Вы находитесь на странице: 1из 141

GASIFIKASI BIOMASSA UNTUK PEMBANGKIT

LISTRIK DAN PEMANFAATAN GAS BUANG


SEBAGAI PEMASOK PANAS BAGI PENDINGIN
ADSORPSI

YOGI SIRODZ GAOS

1 SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Gasifikasi Biomassa untuk


Pembangkit Listrik dan Pemasok Panas bagi Pendingin Adsorpsi adalah karya
saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juli 2008

Yogi Sirodz Gaos


NIM F161020071
ABSTRACT

YOGI SIRODZ GAOS. Biomass Gasificasion for Electric Generation and


Waste Exhaust Gas Utilization for Adsorption System. Under direction of
ARMANSYAH H. TAMBUNAN, KAMARUDDIN ABDULAH, and
PRAWOTO

The emergence of energy crisis recently has attracted the utilitation of


alternative energy, especially the renewable one. Biomass, as one of the
renewable energy resources, attract more attention due to its enamourus quantity
(i.e. 261.99 billion ton per year). The object of this research was to study the
optimal use of the biomass by designing a gasification system to produce
electricity and a heat exchanger to utilize the waste heat from the exhaust gas of
the engine as energy source for adsoption refrigeration.
Optimum dimension of the gasifier was studied by using numerical analysis
in order to have the optimal temperature distribution within the gasifier and
optimum combustile gases. The heat exchanger design was simulated using
polynomial equation and Kern method. The performance of the heat echanger and
adsorption refrigeration was studied by using energy and exergy analysis.
The dimension of the gasifier was 600 mm in reactor’s diameter, 120 mm in
throat diameter, and 1800 mm height. Performance test of imbert downdraft
gasifier which was equiped with ash filter such as separator, gas cooler,
acummulator, and cyclone was conducted using three kind of feeding chips, i.e:
borneo wood, tamarind wood, and leucena wood. The best combustible gas was
produced from 40 kg borneo wood, which contain 55.90% CO, 1.14% CH4,
0.29% C2H6 and 0,08% C3H8, 42.90% CO2, and the maximum temperture in
oxidation zone was 1142 oC. It had 561.24 MJ of combustion energy with rates
25.98 kW. Dual fuel between high speed diesel oil and borneo chip wood with the
fraction 60:40 had been implemented to diesel engine as a prime mover and could
generate 8 kW electric power. The best performance result was at a nominal load
of 6 kW with specific fuel consumption 0.32 l/kWh diesel oil and 1.98 kg/kWh
wood.
The dimension of heat exchanger were 10 mm diameter, 200 mm total
length, 150 pcs tubes in 75 passes with thermal conductivity 385 W/m K. Heat
transfer energy of the heat exchanger was 0.83 kW, water outlet 85 oC, water
mass flowrate 3.42 kg/min, the highest temperature in desorption generator 79 oC,
and silica gel batch 65oC. These were good condition for adsorption proccess of
methanol in generator which continued by the condensation proccess. It took 45
minutes for 500 ml methanol (98%). Exergy efficiency of the heat exchanger
which operated in 120 minutes was 12.54%, meanwhile the exergy efficiency of
desorption generator operated in 135 minutes was 4.04% and coefficient of
performance of the adsorpsion system was 0.4.

Key words: downdraft gasifier, combustible gas, heat exchanger, adsorpsion,


energy, and exergy efficiency.
RINGKASAN
YOGI SIRODZ GAOS. Gasifikasi Biomassa untuk Pembangkit Listrik dan
Pemanfaatan Gas Buang sebagai Pemasok Panas bagi Pendingin Adsorpsi.
Dibawah bimbingan ARMANSYAH H. TAMBUNAN, KAMARUDDIN
ABDULLAH, dan PRAWOTO

Kebutuhan energi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya


pembangunan nasional. Dewasa ini, minyak bumi masih berperan sebagai sumber
energi utama di dalam negeri, sehingga pemakaiannya yang terus meningkat,
sementara cadangannya terbatas, menyebabkan pengelolaannya harus dilakukan
secara efisien. Salah satu cara mengatasi krisis energi adalah dengan
menggunakan energi alternatif. Salah satu energi alternatif yang dapat
dikembangkan adalah biomassa, karena jumlahnya yang cukup melimpah, yaitu
sebesar 261.99 juta ton. Penelitian ini bertujuan untuk merancang bangun suatu
sistem yang dapat memanfaatkan biomassa menjadi energi listrik dan sumber
panas bagi sistem pendingin adsorpsi.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah perhitungan numerik
untuk menghasilkan dimensi gasifier yang optimal, analisa gas mampu bakar tiga
jenis umpan kayu, dan pendugaan distribusi suhu di gasfier. Rancangan alat
penukar kalor menggunakan metode optimasi dengan persamaan polinomial
pangkat empat dan metode Kern untuk mencari dimensi luas permukaan sentuh
dan kinerjanya. Analisa pada mesin pendingin adsorpsi meliputi energi total yang
dilepas air, energi panas yang diserap untuk proses desorpsi, persentase bobot
energi pada proses desorpsi, dan eksergi generator desorpsi.
Secara garis besar, sistem ini terdiri dari 3 komponen utama, yaitu: gasifier,
alat penukar kalor, dan pedingin adsoprsi. Gasifier adalah reaktor yang berfungsi
untuk menghasilkan gas mampu bakar. Dalam penelitian ini digunakan motor
diesel berbahan bakar ganda (dual fuel) dengan fraksi 40 % gas mampu bakar dari
umpan kayu dan 60 % solar. Alat penukar kalor dengan sumber panas gas buang
digunakan untuk memanaskan air yang akan dimanfaatkan untuk proses
pendinginan desorpsi. Pendingin desorpsi digunakan untuk pendinginan hasil
pertanian.
Gasifier yang digunakan pada penelitian ini memiliki diameter reaktor
600 mm, diameter throat 120 mm, dan tinggi reaktor 1800 mm. Alur kerja
di gasifier adalah, pertama pengeringan umpan kayu yang diikuti dengan
pembakaran umpan kayu untuk menghasilkan gas mampu bakar. Gas mampu
bakar digunakan untuk mengkonversi panas menjadi energi gerak pada generator,
sehingga menghasilkan listrik. Sedangkan gas buang yang merupakan hasil
samping gas mampu bakar dialirkan ke alat penukar kalor untuk memanaskan air.
Umpan kayu yang digunakan terdiri dari tiga jenis, yaitu kayu borneo, kayu
lamtorogung, dan kayu asem. Ukuran ketiga kayu ini seragam, yaitu berbentuk
kubus dengan dimensi (30x30x30) mm. Kayu borneo merupakan umpan kayu
yang memiliki kinerja terbaik, mempunyai nilai kalor sebesar 18897.12 kJ/kg.
Sedangkan kayu asem dan kayu lamtorogung memiliki nilai kalor berturut-turut
17224.29 kJ/kg dan 16351.34 kJ/kg. Gasifier ini mampu membangkitkan mesin
pembangkit tenaga sebesar 8 kW dan pola operasi empat jam tanpa penambahan
umpan kayu.
Sistematika aliran fluida pada alat penukar kalor, yaitu air mengalir secara
paksa melalui pipa dari atas ke bawah sedangkan gas buang mengalir melalui
cangkang dari bawah ke atas menggunakan prinsip perbedaan tekanan. Optimasi
luas permukaan sentuh alat penukar panas menggunakan metode simulasi
persamaan polinomial pangkat empat dan metode Kern, dengan menggunakan
beberapa asumsi berikut: 1) pipa lurus dengan permukaan dalam dan luar yang
halus, 2) aliran air dan aliran gas buang lancar, 3) air dan gas buang pada kondisi
di atas tekanan atmosfir, 4) penurunan tekanan akibat perubahan bentuk alat
penukar kalor diabaikan, 5) pindah panas radiasi dari gas diabaikan, 6) pindah
panas dari cangkang ke lingkungan diabaikan. Optimasi ini bertujuan untuk
menghasilkan suhu air di mesin desorpsi sebesar 85 oC dengan batasan desain
sebagai berikut: 1) energi air panas sebesar 1 kW, 2) laju masa air sebesar 0.057
kg/s, 3) laju aliran gas 0.0056 kg/s. Konstruksi alat penukar kalor yang dihasilkan
sebagai berikut: diamater luar pipa 10 mm, tebal 1 mm, panjang 200 mm, jumlah
pipa 150 batang, 75 laluan, konduktivitas panas material pipa sebesar 385 W/m.K.
Hasil pengujian menunjukkan adanya perbedaan laju massa gas buang hasil
uji dengan rancangan. Laju massa gas buang hasil uji sebesar 0.0052 kg/s, hal ini
disebabkan oleh pemakaian bahan bakar per jam kurang dari 1 l/h dan rasio udara
bahan bakar kurang dari 14.95. Perbandingan kinerja alat penukar kalor
berdasarkan data hasil uji dan data rancangan/simulasi masing-masing sebagai
berikut: U (8.44 W/m2.K; 26.49 W/m2.K), ΔTLMTD (127.21 oC; 33.36 oC),
efektivitas (1.87%; 2.49%), NTU (1.89%; 2.52%), panas yang dilepaskan fluida
panas (1.0 kW; 0.84 kW), panas yang diterima fluida dingin (0.98 kW; 0.83 kW),
panas yang dipindahkan (1.01 kW; 0.83 kW), efisiensi eksergi (12.54%; 24.07%).
Perbedaan ini disebabkan karena sistem tidak terisolasi dengan baik dan laju masa
gas buang hasil uji (0.0052 kg/s) lebih kecil daripada data rancangan/simulasi.
Generator desoprsi adalah salah satu komponen mesin pendingin adsorpsi
yang berfungsi sebagai kompresor pada mesin pendingin konvensional. Di
generator desorpsi terjadi proses pelepasan metanol dari pori-pori silikagel
(desorpsi). Proses ini membutuhkan energi panas yang didapat dari air panas yang
dialirkan alat penukar kalor. Total energi panas yang dilepas air selama 135 menit
berturut-turut sebesar 6581.92 kJ, 6679.14 kJ, dan 6582.34 kJ. Proses desorpsi
hanya menyerap energi panas 10-20% dari total energi panas yang dilepas oleh air
panas selama 135 menit.
Energi panas dari air digunakan untuk memanaskan generator, memanaskan
silikagel, dan menguapkan metanol sehingga lepas dari pori-pori silikagel.
Persentase alokasi energi panas sebagai berikut: 47.42% digunakan untuk
memanaskan generator, 8.36% digunakan untuk memanaskan silikagel, dan
44.2% digunakan untuk memanaskan dan menguapkan metanol.
Salah satu kinerja generator desorpsi pada penelitian ini adalah efisiensi
eksergi. Berdasarkan ketiga data hasil uji, efisiensi eksergi berturut-turut sebagai
berikut 3.20%, 3.70%, dan 4.04%. Efisiensi eksergi data hasil uji 30 Agustus 2007
paling besar, karena ketersediaan eksergi tertinggi sebesar 6477.09 kJ dengan laju
aliran air yang sama sebesar 0.057 kg/s, sedangkan nilai kehilangan eksergi
paling kecil sebesar 825.55 kJ.
Hasil penelitian gasifikasi biomassa dari rangkaian gasifier, mesin
penggerak generator, alat penukar kalor, dan mesin pendingin adsorpsi, maka
kinerja optimal diperoleh dengan menggunakan umpan kayu borneo, sehingga
mampu mengkonversi energi termal dari campuran gas mampu bakar dengan
bahan bakar solar dengan fraksi 40:60 menjadi energi listrik pada beban nominal
sebesar 6 kW, efisiensi termal mesin pembangkit tenaga 15.10%, energi gas
buang 6.85 kW, pemanfaatan energi gas buang melalui alat penukar kalor 0.83
kW, koefisien pindah panas menyeluruh 26.49 W/m2K, efisiensi eksergi alat
penukar kalor tertinggi 29.36%, energi yang digunakan untuk proses desorpsi
(menguapkan metanol dari silikagel) sebesar 1086.7 kJ, dan efisiensi eksergi
generator desorpsi 4.04% dengan COP mesin pendingin adsorpsi 0.4
Berdasarkan penjelasan di atas, gasifikasi biomassa ini masih dapat
ditingkatkan kinerjanya. Peningkatan kinerja mesin ini dapat dilakukan dengan
mengisolasi sistem pada gasifier, alat penukar panas, dan generator desorpsi.
Kedua, dengan menjaga pembakaran umpan kayu terjadi terus menerus selama 4
jam sehingga ketersediaan energi panas dari gas buang stabil.

Kata kunci: Gasifier unggun tetap, gas mampu bakar, alat penukar kalor,
adsorpsi, energi, eksergi, efisiensi.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber:
a. Penyuntingan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik,
atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
GASIFIKASI BIOMASSA UNTUK PEMBANGKIT
LISTRIK DAN PEMANFAATAN GAS BUANG
SEBAGAI PEMASOK PANAS BAGI PENDINGIN
ADSORPSI

YOGI SIRODZ GAOS

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

1 SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Ujian Tertutup 12 Mei 2008

Penguji Luar Komisi : Dr. Ir. Leopold O. Nelwan, MS

Ujian Terbuka 16 Juni 2008

Penguji Luar Komisi :

1. Prof. Dr. Ir. Aryadi Suwono.


2. Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si.
Judul Disertasi : Gasifikasi Biomassa untuk Pembangkit Listrik dan
Pemanfaatan Gas Buang sebagai Pemasok Panas bagi
Pendingin Adsorpsi
Nama : YOGI SIRODZ GAOS
NIM : F161020071

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan


Ketua

Prof. Dr. Kamaruddin Abdullah, MSA Prof. Dr. Ir. Prawoto, MSAE
Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Ilmu Keteknikan Pertanian

Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian: 16 Juni 2008 Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-
Nya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang berlokasi di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian IPB, dengan
judul Gasifikasi Biomassa untuk Pembangkit Listrik dan Pemanfaatan Gas Buang
sebagai Pemasok Panas bagi Pendingin Adsorpsi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Armansyah H.
Tambunan, MSc. selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Prof. Dr. Kamaruddin
Abdullah, MSA, dan Bapak Prof. Dr. Ir. Prawoto, MSAE., selaku anggota komisi
yang telah banyak memberi saran dan bimbingan.
Penulis juga menyampaikan penghargaan kepada:
1. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional yang
telah memberikan bantuan berupa biaya pendidikan dan penelitian melalui
program BPPS Tahun 2002.
2. Terima kasih kepada program HPTP 2007-2008
3. Pembina, Ketua, dan Pengawas Yayasan Pendidikan Islam Ibn Khaldun Bogor
4. Rektor Universitas Ibn Khaldun Bogor
5. Dekan Fakultas Teknik Universitas Ibn Khaldun Bogor
6. Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Ibn Khaldun Bogor
7. Sri Suwartati, Galih Arya Nugraha, Anggia Angraini dan Irvan Wiradinata
yang selalu memberikan dorongan dalam penyelesaian studi.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi masyarakat dan iptek.

Bogor, Juni 2008

Yogi Sirodz Gaos


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 4 Nopember 1951 sebagai anak


kedua dari pasangan M. Gaos dan Imas Marfuah. Pendidikan sarjana ditempuh di
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Insititut Teknologi Bandung,
lulus pada tahun 1980. Kesempatan untuk menempuh pendidikan Pascasarjana
diperoleh pada tahun 1999 yakni di Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Indonesia dan menyelesaikannya pada tahun 2002. Pada tahun yang
sama (2002) penulis meneruskan studi ke program doktor di Ilmu Keteknikan
Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan
pascasarjana (BPPS 2002) diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional
Republik Indonesia.
Selama mengikuti Program doktor (S-3), penulis telah menghasilkan karya
ilmiah yang berjudul “Performance Test of Small Diesel Generator by Using
Downdraft Gasification” telah disajikan pada Seminar Internasional di Institut
Pertanian Bogor pada tanggal 04-05 Agustus 2004. Artikel ilmiah yang relevan
dengan bagian disertasi dengan judul “Exergy Analysis on the Utilization of
Exhaust Gas to Generate an Adsorption Cooling System” telah disajikan pada
Seminar Internasional World Renewable Energy Conference di Jakarta pada
tanggal 11-12 April 2005. Artikel ilmiah yang merupakan bagian dari disertasi ini,
telah ditulis dan diterbitkan Jurnal Keteknikan Pertanian Vol. 21, No. 2, edisi
Juni 2007 dengan judul “Analisis Energi dan Sebaran Suhu pada Gasifier Unggun
Tetap.
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv


DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii
DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... xix
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................ 1
Tujuan Penelitian ................................................................................... 6
Manfaat Penelitian ................................................................................. 7
Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................... 7

2 KINERJA GASIFIER UNGGUN TETAP ALIRAN KEBAWAH


Pendahuluan............................................................................................ 9
Bahan dan Metoda ................................................................................. 26
Hasil dan Pembahasan ............................................................................ 29
Simpulan ................................................................................................. 37

3 ALAT PENUKAR KALOR UNTUK PEMANFAATAN GAS BUANG


Pendahuluan............................................................................................. 39
Bahan dan Metoda ................................................................................. 49
Hasil dan Pembahasan ............................................................................ 51
Simpulan.................................................................................................. 61

4 MESIN PENDINGIN ADSORPSI


Pendahuluan ........................................................................................... 63
Bahan dan Metoda ................................................................................. 76
Hasil dan Pembahasan ............................................................................ 77
Simpulan................................................................................................. 95

5 PEMBAHASAN UMUM......................................................................... 97
6 SIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 105

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 107


xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

1.1 Korelasi penggunaan listrik dengan kesejahteraan masyarakat


[2001]......................... ............................................................................ 4
1.2 Sasaran pengembangan energi baru terbarukan ..................................... 4
2.1 Parameter teknis dan operasional dari beberapa jenis gasifier............... 11
2.2 Karakteristik tipikal umpan reaktor yang digunakan untuk tujuan
pembangkitan energi .............................................................................. 12
2.3 Persyaratan bahan bakar untuk gasifier fixed reaktor ............................ 13
2.4 Hasil analisis proksimat dan ultimat kayu borneo, asem, dan
lamtorogung ........................................................................................... 29

2.5 Data analisis gas mampu bakar hasil gasifikasi ..................................... 30


2.6 Ketersediaan energi dan konsumsi bahan bakar .................................... 35
2.7 Keseimbangan termal pada gasifier ....................................................... 36
3.1 Nilai perhitungan entropi dan entalpi gas buang.................................... 51
3.2 Data gas buang gasifikasi sebagai pembanding ..................................... 52
3.3 Dimensi alat penukar kalor .................................................................... 53
3.4 Perbandingan karakteristik fluida .......................................................... 55
3.5 Perbandingan kinerja alat penukar kalor ................................................ 56
3.6 Data perhitungan eksergi berdasarkan data simulasi ............................. 57
3.7 Data perhitungan eksergi berdasarkan data rata-rata uji coba ............... 57
4.1 Perhitungan kebutuhan energi berdasarkan pendekatan kimia .............. 78
4.2 Data suhu hasil uji generator, metanol, fraksi air, dan silikagel ............ 81
4.3 Data suhu hasil uji masa air panas, generator, dan metanol selama 135
menit....................................................................................................... 82
4.4 Perhitungan kebutuhan energi desorpsi ................................................. 82
4.5 Data laju desorpsi antara metanol-silikagel ........................................... 88
4.6 Data perhitungan eksergi berdasarkan data hasil uji .............................. 90
4.7 Data perubahan suhu air, silikagel, dan generator ................................. 92
4.8 Perhitungan koefisien pindah panas menyeluruh ................................... 94
xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.1 Skenario kebutuhan energi di Indonesia 2002-2025. ............................. 2


1.2 Potensi biomassa di Indonesia (Sumber : Dephut.2000) ..................... 3
2.1 Perubahan senyawa kimia pembakaran celulosa, (Prasad,1985) .......... 14
2.2 Hubungan suhu dengan proses pembakaran kayu ................................. 15
2.3 Skema zona gasifikasi pada gasifier unggun tetap aliran ke bawah ...... 18
2.4 Skema kesetimbangan energi termal di gasifier..................................... 19
2.5 Proses pencampuran gas mampu bakar dengan udara ........................... 25
2.6 Kayu Lamtorogung (Leucena wood)...................................................... 27
2.7 Kayu Borneo (Borneo wood)................................................................. 28
2.8 Kayu asem (Tamarind wood)................................................................ 28
2.9 Pola suhu terhadap waktu pengujian (a) kayu borneo, (b) kayu asem,
dan (c) kayu lamtorogung ...................................................................... 32
2.10 Pola distribusi suhu hasil uji dan simulasi ............................................. 33
2.11 Profil suhu pada zona oksidasi ............................................................... 34
2.12 Profil suhu pada zona reduksi ................................................................ 34
2.13 Profil suhu pada zona pirolisis ............................................................... 34
3.1 Model fisik alat penukar panas aliran silang tidak campur .................... 41
3.2 Skema perhitungan luas permukaan sentuh alat penukar kalor ............. 42
3.3 Alur proses pindah panas di alat penukar kalor ..................................... 43
3.4 Diagram alir perhitungan eksergi hilang di alat penukar panas ............. 48
3.5 Hubungan perubahan suhu terhadap kinerja APK, data 30-08-2007...... 58
3.6 Hubungan efektivitas dengan efisiensi eksergi, data 26-08-2007.......... 59
3.7 Hubungan efektivitas dengan efisiensi eksergi, data 29-08-2007.......... 59
3.8 Hubungan efektivitas dengan efisiensi eksergi, data 30-08-2007.......... 59
4.1 Instalasi mesin pendingin adsorpsi ........................................................ 65
4.2 Diagram P-T-X ...................................................................................... 66
4.3 Model fisik generator desorpsi ............................................................... 71
4.4 Perbandingan energi dibutuhkan selama proses desorpsi ...................... 83
4.5 Persentase energi diserap metanol-silikagel (metode 1) terhadap air .... 84
4.6 Persentase energi diserap metanol-silikagel (metode 2) terhadap air .... 84
xvi

4.7 Energi panas yang diterima metanol, data 26-08-2007.......................... 85


4.8 Energi panas yang diterima metanol, data 29-08-2007.......................... 85
4.9 Energi panas yang diterima metanol, data 30-08-2007.......................... 86
4.10 Energi panas yang diterima fraksi air, data 26-08-2007 ........................ 86
4.11 Energi panas yang diterima fraksi air, data 29-08-2007 ........................ 87
4.12 Energi panas yang diterima fraksi air, data 30-08-2007 ........................ 87
4.13 Grafik konsentrasi metanol terhadap silikagel ....................................... 89
4.14 Perubahan efisiensi eksergi terhadap waktu........................................ .. 92
5.1 Skema gasifikasi biomassa dengan umpan kayu untuk pembangkit
listrik dan pendingin adsorpsi ................................................................ 97
5.2 Bobot pengunaan energi pada proses desorpsi....................................... 101
xvii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

1. Simulasi zona oksidasi gasifier downdraft dengan umpan kayu ............... 111
2. Simulasi zona reduksi gasifier downdraft dengan umpan kayu ................. 112
3. Penyelesaian secara numerik koefisien perpindahan panas dalam gasifier 113
4. Menetukan parameter matriks sifat fisik dan termodinamik gasifier ......... 114
5. Perhitungan koefisien pindah panas ........................................................... 115
6. Menetukan parameter sifat fisik dan termodinamik gasifier unggun tetap 116
7. Model fisik APK exchanger gas buang...................................................... 117
8. Perhitungan performansi APK gas buang .................................................. 118
9. Perhitungan pressure drop ......................................................................... 119
10 Perhitungan parameter kinerja APK gas buang.......................................... 120
11 Simulasi dengan persamaan polynomial pada APK gas buang................. 121
12 Optimasi pemilihan diameter pipa ............................................................. 122
13 Data pengujian APK gas buang.......................... ....................................... 123
14 Sifat termodinamik bahan bakar.............................................................. .. 127
15 Perhitungan efisiensi eksergi APK data simulasi....................................... 128
16 Perhitungan energi dan efisiensi termal ......... ............................................ 129
17 Sifat termodinamik gas buang ................ .................................................... 134
18 Perhitungan energi yang dibutuhkan metanol, silikagel dan generator
selama desorpsi (data 1)…………………………………………... .......... 135
19 Perhitungan energi yang dibutuhkan metanol, silikagel dan generator
selama desorpsi (data 2) ....... …………………………………………….. 136
20 Perhitungan energi yang dibutuhkan metanol, silikagel dan generator
selama desorpsi (data 3) ………………………………………………….. 137
21 Perhitungan efisiensi eksergi APK data hasil uji ....................................... 138
22 Perhitungan eksergi berdasarkan data Cp dan suhu (data 1)...................... 139
23 Perhitungan eksergi berdasarkan data Cp dan suhu (data 2)...................... 140
24 Perhitungan eksergi berdasarkan data Cp dan suhu (data 3)...................... 141
25 Perhitungan koefisien pindah panas generator, kondensor, evaporator ..... 142
26 Biaya pembuatan gasifikasi Biomassa ....................................................... 144
27 Perhitungan arus kas .......................................................... ....................... 145
28 Perhitungan biaya bunga .......................................................... ................. 146
xviii

29 Perhitungan EAT dan proceeds ................................................................. 147


30 Perhitungan WACC .......................................................... ........................ 148
31 Perhitungan NPV .......................................................... ............................ 149
32 Perhitungan IRR .......................................................... .............................. 150
33 Perhitungan PP .......................................................... ................................ 151
34 Perhitungan cavital budgetting decision .................................................... 152
35 Perhitungan tekno ekonomi........................................................................ 153
36 Digram alir perhitungan performansi APK data simulasi .......................... 158
37 Digram alir perhitungan performansi APK data hasil uji .......................... 159
38 Gambar potongan gasifier ......................................................................... 160
39 Photo Dokumentasi Penelitian ................................................................... 161
xix

DAFTAR ISTILAH

A(T) = variable, fungsi dari suhu adsorbent


Ac = luas penampang pipa, m2
Ao = luas permukaan sentuh pipa, m2
Ar = luas penampang, m2
As = luas penampang aliran cangkang, m2
B = jarak antara baffle
B (T) = variable, fungsi dari suhu adsorbent
C = jarak antara permukaan luar pipa, m
cp = panas jenis gas, Kj/kg.K
cp, cold = panas jenis fluida dingin, J/kg. K
cp,m (T) = panas spesifik metanol pada tekanan konstan, J/kg.K
cpg = panas jenis generator, J/kg.K
cpsg = panas jenis silikagel, J/kg K
cv,m (T) = panas spesifik cairan metanol pada volume konstan, J/kg.K
D = diameter gasifier, mm
Dc = diameter cyclone, m
De = diameter equivalent cangkang, m
di = diameter dalam pipa, m
do = diameter luar pipa, m
dp = diameter partikel, micron
dp = diameter takikan, m
dp = diameter takikan, m
Ds = diameter cangkang, m
Ehot = eksergi tersedia pada sisi air panas, J
Ew1,in = energi air di inlet selubung dalam generator, J
Ew1,out = energi air di oulet selubung dalam generator, J
Ew1,w2, in = eksergi tersedia air panas di sisi inlet generator desorpsi
Ew1,w2, out = eksergi air panas di sisi outlet generator desorpsi
Ew2,in = energi air di inlet selubung luar generator, J
Ew2,out = energi air di oulet selubung luar generator, J
Ex C,in = eksergi fluida dingin di sisi inlet, W
Ex C,out = eksergi fluida dingin di sisi outlet , W
Ex H,in = eksergi tersedia fluida panas di sisi inlet, W
Ex H,out = eksergi hilang fluida panas di sisi outlet, W
xx

Ex,loss = eksergi hilang, W


Exc = eksergi diserap oleh fluida dingin, W
f = gesekan fluida di sisi pipa
g = percepatan gravitasi, m/s2
h = lebar gasifier, m
h C,in = entalpi fluida dingin di sisi inlet, J/kg
h C,out = entalpi fluida dingin di sisi outlet, J/kg
h H,in = entalpi fluida panas di sisi inlet, J/kg
h H,out = entalpi fluida panas di sisi outlet, J/kg
h1 = entalpi gas mampu bakar masuk, kJ/kg
h2 = entalpi udara masuk, kJ/kg
h3 = entalpi campuran gas mampu bakar dan udara keluar, kJ/kg
Ha = panas laten adsorpsi, J/K
ha = panas laten jenis adsorpsi, J/kg.K
Hd = panas laten desorpsi, J/K
hd = panas laten jenis desorpsi, J/kg.K
Hf = tinggi gasifier, m
hi = koefisien perpindahan panas fluida di sisi pipa, W/m2.K
Hig = nilai kalor campuran gas dengan udara, kJ/m3
Hmf = tinggi minimum gasifier, m
ho = koefisien perpindahan panas di sisi luar pipa, W/m2.K
ho = entalpi lingkungan, J/s.kg
entalpi air panas di sisi inlet selubung dalam generator desorpsi,
hw1,in = J/kg
hw1,in = entalpi air di sisi inlet selubung dalam generator, J/kg
hw1,out = entalpi air di sisi outlet selubung dalam generator, J/kg
entalpi air panas di sisi outlet selubung dalam generator
hw1,out = desorpsi, J/kg
hw2,in = entalpi air di sisi inlet selubung luar generator, J/kg
entalpi air panas di sisi inlet selubung luar generator desorpsi,
hw2,in = J/kg
hw2,out = entalpi air di sisi outlet selubung luar generator, J/kg
entalpi air panas di sisi outlet selubung luar generator desorpsi,
hw2,out = J/kg
kt = koefisien konduksi bahan pipa, W/m.K
L = panjang gasifier, m
L = panjang per pipa, m
m = jumlah mol, mol
m = jumlah mol per jam dari masing-masing gas N2 dan O2, kg mol
xxi

m1 = laju aliran gas mampu bakar masuk, kg/s


m2 = laju aliran udara masuk, kg/s
m3 = laju aliran campuran gas mampu bakar dan udara keluar, kg/s
mc = laju masa fluida dingin, kg/s
mg = masa generator, kg
mh, in = laju masa fluida panas di sisi inlet, kg/s
mh, out = laju masa fluida panas di sisi outlet, kg/s
ms = laju masa fluida di sisi cangkang, kg/s
msg = massa adsorben silika gel, kg.
mw1,in = masa air keluar dari selubung dalam generator, kg
mw1,in = masa air masuk ke selubung dalam generator, kg
mw2,in = masa air keluar dari selubung luar generator, kg
mw2,in = masa air masuk ke selubung luar generator, kg
Nt = jumlah pipa, pcs
NTU = number transfer unit alat penukar kalor
Nut = number transfer unit di sisi pipa
P = daya keluaran yang diukur pada terminal generator, kJ/h
P = tekanan dari adsorben (silica gel/generator), Pa
PR = rasio antara pipa
Prs = prandtl number di sisi cangkang
Pt = jarak antara dua titik pusat pipa yang berdekatan, m
Q = kemampuan pindah panas alat penukar kalor, W
panas sensibel yang diperlukan oleh silikagel selama proses
Q1 = desorpsi, J
Q2 = panas sensibel yang diperlukan generator selama proses desorpsi, J
panas sensibel yang dibutuhkan metanol untuk meningkatkan
Q3 = suhu awal menjadi suhu penguapan selama proses desorpsi,J
Qcold = kalor yang diterima di sisi fluida dingin, W
Energi yang dibutuhkan metanol , silika gel dan genertor
Qdes = selama proses desorpsi, J
Qg = panas sensibel generator, J
Qhot = panas yang dilepas oleh fluida panas, W
Qm = panas sensibel metanol, J
Qsg = panas sensibel silikagel, J
R = jari-jari gasifier, m
R = tetapan gas untuk uap metanol
energi reaksi pada suhu stándar yang terjadi di dalam ruang
R298K = bakar, kJ/h
Res = bilangan renold di sisi cangkang
xxii

Ret = reynold number di sisi pipa


s C,in = entropi fluida dingin di sisi inlet, J/kg.K
s C,out = entropi fluida dingin di sisi outlet, J/kg.K
s H,in = entropi fluida panas di sisi inlet, J/kg.K
s H,out = entropi fluida panas di sisi outlet, J/kg.K
s1 = entropi gas mampu bakar masuk, kJ/kg.K
s2 = entropi udara masuk, kJ/kg.K
s3 = entropi campuran gas mampu bakar dan udara keluar, kJ/kg.K
Sc = laju volume energi panas hasil dari reaksi pembakaran, W/m3
laju volume energi panas yang dihasilkan oleh reaksi
Sc1 = pembakaran pada sisi masuk reaktor, W/m3
Sgen = total entropi pembentukan di generator desorpsi, J/kg.K
Sin = total entropi masuk pada generator desorpsi, J/kg.K
so = entropi lingkungan, J/kg.K
Sout = total entropi keluar pada generator desorpsi, J/kg.K
sw1,in = entropi air panas di sisi inlet selubung dalam generator, J/kg.K
entropi air panas di sisi outlet selubung dalam generator,
sw1,out = J/kg.K
sw2,in = entropi air panas di sisi inlet selubung luar generator, J/kg.K
sw2,out = entropi air panas di sisi outlet selubung luar generator, J/kg.K
T = suhu dari adsorben °C
T = suhu gas di cyclone, K
T = suhu keluar gasifier, °C
T = suhu adsorben, K
T1 = suhu masuk gasifier, °C
T1 = suhu udara masuk ke unit pencampur, K
Ta1 = suhu akhir proses adsorpsi (pendinginan), oC
Tc,i = suhu fluida dingin masuk, K
Tc,o = suhu fluida dingin keluar, K
Tg = kenaikan suhu generator, K
Tg = kenaikan suhu metanol, K
Tg1 = suhu akhir proses desorpsi (pemanasan), oC
Th,i = suhu fluida panas masuk, K
Th,o = suhu fluida panas keluar, K
To = suhu lingkungan, K
To = suhu lingkungan, °C
Ts = suhu jenuh dari refrigeran, °C
U = pindah panas menyeluruh, W/m2.K
xxiii

