Steven R. Schmid, 2003, Manufacturing Process for Engineering
Material, p.23, Pearson Education, Inc., Prentice Hall.

92 Tri Widodo Besar Riyadi, Perkembangan Cacat Rongga pada Proses Ekstrusi
KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN
BATUBARA DAN SABUT KELAPA

Amin Sulistyanto
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl.A.Yani Tromol Pos1 Pabelan Kartasura

ABSTRAK
Potensi biomass sabut kelapa sebagai sumber energi alternatif sedemikian
melimpah, namun belum terolah sepenuhnya. Tujuan penelitian ini adalah
menguji karakteristik pembakaran biobriket campuran batubara dengan sabut
kelapa perbandingan batubara : biomass : 10% : 90%, 20% : 80%, 30% :
70%.Penelitian awal dilakukan dengan pengujian proximate bahan baku
meliputi kadar air, nilai kalor, kadar abu, volatile matter dan kadar karbon
Selanjutnya dilakukan pembuatan biobriket dengan pencampuran bahan baku
batu bara, sabut kelapa, lime stone dengan perekat pati kanji dengan
pengepresan tekanan 100 kg/cm2.Pengujian karakteristik pembakaran
dilakukan dengan alat uji pembakaran di Laboratorium Teknik Mesin
Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk mengetahui besarnya laju
pengurangan massa dengan kecepatan udara konstan. Pengujian emisi polutan
hasil pembakaran dilakukan di Laboratorium Dinas Perhubungan Rembang
Berdasarkan percobaan dan parameter yang telah di uji, penambahan biomass
menyebabkan naiknya volatile matter sehingga lebih cepat terbakar dan laju
pembakaran lebih cepat. Penambahan biomass juga dapat menurunkan emisi
polutan yang dihasilkan pada saat pembakaran. Komposisi biobriket terbaik
yang dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari adalah komposisi batubara
: biomass = 10% : 90% karena lebih cepat terbakar dan lebih ramah
lingkungan, sedangkan untuk kebutuhan industri, komposisi terbaik dengan
pencapaian temperatur tertinggi adalah komposisi batubara : biomass = 30% :
70%.

Kata kunci : Sabut kelapa, biobriket, karakeristik pembakaran , polutan.

PENDAHULUAN pencemaran lingkungan terutama polusi


Tingkat pemakaian bahan bakar udara yang diakibatkan oleh pembakaran
terutama bahan bakar fosil di dunia semakin bahan bakar tersebut, sehingga muncul
meningkat seiring dengan semakin sebuah pemikiran penggunaan energi
bertambahnya populasi manusia dan alternatif yang bersih.
meningkatnya laju industri di berbagai Beberapa jenis sumber energi alternatif
negara di dunia. Hal tersebut menimbulkan yang bisa dikembangkan antara lain : energi
kekhawatiran akan terjadinya krisis bahan matahari, energi angin, energi panas bumi,
bakar. Di samping itu kesadaran manusia energi panas laut (OTEC) dan energi
akan lingkungan semakin tinggi sehingga biomassa. Diantara sumber-sumber energi
muncul kekhawatiran meningkatnya laju alternatif tersebut, energi biomass

MEDIA MESIN, Vol. 7, No. 2, Juli 2006, 77-84 77


merupakan sumber energi alternatif yang pertimbangan murah, mudah didapatkan
perlu mendapat prioritas dalam dan belum termanfaatkan maksimal.
pengembangannya dibandingkan dengan
sumber energi yang lain. Di sisi lain, TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia sebagai negara agraris banyak Tahapan dalam pembakaran bahan bakar
menghasilkan limbah pertanian yang padat adalah sebagai berikut :
kurang termanfaatkan. Limbah pertanian 1. Pengeringan
yang merupakan biomass tersebut Dalam proses ini bahan bakar
merupakan sumber energi alternatif yang pengalami proses kenaikan temperatur
melimpah, dengan kandungan energi yang yang akan mengakibatkan menguapnya
relatif besar. Limbah pertanian tersebut kadar air yang berada pada permukaan
apabila diolah bersama-sama dengan batu bahan bakar tersebut, sedangkan untuk
bara dan zat pengikat polutan akan menjadi kadar air yang berada di dalam akan
suatu bahan bakar padat buatan yang lebih menguap melalui pori-pori bahan bakar
luas penggunaannya sebagai bahan bakar padat tersebut.
alternatif yang di sebut biobriket. 2. Devolatilisasi
Di samping itu sumber energi biomassa Yaitu proses bahan bakar mulai
mempunyai keuntungan pemanfaatan mengalami dekomposisi setelah terjadi
(Syafii, 2003) antara lain : pengeringan.
1. Sumber energi ini dapat dimanfaatkan 3. Pembakaran Arang
secara lestari karena sifatnya yang Sisa dari pirolisis adalah arang (fix
renewable resources. carbon) dan sedikit abu, kemudian
2. Sumber energi ini relatif tidak partikel bahan bakar mengalami tahapan
mengandung unsur sulfur sehingga oksidasi arang yang memerlukan 70%-
tidak menyebabkan polusi udara 80% dari total waktu pembakaran.
sebagaimana yang terjadi pada bahan Faktor-faktor yang mempengaruhi
bakar fosil. pembakaran bahan bakar padat, antara lain :
3. Pemanfaatan energi biomassa juga 1. Ukuran partikel
meningkatkan efisiensi pemanfaatan Partikel yang lebih kecil ukurannya
limbah pertanian. akan lebih cepat terbakar.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka 2. Kecepatan aliran udara
peneliti melakukan penelitian tentang Laju pembakaran biobriket akan naik
pengolahan limbah pertanian (dalam dengan adanya kenaikan kecepatan
penelitian ini peneliti memanfaatkan limbah aliran udara dan kenaikan temperatur
pertanian berupa sabut kelapa) menjadi 3. Jenis bahan bakar
biobriket sebagai salah satu bahan bakar Jenis bahan bakar akan menentukan
alternatif. karakteristik bahan bakar. Karakteristik
Dalam makalah ini akan dilakukan tersebut antara lain kandungan volatile
pembahasan mengenai pengaruh variasi matter dan kandungan moisture.
komposisi biobriket terhadap laju 4. Temperatur udara pembakaran
pengurangan massa pada proses Kenaikan temperatur udara pembakaran
pembakaran biobriket serta dampak polutan menyebabkan semakin pendeknya
yang dihasilkan dari proses pembakaran waktu pembakaran.
biobriket terhadap lingkungan. Beberapa masalah yang berhubungan
Adapun biomass yang digunakan dalam dengan pembakaran sabut kelapa dengan
penelitian ini adalah sabut kelapa dengan batubara antara lain :
a. Kadar air

78 Amin Sulistyanto, Karakteristik Pembakaran Biobriket Campuran Batubara,


dan Sabut Kelapa
Kandungan air yang tinggi menyulitkan hidrat. Keuntungan penggunaan perekat
penyalaan dan mengurangi temperatur pati antara lain : harga lebih murah, mudah
pembakaran. pemakaiannya, dapat menghasilkan
b. Kadar kalori kekuatan rekat kering yang tinggi. Selain
Semakin besar nilai kalor maka itu perekat pati juga memiliki kelemahan
kecepatan pembakaran semakin lambat. seperti : ketahanan terhadap air yang rendah
c. Kadar abu untuk perekatan awal sehingga bersifat
Kadar abu yang tinggi didalam batubara sementara (dalam kayu lapis), mudah
tidak mempengaruhi proses diserang jamur, bakteri, dan binatang
pembakaran. Kadar abu yang tinggi pemakan pati.
dalam batubara akan mempersulit
penyalaan batubara. METODOLOGI PENELITIAN
d. Volatile matter atau zat-zat yang mudah Diagram alir penelitian
menguap Diagram alir penelitian dapat dilihat pada
Semakin banyak kandungan volatile gambar 1. Secara terperinci diagram
matter pada biobriket maka semakin tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut;
mudah biobriket untuk terbakar dan Pengumpulan Dan Pengolahan Bahan
menyala. Baku
e. Bulk density 1. Bahan Penelitian
Sabut kelapa mempunyai bulk density - Batubara kualitas rendah (lignite) yang
yang jauh lebih rendah bila masih asli dan belum mengalami proses
dibandingkan dengan batubara. pengolahan.
Jenis Polutan Yang Dihasilkan Pada - Sabut kelapa
Pembakaran Bahan Bakar - Bahan perekat yaitu tepung pati
Secara teoritis pembakaran bahan bakar - Batu kapur (limestone) sebagai bahan
menghasilkan CO2 dan H2O saja, padahal pengikat polutan
kenyataannya pembakaran pada bahan - Gas LPG, sebagai bahan bakar untuk
bakar banyak yang tidak sempurna dimana memanaskan tungku pada proses
akan menimbulkan zat-zat polutan yang pembakaran biobriket.
berbahaya terhadap kesehatan manusia. 2. Pengolahan Bahan Baku
Adapun beberapa polutan dari bahan bakar - Penghalusan batubara menjadi
antara lain : Sulfur Dioksida (SOx), Carbon serbuk
Monoksida (CO), Oksida nitrogen (NOx ), - Pencacahan sabut kelapa menjadi
Oksidan (O3), Hidrokarbon (HC), Khlorin ( serbuk
Cl2), Partikel Debu, Timah Hitam (Pb), - Pembuatan bahan perekat
Besi (Fe). Pembuatan Biobriket
Sabut Kelapa - Pencampuran bahan baku
Sabut kelapa merupakan bagian dari Batu bara, sabut kelapa, bahan perekat
kelapa yang termasuk dalam familia dan lime stone dicampur hingga rata
palmae. Sabut kelapa merupakan bagian dengan komposisi batu bara : sabut kelapa
yang cukup banyak dari buah kelapa, yaitu = 10% : 90%, 20% : 80%, 30% : 70%.
kurang lebih 35% dari berat keseluruhan (dalam hal ini prosentase bahan perekat
buah. dan limestone diabaikan dan dianggap
Perekat Pati homogen)
Perekat pati dikelompokkan sebagai
perekat alam dengan perekat dasar karbo-

MEDIA MESIN, Vol. 7, No. 2, Juli 2006, 77-84 79


Pengumpulan Bahan Baku : Batubara, Sabut Kelapa,
Bahan Perekat dan Batu Kapur (Lime Stone)

Pencacahan Batubara dan Sabut Kelapa

Analisys Proximate dan Ultimate Bahan Baku

Pembuatan Alat Pengepress

Pembuatan Biobriket

Pembakaran Biobrikat

Uji Polusi dan Abu

Pembuatan Laporan

Gambar 1. Flowchart penelitian

. pengepresan dengan tekanan 100


- Pencetakan biobriket kg/cm2 dan didiamkan selama 10 menit.
Bahan baku yang telah tercampur rata Setelah itu biobriket dikeluarkan dari
dimasukkan ke dalam cetakan yang cetakan dan dikeringkan di tempat yang
berbentuk silinder dengan diameter 1,5 tidak terkena sinar matahari secara
cm dan tinggi 1,75 cm. langsung selama 3 hari.
- Pengepresan Bentuk biobriket yang dihasilkan
Setelah bahan baku dimasukkan ke dapat dilihat pada gambar 2
dalam cetakan, kemudian dilakukan

