Вы находитесь на странице: 1из 17

Reading Assignment – 1

ADENOCARCINOMA GASTER
Ivan Ramayana
Stase Divisi Gastroentero-Hepatologi
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara

Pendahuluan
Lambung merupakan organ dari sistem pencernaan. Lokasi lambung terletak
diantara esofagus dan usus kecil. Dinding lambung terdiri dari 5 lapisan; mukosa,
submukosa, muskularis, subserosa dan serosa. Tumor pada lambung dapat berupa tumor
jinak maupun ganas (kanker).Tumor jinak umumnya tidak mengancam nyawa, dapat diambil
dan tidak tumbuh kembali, tidak menginvasi jaringan sekitar dan tidak menyebar ke organ
lainnya sedangkan kanker sebaliknya yakni mengancam nyawa, sering dapat direseksi
namun sering tumbuh kembali, menginvasi jaringan sekitar dan menyebar ke organ lain[1].
Umumnya kanker lambung adalah adenocarcinoma sekitar lebih dari 90% kanker
lambung. 40% kasus terjadi di bagian bawah (pilorus). 40% di bagian tengah (corpus) dan
15% berkembang di bagian atas (cardia). Sekitar 10% kasus, terjadi pada lebih dari satu
bagian lambung. Kanker lambung lainnya selain adenocarcinoma adalah lymphoma dan
gastrointestinal stromal tumors (GITS)[2].
Adenocarcinoma gaster sebelumnya merupakan kanker tersering kedua di dunia
terutama pada negara berkembang. Namun, prevalensi kanker lambung menurun dalam 50
tahun belakangan. Penurunan kejadian kanker ini dipengaruhi peningkatan konsumsi sayur
dan buah segar, penurunan konsumsi garam dan penurunan kontaminasi makanan oleh
komponen karsinogenik. Faktor lain yang juga mempengaruhi hal ini adalah prevalensi
infeksi Helicobacter pylori yang menurun oleh adanya eradikasi dan peningkatan screening
pada banyak negara[3].

Namun Adenocarcinoma gaster masih merupakan salah satu penyebab kematian


terbanyak pada penyakit yang berhubungan dengan kanker di dunia dan masih sulit untuk
1
Reading Assignment – 1

disembuhkan oleh karena kebanyakan pasien terdeteksi pada staduim lanjut. Walaupun
pasien yang terdeteksi dalam kondisi baik dan dilakukan reseksi bedah sering meninggal
akibat rekurensi yang tinggi. Dua studi akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan survival
dengan terapi adjuvant; studi di Amerika Serikat menggunakan kemoradiasi postoperatif [4]
dan studi di Eropa dengan preoperatif dan postoperatif kemoterapi[5].

Epidemiologi
Adenocarcinoma Gaster merupakan penyakit kanker tersering ke empat di seluruh
dunia setelah kanker paru, payudara dan colorectal. Insidensi penyakit ini bervariasi
menurut umur, jenis kelamin, status sosial ekonimi dan lokasi geografi. Usia tersering lebih
dari 50 tahun saat diagnosis, dan insidensi secara global pria lebih banyak dua kali lipat
daripada wanita[6]. Secara umum, insidensi dari Adenocarcinoma tinggi di daerah Asia
Timur, Eropa Timur, Amerika tengah dan Selatan dan rendah pada Asia Selatan, Utara dan
Afrika timur, Barat dan Eropa Utara, Amerika Utara dan Australia (gambar.1) [7]. Walaupun
sekitar dua pertiga dari kasus malignansi ini terjadi pada negara berkembang, hal ini tidak
secara otomatis menempatkan penyakit ini merupakan penyakit di berkembang[8].
Distribusinya di seluruh dunia tidak mengindikasikan adanya pola secara geografis, dan
adanya populasi dengan insidensi tertinggi di negara Asian seperti Jepang, Korea dan
China, namun negara Asia lainnya memiliki insidensi yang rendah[6].
Rasio Insidensi dari Adenocarcinoma gaster telah terjadi penurunan yang stabil
selama dekade terakhir. Penurunan yang terjadi pada umur dan dan daerah resiko tinggi
dan rendah terjadi bersamaan namun lebih signifikan di negara maju (gambar.2) [9]. Hal yang
menarik dari penurunan ini yaitu secara khusus pada non cardia adenocarcinoma gaster,
berlawanan pada kanker cardia yang adanya sedikit peningkatan[8]. Studi epidemiologi
menunjukkan penurunan secara umum pada insidensi yang dipengaruhi penurunan dari
adenocarcinoma subtipe intestinal, sementara subtipe difus menunjukkan perubahan yang
relatif sedikit[10]. Sebab dari penurunan dari malignancy ini tidak sepenuhnya dapat
dijelaskan, namun hipotesis mengatakan adanya perbaikan dalam hal penyimpanan dan
penyajian makanan, nutrisi yang lebih baik dan penurunan transmisi pada H. Pylori pada
anak[7].

