Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
SKRIPSI
Diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata 1
Untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh
Nama Mahasiswa : Endah Tri Chahyo Utami
NIM : 6450401025
Program Studi : S1
Jurusan : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas : Ilmu Keolahragaan
SARI
Endah Tri Chahyo Utami. Hubungan Antara Kualitas Udara Pada Ruangan
Ber-AC Sentral Dan Sick Building Sindrome Di Kantor Telkom Divre IV
Jateng-DIY
xii + 85 halaman, 16 tabel, 3 gambar dan 9 lampiran.
ii
PENGESAHAN
Panitia Ujian
Dewan Penguji,
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Percayalah pada kemampuan diri Anda sendiri dan jangan tergantung pada
orang lain. Anggap mereka yang memerlukan Anda, bukan anda yang
Anda tertipu oleh teman yang senang bermegah-megah.” (Dr. Aidh bin
Abdullah Al-Qarni)
PERSEMBAHAN
Orang tuaku Bapak Tukino dan Ibu Tatik, Mbak Lela Murdi D. A serta
Keluargaku tercinta
Mas Pur dan Sohibku Wahyu, Ulfa, Lisa, Arief, Bambang, Atam serta teman-
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
Kantor Telkom Divre IV Jateng-DIY ini, sebagai salah satu syarat yang
kasih yang sebesar-besarnya atas segala bimbingan dan bantuan yang telah
Semarang
8. Ibu Puji dan segenap karyawan Balai Pengembangan Keselamatan kerja dan
9. Bapak dan Ibu Dosen jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu
v
10. Bapak dan Ibu serta kakakku tercinta yang telah memberi dorongan dan
skripsi ini
11. Mas Pur, Wahyu, Atam, Ulfa, Lisa, Arief, Bambang, Nugraheni dan Azinar
Semoga amal baik dari semua pihak, mendapatkan imbalan yang berlipat
ganda dari Allah SWT. Akhirnya disadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih
jauh dari sempurna, diharapkan adanya penelitian yang sejenis lagi untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik dan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
JUDUL ..................................................................................................... i
SARI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
vii
2.1.5 Model Proses Pemasukan Udara Ke Dalam Gedung ................. 10
Ruangan ................................................................................... 11
viii
4.2 Hasil Penelitian ................................................................................. 36
LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................... 59
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Udara ................................................................................................... 61
xii
DAFTAR REVISI DAN PERTANYAAN
Masukan :
1. Latar belakang bertele-tele, maksimal 2 lembar
2. Penulisan judul berbentuk kerucut
3. Hal 50 diperjelas
4. Dijelaskan sebagai penelitian awal di Telkom
5. Hal 49-50 untuk status gizi, lama bekerja dan umur perlu dibahas
6. Hal 55 ditulis di 56
7. Penegasan istilah harus singkat
8. Hal 18 dibuang
9. Gunakan bahasa yang lebih ilmiah
10. Daftar pustaka dari internet tidak perlu digaris bawahi
11. Penulisan sumber dari internet cukup dengan nama dan tahun artikel
diterbitkan
Pertanyaan :
1. Pedoman penulisan
2. Permasalahan, tujuan, hipotesis dan simpulan tidak sesuai
3. Hal 22 Bab III, kerangka konsep “waktu tertentu” jelaskan
4. Hal 27, Gd. Telkom lantai 1 dan 9 beda kelembabannya
5. Cara pengambilan sampel, hal 27
6. Kenapa jumlah sampel tidak seimbang, hal 27
7. Apa sampel untuk semua jenis kelamin
8. Kenapa sampel lantai I relatif lebih tua di banding lantai VII, hal 41
9. Alasan pemilihan sampel
10. Hal 28, 6 dan hal 23, apa SBS
1
2
Dewan Penguji
Nama Penguji Jabatan Tanda tangan
2
3
BAB I
PENDAHULUAN
disease), penyakit akibat hubungan kerja (Work related disease) dan kecelakaan
akibat kerja yang dapat menimbulkan kecacatan bahkan kematian (Depkes RI,
2003: MI2-3). Resiko timbul akibat adanya lingkungan kerja yang tidak
pekerja atau berhubungan dengan tempat kerja yang dapat mempengaruhi pekerja
faktor perilaku, pelayanan kesehatan dan yang terkecil pengaruhnya adalah faktor
pengaruh yang besar terhadap kesehatan pekerja yang meliputi kesehatan fisik dan
Dua puluh tahun belakangan ini di dunia banyak sekali dibangun gedung-
gedung bertingkat tertutup rapat lengkap dengan ventilasi udara yang tergantung
sepenuhnya pada berbagai mesin, seperti kantor atau perkantoran yang merupakan
salah satu tempat kerja yang menggunakan ventilasi dengan sistem Air
3
4
Conditioner (AC). Hal tersebut menyebabkan polusi, terutama polusi udara yang
2002: 90).
diseluruh dunia diperkirakan 2,7 juta jiwa meninggal akibat polusi udara, 2,2 juta
diantaranya akibat indoor pollution atau polusi udara di dalam ruangan (Kompas,
2001). Padahal 70-80 persen sebagian besar waktu manusia dihabiskan di dalam
mengurutkan polusi dalam ruangan sebagai urutan lima besar resiko lingkungan
menggunakan peralatan kantor yang serba canggih dan modern, seperti mesin
fotokopi dan AC yang dapat menjadi alat pencemar jika tidak dipelihara dengan
kualitas udara adalah sick building sindrome (SBS). SBS merupakan penyakit
Berdasarkan hasil penelitian Novita Wirastini pada tahun 1997 di Mal Blok-
terhadap SBS setelah dikontrol parameter kadar Karbon dioksida dan masa kerja.
Nilai Odds Rasio 1,585 menujukkan resiko terjadinya SBS pada ruangan
4
5
Jasmine Chao, et al pada tahun 1997 di Boston, didapatkan hasil bahwa ada
perkantoran yang tinggi dan tertutup berada di pusat kota Semarang. Gedung
tersebut terdiri dari satu lantai dasar dan 8 lantai menggunakan sistem pengaturan
tenaga kerja, maka keamanan dan kesehatan gedung Telkom penting artinya bagi
pekerja khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Oleh karena itu peneliti
tertarik untuk mengetahui kualitas udara dalam gedung Telkom Semarang dalam
1.2 Permasalahan
kualitas udara dalam ruangan berpendingin sentral dengan SBS (Sick Building
kualitas udara dan mencari hubungan antara kualitas udara dalam ruangan dengan
5
6
Batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Kualitas Udara
dalam suatu lingkungan tertentu, yang dapat diukur dengan parameter baik fisik,
kimia maupun biologi. Parameter kualitas udara yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kualitas fisik meliputi suhu, kelembaban dan aliran udara serta kualitas
dengan sistem sirkulasi udara tergantung seutuhnya pada mesin yaitu AC (Air
kumpulan gejala yang disebabkan terutama oleh buruknya kualitas udara ruangan;
ditandai dengan keluhan-keluhan mata pedih, merah, berair, kepala pusing, batuk,
pilek, hidung tersumbat, bersin-bersin, rongga mulut sakit, rongga mulut kering,
badan panas dingin, mual, tidak nafsu makan, lesu, kelelahan, pegal-pegal anggota
tubuh dan kulit gatal; yang dialami responden sebanyak 4 (empat) gejala atau
lebih masing-masing minimal 2 (dua) kali dalam seminggu dan hanya timbul
6
7
penelitian serta mengaplikasikan berbagi teori dan konsep yang didapat di bangku
informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pustaka guna pengembangan ilmu
7
BAB II
LANDASAN TEORI
dalam arti luas adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi
dan atau komponen lain kedalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan
lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan
turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan kurang atau tidak
(Emil Salim, 2002: 126). Berdasarkan definisi ini maka segala bahan padat, gas
dan cair yang ada di udara dan dapat menimbulkan tidak nyaman yang disebut
pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat fisik atau kimia ke
dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu, sehingga dapat
dideteksi oleh manusia (atau yang dapat dihitung dan diukur) serta dapat
memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi dan material karena ulah
6
7
bebas dan pencemaran udara di dalam ruangan (indoor air pollution). Bahan atau
zat yang dapat mencemari udara dapat berbentuk gas dan partikel (Pramudya
Sunu, 2001: 42). Menurut Moestikahadi Soedomo (2001: 6), berdasarkan ciri
fisik, bahan pencemar dapat berupa partikel (debu, aerosol, timah hitam), gas
(CO, Nox, Sox, H2S) dan energi (suhu dan kebisingan), sedangkan menurut
kejadian atau terbentuknya ada pencemar primer (yang diemisikan langsung oleh
sumber) dan pencemar sekunder (yang terbentuk karena reaksi di udara antara
berbagai zat).
