Вы находитесь на странице: 1из 11

PEMBATASAN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILIHAN UMUM DALAM

PERSPEKTIF DEMOKRASIARYA
Achmad Zakaria1
Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Email: arya_achmadzakaria@yahoo.com

Abstract
Political parties have a position and role is very important in any democratic system. Restrictions on
both parties and the electoral threshold parlimentary threshold is one element in a multi party system and
the proportional representation system (proportional) with a certain percentage of the total national vote, it is
certainly a clash of democracy on the one hand saying, but on the other hand is limited. This study aimed to
identify and analyze the setting restrictions on political parties participating in the elections in the perspective
of democracy. In addition, to analyze the restrictions on political parties participating in setting the general
election in Act No. 8 of 2012 on the Election of the constitutional rights in the Constitution of 1945, also used
normative juridical research method.
The study states that, setting restrictions on political parties participating in the elections in the
perspective of democracy in Law No. 8 of 2012 on the Election of Members of DPR, DPD and DPRD
stipulated in Article 8 paragraph (1), Article 8 (2) and Article 208 of Law No. 8 of 2012 on the Election of
Members of DPR, DPD and DPRD. Settings must meet the threshold of votes of at least 3.5% (three point
five percent) of the total valid votes nationally to be included in the determination of the number of seats for
the DPR, Provincial DPRD and regency / city violated the rights of democracy. Thus after the Constitutional
Court Decision No. 52 / PUU-X / 2012, Article 208 which regulates the whole phrase "Provincial DPRD and
regency / city" does not have binding legal force, thus only bind the Parliament alone. Restrictions on
participants in the elections through a system of thresholds in Law No. 8 of 2012 on General Election violate
constitutional rights that exist in part in Article 28, Article 28C paragraph (2), Article 28D paragraph (1), Article
28E paragraph (3), Article 28H (2) and Article 281 paragraph (2) of the 1945 Provisions of Article 208 of Law
8/2012 and the explanation is aimed at simplifying party naturally.
Keyword: Democracy, Limitation, Politic Party
Abstrak
Partai politik mempunyai posisi dan peranan yang sangat penting dalam setiap sistem demokrasi.
Pembatasan partai baik electoral treshold dan parlimentary treshold adalah salah satu unsur dalam sistem
kepartaian multipartai dan sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan persentase tertentu dari total
suara nasional, hal ini tentunya menjadi benturan disatu sisi dikatakan demokrasi, namun di sisi lain dibatasi.
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan pembatasan partai politik peserta
pemilihan umum dalam perspektif demokrasi. Juga untuk menganalisis pengaturan pembatasan partai politik
peserta pemilihan umum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum terhadap
hak konsitusional dalam Undang-Undang Dasar 1945, dengan metode penelitian yuridis normatif.
Hasil penelitian menyatakan, pengaturan pembatasan partai politik peserta pemilihan umum dalam
perspektif demokrasi dalam UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD
diatur dalam Pasal 8 ayat (1), Pasal 8 ayat (2) dan Pasal 208. Pengaturan keharusan memenuhi ambang
batas perolehan suara sekurang-kurangnya 3,5% dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan
dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota melanggar hak
demokrasi. Putusan MK No. 52/PUU-X/2012, Pasal 208 mengatur sepanjang frasa”DPRD provinsi, dan
DPRD kabupaten/kota” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dengan demikian hanya mengikat DPR
saja. Pembatasan peserta pemilu melalui sistem ambang batas dalam UU No. 8 Tahun 2012 Tentang
Pemilihan Umum melanggar sebagian hak konstitusi yang ada dalam Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal

1
Mahasiswa Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Pembatasan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum… 2

28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28H ayat (2) dan Pasal 281 ayat (2) UUD 1945. Ketentuan Pasal
208 UU 8/2012 dan Penjelasannya bertujuan untuk penyederhanaan kepartaian secara alamiah.
Kata Kunci: Pembatasan, Partai Politik dan Demokrasi

