Вы находитесь на странице: 1из 11

J.

Sains dan Teknologi Pangan (JSTP ) ISSN: 2527-6271 2017


J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 2, No.5, P. 844-854, Th. 2017

PENILAIAN UMUR SIMPAN PRODUK MIE SAGU UBI JALAR YANG DITAMBAHKAN
CAMPURAN BUBUR RUMPUT LAUT(Eucheuma cottonii) DAN KULIT BUAH NAGA
(Hylocereus polyrhizus sp.) MENGGUNAKAN ANALISIS SENSORIK
[Shelf Life Assesment of Noodle Made from Sago and Sweet Potato Mixture with the Addition of Seaweed
(Eucheuma cottonii) and Dragon Fruit (Hylocereus polyrhizus sp.) Peel Slurry using Sensory Analysis]
Nurlia1)*, Sri Wahyuni1), Nur Asyik1)
1)Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Halu Oleo

*Email: nurlia.gizmas@gmail.com ; Telp: +6282293273387

ABSTRACT

Noodle products commonly known in Indonesia comes in the form of wet noodles with a relatively short shelf life.
One preservative alternative to extend the noodles’ shelf life is the dragon fruit peel slurry. The purpose of this
study was to determine the shelf life of noodles made from sago and sweet potato mixture with the addition of
dragon fruit peel slurry. This research used a completely randomized design with five treatments, i.e. P1 = 20 g of
dragon fruit peel slurry, P2 = 25 g of dragon fruit peel slurry, P3 = 30 g of dragon fruit peel slurry, P4 = 35 g of
dragon fruit peel slurry, and P5 = 40 g of dragon fruit peel slurry. The results show that the storage time of wet
noodle product at 4oC temperature was six days and the storage time at 27oC was three days. The proposed
noodles made from sago and sweet potato mixture with the addition of dragon fruit peel slurry was favored by
panelist; therefore, the noodles were expected to be consumed widely and as one of the functional foods.

Keywords: Sago based noodle, sweet potato, dragon peel, shelf life.

ABSTRAK
Produk mie yang dikenal oleh masyarakat di Indonesia salah satunya adalah mie basah. Mie basah
memiliki umur simpan relatif singkat. Salah satu pengawet yang dapat digunakan untuk memperpanjang umur
simpan mie adalah bubur kulit buah naga. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan umur simpan mie sagu
ubi jalar yang diformulasi dengan tambahan bubur kulit buah naga. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Lenagkap (RAL) dengan 5 perlakuan yaitu P1, P2, P3, P4 dan P5. yaitu P1 = bubur kulit buah naga 20 g, P2 =
bubur kulit buah naga 25 g, P3 = bubur kulit buah naga 30 g,P4 = bubir kul;it buah naga 35 g, P5 = bubur kulit
buah naga 40 g. Penilaian yang dilakukan menunjukkan bahwa lama penyimpanan produk mie basah pada suhu
4oC bertahan selama 6 hari dan lama penyimpanan pada suhu 27oC selama 3 hari. Hasil penelitian menunjukan
bahwa produk mie sagu ubi jalar yang diformulasi dengan bubur kulit buah naga disukai dan diterima oleh panelis
sehingga diharapkan dapat menjadi produk mie yang diterima oleh secara luas dan menjadi pangan fungsional..
Kata Kunci: Mie sagu ubi jalar, kulit buah naga, umur simpan.

PENDAHULUAN
Produk mie yang dikenal oleh masyarakat di Indonesia salah satunya adalah mie basah. Di Indonesia,
mie basah dikenal sebagai mie kuning atau mie bakso. Pada tahun 2008 total produksi mie Indonesia, baik mie

