Вы находитесь на странице: 1из 15

PENERAPAN ASAS OPORTUNITAS OLEH KEJAKSAAN AGUNG

BERTENTANGAN DENGAN ASAS LEGALITAS DAN “RULE OF LAW”


(The Contradiction of Opportunity Principle Application by The Attorney General Office
with The Legality Principle and “Rule of Law”)

Muhaimin
Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum
Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM
Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia
Jl. H.R Rasunan Said Kav 4-5, Kuningan-Jakarta Selatan
Telp. 08121360409, Email: eminaltair@gmail.com
Tulisan Diterima: 31-01-2017; Direvisi: 15-03-2017;
Disetujui diterbitkan: 17-03-2017

ABSTRACT
The Indonesian Procedure of Criminal Law contains specific principles applications. The
principle of balance justice is integral with the equity before the law principle which is the
law and fundamental principles of the rights principles of a suspect, defendant, and convict to
bring themselves when their human rights are violated. The flawless execution of the law
enforcement in the community is primarily based on the values that the people hold in the
community. The opportunity principle implied in the authority and position of the Public
Prosecutor (PU), the existence of power to prosecute a criminal and violation case does not
diminish the power to take the actions due to its positions. The prosecution policy for the
public interest is entrusted and accounted to the Attorney General as the highest Public
Prosecutor, and with the opportunity principle, AG is the institution critical to the law
enforcement that ensures the stability of a legal state like the Republic of Indonesia. It is clear
that the laws and legislations principles are means to the goal for the best physical and
mental welfare. It also means that the society’s legal culture is also critical to enforcement of
environmental law. One of the causes of the decline in the quality of justice system is the lack
of external or public control power against the entire justice process. The law enforcement is
focused more on efforts to align existing values in the community than the values presented in
the law.
Keywords: Opportunity Principle, Legality Principle, Rule of Law

ABSTRAK
Hukum Acara Pidana terdapat asas-asas berlaku spesifik, asas peradilan berimbang ini tidak
dapat dilepaskan dari asas equity before the law yang merupakan asas hukum dan dasar dari
prinsip antara hak-hak seorang tersangka, terdakwa dan terpidana untuk membawa dirinya
menakala hak asasinya dilanggar.Kelancaran proses pelaksanaan penegakan hukum di dalam
masyarakat sangat ditentukan oleh nilai-nilai yang dianut dan berlaku di dalam masyarakat
yang bersangkutan. Asas oportunitas yang secara implisit terkandung dalam wewenang dan
posisi (kedudukan) dari Penuntut Umum (PU), adanya kewenangan untuk menuntut perkara
kejahatan dan pelanggaran itu, tidak mengurangi kewenangan untuk bentindak karena
jabatannya. Kebijaksanaan penuntutan untuk kepentingan umum dipercayakan dan
dipertanggungjawabkan kepada Jaksa Agung sebagai Penuntut Umum tertinggi, dan adanya
asas oportunitas merupakan lembaga yang dibutuhkan dalam penegakan hukum demi
menjamin stabilitas dalam suatu negara hukum seperti halnya negara Republik Indonesia.
Tampak jelas bahwa salah satu asas dari peraturan perundang-undangan adalah sebagai sarana
untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan lahir dan batin, Ini berarti bahwa

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 108 - 122 108
Jurnal Penelitin Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

budaya hukum masyarakat sangat penting sebagai sarana penegakan hukum lingkungan.
Salah satu penyebab merosotnya kualitas peradilan adalah tidak kuatnya (powerless) fungsi
kontrol eksternal atau publik terhadap seluruh proses peradilan. Penegakan hukum lebih
menekankan pada upaya-upaya untuk menyerasikan nilai-nilai yang berlaku di dalam
masyarakat dengan nilai-nilai yang dijabarkan dalam hukum
Kata Kunci : Asas Oportunitas, Asas Legalitas, Rule of Law

PENDAHULUAN
Hukum dapat dirasakan dan secara nasional maupun internasional.
diwujudkan dalam bentuk paling Beberapa persamaan antar ketentuan
sederhana, yaitu peraturan perundang- ICCPR, ketentuan UDHR dan ketentuan
undangan.Dalam bentuk lebih rumit, lain yang dianut dalam Hukum Pidana
wujud hukum tersebut dikendalikan oleh Materiel Hukum Pidana formal Indonesia
sejumlah asas, doktrin, teori, atau filosofi (Kaligis, 2006:10).
hukum yang diakui oleh sistem hukum Kemerdekaan dan kebebasan seseorang
secara universal (Kaligis, 2006:112). mengandung aspek yang luas. Salah satu
Dalam Hukum Acara Pidana terdapat aspeknya adalah hak seseorang untuk
asas-asas berlaku spesifik, seperti asas fair diperlakukan secara adil, tidak
trial atau asas peradilan berimbang. Asas diskriminatif dan berdasarkan hukum,
peradilan berimbang ini tidak dapat terutama bila seseorang diduga atau
dilepaskan dari asas equity before the law disangka melakukan suatu pelanggaran
yang merupakan asas hukum dan dasar atau kejahatan, kecuali perampasan atau
dari prinsip antara hak-hak seorang pembatasan kemerdekaan dan kebebasan
tersangka, terdakwa dan terpidana untuk bergera seseorang diduga melakukan
membawa dirinya menakala hak asasinya tindak pidana, dipandang dari sudut
dilanggar, dengan hak-hak, kewenangan, hukum pidana dapat berupa penangkapan,
bahkan kewajiban, penyidik, penuntut penahanan dan pemidanaan, dan ini dapat
umum, hakim, advokat serta lembaga dibenarkan berdasarkan peraturan
Pemasyarakatan untuk menggunakan perundang-undangan.
upaya paksa yang merampas hak-hak Hal tersebut mengandung arti bahwa,
tersangka, terdakwa, dan atau terpidana ada hak-hak tertentu dari seseorang yang
dengan maksud mengetasi dan ditangkap, ditahan, ataupun dipidana yang
memberantas kejahatan (Harahap, 2005: harus dipenuhi, antara lain:
40). 1. Hak untuk mengetahui dasar atau
Doktrin kedudukan di hadapan hukum alasan penangkapan, penahanan dan
atau biasa disebut juga the doctrin of atau penjatuhan pidana terhadap
equality, menurut Albert Dicey, lahir dirinya (KUHP).
sebuah reaksi akibat perlakuan tirani yang 2. Hak untuk memperoleh perlakuan
dijalankan oleh para bangsawan Anglo perundang-undangan yang berlaku,
Saxon di Inggris.Raja John menghentikan selama menjalani pidana atas dirinya.
pelakukan tersebut dengan mengeluarkan 3. Hak untuk mengungkapkan pendapat
Magna Charta yang memuat doktrin bagik secara lisan maupun tulisan.
tersebut.Oleh sebab itu, dapat dikatakan 4. Hak untuk diam, dalam arti tidak
bahwa ekspresi equality begore the mengeluarkan pernyataan ataupun
lawlahir dari sistem Common Law pengakuan. Jadi tidak diperkenankan
Inggris.Berbagai asas perlingungan hak adanya tekanan-tekanan tertentu. Hak
asasi tersangka, terdakwa, dan atua tersebut dinyatakan dengan tegas di
terpidana melalui Hukum Pidana baik dalam Pasal 52 KUHAP.