Umf = kecepatan minimum yang diijinkan, m/s


Us = kecepatan gas yang diijinkan untuk gasifikasi, m/s
v = kecepatan gas masuk, m/s
v1 = superficial gas velocity, m/s
VCH4 = fraksi volume metana dalam gas
VCO = fraksi volume karbon monoksida didalam gas.
VH2 = fraksi volume hidrogen dalam gas
vt = kecepatan fluida di sisi pipa, m/s
w = laju masa, kg/s
Wrev = kerja reversible per waktu, kW
X1 = fraksi metanol pada suhu Ta2-Tg1
X2 = fraksi metanol pada suhu Tg1-Tg2
Xdestroyed = total eksergi pemusnahan pada generator desorpsi, J
Xin = total eksergi masuk pada generator desorpsi, J
Xout = total eksergi keluar pada generator desorpsi, J
ΔH = nilai kalor pembakaran, kJ/m3
ΔH1 = entalphi udara yang masuk unit pencampur, kJ/kg
ΔH2 = entalphi gas hasil gasifikasi yang masuk unit pencampur, kJ/kg
ΔH3 = entalphi gas buang yang keluar motor diesel, kJ/kg
ΔH4 = entalphi yang dibawa oleh fluida pendingin, kJ/kg
ΔLMTD = Log mean temperature difference
ΔP = kerugian tekanan gas di cyclone, Pa
ΔSsistem = perubahan entropi sistem di generator desorpsi, J/kg.K
Δtcold = perubahan suhu fluida dingin, K
ΔUsilikagel-
MeOH-Gen = perubahan energi dalam silikagel-metanol-generator, J
ΔUsistem = Perubahan energi dalam silikagel-metanol, J
Δxsistem = perubahan eksergi pada sistem generator desorpsi, J
ε = efektivitas alat penukar kalor, %
ηEx = efisiensi eksergi, %
μ = viskositas kinematik gas, kg/m.s
μs = viskositas fluida di sisi cangkang, kg/m.s
μt = viskositas fluida di sisi pipa, kg/m.s
ρ1 = densitas bahan yang dibakar, kg/m3
ρg = massa jenis gas, kg/m3
ρp = masa jenis partikel, kg/m3
ρs = massa jenis partikel gas, kg/m3
xxiv

ρt = masa jenis fluida di sisi pipa, kg/m3


Фm = laju aliran gas stokiometrik pada gasifier, m3/s
1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kebutuhan energi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
pembangunan nasional. Dewasa ini, minyak bumi masih berperan sebagai sumber
energi utama di dalam negeri, sehingga pemakaiannya yang terus meningkat,
sementara cadangannya terbatas, menyebabkan pengelolaannya harus dilakukan
secara efisien. Di samping itu, ketergantungan terhadap minyak bumi tidak dapat
dipertahankan lagi untuk jangka panjang, sehingga diperlukan upaya untuk
mensubsitusi minyak bumi melalui pengembangan dan pemanfaatan energi baru
terbarukan, yaitu tenaga surya, angin, biomassa, gambut, dan sebagainya.
Misi Pengelolaan Energi Nasional, diantaranya adalah menyediakan energi
yang terjangkau untuk kaum dhuafa dan daerah yang belum berkembang,
Blueprint Pengelolaan Energi Nasional : 2005-2025 (ESDM 2005). Salah satu
energi alternatif yang dapat dikembangkan di Indonesia pada saat ini maupun
masa mendatang adalah biomassa (kayu, serbuk gergaji, sekam padi, sampah, dan
lain-lainnya). Indonesia yang secara geografis berada di daerah tropis, memiliki
ketersediaan forest biomass dan limbah pertanian yang sangat melimpah masing-
masing tersebar di Sumatra, Sulawesi, Papua, Jawa dan Pulau lainnya, sehingga
potensi biomassa diseluruh Indonesia mencapai 261.99 juta ton. (Departmen
Kehutanan 2000). Jika nilai kalor yang dimiliki kayu rata-rata 17 MJ/kg, maka
ketersediaan energi biomassa setara dengan 4.45x109 GJ. Dengan konsumsi
energi rata-rata negara maju 10 GJ per kapita per tahun (Krisnha Prasad 1985),
maka rasio kebutuhan dan ketersediaan baru mencapai 49.44%, sehingga energi
biomassa dapat mencukupi untuk kebutuhan penduduk Indonesia.
Kebutuhan bahan bakar untuk transportasi, industri, komersial, rumah
tangga dan lainnya dari tahun 2005 hingga tahun 2025 diperkirakan naik secara
signifikan, yaitu dari 900 juta setara barrel minyak (SBM) menjadi 2800 juta
SBM (kenaikan 211%). Skenario kebutuhan energi dari tahun 2002 sampai tahun
2025 tersaji pada Gambar 1.1.
2

Gambar 1.1 Skenario kebutuhan energi di Indonesia 2002-2025 (ESDM 2005).

Berdasarkan grafik di atas, kebutuhan energi di Indonesia pada tahun 2025


mencapai 5000 juta SBM (tanpa konservasi energi) namun kebutuhan dapat
ditekan sampai 2900 juta SBM apabila dilaksanakan kebijakan hemat energi
melalui program konservasi energi. Pilihan teknologi yang dapat dikembangkan
adalah gasifikasi biomassa, dimana gas mampu bakar dari reaktor dikonversi
menjadi energi listrik dan gas buangnya dimanfaatkan sebagai pemasok panas
pada proses desorpsi mesin pendingin adsorpsi. Teknologi gasifikasi pada
penelitian ini meliputi; pilihan biomassa, desain gasifier aliran ke bawah serta alat
pemurnian gas mampu bakar, pilihan mesin pembangkit tenaga (diesel), desain
alat penukar kalor dan modifikasi generator mesin pendingin adsorpsi hasil
rancangan peneliti sebelumnya (Rofik 2001).
Biomassa sebagai Energi Alternatif. Biomassa sebagai energi alternatif
dapat dijadikan sumber energi pengganti BBM untuk pembangkit listrik di daerah
terpencil. Kenaikan harga minyak mentah dunia yang mencapai 119.5 USD
per barrel pada akhir April 2008, mengakibatkan kenaikan biaya operasional
pembangkit listrik tenaga Diesel. Biaya produksi listrik mencapai
Rp2 750 per kWH, sehingga program diversifikasi energi menjadi sangat strategis
untuk dikembangkan. Kenaikan permintaan tenaga listrik selama kurun waktu
3

10 tahun terakhir mencapai 6-9% per tahun. Pembangkit listrik di Indonesia


menghasilkan energi listrik sebesar 25 218 MW pada tahun 2005 (Musyawarah
METI 2005).
Salah satu energi alternatif yang berpotensi di daerah terpencil adalah
biomassa, karena cadangan biomassa di Indonesia sebesar 261.99 juta ton atau
setara dengan 49.81 GW. Selain itu konversi biomassa menjadi sumber energi
untuk pembangkit listrik memiliki beberapa keuntungan, yaitu: lebih murah,
dapat mensubsitusi bahan bakar minyak, lebih ramah lingkungan, dan polutan gas
buang dari motor pembangkit tenaga dapat digunakan sebagai sumber panas pada
sistem pendingin adsorpsi (pasangan methanol-silikagel). Dengan demikian
biomassa dapat dijadikan energi alternatif untuk menghasilkan energi listrik dan
menjadi sumber panas untuk mesin pendingin adsorpsi. Peta distribusi biomassa
di Indonesia tersaji pada Gambar 1.2.

* 13.5 * 2.6 * 53.2 * 16.6


** 90 ** 12 **0.07 ** 2.2 *38.6
**0.02

*4.7
* 44.4 **0.68
**7.6
Other Islands:
*12.6 * 12.6
**15.8 ** 15.8
* : Forest Biomass ** Agriculture Waste

Gambar 1.2 Potensi biomassa di Indonesia (Sumber: Dephut.2000).

Biomassa sebagai energi alternatif diharapkan mampu memenuhi kebutuhan


listrik, khususnya di daerah terpencil. Sehingga 105 juta penduduk pedesaan
terpencil dapat menikmati energi listrik. Hal ini sesuai dengan rencana PLN yaitu
rasio elektrifikasi mencapai 100% pada tahun 2020. Terdapat korelasi yang positif
antara konsumsi listrik dengan kesejahteraan masyarakat, tersaji pada Tabel 1.1.
4

Tabel 1.1 Korelasi penggunaan listrik dengan kesejahteraan masyarakat


GDP Konsumsi Listrik
No NEGARA
(USD/kapita/tahun) (kWh/kapita/tahun)
1 Indonesia 695.00 407.00
2 Malaysia 3 699.00 2 731.00
3 Amerika Serikat 32 601.00 8 944.00
4 Jepang 35 277.00 11 708.00
Sumber : Handbook of Energy and Economic Statistic in Japan, 2003

Namun penggunaan biomassa untuk energi alternatif pada tahun 2005 hanya
sebesar 0.61% dari kebutuhan energi atau setara dengan 302.4 MW, karena riset
teknologi pemanfaatan biomassa belum berkembang di Indonesia. Salah satu
teknologi pemanfaatan biomassa yang mungkin dikembangkan di Indonesia
adalah gasifikasi. Dengan teknologi ini, energi biomassa diharapkan mampu
menghasilkan energi listrik sebesar 810 MW pada tahun 2025.
Berdasarkan kebijakan pemerintah, energi alternatif mampu menghasilkan
energi listrik sebesar 11140 MW atau kenaikan sebesar 927.17% pada tahun 2025.
Perkembangan energi baru terbarukan di Indonesia pada tahun 2005 sampai
tahun 2025 mencapai tersaji pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Sasaran produksi listrik energi baru terbarukan (EBT)


Jenis EBT Tahun 2005 Tahun 2025

Panas bumi 807 MW 9 500 MW

PLTMH 84 MW 500 MW (on grid)


330 MW (off grid)
Energi surya 8 MW 80 MW
Biomassa (listrik) 302 MW 810 MW
Energi angin 0.5 MW 250 MW (on grid)
5 MW (off grid)
Biodiesel 5% total konsumsi solar (4.7 juta kL)
Gasohol 5% total konsumsi bensin
Bio oil 2.5% total konsumsi minyak bakar dan
IDO
Sumber : Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (Disampaikan pada Musyawarah ke-3
Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia, 22 September 2005)
5

Gasifikasi Biomassa. Gasifikasi adalah teknologi yang memanfaatkan


biomassa untuk menghasilkan listrik. Proses gasifikasi dimulai dari pembakaran
tidak sempurna kayu di dalam reaktor untuk menghasilkan gas mampu bakar, lalu
didinginkan, dimurnikan dan dicampur dengan udara di dalam mixer, kemudian
masuk ke mesin Diesel untuk selanjutnya dikonversikan menjadi energi listrik.
Biomassa yang digunakan pada penelitian ini adalah kayu borneo, kayu
lamtorogung, dan kayu asem, gasifier yang dipakai adalah jenis unggun tetap
aliran ke bawah (Imbert downdraft gasifier) (Jain 1996).
Hasil penelitian gasifikasi berbahan bakar umpan sekam padi mampu
menghasilkan tenaga listrik di sisi terminal generator sebesar 100 kW dengan
konsumsi pemakaian sekam spesifik padi di bagian terminal generator adalah
1.84 kg/kW-jam (Gaos 2001). Sedangkan gasifikasi dengan umpan kayu ramin,
kapasitas 40 kW, dengan konsumsi pemakaian kayu spesifik di bagian terminal
generator adalah 1.56 kg/kW-jam (Trisaksono 1993).
Alat Penukar Kalor. Gas buang yang keluar dari mesin pembangkit tenaga
masih memiliki kandungan energi termal yang cukup tinggi antara 30-35% dari
energi hasil pembakaran. Dalam rangka program hemat energi, gas buang sebagai
low level energy dimanfaatkan sebagai pemasok panas pada proses penguapan
metanol dari silikagel (proses desorpsi). Alat penukar kalor yang digunakan
berjenis aliran silang, dimana fluida panas adalah gas buang dan fluida dingin
adalah air. Fungsi alat penukar kalor sebagai media pemindah panas dari gas
buang ke generator desorpsi melalui fluida air.
Mesin Pendingin Adsorpsi. Mesin pendingin adsorpsi merupakan salah
satu alternatif mesin pendingin yang ramah lingkungan dan ramah energi. Mesin
pendingin adsorpsi tidak mengunakan freon sebagai zat pendingin dan
memanfaatkan gas buang gasifier sebagai sumber panas untuk proses
pendinginan. Gas buang dari mesin pembangkit tenaga masih memiliki panas
sebesar 30% dari panas total hasil pembakaran. Panas gas buang sebagai low
level energy dapat dimanfaatkan untuk pengering maupun pendingin mesin
adsorpsi guna perlakuan produk hasil panen, sehingga dapat memberikan
sumbangan dalam mencapai tujuan hemat energi melalui penerapan konsep
konservasi energi, seperti Tabel 1.1.
6

Pada penelitian ini, zat pendingin yang digunakan adalah pasangan


methanol-silikagel. Gas buang digunakan sebagai pengganti fungsi kompresor.
Unit mesin pendingin adsorpsi terdiri dari generator desorpsi, kondensor, receiver,
generator adsorpsi, dan evaporator. Mesin pendingin adsorpsi dengan pasangan
metanol-silikagel telah diteliti di India dengan hasil COP 30%, suhu air pendingin
evaporator -2 oC, suhu air pemanas generator desorpsi 85 oC, laju energi
pemanasan desorpsi 2 kW, dan suhu kondensasi 30 oC (Oertel & Fisher 1998).
Hasil penelitian cogeneration, telah dibuat secara komersial dengan
kapasitas pendinginan antara 174-2326 kW melalui motor pembangkit tenaga
dengan sistem pendingin absorpsi menggunakan media lithium bromide-air
(Broad Chillerfor Centaur 50 USA 2005). Siegfried Kreussler dan Detlef Bolz
melakukan penelitian mesin pendingin sebesar 350 kJ/kg zeolit dengan COP 0.08.
Percobaan alat pendingin solar energi dengan pasangan aktif karbon-metanol
berhasil membuat es sebanyak 4 kg/hari dengan luas kolektor 0.92 m2 (Sumanthy
1999).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk merancang bangun dan
menganalisa energi dan eksergi pada gasifikasi biomassa untuk pembangkit
listrik dan pemanfaatan gas buang sebagai pemasok panas bagi pendingin
adsorpsi. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1) Mendapatkan model matematika untuk menduga distribusi temperatur dalam
reaktor gasifikasi dengan umpan kayu.
2) Menghitung luas permukaan sentuh alat penukar kalor dengan menggunakan
metode simulasi persamaan polinomial pangkat empat dan metode Kern.
3) Menganalisis kinerja dan eksergi alat penukar kalor.
4) Menghitung kebutuhan energi untuk proses desorpsi di dalam generator
pendingin adsorpsi dengan pendekatan kimia dan pendekatan termodinamika.
5) Menganalisis kinerja dan eksergi generator desorpsi.
6) Menghitung kelayakan investasi dan operasi.
7

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya yang berkaitan
dengan pemanfaatan sumber energi biomassa untuk pembangkit listrik skala kecil,
diharapkan mampu memenuhi kebutuhan energi listrik didaerah terpencil yang
terisolasi. Selanjutnya, gas buang hasil pembakaran dari mesin pembangkit
tersebut dimanfaatkan untuk energi pemanasan pada generator mesin pendingin
adsorpsi methanol silicgel. Hasil penelitian tersebut dapat dimanfaatkan sebagai
acuan dalam melakukan perancangan dan pembuatan sistem pembangkit tenaga
dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan.

Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk mampu
mengkonversikan energi yang dimiliki kayu menjadi gas untuk bahan bakar mesin
pembangkit tenaga listrik, dimana gas buangnya dapat dimanfaatkan untuk
pemanasan generator mesin pendingin adsorpsi metanol silikagel, sehingga ruang
lingkup penelitian ini meliputi :
1) Pemodelan matematik untuk menduga sebaran suhu dan koefisien pindah
panas di dalam reaktor, yang merupakan indikator pembentukan gas mampu
bakar selama proses pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi.
2) Analisis komposisi gas mampu bakar dan gas buang, proksimat, ultimat dan
nilai kalor umpan kayu.
3) Perancangan reaktor, separator, filter gas, pendingin gas, akumulator, siklon,
unit pencampur, panel kontrol, dan alat penukar kalor.
4) Penelitian gasifikasi dengan menggunakan 3 jenis umpan kayu: borneo,
lamtorogung, dan asem.
5) Analisis pembentukan gas mampu bakar selama proses oksidasi, pirolisis,
pengeringan dan reduksi Gasifier unggun tetap jenis aliran kebawah, yang
merupakan reaktor konversi umpan kayu sebagai sumber energi hidro karbon
menjadi gas mampu bakar antara lain : karbon monoksida, hidrogen dan gas
metan yang untuk selanjutnya dengan menggunakan mesin pembakaran
8

kompressi (compression ignition engine) dapat dikonversi menjadi energi


listrik.
6) Uji performansi mesin pembangkit tenaga listrik, alat penukar kalor, dan mesin
pendingin adsorpsi.
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kebutuhan energi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
pembangunan nasional. Dewasa ini, minyak bumi masih berperan sebagai sumber
energi utama di dalam negeri, sehingga pemakaiannya yang terus meningkat,
sementara cadangannya terbatas, menyebabkan pengelolaannya harus dilakukan
secara efisien. Di samping itu, ketergantungan terhadap minyak bumi tidak dapat
dipertahankan lagi untuk jangka panjang, sehingga diperlukan upaya untuk
mensubsitusi minyak bumi melalui pengembangan dan pemanfaatan energi baru
terbarukan, yaitu tenaga surya, angin, biomassa, gambut, dan sebagainya.
Misi Pengelolaan Energi Nasional, diantaranya adalah menyediakan energi
yang terjangkau untuk kaum dhuafa dan daerah yang belum berkembang,
Blueprint Pengelolaan Energi Nasional : 2005-2025 (ESDM 2005). Salah satu
energi alternatif yang dapat dikembangkan di Indonesia pada saat ini maupun
masa mendatang adalah biomassa (kayu, serbuk gergaji, sekam padi, sampah, dan
lain-lainnya). Indonesia yang secara geografis berada di daerah tropis, memiliki
ketersediaan forest biomass dan limbah pertanian yang sangat melimpah masing-
masing tersebar di Sumatra, Sulawesi, Papua, Jawa dan Pulau lainnya, sehingga
potensi biomassa diseluruh Indonesia mencapai 261.99 juta ton. (Departmen
Kehutanan 2000). Jika nilai kalor yang dimiliki kayu rata-rata 17 MJ/kg, maka
ketersediaan energi biomassa setara dengan 4.45x109 GJ. Dengan konsumsi
energi rata-rata negara maju 10 GJ per kapita per tahun (Krisnha Prasad 1985),
maka rasio kebutuhan dan ketersediaan baru mencapai 49.44%, sehingga energi
biomassa dapat mencukupi untuk kebutuhan penduduk Indonesia.
Kebutuhan bahan bakar untuk transportasi, industri, komersial, rumah
tangga dan lainnya dari tahun 2005 hingga tahun 2025 diperkirakan naik secara
signifikan, yaitu dari 900 juta setara barrel minyak (SBM) menjadi 2800 juta
SBM (kenaikan 211%). Skenario kebutuhan energi dari tahun 2002 sampai tahun
2025 tersaji pada Gambar 1.1.
2

Gambar 1.1 Skenario kebutuhan energi di Indonesia 2002-2025 (ESDM 2005).

Berdasarkan grafik di atas, kebutuhan energi di Indonesia pada tahun 2025


mencapai 5000 juta SBM (tanpa konservasi energi) namun kebutuhan dapat
ditekan sampai 2900 juta SBM apabila dilaksanakan kebijakan hemat energi
melalui program konservasi energi. Pilihan teknologi yang dapat dikembangkan
adalah gasifikasi biomassa, dimana gas mampu bakar dari reaktor dikonversi
menjadi energi listrik dan gas buangnya dimanfaatkan sebagai pemasok panas
pada proses desorpsi mesin pendingin adsorpsi. Teknologi gasifikasi pada
penelitian ini meliputi; pilihan biomassa, desain gasifier aliran ke bawah serta alat
pemurnian gas mampu bakar, pilihan mesin pembangkit tenaga (diesel), desain
alat penukar kalor dan modifikasi generator mesin pendingin adsorpsi hasil
rancangan peneliti sebelumnya (Rofik 2001).
Biomassa sebagai Energi Alternatif. Biomassa sebagai energi alternatif
dapat dijadikan sumber energi pengganti BBM untuk pembangkit listrik di daerah
terpencil. Kenaikan harga minyak mentah dunia yang mencapai 119.5 USD
per barrel pada akhir April 2008, mengakibatkan kenaikan biaya operasional
pembangkit listrik tenaga Diesel. Biaya produksi listrik mencapai
Rp2 750 per kWH, sehingga program diversifikasi energi menjadi sangat strategis
untuk dikembangkan. Kenaikan permintaan tenaga listrik selama kurun waktu
3

10 tahun terakhir mencapai 6-9% per tahun. Pembangkit listrik di Indonesia


menghasilkan energi listrik sebesar 25 218 MW pada tahun 2005 (Musyawarah
METI 2005).
Salah satu energi alternatif yang berpotensi di daerah terpencil adalah
biomassa, karena cadangan biomassa di Indonesia sebesar 261.99 juta ton atau
setara dengan 49.81 GW. Selain itu konversi biomassa menjadi sumber energi
untuk pembangkit listrik memiliki beberapa keuntungan, yaitu: lebih murah,
dapat mensubsitusi bahan bakar minyak, lebih ramah lingkungan, dan polutan gas
buang dari motor pembangkit tenaga dapat digunakan sebagai sumber panas pada
sistem pendingin adsorpsi (pasangan methanol-silikagel). Dengan demikian
biomassa dapat dijadikan energi alternatif untuk menghasilkan energi listrik dan
menjadi sumber panas untuk mesin pendingin adsorpsi. Peta distribusi biomassa
di Indonesia tersaji pada Gambar 1.2.

* 13.5 * 2.6 * 53.2 * 16.6


** 90 ** 12 **0.07 ** 2.2 *38.6
**0.02

*4.7
* 44.4 **0.68
**7.6
Other Islands:
*12.6 * 12.6
**15.8 ** 15.8
* : Forest Biomass ** Agriculture Waste

Gambar 1.2 Potensi biomassa di Indonesia (Sumber: Dephut.2000).

Biomassa sebagai energi alternatif diharapkan mampu memenuhi kebutuhan


listrik, khususnya di daerah terpencil. Sehingga 105 juta penduduk pedesaan
terpencil dapat menikmati energi listrik. Hal ini sesuai dengan rencana PLN yaitu
rasio elektrifikasi mencapai 100% pada tahun 2020. Terdapat korelasi yang positif
antara konsumsi listrik dengan kesejahteraan masyarakat, tersaji pada Tabel 1.1.
4

Tabel 1.1 Korelasi penggunaan listrik dengan kesejahteraan masyarakat


GDP Konsumsi Listrik
No NEGARA
(USD/kapita/tahun) (kWh/kapita/tahun)
1 Indonesia 695.00 407.00
2 Malaysia 3 699.00 2 731.00
3 Amerika Serikat 32 601.00 8 944.00
4 Jepang 35 277.00 11 708.00
Sumber : Handbook of Energy and Economic Statistic in Japan, 2003

Namun penggunaan biomassa untuk energi alternatif pada tahun 2005 hanya
sebesar 0.61% dari kebutuhan energi atau setara dengan 302.4 MW, karena riset
teknologi pemanfaatan biomassa belum berkembang di Indonesia. Salah satu
teknologi pemanfaatan biomassa yang mungkin dikembangkan di Indonesia
adalah gasifikasi. Dengan teknologi ini, energi biomassa diharapkan mampu
menghasilkan energi listrik sebesar 810 MW pada tahun 2025.
Berdasarkan kebijakan pemerintah, energi alternatif mampu menghasilkan
energi listrik sebesar 11140 MW atau kenaikan sebesar 927.17% pada tahun 2025.
Perkembangan energi baru terbarukan di Indonesia pada tahun 2005 sampai
tahun 2025 mencapai tersaji pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Sasaran produksi listrik energi baru terbarukan (EBT)


Jenis EBT Tahun 2005 Tahun 2025

Panas bumi 807 MW 9 500 MW

PLTMH 84 MW 500 MW (on grid)


330 MW (off grid)
Energi surya 8 MW 80 MW
Biomassa (listrik) 302 MW 810 MW
Energi angin 0.5 MW 250 MW (on grid)
5 MW (off grid)
Biodiesel 5% total konsumsi solar (4.7 juta kL)
Gasohol 5% total konsumsi bensin
Bio oil 2.5% total konsumsi minyak bakar dan
IDO
Sumber : Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (Disampaikan pada Musyawarah ke-3
Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia, 22 September 2005)
5

Gasifikasi Biomassa. Gasifikasi adalah teknologi yang memanfaatkan


biomassa untuk menghasilkan listrik. Proses gasifikasi dimulai dari pembakaran
tidak sempurna kayu di dalam reaktor untuk menghasilkan gas mampu bakar, lalu
didinginkan, dimurnikan dan dicampur dengan udara di dalam mixer, kemudian
masuk ke mesin Diesel untuk selanjutnya dikonversikan menjadi energi listrik.
Biomassa yang digunakan pada penelitian ini adalah kayu borneo, kayu
lamtorogung, dan kayu asem, gasifier yang dipakai adalah jenis unggun tetap
aliran ke bawah (Imbert downdraft gasifier) (Jain 1996).
Hasil penelitian gasifikasi berbahan bakar umpan sekam padi mampu
menghasilkan tenaga listrik di sisi terminal generator sebesar 100 kW dengan
konsumsi pemakaian sekam spesifik padi di bagian terminal generator adalah
1.84 kg/kW-jam (Gaos 2001). Sedangkan gasifikasi dengan umpan kayu ramin,
kapasitas 40 kW, dengan konsumsi pemakaian kayu spesifik di bagian terminal
generator adalah 1.56 kg/kW-jam (Trisaksono 1993).
Alat Penukar Kalor. Gas buang yang keluar dari mesin pembangkit tenaga
masih memiliki kandungan energi termal yang cukup tinggi antara 30-35% dari
energi hasil pembakaran. Dalam rangka program hemat energi, gas buang sebagai
low level energy dimanfaatkan sebagai pemasok panas pada proses penguapan
metanol dari silikagel (proses desorpsi). Alat penukar kalor yang digunakan
berjenis aliran silang, dimana fluida panas adalah gas buang dan fluida dingin
adalah air. Fungsi alat penukar kalor sebagai media pemindah panas dari gas
buang ke generator desorpsi melalui fluida air.
Mesin Pendingin Adsorpsi. Mesin pendingin adsorpsi merupakan salah
satu alternatif mesin pendingin yang ramah lingkungan dan ramah energi. Mesin
pendingin adsorpsi tidak mengunakan freon sebagai zat pendingin dan
memanfaatkan gas buang gasifier sebagai sumber panas untuk proses
pendinginan. Gas buang dari mesin pembangkit tenaga masih memiliki panas
sebesar 30% dari panas total hasil pembakaran. Panas gas buang sebagai low
level energy dapat dimanfaatkan untuk pengering maupun pendingin mesin
adsorpsi guna perlakuan produk hasil panen, sehingga dapat memberikan
sumbangan dalam mencapai tujuan hemat energi melalui penerapan konsep
konservasi energi, seperti Tabel 1.1.
6

Pada penelitian ini, zat pendingin yang digunakan adalah pasangan


methanol-silikagel. Gas buang digunakan sebagai pengganti fungsi kompresor.
Unit mesin pendingin adsorpsi terdiri dari generator desorpsi, kondensor, receiver,
generator adsorpsi, dan evaporator. Mesin pendingin adsorpsi dengan pasangan
metanol-silikagel telah diteliti di India dengan hasil COP 30%, suhu air pendingin
evaporator -2 oC, suhu air pemanas generator desorpsi 85 oC, laju energi
pemanasan desorpsi 2 kW, dan suhu kondensasi 30 oC (Oertel & Fisher 1998).
Hasil penelitian cogeneration, telah dibuat secara komersial dengan
kapasitas pendinginan antara 174-2326 kW melalui motor pembangkit tenaga
dengan sistem pendingin absorpsi menggunakan media lithium bromide-air
(Broad Chillerfor Centaur 50 USA 2005). Siegfried Kreussler dan Detlef Bolz
melakukan penelitian mesin pendingin sebesar 350 kJ/kg zeolit dengan COP 0.08.
Percobaan alat pendingin solar energi dengan pasangan aktif karbon-metanol
berhasil membuat es sebanyak 4 kg/hari dengan luas kolektor 0.92 m2 (Sumanthy
1999).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk merancang bangun dan
menganalisa energi dan eksergi pada gasifikasi biomassa untuk pembangkit
listrik dan pemanfaatan gas buang sebagai pemasok panas bagi pendingin
adsorpsi. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1) Mendapatkan model matematika untuk menduga distribusi temperatur dalam
reaktor gasifikasi dengan umpan kayu.
2) Menghitung luas permukaan sentuh alat penukar kalor dengan menggunakan
metode simulasi persamaan polinomial pangkat empat dan metode Kern.
3) Menganalisis kinerja dan eksergi alat penukar kalor.
4) Menghitung kebutuhan energi untuk proses desorpsi di dalam generator
pendingin adsorpsi dengan pendekatan kimia dan pendekatan termodinamika.
5) Menganalisis kinerja dan eksergi generator desorpsi.
6) Menghitung kelayakan investasi dan operasi.
7

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya yang berkaitan
dengan pemanfaatan sumber energi biomassa untuk pembangkit listrik skala kecil,
diharapkan mampu memenuhi kebutuhan energi listrik didaerah terpencil yang
terisolasi. Selanjutnya, gas buang hasil pembakaran dari mesin pembangkit
tersebut dimanfaatkan untuk energi pemanasan pada generator mesin pendingin
adsorpsi methanol silicgel. Hasil penelitian tersebut dapat dimanfaatkan sebagai
acuan dalam melakukan perancangan dan pembuatan sistem pembangkit tenaga
dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan.

Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk mampu
mengkonversikan energi yang dimiliki kayu menjadi gas untuk bahan bakar mesin
pembangkit tenaga listrik, dimana gas buangnya dapat dimanfaatkan untuk
pemanasan generator mesin pendingin adsorpsi metanol silikagel, sehingga ruang
lingkup penelitian ini meliputi :
1) Pemodelan matematik untuk menduga sebaran suhu dan koefisien pindah
panas di dalam reaktor, yang merupakan indikator pembentukan gas mampu
bakar selama proses pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi.
2) Analisis komposisi gas mampu bakar dan gas buang, proksimat, ultimat dan
nilai kalor umpan kayu.
3) Perancangan reaktor, separator, filter gas, pendingin gas, akumulator, siklon,
unit pencampur, panel kontrol, dan alat penukar kalor.
4) Penelitian gasifikasi dengan menggunakan 3 jenis umpan kayu: borneo,
lamtorogung, dan asem.
5) Analisis pembentukan gas mampu bakar selama proses oksidasi, pirolisis,
pengeringan dan reduksi Gasifier unggun tetap jenis aliran kebawah, yang
merupakan reaktor konversi umpan kayu sebagai sumber energi hidro karbon
menjadi gas mampu bakar antara lain : karbon monoksida, hidrogen dan gas
metan yang untuk selanjutnya dengan menggunakan mesin pembakaran
8

kompressi (compression ignition engine) dapat dikonversi menjadi energi


listrik.
6) Uji performansi mesin pembangkit tenaga listrik, alat penukar kalor, dan mesin
pendingin adsorpsi.
2 KINERJA GASIFIER UNGGUN TETAP ALIRAN KE BAWAH

Pendahuluan
Salah satu energi alternatif yang dapat dikembangkan di Indonesia pada saat
ini maupun masa mendatang adalah biomassa (kayu, serbuk gergaji, sekam padi,
sampah, dan lain-lainnya). Biomassa dapat diubah menjadi sumber energi listrik
dengan cara memanfaatkan teknologi gasifikasi. Abdullah et al. (1998)
mendefinisikan bahwa gasifikasi biomassa merupakan suatu proses konversi bahan
selulosa dalam suatu reaktor gasifikasi (gasifier) menjadi gas mampu bakar yang
terdiri dari; karbon monoksida, hidrogen dan gas metan. Selanjutnya gas tersebut
dipergunakan sebagai bahan bakar mesin pembangkit tenaga listrik dan sebagai
sumber energi untuk proses termal lainnya seperti pengeringan dan pendinginan
adsorpsi.
Tahapan proses gasifikasi dimulai dari 1) zona pengeringan di bagian paling
atas gasifier 2) zona pirolisis, umpan kayu mulai terurai menjadi arang, uap air dan
gas 3) zona oksidasi di bagian throat, menghasilkan tar, minyak, gas metan, karbon
dioksida, karbon monoksida dan energi panas 4) zona reduksi di bagian bawah
throat, mereduksi gas karbon dioksida menjadi karbon monoksida 5) gas mampu
bakar yang keluar dari reaktor masuk ke unit pemurnian, pendinginan, unit
pencampur, kemudian masuk ke mesin Diesel. Kualitas gas mampu bakar
ditentukan oleh gasifier, sehingga diperlukan rancangan teknis gasifier yang
optimal. Untuk itu, penelitian ini menggunakan model matematik untuk
menentukan diameter reaktor, diameter throat, dan tinggi reaktor.
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan model matematika untuk menduga distribusi suhu dalam reaktor
gasifikasi, optimasi alat penukar kalor gas buang, dan generator adsorpsi.
2. Menentukan rancang bangun alat uji sistem gasifikasi dengan umpan kayu,
yang terdiri dari alat penyaring abu dan tar (tabung pemisah dan filter gas),
pendingin gas, akumulator, cyclon, pencampur dan mesin diesel generator.
10

Pendekatan Teori
Jenis dan Parameter Gasifier. Jenis dan parameter gasifier ditentukan oleh
arah aliran gas melalui reaktor (arah naik, arah turun, atau horizontal) atau oleh arah
aliran padatan dan gas (searah, berlawanan arah atau aliran silang). Jenis reaktor
yang sering dipakai adalah :

a. Gasifier reaktor tetap aliran berlawanan arah. Umpan dimasukkan pada bagian
atas reaktor dan bergerak ke bawah melewati zona pengeringan, pirolisis,
reduksi, dan oksidasi. Sedangkan udara masuk pada bagian bawah dan gas
keluar pada bagian atas. Keuntungan jenis gasifier reaktor tetap aliran
berlawanan arah yaitu kesederhanaannya, tingkat pembakaran arang yang
tinggi, pertukaran panas internal sehingga suhu gas keluar rendah, dan efisiensi
gasifikasi yang tinggi. Selain itu Gasifier jenis ini dapat menggunakan bahan
bakar dengan kandungan air yang cukup tinggi (50% wb). Kekurangan gasifier
jenis ini adalah produksi tar yang tinggi, akibat gas yang tidak melalui zona
oksidasi. Gasifier jenis ini sesuai untuk pemanfaatan panas langsung. Namun
jika digunakan sebagai bahan bakar mesin, perlu proses permurnian tar.
b. Gasifier aliran silang didesain untuk pemakaian arang. Gasifikasi arang
menghasilkan suhu sangat tinggi (>1500 OC) di daerah oksidasi yang dapat
mengakibatkan masalah material reaktor. Selain itu kinerja pemecahan tar
rendah, sehingga diperlukan arang berkualitas tinggi. Keuntungan sistem ini
adalah dapat dioperasikan pada skala yang sangat kecil dan konstruksi bagian
pemurnian gas (cyclone dan baghouse filter) yang sederhana. Di negara yang
sedang berkembang, sistem ini digunakan untuk tenaga poros dibawah 10 kW.
c. Gasifier unggun tetap aliran ke bawah, biomassa dimasukkan pada bagian atas
reaktor dan udara dimasukkan pada bagian atas atau samping. Gas keluar dari
bagian bawah reaktor sehingga bahan bakar dan gas bergerak pada arah yang
sama. Gas hasil pirolisis dibawa melewati daerah oksidasi (dengan suhu tinggi)
dimana terjadi proses pembakaran dan mengakibatkan terbakarnya unsur tar,
sehingga gas mampu bakar memiliki kandungan tar yang rendah, sesuai dengan
kebutuhan mesin. Gasifier jenis ini digunakan pada tingkat tenaga 10-500 kW.
d. Gasifier opencore didesain untuk biomassa berukuran kecil dengan kandungan
abu tinggi. Pembentukan gas mengandung tar kira-kira 0.05 kg tar/kg gas,
11

(Knoef HAM & Stassen HEM 1994). Pada gasifier open core, udara dihisap
melalui seluruh penampang bagian atas reaktor, sehingga ketersediaan oksigen
lebih baik. Hal ini menyebabkan suhu reaktor padat tidak akan mencapai suhu
ekstrim setempat di zona oksidasi, tidak seperti gasifier konvensional.
Parameter teknis dan operasional untuk berbagai macam gasifier, tersaji pada
Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Parameter teknis dan operasional beberapa jenis gasifier, (The Biomass
Technology Group BV, 7500 AE Enchede, The Netherlands)
Jenis gasifier
Uraian Aliran Aliran Open Aliran Panas aliran
ke bawah ke atas core silang silang
Kapasitas komersial maksimum
350 4 000 200 150 20 000*
(kWe)
Waktu penyetelan (min) 10-20 15-60 15-60 10-20 15-60
tidak sangat
Sensitivitas terhadap bahan bakar sensitif sensitif tidak sensitif
sensitif sensitif
Produksi tar pada beban tinggi
< 0.5 1-15 10-15 < 0.1*** tidak ada
(g/Nm3 gas)
Ukuran dan volume bagian
kecil besar besar kecil tidak ada
pembersih gas
Sangat
Kuantitas residu tar kecil besar besar tidak ada
kecil***
Sensitivitas terhadap fluktuasi Tidak Tidak
sensitif sensitif tidak sensitif
beban sensitif sensitif
Rasio turn down 3-4 5-10 5-10 22-3 8-10
HGeff beban tinggi (%) 85-90 90-95 70-80 80-90 90-95
CGeff beban tinggi (%) 65-75 40-60 35-50 60-70 tidak ada
Nilai kalor gas dingin (MJ/Nm3) 4.5-5 5-6 5.5-6 4-4.5 tidak ada
*kWtermal
**hanya sekam padi
***kandungan bahan volatil yang rendah (< 10% wt) charcoal

Sifat-sifat yang berhubungan dengan gasifikasi adalah antara lain :


1) Kandungan butiran air dalam reaktor, didefinisikan sebagai jumlah butiran air
dalam material, dinyatakan sebagai persentase dari berat material. Untuk proses
konversi termal seperti gasifikasi, lebih disukai berupa umpan yang relatif kering,
karena menghasilkan gas dengan kualitas lebih baik, nilai kalor yang lebih tinggi,
dan dapat mencapai efisiensi yang optimal. 2) Abu merupakan bahan inorganik atau
kandungan mineral yang tertampung dalam reaktor setelah umpan terbakar
sempurna. Jumlah abu dari berbagai jenis umpan bervariasi dari 0.1% untuk kayu
hingga 15% untuk beberapa produk pertanian, sehingga akan mempengaruhi desain
reaktor, terutama sistem pembuangan abunya. Komposisi kimia abu juga penting
12

karena mempengaruhi perilaku pelelehan abu tersebut. Pelelehan abu dapat


menyebabkan slagging dan penyumbatan saluran dalam reaktor. 3) Komposisi
unsur kimia umpan kayu sangat menentukan kinerja gas mampu bakar, karena akan
mempengaruhi nilai kalor dan tingkat emisi. Produksi senyawa nitrogen dan sulfur
umumnya kecil pada gasifikasi reaktor, karena kandungan nitrogen dan sulfur yang
rendah pada reaktor. 4) Nilai panas dan densitas bulk menentukan densitas energi
pengumpan gasifier, yaitu energi yang tersedia per unit volume umpan. 5) Jumlah
bahan volatil memiliki pengaruh pada tingkat produksi tar dalam gasifier, bahan
volatil meninggalkan reaktor pada suhu rendah (gasifier unggun tetap aliran keatas)
atau lewat melalui daerah oksidasi. Kandungan bahan volatil pada umpan kayu
bervariasi antara 50% sampai 80%, panas bersih (low heating value), nilai
kandungan air (MCw), dan kandungan abu (Acd) nilai tersaji pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Karakteristik tipikal umpan reaktor yang digunakan untuk tujuan
pembangkitan energi, (The Biomass Technology Group BV 1994)

Jenis LHVw (kJ/kg MCw (%) Acd (%)


Ampas tebu 7.700 - 8.000 40-60 1,7 - 3,8
Kulit ari coklat 13.000 - 16.000 7-9 7 - 14
kulit kelapa 18.000 8 4
Kulit ari kopi 16.000 10 0,6
Residu kapas:
- tangkai 16.000 10 0.1
- sampah biji 14.000 9 12
Jagung:
- tongkol jagung 13.000 - 15.000 10 - 20 2
- tangkai 3-7
Residu minyak matahari: 5.000 63 5
- tangkai buah 11.000 40
- serat 15.000 15
- kulit 15.000 15
- ampas 9.000 - 15.000 13 - 15 1 - 20
Gambut 14.000 9 19
Sekam padi 12.000 10 4,4
Kayu 8.400 - 17.000 10 - 60 0,25 - 1,7
Charcoal 25.000 - 32.000 1 - 10 0,5 - 6

Penyiapan umpan kayu perlu diperhatikan karena hampir semua jenis umpan
memiliki variasi karakteristik fisik, kimia, dan morfologi yang berbeda. Derajat
kebutuhan pengolahan awal yang spesifik tergantung pada karakteristik gasifier,
13

seperti kapasitas dan jenis reaktor (gasifier unggun tetap aliran ke bawah lebih
mengharuskan keseragaman spesifikasi umpan kayu dibandingkan dengan gasifier
unggun tetap aliran ke atas). Persyaratan bahan bakar tersaji pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Persyaratan bahan bakar untuk gasifier fixed reaktor, (The Biomass
Technology Group BV, 7500 AE Enchede, The Netherlands 1994)

Jenis gasifier
Keterangan Aliran Aliran Aliran
“Open core”
ke bawah ke atas silang
Ukuran (mm) 20-100 5-100 1-3 1-3
sekam padi charcoal
Kandungan butir air (w.b) <15-20 <50 <12 <7
sekam padi Charcoal
Kandungan abu (% d.b) <5 <15 Kira-kira 20 <6
Morfologi seragam hampir seragam Seragam
seragam
Densitas bulk (kg/m3) >500 >400 >100 >400
Titik leleh abu (oC) >1 250 >1 250 >1 000 >1 250

Umpan kayu dengan kandungan uap air 50-60% pada basis basah, perlu
dikeringkan sampai batas kandungan uap air tertentu. Panas sensibel yang keluar
dari mesin cukup dapat mengeringkan umpan kayu dari kandungan uap air 70%
menjadi 10%.
Hasil penelitian gasifikasi dengan umpan sekam padi, mampu menghasilkan
tenaga listrik di sisi terminal generator sebesar 100 kW dengan konsumsi
pemakaian sekam spesifik padi di bagian terminal generator sebanyak
1.84 kg/kW-jam (Gaos 2001). Sedangkan gasifikasi dengan umpan kayu ramin,
kapasitas 40 kW dengan konsumsi pemakaian kayu spesifik di bagian terminal
generator sebanyak 1.56 kg/kW-jam (Trisaksono 1993). Dengan alat penukar kalor,
energi gas buang dari mesin pembangkit tenaga dapat dimanfaatkan sebagai sumber
energi termal (low level energy) yang ramah lingkungan, sesuai dengan protokol
Kyoto. Perkembangan manufaktur mesin pembangkit tenaga gasifikasi dengan
menggunakan umpan kayu yang dipasang di Raud dan Briolet Perancis dapat
mencapai efisiensi termal di sisi terminal generator sebesar 25% (Martenzo Gasifier
Inventory 2002). Penelitian di UK menghasilkan efisiensi 24% (Reaktor
Engineering Limited 2001), yang terpasang di Seco Bois dan Geddine, Belgia 22-
26% (Xylowatt sa 2002), sedangkan yang terpasang di Lahti, Varnamo, Rodaomill,
14

Lid, Vilhelmina, Norrsundet Bruk AB, Karlsborg, Kankaanpaa, Kempele,


Kauhajoki, Bioneer Oy, Parkanon, Kitee, Jalasjarve, Ilomantsi, Wisa Forest, dan
Varkaus Finlandia sebesar 45% (Forest Wheeler Energia Oy 2002).

Fenomena Pembakaran Kayu. Pembakaran pada kayu secara umum


merupakan proses perubahan senyawa kimia, dalam hal ini selulosa sebagai
senyawa terbesar dalam komposisi kayu selain hemiselulosa dan lignin. Menurut
(Prasad, (1985), proses perubahan kimia dalam pembakaran kayu terbagi dalam
tiga tahapan, yaitu: pirolisis yang menghasilkan senyawa yang mudah menguap dan
pembentukan arang, dilanjutkan dengan proses pembakaran arang dan pembakaran
senyawa yang mudah menguap. Secara sederhana proses perubahan kimia selama
proses pembakaran selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.1, sedangkan skema
hubungan suhu dengan proses pembakaran kayu dapat dilihat pada Gambar 2.2.

PIROLISIS PEMBAKARAN

Senyawa volatil O2 Nyala


mampu bakar pembakaran

Selulosa Levoglucosan

Air, kardon dioksida, O2 Pijar


dan arang pembakaran

Gambar 2.1 Perubahan senyawa kimia pembakaran selulosa, (Prasad 1985).


15

Aliran gas Nyala difusi pembakaran phase gas (umumnya turbulen)


D
1000 oC ≤ T ≤ 1200 oC
Nyala
Pindah panas dan massa secara simultan dengan reaksi
C kimia, permukaan pembakaran berlangsung lambat.
Arang 500 oC ≤ T ≤ 800 oC

B Pindah panas secara konduksi diikuti dengan proses pirolisis


200 oC ≤ T ≤ 500 oC
Pirolisis

A Rambatan panas dalam media dengan kondisi batas yang berubah,


perpindahan kadar air dan gas memiliki sifat yang tidak pasti
Kayu T ≤ 200 oC

Aliran panas

Gambar 2.2 Hubungan suhu dengan proses pembakaran kayu

Proses Gasifikasi Aliran ke Bawah. Gas hasil gasifikasi dapat digunakan


sebagai bahan bakar untuk motor bensin maupun motor diesel antara lain: karbon
monoksida (CO), metana (CH4), dan hidrogen (H2). Untuk memperoleh gas hasil
gasifikasi diperlukan empat zona yang terjadi di dalam reaktor, yaitu :
1) Zona Pengeringan
Bahan baku terkena panas antara 100-250 °C sehingga bahan baku mulai
mengering. Dengan demikian kandungan air akan menguap dan uap ini akan
dimanfaatkan untuk proses kimia selanjutnya. Proses kimia penguapan air
sebagai berikut:
H2O (cair) H2O (uap)
2) Zona Pirolisis
Setelah proses pengeringan dilakukan, bahan umpan kayu akan turun dan
menerima panas pada suhu antara 250-500 °C dalam kondisi tanpa udara.
Bahan baku mulai terurai dan menjadi arang, uap air, dan gas. Proses
pirolisis dimulai dengan dekomposisi hemiselilosa pada suhu antara
200-250 °C, dekomposisi selulosa sampai dengan suhu 350 °C, dan proses
pirolisis berakhir pada suhu 500 °C. Selanjutnya proses pengarangan
16

berlangsung pada suhu 500-900 °C, terjadi di daerah batas zona pirolisis dan
oksidasi. Proses kimia pirolisis adalah sebagai berikut:
CxHyOz arang, tar, minyak, asam organik, metana dan lain-lain.
3) Zona Oksidasi
Arang yang terbentuk dari ujung zona pirolisis masuk ke daerah oksidasi,
selanjutnya dibakar dengan udara yang dimasukkan dari luar melalui lubang
pemasukan udara, akan tetapi dengan jumlah yang tidak memadai sehingga
terjadi pembakaran tidak sempurna. Suhu oksidasi berkisar antara
900-1400°C terjadi didaerah cekikan (throat section) yang merupakan zona
pembakaran, (Smoot and Smith 1979).
2C + O2 2CO + energi termal
2CO + O2 2CO2 + energi termal
Tar, minyak, metana dll CO, CO2, H2O, CH4 + energi termal
4) Zona Reduksi
Proses ini dimaksudkan untuk mereduksi gas CO2 hasil proses oksidasi
dengan arang menjadi gas CO. Proses ini berlangsung pada kisaran suhu
900 °C, dengan mengambil panas dari zona oksidasi. Arang bereaksi dengan
gas CO2 membentuk gas CO, juga arang bereaksi dengan uap air
membentuk gas CO dan methane. Proses kimia reduksi adalah sebagai
berikut:
C + H 2O CO + H2 – energi termal
CO2 + C 2CO – energi termal
Unit pemurnian dan pendinginan gas, terdiri dari: cyclone, gas filter, air
cooled dan scruber. Cyclone dan gas filter berfungsi untuk menghilangkan
impuritas yang ada dalam gas seperti tar dan partikel, kemudian dilanjutkan ke air
cooled dan scrubber untuk mendinginkan gas sebelum dipakai sebagai bahan bakar
mesin. Pada proses ini banyak panas yang dilepas dari air cooled yang dapat
digunakan untuk pengeringan bahan baku sebelum masuk ke dalam tungku.
Agar terjadi pembakaran yang baik diperlukan lima persyaratan, yaitu:
pencampuran murni reaktan, udara yang memadai, suhu yang cukup, waktu yang
cukup untuk berlangsungnya reaksi, dan memiliki kerapatan yang cukup untuk
merambatkan nyala api.
17

Karbon merupakan salah satu unsur yang paling penting dan menjadi bagian
utama dari setiap senyawa hidrokarbon. Oksidasi karbon lebih lambat dan lebih
sulit dibanding dengan hidrogen dan sulfur. Karbon merupakan zat padat bersuhu
tinggi dan relatif lebih lambat terbakar sehingga secara teoritis, sulfur dan hidrogen
dianggap terbakar sempurna sebelum karbon terbakar.
Karbon akan teroksidasi menjadi karbon monoksida (CO) sebelum semua
bagian karbon diubah menjadi karbon monoksida, berikut reaksi kimia:

2C + O2 2CO + 2Q C-CO 2Q C-CO = 110380 kJ/(kg.mol C)


(24,02 kg) (32 kg) (56,02 kg)

Pada reaksi diatas, jika jumlah karbon memadai, maka karbon monoksida akan
teroksidasi menjadi karbon dioksida atau mengalami pembakaran sempurna. Proses
pembakaran sempurna akan melepaskan energi. Reaksi pembakaran sempurna
adalah sebagai berikut :
2CO + O2 2CO2 + 2Q CO-CO2 2Q CO-CO2 = 283 180 kJ/(kg.mol C)
(56,02 kg) (32 kg) (88,02 kg)

Nilai pembakaran tinggi dari karbon adalah 32 778 kJ/kg sedangkan nilai
pembakaran rendah adalah 14 093 kJ/kg.
Hidrogen mempunyai suhu penyalaan yang paling tinggi, yaitu 582oC
diantara ketiga unsur yang dapat terbakar, namun karena berupa gas, kinetika
perubahan hidrogen berlangsung sangat cepat. Apabila terdapat udara yang cukup,
hidrogen akan terbakar sempurna menjadi air.
2H2 + O2 2H2O + Q H2 2Q H2 = 286470 kJ/(kg.mol C)
(4.032 kg) (32 kg) (36.032 kg)
Nilai pembakaran tinggi dari hidrogen adalah 142 097 kJ/kg sedangkan nilai
pembakaran rendah adalah 51 623 kJ/kg.
Sulfur memiliki suhu penyalaan 243 oC yang merupakan suhu penyalaan
terendah diantara ketiga unsur mampu bakar di atas. Produk pembakaran sulfur
merupakan polutan amosfer paling utama, walaupun saat pembakaran melepaskan
energi kimia, reaksi pembakaran seperti berikut :
18

S + O2 SO2 + Q S Q S = 296 774 kJ/(kg.mol C)


(32.06 kg) (32 kg) (64.06 kg)

Nilai pembakaran tinggi dari sulfur adalah 9 257 kJ/kg sedangkan nilai pembakaran
adalah rendah 3 980 kJ/kg.

Pemodelan Matematik Suhu Proses Gasifikasi. Pemodelan matematika


dimulai dari proses oksidasi, berdasarkan proses gasifikasi di atas, zona oksidasi
adalah tempat terjadinya proses pembakaran. Proses pembakaran adalah reaksi
kimia antara hidrokarbon yang dimiliki kayu dengan oksigen di udara. Proses
pembakaran akan menghasilkan energi dalam bentuk panas yang terjadi sepanjang
0 ≤ Z<L, di mana Z adalah koordinat aksial gasifier, dan L merupakan tinggi
gasifier. Skema zona gasifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Z Gas mampu
bakar

Pengeringan

L Pirolisis

Oksidasi
Udara
0
Reduksi

Gambar 2.3 Skema zona gasifikasi pada gasifier unggun tetap aliran ke bawah.

Persamaan yang digunakan pada penelitian ini mengunakan parameter sifat


fisik dan termodinamika gasifier yang tersaji pada Lampiran 3 sampai 6. Proses
pembakaran terjadi ketika udara dimasukkan melalui Z=0 (awal proses oksidasi)
19

dengan Suhu T1 dan kecepatan superficial (v1), (Bird et al 1994). Kecepatan aliran
fluida ini dapat diselesaikan dengan asumsi bahwa konduksi panas aksial
berdasarkan Hukum Fourier dimana konduktivitas termal efektif berlaku dalam
satu selubung reaktor.
w
v1 = (2.1)
πR 2 ρ 1
Keterangan :
v1 = superficial gas velocity, m/s
w = laju masa, kg/s
R = jari-jari gasifier, m
ρ1 = densitas bahan yang dibakar, kg/m3
Laju volume dari energi panas yang dihasilkan oleh reaksi pembakaran (Sc)
secara umum merupakan fungsi dari tekanan, suhu, komposisi bahan bakar, dan
efektifitas pembakaran. Pada penelitian ini, Sc hanya merupakan fungsi suhu (Bird
et al 1994).
T −T o
S c = S c1 (2.2)
T1 − T o
Keterangan:
Sc = laju volume energi panas hasil dari reaksi pembakaran, W/m3
Sc1 = laju volume energi panas yang dihasilkan oleh reaksi pembakaran pada
sisi masuk reaktor, m3/s
To = suhu lingkungan, °C
T1 = suhu masuk gasifier, °C
T = suhu keluar gasifier, °C
Kesetimbangan energi termal pada kondisi steady yang terjadi di gasifier dapat
dijabarkan dengan skema di bawah ini :
Laju energi Laju energi Laju produksi
panas masuk panas keluar energi panas 0
Gambar 2.4 Skema kesetimbangan energi termal di gasifier.
Perhitungan energi panas masuk, energi panas keluar, dan produksi energi
panas menggunakan persamaan berikut ini :
- Energi panas masuk melalui proses konduksi pada z
20

πR 2 q Z Z

- Energi panas masuk melalui aliran pada z


πR 2 ρ1v1C p (T − To ) Z
- Energi dalam bentuk panas keluar melalui konduksi pada z + Δz
πR 2 q Z Z + ΔZ

- Energi dalam bentuk panas keluar melalui aliran pada z + Δz


πR 2 ρ1v1C p (T − To ) Z + ΔZ
- Energi dalam bentuk panas yang diproduksi
(πR 2 ΔZ ) S c

Apabila persamaan di atas dimasukkan ke dalam persamaan umum


kesetimbangan energi yang kemudian dibagi dengan (πR 2 ΔZ ) maka diperoleh:

⎡πR 2 qZ Z πR 2 ρ1v1C p (T − T0 ) Z ⎤ ⎡πR 2 qZ Z +ΔZ πR 2 ρ1v1C p (T − T0 ) Z + ΔZ ⎤


⎢ + ⎥−⎢ + ⎥
⎢⎣ πR ΔZ πR 2 ΔZ ⎥⎦ ⎢⎣ πR ΔZ πR 2 ΔZ
2 2
⎥⎦
⎡πR 2 ΔZ ⎤
+ ⎢ 2 Sc ⎥ = 0
⎣πR ΔZ ⎦
⎡ qZ Z ρ1v1C p (T − T0 ) Z ⎤ ⎡ qZ Z +ΔZ ρ1v1C p (T − T0 ) Z +ΔZ ⎤
⎢ + ⎥−⎢ + ⎥ + [S c ] = 0
⎣⎢ ΔZ ΔZ ⎦⎥ ⎣⎢ ΔZ ΔZ ⎦⎥
⎡ qZ Z +ΔZ ρ1v1C p (T − T0 ) Z +ΔZ ⎤ ⎡ qZ Z ρ1v1C p (T − T0 ) Z ⎤
⎢ + ⎥−⎢ + ⎥ = [S c ]
⎣⎢ ΔZ ΔZ ⎦⎥ ⎣⎢ ΔZ ΔZ ⎥⎦
⎡ qZ Z +ΔZ qZ Z ⎤ ⎡ ρ1v1C p (T − T0 ) Z + ΔZ ρ1v1C p (T − T0 ) Z ⎤
⎢ − ⎥+⎢ − ⎥ = [S c ]
⎣⎢ ΔZ ΔZ ⎥⎦ ⎣⎢ ΔZ ΔZ ⎦⎥

⎡ dq Z ⎤ ⎡ dT ⎤
⎢ dz ⎥ + ⎢ ρ1v1C p dz ⎥ = [S c ] (2.3)
⎣ ⎦ ⎣ ⎦
Selanjutnya kita memasukkan Fourier’s Law ke dalam persamaan (2.3) dan
mengasumsikan bahwa konduktivitas aksial efektif (kz eff) konstan, sehingga
diperoleh persamaan berikut:
⎡ d 2T ⎤ ⎡ dT ⎤
⎢− k Z ,eff 2 ⎥
+ ⎢ ρ1v1C p = [S c ] (2.4)
⎣ dz ⎦ ⎣ dz ⎥⎦

Persamaan (2.4) dapat diaplikasikan pada zona I (z<0) apabila Sc dibuat sama
dengan nol. Zona I (z<0) merupakan bagian gasifier dimana gas hasil reaksi
21

oksidasi bergerak ke bawah. Karena tidak terjadi pembentukan energi, maka terjadi
craking dan endoterm, dimana gas karbon dioksida mengalami reduksi menjadi
karbon monoksida sehingga terjadi penurunan suhu. Gas kemudian bergerak
ke atas melalui selimut gasifier, dimana terjadi proses cracking. Berdasarkan proses
cracking dan reduksi karbon dioksida, persamaan (2.4) menjadi :
⎡ d 2T ⎤ ⎡ dT ⎤
− k
⎢ Z ,eff 2 ⎥
+ ⎢ ρ1v1C p =0 (2.5)
⎣ dz ⎦ ⎣ dz ⎥⎦

Sehingga persamaan differensial yang digunakan untuk distribusi suhu pada


kedua zone sebagai berikut :
a. Pemodelan Matematika untuk Zona I (di bawah Grate)
d 2T I dT I
Zona I (z<0) : − k Z ,eff + ρ v C
1 1 p =0 (2.6)
dz 2 dz
Persamaan (2.6) dapat digunakan untuk menduga distribusi suhu terhadap
panjang aksial (arah z) dari gasifier (lihat 2.2)
b. Pemodelan Matematika untuk Zona II (di atas Grate)
d 2T II dT II
Zona II (0<z<L) : − k Z ,eff + ρ v C
1 1 p = Sc (2.7)
dz 2 dz
Pada zona II (0<z<L) tersebut terdiri atas proses oksidasi, reduksi, pirolisis, dan
pengeringan. Berdasarkan skema zona gasifikasi (gambar 5), zona ini terdiri dari
proses: oksidasi, pirolisis, dan pengeringan. Persamaan (2.7) digunakan untuk
menduga distribusi suhu terhadap panjang aksial (arah z) dari diagram proses
gasifikasi.

Keseimbangan Energi Gas Hasil Gasifikasi. Gas hasil gasifikasi dan udara
masuk ke mesin diesel melalui peralatan unit pencampur. Kemudian gas dan udara
mengalami reaksi pembakaran di ruang bakar. Keseimbangan energi selama proses
meliputi energi hasil pembakaran, kerja, energi yang diserap fluida dingin, dan
energi yang dilepas gas. Persamaan keseimbangan energi adalah sebagai berikut:
∆H1 + ∆H2 + R298K = ∆H3 + ∆H4 + P (2.8)

T1 T1
ΔH 1 = ∫ (m..cp) N 2.dT + ∫ (m.cp)O2.dT
298 298
(2.9)
22

T2 T2 T2
ΔH 2 = ∫ (m.cp) H 2.dT +
298

298
(m.cp )CO.dT +
298
∫ (m.cp)CH .dT +
3

(2.10)
T2 T2

∫ (m.cp) N .dT + ∫ (m.cp)CO .dT


298
2
298
2

R 298 K = m co Δ H co + m H 2 Δ H H 2 + m CH 4
Δ H CH 4 (2.11)
Keterangan :
∆H1 = entalphi udara yang masuk unit pencampur, kJ/kg
T1 = suhu udara masuk ke unit pencampur, K
m = jumlah mol per jam dari masing-masing gas N2 dan O2, kg mol
cp = panas jenis gas, kJ/kg.K
∆H2 = entalphi gas hasil gasifikasi yang masuk unit pencampur, kJ/kg
R298K = energi reaksi pada suhu stándar yang terjadi di dalam ruang bakar,
kJ/h
∆H3 = entalphi gas buang yang keluar motor diesel, kJ/kg
∆H4 = entalphi yang dibawa oleh fluida pendingin, kJ/kg
P = daya keluaran yang diukur pada terminal generator, kW

Penentuan Ukuran Gasifier Unggun Tetap Aliran ke Bawah. Ukuran


gasifier unggun tetap aliran ke bawah dihitung dengan menggunakan persamaan
berdasarkan referensi Design Consideration For Difference Type of Gasifier ( Reed
and Stassen 1985) di bawah ini:
Laju gas yang disyaratkan untuk gasifikasi adalah
2.Φ m
Us = (2.12)
π / 4.D 2
Keterangan:
Фm = laju aliran gas stokiometrik pada gasifier, m3/s
D = diameter gasifier, mm
Us = kecepatan gas yang diijinkan untuk gasifikasi, m/s
Kecepatan minimum aliran gas adalah
U mf =
μ
ρ g .d p
[((7,696) + 0,00605 * Ar )
2 1/ 2
− 7,696 ] (2.13)

Keterangan:
µ = viskositas kinematik gas, kg/m.s
23

ρg = massa jenis gas, kg/m3


dp = diameter takikan, m
Ar = luas penampang, m2
Umf = kecepatan minimum yang diijinkan, m/s
Konstanta gasifikasi adalah:
d p .ρ g (ρ s − ρ g ).g
3

Ar =
μ2 (2.14)
Keterangan:
dp = diameter takikan, m
ρg = massa jenis gas, kg/m3
ρs = massa jenis partikel gas, kg/m3
g = percepatan gravitasi, m/s2
µ = viskositas kinematik, kg/m.s

Tinggi fluidized reaktor adalah:


8,418 .(U s − U mf ) .d p .ρ s
0 , 738 1, 006 0 , 376
.H mf
H f = H mf + (2.15)
.ρ g
0 , 937 0 ,126
U mf
Keterangan:
Hmf = tinggi minimum gasifier, m
Hf = tinggi gasifier, m

Berdasarkan teorema Stokes, diameter minimum partikel adalah


18h.v.μ
dp = (2.16)
ρ p .g .L
Keterangan:
h = lebar gasifier, m
L = panjang, m
ρp = massa jenis partikel, kg/m3
dp = diameter partikel, micron
v = kecepatan gas masuk, m/s
Persamaan untuk menentukan diameter cyclone
2
d p .v
Dc = (2.17)
58.4 2. 0.2
Keterangan :
Dc = diameter cyclone, m
24

Persamaan untuk menentukan kerugian tekanan di cyclone


780.v 2 (2.18)
ΔP =
T

Keterangan :
∆P = kerugian tekanan gas di cyclone, Pa
T = suhu gas di cyclone, K

Energi Pembakaran Gas Hasil Gasifikasi. Energi yang dimiliki gas mampu
bakar hasil proses gasifikasi dalam reaktor merupakan perkalian antara jumlah mol
setiap unsur dengan nilai kalor pembakarannya. Persamaan perhitungan energi gas
mampu bakar berdasarkan Chemical Engineers Handbooks (Robert H. Perry &
Cecil H. Chilton 1973)

Qg = m gas H ΔH gas H + m gas CO ΔH gas CO + m gas CH ΔH gas CH


2 2 4 4
(2.19)
+ m gas C H ΔH gas C H + m gas C H ΔH gas C H
2 62 2 6 3 8 3 8

Keterangan :
m = jumlah mol, mol
∆H = nilai kalor pembakaran, kJ/m3

Analisis Eksergi dalam Unit Pencampur. Unit pencampur berfungsi untuk


mencampur gas hasil gasifikasi dengan udara sebelum masuk ke ruang bakar motor
gas. Suplai udara dan gas dapat diatur (adjustable) fraksinya. Nilai kalor gas yang
telah bercampur dengan udara dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut:

H ig =
(12.680V + 10.800V
co H2 + 35.900VCH 4 )
(1 + 2.38V + 2.38V
CO H2 + 9.52VCH 4 ) (2.20)

Keterangan :
Hig = nilai kalor campuran gas dengan udara, kJ/m3
VCO = fraksi volume karbon monoksida didalam gas.
VH2 = fraksi volume hidrogen dalam gas
VCH4 = fraksi volume metana dalam gas
25

Proses pencampuran gas mampu bakar dengan udara di pencampuran dapat


dilihat pada gambar 2.5.

