Вы находитесь на странице: 1из 22

Artikel

Analisis Kadar Protein, Asam Amino Arginin Dan Prolin Yang Terkandung Dalam
Ekstrak Campuran Pelarut PEG Dan Air Dari Propolis
Lebah Trigonasp Asal Kabupaten Konawe Selatan
Dr. Ruslin, S.Pd., M,Si, Hj. Fery Indradewi Armadany, S.Si., M.Si., Apt.,
Muhammad Zulfitrayadi Kadir

JurusanFarmasiFakultasFarmasiUniversitasHalu Oleo Kendari 93232


ABSTRACT
Propolis is a resin produced from a variety of plant sap that is used to protect beehives from
a variety of disorders Trigona sp. is one of the bee-producing propolis. Propolis contains resin in
the form of flavonoids and phenolic acids as much as 45-55 %, fatty acids and wax as much as
25-53 %, protein by 5 %, amino acids by 1 % consisting of 16 free amino acids (the most
predominant amino acids are arginine and proline by 45.8 %), minerals and other organic
compounds. The levels of the chemical composition of propolis differ in each region depending
on the climate and plant species in the area. This study aims to determine the levels of protein,
amino acid arginine and proline contained in the extract of mixture of PEG mixture solvents and
water from bee propolisTrigona sp. from South Konawe Regency. Analysis of protein level
using the Kjeldahl method, and analysis of amino acid level of arginine and proline using the
UPLC (Ultra Performance Liquid Chromatography) instrument. The result of the analysis of
protein from PEG and water mixture solvents extract was 0.13 % for the first 7 days and <0.01 %
for the second 7 days. The result of the amino acid level of arginine at 7 days was 0.04132 % and
no result was obtained at 7 days, while the result of the amino acid level of proline in the first 7
days was 0.04795 % and no result was obtained on the second 7 days.

Keywords: Propolis, Trigona sp., Protein, amino acids arginine and proline

I. PENDAHULUAN

Lebah adalah serangga sosial kaya manfaat karena menghasilkan madu yang dikenal
berkhasiat untuk kesehatan. Selain madu, lebah menghasilkan produk lain yaitu bepolen, royal
jelly, propolis dan roti lebah yang memiliki nilai nutrisi yang tinggi (Suranto, 2007).
Berdasarkan karakteristik biologi, lebah terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok
yang bersengat dan yang tidak bersengat. Genus Apis merupakan jenis lebah bersengat dan
memiliki produktivitas yang baik untuk menghasilkan madu, sedangkan genus Trigona
merupakan jenis lebah tidak bersengat (stingless honeybee) dan menghasilkan madu lebih sedikit
dibandingkan genus Apis. Namun, genus ini merupakan salah satu penghasil propolis yang
sangat baik. Propolis banyak digunakan sebagai obat alami yang sangat bermanfaat untuk
kesehatan dan ketahanan tubuh. Trigona sp. biasanya menghasilkan sedikit madu, namun
propolis yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan yang dihasilkan jenis lebah lokal
yang lain (Suranto, 2007).
Propolis dibuat dari getah yang dikumpulkan oleh lebah dari berbagai pucuk tanaman dan dari
tanaman yang patah yang dicampur dengan enzim yang terdapat dalam kelenjar ludah lebah dan
digunakan untuk melindungi sarang dari kontaminasi bakteri, virus dan jamur. Komponen utama
propolis berasal dari resin atau getah tanaman yang dikumpulkan oleh lebah. Banyak jenis
tanaman yang dapat dijadikan sumber resin untuk bahan baku pembentuk propolis. Sumber resin
yang terbaik berasal dari tanaman yang resinnya memang sudah dimanfaatkan sebagai bahan
farmasi atau obat (Murtidjo, 1991).
Trigona sp. memiliki potensi untuk menghasilkan propolis dengan jumlah yang cukup tinggi
dengan manfaat bagi kesehatan sebagai bahan untuk pengobatan alternatif karena tidak memiliki
efek samping. Namun demikian Trigona sp. masih belum banyak dibudidayakan oleh
masyarakat, padahal modal yang dibutuhkan tidak terlalu mahal, koloni lebah tidak mudah kabur
dan produk propolisnya memiliki nilai jual yang tinggi (Mahani dkk., 2011). Hal ini merupakan
peluang bagi masyarakat untuk dapat membudidayakannya dengan memanfaatkan tanaman
disekitar lingkungan sebagai sumber daya alam untuk menghasilkan propolis. Untuk
pengembangan peternakan lebah Trigona perlu dilakukan suatu penelitian tentang produktivitas
propolis dari lebah Trigona.
Perbedaan vegetasi tumbuhan, musim panen dan lokasi geografi menyebabkan perbedaan
komposisi kimia dari propolis, sehingga kandungan kimia seperti protein, asam amino arginin
dan prolin yang terkandung pada propolis akan berbeda beda dan komposisi kuantitatif dan
kualitatif fitokimia penyusun propolis memainkan peranan penting dalam aktivitas biologis dari
propolis (Bankova, 2000). Sehingga perlu dilakukan analisis untuk menentukan ciri dan kadar
komponen aktif dari propolis untuk mengidentifikasi senyawa yang mungkin memberikan efek
toksik atau memberikan efek farmakologi yang bermanfaat (Lirizka, 2016).
Protein sebagai zat yang berperan dalam memodulasi respon kekebalan tubuh sehingga dapat
dijadikan suplemen (Suryohastari, 2016). Jenis dan jumlah asam amino penyusun protein sangat
menentukan kualitas dari protein tersebut (Nurhayati dkk,. 2018). Arginin dapat digunakan untuk
mempercepat proses penyembuhan luka, meningkatkan kemampuan melawan kanker dan
memperlambat pertumbuhan tumor. Selain itu, berdasarkan beberapa penelitian juga
menunjukkan bahwa arginin dapat membantu mengobati diabetes tipe 2 karena arginin mampu
meningkatkan metabolisme glukosa dan sensitifitas insulin yang dapat menurunkan kadar
glukosa yang tinggi dalam darah (Mandila dan Nurul, 2013). Menurut Ferrier (2014) prolin
berperan dalam pembentukan kolagen yaitu struktur protein yang berperan dalam proses
penyembuhan luka (Balqis dkk., 2016). Oleh karena itu perlu diteliti berapa kadar protein, asam
amino arginin dan prolin dari propolis lebah Trigona sp. yang berasal dari Konawe Selatan.
Propolis dikenal mempunyai kemampuan antimikroba, antioksidan dan anti tumor. Propolis
menjadi perhatian para peneliti untuk diketahui kandungan serta zat kimia yang potensial untuk
pengobatan dan kosmetik (Lotfy, 2006). Mengingat pentingnya fungsi senyawa protein, asam
amino argnin, dan prolin sebagai antioksidan, maka analisis kadar yang terkandung dalam
propolis lebah Trigona sp. menjadi langkah awal dalam pengembangan di dunia pengobatan.
Dengan demikian pemanfaatan lebah Trigona dapat lebih maksimal untuk dijadikan sebagai
alternatif pengobatan herbal dalam penyembuhan berbagai macam penyakit. Dengan melihat
kadar yang terkandung dalam lebah Trigona maka dapat diperkirakan besarnya aktivitas terapi
suatu pengobatan (Riza, 2012).
Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi propolis adalah campuran PEG 400 dan air. Pelarut
air merupakan pelarut yang ramah lingkungan dan dapat menarik senyawa polar yang
terkandung pada propolis. PEG 400 merupakan pelarut glikol dapat melarutkan senyawa yang
bersifat non polar dan dapat menarik senyawa non polar yang tidak dapat ditarik oleh air
(Kubiliene dkk., 2015). Campuran PEG 400 dan air dapat menarik senyawa kimia yang bersifat
polar dan non polar yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ekstrak etanol propolis, sehingga
dengan campuran pelarut PEG 400 dan air dapat meningkatkan efek farmakologi dari ekstrak
propolis yang dihasilkan (Kubiliene dkk., 2018)
Berdasarkan uraian di atas di lakukan penelitian dengan sampel lebah Trigona sp.dengan
judul “Analisis kadar protein, asam amino arginin dan prolin yang terkandung ekstrak campuran
pelarut PEG dan air dari propolis lebah Trigona sp. asal Kabupaten Konawe Selatan”.
II. METODE PENELITIAN