2
Reading Assignment – 1

Gambar 1. Representasi scr global dari insidensi Adenocarcinoma gaster pada


pria. (per 100.000 orang). Globocan 2002.

Terlepas dari penurunan dari insidensi ini, angka absolut dari adenocarcinoma gaster
terus meningkat secara global sebagai akibat dari pertumbuhan populasi dan peningkatan
umur harapan hidup. Pada tahun 1980, adenocarcinoma gaster adalah tipe kanker tersering
dengan 669.400 kasus baru terdiagnosis mewakili 10,5% dari penyakit kanker. Tahun 2002
terdapat 934.000 kasus baru dengan 8,6% dari total kasus kanker. Diperkirakan tahun 2010,
insidensinya melebihi 1,1 juta[11].

3
Reading Assignment – 1

Gambar 2. Perjalanan insidensi dari waktu ke waktu penyakit adenocarcinoma gaster


pada pria di beberapa negara. IARC/WHO database.

Kanker lambung merupakan penyebab kematian kedua tersering kedua pada


penyakit kanker setelah kanker paru di seluruh dunia, terhitung 700.000 kematian tahun
2002. Terdapat variasi mortalitas secara geografis, terbanyak pada negara berkembang.
Sama seperti Insidensinya, terjadi penurunan mortalitas secara umur dan letak geografis
pada dekade terakhir. Penurunan angka mortalitas ini sepertinya terjadi lebih cepat daripada
insidensi, khususnya pada populasi atau negara tertentu (gambar3)[9].
Angka mortalitas yang tinggi ini, pada sebagian besar kasus, kanker terdiagnosis
pada stadium lanjut dimana terapi sering terjadi kegagalan. Persentase 5-year survival
kanker ini dibawah 30% pada banyak negara[6].

4
Reading Assignment – 1

Gambar 2. Perjalanan mortalitas dari waktu ke waktu penyakit adenocarcinoma gaster


pada pria di beberapa negara. IARC/WHO database.

Klasifikasi Anatomi dan Histologi


Beberapa sistem klasifikasi telah diajukan untuk menambah deskripsi kanker
lambung berdasarkan gambaran makroskopi atau histologi, seperti Borrman, Japanese
system, World Health Organization system dan Laurén. Klasifikasi Laurén yang sering
digunakan dan menggambarkan hubungan konfigurasi mikroskopi dan pola
pertumbuhannya. Menurut Laurén, adenocarcinoma dibagi menjadi subtipe intestinal dan
difus. Kedua subtipe ini mengungkapkan perbedaan secara patologi, epidemiologi, etiologi
dan pola hidup[12].
Subtipe intestinal merupakan adenocarcinoma tersering dan biasa pada daerah
geografis dengan resiko tinggi penyakit malignasi. Subtipe ini sering terletak pada bagian
bawah dari lambung (antrum), dan mempunyai karakteristik well defined glandular formation,
sama seperti penampang histologi dari mukosa kolon [13]. Pertumbuhan dari kanker subtipe
intestinal ini mengikuti tahapan dari lesi prekursor dimulai dengan gastritis superfisial,
berlanjut menjadi gastritis atropi kronik, metaplasia intestinal, displasia dan akhirnya menjadi
kanker. Proses ini sering tidak menjadi neoplasia, yakni berhenti pada salah satu tahap
kemudian mengalami regresi, belum jelas penyebabnya. Etiologi dari subtipe intestinal

