Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
net/publication/317039965
CITATIONS READS
0 1,142
3 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
TASAWUR PEMBANGUNAN BERTERASKAN ISLAM: KAJIAN BERDASARKAN HADITH DALAM KITAB SAHIH AL-BUKHARIY View project
All content following this page was uploaded by Mutiara Dwi Sari on 22 May 2017.
ABSTRACT
Indonesia is the country with a population of about 237 million people and
204 million people are Muslims. This amount makes Indonesia as the largest
Muslim nation in the world and thus has huge potential for the development of
Islamic (i.e Islamc Banking). However, Indonesia is not a country with an Islamic
ideology, but is a country with an ideology of Pancasila which basically shows the
characteristics of a secular country with a fully capitalist financial system.
Therefore the establishment of a Sharia banking in this country requires a long
fight and stand is quite late compared to countries with a majority Muslim
population. What caused the delay in the establishment of Sharia banking in
Indonesia? What are the issues and the problems behind the establishment of
Sharia banking in Indonesia? This paper aims to identify issues and problems
behind the establishment of Sharia banking and how the issue is resolved until
finally Sharia banking established. The history of how the struggle of Sharia
banking establishments do, who and which groups were involved in the
establishment of sharia banking in Indonesia will also be presented. This paper is
based on historical data and secondary data were analyzed using content
analysis. Research results found a political issue, a lack of government support,
legal issues, social problems, economic problems (lack of capital) and debate
among legal scholars about halal-haram interest of conventional banks was
partly responsible for the delay in the establishment of Sharia banking Indonesia.
1
Lecturer pada Fakulti Sains Sosial, University College Bestari, Putera Jaya, 22100, Terengganu,
Malaysia. Email: mutiara_dwisari@yahoo.com. Telp. +609-6097101 atau +6096097107
2
Lecturer di Pusat kajian Pengurusan Pembangunan Islam (ISDEV), Universiti Sains Malaysia,
Pulau Pinang.
3
Lecturer di bagian Perancangan Pengurusan Pembangunan (PPP), Pusat Pengajian Sains
Kemasyarakatan Universiti Sains Malaysia, Pulau Pinang.
ABSTRAK
Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk sekitar 237 orang dan 87
peratus (204 juta adalah Muslim). Jumlah ini menjadikan Indonesia sebagai
negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia dan merupakan potensi bagi
pengembangan sistem keuangan Islam. Meskipun demikian Indonesia bukanlah
sebuah negara Islam tetapi negara yang mempunyai ideologi Pancasila dan secara
asasnya menunjukkan ciri sebuah negara sekuler dengan sistem keuangan negara
yang sepenuhnya kapitalis. Oleh itu pendirian sebuah perbankan Syari’ah di
negara ini memerlukan perjuangan yang panjang dan pendiriannya dikatakan agak
terlambat berbanding negara dengan mayoritas penduduk Muslim lainnya.
Apakah yang menyebabkan terlambatnya pendirian perbankan Syari’ah di
Indonesia? Apakah yang menjadi isu dan masalah-masalah disebalik pendirian
perbankan Syari’ah di Indonesia? Tulisan ini bertujuan untuk mengenal pasti isu
dan masalah dibalik pendirian perbankan Syari’ah dan bagaimanakah isu tersebut
diselesaikan sehingga perbankan Syari’ah akhirnya berhasil didirikan. Sejarah
perjuangan pendirian perbankan Syari’ah di Indonesia, siapakah dan kelompok
manakah yang berperanan penting dalam usaha mendirikan perbankan Syari’ah
juga akan dikemukakan. Tulisan ini merupakan kajian arkib sejarah dengan data
sekunder yang dianalisa dengan analisa kandungan (content analysis). Hasil
penelitian mendapati isu politik, kurangya dukungan pemerintah, isu undang-
undang, masalah sosial masyarakat, masalah ekonomi (kurangnya modal) dan
perdebatan dalam kalangan ulama tentang hukum halal-haramnya bunga bank
konvensional merupakan isu dan masalah yang melambatkan pendirian perbankan
Syari’ah di Indonesia. Pendirian perbankan Syari’ah datang daripada arus bawah
dan dibagikan kepada tiga fasa. Fasa tersebut adalah fasa ide atau pemikiran, fasa
[32] Mutiara Dwi Sari, Zakaria Bahari, Zahri Hamat Isu-isu Dibalik Pendirian Bank Syari’ah
pemikiran semula dan fasa pendirian serta pematangan konsep perbankan syari’ah
di Indonesia.
