Вы находитесь на странице: 1из 76

PERBEDAAN HASIL BELAJAR BIOLOGI ANTARA SISWA

YANG DIAJARKAN MELALUI PEMBELAJARAN


KOOPERATIF TEKNIK STAD DAN TEKNIK JIGSAW
(Kuasi eksperimen di SMP Attaqwa 06 Bekasi)

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

OLEH
AHMAD FAUZI
106016100570

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H / 2011 M
ABSTRACT

Ahmad Fauzi, The Differences of Biology Achievement between


Students who Learned Using STAD Technique and Jigsaw Technique (Quasi
Experiment in SMP Attaqwa 06 Bekasi). S1 Thesis, Biology Education
Program, Science Education Department , Faculty of Tarbiyah and Teachers
Training of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

The purpose of this research is to know the differences of biology


achievement between students who learned using cooperative learning STAD
technique and jigsaw technique. This research is done in SMP Attaqwa 06
Bekasi. This research used quasi experiment method with two group, pretest
posttest design. Sample were taken using technique of purposive sampling. The
amount of research sample is 35 students for the STAD experiment class and 34
students for the jigsaw experiment class. The data taken using instrument of
learning achievement test in form multiple choice which have been tested its
validity and its reliability. The hypotesis in this research is there is difference in
students achievement of biology by cooperative learning between STAD technique
and jigsaw technique. The data analysis used t-test, from the result of data
calculation the differenciation of mean between the two group obtained the value
of N-gain are equal to 2,08, while t-table at the level of significance 5% with
degree of freedom (dk) = 70 that is equal to 2,00. So it can be said that by t-test >
t-table it means the alternative hypothesis (Ha) is accepted and zero hypothesis
(Ho) refused. It shows that there is difference in students achievement of biology
by cooperative learning between STAD technique and jigsaw technique.

Key word: Cooperative Learning Model. STAD technique. Jigsaw technique.


Student Learning Achievement.
ABSTRAK

Ahmad Fauzi, Perbedaan Hasil Belajar Biologi antara Siswa yang


Diajarkan melalui Pembelajaran Kooperatif Teknik STAD dan Teknik
Jigsaw (Kuasi Eksperimen di SMP Attaqwa 06 Bekasi). Skripsi, Program
Studi Biologi, Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar biologi


antara siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik STAD dan
teknik jigsaw. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Attaqwa 06 Bekasi. Metode
penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (quasi experiment) dengan
desain Two group, Pretest posttest design. Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan teknik purposive sampling. Sampel penelitian berjumlah 35 siswa
untuk kelas eksperimen STAD dan 34 siswa untuk kelas eksperimen jigsaw.
Pengambilan data menggunakan instrumen tes hasil belajar berbentuk pilihan
ganda yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah terdapat perbedaan hasil belajar biologi siswa yang diajarkan
melalui pembelajaran kooperatif teknik STAD dan teknik jigsaw. Analisis data
menggunakan uji-t, data hasil perhitungan perbedaan rata-rata N-gain kedua
kelompok tersebut diperoleh nilai t hitung sebesar 2,08, sedangkan ttabel pada taraf
signifikan 5% dengan derajat kebebasan (dk) = 70 yaitu sebesar 2,00, maka dapat
dikatakan bahwa thitung > ttabel berarti hipotesis alternatif (Ha) diterima dan
hipotesis nol (Ho) ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil
belajar biologi siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik
STAD dan teknik jigsaw.

Kata kunci : Model Cooperative Learning. Teknik STAD. Teknik jigsaw. Hasil
Belajar siswa
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt yang telah memberikan
taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan Strata Satu (S1) pada program studi pendidikan biologi, Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., Pembimbing I dan Ketua Jurusan
Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Meiry Fadilah Noor, M.Si., Pembimbing II, yang telah memberikan
bimbingan dan motivasi yang sangat membangun bagi penulis.
4. Kedua orang tua tercinta, Bapak Abdul Wahid dan Ibu Nentih, serta
Nenek dan Kakek tercinta, Nenek Royanih dan Kakek Kaman, yang
selama ini telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
dengan penuh perjuangan dan doa yang tidak pernah henti-hentinya untuk
penulis.
5. Bapak Drs. Hasanuddin., Kepala sekolah SMP Attaqwa 06 Bekasi, yang
telah memberikan izin penelitian.
6. Bapak Kamil, A.Md., Guru bidang studi Biologi kelas VIII SMP Attaqwa
06 Bekasi yang telah membimbing dalam penelitian.
7. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan IPA yang telah memberikan
saran serta semangat kepada penulis.
8. Teman-teman Jurusan Pendidikan IPA Biologi angkatan 2006 yang selalu
memberikan semangat dan doa, khususnya Lia, Ika rifqi, Gota, Irna, Iyoh,
Awal, Ayu, Uwi, Rossi, Indah, Yolanda, Eka dan semua yang sering
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Teman-teman seperjuangan di Asrama tercinta, Sofyan, Wahyu,
Fahruddin, Fahmi, Kholiq, Roffi, terimakasih selalu bersedia menjadi
tempat berbagi dan tak pernah bosan memberikan semangat dan doa.
Akhirnya, tiada untaian kata yang terindah dan berharga kecuali
ucapan alhamdulillahirobbil’alamiin atas rahmat dan ridho-Nya. Penulis
berharap semoga segala kebaikan dan keikhlasannya mendapat pahala dari
Allah swt. Jazakumullah Khoerun Katsiron, Amin.

Jakarta, Februari 2011

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK........................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi

BAB I . PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah......................................................................... 7
D. Perumusan Masalah .......................................................................... 7
E. Tujuan Penelitian .............................................................................. 7
F. Manfaat Penelitian ............................................................................ 8

BAB II . DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR DAN PERUMUSAN


HIPOTESIS ....................................................................................... 9
A. Deskripsi Teoritis ............................................................................ 9
1. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) ............. 9
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif ............................ 9
b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif .............................................11
c. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif ....................................13
2. Teknik Student Team Achievement Division (STAD) ..................14
a. Pengertian Teknik Student Team Achievement Division
(STAD) .................................................................................14
c. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Teknik STAD .......16
3. Teknik Jigsaw ............................................................................18
a. Pengertian Teknik Jigsaw ........................................................18
b.Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw ......19
4. Hasil Belajar ................................................................................23
a. Pengertian Hasil Belajar ...........................................................23
b. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ...................26
B. Penelitian Relevan ...............................................................................28
C. Kerangka Pikir .....................................................................................30
D. Perumusan Hipotesis ...........................................................................32

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN......................................................33


A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................33
B. Metode dan Desain Penelitian ........................................................33
C. Populasi dan Sampel ......................................................................34
D. Variabel Penelitian.........................................................................35
E. Teknik Pengumpulan Data .............................................................35
F. Instrumen Penelitian .......................................................................35
G. Kalibrasi Instrumen .......................................................................37
1. Uji Validitas ..............................................................................37
2. Uji Reliabilitas ...........................................................................38
3. Uji Tingkat Kesukaran ...............................................................38
H. Teknik Analisis Data .....................................................................39
1. Uji Prasyarat Analisis Data .......................................................39
a. Uji Kenormalan Distribusi Frekuensi ...................................39
b. Uji Homogenitas Varians .....................................................39
2. N-gain.......................................................................................40
3. Uji Hipotesis .............................................................................40
4. Hipotesis Statistik .....................................................................41
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................42
A. Hasil Penelitian ................................................................................42
1. Deskripsi Hasil Data Eksperimen STAD ......................................42
a. Hasil Data Pretest Kelas Eksperimen STAD ............................42
b. Hasil Data Posttest Kelas Eksperimen STAD ...........................43
c. Hasil Data N-gain Kelas Eksperimen STAD ............................44
2. Deskripsi Hasil Data Eksperimen Jigsaw .....................................45
a. Hasil Data Posttest Kelas Eksperimen Jigsaw ..........................46
b. Hasil Data N-gain Kelas Eksperimen Jigsaw ............................47
B. Teknik Analisis Data..........................................................................48
1. Uji Normalitas ...............................................................................49
a. Hasil Uji Normalitas Pretest......................................................49
b. Hasil Uji Normalitas Posttest ....................................................49
2. Uji Homogenitas ............................................................................50
a. Hasil Uji Homogenitas Pretest .................................................50
b. Hasil Uji Homogenitas Posttest .................................................51
C. Pengujian Hipotesis ...........................................................................52
D. Pembahasan Hasil Belajar .................................................................53
E. Keterbatasan Penelitian ......................................................................60

BAB V. PENUTUP...........................................................................................61
A. Kesimpulan ......................................................................................61
B. Saran ................................................................................................61

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 62
DAFTAR TABEL

Tabel
Halaman
2.1. Kriteria pemberian skor peningkatan individu .......................................17
2.2. Perolehan skor dan penghargaan tim teknik STAD ................................18
2.3. Skor perkembangan Jigsaw ...................................................................21
2.4. Tingkat penghargaan kelompok Jigsaw .................................................21
2.5. Perbandingan Pembelajaran Kooperatif Teknik STAD dan Teknik
Jigsaw .....................................................................................................22
3.1. Desain penelitian ...................................................................................34
3.2. Kisi-kisi Instrumen Penelitian ................................................................36
4.1. Distribusi Frekuensi Skor Pretest Siswa Kelas Eksperimen STAD ........43
4.2. Distribusi Frekuensi Skor Posttest Siswa Kelas Eksperimen STAD .......44
4.3. Kategorisasi N-gain Kelas Eksperimen STAD .......................................45
4.4. Distribusi Frekuensi Skor Pretest Siswa Kelas Eksperimen Jigsaw ........46
4.5. Distribusi Frekuensi Skor Posttest Siswa Kelas Eksperimen Jigsaw ......47
4.6. Kategorisasi N-gain Kelas Eksperimen jigsaw .......................................48
4.7. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Pretest Uji Liliefors ..........................49
4.8. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Posttest Uji Liliefors .........................50
4.9. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Pretest. ..........................................51
4.10. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Posttest .......................................52
4.11. Hasil pengujian Hipotesis Nilai N-gain dengan “t test”
Kelompok Eksperimen STAD dan Jigsaw ...............................................53
DAFTAR GAMBAR

Gambar
Halaman
2.1. Pelaksanaan Teknik Jigsaw........................................................................21
2.2. Kerangka Pikir............................................................................................32
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
Halaman
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas STAD ..........................66
2. Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas STAD..................................................75
3. Lembar Jawaban LKS Kelas STAD..........................................................85
4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Jigsaw ..........................88
5. Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas Jigsaw .................................................98
6. Lembar Jawaban LKS Kelas STAD..........................................................15
7. Soal dan jawaban Kuis Individu Kelas STAD dan Jigsaw .........................19
8. Instrumen Penelitian .................................................................................15
9. Perhitungan validitas soal ........................................................................14
10. Perhitungan Uji Reliabilitas ....................................................................16
11. Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal ......................................................17
12. Perhitungan Daya Pembeda Soal ............................................................18
13. Rekapitulasi Daftar Validitas soal, Tingkat Kesukaran Soal,
dan Daya Pembeda Soal .........................................................................10
14. Instrumen Tes Hasil Uji Soal .................................................................12
15. Kunci Jawaban Instrumen Tes Hasil Uji Soal .........................................16
16. Lembar Observasi ..................................................................................17
17. Lembar Skor dan Rekapitulasi Kuis STAD dan Jigsaw ...........................13
18. Daftar heterogenitas siswa kelas STAD dan Jigsaw ................................15
19. Hasil Lembar Skor Kuis STAD dan Jigsaw ............................................11
20. Nilai LKS Kelompok Eksperimen STAD dan Jigsaw .............................13
21. Persentase Hasil Observasi Siswa Kelas Eksperimen STAD
dan Jigsaw .............................................................................................14
22. Persiapan Uji Normalitas dan Homogenitas Data....................................16
23. Uji Normalitas Data................................................................................12
24. Uji Homogenitas Data ............................................................................16
25. Nilai Normal Gain (N-Gain) Kelas Eksperimen STAD...........................18
26. Nilai Normal Gain (N-Gain) Kelas Eksperimen Jigsaw ..........................10
27. Persiapan Uji Hipotesis (Uji t ................................................................12
28. Pengujian Hipotesis ................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Belajar merupakan aktivitas manusia yang penting dan tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Pernyataan tersebut menjadi ungkapan
bahwa manusia tidak dapat lepas dari proses belajar itu sendiri sampai
kapanpun dan dimanapun manusia itu berada dan belajar juga menjadi
kebutuhan yang terus meningkat sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan.
Perkembangan ilmu pengetahuan alam (IPA) telah melaju dengan pesatnya
karena selalu berkaitan erat dengan perkembangan teknologi yang
memberikan wahana yang memungkinkan perkembangan tersebut.
Perkembangan yang pesat telah menggugah para pendidik untuk dapat
merancang dan melaksanakan pendidikan yang lebih terarah pada penguasaan
konsep IPA, yang dapat menunjang kegiatan sehari-hari dalam masyarakat.
Oleh karena itu, untuk dapat menyesuaikan perkembangan tersebut menuntut
kreativitas dan kualitas sumber daya manusia harus ditingkatkan melalui jalur
pendidikan. Untuk meningkatkan kualitas peserta didik melalui pembelajaran
IPA, guru diharapkan tidak hanya memahami produk IPA, tetapi hendaknya
juga memahami hakikat proses pembelajaran IPA yang mencakup tiga ranah
kemampuan, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Oleh karena itu,
pengalaman belajar IPA harus memberikan pertumbuhan dan perkembangan
siswa pada setiap aspek kemampuan tersebut.
Proses pembelajaran yang baik tidak lepas dari kerjasama antara guru dan
murid. Guru yang baik adalah guru yang mampu menguasai materi yang akan
disampaikan dan selanjutnya dapat menyajikannya dengan baik di dalam
kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Slavin seperti dikutip oleh Ruhadi,
menyatakan bahwa “guru yang efektif tidak hanya menguasai bahan ajar yang
mereka ajarkan, tetapi mereka juga dapat mengkomunikasikan pengetahuan
mereka kepada siswa. Oleh karena itu, kunci kewibawaan dan keberhasilan
guru tergantung dari penguasaan materi dan kemampuannya menyajikan
materi tersebut”.1
Kemampuan guru dalam menyampaikan materi kepada siswa tidak
terlepas dari strategi yang dipilih guru. Dalam memilih strategi pembelajaran
diperlukan beberapa pertimbangan antara lain keadaan siswa, keadaan
sekolah, lingkungan belajar yang dapat menunjang kemajuan IPTEK dan
kemajuan kehidupan sosial di masyarakat, serta tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai yaitu untuk meningkatkan hasil belajar yang optimal bagi siswa.
Dengan demikian, secara umum strategi pembelajaran menduduki posisi yang
penting dalam proses pembelajaran di kelas dan merupakan keterampilan yang
harus dimiliki setiap guru. Karena strategi pembelajaran merupakan rencana
tindakan atau rangkaian kegiatan termasuk penggunaan metode dan
pemanfaatan dari berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran
yang disusun untuk mencapai tujuan pembelajaran.2
Siswa di SMP Attaqwa 06 Bekasi dapat dikategorikan heterogen,
maksudnya adalah heterogen dalam hal jenis kelamin, tingkat sosial dan
ekonomi, prestasi atau kemampuan akademik, dan suku. Selain itu, kondisi
siswa di sekolah tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar IPA dalam materi
biologi di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM < 6,5). Begitu pula hasil
wawancara dengn guru mata pelajaran IPA, dari hasil wawancara tersebut
didapat bahwa nilai rata-rata ujian siswa pada pelajaran biologi masih rendah
atau di bawah kriteria ketuntasan minimal.3 Rendahnya nilai tersebut diduga
di pengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya sarana dan prasarana sekolah
yang belum lengkap maupun minat dan motivasi dalam belajar IPA yang
menjadi faktor rendahnya nilai siswa di SMP Attaqwa 06 Bekasi tersebut.
Rendahnya minat dan motivasi siswa SMP Attaqwa 06 Bekasi dalam belajar
ini terlihat dari lesunya siswa pada jam pelajaran biologi dan tidak
1
Ruhadi. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Salah Satu Alternatif dalam Mengajarkan SAINS IPA yang
menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi. (Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, September 2008, Volume 6, Nomor 1),
hal. 43
2
Pengawas Sekolah Pendidikan Menengah. Kompetensi Supervisi Akademik 03-B5. Strategi Pembelajaran dan
Pemilihannya. Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Departemen Pendidikan Nasional 2008.hal. 3
3
Wawancara dengan guru bidang studi IPA pada tanggal 11 November 2010, (Tempat : SMP Attaqwa 06 Bekasi) ,
Pukul 14.00
bersemangat bahkan selalu mengambil kesempatan untuk tidur pada jam
pelajaran.
Penurunan motivasi belajar ini juga kemungkinan disebabkan adanya
dominasi pengajaran dengan metode ceramah yang diterapkan oleh sebagian
besar guru di SMP Attaqwa 06 Bekasi tersebut. Alasan masih mendominasi
metode tersebut dalam pengajarannya karena metode ceramah dianggap
paling praktis yang dapat dilaksanakan. Padahal pembelajaran seperti ini akan
melahirkan pembelajaran yang pasif dan tidak demokratis, karena peran inti
dipegang guru dan bahkan guru seringkali berlaku otoriter. Dengan demikian,
kegiatan belajar serta tujuan pembelajaran tidak terwujud.
Agar kegiatan belajar dan tujuan pembelajaran dapat terwujud maka
diperlukan metode yang menarik dalam proses pembelajaran. Metode belajar
harus membuat siswa aktif dalam proses pembelajarannya, karena keaktifan
siswa dapat mempengaruhi hasil belajar. Selain itu, metode belajar harus
dapat memfasilitasi siswa untuk berhasil mencapai tujuan pembelajaran secara
optimal. Karena metode belajar melibatkan siswa dalam proses pembelajaran
yang bersifat menantang dan sekaligus menyenangkan. Dengan demikian,
metode belajar dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan beban
psikologis siswa, sehingga akan mengefektifkan sekaligus mengefisienkan
aktivitas belajar mengajar di kelas.
Pembelajaran yang efektif dan efisien membutuhkan kerja sama yang
kompak antara guru dan siswa. Dalam proses pembelajarannya harus terjadi
interaksi yang intensif antar berbagai komponen sistem pembelajaran (guru,
siswa, materi pembelajaran, dan lingkungan) situasi ini dapat dilakukan
dengan mengembangkan dan mengaplikasikan pembelajaran. Kriteria model
belajar tersebut merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif (Cooperative
Learning).4
Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) digunakan dalam
pembelajaran di kelas dengan menciptakan situasi atau kondisi bagi kelompok

