Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Alan Purbawiyatna1, Hariadi Kartodihardjo2, Hadi Sukadi Alikodra3, Lilik Budi Prasetyo4
1
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Dramaga, Bogor, 16680, e-mail:
alanp@lei.or.id
2
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Dramaga,
Bogor, 16680
3,4
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor,
Kampus IPB Dramaga, Bogor, 16680
Abstract
Community forest that privately owned at Kuningan Regency, West Java Province, have showed forest
cover improvement at average of 5.86% during 2003 –2009. The main factor which contributes to this
improvement was economic motivation of owners as a response to growing market of timber originated from
community forest. This forest potentially serves as protected area outside state forest in land use plan of
Kuningan district. Due to its characteristic as common-pool resources in the context of its protection
function, privately owned community forest requires certain institutional arrangement to enable sustainable
forest management resulting sustainable benefit for public. The aim of this study is to assess policy
framework and its implementation designed to promote sustainable community forest development. The
framework for implementation analysis was applied in this research with emphasis on the policy variable.
The result showed that existing policy framework is weak to support sustainable management of community
forest. They were characterized by unclear formulation of concepts in policy documents, inappropriate
causal theory, unbalance financial resource allocation, very much detail and almost rigid in technical
guidelines thereby hindering the achievement of policy objectives.
Keywords: community forest, sustainable forest management, policy variable, policy analysis
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Program PHBM Motif Ekonomi Kelembagaan Luas lahan Petani
Pemerintah Milik
Gambar 1 Faktor-faktor pendukung peningkatan tutupan lahan hutan rakyat. Sangat penting, Penting
Cukup penting Tidak penting.
Tabel 2 Hasil analisis persepsi kebutuhan masyarakat untuk pengelolaan hutan berkelanjutan
Frekuensi
No Masalah Kebutuhan
(%)
1 Harga kayu pada lokasi yang jauh dari jalan Bantuan pembuatan jalan angkutan hingga ke 93.75
angkutan lebih murah sehingga keuntungan lokasi hutan rakyat.
petani rendah dan dapat menurunkan minat
untuk investasi, masyarakat juga kesulitan
mengangkut pupuk untuk pemeliharaan
tanaman di bawah tegakan.
2 Umur panen kayu cukup panjang (6–8 th) untuk Bantuan teknis pengolahan dan pemasaran 75.00
mendapatkan hasil yang baik dari jenis-jenis hasil-hasil produksi masyarakat untuk
cepat tumbuh. mendukung sumber pendapatan jangka
pendek.
3 Kemampuan teknis pengelolaan hutan masih Bimbingan teknis perbaikan pengelolaan 62.50
lemah termasuk kemampuan penaksiran nilai hutan dan peningkatan kapasitas penyuluh
kayu, pengetahuan harga pasar dan penataan kehutanan pada isu tersebut termasuk
administrasi kayu di desa. penaksiran nilai kayu, pengetahuan harga
pasar dan penataan administrasi kayu di desa.
4 Modal untuk pembelian bibit tanaman. Bantuan bibit jenis-jenis cepat tumbuh dan 18.75
perlindungan sumber mata air.
5 Jaminan kepastian pemasaran hasil. Kerjasama kemitraan dengan dunia usaha. 12.50
6 Antisipasi penjualan pohon yang masih kecil Ada aturan batas diameter bagi pembeli kayu 12.50
oleh masyarakat. dan membangun kesepakatan kelompok.
6
JPSL Vol. (2)1: 1–10, Juli 2012
Tabel 3 Analisis masalah implementasi kebijakan tentang hutan rakyat
No Variabel kebijakan Analisis
1 Kejelasan dan konsistensi tujuan kebijakan: Rumusan kebijakan untuk memberikan status hukum bagi
semakin jelas dan tepat rumusan serta instruksi hutan hak, baik dari segi teknis pelaksanaan maupun
bagi pelaksananya semakin mudah kewenangan pihak yang harus melaksanakannya, tidak dapat
dimplemetasikan. dilaksanakan di lapangan.
2 Digunakanannya teori kausal yang memadai: Pengembangan hutan rakyat dilakukan melalui skema
teori kausal yang memadai membutuhkan (1) insentif langsung program Gerhan dan GRLK namun tidak
dipahaminya prinsip hubungan kausal antara membangun kelembagaan yang menumbuhkan tata aturan
intervensi pemerintah dengan pencapaian dan ownership kelompok atas bantuan program. Tujuan
tujuan, (2) pihak pelaksana memiliki pemanfaatan optimal hutan hak dan peningkatan daya saing
kewenangan yang cukup untuk benar-benar kayu rakyat didekati dengan kebijakan tata usaha kayu dan
mencapai tujuan. verifikasi legalitas kayu yang sifatnya lebih ke arah
pengaturan administratif.