[34] Mutiara Dwi Sari, Zakaria Bahari, Zahri Hamat Isu-isu Dibalik Pendirian Bank Syari’ah
swasta juga menyumbang terhadap Islam antaranya di Eropa, Amerika dan
perkembangan perbankan Syari’ah. Australia. (Ebrahim dan Tan kai Joo,
Perbankan Syar’ah swasta pertama kali 2001). Ini menunjukkan penerimaan
didirikan pada tahun 1975 adalah masyarakat dunia terhadap sistem
Dubai Islamic Bank yang didirikan perbankan Syari’ah yang cukup baik.
oleh sekelompok usahawan Muslim Bahkan, Citibank yang merupakan
dari pelbagai negara. Pada tahun ini salah satu bank terbesar di Amerika
juga ditubuhkan Internasional telah membuka Islamic window,
Development Bank (IDB) di Jeddah. diikuti dengan HSBC (Hongkong) dan
Pada masa yang sama Faysal Islamic ABN AMRO (Belanda) (Wilson,
Bank di Mesir dan Sudan juga 1994).
didirikan. Mendekati awal dekad Tabel 1 memaparkan secara
1980-an, bank-bank Syari’ah tidak terperinci pendirian perbankan
hanya bermunculan di negara-negara Syari’ah modern yang terawal baik di
mayoritas Islam tetapi juga negara mayoritas Islam maupun bukan
bermunculan di negara-negara bukan Islam.
[36] Mutiara Dwi Sari, Zakaria Bahari, Zahri Hamat Isu-isu Dibalik Pendirian Bank Syari’ah
30 1983 Guinea Banque Islamique de Guinea
31 1983 Senegal Banque Islamique du Senegal
(Sumber: Sudin Haron & Bala Shanmugam, 1997; Lewis & Algaoud, 2001 dan
berbagai sumber isu dengan modifikasi sendiri).
[38] Mutiara Dwi Sari, Zakaria Bahari, Zahri Hamat Isu-isu Dibalik Pendirian Bank Syari’ah
Tabel 1 memaparkan urutan terlihat terlambat berbanding negara
pendirian perbankan Syari’ah mayoritas Islam lainnya. Misalnya
menurut tahun terawal didirikan baik dibandingkan dengan Malaysia yang
di negara mayoritas Islam maupun telah memiliki perbankan
bukan Islam. Selain berbentuk full Syari’ahnya pada tahun 1983.
pledge system juga terdapat yang Bahkan dengan negara bukan
berbentuk dual system. Terlihat Muslim seperti Filipina yang telah
Philippine Amanah Bank pada 1973 menerapkan sistem syari’ah pada
dalam operasinya telah salah satu bank mereka berawal
mengamalkan sistem syari’ah tahun 1973 (dual banking system).
melalui dual banking system iaitu Mohamed Ariff (1998) berpendapat
dengan tetap mengekalkan sistem keterlambatan pendirian perbankan
konvensional disamping sistem Syari’ah di Indonesia bukanlah
Islam. Luxemburg tercatat antara sesuatu yang mengherankan. Ia
negara bukan Islam terawal berhujah bahwa
mendirikan bank Syari’ah iaitu pada terdapat dua syarat yang paling asas
tahun 1978 (Islamic Banking System untuk kesuksesan pendirian sebuah
International Holdings), diikuti bank Syariah. Kedua syarat asas
Switzerland tahun 1981 (Dar al-Mal tersebut yaitu, pertama dukungan
al-Islami) dan Denmark (1983). Pada masyarakat Islam yang sadar akan
era 1990-an potensi perbankan kepentingan penerapan sistem
Syari’ah semakin terlihat dengan Syari’ah dalam aktivitas keuangan
meningkatnya permintaan pasar mereka sehari-hari. Kedua adanya
terhadap sistem perbankan Syari’ah. kekuatan politik (political will) atau
Sehingga telah menarik bank-bank dukungan penuh pemerintah yang
konvensional untuk membuka unit- bersimpati dengan perjuangan Islam.