5
Reading Assignment – 1

berkaitan dengan faktor lingkungan, tumor sering berkembang pada usia lanjut (50 tahun
keatas) dan dua kali lebih sering pada pria daripada wanita[14].
Subtipe difus lebih sering terjadi pada korpus lambung dan karakteristik formasi
kelenjar dan adhesi sel yang jarang dengan satu bagian dari sel neoplastik secara difus
menginfiltrasi struma dinding lambung. Tidak adanya lesi preneoplastik pada subtipe ini
telah diobservasi saat pertumbuhannya[13]. Adenocarcinoma subtipe difus ini berhubungan
dengan predisposisi genetik, dan dikatakan timbul dari mutasi satu sel pada kelenjar
lambung. Insidensinya relatif stabil ataupun meningkat sedikit, lebih sering terjadi pada usia
muda dengan prevalensi pria dan wanita sama serta prognosis yang lebih buruk dibanding
tipe intestinal[14].
Lokasi anatomi dari tumor ini juga merupakan parameter penting dari klasifikasi
adenocarcinoma gaster. Berdasarkan lokasi, kedua subtipe ini dapat dipisahkan, tumor pada
regio distal lambung (kanker non-cardia) dan tumor yang kebanyakan berkembang pada
regio proximal lambung (kanker cardia). Subtipe secara anatomis ini mempresentasikan
perbedaan etiologi. Kanker non-cardia umumnya terjadi akibat interaksi antara faktor
lingkungan, host dan H.pylori. Kanker cardia terjadi dengan mekanisme yang sama dengan
kanker esofagus, akibat reflux dari cairan lambung ke mukosa distal esofagus, yang
menimbulkan perubahan dari squamous menjadi epitel columnar metaplastik yang akhirnya
menjadi kanker[15]. Perbedaan epidemiologi juga ditemukan antara kedua subtipe anatomis
dari kanker lambung ini. Non-cardia mayoritas pada kasus di seluruh dunia dan predominan
di lokasi yang beresiko tinggi. Sebaliknya kanker cardia secara rata terdistribusi di seluruh
dunia dan insidensinya cendrung meningkat[7,15].

Faktor Resiko
Beberapa parameter telah dikatakan sebagai faktor resiko adenocarcinoma gaster,
dimana hal ini terjadi melalui interaksi kompleks yang pada akhirnya menjadi keganasan.
Diantaranya, pola makan dan nutrisi, predisposisi genetik dan mutasi serta infeksi
Helicobacter pylori merupakan faktor yang terpenting. Baru-baru ini, aspek yang berkaitan
dengan respon inflamasi melawan infeksi bakteri telah dimasukkan sebagai faktor penting
pada keganasan ini[13,16].

 Faktor diet dan nutrisi

6
Reading Assignment – 1

Diet memainkan dua peranan dalam etologi kanker ini, berbagai elemen dan
vitamin mereduksi formasi karsinogen, namun juga merupakan sumber molekul
karsinogenik ataupun prekursornya. Penelitian mengindikasikan diet buah dan
sayuran dapat melindungi dari kanker lambung namun makanan bergaram,
konsumsi makanan olahan dan penyimpanan yang tidak baik serta penyajiannya
dapat meningkatkan resiko terjadinya keganasan ini.
Hubungan antara konsumsi buah dan sayur dengan resiko kanker lambung
telah dievaluasi lebih lanjut. International Agency for Research on Cancer
(IARC/WHO) mengatakan banyak mengkonsumsi buah “dapat” dan banyak
konsumsi sayur “mungkin” mengurangi resiko kanker lambung, namun masih belum
diketahui komposisi dari buah dan sayur yang secara khusus melindungi dari
perkembangan kanker ini[17].
Diet tinggi garam dan berpengawet telah dikatakan mempunyai peranan
dalam etiologi kanker lambung. Garam dapat bekerja sebagai zat iritasi dari dinding
lambung dan berhubungan dengan infeksi H. pylori. Produk daging sering kaya akan
garam, nitrite, nitrosamine dan sumber zat N-nitroso yang bersifat karsinogenik.
Penelitian membuktikan diet tinggi daram dan makanan asin, dan konsumsi daging
merah dan daging yang telah diproses sebelumnya berhubungan dengan
peningkatan resiko kanker lambung. Namun, hubungan tersebut tidak sepenuhnya
konsisten, olah karena itu perlu diteliti lebih lanjut[18].

 Predisposisi Genetik dan Mutasi


Aspek Genetik memainkan peran fundamental dalam perkembangan dan
progresifitas adenocarcinoma gaster. Telah diketahui bahwa mutasi dari
pembentukan rantai DNA dan predisposisi sindrom genetik dapat menimbulkan
malignansi. Perbedaan yang sangat besar pada genetik dan perubahan karakter
epigenetik de novo ditemukan pada kanker ini, yang mana kemungkinan terjadi
dalam tahap yang berbeda-beda dalam perkembangan malignansi, dan berbeda
menurut subtipe secara histologi.[19].
Agregasi Familial dari kanker lambung diobservasi sekitar 10% dari kasus,
yang mana 2 atau 3 saudara dari keturunan sama yang terkena. Secara umum,
Resiko terjadinya neoplasia lambung diantara kerabat pasien kanker lambung sekitar
2 sampai 3 kali lipat dari yang tidak mempunyai latar belakang kanker lambung.
Walaupun begitu, faktor lain selain genetik seperti lingkungan dan kebudayaan
mungkin sama pada kerabat, dan pada beberapa kasus menjadi sulit dibedakan[20].
Mutasi rantai DNA di gen E-cadherin (CDH1) merupakan kelainan genetik
yang paling banyak ditemukan pada kanker lambung heriditer, sekitar 1-3%. E-
7
Reading Assignment – 1