Gambar 2. Bentuk biobriket

80 Amin Sulistyanto, Karakteristik Pembakaran Biobriket Campuran Batubara,


dan Sabut Kelapa
Keterangan :
→ Aliran pemanas LPG
--- Aliran udara
1. Blower
2. Saluran by pass
3. Katup pengatur aliran udara
4. Saluran masuk pemanas LPG
5. Tungku 1
6. Tungku 2
7. Saluran buang pemanas LPG
8. Termakopel temperatur dinding
9. Kawat penggantung bahan bakar
10. Digital thermocouple reader
11. Electronic professional scale
12. Stop wacth
13. Termokopel temperatur gas pembakaran
14. Termokopel temperatur udara pre-heater
15.Digital thermocouple reader
16. Termokopel temperatur udara supply

Gambar 3. Sketsa alat uji

Gambar 4. Tempat Pembakaran Gambar 5. Alat pengepress


biobriket biobriket

Gambar 6. Alat pencetak batubara

MEDIA MESIN, Vol. 7, No. 2, Juli 2006, 77-84 81


Peralatan Yang Digunakan HASIL DAN PEMBAHASAN
Peralatan utama yang digunakan dalam Hasil pengujian sifat dan bahan dasar dapat
penelitian ini terdapat di Laboratorium ditunujkkan pada tabel 1
Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah
Surakarta Pengaruh Variasi Komposisi Terhadap
a. Alat Pembakaran Biobriket Laju Pengurangan Massa Pada Pemba-
Alat ini dapat dilihat pada gambar 3dan karan Biobriket (Batubara : Sabut
gambar 4. Kelapa = 10% : 90%, 20% : 80%, 30% :
b. Alat Pengepress biobriket 70% )
Alat pengepress biobriket dibuat Gambar 7 dan 8 menunjukkan laju
deangan cara memodifikasi dongkrak pembakaran paling cepat adalah pada
hidraulik yang bertekanan maximal 2 komposisi 90% sabut kelapa : 10%
ton dengan diameter 22 mm dan batubara, hal ini dipengaruhi oleh
dipasang manometer pada saluran kandungan volatile matter biobriket.
pembuangan udara dongkrak yang Semakin banyak kandungan volatile matter
berfungsi untuk mengukur tekanan pada maka semakin mudah untuk terbakar dan
saat pengepresan. Selengkapnya alat menyala.
dapat dilihat pada gambar 5 dan 6.

Tabel 1. Sifat-sifat bahan dasar

Sifat Batu Bara Lignite Sabut Kelapa


Kadar air (%) 14,31 2,45
Kadar Abu (%) 2,02 1,34
Kadar Karbon (%) 69,53 21,62
Volatile Matter (%) 14,14 74,59
Nilai Kalor (Kal/Kg) 5289,395 3942,751

Pengaruh Variasi Komposisi Terhadap Laju Pengaruh Variasi Komposisi Terhadap Laju Pengurangan Massa
Pembakaran
Pengurangan Massa

0.014
4.5
4
Laju Pengurangan M as s a

0.012
3.5
0.01
M a s s a ( g ra m )

3
(gram /detik )

2.5 0.008
2
1.5 0.006
1 0.004
0.5
0 0.002
0 120 240 360 480 600 720 840 960 0
Waktu (detik) 0 120 240 360 480 600 720 840 960
Waktu (detik)
Komposisi Batubara : Sabut Kelapa = 10% : 90%
Komposisi Batubara : Sabut Kelapa = 20% : 80% 90%Sabut Kelapa : 10% Batubara 80% Sabut Kelapa : 20% Batubara
Komposisi Batubara : Sabut Kelapa = 30% : 70% 70% Sabut Kelapa : 30% Batubara

Gambar 7. Grafik pengurangan massa Gambar 8. Grafik laju pengurangan massa

82 Amin Sulistyanto, Karakteristik Pembakaran Biobriket Campuran Batubara,


dan Sabut Kelapa
Pengaruh Variasi Komposisi Terhadap Temperatur
Pembakaran Biobriket

90
80

Temperatur Pembakaran
70
60
50

(0C)
40
30
20
10
0
0 120 240 360 480 600 720 840 960
Waktu (detik)

Komposisi Batubara : Sabut Kelapa = 10% : 90%


Komposisi Batubara : Sabut Kelapa = 20% : 80%
Komposisi Batubara : Sabut Kelapa = 30% : 70%

Gambar 9.Grafik temperature pembakaran


Pengaruh Variasi Komposisi Terhadap jenis bahan bakar maka laju pembakaran
Temperatur Pembakaran Pada Pemba- akan semakin lama.
karan Biobriket (Batubara : Sabut
Kelapa = 10% : 90%, 20% : 80%, 30% : Polutan Pembakaran Bahan Bakar
70% ) Dari tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa
Gambar 9 dapat dilihat bahwa tempe- semakin besar prosentase biomass pada
ratur pembakaran tertinggi terjadi pada pro- biobriket maka kandungan emisi polutan
ses pembakaran biobriket dengan kom- HC, CO dan NOx semakin berkurang. Dari
posisi 70% sabut kelapa : 30% batubara, hal ketiga variasi komposisi tersebut dapat
ini dipengaruhi oleh kandungan nilai kalor disimpulakan bahwa biobriket yang paling
biobriket. Namun pencapaian suhu opti- rendah polutannya adalah biobriket dengan
mumnya cukup lama. Semakin besar berat komposisi sabut kelapa : 10% batubara.

Tabel 2. Polutan pembakaran biobriket

KomposisiBatubara : Sabut Kelapa Jenis Polutan


HC (%) CO (%) NOx (%)
10% : 90% 0.00010 0.0032 0.0040
20% : 80% 0.00012 0.0036 0.0041
30% : 70% 0.00014 0.0040 0.0044

KESIMPULAN dipengaruhi oleh kandungan volatile


1. Laju pembakaran biobriket paling cepat matter yang terdapat pada biobriket.
adalah pada komposisi 90% sabut Semakin banyak kandungan volatile
kelapa : 10 % batubara. Hal ini matter suatu biobriket maka semakin

MEDIA MESIN, Vol. 7, No. 2, Juli 2006, 77-84 83


2. mudah biobriket tersebut terbakar, 4. Penggunaan biobriket untuk kebutuhan
sehingga laju pembakaran semakin sehari-hari sebaiknya digunakan
cepat. biobriket dengan perbandingan
3. Biobriket dengan tingkat polusi komposisi 90% sabut kelapa : 10%
terendah adalah pada komposisi 90% sabut kelapa, karena tingkat polusinya
sabut kelapa : 10 % batubara. Semakin paling rendah, pencapaian suhu
banyak kandungan karbon suatu optimum paling cepat dan pada
biobriket maka semakin banyak polutan kenyataannya pada pembakaran sehari –
CO yang terjadi, semakin banyak hari tidak digunakan blower sebagai
kandungan biomass sabut kelapa pada penyuplai udara, suplai udara hanya
biobriket akan menurunkan emisi berasal dari udara alami.
polutan HC.

DAFTAR PUSTAKA

Antolin,G.,Velasco,E.,Irusta,R.,Segovia,J.J.,1991, Combustion of Coffe Lignocellulose Waste,


Proceedings of First Internasional Conference, Vilamoura, Portugal.

Naruse,I.,Gani,A.,Morishita,K.,2001,Fundamental Characteristic on Co-Combustion of Low


Rank Coal with Biomass,Pittsburg.

Sudradjat, R., 2001, The Potensial of Biomass Energy Resources in Indonesia for the Possible
Development of Clean Technology Process (CPT), Jakarta..

Joko, S,, 2005, Pengolahan Sampah Kota menjadi biobriket sebagai salah satu bahan bakar
alternatif, UMS.

Samsul, M., 2004, Pengaruh Penambahan Arang Tempurung Kelapa Dan Penggunaan
Perekat Terhadap Sifat-Sifat Fisika Dan Kimia Briket Arang Dari Arang serbuk Kayu
Sengon, Universitas Gadjah Mada.

84 Amin Sulistyanto, Karakteristik Pembakaran Biobriket Campuran Batubara,


dan Sabut Kelapa
PENGARUH PANJANG SERAT TERHADAP KEKUATAN IMPAK
KOMPOSIT ENCENG GONDOK DENGAN MATRIKS POLIESTER

Pramuko I Purboputro
Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura

ABSTRAK
Pemanfaatan material komposit pada saat ini semakin berkembang, seiring
dengan meningkatnya penggunaan bahan tersebut yang semakin meluas mulai
dari yang sederhana seperti alat-alat rumah tangga sampai sektor industri.
Penelitian komposit diperkuat serat enceng gondok ini bertujuan
mengetahui kekuatan tarik, kekuatan impak, kekuatan bending komposit serat
enceng gondok dengan panjang 25 mm, 50 mm dan 100 mm dengan fraksi volume
80% matrik polyesterdan 20% serat enceng gondok. Dari hasil pengujian didapat
harga kekuatan tarik tertinggi dimiliki oleh komposit dengan panjang serat 100
mm yaitu 11,02 MPa, dengan modulus elastisitas 11023,33 MPa, Harga impak
tertinggi dimiliki oleh komposit dengan panjang serat 50 mm yaitu 0,002344
j/mm2 .

Kata Kunci :Serat Enceng Gondok,Panjang Serat,Kekuatan Impak.

PENADAHULUAN polusi lingkungan (biodegradability)


sehingga komposit ini mampu mengatasi
Penggunaan dan pemanfaatan material
permasalahan lingkungan, serta tidak
komposit dewasa ini semakin berkembang,
membahayakan kesehatan. Pengembangan
seiring dengan meningkatnya penggunaan
serat enceng gondok sebagai material
bahan tersebut yang semakin meluas mulai
komposit ini sangat dimaklumi mengingat
dari yang sederhana seperti alat-alat rumah
dari segi ketersediaan bahan baku serat
tangga sampai sektor industri baik industri
alam, Indonesia memiliki bahan baku yang
skala kecil maupun industri skala besar.
cukup melimpah.
Komposit mempunyai keunggulan
Dari pertimbangan-pertimbangan diatas
tersendiri dibandingkan dengan bahan
maka penelitian ini dilakukan untuk
teknik alternative lain seperti kuat, ringan,
mendapatkan data kemampuan mekanis
tahan korosi, ekonomis dsb.
dan fisis berupa kekuatan tarik, kekuatan
Serat enceng gondok merupakan salah
bending, dan kekuatan impack dari
satu material natural fibre alternatif dalam
komposit serat enceng gondok dengan
pembuatan komposit secara ilmiah
matrik resin polyester.
pemanfaatannya masih dikembangkan,
Agar permasalahan yang dibahas tidak
karena belum ditemukan material komposit
melebar maka perlu diadakan pembatasan
yang menggunakan serat enceng gondok.
masalah sebagai berikut :
Serat enceng gondok sekarang banyak
1. Bentuk spesimen
digunakan dalam industri-industri mebel
Bentuk spesimen komposit adalah plat
dan kerajinan rumah tangga karena selain
dengan fraksi volume serat enceng
mudah didapat, murah, dapat mengurangi

