Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1 SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Kata kunci: Gasifier unggun tetap, gas mampu bakar, alat penukar kalor,
adsorpsi, energi, eksergi, efisiensi.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber:
a. Penyuntingan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik,
atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
GASIFIKASI BIOMASSA UNTUK PEMBANGKIT
LISTRIK DAN PEMANFAATAN GAS BUANG
SEBAGAI PEMASOK PANAS BAGI PENDINGIN
ADSORPSI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian
1 SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Ujian Tertutup 12 Mei 2008
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Kamaruddin Abdullah, MSA Prof. Dr. Ir. Prawoto, MSAE
Anggota Anggota
Diketahui
Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Halaman
5 PEMBAHASAN UMUM......................................................................... 97
6 SIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 105
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Simulasi zona oksidasi gasifier downdraft dengan umpan kayu ............... 111
2. Simulasi zona reduksi gasifier downdraft dengan umpan kayu ................. 112
3. Penyelesaian secara numerik koefisien perpindahan panas dalam gasifier 113
4. Menetukan parameter matriks sifat fisik dan termodinamik gasifier ......... 114
5. Perhitungan koefisien pindah panas ........................................................... 115
6. Menetukan parameter sifat fisik dan termodinamik gasifier unggun tetap 116
7. Model fisik APK exchanger gas buang...................................................... 117
8. Perhitungan performansi APK gas buang .................................................. 118
9. Perhitungan pressure drop ......................................................................... 119
10 Perhitungan parameter kinerja APK gas buang.......................................... 120
11 Simulasi dengan persamaan polynomial pada APK gas buang................. 121
12 Optimasi pemilihan diameter pipa ............................................................. 122
13 Data pengujian APK gas buang.......................... ....................................... 123
14 Sifat termodinamik bahan bakar.............................................................. .. 127
15 Perhitungan efisiensi eksergi APK data simulasi....................................... 128
16 Perhitungan energi dan efisiensi termal ......... ............................................ 129
17 Sifat termodinamik gas buang ................ .................................................... 134
18 Perhitungan energi yang dibutuhkan metanol, silikagel dan generator
selama desorpsi (data 1)…………………………………………... .......... 135
19 Perhitungan energi yang dibutuhkan metanol, silikagel dan generator
selama desorpsi (data 2) ....... …………………………………………….. 136
20 Perhitungan energi yang dibutuhkan metanol, silikagel dan generator
selama desorpsi (data 3) ………………………………………………….. 137
21 Perhitungan efisiensi eksergi APK data hasil uji ....................................... 138
22 Perhitungan eksergi berdasarkan data Cp dan suhu (data 1)...................... 139
23 Perhitungan eksergi berdasarkan data Cp dan suhu (data 2)...................... 140
24 Perhitungan eksergi berdasarkan data Cp dan suhu (data 3)...................... 141
25 Perhitungan koefisien pindah panas generator, kondensor, evaporator ..... 142
26 Biaya pembuatan gasifikasi Biomassa ....................................................... 144
27 Perhitungan arus kas .......................................................... ....................... 145
28 Perhitungan biaya bunga .......................................................... ................. 146
xviii
DAFTAR ISTILAH
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan energi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
pembangunan nasional. Dewasa ini, minyak bumi masih berperan sebagai sumber
energi utama di dalam negeri, sehingga pemakaiannya yang terus meningkat,
sementara cadangannya terbatas, menyebabkan pengelolaannya harus dilakukan
secara efisien. Di samping itu, ketergantungan terhadap minyak bumi tidak dapat
dipertahankan lagi untuk jangka panjang, sehingga diperlukan upaya untuk
mensubsitusi minyak bumi melalui pengembangan dan pemanfaatan energi baru
terbarukan, yaitu tenaga surya, angin, biomassa, gambut, dan sebagainya.
Misi Pengelolaan Energi Nasional, diantaranya adalah menyediakan energi
yang terjangkau untuk kaum dhuafa dan daerah yang belum berkembang,
Blueprint Pengelolaan Energi Nasional : 2005-2025 (ESDM 2005). Salah satu
energi alternatif yang dapat dikembangkan di Indonesia pada saat ini maupun
masa mendatang adalah biomassa (kayu, serbuk gergaji, sekam padi, sampah, dan
lain-lainnya). Indonesia yang secara geografis berada di daerah tropis, memiliki
ketersediaan forest biomass dan limbah pertanian yang sangat melimpah masing-
masing tersebar di Sumatra, Sulawesi, Papua, Jawa dan Pulau lainnya, sehingga
potensi biomassa diseluruh Indonesia mencapai 261.99 juta ton. (Departmen
Kehutanan 2000). Jika nilai kalor yang dimiliki kayu rata-rata 17 MJ/kg, maka
ketersediaan energi biomassa setara dengan 4.45x109 GJ. Dengan konsumsi
energi rata-rata negara maju 10 GJ per kapita per tahun (Krisnha Prasad 1985),
maka rasio kebutuhan dan ketersediaan baru mencapai 49.44%, sehingga energi
biomassa dapat mencukupi untuk kebutuhan penduduk Indonesia.
Kebutuhan bahan bakar untuk transportasi, industri, komersial, rumah
tangga dan lainnya dari tahun 2005 hingga tahun 2025 diperkirakan naik secara
signifikan, yaitu dari 900 juta setara barrel minyak (SBM) menjadi 2800 juta
SBM (kenaikan 211%). Skenario kebutuhan energi dari tahun 2002 sampai tahun
2025 tersaji pada Gambar 1.1.
2
*4.7
* 44.4 **0.68
**7.6
Other Islands:
*12.6 * 12.6
**15.8 ** 15.8
* : Forest Biomass ** Agriculture Waste
Namun penggunaan biomassa untuk energi alternatif pada tahun 2005 hanya
sebesar 0.61% dari kebutuhan energi atau setara dengan 302.4 MW, karena riset
teknologi pemanfaatan biomassa belum berkembang di Indonesia. Salah satu
teknologi pemanfaatan biomassa yang mungkin dikembangkan di Indonesia
adalah gasifikasi. Dengan teknologi ini, energi biomassa diharapkan mampu
menghasilkan energi listrik sebesar 810 MW pada tahun 2025.
Berdasarkan kebijakan pemerintah, energi alternatif mampu menghasilkan
energi listrik sebesar 11140 MW atau kenaikan sebesar 927.17% pada tahun 2025.
Perkembangan energi baru terbarukan di Indonesia pada tahun 2005 sampai
tahun 2025 mencapai tersaji pada Tabel 1.2.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk merancang bangun dan
menganalisa energi dan eksergi pada gasifikasi biomassa untuk pembangkit
listrik dan pemanfaatan gas buang sebagai pemasok panas bagi pendingin
adsorpsi. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1) Mendapatkan model matematika untuk menduga distribusi temperatur dalam
reaktor gasifikasi dengan umpan kayu.
2) Menghitung luas permukaan sentuh alat penukar kalor dengan menggunakan
metode simulasi persamaan polinomial pangkat empat dan metode Kern.
3) Menganalisis kinerja dan eksergi alat penukar kalor.
4) Menghitung kebutuhan energi untuk proses desorpsi di dalam generator
pendingin adsorpsi dengan pendekatan kimia dan pendekatan termodinamika.
5) Menganalisis kinerja dan eksergi generator desorpsi.
6) Menghitung kelayakan investasi dan operasi.
7
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya yang berkaitan
dengan pemanfaatan sumber energi biomassa untuk pembangkit listrik skala kecil,
diharapkan mampu memenuhi kebutuhan energi listrik didaerah terpencil yang
terisolasi. Selanjutnya, gas buang hasil pembakaran dari mesin pembangkit
tersebut dimanfaatkan untuk energi pemanasan pada generator mesin pendingin
adsorpsi methanol silicgel. Hasil penelitian tersebut dapat dimanfaatkan sebagai
acuan dalam melakukan perancangan dan pembuatan sistem pembangkit tenaga
dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan.
Latar Belakang
Kebutuhan energi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
pembangunan nasional. Dewasa ini, minyak bumi masih berperan sebagai sumber
energi utama di dalam negeri, sehingga pemakaiannya yang terus meningkat,
sementara cadangannya terbatas, menyebabkan pengelolaannya harus dilakukan
secara efisien. Di samping itu, ketergantungan terhadap minyak bumi tidak dapat
dipertahankan lagi untuk jangka panjang, sehingga diperlukan upaya untuk
mensubsitusi minyak bumi melalui pengembangan dan pemanfaatan energi baru
terbarukan, yaitu tenaga surya, angin, biomassa, gambut, dan sebagainya.
Misi Pengelolaan Energi Nasional, diantaranya adalah menyediakan energi
yang terjangkau untuk kaum dhuafa dan daerah yang belum berkembang,
Blueprint Pengelolaan Energi Nasional : 2005-2025 (ESDM 2005). Salah satu
energi alternatif yang dapat dikembangkan di Indonesia pada saat ini maupun
masa mendatang adalah biomassa (kayu, serbuk gergaji, sekam padi, sampah, dan
lain-lainnya). Indonesia yang secara geografis berada di daerah tropis, memiliki
ketersediaan forest biomass dan limbah pertanian yang sangat melimpah masing-
masing tersebar di Sumatra, Sulawesi, Papua, Jawa dan Pulau lainnya, sehingga
potensi biomassa diseluruh Indonesia mencapai 261.99 juta ton. (Departmen
Kehutanan 2000). Jika nilai kalor yang dimiliki kayu rata-rata 17 MJ/kg, maka
ketersediaan energi biomassa setara dengan 4.45x109 GJ. Dengan konsumsi
energi rata-rata negara maju 10 GJ per kapita per tahun (Krisnha Prasad 1985),
maka rasio kebutuhan dan ketersediaan baru mencapai 49.44%, sehingga energi
biomassa dapat mencukupi untuk kebutuhan penduduk Indonesia.
Kebutuhan bahan bakar untuk transportasi, industri, komersial, rumah
tangga dan lainnya dari tahun 2005 hingga tahun 2025 diperkirakan naik secara
signifikan, yaitu dari 900 juta setara barrel minyak (SBM) menjadi 2800 juta
SBM (kenaikan 211%). Skenario kebutuhan energi dari tahun 2002 sampai tahun
2025 tersaji pada Gambar 1.1.
2
*4.7
* 44.4 **0.68
**7.6
Other Islands:
*12.6 * 12.6
**15.8 ** 15.8
* : Forest Biomass ** Agriculture Waste
Namun penggunaan biomassa untuk energi alternatif pada tahun 2005 hanya
sebesar 0.61% dari kebutuhan energi atau setara dengan 302.4 MW, karena riset
teknologi pemanfaatan biomassa belum berkembang di Indonesia. Salah satu
teknologi pemanfaatan biomassa yang mungkin dikembangkan di Indonesia
adalah gasifikasi. Dengan teknologi ini, energi biomassa diharapkan mampu
menghasilkan energi listrik sebesar 810 MW pada tahun 2025.
Berdasarkan kebijakan pemerintah, energi alternatif mampu menghasilkan
energi listrik sebesar 11140 MW atau kenaikan sebesar 927.17% pada tahun 2025.
Perkembangan energi baru terbarukan di Indonesia pada tahun 2005 sampai
tahun 2025 mencapai tersaji pada Tabel 1.2.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk merancang bangun dan
menganalisa energi dan eksergi pada gasifikasi biomassa untuk pembangkit
listrik dan pemanfaatan gas buang sebagai pemasok panas bagi pendingin
adsorpsi. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1) Mendapatkan model matematika untuk menduga distribusi temperatur dalam
reaktor gasifikasi dengan umpan kayu.
2) Menghitung luas permukaan sentuh alat penukar kalor dengan menggunakan
metode simulasi persamaan polinomial pangkat empat dan metode Kern.
3) Menganalisis kinerja dan eksergi alat penukar kalor.
4) Menghitung kebutuhan energi untuk proses desorpsi di dalam generator
pendingin adsorpsi dengan pendekatan kimia dan pendekatan termodinamika.
5) Menganalisis kinerja dan eksergi generator desorpsi.
6) Menghitung kelayakan investasi dan operasi.
7
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya yang berkaitan
dengan pemanfaatan sumber energi biomassa untuk pembangkit listrik skala kecil,
diharapkan mampu memenuhi kebutuhan energi listrik didaerah terpencil yang
terisolasi. Selanjutnya, gas buang hasil pembakaran dari mesin pembangkit
tersebut dimanfaatkan untuk energi pemanasan pada generator mesin pendingin
adsorpsi methanol silicgel. Hasil penelitian tersebut dapat dimanfaatkan sebagai
acuan dalam melakukan perancangan dan pembuatan sistem pembangkit tenaga
dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan.
Pendahuluan
Salah satu energi alternatif yang dapat dikembangkan di Indonesia pada saat
ini maupun masa mendatang adalah biomassa (kayu, serbuk gergaji, sekam padi,
sampah, dan lain-lainnya). Biomassa dapat diubah menjadi sumber energi listrik
dengan cara memanfaatkan teknologi gasifikasi. Abdullah et al. (1998)
mendefinisikan bahwa gasifikasi biomassa merupakan suatu proses konversi bahan
selulosa dalam suatu reaktor gasifikasi (gasifier) menjadi gas mampu bakar yang
terdiri dari; karbon monoksida, hidrogen dan gas metan. Selanjutnya gas tersebut
dipergunakan sebagai bahan bakar mesin pembangkit tenaga listrik dan sebagai
sumber energi untuk proses termal lainnya seperti pengeringan dan pendinginan
adsorpsi.
Tahapan proses gasifikasi dimulai dari 1) zona pengeringan di bagian paling
atas gasifier 2) zona pirolisis, umpan kayu mulai terurai menjadi arang, uap air dan
gas 3) zona oksidasi di bagian throat, menghasilkan tar, minyak, gas metan, karbon
dioksida, karbon monoksida dan energi panas 4) zona reduksi di bagian bawah
throat, mereduksi gas karbon dioksida menjadi karbon monoksida 5) gas mampu
bakar yang keluar dari reaktor masuk ke unit pemurnian, pendinginan, unit
pencampur, kemudian masuk ke mesin Diesel. Kualitas gas mampu bakar
ditentukan oleh gasifier, sehingga diperlukan rancangan teknis gasifier yang
optimal. Untuk itu, penelitian ini menggunakan model matematik untuk
menentukan diameter reaktor, diameter throat, dan tinggi reaktor.
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan model matematika untuk menduga distribusi suhu dalam reaktor
gasifikasi, optimasi alat penukar kalor gas buang, dan generator adsorpsi.
2. Menentukan rancang bangun alat uji sistem gasifikasi dengan umpan kayu,
yang terdiri dari alat penyaring abu dan tar (tabung pemisah dan filter gas),
pendingin gas, akumulator, cyclon, pencampur dan mesin diesel generator.