PENDAHULUAN memperjuangkan haknya secara kolektif, tanpa


Partai politik merupakan pilar yang sangat diskriminatif atas dasar apapun juga, bersamaan
penting untuk diperkuat derajat pelembagaannya kedudukannya didepan hukum tanpa ada
(the degree of institutionalization) dalam setiap kecualinya, untuk membangun masyarakat,
sistem politik yang demokratis. Schattscheider bangsa dan negara.
menyatakan pula, "Modern democracy is Konstitusi yang berlaku yakni UUD 1945
2
unthinkable save in terms of the parties". Sejarah telah cukup memuat jaminan dan rambu-rambu
menunjukkan bahwa pembatasan tujuannya konstitusional tentang Pemilu, ditambah lagi
adalah untuk mengeliminasi partai-partai yang dengan ketentuan tentang Hak Asasi Manusia
sesungguhnya tidak diinginkan kehadirannya. (HAM) yang sangat erat kaitannya dengan pemilu.
Proses itu kemudian berkembang di Indonesia Oleh karena itu, Undang-Undang Pemilu sebagai
menjadi lebih luas lagi, sehingga threshold menjadi undang-undang organik betul-betul harus
bentuk pembatasan untuk mengikuti pemilu memperhatikan jaminan konstitusional tentang
berikutnya bagi partai yang telah ikut pemilu, pemilu yang sudah ditentukan oleh UUD 1945.
tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah Parpol. Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang
Hal ini sangat merugikan hak kostitusional para Pemilihan Umum mengatur adanya pembatasan
partai politik calon peserta pemilu menurut partai peserta pemilu baik melalui parlementary
pendapat penulis, padahal para calon peserta treshold maupun electoral treshold. Namun apakah
pemilu telah memenuhi syarat sebagai peserta pembatasan tersebut melanggar hak asasi
pemilu sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 7 manusia khususnya kebebasan berserikat dan
ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2003. Pembatasan berkumpul, ataupun hak memilih dan dipilih.
tersebut ternyata juga ada dalam Undang-Undang Bukankah suatu partai dipilih atau tidak dipilih
Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum. tergantung rakyat yang memilih, bukan ditentukan
Berdasarkan Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), oleh seberapa besar partai tersebut dipilih tahun
Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28H lalu. Hal inilah yang menjadi suatu legal gap atau
ayat (2) dan Pasal 281 ayat (2) UUD 1945, secara permasalahan hukum. Di satu sisi HAM
konstitusional setiap orang telah diberikan hak mengamanatkan untuk bebas berserikat dan
yang sangat mendasar, berupa kemerdekaan berkumpul, berhak untuk dipilih dan memilih,
berserikat, berkumpul, mengeluarkan pendapat, namun mengapa terjadi pembatasan.

2
Jimly Asshiddiqie, 2006, Kemerdekaan Berserikat, Pembu-
baran Partai Politik dan Mahkamah Konstitusi, Konstitusi
Press, Jakarta, hal. 53
3 Jurnal Idea Hukum
Vol. 2 No. 1 Edisi Maret 2016
Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Indonesia adalah Negara yang sedang (provinsi, kabupaten dan kota), hal ini tentunya
menerapkan demokrasi, selain itu Indonesia juga akan melahirkan beberapa masalah yang akan
menjamin hak-hak demokrasi, namun demikian terjadi, pertama, jika sekiranya PT 3,5 persen di
terjadi pula pembatasan partai politik peserta belakukan surut samapai pada tingkat lokal maka
pemilhan umum. Oleh karena itu bagaimanakah kemungkinan sulit bagi partai politik di daerah
pengaturan pembatasan partai politik peserta untuk memenuhi ketentuan ini, dan mungkin tidak
pemilihan umum dalam perspektif demokrasi. ada satu kader partai pun yang mampu duduk di
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini kursi parlemen sebab, energi dan daya mobilisasi
diharapkan dapat memberikan acuan deskripsi politik partai di tingkat lokal tidak terlalu besar. Hal
mengenaai hak kebebasan berpolitik di Indonesia. ini bisa di lihat pada komposisi perolehan suara
partai di tingkat lokal pada pemilu tahun 2009 lalu.
RUMUSAN MASALAH Kedua, logika pemberlakuan PT secara nasional
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ini akan menyebabkan disproporsionalitas dalam
dirumuskan masalah tersebut sebagai berikut: pemilu. Sebab, jikalau partai memperoleh duku-
Pertama, bagaimanakah pengaturan pembatasan ngan di daerah namun pada tingkat nasional tidak
partai politik peserta pemilihan umum dalam memenuhi kecukupan suara dengan standarisasi
perspektif demokrasi, Kedua, apakah pengaturan ambang batas 3,5 persen dari total suara secara
pembatasan partai politik peserta pemilihan umum nasional maka otomatis kursi di daerah hilang
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 (wasted). Ketiga, PT 3,5 persen akan
tentang Pemilihan Umum melanggar hak menyebabkan jumlah kursi di DPRD Kabupaten/
konsitusional dalam Undang-Undang Dasar 1945. Kota tidak akan terbagi habis apalagi jika jumlah
partainya banyak dan kemampuan perolehan rata-
METODE PENELITIAN rata suara dalam pemilu sama. Kalaupun terdapat
Metode Pendekatan yang digunakan adalah beberapa partai yang perolehan suaranya melebihi
Yuridis Normatif, dengan jenis data yaitu data ambang batas yang di tentukan tetap saja akan
primer dan data sekunder. Data yang diperoleh menyisahkan jumlah kursi yang tidak terisi, hal ini
dianalisa secara kualitatif. bertentangan dengan asas demokrasi perwakilan
yang menghendaki terlembaganya partisipasi dan
PEMBAHASAN aspirasi bagi setiap anggota masyarakat.
Pengaturan Pembatasan Partai Politik Peserta Akibat hukum pasca putusan Mahkamah
Pemilihan Umum Dalam Perspektif Demokrasi Konstitusi yaitu 22 partai politik tidak bisa menjadi
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun peserta pemilihan umum tahun 2014, karena
2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, Mahkamah Konstitusi hanya menghapus frasa:
DPD, dan DPRD Perwakilan Daerah mengisya- “yang tidak memenuhi ambang batas, atau partai
ratkan Ambang batas 3,5 persen berlaku politik baru”. Sedangkan syarat yang memberatkan
menyeluruh dari pemilihan DPR, DPD, DPRD partai politik baru tidak dihapus oleh Mahkamah
Pembatasan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum… 4