70 Pramuko I Purboputro, Pengaruh Panjang Serat terhadap Kekuatan Impak


Enceng Gondok dengan Matrik Poliester
gondok 20% ( tetap ) dengan panjang dan sebagainya. Secara tidak sadar sebe-
serat 25mm, 50mm, dan 100m. Karena narnya kita telah mengenal berbagai jenis
cara memperoleh serat enceng gondok komposit. Seorang petani memperkuat
menggunakan cara manual (tanpa tanah liat dengan jerami, pengrajin besi
permesinan ) tidak semua serat membuat pedang secara berlapis, dan
memiliki kualitas dan panjang yang beton bertulang merupakan beberapa jenis
sama. komposit yang sudah lama kita kenal
2. Bahan benda uji (Diharjo,2003).
Benda uji dibuat menggunakan serat
enceng gondok dengan kadar air 20% Pengertian Komposit
menggunakan matrik resin polyester. Sebetulnya kita mengetahui bahwa
3. Cara pembuatan benda uji material/bahan terdiri dari logam, polimer,
4. Benda uji dibuat dengan cara hand lay keramik dan komposit. Masing-masing
up dan dengan penekanan secara material mempunyai keunggulan masing-
manual menggunakan kaca sebagai masing.
cetakan dan penekan.Pengujian Komposit serat adalah komposit yang
komposit terdiri dari fiber didalam matriks. Secara
Pengujian komposit berupa uji alami serat yang panjang mempunyai
kekuatan impack, struktur kekuatan yang lebih dibanding serat yang
berbentuk curah (bulk). Serat panjang
TINJAUAN PUSTAKA mempunyai struktur yang lebih sempurna
Pemikiran tentang penggabungan atau karena struktur kristal tersusun sepanjang
kombinasi bahan-bahan kimia atau sumbu serat dan cacat internal pada serat
elemen-elemen struktur dapat dilakukan lebih sedikit dari pada material dalam
dengan berbagai tujuan,tetapi dalam bentuk curah. Bahan pangikat atau penyatu
bidang engenering tujuan dari konsep serat dalam material komposit disebut
penggabungan ini harus dibatasi , yaitu matriks. Matriks secara ideal seharusnya
hasil dari penggabungan itu harus dapat berfungsi sebagai penyelubung serat dari
diaplikasikan untuk mengatasi masalah kerusakan antar serat berupa abrasi, pelin-
yang ada saat ini,atau paling tidak dengan dung terhadap lingkungan (serangan zat ki-
kebutuhan perencanaan suatu komponen mia, kelembaban), pendukung dan mengin-
struktur (Hadi,1997). filtrasi serat, transfer beban antar serat, dan
Bahan komposit sebenarnya banyak perekat serta tetap stabil secara fisika dan
sekali terdapat di alam karena bahan kimia setelah proses manufaktur. Matriks
komposit terdiri dari bahan organik dapat berbentuk polimer, logam, karbon,
maupun bahan anorganik, misalnya maupun keramik.
bamboo, kayu, serat enceng gondok, tebu,

MEDIA MESIN, Vol. 7, No. 2, Juli 2006, 70-76 71


Tabel 1. Sifat mekanik dari beberapa jenis material
Elon Tensile
Tensile Yield Flexural Impact
gatio Modulus Of Density
Type (acronym) Strength Strength Strength
n Elasticity
Ksi ( Mpa ) (%) Ksi ( Mpa ) Ksi ( Gpa ) Ft lb/in ( J/m) lb/in3 ( sp.gr.)
Polytetrafluoroethyle
4.5 31 300 - - 51 0,35 3 88 0.08 2.2
ne (PTFE)

Polybutylene 8 55 150 12 83 - - 0,8 23,6 0.05 1.31


terephthlate (PBT)
15,
16,2 70 75 106 360 2,48 1,3 38,3 0,04 1,24
Polysulfone (PSU) 4
0,04
Polymethilmethacryl 10,5 72 5 16 110 425 2,93 0,3 8,8 1,19
3
ate (PMMA)

Polyamide-imide 26 179 15 30 207 750 5,17 2,5 73,7 0,05 1,4


(PAI)
105
10 69 <1 11 76 7.3 0.35 10.3 0.05 1.4
Phenolic (PF) 0
13 90 4 18 124 630 4.3 0.75 22 0.05 1.43
Polyimide (PI)
10,5 72 4 16 110 450 3,1 0,3 8,8 0,04 1,15
Epoxy (EP)
12,
7.5 51,7 1,5 86 480 3.3 0,3 8.8 0,04 1,05
Polystyrene (PS) 5
0,03
1.9 13 600 - - 24 0.16 - - 0,9
Polyethylene (PE) 4
0.05
Polyvinylchloride 6.5 44,8 6 13 89 375 2.6 4 118 1,44
4
(PVC)
0.03
9,4 40 1,6 5,5 60 300 17,5 0.4 10.6 1.1
Polyester (UP) 4

Acrylomitrile
8 55 12 11 76 335 2.3 3 88 0.04 1,05
butadiene stryrene
(ABS)

Jenis/Sifat Berat Jenis

Serat enceng gondok 0,25gr/cm3

Serat tebu 0,36 gr/cm3

Serat pohon kelapa 1,36 gr/cm3

Sumber : kenneth G.Budinsky

72 Pramuko I Purboputro, Pengaruh Panjang Serat terhadap Kekuatan Impak


Enceng Gondok dengan Matrik Poliester
Pengujian di laboratorium Teknik Kimia E serap = GxR (Cosβ − Cosα ) ………..3
Universitas Muhammadiyah Surakarta. dimana :
G = Berat beban/pembentur (N)
R= Jari-jari pusat putar ke titik berat
σ 1 = E1 .ε 1 ……………………………………………1 pembentur (m)
Eserap = Energi yang terserap (N. mm)
σ1 = σ f . Vf + σ m . Vm........................2 α= Sudut ayunan tanpa benda uji
dimana β = Sudut ayunan mematahkan benda uji
σ 1 = Tegangan tarik komposit (GPa)
METODOLOGI PENELITIAN
ε 1 = Regangan pada arah longitudinal Diagram alur penelitian dapat dilihat pada
Kekuatan impak benda uji dapat dihitung gambar 1
dengan persamaan berikut :

Survei lapangan dan study pustaka

Tahap Persiapan

Serat Enceng Gondok : Resin Polyester :

1. Fraksi Volume: 20% Pembuatan Cetakan 1.Fraksi Volume: 80%


2. Fraksi Berat ( Dies ) 2.Fraksi Berat
3. Panjang 25mm,50mm da100mm
3.Kekuatan Tarik tekan, dan lentur

Pembuatan Komposit
Chopped strand mat

Pembuatan Spesimen Uji Impak

Pengujian Impak

Pengambilan Data & Pembahasan Teoritis

Kesimpulan

Gambar 1. Flowchart pengujian

MEDIA MESIN, Vol. 7, No. 2, Juli 2006, 70-76 73


Pembuatan Benda Uji besi yang dikencangkan dengan baut
Proses pembuatan komposit serat Enceng dan mur.
gondok dengan matrik polyester adalah 7) Proses pengeringan dibawah sinar
sebagai berikut : matahari, proses ini dilakukan sampai
1) Tanaman enceng gondok dicuci,lalu benar-benar kering yaitu 5 – 10 jam
dikeringkan selama ± 10 hari.. dan apabila masih belum benar-benar
2) Pembuatan cetakan kering maka proses pengeringan dapat
Untuk pengujiaan tarik menggunakan dilakukan lebih lama.
kaca dengan ketebalan 4 mm dengan 8) Proses pengambilan komposit dari
ukuran 225 x 130 mm dan mempunyai cetakan yaitu menggunakan pisau
daerah pencetakan 165 x 70 mm, untuk ataupun cutter.
pengujian impak menggunakan kaca 9) Benda uji komposit siap untuk
dengan ketebalan 10 mm dengan dipotong menjadi spesimen benda uji.
ukuran 130 x 100 mm dan mempunyai 10) Pengujian Impact
daerah pencetakan 70 x 40 mm,
sedangkan untuk pengujian bending HASIL DAN PEMBAHASAN
menggunakan kaca dengan ketebalan 4 Pembahasan pengujian impact
mm dengan ukuran 210 x 110 mm dan Untuk hasil pengujian impact,
mempunyai daerah pencetakan 10 x 50 perbedaan harga impact rata-rata dari
mm. masing-masing jenis komposit tidak begitu
3) Pengambilan serat dari tanaman besar. Hal itu disebabkan karena matrik
enceng gondok dengan menggunakan yang digunakan hanya satu jenis yaitu
bantuan sikat kawat, tanaman enceng polyester. Harga impact rata-rata yang
gondok tersebut setelah kering disikat tertinggi adalah komposit serat enceng
dengan cara membujur searah dengan gondok dengan panjang 25 mm yaitu
sikat kawat tersebut, lalu serat tersebut 0,002344 J/mm2 sedangkan yang terendah
akan memisah dari daging tanaman adalah komposit serat enceng gondok
tersebut. Srat tersebut lalu dipotong dengan panjang 100 mm yang mempunyai
25mm, 50mm, 100mm. harga impact rata-rata 0,0010836 J/mm2.
4) Pengolesan wax mold release atau kit Perbedaan harga impact rata-rata dari
mobil pada cetakan untuk ketiga jenis komposit dapat disebabkan
memudahkan pengambilan benda uji oleh beberapa sebab diantaranya adalah
dari cetakan. kekuatan komposit yang kurang merata
5) Serat ditaruh dalam cetakan secara disetiap tempat dan distribusi serat yang
acak, lalu resin polyester dituangkan ke kurang merata sehingga energi yang
dalam cetakan tersebut. diserap menjadi lebih kecil. Sedangkan
6) Penutupan dengan menggunakan kaca patahan yang terjadi adalah jenis
yang bertujuan agar void yang patahan getas.
kelihatan dapat diminimalkan Hasil dari pengujian dapat dilihat
jumlahnya yang kemudian dilakukan pada tabel 2 dan gambar 3 dibawah.
pengepresan dengan menggunakan plat

Tabel 2 Data-data hasil pengujian impact komposit Enceng Gondok dengan fraksi
volume Serat 20%, dan Matrik Polyester 80%

74 Pramuko I Purboputro, Pengaruh Panjang Serat terhadap Kekuatan Impak


Enceng Gondok dengan Matrik Poliester
Energi Harga Impak
Ao harga
Jenis komposit No αº βº Yang Rata-
(mm2) Impak(J/mm²)
Diserap (J) rata(J/mm²)
Serat Enceng 1 158 156 76.7163 0.1137 0.001482
Gondok 25 mm
2 158 155.5 75.065 0.14361 0.001913 0.001615
3 158 156 78.032 0.1137 0.00145
Serat Enceng 1 158 155 75.348 0.1740 0.00230
Gondok 50 mm
2 158 154 73.440 0.2367 0.00322 0.002344
3 158 156 75.795 0.1137 0.001500
Serat Enceng 1 158 156 82.712 0.1182 0.00142
Gondok 100 mm
2 158 156.5 79.575 0.0844 0.001060 0.0010836
3 158 157 72.122 0.0556 0.0007709

Histogram Kekuatan Impak rata-rata


Komposit serat enceng gondok dengan
matrik polyester (fraksi volume serat 20%
matrik 80%)
kekuatan Impak rata-

0.002344
0.0025
rata (J/mm 2)

0.002 0.001615
0.0015 0.0010836
0.001

0.0005
0
Panjang Serat Panjang Serat Panjang Serat
25mm 50mm 100mm

Gambar 2. Histogram kekuatan impak

KESIMPULAN semakin kuat sehinga serat akan patah


1. Semakin panjang serat maka harga pada garis patahnya
impak akan semakin menurun, karena 2. Kekuatan impak maksimum terjadi
ikatan antara matriks dan serata pada panjang serat 50 mm, engan
kekuatan harga impak ,002344

DAFTAR PUSTAKA
ASTM, 1990, Standards and Literature References for Composite Materials, 2d ed.,
American Society for Testing and Materials, Philadelphia, PA.
Budinski, Kenneth, 2000, Engineering Materials Properties and Selection sixth Edition,
Prentice Hall, New Jersey.

