Вы находитесь на странице: 1из 68

i

PERBEDAAN DAYA ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KULIT dan


DAGING BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP
PERTUMBUHAN Salmonella typhi

(Skripsi)

Oleh
DHEA OKSALIA EDI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019

i
ii

ABSTRACT

THE DIFFERENCES ANTIBACTERIAL OF PEEL AND FLESH RED


DRAGON FRUIT (Hylocereus polyrhizus) ETHANOL EXTRACT ON
Salmonella typhi

By

DHEA OKSALIA EDI

Background: Typhoid fever is an infectious disease by Salmonella typhi. typhoid


fever in Indonesia is still common and the incidence of antibiotics resistance is
increasing. Should be used natural ingredients as an alternative treatment. The
peel and flesh of red dragon fruit (Hylocereus polyrhizus) have an antibacterial
effect of the flavonoid, saponin , alkaloid and tanin compounds. The purpose of
this research is to know the antibacterial effect of peel and flesh red dragon fruit,
also the differences antibacterial of the both on Salmonella typhi bacteria growth.
Method: The peel and flesh red dragon ethanol extract were divided into 5
concentration levels, 6,25%, 12,5%, 25%, 50% and 100%. The research consisted
of inhibition zone diameter test, Minimum Inhibitory Concentration (MIC) and
Minimum Bactericidal Concentration (MBC). Ceftriaxone as positive control and
aquades is used as a negative control.
Result: The mean diameter of the inhibitory zona of bacteria formed on positive
control 39,53 mm, negative control 0 mm, peel red dragon fruit 23,89 mm and
flesh red dragon fruit 25,21 mm. The result of MIC from the both extract is 6,25%
concentration and the result of MBC from the both extract is 25%.
Conclusion: Peel and flesh red dragon fruit ethanol extract has antibacterial
ability to inhibit Salmonella typhi bacteria growth.

Keyword: peel and flesh red dragon fruit, Salmonella typhi, typhoid fever

ii
iii

ABSTRAK

PERBEDAAN DAYA ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KULIT dan


DAGING BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP
PERTUMBUHAN Salmonella typhi

Oleh

DHEA OKSALIA EDI

Latar belakang: Demam tifoid merupakan penyakit infeksi oleh bakteri


Salmonella typhi. Penyakit demam tifoid di Indonesia masih sering terjadi dan
kejadian resistensi pada antibiotik semakin meningkat. Perlu adanya upaya
memanfaatkan bahan alami sebagai alternatif pengobatan. Kulit dan daging buah
naga merah (Hylocereus polyrhizus) memiliki efek antibakteri dari kandungan
senyawa flavonoid, saponin, alkaloid dan tanin. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui daya antibakteri ekstrak etanol kulit dan daging buah naga merah
serta perbedaan daya antibakteri dari kedua ekstrak uji terhadap pertumbuhan
Salmonella typhi.
Metode: Ekstrak etanol kulit dan daging buah naga merah dibagi menjadi 5
tingkatan konsentrasi yaitu 6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan 100%. Penelitian terdiri
dari uji diameter zona hambat, Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan
Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM). Seftriakson sebagai kontrol positif dan
akuades sebagai kontrol negatif.
Hasil: Rerata diameter zona hambat bakteri pada kontrol positif yaitu 39,53 mm,
kontrol negatif 0 mm, ekstrak kulit buah naga merah 23,89 mm dan ekstrak
daging buah naga merah 25,21mm. Hasil uji KHM kedua ekstrak uji yaitu
konsentrasi 6,25% dan uji KBM kedua ekstrak uji yaitu 25%.
Simpulan: Ekstrak etanol kulit dan daging buah naga merah memiliki
kemampuan antibakteri untuk menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella
typhi.

Kata kunci: demam tifoid, kulit dan daging buah naga merah, Salmonella typhi

iii
iv

PERBEDAAN DAYA ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KULIT dan


DAGING BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP
PERTUMBUHAN Salmonella typhi

Oleh
DHEA OKSALIA EDI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019

iv
viii

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Natar pada tanggal 3 Oktober 1998 sebagai anak bungsu keluarga

Bapak H. Edi Yulianto dan Ibu Hj. Yuni Susanti. Penulis memiliki kakak laki-laki

yang bernama Dipo Abilianto.

Penulis mengikuti pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Swadhipa pada tahun

2002-2004, Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 1 Merak Batin pada tahun 2004-

2010, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Natar pada tahun

2010-2013, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Natar pada

tahun 2013-2016.

Pada tahun 2016, penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi

Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur

undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama

menjadi mahasiswa, penulis aktif pada organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Penulis juga merupakan bagian dari

tim asisten dosen patologi anatomi tahun 2017-2018 dan 2018-2019.

viii
ix

Ridho orangtua adalah ridho Nya

Allah

Kupersembahkan karya yang dibuat dengan kesungguhan ini untuk:

Papah dan Mamah tersayang,

H. Edi Yulianto dan Hj. Yuni Susanti

Yang tidak henti-henti nya mengirimkan doa dan memberikan dukungan penuh

untuk anaknya dalam menggapai cita-cita dan menjadi anak yang taat kepada

Allah.

ix
x

SANWACANA

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan

hidayah-Nya lah skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga

selalu tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam.

Skripsi yang berjudul “Perbedaan Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit dan

Daging Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) Terhadap Pertumbuhan

Salmonella typhi” ini sebgai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

kedokteran di Universitas Lampung. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis

banyak mendapat dukungan, bimbingan, kritik dan saran dari berbagai pihak.

Untuk itu Penulis berkenan mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof Dr. Karomani, M.Si. selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Dr. Dyah Wulan SRW, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung dan selaku pembimbing II, atas segala saran dan koreksi

pada isi maupun penulisan skripsi, serta waktu yang telah diberikan selama

proses penelitian kepada Penulis.

3. dr. Tri Umiana Soleha, S.Ked., M.Kes selaku pembimbing I, atas segala

pengetahuan, arahan, bantuan dan waktu yang telah diberikan selama proses

penelitian dalam penulisan skripsi.

4. Dr. dr. Ety Apriliana, M.Biomed selaku pembahas, atas segala ilmu, kritik dan

saran untuk kebaikan skripsi Penulis.

x
xi

5. Seluruh dosen, staff dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

atas pengembangan wawasan ilmu pengetahuan dan bantuan yang telah

diberikan kepada Penulis.

6. Yang teristimewa papah dan mamah tersayang H. Edi Yulianto dan Hj. Yuni

Susanti atas semua doa, dukungan dan kasih sayang yang terus dilimpahkan

kepada penulis selama ini. Terima kasih papah mamah semoga kalian

senantiasa diberi kebahagiaan dunia dan akhirat, dan semoga Dhea bisa

menjadi anak qurrota‟ayun dan bermanfaat untuk semua orang.

7. Kakak kandung tersayang Dipo Abilianto, atas kasih sayang , pengetahuan

serta keceriaan yang telah diberikan kepada Penulis. Terimakasih mas,

semoga kita bisa bersama-sama menjadi anak yang taat kepada Allah dan

membahagiakan papah dan mamah.

8. Teman-teman “Mbak Asih”, Dhea Mutiara Karmelita, Karunia Santi, Anisa

Ramadhanti, Rilianda Abelira, Lisa Dwi Aryani dan Dina Amalia yang telah

memotivasi, menemani dan mendukung Penulis selama menjalani

perkuliahan. Semoga ilmu dan usaha kita kelak dapat bermanfaat.

9. Teman-teman “Rumpi”, Fakhira Arminda, Rizky Aprilia Wikayanti, Monica

Hartini, Redina Andini, Karina Azlia Amanda, Nadhila Nur Shafitha, Arif

Naufal dan Rheza Paleva atas keceriaan yang telah diberikan. Terimakasih

telah mau berjuang dan belajar OSCE bersama, semoga kita dapat terus

menjadi keluarga yang saling mendukung.

10. Teman-teman yang bersama-sama berjuang di laboratorium mikrobiologi,

Farhana Fitri Amalia dan Imraatul Husniah atas dukungan, kerjasama, dan

xi
xii

bantuan selama melakukan penelitian. Semoga usaha kita menjadi berkah bagi

kita semua

11. Teman-teman bimbingan 1 dan bimbingan 2 atas dukungan dan bantuan yang

telah diberikan kepada Penulis.

12. Mba Romi dan Mbak Eka yang telah membantu selama melakukan penelitian

mikrobiologi.

13. Teman-teman angkatan 2016 Trigeminus yang telah menerima Penulis

sebagai salah satu keluarga. Semoga kelak kita menjadi manusia yang

berakhlak dan bermanfaat.

14. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu,

mendoakan dan memberikan motivasi dalam pembuatan skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak memiliki

kekurangan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun demi perbaikan skripsi ini.

Bandar Lampung, 6 Januari 2020

Penulis

Dhea Oksalia Edi

xii
xiii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii


DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 7
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................. 7
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................................. 7
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 8
1.4.1 Bagi Peneliti ................................................................................ 8
1.4.2 Bagi Masyarakat .......................................................................... 8
1.4.3 Bagi Ilmu Pengetahuan ............................................................... 8
1.4.4 Bagi Peneliti Lain ........................................................................ 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 9


2.1 Salmonella typhi .................................................................................... 9
2.1.1 Morfologi Bakteri ........................................................................ 9
2.1.2 Identifikasi Bakteri .................................................................... 10
2.1.3 Epidemiologi Demam Tifoid .................................................... 11
2.1.4 Patogenesis Demam Tifoid ....................................................... 12
2.1.5 Gejala Klinis Demam Tifoid ..................................................... 13
2.1.6 Diagnosis Demam Tifoid .......................................................... 13

xiii
xiv

2.1.7 Penatalaksanaan Demam Tifoid ................................................ 14


2.2 Uji Aktivitas Antibakteri ..................................................................... 15
2.3 Buah Naga ........................................................................................... 17
2.3.1 Morfologi Buah Naga................................................................ 17
2.3.2 Buah Naga Merah...................................................................... 19
2.3.3 Kandungan dan Senyawa Kimia Buah Naga Merah ................. 20
2.4 Kerangka Teori.................................................................................... 25
2.5 Kerangka Konsep ................................................................................ 26
2.6 Hipotesis.............................................................................................. 26

