Вы находитесь на странице: 1из 89

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS UDARA PADA RUANGAN

BER-AC SENTRAL DAN SICK BUILDING SINDROME

DI KANTOR TELKOM DIVRE IV JATENG-DIY

SKRIPSI
Diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata 1
Untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh
Nama Mahasiswa : Endah Tri Chahyo Utami
NIM : 6450401025
Program Studi : S1
Jurusan : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas : Ilmu Keolahragaan

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2005
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2005

SARI

Endah Tri Chahyo Utami. Hubungan Antara Kualitas Udara Pada Ruangan
Ber-AC Sentral Dan Sick Building Sindrome Di Kantor Telkom Divre IV
Jateng-DIY
xii + 85 halaman, 16 tabel, 3 gambar dan 9 lampiran.

Lingkungan yang sehat merupakan sita-cita setiap orang, baik di lingkungan


udara terbuka maupun lingkungan udara tertutup seperti lingkungan dalam gedung
perkantoran. Kesehatan lingkungan dalam suatu gedung atau ruangan berpengaruh
terhadap kesehatan masyarakat, terutama kesehatan orang yang bekerja di
dalamnya. Kualitas lingkungan udara kurang baik akan menimbulkan gangguan
kesehatan. Salah satu fenomena gangguan kesehatan yang berkaitan dengan
kualitas udara dalam ruangan adalah sick building syndrome (SBS).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang polutan udara
dan mencari hubungan antara kualitas udara dalam gedung dengan Sick Building
Syndrome. Desain penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional.
Sampel sebanyak 40 orang diambil secara purposive sampling, dengan kriteria
tertentu yang telah ditetapkan. Metode pengumpulan data menggunakan metode
penelitian deskriptif. Pengambilan data dengan pengukuran parameter kualitas
udara yang meliputi pengukuran kadar debu, suhu, kelembaban dan kecepatan
gerak udara dan pengukuran SBS dengan menggunakan angket. Analisis data
menggunakan analisis univariat meliputi gambaran tingkat pencemar udara,
karakteristik responden (umur, status gizi dan lama bekerja) dan kasus SBS dan
analisis bivariat menggunakan uji tes chi square untuk mengetahui apakah
fenomena SBS terjadi di tempat penelitian (gedung Telkom Divre IV Jateng-
DIY).
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara kualitas udara pada
ruangan berpendingin sentral dan SBS dengan nilai X2 5,170 pada p < 0,05. Nilai
koefisien contigency sebesar 0,338, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan lemah antara kualitas udara dengan SBS. Perhitungan odds rasio
diperoleh angka sebesar 5,625, ini berarti bahwa orang yang tinggal di lantai VII
mempunyai kemungkinan untuk mengalami SBS 5,625 kali dibandingkan orang-
orang yang tinggal di lantai I.
Saran yang dapat diberikan untuk meningkatkan kenyamanan pengguna
gedung, maka perlu pengaturan sistem ventilasi ruangan khususnya suhu ruangan
dan kelembaban udara sesuai dengan suhu dan kelembaban ideal dalam ruang,
perlu dilakukan pembukaan jendela-jendela minimal satu minggu sekali, perlunya
adanya pembersihan AC secara rutin minimal satu bulan sekali, pengukuran
kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi udara secara berkala minimal 3 bulan sekali
dan untuk penelitian lebih lanjut perlu dilakukan pengambilan sampel lebih
banyak agar kekuatan tes lebih baik.

ii
PENGESAHAN

Telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi

Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang

Pada hari : Kamis

Tanggal : 4 Agustus 2005

Panitia Ujian

Ketua Panitia, Sekretaris,

Drs. Sutardji, M. S. dr. Oktia woro K. H, M. Kes.


NIP. 130 523 506 NIP. 131 695 159

Dewan Penguji,

1. Drs. Herry Koesyanto, M. S (Ketua)


NIP. 131 695 459

2. Eram Tunggul P, SKM, M. Kes (Anggota)


NIP. 132 303 558

3. dr. Mahalul Azam (Anggota)


NIP. 132 297 151

iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

 “Karena itu bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika

kamu tidak mengetahui” (An-Nahl 43)

 “Percayalah pada kemampuan diri Anda sendiri dan jangan tergantung pada

orang lain. Anggap mereka yang memerlukan Anda, bukan anda yang

memerlukan mereka. Hanya Allah-lah yang selalu menyertai Anda. Jangan

Anda tertipu oleh teman yang senang bermegah-megah.” (Dr. Aidh bin

Abdullah Al-Qarni)

PERSEMBAHAN

Karya ini aku persembahkan untuk:

 Allah SWT sebagai Rabbku, Muhammad SAW sebagai Nabiku, Al-Quran

sebagai Kitabku, Ka’bah sebagai Kiblatku.

 Orang tuaku Bapak Tukino dan Ibu Tatik, Mbak Lela Murdi D. A serta

Keluargaku tercinta

 Mas Pur dan Sohibku Wahyu, Ulfa, Lisa, Arief, Bambang, Atam serta teman-

temanku IKM angkatan 2001 dan Almamater FIK UNNES.

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Hubungan Antara Kualitas

Udara Pada Ruangan Ber-AC Sentral Dan Sick Building Sindrome Di

Kantor Telkom Divre IV Jateng-DIY ini, sebagai salah satu syarat yang

diperlukan untuk memperoleh derajad Sarjana Strata Satu (S-1) Kesehatan

Masyarakat pada program studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima

kasih yang sebesar-besarnya atas segala bimbingan dan bantuan yang telah

diberikan dalam penyusunan skripsi, kepada:

1. Drs. Sutardji, M. S, Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri

Semarang

2. dr. Oktia Woro K. H, M. Kes, Ketua jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat

3. Drs. Herry Koesyanto, M. S, Dosen Pembimbing Akademik dan Penguji

4. Eram Tunggul P, SKM, M. Kes, Dosen pembimbing I dan Penguji

5. dr. Mahalul Azam, Dosen pembimbing II dan Penguji

6. Bapak Joko, Manager PT Graha Sarana Duta Semarang

7. Segenap karyawan PT Telkom Divre IV DIY-Jateng, yang telah membantu

dalam pelaksanaan penelitian ini

8. Ibu Puji dan segenap karyawan Balai Pengembangan Keselamatan kerja dan

Hiperkes, yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini

9. Bapak dan Ibu Dosen jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu

Keolahragaan, yang telah mendorong dan membantu penelitian

v
10. Bapak dan Ibu serta kakakku tercinta yang telah memberi dorongan dan

bantuan baik materiil maupun spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini

11. Mas Pur, Wahyu, Atam, Ulfa, Lisa, Arief, Bambang, Nugraheni dan Azinar

serta teman-teman jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat angkatan 2001 yang

telah membatu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga amal baik dari semua pihak, mendapatkan imbalan yang berlipat

ganda dari Allah SWT. Akhirnya disadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih

jauh dari sempurna, diharapkan adanya penelitian yang sejenis lagi untuk

mendapatkan hasil yang lebih baik dan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi

pembaca.

Semarang, Juli 2005

Penulis

vi
DAFTAR ISI

JUDUL ..................................................................................................... i

SARI ......................................................................................................... ii

PENGESAHAN ....................................................................................... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................... iv

KATA PENGANTAR .............................................................................. v

DAFTAR ISI ............................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ x

DAFTAR TABEL .................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Permasalahan .................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 3

1.4 Penegasan Istilah .............................................................................. 4

1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 5

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pencemaran Udara Dan Kesehatan .................................................... 6

2.1.1 Pengertian Pencemaran Udara .................................................. 6

2.1.2 Macam-macam Pencemaran Udara ........................................... 7

2.1.3 Pencemaran Udara Dalam Ruang ............................................. 7

2.1.4 Penyebab Pencemaran Udara ................................................... 8

vii
2.1.5 Model Proses Pemasukan Udara Ke Dalam Gedung ................. 10

2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Udara dalam

Ruangan ................................................................................... 11

2.1.7 Akibat Pencemaran Udara ........................................................ 12

2.2 Sick Building Sindrome .................................................................... 13

2.2.1 Pengertian Sick Building Sindrome .......................................... 13

2.2.2 Gejala Sick Building Sindrome ................................................ 14

2.2.3 Penyebab Sick Building Sindrome ........................................... 15

2.3 Kerangka Teori ................................................................................. 18

2.4 Kerangka Konsep .............................................................................. 19

2.5 Definisi Operasional ......................................................................... 20

2.6 Hipotesis ........................................................................................... 21

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Populasi ........................................................................................... 22

3.2 Sampel Dan Teknik Sampling ........................................................... 23

3.3 Variabel Penelitian ............................................................................ 24

3.4 Rancangan Penelitian ........................................................................ 25

3.5 Teknik Pengambilan Data ................................................................. 26

3.6 Instrumen Penelitian ......................................................................... 30

3.7 Prosedur Penelitian ........................................................................... 31

3.8 Analisa Data ..................................................................................... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum PT Telkom Divre IV Jateng-DIY .......................... 35

viii
4.2 Hasil Penelitian ................................................................................. 36

4.3 Pembahasan ...................................................................................... 48

4.4 Keterbatasan Penelitian ..................................................................... 55

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan .......................................................................................... 56

5.2 Saran ................................................................................................ 56

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 58

LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................... 59

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Proses Pemasukan Udara ke Dalam Ruang Gedung ............................. 10

2. Kerangka Teori .................................................................................... 18

3. Kerangka Konsep Penelitian ................................................................ 19

x
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kepadatan Ruang Kerja di Lantai I dan Lantai II (orang/m2)................. 36

2. Kualitas Udara di Lantai I Dan Lantai VII ............................................ 37

3. Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur .................................. 38

4. Distribusi Responden Menurut Lama Bekerja Di Dalam Gedung ......... 39

5. Distribusi Responden Menurut Masa Kerja .......................................... 39

6. Distribusi Responden Menurut Status Gizi ........................................... 40

7. Distribusi Responden Menurut Gejala SBS .......................................... 41

8. Distribusi Kasus SBS Menurut Frekuensi Gejala SBS .......................... 42

9. Hubungan antara Suhu dengan SBS ..................................................... 43

10. Hubungan antara Kelembaban Udara dengan SBS ............................... 44

11. Hubungan antara Kecepatan Gerak Udara dengan SBS ........................ 44

12. Hubungan antara Kadar Debu dengan SBS .......................................... 45

13. Hubungan antara Kualitas Udara dengan SBS ...................................... 45

14. Hubungan antara Umur dan SBS .......................................................... 46

15. Hubungan antara Lama Bekerja dan SBS ............................................. 47

16. Hubungan antara Status Gizi dan SBS .................................................. 47

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Rekap Data Hasil Penelitian ................................................................. 59

2. Hasil Pengujian Kadar Debu, Suhu, Kelembaban dan Kecepatan Gerak

Udara ................................................................................................... 61

3. Hasil Analisa Data ............................................................................... 63

4. Gambar Proses Pengambilan Data ........................................................ 72

5. Angket Penelitian ................................................................................. 74

6. Surat Keputusan Dosen Pembimbing .................................................... 77

7. Surat Ijin Penelitian .............................................................................. 78

8. Surat Rekomendasi Penelitian .............................................................. 79

9. Daftar Tim Peneliti ............................................................................... 80

xii
DAFTAR REVISI DAN PERTANYAAN

Dosen Penguji I : Drs. Herry Koesyanto, M. S


Dosen Penguji II : Eram Tunggul P, SKM, M. Kes
Dosen Penguji III : dr. Mahalul Azam

Masukan :
1. Latar belakang bertele-tele, maksimal 2 lembar
2. Penulisan judul berbentuk kerucut
3. Hal 50 diperjelas
4. Dijelaskan sebagai penelitian awal di Telkom
5. Hal 49-50 untuk status gizi, lama bekerja dan umur perlu dibahas
6. Hal 55 ditulis di 56
7. Penegasan istilah harus singkat
8. Hal 18 dibuang
9. Gunakan bahasa yang lebih ilmiah
10. Daftar pustaka dari internet tidak perlu digaris bawahi
11. Penulisan sumber dari internet cukup dengan nama dan tahun artikel
diterbitkan

Pertanyaan :
1. Pedoman penulisan
2. Permasalahan, tujuan, hipotesis dan simpulan tidak sesuai
3. Hal 22 Bab III, kerangka konsep “waktu tertentu” jelaskan
4. Hal 27, Gd. Telkom lantai 1 dan 9 beda kelembabannya
5. Cara pengambilan sampel, hal 27
6. Kenapa jumlah sampel tidak seimbang, hal 27
7. Apa sampel untuk semua jenis kelamin
8. Kenapa sampel lantai I relatif lebih tua di banding lantai VII, hal 41
9. Alasan pemilihan sampel
10. Hal 28, 6 dan hal 23, apa SBS

1
2

11. Apa instrumen penentuan SBS


12. Apa hubungan umur, status gizi dan lama bekerja dengan SBS
13. Hal 56, tidak ada hubungan, kenapa
14. Apa beda AC sentral dan biasa
15. Hal 40, semua parameter bdibawah NAB kenapa SBS terjadi
16. Kualitas udara di Telkom bagaimana
17. Bagaimana sirkulasi udara lantai I dan VII
18. Hal 50, Hasil keseluruhan ada hubungan atau tidak
19. Siapa yang membantu penelitian
20. Bagaimana prosedur penelitian, hal 36
21. Hal 32, apa arti V
22. Hal 45, bagaimana SBS terjadi
23. Alasan Telkom dipilih sebagai tempat penelitian
24. alasan penelitian mengambil judul ini
25. Hal 5, tujuan yang digunakan

Dewan Penguji
Nama Penguji Jabatan Tanda tangan

1. Drs. Herry Koesyanto, M. S (Ketua) .....................

2. Eram Tunggul P, SKM, M. Kes (Anggota) .....................

3. dr. Mahalul Azam (Anggota) ....................

2
3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan pembangunan kearah industrialisasi dapat membawa

berbagai resiko yang mempengaruhi para pekerja dan keluarganya. Resiko

tersebut adalah kemungkinan terjadinya penyakit akibat kerja (occupational

disease), penyakit akibat hubungan kerja (Work related disease) dan kecelakaan

akibat kerja yang dapat menimbulkan kecacatan bahkan kematian (Depkes RI,

2003: MI2-3). Resiko timbul akibat adanya lingkungan kerja yang tidak

memenuhi persyaratan sehingga menjadi bahaya potensial bagi kesehatan pekerja.

Lingkungan kerja dikaitkan dengan segala sesuatu yang berada disekitar

pekerja atau berhubungan dengan tempat kerja yang dapat mempengaruhi pekerja

dalam melaksanakan tugas yang dibebankan (Depkes RI, 2003: MI2-4).

Berdasarkan teori BLUM, yang menyatakan bahwa faktor lingkungan merupakan

faktor terbesar yang dapat mempengaruhi status kesehatan individu disamping

faktor perilaku, pelayanan kesehatan dan yang terkecil pengaruhnya adalah faktor

keturunan. Oleh karena itu, faktor lingkungan ditempat kerja memberikan

pengaruh yang besar terhadap kesehatan pekerja yang meliputi kesehatan fisik dan

psikis (Soekidjo Notoatmdjo, 1996: 146).

Dua puluh tahun belakangan ini di dunia banyak sekali dibangun gedung-

gedung bertingkat tertutup rapat lengkap dengan ventilasi udara yang tergantung

sepenuhnya pada berbagai mesin, seperti kantor atau perkantoran yang merupakan

salah satu tempat kerja yang menggunakan ventilasi dengan sistem Air

3
4

Conditioner (AC). Hal tersebut menyebabkan polusi, terutama polusi udara yang

diakibatkan ventilasi sistem Air Conditioner mempunyai sirkulasi udara sendiri,

sehingga akan mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan (Tjandra Yoga A,

2002: 90).