4
Effandi Zakaria dan Zanaton Iksan, Promoting Cooperative Learning in Science and Mathematics
Education: A Malaysian Perspective, Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, (Malaysia:
Universitas Kebangsaan, Selangor, 2007, 3(1), 35-39)
untuk mencapai tujuan masing-masing anggota atau kelompok itu sendiri.
Pembelajaran kooperatif membawa maksud belajar bersama-sama dalam satu
kumpulan kecil atau kelompok yang mempunyai tujuan yang sama. 5 Yaitu
untuk meningkatkan partisipasi siswa dan memberikan kesempatan pada
siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama dalam kelompoknya yang
6
mempunyai latar belakang yang berbeda. Sehingga diharapkan dari
penerapan pembelajaran kooperatif tersebut, tidak hanya dapat meningkatkan
kerja sama dan tanggung jawab siswa yang baik dalam kelompok, tetapi juga
akan dapat memacu penguasaan siswa terhadap materi ajar, sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam kelompok tersebut.7
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran kelompok biasa.
Pembelajaran kooperatif tidak hanya menekankan kemampuan akademik,
tetapi juga kemampuan sosial. Pada pembelajaran kooperatif tersebut unsur
kerjasama yang menjadi karakteristik pembelajaran tersebut. Unsur-unsur
tersebut adalah adanya saling ketergantungan antar kelompok. Setiap anggota
kelompok memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugas kelompoknya.
Pembelajaran kooperatif juga memberikan kesempatan yang luas bagi anggota
kelompok untuk saling memberikan informasi dan saling membelajarkan,
serta pembelajaran tersebut memicu siswa berlatih berperan aktif dan
komunikatif.
Pembelajaran kooperatif memiliki banyak teknik, dua di antaranya adalah
teknik student team achievement division (STAD) dan teknik jigsaw. Dalam
pembelajaran kooperatif baik teknik STAD maupun teknik jigsaw, siswa
dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa yang tingkat
kemampuan, jenis kelamin, dan etnis yang berbeda. Pada pembelajaran teknik
STAD dicirikan oleh suatu struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif.
Teknik STAD adalah salah satu teknik pembelajaran kooperatif yang
memiliki keistimewaan dengan teknik pembelajaran yang lain, yaitu anggota

5
Armstrong, Scot, Student Teams Achievement Divisions (STAD) in a twelfth grade classroom: Effect on student
achievement and attitude, Journal of Social Studies Research: Student Teams Achievement Divisions, (University of
Southern Mississippi, 2008)
6
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 42
7
Yurni Suasti, Upaya Peningkatan Kreativitas Siswa SMU Pembangunan UNP Melalui Modifikasi Cooperative
learning Model Jigsaw, (Jurnal Pembelajaran, No.04, Desember 2003), hal. 326
kelompok diberi tugas, adanya interaksi langsung antar siswa, siswa
dirangsang untuk belajar, guru membantu siswa mengembangkan
keterampilan seseorang dalam kelompok kecil, dan guru berinteraksi dengan
siswa bila diperlukan.
Gagasan utama dari teknik student team achievement division (STAD)
adalah untuk memotivasi siswa agar dapat saling mendukung dan membantu
satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Jika
para siswa ingin kelompoknya mendapatkan penghargaan tim, mereka harus
membantu teman satu timnya untuk bisa melakukan yang terbaik, dan
menunjukkan bahwa belajar itu penting, berharga, dan menyenangkan. 8
Metode STAD sangat cocok diberikan untuk siswa SMP karena mereka
memiliki karakteritik tersendiri. Siswa tersebut senang berkelompok dengan
teman sebaya dan memiliki kebersamaan yang tinggi. Terkait dengan proses
pembelajaran, siswa SMP sudah mulai berpikir kritis dalam memahami suatu
materi pelajaran. Selain itu, pembelajaran kooperatif teknik STAD dapat
membantu siswa untuk memahami konsep-konsep biologi yang sulit serta
menumbuhkan kemampuan kerja sama, berpikir kritis, dan mengembangkan
sikap sosial siswa. Pembelajaran kooperatif tersebut memiliki dampak yang
positif terhadap siswa yang rendah hasil belajarnya, karena siswa yang rendah
hasil belajarnya dapat meningkatkan motivasi, hasil belajar dan penyimpanan
materi pelajaran yang lebih lama. 9 Melalui teknik STAD ini diharapkan hasil
belajar siswa pada konsep pelajaran biologi dapat mencapai nilai KKM
(Kriteria Ketuntasan Minimal) di sekolah SMP Attaqwa 06 tersebut.
Sedangkan dalam teknik jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok
ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa
dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam.
Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu
kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang

8
Robert E. Slavin, Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktek, (Terjemahan dari Nurulita: Nusa Media, 2009),
Cet IV. hal. 12.
9
Heri Midiastutik, Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Persamaan Eksponen dan
Logaritma Melalui Metode STAD siswa SMA Negeri 1 Krian Kabupaten Sidoarjo. Vidya, Volume 14 Nomor 1, 2006, hal.
38
ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami konsep tertentu dan
menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan konsepnya itu untuk
kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. 10
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan konsep yang sama
bertemu untuk diskusi ke dalam kelompok yang disebut tim ahli, dalam tim
ahli para anggota saling membantu satu sama lain tentang konsep yang
ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim asal
untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah
mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli. Tujuannya adalah untuk
mendorong siswa agar lebih aktif, serta meningkatkan rasa tanggung jawab
siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.
Karena teknik jigsaw dapat menuntut siswa untuk lebih aktif meningkatkan
rasa tanggung jawab terhadap kelompoknya itu, dan siswa tidak hanya
mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan
dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain.
Melalui teknik jigsaw ini diharapkan hasil belajar siswa pada konsep pelajaran
biologi dapat mencapai nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) di SMP
Attaqwa 06 Bekasi tersebut. Dengan demikian, semua siswa dituntut untuk
berpartisipasi dan berperan aktif dalam proses pembelajaran kelompok di
kelas.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti berinisiatif untuk
mengambil judul “Perbedaan Hasil Belajar Biologi Siswa yang Diajarkan
Melalui Pembelajaran Kooperatif Teknik STAD dengan Teknik Jigsaw”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti dapat
mengidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:
1. Perilaku pasif siswa mempersulit proses penyerapan materi pelajaran.

10
Novi Emildadiany, Cooperative Learning-Teknik Jigsaw, http://makalahkumakalahmu.
wordpress.com/2008/09/15/coopertaive-learning..(tgl: 1/22/2010 Jam: 10. 57), hal. 9
2. Strategi pembelajaran yang diterapkan guru kurang efektif pada siswa
khususnya pelajaran biologi.
3. Pemilihan model pembelajaran kurang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
4. Metode pembelajaran guru bersifat monoton.
5. Hasil belajar biologi siswa rendah di bawah kriteria ketuntasan minimal
(KKM < 6,5).

C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian, mengingat permasalahan yang telah diidentifikasi di
atas ternyata memiliki permasalahan yang cukup luas dan kompleks, oleh
karena itu masalah dibatasi pada:
1. Penelitian dilakukan di SMP Attaqwa 06 Bekasi.
2. Penelitian dilakukan pada siswa kelas VIII semester I pada konsep
sistem pencernaan.
3. Penelitian dilakukan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar biologi
siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik STAD
dengan teknik jigsaw.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut: Apakah terdapat perbedaan hasil belajar biologi
antara siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik STAD
dengan teknik jigsaw.

E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui perbedaan hasil belajar biologi siswa antara yang
menggunakan teknik STAD dengan teknik jigsaw.
2. Mengetahui hasil belajar biologi siswa yang lebih baik dengan
menggunakan pembelajaran teknik STAD atau dengan teknik jigsaw.
3. Mengetahui perbedaan hasil belajar biologi siswa sebelum dan sesudah
penelitian pada masing-masing kelas.

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat yang baik kepada
semua pihak yang terkait langsung dengan dunia pendidikan, terutama bagi:
1. Guru-guru biologi, dapat menerapkan berbagai variasi metode mengajar
dan meningkatkan peranan siswa dalam belajar. Serta sebagai wahana
peningkatan profesional keguruan, baik bagi guru maupun bagi peneliti
sendiri sebagai calon pendidik.
2. Siswa, sebagai motivasi dalam belajar yang memberikan suasana baru
karena model pembelajaran ini dapat melibatkan partisipasi peserta didik
secara aktif dan bertanggung jawab tanpa kehilangan esensi belajar yang
sedang berlangsung.
3. Peneliti, adanya penelitian ini diharapkan akan memotivasi para peneliti
lain untuk mengkaji lebih dalam mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
penelitian ini.
4. Bagi dunia pendidikan secara umum, dapat memberikan informasi yang
dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran
yang tepat, dan memberikan model alternatif pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan strategi pengajaran dalam penyampaian materi.
BAB II
DESKRIPSI TEORETIS,
KERANGKA PIKIR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoretis
1. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Istilah pembelajaran kooperatif berasal dari bahasa Inggris
yaitu “Cooperative Learning”. Dalam sebuah kamus Inggris-
Indonesia, Cooperative berarti kerjasama dan Learning berarti
pengetahuan atau pelajaran.11 Karena berhubungan dengan proses
belajar mengajar, maka istilah Cooperative Learning tersebut
diartikan dengan pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang berfokus
pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang
menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam kelompok
untuk membantu sesama anggota kelompok dalam struktur kerja
sama yang teratur, yang terdiri atas dua atau lebih siswa untuk
memecahklan masalah. Keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh
keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Jadi, belajar
kooperatif maksudnya belajar secara bersama-sama dalam
12
kelompok untuk mencapai tujuan tertentu.
Prinsip pada pembelajaran kooperatif (cooperative learning)
melihatkan penugasan siswa pada tugas-tugas yang dibentuk secara
berkelompok (dimana anggota-anggota pada kelompok membantu

11
Ruhadi, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Salah Satu Alternatif dalam Mengajarkan SAINS IPA yang
menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, September 2008, Volume 6, Nomor 1),
h. 44
12
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Surabaya: Prestasi Pustaka, 2007),
hal. 42
satu dengan yang lain untuk melengkapi tugas-tugas
individu). 13 Selain itu, suasana positif yang timbul dari model
pembelajaran kooperatif dapat memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mencintai pelajaran dan sekolah. Dalam kegiatan-
kegiatan yang menyenangkan ini, siswa merasa lebih terdorong
untuk belajar dan berpikir.14
Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran
yang di dalamnya terdapat unsur-unsur yang saling terkait, unsur-
unsur tersebut yaitu:
1) Saling ketergantungan positif
Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang
mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan
yang saling membutuhkan inilah yang dimaksudkan dengan saling
ketergantungan positif. Saling ketergantungan dapat dicapai
melalui; saling ketergantungan mencapai tujuan, saling
ketergantungan menyelesaikan tugas, saling ketergantungan bahan
atau sumber, dan saling ketergantungan peran.

2) Interaksi tatap Muka

Interaksi tatap muka yang akan memaksa siswa saling tatap muka
dalam kelompok sehingga mereka dapat berdialog. Dialog tidak
hanya dilakukan oleh guru, interaksi semacam itu sangat penting
karena siswa merasa lebih mudah belajar dengan sesamanya.

