Вы находитесь на странице: 1из 13

ANALISIS STRUKTUR DAN MAKNA UNSUR ALAM DALAM PUISI KANASHIKI

GANGU KARYA ISHIKAWA TAKUBOKU

Anak Agung Putri Dwintya, Komang Ayu Sumesti, I Gede Raga Wiguna, Oktavia Firdausi,
Ni Made Dwi Agustini, Wayan Galang Ading Ardika, Lili Eka Rastra Sewakotama, Made
Rai Kecyava, Ahmad Fakhri Islami
PS Sastra Jepang, FIB, Universitas Udayana, Bali, Indonesia
[putridwntya1105@gmail.com], [komangayusumesti513@gmail.com],
[ragawiguna5@gmail.com], [oktachan137@gmail.com], [agustinidwi085@gmail.com],
[galangading2yahoo.com], [lilieka.rastra@gmail.com], [raikecyava@gmail.com],
[ahmad13islami@gmail.com]

Abstract

Japan is a country in East Asia which is famous for its traditional culture both dance and
poetry. Poetry has been around for a long time in Japan known as waka or traditional
Japanese poetry, but after the Meiji restoration Japanese writers who were influenced by
western culture wished to make some different poetry with traditional Japanese poetry.
Ishikawa Takuboku was a modern Japanese writer who created a poem called Kanashiki
Gangu which he made to express the sadness that he felt but could not be expressed to people.
This research is intended to analyze the poem by Ishikawa through a semiotic study that is
interpreting the meaning of the natural elements that emerged from Ishikawa's poem using
A theory and analyzing the structure using Djojosuroto's (2005) theory. The results of this
study are the discovery of physical structures in the form of diction, imaging, poetry and
figurative language. For the inner structure of themes, feelings, and commission. In addition,
three natural elements were found in the poem.