CO
H2 O2
CH4 N2
CO2
H2O

CO, H2, CH4, CO2, H2O, O2, N2

Gambar 2.5 Proses pencampuran gas mampu bakar dengan udara.

Perhitungan kerja reversible per satuan waktu menggunakan persamaan


berikut:
. ⎛. Vi 2 ⎞ . ⎛ V e2 ⎞
W rev = ∑ m i ⎜ hi +
⎜ + gz i − T o s i ⎟ − ∑ m e ⎜ h e +
⎟ ⎜ + gz e − T o s e ⎟⎟
⎝ 2 ⎠ ⎝ 2 ⎠
. . .
W rev = ∑ m i (h i − T o s i ) − ∑ m e (h e − T o s e )
. . . .
W rev = m 1 ( h1 − T o s 1 ) + m 2 ( h 2 − T o s 2 ) − m 3 ( h 3 − T o s 3 ) (2.21)

Keterangan :
.
W rev = kerja reversible per waktu, kW
m1 = laju aliran gas mampu bakar masuk, kg/s
h1 = entalpi gas mampu bakar masuk, kJ/kg
s1 = entropi gas mampu bakar masuk, kJ/kg.K
m2 = laju aliran udara masuk, kg/s
h2 = entalpi udara masuk, kJ/kg
s2 = entropi udara masuk, kJ/kg.K
m3 = laju aliran campuran gas mampu bakar dan udara keluar, kg/s
h3 = entalpi campuran gas mampu bakar dan udara keluar, kJ/kg
26

s3 = entropi campuran gas mampu bakar dan udara keluar, kJ/kg.K

Bahan dan Metoda


Bahan dan Alat. Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini:
• Peralatan unit gasifikasi meliputi : downdraft gasifier, cyclon, hot gas
filter, gas cooler, akumulator, dan mixer.
• Pengambilan gas mampu bakar di sisi keluaran Downdraft Gasifier
dengan plastik khusus yang kedap udara.
• Analisis gas hasil gasifikasi dengan menggunakan alat Gas
Chromatography (GC) dengan prinsip thermal conductivity detector
(TCD) dan flame ionization detector (FID) di Teknologi Balai Besar
Energi Puspiptek Serpong
• Analisis nilai kalor kayu (LCV), analisis proximat, dan ultimat dari
kayu.
• Bahan umpan kayu borneo, kayu asem, dan kayu lamtorogung.

Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi


dan Elekrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung 30 bulan, yakni dari
bulan Juni 2005 sampai Desember 2007.
1) Metode Penelitian
Peubah pada penelitian ini adalah :
• Ukuran umpan kayu kubus yang meliputi : 50 mm x 50 mm x 50 mm dan
ukuran 25 mm x 25 mm x 25 mm
• Jenis umpan kayu yang dipakai, yaitu : borneo, asem, dan lamtorogung.
• Variasi pembebanan generator pembangkit listrik meliputi : beban 100%,
75%, dan 50%.
2) Metode Analisa Kandungan Gas Hasil Gasifikasi
Sampel gas diambil dari saluran keluar gasifier dengan menggunakan kantong
plastik khusus. Kemudian sampel gas dianalisa dengan Gas Chromathography
di B2TE Puspiptek Serpong Tangerang. Pengambilan sampel gas dilakukan
sebanyak enam kombinasi peubah percobaan.
27

3) Pengukuran Daya pada Terminal Generator


Pengukuran daya pada sisi terminal generator dilakukan dengan mengukur
tegangan dengan Voltmeter dan arus listrik dengan Amperemeter. Pengukuran
dilakukan sebanyak enam kombinasi peubah percobaan.
4) Pengukuran suhu dengan menggunakan termokopel. Pengukuran akan
dilaksanakan sebanyak enam kombinasi peubah percobaan. Titik pengukuran
suhu pada penelitian ini meliputi :
• Zona pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi.
• Saluran sebelum dan sesudah siklon, pendingin gas, dan saluran sebelum
masuk motor gas.
• Sisi masuk dan keluar alat penukar kalor.
• Sebelum dan sesudah alat uji sistem pendingin adsorpsi.
5) Pengukuran pemakaian umpan kayu dengan menggunakan timbangan.
Pengukuran dilakukan dengan menimbang seluruh umpan kayu yang akan
dimasukkan ke dalam reaktor dan dilakukan pengukuran waktu operasi pada
setiap beban penuh (full load) dan beban lainnya (part load). Pengukuran akan
dilakukan sebanyak enam kombinasi peubah percobaan. Jenis umpan kayu,
yang digunakan pada penelitian ini tersaji pada Gambar 2.6, 2.7, dan 2.8.

Gambar 2.6 Kayu Lamtorogung (Leucena Wood).


28

Gambar 2.7 Kayu Borneo (Borneo wood).

Gambar 2.8 Kayu Asem (Tamarind Wood).


29

Hasil dan Pembahasan


1) Rancang Bangun Gasifier Unggun Tetap Jenis Imbert Aliran ke Bawah
Reaktor gasifier dirancang dengan batasan yang mampu membangkitkan
tenaga sebesar 20 kW dan pola operasi enam jam tanpa penambahan umpan kayu,
serta menghasilkan gas mampu bakar yang optimum. Berdasarkan batasan laju
aliran gas minimum untuk aliran ke bawah, maka gasifier yang dirancang
mempunyai diameter reaktor 600 mm, diameter throat 120 mm, dan tinggi reaktor
1800 mm. Reaktor dilapisi dengan bata tahan api setebal 100 mm untuk
meminimalkan kerugian energi akibat kehilangan panas ke lingkungan. Lihat
gambar pada Lampiran 38.

2) Analisis Proksimat dan Ultimat Kayu


Pengambilan sampel gas hasil gasifikasi pada gasifier unggun tetap aliran
ke bawah yang memanfaatkan kayu borneo, asem, dan lamtorogung sebagai umpan
dilakukan masing-masing dua kali dan dianalisis dengan menggunakan
Gas Chromatography di Laboratorium Sumber Daya Energi Puspipptek Serpong.
Analisa menggunakan metoda Thermal Conductivity Ditection (TCD) dan Firing
Ionization Ditection (FID). Hasil analisis laboratorium komposisi umpan kayu yang
meliputi kandungan karbon, hidrogen, dan oksigen ditampilkan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Hasil analisis proksimat dan ultimat kayu Borneo, Asem, dan
Lamtorogung
No Jenis Analisis Kayu Borneo Kayu Asem Kayu Lamtorogung
1 Proximate
Kadar air (%) 9.25 7.78 12.98
Bahan menguap (%) 72.18 78.55 73.04
Karbon tetap (%) 18.31 12.06 12.96
2 Ultimate
Kandungan abu (%) 0.25 1.59 1.02
Karbon (%) 47.87 43.86 42.85
Hidrogen (%) 5.23 5.23 4.93
Nitrogen (%) 1.43 0.25 0.15
Oksigen (%) 35.98 41.29 38.07
3 Nilai kalor (kJ/kg) 18 897.12 17 224.29 16 351.34
30

Berdasarkan Tabel 2.4, komposisi unsur C, H, dan O dari tiga umpan kayu tersebut
bervariasi. Hal ini disebabkan oleh kerapatan kayu Borneo, Asem, dan
Lamtorogung berbeda. Komposisi bahan menguap kayu Borneo paling kecil
dibanding dua jenis kayu lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kayu Borneo
memiliki kepadatan dan kekerasan paling tinggi. Selain itu, kayu Borneo memiliki
kandungan karbon tetap dan karbon terikat yang tinggi, yang mempengaruhi
komposisi gas mampu bakar, terutama gas mampu bakar CO. Tingginya kadar
karbon pada kayu borneo menyebabkan nilai kalornya paling tinggi, yaitu sebesar
18 897.12 kJ/kg.
Kayu lamtorogung mengandung karbon paling rendah, namun menghasilkan
gas mampu bakar CH4 tertinggi (Tabel 2.4). Hal itu disebabkan karena kadar air
kayu lamtorogung paling tinggi, yaitu sebesar 12.98%. Selain itu kayu lamtorogung
mengandung nitrogen paling sedikit, yaitu sebesar 0.15%. Kandungan nitrogen
dalam umpan kayu mempengaruhi suhu pembakaran di zona oksidasi. Semakin
rendah kandungan nitrogen dalam umpan kayu, maka semakin tinggi suhu di zona
oksidasi. Dengan demikian, kayu lamtorogung menghasilkan suhu tertinggi di zona
oksidasi.
Berdasarkan analisis kromatografi gas yang diambil pada sisi keluar reaktor,
terlihat bahwa kandungan karbon, hidrogen, dan oksigen umpan kayu,
mempengaruhi komposisi gas mampu bakar yang dihasilkan reaktor gasifier.
Komposisi gas mampu bakar yang dihasilkan oleh ketiga umpan kayu dapat di lihat
pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Data analisis gas mampu bakar hasil gasifikasi


Komposisi dan Uraian
Jenis Kayu H2 CO CO2 CH4 C2H6 C3H8
(%wt) (%wt) (%wt) (%wt) (%wt) (%wt)
Borneo 0 55.59 42.90 1.14 0.299 0.075
Lamtorogung 0 41.23 55.86 2.10 0.660 0.150
Asem 0 43.10 54.28 1.93 0.520 0.170

Komposisi gas mampu bakar yang dihasilkan oleh ketiga jenis umpan kayu
terdiri dari hidrogen, karbon monoksida, karbon dioksida, metana, propana, etana,
31

dan gas lainnya. Kayu Borneo memberikan komposisi gas mampu bakar CO jauh
lebih tinggi dibanding dengan Lamtorogung dan Asem, karena kayu Borneo
mengandung karbon tetap dan karbon terikat tertinggi. Komposisi gas mampu bakar
lainnya tidak berbeda jauh, kemungkinan besar disebabkan oleh proses
pembentukan CO dari hasil pembakaran di zona reduksi berlangsung cepat dan
merata. Gas mampu bakar dari ketiga jenis umpan kayu tidak mengandung
hidrogen. Hal ini disebabkan karena kandungan air ketiga jenis umpan kayu relatif
rendah, yaitu dibawah 13%.

3) Distribusi suhu gas di dalam Gasifier


Distribusi suhu terhadap waktu untuk zona oksidasi dan reduksi cenderung
berfluktuatif. Secara teoritis, suhu di zona oksidasi dan di zona reduksi seharusnya
memiliki nilai suhu yang sama dan tidak berubah terhadap waktu. Perubahan suhu
ini disebabkan oleh dua hal, pertama zona oksidasi dan zona reduksi tidak
berhubungan langsung dengan reaksi pembakaran, melainkan mendapatkan energi
termal dari proses pembakaran di zona oksidasi. Kedua, jumlah umpan kayu
di reaktor menurun secara intermitten, sehingga kecepatan pembakaran tidak
seragam untuk periode waktu yang sama. Berdasarkan suhu uji coba, pada jarak
antara 0 sampai 150 mm dari zona oksidasi, suhu tinggi dan relatif konstan. Setelah
berjarak 200 mm dari zona oksidasi, suhu cenderung menurun tajam.
Daerah yang berjarak 200 mm dari zona oksidasi merupakan zona pirolisis
dan zona pengeringan. Penurunan suhu ini disebabkan oleh jarak yang relatif jauh
dari zona oksidasi, sehingga rambatan energi panas dari zona oksidasi cenderung
menurun. Pola distribusi suhu di zona oksidasi, reduksi, pirolisis, dan pengeringan
untuk ketiga jenis umpan uji ditampilkan pada Gambar 2.9.
(a)
1000 1 32
1
4 Pengeringan
800
3 Pirolisis

Suhu (oC) 600


1 Oksidasi
2
400 2 Reduksi

5 Lingkungan
200

3
5 4
0
1 2 3 4 5 6 7 8

Waktu Pengujian (jam)

(b)
1000 Z
1

800 4 Pengeringan

3 Pirolisis Pengeringan
Suhu (˚C)

600
1 Oksidasi
2 L Pirolisis
400 2 Reduksi

Oksida
200 5 Lingkungan
Udara
3 0
4
0 5
Reduksi
1 2 3 4 5 6 7 8

Waktu Pengujian (jam)

(c)
4 Pengeringan

1000 3 Pirolisis
1
Suhu (oC)

800 1 Oksidasi
600
2 Reduksi
400 2
5 Lingkungan
200
3 4
0 5
1 2 3 4 5 6

Waktu Pengujian (jam)

Gambar 2.9 Pola Suhu terhadap waktu pengujian (a) Kayu Borneo,
(b) Kayu Asem, dan (c) Kayu Lamtorogung.
33

4) Simulasi Pola Distribusi Suhu di Gasifier


Perbandingan pola distribusi perubahan suhu terhadap jarak ketinggian
gasifier hasil simulasi dan hasil uji ditampilkan pada Gambar 2.10.

Profil Suhu Zona II pada Gasifier


(di atas Grate)

1300
1100
Suhu ( C) 900
Simulasi
o

700
Hasil uji
500
300
100
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

Jarak Terhadap Grate (m)

Gambar 2.10 Pola distribusi suhu hasil uji dan simulasi.

Pada grafik pola distribusi suhu, terjadi perbedaan distribusi suhu antara
perhitungan numerik dengan hasil uji coba. Suhu awal simulasi dimulai dari
1000 oC, sedangkan suhu hasil uji di zona oksidasi berkisar antara 1000 oC sampai
dengan 1150 oC. Hal ini disebabkan karena pasokan oksigen melebihi jumlah yang
dibutuhkan untuk pembakaran tidak sempurna, sehingga menghasilkan energi panas
hasil reaksi pembakaraan yang lebih besar. Dari Gambar 2.11 terlihat bahwa
temperatur hasil uji di atas zona oksidasi nilainya lebih rendah dibanding dengan
pendekatan teoritis. Perbedaan kecenderungan pola distribusi suhu ini disebabkan
karena reaktor tidak diisolasi, sehingga terjadi perpindahan panas dari dinding
reaktor ke udara sekitarnya. Namun secara umum, keduanya memiliki
kecenderungan bentuk kurva yang sama. Perhitungan disribusi suhu tersaji pada
Lampiran 1.
Pada penelitian ini, zona I atau daerah di bawah grate (20 cm di bawah), suhu
gasifier menurun. Hal ini dapat terjadi karena pada zona tersebut merupakan tempat
penampungan abu dari sisa proses oksidasi, jadi panas di zona ini cenderung
merupakan sisa panas dari proses oksidasi. Berdasarkan persamaan model
matematika distribusi suhu di atas, profil suhu pada zona II (oksidasi, reduksi, dan
pirolisis) dapat digambarkan pada grafik berikut ini.
34

Profil Suhu Gasifier pada Zona Oksidasi


( 29 cm di atas Grate )

1400
1200
1000

Suhu ( C)
800

o
600
400
200
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4
Jarak Terhadap Grate (meter)

Gambar 2.11 Profil suhu pada zona oksidasi.

Profil Suhu Gasifier pada Zona Reduksi


(29 - 38 cm di Atas Grate )

1200

1000

800
Suhu ( C)
o

600

400

200

0
0.28 0.33 0.38 0.43
Jarak Terhadap Grate (meter)

Gambar 2.12 Profil suhu pada zona reduksi.

Profil Suhu Gasifier pada Zona Pirolisis

450
400
Suhu ( C)

350
o

300
250
200
0.38 0.385 0.39 0.395 0.4
Jarak Terhadap Grate (meter)

Gambar 2.13 Profil suhu pada zona pirolisis.


35

Berdasarkan grafik di atas, zona oksidasi, suhu cenderung naik, sepanjang


29 cm di atas grate. Zona yang terletak pada interval jarak 29-38 cm di atas grate
adalah zona reduksi. Pada zona ini, suhu sedikit menurun dengan interval suhu
antara 600-980oC. Zona yang terletak pada interval jarak 38-40 cm di atas grate
adalah zona pirolisis, dengan interval suhu antara 400-600 oC.
Berdasarkan data suhu pada zona oksidasi, zona reduksi, dan zona pirolisis
dapat disimpulkan bahwa semakin jauh letak zona dari grate, maka suhu akan
menurun. Dengan demikian suhu zona pengeringan memiliki suhu terendah, yaitu
o
sebesar 146 C. Hasil simulasi ini memperkuat temuan Manurung yang
mengungkapkan bahwa profil suhu pada gasifier jenis konvensional memiliki
karakteristik suhu yang semakin menurun seiring dengan semakin jauhnya jarak
dari grate (panggangan).

5) Analisis Energi
Konsumsi bahan bakar spesifik menggambarkan sejauh mana proses konversi
energi bahan bakar menjadi energi mampu bakar yang dapat dimanfaatkan untuk
mesin pembangkit tenaga listrik dalam suatu instalasi gasifier unggun tetap aliran
kebawah. Hasil analisis pemakaian bahan bakar spesifik dan energi selama 6 jam
ditampilkan pada Tabel 2.6 dan rincian perhitungan energi pada Lampiran 16.
Tabel 2.6 Ketersediaan energi dan konsumsi bahan bakar

Uraian Borneo Lamtorogung Asem

Konsumsi kayu (kg) 29.70 30.60 37.00

Konsumsi arang (kg) 5.00 5.00 5.00

Abu (Ash) (kg) 1.20 0.90 1.10

Ketersediaan energi dalam reaktor (MJ) 561.24 500.34 637.29

Energi pembakaran per satuan waktu (kW) 25.98 23.16 29.51

Konsumsi kayu spesifik (kg/kWh) 1.98 2.04 2.47

Dengan menggunakan data yang diperoleh dari hasil pengukuran dan analisis
laboratorium, maka dapat dihitung besarnya konsumsi bahan bakar spesifik kayu
dan energi pembakaran, yang dinyatakan sebagai Qg. Berdasarkan Tabel 2.6,
36

konsumsi kayu spesifik borneo paling rendah dibandingkan dengan dua bahan uji
lainnya, hal ini disebabkan karena kayu borneo memiliki kandungan karbon tetap
dan karbon terikat yang paling tinggi, sehingga untuk waktu pembakaran yang
sama, jumlah kayu Borneo yang diperlukan untuk pembakaran tersebut lebih
sedikit. Untuk menghasilkan besaran daya yang relatif sama, kayu Borneo
memberikan konsumsi kayu spesifik yang paling baik.
Umpan kayu Borneo menghasilkan energi reaktor sebesar 27.22 kW, angka
ini diperoleh dari hasil perkalian konsumsi kayu per satuan waktu terhadap nilai
kalor bawah bahan bakar (LCV). Sehingga dengan asumsi efisiensi termal mesin
pembangkit tenaga sebesar 33%, dapat digunakan mesin pembangkit berkapasitas
maksimum 10 kW dan gas buang dari mesin pembangkit tenaga tersebut dapat
dimanfaatkan untuk pemanas generator mesin pendingin adsorpsi pasangan
methanol-silikagel.

6) Analisis Keseimbangan Termal


Dengan mengunakan data hasil perhitungan energi pembakaran dan energi
gas buang, hasil pengukuran daya efektif di terminal generator, dan referensi mesin
diesel tanpa turbocharger (naturally aspirated engines) dengan efisiensi mekanis
80% dan efisensi generator 97.50%, maka dapat dihitung keseimbangan termal
pada beban nominal dapat dilihat pada Tabel 2.7 dan rincian perhitungan energi
tersaji pada Lampiran 16.
Tabel 2.7 Ketersediaan dan pemanfaatan energi termal pada gasifier dan mesin
pembangkit berbahan bakar solar dan kayu borneo pada beban 75%
Uraian Notasi/rumus Daya
(kW) (%)
A. Energi per satuan waktu dari gasifier
1. Energi Masukan Qp = Qg + Qs 41.40 100.00
B. Energi per satuan yang digunakan oleh mesin
1. Daya poros kWP = (kWg)/(ηg) 6.25 15.10
2. Daya gesek kWF = (kWP)/(ηm) - kWP 1.10 2.66
3. Energi gas buang Qgb = Qgb CO2 + Qgb H2O + Qgb O2 + Qgb N2 6.85 16.55
4. Energi lainnya Qlainnya = Qpendinginan + Qrugi-rugi pembakaran+Qrad 27.2 65.79
Total energi per satuan waktu yang digunakan mesin 41.40 100.00
37

Berdasarkan tabel di atas, energi termal yang dihasilkan oleh Borneo 40%
dan solar 60% berturut-turut sebesar 27.22 kW dan 14.17 kW. Energi tersebut
dikonversi menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran poros sebesar 6.25 kW
dan energi termal gas buang 6.85 kW. Efisiensi termal gasifikasi campuran kayu
dan bahan bakar solar sebesar 15.10% sedangkan efisiensi termal dengan
menggunakan bahan bakar solar 100% sebesar 26.46%. Penurunan efisiensi termal
disebabkan oleh kekurangan suplai oksigen pada proses pembakaran, sehingga gas
mampu bakar CO tidak terbakar sempurna. Hal itu menyebabkan energi termal
hasil proses pembakaran berkurang.
Peningkatan efisiensi termal dapat dilakukan dengan menambah suplai
oksigen sehingga gas CO dapat terbakar sempurna. Penambahan oksigen (excess
air) dapat dilakukan dengan menggunakan supercharged engine atau turbocharged
engineI. Alat ini memanfatkan gas buang untuk menambah suplai oksigen dengan
cara mendorong paksa udara ke ruang bakar.

Simpulan
Berdasarkan data tiga kali pengujian kayu borneo, asem, dan lamtorogung,
yang dilanjutkan dengan analisis kromatografi gas dan analisis proksimat, ultimat
serta nilai kalor bahan bakar, maka disimpulkan sebagai berikut
1. Gasifier memiliki diameter reaktor 600 mm, diameter throat 120 mm, dan
tinggi reaktor 1800 mm dengan umpan kayu dalam bentuk kubus ukuran 3 cm x
3 cm x 3mm sebesar 40 kg.
2. Umpan kayu terbaik adalah borneo, dimana kandungan CO = 55.59%, CO2 =
42.90%, CH4 =1.14%, C2H6=0.299%, dan C3H8 = 0.075%, energi pembakaran
= 27.22 kW, dan konsumsi kayu spesifik = 1.98 kg/kWh.
3. Model matematika distribusi suhu di zona oksidasi, pirolisis, dan reduksi
cenderung sama dengan data simulasi, yaitu pada zona oksidasi suhu gasifier
terhadap jarak grate cenderung meningkat hingga berjarak 0.2 m dari grate,
kemudian menurun, sedangkan pada zona reduksi dan pirolisis suhu gasifier
cenderung menurun seiring dengan bertambahnya jarak dari grate.
4. Proses gasifikasi biomassa dengan campuran umpan kayu Borneo dan solar
mampu menghasilkan ketersediaan energi sebesar 41.40 kW. Energi ini
38

dikonversi menjadi energi poros sebesar 6.25 kW dan energi gas buang sebesar
6.85 kW. Efisiensi termal gasifikasi campuran kayu dan bahan bakar solar
sebesar 15.10% sedangkan efisiensi termal dengan menggunakan bahan bakar
solar 100% sebesar 26.46%. Penurunan efisiensi termal disebabkan oleh
kekurangan suplai oksigen.

Saran
1. Pengambilan dan penyimpanan sampel gas mampu bakar yang ditempatkan
pada plastik sebaiknya pada suhu dibawah 10 oC sehingga molekul hidrogen
tidak keluar dari sampel plastik.
2. Untuk mendapatkan efisiensi termal yang optimum dibutuhkan penggantian
mesin penggerak diesel dengan supercharged engine atau turbocharged
engine dengan boost pressure rasio lebih dari 1.2.
3 ALAT PENUKAR KALOR UNTUK PEMANFAATAN
GAS BUANG

Pendahuluan
Pemanfaatan gas buang mesin diesel untuk sumber panas generator mesin
pendingin adsorpsi merupakan salah satu bentuk nyata optimasi sumber daya.
Panas yang dibutuhkan oleh mesin pendingin adsorpsi berasal dari kesetimbangan
panas antara gas buang dengan air yang terjadi di alat penukar kalor. Dengan
demikian pemanasan air tidak mengunakan energi listrik atau bahan bakar lain.
Proses pindah panas berlangsung secara konveksi dan konduksi dari gas
buang ke air pemanas generator desorpsi. Energi gas buang dengan suhu antara
200-250 oC dipindahkan ke air pemanas desorpsi hingga mencapai 85-90 oC yang
digunakan untuk menguapkan metanol dari silikagel selama proses desorpsi. Alat
penukar kalor dirancang sedemikian rupa sehingga pressure drop gas buang lebih
rendah dari tekanan balik (back pressure) yang diijinkan 0.3 bar (Taylor 1966),
sehingga tidak mengganggu performansi mesin. Gas buang bertekanan mengalir
dari dalam mesin menuju cangkang (shell), sedangkan air dialirkan secara paksa
dengan menggunakan pompa melalui pipa. Tipe alat penukar kalor ini adalah
cangkang dan pipa dengan aliran silang arus tak bercampur (unmixed, cross flow).
Kualitas pindah panas antara air dan gas buang ditentukan oleh desain alat
penukar kalor karena itu diperlukan suatu perhitungan model matematika yang
dapat menentukan luas permukaan sentuh dengan mengatur jumlah pipa, panjang
pipa, dan luas penampang aliran cangkang. Variabel pembatas pada desain ini
adalah data suhu masuk dan keluar, laju aliran massa, tekanan masuk dan keluar.
Energi adalah sesuatu yang dapat menghasilkan kerja, namun untuk
menggambarkan sejauh mana energi hilang karena terjadinya suatu proses dari
keadaan awal ke keadaan akhir diperhitungkan dengan kondisi irreversibilitas.
Suatu proses yang ideal produksi entropinya sama dengan nol, sebaliknya proses
yang tidak ideal produksi entropinya lebih besar dari nol. Dengan cara yang
berbeda sebagai ukuran ketersedian energi yang dapat dimanfaatkan setelah
memasukkan suhu lingkungan disebut eksergi. Berdasarkan hukum
termodinamika satu, hukum kekekalan energi, energi tidak dapat diciptakan dan
tidak dapat dimusnakan, tetapi dapat dikonversikan dari satu bentuk ke bentuk
40

energi lainnya. Meskipun demikian, hanya sebagian energi saja yang dapat
digunakan untuk melakukan kerja. Potensi energi yang digunakan untuk
melakukan kerja adalah eksergi, sedangkan energi yang tidak dapat digunakan
untuk melakukan kerja disebut entropi. Secara garis besar, perbedaan energi
dengan eksergi adalah sebagai berikut :
1. Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnakan tetapi dapat
berubah wujud, sedangkan eksergi pada sistem dapat berkurang bahkan
musnah.
2. Perhitungan energi sesuai dengan hukum termodinamika pertama,
sedangkan perhitungan eksergi sesuai dengan hukum termodinamika
kedua.
3. Eksergi berhubungan langsung dengan kemampuan alat atau mesin
dalam memanfaatkan energi yang tersedia.
Menurut Clausius, energi panas tidak dapat mengalir secara alami dari suhu
rendah ke suhu tinggi. Menurut Lord Kelvin, energi panas tidak seluruhnya dapat
menghasilkan kerja.
Eksergi dan entropi saling berhubungan, semakin besar entropi pada sistem,
maka semakin kecil eksergi pada sistem. Secara garis besar eksergi adalah energi
yang tersedia dikurangi dengan pembentukan entropi pada sistem alat penukar
kalor. Pada penelitian ini akan dilakukan rancangan optimasi alat penukar kalor,
analisa perubahan suhu, dan analisa kehilangan eksergi (exergy loss).
Penelitian ini bertujuan untuk mencari luas permukaan sentuh yang optimal
dengan menggunakan metode Kern, menganalisa kinerja dan efisiensi eksergi alat
penukar kalor.

Pendekatan Teori
Model Fisik Alat Penukar Kalor. Model fisik alat penukar kalor (APK)
menggunakan fluida air dan gas buang (CO2, H2O dan N2). Air adalah fluida
dingin dan gas buang adalah fluida panas. Sistematika aliran fluida pada alat
penukar kalor adalah pertama air mengalir secara paksa melalui pipa dari atas ke
bawah melalui 75 pasang pass. Gas buang mengalir dari kamar pembakaran
41

melalui cangkang alat penukar kalor. Gas buang mengalir dari bawah ke atas
menggunakan prinsip perbedaan tekanan.
Tipe APK yang digunakan adalah cangkang and pipa unmixed cross flow,
material cangkang menggunakan brass (copper alloy) dengan kandungan
Cu = 65% dan Zn = 35% sesuai JIS H3300 C2700, tebal pelat = 3 mm dan
material pipa tembaga murni sesuai dengan kandungan Cu = 99,9% sesuai
JIS H3300 C1220 Soft Annealed , konduktivitas termal k = 385 W/m.K, diameter
luar 10 mm, tebal 1 mm, diameter dalam 8 mm. Skema APK dapat dilihat pada
Gambar 3.1.
Gas Buang, keluar
Cangkang

Pipa Air, keluar

Air, masuk
L

Afr

Gas buang, masuk

Gambar 3.1 Model fisik alat penukar kalor aliran silang tidak campur.

Model Matematika. Model matematika untuk mencari luas permukaan


sentuh APK, menggunakan metode optimasi dan metode Kern. Pada metode
optimasi data inputnya adalah laju aliran massa gas buang dan air, suhu masuk gas
buang, dan suhu air keluar. Parameter optimasi meliputi sifat-sifat termodinamik
gas buang dan air, rugi-rugi tekanan pada pipa dan cangkang, kecepatan aliran
fluida, gesekan fluida dengan dinding pipa, kapasitas panas maksimum dan
minimum, efektivitas, NTU, log perubahan suhu, dan konduktivitas termal
menyeluruh. Melalui persamaan rugi-rugi tekanan dan mengkaitkan besaran-
besaran kinerja, dimeter pipa dan luas penampang aliran tak berdimensi dapat
dibuat persamaan polinomial pangkat 4, sehingga dapat dilakukan simulasi untuk
menentukan pilihan diameter pipa yang akan mempengaruhi jumlah pipa, panjang
42

pipa, bilangan Reynold, luas permukaan sentuh dan koefisien perpindahan panas
menyeluruh. Perhitungan simulasi dapat dilihat pada Lampiran 7-12. Model ini
diterapkan pada penelitian awal dengan pilihan diameter pipa 12 mm, dari hasil
pengujian metode optimasi tidak dapat memenuhi kebutuhan suhu air yang
diperlukan untuk proses desorpsi, sehingga penentuan luas permukaan sentuh dan
diameter pipa dilakukan dengan metode Kern.
Secara garis besar proses program perhitungan luas permukaan sentuh
dengan metode Kern adalah sebagai berikut:

Hasil

Data Input 1. A
2. U
1. Laju aliran 3. ΔTLMTD
massa 4. Q APK
Program 5. Q air
2. Suhu
3. Sifat Fluida 6. Q gas buang
4. Dimensi APK 7. Efektivitas
8. NTU
9. Eksergi efisiensi

Gambar 3.2 Skema perhitungan luas permukaan sentuh metode Kern

Data input terbagi menjadi dua, yaitu data input tetap dan data input tidak
tetap. Parameter pada perhitungan ini meliputi laju aliran massa fluida, suhu
fluida, dan sifat fluida, sedangkan variabel pada penelitian ini hanya dimensi alat
penukar kalor. Penentuan dimensi APK dengan menggunakan sistem trial and
eror, yaitu dimensi alat penukar kalor disesuaikan dengan nilai Q APK, Q air, dan
Q gas buang.
Asumsi yang diterapkan pada perhitungan luas permukaan sentuh alat
penukar kalor adalah sebagai berikut :
1) Pindah panas yang terjadi antara cangkang dengan lingkungan sangat
kecil atau diabaikan.
2) Pipa lurus dengan permukaan dalam dan luar yang halus.
3) Aliran air dan aliran gas buang kontinu.
4) Air dan gas buang pada kondisi di atas tekanan atmosfir.
43

5) Penurunan tekanan akibat perubahan bentuk alat penukar kalor diabaikan.