cadherin adalah protein yang diproduksi dalam sel epitel dan mempengaruhi adhesi
sel-sel dan berfungsi mensupresi invasi. Kanker lambung yang berhubungan dengan
CDH1 ini bersifat autosomal dominan, dengan penetrasi lebih dari 70%. Kebanyakan
sebagai subtipe difus yakni signed-ring cell adenocarcinoma dan predominan
ditemukan pada usai muda[20].
Beberapa kelainan dari genetik dan epigenetik telah diidentifikasi baik pada
keadaan lesi preneoplastik maupun neoplasia itu sendiri. Secara spontan, Kejadian
ini dapat memicu kelainan pada beberapa level molekul, yakni reactivasi dari
telomerase, activasi onkogen, inaktivasi tumor suppresor genes, produksi berlebihan
dari growth factors dan citokin, kelainan ekspresi dari cell-cycle regulators dan DNA-
repairing enzymes. (table 1)[20].

Table 1. Gen dan faktor terkait yang terganggu pada lesi preneoplastik dan kanker lambung.
 Infeksi Helicobacter Pylori
H. pylori, sebelumnya dikenal dengan nama Campilobacter pyloridis, adalah
bakteri gram negatif, berbentuk spiral dapat beradaptasi dengan membentuk koloni,

8
Reading Assignment – 1

dan hidup pada lingkungan asam di lambung. Mikroorganisme ini diisolasi dari biopsi
lambung pada pasien dengan gastritis dan penyakit ulkus peptikum, dan pertama kali
dikultur tahun 1982 oleh Barry Marshall dan Robin Warren[21]. IARC-WHO
mengklasifikasikan H.pylori sebagai agen karsinogenik tipe I pada manusia[22].
Sekarang ini, H.pylori jelas merupakan faktor resiko dalam perkembangan kanker
lambung. Sebagai penghargaan terhadap penemuannya, Marshall dan Warren
menerima Nobel Prize tahun 2005.
H.pylori merupakan salah satu penyebab tersering infeksi kronik di dunia,
menginfeksi kira-kira setengah dari populasi dunia. Secara umum, prevalensinya
lebih tinggi pada negara berkembang, usia tua dan tingkat sosial-ekonomi yang
rendah. Infeksi sering terjadi saat anak-anak, dan anggota keluarga sebagai pusat
transmisinya. Infeksi H.pylori berhubungan dengan kedua subtipe histologis baik
intestinal maupun difus. Bakteri ini juga berkaitan dengan resiko terjadinya MALT
lymphoma[23].
Beberapa strain H.pylori telah dapat dikenal, ada diantaranya yang berkaitan
dengan resiko pada kanker lambung, termasuk yang mempunyai VacA dan CagA.
VacA adalah protein sitotoksik dicode sebagai gen vacA, yang menginduksi
pembentukan vakuole pada sel epitel dari mukosa lambung dan menimbulkan
gangguan pada sel tersebut. Efek intraselular lainnya akibat VacA, meliputi
kerusakan mitokondria dan pelepasan sitokrom c yang dapat menginduksi apoptosis,
inhibisi dari aktivasi limfosit-T dan cell-signaling pathways. Seluruh strain H.pylori
memproduksi protein ini, namun ekspresinya berbeda tergantung polimorphism
genotipe pada tempat yang spesifik, seperti regio signal (s) dan mid (m), serta regio
intermediate (i) yang baru-baru ini di kenal. Ketiga tempat polimorphic ini
berhubungan dengan peningkatan resiko tenjadinya kanker Lambung[24].
H.pylori strain CagA positif mengekspresikan CagA, dicode sebagai gen
cagA. Gen ini merupakan bagian dari regio rantai DNA yang dikenal sebagai (PAI-
Cag), yang hanya ditemukan pada 60% dari strain. Strain PAI-Cag positif memiliki
sistem secresi Tipe IV yang menginjeksikan protein CagA ke sel epitel lambung.
Setelah terjadi translokasi ke sitoplasma, CagA dapat difosforilasi dan menyebabkan
gangguan cytoskeleton, menginduksi mediator inflamasi dan menginduksi protein
proliferatif dan onkogen[25].
Strain VagA dan CagA positif lebih sering ditemukan pada negara dengan
resiko tinggi kanker lambung, dan penelitian klinis maupun epidemiologis
menunjukkan individu yang terinfeksi H.pylori yang mempunyai kedua strain lebih
tinggi kejadian kanker lambung[24,25].