Konstitusi. Persyaratan partai politik peserta keputusan KPU tersebut digugat oleh beberapa
pemilihan umum tahun 2014 pasca putusan partai politik yang tidak lolos verifikasi ke
Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan hak Pengadilan Tata Usaha Negara, namun hanya ada
konstitusional yang dijamin dalam pasal 28 huruf c dua partai yang dikabulkan gugatannya oleh PTUN
ayat (2), pasal 28 huruf d ayat (1), ayat (3), pasal yaitu Partai Bulan Bintang pada tanggal 18 Maret
28 huruf I ayat (2) UUD 1945, karena hanya 12 2013 dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
partai politik yang lolos menjadi peserta pemilu pada tanggal 25 Maret 2013. KPU mengabulkan
tahun 2014. 9 partai politik yang lolos menjadi putusan PTUN tersebut dan menetapkan kedua
peserta pemilu adalah partai parlemen, 2 partai partai tersebut menjadi peserta Pemilu Legislatif
politik baru, dan 1 partai politik yang tidak memiliki 2014.
kursi di DPR pada pemilu tahun 2009. Berikut daftar 12 partai politik nasional
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. peserta Pemilihan Umum Legislatif 2014 beserta
52/PUU-X/2012 sikap KPU menjadi serba salah. nomor urutnya:
Pada tanggal 7 September 2012, Komisi Pemilihan 1. Partai NasDem,
Umum mengumumkan daftar 46 partai politik yang 2. Partai Kebangkitan Bangsa,
telah mendaftarkan diri untuk mengikuti Pemilu 3. Partai Keadilan Sejahtera,
2014, dimana beberapa partai diantaranya 4. Partai Demokrasi Indonesia,
merupakan partai politik yang baru pertama kali 5. Partai Golongan Karya,
mengikuti pemilu ataupun baru mengganti 6. Partai Gerakan Indonesia Raya,
namanya. 9 partai lainnya merupakan peserta 7. Partai Demokrat,
Pemilu 2009 yang berhasil mendapatkan kursi di 8. Partai Amanat Nasional,
DPR periode 2009-2014. Pada tanggal 10 9. Partai Persatuan Pembangunan,
September 2012, KPU meloloskan 34 partai yang 10.Partai Hati Nurani Rakyat.
memenuhi syarat pendaftaran minimal 17 buah 11.Partai Bulan Bintang,
dokumen. 12.Partai Keadilan dan Persatuan
Selanjutnya pada tanggal 28 Oktober 2012, Indonesia.
KPU mengumumkan 16 partai yang lolos verifikasi Pada tanggal 10 Maret 2013, sepuluh partai
administrasi dan akan menjalani verifikasi faktual. politik yang gagal dalam verifikasi administrasi
Pada perkembangannya, sesuai dengan menyatakan bergabung dengan salah satu partai
keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara yang lolos menjadi peserta yaitu Partai Hati Nurani
Pemilihan Umum, verifikasi faktual juga dilakukan Rakyat antara lain Partai Kedaulatan, Partai
terhadap 18 partai yang tidak lolos verifikasi Republika Nusantara (RepublikaN), Partai
administrasi. Hasil dari verifikasi faktual ini Nasional Republik (Nasrep), Partai Indonesia
ditetapkan pada tanggal 8 Januari 2013, dimana Sejahtera (PIS), Partai Pemuda Indonesia (PPI),
KPU mengumumkan 10 partai sebagai peserta Partai Kongres, Partai Damai Sejahtera (PDS),
Pemilu 2014. Dalam perkembangan berikutnya, Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN), Partai
5 Jurnal Idea Hukum
Vol. 2 No. 1 Edisi Maret 2016
Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Demokrasi Pembaruan (PDP), Partai Penegak Partai Keadilan


