Вы находитесь на странице: 1из 8

RENCANA PEMULANGAN DAN INTEGRASI EKS PENDERITA GANGGUAN

MENTAL DENGAN MASYARAKAT: MASALAH DAN SOLUSI

DISCHARGE AND INTEGRATION PLANNING OF THE FORMER MENTAL DISORDER


CLIENTS INTO COMMUNITY: PROBLEM AND SOLUTION

Husmiati
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI
Jl. Dewi Sartika No.200, Cawang III, Jakarta Timur
E-mail: umi_yusuf2005@yahoo.co.id

Abstract
In general, ordinary people still consider that the people, who used to suffer from mental disorder and who was
declared to have been recovered, have a negative label. Such labeling can affect the people’s treatment on them as
well as on their families. The impact of this problem will be more serious for them, such as: neglect, discrimination,
oppression, social isolation and the omission on them to be homeless. This paper tried to analyze the issue of how the
efforts of government and their family to plan the integration of the former mental disorder clients into their family
and community. In addition, to analyze the issue of how the public accept the former mental disorder clients. The
solution offered is the need of the efforts of accurate discharge and integration planning of the former mental disorder
clients and the involvement of their family members, peers, neighbors and the community in maintaining their mental
health status and the quality of their life. In addition, the government and the private sectors can play an important
role to help the former mental disorder clients reintegrate into their families and communities.

Keywords: the former mental disorder clients, discharge and integration planning.

Abstrak
Secara umum, masyarakat awam masih menganggap seorang penderita gangguan mental yang sudah dinyatakan
sembuh dengan label negatif. Pelabelan seperti ini dapat mempengaruhi perlakuan masyarakat kepada eks penderita
gangguan mental juga terhadap keluarganya. Dampak dari masalah ini akan semakin serius bagi eks penderita
gangguan mental diantaranya; pengabaian, diskriminasi, penindasan, isolasi sosial dan pembiaran mereka menjadi
gelandangan. Tulisan ini coba mengupas isu bagaimana upaya pemerintah dan keluarga dalam merencanakan upaya
integrasi eks penderita gangguan mental kedalam keluarga dan masyarakat. Selain itu mengupas isu bagaimana
penerimaan masyarakat terhadap eks penderita gangguan mental. Solusi yang ditawarkan adalah perlu dilakukan upaya
perencanaan pemulangan dan integrasi eks klien gangguan jiwa yang tepat dan melibatkan anggota keluarga, teman
sebaya, tetangga dan masyarakat dalam mempertahankan derajat kesehatan mental dan kualitas hidup eks penderita
gangguan mental. Selain itu, pihak pemerintah dan swasta dapat memainkan peranan penting dalam membantu eks
penderita gangguan mental kembali berintegrasi dengan keluarga dan masyarakat.
Kata kunci: eks penderita gangguan mental, integrasi, discharge planning.

PENDAHULUAN tidak langsung bisa diterima oleh masyarakat.


Eks penderita gangguan mental adalah Eks penderita gangguan mental sering
klien yang mengalami gangguan jiwa yang mengalami pelabelan oleh masyarakat umum
telah dinyatakan sembuh dari perawatan dan dan ini telah menyebabkan mereka mengalami
diperbolehkan pulang dari rumah sakit jiwa. masalah dalam penyesuaian kembali ke dalam
Walaupun mereka telah sembuh, tetapi biasanya masyarakat. Pelabelan ini telah memberi
apabila mereka kembali ke masyarakat, mereka pengaruh buruk pada individu eks klien tersebut.