2.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April-Juli 2019 di Laboraturium Farmasi, Fakultas
Farmasi, Universitas Halu Oleo Kendari, Laboraturium Mikrobiologi Kedokteran, Fakultas
Kedokteran, Universitas Halu Oleo Kendari, Laboraturium Penelitian dan Pengujian Terpadu
(LPPT) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan di PT. Saraswanti Indo Genetech Bogor.

2.2Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif, yaitu bertujuan untuk
mendeskripsikan dan mengetahui kadar protein dan asam amino arginin dan prolin propolis yang
diperoleh dari ekstraksi cair propolis lebah Trigona sp. asal Kabupaten Konawe Selatan
menggunakan pelarut PEG dan Air.

2.3 Bahan Penelitian


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah propolis, PEG, air, K2SO4, CuSO4,
5H2O, H2SO4, H3BO3 4 %, NaOH 35 %, HCl, HCl 6 N, buffer kalium borat, larutan OPA
(Ortoftalaldenida), larutan standar AABA, dapar asam asetat pH 5, metanol 95 %, kertas
perkamern, kertas saring, aluminium foil, dan tissu.

2.4 Alat Penelitian


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmeyer (Pyrex®), timbangan
analitik (Precisa®), gelas ukur (Pyrex®), gelas kimia, sendok tanduk, batang pengaduk, corong,
botol gelap, pipet tetes, pipet ukur, labu kjeldahl, shakerincubator, alat destruksi, alat
destilasi,lemari asam (Automatic Digestion Unit) dan alat UPLC (Ultra Performance Liquid
Chromatography).
2.5 Definisi Operasional
Untuk menghindari adanya kekeliruan maka dijelaskan definisi operasional variabel sebagai
berikut :
1. Ekstrak propolis yang diperoleh adalah ekstrak propolis yang diperoleh dari metode shaker
menggunakan pelarut PEG dan air.
2. Analisis kadar protein adalah analisis yang dilakukan untuk mendapatkan kadar protein
yang terkandung dalam propolis Trigona sp. dengan menggunakan metode Kjeldhal.
3. Analisis kadar asam amino arginin dan prolin adalah analisis yang dilakukan untuk
mendapatkan kadar asam amino arginin dan prolin yang terkandung dalam propolis Trigona
sp. dengan menggunakan metode UPLC (Ultra Performance Liquid Chromatography).