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 108 - 122 109
Jurnal Penelitin Hukum

De Jure No740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

Selain hak-hak yang telah disebutkan di tersebut baik dalam bentuk surat atau
atas, dalam pemeriksaan pada tingkat keputusan merupakan dasar pemberian
penyidikan dan pengadilan, tersangka atau ganti rugi, padahal kompensasi tersebut
terdakwa memiliki hak-hak antara lain: dicantumkan dalam putusan pengadilan.
1. Hak untuk memberikan keterangan Pengajukan hak hidup sebagai hak
secara bebas kepada penyidik dan asasi, berarti perampasan kemerdekaan
hakim; seseorang itu seandainya pun dilakukan,
2. hak untuk setiap waktu mendapat merupakan suatu tindakan pengecualian.
bantuan juru bantu basa; Hukum Pidana Formal secara rinci
3. Hak untuk mendapat bantuan hukum mengatur bagaimana prosedur dan dengan
dari seseorang atau lebih penasehat alasan-alasan apa saja seseorang dapat
hukum selama dalam waktu dan pada dirampas kemerdekaannya. Perlindungan
setiap tingkat pemeriksaan; HAM juga dilakukan oleh sejumlah
4. Hak untuk menghubungi dan menerima peraturan material di luar KUHAP.
kunjungan dokter pribadinya untuk Dalam konteks Hukum Pidana,
kepentingan kesehatan baik yang ada pelanggaran HAM terjadi apabila salah
hubungannya dengan proses perkara satu prasyarat telah dipenuhi, yaitu bahwa
maupun tidak; pelanggaran HAM terjadi apabiula telah
5. hak untuk memberitahukan tentang diatur dalam peraturan perundang-
penahanan atas dirinya oleh Pejabat undangan.Paradigma ini sesuai dengan
yang berwenang pada setiap tingkat asas nulum cruime sine lege atau asas
pemeriksaan, kepada keluarganya atau legalitas, sebagaimana diatur dalam Pasal
orang lain yang serumah dengannya; 1 ayat (1) KUHP.Asas legalitas ini
6. Hak untuk diadili di sidang pengadilan merupakan salah satu asas yang
yang terbuka untuk umum serta hak fundamental melindungi hak kemerdekaan
untuk mengusahakan dan mengajukan dan kebebasan seseorang dalam hukum
saksi dan atau seseorang yang memiliki pidana.
keahlian khusus guna memberikan Ketentuan asas legalitas pada Pasal 1
keterangan yang menguntungkan bagi ayat (1) KUHP, diturunkan ketentuan lain
dirinya; mengatur bahwa seseorang baru bisa
7. Hak untuk mengirim surat kepada dinggap bersalah melalukan suatu tindakan
penasehat hukumnya dan menerima pidana hanya melalui suatu putusan
surat dari penasehat hukumnya dan pengadilan, dan mempunyai kekuatan
sanak keluarganya setiap kali yang hukum tetap. Asas ini dikenal sebagai asa
diperlukan olehnya, untuk keperluan itu praduga tak bersalah atau asas
bagi tersangka dan terdakwa disediakan presumption of innocence, yang
alat tulis menulis; dirumuskan di dalam Pasal 8 Undang-
8. Hak untuk menuntut ganti kerugian dan Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
rehabilitasi karena ditangkap dan Kekuasaan Kehakiman.
ditahan tanpa menurut tata cara Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3)
berdasarkan undang-undang. Bab I, Amandemen Ketiga Undang-
Ganti kerugian maupun rehabilitasi Undang Dasar 1945, menegaskan kembali
melalui sidang Praperadilan ini merupakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara
bentuk pemulihan hak tersangka dan Hukum”. Artinya bahwa Negara Kesatuan
terdakwa yang dikompensasi dengan Republik Indonesia adalah negara yang
sejumlah uang. Pemberian ganti kerugian berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak
tersebut tidak mencerminkan rasa keadilan berdasar atas kekuasaan (machtstaat), dan
dan harus melalui birokrasi dari kepolisian pemerintahan berdasarkan sistem
maupun kejakasaan yang panjang konstitusi (hukum dasar), bukanlah
menunggu keputusan Menteri Keuangan, absolutisme (kekuasaan yang tidak
Keputusan, Izin Menteri Keuangan terbatas). Sebagai konsekuensi dari Pasal 1

110 Penerapan Asas Oportunitas Oleh Kejaksaan Agung... (Muhaimin)


Jurnal Penelitin Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

ayat (3) Amandemen ketiga Undang- Tujuan akhir dan proses penegakan
undang Dasar 1945, 3 (tiga) prinsip dasar hukum yakni hukum memberikan jaminan
wajib dijunjung oleh setiap warga negara terlaksananya pemerataan keadilan dan
yaitu supremasi hukum; kesetaraan di perlindungan bagi harkat dan martabat
hadapan hukum; dan penegakkan hukum manusia, ketertiban, ketentraman dan
dengan cara-cara yang tidak bertentangan kepastian hukum sesuai dengan ketentuan
dengan hukum. Undang-undang (BPHN, 2004: 140). Oleh
OIeh sebab itu, negara Republik karena itu pelaksanaan penegakan hukum
Indonesia mempunyai ciri khas sebagai harus berjalan sebagaimana mestinya agar
suatu Negara Hukum sebagai berikut sasaran dan kesadaran dan tujuan hukum
(Muchsin, 2005:11): yang hendak dicapai dapat terwujud, yaitu
1. Pengakuan dan perlindungan hak-hak adanya keseimbangan atau keselarasan
asasi manusia yang mengandung antara hukum yang berlaku dengan nilai-
persamaan dalam bidang politik, nilai yang hidup di masyarakat.
hukum, sosial, ekonomi dan Salah satu asas yang dikenal dalam
kebudayaan. penegakan hukum di Indonesia adalah
2. Pengadilan yang bebas dan tidak berlakunya asas oportunitas dalam praktek
memihak serta tidak dipengaruhi oleh penegakan hukum pidana. Soepomo
sesuatu kekuasaan dan kekuatan mengatakan bahwa di Hindia Belanda
apapun juga. dahulu, asas oportunitas sudah dianut Iebih
3. Legalitas dalam segala bentuknya, dan 100 tahun. Dengan demikian asas
ketiga ciri khas dan suatu negara oportunitasyang dianut sampai sekarang
hukum tersebut sudah tersurat dalam adalah suatu asas hukum yang sudah
UUD 1945 yang telah mengalami sangat tua usianya. Asas ini mula-mula
perubahan. dikenalkan di Indonesia sebagai hukum
Sebagai suatu negara hukum, maka kebiasaan (hukum tidak tertulis),
konsekuensinya adalah supremasi hukum kemudian secara tegas dirumuskan dalam
harus ditegakkan dan dilaksanakan dengan hukum tentulis, misalnya dalam Undang-
benar dalam anti bahwa segala pelaku, undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang
baik itu anggota masyarakat atau aparat Ketentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan
pelaksana pemerintahan, harus tunduk dan Republik Indonesia. Ketentuan Pasal 8
tidak boleh menyimpang dan hukum yang Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961
berlaku di negara Indonesia (Muchsin, pada intinya menegaskan bahwa “Jaksa
2005:11) Agung dapat menyampaikan perkara
Dengan demikian, penegakan hukum berdasarkan suatu kepentingan
dan ketertiban merupakan syarat mutlak umum”.Berikutnya dalam Undang-undang
bagi upaya-upaya penciptaan Indonesia tentang Kejaksaan yang baru, pengganti
yang damai dan sejahtera. Apabila hukum Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961,
ditegakkan dan ketertiban diwujudkan yakni Undang-undang Nomor 5 Tahun
maka kepastian rasa aman, tenteram, 1991, terakhir dengan Undang-undang
ataupun kehidupan yang rukun akan dapat Nomor 16 Tahun 2004, asas oportunitasini
terwujud. Ketiadaan penegakan hukum tetap berlaku. Pemahaman terhadap
dan ketertiban akan menghambat pengaturan dan kewenangan menerapkan
pencapaian masyarakat yang berusaha dan asas oportunitas hendaklah dikaitkan
bekerja dengan baik untuk memenuhi dengan ketentuan Pasal 14 huruf h
kebutuhan hidupnya. Hal tersebut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
menunjukkan adanya keterkaitan yang erat tentang Hukum Acara Pidana, bahwa
antara damai, adil dan sejahtera. Untuk itu “Penuntut Umum mempunyai wewenang
perbaikan pada aspek keadilan akan menutup perkara demi kepentingan
memudahkan pencapaian kesejahteraan hukum”.
dan kedamaian.