9
Reading Assignment – 1

Karakteriktik virulensi lain dari h.pylori yang juga berhubungan dengan kanker
lambung yaitu strain yang mengekspresikan protein BabA (blood group antigen
binding adhesin), iceA (induced by contact with epithelium), dan oipA (outer
inflamatory protein). Beberapa faktor virulensi yang disebutkan diatas dimiliki oleh
strain H.pylori, membuat ketidak-jelasan faktor spesifik mana yang paling berperan.
Dasar mekasnisme patogenesis H.pylori dalam menyebabkan kanker lambung akan
dijabarkan selanjutnya. Walaupun begitu, mekanisme spesifik faktor virulensi
H.pylori mengganggu proses fisiologis dan molekuler dari host masih belum
sepenuhnya jelas[26].

 Faktor resiko lainnya


Dekade sebelumnya, penelitian tentang hubungan merokok dan kanker
lambung mengungkapkan adanya hubungan antara kedua parameter ini. Baru-baru
ini, investigasi prospektif di Eropa (EPIC study) menemukan hubungan sebab akibat
antara merokok dan kanker lambung, khususnya lebih tinggi pada keganasan bagian
cardia daripada bagian distal.
Manusia terpapar oleh komponen N-nitroso (NOCs) dari diet, merokok dan
sumber lingkungan lainnya, seperti juga pada sintesis endogen. Beberapa molekul
dari produk nitrogen ini terbukti karsinogenik, dikatakan bahwa NOCs dapat
terbentuk di lambung pada individu yang terpapar H.pylori. Namun penelitian lain
mengatakan tidak ada hubungan antara NOCs dan kanker lambung. Hal yang
menarik lainnya, sintesis endogen NOCs dapat meningkatkan resiko kanker ini,
sementara NOCs eksogen tidak dan hubungannya juga tergantung pada status
H.pylori dan kadar vitamin C dalam plasma. Oleh karena itu, hubungan NOCs dan
kanker lambung masih belum sepenuhnya jelas[27].
Virus Epstein-Barr (EBV) merupakan bahan karsinogenik, yang telah
dihubungkan dengan beberapa keganasan. Beberapa penelitian mengungkapkan
adanya hubungan virus ini dengan kanker lambung. Namun patofisiologinya masih
kontroversial dan belum jelas. Secara umum EBV berhubungan dengan
adenocarcinoma pada cardia dan korpus lambung, subtipe difus dan derajat
asosiasinya secara substansial berbeda menurut suku pada individu yang terkena[28].

 Respon inflamasi melawan infeksi H.pylori


Infeksi H.pylori menstimulasi inflamasi kronik oleh beberapa tipe dari sel
imun mukosa lambung seperti neutrofil, makrofag, sel dendritik dan limfosit. Respon
ini diatur oleh banyak grup mediator inflamasi yang disekresikan sistem imun dan

10
Reading Assignment – 1

sel epitel lambung. Salah satu mediator utama dari inflamasi akibat H.pylori adalah