Keywords: Modern Poetry, Ishikawa Takuboku, Semiotic Study, Structural

Abstrak
Jepang merupakan negara di Asia Timur yang terkenal akan budaya tradisionalnya baik
tarian maupun puisi. Puisi sudah ada sejak lama di Jepang yang dikenal sebagai waka
atau puisi tradisional Jepang, tetapi setelah restorasi Meiji para sastrawan Jepang yang
mendapat pengaruh budaya barat berkeinginan untuk membuat puisi yang berbeda
dengan puisi tradisional Jepang. Ishikawa Takuboku merupakan sastrawan modern
Jepang yang menciptakan puisi berjudul Kanashiki Gangu yang ia buat untuk
mengungkapkan kesedihan yang dia rasakan namun tidak bisa diutarakan kepada orang.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis puisi karya Ishikawa tersebut melalui
kajian semiotik yaitu menafsirkan maksud dari unsur alam yang muncul dari puisi
Ishikawa tersebut menggunakan teori A dan menganalisis struktur menggunakan teori
Djojosuroto (2005). Hasil dari penelitian ini yaitu ditemukannya struktur fisik berupa
diksi, pencitraan, persajakan dan majas. Untuk struktur batin tema, perasaan dan
amanat. Selain itu, ditemukan tiga unsur alam yang terdapat pada puisi tersebut.
Kata Kunci : Puisi Modern, Ishikawa Takuboku, Kajian Semiotik, Struktural
1. Latar Belakang
Sebagai pembelajar sastra dan budaya, tentunya diketahui bahwa karya sastra terdiri
dari beberapa genre salah satunya adalah puisi. Puisi dapat digunakan oleh setiap orang dari
kalangan manapun sebagai salah satu sarana untuk mengungkapkan isi hati. Puisi memiliki
unsur-unsur berupa emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan panca indera, susunan
kata, kata-kata kiasan, kepadatan, dan perasaan pengarang yang kemudian seluruh unsur
tersebut terungkap melalui media Bahasa (Pradopo, 2005:7). Puisi tentunya akan terus
mengalami perkembangan sejak terciptanya pertama kali karena tentu saja akan ada banyak
orang yang menaruh perhatian akan keindahan karya sastra puisi. Hal tersebut juga terjadi di
Jepang. Karya sastra puisi di Jepang terus mengalami perkembangan dan inovasi yang
dilakukan oleh penyair-penyair Jepang. Puisi dalam bahasa Jepang terdiri dari puisi tradisional
dan puisi modern. Puisi tradisional yang disebut waka berkembang sejak zaman Asuka dan
Nara yaitu pada akhir abad ke-6 hingga akhir abad ke-8. Puisi di Jepang mendapat pengaruh
budaya dari China. Puisi tradisional ini pun terus berkembang hingga kemudian menjadi puisi
pramodern dan modern. Puisi modern berkembang sejak zaman Meiji.
Puisi modern di Jepang sudah banyak mendapat pengaruh dari barat. Salah satu tokoh
puisi modern di Jepang adalah Ishikawa Takuboku. Ishikawa merupakan salah satu tokoh
penyair muda Jepang yang lahir pada tanggal 20 Februari 1886. Ishikawa terkenal dengan gaya
modern dan bebas dalam bersyair dan berpuisi. Salah satu karya Ishikawa adalah puisi berjudul
Kanashiki Gangu. Kanashiki Gangu dipublikasikan pada tahun 1912 setelah Ishikawa
meninggal dunia karena menderita sakit tuberculosis. Dalam puisi Kanashiki Gangu ini
Ishikawa mencurahkan isi hatinya kedalam puisi tentang penyakit tuberculosis yang
dideritanya.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis puisi karya Ishikawa tersebut melalui
kajian structural baik itu struktur fisik dan struktur batin, selain itu penelitian ini juga
menganalisis melalui kajian semiotik yaitu menafsirkan maksud dari unsur-unsur alam yang
muncul dari puisi Ishikawa tersebut. Terkenal akan gaya penulisannya yang modern dan bebas,
Kanashiki Gangu diciptakan oleh Ishikawa untuk mengungkapkan kesedihan yang dia rasakan
namun tidak bisa diutarakan kepada orang. Karya atau naskah mengandung makna tanda-tanda,
sesuatu yang lain yang diwakilinya, sebagai tanda-tanda non-verbal. Makna tanda-tanda
bukanlah milik dirinya sendiri, tetapi berasal dari konteks di mana ia diciptakan, di mana ia
tertanam (Ratna dalam Fadli, 2015). Hal tersebut menarik perhatian sehingga penelitian ini
dilaksanakan untuk mengetahui makna unsur alam yang sebenarnya ingin diungkapkan oleh
Ishikawa dan juga struktur fisik dan struktur batinnya. Puisi dari Ishikawa sebenarnya
berjumlah 194 bait, namun karena terdapat keterbatasan waktu dalam pembuatan penelitian ini,
maka dalam penelitian ini, puisi Ishikawa yang diambil sebanyak lima bait saja. Hal tersebut
dilakukan agar memudahkan pembaca untuk memaknai makna dan struktur dari puisi tersebut
secara perlahan dan mendalam. Selain itu, diharapkan ada penelitian lanjut mengenai analisis
semiotik atau struktural dari puisi Kanashiki Gangu pada bait berikutnya sampai selesai.
Penelitian sebelumnya yang dijadikan referensi dalam penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Fadli (2015) yang berjudul Kajian Semiotik: Interpretasi Puisi Kurofune Karya
Kinoshita Mokutaro dan penilitian oleh Jayanti yang berjudul Struktur Genetik Puisi Modern
Jepang Jinrui No Izumi (人類の泉) Karya Takamura Koutarou.

2. Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah pokok yang akan dibahasa dalam
penelitian ini sebagai berikut.
1. Bagaimana struktur fisik dan batin yang terdapat dalam puisi Kanashiki Gangu karya
Ishikawa Takuboku?
2. Apa saja unsur-unsur alam beserta maknanya yang terdapat dalam puisi Kanashiki Gangu
karya Ishikawa Takuboku?