3) Keterampilan untuk menjalin hubungan sosial

Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan santun


terhadap teman, mengkritik ide (bukan mengkritik teman), berani
mempertahankan pikiran yang logis, tidak mendominasi orang lain,
mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam
menjalankan

13
Marjoko, Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS Melalui Model Cooperative Learning teknik Student Team
Achievement Division (STAD) di SMP Negeri 3 Cilacap, (Widyatama Vol. 5, No. 1, Maret 2008), h. 65
14
Anita Lie, Cooperative Learning (Jakarta: PT. Gramedia, 2008), hal. 91
hubungan pribadi tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja
diajarkan.

4) Pertanggung jawaban secara individual dan kelompok

Setiap kelompok bertanggung jawab untuk mencapai tujuan dalam


pembelajaran. Setiap anggota dalam tim diharuskan memberikan
kontribusi untuk kelompoknya dan memberikan bantuan dorongan
bagi siswa lain untuk menguasai bahan ajar. 15

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Eggen dan Kauchak dalam Trianto bahwa


pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi
pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi
16
untuk mencapai tujuan bersama. Selain itu pembelajaran
kooperatif juga disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan
partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap
kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan
belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya,
sehingga pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja
siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa
memahami konsep-konsep yang sulit, dan membantu siswa
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis. 17

Menurut Vygotsky dalam Heri Midiastutik menyatakan bahwa


pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif terhadap

15
Tonih Feronika, Buku Ajar Strategi Pembelajaran Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah: Jakarta, 2008, hal. 60
16
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Surabaya: Prestasi Pustaka,
2007), hal. 42
17
Effandi Zakaria dan Zanaton Iksan, Promoting Cooperative Learning in Science and Mathematics Education:
A Malaysian Perspective, Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, (Malaysia: Universitas
Kebangsaan, Selangor, 2007, 3(1), 35-39))
siswa yang rendah hasil belajaranya, karena siswa yang rendah
hasil belajarnya dapat meningkatkan motivasi, hasil belajar dan

1) Prestasi akademik (Academic Achievement)

Meskipun pembelajaran kooperatif mencakup bermacam-macam


objek-objek sosial, namun juga bertujuan memperbaiki prestasi
siswa pada tugas-tugas akademik yang penting. Selanjutnya
pembelajaran kooperatif dapat bermanfaat baik bagi siswa yang
berprestasi tinggi maupun rendah yang bekerja bersama-sama
dalam tugas-tugas akademik. Hal ini dapat terjadi karena siswa
yang prestasinya tinggi harus membantu yang rendah, sehingga
siswa yang berprestasi tinggi akan selalu berpikir untuk
menjelaskan pada temannya yang berprestasi rendah. Oleh karena
itu akan terjadi hubungan sosial diantaranya.
2) Penerimaan Perbedaan (Achievement of Diversity)
Maksudnya adalah penerimaan terhadap orang yang berbeda baik
ras, kebudayaan, kelas sosial, maupun kemampuan. Pembelajaran
kooperatif memberikan kesempatan pada siswa dengan bermacam-
macam latar belakang dan keadaan untuk mengerjakan tugas
bersama-sama.
3) Pengembangan Keterampilan Sosial (Social Skill Development)
Tujuannya adalah untuk mengajar keterampilan kerjasama siswa
dalam lingkungan sosial dan lingkungan yang banyak perbedaan
budaya.

c. Karakteristik pembelajaran kooperatif


Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa karakteristik yang
membedakannya dengan model pembelajaran lain. Perbedaan
tersebut dapat dilihat dari proses pembelajarannya yang lebih
menekankan pada proses kerjasama dalam kelompok, atau dalam
mencapai tujuan pembelajaran peserta didik secara teratur bekerja
sama dengan teman kelasnya. Berdasarkan karakteristiknya,
pembelajaran kooperatif memiliki karakteristik sebagai berikut: 18

1) Pembelajaran secara tim


Pembelajaran kooperatif dilakukan secara tim, sesama anggota
tim saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Atau dengan kata lain keberhasilan pembelajaran bukan
ditentukan oleh individu akan tetapi oleh tim. Anggota dalam
tim bersifat heterogen yang memiliki kemampuan akademik,
jenis kelamin, dan latar belakang yang berbeda. Hal ini
dimaksudkan agar setiap anggota kelompok dapat saling
memberikan pengalaman, saling memberi dan menerima,
sehingga diharapkan setiap anggota kelompok dapat
memberikan kontribusi terhadap keberhasilan kelompok.
2) Pembelajaran dengan manajemen kooperatif
Manajemen memiliki empat pilar fungsi manajemen, yaitu:
fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan
fungsi kontrol. Fungsi perencanaan memiliki makna bahwa
pembelajaran dilakukan secara terencana baik tujuannya, cara
mencapainya dan lain-lain. Fungsi perencanaan menunjukkan
bahwa pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai
dengan perencanaan, melalui langkah-langkah pembelajaran
yang sudah ditentukan dan disepakati bersama. Fungsi
organisasi dimaksudkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
pekerjaan bersama antar setiap anggota dalam kelompok, oleh
karenanya perlu diatur mekanisme tugas dan tanggung jawab
setiap anggota. Fungsi kontrol sangat penting dalam
pembelajaran ini, karenanya harus ditentukan kriteria
keberhasilan baik melalui tes maupun nontes.

18
Junaedi, dkk. 2008. Strategi pembelajaran edisi pertama. Learning Assistance Program For Islamic
Schools Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Surabaya: LAPIS-PGMI
3) Kemauan untuk bekerja sama
Kerja sama dalam kelompok tidak akan efektif manakala setiap
aggota tidak memiliki kemauan untuk bekerja sama atau secara
terpaksa, karena dalam tim bukan hanya ada pengaturan tugas dan
tanggung jawab setiap anggota tim, melainkan juga harus
ditanamkan dan ditumbuhkan kebersamaan dalam kelompok yang
bisa diwujudkan dalam bentuk saling membantu, saling
mengingatkan dan sebagainya.

2. Teknik Student Team Achievement Division (STAD)

a. Pengertian Teknik Student Team Achievement Division (STAD)


STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang
paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk
permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan
kooperatif. 19 Menurut Slavin, (1994) seperti yang dikutip Marjoko,
STAD dinyatakan sebagai berikut:
“Teams are composed of four or five students who represent a
cross-section of the class in terms of academic performance, sex,
and race or ethnicity. The major function of the team is to make
sure that all team member are learning, and, more specifically,
to prepare its member to do well on the quizzes. After the teacher
presents the material, the team meets to study worksheets or
other material. Most often, the study involves students discussing
problems together, comparing answers, and correcting any
misconceptions if teammates make mistake.”20

Maksudnya Tim disusun atas 4-5 siswa yang merupakan representasi


kelas yang variatif dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras
atau etnis. Fungsi utama tim ini adalah untuk meyakinkan bahwa
anggota-anggota tim belajar dan secara khusus untuk mempersiapkan
anggotanya untuk mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru
menjelaskan materi, tim bertemu untuk mempelajari lembar kerja atau

19
Robert E. Slavin, Cooperative Learning -Teori, Riset dan Pendekatan, (Terjemahan dari Nurulita, Bandung:
Nusa Media ,2008), hal. 143
20
Marjoko, Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS Melalui Model Cooperative Learning teknik Student Team
Achievement Division (STAD) di SMP Negeri 3 Cilacap, (Widyatama Vol. 5, No. 1, Maret 2008), h. 65
materi yang lain. Siswa mendiskusikan masalah bersama,
membandingkan jawaban dan memeriksa miskonsepsi jika tim
membuat kesalahan.
Pada pembelajaran kooperatif teknik STAD siswa belajar dan
membentuk sendiri pengetahuannya berdasarkan pengalaman dan
kerjasama setiap siswa dalam kelompoknya untuk menyelesaikan
tugas yang telah diberikan kepada mereka, pada pembelajaran ini
siswa dilatih untuk bekerjasama dan saling membantu memberikan
pengetahuannya terhadap tugas mereka sedangkan guru pada metode
pembelajaran ini berfungsi sebagai fasilitator yang mengatur dan
mengawasi jalannya proses belajar.

b. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Teknik STAD


STAD terdiri dari lima komponen utama yaitu: presentasi kelas,
tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim.Lima
komponen utama dalam pembelajaran kooperatif akan dijelaskan
sebagai berikut:21
1) Presentasi kelas

Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di


dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering
kali dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru.
Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran biasa hanyalah bahwa
presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit STAD.
Dengan cara ini, para siswa akan meyadari bahwa mereka harus benar-
benar memberi perhatian penuh selama proses pengajaran berlangsung,
karena dengan demikian akan membantu mereka mengerjakan kuis-
kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka.

21
Robert E. Slavin, Cooperative learning - teori, riset dan pendekatan, (Bandung: Nusa Media ,2008), hal. 143
2) Tim

Tim terdiri dari kelompok yang dibuat secara heterogen, baik dalam
hal prestasi akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama
dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar
belajar, dan lebih khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan
anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru
menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari lembar
kegiatan LKS atau materi lainnya. Tim ini memberikan dukungan
kelompok bagi kinerja akademik penting dalam pembelajaran, dan itu
adalah untuk memberikan perhatian dan respect yang mutual yang
penting untuk akibat yang dihasilkan seperti hubungan antar
kelompok, rasa harga diri, dan penerimaan terhadap siswa.
3) Kuis
Setelah siswa berlatih dalam kelompok, siswa diberi tes individu atau
kuis. Pada tahap ini siswa tidak diperkenankan untuk saling memberi
tahu atau bekerja sama dengan yang lain. Setiap siswa diharapkan
berusaha untuk bertanggung jawab secara individual untuk menjawab
soal tes dan memberikan hasil yang terbaik sebagai konstribusinya
kepada kelompok.
3) Skor kemajuan individual

Pemberian skor kemajuan individual bertujuan untuk memberikan


kesempatan bagi setiap siswa agar dapat menunjukkan gambaran
kinerja pencapaian tujuan dari hasil kerja maksimal setiap individu
yang disumbangkan untuk kelompoknya. Pengelolaan hasil kinerja
kelompok adalah skor awal, skor tes, skor peningkatan individu dan
skor kelompok. Jika ada peningkatan didapat dari kaitan skor awal
dan skor tes. Jika ada peningkatan atau penurunan maka akan diberi
poin tersendiri, dan skor untuk kelompok dikumpulkan dari
peningkatan seluruh anggota kelompok, dicatat dan dijumlahkan maka
itu akan menjadi skor kelompok. Contoh pemberian skor dapat dilihat
pada tabel 2.1.
Tabel 2. 1
Kriteria pemberian skor peningkatan individu22

No Skor tes Skor peningkatan


1 Lebih dari 10 poin di bawah 5
nilai awal
2 Antara 10 sampai 1 di bawah 10
nilai awal
3 Skor awal hingga 10 poin di 20
atasnya
4 Lebih dari 20 poin di atas 30
skor awal

4) Rekognisi tim

Pengakuan kelompok adalah pemberian predikat kepada masing-


masing kelompok. Predikat ini diperoleh dari skor kemajuan kelompok
yang diperoleh dengan melihat skor kemajuan kelompok yang
diperoleh dengan mengumpulkan kemajuan masing-masing anggota
kelompok. Berdasarkan kemajuan kelompok tersebut, guru
memberikan hadiah (award) berupa predikat kepada kelompok yang
memenuhi kriteria tertentu. Untuk menentukan tingkat penghargaan
yang diberikan untuk prestasi kelompok. Dapat dilihat pada tabel 2. 2

Tabel 2. 2
Perolehan skor dan penghargaan tim teknik STAD 23

No Perolehan skor Predikat


1 15 - 19 Good team
2 20 - 24 Great team
3 25 - 30 Super team

22
Robert E. Slavin, Cooperative learning ,(terjemahan): teori, riset dan pendekatan, (Bandung: Nusa Media
,2008), hal 159

23
Yatim, Riyanto, 2009. Paradigma baru pembelajaran: Sebagai referensi bagi pendidik dalam implementasi
pembelajaran yang efektif dan berkualitas. Jakarta: Kencana. Hal. 27
3. Teknik Jigsaw

a. Pengertian Teknik Jigsaw


Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot
Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian
diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins.
Menurut Arends, (1997) seperti yang dikutip oleh Novi
Emildadiany, menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif teknik
jigsaw adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari
beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas
penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi
tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya” 24
Sedangkan menurut Silberman dalam Sirih dan Muhammad,
menyatakan bahwa teknik jigsaw merupakan sebuah teknik yang
dipakai secara luas yang memiliki kesamaan dengan pertukaran dari
kelompok ke kelompok dengan suatu perbedaan penting setiap peserta
didik mengerjakan sesuatu. Setiap peserta didik mempelajari sesuatu
yang dikombinasikan dengan materi yang telah dipelajari oleh peserta
didik lain, kemudian dibuat suatu kumpulan pengetahuan. Dalam
setting jigsaw learning ini dijelaskan bahwa setiap peserta didik adalah
pengajar. Strategi ini memberikan kesempatan pada setiap peserta
didik untuk bertindak sebagai seorang pengajar terhadap peserta didik
lainnya.”25
Dalam teknik ini, guru memperhatikan latar belakang pengalaman
siswa dan membantu siswa mengaktifkan latar belakang ini agar bahan
pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan
sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak

24
Novi Emildadiany, Cooperative learning – teknik jigsaw, diakses dari http: //makalahku makalahmu.
Wordpress.com/2008/09/15/cooperative learning, Jumat, 22 Januari 2010.
25
Sirih, H.M. dan Muhammad Ali. Penerapan model pembelajaran tipe jigsaw dengan tongkat estafet untuk
meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar di SMP Negeri 2 Kendari. Jurnal MIPMIPA, Vol. 6, No.1,
Pebruari 2007:19-29, hal:23
kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan
keterampilan berkomunikasi. 26

b. Langkah – langkah Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw


Pembelajaran kooperatif teknik jigsaw adalah salah satu teknik
pembelajaan kooperatif yang mendorong siswa aktif, bertanggung
jawab dan saling membantu dalam menguasai materi untuk mencapai
prestasi yang maksimal. Dalam belajar model kooperatif teknik jigsaw
ini terdapat tahap-tahap dalam penyelenggaraannya antara lain: 27
1) Tahap pertama, siswa dikelompokkan dalam kelompok-kelompok
kecil. Pembentukan kelompok-kelompok siswa tersebut dapat
dilakukan oleh guru berdasarkan pertimbangan keheterogenannya.
Jumlah tiap kelompok yang tepat adalah sekitar 4-6 orang dengan
kondisi siswa yang heterogen baik dari segi kemampuan maupun
karakteristik lainnya.
2) Tahap kedua, setelah siswa dikelompokkan menjadi beberapa
kelompok disesuaikan dengan banyaknya materi yang akan
didiskusikan, maka di dalam jigsaw ini setiap anggota kelompok
ditugaskan untuk mempelajari materi tertentu. Kemudian siswa-siswa
atau perwakilan dari kelompoknya masing-masing bertemu dengan
anggota-anggota kelompok dari kelompok lain yang mempelajari
materi yang sama yang disebut dengan kelompok ahli.
3) Tahap ketiga, setelah masing-masing perwakilan tersebut dapat
menguasai materi yang ditugaskan, kemudian masing-masing
perwakilan tersebut kembali ke kelompok asalnya. Selanjutnya
masing-masing anggota tersebut saling menjelaskan pada teman satu
kelompoknya sehingga teman satu kelompoknya dapat memahami
materi yang ditugaskan guru.