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 28


3.1 Desain Penelitian ................................................................................. 28
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 28
3.2.1 Tempat Penelitan ....................................................................... 28
3.2.2 Waktu Penelitian ....................................................................... 28
3.3 Mikroba dan Bahan Uji Penelitian ...................................................... 29
3.3.1 Mikroba Uji Penelitian .............................................................. 29
3.3.2 Bahan Uji Penelitian.................................................................. 29
3.3.3 Media Kultur ............................................................................. 29
3.4 Identifikasi Variabel ............................................................................ 30
3.4.1 Variabel Independen ................................................................. 30
3.4.2 Variabel Dependen .................................................................... 30
3.5 Definisi Operasional............................................................................ 31
3.6 Besar Sampel ....................................................................................... 32
3.7 Prosedur Penelitian.............................................................................. 33
3.7.1 Alat dan Bahan Penelitian ......................................................... 33
3.7.2 Sterilisasi Alat ........................................................................... 35
3.7.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit dan Daging Buah Naga Merah
............................................................................................................ 35
3.7.4 Identifikasi Bakteri Uji .............................................................. 36
3.7.5 Teknik Pembuatan Suspensi Bakteri ......................................... 38
3.7.6 Pembuatan Media ...................................................................... 38

xiv
xv

3.7.7 Uji Diameter Zona Hambat Salmonella typhi ........................... 39


3.7.8 Uji Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) .............................. 40
3.7.9 Uji Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) ................................ 40
3.8 Alur Penelitian .................................................................................... 41
3.8.1 Alur Penelitian Ekstrak Etanol Kulit Buah Naga Merah
(Hylocereus polyrzeus) ....................................................................... 41
3.8.2 Alur Penelitian Ekstrak Etanol Daging Buah Naga Merah
(Hylocereus polyrzeus) ....................................................................... 42
3.9 Pengolahan dan Analisis Data ............................................................. 43
3.9.1 Pengolahan Data ........................................................................ 43
3.9.2 Analisis Data ............................................................................. 43
3.10 Etika Penelitian ................................................................................. 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 45


4.1 Hasil Penelitian ................................................................................... 45
4.1.1 Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) .............................. 45
4.1.2 Identifikasi Bakteri Salmonella typhi ........................................ 45
4.1.3 Hasil Uji Diameter Zona Hambat.............................................. 47
4.1.4 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum ................................. 51
4.1.5 Hasil Uji Konsentrasi Bunuh Minimum ................................... 53
4.2 Pembahasan ......................................................................................... 54
4.2.1 Uji Diameter Zona Hambat ....................................................... 54
4.2.2 Uji Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) .............................. 57
4.2.3 Uji Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) ................................ 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 60


4.1 Kesimpulan ......................................................................................... 60
4.2 Saran .................................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 62
LAMPIRAN ......................................................................................................... 67

xv
xvi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi operasional variabel independen dan dependen penelitian..................31

2. Uji identifikasi bakteri Salmonella typhi............................................................46

3. Diameter zona hambat ekstrak kulit dan daging buah naga merah (Hylocereus
polyrhizus) terhadap Salmonella
typhi........................................................................................................................47

4. Hasil uji normalitas data diameter zona hambat ekstrak kulit dan daging buah
naga merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Salmonella
typhi........................................................................................................................48

5. Hasil uji One Way Anova...................................................................................49

6. Hasil uji homogenitas Levene............................................................................49

7. Hasil uji Post Hoc ekstrak kulit buah naga merah.............................................50

8. Hasil uji Post Hoc ekstrak daging buah naga merah..........................................50

9. Hasil uji Independent Sample T Test..................................................................51

10. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) esktrak kulit dan daging buah naga
merah (Hylocereus polyrhizus)..............................................................................51

11. Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) ekstrak etanol kulit dan daging buah
naga merah (Hylocereus
polyrhizus)..............................................................................................................53

xvi
xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Salmonella typhi perbesaran 1000x.....................................................................9

2. Buah Naga (Hylocereus sp.)..............................................................................19

3. Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus).......................................................20

4. Kerangka Teori...................................................................................................25

5. Kerangka Konsep...............................................................................................26

6. Diagram Alur Prosedur Penelitian Ekstrak Etanol Kulit Buah Naga

Merah.....................................................................................................................41

7. Diagram Alur Prosedur Penelitian Ekstrak Etanol Daging Buah Naga

Merah.....................................................................................................................42

xvii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi merupakan penyakit yang masih sering terjadi di negara -

negara berkembang. Sumber air dan sanitasi air yang buruk, kekurangan gizi,

kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan serta kurangnya akses ke

pelayanan kesehatan dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi (Sucipta,

2015). Penyakit infeksi sendiri dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit

(Kurniasih dan Rismawan, 2017). Beberapa penyakit infeksi merupakan

penyakit yang sangat berbahaya bagi manusia, jika tidak diatasi secara cepat

dan tepat akan berakibat fatal bahkan bisa menyebabkan kematian. Salah satu

penyakit infeksi yang masih sering terjadi di Indonesia yaitu demam tifoid,

yang biasanya terjadi karena pencemaran makanan (Eerik, 2010).

Demam tifoid merupakan penyakit saluran pencernaan berupa infeksi akut

pada usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi dan menyebar

melalui konsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi dengan

kotoran yang terinfeksi (Indang et al., 2013). Salmonella typhi merupakan

bakteri gram negatif berbentuk batang atau basil, tidak berspora dan bergerak

dengan flagel peritrik (Cita, 2011). Jika bakteri ini tertelan ke dalam tubuh dan

masuk ke sistem limfatik dan aliran darah dari usus halus, dapat menimbulkan

1
2

gejala berupa demam tinggi, sakit kepala, ruam pada kulit, konstipasi,

bradikardi, dan kemungkinan perdarahan usus disertai perforasi (Ahmedullah

et al, 2018).

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2018 memperkirakan

terdapat sekitar 21 juta kasus demam tifoid dan 128.000 hingga 161.000 kasus

kematian terjadi setiap tahun di seluruh dunia. Berdasarkan profil kesehatan

Indonesia tahun 2011 mengenai gambaran 10 penyakit terbanyak pada pasien

rawat inap di rumah sakit di Indonesia, menunjukkan angka kejadian demam

tifoid berada pada urutan ke-3 dengan total kasus sebanyak 55.098 kasus

dengan kematian diperkirakan sekitar 2,06% (Kementerian Kesehatan RI,

2011). Berdasarkan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR)

Kementerian Kesehatan bagian Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

(P2PL), Provinsi Lampung menjadi salah satu provinsi dengan angka insidensi

kasus suspek tifoid tertinggi berturut – turut pada minggu ke-5 dan minggu ke-

10 di tahun 2017. Data yang diperoleh dari profil kesehatan Kabupaten

Lampung Selatan tahun 2017 menunjukkan bahwa demam tifoid masuk ke

dalam sepuluh besar penyakit terbanyak yakni terdapat 13.511 kasus (Dinas

Kesehatan Kabupaten Lampung Selatan, 2017).

Manifestasi klinis pada penyakit demam tifoid ini bervariasi dari gejala ringan

berupa demam, lemas badan, nyeri kepala, nyeri otot, obstipasi, mual, muntah

dan batuk sampai dengan gejala berat seperti gangguan gastrointestinal berupa

perdarahan dan perforasi usus sampai dengan gejala komplikasi berupa

ensefalopati yang dapat menimbulkan syok dan kematian (Rijal, 2014).

2
3

Beberapa faktor dapat mempengaruhi keparahan manifestasi klinis seperti

strain Salmonella typhi, jumlah mikroorganisme yang menginfeksi, status

imunologik, keadaan umum dan status nutrisi, serta pemberian antibiotik

sebagai usaha penyembuhan (Sucipta, 2015).

Terapi antibiotik masih menjadi pilihan utama yang digunakan banyak orang

untuk mengobati penyakit infeksi termasuk demam tifoid. Beberapa jenis

antibiotik yang sering digunakan dalam pengobatan demam tifoid adalah

kloramfenikol, ampisilin, kotrimoksazol, seftriakson dan tiamfenikol. Di

Indonesia, kloramfenikol menjadi obat pilihan pertama untuk mengobati

demam tifoid (Nuraini et al., 2015). Pemberian antibiotik yang tepat pada

pasien demam tifoid sangat penting karena dapat mencegah terjadinya

komplikasi dan mengurangi angka kematian, namun pemberian antibiotik yang

tidak rasional dan perubahan faktor intrinsik dalam mikroba dapat

menimbulkan masalah resistensi dan potensi terjadinya kejadian efek samping

(Sidabutar dan Satari, 2010).

Kecepatan berkembangnya resistensi pada bakteri telah ditemukan meningkat,

dimana dilaporkan adanya beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri termasuk Salmonella typhi sebagai penyebab demam tifoid

menunjukkan mulai adanya Multi Drug Resistant Salmonella typhi (MDRST)

(Sidabutar dan Satari, 2010). Multi Drug Resistant Salmonella typhi adalah

resistensi terhadap lini pertama antibiotik dalam pengobatan demam tifoid

(Juwita et al., 2013). Kondisi tersebut jelas dapat menimbulkan peningkatan

3
4

mortalitas dan morbiditas akibat demam tifoid, oleh sebab itu perlu adanya

upaya untuk memanfaatkan bahan alami sebagai alternatif pengobatan.

Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) merupakan bahan alami yang

memiliki potensi sebagai antibakteri dan sudah banyak artikel – artikel yang

beredar di masyarakat yang menyebutkan bahwa buah naga baik dikonsumsi

pada pasien demam tifoid, namun untuk penelitian ilmiah terkait hal tersebut

masih belum banyak diteliti. Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus)

merupakan salah satu famili Cactacea yang berasal dari Amerika Latin dan

mulai banyak dikembangkan di Indonesia. Daging buah naga merah

(Hylocereus polyrhizus) mengandung asam organik, protein dan beberapa

mineral yang membantu meningkatkan daya tahan tubuh (Rebecca et al.,

2010). Pemanfaatan buah naga merah saat ini masih terbatas pada daging

buahnya saja, sedangkan kulit buah naga merah saat ini belum dimanfaatkan

secara optimal dan hanya menjadi limbah bagi lingkungan (Suhartati dan

Roziqin, 2017). Padahal khasiat kulit buah naga merah menurut penelitian

Nurmahani (2012), bahwa ekstrak n-heksana, kloroform dan etanol kulit buah

naga merah memiliki aktivitas antibakteri pada bakteri gram positif dan gram

negatif.