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 108 - 122 111
Jurnal Penelitin Hukum

De Jure No740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

Sebagaimana diketahui di negara kita b. Protection of Reporting Person


berlaku asas oportunitas dalam praktek (Pasal 33)
penegakan hukum. Jaksa Penuntut (JP) c. Protection of Cooperating Persons
yang ketentuan undang-undang adalah (Pasal 37)
Penuntut Umum yang diberikan Dalam ketentuan Pasal 37 ini memiliki
kewenangan untuk persamaan dengan ide yang dikemukakan
melaksanakan/menjalankan kebijaksanaan oleh Jaksa Agung RI, hanya legalitas
dalam melakukan penuntutan perkara- perlindungan ini tidak didasarkan asas
perkara pidana ke pengadilan yang oportunitas.
berwenang. Dengan asas oportunitas yang secara
Setiap kali menghadapi suatu kejahatan implisit terkandung dalam wewenang dan
maka timbul pertanyaan bagaimana posisi (kedudukan) dari Penuntut Umum
sebaiknya Penuntut Umum (PU) harus (PU), adanya kewenangan untuk menuntut
melaksanakan kewenangan penuntutan perkara kejahatan dan pelanggaran itu,
pidana itu terhadap kejahatan tersebut. tidak mengurangi kewenangan untuk
Pernyataan timbul karena PU tidak hanya bertindak karena jabatannya jika
melihat kejahatan itu sendiri lepas dan dipandang perlu melakukan sesuatu yang
hubungannya dengan sebab dan akibat dan bententangan dengan sifat, tugas pekerjaan
kejahatan itu di dalam masyarakat dan dan PU untuk selanjutnya tidak
hanya mencocokkannya dengan suatu mengadakan penuntutan, apabila
peraturan hukum pidana, akan tetapi ia diperkirakan dengan penuntutan itu akan
mencoba memaparkan kejadian itu pada Iebih membawa kerugian daripada
porsi yang sebenarnya dan kemudian keuntungan guna kepentingan umum,
memikirkan cara penyelesaian sebaik- kemasyarakatan, kenegaraan dan
baiknya menurut apa yang diwenangkan pemerintahan. Dan ini merupakan titik
oleh undang-undang. tolak dan dasar serta alasan mengapa
Dalam hal yang demikian, Penuntut kepada Jaksa Agung sebagai Penuntut
Umum menghubungkan kewenangan Umum Tertinggi dalam negara hukum ini
untuk melakukan penetapan penuntutan diberi kewenangan untuk tidak menuntut
pidana demi kepentingan masyarakat dan hukum pun tetap menjadi prioritas pertama
kepentingan ketertiban hukum. Kedua soal dalam melakukan penuntutan maupun
itu harus saling mempengaruhi satu sama mendeponirkan terhadap kasus tersebut.
lain di dalam anti sebaik-baiknya. Jelas Sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal
kebijaksanaan ini merupakan kewenangan 32 c antara lain disebutkan sebagai
penuntutan hanya dipercayakan kepada berikut: “Undang-undang Nomor 5 Tahun
Jaksa selaku Penuntut Umum dan hal itu 1991 tentang Undang-undang Kejaksaan
dilakukannya tidak dengan semena-mena. Republik Indonesia, mengisyaratkan agar
Penerapan asas oportunitas Jaksa Agungdalam menyampingkan suatu
sebagaimana menurut Prof. Dr. Indriyanto perkara yang menyangkut kepentingan
Seno Adji harus dapat dilihat dengan umum senantiasa bermusyawarah dengan
kondisi dimana Pemerintah Indonesia telah pejabat-pejabat tinggi yang ada
meratifikasi United Nations Convention hubungannya dengan perkara tersebut
Against Coruption Tahun 2003 dengan misalnya antara lain Kapolri, Menhankam,
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2006, bahkan juga langsunag kepada Presiden.
telah memberikan beberapa tipe/bentuk Apabila dilihat dan ketentuan yang
perlindungan hukum dalam kaitan dengan seharusnya diterapkan seperti yang telah
tindak pidana korupsi yang terdiri dari diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945
(Adji, 2006 : 75-76): yang menyatakan, bahwa semua warga
a. Protection of Witnesses, Experts and negara berkedudukan sama di depan
Vuctim (Pasal 32) hukum maka seharusnya ketentuan yang
diatur dalam Pasal 35 c Undang-Undang