MEDIA MESIN, Vol. 7, No. 2, Juli 2006, 70-76 75


Gibson.Ronald F., 1994, Principles Of Composite Material Mechanics, Mc Graw Hill Inc,
New York.

Jamasri, 2002, Buku Pegangan Kuliah Komposit, Surakarta


Jones, M. R.,1975, Mechanics of Composite Materials, Mc Graw Hill Kogakusha, Ltd.
Roseno, Seto, 2003, Karakteristik dan Model Mekanis Material Komposit Berpenguat Serat
Alam, , BPPT , Jakarta.

Shackelford James F, 1996, Introduction To Materials Science For Engineers, Prentice Hall
International. Inc, London.

Staf Laboratorium Bahan Teknik, 2005., Petunjuk Praktikum Ilmu Logam,Teknik Mesin
UGM, Yogyakarta.

Surdia T., Saito S, 1991, Pengetahuan Bahan Teknik, Pradnya Paramita, Jakarta.

Vlack Lawrence H.Van , 1995, Ilmu dan Teknologi Bahan, terjemahan Ir. Sriati Djaprie,
Erlangga, Jakarta.

76 Pramuko I Purboputro, Pengaruh Panjang Serat terhadap Kekuatan Impak


Enceng Gondok dengan Matrik Poliester
STUDI HEAT LOSSES PADA ISOBARIC ZONE REAKTOR HYL III
DIRECT REDUCTION PLANT PT. KRAKATAU STEEL

Nur Aklis
Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl.A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura
nur_aklis@ums.ac.id

ABSTRAK
Isobaric zone merupakan zona untuk mereduksi bijih besi (iron ore) menjadi besi
spons (sponge iron) dengan menggunakan gas reduktor H2 di dalam sebuah
reactor. Panas dari heater diperlukan untuk membantu proses mereduksi bijih
besi pada reactor. Reactor diberi bahan insulasi yaitu refraktori untuk menahan
panas yang keluar dan menahan benturan secara langsung dari bijih besi saat
proses. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerugian panas yang terjadi
yang diakibatkan penurunan dari performansi refraktori. Akibat dari panas yang
keluar secara berlebihan dapat berakibat merusak dinding reactor hingga
menyebabkan kebocoran pada reactor (hot spot). Hasil penelitian dilapangan
bahwa pada zona Isobaric temperatur dinding luar reactor mencapai 150 OC,
tetapi menurut desain awal temperatur dinding luar reactor pada zona Isobaric
adalah 36 OC. Hal ini berarti telah terjadi kerugian panas yang disebabkan oleh
adanya perpindahan panas pada reactor yang sudah tidak sesuai dengan desain
awal reactor.

Kata kunci; Isobaric Zone, Refraktori, Perpindahan Panas

PENDAHULUAN reduksi maka bijih besi tersebut mengalami


Pabrik Besi Spons (Direct Reduction perubahan kandungan strukturnya. Bijih
Plant) menerapkan teknologi berbasis gas besi yang telah mengalami perubahan
alam dengan proses reduksi langsung kandunagan struktur disebut sebagai
menggunakan teknologi Hyl. Pabrik ini sponge iron yang akan diolah lagi di dalam
menghasilkan besi spons (Fe) dari bahan furnace menjadi baja.
mentahnya berupa bijih besi (Fe2O3 and Proses pada reaktor terbagi dalam tiga
Fe3O4), dengan menggunakan gas alam ruangan yaitu : Reduction Zone, Isobaric
(CH4) dan air (H2O). Proses mereduksi bijih Zone, Cooling Zone. Masing-masing
besi menjadi besi spons terjadi dalam ruangan mempunyai temperatur yang
reaktor. Bijih besi yang masuk ke dalam berbeda. Temperatur pada Reduction Zone
reaktor mengalami proses reduksi yang adalah 1100 OC sedangkan temperature
bertujuanuntuk menghilangkan kadar oksi- pada Isobaric Zone adalah 1000 OC dan
gen pada bijih besi sehingga akan didapat temperatur pada Cooling Zone adalah 450
O
bijih besi dengan kadar Fe 98%. Proses C. Temperatur tinggi di dalam reaktor
reduksi di dalam reaktor menggunakan gas diperoleh dari gas panas yang berasal dari
H2 sebagai reduktor dengan tekanan 4,55 heater. Di dalam heater, gas reduksi
kg/cm2 pada temperature 1350 oC. Setelah dinaikkan temperaturnya, setelah itu
bijih besi tersebut mengalami proses

MEDIA MESIN, Vol. 7, No.2, Juli 2006, 63-69 63


ditransfer ke dalam reaktor. Panas yang kerja adalah suatu proses dengan mana
berasal dari heater dipertahankan agar energi dalam suatu sistem diubah. Cabang
tidak terjadi kerugian panas yang terlalu ilmu pengetahuan yang membahas
besar. Untuk mengurangi kerugian panas, hubungan antara panas dan bentuk-bentuk
pada reaktor diberikan suatu isolator berupa energi lainnya disebut termodinamika.
refraktori. Refraktori tersebut digunakan Perbedaan ilmu perpindahan kalor
untuk mempertahankan temperatur pada dengan ilmu termodinamika :
reaktor. Kualitas yang baik dari refraktori
merupakan satu faktor penting yang a. Dari sudut pandang termodinamika
menentukan proses reduksi biji besi di Termodinamika membahas sistem dalam
dalam reaktor. Makin baik fungsi refraktori keseimbangan. Ilmu ini dapat digunakan
maka makin kecil heat losses yang terjadi untuk meramalkan energi yang diperlukan
pada reaktor. untuk merubah sistem dari suatu keadaan
Proses reduksi bijih besi pada reaktor seimbang ke keadaan seimbang lain, tetapi
sangat mempengaruhi kwalitas refraktori. tidak meramalkan kecepatan perpindahan
Dari data di lapangan bahwa temperatur itu disebabkan waktu proses perpindahan
pada dinding luar reaktor sudah tidak sesuai berlangsung sistem dalam keadaan
dengan rancangan awal reaktor secara seimbang. Jumlah panas yang dipindahkan
teoritis. Menurut rancangan awal secara selama proses hanyalah sama dengan beda
teoritis, temperatur dinding luar reaktor antara perubahan energi sistem dan kerja
dirancang agar tidak membahayakan bagi yang dilaksanakan. Analisa ini tidak
keselamatan karyawan tetapi dalam memperhatikan mekanisme aliran panas
kenyataan di lapangan pada dinding luar maupun waktu yang diperlukan untuk
reaktor telah terjadi over heat sehingga memindahkan panas tersebut.
menyebakan proses dari reduksi bijih besi
tersebut tidak sempurna selain itu dengan b. Sudut pandang perpindahan panas
terjadinya over heat pada dinding luar Ilmu perpindahan kalor melengkapi hukum
reaktor dapat membahayakan keselamatan pertama dan kedua termodinamika, dimana
bagi operator terutama dalam hal perawatan dalam hukum pertama termodinamika
reaktor. menyatakan bahwa energi tidak dapat
diciptakan maupun dihilangkan tetapi
TINJAUAN PUSTAKA hanya dapat diubah dalam satu bentuk
Hubungan antara perpindahan panas menjadi bentuk lainnya. Hukum kedua
dan termodinamika termodinamika yaitu bahwa kalor mengalir
Perpindahan panas adalah ilmu untuk ke tempat yang lebih rendah dalam skala
meramalkan perpindahan energi yang suhu. Analisa perpindahan panas secara
terjadi karena adanya perbedaan suhu di terperinci diperlukan untuk menaksir biaya,
antara benda atau material. Ilmu kelayakan, dan besarnya peralatan yang
perpindahan kalor menjelaskan bagaimana diperlukan unutk memindahkan sejumlah
energi kalor berpindah dari satu benda ke panas tertentu dalam waktu yang
benda yang lain dan meramalkan laju ditentukan.
perpindahan yang terjadi pada kondisi-
kondisi tertentu. Apa yang ada dalam Cara-Cara Perpindahan Panas
perpindahan disebut panas tidak dapat a. Konduksi
diamati secara langsung, tetapi Adalah proses dengan mana panas mengalir
pengaruhnya dapat diamati dan diukur. dari daerah yang bersuhu lebih tinggi ke
Aliran panas seperti halnya pelaksanaan daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam

64 NurAklis, Studi Heat Losses pada Isobaric Zone Reactor Hyl III
Direct Reduction Plant PT Krakatau Steel
suatu medium (padat, cair, gas) atau antara benda yang bersuhu rendah bila benda-
medium-medium yang berlainan yang benda itu terpisah di dalam ruang, bahkan
bersinggungan secara langsung. bila terdapat ruang hampa diantara benda-
Formula : benda tersebut. Istilah radiasi biasa dipakai
dT dalam gelombang elektromagnetik. Dalam
q = -k.A. ……………..( 1 ) ilmu perpindahan panas perlu
dx
dimana: memperhatikan hal-ikhwal yang
q = Laju perpindahan kalor (W) diakibatkan oleh suhu dan yang dapat
k = Konduktivitas termal (W/moC) mengangkut energi melalui medium yang
A = Luasan (m2) tembus cahaya atau melalui ruang. Energi
dT ini diistilahkan panas radiasi.
= gradien suhu
dx
Konduktivitas Termal
Konduksi satu-satunya mekanisme
Adalah sifat bahan dan menunjukkan
dengan mana panas dapat mengalir dalam
jumlah panas yang mengalir melintasi satu
zat padat yang tidak tembus cahaya.
satuan luas jika gradien suhunya satu.
Konduksi dalam fluida (dalam medium
Bahan yang mempunyai konduktivitas
yang bukan padat) tergabung dengan
termal yang tinggi dinamakan konduktor,
konveksi, dan beberapa hal juga dengan
sedangkan bahan yang konduktivitas
radiasi.
termalnya rendah disebut isolator.
Konduktivitas termal berubah dengan suhu,
b. Konveksi
tetapi dalam banyak soal perekayasaan
Adalah proses transpot energi dengan
perubahannya cukup kecil untuk diabaikan.
kerja gabungan dari konduksi panas,
Nilai angka konduktivitas termal itu
penyimpanan energi dan gerakan
menunjukkan berapa cepat kalor mengalir
mencampur. Konveksi sangat penting
dalam bahan tertentu. Makin cepat molekul
sebagai mekanisme perpindahan energi
bergerak, makin cepat pula ia mengangkut
antara permukaan benda padat, cair, dan
energi. Jadi konduktivitas termal
gas.
bergantung pada suhu. Indeks (k)
Mekanisme fisis perpindahan kalor
menunjukkan bahwa mekanisme
konveksi berhubungan dengan proses
perpindahannya dengan cara konduksi.
konduksi. Guna menyatakan pengaruh
konduksi secara menyeluruh kita gunakan
Refraktori
hukum Newton tentang pendinginan :
Ada baiknya bahan-bahan isolator
Rumus untuk perpindahan panas
dikelompokkan menurut penerapan dan
konveksi,
jangkauan suhu penggunaanya. Dalam
q = h.A.( Tw-T∞ )………………....( 2 )
operasi reaktor di HYL III DR Plant bahan
dimana:
isolasi yang digunakan adalah refraktori
q = Laju perpindahan kalor (W)
khusus untuk industri baja. Refraktori ini
h = Koefisien perpindahan kalor
akan dipasang pada reaktor sebagai
konveksi (W/m2oC)
insulator agar kerugian panas terlalu besar
A = Luas Permukaan (m2)
tidak terjadi.
Tw = Suhu dinding (oC)
Refraktori adalah suatu bahan yang
T∞ = Suhu Fluida (oC) mempunyai sifat dapat mempertahankan
bentuknya pada temperatur tinggi, karena
c. Radiasi itu banyak digunakan sebagai bahan pelapis
Adalah proses dengan mana panas tanur (isolator) untuk proses-proses yang
mengalir dari benda yang bersuhu tinggi ke