unit Islam mereka (Islamic window). Namun kedua faktor ini tidak
Berdasarkan Tabel 1, kedudukan dimiliki oleh Indonesia pada masa
perbankan Syari’ah di Indonesia, tersebut. Ini juga seiring dengan yang
baru wujud pada tahun 1992 iaitu dikatakan oleh Muhammad Umar
dengan didirikannya Bank Muamalat Chapra (1987); Sudin Haron dan
Indonesia (BMI). Pendirian ini KuMadji Yamirudeng (2003), selain
[40] Mutiara Dwi Sari, Zakaria Bahari, Zahri Hamat Isu-isu Dibalik Pendirian Bank Syari’ah
sebuah negara sekuler dengan sistem tinggi, modern dan tinggal di
moneter negara yang sepenuhnya kawasan bandar dan termasuk dalam
kapitalis (Pilot Sagaran Antonio, kalangan middle class. Manakala
1992). Sementara itu dilihat dari sisi santri fundamentalis atau tradisional
masyarakat Muslimnya, secara biasanya mereka yang berlatar
umum dibagikan ke dalam dua sub- belakang pendidikan agama dan
grup utama: Pertama, abangan dan tinggal di perkampungan atau
kedua, santri. Santri dan abangan pesantren-pesantren dan cenderung
adalah sebuah istilah sosiologis yang conservative. Kemudian yang
mana oleh Mohamed Ariff (19880; terakhir ada lagi yang termasuk
Geertz (1960) abangan didefinisikan dalam kelompok Muslim santri
sebagai suatu sebutan bagi Muslim mistik.
yang tidak taat dalam menjalankan Terdapat persamaan sejarah
agama, terutama dalam wilayah Indonesia dengan Malaysia yaitu
ubudiyah. Istilah abangan ini tentang pengistilahan middle class
merujuk kepada umat Islam yang dikalangan Melayu Muslim di
kononnya tidak mengamalkan agama Malaysia yaitu masa antara 1970-
mereka. Dalam istilah sehari-hari 1990 an atau masa pemberlakuan
Muslim abangan disebut juga dengan Dasar Ekonomi Baru (DEB) di
Islam Kartu Tanda Penduduk (KTP). Malaysia. Dasar ini telah membuka
Manakala santri ialah sebutan untuk peluang peluang pendidikan dan
Muslim yang taat dalam menjalankan ekonomi bagi kaum Melayu
agama. Istilah santri ini (Muslim). Sebagian mereka
didefenisikan sebagai umat berkesempatan untuk mendapatkan
Islam yang saleh yang hidup pendidikan di luar negeri.
dengan menjalankan nilai-nilai Sekembalinya mereka dengan
Islam. Lebih lanjut (Mohamed Ariff berbagai latar belakang pendidikan,
1988) mengatakan Muslim santri kalangan ini telah membentuk
tersebut berfragmentasi pula kepada struktur kelas tersendiri yakni apa
beberapa bagian, pertama santri elit yang diistilahkan oleh Kahn (1996) ;
atau reformis yaitu mereka yang Crouch (1996) sebagai middle class.
kategori ini biasanya berpendidikan Mereka yang tergabung dalam
[42] Mutiara Dwi Sari, Zakaria Bahari, Zahri Hamat Isu-isu Dibalik Pendirian Bank Syari’ah
Keadaan ini berbeda dengan Fasa pertama usaha pendirian
Malaysia dan negara-negara Islam perbankan Syari’ah Indonesia
lainnya seperti Iran, Sudan, Jordan, hakikatnya telah bermula pada tahun
Kuwait, Arab Saudi dan negara- 1930-an tepatnya pada tahun 1937
negara Timur Tengah lainnya merupakan fasa sebelum
gerakan mendukung pendirian kemerdekaan, dimulai dengan apa
Perbankan Syari’ah datang dari atas yang disebut sebagai fasa pemikiran
atau pemerintah (up-botom) (Osman atau teoretikal. Pada masa ini adalah
Ahmed 1990, Ramdan Shallah, 1990; masa yang paling sukar dimana
Wilson, 1990, Hossein Aryan, 1990; hubungan pemerintah (penjajahan
Gierath 1990; Wilson 1990). Belanda) dengan Islam sangat
Sehingga dengan keadaan ini dingin. Rezim yang berkuasa pada
menjadikan pendirian perbankan masa ini cenderung mengkaitkan
Syari’ah dinegara-negara tersebut perbankan Syari’ah dengan Islamic
menjadi agak lebih mudah fundamentalism atau gerakan Islam
berbanding dengan keadaan di garis keras. Ketua Muhammadiyah
Indonesia. pada masa itu K.H. Mas Mansur
yang pertama mulai melontarkan ide
Pendirian Perbankan Syari’ah tentang perbankan Syari’ah. Seiring
Indonesia dengan itu, dalam kalangan umat
Untuk menganalisis isu-isu Islam sendiri muncul reaksi dan
disebalik pendirian perbankan perdebatan diantara tokoh-tokoh
Syari’ah, penulis membagikan sosialis dan para ulama tentang
pendirian perbankan Syari’ah ke hukum bunga bank konvensional.