2.6 Prosedur Penelitian


1. Pengembilan Sampel
Sampel propolis lebah Trigona sp. diperoleh dari Kabupaten Konawe Selatan, khususnya di
Desa Lalonggapu, Kecamatan Landono, Provinsi Sulawesi Tenggara.
2. Pengolahan Sampel
Sampel propolis yang akan digunakan terlebih dahulu dikeringkan dan kemudian dipisahkan
dari zat pengotor setelah itu sampel propolis dimasukkan kedalam lemari pendingin selama 24
jam. Sampel kering propolis kemudian diblender untuk memperoleh sampel dalam bentuk bubuk
yang akan mengefektifkan proses ekstraksi.
3. Ekstraksi
Metode ekstraksi yang digunakan yaitu metode maserasi digesti dengan menggunakan
campuran pelarut air dan PEG. Sebanyak 10 g sampel propolis di tambahkan campuran pelarut
20 g PEG 400 dan ditambahkan air sampai 100 mL (Kubiliene dkk, 2015). Kemudian campuran
tersebut dimaserasi (digesti) pada shaker dengan suhu 40oC dan kecepatan 120 rpm selama 1
minggu di ruang gelap, setelah itu di saring dan residu yang didapatkan dishaker kembali selama
1 minggu dan dilakukan tiap hari penyaringan (Pujirahayu dkk, 2014). Seluruh filtrat yang
terkumpul kemudian dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator pada suhu 40oC, hingga
diperoleh ekstrak kental propolis.Ekstrak kental propolis yang diperoleh kemudianditimbang
untuk mendapatkan nilai rendemennya (Kurniawati dkk, 2013).
4. Analisis kadar protein
Uji kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl (AOAC, 2005). Tahap-tahap yang
dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
a. Tahap destruksi
Ditimbang ± 1 g sampel, masukkan dalam tabung Kjeldahl. Ditambahkan K2SO4 3,5 g ;
CuSO4.5H2O 0,1 g , yang berfungsi sebagai katalisator yang dapat menaikkan titik didih asam
sulfat sehingga dekstruksi berjalan lebih cepat. Ditambahkan 12 ml H2SO4(p) yang bertujuan
untuk mendekstruksi protein menjadi unsur-unsurnya. Dipanaskan dalam lemari asam pada
instrument Automatic Digestion Unit untuk menghindari unsur S didalam protein terurai menjadi
SO2 yang sangat berbahaya. Selanjutnya dimasukkan kedalam alat dekstruksi dan dipanaskan
pada suhu 600°C selama 90 menit sampai cairan jernih. Kemudian didinginkan dalam lemari
asam. Akan terjadi perubahan reaksi yang menghasilkan panas pada labu Kjeldahl. Oleh karena
itu ditunggu sampai dingin.
b. Tahap destilasi
Disiapkan H3BO3 4% dan indikator Kjeldahl ke dalam Erlenmeyer. Dipasang Erlenmeyer
pada tempat hasil destilasi, pastikan ujung selang tercelup dalam larutan asam borat sampel
dipasang pada tempat destilasi. Ditambahakan NaOH 35% sampai berubah warna. Penambahan
NaOH berfungsi untuk memberikan suasana basa, karena tidak dapat optimal pada suasana asam.
Kemudian diatur waktunya selama 3 menit. Dilakukan hal tersebut pada sampel kedua dan
blanko. Didinginkan hasil destilasi (destilat) pada Erlenmeyer didinginkan dan ditutup
menggunakan aluminium foil.
c. Tahap titrasi
Dititrasi dengan menggunakan HCl 0,2 N sebagai titran. Titrasi blanko dan sampel dengan
HCl perlahan-lahan sampai warna berubah. Dihitung perubahan volume HCl yang digunakan
untuk titrasi dan dihitung persentase kadar N.

5. Analisis kadar asam amino arginin dan prolin


Analisis asam amino dengan menggunakan UPLC yaitu tahap hidrolisis dimulai dengan
menimbang ekstrak propolis sebanyak0,1-1,0 gram dalam vial head space 20 mL, kemudian
ditambahkan HCl 6 N sebanyak 5 ml lalu tutup vial yang kemudian dipanaskan dalam oven
pada suhu 110oC selama 22 jam. Pemanasan dalam oven dilakukan untuk menghilangkan gas
atau udara yang ada pada sampel agar tidak mengganggu kromatogram yang dihasilkan. Selain
itu, pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi hidrolisis. Kemudian angkat dan
dinginkan, lalu pindahkan larutan sampel ke dalam labu ukur 50 ml. Bilas tabung head space dan
encerkan dengan akuades sampai tanda batas dan homogenkan. Saring larutan sampel yang telah
didinginkan dengan menggunakan kertas saring tak berabu grade 42. Lalu saring kembali
dengan syringe filter GPH/RC 0,2 𝜇m. Kemudian sebanyak 500𝜇L di pipet dan dimasukkan
kedalam tube 2 ml tambahkan juga 40 𝜇L internal standar AABA 2,5 mM dan 460 𝜇L akuades
dan divorteks hingga dan kemudian dilakukan proses derivatisasi.
Pipet masing-masing 10𝜇L larutan standar atau sampel yang telah ditambahkan internal
standar AABA ke dalam insert (vial) lalu ditambahkan 70𝜇L Accq (Tag. Flour Borrate Buffer)
kemudian vorteks dan tambahkan 20𝜇L Accq (Tag. Reagent 2A, vorteks) kemudian panaskan
heating block dengan suhu 60oC selama ± 10 menit. Setelah itu angkat, dinginkan sampai suhu
ruang. Kemudian injeksikan larutan ke sistem UPLC (Rohman dan Ibnu, 2007).
Tabel 2.1. Spesifikasi Instrumen UPLC
Kolom AccQ. Tag Ultra C18 1.7 𝜇m (2.1 × 100 mm)

Fase gerak A : Accq. TagUltra Eluent A 100 %

B : Accq. TagUltra Eluent B : akuabides 90 :10

C : Aquabides

D : Accq. TagUltra Eluent B 100 %

Laju alir 0.5 mL/menit

Sistem pompa Gradien

Volume injeksi 1 𝜇L

Suhu kolom 49oC

Detektor PDA 260 nm

2.7 Analisis Data


1. Kadar protein
Kadar Protein dalam sampel propolis Trigona sp. dapat dihitung dengan menggunakan rumus
:

%N = (mL HCl sampel-mL HCl blanko) x N HCl x 14,007 x 100


Berat sampel x 1000

% Protein = Faktor x %N . . . . . . . (AOAC., 2005)

Keterangan :
N HCl = Normalitas HCl
14,007 = Berat Molekul Nitrogen
Faktor = Faktor Retensi (6,25)
%N = % Nitrogen
2. Kadar Asam Amino Arginin dan Prolin
Kadar asam amino dalam sampel propolis Trigona sp. menggunakan metode UPLC dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :
 Rasio = Luas Area Analit / Luas Area AABA
 fp = Volume 1 (µL) / pemipetan (µL) x Volume 2 (µL)
Kadar Asam Amino

rasio analit sampel ×(C standar (pmol)/ 1000000000) × BM × fp ×1000


 (mg/kg)= rasio analit standar×bobot sampel (g)

 (%) = Kadar Asam Amino (mg/kg) / 10000

Keterangan :

C = konsentrasi standar asam amino

fp = Faktor pengenceran

BM = Berat Molekul
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1PengambilanSampel
Sampel propolis yang digunakan pada penelitian ini adalah propolis dari lebah Trigona
sp. yang diperoleh dari Desa Lalonggapu, Kecamatan Landono, Kabupaten Konawe Selatan.
Sarang lebah yang telah dipanen dimasukkan kedalam kain kemudian digantung sehingga madu
lebah akan menetes pada wadah yang telah disiapkan. Sarang lebah yang terpisah dari madu
selanjutnya diambil propolisnya menggunakan pinset.