Ekstrak kulit buah naga merah memiliki potensi sebagai antibakteri dan

antijamur karena mengandung beberapa senyawa aktif seperti flavonoid,

alkaloid dan terpenoid (Hardiana, 2016). Berdasarkan penelitian oleh Kim

(2010), menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah naga merah mengandung

senyawa flavonoid sebanyak 18,16 ± 1.00 mg RE/g sedangkan pada ekstrak

4
5

daging buah merah yaitu sebanyak 9,56 ± 0,11 mg RE/g. Selain mengandung

flavonoid, ekstrak etanol kulit dan daging buah naga juga mengandung

senyawa aktif berupa saponin, tanin dan alkaloid (Suhartati dan Roziqin,

2017).

Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa senyawa dalam produk alami yang

berasal dari tumbuhan seperti flavonoid, saponin, alkaloid dan tanin memiliki

sifat antimikroba (Hardiana, 2016; Suhartati dan Roziqin, 2017). Berdasarkan

penelitian Nurmahani (2012) ekstrak kulit buah naga merah memiliki efek

antibakteri pada bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif, salah

satunya pada bakteri Salmonella typhimurium yang masih satu spesies dengan

bakteri Salmonella typhi. Beberapa penelitian lain juga telah meneliti bahwa

ekstrak kulit dan daging buah naga merah dapat menghambat pertumbuhan

Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, Streptococcus mutans,

Stapylococcus epidermidis, Propionibacterium acnes, Eschericia coli dan

Candida albicans (Astridwiyanti et al., 2019; Suhartati dan Roziqin, 2017;

Hardiana, 2016; Wahdaningsih et al., 2014; Shinta et al., 2017).

Berdasarkan urairan di atas, mempertimbangkan buah naga merah yang dikenal

masyarakat memiliki khasiat pada demam tifoid, adanya perbedaan jumlah

kandungan senyawa antara kulit dan daging buah naga merah (Hylocereus

polyrhizus), serta merupakan tumbuhan yang mudah diperoleh dan memiliki

senyawa antimikroba maka diperlukan penelitian mengenai aktivitas

antimikroba dan perbedaan daya antibakteri dari keduanya. Dalam hal ini,

bakteri uji yang digunakan adalah Salmonella typhi didasarkan keterlibatannya

5
6

dalam menimbulkan penyakit demam tifoid dan tingginya angka insidensi

kasus demam tifoid.

6
7

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana perbedaan daya antibakteri ekstrak etanol kulit dan daging buah

naga merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap pertumbuhan Salmonella typhi ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan

daya antibakteri ekstrak etanol kulit dan daging buah naga merah

(Hylocereus polyrhizus) terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella

typhi.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui diameter zona hambat, Konsentrasi Hambat Minimum

(KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) ekstrak etanol

kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap

pertumbuhan bakteri Salmonella typhi.

2. Mengetahui diameter zona hambat, Konsentrasi Hambat Minimum

(KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) ekstrak etanol

daging buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap

pertumbuhan bakteri Salmonella typhi.

3. Mengetahui perbedaan diameter zona hambat, Konsentrasi Hambat

Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) ekstrak

etanol kulit dan daging buah naga merah (Hylocereus polyrhizus)

terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella typhi.

7
8

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Memberikan pengetahuan, wawasan, dan pengalaman peneliti saat

melakukan penelitian ini.

1.4.2 Bagi Masyarakat

Memberikan informasi pada masyarakat mengenai pengaruh kulit dan

buah naga merah sebagai bahan alami yang dapat digunakan sebagai

antibakteri terhadap Salmonella typhi.

1.4.3 Bagi Ilmu Pengetahuan

Memberikan informasi ilmiah mengenai efektivitas ekstrak etanol kulit

dan daging buah naga merah dalam menghambat pertumbuhan

Salmonella typhi.

1.4.4 Bagi Peneliti Lain

Menjadi acuan penelitian lain mengenai ekstrak kulit dan daging buah

naga merah terhadap bakteri lain.

8
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Salmonella typhi

2.1.1 Morfologi Bakteri

Salmonella typhi adalah bakteri berbentuk batang gram negatif, tidak

memiliki spora, dan bersifat motil dengan flagela peritrik. Bakteri ini

umumnya memiliki ukuran lebar berkisar antara 0,7- 1,5 mikron dan

panjang 2-5 mikron. Salmonella typhi merupakan bakteri yang

termasuk ke dalam famili Enterobacteriaceae dan mempunyai struktur

yang dapat diketahui secara serologis yaitu antigen somatik (antigen O).

antigen flagel (antigen H) dan antigen kapsul (antigen Vi) (Darmawati,

2009). Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu 15-41 ˚C dengan suhu

pertumbuhan optimal yaitu 37˚C dan pH pertumbuhan 6,5-7,5.

Salmonella thypi dapat mati pada suhu 70˚C (Olgunoglu, 2012).

Gambar 1. Salmonella typhi perbesaran 1000x (Dept. Medical Microbiology and


Infectious diseases at University Medical Center Rotterdam, 2019).

9
10

Taksonomi dari bakteri Salmonella typhi adalah sebagai berikut:

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Ordo : Gamma Proteobacteria

Kelas : Enterobacteriales

Famili : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella

Spesies : Salmonella enteric

Subspesies : enterica I

Serotipe : typhi (Jawetz et al, 2010).

2.1.2 Identifikasi Bakteri

Salmonella sp. dapat tumbuh pada berbagai macam media diferensial

dan selektif. Namun media yang paling sering digunakan adalah media

selektif. Salah satu contoh media selektif yaitu Salmonella Shigella

Agar (SSA). Media agar SS mengandung bile salts, brilliant green dan

sodium sitrat yang berfungsi unutk menghambat pertumbuhan bakteri

gram positif dan beberapa bakteri yang memfermentasi laktosa.

Sedangkan untuk contoh media diferensial adalah EMB (Eosin

Methylene Blue) dan MacConkey agar. Media diferensial mengandung

laktosa dengan indikator pH namun tidak mengandung inhibitor non

Salmonella. Salmonella biasanya dapat menghasilkan hidrogen sulfida

(H2S) dan tidak mampu memfermentasi laktosa (Yuswananda, 2015).

Pada agar SS koloni bakteri Salmonella typhi akan berwarna bening dan

berbintik berwarna hitam (Brooks et al., 2010).

10
11

2.1.3 Epidemiologi Demam Tifoid

Demam tifoid merupakan penyakit saluran pencernaan berupa infeksi

akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi.

Penyakit menular ini masih menjadi masalah kesehatan di masyarakat

dengan jumlah kasus sebanyak 21,6 juta kasus per tahun di dunia dan

menyebabkan 216.000-600.000 kasus kematian (Nelwan, 2012). Di

Indonesia prevalensi demam tifoid menunjukkan adanya peningkatan

jumlah kasus dari tahun ke tahunnya sekitar 500/100.000 penduduk

dimana angka kematian yaitu 0,6-5%, dengan penderita terbanyak

adalah pada kelompok usia 2-15 tahun (Purba et al., 2016). Berdasarkan

laporan profil kesehatan Indonesia tahun 2011 mengenai gambaran 10

penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia

tahun 2010, memperlihatkan bahwa demam tifoid mempunyai total

kasus sebanyak 55.098 kasus dengan kematian diperkirakan sekitar

2,06% dan menduduki urutan ke-3 setelah penyakit diare dan

gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu (kolitis infeksi) dan

demam berdarah dengue (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Menurut

dara pada Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) Kementerian

Kesehatan bagian Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2PL),

Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi dengan angka

insidensi kasus suspek tifoid tertinggi berturut – turut pada minggu ke-5

dan minggu ke-10 di tahun 2017. Berdasarkan profil kesehatan

Kabupaten Lampung Selatan tahun 2017 menunjukkan bahwa demam

11
12

tifoid masuk ke dalam sepuluh besar penyakit terbanyak yakni terdapat

13.511 kasus (Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Selatan, 2017).

2.1.4 Patogenesis Demam Tifoid

Bakteri Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau

minuman yang terkontaminasi. Bakteri Salmonella typhi yang tertelan

oleh manusia akan masuk ke dalam lambung dan dapat bertahan

terhadap asam lambung. Selanjutnya bakteri mencapai usus dan

menembus mukosa usus sehingga mencapai folikel limfoid usus halus

(plaque Peyeri). Kemudian Salmonella typhi akan menyebar melalui

saluran limfoid mesenterika dan masuk ke aliran darah sistemik.

Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan

gejala klinis pada penderita. Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14

hari. Kemudian bakteri akan menyebar ke seluruh organ

retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa melalui sirkulasi

sistemik. Di dalam hati, bakteri dapat masuk ke dalam kandung

empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan

secara intermiten ke lumen usus. Sebagian bakteri dikeluarkan melalui

feses dan urin, sebagian lagi melakukan replikasi dalam makrofag dan

masuk kembali ke dalam sirkulasi sistemik dan menyebabkan

bakteremia sekunder. Bakteremia sekunder menimbulkan gejala klinis

seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, dan nyeri pada abdomen

(Sudoyo et al, 2009)

12
13

2.1.5 Gejala Klinis Demam Tifoid

Manifestasi klinis yang timbul dari demam tifoid bervariasi dari gejala

ringan sampai berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang

khas disertai komplikasi hingga kematian. Gejala ringan ditemukan

pada minggu pertama yakni berupa demam, nyeri kepala, pusing, nyeri

otot, anoreksia, mual, muntah. Sedangkan untuk gejala berat dapat

disertai dengan rasa tidak nyaman pada abdomen hingga disertai

komplikasi. Gejala yang sering timbul pada demam tifoid biasanya

meliputi demam persisten yaitu diawali dengan demam yang tidak

terlalu tinggi selanjutnya makin meningkat hari demi hari terutama pada

sore hingga malam hari, pada minggu ke-2 dan ke-3 demam akan terus

menerus dan akan menurun pada akhir minggu ke-3 dan minggu ke-4.

Selanjutnya ada pula gejala lain seperti bibir kering, tampak lidah

ditutupi selaput kotor (coated tongue), mialgia, hepatosplenomegali,

dan nyeri tekan pada perut terutama pada regio epigastrium (Sudoyo et

al., 2009).