dalam tiga fasa. Fasa pertama Perdebatan awal yang paling
merupakan fasa pemikiran, fasa menonjol ketika itu antara
kedua merupakan fasa persiapan dan Muhammad Hatta (kaum sosialis)
pendirian. Fasa ketiga adalah fasa dan K. H. Mas Mansur (kaum
setelah pendirian (pematangan ulama). Pendapat pertama dari
konsep dan pengaturan). kalangan muslim yang cenderung
sosialis adalah menghalalkan bunga
1. Fasa Pertama, (Fasa Pemikiran) bank konvensional karena bersifat
[44] Mutiara Dwi Sari, Zakaria Bahari, Zahri Hamat Isu-isu Dibalik Pendirian Bank Syari’ah
pertumbuhan Perbankan Syari’ah di Selain isu politik, isu legal atau
Indonesia. undang-undang menjadi penghalang
Hingga tahun 1960-an, masa pendirian perbankan Syari’ah. Hal
setelah kemerdekaan dan masa orde ini karena dominasi sistem bunga
lama (ORLA) yang dipimpin oleh dalam praktik perbankan Indonesia
Soekarno, perbankan Syari’ah hanya sangat kuat yang didukung oleh
menjadi perbincangan teoretikal Undang-Undang No 14 tahun 1967
semata-mata dalam kalangan ulama tentang perbankan. Dalam undang-
dan cendekiawan Muslim. Belum undang ini dinyatakan dengan jelas,
ada langkah nyata dan perencanaan setiap perbankan di Indonesia
yang jelas bagi mengimplementasi mestilah beroperasi dengan
gagasan tersebut meskipun telah menggunakan sistem bunga.
muncul kesadaran perlunya Kemudian, menjelang pada tahun
perbankan Syari’ah sebagai salah 1968 organisasi Islam
satu solusi bagi masalah ekonomi Muhammadiyah memutuskan bunga
untuk menghasilkan kesejahteraan bank adalah mutasyabihat atau
sosial dinegara-negara Islam (Adrian sesuatu yang belum jelas hukumnya
Sutedi, 2009). Pada masa ini namun organisasi ini tetap
perjuangan lebih kepada pemikiran mengupayakan terwujudnya lembaga
dengan mengeluarkan berbagai buku perbankan sesuai dengan kaedah
dan tulisan-tulisan mengenai Islam (Muhammad Syafii Antonio,
ekonomi Islam, terutama 2005). Tahun 1969 gerakan
pembahasan tentang pinjaman tanpa pendirian perbankan Syari’ah
bunga atau riba yang diterbitkan oleh semakin giat dijalankan, setelah
intelektual dan cendekiawan Islam. diadakannya konferensi negara-
Kebanyakan penulis buku-buku negara Islam di Kuala Lumpur,
tersebut adalah para penggiat antaranya memutuskan agar dibentuk
daripada partai Islam yang berfikiran bank Islam yang bersih dari sistem
maju yang dikaitkan dan riba dalam waktu secepat mungkin
dihubungkan dengan gerakan (Heri Sudarsono, 2005). Kemudian
Ikhwanul Muslimin di Mesir. didukung pula dengan
ditubuhkannya Bank Pembangunan
[46] Mutiara Dwi Sari, Zakaria Bahari, Zahri Hamat Isu-isu Dibalik Pendirian Bank Syari’ah
kehidupan tidak positif daripada masyarakat umum
mempunyai tempat dalam tatanegara dan dukungan daripada pemerintah
Indonesia. Kesemua ini disebabkan (Mohamad Nur Yasin, 2010). Hal ini
oleh lemahnya komitmen masyarakat diakui oleh ketua MUI pada masa
umum dan ditambah lagi dengan itu, kurangnya political will
absennya dukungan pemerintah pemerintah dengan alasan
(Mohamed Ariff, 1998). disebabkan fobia dengan perkataan
”Islam” itu yang seolah-olah
2. Fasa Kedua (Fasa Persiapan dan mencerminkan ekstrim dan
Pendirian) fundamentalism dan mengandung
Pada tahun 1980-an ulama dan unsur SARA (Suku Agama dan Ras)
para cendekiawan Muslim Indonesia yang dikhawatirkan mengancam
kembali lagi mengemukakan ide kestabilan negara.