faktor transkripsi NF-κB, yang teraktivasi akibat respon terhadap bakteri,

menyebabkan induksi sitokin dan mediator inflamasi lainnya. NF-κB secara


konsisten berhubungan dengan perkembangan kanker. Sebagai salah satu bagian
dari respon host, molekul mutagenik seperti reactive nitrogen dan reaktive oxigen
spesies, yang dibentuk ke dalam mukosa lambung. Molekul ini dapat memicu efek
onkogenik, termasuk kerusakan DNA dan protein dan menghambat apoptosis.
Mediator inflamasi tingkat tiga akibat infeksi bakteri adalah proinflamasi, kemotaksis
dan sitokin imunoregulator, yang potensial mendukug perkembangan kanker dan
progresifitas[23,24].
Infeksi H.pylori predominan menginduksi respon imun Th-1polarized, yang
menyebabkan inefektivitas dalam membunuh infeksi bakteri. Kadar respon
inflamasinya sangat tergantung pada faktor bakteri dan genetik host. Jika tidak
diterapi, Infeksi berlangsung terus menerus pada host, konsekuensinya, mediator
inflamasi disekresi berlebihan dan prolong pada mukosa lambung yang dapat
mengganggu fungsi mukosa tersebut, yang mengakibatkan peningkatan resiko
terjadinya kanker[23].
Mekanisme fungsional dalam mengkode gen host terhadap H.pylori dapat
meningkatkan ekspresi sitokin. Sitokin proinflamasi interleukin-1 beta (IL-1β) dan
tumor necrosis factor-alpha (TNFα) telah diketahui sebagai mediator inflamasi yang
timbul akibat infeksi H.pylori. Keduanya merupakan penghambat potensial sekresi
asam lambung, khususnya IL-1β. Mekanisme genetik IL-1B, IL-RN dan TNF-A
mengkode IL-1β, reseptor antagonis dari IL-1(IL-1Ra) dan TNF-α, yang berkaitan
dengan resiko tinggi kanker lambung dan beberapa lesi preneoplastik. Peninggian
ekspresi mediator ini dan down-regulation dari IL-Ra dapat mengganggu baik
fisiologi lambung maupun respon host melawan H.pylori. Telah dikatakan juga
bahwa carier dari genotipe tertentu pada mekanisme IL-1B, IL-RN saat terinfeksi
H.pylori memiliki resiko 87 kali lipat terjadinya kanker lambung[23,29,31].
Interleukin-8 (IL-8) juga merupakan mediator utama pada respon infeksi
H.pylori. Mediator ini memainkan peran yang penting dalam migrasi dan aktivasi
limfosit dan neutrofil. Adanya bahan pro-angiogenik juga telah diketahui pada IL-8.
Ekspresi berlebih dari IL-8 tidak hanya memperberat respon inflamasi, namun juga
dapat mempercepat progesifitas tumor dikarenakan potensi pro-angiogeniknya[30].
IL-10 adalah sitokin imunoregulator yang memodulasi respon inflamasi
dengan down-regulating ekspresi dari sitokin inflamasi, termasuk IL-1β dan TNF-α.
Beberapa polimorphism terletak pada tempat promoter gen IL-10 membuat ekspresi
11
Reading Assignment – 1

yang berbeda-beda dari protein ini, dan beberpa diantaranya juga berhubungan
dengan peninggian resiko kanker lambung dan lesi pre kanker. Hal yang menarik
adalah kombinasi genotipe polimorphism dari gen IL-1B, TNF-A dan IL-10
meningkatkan resiko timbulnya kanker lambung 27 kali lipat. Ekspresi down-
regulated dari IL-10 dapat mengakibatkan kontrol yang buruk pada produksi sitokin
inflamasi, hal ini menimbulkan respon inflamasi berlebih sehingga timbul
keganasan[31].
Sitokin lainnya yang berhubungan dengan kanker lambung dan lesi pre

kanker namun kurang konsisten seperti Interleukin 2,4,6,12, interferon-γ dan


reseptornya.

Patogenesis
Patogenesis dari Kanker lambung merupakan proses yang kompleks dan
multifaktorial, dimana merupakan contoh dari interaksi genetik dan lingkungan. Mekanisme
yang jelas pada karsinogenesis lambung belum sepenuhnya dipahami dan berbeda menurut
subtipe secara histologi dari keganasan ini (gambar 4)

Gambar 4. Model dari patogenesis menurut subtipe histologi.

Ada tiga etiologi utama dalam kanker lambung: 1) faktor lingkungan, aspek diet dan
pola hidup 2) Infeksi H.pylori 3) faktor genetik host. Kombinasi dari pengaruh lingkungan dan
infeksi H.pylori menimbulkan gastritis superficial yang dapat menjadi inflamasi kronis
(chronic non-atrophic gastritis). Namun hal yang menarik dijumpai bahwa kebanyakan
individu yang terinfeksi tidak berkembang menjadi kondisi patologis yang berlanjut (gambar
5). Hal ini menjadi faktor bahwa perkembangan kanker lambung masih belum diketahui,
12
Reading Assignment – 1

walaupun ada hipotesis yang mengatakan akibat perbedaan strain H.pylori, faktor genetik
host yang mendasari respon inflamasi, dan perbedaan lokasi permukaan dan anatomi dari
proses gastritis kronis[13,23,32].