MEDIA MESIN, Vol.7 No.2, Juli 2006, 63-69 65


memerlukan temperatur tinggi. Baik Pada industri besi baja refraktori yang
buruknya (kualitas) suatu refraktori digunakan adalah ; jenis basa (magnesit,
terutama ditentukan oleh bahan baku dan chrom magnesit, dolomit semi stabil/stabil
cara pembuatannya. Bahan baku yang dan chrom magnesit), jenis kadar alumina
digunakan berupa bahan anorganik non tinggi 50-80 % Al2O3 dan jenis samot baik
logam yang dapat diperoleh dari bahan formed maupun unformed.
galian alam yang berfasa padat atau bahan
anorganik artifisial (umumnya berupa METODE PEMECAHAN MASALAH
oksida-oksida logam). Objek Kajian
Selain berfungsi sebagai wadah dari Objek kajian adalah sebuah reactor 421-
bahan yang dipanaskan, fungsi utama D1 HYL III Direct Reduction Plant PT.
adalah sebagai penyekat panas sehingga KRAKATAU STEEL pada Isobaric zone
bahan-bahan yang diproses dengan panas sebagai zona untuk mereduksi bijih besi
tersebut dapat terjadi secara sempurna. (iron ore) menjadi besi spons (sponge iron).
Sifat-sifat panas yang harus dimiliki adalah
sebagai berikut : Teknik Penyediaan Data
1. Tahan terhadap temperatur tinggi (tidak Penyediaan data dalam penelitian ini
melebur). menggunakan teknik studi literatur dan
2. Tahan terhadap beban struktur/konstruk inspeksi ke lapangan. Data yang
si/berat isi tungku pada temperatur dikumpulkan adalah data yang
tertentu. berhubungan dengan sistem yang terjadi di
3. Memiliki stabilitas volume pada reactor 421-D1 HYL III Direct Reduction
temperatur kerja. Plant PT. KRAKATAU STEEL pada
4. Tahan terhadap kejut suhu atau Isobaric Zone.
perubahan temperatur secara tiba-tiba.
5. Memiliki sifat isolasi panas yang tinggi. Kerangka Penyelesaian Masalah
6. Tahan terhadap reaksi Alur untuk menyelesaikan masalah dapat
kimia/fisika/mekanis pada temperatur dilihat dalam gambar 1 sebagai berikut :
kerja.

Mulai

Studi Lapangan: Pengukuran Suhu Studi Literatur, Perhitungan Teoritis

Perbandingan

Kesimpulan

Gambar 1 Alur penyelesaian masalah

66 NurAklis, Studi Heat Losses pada Isobaric Zone Reactor Hyl III
Direct Reduction Plant PT Krakatau Steel
Gambar 2 Reactor 421-D1 daerah isobaric

HASIL DAN PEMBAHASAN va = vb [volume flow on NCMH]


Perhitungan Teoritis
Pemodelan Analisis Gas H2
Gambar reactor dapat dilihat pada Volume gas H2 di dalam reactor adalah
gambar 2, sedang pemodelan perpindahan 88 % dengan laju aliran gas adalah 150000
panas pada daerah isobaric zone dapat NCMH.
dilihat dalam gambar 3 Temperatur pada Isobaric Zone adalah
1000 OC
Pa,va,Ta Pb,vb,Tb Komposisi volume H2
88
Heat Reaktor × 150000 = 132000 NCMH
100
Gambar 3. Pemodelan Perpindahan 132000 132000
Panas vb = = = 36,67 NCMS
60 × 60 3600
Pb = 4,55kg/cm2
Proses reduksi menggunakan gas reduksi
Tb1 = 1000 + 273 = 1273 K
H2O, H2, CO, CO2, N2, CH4 dengan
[temperatur gas in isobaric zone]
masing-masing mempunyai prosentase.
1 1623
Untuk gas H2 mempunyai 88% volume Vb1 = × × 36,67
flow dari total keseluruhan. Karena gas H2 4,55 1273
mendominasi prosentase dari total volume 59515,41
=
flow, maka hanya akan dianalisa pada gas 5792,15
H2 saja. = 10,27 CMS
[volume flow on CMS (cubic metre sekon)]
Data-Data Perhitungan Dengan cara interpolasi Rapat massa (ρ)
Data-data yang diperoleh di lapangan dari H2 dengan suhu 1350oC dapat
adalah sebagai berikut : diketahui sebesar 0,0154 m3/kg. Dengan
Pa = 4,55 kg/cm2 [inlet pressure gas heater] cara interpolasi Kalor jenis (c) dari H2
Pa = Pb dengan suhu 1350oC dapat diketahui
Ta = 38,93 oC [inlet temperature gas heater] sebesar 16,26 J/kg . K
Tb = 1350oC = 1623 K [outlet temperature
gas heater]

MEDIA MESIN, Vol.7 No.2, Juli 2006, 63-69 67


Gambar 4. Susunan bahan refraktori pada Isobaric Zone

Gambar 5.Pemodelan Lapisan refraktori

Bahan isolator refraktori kd = 1,4 W/m K


Bahan refraktori yang ditunjukkan dalam xd = 100 mm
gambar 6, 7 terdiri dari; e) Insulating Castable VSL 50
a) Refractory Brick KX 99 BF ke = 0,32 W/m K
ka = 1,4 W/m K xe = 100 mm
xa = 229 mm f) Plat RX ASTM A-515 Gr 70 (Carbon
b) Insulating Fire Brick G-23 LI Steel)
kb = 0,22 W/m K kd = 43 W/m K
xb = 100 mm xd = 38 mm
c) Refractory Brick Maxial 304 Asumsi :
kc = 1,4 W/m K 1. kondisi 1 dimensi.
xc = 100 mm 2. keadaan steady state.
d) Refractory Brick Maxial 304

68 NurAklis, Studi Heat Losses pada Isobaric Zone Reactor Hyl III
Direct Reduction Plant PT Krakatau Steel
Laju Kalor (q) yang diberikan heater ke tersebut didapatkan perbedaan yang
reaktor adalah : signifikan antara hasil teoritis dengan
q = ρ . c . v2a . ∆T…………….(3) pengukuran temperatur dinding luar
= 0,0154 . 16,26 . 10,27 (1350 – 1000) reaktor yang berada di lapangan (kondisi
= 900,07 Watt actual).
Temperatur dinding luar (T6) adalah :

T1 −T6 KESIMPULAN
q= Dari hasil pembahasan di atas maka kita
∆xa ∆xb ∆xc ∆xd ∆xe ∆f …..(4)
+ + + + + dapat membandingkan, ternyata temperatur
ka.A kb.A kc.A kd.A ke.A kf . A dinding luar reaktor secara teoritis adalah
Dari perhitungan yang menggunakan 36,93 OC. Hal ini jauh berbeda dengan
persamaan 4 maka didapatkan besarnya T6 temperatur dinding luar reaktor di lapangan
yaitu sebesar 36,93 oC. (kondisi actual) yaitu 150 OC. Dapat
Dari hasil analisa secara teoritis diambil kesimpulan bahwa sebab terjadinya
temperatur pada dinding luar reaktor (T6) perbedaan temperatur tersebut adalah
adalah sebesar 36,93 oC, sedangkan pada adanya panas yang keluar dari dalam
pengukuran di lapangan suhu pada daerah reactor sehingga terjadi kerugian panas
isobaric mencapai angka 150O C. Dari hasil (heat losses) pada reaktor.

DAFTAR PUSTAKA

Brown. Royce N., 1986, Compressor Selection & Sizing, Gulf Publishing Company, Houston,
Texas.

_____________; Operaton Manual, Vol. I of III, Divisi Perawatan Pabrik besi Spons HYL
III DR Plant PT. Krakatau Steel.
_____________; Operaton Manual; Vol. IV of V, Divisi Perawatan Pabrik besi Spons HYL
III DR Plant PT. Krakatau Steel.

Holman, J.P., 1988,Perpindahan Kalor, penterjemah Jasjfi E, Erlangga, Jakarta.

Kreith Frank, Prijono Arko, 1997, Prinsip-prinsip Perpindahan Panas, Erlangga, Jakarta.

Soetjipto, B.R., Basuki A.E., 2004. Kursus Singkat Refraktori Untuk Industri Baja,
Departemen Teknik Pertambangan Fakultas Ilmu Kebumian Dan Teknologi Mineral,
ITB, Bandung.

Wahyudi Lilik, 2005, Analisis Heat Losses Pada Reaktor Hyl III Direct Reduction Plant
akibat Penurunan Performansi Refraktori Pt Krakatau Steel (Persero), Laporan Kerja
Praktek, Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta

MEDIA MESIN, Vol.7 No.2, Juli 2006, 63-69 69


PERAJANG MEKANIK KRIPIK

Sartono Putro
Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl.A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura

ABSTRAK
Proses pembuatan kripik tempe dengan perajangan manual mempunyai banyak
kelemahan yaitu waktu proses lama, tebal sayatan tidak bisa seragam,
permukaan sayatan bergelombang. Perajangan dengan penyayatan manual dapat
digantikan menggunakan perajang mekanik yang prinsip kerjanya berdasarkan
mekanisme gerak engkol peluncur dengan pemotong sirkel (circle cutter).
Penelitian ini bertujuan mencari cutting speed dan feeding speed yang optimum
pada pemotongan tempe menjadi kripik tempe dengan ketebalan tertentu.
Penelitian dilakukan dengan membuat alat perajang mekanik yang menggunakan
prinsip kerja mekanisme engkol peluncur, circle cutter diputar oleh sebuah motor
listrik yang dapt diatur putarannya dengan mengganti pulley transmisi.
Sedangkan putaran engkol yang merupakan gerak feeding diputar oleh sebuah
motor listrik yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa grafik hubungan
antara cutting speed dan kuantitas sayatan menunjukkan bahwa peningkatan
cutting speed menghasilkan peningkatan kuntitas sayatan. Percobaan dengan
lima variasi kecepatan cutting speed mendapatkan hasil kualiatas sayatan yang
sama yaitu secara visual permukaan keping hasil sayatan halus, sedangkan
kuantitas terbesar dicapai pada cutting speed 19.927 mm/s. Diperkirakan
kuntitas hasil keping sayatan akan terus meningkat dengan ditingkatkannya
cutting speed. Percobaan dihentikan sampai cutting speed 19.927 mm/s karena
muncul serpihan sayatan yang berbentuk slurry dan mengotori sekeliling alat.
Hasil yang optimum pada penelitian ini dicapai pada cutting speed 18.394 mm/s
dengan kuantitas sayatan 11 keping, pada kondisi ini serpihan sayatan belum
mengganggu operasional. Ukuran bahan tempe yang disayat memiliki ketebalan
20 mm, bila hasil sayatan dibuat setebal 1,5 mm, maka satu buah bahan tempe
20
kotak akan dihasilkan sayatan, ≈ 13 keping.
1,5
Kata kunci: Kripik, Perajang mekanik, Cutting speed, Feeding speed