tentang kemungkinan pendirian Bergerak kepada tahun 1982
perbankan Syari’ah. Keinginan itu hubungan pemerintah dengan Islam
semakin memuncak dengan melihat sedikit mencair meskipun belum
keberhasilan negara jiran Malaysia sampai pada tahap yang ideal.
dan negara-negara Muslim lainnya Seiring dengan mendinginnya situasi
yang telah berhasil menubuhkan politik pada masa itu, dimana
perbankan Syari’ah. Oleh itu usaha Soeharto (ORBA) mulai kehilangan
kali ini nampak lebih aktif, namun dukungan dari Angkatan Bersenjata
kembali gagal dengan situasi politik Republik Indonesia (ABRI) yang
pada masa itu yang tetap panas menjadi penyokong kuatnya selama
terutama berkaitan dengan upaya ini. Keadaan ini situasi ini memaksa
pemerintah yang mewajibkan pemerintah (Soeharto) untuk beralih
dipakainya asas tunggal Pancasila meraih dukungan dan legitimasi
bagi semua organisasi sosial alternatif daripada pihak lain. Antara
kemasyarakatan maupun organisasi pihak lain tersebut adalah kalangan
politik. Oleh karena situasi seperti intelektual dan cendekiawan Islam
ini, maka dapat dimaklumi jika untuk mempertahankan legasi
gagasan mengenai perbankan dengan kekuasaanya. Dalam konteks inilah
kata “Islam” tidak mendapat respon banyak konsesi diberikan kepada
[48] Mutiara Dwi Sari, Zakaria Bahari, Zahri Hamat Isu-isu Dibalik Pendirian Bank Syari’ah
pensiun tiga perusahaan besar Kelompok kerja yang dimaksud
dibawah kepimpinannya. Dana juga dinamakan tim perbankan MUI dan
diperolehi daripada hasil sumbangan mempersiapkan segala sesuatu yang
perusahan-persuahaan besar swasta berkaitan dengan pendirian bank
dan juga dari yayasan pribadi yang Syari’ah tersebut (Perwata Admadja
dimiliki oleh Soeharto. Sebagai dan Muhammad Syafii Antonio,
percubaan awal gagasan perbankan 1999) termasuklah tugas untuk
Syari’ah ini dipraktekkan dalam melakukan pendekatan konsultasi
skala relatif terbatas dan bersifat dengan semua pihak yang terkait
lokal. Antara lembaga yang (Muhammad Syafii Antonio, 2001).