Gambar 5. Clinical outcome dari infeksi H.pylori. Suerbaum and Michetti 23

Respon inflamasi yang berat dan persisten akan menyebabkan gastritis atropi kronis.
Kondisi ini digambarkan sebagai kehilangan kelenjar pada tempat tertentu dan sel spesifik
dari mukosa lambung, dan merupakan proses yang khas pada perkembangan baik subtipe
intestinal maupun difus dari adenocarcinoma gaster (gambar 4). Gastritis atropi kronis
umumnya dimulai pada bagian antrum dan terusmeluas ke corpus, menimbulkan reduksi
dari sekresi asam lambung (hipochlorhidria). Lambung yang kekurangan asam menjadi
rentan pada pertumbuhan H.pylori, dan juga menyebabkan kolonisasi dari mikroorganisme
lainnya. Pertumbuhan bakteri berlebih dan proses inflamasi dapat memicu penumpukan
molekul karsinogenik dalam lambung yang berakibat semakin besarnya kemungkinan terjadi
gangguan genetik maupun seluler pada epitel lambung[32,33].
Proses yang berlangsung pada tahap pre kanker pada akhirnya menimbulkan kanker
lambung subtipe intestinal akibat transformasi mukosa lambung menjadi epitel seperti

13
Reading Assignment – 1

intestinal yang dikenal sebagai metaplasia intestinal. Beberapa perubahan terjadi secara
histologis, fisiologis dan molekuler saat transformasi ini, seperti terlihat adanya mucin-filled
goblet cells. Proses selanjutnya melalui tahapan yang berkembang menjadi displasia, yang
memiliki karakteristik kerusakan pada epitelium, termasuk atropi nuklear, bentuk yang tidak
teratur, dan kehilangan bentuk dari sel epitel. Pada tahan lanjutan dari displasi, sel tersebut
mulai bermigrasi melewati membran basalis, sebagai carcinoma invasif tahap awal[32,33].

Gejala Klinis
Kanker lambung pada tahap awal saat masih superfisial dan dapat direseksi,
biasanya tidak menimbulkan gejala. Pada saat kanker menjadi lebih besar, pasien dapat
mengeluhkan adanya rasa tidak nyaman yang hilang timbul pada perut bagian atas dengan
intensitas berbeda, mulai dari gejala ringan, adanya rasa penuh setelah makan biasa,
sampai rasa nyeri hebat terus menerus. Anoreksia dapat terjadi biasanya dengan nausea
ringan. Penurunan berat badan dijumpai, dan nausea dan vomitus prominen dengan tumor
di pylorus, disfagia dapat merupakan gejala utama pada lesi di kardia. Tidak ada tanda dan
gejala klinis awal yang spesifik. Adanya massa teraba di abdomen mengindikasikan
pertumbuhan yang progesif dan dipresiksi adanya penyebaran regional.
Adenocarcinoma menyebar secara langsung melalui dinding lambung ke jaringan
perigaster, terkadang melekat pada organ sekitarnya seperti pankreas, kolon dan hati.
Keganasan ini juga menyebar melalui kelenjar limfatik atau ke permukaan peritoneum.
Metastase ke kelenjar lymph intraabdominal dan supraclavicular sering terjadi, juga pada
metastasis noduler ke ovarium (krukenberg’s tumor), regia periumbilical (Sister Mary Joseph
node), atau peritoneal cul-de-sac, asites malignan juga dapat timbul. Hati merupakan tempat
tersering penyebaran kanker ini secara hematogenous.
Anemia defisiensi Fe pada pria dan darah samar pada feses pada wanita dan pria
merupakan kandidat untuk dilakukannya screening lebih lanjut pada individu yang dicurigai
menderita keganasan ini. Pemeriksaan yang menyeluruh dan berkala pada pasien dengan
gastritis atropi atau anemia pernisiosa. Migratory thrombophlebitis, anemia hemolitik
microangiopathi dan acanthosis nigran mungkin dijumpai pada adenocarcinoma gaster[34].
Diagnosis
Pemeriksan laboratorium ditujukan untuk mendukung dalam optimalisasi terapi.
Pemeriksaan darah lengkap dapat mengidentifikasi anemia, dimana biasanya akibat
perdarahan ataupun status nutrisi yang buruk. Sekitar 30% menderita anemia. Elektrolit dan
fungsi hati juga penting untuk melihat karakteristik status klinis pasien. Carcinoembryonic
antigen (CEA) meninggi pada 45-50% kasus. CA 19-9 juga tinggi sekitar 20%.

14
Reading Assignment – 1

Pemeriksaan endoskopi memiliki akurasi sekitar 95%. Relatif aman dan prosedur
yang simple yang dapat melihat langsung lesi pada lambung. Prosedur ini juga merupakan
metode primer dalam biopsi jaringan yang dicurigai lesi malignan. Biopi dari lesi sebaiknya
diambil 6 spesimen disekitar lesi karena transformasi malignansi yang sering berbeda-beda.
Pada sebagian kasus, dapat dilakukan endoskopi ultrasound (EUS) untuk melihat
kedalaman penetrasi dari tumor atau keterlibatannya pada organ sekitar.