Rencana Pemulangan dan Integrasi Eks Penderita Gangguan Mental


dengan Masyarakat: Masalah dan Solusi, Husmiati 69
Perhatian dari keluarga dan masyarakat penting Gangguan mental merupakan gangguan
bagi seorang eks penderita gangguan mental. atau kelainan pada pikiran atau jiwa. Menurut
Menurut Priyanto dalam Sulistyorini (2013), Zakiah Daradjat (1989) gangguan mental
penderita gangguan mental sering mendapatkan merupakan akibat dari tidak mampunya
stigma dan diskriminasi yang lebih besar dari seseorang menghadapi kesulitan-kesulitan
masyarakat disekitarnya dibandingkan individu dengan wajar atau tidak sanggup menyesuaikan
yang menderita gangguan medis lainnya. diri dengan situasi yang dihadapinya. Selain
Tidak hanya menimbulkan konsekuensi itu ada pengertian lain tentang gangguan
negatif terhadap penderitanya tetapi juga jiwa menurut Frederick H Kanfer dan Arnold
bagi anggota keluarga, meliputi sikap-sikap P.Goldstein dalam Zakiah (1989), yaitu
penolakan, penyangkalan, dan disisihkan. kesulitan yang dihadapi oleh seseorang karena
Penderita gangguan mental mempunyai resiko hubungannya dengan orang lain. Kesulitan
tinggi terhadap pelanggaran hak asasi manusia. karena persepsinya tentang kehidupan dan
Banyak kajian telah dilaksanakan terkait sikapnya terhadap diri sendiri.
dengan pelabelan masyarakat terhadap eks
Gangguan mental adalah pola psikologis
penderita gangguan mental. Tulisan ini coba
atau perilaku yang pada umumnya terkait dengan
mengupas isu bagaimana upaya pemerintah dan
stress atau kelainan mental yang tidak dianggap
keluarga dalam merencanakan upaya integrasi
sebagai bagian dari perkembangan normal
eks penderita gangguan mental diantaranya
manusia. Gangguan tersebut didefinisikan
menyusun program pemulangan (discharge
sebagai kombinasi afektif, perilaku, komponen
planning) yang tepat kedalam keluarga dan
kognitif atau persepsi yang berhubungan
masyarakat. Ditambah juga mengupas isu
dengan fungsi tertentu pada daerah otak atau
bagaimana penerimaan masyarakat terhadap
system saraf yang menjalankan fungsi sosial
eks penderita gangguan mental.
manusia. Berikut ini adalah beberapa jenis dari
PEMBAHASAN gangguan kejiwaan yang paling berpotensi
membahayakan, melukai atau mengancam
Gangguan Mental jiwa si-pasien serta orang lain disekitarnya,
Thyer dan Wodarski (1998) berpendapat diantaranya yaitu skizofrenia, bipolar disorder,
bahwa gangguan mental berhubungan dengan psikopat, obsesif compulsif disorder, anorexia
satu keadaan di mana seorang individu nervosa, multiple identity disorder, self harm/
bertingkah laku, berperasaan, memiliki ide-ide self injures, homosexual, antisosial personality
yang ganjil dan proses pemikiran yang tidak disorder.
normal, tidak rasional, tidak logik, dan sukar
difahami dan diterima oleh masyarakat awam. Pelabelan
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, kata ‘sakit’ Menurut Goffman (1963), pelabelan dapat
membawa maksud menderita sesuatu dan didefinisikan sebagai “sebutan bagi suatu
perkataan ‘mental’ pula bermaksud berkaitan sifat yang amat disangsikan kenormalannya
dengan pemikiran atau batin. Oleh karena atau dengan kata lain sebutan pada seseorang
itu, gangguan mental adalah gangguan yang berkonotasi negatif”. Goffman mengingatkan
membawa penderitaan dan penyiksaan yang bahwa istilah pelabelan telah ada sejak jaman
berhubungan dengan pemikiran dan mental pemerintah Yunani, dan digunakan untuk
seseorang. merujuk kepada tanda yang ada pada badan