3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dibedakan menjadi dua, yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Secara
umum tujuan penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi dan memperluas wawasan
pembaca mengenai struktur genetik yang ada dalam sebuah karya sastra berbentuk puisi
modern Jepang dan juga bertujuan dan berkontribusi dalam kajian bidang kesusastraan. Secara
khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur genetik yang terdiri dari struktur
fisik dan struktur batin serta unsur-unsur alam yang ada dalam dalam puisi modern karya
Ishikawa Takuboku.

4. Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kualitatif. Sumber data yang digunakan pada
penelitian ini adalah puisi modern yang ditulis oleh Ishikawa Takuboku. Data tersebut
didapatkan dari sebuah artikel dari salah satu situs di internet berjudul Proses Penerjemahan
Puisi yang diakses pada link sebagai berikut: https://www.google.com/amp/s/tanoshiku
kotoba.wordpress.com/2015/01/25/proses-penerjemahan-puisi-2/amp/. Data dari objek
penelitian yang berupa puisi karya Ishikawa Takuboku dikumpulkan menggunakan metode
analisis yaitu dengan mengupas data secara lengkap, sedangkan untuk menganalisis struktur
genetik pada penelitian ini digunakan teori struktur oleh Djojosuroto (2005:15). Kemudian
hasil analisis dalam penelitian ini disajikan dengan metode deskriptif karena berisi deskripsi
atau penjelasan mengenai struktur yang ditemukan dalam puisi karya Ishikawa Takuboku.
Setelah ditetiliti unsur genetik, kemudian diteliti kembali dengan metode semiotik untuk
mengetahui makna dari simbol-simbol alam yang ada di dalamnya. Semiotika merupakan
cabang ilmu yang berkaitan dengan tanda. Tanda sendiri dapat digunakan untuk mengganti
sebuah hal yang mana hal tersebut tidak harus ada (dalam Zaimar, 2014:13). Makna yang akan
dicari dalam penelitian ini adalah makna dari simbol-simbol alam yang terdapat dalam puisi.

5. Hasil dan Pembahasan

5.1 Struktur Pembentuk Puisi

Struktur yang terdapat dalam pembuatan sebuah puisi menurut Djojosuroto (2005:15)
dapat dibagi menjadi dua yaitu struktur fisik dan struktur batin. Setiap karya sastra termasuk
puisi memiliki struktur yang dapat dianalisis baik itu struktur yang terdapat di luar puisi dan
juga struktur yang terdapat di dalam puisi. Struktur yang terdapat di luar puisi itu yang disebut
struktur fisik, sedangkan struktur yang terdapat di dalam puisi itu disebut struktur batin.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah puisi berjudul Kanashiki Gangu yang
diciptakan oleh Ishikawa Takuboku seperti berikut.

悲しき玩具

呼吸すれば
胸の中にて鳴る音あり
凩よりもさびしきその音!
眼閉づれど
心にうかぶ何もなし
さびしくもまた眼をあけるかな
途中にてふと氣が變り
つとめ先を休み手、今日も
河岸をさまよへり
咽喉がかわき
まだ起きている果物屋を探しに行きぬ
秋の夜ふけに
遊びに出て子供かへらず
取り出して
走らせて見る玩具の機關車
(石川 啄木)

Kanashiki Gangu
Kokyū sureba
Mune no naka nite naru oto ari
Kogarashi yorimo sabishiku sono oto!
Me tozuredo
Kokoro ni ukabu nani mo nashi
Sabishiku mo mata me o akeru kana
Tochū nite futo ki ga kawari
Tsutomesaki o yasumite, kefu mo
Kashi o samayo heri
Inkō ga kawaki
Mada okite iru kudamonoya o sagashi ni yukinu
Aki no yofuke ni
Asobi ni dete kodomo ka herazu
Toridashite
Hashirasete miru omocha no kikuwansha

(Ishikawa Takuboku)