26
Anita Lie, Cooperative Learning, (Jakarta: PT. Gramedia, 2008), hal. 69
27
Tonih Feronika, 2008. Buku ajar strategi pembelajaran kimia. Fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan UIN
Syarif hidayatullah Jakarta.
4) Tahap keempat, siswa diberikan tes/kuis oleh guru, hal tersebut
dilakukan untuk mengetahui apakah siswa sudah memahami suatu
materi dengan metode pembelajaran kooperatif jigsaw tersebut.
5) Setelah kuis selesai, maka dilakukan perhitungan skor
perkembangan individu dan skor kelompok. Skor individu dalam
setiap kelompok memberikan sumbangan pada skor kelompok
berdasarkan rentang skor yang diperoleh pada kuis sebelumnya dengan
skor terakhir. Stahl memberikan petunjuk perhitungan skor kelompok
pada tabel 2. 3 dan tabel 2. 4 berikut ini.

Tabel 2. 3
Skor Perkembangan Jigsaw

Skor kuis individu Skor perkembangan


Lebih dari 10 poin dibawah skor 0
awal
Antara 10 poin dibawah skor awal 10
sampai skor awal
1 sampai 10 poin diatas skor awal 20
Lebih dari 10 poin diatas skor awal 30
Nilai sempurna 40

Tabel 2. 4
Tingkat penghargaan kelompok Jigsaw

Rata-rata penghargaan kelompok Penghargaan


15 poin Good team
20 poin Great team
25 poin Super team
.
Berikut ini gambar pelaksanaan teknik jigsaw. 28

& $ @
& $ @
& $ @

& $ @ & $ @ & $ @

$ $ $ @ @ @
& & &

& $ @ & $ @
& $ @

Keterangan:
A = Kelompok yang dibentuk secara heterogen
B = Kelompok asal
C = kelompok ahli

Gambar 2. 1. Pelaksanaan Teknik Jigsaw

Perbedaan antara model pembelajaran kooperatif teknik STAD dan jigsaw


terdapat pada tabel 2. 5 berikut ini.
Tabel 2. 5
Perbandingan Pembelajaran Kooperatif Teknik STAD dan Teknik
jigsaw29

Aspek Teknik STAD Teknik Jigsaw


Tujuan sosial Kerja kelompok dan Kerja kelompok dan
kerja sama tanggung hawab

Struktur tim Tim–tim belajar Tim–tim belajar


heterogen heterogen beranggota
beranggota 4–5 4–5 orang, dan
orang menggunakan tim asal
dan tim ahli

Pemilihan topik Guru Guru


pelajaran

28
Novi Emildadiany, Cooperative learning – teknik jigsaw, diakses dari http: //makalahku makalahmu.
Wordpress.com/2008/09/15/cooperative learning, Jumat, 22 Januari 2010.
29
Sugiyanto, Model – model pembelajaran inovatif, (Yuma pressindo: Surakarta, 2010)
Aspek Teknik STAD Teknik Jigsaw
Tugas Utama Siswa Siswa menyelidiki
menggunakan berbagai materi
worksheet berupa dikelompok ahli,
LKS dan saling membantu anggota-
membantu dalam anggota di kelompok
menguasai materi asal untuk mempelajari
dalam belajar, berbagai materi, baik di
sedangkan pada saat LKS maupun pada saat
kuis individu, setiap kuis individu
siswa dilarang
untuk bekerja sama
dengan kelompok
maupun dengan
yang lain

4. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar


Hasil adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk sesuatu
yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha. Bila dikaitkan
dengan belajar berarti hasil menunjuk sesuatu yang dicapai oleh
seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu.
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur
yang paling fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan
jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil dan gagalnya
pencapaian tujuan pendidikan itu sangat tergantung pada proses belajar
yang dialami peserta didik, baik ketika ia berada di sekolah maupun di
lingkungan rumah atau keluarga sendiri. 30 Sedangkan menurut Howard
L. Kingsley seperti yang dikutip oleh Wasty Soemanto, definisi belajar
adalah sebagai berikut: 31
“Learning is the process by which behavior (in the broader
sense) is originated or changed through practice or training”

30
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan: dengan pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Edisi revisi,
2004) hal. 89
31
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, ( Jakarta : Rineka cipta, 2006),h. 104
Belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam artian luas)
ditimbulkan atau diubah melalui praktik atau latihan.
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan
penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil
belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan
siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan
belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan
membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan
kelas maupun individu.
Benjamin S. Bloom membagi tujuan pengajaran yang menjadi
acuan pada hasil belajar menjadi tiga bagian, yaitu ranah kognitif,
ranah afektif, dan psikomotorik. 32 Ranah kognitif yaitu hasil belajar
berdasarkan pemahaman konsep. Ranah afektif yaitu hasil belajar
berdasarkan sikap dan ranah psikomotorik yaitu hasil belajar
berdasarkan keterampilan/skill.
Kemampuan-kemampuan yang termasuk ranah kognitif oleh
Bloom dan kawan-kawan dikategorikan lebih rinci secara hierarkis ke
dalam enam jenjang kemampuan, yakni hafalan (ingatan) (C1),
pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan
evaluasi (C6).33
1) Hafalan (C1)
Jenjang hafalan (ingatan) meliputi kemampuan fakta, konsep,
prinsip, dan prosedur yang telah dipelajarinya.
2) Pemahaman (C2)
Jenjang pemahaman meliputi kemampuan menangkap arti dari
informasi yang diterima, misalnya dapat menafsirkan bagan,
diagram, atau grafik, menerjemahkan suatu pernyataan verbal ke
dalam rumusan matematis atau sebaliknya, meramalkan

32
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hal. 117
33
Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi,
(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), hal. 15-17
berdasarkan kecenderungan tertentu (ekstrapolasi dan interpolasi),
serta mengungkapkan suatu konsep atau prinsip dengan kata-kata
sendiri.
3) Penerapan (C3)
Yang termasuk jenjang penerapan adalah kemampuan menerapkan
prinsip, aturan, metode yang dipelajarinya pada situasi baru atau
pada situasi konkrit.
4) Analisis (C4)
Jenjang analisis meliputi kemampuan menguraikan suatu informasi
yang dihadapi menjadi komponen-komponennya sehingga struktur
informasi serta hubungan antar komponen informasi tersebut
menjadi jelas.
5) Sintesis (C5)
Yang termasuk jenjang sintesis ialah kemampuan untuk
mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah-pisah menjadi suatu
keseluruhan yang terpadu. Termasuk ke dalamnya merencanakan
eksperimen, menyusun karangan (laporan praktikum, artikel,
rangkuman), menyusun cara baru untuk mengklasifikasikan obyek-
obyek, peristiwa, dan informasi lainnya.
6) Evaluasi (C6)
Kemampuan pada jenjang evaluasi adalah kemampuan untuk
mempertimbangkan nilai suatu pernyataan, uraian, pekerjan
berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar


Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu:34
1) Faktor dari luar
Faktor dari luar terdiri dari dua bagian penting, yakni:

34
Abu Ahmadi, SBM (Strategi Belajar Mengajar – untuk fakultas Tarbiyah Komponen MKDK ), (Bandung:
Pustaka Setia, 2005),h. 105
a. Faktor environmental input (lingkungan)
Kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses dan hasil belajar.
Lingkungan ini berupa lingkungan fisik/alam dan lingkungan sosial.
Lingkungan fisik/alami termasuk di dalamnya adalah seperti
keadaan suhu, kepengepan udara, dan sebagainya. Belajar pada
keadaan udara yang segar, akan lebih baik hasilnya dari pada belajar
dalam keadaan udara yang panas dan pengap. Di Indonesia misalnya,
orang cenderung berpendapat bahwa belajar pada pagi hari lebih baik
hasilnya dari pada belajar pada siang atau sore hari.
Lingkungan sosial, baik yang berwujud manusia maupun hal-hal
lainnya, juga dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Seseorang
yang sedang belajar memecahkan soal yang rumit dan membutuhkan
konsentrasi tinggi, akan terganggu, bila ada orang lain yang mondar-
mandir di dekatnya, keluar masuk kamarnya, atau bercakap-cakap
yang cukup keras di dekatnya. Lingkungan yang lain, seperti suara
mesin pabrik, hiruk pikuk lalu lintas, gemuruhnya pasar, dan
sebagainya juga berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Karena
itulah disarankan agar lingkungan sekolah didirikan di tempat yang
jauh dari keramaian pabrik, lalu lintas dan pasar.
b. Faktor-faktor instrumental
Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan
penggunaannya dirancangkan sesuai dengan hasil belajar yang
diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai
sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah
direncanakan. Misalnya : Gedung perlengkapan belajar, alat-alat
praktikum, Perpustakaan, Kurikulum, Bahan/Program yang harus
dipelajari, dan pedoman-pedoman belajar lainnya.
2) Faktor dari dalam
Faktor dari dalam adalah kondisi individu atau anak yang belajar
itu sendiri. Faktor individu dapat dibagi menjadi dua bagian: 35

35
ibid, hal. 106
a. Kondisi fisiologi anak
Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima,
tidak dalam keadaan capai, tidak dalam keadaan cacat, dan
sebagainya, akan sangat membantu dalam proses dan hasil belajar.
b. Kondisi psikologis
Di bawah ini akan diuraikan beberapa faktor psikologis yang
dianggap utama dalam mempengaruhi proses dan hasil belajar,
diantaranya:
1) Minat
Minat sangat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Kalau
seseorang tidak berminat untuk mempelajari sesuatu, ia tidak dapat
diharapkan akan berhasil dengan baik dalam mempelajari hal
tersebut. Sebaliknya, kalau seseorang mempelajari sesuatu dengan
minat, maka hasil yang diharapkan akan lebih baik.
2) Kecerdasan
Telah menjadi pengertian yang relatif umum bahwa kecerdasan
memegang peranan besar dalam menentukan berhasil tidaknya
seseorang mempelajari sesuatu atau mengikuti sesuatu program
pendidikan. Orang yang lebih cerdas pada umumnya akan lebih
mampu belajar dari pada orang yang kurang cerdas. Kecerdasan
seseorang biasanya dapat diukur dengan menggunakan alat tertentu.
Hasil dari pengukuran kecerdasan biasanya dinyatakan dengan angka
perbandingan kecerdasan yang terkenal dengan sebutan Intelligence
Quotient (IQ).
3) Bakat
Selain kecerdasan, bakat merupakan faktor yang besar
pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar seseorang. Hampir
tidak ada orang yang membantah, bahwa belajar pada bidang yang
sesuai dengan bakat akan memperbesar kemungkinan berhasilnya
usaha itu.
4) Motivasi
Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu. Jadi. Motivasi untuk belajar adalah
kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Oleh
karena itu, meningkatkan motivasi belajar anak didik memegang
peranan penting untuk mencapai hasil belajar yang optimal.
5). Kemampuan-kemampuan kognitif
Tujuan belajar itu meliputi tiga aspek, yaitu aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik, namun tidak dapat diingkari bahwa
sampai sekarang pengukuran kognitif masih diutamakan untuk
menentukan keberhasilan belajar seseorang.

B. Hasil Penelitian Relevan


H. M. Sirih dan Muhammad Ali dalam jurnalnya yang berjudul
”Penerapan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw dengan Tongkat Estafet
untuk Meningkatkan Aktivitas Siswa dalam Proses Belajar Mengajar di
SMP Negeri 2 Kendari ” memberikan kesimpulan sebagai berikut: hasil
penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw dengan menggunakan tongkat estafet dapat meningkatkan
aktivitas dan tanggung jawab siswa. Kegiatan kelompok dalam berbagi
pengetahuan pada kelompok ahli dan kelompok asal, dan dapat
mengefektifkan penggunaan waktu dan pola pergerakan siswa serta alur
informasi baik dalam kelompok asal maupun kelompok ahli. Keberhasilan
penerapan model pembelajaran ini sangat dipengaruhi oleh bimbingan
guru dalam mengatur diskusi kelompok dan alur tongkat estafet yang
36
berisi informasi dalam kelompok ahli dan kelompok asal.
Suprapto Mukti Nugroho dalam jurnalnya yang berjudul ” Remedial
Teaching dengan Teknik Jigsaw Sebagai Pendukung Kurikulum 2004”
mendapatkan hasil penelitian bahwa implementasi (penerapan) remedial

36
H. M. Sirih dan Muhammad Ali. Penerapan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw dengan Tongkat Estafet untuk
Meningkatkan Aktivitas Siswa dalam Proses Belajar Mengajar di SMP Negeri 2 Kendari. Jurnal MIPMIPA, volume 6, No.
1, Pebruari 2007, hal. 18
teaching dengan teknik jigsaw ini cukup efektif untuk membantu
meningkatkan ketuntasan belajar siswa sehingga pada akhirnya akan
meningkatkan prestasi belajar siswa. 37
Mohammad Jamhari dalam jurnalnya yang berjudul ” Pengaruh
pemberian tugas rumah dikombinasikan dengan pembelajaran model
jigsaw terhadap hasil belajar IPA Biologi siswa SMPTN 21 Palu”,
mendapatkan kesimpulan bahwa pada hasil analisis data menunjukkan
thitung > ttabel , maka Ho: ditolak dan Ha : diterima. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pemberian
tugas rumah terhadap hasil belajar biologi. Indeks determinasi (R²) sebesar
0,818, artinya bahwa sumbangan pengaruh variabel X terhadap variabel Y
sebesar 81,8 %. Sedangkan sisanya 18, 2 % dipengaruhi oleh faktor lain.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian tugas rumah
dikombinasikan dengan pendekatan jigsaw memberikan sumbangan yang
berarti terhadap hasil belajar IPA biologi. 38
Marjoko dalam jurnalnya yang berjudul ” Peningkatan kualitas
pembelajaran IPS melalui model Cooperative learning teknik student team
achievement division (STAD) di SMP Negeri 3 Cilacap” didapat
kesimpulan bahwa siswa menunjukkan lebih aktif dalam proses
pembelajarannya, dengan bertanya, mengemukakan ide/pendapat,
berdiskusi, mencari sumber materi, bekerja secara kelompok/individu,
mempresentasikan hasil belajarnya dan mengumpulkan hasil
kerja/laporannya kepada guru.39
Heri Midiastutik dalam jurnalnya yang berjudul ” Meningkatkan
kualitas pembelajaran matematika pokok bahasan persamaan eksponen
dan logaritma melalui metode STAD siswa SMA Negeri 1 Krian
Kabupaten Sidoarjo”, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kualitas