3. 8480204 40
Demokrasi Indonesia (PPDI). Perubahan pera- Sejahtera
Partai Demokrasi
turan; Dalam UU Nomor 8 Tahun Tahun 2012,
4. Indonesia 23681471 109
pada awalnya ditetapkan bahwa ambang batas Perjuangan
parlemen sebesar 3,5% juga berlaku untuk DPRD. Partai Golongan
5. 18432312 91
Karya
Akan tetapi, setelah Putusan Mahkamah Konstitusi
Partai Gerakan
No. 52/PUU-X/2012 maka ambang batas 3,5% 6. 14760371 73
Indonesia Raya
tersebut hanya berlaku untuk DPR dan ditiadakan 7. Partai Demokrat 12728913 61
untuk DPRD. Partai Amanat
8. 9481621 49
Nasional
Peserta pemilihan umum anggota DPRD
Partai Persatuan
adalah partai politik yang sama dengan peserta 9. 8157488 39
Pembangunan
pemilihan umum anggota DPR, kecuali khusus Partai Hati Nurani
10. 6579498 16
Rakyat
untuk Provinsi Aceh ditambah dengan partai politik
Partai Bulan
lokal sesuai dengan Undang-Undang Pemeri- 14. 1825750 0
Bintang
ntahan Aceh dan Nota Kesepahaman Helsinki Partai Keadilan
2005. Berikut adalah daftar 3 partai politik lokal 15. dan Persatuan 1143094 0
Indonesia
yang ditetapkan oleh Komite Independen Pemi-
lihan Aceh sebagai peserta pemilihan umum Berdasarkan keseluruhan uraian di atas
anggota DPRD di Aceh beserta nomor urutnya. maka dapat diketahui bahwa pengaturan
1. Partai damai Aceh, pembatasan partai politik peserta pemilihan umum
2. Partai Nasional Aceh, dalam perspektif demokrasi dalam Undang-
3. Partai Aceh Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan
Daerah pemilihan Pemilihan Umum Anggota Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Perwakilan
DPR adalah provinsi atau gabungan kabupaten / Daerah mengisryaratkan Ambang batas 3,5 persen
kota dalam 1 provinsi, dengan total 77 daerah berlaku menyeluruh dari pemilihan DPR, DPD,
pemilihan. Jumlah kursi untuk setiap daerah DPRD (provinsi, kabupaten dan kota), hal ini
pemilihan berkisar antara 3-10 kursi. Penentuan tentunya akan melahirkan beberapa masalah yang
besarnya daerah pemilihan disesuaikan dengan akan terjadi. Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi
jumlah penduduk di daerah tersebut. No. 52/PUU-X/2012 maka ambang batas 3,5%
tersebut hanya berlaku untuk DPR dan ditiadakan
No Nama Jumlah Jumlah untuk DPRD.
Urut Partai Suara Kursi
Partai Nasional
1. 8402812 35 Korelasi Pembatasan Partai Politik Peserta
Demokrat
Partai Kebangkitan Pemilihan Umum Dalam Undang-Undang
2. 11298957 47
Bangsa
Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum
Pembatasan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum… 6