3 Alokasi sumberdaya finansial untuk Alokasi sumberdaya finansial dari pemerintah daerah
administrasi, teknis pelaksanaan, dan propinsi dan pemerintah mencapai 55.68% dengan fokus
monitoring program. rehabilitasi lahan. Pada tingkat pelaksanaan proporsi
realisasi anggaran untuk urusan administratif 3.32%,
kelembagaan 7.60% dan fisik 89.08%.
4 Integrasi hierarkis di dalam dan diantara pihak PP tidak merancang integrasi hierarkis institusi pelaksana di
pelaksana: kebijakan merumuskan integrasi bawahnya sehingga belum ada peraturan daerah tentang
hierarkis institusi pelaksana dengan hutan rakyat untuk acuan perumusan program pelaksana-an
menyediakan insentif maupun sanksi yang di lapangan, koordinasi antar pihak pelaksana dalam
memadai. perumusan masalah dan penyusunan program lemah,
sehingga program tidak menyelesaikan masalah yang
dipersepsikan masyarakat.
5 Pengambilan keputusan pada pihak pelaksana: Beberapa kebijakan dirumuskan dengan petunjuk teknis
untuk menjamin pelaksanaannya peraturan yang rinci dan cenderung rigid sehingga tidak memberikan
dapat mempengaruhi proses implementasi ruang bagi pelaksana mengambil keputusan sesuai
dengan membuat aturan formal pengambilan kebutuhan.
keputusan pada tingkat pelaksana.
6 Komitmen aparat pelaksana terhadap Pelaksana kebijakan mengikuti struktur administrasi
pencapaian tujuan kebijakan: perumus pemerintahan, namun ketersediaansumberdaya manusia
kebijakan dapat memilih pihak pelaksana yang terbatas dan koordinasi lemah.
memiliki komitmen untuk mensukseskan
pencapaian tujuan kebijakan.
7 Akses bagi pihak lain untuk terlibat: suatu Program yang memungkinkan akses masyarakat dalam
program yang memberikan peluang luas bagi pembangunan rakyat adalah pada program Gerhan, GRLK
masyarakat untuk terlibat akan relatif mendapat dan verifikasi legalitas kayu. Program tersebut belum
dukungan daripada program yang tidak menyentuh masalah-masalah yang dipersepsikan
melibatkan masyarakat. masyarakat.
BP4K memiliki 15 UPT dengan jumlah total staf pada Kemungkinan pengembangan kelembagaan
tingkat UPT adalah 294 orang dimana 27 orang pengelolaan hutan rakyat sebagai kawasan
diantaranya adalah penyuluh kehutanan dan berfungsi lindung
perkebunan (BP4K Kuningan 2009). Rumusan masalah Fenomena peningkatan tutupan lahan hutan
hutan rakyat sebagai acuan penyusunan program BP4K rakyat yang didukung faktor-faktor di atas serta
berbeda dengan rumusan masalah menurut Dishutbun persepsi masyarakat yang baik atas kawasan lindung
maupun persepsi masalah menurut masyarakat pada dapat dipertimbangkan sebagai modal dasar untuk
Tabel 3 di atas. pengembangan hutan rakyat dalam mendukung fungsi
Berdasarkan informasi faktor-faktor pendukung, lindung kawasan. Meskipun statusnya sebagai hak
persepsi atas kawasan lindung dan masalah serta milik yang dalam konteks ekonomi pemilik berhak
kebutuhan masyarakat dikaitkan dengan kerangka melakukan investasi dan mendapatkan keuntungan dari
kebijakan pengelolaan hutan rakyat nampak investasinya, hak menjual dan mengelurkan pihak lain
implementasi kebijakan tentang hutan rakyat belum yang tidak berhak, namun seharusnya tidak membatasi
cukup mendukung pengelolaan hutan rakyat manfaat fungsinya bagi publik. Breckenridge (2005)
berkelanjutan. Sebagai rangkuman Tabel 3 menyajikan mengemukakan bahwa dalam konteks ekosistem, hak-
analisis masalah kebijakan berdasarka unsur-unsur hak kepemilikan perlu dibatasi dengan memasukkan
variabel kebijakan yang dikemukakan oleh Mazmanian serangkaian tangungjawab masyarakat dan meletakan
& Sabatier (1983). konsep hak kepemilikan privat (private ownership)
dalam pertimbangan ekologis yang lebih luas. Hal ini
7
JPSL Vol. (2)1: 1–10, Juli 2012
sejalan dengan pendapat Ostrom (1999a) bahwa hutan Saran
rakyat sebagai common pool resources, memerlukan Dalam merumuskan kebijakan dan program
pengaturan yang membatasi akses maupun aturan- pelaksanaannya pemerintah perlu didasarkan atas
aturan lain dalam pemanfaatannya agar dapat diperoleh permasalahan yang sebenarnya dihadapi oleh
manfaat berkelanjutan. masyarakat. Pelaksanaan program pengembangan
Dalam konteks pengembangan kelembagaan ini kelembagaan perlu diarahkan pada menumbuhkan
Ostrom (1999b) menjelaskan pengorganisasian secara kelembagaan pengelolaan hutan secara kelompok guna
mandiri (self-organisation) sangat mungkin terjadi jika membangun aturan-aturan yang memungkinkan
sumberdaya hutan sangat penting bagi para pemanfaat, perolehan manfaat hutan secara berkelanjutanoleh
memiliki pemahaman yang sama atas masalah yang masyarakat luas. Perlu peningkatan kapasitas penyuluh
dihadapi, memiliki sikap saling mempercayai satu dengan kemampuan teknis pengelolaan hutan termasuk
sama lain, memiliki otonomi untuk mengembangkan penaksiran nilai kayu, pengetahuan harga pasar dan
beberapa aturannya sendiri dan memiliki pengalaman penataan administrasi kayu di desa.