2.1.6 Diagnosis Demam Tifoid

Untuk mendiagnosis infeksi bakteri Salmonella typhi dapat dilakukan

pemeriksaan penunjang berupa kultur spesimen dan pemeriksaan

serologis. Pada metode kultur spesimen didapatkan dari darah, feses,

sumsum tulang, dan urin. Spesimen yang didapatkan dari darah

biasanya menunjukkan hasil positif pada minggu pertama dan kultur

feses serta urin menunjukkan hasil positif setelah minggu kedua. Kultur

darah merupakan gold standard metode diagnostik (Nelwan, 2012).

13
14

Untuk uji serologis dapat dilakukan dengan tes Widal untuk mendeteksi

antibodi terhadap antigen O dan H pada bakteri Salmonella typhi,

dimana diagnosis didasarkan atas kenaikan titer sebanyak 4 kali lipat

pada pemeriksaan ulang dengan interval 5-7 hari. Beberapa faktor yang

mempengaruhi uji Widal yakni riwayat vaksinasi, pengobatan dini

dengan antibiotik, gangguan pembentukan antibiotik dan reaksi

anamnestik yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam

tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi (Sudoyo et

al., 2009)

2.1.7 Penatalaksanaan Demam Tifoid

Pasien demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk observasi dan

pengobatan. Terapi pada demam tifoid adalah untuk mencapai keadaan

bebas demam dan gejala, mencegah komplikasi dan menghindari

kematian (Nelwan, 2012). Pasien yang dirawat harus tirah baring

sempurna untuk mencegah terjadinya komplikasi terutama perdarahan

atau perforasi usus. Selain istirahat, kebutuhan cairan yang cukup dan

pengaturan diet pada pasien juga dapat menjadi terapi demam tifoid.

Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup, pemberian

makanan sebaiknya rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat

kasar). Pemberian bubur saring juga dapat diberikan, dengan maksud

untuk menghindari komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus

(Kementerian Kesehatan RI, 2013).

14
15

Pemberian antibiotik juga merupakan pengobatan demam tifoid.

Pemberian antibiotik dilakukan dengan tujuan menghentikan dan

mencegah penyebaran bakteri. Obat-obat antibiotik yang sering

digunakan untuk mengobati demam tifoid yaitu kloramfenikol,

tiamfenikol, kotrimoksazol, ampisilin, amoksisilin dan sefalosporin

generasi ketiga. Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ke-3

yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson (Sudoyo et

al., 2009).

2.2 Uji Aktivitas Antibakteri

Uji kerentanan bakteri terhadap suatu antibiotik dapat dilakukan dengan dua

metode utama, yaitu metode difusi dan metode dilusi. Hasil uji antibiotik

yang didapat tidak hanya dipengaruhi oleh metode saja, tetapi dipengaruhi

pula oleh aktivitas bakteri dan cara ekstraksi yang digunakan (Klancik et al.,

2010). Beberapa metode untuk uji resistensi bakteri adalah sebagai berikut:

2.2.1 Metode Difusi

Metode difusi adalah metode yang akan menunjukkan ada atau tidaknya

senyawa dengan aktivitas antimikroba. Metode difusi dibagi menjadi

beberapa cara, yaitu:

a. Metode Disk diffusion (tes Kirby dan Baur)

Metode ini dilakukan dengan meletakkan kertas cakram yang telah

direndam larutan uji dengan waktu yang telah ditentukan di atas

media yang telah diinokulasi dengan bakteri. Setelah diinkubasi,

pertumbuhan bakteri diamati dan melihat ada tidaknya daerah

15
16

hambatan disekeliling cakram. Semakin besar diameter hambat yang

terbentuk, semakin besar pula sensitivitas antibiotiknya (Klancnik et

al., 2010)

b. Metode Sumuran

Metode sumuran dilakukan dengan membuat lubang ukuran

diameter 6 mm – 8 mm pada agar yang telah diinokulasi bakteri.

Letak dan jumlah lubang disesuaikan dengan penelitian, lalu lubang

diisi dengan larutan yang akan diuji. Setelah diinkubasi selama 18-

24 jam pada suhu 37 ˚C, pertumbuhan bakteri diamati dengan

melihat ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling lubang. Semakin

besar diameter hambat yang terbentuk menandakan semakin besar

pula sensitivitas antibiotiknya (Balouiri et al., 2016).

2.2.2 Metode Dilusi

Metode dilusi adalah metode yang digunakaan untuk mengetahui

seberapa banyak jumlah zat antimikroba yang diperlukan untuk

menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri yang diuji. Metode

dilusi dibedaka menjadi dua, yaitu :

a. Metode dilusi cair (Broth Dilution Test)

Metode dilusi cair dilakukan untuk mengukur Kadar Hambat

Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM). Cara yang

dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antibiotik

pada medium cair yang ditambahkan dengan bakteri uji. Larutan uji

agen antibiotik pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya

16
17

pertumbuhan bakteri uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang

ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada

media cair tanpa penambahan bakteri uji ataupun agen antibiotik,

dan diinkubasi selama 18 – 24 jam. Media cair yang tetap terlihat

jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM (Prayoga, 2013).

b. Metode dilusi padat (Solid Dilution Test)

Metode dilusi padat hampir serupa dengan metode dilusi cair namun

menggunakan media padat. Media agar yang dipersiapkan akan

dicampurkan dengan tiap konsentrasi obat lalu ditanami bakteri dan

selanjutnya diinkubasi (Zeniusa, 2018).

2.3 Buah Naga

Buah naga (Hylocereus sp.) adalah tumbuhan yang berasal dari negara

Amerika Latin, Meksiko dan Kosta Rika. Buah naga merupakan salah satu

buah dari famili Cactacea dan tumbuhan buah naga sendiri merupakan

tumbuhan pendatang baru di dunia pertanian Indonesia. Pertama kali

dikembangkan di Asia yaitu di Negara Vietnam pada tahun 1870 dari Guyana

Buah naga mulai dikenal luas di Indonesia pada awal tahun 2000, diawali

ketika Indonesia melakukan impor buah naga yang berasal dari Negara

Thailand (Mosamandiri, 2017).

2.3.1 Morfologi Buah Naga

Tumbuhan buah naga (Hylocerus sp) terdiri dari akar, batang, duri,

bunga dan buah. Akar tumbuhan buah naga tidak hanya tumbuh pada

dalam tanah namun juga pada celah- celah batang atau dapat disebut

17
18

juga dengan akar gantung. Perakaran tumbuhan buah naga sangat tahan

terhadap kekeringan. Pada batang tumbuhan buah naga mengandung air

dalam bentuk lendir dan berlapiskan lilin. Terdapat juga duri– duri yang

keras dan pendek pada batang dan cabang pada tumbuhan ini, pada

bagian duri akan tumbuh bunga. Bunga tumbuhan buah naga berbentuk

corong memanjang berukuran sekitar 30 cm. Buah naga bentuknya

bulat agak lonjong dengan ukuran berkisar antara 80-500 gram (Syukur

dan Muda, 2015). Kulit buahnya berwarna merah menyala untuk jenis

buah naga merah dan putih, berwarna merah gelap untuk buah naga

hitam, dan berwarna kuning untuk buah naga kuning. Pada kulit buah

naga dipenuhi dengan jumbai-jumbai dengan ketebalan berkisar 1- 2 cm

sehingga dianalogikan dengan sisik naga. Tumbuhan buah naga dapat

tumbuh optimal pada dataran rendah 0-350 m dpl, dengan suhu ideal

yaitu 26˚C - 36˚C. Tumbuhan buah naga cocok ditanam pada tanah

dengan derajat keasaman (pH) 6,5- 7 (Mosamandiri, 2017).

Gambar 2. Buah Naga (Hylocereus sp.) (Mosamandiri, 2017).

18
19

Taksonomi dari buah naga merah adalah sebagai berikut (Syukur dan

Muda, 2015):

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Cactales

Famili : Cactaceae

Subfamili : Hylocereanea

Genus : Hylocereus

Spesies :

 Hylocereus polyrhizus (buah naga merah)

 Hylocereus undatus (buah naga putih)

 Hylocereus costaricensis (buah naga merah hitam)

 Selenicereus megalanthus (buah naga kuning).

2.3.2 Buah Naga Merah

Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) merupakan jenis buah naga

yang paling banyak ditanam di Indonesia dikarenakan teknik

pembudidayaannya yang lebih mudah dibandingkan dengan jenis buah

naga yang lainnya (Mosamandiri, 2017). Buah naga merah memiliki

kulit berwarna merah muda dan daging berwarna merah keunguan.

Pada kulit buah terdapat jumbai – jumbai menyerupai sisik. Ciri fisik

yang paling menonjol dari jenis buah naga yaitu jarak antar duri yang

lebih rapat di bagian batang dan kelopak bunganya berwarna merah

19
20

dibagian pinggir. Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus ) memiliki

rasa lebih manis dibandingkan dengan buah naga berdaging putih

(Hylocereus undatus) (Kartika, 2015). Tumbuhan buah naga merah ini

cenderung berbunga sepanjang tahun dan lokasi penanaman yang ideal

yaitu (Hardiana, 2016). Pemanfaatan buah naga merah saat ini yaitu

sebagai buah konsumsi, dapat diolah menjadi jus, selai, es krim ataupun

dikonsumsi langsung. Zat warna pada buah naga merah yakni

betasianin sering digunakan sebagai pewarna makanan alami diberbagai

produk makanan olahan (Asmah dan Nurul, 2014).

Gambar 3. Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) (Syukur dan Muda, 2015).

2.3.3 Kandungan dan Senyawa Kimia Buah Naga Merah

Daging buah naga merah mengandung senyawa- senyawa organik,

protein dan beberapa mineral yang dapat berguna dalam meningkatkan

daya tahan tubuh (Rebecca et al., 2010). Berdasarkan hasil penelitian

Taiwan Food Industry Development and Research Authorities, daging

buah naga merah per 100 gram nya mengandung protein sebanyak

0,159- 0,299 g, kadar lemak sebanyak 0,21-0,61 g, kadar serat kasar

sebanyak 0,7-0,9 g, kadar karoten 0,005-0,012 g, kadar kalsium

sebanyak 6,3-8,8 g dan fosfor 30,2-36,1 g. Protein dari buah naga

20
21

merah dapat membantu melancarkan metabolisme tubuh dan menjaga

kesehatan jantung, selain itu kandungan serat pada buah naga mampu

mencegah terjadinya penyakit gangguan pencernaan dan saluran

kencing serta baik untuk diet. Ada juga kandungan karoten yang baik

untuk menjaga kesehatan mata, kandungan kalsium yang berfungsi

menjaga kekuatan tulang, kandungan fosfor untuk pertumbuhan

jaringan tubuh dan kandungan zat besi yang berfungsi dalam

pembentukan darah. Buah naga merah juga mengandung vitamin B1

(tiamin), vitamin B2 (riboflavin), vitamin B3 (niasin) dan vitamin C

yang baik untuk metabolisme tubuh. (Syukur dan Muda, 2015).