10
Pendekatan Teori
Jenis dan Parameter Gasifier. Jenis dan parameter gasifier ditentukan oleh
arah aliran gas melalui reaktor (arah naik, arah turun, atau horizontal) atau oleh arah
aliran padatan dan gas (searah, berlawanan arah atau aliran silang). Jenis reaktor
yang sering dipakai adalah :
a. Gasifier reaktor tetap aliran berlawanan arah. Umpan dimasukkan pada bagian
atas reaktor dan bergerak ke bawah melewati zona pengeringan, pirolisis,
reduksi, dan oksidasi. Sedangkan udara masuk pada bagian bawah dan gas
keluar pada bagian atas. Keuntungan jenis gasifier reaktor tetap aliran
berlawanan arah yaitu kesederhanaannya, tingkat pembakaran arang yang
tinggi, pertukaran panas internal sehingga suhu gas keluar rendah, dan efisiensi
gasifikasi yang tinggi. Selain itu Gasifier jenis ini dapat menggunakan bahan
bakar dengan kandungan air yang cukup tinggi (50% wb). Kekurangan gasifier
jenis ini adalah produksi tar yang tinggi, akibat gas yang tidak melalui zona
oksidasi. Gasifier jenis ini sesuai untuk pemanfaatan panas langsung. Namun
jika digunakan sebagai bahan bakar mesin, perlu proses permurnian tar.
b. Gasifier aliran silang didesain untuk pemakaian arang. Gasifikasi arang
menghasilkan suhu sangat tinggi (>1500 OC) di daerah oksidasi yang dapat
mengakibatkan masalah material reaktor. Selain itu kinerja pemecahan tar
rendah, sehingga diperlukan arang berkualitas tinggi. Keuntungan sistem ini
adalah dapat dioperasikan pada skala yang sangat kecil dan konstruksi bagian
pemurnian gas (cyclone dan baghouse filter) yang sederhana. Di negara yang
sedang berkembang, sistem ini digunakan untuk tenaga poros dibawah 10 kW.
c. Gasifier unggun tetap aliran ke bawah, biomassa dimasukkan pada bagian atas
reaktor dan udara dimasukkan pada bagian atas atau samping. Gas keluar dari
bagian bawah reaktor sehingga bahan bakar dan gas bergerak pada arah yang
sama. Gas hasil pirolisis dibawa melewati daerah oksidasi (dengan suhu tinggi)
dimana terjadi proses pembakaran dan mengakibatkan terbakarnya unsur tar,
sehingga gas mampu bakar memiliki kandungan tar yang rendah, sesuai dengan
kebutuhan mesin. Gasifier jenis ini digunakan pada tingkat tenaga 10-500 kW.
d. Gasifier opencore didesain untuk biomassa berukuran kecil dengan kandungan
abu tinggi. Pembentukan gas mengandung tar kira-kira 0.05 kg tar/kg gas,
11
(Knoef HAM & Stassen HEM 1994). Pada gasifier open core, udara dihisap
melalui seluruh penampang bagian atas reaktor, sehingga ketersediaan oksigen
lebih baik. Hal ini menyebabkan suhu reaktor padat tidak akan mencapai suhu
ekstrim setempat di zona oksidasi, tidak seperti gasifier konvensional.
Parameter teknis dan operasional untuk berbagai macam gasifier, tersaji pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Parameter teknis dan operasional beberapa jenis gasifier, (The Biomass
Technology Group BV, 7500 AE Enchede, The Netherlands)
Jenis gasifier
Uraian Aliran Aliran Open Aliran Panas aliran
ke bawah ke atas core silang silang
Kapasitas komersial maksimum
350 4 000 200 150 20 000*
(kWe)
Waktu penyetelan (min) 10-20 15-60 15-60 10-20 15-60
tidak sangat
Sensitivitas terhadap bahan bakar sensitif sensitif tidak sensitif
sensitif sensitif
Produksi tar pada beban tinggi
< 0.5 1-15 10-15 < 0.1*** tidak ada
(g/Nm3 gas)
Ukuran dan volume bagian
kecil besar besar kecil tidak ada
pembersih gas
Sangat
Kuantitas residu tar kecil besar besar tidak ada
kecil***
Sensitivitas terhadap fluktuasi Tidak Tidak
sensitif sensitif tidak sensitif
beban sensitif sensitif
Rasio turn down 3-4 5-10 5-10 22-3 8-10
HGeff beban tinggi (%) 85-90 90-95 70-80 80-90 90-95
CGeff beban tinggi (%) 65-75 40-60 35-50 60-70 tidak ada
Nilai kalor gas dingin (MJ/Nm3) 4.5-5 5-6 5.5-6 4-4.5 tidak ada
*kWtermal
**hanya sekam padi
***kandungan bahan volatil yang rendah (< 10% wt) charcoal
Tabel 2.2 Karakteristik tipikal umpan reaktor yang digunakan untuk tujuan
pembangkitan energi, (The Biomass Technology Group BV 1994)
Penyiapan umpan kayu perlu diperhatikan karena hampir semua jenis umpan
memiliki variasi karakteristik fisik, kimia, dan morfologi yang berbeda. Derajat
kebutuhan pengolahan awal yang spesifik tergantung pada karakteristik gasifier,
13
seperti kapasitas dan jenis reaktor (gasifier unggun tetap aliran ke bawah lebih
mengharuskan keseragaman spesifikasi umpan kayu dibandingkan dengan gasifier
unggun tetap aliran ke atas). Persyaratan bahan bakar tersaji pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Persyaratan bahan bakar untuk gasifier fixed reaktor, (The Biomass
Technology Group BV, 7500 AE Enchede, The Netherlands 1994)
Jenis gasifier
Keterangan Aliran Aliran Aliran
“Open core”
ke bawah ke atas silang
Ukuran (mm) 20-100 5-100 1-3 1-3
sekam padi charcoal
Kandungan butir air (w.b) <15-20 <50 <12 <7
sekam padi Charcoal
Kandungan abu (% d.b) <5 <15 Kira-kira 20 <6
Morfologi seragam hampir seragam Seragam
seragam
Densitas bulk (kg/m3) >500 >400 >100 >400
Titik leleh abu (oC) >1 250 >1 250 >1 000 >1 250
Umpan kayu dengan kandungan uap air 50-60% pada basis basah, perlu
dikeringkan sampai batas kandungan uap air tertentu. Panas sensibel yang keluar
dari mesin cukup dapat mengeringkan umpan kayu dari kandungan uap air 70%
menjadi 10%.
Hasil penelitian gasifikasi dengan umpan sekam padi, mampu menghasilkan
tenaga listrik di sisi terminal generator sebesar 100 kW dengan konsumsi
pemakaian sekam spesifik padi di bagian terminal generator sebanyak
1.84 kg/kW-jam (Gaos 2001). Sedangkan gasifikasi dengan umpan kayu ramin,
kapasitas 40 kW dengan konsumsi pemakaian kayu spesifik di bagian terminal
generator sebanyak 1.56 kg/kW-jam (Trisaksono 1993). Dengan alat penukar kalor,
energi gas buang dari mesin pembangkit tenaga dapat dimanfaatkan sebagai sumber
energi termal (low level energy) yang ramah lingkungan, sesuai dengan protokol
Kyoto. Perkembangan manufaktur mesin pembangkit tenaga gasifikasi dengan
menggunakan umpan kayu yang dipasang di Raud dan Briolet Perancis dapat
mencapai efisiensi termal di sisi terminal generator sebesar 25% (Martenzo Gasifier
Inventory 2002). Penelitian di UK menghasilkan efisiensi 24% (Reaktor
Engineering Limited 2001), yang terpasang di Seco Bois dan Geddine, Belgia 22-
26% (Xylowatt sa 2002), sedangkan yang terpasang di Lahti, Varnamo, Rodaomill,
14
PIROLISIS PEMBAKARAN
Selulosa Levoglucosan
Aliran panas
berlangsung pada suhu 500-900 °C, terjadi di daerah batas zona pirolisis dan
oksidasi. Proses kimia pirolisis adalah sebagai berikut:
CxHyOz arang, tar, minyak, asam organik, metana dan lain-lain.
3) Zona Oksidasi
Arang yang terbentuk dari ujung zona pirolisis masuk ke daerah oksidasi,
selanjutnya dibakar dengan udara yang dimasukkan dari luar melalui lubang
pemasukan udara, akan tetapi dengan jumlah yang tidak memadai sehingga
terjadi pembakaran tidak sempurna. Suhu oksidasi berkisar antara
900-1400°C terjadi didaerah cekikan (throat section) yang merupakan zona
pembakaran, (Smoot and Smith 1979).
2C + O2 2CO + energi termal
2CO + O2 2CO2 + energi termal
Tar, minyak, metana dll CO, CO2, H2O, CH4 + energi termal
4) Zona Reduksi
Proses ini dimaksudkan untuk mereduksi gas CO2 hasil proses oksidasi
dengan arang menjadi gas CO. Proses ini berlangsung pada kisaran suhu
900 °C, dengan mengambil panas dari zona oksidasi. Arang bereaksi dengan
gas CO2 membentuk gas CO, juga arang bereaksi dengan uap air
membentuk gas CO dan methane. Proses kimia reduksi adalah sebagai
berikut:
C + H 2O CO + H2 – energi termal
CO2 + C 2CO – energi termal
Unit pemurnian dan pendinginan gas, terdiri dari: cyclone, gas filter, air
cooled dan scruber. Cyclone dan gas filter berfungsi untuk menghilangkan
impuritas yang ada dalam gas seperti tar dan partikel, kemudian dilanjutkan ke air
cooled dan scrubber untuk mendinginkan gas sebelum dipakai sebagai bahan bakar
mesin. Pada proses ini banyak panas yang dilepas dari air cooled yang dapat
digunakan untuk pengeringan bahan baku sebelum masuk ke dalam tungku.
Agar terjadi pembakaran yang baik diperlukan lima persyaratan, yaitu:
pencampuran murni reaktan, udara yang memadai, suhu yang cukup, waktu yang
cukup untuk berlangsungnya reaksi, dan memiliki kerapatan yang cukup untuk
merambatkan nyala api.
17
Karbon merupakan salah satu unsur yang paling penting dan menjadi bagian
utama dari setiap senyawa hidrokarbon. Oksidasi karbon lebih lambat dan lebih
sulit dibanding dengan hidrogen dan sulfur. Karbon merupakan zat padat bersuhu
tinggi dan relatif lebih lambat terbakar sehingga secara teoritis, sulfur dan hidrogen
dianggap terbakar sempurna sebelum karbon terbakar.
Karbon akan teroksidasi menjadi karbon monoksida (CO) sebelum semua
bagian karbon diubah menjadi karbon monoksida, berikut reaksi kimia:
Pada reaksi diatas, jika jumlah karbon memadai, maka karbon monoksida akan
teroksidasi menjadi karbon dioksida atau mengalami pembakaran sempurna. Proses
pembakaran sempurna akan melepaskan energi. Reaksi pembakaran sempurna
adalah sebagai berikut :
2CO + O2 2CO2 + 2Q CO-CO2 2Q CO-CO2 = 283 180 kJ/(kg.mol C)
(56,02 kg) (32 kg) (88,02 kg)
Nilai pembakaran tinggi dari karbon adalah 32 778 kJ/kg sedangkan nilai
pembakaran rendah adalah 14 093 kJ/kg.
Hidrogen mempunyai suhu penyalaan yang paling tinggi, yaitu 582oC
diantara ketiga unsur yang dapat terbakar, namun karena berupa gas, kinetika
perubahan hidrogen berlangsung sangat cepat. Apabila terdapat udara yang cukup,
hidrogen akan terbakar sempurna menjadi air.
2H2 + O2 2H2O + Q H2 2Q H2 = 286470 kJ/(kg.mol C)
(4.032 kg) (32 kg) (36.032 kg)
Nilai pembakaran tinggi dari hidrogen adalah 142 097 kJ/kg sedangkan nilai
pembakaran rendah adalah 51 623 kJ/kg.
Sulfur memiliki suhu penyalaan 243 oC yang merupakan suhu penyalaan
terendah diantara ketiga unsur mampu bakar di atas. Produk pembakaran sulfur
merupakan polutan amosfer paling utama, walaupun saat pembakaran melepaskan
energi kimia, reaksi pembakaran seperti berikut :
18
Nilai pembakaran tinggi dari sulfur adalah 9 257 kJ/kg sedangkan nilai pembakaran
adalah rendah 3 980 kJ/kg.
Z Gas mampu
bakar
Pengeringan
L Pirolisis
Oksidasi
Udara
0
Reduksi
Gambar 2.3 Skema zona gasifikasi pada gasifier unggun tetap aliran ke bawah.
dengan Suhu T1 dan kecepatan superficial (v1), (Bird et al 1994). Kecepatan aliran
fluida ini dapat diselesaikan dengan asumsi bahwa konduksi panas aksial
berdasarkan Hukum Fourier dimana konduktivitas termal efektif berlaku dalam
satu selubung reaktor.
w
v1 = (2.1)
πR 2 ρ 1
Keterangan :
v1 = superficial gas velocity, m/s
w = laju masa, kg/s
R = jari-jari gasifier, m
ρ1 = densitas bahan yang dibakar, kg/m3
Laju volume dari energi panas yang dihasilkan oleh reaksi pembakaran (Sc)
secara umum merupakan fungsi dari tekanan, suhu, komposisi bahan bakar, dan
efektifitas pembakaran. Pada penelitian ini, Sc hanya merupakan fungsi suhu (Bird
et al 1994).
T −T o
S c = S c1 (2.2)
T1 − T o
Keterangan:
Sc = laju volume energi panas hasil dari reaksi pembakaran, W/m3
Sc1 = laju volume energi panas yang dihasilkan oleh reaksi pembakaran pada
sisi masuk reaktor, m3/s
To = suhu lingkungan, °C
T1 = suhu masuk gasifier, °C
T = suhu keluar gasifier, °C
Kesetimbangan energi termal pada kondisi steady yang terjadi di gasifier dapat
dijabarkan dengan skema di bawah ini :
Laju energi Laju energi Laju produksi
panas masuk panas keluar energi panas 0
Gambar 2.4 Skema kesetimbangan energi termal di gasifier.