Terhadap Hak Konsitusional Dalam Undang- Pemohon yang terdiri dari beberapa partai
Undang Dasar 1945 politik mendalilkan bahwa, berdasarkan Pasal 28,
Dalam demokrasi, partai politik merupakan Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasa128E
pilar utama (bukan kedua atau ketiga), karena ayat (3), Pasal 28H ayat (2) dan Pasal 281 ayat (2)
pucuk kendali roda pemerintahan ada di tangan UUD 1945, secara konstitusional setiap orang
eksekutif, yaitu presiden dan wakil presiden. telah diberikan hak yang sangat mendasar, berupa
Sebagaimana dirumuskan dirumuskan dalam UUD kemerdekaan berserikat, berkumpul, menge-
1945 Pasal 6A ayat (2), bahwa calon presiden dan luarkan pendapat, memperjuangkan haknya seca-
calon wakil presiden diusulkan oleh partai politik ra kolektif, tanpa diskriminatif atas dasar apapun
atau gabungan partai politik. Artinya hak itu secara juga, bersamaan kedudukannya di depan hukum
eksklusif hanya partai politik yang disebut UUD tanpa ada kecualinya, untuk membangun masya-
1945 diberikan kepada partai politik. rakat, bangsa dan negara. Maka atas dasar hak-
Karena itulah, semua demokrasi membu- hak konstitusional itulah para Pemohon, men-
tuhkan partai politik yang kuat dan mapan guna dirikan partai politik dan telah memenuhi
menyalurkan berbagai tuntutan warganya, meme- persyaratan, sesuai dengan Undang-Undang
rintah demi kemaslahatan umum serta memenuhi Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.
3
kebutuhan dasar masyarakat. Sangat rasional Dengan diberlakukannya Pasal 9 ayat (1) dan ayat
argumentasinya jika upaya penguatan partai politik (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang
dibangun oleh kesadaran bahwa partai politik Pemilihan Umum, yang pada pokoknya
merupakan pilar yang perlu dan bahkan sangat menyatakan, bahwa yang dapat mengikuti pemilu
penting untuk pembangunan demokrasi suatu yang akan datang adalah Partai Politik yang
bangsa. jadi, derajat pelembagaan partai politik itu memperoleh suara minimal 3 % dari jumlah kursi
sangat menentukan kualitas demokratisasi DPR. Oleh karena para Pemohon hanya
4
kehidupan politik suatu negara. memperoleh suara rata-rata kurang dari 3 % dari
Partai, politik, Pemilihan umum dan demo- jumlah kursi DPR, maka para Pemohon telah
krasi adalah satu kesatuan yang saling berkaitan dirugikan hak konstitusionalnya, sebagaimana
sebagai suatu sistem demokrasi. Namun demikian, yang dimaksud dengan Pasal 22E ayat (3) UUD
apakah pembatasan partai politik peserta pemi- 1945, karena tidak dapat mengikuti Pemilu tahun
lihan umum dalam Undang-Undang Nomor 8 2009 yang akan datang.
Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum melanggar Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam
hak konsitusional dalam Undang-Undang Dasar Perkara No. 16/PUU-V/2007 menyatakan bahwa
1945. Hal inipun telah di uji dua kali ke Mahkamah ketentuan electoral threshold, antara lain bertujuan
Konstitusi. agar terbangun sistem multi partai sederhana (the

3 4
Sabastian Salang, 2007, Potret Partai Politik di Indonesia, Ibid. , hal. 3
Asesmen Terhadap Kelembagaan, Kiprah, dan Sistem
Kepartaian, Forum Politisi-Friedrich Naumann Stiftung,
Jakarta, hal. 3
7 Jurnal Idea Hukum
Vol. 2 No. 1 Edisi Maret 2016
Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