37
Suprapto Mukti Nugroho, Remedial Teaching dengan Teknik Jigsaw Sebagai Pendukung Kurikulum 2004. Jurnal
Widya Tama. Volume 2, No. 3, September 2005, hal. 49
38
Jamhari, Mohammad. Pengaruh pemberian tugas rumah dikombinasikan dengan pembelajaran model jigsaw
terhadap hasil belajar IPA Biologi siswa SMPTN 21 Palu.. Jurnal Media Eksakta, Volume 2, Juli 2006, hal. 128
39
Marjoko, Peningkatan kualitas pembelajaran IPS melalui model Cooperative learning teknik student team
achievement division (STAD) di SMP Negeri 3 Cilacap. Jurnal Widyatama, Vol. 5, No.1, Maret 2008, hal. 63
pembelajaran menjadi meningkat setelah menerapkan metode STAD. 40
Hal ini senada dengan hasil penelitian Efi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Judul skripsinya perbedaan hasil belajar biologi
antara siswa yang diajar melalui pendekatan cooperative learning teknik
jigsaw dengan teknik STAD (sebuah eksperimen di MTS Al-Marwah
Teluk Naga Tangerang). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan antara hasil belajar biologi siswa yang diajar dengan
pendekatan pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw dan teknik STAD,
dengan nilai rata-rata N-gain kelas VIII-E yang diajarkan dengan
pendekatan pembelajaran kooperatif teknik jigsaw yaitu 3,14 dan nilai
rata-rata (mean) gain kelas VIII-C yang diajarkan dengan pendekatan
pembelajaran kooperatif teknik STAD yaitu 2,68 maka dapat dikatakan
bahwa hasil belajar kelas yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran
kooperatif teknik jigsaw lebih baik dibandingkan dengan kelas yang
diajarkan dengan pendekatan pembelajaran kooperatif teknik STAD. 41

C. Kerangka Pikir
Pelajaran biologi berkaitan dengan cara mencari tahu dan
memahami alam semesta secara sistematis, dalam pembelajaran biologi
siswa tidak hanya diharapkan mampu menguasai fakta-fakta, konsep-
konsep maupun prinsip-prinsip saja melainkan merupakan suatu proses
penemuan, sehingga dalam mengembangkan pembelajaran biologi di kelas
hendaknya ada keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran untuk
menemukan sendiri pengetahuan melalui interaksinya dalam lingkungan.
Sehingga untuk hal itu dalam proses pembelajaran seorang guru harus
dapat mengembangkan berbagai kemampuan siswa, seperti dengan
menerapkan proses belajar bersama dengan teman sebaya dan guru hanya
berperan sebagai fasilitator dan pembimbing. Dengan menerapkan

40
Heri Midiastutik , Meningkatkan kualitas pembelajaran matematika pokok bahasan persamaan eksponen dan
logaritma melalui metode STAD siswa SMA Negeri 1 Krian Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Vidya, volume 14 nomor 1,
Januari 2006, hal. 36
41
Efi, perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajar melalui pendekatan cooperative learning teknik
jigsaw dengan teknik STAD (sebuah eksperimen di MTS Al-Marwah Teluk Naga Tangerang),(Jakarta: skripsi UIN, 2007)
pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) dalam proses
pembelajaran di kelas, siswa diberi kesempatan bersama dengan teman-
teman sekelompoknya untuk saling belajar secara berkelanjutan, mereka
dibiasakan saling bekerjasama dalam proses belajar.
Pada pembelajaran kooperatif dengan teknik STAD siswa diberi
kesempatan untuk menemukan ide pokok pada suatu materi pelajaran
kemudian dibahas bersama secara berkelompok. Sedangkan peran guru
pada teknik ini adalah sebagai fasilitator, memberi penguatan dan
bimbingan pada siswa dalam berdiskusi, sehingga siswa tidak hanya
berpikir sendiri dan mempertanggung jawabkannya, tetapi juga berbagi
dalam pengetahuannya. Sedangkan pada teknik jigsaw siswa diberikan
kesempatan bukan hanya sekedar belajar tetapi juga saling mengajarkan
satu sama lain sehingga diharapkan siswa tidak hanya berpikir sendiri dan
mempertanggung jawabkannya, namun juga dapat saling berbagi dalam
proses transfer ilmu pengetahuan. Dengan demikian, diduga bahwa antara
hasil pembelajaran kooperatif dengan teknik STAD dan dengan
menggunakan teknik jigsaw memiliki perbedaan pengaruh terhadap hasil
belajar biologi siswa. Diharapkan Hasil belajar biologi siswa yang
diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik
jigsaw lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif
teknik STAD, karena pada teknik jigsaw siswa harus bertanggung jawab
terhadap penguasaan konsep yang telah diberikan, agar dapat menjelaskan
dan mengajarkan dengan baik dengan teman satu anggota asalnya yang
lain. Maka dari penjelasan tersebut dapat dibuat bagan sebagai berikut:
Teknik Proses
Student belajar
Team
Achievement
Division
Pembelajaran (STAD)
Cooperative Tes hasil
Learning balajar
Hasil belajar
Penghargaan Biologi siswa
kelompok

Teknik
Pertanggungjawaban
Jigsaw individu dalam
kelompok asal dan ahli

Kesempatan yang sama untuk


berhasil

Hasil Belajar Biologi Siswa dengan Teknik Jigsaw lebih


tinggi dibandingkan Hasil Belajar Biologi Siswa dengan
teknik STAD

Gambar 2. Kerangka Pikir


D. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan deskripsi teoritis dan kerangka pikir, maka hipotesis penelitian
yang diajukan dirumuskan sebagai berikut: Hasil belajar biologi siswa yang
diajarkan melalui model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw lebih baik
dibandingkan hasil belajar biologi siswa yang diajarkan melalui model
pembelajaran kooperatif teknik STAD.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di SMP Attaqwa 06 Bekasi pada


semester ganjil tahun pel ajaran 2010/2011.

B. Metode dan Desain Penelitian


Metode dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (quasi
experiment). Pemilihan metode penelitian ini dikarenakan kelas yang
dijadikan objek penelitian tidak memungkinkan pengontrolan secara ketat.
Jadi, penelitian harus dilakukan secara kondisional dengan tetap
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi validitas hasil penelitian.
Desain penelitian ini adalah membandingkan dua kelompok hasil belajar
biologi antara yang menggunakan model cooperative learning teknik student
team achievement division (STAD) dan model cooperative learning teknik
jigsaw. Oleh karena itu, penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian
42
kausal komparatif. Sebelum diberikan perlakuan, pada kedua kelompok
dilakukan pretest untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dasar siswa
pada konsep sistem pencernaan pada manusia. Kemudian keduanya diberikan
perlakuan yang berbeda, yaitu kelompok yang satu diterapkan model
cooperative learning teknik STAD, sedangkan kelompok yang lain diterapkan
model cooperative learning teknik jigsaw. Setelah diberikan perlakuan, pada
kedua kelompok dilakukan posttest untuk mengetahui sejauh mana
pengetahuan siswa terhadap konsep sistem pencernaan pada manusia. Desain
penelitiannya menggunakan Two Group, Pretest posttest design, 43 yang
digambarkan pada Tabel 3.1 berikut ini.

42
M. Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, (Bandund: Pustaka Setia,2009), hal. 92
43
Ibid, hal. 99
Tabel 3.1.
Desain penelitian
Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
KE STAD O1 X1 O2
KE Jigsaw O1 X2 O2

Keterangan:

KE STAD : Kelompok eksperimen teknik STAD


KE Jigsaw : Kelompok eksperimen teknik jigsaw
X1 : Perlakuan dengan perlakuan teknik STAD
X2 : Perlakuan dengan perlakuan teknik Jigsaw
O1 : Pemberian pretest
O2 : Pemberian posttest

Pada tabel 6 tersebut, X1 adalah perlakuan (treatment) berupa penerapan


model cooperative learning teknik student team achievement division
(STAD), sedangkan X2 adalah perlakuan (treatment) berupa penerapan model
cooperative learning teknik jigsaw.

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian peneliti dalam suatu
ruang lingkup dan waktu yang ditentukan. Populasi terbagi dua, yaitu populasi
target dan populasi terjangkau. Populasi target dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa SMP Attaqwa 06 Bekasi. Sedangkan populasi terjangkau adalah
seluruh siswa kelas VIII SMP Attaqwa 06 Bekasi.
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. 44 Sampel
penelitian adalah sebagian anggota populasi target yang diambil dengan
45
menggunakan teknik sampel purposive sampling. Pemilihan sampel
didasarkan atas karakteristik sampel yaitu dengan melihat nilai ujian atau hasil
belajar biologi sebelumnya yaitu kelas VIII 1 SMP Attaqwa 06 Bekasi
sebagai kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II yaitu kelas VIII II SMP
Attaqwa 06 Bekasi.

44
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal. 131

45
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal .128
D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah gejala yang bervariasi yang menjadi objek


penelitian, yaitu segala sesuatu yang menjadi objek pengamatan penelitian
atau faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti.
Dalam penelitian ini, variabel bebas dan terikatnya adalah:
Variabel bebas (X): Pembelajaran kooperatif teknik STAD dan jigsaw
Variabel terikat (Y): Hasil belajar

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data diperoleh melalui teknik tes berupa pilihan
ganda dan nontes berupa lembar observasi.

F. Instrumen Pengumpulan Data


1. Tes Objektif
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. 46
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil
belajar pada ranah kognitif dan afektif. Bentuk tes yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tes objektif yang berupa pilihan ganda. Masing-masing
item pada soal pilihan ganda terdiri 4 alternatif jawaban dengan satu jawaban
yang benar. Soal yang digunakan berjumlah 20 soal dari hasil uji validitas dan
reliabilitas, dengan aspek kognitif terdiri dari ingatan atau hafalan (C1),
pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4) . Soal yang digunakan
dalam penelitian berjumlah 20 soal yang telah diuji coba validitas dan
reliabilitasnya. Kisi-kisi instrumen penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.2
sebagai berikut ini.

46
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI), (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2006), Cet ke-XIII. h. 150.
Tabel 3.2. Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Aspek kognitif
No Indikator Sub C1 C2 C3 C4 Jumlah
konsep
1 Mendeskripsikan Fungsi dan 4 1, 2, 3, 5, 9 16
jenis makanan jenis zat *,8*,12, 7*,10, 6*,13*,
berdasarkan makanan
kandungan zat 15* 11*,16 14
yang ada di
dalamnya
2Membedakan antara Saluran 21, 25 18*, 17, 19, 23* 13
saluran dan
24,26*, 20*,22*,
pencernaan dan kelenjar
kelenjar pencernaan 28* 27*, 29*
pencernaan pada
sebagai manusia
penyusun sistem
pencernaan
manusia

3Mendata contoh Kelainan 31*, 35*, 30, 38* 36* 11


kelainan dan dan
32,33*, 37,39
penyakit pada penyakit
sistem pada 34, 40*
pencernaan yang pencernaan
biasa dijumpai pada
dalam kehidupan manusia
sehari-hari serta
upaya
mengatasinya
Jumlah 11 13 12 4 40

Keterangan:
C1 : Ingatan (recalling)
C2 : Pemahaman (comprehension)
C3: penerapan (application)
C4 : analisis (analysis) atau sintesis (syntesis)47

Nomor soal yang bertanda bintang (*) adalah nomor soal yang digunakan
dalam penelitian berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan.

47
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005),h. 117 - 121
2. Lembar Observasi

Teknik nontes dalam penelitian ini berupa observasi. Observasi adalah


metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara
sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu
atau kelompok secara langsung. 48 meliputi kegiatan pengamatan terhadap
suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Observasi dilakukan
untuk mengadakan pencatatan mengenai aktivitas siswa dalam belajar
mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik
STAD maupun jigsaw pada pembelajaran di kelas. Data yang diperoleh
dari lembar observasi bertujuan untuk mengetahui aktivitas siswa dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik STAD dan jigsaw.
Aktivitas siswa dalam belajar kelompok dikonversi ke dalam lima aspek,
yaitu rasa ingin tahu, keberanian berpendapat, saling menghargai,
bertanggung jawab dan bekerjasama dalam berkelompok. Skor yang
terdapat pada lembar observasi dibagi kedalam empat kategori , yaitu
sangat baik diberi skor 4, baik diberi skor 3, cukup diberi skor 2, dan
kurang diberi skor 1.

G. Kalibrasi Instrumen
Sebelum dilakukan pengambilan data, terlebih dahulu instrumen yang
akan digunakan diuji pada kelompok siswa yang dianggap sudah mengikuti
pokok bahasan yang akan disampaikan. Setelah itu instrumen diukur tingkat
validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda sehingga dapat
dipertimbangkan apakah instrumen tersebut dapat dipakai atau tidak.
1. Uji validitas
Suatu alat evaluasi dikatakan valid apabila alat tersebut mampu
mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Uji validitas adalah uji
kesanggupan alat penilaian dalam mengukur isi yang sebenarnya. Untuk
mengukur validitas soal dalam penelitian ini menggunakan rumus

48
M. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008),
h. 149
koefisien point biserial. Rumus yang digunakan adalah: 49
Mp Mt p
rpbi
SDt q
Keterangan:
rpbi : Koefisien korelasi
Mp : Mean responden yang menjawab benar
Mt : Mean secara keseluruhan
SDt : Standar deviasi
p : Proporsi responden yang menjawab benar
q : Proporsi responden yang menjawab salah 50

2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas alat penilaian adalah ketetapan alat tersebut dalam menilai apa
yang dinilainya. Uji reliabilitas untuk butir soal objektif dilakukan dengan
rumus Kuder Richardson atau yang dikenal dengan K-R 20, yaitu:51
2
2 X
X
n S2 pq 2 n
r11 = , dengan S =
n 1 S2 n

Keterangan:
r11 : Reliabilitas tes secara keseluruhan
p : Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q : Proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q=1-p)
∑pq : Jumlah hasil perkalian antara p dan q
n : Banyak item
S² : Standar deviasi dari tes

Kriteria validitas dan reliabilitas adalah sebagai berikut:


(a) Antara 0,81 sampai dengan 1,00 : sangat tinggi
(b) Antara 0,61 sampai dengan 0,80 : tinggi
(c) Antara 0,41 sampai dengan 0,60 : cukup
(d) Antara 0,21 sampai dengan 0,40 : rendah
(e) Antara 0,00 sampai dengan 0,20 : sangat rendah

3. Uji Tingkat Kesukaran


Bilangan yang menunjukan sukar atau mudahnya suatu soal disebut indeks
kesukaran. Untuk dapat mengukur tingkat kesukaran suatu soal digunakan
rumus:

50
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi aksara,2006), edisi revisi, hal. 79
51
Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Pustaka Setia,2009), edisi revisi, hal. 132
B
P=
JS
Keterangan:
P : Indeks kesukaran
B : Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
JS : Jumlah seluruh siswa peserta tes52