6) Pindah panas radiasi dari gas juga diabaikan.
Konsep optimasi desain meliputi proses total pindah panas pada sistem, asas
Black, karakteristik fluida, dan konstruksi alat penukar kalor. Model optimasi akan
dijabarkan per konsep. Proses pindah panas secara garis besar terjadi secara
konduksi dan konveksi. Alur pindah panas dari gas ke air dapat dilihat pada
Gambar 3.3.

air gas buang


k k k
o o o
n n n
T4 v T3 d T2 v
T1
e u e
k k k
s s s
i i i

Gambar 3.3 Alur proses pindah panas di alat penukar kalor.

Persamaan yang digunakan dalam perhitungan luas permukaan sentuh alat


penukar kalor berdasarkan Metode kern, sebagai berikut:
Dimensi pipa (tube)
1. Rasio jarak antar pipa (tube pitch rasio)
Pt (3.1)
PR =
do

2. Luas penampang pipa (cross sectional area of the tube)


π di 2 (3.2)
Ac =
4
3. Luas permukaan pipa
Ao = πd o N t L (3.3)

Dimensi cangkang (shell)


4. Luas penampang aliran cangkang (bundle cross flow area at the shell)
Ds
As = CB
Pt
44

(3.4)

5. Diameter ekivalen
⎛ Pt 2 3 πd o 2 ⎞ (3.5)
4⎜⎜ − ⎟
4 8 ⎟
De = ⎝ ⎠
πd o
2

Sifat fluida di sisi pipa


6. Bilangan Reynold
ρ t vt d i (3.6)
Re t =
μt
7. Gesekan fluida dengan pipa

f = (1.58 ln Re t − 3.28 ) (3.7)


−2

8. Number Transfer Unit (NTU) untuk aliran turbulen


( f / 2) Re t Prt
Nu t =
1.07 + 12.7( f / 2 ) (Pr t 2 / 3 − 1)
1/ 2
(3.8)

9. Koefisien perpindahan panas pada bagian dalam pipa


Nut kt (3.9)
hi =
di
Sifat fluida di sisi cangkang
10. Bilangan Reynold
⎛ m ⎞⎛ D ⎞
Re s = ⎜⎜ s ⎟⎟⎜⎜ e ⎟⎟
⎝ As ⎠⎝ μ s ⎠ (3.10)
11. Koefisien pindah panas di bagian luar pipa
0.36k s 1/ 3
(3.11)
ho = Re s 0.55 Prs
De
Performansi Alat Penukar Kalor
12. Koefisien pindah panas menyeluruh
⎛r ⎞
ro ln⎜⎜ o ⎟⎟
1 1 1 do
= + + ⎝ ri ⎠ (3.12)
U ho hi d i k
45

13. Log mean temperature difference (LMTD)

ΔTLMTD =
(T −T ) − (T
h ,i c ,o h ,o − Tc ,i ) (3.13)
ln{(T − T ) / (T
h ,i c ,o h ,o − Tc ,i )}
14. Energi panas yang dipindahkan
(3.14)
Q = UAΔTLMTD
15. Pindah panas di sisi fluida dingin
Qcold = (mcpΔT ) cold (3.15)

16. Pindah panas di sisi fluida panas


Qhot = (mcpΔT )hot (3.16)

17. Efektivitas

ε=
(T c ,o − Tc ,i ) (3.17)
(T h ,i − Tc ,i )

18. NTU
⎛1− ε c ⎞
ln⎜ ⎟ (3.18)
1− ε ⎠
NTU = ⎝
1− c

Model Matematika Perubahan Suhu di Alat Penukar Kalor. Model


matematika perubahan suhu di alat penukar kalor diekspresikan dengan persamaan
diferensial sebagai berikut :
δQ& = −m& h C ph dTh , untuk fluida panas (3.19)

δQ& = −m& cC pc dTc , untuk fluida dingin (3.20)

Persamaan di atas dalam bentuk dTh dan dTc,


δQ&
dT( h ) = (3.21)
− m& ( h ) C p ( h )

δQ&
dT( c ) = (3.22)
m& ( c ) C p ( c )

Selisih,
⎛ 1 1 ⎞
dT( h ) − dT( c ) = −δQ& ⎜ + ⎟ (3.23)
⎜ m& C ⎟
⎝ ( h ) p ( h ) m& ( c ) C p ( c ) ⎠
46

Laju pindah panas dalam bentuk differensial,


δQ& = UdAs (T( h ) − T( c ) ) (3.24)

δQ& = UpdL(T( h ) − T( c ) ) (3.25)

Subtitusikan persamaan di atas,


dT( h ) − dT( c ) ⎛ 1 1 ⎞
= −UpdL⎜ + ⎟ (3.26)
(T (h) − T( c ) ) ⎜ m& C
⎝ ( h ) p ( h ) m& ( c ) C p ( c )

Setelah diintegralkan dari masuk ke keluaran,


⎛ T( h ),out − T( c ),in ⎞ ⎛ 1 1 ⎞
ln⎜ ⎟ = −U p L⎜ + ⎟ (3.27)
⎜T ⎟ ⎜ m& C ⎟
⎝ ( h ),in − T( c ),out ⎠ ⎝ (h) p(h) m
& (c ) C p (c ) ⎠

(T − Tc ,in ) ⎡ ⎛ 1 1 ⎞⎤
= exp ⎢− U p L⎜ ⎟⎥
h , out
+ (3.28)
(T h ,in − Tc ,out ) ⎢⎣ ⎜ m& C
⎝ ( h ) p ( h ) m& ( c ) C p ( c )
⎟⎥
⎠⎦

⎡ ⎛ 1 1 ⎞⎤
Th ,out − Tc ,in = (Th ,in − Tc ,out )exp ⎢− U p L⎜ + ⎟⎥ (3.29)
⎜ m C m ⎟⎥
(c ) C p (c )
⎢⎣ &
⎝ (h) p(h) & ⎠⎦

⎡ ⎛ 1 1 ⎞⎤
Th ,out ( L) = Tc ,in + (Th ,in − Tc ,out )exp ⎢− U p L⎜ + ⎟⎥ (3.30
⎜ ⎟⎥
⎢⎣ ⎝ m ( h ) C p ( h ) m( c ) C p ( c )
& & ⎠⎦

Th ,out ( L ) : Th,out diperoleh sebagai fungsi dari panjang lintasan fluida (semua

variabel dibuat tetap, kecuali L (dari L=0, sampe L=x), perubahan L menentukan

perubahan T pada titik L.

Eksergi Hilang di Alat Penukar Kalor. Asumsi yang diterapkan pada


pengembangan model matematika untuk menghitung eksergi hilang selama proses
pindah panas berlangsung adalah :
1) Terdapat perbedaan suhu antara sistem penukar panas dengan
lingkungan.
2) Eksergi yang tersedia pada penukar panas berasal dari fluida panas
(gas buang).
47

3) Perhitungan eksergi berdasarkan perubahan entalpi gas buang dan air


di penukar panas akibat perubahan suhu.
4) Laju aliran massa air konstan, laju aliran massa air masuk sama dengan
laju air keluar alat penukar kalor.
Prinsip model matematika yang digunakan untuk menghitung eksergi hilang
pada alat penukar kalor adalah perubahan entalpi fluida pada saat proses pindah
panas.
Fluida panas di sisi masuk
Eksergi tersedia pada Alat Penukar Kalor
Ex H ,in = [(hH ,in − ho ) − To (s H ,in − so )]* m H ,in (3.31)

Fluida panas di sisi keluar


Eksergi terbawa oleh gas buang (fluida panas)
Ex H ,out = [(hH ,out − ho ) − To (s H ,out − s o )]* m H ,out (3.32)

Fluida dingin
Eksergi diserap oleh air (fluida dingin)
ExC = { [(hc ,out − ho ) − To (sC ,out − s o )] − [(hc ,in − ho ) − To (sC ,in − s o )] }* mC (3.33)

Eksergi hilang
Ex, loss = Ex H ,in − Ex H ,out − ExC (3.34)

Efisiensi eksergi
Eksergi tersedia − Eksergi hilang
ηEx = * 100% , atau
Eksergi tersedia

Ex H ,in − Ex,loss
ηEx = * 100% (3.35)
Ex H ,in

Untuk mempermudah perhitungan eksergi hilang, maka dibuat diagram alir


sebagai berikut :
48

Perhitungan Efisiensi Eksergi

Fluida panas Fluida dingin


gas buang air

ExH ,in ExC ,in


( exergy per kg ) ( exergy per kg )

(h H ,in − ho ) − To ( sH ,in − so ) (h C ,in − ho ) − To ( sC ,in − so )

ExH ,out ExC ,out


( exergy per kg ) ( exergy per kg )

(hH ,out − ho ) − To ( sH ,out − so ) (hC ,out − ho ) − To ( sC ,out − so )

eksergi tersedia di sisi gas buang masuk


Ex H ,.in = Ex H ,in * m H ,in
( exergy per kg )

eksergi hilang pada gas buang


Ex H .,out = Ex H ,out * m H ,out
( exergy per kg )

eksergi diserap oleh air


ExC = (ExC ,out − ExC ,in )exergy per kg * mC

Ex,loss = ExH ,in − ExH ,out − ExC

useful work eksergi tersedia − eksergi hilang


η EX = =
available work eksergi tersedia

Gambar 3.4 Diagram alir perhitungan eksergi hilang di alat penukar kalor.

Diagram alir perhitungan efisiensi eksergi di atas berdasarkan data suhu,


entalpi, dan entropi fluida panas dan fluida dingin. Besar efisiensi eksergi pada
49

sistem didapatkan dari perbandingan antara eksergi terpakai dengan eksergi


tersedia pada sistem alat penukar kalor.

Bahan dan Metoda


Alat dan Bahan. Alat dan bahan yang digunakan selama pengujian alat
penukar kalor antara lain:
1) Mesin pembangkit tenaga, gasifier jenis aliran kebawah lengkap dengan
unit pemurni dan mesin pembangkit tenaga gas yang dikopel dengan AC
generator.
2) Alat penukar kalor gas buang.
3) Generator mesin pendingin adsorpsi, dibuat dari bahan stainless-steel
(SS). Tutup generator bagian atas dibuat dari bahan stainless-steel (SS)
dan plang yang terbuat dari besi dengan ketebalan 10 mm. Dudukan
sensor dibuat dari bahan stainless steel (SS) dikombinasikan dengan
bahan acrylic.
4) Komponen Pendukung meliputi :
a. Pompa air, digunakan untuk mengalirkan air untuk penukar panas
untuk kondensor dan generator.
b. Heater, sebagai sumber panas untuk regenerasi mesin pendingin.
c. Termostat, digunakan untuk mengatur suhu heater yang dapat
disesuaikan dengan kebutuhan penukar panas pada generator.
d. Pompa vakum yang digunakan untuk alat pendingin adsorpsi.
5) Bahan pengujian adalah larutan methnol murni (CH3OH) sebagai
adsorbat (refrigeran) dan silicagel sebagai adsorben.

Instrumentasi. Peralatan instrumentasi yang digunakan selama melakukan


pengujian meliputi antara lain:
1) Vakum digital, untuk mengukur tekanan
2) Termometer air raksa, untuk mengukur suhu bola-basah dan bola-
kering.
3) Termocouple, jenis CC tipe T untuk mengukur suhu mesin pendingin
4) Sensor suhu PT-100
50

5) Timbangan elektronik, tife EK-1200A (AND)


6) Stopwatch, untuk mengukur waktu.
7) Data longger, untuk merekam data pengukuran.
8) Komputer, untuk mengumpulkan dan mengolah data hasil pengukuran.

Prosedur Percobaan. Prosedur perhitungan luas permukaan sentuh alat


penukar kalor dibuat untuk melakukan optimasi luas permukaan sentuh alat
penukar kalor menggunakan sistem trial and eror, dimana parameter perhitungan
luas ditentukan oleh keseimbangan energi antara Qalat penukar kalor, Qair dan Qgas buang.
Jika keseimbangan energi tidak tercapai, maka konstruksi alat penukar kalor harus
diubah. Dengan demikian pada sistem perhitungan, konstruksi tube dan shell
menjadi data masukan tidak tetap, sedangkan suhu fluida dan laju aliran massa
fluida sebagai data masukan tetap.
Optimasi luas permukaan perpindahan panas bertujuan untuk menghasilkan
suhu air panas masuk ke sistem pendingin adsorpsi (methanol-silikagel) sebesar
85oC, karena merupakan suhu yang ideal. Perhitungan luas permukaan sentuh alat
penukar kalor akan menghitung kinerja alat penukar kalor yang meliputi : U,
ΔTLMTD, Q, Qcold, Qhot, efektivitas, dan NTU.
Data tetap pada penelitian ini adalah energi panas dari gas buang sebesar
1 kW (data rancangan), suhu gas buang masuk alat penukar kalor 300 oC (data
rancangan ), suhu air masuk mesin desoprsi 85 oC (suhu rancangan), laju aliran
massa gas buang 0.0056 kg/s (data rancangan pada beban 25%), laju aliran massa
air 0.057 kg/s (data kemampuan pompa).

Perhitungan Eksergi. Perhitungan eksergi alat penukar kalor dalam


penelitian ini akan menghitung eksergi alat penukar kalor berdasarkan data
rancangan dan data rata-rata uji coba. Nilai entalpi dan entropi air menggunakan
tabel karakteristik air. Sedangkan nilai entalpi dan entropi gas buang didapatkan
dari hasil perhitungan, dapat dilihat pada Tabel 3.1.
51

Tabel 3.1 Nilai perhitungan entropi dan entalpi gas buang


T (oC) Entalpi, h (k J/kg) Entropi, s (kJ/ kg K)
435.60 4750.97 37.73
304.21 3884.63 36.32
211.06 3254.65 35.14
155.80 2863.86 34.38
96.50 2456.25 33.27
79.86 2321.11 32.89
70.50 2253.49 32.70
31.50 1984.30 31.85

Nilai entropi dan entalpi gas buang perhitungan berdasarkan sifat


termodinamika dan komposisi gas buang. Perhitungan nilai entropi dan entalpi gas
buang tersaji pada Lampiran 17.
Pengukuran Daya Listrik. Pengukuran daya pada sisi terminal generator
akan dilakukan dengan mengukur tegangan dengan voltmeter dan arus listrik
dengan amperemeter. Pengukuran akan dilaksanakan sebanyak 6 kombinasi
peubah percobaan.

Hasil dan Pembahasan


1. Energi Gas Buang dari Mesin Pembangkit Tenaga Gasifier
Berdasarkan perhitungan keseimbangan termal dari suatu mesin pembangkit
tenaga termal (gasifier-genset ) energi dari gas buang (flue gas) antara 25-30 %
dengan suhu antara 165-329 °C. Komposisi gas buang terdiri dari: CO2, CO, O2,
N2, SO2 dan H2O
Energi panas gas buang dimanfaatkan oleh alat penukar kalor untuk
memanaskan generator mesin pendingin adsorbsi. Sebagai data pembanding gas
buang dan gas hasil gasifikasi yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisa
perhitungan yang dilaksanakan Agustus 1999, dapat dilihat pada Tabel 3.2
52

Tabel 3.2 Data gas buang gasifikasi sebagai pembanding

Merk, Tipe Gasifier Gasifier Unggun Tetap Aliran Kebawah

Merk, Tipe Diesel Yanmar T152

TANGGAL BEBAN Suhu Laju volume


PENGUJIAN (m3/jam)
Arus Cos φ Tegangan Beban ( oC)
(A) (V) (kW)

27 Agustus 2001 62 1 380 40,80 170,2 240,8

27 Agustus 2001 62 1 380 40,80 173,1 242,4

27 Agustus 2001 62 1 380 40,80 167,5 241,9

Rata-rata 241,7

Jenis fluida dan bahan pipa yang digunakan adalah air dengan pipa copper
polished. Nilai parameter untuk kombinasi jenis fluida dan bahan pipa tersebut
adalah sebagai berikut:
ƒ Suhu pendidihan air (Tsat) = 100 oC
ƒ Suhu permukaan dinding pipa (Ts) = 104 oC
ƒ Surface tension ( σ ) = 0.0589 N/m
ƒ ρ l = 957.9 (kg/m3)
ƒ ρ v = 0.5978 (kg/m3)
ƒ hfg = 2257 x 103 J/kg
ƒ μ l = 0.282 x 10-3 (kg/m.det)
o
ƒ C pl = 4217 (J/kg. C)

ƒ Csf =0.0130
ƒ Pr = 1.75
Laju pindah panas pada mesin pendingin dapat dihitung dengan persamaan:

⎡ g ( ρl − ρv ⎤
1/ 2
⎡ C p (Ts − Tsat ⎤
qnucleat = μ l h fg ⎢ ⎥ ⎢ n ⎥
= 9.01kW / m 2
⎣ σ ⎦ ⎣⎢ Csf h fg Pr l ⎦⎥

Laju pindah panasnya (Q boiling) adalah:

= qnukleat x Luas dinding pipa


= 1.06 kW pada generator mesin pendingin adsorpsi metanol silikagel
53

Perhitungan Luas Permukaan Alat Penukar Kalor. Berdasarkan metode


optimasi dengan persamaan polinomial pangkat empat, dipilih dimeter pipa
12 mm, sehingga diperoleh jumlah pipa 1, panjang pipa 7000 mm, bilangan
Reynold 3.2 x 105, koefisien gesekan fluida dengan pipa bagian dalam 0.00627,
perbandingan panjang dengan diameter 583, luas permukaan sentuh 0.21 m2, dan
koefisien pindah panas menyeluruh (U) 37.18 W/m2.K. Perhitungan dengan
metode optimasi tersaji pada Lampiran 7-12. Kinerja alat penukar kalor
berdasarkan data pengujian menunjukkan suhu air keluar tidak mencapai angka
yang dibutuhkan untuk proses desorpsi minimal yaitu sebesar 85 oC.
Hal ini disebabkan karena laluan air di dalam pipa terlalu cepat, ditunjukkan
oleh nilai bilangan Reynold yang terlalu besar (3.2 x 105), sehingga proses
sentuhan molekul-molekul air pada dinding pipa tidak cukup untuk memindahkan
energi panas dari gas buang ke air sesuai yang dibutuhkan. Oleh karena itu
perhitungan luas permukaan sentuh dilanjutkan dengan metode Kern.
Berdasarkan metode Kern, optimasi luas permukaan sentuh bertujuan untuk
menghasilkan air pemanas di sistem pendingin adsorpsi sebesar 85 oC, dimana
data rancangan meliputi 1) energi panas dari gas buang sebesar 1 kW 2) suhu gas
buang masuk alat penukar kalor 300 oC 3) suhu air masuk generator desoprsi
85oC 4) laju aliran massa gas buang 0.0056 kg/s. Dimensi alat penukar kalor
dapat dilihat pada Tabel 3.3

Tabel 3.3 Dimensi alat penukar kalor


Konstruksi Tube Konstruksi Shell Unit
Di 0.0080 Ds 0.2 m
Do 0.0100 De 0.0341 m
L 0.2 m
Nt 150 Batang
C 0.01 m
CL 0.875
K 385 W/m K
Pt 0.02 m
PR 2
Ac 0.000100 As 0.185 m2
Ao 0.94 m2
54

Berdasarkan metode Kern, dimensi alat penukar kalor dihitung dengan


menggunakan trial and eror, dimana diameter, tebal, dan jumlah pipa merupakan
data variabel. Konstruksi alat penukar kalor optimum, jika terjadi keseimbangan
antara kemampuan pindah panas APK, energi panas dilepas gas buang, dan energi
panas diserap air dan kecepatan air di dalam pipa kurang dari 0.9 m/s..
Keseimbangan energi tercapai, dimana diameter pipa sebesar 10 mm, tebal pipa
1 mm dengan jumlah pipa 150 batang dan panjang pipa masing-masing 200 mm.
Material pipa yang digunakan adalah jenis tembaga murni dengan konduktivitas
termal 385 W/m.K. Rancangan konstanta sudut antara pipa CL sebesar 0.875 yang
mewakili sudut 30-60o, jarak antar dinding pipa C sebesar 10 mm dan jarak antar
pusat pipa Pt sebesar 20 mm, sehingga diperoleh luas netto aliran cangkang As
sebesar 0.185 m2. Laju aliran gas buang sebesar 0.0056 kg/s yang melewati luas
netto cangkang As bersifat laminer (bilangan Reynold 43), namun karena fluida
bersifat gas yang memiliki kisaran suhu antara 148-300 oC pada beban 25%
mampu menghasilkan suhu air keluar sebesar 85 oC .
Konstruksi alat penukar dengan menggunakan data rancangan mampu
memindahkan panas sebesar 1.01 kW, dimana energi diterima air sebesar
0.98 kW, dan energi dilepas gas buang sebesar 1 kW. Proses perhitungan dimensi
alat penukar kalor tersaji pada Lampiran 36 dan 37.
Alat penukar kalor ini dirancang agar mampu memanfaatkan energi gas
buang sebagai low level energy untuk proses desorpsi dari mesin pendingin
adsorpsi yang telah dibuat oleh peneliti sebelumnya (Ropik 2001). Energi yang
dibutuhkan pada proses desorpsi sebesar 1 kW. Data hasil pengujian menunjukkan
bahwa alat penukar kalor mampu memindahkan energi gas buang ke air untuk
memenuhi kebutuhan proses desorpsi.
Setelah merancang bangun alat penukar kalor, dilakukan perbandingan
karakteristik fluida antara data rancangan dengan data hasil uji. Perbandingan
karakteristik fluida berdasarkan data rancangan dengan data hasil uji tersaji pada
Tabel 3.4.
55

Tabel 3.4 Perbandingan karakteristik fluida


Rancangan Hasil uji
Data Unit
Air Gas buang Air Gas Buang
m 0.057 0.0056 0.057 0.0052 kg/s
Ti 353.9 573 343.6 482.47 K
To 358 421.26 347.06 346.12 K
ρi 971.13 0.71 977.16 0.71 kg/m³
ρo 968.45 0.71 975.19 0.71 kg/m³
Ρ 969.79 0.71 976.17 0.71 kg/m³
cpi 4194.85 1176.84 4187.89 1176.84 J/kgK
cpo 4198.25 1176.84 4190.14 1176.84 J/kgK
Cp 4194.85 1176.84 4189.01 1176.84 J/kgK
ki 0.673 0.037 0.666 0.037 W/mK
ko 0.675 0.037 0.669 0.037 W/mK
k 0.674 0.037 0.667 0.037 W/mK
μi 0.000348 0.0000239 0.000408 0.0000239 kg/s.m
μo 0.000334 0.0000239 0.000388 0.0000239 kg/s.m
μ 0.000341 0.0000239 0.000398 0.0000239 kg/s.m
pri 2.23 0.76 2.6 0.76
pro 2.13 0.76 2.47 0.76
Pr 2.18 0.76 2.54 0.76
vt 0.59 0.58 m/s
Cmaks 239.27 238.77 J/K
Cmin 6.59 6.16 J/K
C 0.0275 0.0258 J/K

Berdasarkan data uji coba, laju aliran massa dan suhu gas buang tidak sesuai
dengan data rancangan. Laju aliran massa hanya sebesar 0.0052 kg/s atau sekitar
92.86% dari laju aliran massa rancangan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu : pemakaian bahan bakar per jam kurang dari 1 l/h dan rasio udara bahan
bakar kurang dari 14.95.
Suhu gas buang masuk sebesar 209.47 oC atau sekitar 69.82% dari suhu
rancangan disebabkan karena terjadi pindah panas antara gas buang dengan
lingkungan. Indikator terjadinya pindah panas antara gas buang dengan
lingkungan adalah energi panas yang dilepas gas buang lebih besar daripada
energi panas yang diserap oleh air. Selain itu, pada waktu uji coba 10:49, suhu gas
buang keluar lebih kecil dibandingkan suhu air masuk ke alat penukar kalor.
56

Bahasan lebih lanjut dapat dilihat pada analisa pengaruh perubahan suhu terhadap
kinerja alat penukar kalor. Ketidaksesuaian laju aliran massa gas buang dan suhu
masuk gas buang menyebabkan perubahan kinerja alat penukar kalor.
Perbandingan kinerja alat penukar kalor berdasarkan data rancangan dengan data
hasil uji dapat dilihat pada Tabel 3.5
Tabel 3.5 Perbandingan data kinerja alat penukar kalor
Keterangan Kinerja Unit
Rancangan Hasil uji

U 8.44 26.49 W/m2K


o
ΔTlmd 127.21 33.36 C
Q 1.01 0.83 kW
Qcold 0.98 0.83 kW
Qhot 1 0.84 kW
Efektivitas 1.87 2.49 %
NTU 1.89 2.52 %

Perbedaan kinerja alat penukar kalor data rancangan dengan data hasil uji
disebabkan oleh perbedaan laju aliran massa gas buang dan suhu masuk gas
buang. Perbedaan tersebut menyebabkan :1) penurunan log perubahan suhu rata-
rata penukar panas, log perubahan suhu hanya mencapai 33.36 oC atau hanya
mencapai 26.22% dari data rancangan 2) penurunan energi, Q alat penukar kalor sebesar
0.83 kW atau hanya 82.18 % dari data rancangan, Qair sebesar 0.83 atau hanya
84.69% dari data rancangan, dan Qgas buang sebesar 0.84 kW atau 84% dari data
rancangan.
Efektivitas alat penukar kalor data rata-rata uji coba lebih besar daripada
data rancangan, karena perbandingan selisih suhu air keluar dan air masuk dengan
selisih gas buang masuk dan air masuk lebih besar dibandingkan dengan data
rancangan. Perubahan efektivitas alat penukar kalor berbanding lurus dengan
perubahan NTU, sehingga NTU data rata-rata uji coba lebih besar daripada NTU
data rancangan.

Perhitungan Efisiensi Eksergi. Perhitungan efisiensi eksergi bertujuan


untuk menganalisa kemampuan alat penukar kalor untuk memanfaatkan energi
tersedia. Dasar perhitungan eksergi adalah data entalpi, eksergi, dan suhu fluida
57

dan suhu lingkungan. Perhitungan eksergi alat penukar kalor tersaji pada
Lampiran 15 dan 21. Perbandingan perhitungan efisiensi eksergi berdasarkan data
rancangan dan data hasil uji tersaji pada Tabel 3.6 dan 3.7.

Tabel 3.6 Data desain perhitungan eksergi berdasarkan data rancangan


T H S Ex m ηEx
Keterangan K kJ/kg kJ/kgK kJ/kg kg/s %
Masuk 573 3856.158 36.26705 526.5181 0.0056
Gas buang Keluar 421.26 2812.034 34.23608 101.5957 0.0056 24.07
Masuk 353.9 338.8 1.08622 15.65502 0.057
Air Keluar 358 356.02 1.1346 18.12493 0.057

Tabel 3.7 Data perhitungan eksergi berdasarkan data rata-rata hasil uji

T H S Ex m ηEx
Keterangan K kJ/kg kJ/kgK kJ/kg kg/s %
Masuk 482.47 3243.38 35.12 264.29 0.00523
Gas buang Keluar 346.12 2272.43 32.75 14.67 0.00523
Masuk 343.60 295.59 0.962 10.20 0.057000 12.54

Air Keluar 347.06 310.07 1.00 11.89 0.057000

Berdasarkan tabel di atas, efisiensi eksergi berdasarkan data rancangan


sebesar 24.07% dan efisiensi eksergi data rata-rata hasil uji sebesar 12.54%.
Efisiensi eksergi rancangan lebih besar karena perbedaan suhu fluida dengan suhu
lingkungan lebih besar dibandingkan data rata-rata uji coba. Data rancangan suhu
gas buang masuk dan keluar berturut-turut 300 oC dan 148oC, suhu air masuk dan
keluar gas buang berturut-turut 80.9 oC dan 85 oC. Data rata-rata hasil uji suhu gas
buang masuk dan keluar 209.47oC dan 73.12 oC, suhu air masuk dan keluar
70.6 oC dan 74.06 oC. Perbedaan suhu masuk dan keluar fluida di alat penukar
kalor menyebabkan perbedaan nilai entalpi dan entropi fluida itu sendiri. Semakin
tinggi suhu, maka semakin besar nilai entalpi, sehingga eksergi cenderung
meningkat. Selain itu, selisih suhu masuk dan keluar fluida dari alat penukar kalor
turut mempengaruhi efisiensi eksergi, semakin besar selisih suhu masuk dan
keluar fluida, maka semakin besar efisiensi eksergi. Perbedaan suhu fluida dengan
lingkungan dan selisih suhu fluida masuk dan keluar merupakan dua faktor yang
tidak terpisahkan.
58

Pengaruh Perubahan Suhu Terhadap Kinerja APK. Pengaruh kinerja


alat penukar kalor dipengaruhi oleh perubahan suhu pada sistem yang meliputi
perubahan suhu air dan perubahan suhu gas buang. Pada penelitian ini
menganalisa perubahan kinerja generator, yang meliputi: log perubahan suhu total,
efektivitas, dan eksergi efisiensi. Analisa kinerja alat penukar kalor tersaji pada
gambar berikut.

250
Kinerja
200
ΔTlmtd = 20.13oC
Suhu (oC)

150 ε = 5.29%
100 ηEx = 23.48%
50

0
Jarak (m)

Log. (Perubahan suhu gas buang (oC))


Log. (Perubahan suhu air (oC))

Gambar 3.5 Hubungan perubahan suhu terhadap kinerja APK, data 30-08-2007.
Pengaruh perubahan suhu terhadap kinerja alat penukar kalor pada
data 26 dan 29 Agustus 2007 tidak dapat dihitung, karena sistem tidak bekerja
dengan baik, sehingga suhu gas keluar lebih kecil dibandingkan suhu air masuk.
Hal itu disebabkan oleh dua faktor, yaitu 1) terjadinya pindah panas antara gas
buang dengan lingkungan, sehingga suhu gas buang keluar lebih kecil
dibandingkan suhu air masuk 2) proses pembakaran umpan kayu di gasifier tidak
berjalan terus menerus, sehingga suhu gas buang turun drastis. Berdasarkan kedua
data di atas, log perubahan suhu total tidak berbanding lurus dengan efisiensi
eksergi. Namun efektivitas berbanding lurus dengan efisiensi eksergi. Grafik
hubungan efektivitas dengan efisiensi eksergi per waktu tersaji pada gambar
berikut.
59

10
8

(%) 6 Efektivitas (%)


4 Efisiensi eksergi (%)
2
0
15' 30' 45' 60' 75' 90' 105'
Waktu (menit ke-)

Gambar 3.6 Hubungan efektivitas dengan efisiensi eksergi, data 26-08-2007.

14
12
10
8 Efektivitas (%)
(%)

6 Efisiensi eksergi (%)


4
2
0
15' 30' 45' 60' 75' 90' 105'
Waktu (menit ke-)

Gambar 3.7 Hubungan efektivitas dengan efisiensi eksergi, data 29-08-2007.

28
24
20
Efektivitas (%)
16
(%)

12 Efisiensi eksergi (%)


8
4
0
15' 30' 45' 60' 75' 90' 105'
Waktu (menit ke-)

Gambar 3.8 Hubungan efektivitas dengan efisiensi eksergi, data 30-08-2007.