70 Sosio Informa Vol. 2, No. 01, Januari - April, Tahun 2016. Kesejahteraan Sosial
(Gallagher, 1995). Dalam masyarakat pada disembuhkan dan diobati. Oleh karena
jaman itu, Goffman menerangkan bahwa itu, dampak dari pelabelan ini merupakan
terdapat tiga bentuk pelabelan yang utama, tanggungjawab masyarakat. Masyarakat
yaitu: bertanggungjawab terhadap pengasingan dan
penolakan terhadap eks penderita gangguan
1. Pelabelan berdasarkan fisik
mental.
2. Pelabelan berdasarkan faktor individu
itu sendiri, contohnya gangguan mental, Rencana Pemulangan Bekas Penderita
penyimpangan seksual, kriminal, pecandu Gangguan Mental ke Masyarakat
narkoba, alkoholisme dan lain-lain.
Pada hakikatnya pelayanan sosial
3. Pelabelan berdasarkan bangsa, agama dan seharusnya diberikan kepada semua orang
kewarganegaraan seseorang. tanpa membedakan masalah yang mereka
Manusia yang memiliki sifat ini adalah alami (Neukrug, 1999). Oleh sebab itu seorang
seseorang yang berbeda dari orang lain eks penderita gangguan mental juga berhak
pada umumnya, perbedaannya negatif yang mendapatkan pelayanan. Menurut Davies &
dianggap tidak berperikemanusiaan. Oleh Meier (2000), eks penderita gangguan mental
karena itu, pandangan Goffman terhadap eks berhak memperoleh layanan terutama dalam
penderita gangguan mental adalah seseorang pemulihan kesehatan mentalnya di rumah
yang diragukan karena sikap atau pribadi yang sakit maupun dalam keluarga dan masyarakat.
cacat, tingkah laku yang mencemarkan, dan Berdasarkan hal tersebut, terdapat beberapa
pasti adalah mantan penghuni rumah sakit jiwa perencanaan program bagi eks penderita
(Gallagher,1995). gangguan mental untuk dapat kembali ke dalam
masyarakat. Perencanaan program tersebut
Sebagian besar kajian empiris melaporkan harus dapat disusun terlebih dahulu agar eks
bahwa orang awam lebih toleransi terhadap penderita gangguan mental dapat hidup dan
penderita sakit mental dan tidak secara otomatis berfungsi sosial secara penuh dalam masyarakat.
melabelkan seseorang itu sebagai orang gila. Beberapa program tersebut di antaranya;
Bagaimanapun, temuan kajian ini biasanya
hanya digunakan oleh mereka yang mempunyai Penyesuaian dengan Dunia Luar
latar belakang pendidikan yang tinggi atau Masyarakat masih melihat penderita gangguan
mereka yang hidup di lingkungan yang mental sebagai orang yang tidak memiliki masa
mempunyai budaya yang lebih terbuka, seperti depan. Mereka menganggap penderita gangguan
pada tahun 1960-an (Cockerham, 2005). Oleh mental susah untuk hidup bermasyarakat.
karena itu, dapat dilihat kebanyakan masyarakat Hidupnya di kawasan perumahan orang miskin
tidak dapat menerima dan berpandangan negatif dan biasanya ada NGO yang membantu
terhadap eks penderita gangguan mental. mereka. Eks penderita gangguan mental
Kebanyakan orang berpikiran bahwa biasanya tidak memiliki keyakinan diri akibat
gangguan mental itu adalah gangguan yang pandangan masyarakat terhadapnya (Jeger &
serius. Mereka melihat klien gangguan Slotnick, 1982). Namun demikian, terdapat juga
mental atau eks penderita gangguan mental masyarakat yang berpandangan positif kepada
adalah berbeda dengan orang kebanyakan, eks penderita gangguan mental. Kebanyakan
dimana mereka memandang golongan ini eks penderita gangguan mental menghadapi
membahayakan dan tidak mungkin untuk masalah dalam menyesuaikan diri mereka di