3.2 PengolahanSampel

Sampel propolis yang telah diperoleh terlebih dahulu dimasukkan kedalam kulkas atau
lemari pendingin. Propolis pada suhu ruang bersifat sangat lengket sehingga sulit untuk
dihaluskan. Propolis dimasukkan dalam lemari pendingin bertujuan untuk memperoleh sampel
dengan tekstur yang lebih keras dan tidak lengket sehingga mempermudah dalam proses
penghalusan sampel menggunakan blender.

3.3 Ekstraksi
Serbuk propolis sebanyak 10 gram diekstraksi dengan metode maserasi digesti dengan
campuran pelarut PEG 400 dan air. Metode maserasi digesti merupakan proses ekstraksi dengan
maserasi menggunakan pengadukan secara kontinyu pada shaker suhu 40°C. Proses ekstraksi
dilakukan selama 14 hari, 7 hari pertama ini campuran pelarut PEG 400 dan air diharapkan dapat
menarik senyawa-senyawa dalam hal ini flavonoid, asam lemak dan lilin. Tujuh hari selanjutnya
dilakukan pergantian pelarut tiap 1 x 24 jam, hal ini bertujuan untuk memaksimalkan penarikan
senyawa yang diinginkan. Selain itu pergantian pelarut pada 7 hari kedua ini juga bertujuan
untuk menghindari kejenuhan pelarut.
Tahapan selanjutnya dilakukan penyaringan untuk memisahkan filtrat dan residu. Filtrat
yang diperoleh diuapkan menggunakan Rotary Vacuum Evaporator pada suhu 60°C. Ekstrak
cair yang diperoleh disimpan dalam wadah dan dipekatkan menggunakan water bath pada suhu
40°C. Waterbath sendiri gunanya untuk menguapkan zat atau larutan dengan

suhu yang konstan sehingga sisa pelarut dalam ekstrak berkurang.


Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi yaitu campuran pelarut PEG 400 dan air.
Beberapa pertimbangan dalam pemilihan pelarut diantaranya polaritas dan keamanan. Hal ini
menjadi dasar menggunakan campuran pelarut PEG 400 dan air dalam penelitian ini. Campuran
PEG 400 dan air merupakan pelarut yang relatif aman. Air merupakan pelarut universal
melarutkan senyawa-senyawa polar sedangkan PEG 400 merupakan pelarut semipolar dan
digunakan untuk melarutkan senyawa-senyawa yang tidak larut dalam air. Selain itu, penelitian
yang dilakukan Kubiliene (2015) menunjukkan bahwa ekstrak propolis yang diperoleh dari
campuran pelarut PEG 400 dan air memiliki aktivitas farmakologi yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan ekstrak etanol propolis.

3.4 Analisis Kadar Protein


Metode yang digunakan untuk mengukur kadar protein adalah metode Kjeldahl, metode ini
pertama kali ditemukan oleh Johann Kjeldahl pada tahun 1883. Analisis kadar protein dengan
metode ini didasarkan pada pengukuran kadar nitrogen (N) yang terdapat pada sampel. Nitrogen
(N) yang diukur pada protein berasal dari gugus amina (NH2) dari asam-asam amino penyusun
protein. Analisis protein dengan metode Kjeldahl memiliki beberapa keunggulan seperti
misalnya dapat digunakan untuk menganalisis protein kasar pada semua jenis bahan pangan,
membutuhkan biaya yang tidak mahal dan hasilnya cukup akurat serta diakui secara resmi.
Sedangkan kelemahannya waktu analisis dengan metode Kjeldahl termaksud metode yang
membutuhkan waktu cukup lama dalam prosesnya.
Tabel 3.1 Kadar protein ekstrak propolis dengan pelarut PEG dan air yang diekstraksi pada tujuh hari
pertama dan tujuh hari kedua