multiple simple party system), guna mewujudkan tidaklah serta merta dianggap sebagai perlakuan
tujuan kemasyarakatan dan, kenegaraan yang maupun pembatasan yang bersifat diskriminatif
berwawasan kebangsaan agar tercipta sistem sepanjang pembatasan atau pembedaan yang
pemerintahan yang stabil, juga ketentuan tersebut dilakukan tidak didasarkan atas agama, suku, ras,
dapat digunakan sebagai pengukuran (parameter) etnik, kelompok golongan, status sosial, status
legitimasi dukungan public terhadap partai politik, ekonomi, jenis kelamin, bahasa dan keyakinan
yang pada gilirannya masyarakat diberikan hak politik [vide Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang
dan/atau kesempatan untuk memilih partai politik Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Masi Manusia,
yang memiliki kapabilitas memadai. 5 maupun Pasal 2 International Covenant on Civil
Disisi lain ketentuan tersebut juga and Political Rights]; Sehingga ketentuan yang
memberikan kesempatan yang sama terhadap mengatur tentang batasan suara minimal yang
partai politik lain (baru) yang telah memenuhi harus didapat oleh sebuah partai politik (electoral
syarat-syarat sebagaimana diatur dalam Undang- threshold) untuk dapat mengikuti pemilihan umum
Undang Partai Politik maupun Undang-Undang berikutnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat
Pemilu, untuk mengikuti tahapan penyelenggaraan (1) dan ayat (2) UU Pemilu, tidak dapat dipandang
pemilihan umum guna memilih anggota Dewan secara serta merta dianggap telah bertentangan
Perwakilan Rakyat maupun Dewan Perwakilan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Rakyat Daerah. Setiap warga negara diberikan hak Indonesia Tahun 1945, karena pilihan sistem yang
yang sama untuk ikut serta di dalam pemerintahan demikian merupakan pilihan kebijakan (legal
dengan tanpa kecualinya (non diskriminatif), para policy) yang tidak dapat diuji, kecuali dilakukan
Pemohon (13 partai politik) walupun tidak dapat secara sewenang-wenang (willekeur) dan
mengikuti pemilihan umum berikutnya, tetapi tetap melampaui kewenangan pembuat undang- undang
berhak untuk memajukan dirinya dalam (detournement de pouvoir).
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk Pembatasan terhadap partai politik untuk
membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya, dapat mengikuti pemilihan umum berikutnya,
yaitu dengan memaksimalkan peran dan fungsi menurut hemat Pemerintah telah sesuai dengan
partai politik itu sendiri, sebagaimana dijamin oleh ketentuan Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang
ketentuan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28C ayat (2) Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia selain diatur dengan undang-undang, juga
Tahun 1945. pembatasan tersebut adalah dalam rangka
Selain itu, ketentuan yang mengatur perlindungan dan pemenuhan hak asasi setiap
tentang batasan suara minimal yang harus didapat orang (termasuk para Pemohon sebagai partai
oleh sebuah partai politik (electoral threshold), politik), selain itu pembatasan tersebut juga tidak
untuk dapat megikuti pemilihan umum berikutnya, bertentangan dengan norma-norma agama,

5
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 16/PUU-V/2007, hal. 58
Pembatasan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum… 8

kesusilaan, ketertiban umum maupun norma sistem kepartaian dan sistem perwakilan yang kuat
hukum yang berlaku. dalam kehidupan ketatanegaraan dan politik
Ketentuan tentang ET sudah dikenal sejak melalui cara-cara yang demokratis dan
Pemilu 1999 yang tercantum dalam Undang- konstitusional. Dari perspektif HAM sebagaimana
Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan didalilkan oleh para Pemohon, ketentuan yang
Umum yang kemudian diadopsi lagi dalam UU tercantum dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) UU
Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu, yang Pemilu tidak mempengaruhi hak untuk berserikat
menaikkan ET dari 2% (dua persen) menjadi 3% dan berkumpul, termasuk hak untuk mendirikan
(tiga persen), sehingga para Pemohon seharusnya partai politik, serta tidak ada unsur yang bersifat
sudah sangat memahami sejak dini bahwa diskriminatif, sehingga ketentuan dalam pasal
ketentuan tentang ET tersebut memang tersebut tidak bertentangan dengan hak asasi
merupakan pilihan kebijakan dari pembentuk manusia. Berdasarkan hal tersebut, Amar Putusan
undang-undang dalam rangka membangun suatu No. 16/PUU-V/2007 menyatakan bahwa, dengan
sistem multipartai sederhana di Indonesia. Menurut mengingat Pasal 56 ayat (5) Undang-Undang
Mahkamah, kebijakan hukum (legal policy) di Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
bidang kepartaian dan pemilu tersebut bersifat Konstitusi (LNRI Tahun 2003 Nomor 98, TLNRI
objektif, dalam arti sebagai seleksi alamiah dan Nomor 4316);
demokratis untuk menyederhanakan sistem Mengadili:
multipartai yang hidup kembali di Indonesia di era Menyatakan permohonan para Pemohon
reformasi, setelah dianutnya sistem tiga partai ditolak;
pada era Orde Baru melalui penggabungan partai Undang-undang No. 8 tahun 2012 tentang
yang dipaksakan. Dalam hal ini, di antara para pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Undang-
Pemohon bahkan ada yang ikut menentukan undang ini mengatur secara lebih spesifik tentang
besaran ET tersebut, dan secara keseluruhan para tujuan dari penyelanggaraan pemilu. Penyeleng-
Pemohon dengan mengikuti Pemilu 2004 berarti garaan pemilu dimaksudkan untuk memilih
secara sadar sudah menerima adanya ketentuan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
tentang ET dalam UU Pemilu. Perwakilan Rakyat Daerah sebagai penyalur
Banyak negara pada umumnya yang dianut aspirasi politik rakyat serta anggota Dewan
bukan ET sebagai syarat untuk ikut pemilu Perwakilan Daerah sebagai penyalur aspirasi
berikutnya, melainkan parliamentary threshold keanekaragaman daerah sebagaimana diamanat-
(PT) yang membatasi suatu partai politik untuk kan dalam Pasal 22E ayat (2) Undang-Undang
dapat mendudukkan wakilnya di parlemen dengan Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
syarat perolehan jumlah persentasi tertentu (misal Pasal 208 UU 8/2012 dan Penjelasannya
5% di Jerman). Akan tetapi, apakah akan memilih bertujuan untuk penyederhanaan kepartaian
model ET ataukah PT, hal itu adalah masalah secara alamiah. Namun demikian, dari sudut
pilihan kebijakan dalam rangka membangun substansi, ketentuan tersebut tidak mengako-
9 Jurnal Idea Hukum
Vol. 2 No. 1 Edisi Maret 2016
Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