Rencana Pemulangan dan Integrasi Eks Penderita Gangguan Mental


dengan Masyarakat: Masalah dan Solusi, Husmiati 71
masyarakat. Mereka hidup dalam ketidakpastian mereka yang kita tidak sukai, tetapi perkataan-
dan kehampaan di luar masyarakat, terutama perkataan ini justru mempermudah untuk
mereka yang pernah berada di rumah sakit jiwa mempertahankan dan mengekalkan pelabelan
dalam jangka waktu yang panjang. Akibat lama tersebut. Oleh karena itu, dalam mengatasi
dalam rumah sakit jiwa, saat mereka keluar, masalah ini kita harus mengontrol percakapan
tidak ada lagi anggota keluarga atau teman yang kita dan menghilangkan penyataan tersebut
bisa mereka hubungi. Mereka telah kehilangan akan dapat membantu mengurangi pelabelan.
kontak dan akhirnya menjadi sebatangkara.
Keadaan ini menyebabkan mereka terasing Peran Keluarga
dalam menghadapi masalah, kecuali dengan Keluarga sendiri memainkan peranan yang
bantuan dari pada program-program kesehatan penting dalam memastikan keharmonisan dan
mental masyarakat dan institusi kesejahteraan kesejahteraan eks penderita gangguan mental
sosial. Dengan adanya program-program dan (Fahrudin, 2015). Keluarga seharusnya dengan
institusi-institusi ini, eks penderita gangguan hati yang terbuka dan senang dalam menerima
mental akan dapat dilindungi dan belajar anggota keluarga yang merupakan eks penderita
bagaimana menghadapi masalah. Eks penderita gangguan mental. Mereka harus menganggap
gangguan mental yang masih mengalami dia sebagai seorang yang normal dan
kesusahan dalam menghadapi kehidupan menerimanya seperti sediakala. Keluarga yang
keseharian mereka di luar institusi mendapat dapat hidup berdampingan dengan eks penderita
bantuan dari masyarakat dan pemerintah. Untuk gangguan mental akan membantu dia mendapat
membantu golongan ini telah dibentuk rumah kembali keyakinan dan kehormatannya. Selain
dengan sistem halfway house yaitu semacam itu, keluarga harus mempunyai pegangan yang
rumah singgah (rumah pertengahan) sebelum kuat dan tidak mudah dipengaruhi, contohnya
eks penderita gangguan mental dikembalikan pelabelan yang diberi oleh orang lain. Dengan
kekeluarganya. Selain itu ada juga pusat-pusat hati yang tidak mudah dipengaruhi, maka
kesehatan mental masyarakat, program-program keluarga itu tidak akan terasa dihina, malah
pelayanan day care, pusat krisis dan organisasi- mempunyai keinginan untuk membantu eks
organisasi sosial. penderita gangguan mental (Cockerham,
2005). Selain itu, sesama saudara kandung
Peran Masyarakat juga memainkan peranan yang penting.
Menurut Katz (1979), masyarakat Mereka harus menerimanya dengan hati yang
seharusnya tidak mengelompokkan (stereotipe) terbuka dan melayaninya seperti orang yang
sakit mental. Pelabelan yang diberikan normal. Melakukan yang dahulunya selalu
berdasarkan stereotipe dan kita dapat mereka lakukan bersama seperti menceritakan
menghindari pengekalan pemberian label hal yang gembira dan sama-sama membagi
tersebut dengan menentang dan menghapus kesusahan dan kesedihan, ini akan membantu
ketidaktepatan informasi dan menghapus eks penderita gangguan mental merasa dirinya
stereotipe negatif serta belajar dengan lebih teliti dihargai dan dihormati, maka keyakinannya
dan mendalam mengenai realitas sakit mental. juga akan terbangun kembali.
Selain itu, masyarakat juga harus menjaga
penggunaan bahasanya. Kebanyakan daripada Peran Teman Sebaya
kita, menggunakan bahasa istilah dan penyataan Selain daripada keluarga, orang yang paling
seperti gila atau tidak waras untuk memperolok dekat dengan eks penderita gangguan mental

