Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Parafin dan aspaltin adalah deposit organic yang dapat menyebabkan terjadinya
penyumbatan pada formasi atau pada jaringan pengangkut. Keduanya serupa tapi tak
sama. Parafin adalah senyawa hidrokarbon rantai lurus, N-alkana dengan rantai sangat
panjang (C > 100) yang membentuk struktur kristal. Parafin memiliki titik didih lebih
dari 240oF. Alpalten merupakan struktur benzen bermuatan, memiliki densitas yang
tinggi, membentuk molekul amorf (biasanya padatan britle/getas). Parafin dapat
meleleh sedangkan asphalten terdekomposisi, Deposit keduanya mengambang di air
dan larut di air.
Parafin larut dalam heptane dan crude oil sedangkan aspalten tidak. Sebagian
besar yang ditulisnya adalah benar, tapi ada beberapa hal yang mungkin perlu
diluruskan. Jadi yang namanya minyak bumi atau sering juga disebut crude oil adalah
merupakan campuran dari ratusan jenis hidrokarbon dari rentang yang paling kecil,
seperti metan, yang memiliki satu atom karbon sampai dengan jenis hidrokarbon yang
paling besar yang mengandung 200 atom karbon bahkan lebih.
Secara garis besar minyak bumi dikelompokkan berdasarkan komposisi kimianya menjadi
empat jenis, yaitu :
1. Parafin
2. Olefin
3. Naften
4. Aromat
Tetapi karena di alam bisa dikatakan tidak pernah ditemukan minnyak bumi dalam bentuk
olefin, maka minyak bumi kemudian dikelompokkan menjadi tiga jenis saja, yaitu Parafin,
Naften dan Aromat.
Kandungan utama dari campuran hidrokarbon ini adalah parafin atau senyawa
isomernya. Isomer sendiri adalah bentuk lain dari suatu senyawa hidrokarbon yang memiliki
rumus kimia yang sama. Misal pada normal-butana pada gambar berikut memiliki isomer 2-
metil propana, atau kadang disebut juga iso-butana. Keduanya memiliki rumus kimia yang
sama, yaitu C4H10 tetapi memiliki rumus bangun yang berbeda seperti tampak pada gambar.
Jika atom karon (C) dinotasikan sebagai bola berwarna hitam dan atom hidrogen (H)
dinotasikan sebagai bola berwarna merah. Senyawa hidrokarbon ‘normal’ sering juga disebut
sebagai senyawa hidrokarbon rantai lurus, sedangkan senyawa isomernya atau ‘iso’ sering
juga disebut sebagai senyawa hidrokarbon rantai cabang. Keduanya merupakan jenis minyak
bumi jenis parafin.
Sedangkan sisa kandungan hidrokarbon lainnya dalam minyak bumi adalah senyawa siklo-
parafin yang disebut juga naften dan/atau senyawa aromat. Berikut adalah contoh dari siklo-
parafin dan aromat
Campuran siklo parafin dan aromat dalam rantai hidrokarbon panjang dalam minyak
bumi membuat minyak bumi tersebut digolongkan menjadi minyak bumi jenis aspaltin.
Minyak bumi di alam tidak pernah terdapat dalam bentuk parafin murni maupun
aspaltin murni, tetapi selalu dalam bentuk campuran antara parafin dan aspaltin.
Pengelompokan minyak bumi menjadi minyak bumi jenis parafin dan minyak bumi jenis
aspaltin berdasarkan banyak atau dominasi minyak parafin atau aspaltin dalam minyak bumi.
Artinya minyak bumi dikatakan jenis parafin jika senyawa parafinnya lebih dominan
dibandingkan aromat dan/atau siklo parafinnya. Begitu juga sebaliknya.
Dalam skala industri, produk dari minyak bumi dikelompokkan berdasarkan rentang
titik didihnya, atau berdasarkan trayek titik didihnya. Pengelompokan produk berdasarkan
titik didih ini lebih sering dilakukan dibandingkan pengelompokan berdasarkan
komposisinya.. Minyak bumi tidak seluruhnya terdiri dari hidrokarbon murni. Dalam minyak
bumi terdapat juga zat pengotor (impurities) berupa sulfur (belerang), nitrogen dan logam.
Pada umumnya zat pengotor yang banyak terdapat dalam minyak bumi adalah senyawa
sulfur organik yang disebut merkaptan. Merkaptan ini mirip dengan hidrokarbon pada
umumnya, tetapi ada penambahan satu atau lebih atom sulfur dalam molekulnya.