Menurut Kepala Badan Kependudukan Nasional (Baknas) Rozy Munir,

diseluruh dunia diperkirakan 2,7 juta jiwa meninggal akibat polusi udara, 2,2 juta

diantaranya akibat indoor pollution atau polusi udara di dalam ruangan (Kompas,

2001). Padahal 70-80 persen sebagian besar waktu manusia dihabiskan di dalam

ruangan. Secara konsisten EPA (Environmental Protection Agency of America)

mengurutkan polusi dalam ruangan sebagai urutan lima besar resiko lingkungan

pada kesehatan umum (Monika Sugiarto, 2004).

Banyak bahan-bahan yang telah diketahui menyebabkan rendahnya kualitas

udara dalam ruangan. Masalah menjadi kompleks semenjak manusia

menggunakan peralatan kantor yang serba canggih dan modern, seperti mesin

fotokopi dan AC yang dapat menjadi alat pencemar jika tidak dipelihara dengan

baik akan mengakibatkan kualitas udara rendah sehingga menimbulkan gangguan

kesehatan. Salah satu fenomena gangguan kesehatan yang berkaitan dengan

kualitas udara adalah sick building sindrome (SBS). SBS merupakan penyakit

akibat polusi diruangan tertutup yang menggangu saluran pernafasan. SBS

berkaitan dengan lingkungan khususnya kualitas udara di dalam gedung.

Berdasarkan hasil penelitian Novita Wirastini pada tahun 1997 di Mal Blok-

M Jakarta, didapatkan hasil bahwa kelembaban udara berhubungan paling kuat

terhadap SBS setelah dikontrol parameter kadar Karbon dioksida dan masa kerja.

Nilai Odds Rasio 1,585 menujukkan resiko terjadinya SBS pada ruangan

4
5

berkelembaban di bawah 58,3% sebesar 1,585 dibandingkan pada ruangan

berkelembaban sama atau diatas 58,3%, sedangkan menurut hasil penelitian H.

Jasmine Chao, et al pada tahun 1997 di Boston, didapatkan hasil bahwa ada

hubungan antara faktor lingkungan kerja dan kesehatan pekerja kantor.

Kantor Telkom Divre IV Jateng-DIY merupakan salah satu contoh gedung

perkantoran yang tinggi dan tertutup berada di pusat kota Semarang. Gedung

tersebut terdiri dari satu lantai dasar dan 8 lantai menggunakan sistem pengaturan

udara sentral untuk mengurangi panas udara. Karena memperkerjakan banyak

tenaga kerja, maka keamanan dan kesehatan gedung Telkom penting artinya bagi

pekerja khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Oleh karena itu peneliti

tertarik untuk mengetahui kualitas udara dalam gedung Telkom Semarang dalam

hubungannya dengan gangguan kesehatan masyarakat yang bekerja di dalamnya

untuk mengetahui apakah fenomena “Sick Building Syndrome” dialami oleh

pekerja di kantor Telkom Divre IV Jateng-DIY.

1.2 Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara

kualitas udara dalam ruangan berpendingin sentral dengan SBS (Sick Building

Syndrome) di Kantor Telkom Semarang?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang

kualitas udara dan mencari hubungan antara kualitas udara dalam ruangan dengan

“Sick Building Syndrome” di kantor Telkom Divre IV Jateng-DIY.

5
6

1.4 Penegasan Istilah

Batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Kualitas Udara

Kualitas udara merupakan suatu kondisi yang menunjukkan mutu udara

dalam suatu lingkungan tertentu, yang dapat diukur dengan parameter baik fisik,

kimia maupun biologi. Parameter kualitas udara yang digunakan dalam penelitian

ini adalah kualitas fisik meliputi suhu, kelembaban dan aliran udara serta kualitas

kimia yang meliputi kadar debu.

2) Ruangan Berpendingin Sentral

Ruangan berpendingin sentral adalah ruangan yang dibuat secara tertutup

dengan sistem sirkulasi udara tergantung seutuhnya pada mesin yaitu AC (Air

Conditioner) sentral yang memiliki sistem sirkulasi udara sendiri.

3) Sick Building Sindrome

Sick Building Sindrome (SBS) atau sindrome bangunan sakit, yaitu

kumpulan gejala yang disebabkan terutama oleh buruknya kualitas udara ruangan;

ditandai dengan keluhan-keluhan mata pedih, merah, berair, kepala pusing, batuk,

pilek, hidung tersumbat, bersin-bersin, rongga mulut sakit, rongga mulut kering,

badan panas dingin, mual, tidak nafsu makan, lesu, kelelahan, pegal-pegal anggota

tubuh dan kulit gatal; yang dialami responden sebanyak 4 (empat) gejala atau

lebih masing-masing minimal 2 (dua) kali dalam seminggu dan hanya timbul

selama jam kerja di lokasi.

6
7

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

Memberikan pengalaman langsung bagi penulis dalam melaksanakan

penelitian serta mengaplikasikan berbagi teori dan konsep yang didapat di bangku

kuliah, khususnya mengenai kesehatan dan keselamatan kerja dan menuliskan

hasil penelitian dalam bentuk tulisan ilmiah.

1.5.2 Bagi Institusi Pemerintah

Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi instansi

terkait Dinas Kesehatan khususnya sebagai masukan informasi tentang kesehatan

Sick Building Syndrome pada pekerja perkantoran.

1.5.3 Bagi Pendidikan

Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan data dan

informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pustaka guna pengembangan ilmu

kesehatan dan keselamatan kerja.

1.5.4 Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi bagi

perusahaan mengenai kesehatan lingkungan kerja khususnya Sick Building

Syndrome pada pekerja perkantoran.

7
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pencemaran Udara dan Kesehatan

2.1.1 Pengertian Pencemaran Udara

Akibat perkembangan industri dan teknologi, udara yang dihirup manusia

menjadi tercemar. Menurut Undang-undang RI No. 23 tahun 1997, pencemaran

dalam arti luas adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi

dan atau komponen lain kedalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan

lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan

turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan kurang atau tidak

dapat berfungsi sesuai peruntukkannya.

Pencemaran udara diartikan sebagai keadaan atmosfir, dimana satu atau

lebih bahan-bahan polusi yang jumlah dan konsentrasinya dapat membahayakan

kesehatan mahluk hidup, merusak poperti, mengurangi kenyamanan di udara,

(Emil Salim, 2002: 126). Berdasarkan definisi ini maka segala bahan padat, gas

dan cair yang ada di udara dan dapat menimbulkan tidak nyaman yang disebut

polutan udara, sedangkan menurut H. J. Mukono (2000: 14), yang dimaksud

pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat fisik atau kimia ke

dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu, sehingga dapat

dideteksi oleh manusia (atau yang dapat dihitung dan diukur) serta dapat

memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi dan material karena ulah

manusia (man made).

6
7

2.1.2 Macam-macam Pencemaran Udara

Pencamaran udara dapat dibedakan menjadi dua yaitu pencemaran udara

bebas dan pencemaran udara di dalam ruangan (indoor air pollution). Bahan atau

zat yang dapat mencemari udara dapat berbentuk gas dan partikel (Pramudya

Sunu, 2001: 42). Menurut Moestikahadi Soedomo (2001: 6), berdasarkan ciri

fisik, bahan pencemar dapat berupa partikel (debu, aerosol, timah hitam), gas

(CO, Nox, Sox, H2S) dan energi (suhu dan kebisingan), sedangkan menurut

kejadian atau terbentuknya ada pencemar primer (yang diemisikan langsung oleh

sumber) dan pencemar sekunder (yang terbentuk karena reaksi di udara antara

berbagai zat).

Pencemaran udara dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu pergesekan

permukaan, penguapan dan pembakaran. Pencemaran akibat pergesekan

permukaan, penyebab utama pencemaran partikel padat di udara dan ukurannya

dapat bermacam-macam, misal penggergajian dan pengeboran. Penguapan

merupakan perubahan fase cair menjadi gas seperti perekat, sedangkan

pembakaran merupakan reaksi kimia yang berjalan cepat dan membebaskan

energi, cahaya dan panas. Pembakaran tidak sempurna dapat menghasilkan bahan

pencemar, misalnya karbon monoksida (T. Sastrawijaya, 2000: 168-170).

2.1.3 Pencemaran Udara Dalam Ruang

Kualitas udara dalam suatu ruang atau dikenal dengan istilah indoor air

quality adalah salah satu aspek keilmuan yang memfokuskan perhatian pada mutu

udara dalam suatu ruang dan udara yang akan dimasukkan ke dalam ruang atau

7
8

gedung yang ditempati oleh manusia, apakah udara yang dipergunakan dalam

ruang atau gedung tersebut memenuhi syarat kesehatan atau sebaliknya

(Muhamad Idham, 2003: 36).

Pengertian udara dalam ruang atau indoor air menurut NHMRC (National

Health Medical Research Counsil) adalah udara yang berada di dalam suatu ruang

gedung yang ditempati oleh sekelompok orang yang memiliki tingkat kesehatan

yang berbeda-beda selama minimal satu jam. Ruang gedung yang dimaksud

dalam pengertian ini meliputi rumah, sekolah, restoran, gedung untuk umum,

hotel, rumah sakit dan perkantoran.

Pada dasarnya ada tiga syarat utama yang berhubungan dengan kualitas

udara dalam suatu ruang atau indoor air quality adalah:

1) level suhu atau panas dalam suatu ruang atau gedung masih dalam batas-batas

yang dapat diterima

2) gas-gas hasil proses pernafasan dalam konsentrasi normal

3) kontaminan atau bahan-bahan pencemar udara berada dibawah level ambang

bau dan kesehatan (Muhamad Idham, 2003: 37).

Dalam investigasi permasalahan udara dalam ruang ada 4 parameter kunci yang

mempengaruhi konsentrasi kontaminan yaitu: sumber kontaminan langsung, udara

yang dimasukkan ke dalam ruang, udara pengeluaran dari ruang gedung,

kontaminan yang berasal dari dalam gedung (Muhamad Idham, 2003: 40).

2.1.4 Penyebab Pencemaran Udara

Bahan pencemar udara atau polutan dibagi menjadi dua, polutan primer dan

polutan sekunder. Polutan primer merupakan polutan yang dikeluarkan langsung

8
9

dari sumber tertentu dan dapat berupa polutan gas, seperti senyawa karbon, sulfur,

nitrogen dan lain-lain serta berupa partikel yang mempunyai karakteristik yang

spesifik, dapat berupa zat padat maupun suspensi aerosol cair di atmosfir misalnya

asap (smog), sedangkan polutan sekunder biasanya terjadi akibat reaksi dari dua

atau lebih bahan kimia di udara, misalnya reaksi fotokimia (H. J. Mukono, 2000:

17). Berdasarkan sumbernya, jenis polutan dibedakan atas sumber titik yang

merupakan sumber diam berupa cerobong asap, sumber mobil atau sumber yang

bergerak misal berasal dari kendaraan bermotor dan sumber area atau sumber

yang berasal dari pembakaran terbuka di daerah pemukiman, terminal kendaraan

bermotor dan lain-lain (Juli Soemirat Slamet, 2002: 74-75).

Berkaitan dengan sumber pencemaran, pencemaran tidak hanya terjadi di

luar ruangan atau gedung tetapi juga terjadi di dalam gedung. Kualitas udara

dalam ruangan menurut EPA, 2-5 kali lebih buruk daripada udara di luar,

sedangkan sumber utama pencemaran udara di dalam gedung berdasarkan

penelitian The Nasional Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH),

yaitu pencemaran alat-alat di dalam gedung (17%), pencemaran dari luar gedung

(11%), pencemaran bahan bangunan (3%), pencemaran mikroba (5%), gangguan

ventilasi (52%) dan sumber yang tidak diketahui (12%) (Tjandra Yoga Aditama

dan Tri Hastuti, 2002: 93).

Beberapa kondisi yang potensial menyebabkan polusi udara di dalam

gedung adalah kepadatan manusia, bahan material dan dekorasi interior, sistem

ventilasi dan pemanasan, keberadaan jamur dan bakteri, gas berbahaya, radiasi,

bensene-bahan kimia penyebab leukemia yang berasal dari bahan bakar, produk-

produk rumah tangga dan asap tembakau. Dilihat secara kimiawi, bahan

9
10

pencemar utama udara (major air pollutants) adalah golongan oksida karbon

(CO,CO2), oksida belerang (SO2, SO3), oksida nitrogen (NO, NO3), partikel

(asap, debu, metal, garam sulfat), senyawa inorganik, hidrokarbon, energi panas

(suhu) dan kebisingan (Moestikahadi Soedomo, 2001: 6).

2.1.5 Model Proses Pemasukan Udara Ke Dalam Gedung

Dalam menjalankan program manajemen atau pengaturan indoor air

quality di suatu gedung perlu mengetahui proses pengaturan udara yang

diterapkan, sehingga akan memudahkan dalam mengenali, mengevaluasi dan

mengontrol aspek-aspek yang berhubungan dengan udara dalam ruangan. Pada

gambar di bawah ini, dapat dilihat model proses pemasukan udara ke dalam

gedung.

Gambar 1
Proses Pemasukan Udara Ke Dalam Ruang Gedung
(Muhamad Idham, 2003: 38)

10
11

2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Udara dalam Ruangan

Kualitas udara dalam ruang suatu gedung sangat dipengaruhi oleh banyak

faktor, baik yang berasal dari dalam gedung sendiri maupun dari luar gedung.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas udara dalam ruang adalah:

1) Faktor fisik

(1) Temperatur (tekanan panas)

(2) Kelembaban

(3) Pergerakan udara (air movement)

2) Faktor Kimia

(1) Partikulat

 Asbestos, fibber glas, debu cat, debu kertas, partikel shoot

 Debu bangunan atau konstruksi, partikel ETS

(2) Produk-produk pernapasan, seperti uap air, karbondioksida

(3) Gas-gas produk kebakaran

 Karbondioksida, CO, NO2

 Poli aromatik hidrokarbon

 ETS fase gas

 Ozone (sumber dari fotocopy, lampu UV, printer laser, ioniser)

 Formaldehida (sumber: plywood, partikel board, karpet, bahan isolasi

foam yang terbuat dari ureaformaldehid)

 Zat-zat organik mudah menguap, seperti: alkohol, aldehid, hidrokarbon

alipatik, aromatik, ester, kelompok halogen. Sumber: material

bangunan gedung, kosmetik, asap rokok, zat pembersih, purnish,

bahan adesif atau perekat dan cat.

11
12

 Radon dan produk peluruhannya

 ETS (Environmental Tobacco Smoke)

 Mikrobiologi (virus, bakteri dan jamur) (Muhamad Idham, 2003: 39).

2.1.7 Akibat Pencemaran Udara

Secara umum efek pencemaran udara terhadap individu atau manusia dapat

berupa sakit baik akut maupun kronis, mengganggu fungsi fisiogi (paru, syaraf,

transpot oksigen, hemoglobin), iritasi sensorik, kemunduran penampilan dan rasa

tidak nyaman. Efek terhadap saluran pernafasan antara lain iritasi pada saluran

pernafasan yang dapat menyebabkan pergerakan silia menjadi lambat sehingga

tidak dapat membersihkan saluran pernafasan, peningkatan produksi lendir akibat

iritasi oleh bahan pencemar, rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran

pernafasaan, membengkaknya saluran pernafasan dan merangsang pertumbuhan

sel. Akibat dari semua hal tersebut akan menyebabkan terjadinya kesulitan

bernafas, sehingga benda asing termasuk bakteri atau mikroorganisme lain tidak

dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan dan akibatnya memudahkan terjadinya

infeksi saluran pernafasan (H. J. Mukono, 2000: 17).

Polutan udara dapat menjadi sumber penyakit virus, bakteri dan beberapa

jenis cacing. Dampak yang diakibatkan oleh polutan udara yang buruk dapat

mengakibatkan seseorang menjadi alergi yang selanjutnya menjadi pintu masuk

bagi bakteri yang dapat berpotensi terjadinya infeksi (Pramudya Sunu, 2001: 49).

Gangguan-gangguan tidak spesifik tetapi khas yang diderita individu atau manusia

selama berada di dalam gedung tertentu dikenal dengan istilah Sick Building

Sindrome (SBS).