Mainan yang Bersedih


Kala kuhela napasku
Ada satu suara dalam dada
Yang melebihi sepinya angin yang telah mati!
Walau kututup mataku
Namun tak satu pun yang terlintas dalam benak
Mungkin hanya kesepian yang kembali membuka mataku
Keinginan sesaat t’lah menggangguku di perjalanan
Dan aku beristirahat, hari ini juga
‘tuk menjelajah tepian sungai
Tenggorokanku kering
Kala kucari penjual buah-buahan yang masih terjaga
Di suatu malam yang larut di musim gugur
Anakku belum lagi pulang bermain; entah di mana.
Maka kukeluarkan mainan kereta api itu
lalu kumainkan sendiri

(Ishikawa Takuboku, terjemahan oleh: Kanya Puspokusumo, 2015)


5.1.1 Struktur fisik

Struktur fisik merupakan struktur pembentuk puisi yang bisa terlihat dengan panca
indera pembaca. Maksudnya yang disebut struktur fisik adalah struktur yang dijelaskan secara
eksplisit oleh penulis tanpa harus menggali lebih dalam lagi. Struktur fisik yang terdapat pada
sebuah puisi terdiri dari diksi, bahasa kiasan atau majas, pencitraan, dan persajakan. Sedangkan
struktur batin sebuah puisi terdiri dari tema, nada, suasana, amanat.

1. Diksi
Diksi merupakan pemilihan kata yang tepat dengan konteks tertentu dalam
penyampaian sebuah bahasa khusus dalam bentuk puisi. Dalam penciptaan sebuah puisi,
pengarang akan menentukan pemilihan kata yang tepat dan sesuai, agar maksud, tujuan, pesan
dan perasaan yang ingin disampaikan oleh pengarang dapat tersampaikan kepada pembaca
dengan baik dan dapat dimengerti dengan baik juga oleh pembaca. Pemilihan kata tersebut
berdasarkan maknanya dapat dibedakan menjadi dua yaitu makna denotatif atau makna
konotatif. Dalam puisi yang ditulis oleh Ishikawa Takuboku tersebut terdapat diksi yang dimuat
pada data berikut:

(1) 咽喉がかわき
Inkō ga kawaki
‘Tenggorokan kering’

Dari data (1) dapat menunjukkan bahwa puisi tersebut memiliki satu baris yang
merupakan makna konotatif. Makna konotatif merupakan makna yang bukan sebenarnya dari
suatu kata atau kalimat. Makna konotatif yang dimaksud tersebut juga terdapat pada puisi milik
Ishikawa ini. Pada data (1), dapat disimpulkan bahwa data tersebut merupakan makna konotatif
karena sebenarnya bukan itu yang ingin digambarkan oleh Ishikawa. Menurut hasil analisis
dari data tersebut, alasan Ishikawa menuliskan kalimat tersebut dalam puisi untuk
menggambarkan keadaan saat merasa bahwa dirinya haus hingga tidak ada lagi cairan di dalam
mulutnya. Maka dari itu, kondisi tersebut digambarkan sebagai tenggorokan yang kering oleh
Ishikawa.

(2) 秋の夜ふけに
Aki no yofuke ni
‘Di suatu malam yang larut di musim gugur’
Data (2) menunjukkan bahwa puisi tersebut juga memiliki satu bait yang merupakan
makna denotatif. Makna denotatif merupakan makna yang sebenarnya dari suatu kata atau
kalimat. Makna denotatif yang dimaksud tersebut juga terdapat pada puisi milik Ishikawa ini.
Sesuai dari hasil terjemahan yang ada pada data (2), dapat disimpulkan bahwa data tersebut
merupakan makna denotatif karena memang makna aslinya seperti itu. Menurut hasil analisis
dari data tersebut, alasan Ishikawa menuliskan kalimat dalam puisi tersebut untuk
menggambarkan sebuah malam yang sudah larut dan terjadi di musim gugur. Musim gugur
identik dengan suasana yang dingin dan malam identik dengan suasana yang sunyi sepi. Maka
dari itu kalimat tersebut ditulis, agar pembaca merasakan kesepian yang dia rasakan ditambah
dengan suasana malam yang sepi, sunyi, dan dingin.