Gambar 6. Gastric adenocarcinoma usually intestinal type (endoscopi). Panah hijau menunjukkan
penonjolan massa. Panah biru, ulserasi permukaan tumor dengan dasar tampak lesi putih
bergranul.Panah hitam, mukosa lambung sembab / edema.

Foto x-ray kontras ganda serial dapat membantu menggambarkan luas dari lesi saat
adanya gejala obstruksi ataupun adanya tumor proximal lambung yang besar menghambat
masuknya endoskopi untuk menilai lambung bagian distal. Pemeriksaan ini hanya 75%
akurasinya dan sebaiknya dilakukan bila endoskopi tidak tersedia. Foto x-ray thorax
dilakukan untuk mengevaluasi metastase. CT-scan atau MRI pada thorax, abdomen dan
pelvis menilai proses penyakit dan juga mengevaluasi penyebaran area potensial.
Endoskopi ultrasonografi memberikan gambaran lebih baik untuk evaluasi stadium
tumor preoperatif. EUS semakin berguna saat menentukan stadium bila CT-scan gagal
memberikan keberadaan T3, T4 atau metastase. Institusi yang menganut kemoradioterapi
adjuvan pada pasien dengan keganasan lokal sering mengandalkan EUS untuk menilai
kemajuan terapi.
Adenocarcinoma gaster menurut Lauren diklasifikasikan secara histologi menjadi 2
tipe; tipe intestinal dan tipe difus. Intestinal berhubungan dengan gastritis atropi kronis,
memperlihatkan gambaran struktur glandular masih terlihat, infitrasi sel kanker sedikit dan

15
Reading Assignment – 1

struktur masih baik. Sedangkan pada tipe difus memperlihatkan infiltrasi sel yang dalam,
bagian sel yang terpecah dengan differensiasi yang buruk[34,35].
American joint Committee on Cancer (AJCC) membuat sistem klasifikasi untuk
Adenocarcinoma (tabel 2).

Tabel 2

Terapi
Tindakan paling tepat adalah pembedahan setelah sebelumnya ditetapkan apakah
masih operable atau tidak. Semakin dini deteksi, semakin baik prognosis pasien. Jika
penyakit belum menunjukkan tanda penyebaran, pilihan terbaik adalah pembedahan.
Walaupun telah terdapat daerah penyebaran, pembedahan masih dilakukan sebagai
tindakan paliatif. Endoscopic Mucosal Dissection (EMD) merupakan reseksi tumor melalui
alat endoskopi yang diindikasikan pada early gastric adecarcinomanoma. Teknik ini sulit
dilakukan akibat lapangan pandang yang terbatas dengan insisi mengelilingi tumor. Subtotal
gastrectomi merupakan pilihan pada keganasan daerah distal dan near-total gastrectomi
diperlukan pada keganasan di daerah proximal. Prognosis setelah reseksi seluruh tumor
tergantung pada derajat penetrasi ke dalam dinding abdomen dan juga penyebaran pada
kelenjar limph, invasi vaskular daln faktor lainya. 5 year survival rate terapi pembedahan
pada stage 1 berkisar antara 60-90%, stage II 30-50%, stage III 10-25%. Tidak ada evidens
yang mengatakan follow-up secara teratur dapat memberikan hasil yang lebih baik.
Direkomendasikan untuk kontrol teratur apabila timbul gejal berulang.
Pada kemoterapi dapat dilakukan pemberian obat tunggal ataupun kombinasi.
Diantara obat yang digunakan adalah 5 FU, trimetrexote, mitomisin C, hidrourea, epirubisin

16
Reading Assignment – 1

dan karmisetin dengan hasil 18-30%. Kombinasi telah memberikan hasil lebih besar, sekitar
53%. Regimen FAM (5FU, diksorubisin, mitomisin C) adalah kombinasi yang sering
digunakan. Kombinasi lainnya yang serign digunakan adalah EAP (etoposid, doksorubisin,
sisplatin).
Adenocarcinoma gaster secara relatif merupakan kanker yang radioresisten
sehingga pengobatan metode ini kurang berhasil namun di lain pihak, terapi ini efektif untuk
mengontrol rasa sakit akibat invasi kanker ataupun metastasis pada tulang. [35,36]. Pilihan
terapi untuk adenocarcinoma gaster terlihat pada tabel 3 yang direkomendasikan untuk
klinis.

Tabel 3. Terapi adenocarcinoma sesuai staging[36]

17

Вам также может понравиться