12
13

2.2 Sick Building Sindrome

2.2.1 Pengertian Sick Building Sindrome

Istilah sindrom gedung sakit (Sick Building Syndrome) pertama dikenalkan

oleh para ahli di negara Skandinavia di awal tahun 1980-an. Istilah SBS dikenal

juga dengan TBS (Tigh Building syndrome) atau Nonspecific building-related

symptoms (BRS), karena sindrom ini umumnya dijumpai dalam ruangan gedung-

gedung pencakar langit (O. Bruce Dickerson Edward P. Horvath, 1988: 1069).

Namun dari penelitian tahun 1978-1988 oleh NIOSH ditemukan pada gedung-

gedung biasa dengan karakteristik kualitas udara yang buruk (NIOSH, 1998).

EPA mendefinisikan sindrome gedung sakit merupakan istilah untuk

menguraikan situasi dimana penghuni gedung atau bangunan mengalami

gangguan kesehatan akut dan efek timbul saat berada dalam bangunan, tetapi

tidak ada penyebab yang spesifik. Menurut Tjandra Yoga Aditama (2002: 91),

istilah SBS mengandung dua maksud yaitu:

1) kumpulan gejala (sindroma) yang dikeluhkan seseorang atau sekelompok

orang meliputi perasaan-perasaan tidak spesifik yang mengganggu kesehatan

berkaitan dengan kondisi gedung tertentu, dan

2) kondisi gedung tertentu berkaitan dengan keluhan atau gangguan kesehatan

tidak spesifik yang dialami penghuninya, sehingga dikatakan “gedung yang

sakit” .

SBS menurut Juli Soemirat Slamet yang dikutip oleh G. Sujayanto (2001)

adalah gejala-gejala gangguan kesehatan, umumnya berkaitan dengan saluran

pernafasan. Sekumpulan gejala ini dihadapi oleh orang yang bekerja di gedung

atau di rumah yang ventilasinya tidak direncanakan dengan baik, sedangkan

13
14

menurut Alan Hedge (2003), SBS merupakan kategori penyakit umum yang

berkaitan dengan beberapa aspek fisik sebuah gedung dan selalu berhubungan

dengan sistem ventilasi.

2.2.2 Gejala Sick Building Syndrome

Pada umumnya gejala dan gangguan SBS berupa penyakit yang tidak

spesifik, tetapi menujukan pada standar tertentu, misal berapa kali seseorang

dalam jangka waktu tertentu menderita gangguan saluran pernafasan. Keluhan itu

hanya dirasakan pada saat bekerja digedung dan menghilang secara wajar pada

akhir minggu atau hari libur, keluhan tersebut lebih sering dan lebih bermasalah

pada individu yang mengalami perasaan stress, kurang diperhatikan dan kurang

mampu dalam mengubah situasi pekerjaannya (EPA, 1998).

Keluhan SBS antara lain sakit kepala, iritasi mata, iritasi hidung, iritasi

tenggorokan, batuk kering, kulit kering atau iritasi kulit, kepala pusing, sukar

berkonsentrasi, cepat lelah atau letih dan sensitif terhadap bau (EPA, 1998)

dengan gejala yang tidak dikenali dan kebanyakkan keluhan akan hilang setelah

meninggalkan gedung. Tjandra Yoga Aditama (2002: 95), membagi keluhan atau

gejala dalam tujuh kategori sebagi berikut:

1) iritasi selaput lendir, seperti iritasi mata, pedih, merah dan berair

2) iritasi hidung, seperti iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, bersin, batuk

kering

3) gangguan neurotoksik (gangguan saraf/gangguan kesehatan secara umum),

seperti sakit kepala, lemah, capai, mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi

14
15

4) gangguan paru dan pernafasan, seperti batuk, nafas bunyi, sesak nafas, rasa

berat di dada

5) gangguan kulit, seperti kulit kering, kulit gatal

6) gangguan saluran cerna, seperti diare

7) gangguan lain-lain, seperti gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, dll.

Menurut Achmadi yang dikutip oleh Noviana Wirastini (1997), orang

dinyatakan menderita SBS apabila memiliki keluhan sejumlah kurang lebih 2/3

dari sekumpulan gejala seperti lesu, hidung tersumbat, kerongkongan kering, sakit

kepala, mata gatal-gatal, mata pedih, mata kering, pilek-pilek, mata tegang, pegal-

pegal, sakit leher atau punggung, dalam kurun waktu bersamaan. Untuk

menegakkan adanya sindrom gedung sakit (SBS) maka berbagai keluhan tersebut

harus dirasakan oleh sekitar 20%-50% pengguna suatu gedung, dan keluhan-

keluhan tersebut biasanya menetap setidaknya dua minggu. Sedangkan menurut

Alan Hedge (2003), gejala SBS berbeda antara satu orang dengan orang lainnya.

2.2.3 Penyebab Sick Building Syndrome

Lingkungan kerja perkantoran meliputi semua ruangan, halaman dan area

sekelilingnya yang merupakan bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja

untuk kegiatan perkantoran (Departemen Kesehatan RI, 1999). Lingkungan kerja

perkantoran biasanya disebut secara berbeda dari pabrik.

Fenomena SBS berkaitan dengan kondisi gedung, terutama rendahnya

kualitas udara ruangan. Menurut Tjandra Yoga Aditama (2002: 92), berbagai

bahan pencemar (kontaminan) dapat mengganggu lingkungan udara dalam

gedung (indoor air environment) melalui empat mekanisme utama, yaitu: (1)

15
16

gangguan sistem kekebalan tubuh (imunologik); (2) terjadinya infeksi; (3) bahan

pencemar yang bersifat racun (toksik); (4) bahan pencemar yang mengiritasi dan

menimbulkan gangguan kesehatan. Gangguan sistem kekebalan tubuh

dipengaruhi oleh konsumsi zat gizi. Konsumsi zat gizi yang baik akan

memperbaiki status gizi, sehingga meningkatkan ketahanan fisik dan

meningkatkan produktivitas kerja, di samping membantu mengurangi infeksi

(Depkes RI, 1990: 15). Sedangkan bahan kimia yang bersifat racun (toksik) lebih

banyak diserap oleh orang usia muda dan tua dibanding pada orang dewasa (Frank

C. Lu, 1995: 72). Biasanya sulit untuk menemukan suatu penyebab tunggal dari

sindrom gedung sakit atau SBS.

Menurut London Hazards Centre, penyebab utama SBS adalah bahan kimia

yang digunakan manusia, jamur pada sirkulasi udara serta faktor fisik seperti

kelembaban, suhu dan aliran udara dalam ruangan, sehingga semakin lama orang

tinggal dalam sebuah gedung yang sakit akan mudah menderita SBS (London

Hazards Centre, 1990).

Ventilasi yang tidak adekuat meliputi kurangnya udara segar yang masuk ke

dalam ruangan gedung, distribusi udara yang tidak merata dan buruknya

perawatan sarana ventilasi. Sedangkan menurut EPA (1998), penyebab SBS atau

sindrome gedung sakit sebagai berikut:

1) ventilasi tidak cukup

standar ventilasi pada sebuah gedung yaitu kira-kira 15 kaki berbentuk kubus

sehingga udara luar dapat masuk dan menyegarkan penghuni di dalamnya,

terutama tidak semata-mata untuk melemahkan dan memindahkan bau. Dengan

ventilasi yang tidak cukup, maka proses pengaturan suhu tidak secara efektif

16
17

mendistribusikan udara pada penghuni ruangan sehingga menjadi faktor pemicu

timbulnya SBS.

2) zat pencemar kimia bersumber dari dalam ruangan

polusi udara dalam ruangan bersumber dari dalam ruangan itu sendiri, seperti

bahan pembersih karpet, mesin foto kopi, tembakau dan termasuk formaldehid.

3) zat pencemar kimia bersumber dari luar gedung

udara luar yang masuk pada suatu bangunan bisa merupakan suatu sumber

polusi udara dalam gedung, seperti pengotor dari kendaraan bermotor, pipa ledeng

lubang angin dan semua bentuk partikel baik padat maupun cair yang dapat masuk

melalui lubang angin atau jendela dekat sumber polutan. Bahan-bahan polutan

yang mungkin ada dalam ruangan dapat berupa gas karbon monoksida, nitrogen

dioksida dan berbagai bahan organik lainnya. Karbon monoksida dapat timbul

pada berbagai proses pembakaran, seperti pemanas ruangan. Gas CO juga dapat

masuk ke dalam ruangan melalui asap mobil dan kendaraan lain yang lalu lalang

di luar suatu gedung. Kadar CO yang tinggi akan berakibat buruk pada jantung

dan otak. Nitrogen oksida juga dapat keluar pada proses memasak dengan kompor

gas. Gas ini dapat menimbulkan kerusakan di saluran nafas di dalam paru.

4) zat pencemar biologi

bakteri, virus dan jamur adalah jenis pencemar biologi yang berkumpul di

dalam pipa saluran udara dan alat pelembab udara serta berasal dari alat

pembersih karpet.

5) faktor fisik lingkungan

temperatur yang tidak cukup, kelembaban dan pencahayaan merupakan faktor

fisik pendorong timbulnya SBS. Keluhan tentang temperatur di dalam ruangan

terjadi terutama pada bangunan berpendingin, sedangkan kelembaban merupakan

17
18

jumlah embun di udara (London Hazards Centre, 1990). Pada kelembaban tinggi

(diatas 60-70%) dan dalam temperatur hangat, keringat hasil badan tidak mampu

untuk menguap sehingga temperatur ruangan dirasakan lebih panas dan akan

merasa lengket. Ketika kelembaban rendah (dibawah 20%), temperatur kering,

embun menguap dengan lebih mudah dari keringat, sehingga selaput lendir dan

kulit, kerongkongan serta hidung menjadi mengering, akibatnya kulit menjadi

gatal serta ditandai dengan sakit kepala, kekakuan dan mata mengering.

2.3 Kerangka Teori

Pencemar Udara:
- Ventilasi yang tidak adekuat
- Pencemaran dari alat atau bahan di dalam gedung
- Pencemaran yang masuk dari luar gedung
- Pencemaran mikroba
- Pencemaran dari bahan bangunan dan alat kantor
- Pencemaran tidak diketahui sumbernya

KUALITAS UDARA
KUALITAS FISIK KUALITAS KIMIA KUALITAS
Suhu Debu MIKROBIOLOGI
Kelembaban
Aliran udara

Umur
Mekanisme bahan pencemar mengganggu
Lama kerja
kesehatan:
Status gizi
- Gangguan kekebalan (Imunologik)
- Terjadinya infeksi
- Bersifat racun (toksik) Sick Building Syndrome
- Mengiritasi

Gambar 2
Kerangka Teori
(Gabungan Tjandra Yoga Aditama dan Tri Hastuti, Muhamad Idham, Depkes RI,
Frank C. Lu)

18
19

2.4 Kerangka konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan dapat dinyatakan

bahwa masyarakat yang berada di ruangan gedung selama waktu tertentu dapat

mengalami gangguan kesehatan yang disebut Sick Building Syndrome (SBS).

Faktor penyebab gangguan ini yang terpenting adalah kualitas lingkungan yang

terdiri kualitas fisik dan kualitas kimia serta kualitas mikrobiologi pada

lingkungan kerja.

Penelitian ini lebih menekankan mengenai kualitas udara dalam gedung

Telkom Divre IV Jateng-DIY yang meliputi kualitas fisik (suhu, kelembaban dan

aliaran udara), dan kualitas kimia udara yaitu debu, karena penelitian yang

dilakukan ini merupakan penelitian awal. Unsur-unsur tersebut sudah dapat

mewakili keadaan kualitas udara secara umum dalam gedung guna menjawab

apakah fenomena SBS sudah terjadi di gedung kantor Telkom pada khususnya

dan Semarang pada umumnya. Apabila terbukti ada kasus SBS penelitian lebih

lanjut dapat dilakukan. Adapun bagan kerangka konsep seperti terlihat pada

Gambar 3.

KUALITAS FISIK
Suhu Sick Building Syndrome
Kelembaban
Aliran udara

KUALITAS KIMIA
Debu
Umur
Lama kerja
KUALITAS
Status gizi
MIKROBIOLOGI *)
Variabel independen Variabel confounding Variabel dependen

*) Tidak diteliti
Gambar 3
Kerangka Konsep Penelitian

19
20

2.5 Definisi Operasional

NO VARIABEL BATASAN VARIABEL KRITERIA SKALA


(1) (2) (3) (4) (5)
1. Suhu Parameter fisik udara yang 1 = suhu Interval
diukur langsung dilokasi untuk rendah (<18°C)
menyatakan tekanan panas 2 = suhu
dalam ruangan dengan normal (18-
menggunakan thermometer 26°C)
(satuan derajat celcius). 3 = suhu
tinggi (>26°C)

2. Kelembaban Parameter fisik udara yang 1= kelembaban Ordinal


Udara menyatakan perbandingan rendah (< 40%)
relatif temperatur basah dan 2 = kelembaban
kering udara ruangan dan diukur normal (40-60%)
langsung dilokasi dengan alat 3 = kelembaban
psikrometer card dan head tinggi (> 60%)
stress.

3. Kecepatan Parameter fisik udara untuk 1 = aliran udara Ordinal


Aliran Udara mengetahui pergerakan udara di rendah (< 0,15
dalam ruangan dan diukur m/dtk)
langsung di lokasi dengan alat 2 = aliran udara
thermometer kata dan stop normal (0,15-
watch (satuan m/dtk) 0,25 m/dtk)
3 = aliran udara
tinggi (>0,25
m/dtk)
4. Debu Parameter kimia udara faktor 1 = kadar rendah Ordinal
penyebab SBS yang diukur (< 15 mg/m3)
langsung dilokasi dengan alat 2 = kadar normal
ukur pompa gisap (Low Volume (15 mg/m3)
Sampler), flow meter dan 3 = kadar tinggi
timbangan analitik (satuan (15 mg/m3)
3
mg/m )

5. SBS SBS yaitu kumpulan gejala yang 0 = bukan kasus Nominal


disebabkan terutama oleh 1 = kasus
buruknya kualitas udara
ruangan; ditandai dengan
keluhan-keluhan mata pedih,
merah, berair, kepala pusing,
batuk, pilek, hidung tersumbat,
bersin-bersin, rongga mulut
sakit, rongga mulut kering,
badan panas dingin, mual, tidak
nafsu makan, lesu, kelelahan,
pegal-pegal anggota tubuh dan
kulit gatal; yang dialami

20
21

responden sebanyak 4 (empat)


gejala atau lebih masing-masing
minimal 2 (dua) kali dalam
seminggu dan hanya timbul
selama jam kerja di lokasi. Alat
ukur SBS adalah kuisioner.

6. Umur Umur adalah jumlah tahun sejak Rasio


responden lahir hingga
penelitian berlangsung, kriteria
dibawah atau diatas nilai mean
dengan alat ukur kuisioner.

7. Lama Bekerja Lama bekerja adalah masa atau Rasio


lamanya (jam) responden
bertugas setiap hari sejak
ditempatkan di lokasi tersebut
oleh perusahaan, Di hitung
dengan kuisioner.

8. Status Gizi Status gizi adalah pengukuran 1 = baik Ordinal


keadaan fisiologi responden 18,5<BMI<25
dengan kriteria body mass index 2 = kurang
(BMI) yaitu berat badan (kg) 17<BMI< 18,5
dibagi kuadrat tinggi badan 3 = buruk
(m2). Pengukuran dilakukan BMI < 17
dengan alat timbangan badan 4 = lebih
yang telah ditera dan pita BMI > 25
ukuran, selanjutnya dilakukan
penilaian status gizi sesuai
dengan standar BMI.

2.6 Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu jawaban sementara dari pertanyan penelitian

(Soekidjo Notoatmodjo, 2002: 45). Hipotesis dari penilitian ini adalah ada

hubungan antara kualitas udara dalam ruangan berpendingin sentral dengan Sick

Building Sindrome (SBS).