112 Penerapan Asas Oportunitas Oleh Kejaksaan Agung... (Muhaimin)


Jurnal Penelitin Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

Nomor 16 Tahun 2004 dinyatakan tidak 1 Menurut Undang-Undang Nomor 16


berlaku. Hal ini sebagai jaminan obyektif Tahun 2004, penyampingan perkara itu
yang ditentuan oleh undang-undang agar adalah wewenang Jaksa Agung, dengan
menggunakan asas tersebut tidak alasan demi kepentingan umum.
dilakukan secara semu. 2. Sebaliknya, menurut ketentuan Undang-
Dari pembahasan di atas jelas, Undang Nomor 8 Tahun 1981,
kebijaksanaan penuntutan untuk penyampingan perkara itu menjadi
kepentingan umum dipercayakan dan wewenang Penuntut Umum (Jaksa)
dipertanggungjawabkan kepada Jaksa dengan alasan demi kepentingan
Agung sebagai Penuntut Umum tertinggi, hukum.
dan adanya asas oportunitas merupakan Uraian di atas mengungkapkan bahwa
lembaga yang dibutuhkan dalam terdapat persoalan yang menarik untuk
penegakan hukum demi menjamin dikaji sehubungan dengan penerapan asas
stabilitas dalam suatu negara hukum oportunitas, dalam hukum pidana. Hal ini
seperti halnya negara Republik Indonesia, disebabkan masih belum jelasnya
yang pada akhir-akhir ini beberapa pejabat pembatasan dalam penggunaan wewenang
negara (mantan/pejabat negara) yang menerapkan asas oportunitas. Siapa saja
selalu menjadi sorotan dari masyarakat, yang berwenang menggunakannya,
khususnya terhadap mereka yang ketika terhadap kasus apa atau kapan dapat
memerintah dengan cara-cara yang diterapkan serta alasan demi kepentingan
bertentangan dengan hukum yang berlaku. apa atau siapa. Oleh karena itu persoalan
In concreto penulis sukar untuk tersebut menjadi topik dalam bahan
menyatakan apa yang dinamakan penulisan ini, apakah kepastian hukum dan
“kepentingan umum” sehingga adakalanya kewenangan penerapan asas oportunitas
dirisaukan oleh sementara kalangan, dalam hukum pidana oleh Jaksa Agung
terutama bila Penuntut Umum tidak telah sesuai dengan prinsip-prinsip ”Rule
melanjutkan penuntutan pidana demi of Law”?dan apakah yang menjadi alasan
kepentingan umum. Hal ini sangat atau pertimbangan dalam penerapan asas
tergantung dan peristiwa, keadaan, waktu oportunitas disampaing asas legalitas jika
dan tempat serta pandangan dan masing- dibandingkan dengan UUD 1945 Pasal 27
masing orang. Lebih-lebih dalam (ayat 1)?
masyarakat kita sekarang ini yang masih
dalam pertumbuhan di segala lapangan METODE PENELITIAN
hidup politik, sosial, ekonomi dan hukum Metode penelitian hukum yang akan
kebanyakan amat sukarlah untuk tegas diterapkan dalam penulisan ini adalah
menentukan kriteria kepentingan umum” penelitian yuridis normatif, penelitian
itu. yuridis empiris dan komparatif yang
Bertolak dari uraian di atas, maka bersifat kualitatif.
secara sepintas terdapat kesamaan makna Penggunaan metode penelitian hukum
tentang asas oportunitas menurut Undang- empiris dimaksudkan untuk meneliti
undang Nomor 16 Tahun 2004 dan asas bekerjanya hukum dalam masyarakat yang
oportunitas menurut Undang-Undang berkaitan dengan masalah ketidakefektifan
Nomor 8 Tahun 1981, yakni mengandung hukum dalam rangka menata tertib hukum
pengertian penyampingan atau untuk mengelola serta mengendalikan
(mengenyampingkan) perkara perkembangan masyarakat.Penelitian yang
(deponering). dilakukan ini dengan mempergunakan
Jika dipahami lebih Janjut, sebenarnya bahan hukum primer berupa peraturan
terdapat perbedaan pokok tentang perundang-undangan, putusan putusan
kewenangan menggunakan asas pengadilan dan bahan hukum sekunder
oportunitas menurut kedua undang-undang yang terdiri dari tulisan dan pendapat para
tersebut di atas, yakni: pakar, makalah-makalah dan buku-buku

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 108 - 122 113
Jurnal Penelitin Hukum

De Jure No740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

serta bahan hukum tersier sebagai perdata Jerman ini menghendaki agar
pelengkap dari bahan hukum primer dan Jerman diberlakukan kodifikasi perdata
bahan hukum sekunder dalam bentuk dengan dasar hukum Peraneis (Code
kamus hukum dan ensikiopedi (Soekanto, Napoleon). Seperti diketahui setelah
1998: 14-15). Perancis meninggalkan Jerman timbul
masalah hukum apa yang hendak
PEMBAHASAN diberlakukan di negara ini. Juga
Sudah menjadi perbincangan yang merupakan suatu reaksi yang tidak
umum dimana-mana, bahwa institusi langsung terhadap aliran hukum alam dan
peradilan di Indonesia performa dan aliran hukum positif.
kinerjanya benar-benar buruk dan masih Bagaimanakah inti pemikiran dan
jauh dan harapan yang diidealkan, yakni mazhab sejarah ini? Dalam buku Friedrich
eksistensi sebagai lembaga yang dapat Carl von Savigny yang termashur Von
memberikan jaminan keadilan hukum bagi beruf Unserer Zeit fur Gesetzgebung und
masyarakat dan berpegang kepada prinsip- Rechtswissenchaft antara lain dikatakan:
prinsip independensi serta objektifitas “Das Recht wird nicht gemacht, est 1st
secarakonsisten. Alih-alih menjadi und wird mit dem Volke“. Ini berarti
lembaga penjamin (baca: lembaga yang bahwa hukum itu tidak dibuat akan tetapi
berpihak) kepada rasa keadilan hukum tumbuh dan berkembang bersama
masyarakat, akibat buruknya perfomia dan masyarakat (Rasjidi, 1985 : 45).
kinerja peradilan, kadang-kadang malah Mempelajari hukum dan segi
menjadi faktor pemicu berkepanjangan sejarahnya berarti menelusuri atau mencari
konflik hukum yang terjadi di masyarakat. asal mula suatu sistem hukum dalam suatu
Pada sisi lain juga dapat dikatakan negara/masyarakat, perkembangannya dan
bahwa terjadinya konflik hukum dahulu hingga sekarang, bahkan menurut
disebabkan karena adanya budaya hukum Satjipto Rahardjo sebagaimana dikutip
yang mempengaruhi kesadaran hukum oleh Lili Rasjidi, mengemukakan bahwa
pada tatanan tertentu, seperti halnya pada melalui metode ini dapat diketahui hal-hal
Polisi, Jaksa, Hakim dan masyarakat sebagai berikut:
mengenai hukum. a. Faktor-faktor apa sajakah yang
Salah satu aliran dalam ilmu hukum mempengaruhi terbentuknya suatu
yang mempengaruhi terbentuknya hukum lembaga hukum tertentu dan
adalah aliran dan mazhab sejarah yang bagaimana jalannya proses
dipeloponi oleh Fniedrich Carl Von pembentukan itu?
Savigny (Savigny, 2000: 173) b. Faktor apakah yang dominan
Ada dua pengaruh terhadap lahirnya pengaruhnya dalam proses
mazhab ini yakni pengaruh Montesquieu pembentukan suatu lembaga hukum
dalam bukunya L‘esprit de Lois yang lebih tertentu dan apa sebabnya?
dahulu mengemukakan tentang adanya c. Bagaimanakah interaksi antara
hubungan antara jiwa sesuatu bangsa pengaruh-pengaruh yang datang dari
dengan hukumnya dan pengaruh faham luar dengan kekuatan perkembangan
Nasionalisme yang mulai timbul di awal dan dalam masyarakat sendiri?
abad ke 19. Lahirnya mazhab ini juga d. Bagaimanakah jalannya proses adaptasi
merupakan suatu reaksi yang langsung terhadap lembaga-lembaga yang
terhadap suatu pendapat yang diambil dan sistem hukum asing?
diketengahkan oleh Thibaut dalam e. Apakah suatu lembaga hukum tertentu
pamfletnyayang berbunyi Uber Die selalu menjalankan fungsi yang sama?
Notwendigkeit Eines Aligemeine Apakah terjadi perubahan fungsi? Apa
Burgerlichen Rechts Fur Deutschland yang menyebabkannya? Apakah
keperluan akan adanya kodifikasi hukum perubahan itu bersifat formal atau
perdata bagi negeri Jerman. Ahli hukum informal?