Perhitungan energi panas masuk, energi panas keluar, dan produksi energi
panas menggunakan persamaan berikut ini :
- Energi panas masuk melalui proses konduksi pada z
20
πR 2 q Z Z
⎡ dq Z ⎤ ⎡ dT ⎤
⎢ dz ⎥ + ⎢ ρ1v1C p dz ⎥ = [S c ] (2.3)
⎣ ⎦ ⎣ ⎦
Selanjutnya kita memasukkan Fourier’s Law ke dalam persamaan (2.3) dan
mengasumsikan bahwa konduktivitas aksial efektif (kz eff) konstan, sehingga
diperoleh persamaan berikut:
⎡ d 2T ⎤ ⎡ dT ⎤
⎢− k Z ,eff 2 ⎥
+ ⎢ ρ1v1C p = [S c ] (2.4)
⎣ dz ⎦ ⎣ dz ⎥⎦
Persamaan (2.4) dapat diaplikasikan pada zona I (z<0) apabila Sc dibuat sama
dengan nol. Zona I (z<0) merupakan bagian gasifier dimana gas hasil reaksi
21
oksidasi bergerak ke bawah. Karena tidak terjadi pembentukan energi, maka terjadi
craking dan endoterm, dimana gas karbon dioksida mengalami reduksi menjadi
karbon monoksida sehingga terjadi penurunan suhu. Gas kemudian bergerak
ke atas melalui selimut gasifier, dimana terjadi proses cracking. Berdasarkan proses
cracking dan reduksi karbon dioksida, persamaan (2.4) menjadi :
⎡ d 2T ⎤ ⎡ dT ⎤
− k
⎢ Z ,eff 2 ⎥
+ ⎢ ρ1v1C p =0 (2.5)
⎣ dz ⎦ ⎣ dz ⎥⎦
Keseimbangan Energi Gas Hasil Gasifikasi. Gas hasil gasifikasi dan udara
masuk ke mesin diesel melalui peralatan unit pencampur. Kemudian gas dan udara
mengalami reaksi pembakaran di ruang bakar. Keseimbangan energi selama proses
meliputi energi hasil pembakaran, kerja, energi yang diserap fluida dingin, dan
energi yang dilepas gas. Persamaan keseimbangan energi adalah sebagai berikut:
∆H1 + ∆H2 + R298K = ∆H3 + ∆H4 + P (2.8)
T1 T1
ΔH 1 = ∫ (m..cp) N 2.dT + ∫ (m.cp)O2.dT
298 298
(2.9)
22
T2 T2 T2
ΔH 2 = ∫ (m.cp) H 2.dT +
298
∫
298
(m.cp )CO.dT +
298
∫ (m.cp)CH .dT +
3
(2.10)
T2 T2
R 298 K = m co Δ H co + m H 2 Δ H H 2 + m CH 4
Δ H CH 4 (2.11)
Keterangan :
∆H1 = entalphi udara yang masuk unit pencampur, kJ/kg
T1 = suhu udara masuk ke unit pencampur, K
m = jumlah mol per jam dari masing-masing gas N2 dan O2, kg mol
cp = panas jenis gas, kJ/kg.K
∆H2 = entalphi gas hasil gasifikasi yang masuk unit pencampur, kJ/kg
R298K = energi reaksi pada suhu stándar yang terjadi di dalam ruang bakar,
kJ/h
∆H3 = entalphi gas buang yang keluar motor diesel, kJ/kg
∆H4 = entalphi yang dibawa oleh fluida pendingin, kJ/kg
P = daya keluaran yang diukur pada terminal generator, kW
Keterangan:
µ = viskositas kinematik gas, kg/m.s
23
Ar =
μ2 (2.14)
Keterangan:
dp = diameter takikan, m
ρg = massa jenis gas, kg/m3
ρs = massa jenis partikel gas, kg/m3
g = percepatan gravitasi, m/s2
µ = viskositas kinematik, kg/m.s
Keterangan :
∆P = kerugian tekanan gas di cyclone, Pa
T = suhu gas di cyclone, K
Energi Pembakaran Gas Hasil Gasifikasi. Energi yang dimiliki gas mampu
bakar hasil proses gasifikasi dalam reaktor merupakan perkalian antara jumlah mol
setiap unsur dengan nilai kalor pembakarannya. Persamaan perhitungan energi gas
mampu bakar berdasarkan Chemical Engineers Handbooks (Robert H. Perry &
Cecil H. Chilton 1973)
Keterangan :
m = jumlah mol, mol
∆H = nilai kalor pembakaran, kJ/m3
H ig =
(12.680V + 10.800V
co H2 + 35.900VCH 4 )
(1 + 2.38V + 2.38V
CO H2 + 9.52VCH 4 ) (2.20)
Keterangan :
Hig = nilai kalor campuran gas dengan udara, kJ/m3
VCO = fraksi volume karbon monoksida didalam gas.
VH2 = fraksi volume hidrogen dalam gas
VCH4 = fraksi volume metana dalam gas
25
CO
H2 O2
CH4 N2
CO2
H2O
Keterangan :
.
W rev = kerja reversible per waktu, kW
m1 = laju aliran gas mampu bakar masuk, kg/s
h1 = entalpi gas mampu bakar masuk, kJ/kg
s1 = entropi gas mampu bakar masuk, kJ/kg.K
m2 = laju aliran udara masuk, kg/s
h2 = entalpi udara masuk, kJ/kg
s2 = entropi udara masuk, kJ/kg.K
m3 = laju aliran campuran gas mampu bakar dan udara keluar, kg/s
h3 = entalpi campuran gas mampu bakar dan udara keluar, kJ/kg
26
Tabel 2.4 Hasil analisis proksimat dan ultimat kayu Borneo, Asem, dan
Lamtorogung
No Jenis Analisis Kayu Borneo Kayu Asem Kayu Lamtorogung
1 Proximate
Kadar air (%) 9.25 7.78 12.98
Bahan menguap (%) 72.18 78.55 73.04
Karbon tetap (%) 18.31 12.06 12.96
2 Ultimate
Kandungan abu (%) 0.25 1.59 1.02
Karbon (%) 47.87 43.86 42.85
Hidrogen (%) 5.23 5.23 4.93
Nitrogen (%) 1.43 0.25 0.15
Oksigen (%) 35.98 41.29 38.07
3 Nilai kalor (kJ/kg) 18 897.12 17 224.29 16 351.34
30
Berdasarkan Tabel 2.4, komposisi unsur C, H, dan O dari tiga umpan kayu tersebut
bervariasi. Hal ini disebabkan oleh kerapatan kayu Borneo, Asem, dan
Lamtorogung berbeda. Komposisi bahan menguap kayu Borneo paling kecil
dibanding dua jenis kayu lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kayu Borneo
memiliki kepadatan dan kekerasan paling tinggi. Selain itu, kayu Borneo memiliki
kandungan karbon tetap dan karbon terikat yang tinggi, yang mempengaruhi
komposisi gas mampu bakar, terutama gas mampu bakar CO. Tingginya kadar
karbon pada kayu borneo menyebabkan nilai kalornya paling tinggi, yaitu sebesar
18 897.12 kJ/kg.
Kayu lamtorogung mengandung karbon paling rendah, namun menghasilkan
gas mampu bakar CH4 tertinggi (Tabel 2.4). Hal itu disebabkan karena kadar air
kayu lamtorogung paling tinggi, yaitu sebesar 12.98%. Selain itu kayu lamtorogung
mengandung nitrogen paling sedikit, yaitu sebesar 0.15%. Kandungan nitrogen
dalam umpan kayu mempengaruhi suhu pembakaran di zona oksidasi. Semakin
rendah kandungan nitrogen dalam umpan kayu, maka semakin tinggi suhu di zona
oksidasi. Dengan demikian, kayu lamtorogung menghasilkan suhu tertinggi di zona
oksidasi.
Berdasarkan analisis kromatografi gas yang diambil pada sisi keluar reaktor,
terlihat bahwa kandungan karbon, hidrogen, dan oksigen umpan kayu,
mempengaruhi komposisi gas mampu bakar yang dihasilkan reaktor gasifier.
Komposisi gas mampu bakar yang dihasilkan oleh ketiga umpan kayu dapat di lihat
pada Tabel 2.5.
Komposisi gas mampu bakar yang dihasilkan oleh ketiga jenis umpan kayu
terdiri dari hidrogen, karbon monoksida, karbon dioksida, metana, propana, etana,
31
dan gas lainnya. Kayu Borneo memberikan komposisi gas mampu bakar CO jauh
lebih tinggi dibanding dengan Lamtorogung dan Asem, karena kayu Borneo
mengandung karbon tetap dan karbon terikat tertinggi. Komposisi gas mampu bakar
lainnya tidak berbeda jauh, kemungkinan besar disebabkan oleh proses
pembentukan CO dari hasil pembakaran di zona reduksi berlangsung cepat dan
merata. Gas mampu bakar dari ketiga jenis umpan kayu tidak mengandung
hidrogen. Hal ini disebabkan karena kandungan air ketiga jenis umpan kayu relatif
rendah, yaitu dibawah 13%.
5 Lingkungan
200
3
5 4
0
1 2 3 4 5 6 7 8
(b)
1000 Z
1
800 4 Pengeringan
3 Pirolisis Pengeringan
Suhu (˚C)
600
1 Oksidasi
2 L Pirolisis
400 2 Reduksi
Oksida
200 5 Lingkungan
Udara
3 0
4
0 5
Reduksi
1 2 3 4 5 6 7 8
(c)
4 Pengeringan
1000 3 Pirolisis
1
Suhu (oC)
800 1 Oksidasi
600
2 Reduksi
400 2
5 Lingkungan
200
3 4
0 5
1 2 3 4 5 6
Gambar 2.9 Pola Suhu terhadap waktu pengujian (a) Kayu Borneo,
(b) Kayu Asem, dan (c) Kayu Lamtorogung.
33
1300
1100
Suhu ( C) 900
Simulasi
o
700
Hasil uji
500
300
100
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
Pada grafik pola distribusi suhu, terjadi perbedaan distribusi suhu antara
perhitungan numerik dengan hasil uji coba. Suhu awal simulasi dimulai dari
1000 oC, sedangkan suhu hasil uji di zona oksidasi berkisar antara 1000 oC sampai
dengan 1150 oC. Hal ini disebabkan karena pasokan oksigen melebihi jumlah yang
dibutuhkan untuk pembakaran tidak sempurna, sehingga menghasilkan energi panas
hasil reaksi pembakaraan yang lebih besar. Dari Gambar 2.11 terlihat bahwa
temperatur hasil uji di atas zona oksidasi nilainya lebih rendah dibanding dengan
pendekatan teoritis. Perbedaan kecenderungan pola distribusi suhu ini disebabkan
karena reaktor tidak diisolasi, sehingga terjadi perpindahan panas dari dinding
reaktor ke udara sekitarnya. Namun secara umum, keduanya memiliki
kecenderungan bentuk kurva yang sama. Perhitungan disribusi suhu tersaji pada
Lampiran 1.
Pada penelitian ini, zona I atau daerah di bawah grate (20 cm di bawah), suhu
gasifier menurun. Hal ini dapat terjadi karena pada zona tersebut merupakan tempat
penampungan abu dari sisa proses oksidasi, jadi panas di zona ini cenderung
merupakan sisa panas dari proses oksidasi. Berdasarkan persamaan model
matematika distribusi suhu di atas, profil suhu pada zona II (oksidasi, reduksi, dan
pirolisis) dapat digambarkan pada grafik berikut ini.
34
1400
1200
1000
Suhu ( C)
800
o
600
400
200
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4
Jarak Terhadap Grate (meter)
1200
1000
800
Suhu ( C)
o
600
400
200
0
0.28 0.33 0.38 0.43
Jarak Terhadap Grate (meter)
450
400
Suhu ( C)
350
o
300
250
200
0.38 0.385 0.39 0.395 0.4
Jarak Terhadap Grate (meter)
5) Analisis Energi
Konsumsi bahan bakar spesifik menggambarkan sejauh mana proses konversi
energi bahan bakar menjadi energi mampu bakar yang dapat dimanfaatkan untuk
mesin pembangkit tenaga listrik dalam suatu instalasi gasifier unggun tetap aliran
kebawah. Hasil analisis pemakaian bahan bakar spesifik dan energi selama 6 jam
ditampilkan pada Tabel 2.6 dan rincian perhitungan energi pada Lampiran 16.
Tabel 2.6 Ketersediaan energi dan konsumsi bahan bakar
Dengan menggunakan data yang diperoleh dari hasil pengukuran dan analisis
laboratorium, maka dapat dihitung besarnya konsumsi bahan bakar spesifik kayu
dan energi pembakaran, yang dinyatakan sebagai Qg. Berdasarkan Tabel 2.6,
36
konsumsi kayu spesifik borneo paling rendah dibandingkan dengan dua bahan uji
lainnya, hal ini disebabkan karena kayu borneo memiliki kandungan karbon tetap
dan karbon terikat yang paling tinggi, sehingga untuk waktu pembakaran yang
sama, jumlah kayu Borneo yang diperlukan untuk pembakaran tersebut lebih
sedikit. Untuk menghasilkan besaran daya yang relatif sama, kayu Borneo
memberikan konsumsi kayu spesifik yang paling baik.
Umpan kayu Borneo menghasilkan energi reaktor sebesar 27.22 kW, angka
ini diperoleh dari hasil perkalian konsumsi kayu per satuan waktu terhadap nilai
kalor bawah bahan bakar (LCV). Sehingga dengan asumsi efisiensi termal mesin
pembangkit tenaga sebesar 33%, dapat digunakan mesin pembangkit berkapasitas
maksimum 10 kW dan gas buang dari mesin pembangkit tenaga tersebut dapat
dimanfaatkan untuk pemanas generator mesin pendingin adsorpsi pasangan
methanol-silikagel.
Berdasarkan tabel di atas, energi termal yang dihasilkan oleh Borneo 40%
dan solar 60% berturut-turut sebesar 27.22 kW dan 14.17 kW. Energi tersebut
dikonversi menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran poros sebesar 6.25 kW
dan energi termal gas buang 6.85 kW. Efisiensi termal gasifikasi campuran kayu
dan bahan bakar solar sebesar 15.10% sedangkan efisiensi termal dengan
menggunakan bahan bakar solar 100% sebesar 26.46%. Penurunan efisiensi termal
disebabkan oleh kekurangan suplai oksigen pada proses pembakaran, sehingga gas
mampu bakar CO tidak terbakar sempurna. Hal itu menyebabkan energi termal
hasil proses pembakaran berkurang.
Peningkatan efisiensi termal dapat dilakukan dengan menambah suplai
oksigen sehingga gas CO dapat terbakar sempurna. Penambahan oksigen (excess
air) dapat dilakukan dengan menggunakan supercharged engine atau turbocharged
engineI. Alat ini memanfatkan gas buang untuk menambah suplai oksigen dengan
cara mendorong paksa udara ke ruang bakar.
Simpulan
Berdasarkan data tiga kali pengujian kayu borneo, asem, dan lamtorogung,
yang dilanjutkan dengan analisis kromatografi gas dan analisis proksimat, ultimat
serta nilai kalor bahan bakar, maka disimpulkan sebagai berikut
1. Gasifier memiliki diameter reaktor 600 mm, diameter throat 120 mm, dan
tinggi reaktor 1800 mm dengan umpan kayu dalam bentuk kubus ukuran 3 cm x
3 cm x 3mm sebesar 40 kg.