energi, cahaya dan panas. Pembakaran tidak sempurna dapat menghasilkan bahan
Kualitas udara dalam suatu ruang atau dikenal dengan istilah indoor air
quality adalah salah satu aspek keilmuan yang memfokuskan perhatian pada mutu
udara dalam suatu ruang dan udara yang akan dimasukkan ke dalam ruang atau
7
8
gedung yang ditempati oleh manusia, apakah udara yang dipergunakan dalam
Pengertian udara dalam ruang atau indoor air menurut NHMRC (National
Health Medical Research Counsil) adalah udara yang berada di dalam suatu ruang
gedung yang ditempati oleh sekelompok orang yang memiliki tingkat kesehatan
yang berbeda-beda selama minimal satu jam. Ruang gedung yang dimaksud
dalam pengertian ini meliputi rumah, sekolah, restoran, gedung untuk umum,
Pada dasarnya ada tiga syarat utama yang berhubungan dengan kualitas
1) level suhu atau panas dalam suatu ruang atau gedung masih dalam batas-batas
Dalam investigasi permasalahan udara dalam ruang ada 4 parameter kunci yang
kontaminan yang berasal dari dalam gedung (Muhamad Idham, 2003: 40).
Bahan pencemar udara atau polutan dibagi menjadi dua, polutan primer dan
8
9
dari sumber tertentu dan dapat berupa polutan gas, seperti senyawa karbon, sulfur,
nitrogen dan lain-lain serta berupa partikel yang mempunyai karakteristik yang
spesifik, dapat berupa zat padat maupun suspensi aerosol cair di atmosfir misalnya
asap (smog), sedangkan polutan sekunder biasanya terjadi akibat reaksi dari dua
atau lebih bahan kimia di udara, misalnya reaksi fotokimia (H. J. Mukono, 2000:
17). Berdasarkan sumbernya, jenis polutan dibedakan atas sumber titik yang
merupakan sumber diam berupa cerobong asap, sumber mobil atau sumber yang
bergerak misal berasal dari kendaraan bermotor dan sumber area atau sumber
luar ruangan atau gedung tetapi juga terjadi di dalam gedung. Kualitas udara
dalam ruangan menurut EPA, 2-5 kali lebih buruk daripada udara di luar,
penelitian The Nasional Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH),
yaitu pencemaran alat-alat di dalam gedung (17%), pencemaran dari luar gedung
ventilasi (52%) dan sumber yang tidak diketahui (12%) (Tjandra Yoga Aditama
gedung adalah kepadatan manusia, bahan material dan dekorasi interior, sistem
ventilasi dan pemanasan, keberadaan jamur dan bakteri, gas berbahaya, radiasi,
bensene-bahan kimia penyebab leukemia yang berasal dari bahan bakar, produk-
produk rumah tangga dan asap tembakau. Dilihat secara kimiawi, bahan
9
10
pencemar utama udara (major air pollutants) adalah golongan oksida karbon
(CO,CO2), oksida belerang (SO2, SO3), oksida nitrogen (NO, NO3), partikel
(asap, debu, metal, garam sulfat), senyawa inorganik, hidrokarbon, energi panas
gambar di bawah ini, dapat dilihat model proses pemasukan udara ke dalam
gedung.
Gambar 1
Proses Pemasukan Udara Ke Dalam Ruang Gedung
(Muhamad Idham, 2003: 38)
10
11
Kualitas udara dalam ruang suatu gedung sangat dipengaruhi oleh banyak
faktor, baik yang berasal dari dalam gedung sendiri maupun dari luar gedung.
1) Faktor fisik
(2) Kelembaban
2) Faktor Kimia
(1) Partikulat
11
12
Secara umum efek pencemaran udara terhadap individu atau manusia dapat
berupa sakit baik akut maupun kronis, mengganggu fungsi fisiogi (paru, syaraf,
tidak nyaman. Efek terhadap saluran pernafasan antara lain iritasi pada saluran
sel. Akibat dari semua hal tersebut akan menyebabkan terjadinya kesulitan
bernafas, sehingga benda asing termasuk bakteri atau mikroorganisme lain tidak
Polutan udara dapat menjadi sumber penyakit virus, bakteri dan beberapa
jenis cacing. Dampak yang diakibatkan oleh polutan udara yang buruk dapat
bagi bakteri yang dapat berpotensi terjadinya infeksi (Pramudya Sunu, 2001: 49).
Gangguan-gangguan tidak spesifik tetapi khas yang diderita individu atau manusia
selama berada di dalam gedung tertentu dikenal dengan istilah Sick Building
Sindrome (SBS).
12
13
oleh para ahli di negara Skandinavia di awal tahun 1980-an. Istilah SBS dikenal
symptoms (BRS), karena sindrom ini umumnya dijumpai dalam ruangan gedung-
gedung pencakar langit (O. Bruce Dickerson Edward P. Horvath, 1988: 1069).
Namun dari penelitian tahun 1978-1988 oleh NIOSH ditemukan pada gedung-
gedung biasa dengan karakteristik kualitas udara yang buruk (NIOSH, 1998).
gangguan kesehatan akut dan efek timbul saat berada dalam bangunan, tetapi
tidak ada penyebab yang spesifik. Menurut Tjandra Yoga Aditama (2002: 91),
sakit” .
SBS menurut Juli Soemirat Slamet yang dikutip oleh G. Sujayanto (2001)
pernafasan. Sekumpulan gejala ini dihadapi oleh orang yang bekerja di gedung
13
14
menurut Alan Hedge (2003), SBS merupakan kategori penyakit umum yang
berkaitan dengan beberapa aspek fisik sebuah gedung dan selalu berhubungan
Pada umumnya gejala dan gangguan SBS berupa penyakit yang tidak
spesifik, tetapi menujukan pada standar tertentu, misal berapa kali seseorang
dalam jangka waktu tertentu menderita gangguan saluran pernafasan. Keluhan itu
hanya dirasakan pada saat bekerja digedung dan menghilang secara wajar pada
akhir minggu atau hari libur, keluhan tersebut lebih sering dan lebih bermasalah
pada individu yang mengalami perasaan stress, kurang diperhatikan dan kurang
Keluhan SBS antara lain sakit kepala, iritasi mata, iritasi hidung, iritasi
tenggorokan, batuk kering, kulit kering atau iritasi kulit, kepala pusing, sukar
berkonsentrasi, cepat lelah atau letih dan sensitif terhadap bau (EPA, 1998)
dengan gejala yang tidak dikenali dan kebanyakkan keluhan akan hilang setelah
meninggalkan gedung. Tjandra Yoga Aditama (2002: 95), membagi keluhan atau
1) iritasi selaput lendir, seperti iritasi mata, pedih, merah dan berair
2) iritasi hidung, seperti iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, bersin, batuk
kering
14
15
4) gangguan paru dan pernafasan, seperti batuk, nafas bunyi, sesak nafas, rasa
berat di dada
dinyatakan menderita SBS apabila memiliki keluhan sejumlah kurang lebih 2/3
dari sekumpulan gejala seperti lesu, hidung tersumbat, kerongkongan kering, sakit
kepala, mata gatal-gatal, mata pedih, mata kering, pilek-pilek, mata tegang, pegal-
pegal, sakit leher atau punggung, dalam kurun waktu bersamaan. Untuk
menegakkan adanya sindrom gedung sakit (SBS) maka berbagai keluhan tersebut
harus dirasakan oleh sekitar 20%-50% pengguna suatu gedung, dan keluhan-
Alan Hedge (2003), gejala SBS berbeda antara satu orang dengan orang lainnya.