72 Sosio Informa Vol. 2, No. 01, Januari - April, Tahun 2016. Kesejahteraan Sosial
adalah teman sebaya. Oleh karena itu, teman Peran Pemerintah dan Pihak Swasta
sebaya mempunyai juga pengaruh yang besar Mechanic (1999) mengatakan bahwa
dalam kehidupan eks penderita gangguan pemerintah dapat menyusun peraturan dasar
mental. Teman sebaya harus mempunyai dan program bagi eks penderita gangguan
pandangan positif dan dengan hati yang terbuka mental. Pemerintah juga bisa mengadakan
menerima kawan mereka yang merupakan eks kampanye, ceramah dan sebagainya dalam
penderita gangguan mental. Mereka harus secara menyadarkan masyarakat tanggung jawab
ikhlas menganggap dia sebagai kawan dan bersama dalam memastikan hak dan kewajiban
bukan seorang penderita gangguan. Perhatian eks penderita gangguan mental tidak diabaikan
teman sebaya harus seperti melayani seorang dan ditindas. Melalui kampanye dan ceramah,
yang normal dan bukan yang tidak waras serta dapat menyarankan masyarakat awam untuk
tidak harus mempunyai perasaan yang takut. menerima eks penderita gangguan mental
Hubungan yang erat antara teman sebaya dan dengan hati yang lebih terbuka. Selain itu, baik
eks penderita gangguan mental akan membuat pihak pemerintah atau pihak swasta, mereka
eks penderita gangguan mental mempunyai dapat membangun institusi atau pusat latihan
keyakinan diri dan dapat menyesuaikan dirinya kepada eks penderita gangguan mental sebagai
untuk kembali ke dalam masyarakat sehingga pra-persiapan kepada dunia luar. Dengan
mereka tidak merasa terasing dan terabaikan. adanya institusi ini, eks penderita gangguan
mental akan lebih mudah menyesuaikan diri
Peran Pendidikan dan Media Massa dalam menghadapi dunia luar.
Umumnya orang tidak mengetahui dengan
jelas tentang gangguan mental dan selalu Di samping itu, institusi atau organisasi
berpandangan negatif terhadap gangguan sosial yang dapat membantu eks penderita
ini. Oleh karena itu, pendidikan memainkan gangguan mental harus diperbanyak. Dalam
peranan yang penting dalam memberi usaha membantu eks penderita gangguan
pengetahuan kepada masyarakat mengenai mental, peluang pekerjaan yang sesuai juga
gangguan mental dan menyadarkan masyarakat harus disediakan. Alasannya karena mendapat
bahwa eks penderita gangguan mental adalah pekerjaan merupakan dukungan bagi mereka.
orang yang normal dan harus diterima dengan Dengan kata lain mereka memperoleh
hati yang terbuka. Selain itu, media massa perlakuan sama dengan orang-orang yang tidak
juga memainkan peranan dalam membantu mengalami gangguan mental, dimana mereka
eks penderita gangguan mental. Melalui media juga bisa mendapat pemutusan dalam kerja yang
massa elektronik maupun cetak dapat digunakan mereka lakukan. Semua ini dapat membangun
untuk mensosialisasikan pengetahuan tentang kembali keyakinan dan perhargaan dirinya.
gangguan mental, penderita gangguan mental
Masalah dan Hambatan yang Dihadapi
dan eks penderita gangguan mental. Media
massa dapat memaparkan sisi baik yang Diskriminasi Masyarakat terhadap Eks
memang terjadi pada eks penderita gangguan Penderita Gangguan Mental
mental dan juga menyadarkan masyarakat Keluarga yang mencoba mengatasi
bahwa eks penderita gangguan mental adalah pelabelan umumnya dipengaruhi oleh respon
orang yang normal dan harus dilayani secara masyarakat terhadap eks penderita gangguan
adil. mental. Sekiranya masyarakat dan tetangga
mempunyai sikap yang terbuka dan tidak