114 Penerapan Asas Oportunitas Oleh Kejaksaan Agung... (Muhaimin)


Jurnal Penelitin Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

f. Faktor-faktor apakah yang timbulnya minat kalangan ahli ilmu politik


menyebabkan hapusnya atau tidak untuk melakukan studi perbandingan
digunakannya lagi suatu lembaga terhadap sikap tindak politik.
hukum tertentu? Henry W. Ehrman mencoba untuk
g. Dapatkah dirumuskan suatu pola menyusun data mengenai budaya hukum
perkembangan yang umum yang pelbagai masyarakat, dengan
dijalani oleh lembaga-lembaga hukum mempergunakan metode perbandingan.
dan suatu sistem hukum tertentu? Penelitian dilakukan terhadap masyarakat-
Adam Podgorecki menggunakan istilah masyarakat yang merdeka sesudah
“sub budaya hukum” untuk menunjukkan PerangDunia II. Walaupun penelitian
relevansi hukum bagi kebudayaan. Istilah dilakukan secara sistematis, akan tetapi
itu dipergunakan sejak tahun 1966 sebagai pada akhirnya Ehrman tidak berhasil
suatu variabel bebas pada berfungsinya mengungkapkan apa yang menjadi ciri-ciri
hukum secara aktual bersama dengan pokok suatu budaya hukum (Ehrmann,
variabel lainnya, yakni, sistem sosial, 1976 :2).
sistem ekonomi dan kepribadian. Konsep tersebut jelas dipengaruhi oleh
Gagasannya dimulai dari pembahasan gagasan-gagasan tentang budaya politik
mengenai kebudayaan yang berlaku secara yang untuk pertamakalinya diperkenalkan
umum dalam suatu masyarakat. oleh Gabriel A. Almond pada tahun 1956.
Kebudayaan dirumuskannya sebagai Kalangan hukum yang ingin menerapkan
perangkat nilai-nilai sosial umum seperti gagasan itu pada hukum, dihadapkan pada
gagasan-gagasan, pengetahuan, seni, masalah bagaimana mengadakan
lembaga-lembaga, pola sikap tindak, hasil- penelitian terhadap hukum yang nantinya
hasil material, dan seterusnya. Akan tetapi akan dapat mengungkapkan adanya
perhatiannya hanya terarahkan pada budaya hukum. Lawrence M. Friedman
pelbagai sub kebudayaan yang spesifik pernah mencoba merumuskan konsep
yang dikembangkan oleh lingkungan- budaya hukum, yang untuk
lingkungan sosial budaya dalam pertamakalinya diungkapkan dalam tulisan
masyarakat yang bersangkutan. Kecuali dengan judul “Legal Culture and Social
itu, maka perasaan hukum juga memegang Development”.
peranan yang sangat penting. Friedman mencoba untuk menelaah
Berdasarkan penelitian empiris yang budaya hukum dan pelbagai perspektif.
dilakukannya sendiri dan orang lain, Dia menganalisis budaya hukum nasional
Podgorecki membedakan tiga jenis sub yang dibedakannya dan sub budaya hukum
budaya hukum menurut fungsinya bagi yang mungkin berpengaruh secara positif
sistem hukum yang sah, yakni sub budaya atau negatif terhadap hukum nasional.
hukum negatif, positif dan netral. Sub Selanjutnya Friedman membedakan
budaya hukum sangat penting, oleh karena budaya hukum internal dan yang eksternal;
menjadi penyebab atau penentu tipe-tipe yang internal merupakan budaya hukum
sikap tindak hukum (Soekanto, 1988: warga masyarakat yang melaksanakan
164). tugas-tugas hukum secara khusus,
Podgorecki yang cenderung sedangkan yang eksternal merupakan
menganalisis data statistik membatasi dari budaya hukum masyarakat pada
pada masyarakat-masyarakat Barat umumnya.Selanjutnya Friedman mencoba
kontemporer. Sebenarnya ruang membedakan antara budaya hukum
lingkupnya harus diperluas, sehingga tradisional dan modern (Friedman, 1990:
mencakup masyarakat-masyarakat 6). Dengan demikian, maka adanya
bersahaja. Tampaknya dorongan-dorongan pelbagai sistem atau budaya hukum dalam
untuk memperluas ruang lingkup satu komuniti disebut sebagai pluralisme
penelitian yang dipelopori oleh hukum. Pluralisme hukum mungkin
Podgorecki, antara lain, mengakibatkan berbentuk horisontal atau vertikal. Pada

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 108 - 122 115
Jurnal Penelitin Hukum

De Jure No740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

yang horisontal masing-masing subsistem (Hart, 1961: 50-57), maka penulis


atau sub budaya hukum mempunyai berpendapat bahwa dalam hal ini Hart juga
kekuatan hukum yang sama, sedangkan memperhatikan masalah moral, karena
pada bentuk vertikal kekuatan hukumnya aspek ketaatan pada hukum sangat
berbeda-beda (Soekanto, 1988 : 165- berkaitan erat dengan kesadaran hukum
167). masyarakat yang timbul dan hati nurani
Berdasarkan aliran sejarah tersebut seseorang.
yang dipelopori oleh Savigny, tampak Apabila pendapat Hart dikaitkan
jelas bahwa hukum tidak dibentuk, tetapi dengan pendapat Ronald Dworkin (1977:
tumbuh, hidup dan berkembang di dalam 38-57), maka penulis berpendapat bahwa
kehidupan masyarakat itu sendiri. kedua pendapat tersebut saling berkaitan
Berkaitan dengan pembentukan hukum satu sama lain, karena Dworkin
tersebut, maka perlu dikemukakan menekankan pada hukum yang terbentuk
pendapat Hart mengenai hal ini. Hart dalam lembaga peradilan, yang oleh Hart
berpendapat bahwa hukumterdiri dari dimasukkan dalam peraturan sekunder,
peraturan primer dan sekunder. Peraturan khususnya “rule of adjudication“.
primer adalah peraturan yang berisi atau Sehubungan dengan pendapat Hart
menentukan kewajiban-kewajiban kepada mengenai hukim sebagai gabungan dari
para warga masyarakat dalam peraturan primer dan sekunder, akan dapat
bertingkahlaku, sedangkan peraturan diketahui secara lebih jelas, khususnya
sekunder merupakan peraturan yang mengenai proses pembentukan hukum
menentukan persyaratan bagi adanya atau yang dinamis, artinya bahwa suatu norma
berlakunya peraturan primer (Davies, hukum mendapat sifat berlakunya sebagai
1991 : 34). hukum apabila telah dipositifkan dalam
Peraturan sekunder meliputi “rule of bentuk suatu peraturan perundang-
recognition (peraturan pengenal)”, “rule of undangan.
change (peraturan perubahan”, “rule of Masalah diskresi hakim sebagaimana
adjudication (peraturan mengenai telah dikemukakan oleh Dworkin, juga
prosedur penyelesaian konflik)’. termasuk dalam proses pembentukan
Berdasarkan pendapat tersebut dapat hukum yang dinamis dan penting sebagai
dikatakan bahwa hukum dibentuk oleh salah satu sumber hukum (Hart,: 52-53)
manusia dan bukan tumbuh, hidup dan Selanjutnya Hart mengemukakan
berkembang di dalam masyarakat.Jadi, bahwa hukum dan moral harus
menurut Hart hukum tidak mungkin mempunyai isi minimum tertentu yang
berbentuk tidak tertulis, sedangkan penulis terefleksi dalam suatu norma dan sanksi
berpendapat bahwa hukum juga dapat hukum. Selain itu, ia juga berpendapat
berbentuk tidak tertulis sebagaimana bahwa “rule of recognition”(asas
dikenal dalam sistem hukum Indonesia. pengakuan) lebih penting daripada
Selain itu, Hart tidak mengemukakan peraturan-peraturan dasar konstitusional
mengenai isi dari peraturan primer, apakah yang lain.
boleh bertentangan atau tidak dengan Neil MacCormick berpendapat bahwa
peraturan moral. Penulis berpendapat eksistensi norma dalam aspek internal dari
bahwa isi hukum seharusnya tidak boleh Hart, harus melibatkan unsur kehendak
bertentangan dengan norma moral, karena seseorang yang berperilaku sesuai dengan
sebelum adanya norma hukum, pola yang dianggap baik. Ia berpendapat
masyarakat telah terbiasa bertingkahlaku bahwa sistem hukum ada hanya jika
sesuai dengan apa yang menurut moral dilaksanakan secara efektif atau hampir
mereka dianggap baik. Masalah moral seluruh penduduk mematuhinya, baik
berkaitan dengan hati nurani seseorang. secara pasif maupun terpaksa.
Sebaliknya, apabila dikaitkan dengan Lebih lanjut, Hart mengemukakan
pendapat Hart mengenai ketaatan hukum” bahwa eksistensi sistem hukum dapat