60

Berdasarkan ketiga grafik di atas, selang efektivitas alat penukar kalor untuk
masing-masing percobaan berturut-turut adalah 0.07-0.81%, 0.48-1.18%, dan
0.37-7.08%. Sedangkan selang eksergi berturut-turut adalah 4.75-10.42%, 6.41-
13.12%, dan 5.31-29.36%. Data hasil uji 26 Agustus 2007, efektivitas alat
penukar kalor paling rendah yaitu antara 0.07-1.81% dan efisiensi eksergi juga
paling rendah yaitu antara 4.75-10.42%. Data hasil uji 30 Agustus 2007,
efektivitas alat penukar kalor paling tinggi yaitu antara 0.37-7.08% dan efisiensi
eksergi juga paling tinggi yaitu antara 5.31-29.36%. Berdasarkan perbandingan
ketiga data hasil uji, maka efektivitas alat penukar kalor berbanding lurus dengan
efisiensi eksergi. Semakin tinggi efektivitas, maka pemanfaatan eksergi semakin
besar, sehingga efisiensi eksegi semakin besar.
Perbedaan nilai efektivitas alat penukar kalor dan efisiensi eksergi pada
ketiga data hasil uji disebabkan oleh laju aliran gas buang yang tidak stabil dan
sistem yang tidak terisolasi dengan baik. Oleh karena itu untuk penelitian
selanjutnya laju massa gas buang harus stabil dan sistem alat penukar kalor harus
terisolasi dengan baik.
61

Simpulan
1. Perhitungan optimasi diameter pipa dengan menggunakan persamaan
polinomial pangkat empat, dipilih dimeter pipa 12 mm, sehingga diperoleh
luas permukaan sentuh 0.21 m2, bilangan Reynold 3.2 x 105, koefisien
gesekan fluida dengan pipa bagian dalam 0.00627, dan koefisien pindah
panas menyeluruh (U) 37.18 W/m2.K, namun suhu air keluar lebih rendah
dari suhu yang dibutuhkan.
2. Laju massa gas buang hasil uji sebesar 0.0052 kg/s, lebih kecil
dibandingkan laju massa rancangan sebesar 0.0056 kg/s saat mesin bekerja
25%. Penurunan laju massa karena pemakaian bahan bakar per jam kurang
dari 1 liter/h dan rasio udara bahan bakar kurang dari 14.95.
3. Perbedaan laju massa gas buang dan suhu masuk gas buang menyebabkan
berbagai perubahan, antara lain 1) penurunan log perubahan suhu rata-rata
penukar panas, log perubahan suhu hanya mencapai 33.36 oC atau hanya
mencapai 26.22% dari data rancangan 2) penurunan energi, kemampuan
pindah panas alat penukar kalor hanya sebesar 0.83 kW atau hanya
82.18% dari data rancangan, panas yang diserap air sebesar 0.83 kW atau
hanya 84.69% dari data rancangan, dan panas yang dilepas gas buang
sebesar 0.84 kW atau 84% dari data rancangan 3) penurunan eksergi,
efisiensi eksergi data rata-rata hasil uji sebesar 12.54%, atau hanya
mencapai 52% dari data rancangan.
4. Pada data hasil uji 26 Agustus 2007, log perubahan suhu sebesar 52.44 oC
dan efisiensi eksergi sebesar 4.75%. Sedangkan data hasil uji 30 Agustus
2007, log perubahan suhu sebesar 20.13 oC dan efisiensi eksergi sebesar
23.48%. Berdasarkan kedua data di atas, log perubahan suhu total tidak
berbanding lurus dengan efisiensi eksergi, karena log perubahan suhu tidak
menunjukkan pemanfaatan eksergi secara langsung.
5. Data hasil uji 30 Agustus 2007, efektivitas alat penukar kalor paling tinggi
antara 0.37-7.08% dan efisiensi eksergi juga paling tinggi antara 5.3-9.36%.
Berdasarkan perbandingan ketiga data hasil uji, maka efektivitas alat
penukar kalor berbanding lurus dengan efisiensi eksergi. Semakin tinggi
62

efektivitas, maka pemanfaatan eksergi semakin besar, sehingga efisiensi


eksegi semakin besar.

Saran
1. Data rancangan laju massa gas buang harus mendekati laju massa gas buang
real, sehingga kemampuan alat penukar kalor sesuai dengan rancangan.
2. Sistem alat penukar kalor sebaiknya terisolasi sempurna, sehingga pindah
panas antara gas buang dengan lingkungan tidak terjadi. Dengan demikian,
perhitungan eksergi, efektivitas, dan log perubahan suhu dapat
mencerminkan kondisi yang sebenarnya.
3. Optimasi alat penukar kalor akan lebih baik jika laju massa air dapat diubah,
sehingga dapat diketahui laju massa optimal yang dibutuhkan oleh alat
penukar kalor.
4 MESIN PENDINGIN ADSORPSI

Pendahuluan
Pendinginan merupakan suatu proses pengeluaran panas dari suatu benda
dibawah suhu lingkungannya. Dalam penanganan pasca panen, proses pendinginan
digunakan untuk menekan laju kerusakan selama penyimpanan. Langkah pertama
dalam penanganan pasca panen adalah pra-pendiginan. Pra-pendinginan adalah
proses menurunkan suhu komoditi hingga mencapai suhu aman simpan komoditi
tersebut secepat mungkin.
Jenis mesin pendingin diklasifikasikan menjadi mesin pendingin
konvensional dan mesin pendingin adsorpsi. Mesin pendingin konvensional
menggunakan energi mekanik untuk menggerakkan kompresor, sedangkan mesin
pendingin adsorpsi memanfaatkan energi panas sebagai pengganti proses
kompresi. Unit mesin pendingin adsorpsi terdiri dari generator desorpsi,
kondensor, receiver, generator adsorpsi, dan evaporator.
Proses pemanasan, selama periode ini, adsorber menerima energi dalam
bentuk panas dari aliran air yang melalui alat penukar panas, sehingga suhu dan
tekanan adsorber meningkat menjadi suhu dan tekanan generator. Periode ini sama
dengan proses kompresi pada sistem refrigerasi kompresi uap konvensional.
Proses pemanasan, desorpsi, dan kondensasi, selama periode ini, adsorber
menerima panas secara terus-menerus, karena terhubung dengan kondensor. Suhu
Adsorber terus meningkat sehingga metanol berubah fasa dari cair menjadi uap dan
secara bersamaan diembunkan di kondensor. Periode ini sama dengan proses
kondensasi pada sistem konvensional.
Proses pendinginan dan penurunan tekanan, selama perioda ini, adsorber
melepaskan panas. Suhu adsorbat menurun, sehingga tekanan menurun dari
tekanan kondensasi ke tekanan pengembunan. Periode ini sama dengan proses
ekspansi pada sistem kompresi konvensional.
Proses pendinginan, adsorpsi, dan penguapan, selama perioda ini, adsorber
terus menerus melepaskan panas sewaktu terhubung dengan evaporator. Suhu
adsorbat dalam generator adsorpsi terus menurun. Adsorbat menguap
di evaporator. Panas evaporator disuplai dari suhu rendah. Periode ini sama dengan
penguapan pada sistem kompresi konvensional.
64

Pada beberapa tahun belakangan ini, melalui Protokol Montreal dan Protokol
Kyoto, penggunaan CFC sebagai refrigeran sudah tidak diperkenankan lagi, karena
merusak lingkungan. Sistem pendingin adsorpsi mendapat perhatian yang semakin
besar untuk dikembangkan karena ramah lingkungan dan cukup efektif. Selain
massalah lingkungan, sistem adsorpsi juga dapat dikatakan unggul dalam hal
penggunaan energi, karena memanfaatkan panas sebagai penggeraknya. Panas
sering dianggap sebagai low level energy.
Perkembangan mesin pendingin adsorpsi telah diketahui pada tahun 80-an
dimana M. Pons dan J.J Guilleminot (1981) membuat alat mesin pendingin dengan
mengunakan pasangan zeolit-air dan pasangan aktif carbon-metanol. Sokoda dan
Suzuki (1984) dan Critoph et al (1997) menggunakan pasangan silicagel-air
dengan sumber panas dari energi surya serta K. Oertel, M. Fisher (1997)
menggunakan pasangan metanol-silicagel dengan sumber panas hybrid (solar
energi dan panas gas buang mesin Diesel).
Siegfried Kreussler dan Detlef Bolz melakukan penelitian mesin pendingin
sebesar 350 kJ/kg zeolit dengan COP 0.08. K. Sumanthy (1999) melakukan
percobaan alat pendingin solar energi dengan pasangan aktif karbon-metanol, dan
berhasil membuat es sebanyak 4 kg/hari dengan luas kolektor 0.92 m2.
Penelitian ini bertujuan untuk menghitung kebutuhan energi pada proses
desorpsi dan analisa eksergi pada proses desorpsi.

Pendekatan Teori
Pemilihan Fluida Kerja Mesin Pendingin Adsorpsi. Secara umum, sistem
pendingin yang memanfaatkan energi panas terbagi menjadi dua yaitu absorpsi dan
adsorpsi. Pada massa sekarang unit absorpsi didominasi oleh sistem Water-Lithium
Bromide (H2O)-LiBr, yang digunakan untuk aplikasi mesin pendingin ruangan,
dengan COP sebesar 0.7 untuk single efek dan 1.2 untuk double efek (Oertel et al,
1996).
Adsorbent adalah bahan yang memiliki kemampuan untuk menyerap gas
atau uap, sementara adsorbate adalah sesuatu yang diserap oleh adsorbent.
Pasangan adsorbate-adsorbent yang sering digunakan adalah amonia-active
carbon, metanol-silikagel, air-silikagel. Air-silicagel dan metanol-silikagel
65

merupakan pasangan yang ideal untuk suhu operasi antara 60-70 oC, tetapi air tidak
cocok digunakan pada sistem yang bekerja pada titik beku air (0 oC). Sistem
pendingin adsorpsi amonia-air (NH3-H2O) umumnya membutuhkan suhu yang
rendah, tetapi kebutuhan suhu pemanasan lebih besar dari 120 0C untuk steam dan
340 0C untuk exhaust gas, sehingga perlu teknologi pendingin yang baru, dimana
operasinya menggunakan suhu rendah sebagai sumber panasnya.
Pada penelitian ini mengunakan metanol-silikagel sebagai pasangan
adsorbate-adsorbent. Metanol sebagai fluida yang diserap (adsorbate) dan
silicagel sebagai media penyerap (adsorbent). Metanol-silikagel dipilih karena
pada proses pelepasan uap metanol dari silikagel hanya membutuhkan energi panas
pada suhu rendah.

Model Persamaan Termodinamik Siklus Adsorpsi. Siklus adsorpsi


merupakan siklus energi dalam bentuk pemasukan panas ke generator (desorber),
sehingga dapat mengurangi polusi yang dihasilkan. Instalasi mesin pendingin
adsorpsi dapat dilihat pada Gambar 4.1.

KONDENSOR

VALVE REFRIGERANT VALVE


OPENED METHANOL CLOSED
(Desorbtion)
HEAT HEAT
EXCHANGER 1 EXCHANGER 2

THREEWAY
VALVE
RECEIVER

VALVE
OPENED
VALVE (Adsorbtion)
CLOSED
POMPA VAKUM

POMPA EVAPORATOR
SENTRIFUGAL 1
POMPA
SENTRIFUGAL 2
CHILLED
Heat WATER
Source COOLING
TOWER
ke Atmosfir
EXHAUST GAS

Gambar 4.1 Instalasi mesin pendingin adsorpsi.


66

Sistem pendingin adsorpsi terdiri dari 1) desorber (generator) yang berfungsi


melaksanakan proses pertukaran energi pada suhu tinggi 2) adsorber berfungsi
menukar panas dengan sumber dingin pada suhu rendah 3) kondensor berfungsi
melepaskan energi dalam bentuk panas dengan fluida lain 4) evaporator berfungsi
menyerap energi dalam bentuk panas dari fluida lain pada suhu rendah.
Oertel at al (1997) menyatakan siklus adsorpsi secara umum terbagi dari
empat siklus kerja dapat dilihat pada diagram P-T-X siklus kerja mesin adsorpsi
berikut ini :
Ln P X1 X2
100 %
2 3
Pc

Pe 1 4

T
Te Tc Ta2 Tg1 Ta1 Tg2

Gambar 4.2 Diagram P-T-X.

Proses pemanasan (1-2) generator dengan konsentrasi X1 dipanaskan dari


suhu awal Ta 2 ke suhu T g 1 dengan tekanan Pc , ini merupakan tekanan pada suhu

kondensor, dengan beberapa asumsi berikut : tidak terjadi desorpsi sampai tekanan
kondensor meningkat, pemanasan generator dalam keadaan volume konstan, dan
panas sensible dari gas adsorbate (metanol) sangat kecil dan diabaikan.
Proses desorpsi (2-3), refigeran yang berekspansi melepaskan dari adsorben
pada tekanan konstan kondensor Pc dan secara serempak generator dipanaskan

sampai suhu maksimum Tg 2 , dengan asumsi; semua refrigeran yang lepas dari

adsorben masuk ke dalam kondensor untuk kemudian mengembun.


Proses pra pendinginan (3-4), generator dengan konsentrasi rendah X2
mengalami penurunan suhu pada massa adsorben, dan tekanan menurun dari Pc
ke Pe. Proses adsorpsi (4-1), generator mulai menyerap kembali uap refrigeran
67

pada tekanan konstan Pe, selama penguapan terjadi penurunan suhu adsorben dari
Ta1 ke Ta2.
Penelitian ini mencari persamaan empirik untuk pendekatan hubungan
Tekanan (p), konsentrasi (X), dan suhu adsorben (T) dalam berbagai variasi.
Pembuatan persamaan berdasarkan data dan gambaran grafik dari Oetler yang
diimplementasikan dalam model empirik. Beberapa persamaan lain juga didapat
dari kurva metanol murni.
⎡ T⎤
X (T , Ts ) = A(T ) exp⎢ B(T ) ⎥ (4.1)
⎣ Ts ⎦

Keterangan :
T : suhu dari adsorben (°C)
Ts : suhu jenuh dari refrigeran(°C)
A(T) : variable, fungsi dari suhu adsorbent
B (T) : variable, fungsi dari suhu adsorbent
⎛ a2 ⎞
⎜ ⎟
A(T ) = a1.e ⎝ T ⎠

a1 : 1.45E-9
b1 : 7568.5352
B(T) : a2 + b2T + c2T2 + d2T3 + e2T4 + f2T5
a2 : -18929.1
b2 : 273.8533
c2 : -1.57816
d2 : 0.004525
e2 : -6.46E-06
f2 : 3.66E-09

Panas Laten Adsorpsi dan Desorpsi. Panas laten adsorpsi dan desorpsi
dapat diperoleh dari persamaan Clausius-Clapeyron:
d h
ln( p) = (4.2)
dT RT 2
Keterangan:
P : tekanan dari adsorben (silica gel/generator),
68

R : tetapan gas untuk uap metanol


T : suhu adsorben.
Panas yang diperlukan untuk proses adsorpsi dan desorpsi dapat ditentukan
sesuai dengan jumlah massa refrigeran. Dari persamaan 4.2 dapat diperoleh
hubungan Ts sebagai berikut:
1 1 ⎛ X (T , Ts ) ⎞
= Ln⎜⎜ ⎟ (4.3)
Ts B(T )T ⎝ A(T ) ⎟⎠
Subsitusi persaman (4.2) dan (4.3) sehingga didapatkan hubungan P dan Ts
sebagai berikut:
1 ⎛ X (T ,Ts ) ⎞
ln( p) = A − C ln⎜⎜ ⎟ (4.4)
B(T )T ⎝ A(T ) ⎟⎠
Diferensiasi persamaan 4.4 sehingga didapat persamaan sebagai berikut:

d ⎡ ⎛ C ⎛ X ⎞ ⎞⎤
⎢ A − ⎜⎜ ln⎜ ⎟ ⎟⎟⎥ =
dT ⎣ ⎝ B (T )T ⎝ A(T ) ⎠ ⎠⎦
C ⎛ X ⎞ d C ⎛ X ⎞ C d
2
ln⎜ ⎟ B (T ) + ln⎜ ⎟+ A(T ) (4.5)
B (T ) T ⎝ A(T ) ⎠ dT B (T )T 2 ⎝ A(T ) ⎠ B (T )TA(T ) dT

B(T1)T ⎛ X (T , Ts ) ⎞
= ln⎜⎜ ⎟⎟ (4.6)
Ts ⎝ A(T ) ⎠
Subsitusikan persamaan (4.5) dan (4.6) sehingga menjadi :
⎛ 1 d 1 1 d ⎞ h
C ⎜⎜ B(T ) + + A(T ) ⎟⎟ = 2
(4.7)
⎝ Ts B(T ) dT TsT B(T ) A(T )T dT ⎠ RT

⎛ 1 d 1 1 d ⎞
CRT 2 ⎜⎜ B(T ) + + A(T ) ⎟⎟ = ha (T , Te ) (4.8)
⎝ Te B(T ) dT TeT B(T ) A(T )T dT ⎠
Persamaan panas laten jenis desorpsi (hd) sebagai berikut:
⎛ 1 d 1 1 d ⎞
CRT 2 ⎜⎜ B(T ) + + A(T ) ⎟⎟ = hd (T , Tc ) (4.9)
⎝ Tc B(T ) dT TcT B(T ) A(T )T dT ⎠
Panas laten adsorpsi dan desorpsi sebagai berikut:
Ta 2
δX (T , Te )
Ha = ∫hm
Ta1
a sg
δT
dT (4.10)

δX (T , Tc )
Tg 2

Hd = ∫hm
Tg 1
d sg
δT
dT (4.11)
69

Keterangan:
msg : massa adsorben silika gel, kg.
Pendugaan Suhu Tg1 dan Ta1. Pendugaan suhu akhir proses desorpsi
(pemanasan) dan akhir proses adsorpsi (pendinginan) didasarkan pada asumsi
diagram PTX berikut ini:
X (Tg1 , Tc ) = X (Ta 2 , Te ) (4.12)

X (Tg 2 , Tc ) = X (Ta1 , Te ) (4.13)

Persamaan suhu sebagai berikut:

Tc ⎛ X (Ta 2 , Te ) ⎞
T g1 = ln⎜ ⎟ (4.14)
B(Tg1 ) ⎜⎝ A(Tg1 ) ⎟⎠

Te ⎛ X (Tg 2 , Tc ) ⎞
Tg 2 = ln⎜ ⎟ (4.15)
B(Tg 2 ) ⎜⎝ A(Tg 2 ) ⎟⎠

Dari hubungan sifat tekanan jenuh (p) dengan suhu uap jenuh refrigeran (Ts)
berlaku persamaan Antoine untuk tekanan uap komponen murni sebagai berikut:
B
ln P(kPa) = A − (4.16)
T (K ) + C
Untuk metanol :
3593.39
ln P = 16.4948 − (4.17)
T + (−35.2249)
Untuk air :
3965.44
ln P = 16.5362 − (4.18)
T + (−38.9974)
Garis proses dari titik satu ke titik dua dan dari titik tiga ke titik empat pada
diagram PTX dapat digambarkan dengan menggunakan persamaan berikut:

⎛ C ⎞ ⎡ ⎡ ⎛ C ⎞⎤ ⎤
⎜⎜ ⎟⎟ ⎢ X ⎢Ta 2 , ⎜⎜ ⎟⎟⎥ ⎥
⎝ A − ln( p ) ⎠ ⎢ ⎣ ⎝ A − ln( p ) ⎠⎦ ⎥ (4.19)
T12 ( p ) = ln
⎢ ⎥
⎛ B (TCa 2 ) ⎞ ⎢⎡ ⎡ A⎛(Ta 2 )C ⎞⎤⎥⎤
⎜⎜ ⎟ ⎢ X ⎢T g 2, ⎜⎜ ⎟⎟⎥ ⎥
⎝ A − ln( p) ⎟⎠ ⎣⎢⎢ ⎣ ⎝ A − ln( p) ⎠⎦⎦⎥⎥
T34 ( p) = ln
B(Tg 2 ) ⎢ A(Tg 2 ) ⎥
⎢ ⎥
⎢⎣ ⎥⎦ (4.20)
70

Panas Sensible. Perhitungan panas sensible dari bahan silikagel merupakan

energi panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu metanol dan silikagel dari

awal pemanasan generator desorpsi sampai dengan penguapan metanol.

Panas sensible dari adsorben,


Tg 2

Qsg = ∫ Cp (T )m
Ta1
sg sg dT (4.21)

Keterangan :
Cpsg(T) : panas spesifik dari adsorben yang berubah terhadap suhu, tetapi
untuk menyederhanakan perhitungan, nilai Cpsg = 740 J/kg K
msg : massa adsorber silikagel dalam generator.

Panas sensible dari generator


Tg 2

Qg = ∫ Cp (T )m
Ta 1
g g dT (4.22)

Keterangan :
Cpg : panas spesifik generator (stainless steel), Cp dianggap konstan
mg : massa generator
Panas sensible dari refrigeran dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Tg 1 Tg 2

Qm = ∫ mm x1cv ,m (T )dT + ∫m m c p ,m (T )x(T , Tc )dT (4.23)


Ta 2 Tg 1

Keterangan :

cv,m (T) : panas spesifik cairan metanol pada volume konstan,


cp,m (T) : panas spesifik metanol pada tekanan konstan
dan X1 = X (Ta2, Te)

Model Matematik Pindah Panas Proses Desorpsi. Pemodelan matematik


selama proses desorpsi menggambarkan fenomena pindah panas dari air pemanas
ke dinding generator secara konveksi, kemudian diteruskan ke butir-butir silika gel
secara konduksi sampai seluruh metanol yang terkandung dalam butir-butir
silikagel menguap. Energi adalah sesuatu yang dapat menghasilkan gerak, terdiri
71

atas eksergi dan entropi. Eksergi adalah kualitas energi yang digunakan untuk
melakukan kerja. Sedangkan entropi adalah bagian dari energi yang mengalami
perubahan wujud energi dan tidak melakukan kerja. Energi, eksergi, dan entropi
pada sistem generator desoprsi tergantung pada model fisik pindah panasnya.
Model fisik pindah panas pada generator desorpsi dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Model fisik generator desorpsi.

Keseimbangan Massa. Proses desorpsi di generator (pelepasan metanol dari


silikagel) membutuhkan energi yang diperoleh dari aliran air panas dari dua arah,
masing masing dari sisi luar dan dalam generator, persamaan keseimbangan massa
sebagai berikut:
( massa air masuk ) = ( massa air keluar )
m w1,in + m w 2,in = m w1,out + m w 2 ,out (4.24)

Kesetimbangan Energi. Untuk mengembangkan model matematik pindah


panas dari air ke silikagel-metanol selama proses desorpsi, dapat didekati dengan
hukum pertama termodinamik tentang kesetimbangan energi di generator,
diasumsikan kondisi aliran metanol tidak tunak (unsteady flow). Hal ini disebabkan
karena proses desorpsi diikuti dengan proses kondensasi secara serempak,
72

sehingga laju penguapan metanol bekerja pada tekanan konstan. Keseimbangan


energi mensyaratkan bahwa energi yang diberikan oleh air kedalam sistem
(silikagel-metanol) sama dengan energi yang diterima, dimana aliran air
berlangsung secara tunak (steady flow).
Proses pindah panas dari air ke silkagel-metanol akan mengakibatkan
peningkatan suhu pada silikagel yang diikuti dengan kenaikan suhu metanol
(sensible heat) dan pelepasan metanol dari silikagel (latent heat).
Silikagel-metanol menerima panas dari dua arah secara melingkar yang terdiri dari
cangkang pipa air bagian luar dan cangkang pipa air bagian dalam, sehingga panas
dipindahkan dari air ke dinding pipa secara konveksi paksa, dalam dinding pipa
secara konduksi, dan dari dinding pipa luar ke silikagel berlangsung secara
konduksi. Mengingat dinding pipa yang tipis (tebal 2 mm), maka tahanan
termalnya dapat diabaikan. Model matematika berdasarkan dapat didekati dengan
bentuk persamaan :
{Energiair msk − Energiair keluar}SL + {Energiair msk − Energiairkeluar}SD
= {PerubahanEnergidalamSilikagel− methanol}sistem
{E w1,in − E w1,out } + {E w 2 ,in − E w 2,out } = ΔU sistem (4.25)

{(Q in + Win + ∑ mθ ) − (Q out + W out + ∑ mθ )}w1 + (4.26)

{(Q in + Win + ∑ mθ ) − (Q out + W out + ∑ mθ )}w 2 = ΔU sistem

Dengan asumsi energi potensial, energi kinetik, energi masuk, dan kerja
mekanik sama dengan nol, maka Persamaan 4.26 menjadi
(min hin − mout hout )w1 + (min hin − mout hout )w 2 = ΔU Silicagel − MeOH −Gen (4.27)

Panas sensibel yang diperlukan oleh silicagel selama proses desorpsi adalah:
Tg 2

Q1 = ∫C
Tg 1
sg m sg dT (4.28)

Panas sensibel yang diperlukan generator selama proses desorpsi adalah:


Ta1
Q2 = ∫C
Ta 2
g m g dT (4.29)

Panas sensibel yang dibutuhkan metanol untuk meningkatkan suhu awal


menjadi suhu penguapan selama proses desorpsi adalah:
73

Tg 1 Tg 2

Q3 =
Ta 2
∫m sg X 1Cv met dT + ∫m
Tg 1
sg Cp met X 2 dT (4.30)

Panas laten yang dibutuhkan metanol untuk menguapkan seluruh metanol


yang terikat pada silika gel selama proses desorpsi adalah:
Tg 2
∂X (4.31)
Hd = ∫h
Tg 1
d m sg
∂T
dT

Panas laten yang dibutuhkan metanol untuk menguapkan seluruh metanol


yang terikat pada silika gel selama proses adsorpsi adalah:
Ta 2
∂X
Ha = ∫h m
Ta1
a sg
∂T
dT (4.32)

Energi yang dibutuhkan metanol , silika gel dan genertor selama proses
desorpsi adalah:
Qdes = Q1 + Q2 + Q3 + H d

Maka kesetimbangan energi generator desorpsi adalah :


m w1Cp w1 dTw1 + m w 2 Cp w 2 dTw 2 = (mCp ) g dT g + (mCp )sg dTsg +
(4.33)
(m met ,l Cp met ,l )dTmet + (m met ,uapg )Δhuap + m met ,uap Cp uap dTmet ,uap

Keseimbangan Entropi. Sistematika perubahan entropi sistem adalah


penjumlahan dari selisih entropi masuk dan keluar dengan total pembentukan
entropi, secara garis besar disajikan pada persamaan berikut:
⎛ Total ⎞ ⎛ Total ⎞ ⎛ Total ⎞ ⎛ Perubahan ⎞
⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟
⎜ Entropi ⎟ − ⎜ Entropi ⎟ + ⎜ Entropi ⎟ = ⎜ Entropi ⎟
⎜ masuk ⎟ ⎜ keluar ⎟ ⎜ pembentukan ⎟ ⎜ sistem ⎟
⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠
S in − S out + S gen = ΔS sistem (4.34)

Pemodelan matematik pindah panas dari aliran air panas ke silikagel-metanol


selama proses desorpsi, dapat didekati dengan hukum kedua termodinamik tentang
kesetimbangan entropi di generator, diasumsikan kondisi aliran air panas tunak
(steady flow), sehingga perubahan entropi sistem sama dengan nol, maka
persamaan kesetimbangan entropi menjadi :
74

dTw1 dT dTg dTsg


mw1Cpw1 + mw2 Cpw2 w2 + S gen = (mCp) g + (mCp)sg +
Tw1 Tw2 Tg Tsg
(4.35)
(mmet,cair Cpmet,cair ) dTmet + (mmet,uap ) Δh + mmet,uapCpmet,uap dTmet
Tmet Tmet Tmet

Persamaan pembentukan entropi selama proses desorpsi sebagai berikut :

+ (mmet ,cair Cp met ,cair )


dTg dTsg dTmet
S gen = (mCp )g + (mCp )sg +
Tg Tsg Tmet
(4.36)
(mmet ,uap ) Δh + hd msg ∂X dTmet − mw1Cp w1 dTw1 − mw2 Cp w2 dTw2
Tmet ∂T Tmet Tw1 Tw 2

Persamaan perubahan entropi selama proses desorpsi pada silikagel dan


metanol sebagai berikut:
2
ΔS sistem = ∫ mCp (T )
dT
(4.37)
1
T

Kesetimbangan Eksergi. Penerapan kesetimbangan eksergi selama proses


desorpsi pada generator dengan menggunakan pendekatan volume atur (control
volume) untuk fluida air pemanas, metanol-silikagel dan generator. Persamaan
kesetimbangan eksergi tersaji pada Persamaan 4.38 dapat diturunkan sebagai
berikut:
⎛ Total ⎞ ⎛ Total ⎞ ⎛ Total ⎞ ⎛ Perubahan ⎞
⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟
⎜ Eksergi ⎟ − ⎜ Eksergi ⎟ − ⎜ Eksergi ⎟ = ⎜ Eksergi ⎟
⎜ masuk ⎟ ⎜ keluar ⎟ ⎜ pemusnahan ⎟ ⎜ sistem ⎟
⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠
X in − X out − X destroyed = ΔX sistem (4.38)

Selama proses desorpsi berlangsung, diasumsikan tidak terjadi pemasukan


kalor, tidak terjadi kerja mekanik, energi kinetik dan potensial diabaikan, sehingga
persamaan (4.38) menjadi :
X mass ,in − X mass ,out − X destroyed = ΔX sistem (4.39)

Kondisi aliran air pemanas berlangsung secara tunak (steady), sedangkan


kondisi pergerakan metanol dari silikagel berlangsung pada tekanan konstan yang
diikuti dengan proses kondensasi. Persamaan kesetimbangan eksergi di sisi
generator desorpsi sebagai berikut:
75

dTw1 dT
mw1Cpw1dTw1 − mw1Cpw1 .To + mw2Cpw2dTw2 − mw2Cpw2 w2 To +ToSgen =
Tw1 Tw2

To + (mmet,cairCpmet,cair)dTmet
dTsg dTg
(mCp)sg dTsg − (mCp)sg T o+(mCp) g dTg − (mCp) g
Tsg Tg

− (mmet,cairCpme) To + (mmet,uapΔhmet,uap)dTmet − (mmet,uapΔh) met To +


dTmet dT
Tmet Tmet
dTmet
mmet,uapCpmet,uapdTmet − mmet,uapgCpmet,uap To
Tmet
(4.40)
atau
⎛ T ⎞ ⎛ T ⎞ ⎛ T ⎞
mw1Cpw1dTw1⎜⎜1− o ⎟⎟ + mw2Cpw2dTw2⎜⎜1− o ⎟⎟ + ToSgen = (mCp)sg dTsg ⎜1− o ⎟ +
⎜ T ⎟
⎝ Tw1 ⎠ ⎝ Tw2 ⎠ ⎝ sg ⎠

⎛ ⎞ ⎛ ⎞ ⎛ T ⎞
(mCp)g dTg ⎜⎜1− To ⎟⎟ + (mCp)mer,cairdTmet⎜⎜1− To ⎟⎟ + (mmet,uapΔh)dTmet⎜⎜1− o ⎟⎟ +
⎝ Tg ⎠ ⎝ Tmet ⎠ ⎝ Tmet ⎠
⎛ T ⎞
mmet,uapCpmet,uapdTmet⎜⎜1− o ⎟⎟
⎝ Tmet ⎠
(4.41)
Persamaan irreversibilitas atau eksergi yang musnah sebagai berikut:
I = X destroyed = To S gen (4.42)

Berdasarkan persamaan keseimbangan eksergi dan eksergi yang


dimusnahkan, didapatkan persamaan berikut:
⎛ T ⎞ ⎛ T ⎞ ⎛ T ⎞
To S gen = mCpsg dTsg ⎜1− o ⎟ + mCpg dTg ⎜1− o ⎟ + (mCp)m,c dTm ⎜⎜1 − o ⎟⎟ +
⎜ T ⎟ ⎜ T ⎟
⎝ sg ⎠ ⎝ g ⎠ ⎝ Tm ⎠

(mm,u Δh)dTmt ⎛⎜⎜1− To ⎞⎟⎟ + mm,u ∂X dTm ⎛⎜⎜1− To ⎞⎟⎟ − mw1Cpw1dTw1 ⎛⎜⎜1− To ⎞⎟⎟ − (4.43)
⎝ Tm ⎠ ∂T ⎝ Tm ⎠ ⎝ Tw1 ⎠
⎛ T ⎞
mw2 Cpw2 dTw2 ⎜⎜1 − o ⎟⎟
⎝ Tw2 ⎠

Persamaan eksergi tersedia pada inlet air panas sebagai berikut:


Ew1,w2,h = mw1 {(hin − ho ) − To (sin − so )}w1 + mw2 {(hin − ho ) − To (sin − s0 )}w2 (4.44)

Persamaan eksergi sisi outlet air panas sebagai berikut:


Eh = mw1 {(hout − ho ) − To (sout − so )}w1 + mw2 {(hout − ho ) − To (sout − so )}w2 (4.45)
76

Persamaan eksergi tersedia pada sisi air panas :


E hot = E w1, w 2,h − E h (4.46)

Persamaan eksergi hilang sebagai berikut:


E loss = X destroy = To S gen (4.47)

Persamaan efisiensi eksergi sebagai berikut:


Eksergi bermanfaat Eksergi dilepaskan − Eksegi hilang
η II = =
Eksergi dilepaskan Eksergi dilepaskan
(4.48)
Eksergi hilang E To S gen
= 1− = 1 − loss = 1 −
Eksergi dilepaskan E hot E hot

Bahan dan Metoda


Alat dan Bahan. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri
dari:
1) Mesin Pembangkit Tenaga, Gasifier jenis aliran kebawah lengkap
dengan unit pemurni dan mesin pembangkit tenaga gas yang dikopel
dengan AC Generator.
2) Alat penukar panas gas buang- air
3) Mesin pendingin adsorpsi
a. Generator, dibuat dari bahan Stainless-steel (SS). Tutup generator
bagian atas dibuat dari bahan stainless-steel (SS) dan plang yang
terbuat dari besi dengan ketebalan 1 cm. Dudukan sensor dibuat dari
bahan stainless steel (SS) dikombinasikan dengan bahan acrylic.
b. Kondensor, terbuat dari stainless steel (S). Tutup kondesor terbuat
dari acrylic dan plang yang terbuat dari besi.
c. Evaporator, terbuat dari stainless. Tutup evaporator terbuat dari
acrylic dan plang yang terbuat dari besi.
d. Receiver, terbuat dari kaca dan sebuah katup di bagian bawah.
4) Bahan yang digunakan untuk pengujian ini adalah larutan metanol murni
(CH3OH) sebagai adsorbat (refrigeran) dan silikagel sebagai adsorben.
5) Komponen pendukung meliputi :
a. Pompa air, digunakan untuk mengalirkan air untuk penukar panas
untuk kondensor dan generator.
77

b. Pompa vakum yang digunakan untuk memvakum alat pendingin


adsorpsi.
c. Alat ukur antara lain :
• Vakum digital, untuk mengukur tekanan
• Termometer air raksa, untuk mengukur suhu bola-basah dan bola-
kering.
• Termocouple, jenis CC tife T untuk mengukur suhu mesin
pendingin
• Sensor suhu PT-100
• Timbangan elektronik, tife EK-1200A (AND).
• Stopwatch, untuk mengukur waktu.
• Data longger, untuk merekam data pengukuran.
• Komputer, untuk mengumpulkan dan mengolah data hasil
pengukuran.
Pengukuran Daya. Pengukuran daya pada sisi terminal generator akan
dilakukan dengan mengukur tegangan dengan Voltmeter dan arus listrik dengan
Amperemeter. Pengukuran akan dilaksankan sebanyak 6 kombinasi peubah
percobaan.