Rencana Pemulangan dan Integrasi Eks Penderita Gangguan Mental


dengan Masyarakat: Masalah dan Solusi, Husmiati 73
menilai negatif terhadap eks penderita rumah sakit jiwa dan pulang ke rumahnya,
gangguan mental, maka keluarganya akan adiknya tidak sanggup menerima kakaknya
merasakan keberadaan mereka diterima oleh yang ‘gila’ itu untuk kembali ke rumah.
masyarakat di lingkungannya. Namun, jika Menurut Cumming dan Cumming (1975) label
pelabelan ini dilakukan oleh masyarakat, maka “sakit mental” adalah memalukan apalagi jika
pelabelan menyebabkan keluarga merasa susah seseorang harus masuk rumah sakit jiwa untuk
dan sedih. Keadaan ini akan menyebabkan mendapatkan rehabilitasi.
keluarga yang dilabel mencoba menjauhkan
Dalam kajian yang lain, Oscar Grusky dan
diri dari masyarakat (Gupta, 1993). Selain itu,
teman-temannya (1985) mendapati jika individu
keluarga yang dilabel juga akan berpindah ke
masuk rumah sakit jiwa akan mendapatkan
tempat lain untuk mengelak daripada dilabel.
respon atau anggapan negatif dan peluang yang
Situasi ini akan menyebabkan eks penderita
agak tipis untuk membina kembali hubungan
gangguan mental merasa diri mereka dihina dan
kekeluargaan dengan anggota keluarga yang
disingkirkan, hal ini dapat menyebabkan mereka
lain. Hal ini dapat dilihat dalam masyarakat saat
semakin menyendiri dan mendapat tekanan. Di
ini, keluarga merasa agak sulit untuk menerima
samping itu pelabelan oleh masyarakat terhadap
kenyataan bahwa anggota keluarganya adalah
eks penderita gangguan mental juga akan
eks penderita gangguan mental. Mereka akan
menyebabkan mereka takut dan menjauhkan
mempunyai perasaan takut, jijik dan risau
diri dari pergaulan dengan masyarakat. Eks
terhadap eks penderita gangguan mental. Ini
penderita gangguan mental biasanya akan
karena mereka secara tidak langsung telah
mengalami masalah dicemoohkan dan diejek
melakukan pelabelan terhadap eks penderita
oleh masyarakat, misalnya mereka akan
gangguan mental, yaitu sebagai orang yang
dipanggil dengan nama ‘mentally retarded’,
tidak normal, sakit, dapat mendatangkan bahaya
‘corn flakes’ dan ‘looney bird’. (Cockerham,
dan sebagainya. Hubungan keluarga yang dulu
2005). Ini akan menyebabkan mereka terasa
erat telah menjadi renggang. Mereka tidak
diasingkan, disingkirkan dan tidak diterima
menerima dan melayani anggota keluarganya
oleh masyarakat.
yang eks penderita gangguan mental seperti
Respon Negatif Keluarga terhadap Eks dahulu lagi. Contohnya, dulu mereka akan
Penderita Gangguan Mental saling berbagi pendapat, kesenangan dan
Keluarga yang mempunyai anggota kesusahan, tetapi kini anggota keluarga lainnya
keluarga eks penderita gangguan mental tidak akan mengutarakan masalahnya lagi
akan mengalami suatu dilema dalam dirinya kepada eks penderita gangguan mental ini
sendiri. Hubungan antara anggota keluarga lain karena menganggap dia tidak dapat membantu
dengan eks penderita gangguan mental akan apa-apa.
menjadi tidak mesra dan erat seperti dahulu.
Sulit Mendapatkan Pekerjaan
Contohnya, Elaine dan John Cumming (1975)
telah melaporkan seorang wanita telah dibuang Eks penderita gangguan mental yang kembali
dan dijauhi oleh adiknya setelah dia menerima ke masyarakat dan ingin mencari pekerjaan
perawatan di rumah sakit jiwa hanya dalam sering kali menghadapi masalah. Walaupun
waktu yang singkat. Walaupun mereka berdua mereka telah pulih dan disahkan dengan surat
telah pernah hidup bersama untuk beberapa keterangan bahwa mereka bisa bekerja, tetapi
tahun lamanya, tetapi setelah dia keluar dari perusahaan-perusahaan tidak akan menerima