PENDAHULUAN rata-rata hanya mampu merajang 10 kotak


Kendala yang dihadapi industri kecil per jam. Bila kapasitas produksi industri
tempe kripik saat ini adalah masalah kecil 125 kg kedelai yang menghasilkan
perajangan. Pembuatan kripik tempe 625 buah tempe kotak, maka diperlukan
dilakukan dengan membuat sayatan tempe 625
waktu perajangan = 62,5 jam untuk
secara manual dengan ketebalan sekitar 2 10
mm. Bahan kripik adalah tempe berbentuk satu orang perajang. Perajangan yang
kotak ukuran 20 × 8 × 2cm yang kemudian dilakukan selama ini mempunyai banyak
disayat dengan ukuran 20 × 8 × 0,2cm . kelemahan, selain waktu proses yang besar
Satu orang perajang yang telah terampil kelemahan lainnya adalah:

MEDIA MESIN, Vol.7, No.2, Juli 2006, 55-62 55


1. Tebal sayatan tidak bisa seragam kerja lain seperti kayu dan logam yang
2. Permukaan sayatan tidak rata telah banyak diteliti mengenai sifat
(bergelombang) mekanisnya.
3. Banyak membuang bahan baku tempe, Proses perajangan kripik dengan
akibat tebal sayatan yang tidak penyayatan manual dapat diperlihatkan
seragam maka satu tempe kotak yang pada Gambar 1.
seharusnya menjadi 10 keping, rata- Prinsip kerja perajang mekanik yang
rata hanya menjadi 8 keping. dibuat adalah mengumpankan tempe pada
circle cutter, pada proses ini proses
TINJAUN PUSTAKA penyayatan dilakukan dengan gerak pisau
Perajangan kripik tempe dengan cara yang melingkar. Cutting speed untuk
penyayatan manual dapat digantikan circle cutter dapat dihitung menggunakan
menggunakan perajang mekanik yang persamaan berikut.
prinsip kerjanya berdasarkan mekanisme
gerak engkol peluncur dengan circle cutter π×d×n v × 1000
v= m/menit → n = rpm
(Putro dan Subroto 2002). Untuk dapat 1000 π×d
menerapkan alat potong dengan prinsip
gerak engkol peluncur pada perajangan .......................... ………………..1
kripik tempe harus diketahui perbandingan
kecepatan potong (cutting speed) dan
kecepatan pemakanan (feeding speed). v = kecepatan potong
Dengan demikian dapat dirumuskan d = diameter pisau
permasalahannya adalah penentuan
pasangan yang optimum antara cutting n = putaran pisau
speed dan feeding speed mengingat
karakteristik tempe berbeda dari benda

Gambar 1. Proses penyayatan kripik secara manual

56 Sartono Putro, Perajang Mekanik Keripik


Gambar 2. Diagram kinematik mekanisme engkol peluncur

Feeding speed merupakan kecepatan tempe menjadi kripik tempe dengan


pengumpanan tempe pada circle cutter, ketebalan tertentu. Dengan diketahuinya
mekanisme proses ini menggunakan prinsip cutting speed dan feeding speed yang
gerak engkol peluncur. Penentuan feeding optimum untuk perajangan kripik tempe,
speed dihitung menggunakan Persamaan maka dapat diterapkan untuk pembuatan
Engkol Peluncur. Jari-jari engkol model perajang mekanik kripik tempe.
ditentukan dengan panjang benda kerja l Perajang mekanik kripik tempe yang
yang akan disayat. Batang penghubung dihasilkan merupakan alat produksi untuk
berfungsi menghubungkan peluncur dengan industri kripik tempe yang sebelumnya
jari-rari engkol. Dengan demikian apabila tidak ada. Penggunaan perajang mekanik
engkol berputar satu putaran, maka kripik tempe dengan berbagai kelebihan
peluncur yang merupakan kotak dibanding cara produksi yang selama ini
pengumpan akan bergerak maju dan dikenal akan dapat memberdayakan
mundur. Gerak maju adalah gerak pengusaha kecil kripik tempe dengan jalan
pemakanan dan gerak mundur merupakan menekan ongkos satuan produksi.
gerak kembali atau gerak tanpa pemakanan.
Mekanisme engkol peluncur diperlihatkan METODOLOGI PENELITIAN
pada Gambar 2 dihitung dengan persamaan 1. Variabel penelitian yang digunakan
sebagai berikut. a. Cutting speed, yaitu putaran circle
cutter.
VA = ω × R b. Feeding speed, adalah kecepatan
VB / A = VB → VA . _______ VB = VA a VB / A pengumpanan tempe ke circle
cutter. Pada penelitian ini feeding
......................….................………….2 speed dijadikan variabel bebas,
VA = kecepatan linier titik A yang besarnya ditentukan 120 rpm.
VB = kecepatan titik B (peluncur) c. Deep of cutting, pada penelitian ini
VB/A = kecepatan relatif titik B terhadap merupakan variabel bebas dan
titik A besarnya ditentukan 1,5 mm.
ω = kecepatan sudut R 2. Peralatan yang dipergunakan untuk
penelitian ini adalah perajang mekanik
Penelitian ini bertujuan untuk seperti yang diperlihatkan pada Gambar
mendapatkan cutting speed dan feeding 6 yang dibuat dengan cara sebagai
speed yang optimum pada pemotongan berikut.

MEDIA MESIN, Vol.7 No.2, Juli 2006, 56-63 57


a. Membuat circle cutter dari baja b. Membuat peluncur berbentuk kotak
karbon tinggi agar diperoleh yang berfungsi sebagai pemegang
ketajaman yang baik. Bahan baja tempe dan mengumpankan pada
karbon tinggi dapat diperoleh pisau yang berputar. Karena
dengan menggunakan gergaji sirkel fungsinya sebagai pemegang bahan
yang ada dipasaran (biasanya untuk (tempe), maka bahan peluncur
memotong kayu). Selanjutnya dipilih dari alumunium tuang agar
dibuat flens pemegang pisau, flens tahan terhadap karat. Peluncur
dibuat dari alumunium untuk dihubungkan dengan piringan
mendapatkan ketegaran yang besar engkol yang berputar dengan rasio
tetapi ringan. Hal ini diperlukan putaran tertentu terhadap putaran
karena flens akan dipasang pada circle cutter. Dengan demikian
sebuah poros yang berputar. Untuk peluncur dapat bergerak maju-
mendapatkan cutting speed yang mundur dengan panjang langkah
dikehendaki, poros diputar sesuai jari-jari engkol.
menggunakan motor listrik dengan
transmisi pulley belt.

Gambar 3. Circle cutter

Data circle cutter:


- Diameter circle cutter : 202 mm
- Diameter pulley poros circle cutter (driven) : 100 mm
- Diameter pulley motor (driven) : 50, 75, 100, 120, 130 mm
- Motor listrik ¼ HP / 1450 rpm satu fasa.

58 Sartono Putro, Perajang Mekanik Keripik


Gambar 4. Kotak pengumpan
Data feeding unit:
- Dimensi kotak pengumpan p x l x t = 200 x 80 x 80 mm
- Rasio pulley motor (driver) dan pulley roda engkol (driven) = 1 : 12.
- Motor listrik ¼ HP / 1440 rpm satu fasa.

Gambar 5. Landasan pengumpan

MEDIA MESIN, Vol.7 No.2, Juli 2006, 56-63 59


Gambar 6. Perajang mekanik kripik tempe untuk penentuan pasangan
kecepatan potong dan kecepatan pemakanan.

c. Membuat landasan untuk gerak d. Mematikan motor penggerak cutter


maju-mundur peluncur, gerak maju circle, dan memasang tempe kotak
merupakan gerak pemakanan dan pada kotak pengumpan.
mundur merupakan gerak balik. e. Menghidupkan motor penggerak
Landasan dibuat agar mampu roda engkol feeding, dan menampung
membuat permukaan bawah tempe hasil sayatan.
mempunyai jarak terhadap garis f. Mencatat jumlah dan kualitas visual
mata pisau. Jarak (offset) yang hasil sayatan.
ditimbulkan merupakan tebal irisan g. Mengganti pulley motor penggerak
yang akan dihasilkan. Dengan cutter circle untuk mendapatkan
demikian ketebalan hasil sayatan variasi cutting speed.
dapat dipilih dengan mengatur jarak h. Mengulang percobaan sebanyak tiga
tersebut. kali untuk setiap variasi putaran cutter
3. Tahapan Penelitian circle.
a. Memotong tempe untuk membentuk
tempe kotak dengan ukuran panjang HASIL DAN PEMBAHASAN
200 mm, lebar 80 mm dan tebal 20 Hasil perhitungan kecepatan
mm. pemotongan (cutting speed) dan kecepatan
b. Menghidupkan motor penggerak pemakanan (feeding) ditabelkan sebagai
cutter circle, dan motor penggerak berikut.
feeding.
c. Mengukur putaran motor penggerak
cutter circle, dan motor penggerak
feeding menggunakan tachometer.

60 Sartono Putro, Perajang Mekanik Keripik


Tabel 1. Hasil perhitungan cutting speed dan feeding speed

Putaran Engkol Kecepatan Diam. Pulley Putaran Cutting


No Feeding Feeding Motor Pengg. Cutter Circle Speed
(rpm) (mm/s) Cutter Circle (rpm) (mm/s)
1 120 1256 130 mm 1885 19927
2 120 1256 120 mm 1740 18394
3 120 1256 100 mm 1450 15328
4 120 1256 75 mm 1088 11502
5 120 1256 50 mm 725 7664

14
R2 = 0,9772
12
Kuntititas (keping)

10

0
5000 7000 9000 11000 13000 15000 17000 19000 21000
Cutting Speed (mm/s)

Gambar 8. Hubungan antara cutting speed dengan kuantitas


sayatan.

Circle Cutter digerakkan oleh motor peningkatan cutting speed menghasilkan


listrik dengan putaran 1440 rpm peningkatan kuntitas sayatan. Hasil lima
menggunakan transmisi pulley belt. Pulley variasi percobaan yang dilakukan memiliki
pada circle cutter berdiameter konstan 100 trend grafik polinomial dengan koefisien
mm, sedangkan pulley pada motor korelasi (R2) = 0,9772. Percobaan dengan
digunakan lima varian yang dijadikan lima variasi kecepatan cutting speed
variabel penelitian. Putaran circle cutter mendapatkan hasil kualiatas sayatan yang
yang merupakan kecepatan potong, dan sama yaitu secara visual permukaan keping
kecepatan feeding kotak pengumpan dapat hasil sayatan halus, sedangkan kuantitas
dihitung menggunakan persamaan 1. Grafik terbesar dicapai pada cutting speed 19.927
hubungan antara cutting speed dan mm/s.
kuantitas sayatan menunjukkan bahwa

MEDIA MESIN, Vol.7 No.2, Juli 2006, 56-63 61


Diperkirakan kuntitas hasil keping ini serpihan sayatan belum mengganggu
sayatan akan terus meningkat dengan operasional. Pasangan hasil feeding speed-
ditingkatkannya cutting speed. Percobaan cutting speed memiliki putaran roda engkol
dihentikan sampai cutting speed 19.927 120 rpm, ini berarti perajang mekanik
mm/s karena muncul serpihan sayatan yang kripik tempe hasil penelitian mampu
berbentuk slurry dan mengotori sekeliling membuat sayatan kripik tempe setebal 1,5
alat. Dengan demikian konstruksi alat yang mm dengan kecepatan perajangan 7200
dibuat tidak layak untuk dioperasikan pada keping per jam. Penggunaan perajang
cutting speed yang lebih tinggi. Dari ke mekanik kripik tempe memiliki keunggulan
lima percobaan yang dilakukan didapatkan kecepatan sayatan 7200 keping per jam,
hasil yang paling optimum pada cutting sementara perajangan manual hanya
speed 18.394 mm/s dengan kuantitas mampu merajang sebanyak 100 keping per
sayatan 11 keping, pada kondisi ini jam per orang.
serpihan sayatan belum mengganggu Berdasarkan hasil percobaan bila ada
operasional. Ukuran bahan tempe yang yang tertarik untuk melanjutkan penelitian
disayat memiliki ketebalan 20 mm, bila ini disarankan untuk meneliti model cutter
hasil sayatan dibuat setebal 1,5 mm, maka baru yang dimungkinkan untuk
satu buah bahan tempe kotak akan meningkatkan kuntitas sayatan tanpa
20 menimbulkan serpihan slurry yang
dihasilkan sayatan, ≈ 13 keping. mengganggu. Variasi bahan sulit disayat
1,5
secara mekanik misalnya untuk kripik paru
KESIMPULAN DAN SARAN dan bahan kerupuk yang lengket dapat
Hasil dari pengamatan dan perhitungan diperguakan sebagai variabel penelitian.
dapat disimpulkan bahwa untuk Dengan tersedianya data untuk bermacam
memperoleh hasil perajangan kripik tempe bahan untuk kripik akan membantu
yang paling optimum untuk ketebalan 1,5 pengusaha industri kecil makanan untuk
mm dicapai pada pasangan feeding speed meningkatkan kapasitas dan efisiensi dalam
1256 mm/s dan 18.394 mm/s dengan produksinya.
kuantitas sayatan 11 keping, pada kondisi

DAFTAR PUSTAKA

Martin George H., 1985, Kinematika dan Dinamika Teknik, Erlangga, Jakarta.