116 Penerapan Asas Oportunitas Oleh Kejaksaan Agung... (Muhaimin)


Jurnal Penelitin Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

diterima apabila keberlakuan dan “rule of Salah satu faktor yang dapat
recognition” dipatuhi oleh sebagian besan mempengaruhi berfungsinya hukum
warga masyarakat (Davies, 46-47). dengan baik adalah budaya hukum
Rolf Sartorius dan Hart berpendapat masyarakat. Budaya hukum masyarakat
bahwa penerimaan segala peraturan sangat berkaitan erat dengan kesadaran
konstitusi yang meliputi “rule of hukum masyarakat.
recognition“, perubahannya, peraturan- Berkaitan dengan hal ini, Sunaryati
peraturan yang memecahkan konflik dan Hartono mengemukakan bahwa kesadaran
penegakannya, merupakan dasar dari tertib hukum merupakan suatu pengertian yang
hukum (Davies: 93). menjadi hasil ciptaan para sarjana hukum,
Menurut Lawrence M. Friedman, yang tidak dapat dilihat secara langsung di
sebagaimana telah dikemukakan dalam dalam kehidupan masyarakat, akan tetapi
kerangka teoritis ada tiga elemen atau hanya dapat disimpulkan ada/tidaknya dan
aspek dan sistem hukum, yaitu:Structure, pengalaman-pengalaman hidup sosial
substance dan legal culture. Structure melalui suatu cara pemikiran dan cara
adalah menyangkut lembaga-lembaga penafsiran yang tertentu (Hartono, : 12).
yang berwenang membuat dan Kelancaran proses pelaksanaan
melaksanakan undang-undang (lembaga penegakan hukum di dalam masyarakat
pengadilan dan lembaga legislatif). Aspek sangat ditentukan oleh nilai-nilai yang
kedua, adalah substansi, yaitu materi atau dianut dan berlaku di dalam masyarakat
bentuk dariperaturan perundang-undangan, yang bersangkutan.
dan aspek ketiga dan sistem hukum adalah Mochtar Kusumaatmadja
apa yang disebut dengan legal culture. mengemukakan bahwa hukum sebagai
Legal culture oleh Friedman dimaksudkan kaidah sosial, tidak terlepas dari nilai
sebagai sikap orang terhadap hukum dan (values) yang berlaku di suatu masyarakat,
sistem hukum, yaitu menyangkut bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu
kepercayaan akan nilai, pikiran atau ide merupakan pencerminan dari nilai-nilai
dan harapan mereka (Friedman, 1984 : 5- yang berlaku dalam masyarakat.
6). Hukum yang baik adalah hukum yang
Friedman mengemukakan 4 (empat) sesuai dengan hukum yang hidup (the
fungsi sistem hukum.Pertama, sebagai living law) dalam masyarakat, yang
bagian dari sistem kontrol sosial (social tentunya sesuai pula atau merupakan
control) yang mengatur perilaku pencerminan dan nilai-nilai yang berlaku
manusia.Kedua, sebagai sarana untuk dalam masyarakat itu.
menyelesaikan sengketa (dispute Nilai-nilai itu tidak terlepas dari sikap
settlement). Ketiga, sistem hukum (attitude) dan sifat-sifat yang (seharusnya)
memiliki fungsi sebagai social engineering dimiliki orang-orang yang menjadi
function. Keempat, hukum sebagai social anggota masyarakat yang sedang
maintenance, yaitu fungsi yang membangun itu. Tanpa perubahan sikap-
menekankan peranan hukum sebagai sikap dan sifat ke arah yang diperlukan
pemeliharaan “status quo” yang tidak oleh suatu kehidupan yang modern, maka
menginginkan perubahan. segala “pembangunan” dalam arti benda
Sunaryati Hartono berpendapat bahwa fisik, akan sedikit sekali artinya. Hal ini
hukum itu tidak hanya secara pasif sudah dibuktikan oleh pemborosan-
menerima dan mengalami pengaruh dan pemborosan yang terjadi di banyak negara
nilai-nilai sosial budaya di dalam yang sedangberkembang yang
masyarakat, akan tetapi secara aktif harus mengabaikan aspek ini. Jadi, hakekat dari
mempengaruhi pula timbulnya nilai-nilai masalah pembangunan nasional adalah
sosial budaya yang baru (Hartono, 1976 : masalah pembaharuan cara berpikir dan
5). sikap hidup (Kusumaatmadja, 2002 :
10).

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 108 - 122 117
Jurnal Penelitin Hukum

De Jure No740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

Di dalam masyarakat yang modern atau berlakunya hukum secara


pramodern terdapat suatu kecenderungan sosiologis. Dengan demikian,
untuk merumuskan kaidah-kaidah hukum berlakunya hukum secara sosiologis
dalam bentuk tertulis secara resmi dan merupakan syarat mutlak agar
pada umumnya disebut perundang- hukum dapat berlaku secara
undangan (untuk selanjutnya akan filosofis.
dipergunakan istilah hukum secara Di manapun juga hukum tidak akan
bergantian) yang berisi seperangkat dapat mengikuti setiap perkembangan
peraturan dengan hirarki tertentu. Tujuan yang terjadi di dalam masyarakat. Ini
utamanya adalah untuk menjamin berarti bahwa perubahan yang terjadi di
kepastian hukum di dalam masyarakat dan dalam masyarakat lebih cepat daripada
bagi para penegak hukum merupakan perubahan hukum. Hal ini mengakibatkan
suatu landasan yang kokoh untuk bahwa hukum selalu ketinggalan atau
menerapkan atau melaksanakan tugasnya dengan perkataan lain, hukum tidak pernah
sebagai hamba hukum. mendahului untuk mengatur hal-hal yang
Dengan demikian, dapat dikatakan akan terjadi atau yang belum pernah
bahwa perundang-undangan merupakan terjadi, sehingga sangat memungkinkan
suatu hukum dalam arti tata hukum, yaitu untuk terjadinya perubahan-perubahan.
suatu struktur dan proses dan seperangkat Untuk mengetahui perkembangan dan
kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada perubahan hukum secara lebih mendalam,
suatu waktu dan tempat tertentu, serta maka di bawah ini akan diuraikan
berbentuk tertulis. beberapa teori atau pendapat yang
Suatu perundang-undangan atau hukum berhubungan dengan perubahan hukum di
dapat dianggap baik dan sudut berlakunya dalam masyarakat (Hartono, : 32). Hal
apabila memenuhi syarat-syarat sebagai ini sangat penting untuk dikemukakan,
berikut (Hartono, : 12): oleh karena banyak pengaruh dan
a. Berlaku secara yuridis, artinya pendapat tersebut terhadap kelambanan
bahwa hukum harus dibuat dan perkembangan hukum di dalam
dikeluarkan oleh pejabat atau masyarakat.
lembaga pemerintah yang a. Montesquieu (1689-1755), dalam
berwenang menurut tata cara yang bukunya yang berjudul Spirit of laws
sah. Jadi, hukum tersebut harus (1866) mengemukakan bahwa manusia
diresmikan dan diundangkan dipengaruhi oleh pelbagai faktor dalam
berdasarkan suatu peraturan atau masyarakat, seperti: adat-istiadat,
prosedur yang telah ditentukan. moral, cuaca, dan agama. Faktor-faktor
b. Berlaku secara sosiologis, artinya ini juga berlaku pada perundang-
bahwa hukum dapat berlaku secara undangan lingkungan hidup. Dengan
efektif diakui, ditaati atau dipatuhi demikian, setiap hukum harus dilihat
di dalam masyarakat sebagai bagian dalam kaitannya dengan latar
dan kehidupan sehari-hari. belakangnya, perkembangannya pada
Berlakunya hukum di dalam masa lampau, dan keadaan
masyarakat dapat dipaksakan dan sekelilingnya. Ini berarti bahwa hukum
atas (oleh penguasa) atau diterima tidak dapat mendahului perubahan-
dengan ikhlas oleh para warga perubahan sosial yang terjadi di dalam
masyarakat. masyarakat, olehkarena lahirnya
c. Berlaku secara filosofis, artinya hukum didasarkan pada hal-hal yang
bahwa hukum yang berlaku di telah terjadi sebelumnya dan bukan
dalam masyarakat telah dipatuhi pada hal-hal yang akan atau belum
sesuai dengan maksud pembentuk terjadi.
hukum. Berlakunya hukum secara b. Friedrich Karl von Savigny (1770-
filosofis sangat ditentukan oleh 1861), berpendapat bahwa hukum tidak