Kandungan senyawa kimia lainnya yang terdapat dalam daging buah

naga merah yaitu likopen dan flavonoid yang merupakan antioksidan

alami yang dapat membantu untuk menurunkan resiko kanker, penyakit

jantung dan menurunkan tekanan darah. Kandungan antioksidan yang

tinggi pada buah naga merah (Hylocereus polyhizus) bermanfaat dalam

menurunkan stress oksidatif dalam tubuh (Zainoldin, 2012).

Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus ) tidak hanya daging nya saja

yang kaya akan manfaat, namun kulitnya juga memiliki banyak potensi.

Kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) berkhasiat sebagai

antioksidan, antibakteri, dan sumber pigmen alami. Kulit buah naga

juga memiliki efek dalam menurunkan kadar trigliserida serum pada

tikus dislipidemia, hal ini menunjukkan potensi kulit buah naga merah

sebagai terapi alternatif pada penderita dislipidemia nantinya (Pramana

21
22

et al., 2016). Ekstrak kulit buah naga memiliki kandungan berupa

flavonoid memiliki efek antibakteri pada bakteri gram positif maupun

bakteri gram negatif (Nurmahani et al.,2012). Berdasarkan penelitian

oleh Kim (2011) terdapat perbedaan kandungan senyawa flavonoid

pada kulit dan daging buah naga merah, ekstrak kulit buah naga merah

mengandung senyawa flavonoid sebanyak 18,16 ± 1.00 mg RE/g

sedangkan pada ekstrak daging buah merah yaitu sebanyak 9,56 ± 0,11

mg RE/g. Selain flavonoid, ekstrak kulit dan daging buah naga merah

juga mengandung senyawa saponin, alkaloid dan juga tanin yang dapat

berfungsi sebagai antibakteri.

2.3.3.1 Flavonoid

Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan, dalam bentuk

aglikon maupun terikat pada gula sebagai glikosida. Pada

tumbuhan, flavonoid juga dapat berfungsi untuk mengatur

pertumbuhan serta mengatur fotosintesis. Flavonoid memiliki

kemampuan daya antibakteri melalui tiga mekanisme yaitu

menghambat sintesis asam nukleat, menghambat fungsi

membran sel dan menghambat metabolisme energi. Flavonoid

menghambat fungsi membran sel bakteri dengan membentuk

ikatan komplek dengan protein ekstraseluler yang bersifat

terlarut sehingga terjadi kerusakan pada membran sel dan

menyebabkan keluarnya senyawa intraseluler (Rahman et al.,

2017).

22
23

2.3.3.2 Saponin

Saponin merupakan senyawa yang secara alami mengandung

glikosida, banyak terdapat di tumbuhan. Keberadaan saponin

dapat dideteksi dengan mengamati kemampuannya membentuk

busa. Saponin dapat menimbulkan aktivitas antibakteri,

antijamur dan antivirus (Oleszek, 2017). Efek utama saponin

terhadap bakteri adalah merusak sitoplasma, sehingga

permeabilitas membran sel akan berkurang dan transport zat ke

dalam sel dan ke luar sel menjadi tidak terkontrol (Suhartati dan

Roziqin, 2017).

2.3.3.3 Alkaloid

Senyawa ini banyak ditemukan pada tanaman berbunga.

Senyawa yang tergolong ke dalam alkaloid adalah senyawa

yang mengandung nitrogen. Alkaloid memiliki efek antibakteri

dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan

sehingga pembentukkan dinding sel tidak terbentuk secara utuh

dan stabil (Astridwiyanti, 2019).

2.3.3.4 Tanin

Senyawa ini memiliki aktivitas sebagai antibakteri dengan cara

menghambat kerja enzim dan menghambat fungsi materi genetik

sehingga bakteri tidak dapat terbentuk. Selain itu tanin juga

bereaksi pada dinding sel, mengganggu komponen penyusun

peptidoglikan serta menghambat sintesis protein pada dinding

23
24

sel, sehingga permeabilitas dinding menjadi terganggu

(Astridwiyanti et al., 2019).

24
25

2.4 Kerangka Teori

Ekstrak etanol kulit dan daging


buah naga merah (Hylocereus
polyrhizus)

Mengandung senyawa kimia

Flavonoid Saponin Alkaloid Tanin

Merusak Menghambat
Membentuk Menghambat
membran sintesis protein
senyawa pembentukan
sitoplasma pada dan menganggu
kompleks peptidoglikan
sel bakteri. komponen
dengan protein pada sel bakteri penyusunan
ekstrakseluler peptidoglikan
dan terlarut pada sel bakteri

Keluarnya Merusak sel


Merusak
senyawa dengan tidak Merusak
permeabilitas
intraseluler terbentuknya permeabilitas
selektif dari
akibat rusaknya lapisan dinding dinding sel
membran sel
membran sel bakteri secara bakteri
bakteri.
bakteri. utuh.

Efek antibakteri

Hambat pertumbuhan Salmonella typhi

Gambar 4. Kerangka Teori (Rahman et al., 2017; Suhartati dan Roziqin, 2017;
Astridwiyanti et al, 2019)

25
26

2.5 Kerangka Konsep

Variabel bebas:
Variabel terikat:
Ekstrak etanol kulit dan daging
diameter zona hambat, kadar
buah naga merah (Hylocereus
hambat minimum (KHM) dan
polyrhizus)
kadar bunuh minimum (KBM)
Salmonella typhi

Gambar 5. Kerangka konsep

2.6 Hipotesis

1. H0 : Tidak terdapat perbedaan diameter zona hambat ekstrak etanol

kulit dan daging buah naga merah (Hylocereus polyrhizus)

terhadap pertumbuhan Salmonella typhi.

Ha : Terdapat perbedaan diameter zona hambat ekstrak etanol kulit

dan daging buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap

pertumbuhan Salmonella typhi.

2. H0 : Tidak terdapat perbedaan konsentrasi hambat minimum (KHM)

ekstrak etanol kulit dan daging buah naga merah (Hylocereus

polyrhizus) terhadap pertumbuhan Salmonella typhi.

Ha : Terdapat perbedaan konsentrasi hambat minimum (KHM) ekstrak

etanol kulit dan daging buah naga merah (Hylocereus polyrhizus)

terhadap pertumbuhan Salmonella typhi.

3. H0 : Tidak terdapat perbedaan konsentrasi bunuh minimum (KBM)

ekstrak etanol kulit dan daging buah naga merah (Hylocereus

polyrhizus) terhadap pertumbuhan Salmonella typhi.

26
27

Ha : Terdapat perbedaan konsentrasi bunuh minimum (KBM) ekstrak

etanol kulit dan daging buah naga merah (Hylocereus polyrhizus)

terhadap pertumbuhan Salmonella typhi.

27
28

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan desain penelitian post test dengan

kelompok kontrol (post test only control group design) (Masturoh dan Anggita,

2018). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan daya antibakteri

ekstrak etanol kulit dan daging buah naga merah (Hylocereus polyrhizus)

terhadap pertumbuhan Salmonella typhi.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitan

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung dan Laboratorium Kimia Organik

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lampung.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan

November 2019.

28
29

3.3 Mikroba dan Bahan Uji Penelitian

3.3.1 Mikroba Uji Penelitian

Dalam penelitian ini, digunakan bakteri uji Salmonella typhi yang

diperoleh dari UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta.

3.3.2 Bahan Uji Penelitian

Penelitian ini menggunakan buah naga merah (Hylocereus polyrhizus)

yang diperoleh dari perkebunan buah naga merah Sabina Lumbung

Persada Karang Anyar Lampung Selatan. Buah naga merah

(Hylocereus polyrhizus) ini nantinya akan dibersihkan dan dipisahkan

antara kulit dan daging buahnya, setelah itu dikeringkan dan kemudian

akan diekstrak di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Lampung.

3.3.3 Media Kultur

Penelitian ini menggunakan Salmonella Shigella (SS) agar sebagai

media kultur. Agar SS adalah media agar selektif untuk pertumbuhan

dan perkembangan bakteri Salmonella dan Shigella sehingga cocok

untuk perkembangan Salmonella typhi (Brooks et al., 2010). Setelah

dilakukan kultur, digunakan media Muller Hinton Agar (MHA) sebagai

media tempat dilakukannya uji diameter zona hambat bakteri pada

metode difusi dan uji Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) serta media

Mueller Hinton Broth.(MHB) sebagai media tempat dilakukannya uji

Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dengan metode dilusi.

29
30

3.4 Identifikasi Variabel

Pada penelitian ini digunakan beberapa variabel yang dibagi ke dalam beberapa

bagian, yaitu variabel independen dan dependen.

3.4.1 Variabel Independen

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol kulit dan

daging buah naga merah (Hylocereus polyrzeus) dalam berbagai tingkat

konsentrasi.

3.4.2 Variabel Dependen

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah diameter zona hambat,

konsentrasi hambat minimum dan konsentrasi bunuh minimum

pertumbuhan Salmonella typhi.

30
31

3.5 Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi operasional variabel independen dan dependen penelitian


Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ekstrak etanol Zat yang diperoleh Menggunakan Ekstrak etanol Ordinal.
kulit buah naga dari ekstraksi etanol persamaan: kulit buah
merah kulit buah naga naga merah
(Hylocereus merah melalui N1xV1=N2xV2 dengan
polyrzeus). proses mekanik dan konsentrasi
kimiawi. Keterangan K1 = 6,25%
K2 = 12,5%
N1 = Konsentrasi awal K3 = 25%
V1 = Volume awal K4 = 50%
N2 = Konsentrasi akhir K5 = 100%.
V2 = Volume akhir.