21
BAB III

METODE PENELITIAN

Penggunaan metodologi penelitian sangat bermanfaat dalam menunjang

suatu penelitian. Adapun metodologi penelitian ini meliputi:

3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruham subjek penelitian (Suharsimi Arikunto, 1998:

108). Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksud untuk diselidiki. Populasi

dibatasi dengan sejumlah penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai

sifat yang sama (Sutrisno Hadi, 1994: 220). Pengertian tersebut mengandung

maksud bahwa populasi seluruh individu yang akan dijadikan obyek penelitian

dan keseluruhan dari individu yang paling baik, sedikit memiliki satu sifat yang

sama.

Populasi dari penelitian ini adalah tenaga kerja kantor Telkom Divre IV

Jateng-DIY Semarang, baik laki-laki maupun perempuan yang berjumlah 400

orang tenaga kerja dengan menempati delapan lantai dalam gedung. Sesuai

dengan syarat-syarat populasi yang dipakai dalam penelitian dibatasi sejumlah

penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai satu sifat yang sama,

maka populasi yang akan dipakai oleh peneliti mempunyai persamaan sebagai

berikut: 1) sama-sama berada diruangan dengan sistem ventilasi AC sentral,

pencahayaan buatan, dekorasi dan penyekat ruang minimal; 2) sama-sama

memiliki pola kerja sejenis yang bertugas non shift; 3) sudah bekerja selama tiga

bulan atau lebih di kantor Telkom Divre IV Jateng-DIY. Berdasarkan alasan

tersebut maka populasi yang diambil telah memenuhi persyaratan sebagai

populasi, dimana populasi harus memiliki satu sifat yang sama.

22
23

3.2 Sampel Dan Teknik Sampling

Sampel merupakan sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi

Arikunto, 1998: 109). Pengambilan sampel secara non-probabilitas/non-acak

merupakan cara pengambilan sampel dimana semua elemen populasi belum tentu

memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel, karena ada

bagian tertentu secara sengaja tidak dimasukkan dalam pemilihan untuk mewakili

populasi. Sering disebut sebagai pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan

karena dalam pelaksanaannya digunakan pertimbangan tertentu oleh peneliti

(Boediono dan Wayan Koster, 2002: 371).

Penelitian ini menggunakan sampel non-probabilitas/non-acak, dengan

pengambilan sampel 2 lantai se-gedung Telkom Divre IV Jateng-DIY. Jumlah

pekerja pada lantai I dan VII sejumlah 120 orang (jumlah pekerja lantai I 50 orang

dan jumlah pekerja lantai VII 70 orang). Dari populasi tersebut diambil secara

purposive sampling sebanyak 40 orang dengan jumlah pekerja perempuan 23

orang dan laki-laki 17 orang (jumlah pekerja lantai I 19 orang dan jumlah pekerja

lantai VII 21 orang), karena dengan pertimbangan tertentu dari 120 pekerja dari

kedua lantai tersebut tidak bisa mengikuti proses penelitian dikarenakan sedang

tidak berada di kantor saat penelitian berlangsung/di luar kota dan masa kerja

kurang dari tiga bulan.

Persyaratan yang ditetapkan oleh peneliti untuk sampel adalah sebagai

berikut masa kerja responden minimal 3 bulan, responden berada di tempat

penelitian saat penelitian berlangsung dan responden berada di lantai I dan lantai

VII pada ruangan yang menggunakan AC sentral. Sebagai penelitian awal di kator

23
24

Telkom Divre IV Jateng-DIY, maka pemilihan lantai I dan lantai VII dianggap

mewakili gedung Telkom Divre IV Jateng-DIY dengan ciri tertentu dan

diasumsikan sebagai berikut:

1) Lantai satu merupakan ruangan yang berhubungan dengan lantai dasar dari

gedung yang berfungsi sebagai tempat keluar masuknya orang, sedangkan

lantai dasar hanya berfungsi sebagai lobi, sehingga menjadi potensi adanya

polutan dari luar gedung masuk ke dalam gedung melalui pintu yang selalu

membuka, selain akibat polusi yang di timbulkan dari dalam gedung sendiri.

Sirkulasi udara di lantai I selain berasal dari AC juga dipengaruhi oleh udara

alami yang masuk lewat pintu pada lantai dasar.

2) Lantai tujuh merupakan ruang kerja mendekati bagian atas, dimana aktivitas

pekerjanya terbanyak berada di lantai ini, sedangkan di lantai 8 berfungsi

sebagai aula dan ruang sirkulasi, sehingga diasumsikan banyak pekerja yang

melakukan aktivitas kerjanya lama di dalam gedung dan jarang turun ke lantai

bawah, sedangkan sumber polutan hanya bersumber dari dalam gedung saja.

Sirkulasi udara sepenuhnya tergantung pada AC.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel adalah karakteristik subyek penelitian yang berubah dari satu

subyek ke subyek lainnya (Sudigdo Sastroasmoro, 1995: 156). Variabel bebas

adalah faktor-faktor yang menjadi pokok permasalahan yang ingin diteliti.

Variabel bebas atau variabel independen yang diukur adalah kualitas fisik

meliputi suhu, aliran udara dan kelembaban udara, kepadatan orang dalam

ruangan; kualitas kimia meliputi kadar debu dalam ruangan.

24
25

Variabel terikat adalah variabel yang besarnya tergantung dari variabel

bebas yang diberikan dan diukur untuk menentukan ada tidaknya pengaruh dari

variabel bebas. Variabel dependen atau variabel terikat dari penelitian ini adalah

kejadian SBS yaitu kumpulan gejala yang disebabkan terutama oleh buruknya

kualitas udara ruangan; ditandai dengan keluhan-keluhan mata pedih, merah,

berair, kepala pusing, batuk, pilek, hidung tersumbat, bersin-bersin, rongga mulut

sakit, rongga mulut kering, badan panas dingin, mual, tidak nafsu makan, lesu,

kelelahan, pegal-pegal anggota tubuh dan kulit gatal; yang dialami responden

sebanyak 4 (empat) gejala atau lebih masing-masing minimal 2 (dua) kali dalam

seminggu dan hanya timbul selama jam kerja di lokasi.

Variabel pengganggu (confounding) adalah variabel yang berhubungan

dengan variabel bebas dan berhubungan dengan variabel tergantung, tetapi bukan

merupakan variabel antara (Sudigdo Sastroasmoro, 1995: 158). Variabel

pengganggu berkaitan dengan karakteristik responden, dalam penelitian ini

meliputi umur, lama bekerja dan status gizi.

3.4 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan

cross sectional untuk melihat gambaran kejadian SBS dan faktor-faktor

lingkungan yang diduga berhubungan. Untuk itu dilakukan studi observasi

(survai) serta pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas fisik dan kimia

udara (debu), sedangkan kualitas mikroorganisme udara tidak diteliti. Penentuan

kasus SBS berdasarkan gambaran sakit dan keluhan yang dirasakan responden

selama bekerja di ruang kerjanya.

25
26

Studi deskriptif adalah studi untuk menentukan fakta dengan interpretasi

yang tepat, dan secara akurat melukiskan sifat-sifat dari beberapa fenomena

kelompok atau individu (Soekidjo Notoatmodjo, 2002: 138), sedangkan yang

dimaksud pendekatan cross sectional adalah pendekatan yang bersifat sesaat

untuk melihat gambaran kejadian pada suatu waktu dan tidak diikuti dalam suatu

kurun waktu tertentu (Sudigdo Sastroatmoro dan Sofyan Ismael,1995: 67).

3.5 Teknik Pengambilan Data

Data merupakan faktor yang sangat penting dalam setiap penelitian. Untuk

mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka digunakan teknik-

teknik sebagai berikut:

3.6.1 Data Primer

Adalah data yang diperoleh secara langsung melalui angket yang dipandu

pengisiannya mengenai identitas responden, umur, masa kerja, riwayat kesehatan,

persepsi responden serta observasi tempat penelitian dan data hasil pengukuran

kualitas fisik kimia tempat kerja (populasi).

1. Angket

Angket adalah suatu cara pengumpulan data atau suatu masalah yang

umumnya banyak menyangkut kepentingan umum/orang banyak (Soekidjo

Notoatmodjo, 2002: 112). Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, angket

yang dibuat disampaikan langsung kepada orang (tenaga kerja) yang dimintai

informasi tentang dirinya sendiri.

Angket disusun sedemikian rupa tegas, terbatas dan konkret, sehingga

responden dapat dengan mudah mengisi atau menjawabnya. Selain menggunakan

26
27

pertanyaan terbuka sebagai penjelas juga digunakan jenis pertanyaan tertutup

dengan pilihan jawaban Ya diberi skor 1 dan jawaban Tidak diberi skor 0 untuk

memberikan pilihan jawaban gejala yang dialami oleh responden. Adapun alasan

digunakan metode angket adalah:

a. subjek adalah orang paling tahu tentang dirinya sendiri

b. biaya relatif murah

c. waktu untuk mendapatkan data relatif singkat.

2. Pengamatan (Observasi)

Pengamatan adalah suatu hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh

perhatian untuk menyadari adanya rangsangan. Dalam penelitian, pengamatan

adalah suatu prosedur yang berencana, yang antara lain meliputi melihat dan

mencatat jumlah dan taraf aktivitas tertentu yang ada hubungannya dengan

masalah yang diteliti (Soekidjo Notoatmodjo, 2002: 93). Pengamatan dilakukan

dengan menggunakan metode check list meliputi jumlah pegawai yang bekerja,

luas ruangan, sumber bahan pencemar, keadaan umum lingkungan kerja

(penerangan, kebisingan dan sumber bau).

3. Pengukuran

Pengukuran merupakan suatu metode pengambilan data dengan mengukur

secara langsung parameter-parameter yang diinginkan. Macam dan prosedur

pengukuran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Pengukuran Kadar Debu

Pengukuran kadar debu digunakan metode gravimetri dan alat pompa

hisap (Low Volume Sampler), flow meter dan timbangan analitik. Pengambilan

27
28

sample setinggi zone pernafasan, ditempat kerja (dekat tenaga kerja) dengan

waktu pengambilan sampel selama 4 jam. Pengambilan sampel dilakukan ketika

tenaga kerja berada dilingkungan kerja dan aktivitas pekerjaan berjalan secara

biasa/normal. Adapun langkah-langkah pengukuran adalah:

- filter kosong yang diperlukan disimpan dalam eksikator untuk mendapatkan

kondisi steril dan suhu kamar selama 24 jam

- filter kosong ditimbang

- pengambilan sampel debu di lokasi, pengukuran temperatur di lokasi,

pengukuran tekanan udara dilokasi sebagai kontrol serta disisakan satu filter

sebagai filter blanko

- filter yang berisi sampel dan blanko disimpan kembali di eksikator sesuai

lamanya penyimpanan filter kosong (± 24 jam)

- filter ditimbang dan didapat berat debu. Filter blanko ditimbang juga, jika ada

perubahan harus diperhitungkan

- dihitung kadar debu dengan rumus:

(V1 + V2)t
Vrata − rata =
2

Pa Tstd
Vstd = Vrata − rata × ×
Ta Pstd

(W2 − W1) − (b2 − b1)


KadarDebu =
Vstd

Keterangan : w2 : berat kertas saring atau filter setelah sampling

w1 : berat kertas saring atau filter sebelum sampling

V : kecepatan hisap udara yang disampling

b1 : berat filter blangko sebelum pengukuran

28
29

b2 : berat filter blangko setelah pengukuran

Vstd : kecepatan rata-rata kalibrasi HVS I dan II

t : waktu pengambilan sampel

Pa : tekanan udara saat pengukuran (mmHg)

Pstd : tekanan udara stndar (mmHg)

Ta : suhu udara saat pengukuran (oKelvin)

Tstd : suhu udara standar (oKelvin)

b. Suhu dan Kelembaban

Pengukuran suhu dan kelembaban udara dilakukan dengan menggunakan

metode pembacaan langsung dan alat Heat Stress Area Monitor serta Psicrometer

card.

c. Kecepatan Gerak Udara

Pengukuran kecepatan gerak udara dilakukan dengan menggunakan

metode pembacaan langsung dan memakai alat stop watch serta thermometer kata.

Adapun langkah-langkah pengukurannya adalah:

- celupkan reservoar bawah kata thermometer dalam air panas untuk menaikkan

alkohol sampai pada reservoar atas

- catat temperatur dan waktu penurunan alkohol dari batas A-B. Batas temperatur

ini disebut range temperatur. Waktu penurunan disebut waktu pendinginan

(cooling time)

- pengukuran dilakukan 3-5 kali, nilai cooling time merupakan nilai rata-rata.

- Rumus perhitungan gerak udara adalah:


2
  F  
 1
V=  TC  − a  m/dtk
 b  tRt − ta  
   

29
30

Keterangan :V : kecepatan gerak udara

F : kata faktor (372)

Tc : waktu pendinginan

tRT : harga rata-rata dari range temperatur

ta : suhu udara/suhu kering (dalam oC)

Harga a dan b, diperoleh dari tabel Casella, dengan ketentuan sebagai berikut:

F Tc
 Jika 〈 0.6 maka digunakan harga a dan b pada kolom Low Velocity.
t RT − ta

F Tc
 Jika 〉 0.6 maka digunakan harga a dan b pada kolom High Velocity.
t RT − ta

Tabel Casella:

Cooling Bulb tRT Low Velocity High Velocity


Range Surface (<1 m/dtk) (<1 m/dtk)
a b a B
100-95 oF Glass 97.7 0.111 0.222 0.0586 0.2821
38-35 oC Glass 36.5 0.200 0.400 0.105 0.508
130-12 oF Glass 127.5 0.118 0.195 0.064 0.258
55-52 oC Glass 53.0 0.212 0.315 0.115 0.465
100-95 oC Silver 97.7 0.056 0.222 - -
130-125 oF Silver 127.5 0.061 0.195 0.011 0.239
10-145 oF Silver 147.5 0.074 0.258 0.018 0.313
Sumber: Balai Pengembangan Keselamatan Kerja Dan Hiperkes (2004)

3.6.2 Data Sekunder

Adalah data yang diperoleh dari perusahaan mengenai perusahaan secara

umum. Data sekunder diperoleh secara studi dokumen, meliputi data perusahaan

secara umum, kondisi fisik lingkungan tempat kerja, serta jumlah karyawan.

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat untuk mengumpulkan data dari suatu

penelitian. Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

30
31

peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya

akan lebih baik dalam arti cepat, lengkap, sistematis sehingga akan lebih mudah

untuk diolah (Suharsimi Arikunto, 1998: 91). Instrumen dalam penelitian ini

meliputi :

1) Angket tentang identitas responden dan riwayat penyakit.

2) Lembar hasil pengukuran faktor fisik dan kimia dalam ruangan.

3) Alat pengukur suhu dan kelembaban yaitu Heat Stress Area Monitor dan

Psicrometer card (satuan derajat Celcius dan %).

4) Alat pengukur kecepatan aliran udara yaitu kata thermometer (satuan meter

per detik).

5) Alat pengukur debu yaitu alat pompa hisap (Low Volume Sampler), flow

meter dan timbangan analitik (satuan mg/m).

3.7 Prosedur Penelitian

Metode pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah teknik survei.

Survai adalah suatu koleksi, analisis, interprestasi dan laporan yang disusun secara

teratur dan sistematis tentang fakta-fakta penting yang berhubungan dengan aspek

tertentu. Maksud survai adalah untuk menentukan kenyataan, menentukan

keadaan dan menentukan status pada waktu itu. Penemuan-penemuan yang

diperoleh mengandung bahan-bahan yang bersifat informative. Prosedur

pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu persiapan dan

pelaksanaan.

31
32

3.7.1 Tahap Persiapan

1) Penyusunan angket

2) Penyebaran angket bersamaan dengan pengukuran parameter udara dalam

ruang kerja di gedung Telkom Divre IV Jateng-DIY.