sekelilingnya yang merupakan bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja
kualitas udara ruangan. Menurut Tjandra Yoga Aditama (2002: 92), berbagai
gedung (indoor air environment) melalui empat mekanisme utama, yaitu: (1)
15
16
gangguan sistem kekebalan tubuh (imunologik); (2) terjadinya infeksi; (3) bahan
pencemar yang bersifat racun (toksik); (4) bahan pencemar yang mengiritasi dan
dipengaruhi oleh konsumsi zat gizi. Konsumsi zat gizi yang baik akan
(Depkes RI, 1990: 15). Sedangkan bahan kimia yang bersifat racun (toksik) lebih
banyak diserap oleh orang usia muda dan tua dibanding pada orang dewasa (Frank
C. Lu, 1995: 72). Biasanya sulit untuk menemukan suatu penyebab tunggal dari
Menurut London Hazards Centre, penyebab utama SBS adalah bahan kimia
yang digunakan manusia, jamur pada sirkulasi udara serta faktor fisik seperti
kelembaban, suhu dan aliran udara dalam ruangan, sehingga semakin lama orang
tinggal dalam sebuah gedung yang sakit akan mudah menderita SBS (London
Ventilasi yang tidak adekuat meliputi kurangnya udara segar yang masuk ke
dalam ruangan gedung, distribusi udara yang tidak merata dan buruknya
perawatan sarana ventilasi. Sedangkan menurut EPA (1998), penyebab SBS atau
standar ventilasi pada sebuah gedung yaitu kira-kira 15 kaki berbentuk kubus
ventilasi yang tidak cukup, maka proses pengaturan suhu tidak secara efektif
16
17
timbulnya SBS.
polusi udara dalam ruangan bersumber dari dalam ruangan itu sendiri, seperti
bahan pembersih karpet, mesin foto kopi, tembakau dan termasuk formaldehid.
udara luar yang masuk pada suatu bangunan bisa merupakan suatu sumber
polusi udara dalam gedung, seperti pengotor dari kendaraan bermotor, pipa ledeng
lubang angin dan semua bentuk partikel baik padat maupun cair yang dapat masuk
melalui lubang angin atau jendela dekat sumber polutan. Bahan-bahan polutan
yang mungkin ada dalam ruangan dapat berupa gas karbon monoksida, nitrogen
dioksida dan berbagai bahan organik lainnya. Karbon monoksida dapat timbul
pada berbagai proses pembakaran, seperti pemanas ruangan. Gas CO juga dapat
masuk ke dalam ruangan melalui asap mobil dan kendaraan lain yang lalu lalang
di luar suatu gedung. Kadar CO yang tinggi akan berakibat buruk pada jantung
dan otak. Nitrogen oksida juga dapat keluar pada proses memasak dengan kompor
gas. Gas ini dapat menimbulkan kerusakan di saluran nafas di dalam paru.
bakteri, virus dan jamur adalah jenis pencemar biologi yang berkumpul di
dalam pipa saluran udara dan alat pelembab udara serta berasal dari alat
pembersih karpet.
17
18
jumlah embun di udara (London Hazards Centre, 1990). Pada kelembaban tinggi
(diatas 60-70%) dan dalam temperatur hangat, keringat hasil badan tidak mampu
untuk menguap sehingga temperatur ruangan dirasakan lebih panas dan akan
embun menguap dengan lebih mudah dari keringat, sehingga selaput lendir dan
gatal serta ditandai dengan sakit kepala, kekakuan dan mata mengering.
Pencemar Udara:
- Ventilasi yang tidak adekuat
- Pencemaran dari alat atau bahan di dalam gedung
- Pencemaran yang masuk dari luar gedung
- Pencemaran mikroba
- Pencemaran dari bahan bangunan dan alat kantor
- Pencemaran tidak diketahui sumbernya
KUALITAS UDARA
KUALITAS FISIK KUALITAS KIMIA KUALITAS
Suhu Debu MIKROBIOLOGI
Kelembaban
Aliran udara
Umur
Mekanisme bahan pencemar mengganggu
Lama kerja
kesehatan:
Status gizi
- Gangguan kekebalan (Imunologik)
- Terjadinya infeksi
- Bersifat racun (toksik) Sick Building Syndrome
- Mengiritasi
Gambar 2
Kerangka Teori
(Gabungan Tjandra Yoga Aditama dan Tri Hastuti, Muhamad Idham, Depkes RI,
Frank C. Lu)
18
19
bahwa masyarakat yang berada di ruangan gedung selama waktu tertentu dapat
Faktor penyebab gangguan ini yang terpenting adalah kualitas lingkungan yang
terdiri kualitas fisik dan kualitas kimia serta kualitas mikrobiologi pada
lingkungan kerja.
Telkom Divre IV Jateng-DIY yang meliputi kualitas fisik (suhu, kelembaban dan
aliaran udara), dan kualitas kimia udara yaitu debu, karena penelitian yang
mewakili keadaan kualitas udara secara umum dalam gedung guna menjawab
apakah fenomena SBS sudah terjadi di gedung kantor Telkom pada khususnya
dan Semarang pada umumnya. Apabila terbukti ada kasus SBS penelitian lebih
lanjut dapat dilakukan. Adapun bagan kerangka konsep seperti terlihat pada
Gambar 3.
KUALITAS FISIK
Suhu Sick Building Syndrome
Kelembaban
Aliran udara
KUALITAS KIMIA
Debu
Umur
Lama kerja
KUALITAS
Status gizi
MIKROBIOLOGI *)
Variabel independen Variabel confounding Variabel dependen
*) Tidak diteliti
Gambar 3
Kerangka Konsep Penelitian
19
20
20
21
2.6 Hipotesis
(Soekidjo Notoatmodjo, 2002: 45). Hipotesis dari penilitian ini adalah ada
hubungan antara kualitas udara dalam ruangan berpendingin sentral dengan Sick
21
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi
108). Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksud untuk diselidiki. Populasi
dibatasi dengan sejumlah penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai
sifat yang sama (Sutrisno Hadi, 1994: 220). Pengertian tersebut mengandung
maksud bahwa populasi seluruh individu yang akan dijadikan obyek penelitian
dan keseluruhan dari individu yang paling baik, sedikit memiliki satu sifat yang
sama.
Populasi dari penelitian ini adalah tenaga kerja kantor Telkom Divre IV
orang tenaga kerja dengan menempati delapan lantai dalam gedung. Sesuai
penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai satu sifat yang sama,
maka populasi yang akan dipakai oleh peneliti mempunyai persamaan sebagai
memiliki pola kerja sejenis yang bertugas non shift; 3) sudah bekerja selama tiga
22
23
merupakan cara pengambilan sampel dimana semua elemen populasi belum tentu
memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel, karena ada
bagian tertentu secara sengaja tidak dimasukkan dalam pemilihan untuk mewakili
pekerja pada lantai I dan VII sejumlah 120 orang (jumlah pekerja lantai I 50 orang
dan jumlah pekerja lantai VII 70 orang). Dari populasi tersebut diambil secara
orang dan laki-laki 17 orang (jumlah pekerja lantai I 19 orang dan jumlah pekerja
lantai VII 21 orang), karena dengan pertimbangan tertentu dari 120 pekerja dari
kedua lantai tersebut tidak bisa mengikuti proses penelitian dikarenakan sedang
tidak berada di kantor saat penelitian berlangsung/di luar kota dan masa kerja
penelitian saat penelitian berlangsung dan responden berada di lantai I dan lantai
VII pada ruangan yang menggunakan AC sentral. Sebagai penelitian awal di kator
23
24
Telkom Divre IV Jateng-DIY, maka pemilihan lantai I dan lantai VII dianggap
1) Lantai satu merupakan ruangan yang berhubungan dengan lantai dasar dari
lantai dasar hanya berfungsi sebagai lobi, sehingga menjadi potensi adanya
polutan dari luar gedung masuk ke dalam gedung melalui pintu yang selalu
membuka, selain akibat polusi yang di timbulkan dari dalam gedung sendiri.