modasi semangat persatuan dalam keberagaman. itu sendiri yaitu untuk memilih wakil rakyat mulai
Ketentuan tersebut berpotensi menghalang- dari tingkat pusat hingga daerah.
halangi aspirasi politik di tingkat daerah, padahal Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa
terdapat kemungkinan adanya partai politik yang mahkamah juga menilai sekiranya PT 3,5%
tidak mencapai PT secara nasional sehingga tidak diberlakukan secara bertingkat, masing-masing
mendapatkan kursi di DPR, namun di daerah- 3,5% untuk DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
daerah, baik di tingkat provinsi atau kabupa- kabupaten/kota, dapat menimbulkan kemungkinan
ten/kota, partai politik tersebut memperoleh suara tidak ada satu pun partai politik peserta Pemilu di
signifikan yang mengakibatkan diperolehnya kursi suatu daerah (provinsi atau kabupaten/kota) yang
di lembaga perwakilan masing-masing daerah memenuhi PT 3,5% sehingga tidak ada satupun
tersebut. Bahkan secara ekstrim dimungkinkan anggota partai politik yang dapat menduduki kursi
adanya partai politik yang secara nasional tidak DPRD. Hal ini mungkin terjadi jika diasumsikan
memenuhi PT 3,5%, namun menang mutlak di partai politik peserta Pemilu berjumlah 30 partai
daerah tertentu. Hal demikian akan menyebabkan politik dan suara terbagi rata sehingga maksimal
calon anggota DPRD yang akhirnya duduk di tiap-tiap partai politik peserta Pemilu hanya
DPRD bukanlah calon anggota DPRD yang memperoleh maksimal 3,3% suara. Selain itu,
seharusnya jika merunut pada perolehan terdapat pula kemungkinan di suatu daerah hanya
suaranya, atau dengan kata lain, calon anggota ada satu partai politik yang memenuhi PT 3,5%
DPRD yang akhirnya menjadi anggota DPRD sehingga hanya ada satu partai politik yang
tersebut tidak merepresentasikan suara pemilih di menduduki seluruh kursi di DPRD atau sekurang-
daerahnya. Politik hukum sebagaimana yang kurangnya banyak kursi yang tidak terisi. Hal itu
ditentukan dalam Pasal 208 UU 8/2012 dan justru bertentangan dengan ketentuan konstitusi
Penjelasannya tersebut justru bertentangan yang menghendaki Pemilu untuk memilih anggota
dengan kebhinnekaan dan kekhasan aspirasi DPR dan DPRD, yang ternyata tidak tercapai
politik yang beragam di setiap daerah. karena kursi tidak terbagi habis, atau akan terjadi
Pemberlakuan PT secara nasional yang hanya satu partai politik yang duduk di DPRD yang
mempunyai akibat hukum pada hilangnya kursi- dengan demikian tidak sejalan dengan konstitusi;
kursi partai politik yang tidak memiliki kursi di DPR Menimbang bahwa berdasarkan pertim-
namun partai politik bersangkutan memenuhi bangan tersebut di atas, menurut Mahkamah,
ketentuan bilangan pembagi pemilih di daerah dan permohonan Pemohon sepanjang mengenai frasa
menjadikan kursi-kursi tersebut dimiliki partai “DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota”
politik lain yang sebenarnya tidak memenuhi dalam Pasal 208 UU 8/2012 beralasan hukum.
bilangan pembagi pemilih namun memiliki kursi di Dengan demikian, ketentuan PT 3,5% hanya
DPR, justru bertentangan dengan kedaulatan berlaku untuk kursi DPR dan tidak mempunyai
rakyat, hak politik, dan rasionalitas, sehingga akibat hukum terhadap penentuan/penghitungan
bertentangan pula dengan tujuan pemilihan umum
Pembatasan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum… 10