Ekstrak etanol Zat yang diperoleh Menggunakan Ekstrak etanol Ordinal.


daging buah dari ekstraksi etanol persamaan: daging buah
naga merah daging buah naga naga merah
(Hylocereus merah melalui N1xV1=N2xV2 dengan
polyrzeus). proses mekanik dan konsentrasi
kimiawi. Keterangan D1 = 6,25%
D2 = 12,5%
N1 = Konsentrasi awal D3 = 25%
V1 = Volume awal D4 = 50%
N2 = Konsentrasi akhir D5 = 100%.
V2 = Volume akhir.

Diameter zona Pertumbuhan Menggunakan jangka Zona hambat Numerik


hambat bakteri yang sorong/ penggaris pertumbuhan
pertumbuhan terbentuk setelah untuk mengukur bakteri (mm).
Salmonella diberikan diameter zona jernih
typhi antimikroba dengan disekitar sumuran.
menggunakan
metode sumuran.

Konsentrasi Konsentrasi Membandingkan Konsentrasi Numerik.


Hambat minimum yang kejernihan dengan ekstrak (%).
Minimum dibutuhkan suatu kontrol.
(KHM) antimikroba dalam
pertumbuhan menghambat
Salmonella pertumbuhan bakteri
typhi Salmonella typhi.

Konsentrasi Konsentrasi Melihat pertumbuhan Konsentrasi Numerik.


Bunuh minimum yang koloni dari ekstrak ekstrak (%).
Minimum dibutuhkan suatu yang telah didilusi.
(KBM) antimikroba dalam
pertumbuhan membunuh bakteri
Salmonella Salmonella typhi.
typhi

31
32

3.6 Besar Sampel

Pada penelitian ini sampel yang akan digunakan adalah ekstrak etanol kulit

dan daging buah naga merah (Hylocereus polyrzeus), masing-masing dibuat 5

seri konsentrasi (6,25%, 12,5%, 25%, 50%, 100%). Seftriakson digunakan

sebagai kontrol positif dan akuades sebagai kontrol negatif yang akan

diberikan untuk mempengaruhi pertumbuhan Salmonella typhi. Besar sampel

atau pengulangan perlakuan dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus

Federer (Sastroasmoro, 2011):

(n-1) (t-1) ≥ 15

(n-1) (12-1) ≥ 15

(n-1) 11 ≥ 15

11n – 11 ≥ 15

11n ≥ 26

n ≥ 2,36

Keterangan:

n = banyaknya sampel (pengulangan)

t = banyaknya perlakuan (ekstrak etanol kulit buah naga merah dengan

konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%, 50%, 100%, ekstrak etanol daging buah

naga merah dengan konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%, 50%, 100%,

seftriakson sebagai kontrol positif dan akuades sebagai kontrol negatif).

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka besar sampel yang digunakan

yaitu 2,36. Namun untuk menghindari terjadinya kesalahan, maka besar

sampel dibulatkan menjadi 3. Besar sampel ini selanjutnya akan digunakan

sebagai acuan dilakukannya pengulangan perlakuan pada penelitian ini.

32
33

3.7 Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian post test only control group

design. Pada penelitian ini, ekstrak etanol kulit dan daging buah naga merah

(Hylocereus polyrzeus) masing- masing diencerkan dengan akuades steril

sehingga terbentuk berbagai macam konsentrasi di dalam tabung reaksi.

Setelah terbentuk konsentrasi yang diinginkan, ekstrak etanol kulit dan

daging buah naga merah dimasukkan ke dalam sumuran yang telah dibuat,

lalu kemudian diamati zona hambat dari pertumbuhan bakteri Salmonella

typhi. Selanjutnya dilakukan pula uji kadar hambat minimum (KHM) dan

kadar bunuh minimum (KBM). KHM akan dinilai dari kejernihan tabung

pada berbagai konsentrasi ekstrak yang telah diinokulasi bakteri dan

diinkubasi selama 24 jam, selanjutnya dilakukan teknik penggoresan pada

media agar kemudian diinkubasi kembali selama 24 jam, konsentrasi yang

tidak terdapat pertumbuhan bakteri dianggap sebagai KBM. Penelitian ini

akan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.

3.7.1 Alat dan Bahan Penelitian

3.7.1.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Handschoon dan masker

b. Inkubator

c. Rak dan tabung reaksi

d. Tabung Erlenmeyer

e. Cawan petri

f. Gelas beker

33
34

g. Pipet

h. Mikro pipet

i. Ose

j. Lampu bunsen

k. Jangka sorong

l. Autoklaf

m. Rotary evaporator

3.7.1.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Ekstrak etanol kulit dan daging buah naga merah (Hylocereus

polyrzeus) yang diperoleh dari ekstraksi kulit dan daging buah

naga merah. Proses pengekstrakan dilakukan di Laboratorium

Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

(FMIPA) Universitas Lampung.

b. Bakteri uji yang digunakan yaitu Salmonella typhi yang

diperoleh dari UPTD Balai Laboratorium Klinik Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta.

c. Media Salmonella Shigella Agar, Muller Hinton Agar dan

Muller Hinton Broth.

d. Akuades steril

34
35

3.7.2 Sterilisasi Alat

Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini sebelumnya akan

dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dibungkus

dengan kertas pembungkus. Selanjutnya dilakukan sterilisasi

menggunakan autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 1 atm dilakukan

selama 15-20 menit (Suhartati dan Nuryanti, 2015).

3.7.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit dan Daging Buah Naga Merah

Buah naga merah (Hylocereus polyrzeus) sebanyak 6 kg dicuci dengan

air mengalir dan dibersihkan dari kotoran yang menempel. Kemudian

sampel dipisahkan antara kulit dan daging buahnya. Kulit dan daging

buah naga merah dipotong-potong tipis dan kecil lalu diletakkan di

tempat terpisah , kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan

selama empat hari, kemudian dikeringkan kembali dalam oven selama

24 jam dengan suhu 50˚C. Kulit dan daging buah naga yang sudah

kering dihaluskan menggunakan blender sehingga diperoleh serbuk

simplisia kulit dan daging buah naga merah (Hylocereus polyrzeus).

Setelah kering, masing-masing sampel kemudian direndam dengan

etanol 96% secukupnya sesuai dengan banyaknya simplisia. Etanol

digunakan sebagai pelarut karena bersifat netral, kuman sulit tumbuh

dalam etanol, absorbsi baik, etanol dapat bercampur dengan air dalam

segala perbandingan, dan selektif dalam menghasilkan jumlah senyawa

aktif yang optimal. Perendaman dilakukan selama 3 hari dengan

dilakukan pengadukan larutan 2 kali sehari, kemudian dimaserasi

hingga terekstrak sempurna dan diperoleh maserat dan ampas.

35
36

Selanjutnya dilakukan penyaringan untuk memisahkan hasil maserat

dengan ampas menggunakan kertas saring. Hasil penyaringan

dievaporasi selama 3 jam untuk menghilangkan pelarutnya dengan

rotary evaporator pada suhu 50°C sehingga diperoleh ekstrak etanol

kulit dan daging buah naga merah. Masing-masing ekstrak kental yang

diperoleh, diencerkan dengan akuades steril lalu dibuat 5 seri

konsentrasi (6,25%, 12,5%, 25%, 50%, 100%) (Hardiana, 2016).

3.7.4 Identifikasi Bakteri Uji

Identifikasi dilakukan dengan pewarnaan gram dan tes biokimia, yaitu

sebagai berikut:

3.7.4.1 Pewarnaan Gram

Dari bahan pemeriksaan akan dibuat sediaan menggunakan

object glass, lalu diwarnai dengan prinsip pewarnaan gram dan

diamati di bawah mikroskop. Bakteri gram positif menunjukkan

warna ungu dan bakteri gram negatif menunjukkan warna merah

muda. Pada uji identifikasi bakteri Salmonella typhi akan

didapatkan hasil warna merah dan berbentuk batang

(Yuswananda, 2015).

3.7.4.2 Kultur Bakteri

Bakteri sebanyak satu ose dikultur pada media yang sesuai yaitu

media Salmonella Shigella Agar, dan dimasukkan ke dalam

inkubator dengan suhu 37°C selama 24 jam (Radji, 2010).

36
37

3.7.4.3 Tes Biokimiawi

a. Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar)

Tes ini dilakukan pada agar miring yang mengandung 3 jenis

gula, yaitu glukosa, laktosa dan sukrosa. Tes ini dilakukan

untuk melihat kemampuan bakteri untuk memfermentasikan

gula, menghasilkan gas dan menghasilkan sulfur. Hasil

positif pada koloni Salmonella sp berupa perubahan warna

menjadi kuning dan berwarna merah pada bagian agar

miring, terdapat perubahan warna kehitaman pada bagian

dasar agar yang menandakan bakteri menghasilkan H2S serta

bisa terdapat gas ataupun tidak yang ditandai dengan

pecahnya media atau terangkatnya media ke atas

(Yuswananda, 2015).

b. Uji Simmon‟s Citrat Agar

Tes ini dilakukan untuk melihat kemampuan bakteri

menggunakan natrium sitrat sebagai sumber utama

metabolisme dan pertumbuhan. Hasil positif jika terjadi

perubahan warna dari hijau menjadi biru (Radji, 2010).

c. Uji SIM (Sulfid Indol Motility)

Tes ini dilakukan untuk melihat motilitas bakteri. Hasil

positif jika ada pertumbuhan bakteri disekitar tusukan dengan

ose dan menyebar pada media SIM tersebut (Radji, 2010).

37
38

3.7.5 Teknik Pembuatan Suspensi Bakteri

Bakteri strain murni Salmonella typhi dibuat suspensi dengan

memasukannya ke dalam larutan NaCl 0,9% pada tabung reaksi

menggunakan ose kemudian dibandingkan kekeruhannya dengan

larutan McFarland 0,5 yang sebanding dengan 108 CFU/ ml.(Santoso et

al, 2013).

3.7.6 Pembuatan Media

Muller Hinton Agar (38 gr/L) ditimbang seberat 12 gram kemudian

dilarutkan dalam 200 ml akuades lalu dipanaskan sampai mendidih,

kemudian disterilkan dalam autoklaf selama 20 menit dengan tekanan

udara 1 atm suhu 121°C. Selanjutnya sebanyak 200 ml media ini,

diinokulasikan dengan suspensi bakteri Salmonella typhi sebanyak 4 ml

sesuai standar kekeruhan 0,5 McFarland, dan diaduk sampai merata.