2. Umpan kayu terbaik adalah borneo, dimana kandungan CO = 55.59%, CO2 =
42.90%, CH4 =1.14%, C2H6=0.299%, dan C3H8 = 0.075%, energi pembakaran
= 27.22 kW, dan konsumsi kayu spesifik = 1.98 kg/kWh.
3. Model matematika distribusi suhu di zona oksidasi, pirolisis, dan reduksi
cenderung sama dengan data simulasi, yaitu pada zona oksidasi suhu gasifier
terhadap jarak grate cenderung meningkat hingga berjarak 0.2 m dari grate,
kemudian menurun, sedangkan pada zona reduksi dan pirolisis suhu gasifier
cenderung menurun seiring dengan bertambahnya jarak dari grate.
4. Proses gasifikasi biomassa dengan campuran umpan kayu Borneo dan solar
mampu menghasilkan ketersediaan energi sebesar 41.40 kW. Energi ini
38
dikonversi menjadi energi poros sebesar 6.25 kW dan energi gas buang sebesar
6.85 kW. Efisiensi termal gasifikasi campuran kayu dan bahan bakar solar
sebesar 15.10% sedangkan efisiensi termal dengan menggunakan bahan bakar
solar 100% sebesar 26.46%. Penurunan efisiensi termal disebabkan oleh
kekurangan suplai oksigen.
Saran
1. Pengambilan dan penyimpanan sampel gas mampu bakar yang ditempatkan
pada plastik sebaiknya pada suhu dibawah 10 oC sehingga molekul hidrogen
tidak keluar dari sampel plastik.
2. Untuk mendapatkan efisiensi termal yang optimum dibutuhkan penggantian
mesin penggerak diesel dengan supercharged engine atau turbocharged
engine dengan boost pressure rasio lebih dari 1.2.
3 ALAT PENUKAR KALOR UNTUK PEMANFAATAN
GAS BUANG
Pendahuluan
Pemanfaatan gas buang mesin diesel untuk sumber panas generator mesin
pendingin adsorpsi merupakan salah satu bentuk nyata optimasi sumber daya.
Panas yang dibutuhkan oleh mesin pendingin adsorpsi berasal dari kesetimbangan
panas antara gas buang dengan air yang terjadi di alat penukar kalor. Dengan
demikian pemanasan air tidak mengunakan energi listrik atau bahan bakar lain.
Proses pindah panas berlangsung secara konveksi dan konduksi dari gas
buang ke air pemanas generator desorpsi. Energi gas buang dengan suhu antara
200-250 oC dipindahkan ke air pemanas desorpsi hingga mencapai 85-90 oC yang
digunakan untuk menguapkan metanol dari silikagel selama proses desorpsi. Alat
penukar kalor dirancang sedemikian rupa sehingga pressure drop gas buang lebih
rendah dari tekanan balik (back pressure) yang diijinkan 0.3 bar (Taylor 1966),
sehingga tidak mengganggu performansi mesin. Gas buang bertekanan mengalir
dari dalam mesin menuju cangkang (shell), sedangkan air dialirkan secara paksa
dengan menggunakan pompa melalui pipa. Tipe alat penukar kalor ini adalah
cangkang dan pipa dengan aliran silang arus tak bercampur (unmixed, cross flow).
Kualitas pindah panas antara air dan gas buang ditentukan oleh desain alat
penukar kalor karena itu diperlukan suatu perhitungan model matematika yang
dapat menentukan luas permukaan sentuh dengan mengatur jumlah pipa, panjang
pipa, dan luas penampang aliran cangkang. Variabel pembatas pada desain ini
adalah data suhu masuk dan keluar, laju aliran massa, tekanan masuk dan keluar.
Energi adalah sesuatu yang dapat menghasilkan kerja, namun untuk
menggambarkan sejauh mana energi hilang karena terjadinya suatu proses dari
keadaan awal ke keadaan akhir diperhitungkan dengan kondisi irreversibilitas.
Suatu proses yang ideal produksi entropinya sama dengan nol, sebaliknya proses
yang tidak ideal produksi entropinya lebih besar dari nol. Dengan cara yang
berbeda sebagai ukuran ketersedian energi yang dapat dimanfaatkan setelah
memasukkan suhu lingkungan disebut eksergi. Berdasarkan hukum
termodinamika satu, hukum kekekalan energi, energi tidak dapat diciptakan dan
tidak dapat dimusnakan, tetapi dapat dikonversikan dari satu bentuk ke bentuk
40
energi lainnya. Meskipun demikian, hanya sebagian energi saja yang dapat
digunakan untuk melakukan kerja. Potensi energi yang digunakan untuk
melakukan kerja adalah eksergi, sedangkan energi yang tidak dapat digunakan
untuk melakukan kerja disebut entropi. Secara garis besar, perbedaan energi
dengan eksergi adalah sebagai berikut :
1. Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnakan tetapi dapat
berubah wujud, sedangkan eksergi pada sistem dapat berkurang bahkan
musnah.
2. Perhitungan energi sesuai dengan hukum termodinamika pertama,
sedangkan perhitungan eksergi sesuai dengan hukum termodinamika
kedua.
3. Eksergi berhubungan langsung dengan kemampuan alat atau mesin
dalam memanfaatkan energi yang tersedia.
Menurut Clausius, energi panas tidak dapat mengalir secara alami dari suhu
rendah ke suhu tinggi. Menurut Lord Kelvin, energi panas tidak seluruhnya dapat
menghasilkan kerja.
Eksergi dan entropi saling berhubungan, semakin besar entropi pada sistem,
maka semakin kecil eksergi pada sistem. Secara garis besar eksergi adalah energi
yang tersedia dikurangi dengan pembentukan entropi pada sistem alat penukar
kalor. Pada penelitian ini akan dilakukan rancangan optimasi alat penukar kalor,
analisa perubahan suhu, dan analisa kehilangan eksergi (exergy loss).
Penelitian ini bertujuan untuk mencari luas permukaan sentuh yang optimal
dengan menggunakan metode Kern, menganalisa kinerja dan efisiensi eksergi alat
penukar kalor.
Pendekatan Teori
Model Fisik Alat Penukar Kalor. Model fisik alat penukar kalor (APK)
menggunakan fluida air dan gas buang (CO2, H2O dan N2). Air adalah fluida
dingin dan gas buang adalah fluida panas. Sistematika aliran fluida pada alat
penukar kalor adalah pertama air mengalir secara paksa melalui pipa dari atas ke
bawah melalui 75 pasang pass. Gas buang mengalir dari kamar pembakaran
41
melalui cangkang alat penukar kalor. Gas buang mengalir dari bawah ke atas
menggunakan prinsip perbedaan tekanan.
Tipe APK yang digunakan adalah cangkang and pipa unmixed cross flow,
material cangkang menggunakan brass (copper alloy) dengan kandungan
Cu = 65% dan Zn = 35% sesuai JIS H3300 C2700, tebal pelat = 3 mm dan
material pipa tembaga murni sesuai dengan kandungan Cu = 99,9% sesuai
JIS H3300 C1220 Soft Annealed , konduktivitas termal k = 385 W/m.K, diameter
luar 10 mm, tebal 1 mm, diameter dalam 8 mm. Skema APK dapat dilihat pada
Gambar 3.1.
Gas Buang, keluar
Cangkang
Air, masuk
L
Afr
Gambar 3.1 Model fisik alat penukar kalor aliran silang tidak campur.
pipa, bilangan Reynold, luas permukaan sentuh dan koefisien perpindahan panas
menyeluruh. Perhitungan simulasi dapat dilihat pada Lampiran 7-12. Model ini
diterapkan pada penelitian awal dengan pilihan diameter pipa 12 mm, dari hasil
pengujian metode optimasi tidak dapat memenuhi kebutuhan suhu air yang
diperlukan untuk proses desorpsi, sehingga penentuan luas permukaan sentuh dan
diameter pipa dilakukan dengan metode Kern.
Secara garis besar proses program perhitungan luas permukaan sentuh
dengan metode Kern adalah sebagai berikut:
Hasil
Data Input 1. A
2. U
1. Laju aliran 3. ΔTLMTD
massa 4. Q APK
Program 5. Q air
2. Suhu
3. Sifat Fluida 6. Q gas buang
4. Dimensi APK 7. Efektivitas
8. NTU
9. Eksergi efisiensi
Data input terbagi menjadi dua, yaitu data input tetap dan data input tidak
tetap. Parameter pada perhitungan ini meliputi laju aliran massa fluida, suhu
fluida, dan sifat fluida, sedangkan variabel pada penelitian ini hanya dimensi alat
penukar kalor. Penentuan dimensi APK dengan menggunakan sistem trial and
eror, yaitu dimensi alat penukar kalor disesuaikan dengan nilai Q APK, Q air, dan
Q gas buang.
Asumsi yang diterapkan pada perhitungan luas permukaan sentuh alat
penukar kalor adalah sebagai berikut :
1) Pindah panas yang terjadi antara cangkang dengan lingkungan sangat
kecil atau diabaikan.
2) Pipa lurus dengan permukaan dalam dan luar yang halus.
3) Aliran air dan aliran gas buang kontinu.
4) Air dan gas buang pada kondisi di atas tekanan atmosfir.
43
(3.4)
5. Diameter ekivalen
⎛ Pt 2 3 πd o 2 ⎞ (3.5)
4⎜⎜ − ⎟
4 8 ⎟
De = ⎝ ⎠
πd o
2
ΔTLMTD =
(T −T ) − (T
h ,i c ,o h ,o − Tc ,i ) (3.13)
ln{(T − T ) / (T
h ,i c ,o h ,o − Tc ,i )}
14. Energi panas yang dipindahkan
(3.14)
Q = UAΔTLMTD
15. Pindah panas di sisi fluida dingin
Qcold = (mcpΔT ) cold (3.15)
17. Efektivitas
ε=
(T c ,o − Tc ,i ) (3.17)
(T h ,i − Tc ,i )
18. NTU
⎛1− ε c ⎞
ln⎜ ⎟ (3.18)
1− ε ⎠
NTU = ⎝
1− c
δQ&
dT( c ) = (3.22)
m& ( c ) C p ( c )
Selisih,
⎛ 1 1 ⎞
dT( h ) − dT( c ) = −δQ& ⎜ + ⎟ (3.23)
⎜ m& C ⎟
⎝ ( h ) p ( h ) m& ( c ) C p ( c ) ⎠
46
(T − Tc ,in ) ⎡ ⎛ 1 1 ⎞⎤
= exp ⎢− U p L⎜ ⎟⎥
h , out
+ (3.28)
(T h ,in − Tc ,out ) ⎢⎣ ⎜ m& C
⎝ ( h ) p ( h ) m& ( c ) C p ( c )
⎟⎥
⎠⎦
⎡ ⎛ 1 1 ⎞⎤
Th ,out − Tc ,in = (Th ,in − Tc ,out )exp ⎢− U p L⎜ + ⎟⎥ (3.29)
⎜ m C m ⎟⎥
(c ) C p (c )
⎢⎣ &
⎝ (h) p(h) & ⎠⎦
⎡ ⎛ 1 1 ⎞⎤
Th ,out ( L) = Tc ,in + (Th ,in − Tc ,out )exp ⎢− U p L⎜ + ⎟⎥ (3.30
⎜ ⎟⎥
⎢⎣ ⎝ m ( h ) C p ( h ) m( c ) C p ( c )
& & ⎠⎦
Th ,out ( L ) : Th,out diperoleh sebagai fungsi dari panjang lintasan fluida (semua
variabel dibuat tetap, kecuali L (dari L=0, sampe L=x), perubahan L menentukan
Fluida dingin
Eksergi diserap oleh air (fluida dingin)
ExC = { [(hc ,out − ho ) − To (sC ,out − s o )] − [(hc ,in − ho ) − To (sC ,in − s o )] }* mC (3.33)
Eksergi hilang
Ex, loss = Ex H ,in − Ex H ,out − ExC (3.34)
Efisiensi eksergi
Eksergi tersedia − Eksergi hilang
ηEx = * 100% , atau
Eksergi tersedia
Ex H ,in − Ex,loss
ηEx = * 100% (3.35)
Ex H ,in
Gambar 3.4 Diagram alir perhitungan eksergi hilang di alat penukar kalor.
Rata-rata 241,7
Jenis fluida dan bahan pipa yang digunakan adalah air dengan pipa copper
polished. Nilai parameter untuk kombinasi jenis fluida dan bahan pipa tersebut
adalah sebagai berikut:
Suhu pendidihan air (Tsat) = 100 oC
Suhu permukaan dinding pipa (Ts) = 104 oC
Surface tension ( σ ) = 0.0589 N/m
ρ l = 957.9 (kg/m3)
ρ v = 0.5978 (kg/m3)
hfg = 2257 x 103 J/kg
μ l = 0.282 x 10-3 (kg/m.det)
o
C pl = 4217 (J/kg. C)
Csf =0.0130
Pr = 1.75
Laju pindah panas pada mesin pendingin dapat dihitung dengan persamaan:
⎡ g ( ρl − ρv ⎤
1/ 2
⎡ C p (Ts − Tsat ⎤
qnucleat = μ l h fg ⎢ ⎥ ⎢ n ⎥
= 9.01kW / m 2
⎣ σ ⎦ ⎣⎢ Csf h fg Pr l ⎦⎥
Berdasarkan data uji coba, laju aliran massa dan suhu gas buang tidak sesuai
dengan data rancangan. Laju aliran massa hanya sebesar 0.0052 kg/s atau sekitar
92.86% dari laju aliran massa rancangan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu : pemakaian bahan bakar per jam kurang dari 1 l/h dan rasio udara bahan
bakar kurang dari 14.95.
Suhu gas buang masuk sebesar 209.47 oC atau sekitar 69.82% dari suhu
rancangan disebabkan karena terjadi pindah panas antara gas buang dengan
lingkungan. Indikator terjadinya pindah panas antara gas buang dengan
lingkungan adalah energi panas yang dilepas gas buang lebih besar daripada
energi panas yang diserap oleh air. Selain itu, pada waktu uji coba 10:49, suhu gas
buang keluar lebih kecil dibandingkan suhu air masuk ke alat penukar kalor.
56
Bahasan lebih lanjut dapat dilihat pada analisa pengaruh perubahan suhu terhadap
kinerja alat penukar kalor. Ketidaksesuaian laju aliran massa gas buang dan suhu
masuk gas buang menyebabkan perubahan kinerja alat penukar kalor.