Senyawa sulfur yang lebih kompleks dalam minyak bumi terdapat dalam bentuk tiofen dan
disulfida. Tiofen dan disulfida ini banyak terdapat dalam rantai hidrokarbon panjang atau
pada produk distilat pertengahan (middle distillate). Selain itu zat pengotor lainnya yang
terdapat dalam minyak bumi adalah berupa senyawa halogen organik, terutama klorida, dan
logam organik, yaitu natrium (Na), Vanadium (V) dan nikel (Ni).
Titik didih minyak bumi parafin dan aspaltin tidak dapat ditentukan secara pasti, karena
sangat bervariasi, tergantung bagaimana komposisi jumlah dari rantai hidrokarbonnya. Jika
minyak bumi tersebut banyak mengandung hidrokarbon rantai pendek dimana memiliki
jumlah atom karbon lebih sedikit maka titik didihnya lebih rendah, sedangkan jika memiliki
hidrokarbon rantai panjang dimana memiliki jumlah atom karbon lebih banyak maka titik
didihnya lebih tinggi.
Membahas identifikasi minyak bumi tidak dapat lepas dari bahasan teori
pembentukan minyak bumi dan kondisi pembentukannya yang membuat suatu minyak bumi
menjadi spesifik dan tidak sama antara suatu minyak bumi dengan minyak bumi lainnya.
Ada banyak hipotesa tentang terbentuknya minyak bumi yang dikemukakan oleh para
ahli, beberapa diantaranya adalah :
Barthelot (1866) mengemukakan bahwa di dalam minyak bumi terdapat logam alkali,
yang dalam keadaan bebas dengan temperatur tinggi akan bersentuhan dengan CO2
membentuk asitilena. Kemudian Mandeleyev (1877) mengemukakan bahwa minyak bumi
terbentuk akibat adanya pengaruh kerja uap pada karbida-karbida logam dalam bumi. Yang
lebih ekstrim lagi adalah pernyataan beberapa ahli yang mengemukakan bahwa minyak bumi
mulai terbentuk sejak zaman prasejarah, jauh sebelum bumi terbentuk dan bersamaan dengan
proses terbentuknya bumi. Pernyataan tersebut berdasarkan fakta ditemukannya material
hidrokarbon dalam beberapa batuan meteor dan di atmosfir beberapa planet lain 2).
Dari sekian banyak hipotesa tersebut yang sering dikemukakan adalah Teori
Biogenesis, karena lebih bisa. Teori pembentukan minyak bumi terus berkembang seiring
dengan berkembangnya teknologi dan teknik analisis minyak bumi, sampai kemudian pada
tahun 1984 G. D. Hobson dalam tulisannya yang berjudul The Occurrence and Origin of Oil
and Gas menyatakan bahwa : “The type of oil is dependent on the position in the depositional
basin, and that the oils become lighter in going basinward in any horizon. It certainly seems
likely that the depositional environment would determine the type of oil formed and could
exert an influence on the character of the oil for a long time, even thought there is evolution”
Berdasarkan teori Biogenesis, minyak bumi terbentuk karena adanya kebocoran kecil
yang permanen dalam siklus karbon. Siklus karbon ini terjadi antara atmosfir dengan
permukaan bumi, yang digambarkan dengan dua panah dengan arah yang berlawanan,
dimana karbon diangkut dalam bentuk karbon dioksida (CO2). Pada arah pertama, karbon
dioksida di atmosfir berasimilasi, artinya CO2 diekstrak dari atmosfir oleh organisme
fotosintetik darat dan laut. Pada arah yang kedua CO2 dibebaskan kembali ke atmosfir
melalui respirasi makhluk hidup (tumbuhan, hewan dan mikroorganisme).Dalam proses ini,
terjadi kebocoran kecil yang memungkinkan satu bagian kecil karbon yang tidak dibebaskan
kembali ke atmosfir dalam bentuk CO2, tetapi mengalami transformasi yang akhir-nya
menjadi fosil yang dapat terbakar. Bahan bakar fosil ini jumlahnya hanya kecil sekali. Bahan
organik yang mengalami oksidasi selama pemendaman. Akibatnya, bagian utama dari karbon
organik dalam bentuk karbonat menjadi sangat kecil jumlahnya dalam batuan sedimen.