Klasifikasi indeks Kesukaran:


0.00-0.30 : soal termasuk kategori sukar
0.31-0.70 : soal termasuk kategori sedang
0.71-1.00 : soal termasuk kategori mudah

H. Teknik Analisis Data

1. Uji prasyarat analisis data (uji normalitas)


a. Uji kenormalan distribusi populasi
Uji normalitas data ini dilakukan untuk mengetahui apakah sampel
berdistribusi normal atau tidak. Uji kenormalan yang digunakan adalah
uji Lilifors.53
Lo = F(Zi) – S(Zi)

Keterangan:
Lo/Lobservasi : peluang mutlak tesebar
F(Zi) : peluang angka baku
S(Zi) : peluang angka baku

Kriteria pengujian:
Lhitung < Ltabel, data berdistribusi normal
Lhitung > Ltabel, data tidak berdistribusi normal

b. Uji homogenitas varians


Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara dua
keadaan atau populasi. Uji homogenitas yang digunakan adalah uji Fisher.
Dengan rumus yang digunakan yaitu:
2
S1 Varians terbesar n X 2 ( X )2
F= 2
, di mana S 2
S2 Varians terkecil n( N 1)
Keterangan:
F : Homogenitas
S12 : varians besar
S22 : varians terkecil

52
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi aksara,2006), edisi revisi, hal. 208
53
Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung: PT. Tarsito Bandung, 2005), h. 466
Adapun kriteria pengujiannya adalah:
1) Terima Ho jika harga Fhitung < Ftabel
2) Tolak Ho jika harga Fhitung > Ftabel = 0,05 dan derajat kebebasan

2. N-Gain
Menurut Meltzer untuk mengetahui peningkatan skor pretes dan
postes menggunakan rumus Normalized Gain.54
( skor posttest skor pretest )
N-Gain =
( skorideal skorpretest )

Menurut Hake Gain skor ternormalisasi menunjukan tingkat


efektivitas perlakuan dari pada perolehan skor atau postes. Terdapat tiga
kategorisasi perolehan skor gain ternormalisasi:
g-tinggi : nilai (<g>)>0,7
g-sedang: nilai 0,7 e”(<g>)e”0,3
g-rendah : nilai (<g>)<0,3

3. Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis digunakan Uji t.55
__ __
t = X 1 - X2
________
S√ 1 + 1
n1 n2

2 2
(n1 1) S1 (n2 1) S 2
Dengan S =
n1 n2 2
Keterangan:
X 1 : Rata-rata N-Gain kelas Jigsaw
X 2 : Rata-rata N-Gain kelas STAD
S12 : Variansi kelas Jigsaw
S22 : Variansi kelas STAD
n1 : Jumlah siswa kelas Jigsaw
n2 : Jumlah siswa kelas STAD

54
Richard R. Hake, Analyzing change (Gain scores, Department of physics, Indiana University, http:www.
List.asu.edu/cgi_bin/wa? = ind 9903 & L = aera_ d&p=6885>), diakses: 06/07/2010
55
Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung: PT. Tarsito Bandung, 2005), hal . 239
4. Hipotesis Statistik

Secara statistik hipotesis dinyatakan sebagai berikut:


Ho = µ1 < µ2
Ha = µ1 > µ2

Keterangan:
Ho = Hipotesis nihil
Ha = Hipotesis alternatif
µ1 = Hasil belajar biologi siswa yang menggunakan pembelajaran
kooperatif teknik jigsaw
µ2 = Hasil belajar biologi siswa yang menggunakan pembelajaran
kooperatif teknik STAD
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan data yang telah terkumpul, meliputi data skor pretest dan skor
posttest pada 69 siswa yang terdiri atas kelompok eksperimen dengan model
cooperative learning teknik STAD sebanyak 35 siswa dan kelompok
eksperimen dengan model cooperative learning teknik jigsaw sebanyak 34
siswa.
Kedua kelompok masing-masing diberi pretest dan dilakukan
implementasi pembelajaran biologi dengan model cooperative learning teknik
STAD dan teknik jigsaw. Pemberian pretest ini dilakukan dengan maksud
untuk mengukur pengetahuan awal siswa mengenai konsep sistem pencernaan
pada manusia. Kemudian pemberian posttest dilakukan setelah masing-
masing kelompok melakukan proses belajar mengajar dengan perlakuan yang
berbeda dan juga bertujuan untuk mengukur sejauh mana peningkatan hasil
belajar siswa dalam memahami konsep tersebut.
Instrumen soal yang diberikan pada masing-masing kelompok tersebut
berupa pilihan ganda sebanyak 20 soal dengan empat option, setelah dilakukan
uji coba instrumen yang bertujuan untuk mengetahui jumlah butir soal yang
valid dan tingkat reliabilitasnya. Adapun instrumen soal yang diuji cobakan
sebanyak 40 soal dan dilakukan di sekolah SMP Attaqwa 06, Bekasi. Hasil
pretest dan posttest diperoleh nilai N-gain untuk mengetahui adanya
peningkatan pemahaman konsep siswa. Untuk selanjutnya data-data yang
terkumpul dilakukan pengolahan data.

1. Deskripsi Data Eksperimen STAD


a. Data Pretest Kelas Eksperimen STAD
Berdasarkan data yang diperoleh melalui tes yang berbentuk soal pilihan
ganda sebanyak 20 butir, nilai pretest kelas eksperimen STAD memiliki
rentang atau sebaran 40 dengan nilai tertinggi 55 dan nilai terendah 15, dengan
banyaknya kelas 6 dan panjang kelas 7 sehingga diperoleh skor rata-rata
34,20, modus 32,92, dan median 35,5.56 Data tersebut disajikan dalam bentuk
Tabel distribusi frekuensi.
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Skor Pretest Siswa Kelas Eksperimen
STAD
Interval Batas Frekuensi Nilai Tengah Frekuensi
Kelas (fi) (Xi) Relatif
15 – 21 14,5 5 18 14.28 %
22 – 28 21,5 2 25 5.71 %
29 - 35 28,5 14 32 40 %
36 – 42 35,5 7 39 20 %
43 – 49 42,5 5 46 14. 28 %
50 - 56 49,5 2 53 5.71 %
Jumlah 35 100 %

Berdasarkan rata-rata frekuensi relatif hasil belajar biologi diketahui


bahwa berdasarkan rentang nilai yang diperoleh pada kelas eksperimen STAD
terbagi menjadi enam kelas interval. Pada kelas eksperimen STAD frekuensi
terbesar terdapat pada kelas interval 29 – 35 yaitu sebanyak empat belas siswa
atau 40 %. Frekuensi terendah terdapat pada kelas interval 22 – 28 dan 50 – 56
yaitu sebanyak dua orang atau 5,71 %.

b. Hasil Data Posttest Kelas Eksperimen STAD


Dari data yang diperoleh melalui tes yang berbentuk soal pilihan ganda
sebanyak 20 butir, nilai posttest kelas eksperimen STAD memiliki rentang
atau sebaran 45 dengan nilai tertinggi yaitu 85 dan nilai terendah 40, dengan
banyaknya kelas 6 dan panjang kelas 7 sehingga diperoleh skor rata – rata 67 ,

56
Lampiran 22, h. 166
modus 63,61 dan median 80,1. 57Data tersebut disajikan dalam bentuk Tabel
distribusi frekuensi.
Tabel 4. 2
Distribusi Frekuensi Skor Posttest Siswa Kelas Eksperimen
STAD
Interval Batas Frekuensi Nilai Frekuensi
Kelas (fi) Tengah Relatif
(Xi)
40 – 46 39,5 2 43 5.71 %
47 – 53 46,5 1 50 2.85 %
54 - 60 53,5 6 57 17.14%
61 – 67 60,5 10 64 28.57 %
68 – 74 67,5 5 71 14.28 %
75 – 81 74,5 9 78 25.71 %
82 - 88 81,5 2 85 5.71 %
Jumlah 35 100%

Berdasarkan distribusi frekuensi relatif hasil belajar biologi diketahui


bahwa berdasarkan rentang nilai yang diperoleh pada kelas eksperimen STAD
terbagi menjadi tujuh kelas interval. Pada kelas eksperimen STAD frekuensi
terbesar terdapat pada kelas interval 61-67 yaitu sebanyak sepuluh siswa atau
28,57%. Frekuensi terendah terdapat pada kelas interval 47-53 yaitu sebanyak
satu orang atau 2,85%.

c. Hasil Data N-gain Kelas Eksperimen STAD


Hasil gambaran subjek yang ada maka ditentukan nilai N-gain masing-
masing kelas. Berdasarkan rata-rata skor pretes dan posttest pemahaman
konsep, tingkat pemahaman konsep awal siswa adalah 34,20 sedangkan
tingkat pemahaman konsep akhir siswa adalah 67. Hal ini menunjukan

57
Lampiran 22, hal. 172
peningkatan pemahaman konsep siswa secara langsung tampak dari skor rata-
rata nilai N-gain sebasar 0,48 yang termasuk kategori sedang.58
Masing-masing nilai N-gain dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu
tinggi (G ≥ 0,70), sedang (0,30 ≤ G ≤ 0,70), dan rendah (G < 0,30). Berikut ini
adalah Tabel yang menunjukkan frekuensi dari ketiga kategori nilai N-gain
tersebut
Tabel 4. 3
Kategorisasi N-gain Kelas Eksperimen STAD
Kategorisasi Frekuensi
Tinggi 2
Sedang 33
Rendah -
Jumlah 35

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat hasil kategorisasi N-gain pada kelas
eksperimen STAD yang merupakan kategori siswa yang mempunyai nilai
dengan kategori tinggi 2 siswa, nilai kategori sedang 33 siswa dan nilai
dengan kategori rendah tidak terdapat pada satu siswapun di kelas eksperimen
STAD. Dengan demikian dapat diketahui bahwa siswa pada kelas eksperimen
STAD mempunyai hasil kategori N-gain yang sangat baik menggunakan
jawab

2. Deskripsi Hasil Data Eksperimen Jigsaw


a. Hasil Data Pretest Kelas Eksperimen Jigsaw
Dari data yang diperoleh melalui tes yang berbentuk soal pilihan ganda
sebanyak 20 butir, nilai pretest kelas eksperimen Jigsaw memiliki rentang atau
sebaran 40 dengan nilai tertinggi yaitu 55 dan nilai terendah 15, dengan
banyaknya kelas 6 dan panjang kelas 7 sehingga diperoleh skor rata – rata

58
lampiran 25, h. 189
36,53 , modus 32 dan median 36,77. 59Data tersebut disajikan dalam bentuk
Tabel distribusi frekuensi.

Tabel 4. 4
Distribusi Frekuensi Skor Pretest Siswa Kelas Eksperimen Jigsaw
Interval Batas Frekuensi Nilai Frekuensi
Kelas (fi) Tengah Relatif
(Xi)
15 – 21 14,5 4 18 11.76%
22 – 28 21,5 4 25 11.76%
29 - 35 28,5 11 32 32.35%
36 – 42 35,5 4 39 11.76%
43 – 49 42,5 3 46 8.82%
50 - 56 49,5 8 53 23.52%
Jumlah 34 100%

Berdasarkan distribusi frekuensi relatif hasil belajar biologi diketahui


bahwa berdasarkan rentang nilai yang diperoleh pada kelas eksperimen terbagi
menjadi enam kelas interval. Pada kelas eksperimen jigsaw, frekuensi terbesar
terdapat pada kelas interval 29-35 yaitu sebanyak sebelas siswa atau 32,35%.
Frekuensi terendah terdapat pada kelas interval 43-49 yaitu sebanyak tiga
siswa atau 8,82%.

b. Hasil Data Posttest Kelas Eksperimen Jigsaw


Dari data yang diperoleh melalui tes yang berbentuk soal pilihan ganda
sebanyak 20 butir, nilai posttest kelas eksperimen Jigsaw memiliki rentang
atau sebaran 35 dengan nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 55, dengan
banyaknya kelas 6 dan panjang kelas 6 sehingga diperoleh skor rata – rata
72,94, modus 86,02 dan median 87,5. 60Data tersebut disajikan dalam bentuk
Tabel distribusi frekuensi.

59
lampiran 22, h.176
60
lampiran 22, h. 180
Tabel 4. 5
Distribusi Frekuensi Skor Posttest Siswa Kelas Eksperimen Jigsaw
Interval Batas Frekuensi Nilai Frekuensi
Tengah
Kelas (f) Relatif
(Xi)
55 – 60 54,5 6 58 17.64%
61 – 66 60,5 5 63,5 14.70%
67 - 72 66,5 6 69,5 17.64%
73 – 78 72,5 5 75,5 14.70%
79 – 84 78,5 5 81,5 14.70%
85 – 90 84,5 7 87,5 20.58%
Jumlah 34 100%

Berdasarkan distribusi frekuensi relatif hasil belajar biologi diketahui


bahwa berdasarkan rentang nilai yang diperoleh pada kelas eksperimen terbagi
menjadi enam kelas interval. Pada kelas eksperimen jigsaw, frekuensi terbesar
terdapat pada kelas interval 85-90 yaitu sebanyak tujuh siswa atau 20,58%.
Frekuensi terendah terdapat pada kelas interval 61-66, 73 – 78, dan 79 – 84
yaitu sebanyak lima siswa atau 14,70%.

c. Hasil Data N-gain Kelas Eksperimen Jigsaw


Dari Hasil gambaran subjek yang ada maka ditentukan nilai N-gain
masing-masing kelas. Berdasarkan rata-rata skor pretes dan posttest
pemahaman konsep, tingkat pemahaman konsep awal siswa adalah 36,53
sedangkan tingkat pemahaman konsep akhir siswa adalah 72,94. Hal ini
menunjukan peningkatan pemahaman konsep siswa secara langsung tampak
dari skor rata-rata nilai N-gain sebasar 0,56 yang termasuk kategori sedang. 61
Masing-masing nilai N-gain dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu
tinggi (G ≥ 0,70), sedang (0,30 ≤ G ≤ 0,70), dan rendah (G < 0,30). Berikut ini
adalah Tabel yang menunjukkan frekuensi dari ketiga kategori nilai N-gain
tersebut.

61
lampiran 26, h. 191
Tabel 4. 6
Kategorisasi N-gain Kelas Eksperimen jigsaw
Kategorisasi Frekuensi
Tinggi 6
Sedang 28
Rendah -
Jumlah 34

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat hasil kategorisasi N-gain pada kelas
eksperimen jigsaw yang merupakan kategori siswa yang mempunyai nilai
dengan kategori tinggi 6 siswa, nilai kategori sedang 28 siswa dan nilai
dengan kategori rendah tidak terdapat pada satu siswapun di kelas eksperimen
jigsaw. Dengan demikian dapat diketahui bahwa siswa pada kelas eksperimen
jigsaw mempunyai hasil kategori N-gain yang sangat baik.

B. Teknik Analisis Data


Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji–t, maka
terlebih dahulu dilaksanakan pengujian prasyarat analisis data berupa uji
normalitas dan uji homogenitas.