Sirkulasi udara di lantai I selain berasal dari AC juga dipengaruhi oleh udara
2) Lantai tujuh merupakan ruang kerja mendekati bagian atas, dimana aktivitas
sebagai aula dan ruang sirkulasi, sehingga diasumsikan banyak pekerja yang
melakukan aktivitas kerjanya lama di dalam gedung dan jarang turun ke lantai
bawah, sedangkan sumber polutan hanya bersumber dari dalam gedung saja.
Variabel bebas atau variabel independen yang diukur adalah kualitas fisik
meliputi suhu, aliran udara dan kelembaban udara, kepadatan orang dalam
24
25
bebas yang diberikan dan diukur untuk menentukan ada tidaknya pengaruh dari
variabel bebas. Variabel dependen atau variabel terikat dari penelitian ini adalah
kejadian SBS yaitu kumpulan gejala yang disebabkan terutama oleh buruknya
berair, kepala pusing, batuk, pilek, hidung tersumbat, bersin-bersin, rongga mulut
sakit, rongga mulut kering, badan panas dingin, mual, tidak nafsu makan, lesu,
kelelahan, pegal-pegal anggota tubuh dan kulit gatal; yang dialami responden
sebanyak 4 (empat) gejala atau lebih masing-masing minimal 2 (dua) kali dalam
dengan variabel bebas dan berhubungan dengan variabel tergantung, tetapi bukan
(survai) serta pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas fisik dan kimia
kasus SBS berdasarkan gambaran sakit dan keluhan yang dirasakan responden
25
26
yang tepat, dan secara akurat melukiskan sifat-sifat dari beberapa fenomena
untuk melihat gambaran kejadian pada suatu waktu dan tidak diikuti dalam suatu
Data merupakan faktor yang sangat penting dalam setiap penelitian. Untuk
mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka digunakan teknik-
Adalah data yang diperoleh secara langsung melalui angket yang dipandu
persepsi responden serta observasi tempat penelitian dan data hasil pengukuran
1. Angket
Angket adalah suatu cara pengumpulan data atau suatu masalah yang
Notoatmodjo, 2002: 112). Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, angket
yang dibuat disampaikan langsung kepada orang (tenaga kerja) yang dimintai
26
27
dengan pilihan jawaban Ya diberi skor 1 dan jawaban Tidak diberi skor 0 untuk
memberikan pilihan jawaban gejala yang dialami oleh responden. Adapun alasan
2. Pengamatan (Observasi)
Pengamatan adalah suatu hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh
adalah suatu prosedur yang berencana, yang antara lain meliputi melihat dan
mencatat jumlah dan taraf aktivitas tertentu yang ada hubungannya dengan
dengan menggunakan metode check list meliputi jumlah pegawai yang bekerja,
3. Pengukuran
hisap (Low Volume Sampler), flow meter dan timbangan analitik. Pengambilan
27
28
sample setinggi zone pernafasan, ditempat kerja (dekat tenaga kerja) dengan
tenaga kerja berada dilingkungan kerja dan aktivitas pekerjaan berjalan secara
pengukuran tekanan udara dilokasi sebagai kontrol serta disisakan satu filter
- filter yang berisi sampel dan blanko disimpan kembali di eksikator sesuai
- filter ditimbang dan didapat berat debu. Filter blanko ditimbang juga, jika ada
(V1 + V2)t
Vrata − rata =
2
Pa Tstd
Vstd = Vrata − rata × ×
Ta Pstd
28
29
metode pembacaan langsung dan alat Heat Stress Area Monitor serta Psicrometer
card.
metode pembacaan langsung dan memakai alat stop watch serta thermometer kata.
- celupkan reservoar bawah kata thermometer dalam air panas untuk menaikkan
- catat temperatur dan waktu penurunan alkohol dari batas A-B. Batas temperatur
(cooling time)
- pengukuran dilakukan 3-5 kali, nilai cooling time merupakan nilai rata-rata.
29
30
Tc : waktu pendinginan
Harga a dan b, diperoleh dari tabel Casella, dengan ketentuan sebagai berikut:
F Tc
Jika 〈 0.6 maka digunakan harga a dan b pada kolom Low Velocity.
t RT − ta
F Tc
Jika 〉 0.6 maka digunakan harga a dan b pada kolom High Velocity.
t RT − ta
Tabel Casella:
umum. Data sekunder diperoleh secara studi dokumen, meliputi data perusahaan
secara umum, kondisi fisik lingkungan tempat kerja, serta jumlah karyawan.
penelitian. Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
30
31
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya
akan lebih baik dalam arti cepat, lengkap, sistematis sehingga akan lebih mudah
untuk diolah (Suharsimi Arikunto, 1998: 91). Instrumen dalam penelitian ini
meliputi :
3) Alat pengukur suhu dan kelembaban yaitu Heat Stress Area Monitor dan
4) Alat pengukur kecepatan aliran udara yaitu kata thermometer (satuan meter
per detik).
5) Alat pengukur debu yaitu alat pompa hisap (Low Volume Sampler), flow
Survai adalah suatu koleksi, analisis, interprestasi dan laporan yang disusun secara
teratur dan sistematis tentang fakta-fakta penting yang berhubungan dengan aspek
pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu persiapan dan
pelaksanaan.
31
32
1) Penyusunan angket
mendapatkan hasil yang baik maka pemandu pengisian angket adalah mahasiswa
reguler FIK UNNES dan tenaga ahli Hiperkes yang sudah terbiasa dalam
Kamis tanggal 19 Mei 2005 mulai jam 09.00 WIB sampai jam 15.00 WIB.
Pada tahap pelaksanaan ini, peneliti beserta tim berjumlah 7 orang yang
udara secara bergantian dari lantai VII dan lantai I. Seiring dengan berjalannya
mahasiswa reguler FIK. Pengukuran kadar debu dilakukan selama kurang lebih
empat jam pada masing-masing lokasi. Lokasi dibagi menjadi empat titik yaitu
titik 1 disebut bagian selatan lantai I, titik 2 disebut bagian utara lantai I, titik 3
disebut bagian selatan lantai VII dan titik 4 disebut bagian utara lantai VII.
32
33
data merupakan suatu langkah penting dalam penelitian. Data yang sudah
terkumpul tidak berarti apa-apa bila tidak diolah, oleh karena itu perlu analisis
data. Yang dimaksud metode analisis data adalah cara mengolah data yang telah
terkumpul untuk dapat disimpulkan. Data diolah sesuai dengan tujuan dan
dengan manual atau melalui proses komputerisasi. Analisis data dalam penelitian
1) Analisis Univariat
frekuensi dari masing-masing variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
karakteristik responden (umur, status gizi dan lama bekerja) dan kasus SBS (Sick
Building Syndrome).
33
34
2) Analisis Bivariat
udara dengan variabel sindrom gedung sakit (Sick Building Syndrome) dianalisis
dengan menggunakan uji tes chi square untuk mengetahui apakah fenomena SBS
34
BAB IV
sebelah utara berbatasan dengan jalan Imam Bonjol dan sebelah barat berbatasan
dengan jalan Pahlawan. Gedung PT. Telkom Divre IV Jateng-DIY terdiri dari dua
gedung. Gedung lama berlantai dua yang terletak di depan gedung baru. Gedung
baru terdiri dari 9 lantai dengan tinggi bangunan 50,10 meter, panjang bangunan
untuk gedung baru dan 1.293,06 m2 untuk gedung lama. Jadi, luas total gedung
PT. Telkom Divre IV Jateng-DIY adalah 19.927,33 m2. Luas Bangunan yang
yang diduga sebagai sumber bahan pencemar. Dari kedua lantai mempunyai
kesamaan sumber bahan pencemar berasal dari wallpaper, karpet, alat elektronik,
pot. Dilihat dari jenis AC-nya kedua lantai menggunakan AC central. Kebisingan
yang terjadi bersumber dari telfon, percakapan, udara ventilasi (AC), sumber
35
36
pencahayaan yang digunakan berasal dari lampu fluerencent (TL), sumber debu
diduga dari karpet, sedangkan untuk lantai I selain dari karpet juga dari udara luar
yang masuk. Kepadatan ruangan yang ada pada lantai I dan lantai VII dapat
Tabel 1
Kepadatan Ruang Kerja di Lantai I dan Lantai II (orang/m2)
I dan lantai VII rata-rata dalam kategori rendah karena kurang dari 0,5 orang/m2.