Parameter Uji Hasil Satuan Metode

7 Haripertama 7 harikedua

Protein 0,13 <0,01 % Kjeldahl

Hasil analisis kandungan protein yang menggunakan metode Kjeldahl diperoleh dalam
ekstrak propolis adalah sebesar 0,13% sedangkan pada tujuh hari kedua relative sangat rendah
dibandingkan dengan tujuh hari pertama. Berdasarkan hasil yang diperoleh protein dari ekstrak
propolis menggunakan campuran pelarut PEG 400 dan air dari lebah Trigona sp. asal Kabupaten
Konawe Selatan lebih rendah dibandingkan mutu propolis secara umum, karena pada umumunya
propolis mengandung protein sebanyak 5% (Swadaya, 2010). Kandungan senyawa yang terdapat
pada propolis akan beragam karena lebah akan mengambil resin yang terdapat di pohon sekitar
wilayah pembudidayaan. Lokasi akan menentukan kandungan senyawa bioakif dan jumlah
kadar yang terkandung, karena tumbuhan yang berada di setiap lokasi akan berbeda. Letak
geografis yang berbeda pada suatu wilayah akan mempengaruhi jenis tanaman yang tumbuh di
lingkungan tersebut.
Protein yang telah rusak oleh radikal bebas lebih mudah larut dalam campuran alkohol-air
dari pada dalam air, sehingga dalam hal ini PEG yang bersifat semi polar yang memiliki
kemampuan untuk menarik senyawa protein dalam propolis. Berbeda halnya dengan alkohol,
PEG 400 cenderung lebih kental jika dicampurkan dengan air, sehingga kecepatan alir dari
pelarut PEG 400 dan air yang rendah dapat mengurangi laju alir pada sampel propolis yang akan
diekstraksi sehingga proses penarikan senyawa protein menjadi lebih sulit. Kadar protein esktrak
propolis yang diekstraksi pada tujuh hari pertama memiliki kadar protein yang rendah hal ini
telah dijelaskan di atas bahwa PEG campuran 400 dan air memiliki viskositas yang cukup tinggi
sehingga mempengaruhi kecepatan alir dari pelarut menjadi rendah sehingga pula mengurangi
lajur alir pada sampel yang di ekstraksi, sedangkan pada tujuh hari kedua kadar protein pada
ekstrak propolis yang diekstraksi memiliki nilai yang sangat rendah hal ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain pada saat tujuh hari pertama senyawa yang tertarik cukup banyak
sehingga pada tujuh hari kedua kadar yang di peroleh sangat sedikit.
Prinsip penetapan kadar protein dengan metode Kjehdal adalah pengukuran kadar protein
dalam suatu sampel, dengan menghitung jumlah nitrogen yang terkandung dalam suatu sampel.
Tahapan yang dilalui intinya ada tiga tahap yaitu dektsruksi atau penghancuran senyawa-
senyawa menjadi unsur-unsurnya, kedua tahap destilasi atau penyulingan dan ketiga tahap titrasi
yang diakhiri dengan perubahan warna larutan (Bakhtra dkk., 2016). Analisis kadar protein
dengan metode Kjeldahl pada dasarnya dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap destruksi,
destilasi dan titrasi. Tahap dekstruksi atau tahap penghancuran dilakukan dengan menambahkan
asam kuat, dan dilakukan proses pemanasan pada suhu sekitar 370oC. Tahap ini sangat penting
karena akan membebaskan nitrogen dari protein. Setelah proses destruksi selesai, larutan yang
mengandung ammonium sulfat diperlakukan dengan penambahan alkali (NaOH) pekat untuk
menetralkan asam sulfat. Dengan adanya larutan NaOH pekat ini, maka ammonium sulfat akan
dipecah menjadi gas amoniak. Dengan melalui proses distilasi, gas amoniak ini kemudian akan
menguap dan ditangkap oleh asam borat (H3BO3) membentuk NH4H2BO3. Tahap terakhir adalah
titrasi dengan tujuan menitrasi NH4H2BO3 dengan asam encer (HCL) sehingga asam borat akan
terlepas kembali membentuk ammonium klorida. Kadar atau konsentrasi asam klorida yang
digunakan untuk titrasi setara dengan jumlah gas NH3 yang dibebaskan dalam proses destilasi.
Pada tahap destruksi sampel propolis ditimbang sebanyak kurang lebih 1 gram sampel,
untuk selanjutnya dimasukkan kedalam tabung Kjeldahl lalu ditambahkan K2SO4 sebanyak 3,5
gram, lalu ditambahkan CuSO4.5H2O sebanyak 0,1 gram, ditambahkan H2SO4 sebanyak 12 mL
lalu yang terakhir sampel yang telah ditambahkan bahan-bahan tersebut selanjutnya dimasukkan
kedalam lemari asam pada instrument Automatic Digestion Unit. Sampel didestruksi dengan
asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya, untuk mempercepat
destruksi maka ditambah katalisator campuran selenium. Tahap selanjutnya yaitu proses
destilasi, pada proses ini dilakukan penambahan alkali atau basa (NaOH) untuk menetralkan
asam sulfat,pada tahap destilasi, hasil destruksi diencerkan dengan aquadest. Pengenceran ini
perlu dilakukan untuk mengurangi perubahan reaksi yang nanti akan terjadi apabila larutan
ditambahkan senyawa alkali, dengan penambahan natrium hidroksida (NaOH) sampai alkalis
dan dipanaskan. Kemudian ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3). Ammonia yang
dibebaskan selanjutnya ditangkap dengan larutan baku asam klorida (HCl) dalam jumlah
berlebih di dalam erlenmeyer penampung. Pada tahap titrasi, apabila penampung destilat
menggunakan asam klorida, maka sisa asam klorida yang tidak bereaksidengan ammonia dititrasi
dengan larutanbaku NaOH 0,1 N dan menggunakanindikator fenolftalein, fungsi indikatoradalah
untuk mengetahui kapan reaksi akanterjadi setelah mencapai titik akhir titrasidimana titik akhir
titrasi ditandai dengan munculnya warna merah muda yang tidak hilang selama 30 detik.

3.5 Analisis Kadar Asam Amino Arginin dan Prolin


Mutu suatu protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asam amino yang
dikandungnya.Protein yang bermutu adalah protein yang dapat menyediakan asam amino
esensial dalam perbandingan yang menyamai kebutuhan tubuh. Analisis asam amino dilakukan
untuk mengetahui berapa kadar asam amino arginin dan prolinyang terdapat pada ekstrak air
propolis.
Analisa asam amino dari ekstrak air propolis dilakukan dengan menggunakan Ultra
Performance Liquid Chromatgraphy (UPLC). Ada dua tahap dalam analisis kasar asam amino
menggunakan UPLC yaitu hidrolisis dan derivatisas. Hidrolisis dilakukan untuk melepaskan
asam amino- asam amino yang terdapat pada ekstrak air propolis, yaitu dengan cara pemotongan
ikatan rantai peptida asam amino. Tujuan dari derivatisasi adalah untuk meningkatkan deteksi,
merubah matriks sehingga diperoleh pemisahan yang lebih baik, menstabilkan analit yang
sensitif. Hasil dari UPLC yaitu berupa kromatogram, waktu retensi, presentasi area, dimana
jumlah peak menyatakan jumlah komponen. Sedangkan luas peak menyatakan konsentrasi
komponen dalam campuran sampel.
Hidrolisis asam amino dilakukan dengan cara menimbang 1 gram ekstrak propolis dan
ditambahkan 5 ml HCL 6N lalu ditutup vial yang kemjudian dipanaskan dalam oven pada suhu
110oC selama 22 jam. Proses hidrolisis ini menggunakan HCL karena bersifat oksidator kuat
yang dapat memecah ikatan peptida secara sempurna. Setelah dihidrolisis, campuran didinginkan
pada suhu ruangan, dipindahkan ke labu ukur 50 ml dan di cukupkan akuades sampai tanda batas
dan homogenkan. Kemudian dilakukan penyaringan menggunakan filter 0.2 µm hidrolisis
dilakukan untuk melepaskan asam amino yang terdapat pada ekstrak PEG dan Air propolis, yaitu
dengan cara pemotongan ikatan rantai peptida asam amino. Selanjutnya dipipet sebanyak 500 µL
filtrat dan ditambahkan juga 40 µL internal standart AABA, ditambahkan 460 µL akuades.
Penambahan larutan standart internal yaitu sebagai faktor koreksi kesalahan volumetrik selama
persiapan sampel.
Dipipet masing-masing 10 µL larutan standart atau sampel yang telah ditambahkan internal
standart AABA ke dalam insert (vial) lalu ditambahkan 70 µL. Accq (Tag Flour Bornate Buffer)
kemudian vortex dan tambahkan 20 µL. Accq (Tag Reagent 2A, vortex) kemudian panaskan
heating block dengan suhu 60oC. setelah itu filtrat diambil sebanyak 1 µL untuk diinjeksikan
kedalam UPLC. Tujuan dari derivatisasi adalah untuk meningkatkan deteksi, merubah matriks
sehingga diperoleh pemisahan yang lebih baik, menstabilkan analit yang sensitif.