3.7.2 Tahap Pelaksanaan

Pertama-tama sebelum melaksanakan pengambilan data, peneliti

menentukan rekan untuk membantu terlaksananya pengambilan data. Untuk

mendapatkan hasil yang baik maka pemandu pengisian angket adalah mahasiswa

reguler FIK UNNES dan tenaga ahli Hiperkes yang sudah terbiasa dalam

melaksanakan pengukuran parameter udara. Pengukuran dilaksanakan pada hari

Kamis tanggal 19 Mei 2005 mulai jam 09.00 WIB sampai jam 15.00 WIB.

Pada tahap pelaksanaan ini, peneliti beserta tim berjumlah 7 orang yang

membantu telah siap 45 menit sebelum pelaksanaan pengukuran guna

mempersiapkan alat dan perlengkapan lainnya serta diberi penjelasan pelaksanaan

pengukuran. Prosedur pelaksanaan pengukuran kadar debu ruangan dilakukuan

secara bersamaan, pengukuran suhu, kelembaban udara dan kecepatan aliran

udara secara bergantian dari lantai VII dan lantai I. Seiring dengan berjalannya

pengukuran parameter udara, penyebaran angket dilakukan dengan dipandu oleh

mahasiswa reguler FIK. Pengukuran kadar debu dilakukan selama kurang lebih

empat jam pada masing-masing lokasi. Lokasi dibagi menjadi empat titik yaitu

titik 1 disebut bagian selatan lantai I, titik 2 disebut bagian utara lantai I, titik 3

disebut bagian selatan lantai VII dan titik 4 disebut bagian utara lantai VII.

32
33

3.8 Analisis Data

Untuk memperoleh suatu kesimpulan masalah yang diteliti, maka analisis

data merupakan suatu langkah penting dalam penelitian. Data yang sudah

terkumpul tidak berarti apa-apa bila tidak diolah, oleh karena itu perlu analisis

data. Yang dimaksud metode analisis data adalah cara mengolah data yang telah

terkumpul untuk dapat disimpulkan. Data diolah sesuai dengan tujuan dan

kerangka konsep penelitian. Setelah semua data terkumpul, kemudian dilakukan

pengolahan data. Pengolahan data dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1) Editing : melengkapi isian dalam kuesioner yang belum lengkap.

2) Koding : memberi kode pada masing-masing jawaban, untuk

memudahkan pengolahan data.

3) Tabulasi : mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian

kemudian dimasukkan dalam tabel yang sudah disiapkan.

Data diolah dan dianalisa dengan teknik-teknik tertentu. Data kualitatif

diolah dengan teknik kualitatif, sedangkan data kuantitatif dengan menggunakan

teknik analisis kuantitatif. Untuk pengolahan data kuantitatif dapat dilakukan

dengan manual atau melalui proses komputerisasi. Analisis data dalam penelitian

ini yaitu dengan menggunakan teknik sebagai berikut :

1) Analisis Univariat

Analisis deskriptif dilakukan dengan membuat tabel dan distribusi

frekuensi dari masing-masing variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

Analisa ini digunakan untuk mengetahui gambaran tingkat pencemar udara,

karakteristik responden (umur, status gizi dan lama bekerja) dan kasus SBS (Sick

Building Syndrome).

33
34

2) Analisis Bivariat

Analisis data bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi. Dalam penelitian ini variabel kualitas fisik-kimia

udara dengan variabel sindrom gedung sakit (Sick Building Syndrome) dianalisis

dengan menggunakan uji tes chi square untuk mengetahui apakah fenomena SBS

terjadi di tempat penelitian (gedung Telkom Divre IV Jateng-DIY).

34
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum PT Telkom Divre IV Jateng- DIY

Gedung PT. Telkom Divre IV Jateng-DIY berlokasi di Jalan Pahlawan

No. 10 Semarang, dengan orientasi ke arah barat. Sebelah timur berbatasan

dengan jalan, sebelah selatan berbatasan dengan gedung Kesejahteraan Sosial,

sebelah utara berbatasan dengan jalan Imam Bonjol dan sebelah barat berbatasan

dengan jalan Pahlawan. Gedung PT. Telkom Divre IV Jateng-DIY terdiri dari dua

gedung. Gedung lama berlantai dua yang terletak di depan gedung baru. Gedung

baru terdiri dari 9 lantai dengan tinggi bangunan 50,10 meter, panjang bangunan

79,74 m dan lebar 32,40 m.

Total luas gedung PT. Telkom Divre IV Jateng-DIY adalah 18.634,27 m2

untuk gedung baru dan 1.293,06 m2 untuk gedung lama. Jadi, luas total gedung

PT. Telkom Divre IV Jateng-DIY adalah 19.927,33 m2. Luas Bangunan yang

dikondisikan sebesar 16.120,12 m2 dan luas bangunan yang tidak dikondisikan

sebesar 3.807.21 m2.

Hasil observasi dapat dilihat tentang kondisi lingkungan tempat penelitian

yang diduga sebagai sumber bahan pencemar. Dari kedua lantai mempunyai

kesamaan sumber bahan pencemar berasal dari wallpaper, karpet, alat elektronik,

tempat sampah, furnitur/karpet, tisue, parfum, buku/kertas, pintu, dan tanaman

pot. Dilihat dari jenis AC-nya kedua lantai menggunakan AC central. Kebisingan

yang terjadi bersumber dari telfon, percakapan, udara ventilasi (AC), sumber

35
36

pencahayaan yang digunakan berasal dari lampu fluerencent (TL), sumber debu

diduga dari karpet, sedangkan untuk lantai I selain dari karpet juga dari udara luar

yang masuk. Kepadatan ruangan yang ada pada lantai I dan lantai VII dapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1
Kepadatan Ruang Kerja di Lantai I dan Lantai II (orang/m2)

Kondisi Lantai I Lantai VII


Sayap Sayap Jumlah Sayap Sayap Jumlah
Utara selatan Utara selatan
Luas keseluruhan 355 355 710 575.75 637 1212.75
Luas tempat kerja 56 245 301 367.5 318.5 686
Jumlah orang 25 25 50 30 40 70
Kepadatan 0.45 0.10 0.17 0.08 0.13 0.10
Kriteria Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah

Berdasarkan tabel 1 tersebut tampak bahwa kepadatan ruangan pada lantai

I dan lantai VII rata-rata dalam kategori rendah karena kurang dari 0,5 orang/m2.

Di antara ruangan-ruangan yang ada pada lantai I dan VII, ternyata pada lantai I

sayap utara, tingkat kepadatannya mendekati ambang batas kepadatan ruangan

(0,5 orang/m2).

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Analisa Univariat

Analisis univariat dalam penelitian ini meliputi analisa deskriptif data

kualitas udara, karakteristik responden dan gambaran SBS. Karakteristik

responden meliputi umur responden, lama bekerja dan status gizi.

36
37

4.2.1.1 Kualitas Udara

Pengukuran kualitas udara di gedung Telkom Divre IV Jateng-DIY

dilakukan pada lantai I dan lantai VII dengan 4 parameter yaitu suhu udara,

kelembaban udara, kecepatan gerak udara dan kadar debu. Hasil pengukuran

dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2
Kualitas Udara di Lantai I Dan Lantai VII

Lantai I Lantai VII


Variabel Sayap Sayap Rata-rata Sayap Sayap Rata-rata
Utara selatan Utara selatan
Kadar debu 117.96 130.95 124.46 103.87 105.4 104.64
Suhu ruangan 24.3 24.5 24.40 26.5 27.5 27.00
Kelembaban udara 58 61 59.50 56 54 55.00
Kec. Gerakan Udara 0.12 0.18 0.15 0.21 0.25 0.23

Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa rata-rata kadar debu pada lantai 1

124,46 g/m3 yang berarti masih berada di bawah nilai ambang batas yaitu 150

g/m3, sedangkan rata-rata pada lantai VII mencapai 104,64 g/m3 yang juga

masih dibawah nilai ambang batas. Pada lantai 1 sayap selatan memiliki kadar

debu yang lebih tinggi dibanding dengan sayap utara, sedangkan di lantai VII

antara sayap utara dan sayap selatan memiliki kadar debu yang hampir sama.

Berdasarkan suhu ideal ruangan (18-26 0C), suhu udara rata-rata lantai I

mencapai 24,40 oC lebih tinggi di banding suhu rata-rata yang ada di lantai VII

yaitu mencapai 27 0C. Kelembaban udara rata-rata pada kedua lantai relatif sama

dan berada pada kategori normal (40%-60%). Pada lantai I rata-rata kelembaban

udaranya 59,50% sedangkan pada lantai VII mencapai 55%. Kelembaban udara

tinggi terjadi di lantai I sayap selatan.

37
38

Kecepatan gerakan udara rata-rata dari kedua lantai masih dibawah nilai

ambang batas yaitu 0,15 – 0,25 m/dtk. Rata-rata kecepatan gerak udara pada lantai

I sebesar 0,15 m/dtk dan pada lantai VII rata-ratanya sebesar 0,23 m/dtk.

Kecepatan gerak udara sama dengan nilai ambang batas terjadi di lantai VII sayap

selatan yaitu sebesar 0,25 m/dtk.

4.2.1.2 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini sebanyak 40 responden yang terdiri atas

19 orang yang berada di lantai I dan 21 orang di lantai VII. Gambaran distribusi

menurut kelompok umur, lama bekerja dan status gizi dapat dilihat sebagai

berikut:

1) Umur Responden

Analisa univariat data umur responden dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3
Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur

No Kelompok Umur Lantai I Lantai VII Jumlah %


1 < 35 0 21 21 53 %
2 ≥ 35 19 0 19 48 %
Jumlah 19 21 40 100 %

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata umur responden 35 tahun.

Berdasarkan tabel 3 jumlah responden yang memiliki umur di bawah rata-rata

sebanyak 21 orang atau 53% dan berada pada lantai VII, sedangkan 19 orang atau

48% dan berada pada lantai I.

38
39

2) Lama Bekerja Responden

Analisis univariat data lama bekerja responden di dalam gedung

memberikan hasil seperti di bawah ini.

Tabel 4
Distribusi Responden Menurut Lama Bekerja Di Dalam Gedung

No Lama Bekerja Lantai I Lantai VII Jumlah %


1 < 8 jam 1 17 18 45 %
2 ≥ 8 jam 18 4 22 55 %
Jumlah 19 21 40 100 %

Berdasarkan tabel di atas, menurut lama bekerja responden di dalam

gedung 18 responden (45%) berada di dalam gedung kurang dari 8 jam sehari dan

22 responden (55 %) berada dalam gedung lebih dari 8 jam sehari. Analisa

univariat data masa kerja berdasarkan masa kerja kurang dari satu tahun dan sama

atau lebih dari satu tahun pada tabel 5.

Tabel 5.
Distribusi Responden Menurut Masa Kerja

No Kelompok Umur Lantai I Lantai VII Jumlah %


1 < 1 tahun 1 16 17 42,5 %
2 ≥ 1 tahun 18 5 23 57,5 %
Jumlah 19 21 40 100 %
Tabel 5 menunjukkan bahwa responden terbanyak mempunyai masa kerja

lebih dari 1 tahun sebanyak 23 orang (57,5%) dan terendah memiliki masa kerja

kurang dari 1 tahun sebanyak 17 orang (42,5%). Rata-rata masa kerja responden

di PT. Telkom Divre IV Jateng-DIY 5,6 tahun dengan standar deviasi 8,03,

dengan masa kerja termuda mencapai 0,3 tahun dan tertua 29 tahun.

39
40

3) Status Gizi Responden

Status gizi responden dapat dilihat dari Body Mass Index (BMI) yang

dihitung berdasarkan berat badan (BB) responden dibagi dengan kuadrat tinggi

badan (TB2). Rata-rata BMI dari 40 responden mencapai 21,97 pada interval

18,5–25 dalam kategori status gizi baik. Nilai BMI terendah 16,65 dalam kategori

buruk dan tertinggi 29,41 dalam kategori lebih. Distribusi nilai BMI dari 40

responden dapat dilihat pada lampiran.

Tabel 6.
Distribusi Responden Menurut Status Gizi

No Status Gizi Lantai I Lantai VII Jumlah %


1 Buruk 0 1 1 2,5 %
2 Kurang 0 5 5 12,5 %
3 Baik 13 13 26 65 %
4 Lebih 6 2 8 20 %
Jumlah 19 21 40 100 %

Berdasarkan data tersebut jika dilihat dari kriteria status gizi, terdapat 1

orang atau 2,5% dalam kategori gizi buruk, 5 orang atau 12,5% gizi kurang, 26

atau 65% gizi baik dan 8 orang atau 20% dalam kategori gizi lebih. Status gizi

buruk dan kurang dialami oleh responden yang berada di lantai VII sedangkan

status gizi lebih cenderung di lantai I. Jumlah responden yang mempunyai status

gizi baik di lantai I dan lantai VII relatif sama.

40
41

4.2.1.3 Sick Building Syndrome (SBS)

Analisa univariat data SBS dari 40 responden diperoleh hasil di bawah ini.

Tabel 7.
Distribusi Responden Menurut Gejala SBS

Responden Gejala SBS Keterangan


1 2 3 4 5 6 7 8 9 SBS Bukan SBS
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
R-01 v v v Tidak
R-02 Tidak
R-03 v v Tidak
R-04 Tidak
R-05 v v Tidak
R-06 Tidak
R-07 v v Tidak
R-08 v Tidak
R-09 v Tidak
R-10 v Tidak
R-11 Tidak
R-12 v v v Tidak
R-13 Tidak
R-14 Tidak
R-15 Tidak
R-16 Tidak
R-17 Tidak
R-18 v Tidak
R-19 v v v Tidak
R-20 v v Tidak
R-21 v v v v v v Ya
R-22 v v v Tidak
R-23 v v Tidak
R-24 v v v Tidak
R-25 v v v Tidak
R-26 v v v Tidak
R-27 v v v v v v Ya
R-28 v v Tidak
R-29 v v v v Ya
R-30 v v Tidak
R-31 v Tidak
R-32 v Tidak
R-33 v v Tidak
R-34 v v v Tidak
R-35 v v v v Ya
R-36 v v v Tidak
R-37 v Tidak

41
42

Lanjutan Tabel 7
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
R-38 v v v v v Ya
R-39 v Tidak
R-40 v v Tidak
Jumlah 10 14 7 7 19 2 6 10 4

Keterangan: 1 = Gejala pada mata


2 = Gejala pada kepala
3 = Gejala berhubungan dengan suhu
4 = Gejala pada tenggorokan
5 = Gejala pada hidung
6 = Gejala berhubungan dengan gangguan cerna
7 = Gejala pada perut
8 = Gejala kelelahan
9 = Gejala batuk

Berdasarkan tabel di atas, dari 40 resonden diperoleh hasil bahwa 5

responden menderita SBS. Adapun distribusi frekuensi pada masing-masing

gejala yang dialami oleh responden dapat dilihat pada tabel 8 sebagai berikut:

Tabel 8.
Distribusi Kasus SBS Menurut Frekuensi Gejala SBS

Gejala Kasus SBS (5 orang)


f %
Gejala pada mata 4 80
Gejala pada kepala 4 80
Gejala berhubungan dengan suhu 2 40
Gejala pada tenggorokan 3 60
Gejala pada hidung 4 80
Gejala berhubungan dengan gangguan cerna 1 20
Gejala pada perut 3 60
Gejala kelelahan 2 40
Gejala batuk 2 40

Berdasarkan data di atas, 80% responden mangalami gejala pada mata,

kepala dan hidung, 60% mengalami gejala pada tenggorokan dan pada perut, 40%

mengalami gejala yang berhubungan dengan suhu, kelelahan dan batuk, serta 20%

mengalami gejala yang berhubungan dengan gangguan cerna. Berdasarkan data

42
43

yang diperoleh dari 40 responden terdapat 5 kasus atau 12,5% terjadi SBS (> 4

gejala), namun ada kecederungan jumlah responden yang mengalami tiga gejala

sebanyak 9 responden atau 22,5%.