Di antara ruangan-ruangan yang ada pada lantai I dan VII, ternyata pada lantai I
(0,5 orang/m2).
36
37
dilakukan pada lantai I dan lantai VII dengan 4 parameter yaitu suhu udara,
kelembaban udara, kecepatan gerak udara dan kadar debu. Hasil pengukuran
Tabel 2
Kualitas Udara di Lantai I Dan Lantai VII
Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa rata-rata kadar debu pada lantai 1
124,46 g/m3 yang berarti masih berada di bawah nilai ambang batas yaitu 150
g/m3, sedangkan rata-rata pada lantai VII mencapai 104,64 g/m3 yang juga
masih dibawah nilai ambang batas. Pada lantai 1 sayap selatan memiliki kadar
debu yang lebih tinggi dibanding dengan sayap utara, sedangkan di lantai VII
antara sayap utara dan sayap selatan memiliki kadar debu yang hampir sama.
Berdasarkan suhu ideal ruangan (18-26 0C), suhu udara rata-rata lantai I
mencapai 24,40 oC lebih tinggi di banding suhu rata-rata yang ada di lantai VII
yaitu mencapai 27 0C. Kelembaban udara rata-rata pada kedua lantai relatif sama
dan berada pada kategori normal (40%-60%). Pada lantai I rata-rata kelembaban
udaranya 59,50% sedangkan pada lantai VII mencapai 55%. Kelembaban udara
37
38
Kecepatan gerakan udara rata-rata dari kedua lantai masih dibawah nilai
ambang batas yaitu 0,15 – 0,25 m/dtk. Rata-rata kecepatan gerak udara pada lantai
I sebesar 0,15 m/dtk dan pada lantai VII rata-ratanya sebesar 0,23 m/dtk.
Kecepatan gerak udara sama dengan nilai ambang batas terjadi di lantai VII sayap
19 orang yang berada di lantai I dan 21 orang di lantai VII. Gambaran distribusi
menurut kelompok umur, lama bekerja dan status gizi dapat dilihat sebagai
berikut:
1) Umur Responden
Tabel 3
Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur
sebanyak 21 orang atau 53% dan berada pada lantai VII, sedangkan 19 orang atau
38
39
Tabel 4
Distribusi Responden Menurut Lama Bekerja Di Dalam Gedung
gedung 18 responden (45%) berada di dalam gedung kurang dari 8 jam sehari dan
22 responden (55 %) berada dalam gedung lebih dari 8 jam sehari. Analisa
univariat data masa kerja berdasarkan masa kerja kurang dari satu tahun dan sama
Tabel 5.
Distribusi Responden Menurut Masa Kerja
lebih dari 1 tahun sebanyak 23 orang (57,5%) dan terendah memiliki masa kerja
kurang dari 1 tahun sebanyak 17 orang (42,5%). Rata-rata masa kerja responden
di PT. Telkom Divre IV Jateng-DIY 5,6 tahun dengan standar deviasi 8,03,
dengan masa kerja termuda mencapai 0,3 tahun dan tertua 29 tahun.
39
40
Status gizi responden dapat dilihat dari Body Mass Index (BMI) yang
dihitung berdasarkan berat badan (BB) responden dibagi dengan kuadrat tinggi
badan (TB2). Rata-rata BMI dari 40 responden mencapai 21,97 pada interval
18,5–25 dalam kategori status gizi baik. Nilai BMI terendah 16,65 dalam kategori
buruk dan tertinggi 29,41 dalam kategori lebih. Distribusi nilai BMI dari 40
Tabel 6.
Distribusi Responden Menurut Status Gizi
Berdasarkan data tersebut jika dilihat dari kriteria status gizi, terdapat 1
orang atau 2,5% dalam kategori gizi buruk, 5 orang atau 12,5% gizi kurang, 26
atau 65% gizi baik dan 8 orang atau 20% dalam kategori gizi lebih. Status gizi
buruk dan kurang dialami oleh responden yang berada di lantai VII sedangkan
status gizi lebih cenderung di lantai I. Jumlah responden yang mempunyai status
40
41
Analisa univariat data SBS dari 40 responden diperoleh hasil di bawah ini.
Tabel 7.
Distribusi Responden Menurut Gejala SBS
41
42
Lanjutan Tabel 7
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
R-38 v v v v v Ya
R-39 v Tidak
R-40 v v Tidak
Jumlah 10 14 7 7 19 2 6 10 4
gejala yang dialami oleh responden dapat dilihat pada tabel 8 sebagai berikut:
Tabel 8.
Distribusi Kasus SBS Menurut Frekuensi Gejala SBS
kepala dan hidung, 60% mengalami gejala pada tenggorokan dan pada perut, 40%
mengalami gejala yang berhubungan dengan suhu, kelelahan dan batuk, serta 20%
42
43
yang diperoleh dari 40 responden terdapat 5 kasus atau 12,5% terjadi SBS (> 4
gejala), namun ada kecederungan jumlah responden yang mengalami tiga gejala
ruangan berpendingin sentral dan SBS dapat diuji melalui uji Chi square yang
a. Suhu
Ada tidaknya hubungan antara lama bekerja dengan SBS dapat dilihat
Tabel 9
Hubungan antara Suhu dengan SBS
Dengan uji chi square diperoleh nilai 2 hitung 5,839 dengan p = 0,120 >
0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara suhu dengan SBS.
b. Kelembaban
Ada tidaknya hubungan antara lama bekerja dengan SBS dapat dilihat
43
44
Tabel 10
Hubungan antara Kelembaban Udara dengan SBS
Dengan uji chi square diperoleh nilai 2 hitung 5,839 dengan p = 0,120 >
0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara kelembaban dengan gejala SBS.
Ada tidaknya hubungan antara lama bekerja dengan SBS dapat dilihat
Tabel 11
Hubungan antara Kecepatan Gerak Udara dengan SBS
Dengan uji chi square diperoleh nilai X2 hitung 5,839 dengan p = 0,120 >
0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara kecepatan gerak udara dengan gejala
SBS.
44
45
d. Debu
Ada tidaknya hubungan antara lama bekerja dengan SBS dapat dilihat
Tabel 12
Hubungan antara Kadar Debu dengan SBS
Dengan uji chi square diperoleh nilai 2 hitung 5,839 dengan p = 0,120 >
0,05, yang berarti tidak ada hubungan antara kadar debu dengan SBS.
e. Kualitas Udara (suhu, kelembaban, kecepatan gerak udara dan debu) Lantai I
Kualitas Udara dengan SBS dapat dilihat pada tabel 13. Ada tidaknya hubungan
Tabel 13
Hubungan antara Kualitas Udara dengan SBS
Tidak
Kualitas Kasus
Kasus Jumlah Nilai p OR
Udara SBS
SBS
f % F % f %
Lantai I 19 100 0 0 19 100 0.023 5.625
Lantai VII 16 76.2 5 23.8 21 100 (0.593-53.377)
Jumlah 35 87.5 5 12.5 40 100
45
46
Hasil uji chi square diperoleh X2 hitung = 5,170 dengan dk ((2-1) x (2-1)) =
1 dan pada taraf signifikansi 5% diperoleh X2 tabel = 3,84. Nilai X2 hitung > X2 tabel
dan nilai probabilitas 0,023 < 0,05, sehingga hipotesis diterima. Hal ini
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kualitas udara pada ruangan
berpendingin sentral dan SBS. Nilai koefisien contigency sebesar 0,338, sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan lemah antara kualitas udara dengan SBS.