Tabel 3.2 Kadar asam amino arginin dan prolin ekstrak propolis dengan pelarut PEG dan air yang
diekstraksi pada tujuh hari pertama
.
Kadar (%)
Asam amino Rerata(%)
SIMPLO DUPLO

Arginin 0,04131 0,04134 0,04132

Prolin 0,0483 0,0476 0,04795


Tabel 3.3 Kadar asam amino arginin dan prolin ekstrak propolis dengan pelarut PEG dan air yang
diekstraksi pada tujuh hari kedua.

Kadar (%)
Asam amino Rerata(%)
SIMPLO DUPLO

Arginin 0 0 0

Prolin 0 0 0

Hasil analisis kadar asam amino arginin dan prolin pada 7 hari pertama menunjukkan
bahwa kadar asam amino arginin sebesar 0,04132 % dan asam amino prolin sebesar 0,04795 %.
Kubiliene (2015) menyatakan bahwa pada propolis terdapat kandungan asam amino yaitu asam
amino jenis arginin dan prolin, hal ini dibuktikan dengan hasil yang diperoleh bahwa kadar
kedua asam amino ini cukup signifikan. Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dikatakan bahwa sampel
ekstrak PEG dan air dari propolis lebah Trigona sp. asal Desa Lalonggapu, Kecamatan Landono,
Kabupaten Konawe Selatan mengandung asam amino arginin dan prolin. Hal ini menunjukkan
bahwa PEG dan air sebagai pelarut dapat untuk menarik senyawa asam amino arginin dan prolin,
ini disebabkan karena persamaan kepolaran antara senyawa asam amino arginin yang bersifat
polar dan air yang bersifat polar sehingga didapatkan hasil kadar asam amino arginin pada
sampel ekstrak PEG dan air dari propolis, sedangkan asam amino prolin memiliki kepolaran
yang sama dengan pelarut PEG yaitu bersifat semi polar juga didapatkan hasil kadar pada sampel
ekstrak PEG dan air dari propolis. Hal ini sesuai dengan prinsip yang dikenal dengan prinsip like
dissolve like, yaitu sebuah prinsip kelarutan di mana suatu zat terlarut akan larut pada pelarut
yang memiliki sifat kelarutan yang sama. Dengan kata lain, zat yang bersifat polar akan larut
pada pelarut polar dan zat non polar pun akan larut pada pelarut yang non polar.
Pada 7 hari kedua hasil analisis kadar asam amino arginin dan prolin tidak terdeteksi, hal
ini dapat terjadi karena ekstraksi pada 7 hari pertama tanpa pergantian pelarut telah menarik
senyawa asam amino arginin dan prolin, hal ini diperkirakan karena pada tujuh hari pertama
proses penarikan kedua asam amino telah berlangsung optimal sehingga pada tujuh hari kedua
kadar yang dianalisis tidak terdeteksi. Oleh karena protein tersusun dari asam amino, protein
yang terkandung dalam propolis adalah 5% sedangkan hasil yang di peroleh adalah 0,13%, hal
tersebut dapat disebabkan oleh kandungan kimia propolis dari tiap daerah yang berbeda-beda
karena disebabkan variasi tumbuhan yang menjadi sumber makanan lebah penghasil propolis,
serta faktor lain yang mempengaruhi yaitu karena ekstrak yang diperoleh merupakan ekstrak cair
dengan konsistensi kental, konsistensi yang kental disebabkan karena pelarut yang digunakan
adalah PEG 400 yang, merupakan cairan kental, jernih, tidak berwarna (Ditjen POM, 1995).
Ekstrak propolis yang diperoleh adalah propolis cair dengan konsistensi yang terlihat kental, hal
ini disebabkan karena penggunaan Polietilenglikol 400 sebagai pelarut yang memiliki konsistensi
kental (Ditjen POM, 1979).
IV. Kesimpulan
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan :
a. Kadar protein dari ekstrak propolis menggunakan pelarut PEG dan air pada 7 hari pertama
sebesar 0,13% , sedangkan untuk kadar protein 7 hari kedua adalah sebesar < 0,01%.
b. Kadar asam amino arginin dan prolin dari ekstrak propolis menggunakan pelarut PEG dan
air pada 7 hari pertama berturut-turut 0,04132% dan 0,04795%. Sedangkan kadar asam
amino arginin dan prolin dari ekstrak propolis menggunakan pelarut PEG dan air pada 7 hari
kedua sebesar 0.
4.2 Saran
Saran dari penelitian ini, perlu dilakukan orientasi pelarut terlebih dahulu dengan
menggunakan metode digesti untuk mengetahui pelarut yang paling bagus digunakan untuk
mengekstraksi propolis yang berasal dari Desa Lalonggapu, Kecamatan Landono, Kelurahan
Konawe Selatan. Selain itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang perbandingan
pelarut PEG dan air dengan pelarut polar lainnya atau pelarut non polar.
DAFTAR PUSTAKA

Akratanakul, P. 1986, Beekeeping in Asia. Food and Agriculture of the United Nations Rome,
FAO Agriculture service bulletin, Tailand.