118 Penerapan Asas Oportunitas Oleh Kejaksaan Agung... (Muhaimin)


Jurnal Penelitin Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

seharusnya disusun dengan sengaja Berdasarkan pendapat para ahli


oleh pembentuk hukum. Secara tersebut di atas, maka dapat dikatakan
fundamental hukum terbentuk oleh bahwa perkembangan dan perubahan
adat-istiadat dan kepercayaan populer hukum mempunyai kecenderungan untuk
atau oleh kekuatan-kekuatan internal berlangsung lebih lambat daripada
yang bekerja secara diam-diam. Hukum perubahan yang terjadi di dalam
merupakan keinginan yang wajar dan masyarakat. Hal ini terjadi, oleh karena
rakyat. Ini berarti bahwa hukum tidak perubahan hukum didasarkan pada
dipacu untuk tumbuh dan berkembang masalah sosial yang terjadi atau sedang
secara lebih cepat. Dengan demikian ia terjadi. Dengan demikian, maka hukum
akan tetap berjalan lamban tanpa ada selalu mengikuti arus perubahan yang
usaha untuk mempercepatnya. terjadi di dalam masyarakat.
Selanjutnya Savigny mengatakan Setiap perubahan hukum, terutama di
bahwa perkembangan pelbagai tipe dalam masyarakat modern, sangat sering
sistem hukum ditimbulkan oleh terjadi agar dapat memenuhi segala
pelbagai kekuatan modernisasi. Jadi, kebutuhan masyarakat sesuai dengan
dalam hal Ini lahirnya hukum perkembangan jamannya, terutama
didasarkan pada adanya perubahan di kebutuhan pokok atau kebutuhan lain yang
dalam masyarakat. (Soerjono Soekanto. sifatnya sangat mendasar, seperti
Op.Cit hal: 64) kebutuhan akanlingkungan yang aman dan
c. Benjamin Nathan Cardozo (1870-1938), tenteram, baik untuk masa sekarang
beranggapan bahwa pelbagai kekuatan maupun masa yang akan datang.
sosial mempunyai pengaruh Sehubungan dengan adanya
intrurnental terhadap pembentukan kemungkinan terjadinya perubahan
hukum, misalnya, logika, sejarah, adat- hukum, maka agar peraturan yang satu
istiadat, kegunaan, dan standar dengan Iainnya sinkron, ada beberapa asas
moralitas yang telah diakui. yang berlaku umum untuk semua
Selanjutnya dikatakan bahwa perundang-undangan dan segala tingkatan,
perkembangan hukum sebagai gejala baik pusat maupun daerah yaitu
sejarah ditentukan oleh perubahan- (Soekanto, 15-19):
perubahan dalam masyarakat, serta a. Undang-undang tidak berlaku surut.
pandangan masyarakat mengenai adat- b. Undang-undang yang dibuat oleh
istiadatdan moralitas. Menurut penguasa yang lebih tinggi,
Cardozo, hukum harus menyesuaikan mempunyai kedudukan yang lebih
diri dengan perubahan yang terjadi di tinggi pula.
dalam masyarakat, sedangkan para e. Undang-undang yang bersifat khusus
pembentuk hukum harus mendapatkan menyampingkan Undang-undang yang
pengetahuan mengenai perubahan dan bersifat umum, jika perbuatannya
pengalaman serta studi terhadap sama (Lex Specialis derogat legi
kehidupan maupun pencerminannya. generalis).
(Kaufitan, 2000 : 206) d. Undang-undang yang berlaku
d. Turner, menganggap bahwa proses belakangan membatalkan Undang-
modernisasi yang mengakibatkan undang yang berlaku terdahulu (Lex
terjadinya konifik, ketegangan, Posteriori derogat legi priori).
tekanan-tekanan, dan lain-lain e. Undang-undang tidak dapat diganggu
merupakan faktor-faktor yang gugat.
menyebabkan terjadinya modernisasi f. Undang-undang sebagai sarana untuk
hukum dalam masyarakat yang semaksimal mungkin dapat mencapai
bersangkutan. Jadi, perubahan hukum kesejahteraan spirituil dan materiel
baru akan terjadi setelah terjadinya bagi masyarakat maupun individu,
masalah sosial di dalam masyarakat.

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 108 - 122 119
Jurnal Penelitin Hukum