Putro S., dan Subroto, 2002, Rekayasa Perajang Kripik Tempe Laporan Akhir Pelaksanaan
Kegiatan Program Vucer Tahun 2002, Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Terheijden C. Van, dan Harun, 1986, Alat-alat Perkakas 1, Binacipta, Bandung.

62 Sartono Putro, Perajang Mekanik Keripik


KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET
CAMPURAN BATUBARA, AMPAS TEBU DAN JERAMI

Subroto
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl.A.Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura

ABSTRAK
Potensi biomass ampas tebu dan jerami sebagai sumber energi alternatif
sedemikian melimpah, namun belum terolah sepenuhnya. Berawal dari hal
tersebut maka peneliti mengajukan penelitian mengenai pengolahan biomass
ampas tebu dan jerami dengan campuran batubara serta bahan perekat yang
terbuat dari tepung pati guna diolah menjadi bahan bakar alternatif berupa
biobriket . Dalam penelitian ini komposisi yang di uji adalah biobriket dengan
perbandingan prosentase batubara : biomass (ampas tebu dan jerami); 10% :
90% ; 33,3% : 66,6% ; 50% : 50% . Penelitian awal dilakukan dengan
pengumpulan, penghalusan, pengujian bahan baku (kadar air, nilai kalor, kadar
abu, volatile matter, kadar karbon) dan pencampuran bahan baku (batu bara,
ampas tebu, jerami dan perekat pati), selanjutnya dilakukan pengepresan dengan
tekanan 100 kg/cm2 . Pengujian pembakaran dilakukan di laboratorium untuk
mengetahui besarnya laju pengurangan massa dengan laju kecepatan udara
konstan(0,3 m/), kemudian dilanjutkan dengan pengujian emisi polutan .
Berdasarkan percobaan dan parameter yang telah di uji, penambahan biomass
menyebabkan naiknya volatile matter sehingga lebih cepat terbakar dan laju
pembakaran lebih cepat. Penambahan biomass juga dapat menurunkan emisi
polutan yang dihasilkan pada saat pembakaran. Komposisi biobriket terbaik yang
dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari adalah komposisi batubara 10% :
biomass 90% karena lebih cepat terbakar, suhu yang dicapai dapat optimal dan
lebih ramah lingkungan.

Kata kunci : Batubara, ampas tebu dan jerami.

PENDAHULUAN luar biasa mengenai sumber-sumber daya


Seperti yang telah diketahui, minyak energi alternatif.
bumi adalah sumber energi yang tidak dapat Beberapa energi alternatif yang bisa
diperbarui, tetapi dalam kehidupan sehari- dikembangkan sebagai pengganti dari
hari bahan bakar minyak masih menjadi minyak bumi adalah gas bumi, batubara dan
pilihan utama sehingga dapat mengaki- biomass. Untuk gas bumi dan batubara
batkan menipisnya cadangan minyak bumi. masih merupakan energi fosil tetapi belum
Sementara batubara dan gas bumi belum dimaksimalkan pemakaiannnya, berdasar-
dimaksimalkan pemanfaatannya untuk kan hal tersebut peneliti berfikir untuk
konsumsi dalam negeri. Sesungguhnya memanfaatkan sumber energi alternatif
negara Indonesia mempunyai potensi yang baru. Biomassa merupakan bahan alami

MEDIA MESIN, Vol. 7, No. 2, Juli 2006, 47-54 47


yang biasanya dianggap sebagai sampah secara maksimal. Dari kenyataan diatas,
dan sering dimusnahkan dengan cara maka dapat dilihat adanya peluang untuk
dibakar. Biomassa tersebut dapat diolah menggabungkan tiga hal tersebut, sehingga
menjadi bioarang, yang merupakan bahan akan didapat suatu bahan bakar alternatif
bakar dengan tingkat nilai kalor yang cukup berupa Biobriket.
tinggi dan dapat digunakan dalam Masalah yang dibahas dalam tulisan ini
kehidupan sehari-hari. adalah karakterisasi pembakaran biobriket
Limbah pertanian yang selama ini berbahan dasar campuran antara batubara,
merupakan masalah umum didaerah jerami, dan ampas tebu. Dengan tiga variasi
pedesaan dan sering menimbulkan perbandingan pembuatan briket:
permasalahan, karena menjadi satu a. Batubara dicampur jerami dan ampas
penyebab pencemaran lingkungan. Sebagai tebu, dengan perbandingan massa
contohnya adalah ampas tebu dan jerami. 10% : 45% : 45%
Ampas tebu adalah hasil samping dari b. Batubara dicampur jerami dan ampas
proses ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. tebu, dengan perbandingan massa
Dari satu pabrik dapat dihasilkan ampas 33,3% : 33,3% : 33,3%
tebu sekitar 35% - 40% dari berat tebu yang c. Batubara dicampur jerami dan ampas
digiling. (Sumber dari tim penulis penebar tebu, dengan perbandingan massa
swadaya, 1992 “ pembudidayaan tebu di 50% : 25% : 25%.
sawah dan tegalan “ hal: 97 )
Mengingat begitu banyak limbah ter- TINJAUAN PUSTAKA
sebut, maka ampas tebu akan memberikan Tahapan dalam pembakaran bahan bakar
nilai tambah tersendiri bagi pabrik gula bila padat adalah sebagai berikut :
diberi perlakuan lebih lanjut, karena 1. Pengeringan
sebagian besar ampas tebu di Negara Dalam proses ini bahan bakar mengala-
Indonesia digunakan untuk bahan bakar mi proses kenaikan temperatur yang
pembangkit ketel uap pada pabrik gula dan akan mengakibatkan menguapnya kadar
bahan dasar pembuatan kertas. air yang berada pada permukaan bahan
Jerami merupakan hasil samping dari bakar tersebut, sedangkan untuk kadar
proses penggilingan padi. Ada beberapa air yang berada di dalam akan menguap
masalah dalam penanganan jerami yang melalui pori-pori bahan bakar padat
dihadapi oleh masyarakat petani. Pertama, tersebut.
bagaimana menggunakan jerami untuk 2. Devolatilisasi
mendapatkan keuntungan, dan kedua, Devolatilisasi yaitu proses bahan bakar
apabila tidak terjual, bagaimana menga- mulai mengalami dekomposisi setelah
rangi kemungkinan terjadi polusi pada terjadi pengeringan.
waktu pembuangan atau pembakaran. 3. Pembakaran Arang
Diperkirakan saat ini sebagian besar Sisa dari pirolisis adalah arang (fix
jerami sisa penggilingan padi tidak dipakai carbon) dan sedikit abu, kemudian
atau dibakar karena penggunaan jerami di partikel bahan bakar mengalami tahapan
Indonesia masih sebatas pada beberapa hal oksidasi arang yang memerlukan 70%-
seperti digunakan alas untuk ternak, 80% dari total waktu pembakaran.
kompos, dan media pertumbuhan jamur, Faktor-faktor yang mempengaruhi
sedangkan produksi padi di Indonesia ter- pembakaran bahan bakar padat, antara
masuk melimpah . lain :
Disisi lain, Indonesia banyak terdapat 1. Ukuran partikel
jenis batubara yang belum dimanfaatkan

48 Subroto, Karakteristik Pembakaran Biobriket Campuran Batubara,


Ampas Tebu dan Jerami
Partikel yang lebih kecil ukurannya Kadar abu yang tinggi didalam
akan lebih cepat terbakar. batubara tidak mempengaruhi
2. Kecepatan aliran udara proses pembakaran. Kadar abu yang
Laju pembakaran biobriket akan na- tinggi di dalam batubara akan
ik dengan adanya kenaikan kece- mempersulit penyalaan batubara.
patan aliran udara dan kenaikan - Volatile matter atau zat-zat yang
temperatur mudah menguap
3. Jenis bahan bakar Semakin banyak kandungan volatile
Jenis bahan bakar akan menentukan matter pada biobriket maka semakin
karakteristik bahan bakar. Karak- mudah biobriket untuk terbakar dan
teristik tersebut antara lain kandung- menyala.
an volatile matter dan kandungan - Bulk density
moisture. Ampas tebu dan jerami mempunyai
4. Temperatur udara pembakaran bulk density yang jauh lebih rendah
Kenaikan temperatur udara pemba- dibandingkan batubara.
karan menyebabkan semakin pen-
deknya waktu pembakaran. Jenis Polutan Yang Dihasilkan Pada
Beberapa masalah yang berhubungan Pembakaran Bahan Bakar
dengan pembakaran biomass dengan Secara teoritis pembakaran bahan bakar
batubara antara lain : menghasilkan CO2 dan H2O saja, padahal
- Kadar air kenyataannya pembakaran pada bahan
Kandungan air yang tinggi menyulit bakar banyak yang tidak sempurna dimana
kan penyalaan dan mengurangitemp akan menimbulkan zat-zat polutan yang
eratur pembakaran. berbahaya terhadap kesehatan manusia.
- Kadar kalori Adapun beberapa polutan dari bahan bakar
Semakin besar nilai kalor maka antara lain : sulfur dioksida (SOx), carbon
kecepatan pembakaran semakin monoksida (CO), oksida nitrogen (NOx),
lambat. oksidan (O3), hidrokarbon (HC), khlorin (
- Kadar abu Cl2), partikel debu, timah hitam (Pb), besi
(Fe).