Perbandingan kinerja alat penukar kalor berdasarkan data rancangan dengan data
hasil uji dapat dilihat pada Tabel 3.5
Tabel 3.5 Perbandingan data kinerja alat penukar kalor
Keterangan Kinerja Unit
Rancangan Hasil uji
Perbedaan kinerja alat penukar kalor data rancangan dengan data hasil uji
disebabkan oleh perbedaan laju aliran massa gas buang dan suhu masuk gas
buang. Perbedaan tersebut menyebabkan :1) penurunan log perubahan suhu rata-
rata penukar panas, log perubahan suhu hanya mencapai 33.36 oC atau hanya
mencapai 26.22% dari data rancangan 2) penurunan energi, Q alat penukar kalor sebesar
0.83 kW atau hanya 82.18 % dari data rancangan, Qair sebesar 0.83 atau hanya
84.69% dari data rancangan, dan Qgas buang sebesar 0.84 kW atau 84% dari data
rancangan.
Efektivitas alat penukar kalor data rata-rata uji coba lebih besar daripada
data rancangan, karena perbandingan selisih suhu air keluar dan air masuk dengan
selisih gas buang masuk dan air masuk lebih besar dibandingkan dengan data
rancangan. Perubahan efektivitas alat penukar kalor berbanding lurus dengan
perubahan NTU, sehingga NTU data rata-rata uji coba lebih besar daripada NTU
data rancangan.
dan suhu lingkungan. Perhitungan eksergi alat penukar kalor tersaji pada
Lampiran 15 dan 21. Perbandingan perhitungan efisiensi eksergi berdasarkan data
rancangan dan data hasil uji tersaji pada Tabel 3.6 dan 3.7.
Tabel 3.7 Data perhitungan eksergi berdasarkan data rata-rata hasil uji
T H S Ex m ηEx
Keterangan K kJ/kg kJ/kgK kJ/kg kg/s %
Masuk 482.47 3243.38 35.12 264.29 0.00523
Gas buang Keluar 346.12 2272.43 32.75 14.67 0.00523
Masuk 343.60 295.59 0.962 10.20 0.057000 12.54
250
Kinerja
200
ΔTlmtd = 20.13oC
Suhu (oC)
150 ε = 5.29%
100 ηEx = 23.48%
50
0
Jarak (m)
Gambar 3.5 Hubungan perubahan suhu terhadap kinerja APK, data 30-08-2007.
Pengaruh perubahan suhu terhadap kinerja alat penukar kalor pada
data 26 dan 29 Agustus 2007 tidak dapat dihitung, karena sistem tidak bekerja
dengan baik, sehingga suhu gas keluar lebih kecil dibandingkan suhu air masuk.
Hal itu disebabkan oleh dua faktor, yaitu 1) terjadinya pindah panas antara gas
buang dengan lingkungan, sehingga suhu gas buang keluar lebih kecil
dibandingkan suhu air masuk 2) proses pembakaran umpan kayu di gasifier tidak
berjalan terus menerus, sehingga suhu gas buang turun drastis. Berdasarkan kedua
data di atas, log perubahan suhu total tidak berbanding lurus dengan efisiensi
eksergi. Namun efektivitas berbanding lurus dengan efisiensi eksergi. Grafik
hubungan efektivitas dengan efisiensi eksergi per waktu tersaji pada gambar
berikut.
59
10
8
14
12
10
8 Efektivitas (%)
(%)
28
24
20
Efektivitas (%)
16
(%)
Berdasarkan ketiga grafik di atas, selang efektivitas alat penukar kalor untuk
masing-masing percobaan berturut-turut adalah 0.07-0.81%, 0.48-1.18%, dan
0.37-7.08%. Sedangkan selang eksergi berturut-turut adalah 4.75-10.42%, 6.41-
13.12%, dan 5.31-29.36%. Data hasil uji 26 Agustus 2007, efektivitas alat
penukar kalor paling rendah yaitu antara 0.07-1.81% dan efisiensi eksergi juga
paling rendah yaitu antara 4.75-10.42%. Data hasil uji 30 Agustus 2007,
efektivitas alat penukar kalor paling tinggi yaitu antara 0.37-7.08% dan efisiensi
eksergi juga paling tinggi yaitu antara 5.31-29.36%. Berdasarkan perbandingan
ketiga data hasil uji, maka efektivitas alat penukar kalor berbanding lurus dengan
efisiensi eksergi. Semakin tinggi efektivitas, maka pemanfaatan eksergi semakin
besar, sehingga efisiensi eksegi semakin besar.
Perbedaan nilai efektivitas alat penukar kalor dan efisiensi eksergi pada
ketiga data hasil uji disebabkan oleh laju aliran gas buang yang tidak stabil dan
sistem yang tidak terisolasi dengan baik. Oleh karena itu untuk penelitian
selanjutnya laju massa gas buang harus stabil dan sistem alat penukar kalor harus
terisolasi dengan baik.
61
Simpulan
1. Perhitungan optimasi diameter pipa dengan menggunakan persamaan
polinomial pangkat empat, dipilih dimeter pipa 12 mm, sehingga diperoleh
luas permukaan sentuh 0.21 m2, bilangan Reynold 3.2 x 105, koefisien
gesekan fluida dengan pipa bagian dalam 0.00627, dan koefisien pindah
panas menyeluruh (U) 37.18 W/m2.K, namun suhu air keluar lebih rendah
dari suhu yang dibutuhkan.
2. Laju massa gas buang hasil uji sebesar 0.0052 kg/s, lebih kecil
dibandingkan laju massa rancangan sebesar 0.0056 kg/s saat mesin bekerja
25%. Penurunan laju massa karena pemakaian bahan bakar per jam kurang
dari 1 liter/h dan rasio udara bahan bakar kurang dari 14.95.
3. Perbedaan laju massa gas buang dan suhu masuk gas buang menyebabkan
berbagai perubahan, antara lain 1) penurunan log perubahan suhu rata-rata
penukar panas, log perubahan suhu hanya mencapai 33.36 oC atau hanya
mencapai 26.22% dari data rancangan 2) penurunan energi, kemampuan
pindah panas alat penukar kalor hanya sebesar 0.83 kW atau hanya
82.18% dari data rancangan, panas yang diserap air sebesar 0.83 kW atau
hanya 84.69% dari data rancangan, dan panas yang dilepas gas buang
sebesar 0.84 kW atau 84% dari data rancangan 3) penurunan eksergi,
efisiensi eksergi data rata-rata hasil uji sebesar 12.54%, atau hanya
mencapai 52% dari data rancangan.
4. Pada data hasil uji 26 Agustus 2007, log perubahan suhu sebesar 52.44 oC
dan efisiensi eksergi sebesar 4.75%. Sedangkan data hasil uji 30 Agustus
2007, log perubahan suhu sebesar 20.13 oC dan efisiensi eksergi sebesar
23.48%. Berdasarkan kedua data di atas, log perubahan suhu total tidak
berbanding lurus dengan efisiensi eksergi, karena log perubahan suhu tidak
menunjukkan pemanfaatan eksergi secara langsung.
5. Data hasil uji 30 Agustus 2007, efektivitas alat penukar kalor paling tinggi
antara 0.37-7.08% dan efisiensi eksergi juga paling tinggi antara 5.3-9.36%.
Berdasarkan perbandingan ketiga data hasil uji, maka efektivitas alat
penukar kalor berbanding lurus dengan efisiensi eksergi. Semakin tinggi
62
Saran
1. Data rancangan laju massa gas buang harus mendekati laju massa gas buang
real, sehingga kemampuan alat penukar kalor sesuai dengan rancangan.
2. Sistem alat penukar kalor sebaiknya terisolasi sempurna, sehingga pindah
panas antara gas buang dengan lingkungan tidak terjadi. Dengan demikian,
perhitungan eksergi, efektivitas, dan log perubahan suhu dapat
mencerminkan kondisi yang sebenarnya.
3. Optimasi alat penukar kalor akan lebih baik jika laju massa air dapat diubah,
sehingga dapat diketahui laju massa optimal yang dibutuhkan oleh alat
penukar kalor.
4 MESIN PENDINGIN ADSORPSI
Pendahuluan
Pendinginan merupakan suatu proses pengeluaran panas dari suatu benda
dibawah suhu lingkungannya. Dalam penanganan pasca panen, proses pendinginan
digunakan untuk menekan laju kerusakan selama penyimpanan. Langkah pertama
dalam penanganan pasca panen adalah pra-pendiginan. Pra-pendinginan adalah
proses menurunkan suhu komoditi hingga mencapai suhu aman simpan komoditi
tersebut secepat mungkin.
Jenis mesin pendingin diklasifikasikan menjadi mesin pendingin
konvensional dan mesin pendingin adsorpsi. Mesin pendingin konvensional
menggunakan energi mekanik untuk menggerakkan kompresor, sedangkan mesin
pendingin adsorpsi memanfaatkan energi panas sebagai pengganti proses
kompresi. Unit mesin pendingin adsorpsi terdiri dari generator desorpsi,
kondensor, receiver, generator adsorpsi, dan evaporator.
Proses pemanasan, selama periode ini, adsorber menerima energi dalam
bentuk panas dari aliran air yang melalui alat penukar panas, sehingga suhu dan
tekanan adsorber meningkat menjadi suhu dan tekanan generator. Periode ini sama
dengan proses kompresi pada sistem refrigerasi kompresi uap konvensional.
Proses pemanasan, desorpsi, dan kondensasi, selama periode ini, adsorber
menerima panas secara terus-menerus, karena terhubung dengan kondensor. Suhu
Adsorber terus meningkat sehingga metanol berubah fasa dari cair menjadi uap dan
secara bersamaan diembunkan di kondensor. Periode ini sama dengan proses
kondensasi pada sistem konvensional.
Proses pendinginan dan penurunan tekanan, selama perioda ini, adsorber
melepaskan panas. Suhu adsorbat menurun, sehingga tekanan menurun dari
tekanan kondensasi ke tekanan pengembunan. Periode ini sama dengan proses
ekspansi pada sistem kompresi konvensional.
Proses pendinginan, adsorpsi, dan penguapan, selama perioda ini, adsorber
terus menerus melepaskan panas sewaktu terhubung dengan evaporator. Suhu
adsorbat dalam generator adsorpsi terus menurun. Adsorbat menguap
di evaporator. Panas evaporator disuplai dari suhu rendah. Periode ini sama dengan
penguapan pada sistem kompresi konvensional.
64
Pada beberapa tahun belakangan ini, melalui Protokol Montreal dan Protokol
Kyoto, penggunaan CFC sebagai refrigeran sudah tidak diperkenankan lagi, karena
merusak lingkungan. Sistem pendingin adsorpsi mendapat perhatian yang semakin
besar untuk dikembangkan karena ramah lingkungan dan cukup efektif. Selain
massalah lingkungan, sistem adsorpsi juga dapat dikatakan unggul dalam hal
penggunaan energi, karena memanfaatkan panas sebagai penggeraknya. Panas
sering dianggap sebagai low level energy.
Perkembangan mesin pendingin adsorpsi telah diketahui pada tahun 80-an
dimana M. Pons dan J.J Guilleminot (1981) membuat alat mesin pendingin dengan
mengunakan pasangan zeolit-air dan pasangan aktif carbon-metanol. Sokoda dan
Suzuki (1984) dan Critoph et al (1997) menggunakan pasangan silicagel-air
dengan sumber panas dari energi surya serta K. Oertel, M. Fisher (1997)
menggunakan pasangan metanol-silicagel dengan sumber panas hybrid (solar
energi dan panas gas buang mesin Diesel).
Siegfried Kreussler dan Detlef Bolz melakukan penelitian mesin pendingin
sebesar 350 kJ/kg zeolit dengan COP 0.08. K. Sumanthy (1999) melakukan
percobaan alat pendingin solar energi dengan pasangan aktif karbon-metanol, dan
berhasil membuat es sebanyak 4 kg/hari dengan luas kolektor 0.92 m2.
Penelitian ini bertujuan untuk menghitung kebutuhan energi pada proses
desorpsi dan analisa eksergi pada proses desorpsi.
Pendekatan Teori
Pemilihan Fluida Kerja Mesin Pendingin Adsorpsi. Secara umum, sistem
pendingin yang memanfaatkan energi panas terbagi menjadi dua yaitu absorpsi dan
adsorpsi. Pada massa sekarang unit absorpsi didominasi oleh sistem Water-Lithium
Bromide (H2O)-LiBr, yang digunakan untuk aplikasi mesin pendingin ruangan,
dengan COP sebesar 0.7 untuk single efek dan 1.2 untuk double efek (Oertel et al,
1996).
Adsorbent adalah bahan yang memiliki kemampuan untuk menyerap gas
atau uap, sementara adsorbate adalah sesuatu yang diserap oleh adsorbent.
Pasangan adsorbate-adsorbent yang sering digunakan adalah amonia-active
carbon, metanol-silikagel, air-silikagel. Air-silicagel dan metanol-silikagel
65
merupakan pasangan yang ideal untuk suhu operasi antara 60-70 oC, tetapi air tidak
cocok digunakan pada sistem yang bekerja pada titik beku air (0 oC). Sistem
pendingin adsorpsi amonia-air (NH3-H2O) umumnya membutuhkan suhu yang
rendah, tetapi kebutuhan suhu pemanasan lebih besar dari 120 0C untuk steam dan
340 0C untuk exhaust gas, sehingga perlu teknologi pendingin yang baru, dimana
operasinya menggunakan suhu rendah sebagai sumber panasnya.
Pada penelitian ini mengunakan metanol-silikagel sebagai pasangan
adsorbate-adsorbent. Metanol sebagai fluida yang diserap (adsorbate) dan
silicagel sebagai media penyerap (adsorbent). Metanol-silikagel dipilih karena
pada proses pelepasan uap metanol dari silikagel hanya membutuhkan energi panas
pada suhu rendah.
KONDENSOR
THREEWAY
VALVE
RECEIVER
VALVE
OPENED
VALVE (Adsorbtion)
CLOSED
POMPA VAKUM
POMPA EVAPORATOR
SENTRIFUGAL 1
POMPA
SENTRIFUGAL 2
CHILLED
Heat WATER
Source COOLING
TOWER
ke Atmosfir
EXHAUST GAS
Pe 1 4
T
Te Tc Ta2 Tg1 Ta1 Tg2
kondensor, dengan beberapa asumsi berikut : tidak terjadi desorpsi sampai tekanan
kondensor meningkat, pemanasan generator dalam keadaan volume konstan, dan
panas sensible dari gas adsorbate (metanol) sangat kecil dan diabaikan.
Proses desorpsi (2-3), refigeran yang berekspansi melepaskan dari adsorben
pada tekanan konstan kondensor Pc dan secara serempak generator dipanaskan
sampai suhu maksimum Tg 2 , dengan asumsi; semua refrigeran yang lepas dari
pada tekanan konstan Pe, selama penguapan terjadi penurunan suhu adsorben dari
Ta1 ke Ta2.