ditubuhkan sebagai percubaan Setelah semua isu diatas selesai,
tersebut ialah Bait-At-Tamwil di maka timbul lagi isu masalah nama
Institut Teknologi Bandung (ITB) perbankan”Islam”, yang mana
Bandung, Koperasi Rhido Ghusti sebagaimana pernyataan ketua MUI
Jakarta, BPRS Nahdhatul Ulama Hasan Basri dalam Iwan Triyuwono
(NU), BPRS Muhammadiyah (2000) Soeharto pada masa itu tetap
(Adrian Sutedi, 2009). “alergi” atau tidak setuju dengan
Tindakan lebih khas mengenai penggunaan kata “Islam” yang
pendirian perbankan Syari’ah dikaitkan dengan isu fundamentalism
peringkat negara baru intensif dan kekhawatirannya akan
dilakukan pada tahun 1990. Pada menimbulkan ketidaknyamanan
tahun ini diadakan sebuah seminar dalam kalangan masyarakat
MUI yang membahas tentang Indonesia terdiri daripada berbagai
perbankan dan bunga bank dan agama dan suku bangsa. Berdasarkan
hasilnya menyetujui pendirian hal ini masih terlihat adanya sikap
perbankan yang bebas daripada kecurigaan dan kekhawatiran
bunga. Kemudian dilanjutkan dengan pemerintah. Keadaan ini
Musyawarah nasional MUI IV dan menyebabkan tim perbankan MUI
memutuskan untuk membentuk bertindak behati-hati karena
sebuah kelompok kerja sebagai diketahui ada beberapa pihak yang
bentuk persiapan lengkap bagi anti Islam yang bukan sahaja dari
pendirian perbankan Syari’ah ini. kalangan bukan Islam tetapi juga dari
[50] Mutiara Dwi Sari, Zakaria Bahari, Zahri Hamat Isu-isu Dibalik Pendirian Bank Syari’ah
merubah Undang-Undang Tahun membuka produk Syari’ah mereka
1992 tersebut dan mengeluarkan disamping tetap mempertahankan
undang-undang No. 10 Tahun 1998 sistem konvensional. Oleh itulah
tentang perbankan Indonesia yang meskipun tahun 1992 telah wujud
memberikan landasan hukum yang bank Islam di Indonesia, namun
lebih kuat bagi keberadaan sistem menurut Dian Ediana Rae (2008);
perbankan Syari’ah. Tidak seperti Bank Indonesia (2002) ,
dalam Undang-Undang Tahun 1992 perkembangan perbankan Syari’ah
dimana istilah perbankan Syari’ah yang signifikan baru terjadi setelah
dinyatakan secara implisit, dalam diberlakukannya Undang-Undang
undang-undang ini penyebutan ”bank No. 10 Tahun 1998 tentang
berdasarkan prinsip bagi hasil” telah perubahan Undang-Undang No. 7
diubah menjadi ”bank berdasarkan Tahun 1992.
prinsip Syari’ah” atau yang disingkat
”Perbankan Syari’ah”. Berdasarkan Isu-isu Utama dalam Pendirian
undang-undang ini, secara resmi atau Perbankan Syari’ah Indonesia
secara undang-undang istilah Dari uraian diatas dapat
perbankan Islam di Indoensia disebut disimpulkan ide untuk mendirikan
dengan perbankan Syari’ah. Dalam perbankan Syari’ah sudah mulai
undang-undang ini juga dinyatakan dikemukakan dan diperjuangkan
bank-bank yang ada mendapatkan sejak dari zaman sebelum
kesempatan yang lebih luas untuk kemerdekaan. Namun, terdapat isu-
menyelenggarakan aktivitasnya isu yang menghalangi usaha
dengan diizinkan menjalankan pendirian tersebut. Isu pertama
aktivitas dual banking system. adalah isu agama iaitu masalah halal-
Adanya dual banking system yang haram bunga riba, kedua isu legal,
mana bank konvensional dibolehkan ketiga isu politik, sosial masyarakat
membuka Unit Usaha Syari’ah atau dan terakhir isu sumber keuangan
Islamic window. Peraturan ini seperti (modal) (Pilot Antonio Sagaran,
momentum dan telah membuka 1992). Isu halal haram, iaitu umat
kesempatan yang luas bagi Islam dan para ulama terlalu lama
perbankan konvensional yang ingin terpaku dan sibuk berdebat sesama
[52] Mutiara Dwi Sari, Zakaria Bahari, Zahri Hamat Isu-isu Dibalik Pendirian Bank Syari’ah
Keempat adalah isu sosial Isu terakhir iaitu isu keuangan
masyarakat. Mohamed Ariff (1998) atau dana modal untuk menubuhkan
membuat kesimpulan tentang perbankan Syari’ah. Sebagai contoh
masyarakat Muslim Indonesia iaitu kurangnya dukungan pemerintah dan
penduduk Muslim mempunyai undang-undang perbankan Indonesia
pengaruh politik yang kuat hanya yang berlaku pada masa itu
disebabkan oleh populasinya menyebabkan terhadnya bank-bank
(kuantiti), namun kekurangan tekad asing yang ingin membuka
untuk membawa perubahan institusi cabangnya di Indonesia. Situasi ini
menurut garis Islam. Pengaruh sosial turut mengakibatkan terbatasnya
ini meliputi antara lain kepercayaan aliran masuk dana dari luar negeri.