Hasil dan Pembahasan


Perhitungan Kebutuhan Energi pada Proses Desorpsi. Proses desorpsi
adalah proses pemisahan metanol (adsorbat) dari silikagel (adsorbent). Pemisahan
metanol dari silikagel dengan menyerap energi panas dari air. Energi panas yang
diterima pada saat proses desorpsi digunakan untuk memanaskan beberapa
komponennya seperti: memanaskan generator, memanaskan silikagel,
memanaskan metanol (panas sensible dan laten), serta memanaskan fraksi air
dalam metanol (sensibel dan laten). Pada penelitian ini, perhitungan energi yang
dibutuhkan untuk proses desorpsi pada mesin pendingin desorpsi metanol-silikagel
mengunakan dua metode, metode pendekatan termokimia dan metode pendekatan
termodinamika. Berdasarkan pendekatan termokimia, perhitungan kebutuhan
energi selama proses desorpsi dilakukan dengan menghitung energi panas pada
metanol, fraksi air dalam metanol, dan generator. Sedangkan berdasarkan
78

pendekatan termodinamika, perhitungan kebutuhan energi selama proses desorpsi


dengan menggunakan keseimbangan energi, yaitu energi yang dilepas air panas
sama dengan energi yang diserap selama proses desorpsi. Tekanan selama proses
desorpsi di generator sebesar 150 Torr atau 19.98 kPa. Pada proses desorpsi,
diasumsikan metanol menguap 100%. Berdasarkan pendekatan termokimia
(Lapidus 1962), perhitungan kebutuhan energi pada proses desorpsi menggunakan
persamaan berikut:

Tabel 4.1 Perhitungan kebutuhan energi berdasarkan pendekatan termokimia,


berdasarkan referensi (Reklaitis 1983) dan (Smith & Ness 1987).
Keterangan Persamaan
Panas jenis Metanol
untuk fase c p = −2.5825 × 10 6 + 3.3582T − 1.1639 × 10 −2 T 2 + 1.4052 × 10 −5 T 3
cair Fraksi air
cp (J/mol K) c p = 1.82964 + 4.72118 × 10−1 − 1.33878 × 10−3 T 2 + 1.31424 × 106 T 3

Metanol (gas)

c p = 34.4925− 2.91887×10−2 T + 2.86844×10−4 T 2 − 3.12501×10−7 T 3


]
+ 1.09833×10−10 T 4
Panas jenis
untuk kondisi
gas ideal
Fraksi air (gas)

c p = 34.0471 − 9.65064 × 10 −3 T + 3.29983 × 10 −5 T 2 − 2.04457 × 10 −8 T 3


+ 4.30220 × 10 −12 T 4
Metanol

Titik didih & Titik didih (Tnb)=337.671 K

panas laten Panas laten penguapan (Δhvap) = 35270.4 J/mol

penguapan Berat molekul (BM) = 32.042 gr/mol

pada kondisi Fraksi air

normal Titik didih (Tnb)=337.161 K


Panas laten penguapan (Δhvap) = 40656.2 J/mol
Berat molekul (BM) = 18.016 gr/mol
Persamaan B
Untuk tekanan uap komponen murni ln P(kPa) = A −
Antoine T (K ) + C
79

3593.39
Metanol ln P(kPa) = 16.4948 −
T + (− 35.2249)
Fraksi air
3965.44
ln P(kPa) = 16.5362 −
T + (− 38.9974)
Metanol
Menentukan
3593.39
suhu ln P = 16.4948 −
T − 35.2249
saturasi/titik
Tsat = 301.426 K atau 28.265 °C
didih (Tsat)
pada tekanan Fraksi air

150 torr atau 3965.44


ln P = 16.5362 −
19.998 kPa T − 38.9974
Tsat = 331.861 K atau 58.70 °C
0.38
Panas laten ΔH 2 ⎛ 1 − Tr 2 ⎞ Tsat T
=⎜ ⎟ Tr 2 = Trnb = nb
penguapan ΔH nb ⎜⎝ 1 − Trnb ⎟⎠ , Tc , Tc
pada suhu Keterangan :
tertentu Tc : suhu kritis
Tc metanol : 513. 161 K atau 240.161°C

Tc air : 647.301 K atau 374.301 °C


Metanol
301.426
Tr 2 = = 0.587
513.61
337.671
Trnb = = 0.658
513.161
Panas laten
0.38
penguapan ΔH 2 ⎛ 1 − 0.587 ⎞
=⎜ ⎟
35270.4 ⎝ 1 − 0.658 ⎠
metanol dan ΔH2 = 37891.47 J/mol
air
Fraksi air

pada tekanan 331.861


Tr 2 = = 0.513
150 torr 647.301
373.161
Trnb = = 0.576
647.301
0.38
ΔH 2 ⎛ 1 − 0.513 ⎞
=⎜ ⎟
40656.2 ⎝ 1 − 0.576 ⎠
ΔH2 = 42853.74 J/mol
80

Sebagai basis perhitungan misal metanol (98% m/m) sebanyak 100 gram
sehingga per batch Metanol
Jumlah mol
Metanol
metanol dan
0.98×100
mol fraksi air n= = 3.06 mol
32.043
Fraksi air
0.02 ×100
n= = 0.1 mol
18.016
Panas sensibel metanol cair dari suhu awal ke suhu penguapan

Qm,1 = n ∫ c p(cair) dT
Tsat

Tawal

⎡ 3.3982
⎢258.25(Tsat − Tawal ) + 2 Tsat − Tawal
2 2
( ) ⎤

Qm ,1 =n⎢ ⎥
( ) ( )
−5
⎢− 1.1639 × 10 T 3 − T 3 + 1.4052 × 10 T 4 − T 4
2

⎢⎣ 3
sat awal
4
sat awal ⎥⎦

Qm,1 = A
Panas penguapan metanol

Panas total Qm, 2 = n ΔH vap


yang diterima Qm , 2 = B
metanol
(asumsi seluruh me tan ol menguap)
Panas sensibel uap metanol dari suhu saturasi ke suhu akhir

Qm ,3 = n ∫ c p dT
Takhir

Tsat

⎡ 2 . 91887 x10 2 2 2 ⎤
⎢ 34 . 4925 ( T akhir − T sat ) − 2
( T akhir − T sat ) ⎥
⎢ ⎥
⎢ 2 . 86844 × 10 − 4 3 3 ⎥
⎢+ 3
( T akhir − T sat ) ⎥
Q m ,3 = n⎢ −7

⎢ 3 . 12501 × 10 4 4 ⎥
⎢+ 4
( T akhir − T sat ) ⎥
⎢ − 10

⎢ + 1 . 09833 × 10 5
( T akhir − T sat )
5 ⎥
⎣⎢ 5 ⎦⎥

Qm,3 = C

Qm = Qm ,1 + Qm, 2 + Qm,3
Panas sensibel air dari suhu awal ke suhu penguapan

QA,1 = n ∫ c p (cair) dT
Tsat

Tawal
81

Panas total ⎡ 0 . 47218 2 2 ⎤


⎢18 . 294 ( T sat − T awal ) + 2
( T sat − T awal )⎥
⎢ ⎥
yang diterima 1 . 3388 × 10 −3
= n ⎢⎢ − ⎥
3 3
Q A ,1 ( T sat − T awal ) ⎥
3
air ⎢ −6

⎢ + 1 . 31421 × 10 4
( T sat − T awal )
4 ⎥
⎢⎣ 4 ⎥⎦

QA,1 = X
Panas penguapan air
QA, 2 = n ΔH vap

QA, 2 = Y
Panas sensibel uap air dari suhu saturasi ke suhu akhir

QA , 3 = n ∫ c p dT
Takhir

Tsat

⎡ 9 . 65064 2 2 ⎤
⎢ 34 . 0471 ( T akhir − T sat ) − 2
( T akhir − T sat ) ⎥
⎢ −5

⎢ + 3 . 29983 × 10 ( T 3 3
− T sat ) ⎥
⎢ 3
akhir ⎥
Q A ,3 = n⎢ −8 ⎥ = Z
⎢ − 2 . 00446 × 10 ( T 4 4
− T sat ) ⎥
⎢ 4
akhir

⎢ −5 ⎥
⎢ + 4 . 30220 × 10 ( T 5 5
− T sat ) ⎥
⎣⎢ ⎦⎥
akhir
5

QA = QA,1 + QA, 2 + QA,3

QS = m Tawal ∫ c p(cair) dT
Takhirt

Panas yang
diterima Asumsi : cp silikagel tidak berubah terhadap suhu atau cp silikagel konstan,
silikagel sehingga Qs menjadi
QS = m c p ΔT

Data hasil uji mesin pendingin adsorpsi dan perhitungan energi selama
proses desorpsi dapat tersaji pada Tabel 4.2 dan 4.3.

Tabel 4.2 Data hasil uji suhu generator, metanol, fraksi air, dan silikagel
Suhu (°C)
Tanggal uji coba
Air panas Generator Metanol Silikagel
Awal 80.00 27.66 28.86 30.36
26 Agustus 07
Akhir 76.60 70.46 68.16 69.86
Awal 80.35 34.90 31.70 36.00
29 Agustus 07
Akhir 76.90 74.40 69.40 71.30
Awal 80.50 20.56 20.76 36.00
30 Agustus 07
Akhir 77.10 75.36 68.26 75.30
82

Berdasarkan ketiga hasil uji, suhu awal air panas antara selang 80 °C sampai
80.35 °C. Sedangkan suhu akhir air panas antara selang 76.6 °C sampai 77.10 °C.
Kondisi suhu awal air panas mempengaruhi kenaikan suhu generator, metanol, dan
silikagel, semakin tinggi suhu awal air panas, maka semakin tinggi kenaikan suhu
generator, metanol, dan silikagel. Suhu awal terendah generator sebesar 20.56 °C,
karena pada kondisi awal, generator direndam dengan air dingin, hal ini dilakukan
untuk menurunkan suhu di generator adsorpsi.

Tabel 4.3 Data hasil uji massa air panas, generator, dan metanol selama 135 menit
Massa (kg)
Tanggal uji coba
Air panas Generator Metanol
26 Agustus 07 461.7 6.09 0.35
29 Agustus 07 461.7 6.09 0.35
30 Agustus 07 461.7 6.09 0.35

Massa air, generator, dan metanol untuk ketiga percobaan konstan selama
proses. Massa air sebesar 461.7 kg selama 135 menit. Massa air dihitung dengan
mengalikan laju massa per waktu dengan waktu uji coba. Massa generator sebesar
6.08 kg dan massa metanol sebesar 0.35 kg. Massa generator dan metanol dihitung
dengan mengalikan volume dengan massa jenis generator. Perhitungan kebutuhan
energi desopsi berdasarkan pendekatan termokimia tersaji pada Lampiran 18-20,
sedangkan berdasarkan pendekatan termodinamika tersaji pada Lampiran 22-24.
Perhitungan kebutuhan energi desorpsi tersaji pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Perhitungan kebutuhan energi desorpsi
Energi diterima MeOH-Silika gel (kJ)
Tanggal uji coba
Pendekatan termokimia Pendekatan termodinamika
26 Agustus 07 913.78 935.70
29 Agustus 07 872.56 897.09
30 Agustus 07 1 086.27 1 055.61

Catatan : metode 1 (pendekatan termokimia) dan metode 2 (pendekatan termodinamika)

Berdasarkan pendekatan termokimia, energi yang diterima metanol-silikagel


secara berturut-turut adalah 913.78 kJ, 872.56 kJ, dan 1086.27 kJ. Energi desorpsi
83

terbesar pada tanggal uji coba 30 Agusutus 2007, karena suhu metanol paling
rendah dibandingkan data 26 dan 29 Agusutus 2007.
Berdasarkan pendekatan termodinamika, energi desorpsi secara berturut-
turut adalah 935.70 kJ, 897.09 kJ, dan 1,055.61 kJ. Energi desorpsi terbesar pada
tanggal uji coba 30 Agusutus 2007, karena suhu metanol paling rendah
dibandingkan data 26 dan 29 Agusutus 2007.
Perhitungan berdasarkan pendekatan termokimia dan pendekatan
termodinamika memiliki trend yang sama, yaitu semakin rendah suhu metanol,
maka energi desorpsi semakin besar. Semakin rendah suhu metanol, maka
kebutuhan energi untuk mengubah fasa metanol semakin besar. Energi panas yang
diterima metanol digunakan untuk meningkatkan suhu metanol ke suhu saturasi,
mengubah fasa, dan meningkatkan suhu uap. Perbandingan perhitungan energi
yang diterima metanol-silikagel berdasarkan dua metode tersaji pada Gambar 4.4.

1200
Energi diserap metanol-silikagel

1000 Metode 1

800
Metode 2
(kJ)

600

400

200

0
26 Agustus 07 29 Agustus 07 30 Agustus 07
Tanggal uji coba

Gambar 4.4 Perbandingan energi dibutuhkan selama proses desorpsi.


Berdasarkan data hasil uji, terdapat perbedaan nilai antara energi yang
dilepas air panas dengan energi yang diserap untuk proses desorpsi. Grafik
perbedaan nilai energi tersebut tersaji pada Gambar 4.5
84

100%
90% Energi di lepas air panas (kJ)
80%
Energi diserap Metanol-Silikagel (kJ)
70%
60% 6,582.34
6,581.92 6,679.14
50%
40%
30%
20%
10% 1086.27
913.78 872.55
0%
26 Agustus 07 29 Agustus 07 30 Agustus 07

Gambar 4.5 Persentase energi diserap metanol-silikagel terhadap energi yang


dilepas air (metode 1).

100%
90%
Energi di lepas air panas (kJ)
80%
70% Energi diserap Metanol-Silikagel (kJ)
60% 6,582.34
6,581.92 6,679.14
50%
40%
30%
20%
10%
935.70 890.19 1,055.61
0%
26 Agustus 07 29 Agustus 07 30 Agustus 07

Gambar 4.6 Persentase energi diserap metanol-silikagel terhadap energi yang


dilepas air (metode 2).

Energi panas yang diserap untuk proses desorpsi lebih kecil dibandingkan
energi yang dilepas oleh air. Sistem hanya mampu menyerap10-20% dari total
energi yang dilepas oleh air. Perbedaan jumlah energi yang dilepas air dan energi
desorpsi menunjukkan adanya energi yang hilang. Energi yang hilang disebabkan
oleh sistem generator yang tidak terisolasi, sehingga terjadi pindah panas antara air
panas dengan lingkungan.
Berdasarkan pendekatan termokimia, energi desorpsi terdiri dari energi
panas diterima generator, energi panas diterima metanol dan fraksi air, dan energi
panas diterima silikagel. Energi panas yang diterima metanol pada proses desorpsi
85

terdiri dari 1) panas sensibel metanol 1, digunakan untuk meningkatkan suhu


metanol dari suhu awal ke suhu saturasi metanol 2) panas laten penguapan,
digunakan untuk menguapkan metanol 3) panas sensibel 2 , digunakan untuk
meningkatkan suhu metanol dari suhu saturasi ke suhu akhir metanol. Energi
panas yang diterima metanol tersaji pada gambar berikut:

Data uji coba 26 Agustus 2007

400 370.15
350
Energi (kJ)

300
250
200
150
100
50 0.00 17.67
0
Panas sensibel 1 Panas latent Panas sensibel 2
penguapan

Gambar 4.7 Energi panas yang diterima metanol, data 26 -08-2007.

Data uji coba 29 Agustus 2007

400 370.15
350
Energi (kJ)

300
250
200
150
100
50 0.00 18.23
0
Panas sensibel 1 Panas latent Panas sensibel 2
penguapan

Gambar 4.8 Energi panas yang diterima metanol, data 29-08- 2007.
86

Data uji coba 30 Agustus 2007

376.97
400
350

Energi (kJ)
300
250
200
150
100 45.43
50 18.04
0
Panas sensibel 1 Panas latent Panas sensibel 2
penguapan

Gambar 4.9 Energi panas yang diterima metanol berdasarkan, data 30-08- 2007.

Berdasarkan ketiga data hasil uji, energi panas yang digunakan untuk
penguapan paling besar dibandingkan dengan energi panas sensibel 1 dan
sensibel 2, karena panas laten penguapan metanol sebesar 37891.47 J/mol. Pada
data uji coba 26 Agustus 2007 dan 29 Agustus 2007, panas sensibel 1 sama
dengan nol. Hal ini disebabkan oleh suhu awal metanol yang lebih besar dari suhu
saturasi. Energi panas yang diserap oleh fraksi air dalam metanol tersaji pada
Gambar 4.10, 4.11, dan 4.12.

Data uji coba 26 Agustus 2007

15.21
16
14
Energi (kJ)

12
10
8
6
4
2 0.80 0.11
0
Panas sensibel 1 Panas latent Panas sensibel 2
penguapan

Gambar 4.10 Energi panas yang diterima fraksi air, data 26 -08-2007.
87

Data uji coba 29 Agustus 2007

15.21
16
14

Energi (kJ)
12
10
8
6
4
2 0.72 0.13
0
Panas sensibel 1 Panas latent Panas sensibel 2
penguapan

Gambar 4.11 Energi panas yang diterima fraksi air, data 29-08-2007.

Data uji coba 30 Agustus 2007

18 15.49
16
Energi (kJ)

14
12
10
8
6
4
1.03 0.12
2
0
Panas sensibel 1 Panas latent Panas sensibel 2
penguapan

Gambar 4.12 Energi panas yang diterima fraksi air, data 30-81-2007.

Berdasarkan ketiga data hasil uji di atas, fenomena energi yang diterima
fraksi air sama dengan fenomena metanol, dimana energi panas yang digunakan
untuk menguapkan fraksi air paling besar dibandingkan dengan energi panas
sensibel 1 dan sensibel 2. Hal ini disebabkan oleh nilai panas laten penguapan air
sebesar 42853.74 J/mol. Panas sensibel satu lebih besar dari panas sensibel 2,
karena suhu kenaikan suhu pada proses sensibel satu lebih besar dari pada
perubahan suhu pada proses sensibel 2.
Berdasarkan pendekatan termokimia, presentasi alokasi energi dapat
dihitung. Presentasi alokasi energi panas ditentukan oleh konstruksi dan sifat fisik
dari generator, silikagel, dan metanol. Berdasarkan konstruksi, air panas
bersentuhan langsung dengan generator, sehingga sebagian besar panas merambat
88

secara konduksi dari permukaan luar generator ke permukaan dalam, lalu


merambat secara konduksi ke silikagel, kemudian memanaskan metanol. Sifat fisik
yang mempengaruhi presentasi alokasi energi panas meliputi panas jenis, panas
laten penguapan, dan fasa zat.
Energi panas sebanyak 47.42% digunakan untuk memanaskan generator,
8.36% untuk memanaskan silikagel, dan 44.22% untuk memanaskan dan
menguapkan metanol. Energi panas yang diserap metanol sebagian besar
digunakan untuk menguapkan metanol.

Laju Penguapan. Dari hasil pengamatan, diperoleh data laju perubahan


perbandingan massa antara jumlah adsorbat dengan jumlah adsorber seperti terlihat
pada tabel dan gambar dibawah ini.
Tabel 4.5 Data laju desorpsi antara metanol-silikagel
No. Waktu Konsentrasi
(menit) ( detik ) (%)
1 20 1200 11.18
2 30 1800 7.72
3 45 2700 5.22
4 60 3600 3.14
5 75 4500 1.45
6 90 5400 0.598
7 105 6300 0.48

Selama proses desorpsi-kondensasi terjadi perubahan perbandingan massa


refrigeran terhadap massa silikagel di dalam generator. Pendekatan yang dilakukan
adalah model pengeringan bentuk lempeng (Henderson & Perry 1976), untuk
mengetahui laju perubahan konsentrasi yang dipengaruhi oleh besaran; kadar
konsentrasi pada waktu t (M), kadar konsentrasi kesetimbangan (Me), kadar
konsentrasi awal (Mo), geometrik bahan (A), difusivitas (k), dan waktu (t) yang
dijabarkan dengan rumus berikut :
M − Me
= Ae − kt
M0 − Me
89

16
14

12

Konsentrasi (%)
10
8 Eksperimen
6 Hitung
4
2
0
0 200 400 600 800 1000
Waktu (menit)

Gambar 4.13 Grafik konsentrasi metanol terhadap silikagel.

Konsentrasi dihitung dengan menggunakan pendekatan matematis dari


persamaan diatas, diperoleh nilai Me = 0.1648, k = 0.01259204, A= 1.11486,
dengan asumsi setelah menit ke 105 konsentrasi tidak berubah. Dari grafik
konsentrasi terhadap waktu dapat menunjukkan bahwa konsentrasi turun secara
tajam selama selang waktu antara menit ke 0 sampai dengan 60, hal ini
menggambarkan telah terjadi proses penguapan metanol dari silikgel yang
berlangsung dengan cepat. Hasil eksperimen dan hasil perhitungan menunjukkan
posisi yang hampir berimpit, sehingga asumsi bahwa nilainya konstan pada mulai
menit ke 105 mendekati nilai yang sebenarnya. Untuk mempercepat proses
penguapan metanol dari silikagel, perlu merubah konstruksi generator sedemikian
rupa sehingga proses pindah panas dari dinding generator dikondisikan langsung
dapat menyentuh permukaan setiap butir silikagel. Hal ini akan mempercepat
kenaikan suhu metanol dan silikagel sampai mencapai suhu penguapan metanol
yang membutuhkan panas sensibel, untuk selanjutnya panas laten yang dibutuhkan
untuk menguapkan penguapan metanol yang secara efektif akan mepercepat proses
penguapan. Desain kontur generator merupakan faktor yang mempengaruhi
percepatan proses pemisahan metanol dari silikagel.

Analisis Eksergi pada Proses Desorpsi. Takaran pemanfaatan energi di


generator oleh aliran air panas dapat dinyatakan dalam perbandingan kehilangan
eksergi (T0Sgen) terhadap eksergi masukan di sisi generator. Sehingga pemanfaatan
90

energi ini dapat dinyatakan sebagai efisiensi eksergi atau efisiensi hukum kedua
termodinamika (ηII). Peningkatan efisiensi eksergi secara proporsional akan
menunjukkan terjadinya peningkatan manfaat pemanasan di generator.
Secara umum eksergi adalah energi yang dapat digunakan untuk melakukan usaha.
Perhitungan dan analisa eksergi menggunakan metode 2 (pendekatan
termodinamika). Analisa eksegi pada penelitian ini meliputi eksergi yang tersedia
pada sisi panas (air panas), sisi dingin (generator, silikagel, metanol), eksergi
hilang, efisiensi eksergi rata-rata, dan efisiensi eksergi. Parameter yang
mempengaruhi efisiensi eksergi adalah perubahan suhu air, silikagel, generator,
dan metanol. Perhitungan eksergi tersaji pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Data perhitungan eksergi berdasarkan data hasil uji


Data uji coba
26 Agustus 29 Agustus 30 Agustus
Keterangan 2007 2007 2007 Satuan
Energi dilepas air panas 6 581.92 6 679.14 6 582.34 kJ
Masuk 6 347.06 6 438.11 6 477.09 kJ
Eksergi sisi panas
Keluar 5 495.25 5 568.14 5 616.80 kJ
Eksergi sisi dingin 27.26 32.21 34.75 kJ
Eksergi hilang 824.55 837.76 825.55 kJ
Efisiensi eksergi 3.20 3.70 4.04 %

Berdasarkan Tabel 4.6, eksergi tersedia berturut-turut merupakan besaran


eksergi masuk dikurangi eksergi yang meninggalkan aliran pada sisi air pemanas
generator adalah 851.81kJ, 869.97 kJ, dan 860.29 kJ. Eksergi hilang berturut-turut
adalah 824.55 kJ, 837.76 kJ, dan 825.55 kJ. Efisiensi eksergi berturut-turut adalah
3.20%, 3.70%, dan 4.04%.
Eksergi tersedia pada sisi panas cenderung berbanding lurus dengan suhu
awal air panas, semakin tinggi suhu air panas, maka semakin besar eksergi
tersedia. Eksergi tersedia terbesar pada data uji coba 30 Agustus 2007, dimana
suhu awal air panas sebesar 80.5 oC sehingga eksergi yang tersedia sebesar
6 477.09 kJ. Eksergi hilang pada suatu sistem ditentukan oleh energi yang mampu
diserap oleh sistem. Eksergi hilang terbesar pada data uji coba 29 Agustus 2007,
91

yaitu sebesar 837.76 kJ, diikuti data uji coba 30 Agustus 2007, yaitu sebesar
825.55 kJ.
Efisiensi eksergi rata-rata untuk tiga data uji coba, sebesar 3.65%. Efisiensi
eksergi dari tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah data uji coba 30
Agustus 2007 (4.04%), kemudian 29 Agustus 2007 (3.70%), dan terakhir. 26
Agustus 2007 (3.20%)
Berdasarkan analisa eksergi di atas, eksergi pada sistem ditentukan oleh
eksergi tersedia pada sisi panas, eksergi diserap oleh sisi dingin, dan eksergi
hilang. Pada penelitian ini, secara keseluruhan indikator eksergi adalah suhu.
Eksergi tersedia di sisi air panas masuk berbanding lurus dengan suhu awal,
semakin tinggi suhu awal maka eksergi tersedia di sisi panas semakin besar.
Kehilangan eksergi pada sistem disebabkan oleh kemampuan sistem
menyerap eksergi yang tersedia. Indikator kehilangan eksergi adalah perubahan
suhu pada sistem. Eksergi hilang terbesar pada data uji coba 29 Agustus 2007,
sebesar 837.76 kJ. Hal ini disebabkan oleh eksergi yang tersedia di sisi panas jauh
lebih besar dibandingkan eksergi yang mampu diserap sistem. Hal ini ditunjukkan
oleh data suhu dan data perubahan suhu fluida pada sistem. Pada data uji coba
29 Agustus 2007, perubahan suhu air panas sebesar 3.4 oC selama 135 menit
hanya mampu memanaskan generator sebesar 39.5 oC, memanaskan suhu silikagel
sebesar 35.3 oC, dan memanaskan suhu metanol sebesar 37.7 oC.
Efisiensi eksergi pada sistem cenderung berbanding terbalik dengan eksergi
hilang. Semakin besar eksergi hilang maka efisiensi eksergi akan semakin kecil.
Hal itu sesuai dengan data analisa eksergi, eksergi hilang terbesar pada data uji
coba 29 Agustus 2007 dan efisiensi eksergi terkecil pada data uji coba
29 Agustus 2007

Pengaruh Perubahan Suhu Fluida pada Kinerja Generator Desorpsi.


Berdasarkan teori, kinerja generator dipengaruhi oleh perubahan suhu pada sistem
yang meliputi perubahan suhu air, generator, dan silikagel. Analisa perubahan suhu
per waktu bertujuan untuk menganalisa perubahan kinerja generator. Perubahan
suhu air, silikagel, dan metanol dan grafik hubungan efisiensi eksergi terhadap
waktu tersaji pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.13.
92

Tabel 4.7 Data perubahan suhu air, silikagel, dan generator


Perubahan suhu oC (menit ke-)
Keterangan 15' 30' 45' 60' 75' 90' 105'
Air panas
26 Agustus 2007 12.6 3.1 8.1 0.7 0.6 0.8 0.5
29 Agustus 2007 5.6 4.3 3.7 3 3 2.7 3.6
30 Agustus 2007 5.8 3.7 5.4 3.4 3.2 2.3 1.8
Silikagel
26 Agustus 2007 26 9.3 11 8 10.4 0.5 1.5
29 Agustus 2007 29 4.1 8.3 8.8 2.9 8.1 6.4
30 Agustus 2007 30 6.6 6 14.9 8.2 6 1.8
Generator
26 Agustus 2007 26 18.3 10.9 7.3 6.1 2.5 0.8
29 Agustus 2007 29 7 9.6 8.4 9.6 5.5 3.5
30 Agustus 2007 30 3.9 26.7 9.3 5.3 4.5 0.1

Berdasarkan Tabel 4.7, perubahan suhu air pada menit ke 60 semakin kecil,
yaitu sekitar 0.7-3.6oC. Sedangkan perubahan suhu silikagel dan generator pada
menit ke 60 masih cenderung berfluktuatif, hal ini terjadi karena pada saat
pengujian sistem mengalami over heating sehingga diberi air dingin.

6
Data uji 26 Agustus 2007
Data uji 27 Agustus 2007
Efisiensi eksergi (%)

5
Data uji 30 Agustus 2007
4

0
15 30 45 60 75 90 105 120 135
Waktu (menit ke-)

Gambar 4.14 Perubahan efisiensi eksergi terhadap waktu.

Pada menit ke 60 perubahan suhu air, silikagel, dan generator sebagai


berikut: 1) perubahan suhu air rendah dan stabil pada kisaran suhu 0.5-3.6 oC
2) perubahan suhu silikagel bervariasi pada kisaran suhu antara 0.5-14.9oC
3) Perubahan suhu generator tinggi dan stabil pada kisaran suhu antara 0.1-9.6 °C.
Perubahan suhu air yang rendah menyebabkan ketersediaan eksergi pada sistem
berkurang. Hal ini menyebabkan penurunan efisiensi eksergi sistem. Efisiensi
93

eksergi sistem menurun tajam pada menit ke-45 dari 6.06 % menjadi 1.29%
(26 Agustus 07), 3.36% menjadi 1.23% (29 Agustus 07) dan 3.14% menjadi 1.57%
(30 Agustus 07).
Dengan demikian, efisiensi eksergi pada penelitian ini dipengaruhi oleh
panas yang dilepas sisi panas dengan panas yang diserap sisi dingin. Indikator
energi yang dilepas dan energi yang diserap sistem adalah perubahan suhu pada
sistem. Semakin tinggi penurunan suhu air panas dan semakin tinggi peningkatan
suhu pada sisi dingin (metanol, silikagel, dan generator) maka maka efisiensi
eksergi sistem akan semakin tinggi.

Koefisien Performansi (COP). Dalam waktu yang bersamaan dilakukan


penelitian bersama tentang kinerja mesin pendingin adsorpsi (Bayu 2007), dengan
referensi siklus mesin pendingin adsorpsi didefinisikan dari siklus Carnot (Cortez
et al. 1997) untuk siklus ini diasumsikan proses berjalan secara adiabatik antara
kondensor dan evaporator. Dari kesetimbangan energi, dengan Te (suhu
evaporator, K), Tg (suhu generator, K), dan To (suhu lingkungan, K), siklus dapat
Carnot dapat dituliskan sebagai berikut :
Te × (Tg − To )
COPideal =
(To − Te ) × Tg

Nilai yang didapatkan dari data pengujian untuk besaran COPideal pada masing-
masing percobaan, berturut-turut dari pengujian 1 sampai 3 adalah 4.15, 3.88 dan
3.64. Sehingga kecenderungannya dapat diramalkan dari persamaan diatas: 1) jika
Tg naik, COP naik, 2) jika Te naik, COP naik, dan 3) jika To naik, COP turun.
Dimana nilai COP aktual dapat diperoleh dari data hasil pengujian Qe (laju panas
evaporator, kJ/dt) dan Qg (laju panas generator, kJ/s) diberikan dengan rumusan,
sebagai berikut :
Qe
COPaktual =
Qg

Hasil dari perhitungan didapatkan untuk masing-masing percobaan


diberikan berturut-turut adalah 0.4, 0.16 dan 0.23. Suhu generator mempengaruhi
kecepatan laju aliran kondensat metanol dalam tabung kondensat dan kuantitas
metanol yang dihasilkan. Laju aliran air panas dan air dingin yang digunakan
94

dalam proses adsorpsi dan desorpsi dapat mempengaruhi perbedaan suhu masuk
dan suhu keluar sistem penukar kalor. Tekanan generator dan kecepatan aliran
metanol yang dialirkan kedalam eveporator dapat mempengaruhi bidang kontak
penguapan refrigeran dalam evaporator yang kemudian akan berpengaruh pada laju
penguapan. Perubahan COP antara 0.16-0.40 disebabkan karena terjadinya
perubahan suhu generator dan beban pendinginan.