74 Sosio Informa Vol. 2, No. 01, Januari - April, Tahun 2016. Kesejahteraan Sosial
begitu saja mereka untuk bekerja. Ini karena realistis dan tidak dapat menjadi rakyat yang
perusahaan-perusahaan tersebut memandang produktif dan berguna bagi negara. Contohnya,
hina dan takut terhadap eks penderita gangguan dalam tayangan televisi yang memerankan
mental, dan mereka telah membuat pelabelan sebagai orang yang sakit mental sebagai bahan
terhadap eks penderita gangguan mental guyonan, lucu-lucuan dan lawakan. Begitu juga
sebagai individu yang mengalami sakit jiwa, film di bioskop yang menayangkan mereka
tidak waras dan dapat mendatangkan bahaya yang membunuh secara berantai itu mempunyai
(Cockerham, 2005). masalah gangguan mental atau skizofrenia dan
sebagainya. Selain itu, terdapat media massa
Pada beberapa eks penderita gangguan
yang selalu memaparkan berita mengenai
mental banyak yang telah mengalami penolakan
orang yang mengalami gangguan mental yang
untuk mendapat kesempatan bersekolah
mengamuk dan mengatakan bahwa mereka
ataupun bekerja karena dalam curriculum vitae
dalam golongan ini membahayakan dan harus
(CV) mereka pernah mendapat penangan dari
dijauhi. Oleh karena itu eks penderita gangguan
psikiater atau pernah menjalani pengobatan
mental sering kali masih tidak diterima oleh
untuk gangguan mental yang mereka alami.
masyarakat karena dianggap mereka tidak waras
Contohnya, seorang eks penderita gangguan
dan dapat membahayakan bagi masyarakat.
mental telah memasukkan lamaran di
perusahaan nasional yang terkenal asal dengan Respon Teman Sebaya
syarat harus membawa surat keterangan dari
Sebelum dirawat di rumah sakit jiwa, eks
dokter yang merawatnya yang menyatakan dia
penderita gangguan mental itu mempunyai
telah sembuh dan layak untuk bekerja kembali.
banyak teman sebaya dan mereka dapat saling
Eks penderita gangguan mental menyadari
berkeluh kesah serta berbagi masalah. Tetapi
bahwa lama kelamaan perusahaan akan
setelah dimasukkan ke rumah sakit jiwa,
menolaknya untuk kembali bekerja setelah
teman-temannya pun semakin berkurang.
mengetahui dia pernah mengalami gangguan
Dan saat sudah sembuh serta kembali ke
mental dan tentunya perusahan tersebut akan
masyarakat, teman-temannya sendiri pun tidak
beralasan tidak mampu lagi mengupahnya. Eks
dapat menerima dia sebagai orang yang biasa,
penderita gangguan mental selalu mengalami
bahkan telah melabelkannya sebagai orang
masalah di mana ketidakadilan dan diskriminasi
yang tidak waras. Hal ini dapat dilihat dari
telah terjadi pada dirinya. Selain itu mereka
keseharian di mana mereka tidak akan bersikap
sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Peluang
seperti sebelumnya, memberitahu masalah
untuk mencoba dalam bidang pekerjaanpun
mereka bersama dia lagi karena beranggapan
sangat tipis. Ini menyebabkan mereka merasa
dia sendiri bermasalah bagaimana dia dapat
terasing dan kecewa.
membantu menyelesaikan masalah ini dan
meragukan kemampuannya. Dalam pembagian
Pandangan Negatif oleh Media Massa
tugas, teman sebaya akan memberikan tugas
Seorang eks penderita gangguan mental
yang lebih ringan kepada dia karena takut
pernah melaporkan bahwa dalam media
dia tidak dapat menangani tugas yang lain.
massa telah dipaparkan tanggapan negatif
Walaupun dengan niat yang baik supaya tugas-
yang sangat berlebihan terhadap penderita
tugas ini tidak membebankan dia, tetapi hal
gangguan mental. Mereka dikatakan sering
ini juga akan menyebabkan dia merasa dirinya
berperilaku membahayakan orang lain, tidak
telah dibedakan dari orang lain dan telah diberi