Penelitian ini mencari persamaan empirik untuk pendekatan hubungan
Tekanan (p), konsentrasi (X), dan suhu adsorben (T) dalam berbagai variasi.
Pembuatan persamaan berdasarkan data dan gambaran grafik dari Oetler yang
diimplementasikan dalam model empirik. Beberapa persamaan lain juga didapat
dari kurva metanol murni.
⎡ T⎤
X (T , Ts ) = A(T ) exp⎢ B(T ) ⎥ (4.1)
⎣ Ts ⎦
Keterangan :
T : suhu dari adsorben (°C)
Ts : suhu jenuh dari refrigeran(°C)
A(T) : variable, fungsi dari suhu adsorbent
B (T) : variable, fungsi dari suhu adsorbent
⎛ a2 ⎞
⎜ ⎟
A(T ) = a1.e ⎝ T ⎠
a1 : 1.45E-9
b1 : 7568.5352
B(T) : a2 + b2T + c2T2 + d2T3 + e2T4 + f2T5
a2 : -18929.1
b2 : 273.8533
c2 : -1.57816
d2 : 0.004525
e2 : -6.46E-06
f2 : 3.66E-09
Panas Laten Adsorpsi dan Desorpsi. Panas laten adsorpsi dan desorpsi
dapat diperoleh dari persamaan Clausius-Clapeyron:
d h
ln( p) = (4.2)
dT RT 2
Keterangan:
P : tekanan dari adsorben (silica gel/generator),
68
d ⎡ ⎛ C ⎛ X ⎞ ⎞⎤
⎢ A − ⎜⎜ ln⎜ ⎟ ⎟⎟⎥ =
dT ⎣ ⎝ B (T )T ⎝ A(T ) ⎠ ⎠⎦
C ⎛ X ⎞ d C ⎛ X ⎞ C d
2
ln⎜ ⎟ B (T ) + ln⎜ ⎟+ A(T ) (4.5)
B (T ) T ⎝ A(T ) ⎠ dT B (T )T 2 ⎝ A(T ) ⎠ B (T )TA(T ) dT
B(T1)T ⎛ X (T , Ts ) ⎞
= ln⎜⎜ ⎟⎟ (4.6)
Ts ⎝ A(T ) ⎠
Subsitusikan persamaan (4.5) dan (4.6) sehingga menjadi :
⎛ 1 d 1 1 d ⎞ h
C ⎜⎜ B(T ) + + A(T ) ⎟⎟ = 2
(4.7)
⎝ Ts B(T ) dT TsT B(T ) A(T )T dT ⎠ RT
⎛ 1 d 1 1 d ⎞
CRT 2 ⎜⎜ B(T ) + + A(T ) ⎟⎟ = ha (T , Te ) (4.8)
⎝ Te B(T ) dT TeT B(T ) A(T )T dT ⎠
Persamaan panas laten jenis desorpsi (hd) sebagai berikut:
⎛ 1 d 1 1 d ⎞
CRT 2 ⎜⎜ B(T ) + + A(T ) ⎟⎟ = hd (T , Tc ) (4.9)
⎝ Tc B(T ) dT TcT B(T ) A(T )T dT ⎠
Panas laten adsorpsi dan desorpsi sebagai berikut:
Ta 2
δX (T , Te )
Ha = ∫hm
Ta1
a sg
δT
dT (4.10)
δX (T , Tc )
Tg 2
Hd = ∫hm
Tg 1
d sg
δT
dT (4.11)
69
Keterangan:
msg : massa adsorben silika gel, kg.
Pendugaan Suhu Tg1 dan Ta1. Pendugaan suhu akhir proses desorpsi
(pemanasan) dan akhir proses adsorpsi (pendinginan) didasarkan pada asumsi
diagram PTX berikut ini:
X (Tg1 , Tc ) = X (Ta 2 , Te ) (4.12)
Tc ⎛ X (Ta 2 , Te ) ⎞
T g1 = ln⎜ ⎟ (4.14)
B(Tg1 ) ⎜⎝ A(Tg1 ) ⎟⎠
Te ⎛ X (Tg 2 , Tc ) ⎞
Tg 2 = ln⎜ ⎟ (4.15)
B(Tg 2 ) ⎜⎝ A(Tg 2 ) ⎟⎠
Dari hubungan sifat tekanan jenuh (p) dengan suhu uap jenuh refrigeran (Ts)
berlaku persamaan Antoine untuk tekanan uap komponen murni sebagai berikut:
B
ln P(kPa) = A − (4.16)
T (K ) + C
Untuk metanol :
3593.39
ln P = 16.4948 − (4.17)
T + (−35.2249)
Untuk air :
3965.44
ln P = 16.5362 − (4.18)
T + (−38.9974)
Garis proses dari titik satu ke titik dua dan dari titik tiga ke titik empat pada
diagram PTX dapat digambarkan dengan menggunakan persamaan berikut:
⎛ C ⎞ ⎡ ⎡ ⎛ C ⎞⎤ ⎤
⎜⎜ ⎟⎟ ⎢ X ⎢Ta 2 , ⎜⎜ ⎟⎟⎥ ⎥
⎝ A − ln( p ) ⎠ ⎢ ⎣ ⎝ A − ln( p ) ⎠⎦ ⎥ (4.19)
T12 ( p ) = ln
⎢ ⎥
⎛ B (TCa 2 ) ⎞ ⎢⎡ ⎡ A⎛(Ta 2 )C ⎞⎤⎥⎤
⎜⎜ ⎟ ⎢ X ⎢T g 2, ⎜⎜ ⎟⎟⎥ ⎥
⎝ A − ln( p) ⎟⎠ ⎣⎢⎢ ⎣ ⎝ A − ln( p) ⎠⎦⎦⎥⎥
T34 ( p) = ln
B(Tg 2 ) ⎢ A(Tg 2 ) ⎥
⎢ ⎥
⎢⎣ ⎥⎦ (4.20)
70
energi panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu metanol dan silikagel dari
Qsg = ∫ Cp (T )m
Ta1
sg sg dT (4.21)
Keterangan :
Cpsg(T) : panas spesifik dari adsorben yang berubah terhadap suhu, tetapi
untuk menyederhanakan perhitungan, nilai Cpsg = 740 J/kg K
msg : massa adsorber silikagel dalam generator.
Qg = ∫ Cp (T )m
Ta 1
g g dT (4.22)
Keterangan :
Cpg : panas spesifik generator (stainless steel), Cp dianggap konstan
mg : massa generator
Panas sensible dari refrigeran dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Tg 1 Tg 2
Keterangan :
atas eksergi dan entropi. Eksergi adalah kualitas energi yang digunakan untuk
melakukan kerja. Sedangkan entropi adalah bagian dari energi yang mengalami
perubahan wujud energi dan tidak melakukan kerja. Energi, eksergi, dan entropi
pada sistem generator desoprsi tergantung pada model fisik pindah panasnya.
Model fisik pindah panas pada generator desorpsi dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Dengan asumsi energi potensial, energi kinetik, energi masuk, dan kerja
mekanik sama dengan nol, maka Persamaan 4.26 menjadi
(min hin − mout hout )w1 + (min hin − mout hout )w 2 = ΔU Silicagel − MeOH −Gen (4.27)
Panas sensibel yang diperlukan oleh silicagel selama proses desorpsi adalah:
Tg 2
Q1 = ∫C
Tg 1
sg m sg dT (4.28)
Tg 1 Tg 2
Q3 =
Ta 2
∫m sg X 1Cv met dT + ∫m
Tg 1
sg Cp met X 2 dT (4.30)
Energi yang dibutuhkan metanol , silika gel dan genertor selama proses
desorpsi adalah:
Qdes = Q1 + Q2 + Q3 + H d
dTw1 dT
mw1Cpw1dTw1 − mw1Cpw1 .To + mw2Cpw2dTw2 − mw2Cpw2 w2 To +ToSgen =
Tw1 Tw2
To + (mmet,cairCpmet,cair)dTmet
dTsg dTg
(mCp)sg dTsg − (mCp)sg T o+(mCp) g dTg − (mCp) g
Tsg Tg
⎛ ⎞ ⎛ ⎞ ⎛ T ⎞
(mCp)g dTg ⎜⎜1− To ⎟⎟ + (mCp)mer,cairdTmet⎜⎜1− To ⎟⎟ + (mmet,uapΔh)dTmet⎜⎜1− o ⎟⎟ +
⎝ Tg ⎠ ⎝ Tmet ⎠ ⎝ Tmet ⎠
⎛ T ⎞
mmet,uapCpmet,uapdTmet⎜⎜1− o ⎟⎟
⎝ Tmet ⎠
(4.41)
Persamaan irreversibilitas atau eksergi yang musnah sebagai berikut:
I = X destroyed = To S gen (4.42)
(mm,u Δh)dTmt ⎛⎜⎜1− To ⎞⎟⎟ + mm,u ∂X dTm ⎛⎜⎜1− To ⎞⎟⎟ − mw1Cpw1dTw1 ⎛⎜⎜1− To ⎞⎟⎟ − (4.43)
⎝ Tm ⎠ ∂T ⎝ Tm ⎠ ⎝ Tw1 ⎠
⎛ T ⎞
mw2 Cpw2 dTw2 ⎜⎜1 − o ⎟⎟
⎝ Tw2 ⎠
Metanol (gas)
3593.39
Metanol ln P(kPa) = 16.4948 −
T + (− 35.2249)
Fraksi air
3965.44
ln P(kPa) = 16.5362 −
T + (− 38.9974)
Metanol
Menentukan
3593.39
suhu ln P = 16.4948 −
T − 35.2249
saturasi/titik
Tsat = 301.426 K atau 28.265 °C
didih (Tsat)
pada tekanan Fraksi air
Sebagai basis perhitungan misal metanol (98% m/m) sebanyak 100 gram
sehingga per batch Metanol
Jumlah mol
Metanol
metanol dan
0.98×100
mol fraksi air n= = 3.06 mol
32.043
Fraksi air
0.02 ×100
n= = 0.1 mol
18.016
Panas sensibel metanol cair dari suhu awal ke suhu penguapan
Qm,1 = n ∫ c p(cair) dT
Tsat
Tawal
⎡ 3.3982
⎢258.25(Tsat − Tawal ) + 2 Tsat − Tawal
2 2
( ) ⎤
⎥
Qm ,1 =n⎢ ⎥
( ) ( )
−5
⎢− 1.1639 × 10 T 3 − T 3 + 1.4052 × 10 T 4 − T 4
2
⎥
⎢⎣ 3
sat awal
4
sat awal ⎥⎦
Qm,1 = A
Panas penguapan metanol
Qm ,3 = n ∫ c p dT
Takhir
Tsat
⎡ 2 . 91887 x10 2 2 2 ⎤
⎢ 34 . 4925 ( T akhir − T sat ) − 2
( T akhir − T sat ) ⎥
⎢ ⎥
⎢ 2 . 86844 × 10 − 4 3 3 ⎥
⎢+ 3
( T akhir − T sat ) ⎥
Q m ,3 = n⎢ −7
⎥
⎢ 3 . 12501 × 10 4 4 ⎥
⎢+ 4
( T akhir − T sat ) ⎥
⎢ − 10
⎥
⎢ + 1 . 09833 × 10 5
( T akhir − T sat )
5 ⎥
⎣⎢ 5 ⎦⎥
Qm,3 = C
Qm = Qm ,1 + Qm, 2 + Qm,3
Panas sensibel air dari suhu awal ke suhu penguapan
QA,1 = n ∫ c p (cair) dT
Tsat
Tawal
81
QA,1 = X
Panas penguapan air
QA, 2 = n ΔH vap
QA, 2 = Y
Panas sensibel uap air dari suhu saturasi ke suhu akhir
QA , 3 = n ∫ c p dT
Takhir
Tsat
⎡ 9 . 65064 2 2 ⎤
⎢ 34 . 0471 ( T akhir − T sat ) − 2
( T akhir − T sat ) ⎥
⎢ −5
⎥
⎢ + 3 . 29983 × 10 ( T 3 3
− T sat ) ⎥
⎢ 3
akhir ⎥
Q A ,3 = n⎢ −8 ⎥ = Z
⎢ − 2 . 00446 × 10 ( T 4 4
− T sat ) ⎥
⎢ 4
akhir
⎥
⎢ −5 ⎥
⎢ + 4 . 30220 × 10 ( T 5 5
− T sat ) ⎥
⎣⎢ ⎦⎥
akhir
5
QS = m Tawal ∫ c p(cair) dT
Takhirt
Panas yang
diterima Asumsi : cp silikagel tidak berubah terhadap suhu atau cp silikagel konstan,
silikagel sehingga Qs menjadi
QS = m c p ΔT
Data hasil uji mesin pendingin adsorpsi dan perhitungan energi selama
proses desorpsi dapat tersaji pada Tabel 4.2 dan 4.3.
Tabel 4.2 Data hasil uji suhu generator, metanol, fraksi air, dan silikagel
Suhu (°C)
Tanggal uji coba
Air panas Generator Metanol Silikagel
Awal 80.00 27.66 28.86 30.36
26 Agustus 07
Akhir 76.60 70.46 68.16 69.86
Awal 80.35 34.90 31.70 36.00
29 Agustus 07
Akhir 76.90 74.40 69.40 71.30
Awal 80.50 20.56 20.76 36.00
30 Agustus 07
Akhir 77.10 75.36 68.26 75.30
82
Berdasarkan ketiga hasil uji, suhu awal air panas antara selang 80 °C sampai
80.35 °C. Sedangkan suhu akhir air panas antara selang 76.6 °C sampai 77.10 °C.
Kondisi suhu awal air panas mempengaruhi kenaikan suhu generator, metanol, dan
silikagel, semakin tinggi suhu awal air panas, maka semakin tinggi kenaikan suhu
generator, metanol, dan silikagel. Suhu awal terendah generator sebesar 20.56 °C,
karena pada kondisi awal, generator direndam dengan air dingin, hal ini dilakukan
untuk menurunkan suhu di generator adsorpsi.
Tabel 4.3 Data hasil uji massa air panas, generator, dan metanol selama 135 menit
Massa (kg)
Tanggal uji coba
Air panas Generator Metanol
26 Agustus 07 461.7 6.09 0.35
29 Agustus 07 461.7 6.09 0.35
30 Agustus 07 461.7 6.09 0.35
Massa air, generator, dan metanol untuk ketiga percobaan konstan selama
proses. Massa air sebesar 461.7 kg selama 135 menit. Massa air dihitung dengan
mengalikan laju massa per waktu dengan waktu uji coba. Massa generator sebesar
6.08 kg dan massa metanol sebesar 0.35 kg. Massa generator dan metanol dihitung
dengan mengalikan volume dengan massa jenis generator. Perhitungan kebutuhan
energi desopsi berdasarkan pendekatan termokimia tersaji pada Lampiran 18-20,
sedangkan berdasarkan pendekatan termodinamika tersaji pada Lampiran 22-24.