MEDIA MESIN, Vol. 7, No. 2, Juli 2006, 47-54 49


METODOLOGI PENELITIAN
Diagram alir penelitian
Pengumpulan bahan baku berupa biomass serta bahan perekat dan
bahan pengikat polutan

Proximate dan Persiapan /


Ultimate bahan baku perakitan alat

Pencacahan batubara dan biomass Feedback

Pembuatan biobriket dengan tiga variasi campuran


a) Batubara, jerami, ampas tebu ; 50% : 25% : 25%
b) Batubara, jerami, ampas tebu ; 33,3% : 33,3% : 33,3%
c) Batubara, jerami, ampas tebu ; 10% : 45% : 45%

Uji laju pengurangan massa Uji laju polusi udara selama


selama proses pembakaran proses pembakaran

Pembuatan laporan

Gambar 1. Flowchart penelitian

Pengumpulan dan Pengolahan Bahan dicampur hingga rata dengan


Baku komposisi batu bara : biomass =
1. Bahan Penelitian 10% : 90%, 33,3% : 66,6%, 50% :
- Batubara kualitas rendah (lignite) 50%. (dalam penelitian ini
yang masih asli dan belum prosentase bahan perekat dan
mengalami proses pengolahan. limestone diabaikan dan dianggap
- Ampas tebu dan jerami. homogen ).
- Bahan perekat tepung kanji. - Pencetakan biobriket
- Batu kapur (limestone) sebagai Bahan baku yang telah tercampur
pengikat polutan rata dimasukkan ke dalam cetakan
- Gas LPG, bahan bakar untuk yang berbentuk silinder dengan
memanaskan tungku pada diameter 1,5 cm dan tinggi 2,2 cm.
pembakaran biobriket. - Pengepresan
2. Pengolahan Bahan Baku Bahan baku dimasukkan ke dalam
- Penghalusan batubara menjadi cetakan, kemudian dilakukan
serbuk pengepresan dengan tekanan 100
- Pencacahan ampas tebu dan jerami kg/cm2 dan didiamkan selama 10
menjadi serbuk menit. Setelah itu biobriket
- Pembuatan bahan perekat dikeluarkan dari cetakan dan
dikeringkan di tempat yang
Pembuatan Biobriket tidakterkena sinar matahari secara
- Pencampuran bahan baku langsung selama 3 hari.
Batu bara, ampas tebu, jerami, Adapun biobriket yang dihasilkan dapat
bahan perekat dan batu kapur dilihat pada gambar2

50 Subroto, Karakteristik Pembakaran Biobriket Campuran Batubara,


Ampas Tebu dan Jerami
Keterangan
Aliran
pemanas LPG
Aliran udara

Gambar 2. Biobriket Gambar 3. Sketsa alat uji

Gambar 4. Tempat pembakaran Gambar 5. Alat pengepress


biobriket biobriket

Gambar 6. Cetakan biobriket

Peralatan Yang Digunakan Teknik Mesin Universitas Gajah Mada


Peralatan utama yang digunakan dalam Yogyakarata :
penelitian ini terdapat di Laboratorium a. Alat Pembakaran Biobriket

MEDIA MESIN, Vol. 7, No. 2, Juli 2006, 47-54 51


Keterangan pada gambar 3 : 10. Digital thermocouple reader
1. Blower 11. Electronic professional scale
2. Saluran by pass 12. Stop wacth
3. Katup pengatur aliran udara 13. Termokopel temperatur gas
4. Saluran masuk pemanas LPG pembakaran
5. Tungku 1 14. Termokopel temperatur udara pre-
6. Tungku 2 heater
7. Saluran buang pemanas LPG 15. Digital thermocouple reader
8. Termokopel temperatur dinding 16. Termokopel temperatur udara supply
9. Kawat penggantung sampel bahan bakar b. Alat Pengepress biobriket.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Sifat - sifat bahan dasar

Tabel 1. Sifat-Sifat Bahan Dasar

Sifat Batubara Ampas tebu Jerami


Kadar air (%) 14,31 21,18 12.7
Kadar abu (%) 2,02 2,67 18.48
Kadar kabon (%) 69,53 3,5 2.71
Volatile matter (%) 14,14 72,65 66.35
Nilai kalor (kal/kg) 5289,395 3596,98 3456,48

Tabel 2. Polutan Pada Pembakaran Biobriket


Jenis polutan
Komposisi Briket
HC (% vol) CO (% vol)

Batubara 10 % : Biomass 90% 0,0013 0,0031

Batubara 33.3% : Biomass 66,6% 0,0014 0,0037

Batubara 50% : Biomass 50%


0,0015 0,0042

Pengaruh Variasi Komposisi Terhadap Laju Pengurangan Massa


5 Pengaruh Variasi Komposisi Terhadap Temperatur Pembakaran

100
4
M a s s a y a n g t e rs is a ( g ra m )

90
T e m p e r a tu r p e m b a k a r a n (o C )

80
3 Batubara 50%, Ampas tebu Batubar 50%, Ampas tebu
25% dan Jerami 25% 25% dan Jerami 25%
70
` Batubara 33,3%, Ampas tebu Batubara 33,3%, Ampas tebu
33,3% dan Jerami 33,3% 33,3% dan Jerami 33,3%
2 60
Batubara 10%, Ampas tebu Batubara 10%, Ampas tebu
45% dan Jerami 45% 45% dan Jerami 45%
50
1
40

0 30
0 120 240 360 480 600 720 840 960 1080 1200 1320 0 120 240 360 480 600 720 840 960 1080 1200 1320

Waktu (detik) Waktu (detik)

Gambar 7. Grafik laju pengurangan Gambar 8. Tempeatur pembakaran


masa

52 Subroto, Karakteristik Pembakaran Biobriket Campuran Batubara,


Ampas Tebu dan Jerami
Grafik Pengaruh Variasi Komposisi Dari gambar 8 dapat dilihat bahwa
Terhadap Laju Pengurangan Massa temperatur pembakaran tertinggi terjadi
Pada Pembakaran Biobriket (Batubara : pada proses pembakaran biobriket dengan
Biomass = 10% : 90%, 33,3% : 66,6%, komposisi 50% biomass : 50% batubara,
50% : 50% ) terlihat dari titik awal temperatur 40,7 O C di
Analisa yang didapat adalah, dari 0 detik grafik mulai naik tajam di titik
gambar 7 dan gambar 8 dapat dilihat bahwa temperatur 69,4 O C hanya dengan selang
laju pembakaran dari masing-masing waktu 60 detik. Kemudian grafik
biobriket tidaklah sama. Pembakaran paling meningkat lagi menuju titik maksimum di
cepat terjadi pada biobriket campuran 101.7 O C dengan selang waktu 540 detik.
batubara 10% : biomass 90%, dari titik 0 Setelah mencapai temperatur tertinggi, pada
detik grafik terus meningkat tajam sampai umumnya suatu pembakaran biobriket akan
dengan titik maksimal yaitu 240 detik mengalami penurunan temperatur seiring
dengan laju pembakaran 0.00991 dengan menyusutnya massa biobriket, dan
gram/detik, kemudian turun drastis di titik itu terbukti pada grafik diatas.
360 detik. hal ini dipengaruhi oleh Hal yang membedakan dari grafik pada
kandungan volatile matter di dalam gambar 8 adalah kecepatan dari masing-
biobriket, semakin banyak kandungan masing biobriket untuk mencapai
volatile matter maka semakin mudah dan temperatur tertinggi, hal ini dipengaruhi
cepat untuk terbakar. Namun terjadi oleh kandungan volatile matter dan nilai
fenomena lain dimana grafik laju kalor di dalam biobriket. Semakin banyak
pembakaran biobriket yang seharusnya kandungan nilai kalor maka semakin tinggi
terus menurun tetapi kembali naik, suhu maksimalnya, selain itu semakin
walaupun kenaikan tersebut tidak terlalu sedikit kandungan volatile matter maka laju
signifikan. Ini terjadi karena kondisi fisik pembakaran akan bertahan lebih lama.
dari biobriket itu sendiri pada saat
pengujian yang tidak terbakar secara merata Polutan Pada Pembakaran
karena laju udara yang diberikan hanya Dari table 2 terlihat bahwa polusi CO
mengenai sebagian dari sisi biobriket. sangat dipengaruhi oleh kandungan C
Sedangkan grafik untuk biobriket (karbon) dalam bahan dasar penyusun
campuran batubara 33,3% dan 50%, briket, semakin besar prosentase biomass
kecepatan pembakarannya lebih lambat pada biobriket maka kandungan emisi
dibandingkan biobriket dengan campuran polutan CO akan semakin berkurang.
batubara yang hanya 10%. Namun laju Sedangkan untuk polusi HC paling rendah
pembakaran biobriket tersebut menjadi juga dihasilkan dari variasi campuran yang
lebih lama seiring dengan bertambahnya menggunakan prosentase batubara paling
kandungan batubara di dalam biobriket, rendah.
semakin banyak batubara maka semakin
lama laju pembakarannya. Hal ini terjadi KESIMPULAN
karena semakin sedikitnya kadar volatile 1. Laju pembakaran biobriket paling cepat
matter yang dikandung biobriket tersebut. adalah pada komposisi biomass 90% :
batubara 10 %. Hal ini dipengaruhi oleh
Grafik Pengaruh Variasi Komposisi kandungan volatile matter. Semakin
Terhadap Temperatur Pembakaran banyak kandungan volatile matter suatu
Pada Pembakaran Biobriket (Batubara : biobriket maka semakin mudah
Biomass = 10% : 90%, 33,3% : 66,6%,
50% : 50% )

MEDIA MESIN, Vol. 7, No. 2, Juli 2006, 47-54 53


2. biobriket tersebut terbakar, sehingga semakin banyak kandungan biomass
laju pembakaran semakin cepat. pada biobriket akan menurunkan emisi
3. Biobriket dengan tingkat polusi polutan HC.
terendah adalah pada komposisi 5. Penggunaan biobriket untuk kebutuhan
biomass 90% : batubara 10%, semakin sehari-hari sebaiknya digunakan
4. sedikit kandungan batubara suatu biobriket dengan perbandingan
biobriket maka semakin sedikit polutan komposisi biomass 90% : batubara
CO yang dihasilkan, karena semakin 10%, karena tingkat polusinya paling
sedikitnya karbon yang bereaksi dengan rendah dan pencapaian suhu maksimal
oksigen pada saat pembakaran, dan paling cepat .

DAFTAR PUSTAKA

Antolin, G., Velasco,E.,Irusta,R.,Segovia,J.J.,1991, Combustion of Coffe Lignocellulose


Waste, Proceedings of First Internasional Conference, Vilamoura, Portugal.

Archie, W. Culp. Jr,1984 , Principle of Energy Conversion, Missouri-Rolla

Damardjati, D.S., 1991, Pusat penelitian dan pengembangan tanaman pangan , IPB, Bogor.

Fastabiqul Khoerot., 2005, Pengaruh Tekanan Terhadap Laju Pembakaran Dan Temperatur
Pembakaran Biobricket (campuran sabut kelapa dan batubara) dengan variasi
tekanan 50 kg/cm2, 75 kg/cm2 dan 100 kg/cm2 . Tugas Akhir, FT UMS.

Himawanto, D.A., 2003, Pengolahan Limbah Pertanian menjadi Biobriket sebagai salah satu
Bahan Bakar Alternatif . Penelitian UNS.

Joko, S., 2005, Pengolahan Sampah Kota menjadi biobriket sebagai salah satu bahan bakar
alternative, Tugas Akhir, FT UMS.

Naruse,I.,Gani,A.,Morishita,K.,2001,Fundamental Characteristic on Co-Combustion of Low


Rank Coal with Biomass, Pittsburg.

Sudradjat, R., 2001, The Potensial of Biomass Energy Resources in Indonesia for the Possible
Development of Clean Technology Process (CPT), Jakarta .

Sukandarumidi, 1995, Batubara dan gambut, UGM Pres.

Samsul, M., 2004, Pengaruh Penambahan Arang Tempurung Kelapa Dan Penggunaan
Perekat Terhadap Sifat-Sifat Fisika Dan Kimia Briket Arang Dari Arang serbuk Kayu
Sengon, UGM.

54 Subroto, Karakteristik Pembakaran Biobriket Campuran Batubara,


Ampas Tebu dan Jerami

Вам также может понравиться