Rencana Pemulangan dan Integrasi Eks Penderita Gangguan Mental


dengan Masyarakat: Masalah dan Solusi, Husmiati 75
“keistimewaan”. Hal ini menyebabkan eks Illness. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
penderita gangguan mental akan merasa dirinya
Gupta, G.R. (1993). Sociology of Mental
telah disepelekan dan merasa terasing.
Health. Boston: Allyn & Bacon, Inc.
PENUTUP Thyer, B.A. & Wodarski, J.S. (Ed.). (1998).
Dewasa ini masyarakat masih beranggapan Handbook of Empirical Sosial Work
negatif dan melakukan pelabelan terhadap eks Practice, Vol.1. Mental Disorder. New
penderita gangguan mental. Keadaan ini yang York: John Wiley and Sons.
telah menimbulkan banyak masalah antara eks
penderita gangguan mental di mana mereka Katz, A. J. (1979). Communtiy Mental Health:
telah banyak diabaikan, didiskriminasikan, Issues for Sosial Work Practice and
ditindas dan dibiarkan menggelandang atau Education. New York: Council on Sosial
tidak ada tempat tinggal. Semua ini timbul Work Education.
akibat ketidakcocokan terhadap kelompok ini
Jeger, A. M. & Slotnick, R.S. (1982). Community
dan ketidakinginan untuk menerima kembali
Mental Health and Behavioral-Ecology:
mereka yang kembali ke masyarakat. Dalam hal
A Handbook of Theory, Research, and
ini, anggota keluarga, teman sebaya, tetangga
Practice. New York: Perseus Publishing.
dan masyarakat memainkan peranan penting
dalam membantu mempertahankan kesehatan Neukrug, E. (1999).Theory, Practice, and Trends
mental eks penderita gangguan mental. in Human Services: An Introduction to
Selain itu, pihak pemerintah dan swasta juga an Emerging Profession. Brooks/Cole:
memainkan peranan penting dalam membantu Wadsworth Publishing Company.
eks penderita gangguan mental. Oleh karena itu,
kerjasama antara semua pihak yaitu keluarga, Mechanic, D. (1999). Mental Health and Sosial
teman, tetangga, masyarakat, pemerintah dan Policy: The Emergence of Managed
pihak swasta amat diperlukan untuk menjamin Care (fourth ed.). Boston: Allyn and
kehidupan harmonis dengan eks penderita Bacon.
gangguan mental. Sulistyorini, N. (2013). Http://eprints.ums.
ac.id/25557/2/3 BAB SATU.pdf.
DAFTAR PUSTAKA diakses tanggal 23 Maret 2016.

Cockerham, W.C. (2005). Sociology of Mental Zakiah, Daradjat. (1989). Kesehatan Mental.
Disorder (7th Edition). New Jersey: Jakarta: Haji Masagung.
Prentice-Hall.

Davies, S. R. & Meier, S.T. (2000).The Element


of Managed Care: A Guide for Helping
Professionals. Brooks/Cole: Wadsworth
Publishing Company.

Fahrudin, A. (2015). Sosiologi Kesehatan


Mental. Jakarta: SPS UMJ Press

Gallagher, B.J. (1995). Sociology of Mental

76 Sosio Informa Vol. 2, No. 01, Januari - April, Tahun 2016. Kesejahteraan Sosial

Вам также может понравиться