4.2.2 Analisis Bivariat

Analisa bivariat pada penelitian hubungan antara kualitas udara dalam

ruangan berpendingin sentral dan SBS dapat diuji melalui uji Chi square yang

meliputi hubungan antara beberapa variabel.

1) Hubungan antara Kualitas Udara (suhu, kelembaban, kecepatan gerak udara

dan debu) dengan SBS.

a. Suhu

Ada tidaknya hubungan antara lama bekerja dengan SBS dapat dilihat

hasil uji chi square sebagai berikut.

Tabel 9
Hubungan antara Suhu dengan SBS

Suhu Tidak Nilai


Lokasi Kasus SBS Jumlah
(oC) Kasus SBS p
f % f % f %
Utara 24.30 10 100 0 0 10 100 0.120
Lantai I
Selatan 24.40 9 100 0 0 9 100
Utara 26.50 7 70 3 30 10 100
Lantai VII
Selatan 27.50 9 81.8 2 18.2 11 100
Jumlah 35 87.5 5 12.5 40 100

Dengan uji chi square diperoleh nilai 2 hitung 5,839 dengan p = 0,120 >

0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara suhu dengan SBS.

b. Kelembaban

Ada tidaknya hubungan antara lama bekerja dengan SBS dapat dilihat

hasil uji chi square sebagai berikut.

43
44

Tabel 10
Hubungan antara Kelembaban Udara dengan SBS

Kelem Tidak Nilai


Lokasi Kasus SBS Jumlah
baban Kasus SBS p
(%) F % f % f %
Utara 58 10 100 0 0 10 100 0.120
Lantai I
Selatan 61 9 100 0 0 9 100
Utara 56 7 70 3 30 10 100
Lantai VII
Selatan 54 9 81.8 2 18.2 11 100
Jumlah 35 87.5 5 12.5 40 100

Dengan uji chi square diperoleh nilai 2 hitung 5,839 dengan p = 0,120 >

0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara kelembaban dengan gejala SBS.

c. Kecepatan Gerak Udara

Ada tidaknya hubungan antara lama bekerja dengan SBS dapat dilihat

hasil uji chi square sebagai berikut.

Tabel 11
Hubungan antara Kecepatan Gerak Udara dengan SBS

Kec. Tidak Nilai


Kasus SBS Jumlah
Lokasi Gerak Kasus SBS p
Udara f % f % f %
(m/dtk)
Utara 0.12 10 100 0 0 10 100 0.120
Lantai I
Selatan 0.18 9 100 0 0 9 100
Utara 0.21 7 70 3 30 10 100
Lantai VII
Selatan 0.25 9 81.8 2 18.2 11 100
Jumlah 35 87.5 5 12.5 40 100

Dengan uji chi square diperoleh nilai X2 hitung 5,839 dengan p = 0,120 >

0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara kecepatan gerak udara dengan gejala

SBS.

44
45

d. Debu

Ada tidaknya hubungan antara lama bekerja dengan SBS dapat dilihat

hasil uji chi square sebagai berikut.

Tabel 12
Hubungan antara Kadar Debu dengan SBS

Debu Tidak Nilai


Lokasi Kasus SBS Jumlah
µg/m3)
(µ Kasus SBS p
f % f % f %
Utara 117.96 10 100 0 0 10 100 0.120
Lantai I
Selatan 130.95 9 100 0 0 9 100
Utara 103.87 7 70 3 30 10 100
Lantai VII
Selatan 105.40 9 81.8 2 18.2 11 100
Jumlah 35 87.5 5 12.5 40 100

Dengan uji chi square diperoleh nilai 2 hitung 5,839 dengan p = 0,120 >

0,05, yang berarti tidak ada hubungan antara kadar debu dengan SBS.

e. Kualitas Udara (suhu, kelembaban, kecepatan gerak udara dan debu) Lantai I

dan Lantai VII dengan SBS.

Keempat parameter menggambarkan kondisi pada masing-masing lantai.

Apabila kondisi tersebut dihubungkan dengan SBS, maka hubungan antara

Kualitas Udara dengan SBS dapat dilihat pada tabel 13. Ada tidaknya hubungan

dapat dilihat hasil uji chi square sebagai berikut.

Tabel 13
Hubungan antara Kualitas Udara dengan SBS

Tidak
Kualitas Kasus
Kasus Jumlah Nilai p OR
Udara SBS
SBS
f % F % f %
Lantai I 19 100 0 0 19 100 0.023 5.625
Lantai VII 16 76.2 5 23.8 21 100 (0.593-53.377)
Jumlah 35 87.5 5 12.5 40 100

45
46

Hasil uji chi square diperoleh X2 hitung = 5,170 dengan dk ((2-1) x (2-1)) =

1 dan pada taraf signifikansi 5% diperoleh X2 tabel = 3,84. Nilai X2 hitung > X2 tabel

dan nilai probabilitas 0,023 < 0,05, sehingga hipotesis diterima. Hal ini

menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kualitas udara pada ruangan

berpendingin sentral dan SBS. Nilai koefisien contigency sebesar 0,338, sehingga

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan lemah antara kualitas udara dengan SBS.

Perhitungan odds rasio diperoleh angka sebesar 5,625, ini berarti bahwa orang

yang tinggal di lantai VII mempunyai kemungkinan untuk mengalami SBS 5,625

kali dibandingkan orang-orang yang tinggal di lantai I.

2) Hubungan antara Umur dengan SBS.

Ada tidaknya hubungan antara umur dengan SBS dapat dilihat hasil uji chi

square sebagai berikut.

Tabel 14
Hubungan antara Umur dan SBS

Tidak Kasus Kasus Nilai


Umur Jumlah OR
SBS SBS p
f % F % f %
< Rata-rata 16 76.2 5 23.8 21 100 0.023 0.178
≥ Rata-rata 19 100 0 0 19 100 (0.019-
Jumlah 35 87.5 5 12.5 40 100 1.687)

Dengan uji chi square diperoleh nilai 2 hitung 5,170 dengan p = 0,023 <

0,05, yang berarti ada hubungan antara umur SBS. Perhitungan odds rasio

diperoleh angka sebesar 0,178, ini berarti bahwa orang pada umur kurang dari

rata-rata (35 tahun) mempunyai kemungkinan untuk SBS 0,178 kali dibandingkan

orang yang berumur diatas 35 tahun.

46
47

3) Hubungan antara Lama Bekerja dan SBS

Ada tidaknya hubungan antara lama bekerja dengan SBS dapat dilihat

hasil uji chi square sebagai berikut.

Tabel 15
Hubungan antara Lama Bekerja dan SBS

Lama Tidak Kasus Nilai


Jumlah OR
Bekerja Kasus SBS SBS p
f % F % f %
< 8 Jam 14 77.8 4 22.2 18 100 0.093 6.000
> 8 jam 21 95.5 1 4.5 22 100 (0.606-59.444)
Jumlah 35 87.5 5 12.5 40 100

Dengan uji chi square diperoleh nilai 2 hitung 2,828 dengan p = 0,093 >

0,05, yang berarti yang berarti tidak ada hubungan antara lama bekerja dan SBS.

4) Hubungan antara Status Gizi dan SBS

Ada tidaknya hubungan antara status gizi dengan SBS dapat dilihat hasil

uji chi square sebagai berikut.

Tabel 16
Hubungan antara Status Gizi dan SBS

Tidak Kasus
Status Gizi Kasus SBS Jumlah Nilai p
SBS
f % F % F %
Buruk 1 100 0 0 1 100 0.568
Kurang 5 100 0 0 5 100
Baik 23 88.5 3 11.5 26 100
Lebih 6 75 2 25 8 100
Jumlah 35 87.5 5 12.5 40 100

Dengan uji chi square diperoleh nilai 2 hitung 2,022 dengan p = 0,568 >

0,05, yang berarti yang berarti tidak ada hubungan antara status gizi dan SBS

47
48

4.3 Pembahasan

4.3.1 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini sebanyak 40 responden yang terdiri atas

19 responden berada di lantai I dan 21 responden berada di lantai VII. Menurut

jenis kelamin responden terdiri atas 17 orang laki-laki dan 23 orang perempuan.

Umur responden rata-rata 35 tahun, dengan komposisi 53% responden berada

dibawah umur rata-rata yang mayoritas berada di lantai VII dan 47% berumur di

bawah umur rata-rata. Sebanyak 55% responden menghabiskan waktunya sehari

di dalam ruangan atau gedung selama lebih atau sama dengan 8 jam, sehingga

semakin lama orang tinggal di dalam ruangan atau gedung yang memiliki kualitas

udara kurang baik akan mempunyai potensi mengalami gangguan kesehatan yang

disebut SBS. Sebanyak 57,5% responden memiliki masa kerja lebih atau sama

dengan 1 tahun.

Berdasarkan Body Mass Index (BMI), 65% responden memiliki status gizi

baik, 20% responden memiliki status gizi lebih, 12,5% responden memiliki status

gizi kurang dan 2,5% responden memiliki status gizi buruk. Responden dengan

status gizi buruk atau kurang akan memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah,

sehingga meningkatkan potensinya untuk mengalami infeksi (Depkes RI, 1990:

15). Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Tjandra Yoga Aditama (2002:

92), bahwa berbagai bahan pencemar udara dalam gedung atau ruangan dapat

mengganggu pengguna gedung sehingga dapat menyebabkan SBS diantaranya

melalui gangguan sistem kekebalan tubuh.

48
49

4.3.2 Kualitas Udara

Kualitas udara dalam suatu ruang atau dikenal dengan istilah indoor air

quality merupakan salah satu aspek keilmuan yang memfokuskan perhatian pada

mutu udara dalam suatu ruang dan udara yang akan dimasukkan ke dalam ruang

atau gedung yang ditempati oleh manusia, apakah udara yang dipergunakan dalam

ruang atau gedung tersebut memenuhi syarat kesehatan atau sebaliknya.

Kenyamanan suatu ruangan berpengaruh terhadap daya kerja seseorang, terutama

pada pekerja yang perlu hati-hati dalam pekerjaannya, sehingga sangat diperlukan

ketelitian. Tingkat kenyamanan suatu ruangan dipengaruhi oleh suhu, kelembaban

udara dan panas serta sirkulasi udara.

Berdasarkan hasil penelitian dengan mengukur empat parameter dasar

kualitas udara (suhu, kelembaban, kecepatan gerak udara dan debu), diperoleh

gambaran di dua tempat gedung Telkom Divre IV Jateng- DIY (lantai I dan VII)

mempunyai kadar debu rata-rata dilantai I 124,46 µg/m3 yang berarti masih

dibawah nilai ambang batas (150 µg/m3), rata-rata suhu ruangan 24,4oC masih

dalam suhu ideal ruang yaitu 18-26oC, kelembaban udara rata-rata 59,95% masih

dalam kelembaban ideal ruangan yaitu 40-60% serta kecepatan gerak udara rata-

rata 0,15 m/dtk masih dibawah batas normal (0,15-0,25 m/dtk), sedangkan di

lantai VII kadar debu rata-rata mencapai 104,64 g/m2 masih di bawah nilai

ambang batas, suhu rata-rata 27oC berarti di atas suhu ideal ruangan dan

kelembaban rata-rata 55% masih di dalam kelembaban ideal ruangan, serta

kecepatan gerak udara rata-rata 0,23 m/dtk.

49
50

Dilihat dari empat parameter tersebut, meski secara umum masih dibawah

nilai ambang batas atau pada keadaan ideal, ternyata pada kedua tempat memiliki

kadar yang berbeda-beda terutama pada parameter kadar debu dan suhu udara.

Antara lantai I dan lantai VII memiliki kadar debu di bawah nilai ambang batas,

namun di lantai I kadar debu lebih tinggi dibanding di lantai VII. Kadar debu yang

tinggi di lantai I dikarenakan lantai I terpengaruh oleh kondisi pintu yang selalu

terbuka, sehingga debu dari luar masuk ke dalam ruangan, selain akibat sumber

debu yang memang ada pada lantai tersebut seperti dari karpet yang dipasang

pada lantai dan bahan bangunan untuk penyekat. Berbeda dengan lantai VII

sumber pencemar debu cuma berasal dari karpet lantai dan bahan bengunan untuk

penyekat.

Perbedaan suhu dari kedua lantai dipengaruhi oleh sirkulasi udara pada

masing-masing tempat. Di lantai I suhu udara tidak saja tergantung dari AC,

namun juga pengaruh dari pintu yang selalu terbuka sehingga pertukaran udara

dalam ruangan bisa terjadi secara alami. Berbeda dengan lantai VII, suhu udara

sepenuhnya diatur oleh AC, sehingga suhu tinggi (27oC) dapat dimungkinkan

karena kurangnya udara segar yang masuk ke dalam ruangan gedung, sehingga

distribusi udara yang tidak merata serta akan lebih diperburuk apabila perawatan

sarana ventilasi yang tidak adekuat.

Hasil pengujian parameter kualitas udara dalam ruangan (suhu,

kelembaban, kecepatan gerak udara dan kadar debu), di empat lokasi dibanding

dengan nilai ambang batas udara, maka secara umum semua parameter kualitas

udara digedung Telkom Divre IV Jateng-DIY yang diuji masih dibawah nilai

50
51

ambang batas udara. Namun perlu diperhatikan bahwa dari keempat parameter

tersebut ada beberapa paramater yang perlu diwaspadai, yaitu suhu dan kadar

debu yang mendekati nilai ambang batas udara.

Menurut Moestikahadi Soedomo (2001), kepadatan manusia, bahan

material dan dekorasi interior, sistem ventilasi dan pemanasan, keberadaan jamur

dan bakteri, gas berbahaya, radiasi, bensene-bahan kimia penyebab leukemia yang

berasal dari bahan bakar, produk-produk rumah tangga dan asap tembakau dapat

menyebabkan polusi udara dalam ruangan. Berdasarkan hasil observasi di kedua

lantai selain keempat parameter udara yang diukur diperoleh gambaran sumber

pencemar udara secara tidak langsung di dalam gedung tersebut.

Bahan sumber pencemar tersebut antara lain dari wallpaper, alat

elektronik (seperti komputer, mesin fotocopy), furnitur, buku/kertas, asap rokok,

kertas tisu dan pengharum ruangan. Bahan ini ternyata mengandung bahan-bahan

pencemar seperti bahan-bahan organik dan formaldehid yang dapat merangsang

selaput lendir, baik di mata, hidung atau saluran pernafasan. Hal ini juga sama

seperti yang disampaikan oleh Muhamad Idham (2003), bahwa partikulat, produk-

produk pernafasan dan gas-gas kebakaran merupakan faktor-faktor yang

mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan.

4.3.3 Sick Building Syndrome (SBS)

Sick Building Syndrome (SBS) merupakan kumpulan gejala yang

disebabkan terutama oleh buruknya kualitas udara ruangan, ditandai dengan

keluhan-keluhan dari responden. Keluhan-keluhan tersebut disebut sebagai gejala

51
52

SBS apabila responden mengalami gejala sebanyak 4 minimal 2 kali dalam

seminggu dan sekurang-kurangnya satu gejala dialami pada saat penelitian

berlangsung serta timbul selama jam kerja di lokasi tempat kerja, dan bukan kasus

bila sebaliknya (Noviana wirastini, 1997).

Berdasarkan hasil penelitian di kedua lokasi pada gedung Telkom Divre

IV DIY-Jateng, ternyata terjadi kasus SBS sebesar 12,5% atau 5 orang dan terjadi

di lantai VII. Keluhan atau gejala-gejala yang sebagian besar dirasakan adalah

80% responden mangalami gejala pada mata, kepala dan hidung, 60% mengalami

gejala pada tenggorokan dan pada perut, 40% mengalami gejala yang

berhubungan dengan suhu, kelelahan dan batuk, serta 20% mengalami gejala yang

berhubungan dengan gangguan cerna. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh

distribusi udara yang ada di lantai VII tidak merata, sehingga udara segar yang

masuk ke dalam ruangan gedung sedikit dan tingkat aktivitas orang-orang dalam

ruangan yang tinggi mengakibatkan suhu udara menjadi lebih tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan keluhan gejala yang terjadi/dirasakan oleh

responden sebanyak dua kali atau lebih dalam waktu seminggu terakhir dan gejala

ini terjadi di tempat kerja serta akan menghilang secara sendirinya setelah

meninggalkan ruang tempat kerja. Hal ini mendukung hasil penelitian yang

dilakukan EPA (1998) yang menyatakan bahwa gejala dan gangguan SBS berupa

penyakit yang tidak spesifik, tetapi menujukkan pada standar tertentu, misal

berapa kali seseorang dalam jangka waktu tertentu menderita gangguan saluran

pernafasan. Keluhan itu hanya dirasakan pada saat bekerja digedung dan

menghilang secara wajar pada akhir minggu atau hari libur.