perolehan kursi partai politik di DPRD provinsi Pasal 8 ayat (2) dan Pasal 208 Undang-Undang
maupun di DPRD kabupaten/kota;6 Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Pengaturan
diketahui bahwa konsep pembatasan peserta keharusan memenuhi ambang batas perolehan
pemilu memang dibutuhkan sebagai eksistensi suara sekurang-kurangnya 3,5% (tiga koma lima
partai politik. Pembatasan peserta pemilu melalui persen) dari jumlah suara sah secara nasional
sistem ambang batas dalam Undang Nomor 8 untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi
Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum melanggar anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
sebagian hak konstitusi yang ada dalam Pasal 28, kabupaten/kota melanggar hak demokrasi.
Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E Dengan demikian Paska Putusan Mahkamah
ayat (3), Pasal 28H ayat (2) dan Pasal 281 ayat (2) Konstitusi No. 52/PUU-X/2012, Pasal 208 Undang-
UUD 1945. Ketentuan Pasal 208 UU 8/2012 dan Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan
Penjelasannya bertujuan untuk penyederhanaan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
kepartaian secara alamiah. Namun demikian, dari Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
sudut substansi, ketentuan tersebut tidak Rakyat Daerah sepanjang frasa ”DPRD provinsi,
mengakomodasi semangat persatuan dalam dan DPRD kabupaten/kota” tidak mempunyai
keberagaman, sehingga menurut Putusan kekuatan hukum mengikat, dengan demikian
Mahkamah Konstitusi No. 52/PUU-X/2012 hanya mengikat DPR saja; Kedua, pembatasan
ketentuan PT 3,5% hanya berlaku untuk kursi DPR peserta pemilu melalui sistem ambang batas
dan tidak mempunyai akibat hukum terhadap dalam Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang
penentuan/penghitungan perolehan kursi partai Pemilihan Umum melanggar sebagian hak
politik di DPRD provinsi maupun di DPRD konstitusi yang ada dalam Pasal 28, Pasal 28C
kabupaten/kota. ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3),
Pasal 28H ayat (2) dan Pasal 281 ayat (2) UUD
PENUTUP 1945. Ketentuan Pasal 208 UU 8/2012 dan
Kesimpulan Penjelasannya bertujuan untuk penyederhanaan
Berdasarkan hasil peneltian dan kepartaian secara alamiah. Namun demikian, dari
pembahasan yang dilakukan oleh penulis, maka sudut substansi, ketentuan tersebut tidak
dapat diambil suatu simulan sebagai berikut: mengakomodasi semangat persatuan dalam
Pertama, Pengaturan pembatasan partai politik keberagaman, sehingga menurut Putusan
peserta pemilihan umum dalam perspektif Mahkamah Konstitusi No. 52/PUU-X/2012
demokrasi dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun ketentuan PT 3,5% hanya berlaku untuk kursi DPR
2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, dan tidak mempunyai akibat hukum terhadap
DPD, dan DPRD diatur dalam Pasal 8 ayat (1), penentuan/penghitungan perolehan kursi partai

6
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 52/PUU-X/2012 hal. 99
11 Jurnal Idea Hukum
Vol. 2 No. 1 Edisi Maret 2016
Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

politik di DPRD provinsi maupun di DPRD


kabupaten/kota.

Saran
Pertama, sebaiknya ambang batas kepesertaan
pemilu sebanyak 3,5% untuk DPR perlu dikaji
kembali. Kedua, Pemerintah eksekutif dan DPR
sebaiknya mengkaji dan membentuk aturan
mengenai sistem multi partai dan
penyederhanaannya melalui metode alternatif.

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Asshiddiqie, Jimly. 2006. Kemerdekaan
Berserrikat. Pembubaran Partai Politik dan
Mahkamah Konstitusi. Konstitusi Press.
Jakarta.
Azhary, Tahir Muhammad. 1994. Negara Hukum
Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya
Dilihat dari segi Hukum Islam.
Implementasinya pada periode Negara
madinah dan Masa Kini. Cetakan kedua.
Prenada Media. Jakarta.
Budiarjo, Miriam. 2000. Pengantar Ilmu Politik.
Gramedia. Jakarta.

Вам также может понравиться