Perhitungan odds rasio diperoleh angka sebesar 5,625, ini berarti bahwa orang
yang tinggal di lantai VII mempunyai kemungkinan untuk mengalami SBS 5,625
Ada tidaknya hubungan antara umur dengan SBS dapat dilihat hasil uji chi
Tabel 14
Hubungan antara Umur dan SBS
Dengan uji chi square diperoleh nilai 2 hitung 5,170 dengan p = 0,023 <
0,05, yang berarti ada hubungan antara umur SBS. Perhitungan odds rasio
diperoleh angka sebesar 0,178, ini berarti bahwa orang pada umur kurang dari
rata-rata (35 tahun) mempunyai kemungkinan untuk SBS 0,178 kali dibandingkan
46
47
Ada tidaknya hubungan antara lama bekerja dengan SBS dapat dilihat
Tabel 15
Hubungan antara Lama Bekerja dan SBS
Dengan uji chi square diperoleh nilai 2 hitung 2,828 dengan p = 0,093 >
0,05, yang berarti yang berarti tidak ada hubungan antara lama bekerja dan SBS.
Ada tidaknya hubungan antara status gizi dengan SBS dapat dilihat hasil
Tabel 16
Hubungan antara Status Gizi dan SBS
Tidak Kasus
Status Gizi Kasus SBS Jumlah Nilai p
SBS
f % F % F %
Buruk 1 100 0 0 1 100 0.568
Kurang 5 100 0 0 5 100
Baik 23 88.5 3 11.5 26 100
Lebih 6 75 2 25 8 100
Jumlah 35 87.5 5 12.5 40 100
Dengan uji chi square diperoleh nilai 2 hitung 2,022 dengan p = 0,568 >
0,05, yang berarti yang berarti tidak ada hubungan antara status gizi dan SBS
47
48
4.3 Pembahasan
jenis kelamin responden terdiri atas 17 orang laki-laki dan 23 orang perempuan.
dibawah umur rata-rata yang mayoritas berada di lantai VII dan 47% berumur di
di dalam ruangan atau gedung selama lebih atau sama dengan 8 jam, sehingga
semakin lama orang tinggal di dalam ruangan atau gedung yang memiliki kualitas
udara kurang baik akan mempunyai potensi mengalami gangguan kesehatan yang
disebut SBS. Sebanyak 57,5% responden memiliki masa kerja lebih atau sama
dengan 1 tahun.
Berdasarkan Body Mass Index (BMI), 65% responden memiliki status gizi
baik, 20% responden memiliki status gizi lebih, 12,5% responden memiliki status
gizi kurang dan 2,5% responden memiliki status gizi buruk. Responden dengan
status gizi buruk atau kurang akan memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah,
15). Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Tjandra Yoga Aditama (2002:
92), bahwa berbagai bahan pencemar udara dalam gedung atau ruangan dapat
48
49
Kualitas udara dalam suatu ruang atau dikenal dengan istilah indoor air
quality merupakan salah satu aspek keilmuan yang memfokuskan perhatian pada
mutu udara dalam suatu ruang dan udara yang akan dimasukkan ke dalam ruang
atau gedung yang ditempati oleh manusia, apakah udara yang dipergunakan dalam
pada pekerja yang perlu hati-hati dalam pekerjaannya, sehingga sangat diperlukan
kualitas udara (suhu, kelembaban, kecepatan gerak udara dan debu), diperoleh
gambaran di dua tempat gedung Telkom Divre IV Jateng- DIY (lantai I dan VII)
mempunyai kadar debu rata-rata dilantai I 124,46 µg/m3 yang berarti masih
dibawah nilai ambang batas (150 µg/m3), rata-rata suhu ruangan 24,4oC masih
dalam suhu ideal ruang yaitu 18-26oC, kelembaban udara rata-rata 59,95% masih
dalam kelembaban ideal ruangan yaitu 40-60% serta kecepatan gerak udara rata-
rata 0,15 m/dtk masih dibawah batas normal (0,15-0,25 m/dtk), sedangkan di
lantai VII kadar debu rata-rata mencapai 104,64 g/m2 masih di bawah nilai
ambang batas, suhu rata-rata 27oC berarti di atas suhu ideal ruangan dan
49
50
Dilihat dari empat parameter tersebut, meski secara umum masih dibawah
nilai ambang batas atau pada keadaan ideal, ternyata pada kedua tempat memiliki
kadar yang berbeda-beda terutama pada parameter kadar debu dan suhu udara.
Antara lantai I dan lantai VII memiliki kadar debu di bawah nilai ambang batas,
namun di lantai I kadar debu lebih tinggi dibanding di lantai VII. Kadar debu yang
tinggi di lantai I dikarenakan lantai I terpengaruh oleh kondisi pintu yang selalu
terbuka, sehingga debu dari luar masuk ke dalam ruangan, selain akibat sumber
debu yang memang ada pada lantai tersebut seperti dari karpet yang dipasang
pada lantai dan bahan bangunan untuk penyekat. Berbeda dengan lantai VII
sumber pencemar debu cuma berasal dari karpet lantai dan bahan bengunan untuk
penyekat.
Perbedaan suhu dari kedua lantai dipengaruhi oleh sirkulasi udara pada
masing-masing tempat. Di lantai I suhu udara tidak saja tergantung dari AC,
namun juga pengaruh dari pintu yang selalu terbuka sehingga pertukaran udara
dalam ruangan bisa terjadi secara alami. Berbeda dengan lantai VII, suhu udara
sepenuhnya diatur oleh AC, sehingga suhu tinggi (27oC) dapat dimungkinkan
karena kurangnya udara segar yang masuk ke dalam ruangan gedung, sehingga
distribusi udara yang tidak merata serta akan lebih diperburuk apabila perawatan
kelembaban, kecepatan gerak udara dan kadar debu), di empat lokasi dibanding
dengan nilai ambang batas udara, maka secara umum semua parameter kualitas
udara digedung Telkom Divre IV Jateng-DIY yang diuji masih dibawah nilai
50
51
ambang batas udara. Namun perlu diperhatikan bahwa dari keempat parameter
tersebut ada beberapa paramater yang perlu diwaspadai, yaitu suhu dan kadar
material dan dekorasi interior, sistem ventilasi dan pemanasan, keberadaan jamur
dan bakteri, gas berbahaya, radiasi, bensene-bahan kimia penyebab leukemia yang
berasal dari bahan bakar, produk-produk rumah tangga dan asap tembakau dapat
lantai selain keempat parameter udara yang diukur diperoleh gambaran sumber
kertas tisu dan pengharum ruangan. Bahan ini ternyata mengandung bahan-bahan
selaput lendir, baik di mata, hidung atau saluran pernafasan. Hal ini juga sama
seperti yang disampaikan oleh Muhamad Idham (2003), bahwa partikulat, produk-
51
52
berlangsung serta timbul selama jam kerja di lokasi tempat kerja, dan bukan kasus
IV DIY-Jateng, ternyata terjadi kasus SBS sebesar 12,5% atau 5 orang dan terjadi
di lantai VII. Keluhan atau gejala-gejala yang sebagian besar dirasakan adalah
80% responden mangalami gejala pada mata, kepala dan hidung, 60% mengalami
gejala pada tenggorokan dan pada perut, 40% mengalami gejala yang
berhubungan dengan suhu, kelelahan dan batuk, serta 20% mengalami gejala yang
distribusi udara yang ada di lantai VII tidak merata, sehingga udara segar yang
masuk ke dalam ruangan gedung sedikit dan tingkat aktivitas orang-orang dalam
responden sebanyak dua kali atau lebih dalam waktu seminggu terakhir dan gejala
ini terjadi di tempat kerja serta akan menghilang secara sendirinya setelah
meninggalkan ruang tempat kerja. Hal ini mendukung hasil penelitian yang
dilakukan EPA (1998) yang menyatakan bahwa gejala dan gangguan SBS berupa
penyakit yang tidak spesifik, tetapi menujukkan pada standar tertentu, misal
berapa kali seseorang dalam jangka waktu tertentu menderita gangguan saluran
pernafasan. Keluhan itu hanya dirasakan pada saat bekerja digedung dan
52
53
Kasus SBS 12,5% dialami oleh responden yang berada di lantai VII yang
memiliki kondisi suhu rata-rata 27oC atau diatas suhu ideal suatu ruangan dan
kelembaban 55% serta 69,8% kadar debu ruangan di bawah nilai ambang batas.