Alhana., 2011, Analisis Asam Amino dan Pengamatan Jaringan Daging Fillet Ikan Patin
(Pangasius hypophthalmus) Akibat Penggorengan, Skripsi, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi Keempat, 71, 413, Departemen Kesehetan Republik
Indonesia, Jakarta.

AOAC (Association of Official Analitycal Chemist)., 2005, Official Method of Analysis of the
Association of Official Analytical of Chemist, Association of Official Analytical Chemist
Inc, USA.

Ashri K, 2006, Akumulasi Enzim Antioksidan dan Prolin Pada Beberapa Varietas Kedelai
Toleran dan Peka Cekaman Kekeringan, Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Balqis, U., Frengky, Nur A., Hamdani, Dwinna A., dan T. Armansyah, 2016, Efikasi Mentimun
(Cucumis sativus L.) Terhadap Percepatan Penyembuhan Luka Bakar (Vulnus combustion)
Derajat Iib pada Tikus Putih (Rattus norvegicus), Jurnal Medika Veterinaria, Vol. 10 (2).

Bankova, V.S., Solange L. De C., dan Maria C M., 2000, Propolis : Recent Advances In
Chemistry and Plant Origin, Apidologie, Vol. 31 (1).

Banowu, H., 2016, Studi Perkembangan Koloni dan Produksi Lebah Trigona sp. dari Posisi Stup
yang Berbeda, Skripsi, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, Universitas Halu Oleo.

Borror, DJ., Triplehorn, LA. and Johnson, NF.,1989, An introduction to the study of insects. 6th
edition. Saunders College Publishing, Philadelphia.

Chinh T.X., Sommeijer M. J., 2005, Production of Sexuals in the Stingless Bee Trigona
(Lepidotrigona) Ventralis Flavibasis Cockerell (Apidae, Meliponini) in northern
Vietnam. Apidologie . Vol36: 493–503.

Cindrakori, 2015, Efektivitas Ekstrak Propolis Trigona sp. Terhadap Petumbuhan Bakteri
Potphyromonas gingivalis,Skripsi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin,
Makassar.

Diana FM, 2009, Fungsi dan Metabolisme Protein dalam Tubuh Manusia, Jurnal Kesehatan
Masyarakat, Vol. 4 (1), 47.

Ditjen POM, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Depkes RI, Jakarta.
Ditjen POM, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan Pertama,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Dobson, H.E.M. and Bergstrom, G., 2000, The Ecology and Evolution of Pollen Odors. Plant
System, Evol, Vol. 222 : 63–87.

Elfita, L., 2014, Analisis Profil Protein dan Asam Amino Sarang Burung Walet (Collocalia
fuchiphaga) Asal Painan, Jurnal Sains Farmasi dan Klinis, Vol. 1 (1).

Eltz, T, Bruhl C.A., Imiyabir Z., Linsenmair K. E., 2003, Nesting and Nest Trees of Stingless
Bees (Apidae: Meliponini) in Lowland Dipterocarp Forests in Sabah, Malaysia, With
Implications For Forest Management, Forest Ecology And Management Vol. 172: 301-
313.

Farland, D, 1985, Animal Behaviour. England: University of Oxford Kwapong P, Aidoo K,


Combey R, Karikari A. 2010. Stingless Bees. Importance, Management and Utilisation.
UnimaxMacmillan LTD. Accra North, Ghana. Vol. 12 (20).

Faraqui, A., Endah R., Undang A. D., Perbandingan Aktivitas Antimmikroba Minyak Atsiri dari
Daun Kalikiria (Gliricidia sepium) dan Daun Jeruk Bali (Citrus maxima) terhadap Bakteri
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, Prosiding Penelitian Spesia Unisba.

Ferrier, D. R., 2014, Biokimia Edisi ke-6 Jilid Satu, Binapura Aksara Publisher, Pamulang.

Fikri, Al-M., 2017, Aktivitas Trigona dan Antiemesis Propolis Trigona sp dari Tiga Provinsi di
Indonesia, Tesis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ginting AR, Saibun S dan Winni A, 2017, Penentuan Kadar Asam Amino Esensial (Metionin,
Leusin, Isoleusin dan Lisin) pada Telur Penyu dan Telur Bebek, Jurnal Kimia
Mulawarman, Vol.14 (2), 92.

Harborne, J.B., 1996, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan, Edisi
II, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Ide P, 2010, Health Secret of Kiwifruit, Elex Media Komputindo, Jakarta.

Ichwan, F., Defri Y., dan Evi S.B., 2016, Prospek Pengembangan Budidaya Lebah Trigona sp.
disekitar Hutan Larangan Adat Rumbio Kabupaten Kampar, Jom Faperta, Vol. 2 (3).

Kabinawa INK, 2006, Spirulina Ganggang Penggempur Aneka Penyakit, AgroMedia Pustaka,
Jakarta.

Kaihena, M., 2013, Propolis Sebagai imunostimultor terhadap Infeksi Micobacterium


Tuberculosis, Prosiding FMIPA Universitas Pattimura.
Kubiliene. L, Virginija L., Alvydas P., Audrius M., Daiva M., Karolina B., Raimondas K.,
Giedre K dan Arunas S., 2015, Alternative Preparation of Propolis Extracts:Comparison
of Their Composition And Biologicalactivities, BMC Complementary and Alternative
MedicineVol. 15(156).

Kurniawati, D., Halimahtussaddiyah R., dan Diana, 2013, Isolasi dan Uji Aktivitas Antimikroba
Ekstrak Etanol Propolis Trigona sp, Jurnal Progam KimiaSience, Vol. 3(2).

Lehninger AL, 1982, Dasar-dasar Biokimia, Erlangga Press, Jakarta.

Lingga, 2010, Cerdas Memilih Sayuran, Argo Media Pusataka, Yogyakarta.