berorganisasi sebelumnya. Namun perubahan
kelembagaan dari pengelolaan individual menjadi
Daftar Pustaka
pengelolaan kolektif memerlukan waktu lama (Awang
Anderson TL, Huggins LE. 2003. The Property Rights
2007b), dan karena pengelolaan ekosistem harus
Path to Sustainable Development. Di dalam:
terintegrasi dengan kesejahteraan masyarakat maka
Proceedings of Federal Reserve Bank of Dallas.
perlu dibangun kapasitas yang yang memungkinkan
Tersedia pada: http://www.dallasfed.org/
penanganan multitujuan, mengkaitkan lembaga lokal
research/pubs/ftc/anderson_huggins.pdf
dengan lembaga lain baik secara horizontal maupun
vertikal dan hal ini akan melibatkan distribusi
Awang SA. 2007a. Manajemen Hutan Rakyat
kewenangan pada banyak lembaga (Berkes 2007).
Kolaboratif di tingkat Kawasan. Di dalam:
Emerton (1999) menyatakan bahwa
Prosiding Lokakarya Hutan Rakyat Relung-
pertimbangan ekonomis memainkan peranan sentral
PKHR. Tersedia pada: http://sanafriawang.
dalam pengelolaan sumber daya alam, oleh karena itu
staff.ugm.ac.id/
pilihan paling strategis dalam hal konservasi adalah
dengan melibatkan dan menguntungkan masyarakat
Awang SA. 2007b. Kontruksi Pengetahuan dan
secara ekonomis. Hasil studi Prihadi et al. (2010)
Manajemen Hutan Rakyat. Di dalam: Prosiding
menunjukkan bahwa kerjasama kemitraan antara petani
Lokakarya Hutan Rakyat; Ciamis 30 Oktober
dengan industri yang didasari kontrak formal telah
2007. Tersedia pada: http://sanafriawang.
memberikan insentif positif bagi para pelaku dan
staff.ugm.ac.id/
mendukung pembangunan hutan di Pulau Jawa.
Demikian pula kegiatan sertifikasi pengelolaan hutan
Berkes F. 2007. Community-based conservation in a
rakyat secara sukarela yang dilakukan Lembaga
globalized world. In: Proceedings of the
Ekolabel Indonesia, yang mengkaitkan dukungan pasar
National Academic of Science of the USA.
dengan kinerja pengelolaan hutan, telah mendorong
Vol.(104)39.
kerjasama antara masyarakat pemilik hutan rakyat di
Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan Barat
Bickford D, Supriatna J, Andayani N, Iskandar Dj,
dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk
Evans BJ, Brown RM, Townsend T, Umilaela
membangun kelembagaan kelompok pengelola dan
AD, Mcguire JA. 2008. In: Navjot S. Sodhi,
meningkatkan kinerja pengelolaan hutannya. Kecuali
Greg Acciaioli, Maribeth Erb and Alan Khee-Jin
hal tersebut memberikan manfaat ekonomis yang nyata
Tan, editor. Indonesia’s Protected Areas Need
bagi masyarakat, masyarakat tidak akan bersedia dan
More Protection: Suggestions from Island
sering tidak bisa, untuk melindungi sumberdaya alam
Examples in Biodiversity And Human
dalam kegiatan-kegiatan produksi dan konsumsi
Livelihoods In Protected Areas: Case Studies
mereka (Emerton 1999).
from The Malay Archipelago. Cambridge
University Press.