Seperti yang disampaikan oleh London Hazards Centre (1990), bahwa pada
faktor pendorong timbulnya SBS. Pada kelembaban tinggi dan dalam temperatur
hangat, keringat hasil badan tidak mampu untuk menguap sehingga temperatur
Kasus SBS yang terjadi ini juga dipengaruhi oleh kondisi ruangan yang
tidak memiliki sumber sirkulasi udara yang cukup dan tergantung dari mesin
pendingin yang dipasang. Ventilasi yang tidak cukup, maka proses pengaturan
suhu tidak secara efektif mendistribusikan udara pada penghuni ruangan sehingga
menjadi faktor pemicu timbulnya SBS. Hal ini serupa dengan temuan EPA
(1998), bahwa SBS juga disebabkan oleh sistem ventilasi udara yang tidak cukup.
Telkom Divre IV Jateng-DIY juga dipengaruhi oleh umur pada pekerja, meskipun
justru pada pekerja dengan umur relatif muda atau di bawah umur rata-rata
responden. Hal ini bisa terjadi, karena dimungkinkan ada faktor lain yang menjadi
pendorong timbulnya SBS selain faktor fisik dari lingkungan tempat kerja, seperti
yang disampaikan oleh Tjandra Yoga Aditama (2002: 94), SBS juga bisa terjadi
karena stres di tempat kerja, baik stres fisik maupun stres mental, sehingga
53
54
manajerial.
Hasil analisis data diperoleh chi square sebesar 5,170 dengan probabilitas
0,023 < 0,05 memberikan kesimpulan bahwa ada pengaruh kualitas udara dari
hubungan lemah antara kualitas udara dengan SBS. Perhitungan odds rasio
diperoleh angka sebesar 5,625, ini berarti bahwa orang yang tinggal di lantai VII
Penyebab lain terjadinya kasus SBS ini adalah akibat pencemaran yang
dikeluarkan dari alat-alat atau bahan yang digunakan di dalam gedung seperti
karpet, wallpaper, kertas tisu, pengharum ruangan, mesin foto copy, komputer
dan sumber pencemaran udara lain yang belum diukur seperti kadar gas dalam
ruangan serta tingkat mikrobiologi yang ada di sistem pendingin ruangan. Hal ini
mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh EPA (1998), yang menyatakan
bahwa ventilasi tidak cukup, zat pencemar kimia bersumber dari dalam gedung
seperti pembersih karpet, mesin foto kopi, zat pencemar kimia bersumber dari luar
gedung dan zat pencemar biologi seperti yang berasal dari pembersih karpet dapat
parameter udara yang diukur (suhu, kelembaban, kecepatan gerak udara dan kadar
54
55
dengan kasus SBS. Hal ini dimungkinkan karena kurangnya pengambilan sampel
oleh peneliti dan kasus SBS bisa juga disebabkan oleh parameter lain dari kualitas
1) Penelitian ini menggunakan angket untuk mengupas kasus SBS yang harus
dijawab oleh reponden, sehingga kerja sama dan keseriusan reponden dalam
2) Penelitian ini tidak dapat menemukan penyebab utama dari kasus SBS, hal ini
secara spesifik.
3) Penelitian ini merupakan penelitian kasus SBS awal di gedung Telkom Divre
dalam ruangan masih terbatas pada pengukuran empat parameter saja yaitu
suhu, kelembaban udara, kecepatan gerak udara dan kadar debu dalam ruang
gedung.
55
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
dengan 4 parameter (suhu, kelembaban, kecepatan gerak udara dan kadar debu) di
lantai I dan lantai VII gedung Telkom Divre IV Jateng-DIY, masih di bawah nilai
ambang batas, tetapi untuk parameter suhu rata-rata di lantai VII diatas suhu ideal
ruangan. Pada keadaan tersebut, kasus sick building syndrome (SBS) di gedung
Telkom Divre IV Jateng-DIY terjadi sebanyak 5 orang atau 12,5% dan terjadi di
lantai VII, sehingga disimpulkan ada hubungan antara kualitas udara pada ruangan
syndrome (SBS).
5.2 Saran
udara sesuai dengan suhu ideal ruangan yaitu 18-26oC dan kelembaban ideal
56
57
SBS dengan pengambilan sampel yang lebih banyak agar kekuatan tes lebih
baik.
57
DAFTAR PUSTAKA
Alan Hedge. 2003. Addressing the Psychological Aspects of Indoor Air Quality. A
Devision of the National Safety Council. 1025 Connecticil
Avenue. NW. Suite 1200. Washington, DC. Available:
http://www.epa.gov/niehs/ieqwww.txt
Boediono dan Wayan Koster. 2002. Teori Dan Aplikasi Statistika Dan Probalitas.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Emil Salim. 2002. Green Company. Jakarta: PT. Astra Internasional Tbk.
Frank C. Lu. 1995. Toksikologi Dasar. Edisi Kedua. Penerjemah: Edi Nugroho.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
London Hazards Centre. 1990. Sick Building Syndrome: causes, effects and
Control-Chapter 4. available: http://www.lhc.org.uk/sbs.htm.
i
ii
NIOSH. 1991. Indoor Air Quality and Work Environment Symtoms, Survey.
NIOSH Indoor Environmental Quality Survey. Wasington,
DC. National Institute for Occupational Safety and Health.
Available: http://www.cdc.gov/niosh/ieg.
Noviana Wirastini. 1997. Hubungan Kualitas Udara Dalam Ruangan dengan Sick
Building Syndrome pada Pekerja Wanita di Mal Blok-M
Jakarta. Thesis. Universitas Indonesia Jakarta.
Singgih Santoso. 2003. Mengatasi Berbagai Masalah dengan SPSS Versi 11.5.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Tjandra Yoga Aditama dan Tri Hastuti. 2002. Kesehatan Dan Keselamatan Kerja.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
U. S. EPA. 1998. Indoor Air Facts No.4 (Revised): Sick Building Syndrome (SBS).
Washington, D. C: U.S. Environmental Protection Agency.
Available: http://www.epa.gov/iaq/pubs/sbs.html
ii
iii
HASIL PENELITIAN
F1 F2 F3
No kode 1 1 1 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2 3 4 5
1 R-1 1 2 1 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2
2 R-2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2
3 R-3 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2
Jumlah 78 54 67
Jumlah item 15 10 12
Skor maksimum 90 60 72
kriteria B SB SB
Keterangan
F1 : Sarana dan Prasaran
F2 : Tahap Persiapan
F3 : Tahap Pelaksanaan
F4 : Tahap Evaluasi
Lampiran 3
iii
iv
Gejala
Tidak kasus Kasus Total
Suhu 24.30 Count 10 10
% within Suhu 100.0% 100.0%
24.40 Count 9 9
% within Suhu 100.0% 100.0%
26.50 Count 7 3 10
% within Suhu 70.0% 30.0% 100.0%
27.50 Count 9 2 11
% within Suhu 81.8% 18.2% 100.0%
Total Count 35 5 40
% within Suhu 87.5% 12.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 5.839a 3 .120
Likelihood Ratio 7.493 3 .058
Linear-by-Linear
3.824 1 .051
Association
N of Valid Cases 40
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 1.13.
Symmetric Measures
Asymp.
a b
Value Std. Error Approx. T Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .357 .120
Interval by Interval Pearson's R .313 .095 2.032 .049c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .277 .102 1.780 .083c
N of Valid Cases 40
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
iv
v
Gejala
Tidak kasus Kasus Total
Kelembaban 54.00 Count 9 2 11
udara % within
81.8% 18.2% 100.0%
Kelembaban udara
56.00 Count 7 3 10
% within
70.0% 30.0% 100.0%
Kelembaban udara
58.00 Count 10 10
% within
100.0% 100.0%
Kelembaban udara
61.00 Count 9 9
% within
100.0% 100.0%
Kelembaban udara
Total Count 35 5 40
% within
87.5% 12.5% 100.0%
Kelembaban udara
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 5.839a 3 .120
Likelihood Ratio 7.493 3 .058
Linear-by-Linear
2.982 1 .084
Association
N of Valid Cases 40
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 1.13.