Lirizka, S.K., 2016, Kandungan Fitokimia dan Toksisitas Propolis Lebah Trigona Spp Asal
Provinsi Banten, Jawa Tengah, NTB, dan Maluku, Skripsi, Departemen Gizi Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Lotfy, M., 2006.Biological Activity of Bee Propolis in Health and Disease. Asian Pacific Journa
of Cancer Prevention, Vol 7, (22-31)

Mandila, S. P., dan Nurul H., 2013, Identifikasi Asam Amino pada Cacing Sutra (Tubifex sp)
yang di Ekstrak dengan Pelarut Asam Asetat dan Asam Laktat, UNESA Journal of
Chemistr, Vol. 2(1).

Mahani, B., Nurhadi B., Subroto E., dan Herudiyanto M., 2011, Bee Propolis Trigona sp.
Potential and Uniqueness in Indonesia, Proceeding University Malaysia Terengganu
Annual Sciences 2011, Terengganu, Malaysia.

Mentari, I. N., Zainal, A., dan Edy, K., 2018, Efektivitas Antibakteri Madu dan Propolis
terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus, Media Of Medical Laboratory Science,Vol.
2(1).

Michener, C.D., 2007, the Bees of the World 2nd editions, The Johns Hopkins University Press,
Baltimore, USA.

Murtidjo, B.A., 1991, Memelihara Lebah Madu, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Natsir NA dan Shofia L, 2018, Analisis Kandungan Protein Total Ikan Kakap Merah dan Ikan
Kerapu Bebek, Jurnal Biology Science dan Education, Vol. 7 (1), 49.

Norvisari, M., 2008. Pengaruh Penambahan PEG Terhadap Sifat Fisik dan Pelepasan Asam
Mefenamat Pada Sediaan Supositoria. FakultasFarmasi Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Surakarta.
Nurhaen., Dessy W dan Ahmad R., 2016, Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia Minyak
Atsiri dari Daun, Batang dan Bunga pada Tanaman Salembangu (Melissa sp), Online
Journal of Natural Science, Vol. 5 (2), 150.

Nurhayati, Mappiratu, dan Musafira, 2018, Pembuatan Konsentrat Protein dari Biji Kelor
(Moringa Oleifera L.) dan Analisis Profil Asam Amino, Kovalen, Vol. 4(1).

Pratiwi, E., 2010, Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan Reperkolasi dalam
ekstraksi senyawa aktif andrographolide dari tanaman sambiloto (Andrographis
Paniculata) (Burm.f) Ness, Skripsi, Fakultas teknologi pertanian, Institut Pertanian
Bogor.

Pujirahayu, N., Halimahtussadiyah R., dan Akiah U., 2014, Properties and Flavonoids Content in
Propolis Of Some Extraction Method of Raw Propolis, International Journal Of
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Vol (6).

Raju, A.J.S., and Ezardanama V., 2002, Pollination Ecologi and Fruiting Behaviour In A
Monocious Species, Jatropha curcas L.(Euphorbiaceae). Curr. Sci. Vol.83:1395-1398.

Rasmussen, C., 2013, Stingless bees (Hymenoptera: Apidae:Meliponini) of the Indian


subcontinent: Diversity, taxonomy and current status of knowledge. Zootaxa. 3647 (3):
401–428.

Rezfanni, 2010, Karakterisasi Asam Amino Lintah Laut (Discodoris sp.) Asal Perairan
Kepulauan Belitung, Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Riendrasari, S. D., dan Krisnawati, 2017, Produksi Propolis Mnetah Lebah Madu Trigona Sp di
Pulau Lombok, Jurnal Hutan Tropis, Vol. 1 (1).

Rismawati, S. N., dan Ismiyati, 2017, Pengaruh Variasi pH terhadap Kadar Flavonoid pada
Ekstraksi Propolis dan karakteristiknya Sebagai Antimikroba, Jurnal Konversi, Vol. 6(2).

Riza, A., dan Hari Susanti., 2012, Penetapan Kadar Fenolik Total Ekstrak Metanol Kelopak
Bunga Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa Linn) Dengan Variasi Tempat Tumbuh Secara
Spektrofotometri. Jurnal Ilmiah Kefarmasian.Vol 2, (1).

Santosa, I., dan Endah, S., 2014, Ekstraksi Abu Kayu dengan Pelarut Air Menggunakan Sistem
Bertahap Banyak Beraliran Silang, Chemical, Vol. 1 (1).

Sativa, N., dan Rini, A., 2018, Analisis Uji Kadar Senyawa dan Uji Antioksidan Ekstral
Propolis Coklat dari Lebah Trigona sp, Jargos, Vol. 2 (2).

Siregar, H.C.H., Asnath M.F dan Yuke O., 2011, Propolis Madu Multikhasiat, PS Press, Depok.
Soleman, 2011, Air Sebagai Sarana Peningkatan Imtaq (Interaksi Kimia dan Agama), Jurnal
Sosial Budaya, Vol 8, (2).

Sudjadi, 1988, Metode Pemisahan Kimia, Kanisius, Yogyakarta.

Sumarno., Sri N., Narsito dan Iip I. F., 2002, Estimasi Kadar Protein dalam Bahan Pangan
Melalui Analisis Nitrogen Total dan Analisis Asam Amino, Majalah Farmasi Indonesia,
Vol. 13 (1).

Suprayitno E dan Titik DS, 2017, Metabolisme Protein, UB Press, Malang.

Suranto, 2007, Terapi Madu, Penebar Swadaya, Jakarta.

Suryohastari, B., 2016, Analisis Protein Defensin dari Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) pada
Mencit (Mus musculus) yang Diberi Biji Jinten Hitam melalui Teknik SDS-PAGE, Al-
Kauniyah Jurnal Biologi, Vol. 9(1).

Triplehorn, CA. and Johnson, N.F., 2005, Borror and Delong’s Introduction to the Study of
Insects, Cole Thomson Learning, Inc. USA.

Schoonhoven, L.M., Jermy T. and van Loon J.J.A, 1998, Insect-Plant Biology, From Physiology
to Evolution, Chapman and Hall, London.

Van Rijn, PCJ., Van Houten, YM. and Sabelis, MW., 2002, How Plants Benefit from Providing
Food to Redators Even When it is Also Edible To Herbivores. Ecology,Vol.83:2664–
2679.

Yuwono T, 2002, Biologi Molekuler, Erlangga Press, Jakarta.

Вам также может понравиться