2. Bahasa Kias atau Majas


Bahasa kiasan atau merupakan salah satu struktur pembentuk sebuah puisi. Adanya
majas ini menyebabkan sajak dalam sebuah puisi menjadi lebih indah dan menarik. Pradopo
(2010) menjelaskan bahwa majas terdiri dari beberapa jenis yaitu majas perbandingan,
metafora, perumpamaan, personifikasi, metonimi, sinekdok, dan allegori. Dalam puisi karya
Ishikawa Takuboku tersebut terdapat satu data majas yaitu majas personifikasi. Majas
personifikasi adalah kiasan yang menyamakan benda dengan manusia, benda-benda mati
dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia (Pradopo, 2010:75). Majas
personifikasi dalam puisi oleh Ishikawa digambarkan melalui data berikut ini.

(3) さびしくもまた眼をあけるかな
Sabishiku mo mata me o akeru kana
‘Mungkin hanya kesepian yang kembali membuka mataku’

Dari data (2) dapat dilihat bahwa terdapat kalimat majas personifikasi pada puisi tersebut.
Menurut hasil terjemahannya, kalimat tersebut menggambarkan seolah-olah kesepian yang
telah membuka matanya. Selain itu, sebenarnya kesepian tidak memiliki kekuatan untuk
membuka mata seseorang, dan juga kesepian juga bukan benda hidup melainkan hanya sebuah
perasaan yang dapat dirasakan oleh semua makhluk hidup. Namun, dalam puisi tersebut untuk
menggambarkan kesepian yang teramat dalam dan kuat, Ishikawa membuat seolah-olah
kesepian itu hidup dan mampu untuk membuka matanya.
3. Pencitraan

Pencitraan merupakan gambaran-gambaran yang digunakan penyair dalam


menciptakan sebuah puisi untuk membuat imajinasi, pikiran, dan penginderaan pembaca lebih
hidup. Menurut Pirine (dalam Djojosuroto, 2005:21), gambaran-gambaran itu dapat dibedakan
menjadi beberapa macam yaitu, imaji visual (visual imagery), imaji auditif (auditory imageri),
imaji gerak (image of movement atau kinesthetic image), imaji indera (tachticle image, image
of touch). Pada puisi yang diteliti pada penelitian kali ini ditemukan tiga baris yang
mengandung pencitraan. Hal tersebut dapat dilihat pada data sebagai berikut.

(4) 胸の中にて鳴る音あり
凩よりもさびしきその音!
Mune no naka nite naru oto ari
Kogarashi yorimo sabishiku sono oto!
‘Ada satu suara dalam dada’
‘Yang melebihi sepinya angin yang telah mati!’

Dari data (4) dapat menunjukkan baris yang mengandung citraan yaitu imaji auditif.
Imaji auditif adalah citraan yang digambarkan oleh pengarang agar tampak seakan-akan dapat
didengar oleh pembaca. Maka dari data tersebut pengarang ingin, pembaca benar-benar
merasakan dan mendengar bagaimana suara yang terdengar dari dalam dada. Kalimat tersebut
kemudian didukung oleh kalimat berikutnya yang menggambarkan bagaimana suara itu yaitu
melebihi suara sepinya angin yang telah mati. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa suara
yang dimaksud adalah suara kesepian yang muncul di dalam dadanya.
(5) 眼閉づれど
Me tozuredo
‘Walau kututup mataku’

Dari data (5) dapat menunjukkan baris yang mengandung citraan yaitu imaji gerak. Imaji
gerak adalah gerakan yang digambarkan oleh pengarang agar tampak seakan-akan dapat
dirasakan oleh pembaca. Maka dari data tersebut pengarang ingin, pembaca benar-benar
merasakan saat mata mulai ditutup untuk dapat merasakan suara yang terdengar dari dalam
dada.