52
53

4.3.4 Hubungan Antara Kualitas Udara Pada Ruangan Berpendingin

Sentral Dan Sick Building Syndrome (SBS)

Kasus SBS 12,5% dialami oleh responden yang berada di lantai VII yang

memiliki kondisi suhu rata-rata 27oC atau diatas suhu ideal suatu ruangan dan

kelembaban 55% serta 69,8% kadar debu ruangan di bawah nilai ambang batas.

Seperti yang disampaikan oleh London Hazards Centre (1990), bahwa pada

temperatur ruang yang tidak cukup, kelembaban dan pencahayaan merupakan

faktor pendorong timbulnya SBS. Pada kelembaban tinggi dan dalam temperatur

hangat, keringat hasil badan tidak mampu untuk menguap sehingga temperatur

ruangan dirasakan lebih panas dan akan merasa lengket.

Kasus SBS yang terjadi ini juga dipengaruhi oleh kondisi ruangan yang

tidak memiliki sumber sirkulasi udara yang cukup dan tergantung dari mesin

pendingin yang dipasang. Ventilasi yang tidak cukup, maka proses pengaturan

suhu tidak secara efektif mendistribusikan udara pada penghuni ruangan sehingga

menjadi faktor pemicu timbulnya SBS. Hal ini serupa dengan temuan EPA

(1998), bahwa SBS juga disebabkan oleh sistem ventilasi udara yang tidak cukup.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa kasus SBS yang terjadi di gedung

Telkom Divre IV Jateng-DIY juga dipengaruhi oleh umur pada pekerja, meskipun

justru pada pekerja dengan umur relatif muda atau di bawah umur rata-rata

responden. Hal ini bisa terjadi, karena dimungkinkan ada faktor lain yang menjadi

pendorong timbulnya SBS selain faktor fisik dari lingkungan tempat kerja, seperti

yang disampaikan oleh Tjandra Yoga Aditama (2002: 94), SBS juga bisa terjadi

karena stres di tempat kerja, baik stres fisik maupun stres mental, sehingga

53
54

timbulnya SBS dimungkinkan juga berhubungan dengan faktor psikososial dan

manajerial.

Hasil analisis data diperoleh chi square sebesar 5,170 dengan probabilitas

0,023 < 0,05 memberikan kesimpulan bahwa ada pengaruh kualitas udara dari

masing-masing lokasi dengan SBS. Berdasarkan hasil analisis menggunakan nilai

Contingency Coefficient sebesar 0,338, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan lemah antara kualitas udara dengan SBS. Perhitungan odds rasio

diperoleh angka sebesar 5,625, ini berarti bahwa orang yang tinggal di lantai VII

mempunyai kemungkinan untuk mengalami SBS 5,625 kali dibandingkan orang-

orang yang tinggal di lantai I.

Penyebab lain terjadinya kasus SBS ini adalah akibat pencemaran yang

dikeluarkan dari alat-alat atau bahan yang digunakan di dalam gedung seperti

karpet, wallpaper, kertas tisu, pengharum ruangan, mesin foto copy, komputer

dan sumber pencemaran udara lain yang belum diukur seperti kadar gas dalam

ruangan serta tingkat mikrobiologi yang ada di sistem pendingin ruangan. Hal ini

mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh EPA (1998), yang menyatakan

bahwa ventilasi tidak cukup, zat pencemar kimia bersumber dari dalam gedung

seperti pembersih karpet, mesin foto kopi, zat pencemar kimia bersumber dari luar

gedung dan zat pencemar biologi seperti yang berasal dari pembersih karpet dapat

menjadi penyebab timbulnya SBS.

Hasil analisis data tentang hubungan SBS dengan masing-masing

parameter udara yang diukur (suhu, kelembaban, kecepatan gerak udara dan kadar

debu) memberikan kesimpulan tidak ada hubungan antara parameter tersebut

54
55

dengan kasus SBS. Hal ini dimungkinkan karena kurangnya pengambilan sampel

oleh peneliti dan kasus SBS bisa juga disebabkan oleh parameter lain dari kualitas

udara dalam ruangan yang tidak diteliti.

4.4 Keterbatasan Penelitian

1) Penelitian ini menggunakan angket untuk mengupas kasus SBS yang harus

dijawab oleh reponden, sehingga kerja sama dan keseriusan reponden dalam

menjawab pertanyaan sangat dibutuhkan, tetapi karena tingkat kesibukan dan

aktivitas responden yang tinggi tidak memungkinkan mendapatkan jumlah

responden yang banyak.

2) Penelitian ini tidak dapat menemukan penyebab utama dari kasus SBS, hal ini

seperti pada penelitian-penelitian yang telah ada, bahwa kasus SBS

merupakan suatu fenomena yang terjadi tanpa dapat diketahui penyebabnya

secara spesifik.

3) Penelitian ini merupakan penelitian kasus SBS awal di gedung Telkom Divre

IV Jateng-DIY, sehingga parameter udara untuk mengetahui kualitas udara

dalam ruangan masih terbatas pada pengukuran empat parameter saja yaitu

suhu, kelembaban udara, kecepatan gerak udara dan kadar debu dalam ruang

gedung.

55
BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil simpulan bahwa kualitas udara

dengan 4 parameter (suhu, kelembaban, kecepatan gerak udara dan kadar debu) di

lantai I dan lantai VII gedung Telkom Divre IV Jateng-DIY, masih di bawah nilai

ambang batas, tetapi untuk parameter suhu rata-rata di lantai VII diatas suhu ideal

ruangan. Pada keadaan tersebut, kasus sick building syndrome (SBS) di gedung

Telkom Divre IV Jateng-DIY terjadi sebanyak 5 orang atau 12,5% dan terjadi di

lantai VII, sehingga disimpulkan ada hubungan antara kualitas udara pada ruangan

berpendingin sentral di kantor Telkom Divre IV Jateng-DIY dengan sick building

syndrome (SBS).

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diberikan saran antara lain:

1) Guna peningkatan kenyamanan penggunaan ruang dalam gedung perlu

pengaturan sistem ventilasi ruangan khususnya suhu ruangan dan kelembaban

udara sesuai dengan suhu ideal ruangan yaitu 18-26oC dan kelembaban ideal

dalam ruangan yaitu 40-60%.

2) Guna memelihara kualitas udara di dalam gedung, perlu dilakukan pembukaan

jendela-jendela minimal satu minggu sekali, agar terjadi pertukaran udara

secara alami terutama pada saat pembersihan ruangan.

56
57

3) Perlunya adanya pembersihan AC di gedung Telkom Divre IV Jateng-DIY

secara rutin minimal satu bulan sekali untuk menghilangkan mikrobiologi

pada sistem pendingin.

4) Perlunya pengukuran kualitas fisik dan kualitas kimia udara serta

mikrobiologi pada sistem pendingin secara berkala, minimal 3 bulan sekali

untuk mengetahui kadar parameter tersebut dalam kaitannya untuk mencari

penyebab lain masalah SBS di gedung Telkom Divre IV Jateng-DIY.

5) Diperlukan penelitian lebih lanjut agar dapat menjawab seluruh permasalahan

SBS dengan pengambilan sampel yang lebih banyak agar kekuatan tes lebih

baik.

57
DAFTAR PUSTAKA

A. M. Sugeng Budiono, R. S. M. Jusuf dan Adriana Pusparini. 2003. Bunga


Rampai Hiperkes & KK. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.

Alan Hedge. 2003. Addressing the Psychological Aspects of Indoor Air Quality. A
Devision of the National Safety Council. 1025 Connecticil
Avenue. NW. Suite 1200. Washington, DC. Available:
http://www.epa.gov/niehs/ieqwww.txt

Balai KK & Hiperkes. 2004. Panduan Praktikum Laboratorium Keselamatan


Kerja Dan Hiperkes Mahasiswa Unnes. Semarang: Balai KK
& Hiperkes.

Boediono dan Wayan Koster. 2002. Teori Dan Aplikasi Statistika Dan Probalitas.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Depkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI dan Keputusan Direktur Jenderal


PPM & PLP. 1999. Tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI Pembinaan Kesehatan Masyarakat. 1990. Upaya Kesehatan Kerja


Sektor Informal Di Indonesia. Jakarta: Depkes RI.

Depkes RI Pusat Kesehatan Kerja. 2003. Modul Pelatihan Bagi Fasilitator


Kesehatan Kerja. Jakarta: Depkes RI.

Emil Salim. 2002. Green Company. Jakarta: PT. Astra Internasional Tbk.

Frank C. Lu. 1995. Toksikologi Dasar. Edisi Kedua. Penerjemah: Edi Nugroho.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

G. Sujayanto. 2001. Gedung Tertutup Bisa Menyebabkan sakit. Available: http: //


www.indomedia.com/intisari/ewi/sept/airud/htm.

H. J. Mukono. 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga


University Press.

Juli Soemirat Slamet. 2002. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada


University Press.

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat FIK Unnes. 2004. Pedoman Penyusunan


Skripsi Mahasiswa Program Strata 1. Semarang: IKM-FIK-
Unnes

Kompas. 2001. Polusi Udara. Available: http://www.intisari.kompas.com.

London Hazards Centre. 1990. Sick Building Syndrome: causes, effects and
Control-Chapter 4. available: http://www.lhc.org.uk/sbs.htm.

i
ii

Monika Sugiarto. 2004. Polusi Udara. Available: http://www.belairword.com

Moestikahadi Soedomo. 2001. Pencemaran Udara (Kumpulan Karya Ilmiah).


Bandung: Penerbit ITB.

Muhamad Idham. 2003. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Volume


XXXVI No.1. Jakarta: Published.

NIOSH. 1991. Indoor Air Quality and Work Environment Symtoms, Survey.
NIOSH Indoor Environmental Quality Survey. Wasington,
DC. National Institute for Occupational Safety and Health.
Available: http://www.cdc.gov/niosh/ieg.

Noviana Wirastini. 1997. Hubungan Kualitas Udara Dalam Ruangan dengan Sick
Building Syndrome pada Pekerja Wanita di Mal Blok-M
Jakarta. Thesis. Universitas Indonesia Jakarta.

O. Bruce Dickerson Edward P. Horvath. 1988. Occupational Medicine. Third


Edition. Mosby.

Pramudya Sunu. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001.


Jakarta: PT. Grasindo.

Singgih Santoso. 2003. Mengatasi Berbagai Masalah dengan SPSS Versi 11.5.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Soekidjo Notoatmodjo. 1996. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar.


Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

---------------------. 2002. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismail. 1995. Dasar-Dasar Metodologi


Penelitian Klinis. Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara.

Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta: Ranika Cipta.

Sutrisno Hadi. 1994. Statistik 2. Jakarta: Andi Offset.

Tjandra Yoga Aditama dan Tri Hastuti. 2002. Kesehatan Dan Keselamatan Kerja.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Tresna Sastrawijaya. 2000. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

U. S. EPA. 1998. Indoor Air Facts No.4 (Revised): Sick Building Syndrome (SBS).
Washington, D. C: U.S. Environmental Protection Agency.
Available: http://www.epa.gov/iaq/pubs/sbs.html

ii
iii

HASIL PENELITIAN

F1 F2 F3

No kode 1 1 1 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2 3 4 5

1 R-1 1 2 1 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2

2 R-2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2

3 R-3 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2

Jumlah 78 54 67

Jumlah item 15 10 12

Skor maksimum 90 60 72

%skor 86% 90% 93%

kriteria B SB SB

Keterangan
F1 : Sarana dan Prasaran
F2 : Tahap Persiapan
F3 : Tahap Pelaksanaan
F4 : Tahap Evaluasi

Lampiran 3

Hasil Analisa Data

iii
iv

Suhu * Gejala Crosstabulation

Gejala
Tidak kasus Kasus Total
Suhu 24.30 Count 10 10
% within Suhu 100.0% 100.0%
24.40 Count 9 9
% within Suhu 100.0% 100.0%
26.50 Count 7 3 10
% within Suhu 70.0% 30.0% 100.0%
27.50 Count 9 2 11
% within Suhu 81.8% 18.2% 100.0%
Total Count 35 5 40
% within Suhu 87.5% 12.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 5.839a 3 .120
Likelihood Ratio 7.493 3 .058
Linear-by-Linear
3.824 1 .051
Association
N of Valid Cases 40
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 1.13.

Symmetric Measures

Asymp.
a b
Value Std. Error Approx. T Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .357 .120
Interval by Interval Pearson's R .313 .095 2.032 .049c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .277 .102 1.780 .083c
N of Valid Cases 40
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

iv
v

Kelembaban udara * Gejala Crosstabulation

Gejala
Tidak kasus Kasus Total
Kelembaban 54.00 Count 9 2 11
udara % within
81.8% 18.2% 100.0%
Kelembaban udara
56.00 Count 7 3 10
% within
70.0% 30.0% 100.0%
Kelembaban udara
58.00 Count 10 10
% within
100.0% 100.0%
Kelembaban udara
61.00 Count 9 9
% within
100.0% 100.0%
Kelembaban udara
Total Count 35 5 40
% within
87.5% 12.5% 100.0%
Kelembaban udara

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 5.839a 3 .120
Likelihood Ratio 7.493 3 .058
Linear-by-Linear
2.982 1 .084
Association
N of Valid Cases 40
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 1.13.

Symmetric Measures

Asymp.
a b
Value Std. Error Approx. T Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .357 .120
Interval by Interval Pearson's R -.276 .090 -1.774 .084c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.277 .102 -1.780 .083c
N of Valid Cases 40
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

v
vi

Kec. Gerak udara * Gejala Crosstabulation

Gejala
Tidak kasus Kasus Total
Kec. .12 Count 10 10
Gerak % within Kec.
udara 100.0% 100.0%
Gerak udara
.18 Count 9 9
% within Kec.
100.0% 100.0%
Gerak udara
.21 Count 7 3 10
% within Kec.
70.0% 30.0% 100.0%
Gerak udara
.25 Count 9 2 11
% within Kec.
81.8% 18.2% 100.0%
Gerak udara
Total Count 35 5 40
% within Kec.
87.5% 12.5% 100.0%
Gerak udara

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 5.839a 3 .120
Likelihood Ratio 7.493 3 .058
Linear-by-Linear
2.800 1 .094
Association
N of Valid Cases 40
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 1.13.

Symmetric Measures

Asymp.
a b
Value Std. Error Approx. T Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .357 .120
Interval by Interval Pearson's R .268 .091 1.714 .095c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .277 .102 1.780 .083c
N of Valid Cases 40
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

vi
vii

Debu * Gejala Crosstabulation

Gejala
Tidak kasus Kasus Total
Debu 103.87 Count 7 3 10
% within Debu 70.0% 30.0% 100.0%
105.40 Count 9 2 11
% within Debu 81.8% 18.2% 100.0%
117.96 Count 10 10
% within Debu 100.0% 100.0%
130.96 Count 9 9
% within Debu 100.0% 100.0%
Total Count 35 5 40
% within Debu 87.5% 12.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 5.839a 3 .120
Likelihood Ratio 7.493 3 .058
Linear-by-Linear
4.319 1 .038
Association
N of Valid Cases 40
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 1.13.