Symmetric Measures
Asymp.
a b
Value Std. Error Approx. T Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .357 .120
Interval by Interval Pearson's R -.276 .090 -1.774 .084c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.277 .102 -1.780 .083c
N of Valid Cases 40
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
v
vi
Gejala
Tidak kasus Kasus Total
Kec. .12 Count 10 10
Gerak % within Kec.
udara 100.0% 100.0%
Gerak udara
.18 Count 9 9
% within Kec.
100.0% 100.0%
Gerak udara
.21 Count 7 3 10
% within Kec.
70.0% 30.0% 100.0%
Gerak udara
.25 Count 9 2 11
% within Kec.
81.8% 18.2% 100.0%
Gerak udara
Total Count 35 5 40
% within Kec.
87.5% 12.5% 100.0%
Gerak udara
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 5.839a 3 .120
Likelihood Ratio 7.493 3 .058
Linear-by-Linear
2.800 1 .094
Association
N of Valid Cases 40
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 1.13.
Symmetric Measures
Asymp.
a b
Value Std. Error Approx. T Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .357 .120
Interval by Interval Pearson's R .268 .091 1.714 .095c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .277 .102 1.780 .083c
N of Valid Cases 40
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
vi
vii
Gejala
Tidak kasus Kasus Total
Debu 103.87 Count 7 3 10
% within Debu 70.0% 30.0% 100.0%
105.40 Count 9 2 11
% within Debu 81.8% 18.2% 100.0%
117.96 Count 10 10
% within Debu 100.0% 100.0%
130.96 Count 9 9
% within Debu 100.0% 100.0%
Total Count 35 5 40
% within Debu 87.5% 12.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 5.839a 3 .120
Likelihood Ratio 7.493 3 .058
Linear-by-Linear
4.319 1 .038
Association
N of Valid Cases 40
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 1.13.
Symmetric Measures
Asymp.
a b
Value Std. Error Approx. T Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .357 .120
Interval by Interval Pearson's R -.333 .077 -2.175 .036c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.365 .103 -2.419 .020c
N of Valid Cases 40
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Gejala
Tidak kasus Kasus Total
Lokasi Lt1 (debu = 123,95, Count 19 19
suhu = 24,4, Klb =
59,5, kec = 0,15) % within Lokasi 100.0% 100.0%
Lantai 7 Count 16 5 21
% within Lokasi 76.2% 23.8% 100.0%
Total Count 35 5 40
% within Lokasi 87.5% 12.5% 100.0%
vii
viii
Chi-Square Tests
Symmetric Measures
Asymp.
a b
Value Std. Error Approx. T Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .338 .023
Interval by Interval Pearson's R .360 .084 2.375 .023c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .360 .084 2.375 .023c
N of Valid Cases 40
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Lokasi
(Lt1 (debu = 123,95,
5.625 .593 53.377
suhu = 24,4, Klb = 59,5,
kec = 0,15) / Lantai 7)
For cohort Gejala =
1.243 .957 1.615
Tidak kasus
For cohort Gejala =
.221 .028 1.726
Kasus
N of Valid Cases 40
viii
ix
Gejala
Tidak kasus Kasus Total
Umur Kurang dari rata-rata Count 16 5 21
% within Umur 76.2% 23.8% 100.0%
Lebih dari atau sama Count 19 19
dengan rata-rata % within Umur
100.0% 100.0%
Total Count 35 5 40
% within Umur 87.5% 12.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Symmetric Measures
Asymp.
a b
Value Std. Error Approx. T Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .338 .023
Interval by Interval Pearson's R -.360 .084 -2.375 .023c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.360 .084 -2.375 .023c
N of Valid Cases 40
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
ix
x
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Umur
(Kurang dari rata-rata /
.178 .019 1.687
Lebih dari atau sama
dengan rata-rata)
For cohort Gejala =
.804 .619 1.045
Tidak kasus
For cohort Gejala =
4.524 .579 35.331
Kasus
N of Valid Cases 40
Gejala
Tidak kasus Kasus Total
Lama bekerja Kerja >=8 Count 21 1 22
diruangan % within Lama
95.5% 4.5% 100.0%
bekerja diruangan
Kerja <8 Count 14 4 18
% within Lama
77.8% 22.2% 100.0%
bekerja diruangan
Total Count 35 5 40
% within Lama
87.5% 12.5% 100.0%
bekerja diruangan
Chi-Square Tests
x
xi
Symmetric Measures
Asymp.
a b
Value Std. Error Approx. T Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .257 .093
Interval by Interval Pearson's R .266 .140 1.700 .097c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .266 .140 1.700 .097c
N of Valid Cases 40
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Lama
bekerja diruangan 6.000 .606 59.444
(Kerja >=8 / Kerja <8)
For cohort Gejala =
1.227 .943 1.597
Tidak kasus
For cohort Gejala =
.205 .025 1.672
Kasus
N of Valid Cases 40
Gejala
Tidak kasus Kasus Total
Status Buruk Count 1 1
gizi % within Status gizi 100.0% 100.0%
Kurang Count 5 5
% within Status gizi 100.0% 100.0%
Baik Count 23 3 26
% within Status gizi 88.5% 11.5% 100.0%
Lebih Count 6 2 8
% within Status gizi 75.0% 25.0% 100.0%
Total Count 35 5 40
% within Status gizi 87.5% 12.5% 100.0%
xi
xii
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 2.022a 3 .568
Likelihood Ratio 2.548 3 .467
Linear-by-Linear
1.846 1 .174
Association
N of Valid Cases 40
a. 6 cells (75.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is .13.
Symmetric Measures
Asymp.
a b
Value Std. Error Approx. T Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .219 .568
Interval by Interval Pearson's R .218 .123 1.374 .177c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .224 .137 1.420 .164c
N of Valid Cases 40
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
10
12
8
10
6 8
6
4
4
2
Std. Dev = 3.27
Mean = 22.0 2 Std. Dev = 1.61
0 N = 40.00 Mean = 2.0
17.0 19.0 21.0 23.0 25.0 27.0 29.0 0 N = 40.00
18.0 20.0 22.0 24.0 26.0 28.0 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0
xii
xiii
Lampiran 4
xiii
xiv
xiv
xv
Lampiran 5
KUESIONER 1
EVALUASI KUALITAS UDARA DALAM RUANG
Pengukuran :
1. Suhu ........... C
2. Kelembaban Udara ........... %
3. Aliran Udara ........... m/detik
4. kadar Debu ........... mg/m
5. Luas Rungan ........... m2
Keadaan Umum :
Jenis Cahaya Alami / Buatan
Jenis AC Central / Split / Windows / Fresh air
Sumber bau yang diduga
.........................................................................................
Sumber bising yang diduga
.........................................................................................
Sumber debu yang diduga
.........................................................................................
xv
xvi
KUESIONER 2
Kode Lokasi
IDENTITAS RESPONDEN
Nama
.................................................................................................................
Alamat
.................................................................................................................
Umur
.................................................................................................................
Lama bekerja di sini ......................................... < 3 bulan / > 3 bulan
Status perkawinan 1. Menikah 2. Belum Menikah 3. Cerai
Berat Badan ...................................... Kg
Tinggi Badan ...................................... cm
PEKERJAAN
Wakyu kerja
.....................................................................................................
Apakah ada pekerjaan lainnya 1. Ya 2.
Tidak
Apakah pekerjaan itu berada di ruangan ber AC? 1. Ya 2.
Tidak
Jenis AC 1. AC window/split 2. AC sentral
Riwayat pekerjaan anda terdahulu:
....................................................................................................................................
.....
RIWAYAT KESEHATAN
xvi
xvii
Apakah anda mengalami gangguan kesehatan atau gejala penyakit selam bekerja
di sini, sebanyak 2 (dua) atau lebih dalam seminggu terakhir ? Gejala-gejala
sebagai berikut:
PERSEPSI RESPONDEN
Apakah anda biasa merokok ? 1. Ya 2.
Tidak
Apakah anda di sini merasakan bau ada rokok/bau tidak sedap ? 1. Ya 2.
Tidak
xvii
xviii
xviii