1. Uji Normalitas
a. Hasil Uji Normalitas Pretest
Pengujian uji normalitas dilakukan terhadap dua buah data yaitu data
nilai pretest kelas VIII.1 sebagai kelompok eksperimen STAD dan data nilai
pretest kelas VIII.2 sebagai kelompok eksperimen jigsaw. Untuk menguji
normalitas kedua data digunakan rumus Uji Liliefors. Perhitungan uji
normalitas ini disajikan pada lampiran. 62 Berikut ini adalah hasil yang
diperoleh dari perhitungan tersebut.

62
lampiran 23, h. 182
Tabel 4. 7
Hasil Perhitungan Uji Normalitas Pretest Uji Liliefors
α Data Jumlah Lo Ltabel Kesimpulan
sampel (Lhitung)
Nilai Pretest 35 0,1411 0,1497 Data
0,05 eksperimen berdistribusi
STAD normal
Nilai Pretest 34 0,1205 0,1519 Data
eksperimen berdistribusi
jigsaw normal

Nilai Ltabel diambil berdasarkan nilai pada tabel nilai kritis L untuk uji
liliefors pada taraf signifikansi 5%. Kolom keputusan dibuat didasarkan pada
ketentuan pengujian hipotesis normalitas, yaitu jika Lo (Lhitung) < Ltabel maka
dinyatakan data berdistribusi normal. Sebaliknya jika Lo (Lhitung) > Ltabel maka
data dinyatakan tidak berdistribusi normal. Pada tabel tersebut terlihat bahwa
pada nilai Lo (Lhitung) kedua data lebih kecil dari nilai Ltabel, sehingga
dinyatakan bahwa kedua data berdistribusi normal.

b. Hasil Uji Normalitas Posttest


Pengujian uji normalitas dilakukan terhadap dua buah data yaitu data nilai
posttest kelas VIII.1 sebagai kelompok eksperimen STAD dan data nilai
posttest kelas VIII.2 sebagai kelompok eksperimen jigsaw. Untuk menguji
normalitas kedua data digunakan uji liliefors. Perhitungan uji normalitas ini
disajikan pada lampiran. 63 Berikut ini adalah hasil yang diperoleh dari
perhitungan tersebut.

63
ibid, h. 183
Tabel 4. 8
Hasil Perhitungan Uji Normalitas Posttest Uji Liliefors
α Data Jumlah Lo (Lhitung) Ltabel Kesimpulan
sampel
Nilai posttest 35 0,1389 0,1497 Data
0,05 eksperimen berdistribusi
STAD normal

Nilai posttest 34 0,1064 0,1519 Data


eksperimen berdistribusi
jigsaw normal

Nilai Ltabel diambil berdasarkan nilai pada tabel nilai kritis L untuk uji
liliefors pada taraf signifikansi 5%. Kolom keputusan dibuat didasarkan pada
ketentuan pengujian hipotesis normalitas, yaitu jika Lo (Lhitung) < Ltabel maka
dinyatakan data berdistribusi normal. Sebaliknya jika Lo (Lhitung) > Ltabel maka
data dinyatakan tidak berdistribusi normal. Pada tabel tersebut terlihat bahwa
pada nilai Lo (Lhitung) kedua data lebih kecil dari nilai Ltabel, sehingga
dinyatakan bahwa kedua data berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas
a. Hasil Uji Homogenitas Pretest
Sama halnya yang dilakukan pada uji normalitas, uji homogenitas juga
diperlukan sebagai uji prasyarat analisis statistik terhadap kedua data nilai
pretest. Pengujian homogenitas terhadap kedua data menggunakan Uji Fisher
yang disajikan pada lampiran. 64 Berikut ini adalah hasilnya.

Tabel 4. 9
Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Pretest
Data Nilai Nilai Nilai Ftabel Keputusan
Varians Fhitung
Nilai pretest
eksperimen 109,22
STAD 1,27 1,74 Kedua data

64
lampiran 24, h. 186
Nilai pretest homogen
eksperimen
139,22
Jigsaw

Sama halnya dengan penentuan keputusan pada uji normalitas, pada uji
homogenitas juga didasarkan pada ketentuan pengujian hipotesis homogenitas
yaitu jika nilai Fhitung < Ftabel maka dinyatakan bahwa kedua data memiliki
varians yang homogen, sebaliknya jika Fhitung > Ftabel maka dinyatakan
bahwa kedua data tidak memiliki varians yang homogen. Tampak bahwa hasil
perhitungan tersebut nilai Fhitung < Ftabel sehingga dinyatakan bahwa kedua
data memiliki varians yang homogen.

b. Hasil Uji Homogenitas Posttest


Sama halnya yang dilakukan pada uji normalitas, uji homogenitas juga
diperlukan sebagai uji prasyarat analisis statistik terhadap kedua data nilai
pretest. Pengujian homogenitas terhadap kedua data menggunakan Uji Fisher
yang disajikan pada lampiran. 65 Berikut ini adalah hasilnya.

Tabel 4. 10
Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Posttest
Data Nilai Nilai Nilai Keputusan
Varians Fhitung Ftabel
Nilai posttest 116,11
eksperimen
STAD 1,02 1,74 Kedua data
Nilai posttest 113,29 homogen
eksperimen
Jigsaw

Sama halnya dengan penentuan keputusan pada uji normalitas, pada uji
homogenitas juga didasarkan pada ketentuan pengujian hipotesis homogenitas
yaitu jika nilai Fhitung < Ftabel maka dinyatakan bahwa kedua data memiliki

65
lampiran 24, h. 187
varians yang homogen, sebaliknya jika Fhitung > Ftabel maka dinyatakan
bahwa kedua data tidak memiliki varians yang homogen. Tampak bahwa hasil
perhitungan tersebut nilai Fhitung < Ftabel sehingga dinyatakan bahwa kedua
data memiliki varians yang homogen.

C. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan
hasil belajar biologi siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif
teknik STAD dengan teknik Jigsaw .
Setelah melakukan uji normalitas dan uji homogenitas, diketahui
bahwa kedua kelompok eksperimen berdistribusi normal dan homogen, maka
dari itu pengujian hipotesis menggunakan “t” test . “t” test yang dilakukan
bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar biologi siswa yang
diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik STAD dengan teknik Jigsaw
pada konsep sistem pencernaan pada manusia. “t” test dilakukan dengan
membandingkan N-gain pada masing-masing kelompok eksperimen. Berikut
ini adalah hasilnya.

Tabel 4. 11
Hasil pengujian Hipotesis Nilai N-gain dengan “t test”
Kelompok Eksperimen STAD dan Jigsaw

Kelompok Jumlah dk _ thitung ttabel Keputusan


Eksperimen x
N-gain
STAD 35 67 0,49 2,08 2,00 Ha
Jigsaw 34 0,56 diterima
Dari hasil perhitungan, diperoleh t hitung sebesar 2,0866, dengan dk (derajat
kebebasan) sebesar 67 (35 + 34 – 2) tidak ada pada tabel sehingga
menggunakan dk yang mendekati yaitu 70 maka diperoleh t tabel pada taraf
signifikansi 0,05 sebesar 2,00.67
Karena didapat perhitungan N-gain kelompok eksperimen STAD dan
jigsaw thitung > ttabel (2,08 > 2,00). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat Ho
ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat perbedaan hasil belajar biologi siswa
yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik STAD dengan teknik
jigsaw .

D. Pembahasan Hasil Belajar


Berdasarkan pengujian hipotesis sebelumnya, dinyatakan bahwa terdapat
rata-rata hasil belajar biologi yang signifikan antara siswa yang menggunakan
teknik STAD dengan yang menggunakan teknik jigsaw. Perbedaan rata-rata
hasil belajar biologi antara kedua kelompok tersebut menunjukkan bahwa
pembelajaran dengan model cooperative learning teknik jigsaw lebih baik dari
pembelajaran dengan model cooperative learning teknik STAD. Karena
berdasarkan nilai rata-rata hasil belajar biologi siswa kelompok eksperimen
jigsaw sebesar 72,94 lebih tinggi dari pada nilai rata-rata biologi kelompok
eksperimen STAD sebesar 67. dengan menggunakan “t” test nilai N-gain
kedua kelompok tersebut diperoleh juga thitung > ttabel, yaitu 2,08 > 2,00, hal
ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar biologi siswa pada kelas
eksperimen jigsaw yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar biologi
siswa pada kelas eksperimen STAD.
Penelitian yang dilakukan dapat membuktikan bahwa terdapat perbedaan
hasil belajar biologi siswa antara yang diajarkan melalui teknik jigsaw dengan
teknik STAD. Hasil belajar biologi siswa yang diajarkan melalui teknik jigsaw
lebih baik dibandingkan teknik STAD. Hal ini dimungkinkan karena
pembelajaran kooperatif teknik jigsaw lebih banyak menekankan kepada

66
lampiran 28 , h. 195
67
ibid, h. 195
tanggung jawab pribadi sebagai kelompok ahli yang harus menguasai dan
mengajarkan serta memberikan pemahaman materi yang telah ia pelajari
kepada teman kelompoknya yang lain. Sehingga setiap siswa pada teknik ini
mempunyai tanggung jawab agar setiap kelompoknya dapat memahami materi
secara keseluruhan, sedangkan pada kelompok STAD tanggung jawab yang
diberikan adalah memahami dan menyelesaikan suatu tugas secara bersama-
sama.
Observasi yang dilakukan adalah untuk mengetahui kegiatan belajar
mengajar selama pembelajaran dengan menggunakan model cooperative
learning teknik STAD dan jigsaw. Guru bidang studi biologi dan teman
sebaya yang berperan sebagai observer/pengamat selama proses pembelajaran
berlangsung. Observasi yang dilakukan mengacu pada lembar observasi yang
telah dibuat sesuai dengan skenario yang telah dibuat sesuai dengan skenario
pembelajaran pada teknik STAD dan jigsaw. Hasil observasi dapat dilihat
pada lampiran.68
Dalam kedua pembelajaran tersebut, siswa yang biasanya belajar secara
individu, tanpa kompetisi dan penghargaan dicoba dikondisikan dengan
adanya kompetisi dan penghargaan yang menjadi motivasi bagi keberhasilan
belajar mereka, serta suasana pembelajaran dapat menjadi lebih hidup dan
bervariasi. Kedua pembelajaran ini juga dapat menciptakan suasana kegiatan
belajar mengajar yang baik, karena siswa tidak cepat merasa bosan dalam
belajar dan dapat meningkatkan rasa percaya diri tiap siswa karena siswa
dilatih untuk aktif berpendapat, menghargai perbedaan pendapat dan
termotivasi untuk meningkatkan prestasinya karena adanya persaingan dan
penghargaan yang diberikan.
Pada penelitian ini, penulis bertindak sebagai guru dalam pengajaran
model cooperative learning teknik STAD dan jigsaw di SMP Attaqwa 06
Bekasi. Penelitian ini dilakukan selama tiga kali pertemuan pada konsep
sistem pencernaan pada manusia yang dilaksanakan pada dua kelas
eksperimen, yaitu kelas VIII-I berjumlah 35 siswa yang diajarkan dengan

68
Lampiran 21, h. 164
model pembelajaran cooperative learning teknik STAD, dan kelas VIII-II
berjumlah 34 siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran cooperative
learning teknik jigsaw. Adapun posisi peneliti adalah sebagai motivator dan
fasilitator bagi seluruh kelompok pada kelas eksperimen STAD dan jigsaw.
Jika terdapat hal-hal dari kegiatan belajar yang belum dimengerti oleh siswa
dalam kelompok, sehingga setiap kelompok tidak dapat memecahkan solusi
dari permasalahan secara bersama, peran guru disini harus memberikan arahan
yang lebih baik lagi kepada kelompok yang belum mengerti agar memahami
tentang kegiatan belajar yang diberikan. Peran guru dalam kegiatan belajar
bukan sebagai pemberi materi total dari awal sampai akhir seperti yang
dilakukan oleh sebagian guru dalam menerangkan ke siswa, tetapi sebagai
motivator dan fasilitator bagi seluruh kelompok
Prosedur yang dijalankan oleh penulis yang bertindak sebagai guru dalam
pengajaran model cooperative learning teknik STAD diantaranya diawali
dengan membentuk kelompok yang terdiri dari 4 -5 siswa yang telah dibuat
oleh guru secara heterogen, kemudian Guru menyampaikan materi dasar
mengenai konsep pencernaan pada manusia kepada seluruh siswa dalam
kelompok, membagikan lembar kerja pada setiap kelompok, meminta
kelompok untuk mengadakan diskusi kelompok untuk menjawab lembar kerja
siswa dan siswa saling mengajarkan kepada teman sekelompoknya,
mempersilahkan setiap kelompok untuk mengumpulkan lembar kerja siswa
(LKS), dan pada tahap akhir Guru memberikan tes secara individu kepada
siswa, selama tes individu berlangsung siswa diperkenankan untuk tidak
bekerjasama dalam kelompok.
Sedangkan prosedur yang dijalankan oleh penulis yang bertindak sebagai
guru dalam pengajaran model cooperative learning teknik jigsaw adalah
diawali dengan membentuk kelompok yang terdiri dari 4 -5 siswa yang telah
dibuat oleh guru secara heterogen yang dijadikan sebagai tim asal, kemudian
membentuk tim ahli dengan membagikan materi yang berbeda-beda kepada
tim asal, menyuruh siswa untuk berdiskusi tentang materi yang sama dalam
kelompoknya masing-masing kepada tim ahli agar saling membantu
memahami materi yang diberikan bersama-sama. Setelah diskusi masing-
masing kelompok tim ahli selesai, meminta masing-masing siswa untuk
kembali ke tim asalnya untuk saling menjelaskan pada teman satu
kelompoknya sehingga teman satu kelompoknya dapat memahami materi
yang ditugaskan guru, kemudian guru memberikan tes individu berupa kuis
kepada siswa, yang hasilnya digunakan untuk menentukan skor peningkatan
individu. Pada tahap ini siswa tidak diperkenankan untuk saling memberitahu
atau bekerjasama dengan yang lain.
Sama halnya dengan teknik jigsaw pada teknik STAD pun guru
memberikan hadiah sebagai penghargaan kepada siswa dan kelompok yang
berprestasi baik dalam hasil belajar, kerjasama, keaktifan maupun tanggung
jawab dalam melakukan tugas dan menghargai pendapat orang lain.
Pertemuan pertama pada kelas eksperimen STAD, aktivitas siswa
mengerjakan LKS secara kelompok didapatkan nilai rata-rata 67,85.69 Pada
tahap ini termasuk kategori cukup karena siswa belum terbiasa belajar
kelompok yang dilakukan dengan menggunakan teknik STAD. Pada
pertemuan kedua didapatkan nilai rata-rata mengerjakan LKS sebesar 71,42.
Pada tahap ini termasuk kategori baik karena siswa sudah mulai bekerjasama
dengan baik dalam mengerjakan LKS dalam kelompok dan mulai terbiasa
belajar kelompok menggunakan teknik STAD. Pada pertemuan ketiga
didapatkan nilai rata-rata mengerjakan LKS sebesar 80,71. 70 Pada tahap ini
termasuk kategori sangat baik karena siswa sudah bekerjasama dengan
sangat baik dalam mengerjakan LKS dalam kelompok dan mulai terbiasa
belajar kelompok menggunakan teknik STAD. Hal ini sesuai dengan data
hasil observasi pada kelas eksperimen STAD tersebut pada aspek kerja sama
pada indikator bekerja sama dengan baik dalam setiap kegiatan kelompok dan
saling membantu dalam menyelesaikan tugas yang diberikan mendapatkan
nilai rata-rata sebesar 92,8%.71 Berarti siswa sangat baik dalam bekerjasama
dan saling membantu dalam mengerjakan LKS dalam kelompok. Sesuai