Kesimpulan
Kerangka kebijakan yang ada belum mendukung
Bismark M, Sawitri R, Heriyanto NM. 2007. Zonasi
pengelolaan hutan rakyat berkelanjutan dalam hal
dan Karakteristik Hutan Rakyat di Daerah
kejelasan status hukum hutan hak, kelembagaan
Penyangga Taman Nasional Gunung Halimun.
pengelolaan hutan, teknis pengelolaan hutan serta
Info Hutan. IV(2):187–199. Bogor: Pusat
kerangka insentif yang diperlukan. Kebijakan hutan
Penelitian dan Pengembangan Hutan dan
rakyat dan program yang dilaksanakan tidak sesuai
Konservasi.
dengan masalah yang dihadapi masyarakat. Motif
ekonomi dan persepsi masyarakat yang baik atas
[BP4K] Badan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian,
pentingnya fungsi lindung hutan dapat menjadi modal
Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten
dasar dalam pengembangan konservasi berbasis
Kuningan. 2009. Profil Badan Pelaksana
masyarakat dengan mengem-bangkan kelembagaan
Penyuluhan Pertanian Perikanan dan
pengelolaan sumber daya bersama (common-pool
Kehutanan Kabupaten Kuningan 2009.
resources) melalui pendekatan insentif ekonomi.
8
JPSL Vol. (2)1 : 1–10, Juli 2012
[BPKH] Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah Tersedia pada: http://www.cifor.org/
XI dan Multistake-holders Forestry Programme publications/
(MFP) - II. 2009. Potensi Kayu dan Karbon
Hutan Rakyat di Pulau Jawa Tahun 1990–2008. Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 39 Tahun 2003
BPKH Wilayah XI Jawa-Madura bekerjasama tentang Petunjuk Pelaksanaan Gerakan
dengan MFP. rehabilitasi Lahan Kritis.
Breckenridge LP. 2005. Can Fish Own Water?: Keputusan Menteri Kehutanan No. 49/Kpts-II/1997
Envisioning Nonhuman Property in Ecosystem. tentang Pendanaan dan Usaha Hutan Rakyat.
Journal of Land Use and Environmental Law.
20(2). Florida State University. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 32/Kpts-II/2001
tentang Kriteria dan Standar Pengukuhan
deLeon P, deLeon L. 2002. What Ever Happened to Kawasan Hutan.
Policy Implementation? An Alternative
Approach. Journal of Public Administration Langholz J, Lassoie J, Schelhas J. 2000. Incentives for
Research and Theory. 12(4):467–492. Tersedia Biological Conservation: Costarica’s Private
pada: http://jpart.oxfordjournals.org. Wildlife Refuge Program. Journal Conservation
Biology. 14(6):1735–1743.
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Kuningan. 2008a. Laporan Kegiatan Dinas Maresi N. 1984. Implementation Analysis: a new
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten magic tool for research in higher education.
Kuningan 2004-2008. Kassel University. West Germany. Tersedia
pada: http://www.eric.ed.gov/ERICWebPortal/
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabuapaten
Kuningan. 2008b. Perencanaan Strategis Dinas Mascia MB, Pailler S. 2011. Protected area
Kehutanan dan Perkebunan 2009-2013. downgrading, down-sizing, and degazettement
(PADDD) and its conservation implications.
Diniyati D, Awang SA. 2010. Kebijakan Penentuan Conservation Letters 4 (2011):9–20. Wiley
Bentuk Insentif Pengembangan Hutan Rakyat di Periodicals, Inc.
Wilayah Gunung Sawal, Ciamis dengan Metoda
AHP. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan. Mazmanian DA, Sabatier PA. 1983.
7(2):129–143. Bogor. Puslitsosek Dephut. Imp le men ta t io n a n d Pu b li c Po li cy.
Illinois: Scott, Foresman and Company
Dudley N, Stolton S. 2003. Running Pure: The
importance of forest protected areas to drinking North DC. 1994. Institutional Change: A Framework
water. World Bank/WWF Alliance for Forest of Analysis. Tersedia pada:
Conservation and Sustainable Use. http://129.3.20.41/eps/eh/papers/ 9412/9412001
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Scott A. 2008. The evolution of resource property
Tata Ruang Wilayah Nasional. rights. New York: Oxford University Press Inc.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 41 tahun
Pembagian Urusan Pemerintahan antara 1999 tentang Kehutanan.
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi,
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 26 Tahun
2007 tentang Tata Ruang.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang
Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Widiarti A, Pradjadinata S. 2008. Karakteristik Hutan
Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan. Rakyat Pola Kebun Campuran. Jurnal Penelitan
Hutan dan Konservasi Alam. 5(2):145–156.
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 89 Tahun Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan
2007 tentang Gerakan Nasional Rehabilitasi Kehutanan.
Hutan dan Lahan.
10