Symmetric Measures

Asymp.
a b
Value Std. Error Approx. T Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .357 .120
Interval by Interval Pearson's R -.333 .077 -2.175 .036c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.365 .103 -2.419 .020c
N of Valid Cases 40
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

Lokasi * Gejala Crosstabulation

Gejala
Tidak kasus Kasus Total
Lokasi Lt1 (debu = 123,95, Count 19 19
suhu = 24,4, Klb =
59,5, kec = 0,15) % within Lokasi 100.0% 100.0%
Lantai 7 Count 16 5 21
% within Lokasi 76.2% 23.8% 100.0%
Total Count 35 5 40
% within Lokasi 87.5% 12.5% 100.0%

vii
viii

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.170b 1 .023
Continuity Correctiona 3.222 1 .073
Likelihood Ratio 7.089 1 .008
Fisher's Exact Test .049 .031
Linear-by-Linear
5.041 1 .025
Association
N of Valid Cases 40
a. Computed only for a 2x2 table
b. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
2.38.

Symmetric Measures

Asymp.
a b
Value Std. Error Approx. T Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .338 .023
Interval by Interval Pearson's R .360 .084 2.375 .023c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .360 .084 2.375 .023c
N of Valid Cases 40
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Lokasi
(Lt1 (debu = 123,95,
5.625 .593 53.377
suhu = 24,4, Klb = 59,5,
kec = 0,15) / Lantai 7)
For cohort Gejala =
1.243 .957 1.615
Tidak kasus
For cohort Gejala =
.221 .028 1.726
Kasus
N of Valid Cases 40

viii
ix

Umur * Gejala Crosstabulation

Gejala
Tidak kasus Kasus Total
Umur Kurang dari rata-rata Count 16 5 21
% within Umur 76.2% 23.8% 100.0%
Lebih dari atau sama Count 19 19
dengan rata-rata % within Umur
100.0% 100.0%

Total Count 35 5 40
% within Umur 87.5% 12.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.170b 1 .023
Continuity Correctiona 3.222 1 .073
Likelihood Ratio 7.089 1 .008
Fisher's Exact Test .049 .031
Linear-by-Linear
5.041 1 .025
Association
N of Valid Cases 40
a. Computed only for a 2x2 table
b. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
2.38.

Symmetric Measures

Asymp.
a b
Value Std. Error Approx. T Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .338 .023
Interval by Interval Pearson's R -.360 .084 -2.375 .023c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.360 .084 -2.375 .023c
N of Valid Cases 40
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

ix
x

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Umur
(Kurang dari rata-rata /
.178 .019 1.687
Lebih dari atau sama
dengan rata-rata)
For cohort Gejala =
.804 .619 1.045
Tidak kasus
For cohort Gejala =
4.524 .579 35.331
Kasus
N of Valid Cases 40

Lama bekerja diruangan * Gejala Crosstabulation

Gejala
Tidak kasus Kasus Total
Lama bekerja Kerja >=8 Count 21 1 22
diruangan % within Lama
95.5% 4.5% 100.0%
bekerja diruangan
Kerja <8 Count 14 4 18
% within Lama
77.8% 22.2% 100.0%
bekerja diruangan
Total Count 35 5 40
% within Lama
87.5% 12.5% 100.0%
bekerja diruangan

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 2.828b 1 .093
Continuity Correctiona 1.443 1 .230
Likelihood Ratio 2.936 1 .087
Fisher's Exact Test .155 .115
Linear-by-Linear
2.758 1 .097
Association
N of Valid Cases 40
a. Computed only for a 2x2 table
b. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
2.25.

x
xi

Symmetric Measures

Asymp.
a b
Value Std. Error Approx. T Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .257 .093
Interval by Interval Pearson's R .266 .140 1.700 .097c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .266 .140 1.700 .097c
N of Valid Cases 40
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Lama
bekerja diruangan 6.000 .606 59.444
(Kerja >=8 / Kerja <8)
For cohort Gejala =
1.227 .943 1.597
Tidak kasus
For cohort Gejala =
.205 .025 1.672
Kasus
N of Valid Cases 40

Status gizi * Gejala Crosstabulation

Gejala
Tidak kasus Kasus Total
Status Buruk Count 1 1
gizi % within Status gizi 100.0% 100.0%
Kurang Count 5 5
% within Status gizi 100.0% 100.0%
Baik Count 23 3 26
% within Status gizi 88.5% 11.5% 100.0%
Lebih Count 6 2 8
% within Status gizi 75.0% 25.0% 100.0%
Total Count 35 5 40
% within Status gizi 87.5% 12.5% 100.0%

xi
xii

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 2.022a 3 .568
Likelihood Ratio 2.548 3 .467
Linear-by-Linear
1.846 1 .174
Association
N of Valid Cases 40
a. 6 cells (75.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is .13.

Symmetric Measures

Asymp.
a b
Value Std. Error Approx. T Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .219 .568
Interval by Interval Pearson's R .218 .123 1.374 .177c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .224 .137 1.420 .164c
N of Valid Cases 40
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

10

12

8
10

6 8

6
4

4
2
Std. Dev = 3.27
Mean = 22.0 2 Std. Dev = 1.61
0 N = 40.00 Mean = 2.0
17.0 19.0 21.0 23.0 25.0 27.0 29.0 0 N = 40.00
18.0 20.0 22.0 24.0 26.0 28.0 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0

BMI Jumlah gejala dalam seminggu

Distribusi Frekuensi BMI Responden Distribusi Frekuensi Jumlah Gejala SBS


dalam 1 minggu

xii
xiii

Lampiran 4

Gambar Proses Pengambilan Data

Gambar 1: Pengukuran kadar debu ruangan

Gambar 2: Pengukuran kadar debu dan kelembaban udara dalam


ruangan

xiii
xiv

Gambar 3: Pengukuran kecepatan gerak udara

Gambar 4: Pengukuran kadar debu di udara dan suhu dalam ruangan

xiv
xv

Lampiran 5
KUESIONER 1
EVALUASI KUALITAS UDARA DALAM RUANG

Kode Lokasi : A. Lantai I B. Lantai VIII


Jumlah pegawai ..................................... orang

Sumber bahan pencemar ................................. (observasi):

Wallpaper tempat sampah asbak stereoform


Karpet furnitur/karpet parfum generator
Alat elektronik barang plastik buku/kertas sepatu/kulit
Tas/plastik tisue pintu/tangga
jamur di tembok orang merokok tanaman pot

Pengukuran :
1. Suhu ........... C
2. Kelembaban Udara ........... %
3. Aliran Udara ........... m/detik
4. kadar Debu ........... mg/m
5. Luas Rungan ........... m2

Keadaan Umum :
Jenis Cahaya Alami / Buatan
Jenis AC Central / Split / Windows / Fresh air
Sumber bau yang diduga
.........................................................................................
Sumber bising yang diduga
.........................................................................................
Sumber debu yang diduga
.........................................................................................

xv
xvi

KUESIONER 2

Kode Lokasi
IDENTITAS RESPONDEN
Nama
.................................................................................................................
Alamat
.................................................................................................................
Umur
.................................................................................................................
Lama bekerja di sini ......................................... < 3 bulan / > 3 bulan
Status perkawinan 1. Menikah 2. Belum Menikah 3. Cerai
Berat Badan ...................................... Kg
Tinggi Badan ...................................... cm

PEKERJAAN
Wakyu kerja
.....................................................................................................
Apakah ada pekerjaan lainnya 1. Ya 2.
Tidak
Apakah pekerjaan itu berada di ruangan ber AC? 1. Ya 2.
Tidak
Jenis AC 1. AC window/split 2. AC sentral
Riwayat pekerjaan anda terdahulu:
....................................................................................................................................
.....
RIWAYAT KESEHATAN

xvi
xvii

Apakah anda mengalami gangguan kesehatan atau gejala penyakit selam bekerja
di sini, sebanyak 2 (dua) atau lebih dalam seminggu terakhir ? Gejala-gejala
sebagai berikut:

a. Mata merah / berair / pedih / gatal 1. Ya 2. Tidak


b. Kepala pusing / pening / sakit 1. Ya 2. Tidak
c. Merasa badan panas dingin / demam 1. Ya 2. Tidak
d. Tenggorokan sakit / kering / sering sariawan 1. Ya 2. Tidak
e. Hidung berair / tersumbat / bersin / pilek 1. Ya 2. Tidak
f. Sering mual / nafsu makan terganggu / muntah 1. Ya 2. Tidak
g. Sakit perut / mules / diare 1. Ya 2. Tidak
h. Kelelahan / lemas / lesu / gemetar 1. Ya 2. Tidak
i. Batuk
Kapan / berdahak
biasanya gejala / rejan
penyakit itu timbul ? 1. Ya 2. Tidak
j. ................................................................................................................................
1. Pagi sebelum berangkat 2. Begitu sampai di tempat kerja
3. Siang sebelum / setelah istirahat 4. sore / hampir pulang

Apakah penyakit itu hilang ketika pulang dari kerja ? 1. Ya 2.


Tidak
Apakah anda merasa gejala yang sama jika berada di rumah ? 1. Ya 2.
Tidak
Jika hari libur atau cuti apakah anda merasa gejala yang sama ? 1. Ya 2.
Tidak
Apakah menurut dokter anda, apakah anda memiliki jenis penyakit tertentu atau
alergi tertentu ?
(tolong jelaskan ..........................................................................) 1. Ya 2.
Tidak

PERSEPSI RESPONDEN
Apakah anda biasa merokok ? 1. Ya 2.
Tidak
Apakah anda di sini merasakan bau ada rokok/bau tidak sedap ? 1. Ya 2.
Tidak

xvii
xviii

Apakah anda di sini merasakan kebisingan atau berisik ? 1. Ya 2.


Tidak
Apakah udara di sini terlalu dingin atau panas ? 1. Ya 2.
Tidak
Apakah di sini banyak debu ? 1. Ya 2.
Tidak

Makanan minuman yang biasa dimakan (sarapan) .......................................................


Apakah makan siang anda selalu pada jam yang sama (teratur) ? 1. Ya 2. Tidak
Di mana anda biasa makan siang ? ...............................................................................
Apakah yang biasanya anda beli untuk makan siang ? .................................................

Pada saat ini apakah anda sedang merasakan gejal-gejala berikut ?

a. Mata merah / berair / pedih / gatal 1. Ya 2. Tidak


b. Kepala pusing / pening / sakit 1. Ya 2. Tidak
c. Merasa badan panas dingin / demam 1. Ya 2. Tidak
d. Tenggorokan sakit / kering / sering sariawan 1. Ya 2. Tidak
e. Hidung berair / tersumbat / bersin / pilek 1. Ya 2. Tidak
f. Sering mual / nafsu makan terganggu / muntah 1. Ya 2. Tidak
g. Sakit perut / mules / diare 1. Ya 2. Tidak
h. Kelelahan / lemas / lesu / gemetar 1. Ya 2. Tidak
Apakah anda yakin nanti gejala ini akan hilang atau sembuh setelah di rumah ?
i. Batuk / berdahak / rejan 1. Ya 2. Tidak
1. Ya 2.
j. ................................................................................................................................
Tidak
Jika tidak apakah yang anda lakukan ? (tolong jelaskan
..............................................)

Minum obat apa atau berobat kemana ? (tolong jelaskan


............................................)

xviii

Вам также может понравиться

  • Anggaran Dasar STM Kampoeng Kenanga
    Anggaran Dasar STM Kampoeng Kenanga
    Документ6 страниц
    Anggaran Dasar STM Kampoeng Kenanga
    Safran Hasibuan
    Оценок пока нет
  • SKB - Media Pembelajaran IPA
    SKB - Media Pembelajaran IPA
    Документ22 страницы
    SKB - Media Pembelajaran IPA
    Safran Hasibuan
    Оценок пока нет
  • Dewi Hadits
    Dewi Hadits
    Документ13 страниц
    Dewi Hadits
    Safran Hasibuan
    Оценок пока нет
  • Kuis
    Kuis
    Документ2 страницы
    Kuis
    Safran Hasibuan
    Оценок пока нет
  • Administrasi Pendidikan
    Administrasi Pendidikan
    Документ1 страница
    Administrasi Pendidikan
    Safran Hasibuan
    Оценок пока нет
  • Pengemb Kurikulum Pgmi
    Pengemb Kurikulum Pgmi
    Документ21 страница
    Pengemb Kurikulum Pgmi
    Safran Hasibuan
    Оценок пока нет
  • Virus Influenza
    Virus Influenza
    Документ4 страницы
    Virus Influenza
    Safran Hasibuan
    Оценок пока нет
  • SK & KD PKN
    SK & KD PKN
    Документ5 страниц
    SK & KD PKN
    Safran Hasibuan
    Оценок пока нет
  • Hotnita Hasibuan
    Hotnita Hasibuan
    Документ8 страниц
    Hotnita Hasibuan
    Safran Hasibuan
    Оценок пока нет
  • Bab Vi Penutup PDF
    Bab Vi Penutup PDF
    Документ6 страниц
    Bab Vi Penutup PDF
    Safran Hasibuan
    Оценок пока нет
  • Kuis
    Kuis
    Документ2 страницы
    Kuis
    Safran Hasibuan
    Оценок пока нет
  • SEMUA MAKALAH Teori
    SEMUA MAKALAH Teori
    Документ352 страницы
    SEMUA MAKALAH Teori
    Safran Hasibuan
    Оценок пока нет
  • Hakekat Ipa
    Hakekat Ipa
    Документ8 страниц
    Hakekat Ipa
    Reza Tarmuzi
    Оценок пока нет
  • Proposal Tesis Eksperimen
    Proposal Tesis Eksperimen
    Документ58 страниц
    Proposal Tesis Eksperimen
    Safran Hasibuan
    Оценок пока нет
  • Gerakan Pembaharuan Islam
    Gerakan Pembaharuan Islam
    Документ19 страниц
    Gerakan Pembaharuan Islam
    Ledia Rahmaniadewi Rusnandar
    Оценок пока нет
  • Kerajaan Bani Abbasiyah
    Kerajaan Bani Abbasiyah
    Документ15 страниц
    Kerajaan Bani Abbasiyah
    NurulFazleen
    Оценок пока нет
  • Skripsi Membina Kecerdasan Spritual Anak
    Skripsi Membina Kecerdasan Spritual Anak
    Документ96 страниц
    Skripsi Membina Kecerdasan Spritual Anak
    api-3734558
    100% (13)
  • Model Model Evaluasi
    Model Model Evaluasi
    Документ11 страниц
    Model Model Evaluasi
    Safran Hasibuan
    Оценок пока нет
  • Skripsi Pendidikan
    Skripsi Pendidikan
    Документ73 страницы
    Skripsi Pendidikan
    Hidayatullah bin H.Te'an
    98% (163)
  • Analisis
    Analisis
    Документ3 страницы
    Analisis
    Safran Hasibuan
    Оценок пока нет
  • 104
    104
    Документ86 страниц
    104
    iain-su
    Оценок пока нет
  • 107
    107
    Документ65 страниц
    107
    safran
    Оценок пока нет
  • 101
    101
    Документ68 страниц
    101
    iain-su
    Оценок пока нет
  • Pengaruh Latihan Jumping Service Menggunakan Daerah Servis dan Ketinggian Net Bertahap
    Pengaruh Latihan Jumping Service Menggunakan Daerah Servis dan Ketinggian Net Bertahap
    Документ85 страниц
    Pengaruh Latihan Jumping Service Menggunakan Daerah Servis dan Ketinggian Net Bertahap
    Pak Disman
    Оценок пока нет
  • 103
    103
    Документ62 страницы
    103
    safran
    Оценок пока нет
  • Skripsi Pendidikan
    Skripsi Pendidikan
    Документ74 страницы
    Skripsi Pendidikan
    Jhon Hasibuan
    Оценок пока нет
  • 105
    105
    Документ85 страниц
    105
    safran
    Оценок пока нет
  • 102
    102
    Документ77 страниц
    102
    iain-su
    Оценок пока нет
  • 100 1
    100 1
    Документ77 страниц
    100 1
    iain-su
    Оценок пока нет
  • 100 1
    100 1
    Документ77 страниц
    100 1
    iain-su
    Оценок пока нет