4. Persajakan

Persajakan atau rima adalah pengulangan bunyi pada akhir bait. Persajakan dalam puisi
karya Ishikawa ini dapat digambarkan sebagai berikut.
(6) Kokyū sureba
Mune no naka nite naru oto ari
Kogarashi yorimo sabishiku sono oto!
Me tozuredo
Kokoro ni ukabu nani mo nashi
Sabishiku mo mata me o akeru kana
Tochū nite futo ki ga kawari
Tsutomesaki o yasumite, kefu mo
Kashi o samayo heri
Inkō ga kawaka
Mada okite iru kudamonoya o sagashi ni yukinu
Aki no yofuke ni
Asobi ni dete kodomo ka herazu
Toridashite
Hashirasete miru omocha no kikuwansha

Dari data (6) tersebut dapat dilihat bahwa puisi Kanashiki Gangu ini termasuk puisi
bebas. Maksudnya adalah puisi ini merupakan puisi yang tidak mempunyai bentuk ataupun
bunyi yang sama dan tidak ada aturan sama sekali dalam puisi ini.

5.1.2. Struktur batin

Struktur batin dalam sebuah puisi didapatkan dari hasil analisis pembaca. Dengan kata
lain, pembaca harus menggunakan pengilhaman yang kuat karena struktur batin berhubungan
langsung dengan perasaan atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Selain itu,
struktur batin biasanya tidak dijelaskan secara gamblang atau yang disebut secara emplisit.

1. Tema

Tema adalah gagasan pokok yang ingin disampaikan pengarang melalui karyanya.
Tema puisi biasanya mengungkapkan persoalan manusia yang bersifat hakiki, seperti cinta
kasih, ketakutan, kebahagiaan, kedukaan, kesengsaraan hidup, keadilan dan kebenaran,
ketuhanan, kritik sosial, dan protes (Djojosuroto, 2005:24). Tema yang dapat dianalisis dari
puisi karya Date Masamune digambarkan melalui data berikut.

(7) 凩よりもさびしきその音!
Kogarashi yorimo sabishiku sono oto!
‘Yang melebihi sepinya angin yang telah mati!’

Pada data (7) terdapat kata kogarashi yang merupakan angin kencang yang sangat
dingin yang berhembus pada musim dingin. Di negara empat musim, musim dingin biasanya
diidentikkan dengan perasaan sepi, mencekam, penuh duka, dan sebagainya. Para penyair
Jepang biasa memakai kata ini untuk mengungkapkan perasaan kesepian.
(8) さびしくもまた眼をあけるかな
Sabishiku mo mata me o akeru kana
‘Mungkin hanya kesepian yang kembali membuka mataku’

Pada data (8) terdapat kalimat yang menujukkan bahwa Ishikawa merasakan kesepian
yang sangat kuat bahkan sampai-sampai rasa sepi tersebut mampu membuka matanya.

(9) 遊びに出て子供かへらず、
取り出して
走らせて見る玩具の機關車
Asobi ni dete kodomo kaerazu,
Toridashite
Hashirasete miru omocha no kikuwansha
‘Anakku belum lagi pulang bermain, entah di mana’
‘Maka kukeluarkan mainan kereta api itu’
‘lalu kumainkan sendiri’

Untuk data (9) juga merupakan isi puisi yang menunjukkan bahwa Ishikawa menulis
puisi tersebut karena merasakan kesepian karena mengenang anak laki-lakinya yang telah tiada.
Diketahui bahwa Ishikawa Takuboku selama hidupnya pernah memiliki anak laki-laki, namun
sayang anak laki-lakinya meninggal saat usianya masih kecil. Dalam bait tersebut Ishikawa
menceritakan kisahnya menunggu anaknya yang belum pulang ke rumah dan bermain sendirian
dengan mainan lokomotif milik anak laki-lakinya tersebut.