Perhitungan kebutuhan energi desorpsi tersaji pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Perhitungan kebutuhan energi desorpsi
Energi diterima MeOH-Silika gel (kJ)
Tanggal uji coba
Pendekatan termokimia Pendekatan termodinamika
26 Agustus 07 913.78 935.70
29 Agustus 07 872.56 897.09
30 Agustus 07 1 086.27 1 055.61
terbesar pada tanggal uji coba 30 Agusutus 2007, karena suhu metanol paling
rendah dibandingkan data 26 dan 29 Agusutus 2007.
Berdasarkan pendekatan termodinamika, energi desorpsi secara berturut-
turut adalah 935.70 kJ, 897.09 kJ, dan 1,055.61 kJ. Energi desorpsi terbesar pada
tanggal uji coba 30 Agusutus 2007, karena suhu metanol paling rendah
dibandingkan data 26 dan 29 Agusutus 2007.
Perhitungan berdasarkan pendekatan termokimia dan pendekatan
termodinamika memiliki trend yang sama, yaitu semakin rendah suhu metanol,
maka energi desorpsi semakin besar. Semakin rendah suhu metanol, maka
kebutuhan energi untuk mengubah fasa metanol semakin besar. Energi panas yang
diterima metanol digunakan untuk meningkatkan suhu metanol ke suhu saturasi,
mengubah fasa, dan meningkatkan suhu uap. Perbandingan perhitungan energi
yang diterima metanol-silikagel berdasarkan dua metode tersaji pada Gambar 4.4.
1200
Energi diserap metanol-silikagel
1000 Metode 1
800
Metode 2
(kJ)
600
400
200
0
26 Agustus 07 29 Agustus 07 30 Agustus 07
Tanggal uji coba
100%
90% Energi di lepas air panas (kJ)
80%
Energi diserap Metanol-Silikagel (kJ)
70%
60% 6,582.34
6,581.92 6,679.14
50%
40%
30%
20%
10% 1086.27
913.78 872.55
0%
26 Agustus 07 29 Agustus 07 30 Agustus 07
100%
90%
Energi di lepas air panas (kJ)
80%
70% Energi diserap Metanol-Silikagel (kJ)
60% 6,582.34
6,581.92 6,679.14
50%
40%
30%
20%
10%
935.70 890.19 1,055.61
0%
26 Agustus 07 29 Agustus 07 30 Agustus 07
Energi panas yang diserap untuk proses desorpsi lebih kecil dibandingkan
energi yang dilepas oleh air. Sistem hanya mampu menyerap10-20% dari total
energi yang dilepas oleh air. Perbedaan jumlah energi yang dilepas air dan energi
desorpsi menunjukkan adanya energi yang hilang. Energi yang hilang disebabkan
oleh sistem generator yang tidak terisolasi, sehingga terjadi pindah panas antara air
panas dengan lingkungan.
Berdasarkan pendekatan termokimia, energi desorpsi terdiri dari energi
panas diterima generator, energi panas diterima metanol dan fraksi air, dan energi
panas diterima silikagel. Energi panas yang diterima metanol pada proses desorpsi
85
400 370.15
350
Energi (kJ)
300
250
200
150
100
50 0.00 17.67
0
Panas sensibel 1 Panas latent Panas sensibel 2
penguapan
400 370.15
350
Energi (kJ)
300
250
200
150
100
50 0.00 18.23
0
Panas sensibel 1 Panas latent Panas sensibel 2
penguapan
Gambar 4.8 Energi panas yang diterima metanol, data 29-08- 2007.
86
376.97
400
350
Energi (kJ)
300
250
200
150
100 45.43
50 18.04
0
Panas sensibel 1 Panas latent Panas sensibel 2
penguapan
Gambar 4.9 Energi panas yang diterima metanol berdasarkan, data 30-08- 2007.
Berdasarkan ketiga data hasil uji, energi panas yang digunakan untuk
penguapan paling besar dibandingkan dengan energi panas sensibel 1 dan
sensibel 2, karena panas laten penguapan metanol sebesar 37891.47 J/mol. Pada
data uji coba 26 Agustus 2007 dan 29 Agustus 2007, panas sensibel 1 sama
dengan nol. Hal ini disebabkan oleh suhu awal metanol yang lebih besar dari suhu
saturasi. Energi panas yang diserap oleh fraksi air dalam metanol tersaji pada
Gambar 4.10, 4.11, dan 4.12.
15.21
16
14
Energi (kJ)
12
10
8
6
4
2 0.80 0.11
0
Panas sensibel 1 Panas latent Panas sensibel 2
penguapan
Gambar 4.10 Energi panas yang diterima fraksi air, data 26 -08-2007.
87
15.21
16
14
Energi (kJ)
12
10
8
6
4
2 0.72 0.13
0
Panas sensibel 1 Panas latent Panas sensibel 2
penguapan
Gambar 4.11 Energi panas yang diterima fraksi air, data 29-08-2007.
18 15.49
16
Energi (kJ)
14
12
10
8
6
4
1.03 0.12
2
0
Panas sensibel 1 Panas latent Panas sensibel 2
penguapan
Gambar 4.12 Energi panas yang diterima fraksi air, data 30-81-2007.
Berdasarkan ketiga data hasil uji di atas, fenomena energi yang diterima
fraksi air sama dengan fenomena metanol, dimana energi panas yang digunakan
untuk menguapkan fraksi air paling besar dibandingkan dengan energi panas
sensibel 1 dan sensibel 2. Hal ini disebabkan oleh nilai panas laten penguapan air
sebesar 42853.74 J/mol. Panas sensibel satu lebih besar dari panas sensibel 2,
karena suhu kenaikan suhu pada proses sensibel satu lebih besar dari pada
perubahan suhu pada proses sensibel 2.
Berdasarkan pendekatan termokimia, presentasi alokasi energi dapat
dihitung. Presentasi alokasi energi panas ditentukan oleh konstruksi dan sifat fisik
dari generator, silikagel, dan metanol. Berdasarkan konstruksi, air panas
bersentuhan langsung dengan generator, sehingga sebagian besar panas merambat
88
16
14
12
Konsentrasi (%)
10
8 Eksperimen
6 Hitung
4
2
0
0 200 400 600 800 1000
Waktu (menit)
energi ini dapat dinyatakan sebagai efisiensi eksergi atau efisiensi hukum kedua
termodinamika (ηII). Peningkatan efisiensi eksergi secara proporsional akan
menunjukkan terjadinya peningkatan manfaat pemanasan di generator.
Secara umum eksergi adalah energi yang dapat digunakan untuk melakukan usaha.
Perhitungan dan analisa eksergi menggunakan metode 2 (pendekatan
termodinamika). Analisa eksegi pada penelitian ini meliputi eksergi yang tersedia
pada sisi panas (air panas), sisi dingin (generator, silikagel, metanol), eksergi
hilang, efisiensi eksergi rata-rata, dan efisiensi eksergi. Parameter yang
mempengaruhi efisiensi eksergi adalah perubahan suhu air, silikagel, generator,
dan metanol. Perhitungan eksergi tersaji pada Tabel 4.6.
yaitu sebesar 837.76 kJ, diikuti data uji coba 30 Agustus 2007, yaitu sebesar
825.55 kJ.
Efisiensi eksergi rata-rata untuk tiga data uji coba, sebesar 3.65%. Efisiensi
eksergi dari tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah data uji coba 30
Agustus 2007 (4.04%), kemudian 29 Agustus 2007 (3.70%), dan terakhir. 26
Agustus 2007 (3.20%)
Berdasarkan analisa eksergi di atas, eksergi pada sistem ditentukan oleh
eksergi tersedia pada sisi panas, eksergi diserap oleh sisi dingin, dan eksergi
hilang. Pada penelitian ini, secara keseluruhan indikator eksergi adalah suhu.
Eksergi tersedia di sisi air panas masuk berbanding lurus dengan suhu awal,
semakin tinggi suhu awal maka eksergi tersedia di sisi panas semakin besar.
Kehilangan eksergi pada sistem disebabkan oleh kemampuan sistem
menyerap eksergi yang tersedia. Indikator kehilangan eksergi adalah perubahan
suhu pada sistem. Eksergi hilang terbesar pada data uji coba 29 Agustus 2007,
sebesar 837.76 kJ. Hal ini disebabkan oleh eksergi yang tersedia di sisi panas jauh
lebih besar dibandingkan eksergi yang mampu diserap sistem. Hal ini ditunjukkan
oleh data suhu dan data perubahan suhu fluida pada sistem. Pada data uji coba
29 Agustus 2007, perubahan suhu air panas sebesar 3.4 oC selama 135 menit
hanya mampu memanaskan generator sebesar 39.5 oC, memanaskan suhu silikagel
sebesar 35.3 oC, dan memanaskan suhu metanol sebesar 37.7 oC.
Efisiensi eksergi pada sistem cenderung berbanding terbalik dengan eksergi
hilang. Semakin besar eksergi hilang maka efisiensi eksergi akan semakin kecil.
Hal itu sesuai dengan data analisa eksergi, eksergi hilang terbesar pada data uji
coba 29 Agustus 2007 dan efisiensi eksergi terkecil pada data uji coba
29 Agustus 2007
Berdasarkan Tabel 4.7, perubahan suhu air pada menit ke 60 semakin kecil,
yaitu sekitar 0.7-3.6oC. Sedangkan perubahan suhu silikagel dan generator pada
menit ke 60 masih cenderung berfluktuatif, hal ini terjadi karena pada saat
pengujian sistem mengalami over heating sehingga diberi air dingin.
6
Data uji 26 Agustus 2007
Data uji 27 Agustus 2007
Efisiensi eksergi (%)
5
Data uji 30 Agustus 2007
4
0
15 30 45 60 75 90 105 120 135
Waktu (menit ke-)
eksergi sistem menurun tajam pada menit ke-45 dari 6.06 % menjadi 1.29%
(26 Agustus 07), 3.36% menjadi 1.23% (29 Agustus 07) dan 3.14% menjadi 1.57%
(30 Agustus 07).
Dengan demikian, efisiensi eksergi pada penelitian ini dipengaruhi oleh
panas yang dilepas sisi panas dengan panas yang diserap sisi dingin. Indikator
energi yang dilepas dan energi yang diserap sistem adalah perubahan suhu pada
sistem. Semakin tinggi penurunan suhu air panas dan semakin tinggi peningkatan
suhu pada sisi dingin (metanol, silikagel, dan generator) maka maka efisiensi
eksergi sistem akan semakin tinggi.
Nilai yang didapatkan dari data pengujian untuk besaran COPideal pada masing-
masing percobaan, berturut-turut dari pengujian 1 sampai 3 adalah 4.15, 3.88 dan
3.64. Sehingga kecenderungannya dapat diramalkan dari persamaan diatas: 1) jika
Tg naik, COP naik, 2) jika Te naik, COP naik, dan 3) jika To naik, COP turun.
Dimana nilai COP aktual dapat diperoleh dari data hasil pengujian Qe (laju panas
evaporator, kJ/dt) dan Qg (laju panas generator, kJ/s) diberikan dengan rumusan,
sebagai berikut :
Qe
COPaktual =
Qg
dalam proses adsorpsi dan desorpsi dapat mempengaruhi perbedaan suhu masuk
dan suhu keluar sistem penukar kalor. Tekanan generator dan kecepatan aliran
metanol yang dialirkan kedalam eveporator dapat mempengaruhi bidang kontak
penguapan refrigeran dalam evaporator yang kemudian akan berpengaruh pada laju
penguapan. Perubahan COP antara 0.16-0.40 disebabkan karena terjadinya
perubahan suhu generator dan beban pendinginan.
Pengujian 2
Generator 5 22 * 640 334.046 0.261 0.44 2906.57
108 **
Kondensor 5 9.525 6000 107.161 0.179 4.25 140.47
Evaporator 5 9.525 7000 78.261 0.209 1.04 359.37
Simpulan
1. Mesin pendingin adsorbsi adalah mesin pendingin yang memanfaatkan energi
panas sebagai pengganti fungsi kompresor. Pada penelitian ini, pasangan
absorbent-adsorbate yang dipilih adalah silikagel-metanol karena cocok untuk
suhu kerja 60-70 °C.
2. Data uji coba yang dipakai pada penelitian ini ada tiga yaitu:
26 Agustus 2007, 29 Agustus 2007, dan 30 Agustus 2007. Perhitungan energi
yang diterima metanol-silikagel menggunakan 2 metode, yaitu pendekatan
termokimia (metode 1) dan pendekatan termodinamika (metode 2). Hasil
perhitungan berdasarkan metode 1 berturut-turut adalah 913.78 kJ, 872.56 kJ,
dan 1086.27 kJ. Sedangkan hasil perhitungan berdasarkan metode 2
berturut-turut adalah 935.70 kJ, 897.09 kJ, dan 1055.61 kJ.
3. Total energi panas yang dilepas selama 135 menit berturut-turut sebesar
6581.92 kJ, 6679.14 kJ, dan 6582.34 kJ. Proses desorpsi hanya menyerap
energi panas 10-20% dari total energi panas yang dilepas oleh air panas
selama 135 menit. Sebagian besar energi panas air hilang karena sistem tidak
tertutup.
4. Energi panas yang diterima pada proses desorpsi digunakan untuk
memanaskan beberapa komponennya seperti : memanaskan generator,
96
Gambar 5.1 Skema gasifikasi biomassa dengan umpan kayu untuk pembangkit
listrik dan pendinginan adsorpsi.
98
penampungan abu dari sisa proses oksidasi, jadi panas di zona ini cenderung
merupakan sisa panas dari proses oksidasi.
Berdasarkan fenomena suhu tersebut, zona oksidasi, suhu cenderung naik,
sepanjang 29 cm di atas grate. Zona yang terletak pada interval jarak 0-38 cm di
bawah grate adalah zona reduksi. Pada zona ini, suhu sedikit menurun dengan
interval suhu antara 600-980 oC. Zona yang terletak pada interval jarak 29-40 cm di
atas grate adalah zona pirolisis, dengan interval suhu antara 400-600 oC.
Berdasarkan persamaan simulasi, profil suhu pada zona II (oksidasi, reduksi,
pirolisis, dan pengeringan) dapat disimpulkan bahwa semakin jauh letak zona dari
grate, maka suhu akan menurun. Dengan demikian suhu zona pengeringan
memiliki suhu terendah, yaitu sebesar 146oC. Hasil simulasi ini memperkuat
temuan Manurung (1954) yang mengungkapkan bahwa profil suhu pada gasifier
jenis konvensional memiliki karakteristik suhu yang semakin menurun seiring
dengan semakin jauhnya jarak dari grate (panggangan).