nilai yang dianut, sikap dan pendirian Sehingga menimbulkan masalah
masyarakat (Muhammad, 2005). ekonomi (modal) iaitu menyukarkan
Termasuklah kebiasaan masyarakat pengumpulan aliran dana yang besar
yang menggunakan perkhidmatan yang sangat di perlukan bagi
perbankan konvensional. Sebagai pendirian sebuah bank. Padahal pada
pengetahuan, bank pertama di masa itu banyak tawaran daripada
Indonesia de Javasche bank yang bank-bank di Timur Tengah yang
ditubuhkan pada tahun 1972 murni ingin membuka cabang perbankan
menjalankan prinsip konvensional Syari’ah mereka dan menunjukkan
dalam operasinya. Akibatnya minat menanamkan modal dalam
menurut Heri Sudarsono (2005) bidang keuangan Islam di Indonesia
masyarakat menjadi sangat terbiasa (Dawam Rahardjo, 1998).
dengan sistem bunga bank, tidak
terkecuali umat Islam. Mereka KESIMPULAN
menerimanya sebagai suatu sistem Usaha pendirian perbankan
ekonomi yang wajar dilakukan. Syari’ah Indonesia hakikatnya telah
Justru, dengan menggunakan dimulai jauh sebelum perbankan
perkhidmatan Perbankan Syari’ah Syari’ah berhasil didirikan. Rentang
tanpa bunga, mereka kurang yakin masa tersebut adalah antara tahun
dan kurang tertarik. 1930 hingga 1992 iaitu masa
perbankan Syari’ah pertama di
[54] Mutiara Dwi Sari, Zakaria Bahari, Zahri Hamat Isu-isu Dibalik Pendirian Bank Syari’ah
Bachtiar Effendy. (1998). Islam dan Hamoud, S.H. (1985). Islamic
negara: transformasi pemikiran Banking, London: Arabian
dan praktek politik Islam di Information Ltd
Indonesia, Jakarta: Paramadina. .Hairus salim, (2004). Sejarah
Dawam Rahardjo. (2002). Bank kebijaksanaan kerukunan dalam
Islam, dalam Ensiklopedia tematis Basis tahun ke-53, No .01-02.
dunia Islam. Jakarta: PT Ichtiar Januari-Februari pp. 37-38.
Baru Van Houve. Heri Sudarsono, 2005, Bank dan
Dawam Rahardjo. (1998). The Lembaga Keuangan Syariah
question of Islamic Banking in (Deskriptip dan Ilustratip),
Indonesia. Dalam Mohamed Ariff Yogyakarta: Penerbit Ekonisia.
(Eds.). Islamic banking in Iwan Triyuwono (2000). Organisasi
Southest Asia, Singapore, Institute dan akuntansi Syari’ah.
of Southeast Asian Studies. Yogyakarta: Penerbit LKiS.
Dian Ediana Rae. (2008). Arah Kahn, J. S. (1996). The middle class
perkembangan hukum perbankan as a field of ethnological study.
Syari’ah, Buletin hukum Dalam Muhammad Ikmal Said &
perbankan dan kebanksentralan, Zahid Emby (Eds.). Malaysia:
6(1). 1-7. Critical perspective, Essay in
Erol, C. & Bdour, R. E. (1989). Honour of Syed Husin Ali (pp:12-
Attitude,behavior and patronage 33). Petaling Jaya: Malaysian
factors of bank customers towards Social Science Association.
Islamic banks. International Sudin Haron dan KuMadji
Journal of Bank Marketing, 7(6), Yamirudeng (2003). Islamic
31-37. banking in Thailand: Prospects
Ebrahim, M.S & Tan kai Joo. (2001). and challenges. International
Islamic banking in Brunei Journal of Islamic Financial
Darussalam. International Journal Services, 5 (2).
of Social Economics, 28(7), 314- Sudin Haron. (2005). Sistem
337. keuangan dan Perbankan
Syari’ah. Kuala Lumpur: Kuala
[56] Mutiara Dwi Sari, Zakaria Bahari, Zahri Hamat Isu-isu Dibalik Pendirian Bank Syari’ah
Universiti Islam Antarabangsa
tahun. Tidak diterbitkan.
Perwata Atmadja & Muhammad
Syafi’i Antonio (1999). Apa &
Bagaimana Bank Islam,
Yogyakarta: Dana Bhakti Prima.
Wouters, P. (2007) . Islamic banking
in Turkey, Indonesia and
Pakistan: A comparison with
Malayisa. Islamic Finance News,
4 (42).