2. Perasaan

Dalam sebuah karya sastra berupa puisi tentu saja terdapat perasaan yang ingin
diungkapkan penyair. Rasa atau feeling dapat berupa apa saja karena puisi merupakan salah
satu media atau sarana yang digunakan pengarang-pengarangnya untuk menuangkan perasaan
yang dirasakannya. Dalam puisi karya Ishikawa Takuboku, rasa yang ingin disampaikan oleh
Ishikawa dapat dibuktikan dari data sebagai berikut.

(10) 凩よりもさびしきその音!
Kogarashi yorimo sabishiku sono oto!
‘Yang melebihi sepinya angin yang telah mati!’

Pada data (10) merupakan ungkapan yang menunjukkan perasaan penyair yakni
kesedihan. Kata ‘kogarashi’ pada puisi tersebut memiliki arti yakni angin diidentikkan dengan
perasaan sepi, mencekam, penuh duka, dan sebagainya.

(11) さびしくもまた眼をあけるかな
‘Sabishiku mo mata me o akeru kana’
‘Mungkin hanya kesepian yang kembali membuka mataku’
Pada data (11) terdapat kalimat yang menujukkan bahwa Ishikawa merasakan kesepian
yang sangat ketika menulis puisi tersebut, sehingga rasa sepi itu mampu untuk membuka
matanya.

3. Amanat

Dalam pembuatan sebuah karya sastra yang salah satunya ada puisi, pengarang tidak
serta-merta membuat tanpa ada tujuan atau maksud tertentu karena tentunya pengarang karya
sastra ingin menyampaikan pesan, amanat, pesan atau himbauan kepada pembaca. Namun
biasanya, setiap pembaca akan menggunakan cara yang berbeda untuk menafsirkan amanat
sebuah karya sastra. Amanat yang terkandung pada puisi karya Ishikawa ditunjukkan pada data
sebagai berikut.

(12) 遊びに出て子供かへらず
取り出して
走らせて見る玩具の機關車
Asobi ni dete kodomo ka herazu
Toridashite
Hashirasete miru omocha no kikuwansha
‘Anakku belum lagi pulang bermain; entah di mana.’
‘Maka kukeluarkan mainan kereta api itu’
‘lalu kumainkan sendiri’

Dari data tersebut, Ishikawa melalui puisinya ingin menyampaikan bahwa pembaca
harus selalu menjaga orang yang disayang agar tidak merasa kehilangan nantinya bila orang
tersebut harus pergi untuk waktu yang lama. Dalam puisi tersebut Ishikawa sudah pernah
merasakan bagaimana rasa sepi saat ditinggal oleh anaknya yang pergi, sepi yang tidak hanya
sepi melainkan juga sakit yang dirasakan. Oleh karena itu Ishikawa ingin pembaca lebih
menghargai waktu saat berada bersama-sama orang yang kita sayang, karena tidak akan ada
yang baik-baik saja ketika ditinggalkan.

5.2 Unsur-unsur alam


Dalam karya sastra dan seni Jepang, tidak terhitung kesusastraan dan kesenian Jepang
yang berhubungan dengan alam. Hinder dalam candra (2009), menyatakan bahwa sejak zaman
dahulu hingga sekarang, rasa penyatuan terhadap alam terwujud dalam kebudayaan,
kesusastraan, maupun kesenian tradisional Jepang dan juga membawa pengaruh besar dalam
banyak aspek kehidupan. Jadi, makna unsur alam adalah segala sesuatu yang ada di alam, baik
hidup maupun mati, baik bergerak maupun tidak bergerak yang memiliki banyak pengaruh dan
manfaat bagi manusia karena unsur alam bisa digunakan dalam berbagai aspek kebudayaan,
kesusastraan, ungkapan dan juga kesenian Jepang. Dalam puisi ini ditemukan tiga unsur makna
alam sebagai berikut;

(13) 凩よりもさびしきその音
Kogarashi yorimo sabishiku sono oto!