De Jure No740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

melalui pembaharuan atau pelestanian perilaku tidak terarah yang dapat


(asas welvaarstaat). mengganggu kedamaian hidup di dalam
Pada umumnya, sistem hukum yang suatu masyarakat.
terdapat di dalam masyarakat yang Dengan demikian, penegakan hukum
kompleks, ditandai dengan adanya hukum lebih menekankan pada upaya-upaya
administrasi yang berkembang pesat, dan untuk menyerasikan nilai-nilai yang
hukum perundang-undangan yang semakin berlaku di dalam masyarakat dengan nilai-
besar peranannya. Kecuali itu, juga nilai yang dijabarkan dalam hukum.
terdapat pembentuk hukum yang khusus, Tujuannya adalah agar tercapai sikap
adanya badan-badan peradilan yang tindak atau pola perikelakuan yang sesuai
menegakkan hukum serta adanya badan- dengan harapan pembentuk undang-
badan pelaksana yang menjalankan hukum undang.
Berdasarkan uraian tersebut di atas,
tampak jelas bahwa salah satu asas dari KESIMPULAN
peraturan perundang-undangan adalah Berdasarkan argumentasi bahwa salah
sebagai sarana untuk semaksimal mungkin satu penyebab merosotnya kualitas
dapat mencapai kesejahteraan lahir dan peradilan adalah tidak kuatnya (powerless)
batin. fungsi kontrol eksternal atau publik
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, terhadap seluruh proses peradilan, maka
dapat dilakukan melalui perubahan hukum keberadaan aktivitas eksaminasi publik
(dalam hal ini hukum lingkungan), tentu saja menjadi strategis sekali
khususnya dengan melakukan keberadaannya. Dengan catatan, bahwa
penyesuaian-penyesuaian, agar kegiatan ini tidak hanya dimaknai sebagai
kepentingan masyarakat dan pemerintah aktivitas “intellectual exerise” yang
tidak saling bertentangan. bersifat elitis semata-mata, tetapi harus
Ini berarti bahwa budaya hukum diposisikan dalam untuk bingkai
masyarakat sangat penting sebagai sarana memperkuat fungsi kontrol publik dalam
penegakan hukum lingkungan, karena rangka mengeliminasi segala bentuk-
sebaik apa pun peraturan perundang- bentuk judicial corruption, dengan
undangan yang dikeluarkan, tetapi tidak pendekatan ilmiah.
memperhatikan nilai-nilai budaya yang
hidup di dalam masyarakat, maka SARAN
penegakan hukumpun tidak akan berjalan Dengan menparafrasekan kembali
dengan baik. pernyataan kaum gerakan studi hukum
Secara konseptual, inti dari arti kritis tentang perubahan paradigma ”law
penegakan hukum terletak pada kegiatan as a tool social engineering” menuju
menyerasikan hubungan nilai yang kepada ”law as a tool of social
terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang enpowering” maka eksaminasi publik
mantap dan sikap tidak sebagai rangkaian mestinya juga tidak hanya dibaca dalam
penjabaran nilai tahap akhir, untuk semangat “examination as a tool of social
menciptakan, memelihara dan engineering”, tetapi dibuat menjadi lebih
mempertahankan kedamaian pergaulan sebagai ”examination as a toil of social
hidup di dalam masyarakat. enpowering”.
Atas dasar pengertian tersebut di atas
dapatlah dikatakan bahwa gangguan
terhadap penegakan hukum mungkin saja
terjadi apabila terdapatketidakserasian
antara “Tritunggal” nilai, artinya terdapat
ketidakserasian antara nilai yang
berpasangan, yang menjelma di dalam
kaidah-kaidah yang simpang siur, dan pola

120 Penerapan Asas Oportunitas Oleh Kejaksaan Agung... (Muhaimin)


Jurnal Penelitin Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

DAFTAR PUSTAKA Rizal, Jufrina Rizal dan Agus Brotosusilo,


Pengantar Filsafat Hukum, untuk
A. Buku: ProgramS2 FHUI, 2006.
Adji, Seno, Pokok-pokok Pikiran dalam Seno Adji, lndriyanto, Korupsi dan
KUHAP, Bandung: Alumni Bandung, Pembalikan Beban Pembuktian,
1981. Jakarta: Prof. Oemar Seno Adji &
Andrew L. Kaufitan, Cardozo, Cambridge: Rekan, 2006.
Harvard University Press, 2000 Seno, Oemar Adji,Peradilan Bebas
Appeldom, Van dalam Zaenal Abidin. Negara Hukum. Cetakan Pertama,
Sejarah dan Perkembangan Asas Jakarta Erlangga. 1980.
Oportunitas di Indonesia. Ujung Soekanto, Soerjono, Pokok-pokok
Pandang: FH UNHAS, 1981. Sosiologis Hukum, Jakarta: Rajawali,
Dep. Pendidikan & Kebudayaan Ri. 1980.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Soerjono Soekanto, Beberapa
Jakarta: Balai Pustaka. 2001. Permasalahan Hukum Dalam Kerangka
Goede, A. de. Nederlandze, Pembangunan di donesfa, (Jakarta:
Rechtsgesechiedenis. Deel I & II. Yayasan Penerbit Universitas
W.Versluys N.y. Amsterdams. Jakarta, Indonesia, 1976), hal. 142.
1992. Soekanto, Soerjono dan Sri
Hamzah, Andi Hamzah, Hukum Acara Mamuji,Penelitian Hukum Normatif:
Pidana Indonesia (Edisi Revisi), Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta:
Jakarta: Sinar Grafika. 2004. Rajawali Pers, 1998.
Hartono, Sunaryati Hartono,Apakah the Sujata, Atonius, Reformasi dalam
Rule of Lawitu. Bandung: Alumni, Penegekan Hukum, Jakarta:
1986. Djembatan, 2000.
Hazewinkel-Suringa, Inleiding tot cia The Court System in the Netherlands.A
studie van h at Nederlandse Strafrecht. Publication of the ministry of justice,
1983 August, 1990.
Howard Davies and David Holderoft, Yahya, M. Harahap, Pembahasan
Jurisprudence: Texts and Commentaiy, Permasalahan dan Penerapan
London: Butterworths, 1991 KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan,
Kusuma, Mochtar Atmadja, Konsep- Edisi Kedua, Jakarta: Sinai Grafika.
konsep Hukum Dalam Pembangunan 2002.
(Kumpulan Karya Tulis), Bandung: ___,Sejarah Oportunitas dan Peradilan
Alumni, 2002. Adat di Makasar, FH UNHAS. 1999
Lawrence M. Friedman,,American Law, Zainal, A. Abidin Farid, dan Amier
New York: W.W.Norton & Company, Syarifuddin,Tinjauan Perbandingan
1984 tentang Kedudukan dan Fungsi
Lawrence M. Friedman, The Republic of Kejaksaan. Ujung Pandang: (belum
Choice-Law, Authority and Culture, diterbitkan), 1977.
(Cambridge: Harvard University Press, Harahap, M. Yahya, Pembahasan
1990 Permasalahn dan Penerapannya dan
Muchsin, Ikhtisar Hukum Indonesia, Penerapan KUHAP, Penyidik dan
setelah Perubahan keempat UUD 1945 Penuntutan.Edisi ke-II. Jakarta: Sinar
dan Pemilihan Presiden Secara Grafika, 2005.
Langsung, Jakarta: IBLAM, 2005. Kaligis O.C., Perlindungan Hukum atas
Muladi, Pengkajian Hukum Tentang Asas- Hak Asasi Tersangka, Terdaakwa, dan
asas Pidana Indonesia dalam Terpidana. Bandung: Alumni, 2006.
Perkembangan Masyarakat masa Kini Muchsin, Ikhtisar Hukum Indonesia,
dan Mendatang. Jakarta; BPHN. DEP. setelah Perubahan keempat UUD 1945
Hukum & Ham RI 2004.

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 108 - 122 121
Jurnal Penelitin Hukum

De Jure No740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

dan Pemilihan Presiden Secara


Langsung, Jakarta: IBLAM, 2005.

B. Makalah:
Melai, AL. dalam A. Karim Nasution.
Kepetingan Sebagai Penyampingan
Perkara (Makalah) tanpa tahun.
Ramelan, S.H., Profesionalisme Jaksa di
Era Supermasi Hukum, disampaikan
pada Seminar ”Perspektif Peran
Kejaksaan Dalam Era Supermasi
Hukum”, Tahun 2000.

C. Peraturan Perundang-Undangan:
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945
(Hasil Amandemen) terakhir.
Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 7
Tahun 2004 tentang Perencanaan
Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2004-2009.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1991 tentang Kejaksaan.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2004 tentang Perubahan
Terhadap Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian
Republik Indonesia.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2004 tentang Perubahan
Terhadap Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia.

122 Penerapan Asas Oportunitas Oleh Kejaksaan Agung... (Muhaimin)

Вам также может понравиться