Koefisien Pindah Panas Menyeluruh. Keseimbangan energi pada proses


pindah panas secara konveksi yaitu Q = m Cp. ΔT, besar nilai Q yang dihasilkan
dapat digunakan untuk melakukan pendekatan terhadap besarnya nilai koefisien
pindah panas menyelurh (W/m2 K) pada setiap komponen dalam sistem, dengan
menggunakan hubungan antara koefisien perpindahan panas menyeluruh (U), luas
permukaan sentuh (A), dan log beda temperatur ΔTLMTD, maka laju energi yang
dipindahakan dapat didekati dengan rumus Q = U. A. ΔTLMTD. Contoh perhitungan
koefisien perpindahan panas menyeluruh disajikan pada Lampiran 27.

Tabel 4.8 Perhitungan koefisien pindah panas menyeluruh


Tebal Diameter Tinggi Q A ΔTLMTD U
Komponen (mm) (mm) (mm) (W) (m2) (K) (W/m2K)
Pengujian 1
Gen. Desorpi 5 22 * 640 306.209 0.261 0.29 4042.47
108 **
Kondensor 5 9.525 6000 189.107 0.179 5.25 200.67
Evaporator 5 9.525 7000 122.539 0.209 1.40 417.99

Pengujian 2
Generator 5 22 * 640 334.046 0.261 0.44 2906.57
108 **
Kondensor 5 9.525 6000 107.161 0.179 4.25 140.47
Evaporator 5 9.525 7000 78.261 0.209 1.04 359.37

ket : * = diameter dalam cangkang dalam


** = diameter dalam cangkang luar

Tabel di atas didapatkan dari perhitungan besaran nilai koefisien pindah


panas menyeluruh untuk generator sebesar 4042.47 W/m2K, kondensor 200.67
W/m2 K, dan evaporator 417.99 W/m2 K untuk pengujian 1, sedangkan untuk
pengujian 2 diperoleh untuk generator 2906.57 W/m2 K, kondensor 140.47 W/m2
95

K, dan evaporator 359.37 W/m2 K. Nilai koefisien perpindahan panas menyeluruh


tersebut masuk diantara nilai yang diijinkan yaitu 1100-8500 W/m2 K (Cangel CY.
2005). Koefisien pindah panas menyeluruh merupakan kinerja alat penukar kalor
yang mewakili beberapa parameter antara lain: fenomena aliran fluida panas dan
dingin, suhu, massa jenis fluida, luas permukaan sentuh, laju energi yang
dipindahkan, konduktivitas termal bahan, dan tebal bahan. Kenaikan beda suhu
rata-rata log di generator desorpsi dari 0.29 K menjadi 0.44 K (naik 52%)
menurunkan koefisien pindah panas menyeluruh dari 4042.47 W/m2K menjadi
2906.57 W/m2 K (turun 39%), hal tersebut menggambarkan bahwa perubahan suhu
akan mempengaruhi laju energi yang dipindahkan. Untuk menjaga agar laju energi
yang dipindahkan tetap, maka perlu diatur agar suhu masuk fluida pendingin atau
pemanas menyesuaikan dengan perubahan suhu lingkungan.

Simpulan
1. Mesin pendingin adsorbsi adalah mesin pendingin yang memanfaatkan energi
panas sebagai pengganti fungsi kompresor. Pada penelitian ini, pasangan
absorbent-adsorbate yang dipilih adalah silikagel-metanol karena cocok untuk
suhu kerja 60-70 °C.
2. Data uji coba yang dipakai pada penelitian ini ada tiga yaitu:
26 Agustus 2007, 29 Agustus 2007, dan 30 Agustus 2007. Perhitungan energi
yang diterima metanol-silikagel menggunakan 2 metode, yaitu pendekatan
termokimia (metode 1) dan pendekatan termodinamika (metode 2). Hasil
perhitungan berdasarkan metode 1 berturut-turut adalah 913.78 kJ, 872.56 kJ,
dan 1086.27 kJ. Sedangkan hasil perhitungan berdasarkan metode 2
berturut-turut adalah 935.70 kJ, 897.09 kJ, dan 1055.61 kJ.
3. Total energi panas yang dilepas selama 135 menit berturut-turut sebesar
6581.92 kJ, 6679.14 kJ, dan 6582.34 kJ. Proses desorpsi hanya menyerap
energi panas 10-20% dari total energi panas yang dilepas oleh air panas
selama 135 menit. Sebagian besar energi panas air hilang karena sistem tidak
tertutup.
4. Energi panas yang diterima pada proses desorpsi digunakan untuk
memanaskan beberapa komponennya seperti : memanaskan generator,
96

memanaskan silikagel, memanaskan dan menguapkan metanol (panas


sensible dan laten), serta memanaskan dan menguapkan fraksi air (sensibel
dan laten). Persentase alokasi energi panas sebesar 47.42% digunakan untuk
memanaskan generator, 8.36% digunakan untuk memanaskan silikagel, dan
44.2% digunakan untuk memanaskan dan menguapkan metanol.
5. Eksergi tersedia berturut-turut merupakan besaran eksergi masuk dikurangi
eksergi yang meninggalkan aliran pada sisi air pemanas generator adalah
851.81kJ, 869.97 kJ, dan 860.29 kJ. Eksergi hilang berturut-turut adalah
824.55 kJ, 837.76 kJ, dan 825.55 kJ. Efisiensi eksergi berturut-turut adalah
3.20%, 3.70%, dan 4.04%.
6. Perubahan suhu air yang rendah pada menit ke-60 menyebabkan ketersediaan
eksergi pada sistem berkurang. Hal ini menyebabkan penurunan efisiensi
eksergi sistem. Efisiensi eksergi sistem menurun tajam pada menit ke-45 dari
6.06 % menjadi 1.29% (26 Agustus 07), 3.36% menjadi 1.23% (29 Agustus
07) dan 3.14% menjadi 1.57% (30 Agustus 07). Dengan demikian, efisiensi
eksergi pada penelitian ini dipengaruhi oleh panas yang dilepas sisi panas
dengan panas yang diserap sisi dingin. Indikator energi yang dilepas dan
energi yang diserap sistem adalah perubahan suhu pada sistem. Semakin
tinggi penurunan suhu air panas dan semakin tinggi peningkatan suhu pada sisi
dingin (metanol, silikagel, dan generator) maka maka efisiensi eksergi sistem
akan semakin tinggi.
7. COPideal pada masing-masing percobaan, berturut-turut dari pengujian
1 sampai 3 adalah 4.15, 3.88 dan 3.64 (Bayu 2007).
5 PEMBAHASAN UMUM

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dalam


pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terkait dengan program
konservasi energi, khususnya yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber energi
biomassa untuk pembangkit listrik skala kecil dan pendingininan yang ramah
lingkungan, diharapkan mampu memenuhi kebutuhan di daerah terpencil yang
terisolasi. Untuk menerapkan konsep konservasi energi, selanjutnya gas buang hasil
pembakaran dari mesin pembangkit tersebut dimanfaatkan untuk energi pemanas
mesin pendingin adsorpsi yang dapat dimanfaatkan untuk proses pengawetan hasil
pasca panen. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam
melakukan perancangan dan pembuatan sistim pembangkit tenaga listrik dan mesin
pendingin adsorpsi dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan.

Gasifikasi biomassa dengan umpan kayu untuk pembangkit listrik dan


pemanfaatan gas buang sebagai pemasok panas mesin pendingin adsorpsi

Gambar 5.1 Skema gasifikasi biomassa dengan umpan kayu untuk pembangkit
listrik dan pendinginan adsorpsi.
98

Sistem gasifikasi biomassa dengan umpan kayu untuk pembangkit tenaga


listrik skala kecil dan pendinginan adsorpsi terdiri dari tiga komponen dasar, yaitu:
gasifier, alat penukar kalor, dan mesin pendingin adsorpsi. Gasifier adalah
komponen yang berfungsi untuk memproduksi gas mampu bakar yang berbahan
bakar 40% umpan kayu dan 60% bahan bakar solar. Jenis umpan kayu dalam
penelitian ini menggunakan borneo, lamtorogung, dan asem. Umpan kayu masuk
ke zona pengeringan, kemudian melalui zona pirolisis, oksidasi, dan reduksi,
setelah melalui zona ini, umpan kayu telah berubah menjadi gas mampu bakar. Gas
mampu bakar mengalir melalui unit pemurnian (cyclone, separator, dan gas filter),
unit pendinginan (air cooled), unit pengumpul, dan melalui unit pencampur gas
mampu bakar bersama-sama dengan campuran bahan bakar minyak solar masuk ke
dalam mesin sehingga terjadi reaksi pembakaran untuk selanjutnya dikonversi
menjadi energi listrik. Energi termal yang dibawa gas buang dengan suhu antara
250-300 oC digunakan untuk memanaskan air di generator desorpsi.
Dengan memasukkan 40 kg umpan kayu dan dengan batasan rancangan
reaktor, gasifier mampu membangkitkan mesin pembangkit tenaga sebesar 8 kW
dan pola operasi empat jam tanpa penambahan umpan kayu, reaktor dirancang
untuk menghasilkan gas mampu bakar yang optimum. Dimensi gasifier adalah:
diameter reaktor 600 mm, diameter throat 120 mm, dan tinggi reaktor 1800 mm.
Komposisi kimia terbaik dan analisa energi umpan kayu Borneo memiliki nilai
kalor sebesar 18 897.12 kJ/kg dengan kandungan 18.31% karbon tetap (proximate),
dan 47.87% karbon (ultimate), sehingga mampu menghasilkan gas mampu bakar:
55.59% karbon monoksida, 1.14% metana, 0.299% etana, dan 0.075% propana,
dengan konsumsi kayu spesifik sebesar 1.98 kg/kW-jam (Lampiran 16)
Pola distribusi suhu di dalam reaktor terhadap waktu menunjukkan terjadi
perbedaan distribusi suhu antara perhitungan numerik dengan hasil uji coba. Suhu
awal simulasi dimulai dari 1000 oC, sedangkan suhu hasil uji di zona oksidasi
berkisar antara 1000 oC sampai dengan 1150 oC. Hal ini disebabkan karena pasokan
oksigen melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk pembakaran tidak sempurna,
sehingga menghasilkan energi panas hasil reaksi pembakaraan yang lebih besar.
Pada penelitian ini, zona I atau daerah di bawah grate (20 cm ke arah bawah), suhu
gasifier menurun, hal ini dapat terjadi karena pada zona tersebut merupakan tempat
99

penampungan abu dari sisa proses oksidasi, jadi panas di zona ini cenderung
merupakan sisa panas dari proses oksidasi.
Berdasarkan fenomena suhu tersebut, zona oksidasi, suhu cenderung naik,
sepanjang 29 cm di atas grate. Zona yang terletak pada interval jarak 0-38 cm di
bawah grate adalah zona reduksi. Pada zona ini, suhu sedikit menurun dengan
interval suhu antara 600-980 oC. Zona yang terletak pada interval jarak 29-40 cm di
atas grate adalah zona pirolisis, dengan interval suhu antara 400-600 oC.
Berdasarkan persamaan simulasi, profil suhu pada zona II (oksidasi, reduksi,
pirolisis, dan pengeringan) dapat disimpulkan bahwa semakin jauh letak zona dari
grate, maka suhu akan menurun. Dengan demikian suhu zona pengeringan
memiliki suhu terendah, yaitu sebesar 146oC. Hasil simulasi ini memperkuat
temuan Manurung (1954) yang mengungkapkan bahwa profil suhu pada gasifier
jenis konvensional memiliki karakteristik suhu yang semakin menurun seiring
dengan semakin jauhnya jarak dari grate (panggangan).
Dengan menggunakan data hasil perhitungan energi pembakaran dan energi
gas buang, hasil pengukuran daya efektif di terminal generator, dan referensi mesin
diesel tanpa turbocharger (naturally aspirated engines) dengan efisiensi mekanis
80% dan efisensi generator 97,50%. Keseimbangan termal pada beban nominal
dengan masukan energi hasil proses pembakaran sebesar 41.40 kW, mampu
menghasilkan energi keluaran masing-masing: daya poros sebesar 6.25 kW
(15.10%), daya gesekan mekanis sebesar 1.10 kW (2.66%), energi gas buang
sebesar 6.85 kW (16.55%), dan energi lainnya (pendinginan, radiasi dan rugi-rugi
pembakaran) sebesar 27.2 kW (65.79%).
Disain alat penukar kalor yang berfungsi untuk memanaskan air,
menggunakan metode optimasi dan Kern, dimana variabel tetap adalah suhu dan
laju aliran masa, sedangkan variabel bebas adalah konstruksi shell dan tube.
Optimasi rancangan alat penukar kalor dibuat dengan batasan (design criteria) yang
ditentukan oleh parameter energi gas buang yang dibutuhkan untuk proses desorpsi
sebesar 1 kW, suhu gas buang masuk alat penukar kalor (300 oC), suhu air masuk
gernerator desorpsi 85 oC, dan laju aliran masa gas buang 0.00556 kg/s. Untuk
mendapatkan diameter pipa dan konduktivitas panas menyeluruh yang paling
optimal, menerapkan ukuran diameter luar pipa dari hasil simulasi 10 mm, tebal 1
100

mm, panjang 200 mm, jumlah pipa 150 batang, 75 laluan, konduktivitas panas
material 385 W/m.K. Hasil perhitungan diperoleh kinerja: koefisien perpindahan
panas menyeluruh nilai desain dan hasil uji masing-masing (8.44 W/m2.K dan
26.49 W/m2.K), ΔTLMTD sebesar (127.21 oC dan 33.36 oC), efektivitas (1.87% dan
2.49%), NTU (1.89% dan 2.52%), panas yang dilepaskan fluida panas (1.0 kW dan
0.84 kW), panas yang diterima fluida dingin (0.98 kW dan 0.83 kW), panas yang
dipindahkan (1.01 kW dan 0.83 kW).
Setelah merancang bangun dan melakukan simulasi alat penukar kalor,
dilakukan analisa eksergi berdasarkan data rancangan dan data rata-rata simulasi
selama 120 menit. Efisiensi eksergi alat penukar kalor dengan menggunakan fluida
panas gas buang dan air mencapai nilai desain dan hasil uji masing-masing 24.07%
dan 12.54%. Nilai eksergi desain dan hasil uji fluida kerja gas buang masing-
masing 526.52 kJ/kg.K dan 101.60 kJ/kg.K, sedangkan fluida air 15.66 kJ/kg.K dan
18.12 kJ/kg.K, nilai eksergi desain dan hasil uji fluida kerja air masing-masing
264.29 kJ/kg.K dan 14.67 kJ.kg.K sedangkan untuk fluida air masing-masing 10.20
kJ/kg.K dan 11.89 kJ/kg.K
Setelah proses gasifikasi dan pindah panas di alat penukar kalor, dilanjutkan
dengan pendinginan adsorpsi. Analisa yang dilakukan pada pendingin adsorpsi
meliputi kebutuhan energi untuk proses pemisahan metanol dari silikagel,
perbandingan energi yang dilepaskan air dengan energi diterima metanol, dan
efisiensi eksergi generator desorpsi. Hasil simulasi perhitungan energi dapat dilihat
pada tabel dan gambar berikut.
Berdasarkan pendekatan kimia, energi panas dari air panas digunakan untuk
memanaskan generator, silikagel, dan metanol. Bobot alokasi energi panas selama
proses desorpsi dapat dilihat pada Gambar 5.2
101

1.39%

1 Panas sensibel 1 metanol


47.42% 39.21% 2 Panas laten penguapan metanol
3 Panas sensibel 2 metanol
4
Panas sensibel 1 fraksi air
5
Panas laten penguapan fraksi air
6
Panas sensibel 2 fraksi air
7
1.89% Panas sensibel silikagel
0.09% 8
Panas sensibel generator
8.36% 1.61%
0.01%

Gambar 5.2 Bobot pengunaan energi pada proses desorpsi.

Ketersediaan energi yang dapat diubah menjadi energi bermanfaat (usefull


work) merupakan selisih energi yang masuk dengan energi yang keluar yaitu
sebesar 860,29 kJ, sedangkan nilai kehilangan eksergi paling kecil sebesar 825.55
kJ. Sehingga efisiensi eksergi generator desorpsi pada data uji 30 Agustus 2008
menunjukkan angka tertinggi sebesar 4.04%. Pengoperasian generator desorpsi
diupayakan mencapai efisiensi eksergi tertinggi, sehingga akan menunjukkan
optimasi pemanfaatan energi selama proses desorpsi, sehingga secara langsung
akan meningkatkan efisiensi konversi energi, yang sekaligus akan membantu
program pemerintah dalam menerapkan kebijakan konservasi energi. Efisiensi
eksergi masih dapat ditingkatkkan dengan cara mengisolasi generator desorpsi
selama proses penguapan metanol dari dalam pori-pori silikagel yang secara
bersamaan mengalami proses kondensasi pada tekanan konstan.
Hasil penelitian gasifikasi biomassa dengan menggunakan reaktor jenis
imbert gasifier aliran ke bawah dengan menggunakan jenis umpan kayu borneo,
lamtorogung, dan asem telah mengasilkan gas mampu bakar sesuai dengan yang
direncanakan. Kinerja terbaik diperoleh dengan menggunakan umpan kayu borneo,
sehingga mampu mengkonversi energi termal dari campuran gas mampu bakar
dengan bahan bakar solar menjadi energi listrik pada beban 75% sebesar 6 kW,
efisiensi termal mesin pembangkit tenaga 15.10%, energi gas buang 6.85 kW,
pemanfaatan energi gas buang melalui alat penukar kalor sebesar 0.83 kW,
koefisien pindah panas menyeluruh 26.49 W/m2 K, efisiensi eksergi alat penukar
102

kalor tertinggi 29.36%, energi yang digunakan untuk proses desorpsi (menguapkan
metanol dari silikagel) sebesar 1086.7 kJ, dan efisiensi eksergi generator desorpsi
4.04%, serta COP mesin pendingin adsorpsi 0.4

Perhitungan Tekno Ekonomi


Perbedaan Biaya Operasi. Perhitungan tekno ekonomi dimaksudkan untuk
membandingkan biaya investasi dan operasi antara pusat listrik yang menggunakan
bahan bakar minyak solar dengan yang menggunakan bahan bakar campuran gas-
minyak solar. Dalam evaluasi ini menggunakan cara NPV dengan tingkat potongan
(discount rate) 12% per tahun. Umur ekonomis diperhitungkan untuk 5 tahun yang
dioperasikan selama 6000 jam per tahun, dengan pola operasi: 1000 jam pada
beban penuh (100%), 4000 jam pada beban nominal (75%) dan 1000 jam pada
beban 50 %.
Suku cadang untuk operasi selama lima tahun dianggap nilainya sama, karena
dengan menggunakan atau tanpa gasifier, masing-masing akan mengalami satu kali
major overhaul, sehingga biaya suku cadang relatif sama. Harga bahan bakar solar
diasumsikan Rp8 000 per liter dan harga kayu bekas Rp250 per kg.
Evaluasi investasi dilakukan dengan menggunakan metoda NPV, IRR, dan
payback period yang meliputi data dan perhitungan sebagai berikut : total biaya
investasi, biaya operasi per bulan, pendapatan dari penjualan energi listrik per
bulan, angsuran pengembalian pinjaman, penyusutan, biaya bunga bank, angsuran
pokok, keuntungan sebelum pajak, keuntungan sesudah dipotong pajak, biaya
modal rata-rata terimbang, proceed, arus kas keluar, faktor diskonto dan periode
pengembalian. Perhitungan arus kas keluar merupakan biaya investasi yang
meliputi antara lain : diesel gensets, panel listrik, alat penukar kalor, gasifier dan
peralatan bantunya, transportasi, pemasangan, dan komisioning. Perhitungan arus
kas masuk merupakan arus kas masuk diperoleh dari hasil penjualan energi listrik
per bulan berdasarkan tarif dasar listrik Rp1 000/kW-jam.
Analisis Investasi. Pemikiran kriteria biaya investasi dan operasi dapat
dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu digunakan sebagai parameter
yang menyeluruh sebagai dasar pertimbangan penerimaan atau penolakan maupun
pengurutan suatu kegiatan proyek. Kriteria biaya investasi dan operasi yang
103

dikembangkan dalam analisis ini adalah: net present value (NVP) dari arus manfaat,
internal rate of return (IRR), dan pay back period (PP)
Setiap kriteria tersebut menggunakan perhitungan nilai sekarang atas arus
manfaat dan biaya selama umur instalasi. Metoda tradisional dalam mengevaluasi
ekonomi biasa digunakan nilai waktu uang, mengingat pada kenyataannya nilai
rupiah kemarin lebih besar dari hari ini dan nilai rupiah besok lebih rendah dari hari
ini. Untuk memberikan fee (bayaran) terhadap sejumlah nilai uang yang digunakan
dalam suatu investasi disebut tingkat suku bunga (interest rates). Walaupun
terdapat perbedaan yang unik bahwa uang yang digunakan investasi, sehingga
mendapatkan tambahan dibanding dengan nilai asalnya. Jika nilai rupiah hari ini
lebih jelek dibanding besok karena mendapatkan pembayaran bunga, dalam
perhitungan ini, jumlah uang aktual pada masa yang akan datang akan dikurangi
dengan nilai suku bunga aktual.
NPV adalah nilai hari ini dan didefinisikan sebagai present value nilai bersih
aliran dana setelah pajak, dengan menggunakan faktor diskonto standar. Faktor
diskonto yang diterapkan dalam perhitungan ini adalah 12%, umumnya digunakan
oleh Bank. NPV secara esensial memberikan informasi tentang pengembalian
menyeluruh untuk periode waktu tertentu (t), yang menempatkan biaya modal awal
sebagai bilangan negatif. NPV menghubungkan biaya modal awal, belanja hari ini,
untuk pendapatan, mencapai beberapa tahun yang akan datang, setiap besaran yang
dihitung mempunyai nilai yang lebih kecil karena penerapan faktor diskonto.
Suatu investasi dapat dinyatakan layak apabila NPV bernilai positif atau sama
dengan nol. NPV dapat dinyatakan dalam bentuk rumus matematika sebagai

berikut (Suad Husnan 1987) : NPV = Ao +


∑A t

(1 + r )t
IRR didefinisikan sebagai faktor diskonto yang diterapkan pada aliran dana,
memberikan NPV sama dengan nol. Karenanya secara kasar IRR analog dengan
ROI, namun memerlukan nilai waktu uang dalam penjumlahannya. IRR biasanya
dipilih untuk ROI dalam perhitungan yang nilai prosentasi pengembalian. Perlu
diperhitungkan dalam menerapkan IRR dengan aliran dana yang bergerak secara
cepat sebagai lebih dari satu solusi positif untuk fungsi yang ada, yang membuat
tidak berarti dalam keadaan begitu. Jika aliran dana proyek ini tidak bergerak
104

secara cepat, maka IRR diterapkan bersama-sama NPV dalam penelaahan dan
skenario perbedaan klasifikasi.

IRR merupakan tingkat suku bunga (r) yang menyamakan nilai sekarang
(present value, PV) dari aliran kas keluar yang diharapkan (expected cash outflow)
dengan nilai sekarang dari aliran kas masuk yang diharapkan (expected cash
inflow). Apabila IRR lebih besar dari tingkat pengembalian yang ditentukan atau
WACC (weighted average cash of capital) , maka investasi dinilai layak untuk
diimplementasikan dan IRR dapat dinyatakan dengan rumus:

× (r − r )
NPV
IRR =
(PV1 − PV2 ) 2 1
Untuk mengukur jangka waktu pengembalian dana investasi dan operasi
pusat listrik tenaga gasifikasi ini, maka digunakan metode PP untuk
menganalisisnya. Parameter ini diukur dengan rasio antara nilai investasi awal (Io)
dengan net cashflow. Metoda ini mempunyai kelemahan karena tidak
memperhitungkan pengaruh waktu terhadap nilai uang dan aliran kas masuk (NCF)
setelah periode pengembalian tersebut. Metoda periode pengembalian investasi ini
Io
dapat dinyatakan dalam rumus : PP = × 1tahun
NCF
Dari hasil perhitungan biaya investasi Rp66 339 000.00 (Lampiran 25) dan
operasi untuk gasifikasi biomasa dimana gas buangnya dimanfaatkan untuk
pemasok panas mesin pendingin adsorpsi, mampu menghasilkan daya nominal pada
terminal generator sebesar 8 kW, cara pengoperasian 6000 jam per tahun, bahan
bakar campuran kayu dan minyak solar dengan fraksi 40:60, bila dioperasikan
dapat dinyatakan layak karena NPV positif (Rp 2 527 240.59), IRR lebih besar dari
suku bunga diskonto (21.22%) dan pengembalian investasi kurang dari 4 tahun
(37.94 bulan), Lampiran 26-33.
105

6 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
1. Rancangan gasifier berdasarkan laju aliran dan kecepatan minimum gas
memiliki diameter reaktor 600 mm, diameter throat 120 mm, dan tinggi reaktor
1800 mm. Umpan kayu terbaik adalah Borneo, dengan nilai kalor sebesar
18897.12 kJ/kg, memiliki ketersediaan energi 561.24 MJ, dan energi
pembakaran persatuan waktu 25.98 kW.
2. Perhitungan luas permukaan sentuh alat penukar kalor menggunakan metode
Kern dengan sistem trial and eror, dimana varibel bebas adalah dimensi alat
penukar kalor dan variabel tetap adalah suhu dan laju masa fluida. Penukar
panas memiliki 150 tube dengan panjang 200 mm, diameter dalam 8 mm,
diameter luar 10 mm, konduktivitas termal bahan 385 W/mK, dan diameter
shell 200 mm, mampu memindahkan panas gas buang ke generator desorpsi
sebesar 0.83 kW pada suhu 85 oC, koefisien perpindahan panas menyeluruh
26.49 W/m2K, efektivitas 7.08%, dan efisiensi eksergi 9.36%
3. Percobaan dengan umpan kayu Borneo dan bahan bakar solar mampu
mengkonversi energi termal menjadi energi listrik pada beban nominal sebesar
6 kW, efisiensi termal mesin pembangkit tenaga 15.10%, energi gas buang
6.85 kW, pemanfaatan energi gas buang melalui alat penukar kalor 0.83 kW,
koefisien pindah panas menyeluruh 26.49 W/m2K, efisiensi eksergi alat
penukar kalor tertinggi 29.36%, energi yang digunakan untuk proses desorpsi
(menguapkan metanol dari silikagel) sebesar 1086.7 kJ, dan efisiensi eksergi
generator desorpsi 4.04% dengan COP mesin pendingin adsorpsi 0.4
4. Berdasarkan perhitungan biaya operasi dan investasi sistem gasifikasi biomassa
dengan pola operasi selama 6000 jam per tahun menggunakan bahan bakar
campuran kayu dan minyak solar dengan fraksi 40:60 dapat dinyatakan layak
karena NPV sebesar Rp2 527 240.59, IRR sebesar 21.22% dan pengembalian
investasi selama 37.94 bulan.
106

Saran
1. Untuk menghasilkan proses oksidasi dan reduksi yang lebih optimal, perlu
modifikasi konstruksi gasifier. Ruang antara dinding luar dan bata tahan api
dimodifikasi dengan jarak antara 4-5 mm yang meliputi seluruh lingkaran
reaktor dan lubang distribusi udara masukan disekitar throat dibuat minimal 6
lubang, sehinggga distribusi udara lebih merata.
2. Untuk mendapatkan biaya energi spesifik yang optimal disarankan agar ukuran
gasifier dan mesin pembangkit dirancang untuk mampu menghasilkan daya
listrik pada terminal generator 40 kW.
107

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah K et al. 1998. Energi dan listrik pertanian. JICA-DGHE/IPB


PROJECT/ADAET:JTA-9a (132). Institut Pertanian Bogor. Bogor : IPB.

Bejan A, Tsatsaronis G, Moran M. 1996. Thermal design and 0ptimazation. New


York: John Willey & Son, Inc.

Boehm, R.F. 1987. Design of Analysis of Thermal System. New York: John Wiley
& Sons.

Bhattacharya SC.1997. State of the Art of Biomass gasification. Bangkok: Energy


Program, Asian Insitute of Technology.

Bird RB, Stewart WE, Lightfoot EN. 1994. Transport phenomena. Singapore: John
Willey & Son Inc.

Cengel YA. 2003. Heat transfer a practical approach. Second Edition. Singapore:
Mc Graw Hill.

Cengel YA, Boles MA. 2006. Thermodynamics an engineering approach. Fifth


Edition in SI Unit. Singapore: Mc Graw Hill.

European Commission Directorate Generale JRC Joint Reserch Centre. 2006.


Energy Efficiency Technique. European IPPC Bureau.

Gaos YS. 2002. Prospek penerapan gasifier unggun tetap aliran kebawah untuk
pembangkit tenaga listrik dengan umpan sekam padi. Indonesia: FT Univ.
Indonesia.

Jain BC. 1996. Downdraft gasifier with compression ignation engine generator
output 3,5 kW to 500 kW . Gujarat. Bagota. India.

Knoef HAM, Stassen HEM. 1994. Energy generation from biomass and waste in
Netherlands; A brief overview and perspective, biomass technology group.
The Netherlands.

Knoef HAM, Stassen HAM. 1994. Development of a standard procedure for gas
quality testing in biomass gasifier plant/power generation system, biomass
technology group. The Netherlands.

Kreith F. 1994. Principle of heat transfer. Harper & Row, Publishers, Inc.

Lapidus L. 1962. Digital computation for chemical engineer. New York: Mc Graw
Hill.
108

Manurung R. 1994. Design and modeling of a novel continuous open core


dwondraft rice husk gasifier. Rijksuniversitiet Groningen.

Moran JM, Shapiro NH. 1988. Fundamental of Engineering Thermodynamics. New


York: John Willey & Son, Inc.

Obert EF. 1968. Internal combustion engines. Scranton, Pennsylpania, International


Texbook Company.

Oertel K. and Fisher M. 1998. Adsorption cooling system for cold storage using
methanol/silicagel. Applied thermal Engineering 18:773-786

Perry Robert H. & Chilton Cecil H.1973.Chemical Engineers Handbooks.


McGraw-Hill Kogakusha, Ltd, Tokyo.

Prasad KK, Sangen E, Visser P. 1985. Woodburning cookstoves. Eindhoven, The


Netherlands: Department of Applied Physics.

Rao STIP, Mohan R, Rao SS, Kumar PR.1994. Performance evaluation of wood
gasifier and wood gas diesel genset. India: Departement of Mechanical
Engineering.

Reed TB, Stassen HEM, 1985, Design consideration for different types of gasifier.
Netherlands: Twente University of Technology Enschede.

Reklaitis GV. 1983. Introduction to Material and Energy Balances. New York :
John Wiley & Sons. Appendix: Physical Properties Data, hal 635-660

Rekleatis, GV. 1983. Introduction to Material and Energy Balance. John Willey &
Sons,Inc USA. Appendix hal 635-660

Reynold CW, Perkins CH, Harahap P. 1991. Termodinamika Teknik. Penerbit


Erlangga.

Smoot LD, Smith PJ. 1979. Coal gasification and combustion. New York. Plenum
Publishing Co.

Stassen HEM, Knoef HAM. 1996. Small scale gassification systems. The
Netherlands: Biomass Technology Group BV, 7500 AE Enchede.

Taylor CF. 1966. The internal combustion engine in theory and practice. Vol. I
Thermodynamics, Fluid Flow, Performance. Second Edition. Massachuset:
The M.I.T. Press.

Teng Y, Wang RZ, Wu JY. 1997. Study of fundamental of adsorbtion applied


thermal engineering. China.

Trisaksono BP. 1993. Pengujian kinerja gasifier unggun tetap 40 kW dengan


umpan kayu karet. Jakarta: UPT-LSDE, BPP Teknologi.
109

Sakoda A and Suzuki M. 1984. Fundamental study on solar powered adsorption


cooling system. Journal of Chemical Engineering of Japan 17: 52–57.

Smith JM, Van Ness HC. 1987. Introduction to Chemical Engineering


Thermodynamics. 4th ed. Singapore : McGraw-Hill Book Co;1987. hal..115-
116.

Suad Husnan. 1987. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (Keputusan


Jangka Panjang). BPFE-Yogyakarta.

Stocker WF. 1989. Design of thermal system. New York. McGraw-Hill, Inc.

Suresh MVJJ, Reddy KS, Ajit Komar Kolar. 2006. Energy and Exergy based
Thermodynamics Analysis of 62.5 MW Coal-Based Thermal Power Plants –
A Case Study. Indian Institut of Technology Madras Chenai, India.

Suryanarayana NV, Arici Oner. 2003. Design and simulation of thermal system.
New Ork: Mc Graw-Hill Higher Education

Вам также может понравиться