MHA yang telah diinokulasi Salmonella typhi dituang ke dalam cawan

petri masing-masing 20 ml dan dibiarkan memadat. Pada tiap cawan

petri dibuat sumuran menggunakan sedotan steril dengan diameter 6

mm (Suhartati dan Nuryanti, 2015).

Untuk pembuatan media Mueller Hinton Broth (MHB), 2,1 g MHB

dilarutkan dalam 100 ml akuades kemudian dipanaskan sampai larut.

Selanjutnya MHB yang ada di dalam labu Erlenmeyer ditutup dengan

kapas dan dilapisi dengan aluminium foil lalu disterilkan dengan

autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Zahro dan Agustini, 2013).

38
39

3.7.7 Uji Diameter Zona Hambat Salmonella typhi

Uji aktivitas antibakteri yang digunakan adalah metode difusi sumuran

(well diffusion method). Metode sumuran dipilih karena penanaman

bakteri yang langsung dicampurkan ke dalam larutan sehingga

menyebabkan pertumbuhan bakteri yang lebih merata dibandingkan

dengan metode lain. Selain itu, substrat uji akan langsung diinjeksikan

ke dalam lubang sumuran sehingga diharapkan kerja dari substrat uji

lebih efektif dan hasil yang diperoleh lebih maksimal (Nuraina, 2015).

Pengujian diameter zona hambat Salmonella typhi dilakukan

menggunakan metode sumuran dengan langkah kerja sebagai berikut:

a. Memasukkan 50μL masing-masing ekstrak etanol kulit dan daging

buah naga merah (Hylocereus polyrzeus) dengan konsentrasi 6,25%,

12,5%, 25%, 50% dan 100% ke dalam masing-masing sumuran.

b. Sebagai kontrol positif digunakan seftriakson (dengan dosis 1 gram

dalam 10ml aquabidest) yang dimasukkan ke dalam sumuran

sebanyak 50 μl.

c. Sebagai kontrol negatif digunakan akuades steril yang dimasukan ke

dalam sumuran sebanyak 50 μl.

d. Tiap media diberi label lalu diinkubasi pada suhu kamar 37°C selama

24 jam.

e. Diukur zona hambat yang terbentuk disekitar sumuran dengan

menggunakan penggaris atau jangka sorong.

f. Prosedur di atas dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.

39
40

3.7.8 Uji Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)

Konsentrasi hambat minimum diukur dengan metode makrodilusi

pembenihan cair. Inokulum yang digunakan yaitu bakteri Salmonella

typhi sesuai standar kekeruhan 0,5 McFarland. Sebanyak 0,5 ml

inokulum ditambahkan pada masing-masing tabung yang berisi 1 ml

Mueller Hinton Broth dan 1 ml ekstrak etanol kulit dan daging buah

naga merah (Hylocereus polyrzeus) dengan konsentrasi masing-masing

6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan 100%. Selain itu disiapkan juga kontrol

negatif berupa akuades steril dan kontrol positif berupa larutan

seftriakson (dosis 1 gr dalam 10 ml aquabidest). Semua tabung tersebut

diinkubasi pada suhu 35ºC selama 24 jam kemudian diamati dan

dibandingkan dengan kontrol positif. KHM merupakan konsentrasi

terendah ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada

tabung yang dapat dilihat dari pembiakan cair yang jernih secara kasat

mata, jika jernih menandakan tidak adanya pertumbuhan bakteri

(Cockerill et al., 2012).

3.7.9 Uji Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM)

Konsentrasi bunuh minimum diukur dengan melakukan penggoresan

pada Muller Hinton Agar dari hasil uji KHM. Agar kemudian

diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC. Konsentrasi terendah dari

media yang tidak menunjukkan adanya pertumbuhan koloni bakteri

dianggap sebagai konsentrasi bunuh minimum (Suhartati dan Roziqin,

2017).

40
41

3.8 Alur Penelitian

3.8.1 Alur Penelitian Ekstrak Etanol Kulit Buah Naga Merah

(Hylocereus polyrzeus)

Proses pengeringan kulit buah naga merah

Ekstraksi kulit buah naga merah

Pengenceran ekstrak

Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak


Kontrol (+)
etanol etanol etanol etanol etanol Kontrol
Seftriakson
kulit buah kulit buah kulit buah kulit buah kulit buah (-)
(1 gr dalam
naga naga naga naga naga Akuades
10 ml
merah merah merah merah merah steril
aquabidest)
6,25% 12,5% 25% 50% 100%

Uji identifikasi bakteri Salmonella typhi


Pembuatan media dan inokulum

Uji aktivitas antibakteri

Uji daya hambat (metode difusi Uji konsentrasi hambat minimum


sumuran) (metode dilusi broth)

Pengukuran diameter zona hambat Penentuan konsentrasi hambat


minimum

Sub kultur pada media agar (uji


konsentrasi bunuh minimum)

Penentuan konsentrasi bunuh minimum

Analisis data

Gambar 6. Diagram Alur Prosedur Penelitian Ekstrak Etanol Kulit Buah Naga Merah.

41
42

3.8.2 Alur Penelitian Ekstrak Etanol Daging Buah Naga Merah

(Hylocereus polyrzeus)

Proses pengeringan daging buah naga merah

Ekstraksi daging buah naga merah

Pengenceran ekstrak

Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak


etanol etanol etanol etanol etanol Kontrol (+)
Kontrol
daging daging daging daging daging Seftriakson
(-)
buah buah buah buah buah (1 gr dalam
Akuades
naga naga naga naga naga 10 ml
steril
merah merah merah merah merah aquabidest
6,25% 12,5% 25% 50% 100%

Uji identifikasi bakteri Salmonella typhi


Pembuatan media dan inokulum

Uji aktivitas antibakteri

Uji daya hambat (metode difusi Uji konsentrasi hambat minimum


sumuran) (metode dilusi broth)

Pengukuran diameter zona hambat Penentuan konsentrasi hambat


minimum

Sub kultur pada media agar (uji


konsentrasi bunuh minimum)

Penentuan konsentrasi bunuh minimum

Analisis data

Gambar 7. Diagram Alur Prosedur Penelitian Ekstrak Etanol Daging Buah Naga Merah.

42
43

3.9 Pengolahan dan Analisis Data

3.9.1 Pengolahan Data

Data yang diperoleh melalui pencatatan hasil identifikasi kultur bakteri

Salmonella typhi setelah diberi perlakuan terhadap ekstrak etanol kulit

dan daging buah naga merah (Hylocereus polyrzeus), kontrol negatif

(akuades), dan kontrol positif (antibiotik), kemudian diubah ke dalam

bentuk tabel, data diolah menggunakan program analisis data. Prosedur

pengolahan data tersebut terdiri dari beberapa langkah, yaitu (Dahlan,

2014):

a. Editting, merupakan kegiatan berupa pengecekan dan perbaikan data

yang ada dalam penelitian.

b. Coding, merupakan kegiatan berupa mengkonversikan

(menerjemahkan) data yang dikumpulkan selama penelitian ke dalam

simbol yang sesuai untuk keperluan analisis.

c. Data entry, merupakan kegiatan berupa memasukan data kedalam

program komputer.

d. Cleaning, merupakan kegiatan berupa pengecekan ulang data dari

setiap sumber data untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan

kode, ketidaklengkapan dan kemudian dilakukan koreksi.

3.9.2 Analisis Data

Dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbedaan daya antibakteri

pada pemberian ekstrak etanol kulit dan daging buah naga merah

(Hylocereus polyrhizus) terhadap pertumbuhan Salmonella typhi. Uji

43
44

normalitas data yang akan digunakan adalah uji Shapiro-wilk karena

jumlah sampel data tidak lebih dari 50 sampel. Sedangkan untuk uji

homogenitasnya digunakan Levene. Distribusi data dikatakan normal

bila p > 0,05 (memenuhi asumsi normalitas), sedangkan bila p < 0,05

maka distribusi data dikatakan tidak normal. Apabila data berdistribusi

normal, selanjutnya akan dilakukan uji analisis menggunakan uji Anova

satu arah (One Way Anova) dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Namun

apabila pada uji normalitas didapatkan data tidak terdistribusi normal

akan dilakukan uji analisis menggunakan uji Kruskal-Wallis kemudian

dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney sebagai alternatif.

Interpretasi uji statistik, yaitu;

a. Bila p < 0,05 maka hasil bermakna ada perbedaan bermakna antara

variabel independen dan dependen, atau H0 ditolak.

b. Bila p > 0,05 H0 diterima, hal ini berarti bahwa data sampel tidak

mendukung adanya perbedaan yang bermakna (Dahlan, 2014).

3.10 Etika Penelitian

Penelitian ini telah diajukan kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan telah mendapat izin

penelitian dengan nomor surat 3698/UN26.18/PP.05.02.00/2019.

44
60

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Pada penelitian ini didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Ekstrak etanol kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) memiliki

aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella typhi namun

masih tidak lebih baik dibandingkan kontrol positif yaitu antibiotik

seftriakson, Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) 6,25% dan Konsentrasi

Bunuh Minimum (KBM) 25%.

2. Ekstrak etanol daging buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) memiliki

aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella typhi namun

masih tidak lebih baik dibandingkan kontrol positif yaitu antibiotik

seftriakson, Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) 6,25% dan Konsentrasi

Bunuh Minimum (KBM) 25%.

3. Tidak terdapat perbedaan diameter zona hambat, Konsentrasi Hambat

Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) yang bermakna

secara statistik.

60
61

4.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kadar kandungan senyawa aktif

yang memiliki efek antibakteri pada ekstrak etanol kulit dan daging buah naga

merah (Hylocereus polyrhizus).

2. Perlu dilakukan penelitian mengenai ekstrak etanol kulit dan daging buah naga

merah (Hylocereus polyrhizus) secara in vivo untuk uji toksisitas.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui perbedaan aktivitas

antibakteri ekstrak etanol kulit dan daging buah naga merah (Hylocereus

polyrhizus) terhadap bakteri gram positif dan bakteri gram negatif lainnya.

4. Perlu menjaga sterilitas dalam melakukan prosedur penelitian untuk

menghindari terjadinya kontaminasi mikroorganisme lain pada bakteri uji.

61
62

DAFTAR PUSTAKA

Ahmedullah H, Khan FY, Maslamani MA, Soub HA, Chacko K, Khattab MA et


al., 2018. Epidemiological and clinical features of Salmonella typhi
infection among adult patients in Qatar: A Hospital based study. Oman
Medical Journal. 33(6): 468-472.