Dalam data (13) terdapat kata yang bermakna unsur alam yakni 凩 (kogarashi) yang
bermakna angin yang sangat dingin. Angin dalam puisi ini digunakan agar dapat menciptakan
suasana sepi yang mencekam karena adanya angin yang identik dengan suhu udara yang dingin.
Kata angin sering digunakan oleh pengarang puisi agar rasa sepi yang ingin disampaikan
mampu dirasakan dengan baik oleh pembaca.

(14) 河岸をさまよへり
Kashi o samayo heri

Dalam data (14) terdapat kata yang bermakna unsur alam yakni kata 河岸 (kashi) yang
bermakna tepian sungai. Kata tepian sungai menggambarkan suasana tenang dan hening.
Karena pada umumnya banyak orang yang berusaha mencari ketenangan kala dilanda masalah
dengan pergi ke tepi sungai. Sungai dapat memberikan aura ketenangan agar seseorang dapat
berpikir dengan jernih saat menghadapi sebuah masalah.

(15) 秋の夜ふけに
Aki no yofuke ni

Dalam data (15) terdapat kata yang bermakna unsur alam yakni kata 秋 (aki) yang
bermakna musim gugur. Musim gugur digunakan untuk memperkuat keberadaan angina pada
data (13). Musim gugur identik dengan suhu udara yang cukup dingin, sehingga relevan saat
digunakan dalam puisi ini karena puisi ini menggambarkan rasa kesepian yang mencekam
ditambah udara dingin yang mendukung dan menambah rasa sepi itu.

6. Simpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan
mengenai struktur dan makna unsur alam dalam puisi Kanashiki Gangu karya Ishikawa
Takuboku. Dalam puisi Kanashiki Gangu karya Ishikawa Takuboku terdapat struktur fisik
yang dianalisis berupa diksi yang terdiri dari makna konotatif dan makna denotatif; bahasa kias
atau majas berupa majas personifikasi; pencitraan berupa imaji auditif dan imaji gerak; dan
persajakan yaitu sajak bebas karena bunyi akhiran dalam puisi itu tidak sama. Selain struktur
fisik, terdapat juga struktur batin yang dianalisis yaitu tema yang ditemukan adalah kesepian
atau kesedihan; perasaan yang digambarkan adalah rasa sepi; dan amanat yang dapat diambil
dari puisi itu adalah pembaca diharapkan lebih menghargai waktu saat bersama orang yang
disayang, agar tidak merasa menyesal saat orang disayang tersebut pergi untuk selamanya.
Selanjutnya terdapat tiga unsur alam yang ditemukan dalam puisi tersebut yaitu 凩 (kogarashi)
yang bermakna angin; 河岸 (kashi) yang bermakna tepian sungai; dan 秋 (aki) yang bermakna
musim gugur.

7. Daftar Pustaka
Djojosuroto, Kinayati. 2005. Puisi, Pendekatan dan Pembelajaran. Bandung: Nuansa.

Fadli, Zaki Ainul. 2015. Kajian Semiotik: Interpretasi Puisi Kurofune Karya Kinoshita
Mokutaro. Semarang: Universitas Diponegoro.

Jayanti, Pennyka May. Jurnal: Struktur Genetik Puisi Modern Jepang Jinrui No Izumi (人類

の 泉 ) Karya Takamura Koutarou. Surabaya: Universitas Dr. Soetomo, Fakultas

Sastra Program Studi Sastra Jepang (25-45).

Pradopo, Rachmat Djoko. 2005. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

____________________. 2010. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Puspokusumo, Kanya. 2015. Proses Penerjemahan Puisi diakses dari


https://tanoshikukotoba.wordpress.com/2015/01/25/proses-penerjemahan-puisi-2/
pada tanggal 28 Februari 2020 pukul 14:14 WITA.

Zaimar, Okke Kusuma Sumantri. (2014). Semiotika dalam Analisis Karya Sastra. Depok: PT
Komodo Books.

Вам также может понравиться