Pada mulanya senyawa tersebut (seperti karbohidrat, protein dan lemak) diproduksi
oleh makhluk hidup sesuai dengan kebutuhannya, seperti untuk mempertahankan diri, untuk
berkembang biak atau sebagai komponen fisik dan makhluk hidup itu. Komponen yang
dimaksud dapat berupa konstituen sel, membran, pigmen, lemak, gula atau protein dari
tumbuh-tumbuhan, cendawan, jamur, protozoa, bakteri, invertebrata ataupun binatang
berdarah dingin dan panas, sehingga dapat ditemukan di udara, pada permukaan, dalam air
atau dalam tanah.
Apabila makhluk hidup tersebut mati, maka 99,9 % senyawa karbon dan makhluk
hidup akan kembali mengalami siklus sebagal rantai makanan, sedangkan sisanya 0,1 %
senyawa karbon terjebak dalam tanah dan dalam sedimen. Inilah yang merupakan cikal bakal
senyawa-senyawa fosil atau dikenal juga sebagai embrio minyak bumi. Embrio ini
mengalami perpindahan dan akan menumpuk di salah satu tempat yang kemungkinan
menjadi reservoar dan ada yang hanyut bersama aliran air sehingga menumpuk di bawah
dasar laut, dan ada juga karena perbedaan tekanan di bawah laut muncul ke permukaan lalu
menumpuk di permukaan dan ada pula yang terendapkan di permukaan laut dalam yang
arusnya kecil. Embrio kecil ini menumpuk dalam kondisi lingkungan lembab, gelap dan
berbau tidak sedap di antara mineral-mineral dan sedimen, lalu membentuk molekul besar
yang dikenal dengan geopolimer. Senyawa-senyawa organik yang terpendam ini akan tetap
dengan karakter masing-masing yang spesifik sesuai dengan bahan dan lingkungan
pembentukannya. Selanjutnya senyawa organik ini akan mengalami proses geologi dalam
perut bumi. Pertama akan mengalami proses diagenesis, dimana senyawa organik dan
makhluk hidup sudah merupakan senyawa mati dan terkubur sampai 600 meter saja di bawah
permukaan dan lingkungan bersuhu di bawah 50°C.
Pada kondisi ini senyawa-senyawa organik yang berasal dan makhluk hidup mulai
kehilangan gugus beroksigen akibat reaksi dekarboksilasi dan dehidratasi. Semakin dalam
pemendaman terjadi, semakin panas lingkungannya, penam-bahan kedalaman 30 - 40 m akan
menaik-kan temperatur 1°C. Di kedalaman lebih dan 600 m sampai 3000 m, suhu
pemendaman akan berkisar antara 50 - 150 °C, proses geologi kedua yang disebut
katagenesis akan berlangsung, maka geopolimer yang terpendam mulal terurai akibat panas
bumi. Komponen-komponen minyak bumi pada proses ini mulai terbentuk dan senyawa–
senyawa karakteristik yang berasal dan makhluk hidup tertentu kembali dibebaskan dari
molekul. Bila kedalaman terus berlanjut ke arah pusat bumi, temperatur semakin naik, dan
jika kedalaman melebihi 3000 m dan suhu di atas 150°C, maka bahan-bahan organik dapat
terurai menjadi gas bermolekul kecil, dan proses ini disebut metagenesis.
Setelah proses geologi ini dilewati, minyak bumi sudah terbentuk bersama-sama
dengan bio-marka. Fosil molekul yang sudah terbentuk ini akan mengalami perpindahan
(migrasi) karena kondisi lingkungan atau kerak bumi yang selalu bergerak rata-rata se-jauh 5
cm per tahun, sehingga akan ter-perangkap pada suatu batuan berpori, atau selanjutnya akan
bermigrasi membentuk suatu sumur minyak. Apabila dicuplik batuan yang memenjara
minyak ini (batuan induk) atau minyak yang terperangkap dalam rongga bu-mi, akan
ditemukan fosil senyawa-senyawa organik. Fosil-fosil senyawa inilah yang diten-tukan
strukturnya menggunaan be-berapa metoda analisis, sehingga dapat menerangkan asal-usul
fosil, bahan pembentuk, migrasi minyak bumi serta hubungan antara suatu minyak bumi
dengan minyak bumi lain dan hubungan minyak bumi dengan batuan induk.