Asmah R, Nurul SR. 2014. Variability in nutritional composition and


phytochemical properties of red pitaya (Hylocereus polyrhizus) from
Malaysia and Australia. International Food Research Journal. 21(4): 1689-
1697.

Astridwiyanti AAB, Mahendra AN, Dewi NWS. 2019. Uji efektivitas ekstrak
etanol kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap
Staphylococcus aureus ATCC 25923 secara in vitro. Intisari Sains Medis.
10(3): 482-86.

Balouiri M, Sadiki M, Ibnisouda SK. 2016. Methods for in vitro evaluating


antimicrobial activity: A review. Journal of Pharmaceutical Analysis. 6(2):
71-79.

Brooks GF, Carroll KC, Butel JS, Morse SA, Mietzner TA. 2010. Jawetz,
Melnick, and Adelberg medical microbiology ed 25. The McGraw-Hill
Companies, Inc.

Cita YP. 2011. Bakteri Salmonella typhi dan demam tifoid. Jurnal Kesehatan
Masyarakat September - Maret 2011. 6(1):42–46.

Cockerill FR, Wikler MA, Alder J, Dudley MN, Eliopoulus GM, Ferraro MJ, dkk.
2012. Methods for dilution antimicrobial susceptibility tests for bacteria
that grow aerobically: Approved standard. Edisi ke-9. Pennysylvania:
CLSI.

Dahlan, Sopiyudin. 2014. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta:


Epidemiologi Indonesia.

Darmawati, S. 2009. Keanekaragaman genetik Salmonella typhi. Jurnal Kesehatan


2(1):27-33.

62
63

Dept. Medical Microbiology and Infectious diseases at University of Medical


Center Rotterdam.Salmonella typhi microbe canvas [Online] [diunduh 5
Oktober 2019]. Tersedia dari: http://microbe-
canvas.com/Bacteria.php?p=1268.
Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Selatan. 2017. Profil kesehatan Kabupaten
Lampung Selatan. Kalianda: Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung
Selatan.

Eerik I. 2010 .Tropical diseases and their simultaneous treatment worldwide


[tesis]. Finlandia: Universitas Mikkeli.

Hardiana, Wahyu Rina. 2016. Efektivitas ekstrak kulit buah naga merah
(Hylocereus polyrhizus) terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans dan
Candida albicans (in vitro) [skripsi]. Jember: Universitas Jember.

Indang N, Guli MM, Alwi M. 2013. Uji resistensi dan sensitivitas bakteri
Salmonella thyphi pada orang yang sudah pernah menderita demam tifoid
terhadap antibiotik. Jurnal Biocelebes. 7(1): 27-34.

Juwita S, Hartoyo E, Budiarti LY. 2013. Pola senstivitas in vitro Salmonella typhi
terhadap antibiotik kloramfenikol, amoksisilin, dan kotrimoksazol.
Berkala Kedokteran. 9(1):21–29.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Profil kesehatan Indonesia.


Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Sistematika pedoman


pengendalian penyakit demam tifoid. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Buletin SKDR minggu ke-5.


Jakarta: Public Health Emergency Operation Center.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Buletin SKDR minggu ke-10.


Jakarta: Public Health Emergency Operation Center.

Kim H, Choi HK, Moon JY, Kim YS, Mossadik A, Cho SK. 2010. Comparative
antioxidant and antiproliferative activities of red and white pitayas and
their correlation with flavonoid and polyphenol content. Journal of Food
Science. 76(1): C38-C45.

Klancnik A, Piskernik S, Jersek B, Mozina SS. 2010. Evaluation of diffusion and


dilution methods to determine the antibacterial activity plant extract.
Journal Microbiological Methods. 81:121-126.

Kurniasih M, Tursina, Rismawan T.2017. Diagnosis penyakit tropis berbasis


WEB dengan metode certainty factor. Jurnal Coding. 5(3): 64-71.

63
64

Masturoh I, Anggita N. 2018. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta:


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Mediatani, 2017. Cara menanam buah naga berbuah terus dan lebat [Online]
[diunduh 5 Oktober 2019]. Tersedia dari: https://mediatani.co/cara-
menanam-buah-naga-berbuah-terus-dan-lebat/.

Mosamandiri. 2017. Budidaya buah naga (Hylocereus sp.) dengan teknologi


organik MMC edisi II. Yogyakarta: Mosa Mandiri Corporation.

Nelwan RHH. 2012. Tata laksana terkini demam tifoid. Contiuning Medical
Education. 13(4): 247-250.

Nuraina. 2015. Uji aktivitas antimikroba ekstrak daun (Garcinia benthami Pierre)
dengan metode dilusi [skripsi]. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Nuraini FA, Garna H, Respati T. 2015. Perbandingan kloramfenikol dengan


seftriakson terhadap lama hari turun demam pada anak demam tifoid.
Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba.

Nurmahani MM, Osman A, Abdul Hamid A, Mohamad Ghazali F dan Pak Dek
M.S .2012. Short communication antibacterial property of hylocereus
polyrhizus and Hylocereus undatus peel extracts. International Food
Research Journal. 19(1): 77-84.

Oleszek WA. 2017. Natural food antimicrobial systems : 295–32.

Olgunoglu, Ilkan Ali. 2012. Salmonella in fish and fishery products. dalam:
Mahmoud, Barakat SM, penyunting. Salmonella a dangerous foodborne
pathogen. Croatia: InTech. hlm: 91-108.

Paolillo R, Carratelli CR, Rizzo A. 2010. Effect of resveratrol and quercetin in


experimental infection by Salmonella enterica serovar typhimurium.
International Immunopharmacology. 11(2011): 149-156.

Pramana IDGA, Ardiara M, Syauqy A. 2016. Perbedaan efek seduhan kulit dan
jus buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap kadar trigliserida
serum tikus Sprague dawley dislipidemia. Jurnal Kedokteran Diponegoro.
5(4): 994-1006.

Prayoga E. 2013. Perbandingan efek ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.)
dengan metode difusi disk dan sumuran terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus [skripsi]. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Purba IE, Wandra T, Nugrahini N, Nawawi S. 2016. Program pengendalian


demam tifoid di Indonesia : tantangan dan peluang. Media Litbangkes.
26(2):99–108.

64
65

Radji M. 2010. Buku ajar mikrobiologi edisi revisi. Jakarta, Indonesia: Binarupa
Aksara.

Rahman FA, Haniastuti T, Utami TW. 2017. Skrining fitokimia dan aktivitas
antibakteri ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) pada
Streptococcus mutand ATCC 35668. Majalah Kedokteran Gigi Indonesia.
3(1): 1-7.

Rijal, Syamsu. 2014. Analisis metode serologi widal lapangan, widal pembanding
dan kultur pada penderita suspek demam tifoid di sulawesi selatan. As
Syfaa. 6(1): 43-55.

Rebecca OPS, Boyce AN, Chandran S. 2010. Pigment identification and


antioxidant properties of red dragon Fruit (Hylocereus polyrhizus). African
Journal of Biotechnology. 9(10):1450-1454.

Santoso D, Khotimah S, Andriani. 2013. Uji aktivitas antibakteri ekstrak kasar biji
buah langsat (Lansium domesticum Cor) terhadap Salmonella typhi. Hlm
1-17.
Sartika D, Sutikno, Yuliana N, Maghfiroh SR. 2019. Identifikasi senyawa
antimikroba alami pangan pada ekstrak kulit buah naga merah dengan
menggunakan GC-MS. Jurnal Teknologi dan Industri Hail Pertanian.
24(2): 67-76.

Sastroasmoro S. 2011. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis edisi 4. Jakarta:


Sagung Seto.

Shinta DY, Hartono A. 2017, Uji aktivitas antimikroba ekstrak kulit buah naga
terhadap E.coli, Staphilococcus aureus, dan Candida albican. Journal of
Sainstek. 9(1):26-39.

Sidabutar S, Satari H.I. 2010. Pilihan terapi empiris demam tifoid pada anak
kloramfenikol atau seftriakson. Sari Pediatri. 11(6): 434-439.

Sucipta, Made AA. 2015. Baku emas pemeriksaan laboratorium demam tifoid
pada anak. Jurnal Skala Husada. 12(3):22-26

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku ajar


ilmu penyakit dalam edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Suhartati, R. Nuryanti, D. 2015. Potensi antibakteri limbah tomat (Lycopersicum


esculentum Mill) terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Jurnal
Kesehatan Bakti Tunas Husada.13(1)107–112.

Suhartati R, Roziqin DA. 2017. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit buah
naga merah (Hylocereus polyrhizus) teradahp bakteri Streptococcus
pyogenes. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada. 17(2): 513-518.

65
66

Syukur, Muda W. 2015 Mengenal buah naga. Jambi: Balai Pelatihan Pertanian
Jambi

Wahdaningsih S, Untari EK, Fauziah Y. 2014. Antibakteri fraksi n-heksana kulit


Hylocereus polyrhizus terhadap Staphylococcus epidermidis dan
Propionibacterium acnes. Pharmaceutical Sciences and Research. 1(3):
180-193.

World Health Organization. 2018. Typhoid fever. Immunization Vaccines and


Biologicals: WHO.

Xie Y, Yang W, Tang F, Chen X, Ren L. 2015. Antibacterial activities of


flavonoids : structure activity relationship and mechanism. Current
Medicinal Chemistry. 22(1): 132-149.

Yuswananda. 2015. Identifikasi bakteri Salmonella sp. pada makanan jajanan di


masjid fathullah ciputat tahun 2015 [skripsi]. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah

Zahro L, Agustini R. 2013. Uji efektivitas antibakteri ekstrak saponin jamur tiram
putih terhadap Staphylococcus aureus dan Eschercia coli. UNESA Journal
of Chemistry. 2(3): 2–7.

Zainoldin, K.D. 2012. The effect of Hylocereus polyrhizus and Hylocereus


undatus on physicochemical, proteolysis and antioxidant activity in yogurt.
Int. Journal of Biological and Life Science. 8(2): 93-98.

Zeniusa, Popi. 2018. Uji daya hambat ekstrak etanol teh hijau terhadap
Escherichia coli secara in vitro [skripsi]. Bandarlampung: Universitas
Lampung

66

Вам также может понравиться