Dengan menggunakan data hasil perhitungan energi pembakaran dan energi
gas buang, hasil pengukuran daya efektif di terminal generator, dan referensi mesin
diesel tanpa turbocharger (naturally aspirated engines) dengan efisiensi mekanis
80% dan efisensi generator 97,50%. Keseimbangan termal pada beban nominal
dengan masukan energi hasil proses pembakaran sebesar 41.40 kW, mampu
menghasilkan energi keluaran masing-masing: daya poros sebesar 6.25 kW
(15.10%), daya gesekan mekanis sebesar 1.10 kW (2.66%), energi gas buang
sebesar 6.85 kW (16.55%), dan energi lainnya (pendinginan, radiasi dan rugi-rugi
pembakaran) sebesar 27.2 kW (65.79%).
Disain alat penukar kalor yang berfungsi untuk memanaskan air,
menggunakan metode optimasi dan Kern, dimana variabel tetap adalah suhu dan
laju aliran masa, sedangkan variabel bebas adalah konstruksi shell dan tube.
Optimasi rancangan alat penukar kalor dibuat dengan batasan (design criteria) yang
ditentukan oleh parameter energi gas buang yang dibutuhkan untuk proses desorpsi
sebesar 1 kW, suhu gas buang masuk alat penukar kalor (300 oC), suhu air masuk
gernerator desorpsi 85 oC, dan laju aliran masa gas buang 0.00556 kg/s. Untuk
mendapatkan diameter pipa dan konduktivitas panas menyeluruh yang paling
optimal, menerapkan ukuran diameter luar pipa dari hasil simulasi 10 mm, tebal 1
100
mm, panjang 200 mm, jumlah pipa 150 batang, 75 laluan, konduktivitas panas
material 385 W/m.K. Hasil perhitungan diperoleh kinerja: koefisien perpindahan
panas menyeluruh nilai desain dan hasil uji masing-masing (8.44 W/m2.K dan
26.49 W/m2.K), ΔTLMTD sebesar (127.21 oC dan 33.36 oC), efektivitas (1.87% dan
2.49%), NTU (1.89% dan 2.52%), panas yang dilepaskan fluida panas (1.0 kW dan
0.84 kW), panas yang diterima fluida dingin (0.98 kW dan 0.83 kW), panas yang
dipindahkan (1.01 kW dan 0.83 kW).
Setelah merancang bangun dan melakukan simulasi alat penukar kalor,
dilakukan analisa eksergi berdasarkan data rancangan dan data rata-rata simulasi
selama 120 menit. Efisiensi eksergi alat penukar kalor dengan menggunakan fluida
panas gas buang dan air mencapai nilai desain dan hasil uji masing-masing 24.07%
dan 12.54%. Nilai eksergi desain dan hasil uji fluida kerja gas buang masing-
masing 526.52 kJ/kg.K dan 101.60 kJ/kg.K, sedangkan fluida air 15.66 kJ/kg.K dan
18.12 kJ/kg.K, nilai eksergi desain dan hasil uji fluida kerja air masing-masing
264.29 kJ/kg.K dan 14.67 kJ.kg.K sedangkan untuk fluida air masing-masing 10.20
kJ/kg.K dan 11.89 kJ/kg.K
Setelah proses gasifikasi dan pindah panas di alat penukar kalor, dilanjutkan
dengan pendinginan adsorpsi. Analisa yang dilakukan pada pendingin adsorpsi
meliputi kebutuhan energi untuk proses pemisahan metanol dari silikagel,
perbandingan energi yang dilepaskan air dengan energi diterima metanol, dan
efisiensi eksergi generator desorpsi. Hasil simulasi perhitungan energi dapat dilihat
pada tabel dan gambar berikut.
Berdasarkan pendekatan kimia, energi panas dari air panas digunakan untuk
memanaskan generator, silikagel, dan metanol. Bobot alokasi energi panas selama
proses desorpsi dapat dilihat pada Gambar 5.2
101
1.39%
kalor tertinggi 29.36%, energi yang digunakan untuk proses desorpsi (menguapkan
metanol dari silikagel) sebesar 1086.7 kJ, dan efisiensi eksergi generator desorpsi
4.04%, serta COP mesin pendingin adsorpsi 0.4
dikembangkan dalam analisis ini adalah: net present value (NVP) dari arus manfaat,
internal rate of return (IRR), dan pay back period (PP)
Setiap kriteria tersebut menggunakan perhitungan nilai sekarang atas arus
manfaat dan biaya selama umur instalasi. Metoda tradisional dalam mengevaluasi
ekonomi biasa digunakan nilai waktu uang, mengingat pada kenyataannya nilai
rupiah kemarin lebih besar dari hari ini dan nilai rupiah besok lebih rendah dari hari
ini. Untuk memberikan fee (bayaran) terhadap sejumlah nilai uang yang digunakan
dalam suatu investasi disebut tingkat suku bunga (interest rates). Walaupun
terdapat perbedaan yang unik bahwa uang yang digunakan investasi, sehingga
mendapatkan tambahan dibanding dengan nilai asalnya. Jika nilai rupiah hari ini
lebih jelek dibanding besok karena mendapatkan pembayaran bunga, dalam
perhitungan ini, jumlah uang aktual pada masa yang akan datang akan dikurangi
dengan nilai suku bunga aktual.
NPV adalah nilai hari ini dan didefinisikan sebagai present value nilai bersih
aliran dana setelah pajak, dengan menggunakan faktor diskonto standar. Faktor
diskonto yang diterapkan dalam perhitungan ini adalah 12%, umumnya digunakan
oleh Bank. NPV secara esensial memberikan informasi tentang pengembalian
menyeluruh untuk periode waktu tertentu (t), yang menempatkan biaya modal awal
sebagai bilangan negatif. NPV menghubungkan biaya modal awal, belanja hari ini,
untuk pendapatan, mencapai beberapa tahun yang akan datang, setiap besaran yang
dihitung mempunyai nilai yang lebih kecil karena penerapan faktor diskonto.
Suatu investasi dapat dinyatakan layak apabila NPV bernilai positif atau sama
dengan nol. NPV dapat dinyatakan dalam bentuk rumus matematika sebagai
(1 + r )t
IRR didefinisikan sebagai faktor diskonto yang diterapkan pada aliran dana,
memberikan NPV sama dengan nol. Karenanya secara kasar IRR analog dengan
ROI, namun memerlukan nilai waktu uang dalam penjumlahannya. IRR biasanya
dipilih untuk ROI dalam perhitungan yang nilai prosentasi pengembalian. Perlu
diperhitungkan dalam menerapkan IRR dengan aliran dana yang bergerak secara
cepat sebagai lebih dari satu solusi positif untuk fungsi yang ada, yang membuat
tidak berarti dalam keadaan begitu. Jika aliran dana proyek ini tidak bergerak
104
secara cepat, maka IRR diterapkan bersama-sama NPV dalam penelaahan dan
skenario perbedaan klasifikasi.
IRR merupakan tingkat suku bunga (r) yang menyamakan nilai sekarang
(present value, PV) dari aliran kas keluar yang diharapkan (expected cash outflow)
dengan nilai sekarang dari aliran kas masuk yang diharapkan (expected cash
inflow). Apabila IRR lebih besar dari tingkat pengembalian yang ditentukan atau
WACC (weighted average cash of capital) , maka investasi dinilai layak untuk
diimplementasikan dan IRR dapat dinyatakan dengan rumus:
× (r − r )
NPV
IRR =
(PV1 − PV2 ) 2 1
Untuk mengukur jangka waktu pengembalian dana investasi dan operasi
pusat listrik tenaga gasifikasi ini, maka digunakan metode PP untuk
menganalisisnya. Parameter ini diukur dengan rasio antara nilai investasi awal (Io)
dengan net cashflow. Metoda ini mempunyai kelemahan karena tidak
memperhitungkan pengaruh waktu terhadap nilai uang dan aliran kas masuk (NCF)
setelah periode pengembalian tersebut. Metoda periode pengembalian investasi ini
Io
dapat dinyatakan dalam rumus : PP = × 1tahun
NCF
Dari hasil perhitungan biaya investasi Rp66 339 000.00 (Lampiran 25) dan
operasi untuk gasifikasi biomasa dimana gas buangnya dimanfaatkan untuk
pemasok panas mesin pendingin adsorpsi, mampu menghasilkan daya nominal pada
terminal generator sebesar 8 kW, cara pengoperasian 6000 jam per tahun, bahan
bakar campuran kayu dan minyak solar dengan fraksi 40:60, bila dioperasikan
dapat dinyatakan layak karena NPV positif (Rp 2 527 240.59), IRR lebih besar dari
suku bunga diskonto (21.22%) dan pengembalian investasi kurang dari 4 tahun
(37.94 bulan), Lampiran 26-33.
105
Simpulan
1. Rancangan gasifier berdasarkan laju aliran dan kecepatan minimum gas
memiliki diameter reaktor 600 mm, diameter throat 120 mm, dan tinggi reaktor
1800 mm. Umpan kayu terbaik adalah Borneo, dengan nilai kalor sebesar
18897.12 kJ/kg, memiliki ketersediaan energi 561.24 MJ, dan energi
pembakaran persatuan waktu 25.98 kW.
2. Perhitungan luas permukaan sentuh alat penukar kalor menggunakan metode
Kern dengan sistem trial and eror, dimana varibel bebas adalah dimensi alat
penukar kalor dan variabel tetap adalah suhu dan laju masa fluida. Penukar
panas memiliki 150 tube dengan panjang 200 mm, diameter dalam 8 mm,
diameter luar 10 mm, konduktivitas termal bahan 385 W/mK, dan diameter
shell 200 mm, mampu memindahkan panas gas buang ke generator desorpsi
sebesar 0.83 kW pada suhu 85 oC, koefisien perpindahan panas menyeluruh
26.49 W/m2K, efektivitas 7.08%, dan efisiensi eksergi 9.36%
3. Percobaan dengan umpan kayu Borneo dan bahan bakar solar mampu
mengkonversi energi termal menjadi energi listrik pada beban nominal sebesar
6 kW, efisiensi termal mesin pembangkit tenaga 15.10%, energi gas buang
6.85 kW, pemanfaatan energi gas buang melalui alat penukar kalor 0.83 kW,
koefisien pindah panas menyeluruh 26.49 W/m2K, efisiensi eksergi alat
penukar kalor tertinggi 29.36%, energi yang digunakan untuk proses desorpsi
(menguapkan metanol dari silikagel) sebesar 1086.7 kJ, dan efisiensi eksergi
generator desorpsi 4.04% dengan COP mesin pendingin adsorpsi 0.4
4. Berdasarkan perhitungan biaya operasi dan investasi sistem gasifikasi biomassa
dengan pola operasi selama 6000 jam per tahun menggunakan bahan bakar
campuran kayu dan minyak solar dengan fraksi 40:60 dapat dinyatakan layak
karena NPV sebesar Rp2 527 240.59, IRR sebesar 21.22% dan pengembalian
investasi selama 37.94 bulan.
106
Saran
1. Untuk menghasilkan proses oksidasi dan reduksi yang lebih optimal, perlu
modifikasi konstruksi gasifier. Ruang antara dinding luar dan bata tahan api
dimodifikasi dengan jarak antara 4-5 mm yang meliputi seluruh lingkaran
reaktor dan lubang distribusi udara masukan disekitar throat dibuat minimal 6
lubang, sehinggga distribusi udara lebih merata.
2. Untuk mendapatkan biaya energi spesifik yang optimal disarankan agar ukuran
gasifier dan mesin pembangkit dirancang untuk mampu menghasilkan daya
listrik pada terminal generator 40 kW.
107
DAFTAR PUSTAKA
Boehm, R.F. 1987. Design of Analysis of Thermal System. New York: John Wiley
& Sons.
Bird RB, Stewart WE, Lightfoot EN. 1994. Transport phenomena. Singapore: John
Willey & Son Inc.
Cengel YA. 2003. Heat transfer a practical approach. Second Edition. Singapore:
Mc Graw Hill.
Gaos YS. 2002. Prospek penerapan gasifier unggun tetap aliran kebawah untuk
pembangkit tenaga listrik dengan umpan sekam padi. Indonesia: FT Univ.
Indonesia.
Jain BC. 1996. Downdraft gasifier with compression ignation engine generator
output 3,5 kW to 500 kW . Gujarat. Bagota. India.
Knoef HAM, Stassen HEM. 1994. Energy generation from biomass and waste in
Netherlands; A brief overview and perspective, biomass technology group.
The Netherlands.
Knoef HAM, Stassen HAM. 1994. Development of a standard procedure for gas
quality testing in biomass gasifier plant/power generation system, biomass
technology group. The Netherlands.
Kreith F. 1994. Principle of heat transfer. Harper & Row, Publishers, Inc.
Lapidus L. 1962. Digital computation for chemical engineer. New York: Mc Graw
Hill.
108
Oertel K. and Fisher M. 1998. Adsorption cooling system for cold storage using
methanol/silicagel. Applied thermal Engineering 18:773-786
Rao STIP, Mohan R, Rao SS, Kumar PR.1994. Performance evaluation of wood
gasifier and wood gas diesel genset. India: Departement of Mechanical
Engineering.
Reed TB, Stassen HEM, 1985, Design consideration for different types of gasifier.
Netherlands: Twente University of Technology Enschede.
Reklaitis GV. 1983. Introduction to Material and Energy Balances. New York :
John Wiley & Sons. Appendix: Physical Properties Data, hal 635-660
Rekleatis, GV. 1983. Introduction to Material and Energy Balance. John Willey &
Sons,Inc USA. Appendix hal 635-660
Smoot LD, Smith PJ. 1979. Coal gasification and combustion. New York. Plenum
Publishing Co.
Stassen HEM, Knoef HAM. 1996. Small scale gassification systems. The
Netherlands: Biomass Technology Group BV, 7500 AE Enchede.
Taylor CF. 1966. The internal combustion engine in theory and practice. Vol. I
Thermodynamics, Fluid Flow, Performance. Second Edition. Massachuset:
The M.I.T. Press.
Stocker WF. 1989. Design of thermal system. New York. McGraw-Hill, Inc.
Suresh MVJJ, Reddy KS, Ajit Komar Kolar. 2006. Energy and Exergy based
Thermodynamics Analysis of 62.5 MW Coal-Based Thermal Power Plants –
A Case Study. Indian Institut of Technology Madras Chenai, India.
Suryanarayana NV, Arici Oner. 2003. Design and simulation of thermal system.
New Ork: Mc Graw-Hill Higher Education