69
Lampiran 20, h. 163
70
Ibid, h. 163
71
Lampiran 21, h. 164
dengan dengan hasil penelitian Marjoko yang menyatakan bahwa
pembelajaran cooperative learning teknik STAD dapat meningkatkan kerja
sama dalam kelompok.72 Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Heri Midiastutik yang menyatakan bahwa pembelajaran cooperative
73
learning teknik STAD dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
Sedangkan menurut Scott Armstrong dalam penelitiannya menyatakan bahwa
model pembelajaran kooperatif teknik STAD selain dapat meningkatkan kerja
sama juga dapat mencapai tujuan pembelajaran yaitu dapat meningkatkan
hasil belajar siswa. 74
Pertemuan pertama pada kelas eksperimen jigsaw, aktivitas siswa
mengerjakan LKS secara kelompok didapatkan nilai rata-rata 75.75 Pada tahap
ini termasuk kategori baik karena setiap siswa sudah mempunyai rasa
tanggung jawab terhadap materi yang telah dibagikan kepada guru sebelum
siswa tersebut kembali ke tim asalnya. Pada pertemuan kedua didapatkan nilai
rata-rata mengerjakan LKS sebesar 86,4. Pada tahap ini termasuk kategori
baik karena siswa sudah mulai terbiasa belajar kelompok menggunakan
teknik jigsaw. Pada pertemuan ketiga didapatkan nilai rata-rata mengerjakan
LKS sebesar 95,7. 76 Pada tahap ini termasuk kategori sangat baik karena
siswa sudah sangat baik dalam mengerjakan LKS dalam kelompok dan mulai
terbiasa belajar kelompok menggunakan teknik jigsaw. Hal ini sesuai dengan
data hasil observasi pada kelas eksperimen tersebut pada aspek tanggung
jawab pada indikator bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan
mendapatkan nilai rata-rata sebesar 95% dan bertanggung jawab terhadap
pembagian tugas yang diberikan mendapatkan nilai rata-rata sebesar 85%.77
Berarti siswa sangat baik dalam hal bertanggung jawab terhadap tugas yang

72
Marjoko, Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS Melalui Model Cooperative Learning teknik Student Team
Achievement Division (STAD) di SMP Negeri 3 Cilacap, (Widyatama Vol. 5, No. 1, Maret 2008), hal. 63
73
Heri Midiastutik , Meningkatkan kualitas pembelajaran matematika pokok bahasan persamaan eksponen dan
logaritma melalui metode STAD siswa SMA Negeri 1 Krian Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Vidya, volume 14 nomor 1,
Januari 2006, hal. 36
74
Scott Armstrong, student teams achievement divisions (STAD) in a twelfth grade classroom: Effect on student
achievement and attitude, (Journal of Social Studies Research: Student Teams Achievement Division,
http://findarticles.com/p/articles/mi_qa3823/is_199804/ai_n8783828/print, 2008), h. 1

75
Lampiran 20, h. 163
76
Ibid , h. 163
77
Lampiran 21, h. 165
diberikan dan bertanggung jawab terhadap pembagian tugas yang diberikan.
Sesuai dengan dengan hasil penelitian Saila Mahdina Basya yang menyatakan
bahwa pembelajaran cooperative learning teknik jigsaw dapat meningkatkan
rasa tanggung jawab siswa dan memberikan dampak positif bagi hasil belajar
siswa. 78 Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suprapto
Mukti Nugroho yang menyatakan bahwa pembelajaran cooperative learning
teknik jigsaw ini cukup efektif untuk membantu meningkatkan ketuntasan
belajar siswa sehingga pada akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar
siswa. 79 Sirih dan Muhammad Ali dalam penelitiannya juga memberikan
kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw
dengan menggunakan tongkat estafet dapat meningkatkan aktivitas dan
tanggung jawab siswa bekerja kelompok dalam berbagi pengetahuan pada
kelompok ahli dan kelompok asal serta dapat mengefektifkan penggunaan
waktu dan pola pergerakan siswa serta alur informasi baik dalam kelompok
asal maupun kelompok ahli. 80
Berdasarkan hasil belajar biologi menyatakan bahwa nilai rata-rata siswa
pada kelas jigsaw lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelas STAD. Pada
kelas jigsaw nilai rata-rata sebesar 72,94.81 Pada kelas STAD nilai rata-ratanya
sebesar 67.82 Berdasarkan perolehan kategori N-gain pada kelas STAD yang
merupakan kategori rendah 0, kategori sedang 33 dan tinggi 2 (tabel 4.3).
Sedangkan perolehan N-gain pada kelompok jigsaw merupakan kategori
rendah 0, kategori sedang 28 dan tinggi 6 (tabel 4.6). Hal ini menunjukkan
bahwa pada kelas jigsaw siswa cenderung mendapat nilai yang lebih tinggi
dari pada kelas STAD.
Berdasarkan perhitungan pengujian hipotesis menunjukkan “t” test
didapatkan thitung = 2,08 dengan dk (derajat kebebasan) sebesar 67 (35 + 34 –

78
Saila Mahdina Basya , Perbandingan hasil belajar kimia siswa antara yang menggunakan pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw dan pembelajaran konvensional (studi kasus di Ponpes Darunnajah Ulujami Jakarta Selatan),
(Jakarta: skripsi UIN, 2007).
79
Suprapto Mukti. Nugroho, Remedial Teaching dengan Teknik Jigsaw Sebagai Pendukung Kurikulum 2004. Jurnal
Widya Tama. Volume 2, No. 3, September 2005, hal. 49
80
H.M. Sirih dan Muhammad Ali, Penerapan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw dengan Tongkat Estafet untuk
Meningkatkan Aktivitas Siswa dalam Proses Belajar Mengajar di SMP Negeri 2 Kendari, (Jurnal MIPMIPA, Vol. 6, No. 1,
Pebruari 2007), hal. 20
81
Lampiran 22,h. 180
82
Lampiran 22, h. 172
2) tidak ada pada tabel sehingga menggunakan dk yang mendekati yaitu 70
maka diperoleh t tabel pada taraf signifikansi 0,05 sebesar 2,00. Jika
dibandingkan t hitung dengan ttabel maka thitung > ttabel . Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat perbedaan hasil
belajar biologi siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik
STAD dengan teknik jigsaw. Hal ini senada dengan hasil penelitian Efi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul skripsinya
perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajar melalui pendekatan
cooperative learning teknik jigsaw dengan teknik STAD (sebuah eksperimen
di MTS Al-Marwah Teluk Naga Tangerang). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara hasil belajar biologi siswa
yang diajar dengan pendekatan pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw dan
teknik STAD, dengan nilai rata-rata N-gain kelas VIII-E yang diajarkan
dengan pendekatan pembelajaran kooperatif teknik jigsaw yaitu 3,14 dan nilai
rata-rata (mean) gain kelas VIII-C yang diajarkan dengan pendekatan
pembelajaran kooperatif teknik STAD yaitu 2,68 maka dapat dikatakan bahwa
hasil belajar kelas yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran kooperatif
teknik jigsaw lebih baik dibandingkan dengan kelas yang diajarkan dengan
pendekatan pembelajaran kooperatif teknik STAD. 83

E. Keterbatasan Penelitian
Penulis menyadari penelitian ini belum sempurna. Karena penelitian
ini masih mempunyai beberapa keterbatasan salah satunya adalah penelitian
ini hanya ditujukan untuk mata pelajaran biologi pada konsep sistem
pencernaan pada manusia, sehingga belum bisa digeneralisasikan pada konsep
yang lain.

83
Efi, perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajar melalui pendekatan cooperative learning teknik
jigsaw dengan teknik STAD (sebuah eksperimen di MTS Al-Marwah Teluk Naga Tangerang),(Jakarta: skripsi UIN, 2007)
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Hasil belajar biologi antara siswa yang diajarkan melalui pembelajaran
kooperatif teknik STAD dan teknik jigsaw pada konsep sistem
pencernaan pada manusia berbeda.
2. Model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw lebih baik dibandingkan
dengan teknik STAD
3. Terdapat perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajarkan
melalui pembelajaran kooperatif teknik STAD dan teknik jigsaw pada
sebelum dan sesudah penelitian berlangsung akibat dari kedua perlakuan.

B. Saran
Saran-saran agar proses pembelajaran dengan model pembelajaran
cooperative learning teknik STAD dan jigsaw dapat berhasil dengan baik,
yakni:
1. Manajemen waktu yang baik dalam penerapan setiap metode, yang akan
memberikan dampak yang positif pula terhadap hasil belajar yang ingin
dicapai.
2. Penelitian dengan model pembelajaran cooperative learning teknik STAD
dan jigsaw masih perlu ditindak lanjuti dengan penelitian yang lebih
komprehensif, baik dari segi variabel penelaahannya maupun pilihan
setting persekolahannya.
3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah penerapan
model pembelajaran kooperatif (cooperatif learning) teknik STAD dan
teknik jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar biologi siswa pada aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa pada konsep lain.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu , SBM (Strategi Belajar Mengajar – untuk fakultas Tarbiyah


Komponen MKDK ), (Bandung: Pustaka Setia, 2005)

Arikunto, Suharsimi , Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,


2005

_________________, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi


Revisi VI), (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), Cet ke-XIII

Efi, perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajar melalui pendekatan
cooperative learning teknik jigsaw dengan teknik STAD (sebuah eksperimen
di MTS Al-Marwah Teluk Naga Tangerang),(Jakarta: skripsi UIN, 2007)

Emildadiany, Novi, Cooperative learning – teknik jigsaw, diakses dari http:


//makalahku makalahmu. Wordpress.com/2008/09/15/cooperative learning,
Jumat, 22 Januari 2010.

Feronika, Tonih, Buku ajar strategi pembelajaran kimia (Fakultas ilmu tarbiyah
dan keguruan UIN Syarif hidayatullah Jakarta, 2008)

Hake, Richard R. Analyzing change (Gain scores, Department of physics, Indiana


University, http:www. List.asu.edu/cgi_bin/wa? = ind 9903 & L = aera_
d&p=6885>)

Jamhari, Mohammad. Pengaruh pemberian tugas rumah dikombinasikan dengan


pembelajaran model jigsaw terhadap hasil belajar IPA Biologi siswa
SMPTN 21 Palu.. Jurnal Media Eksakta, Volume 2, Juli 2006

Junaedi, dkk. 2008. Strategi pembelajaran edisi pertama. Learning Assistance


Program For Islamic Schools Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah,
Surabaya: LAPIS-PGMI.

Lie, Anita . Cooperative Learning (Jakarta: PT. Gramedia, 2008)

Mahdina Basya, Saila , Perbandingan hasil belajar kimia siswa antara yang
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan pembelajaran
konvensional (studi kasus di Ponpes Darunnajah Ulujami Jakarta Selatan),
(Jakarta: skripsi UIN, 2007).

Margono, S, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007)

Marjoko, Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS Melalui Model Cooperative


Learning teknik Student Team Achievement Division (STAD) di SMP Negeri
3 Cilacap, (Widyatama Vol. 5, No. 1, Maret 2008)
Midiastutik, Heri , Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika Pokok
Bahasan Persamaan Eksponen dan Logaritma Melalui Metode STAD siswa
SMA Negeri 1 Krian Kabupaten Sidoarjo. Vidya, Volume 14 Nomor 1,
2006
Nugroho , Suprapto Mukti, Remedial Teaching dengan teknik jigsaw sebagai
pendukung kurikulum 2004.(jurnal widyatama, vol 2 No 3, September 2005)

Pengawas Sekolah Pendidikan Menengah. Kompetensi Supervisi Akademik 03-


B5. Strategi Pembelajaran dan Pemilihannya. Direktorat Tenaga
Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional 2008.

Purwanto, Ngalim , Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung:


Remaja Rosdakarya, 2008)

Riyanto, yatim, 2009. Paradigma baru pembelajaran: Sebagai referensi bagi


pendidik dalam implementasi pembelajaran yang efektif dan berkualitas.
Jakarta: Kencana. Hal. 27

Ruhadi. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Salah Satu Alternatif dalam
Mengajarkan SAINS IPA yang menggunakan Kurikulum Berbasis
Kompetensi. (Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, September 2008, Volume 6,
Nomor 1)

Scot Armstrong,, Student Teams Achievement Divisions (STAD) in a twelfth grade


classroom: Effect on student achievement and attitude, Journal of Social
Studies Research: Student Teams Achievement Divisions, (University of
Southern Mississippi, 2008)

Sirih, H.M. dan Muhammad Ali. Penerapan model pembelajaran tipe jigsaw
dengan tongkat estafet untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam proses
belajar mengajar di SMP Negeri 2 Kendari. Jurnal MIPMIPA, Vol. 6, No.1,
Pebruari 2007:19-29, hal:23

Slavin, Robert E ,Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktek, (Bandung:


Nusa Media, 2009), Cet IV.

Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan, ( Jakarta : Rineka cipta, 2006)

Sofyan, Ahmad dan Tonih Feronika, M.Pd dan Burhanudin Milama, M.Pd,
Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2006)

Suasti, Yurni . Upaya Peningkatan Kreativitas Siswa SMU Pembangunan UNP


Melalui Modifikasi Cooperative learning Model Jigsaw, (Jurnal
Pembelajaran, No.04, Desember 2003)
Subana, M dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, (Bandund: Pustaka
Setia,2009)

Sudijono, Anas .Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010),


edisi ke-21

Sudjana, Metoda Statistik, ed. Ke-6. (Bandung: Tarsito, 1996)

Sugiyanto, Model – model pembelajaran inovatif, (Yuma pressindo: Surakarta,


2010)

Syah,, Muhibbin , Psikologi Pendidikan: dengan pendekatan Baru, (Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya, Edisi revisi, 2004)

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik,


(Surabaya: Prestasi Pustaka, 2007)

Zakaria, Effandi dan Zanaton Iksan, Promoting Cooperative Learning in Science


and Mathematics Education: A Malaysian Perspective, Eurasia Journal of
Mathematics, Science & Technology Education, (Malaysia: Universitas
Kebangsaan, Selangor, 2007, 3(1), 35-39))

Вам также может понравиться