844 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP ) ISSN: 2527-6271 2017
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 2, No.5, P. 844-854, Th. 2017

instan, mie kering dan mie basah mencapai 1,6 juta ton, pada tahun 2013 produksinya telah mencapai 2 juta ton
dan pada tahun 2014 mencapai 2,2 juta ton (Amin, 2014). Semakin meningkatnya produksi mie di Indonesia maka
akan meningkatkan inpor terigu. Alternatif untuk mengurangi inpor terigu di Indonesia adalah dengan
memanfaatkan pangan lokal sagu, ubi jalar orange (Ipomoea batatas L) dan rumput laut menjadi produk pangan
fungsional. Mie sagu mempunyai kandungan resistant starch atau pati tak tercerna lebih besar dibandingkan
dengan mie instan. Kadar resistant starch dalam mie sagu sekitar 45 miligram/gram atau 4-5 kali lebih besar
dibanding mie instan. Selain itu mie sagu juga memiliki kandungan indeks glikemik yang rendah sehingga baik
untuk penderita diabetes maupun mereka yang melakukan diet (Purwani et al., 2006).
Mie basah memiliki kadar air mencapai 52 % sehingga daya tahan simpannya relatif singkat (10-12 jam
pada suhu kamar) (Sihombing, 2007). Salah satu pengawet yang dapat digunakan untuk memperpanjang umur
simpan mie adalah kulit buah naga. Buah naga merah hanya dimanfaatkan buahnya saja, sedangkan limbah
kulitnya yang berjumlah 30-35% berat buah hanya menjadi limbah dan pakan ternak. Handayani dan Rahmawati
(2012) menyatakan bahwa kulit buah naga dapat diaplikasikan sebagai pewarna alami bahan makanan. Kulit
buah naga mengandung pigmen antosianin yang memiliki aktivitas antioksidan yang dapat menghambat aktifitas
proses oksidasi. Selain sebagai antibakteri, antosianin merupakan zat warna yang berperan memberikan warna
ungu, berpotensi menjadi pewarna alami untuk pangan dan dapat dijadikan alternatif pengganti pewarna sintetis
yang lebih aman bagi kesehatan (Citramukti, 2008). (Wahdaningsih et al., 2014), terdapat kandungan betasianin
sebesar (150.46 ± 2.19 mg/100 g) dan pektin sebesar 10.8% (Jamilah et al., 2011). Selain Betasianin dan
antosianin merupakan senyawa yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan.
Ekstrak kulit buah naga merah mengandung antosianin sebesar 26,46 ppm dan memiliki aktivitas
antioksidan sebesar 53.71% (Pribadi et al., 2014). Kulit buah naga mengandung pigmen betalain yang mudah
terdegradasi, labil terhadap panas, dan memiliki stabilitas struktur yang rendah (Priatni dan Aulia, 2015). Oleh
karena itu untuk meanfaatkan kulit buah naga yang slama ini terbuang percuma perlu di lakukan penelitian
mengenai pengaruh penambahan kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus sp) yang bertujuan untuk
memperpanjang daya simpan pada produk mie sagu ubi jalar.

BAHAN DAN METODE


A. Bahan
Bahan yang digunakan terdiri atas tepung sagu (Metroxylon sp.), ubi jalar orange (Ipomea batatas L.),
rumput laut (Eucheuma cottonii) dan kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus sp). Bahan pendukung meliputi,
carboxy methyl cellulose (CMC), garam, dan air.

845 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP ) ISSN: 2527-6271 2017
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 2, No.5, P. 844-854, Th. 2017

B. Tahap penelitian
1. Pembuatan tepung sagu
Penyiapan sampel sagu pada penelitian ini merujuk metode Rahman (2016), diawali dengan proses
pencucian sagu dengan tujuan menghilangkan sisa-sisa kotoran dari pengolahanya. Kemudian dilakukan
pengedapan, selanjutnya endapan dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC selama 2 hari.
2. Penyiapan lumatan ubi jalar orange
Penyiapan lumatan ubi jalar orange yaitu dengan melakukan pengukusan ubi sampai matang, setelah
matang didinginkan dan dilakukan pengupasan, kemudian penghancuran dengan mengunakan blender.
3. Penyiapan bubur rumput laut yang dicampur dengan bubur kulit buah naga
Penyiapan bubur rumput laut diawali dengan memilih rumput laut kering yang berkualitas baik, kemudian
dicuci. rumput laut dipotong kecil-kecil dengan ukuran 3-5 cm. Lalu rumput laut direndam selama 10 jam untuk
membersikan kotoran pada rumput laut, kemudian dilakukan pembilasan dengan air mengalir dan penirisan,
selanjutnya rumput laut dilakukan perendaman dengan kapur sirih 10 g selama 5 jam dan ditiriskan kembali,
selama 5-6 menit (sambil diaduk). Selajutnya penyiapan bubur kulit buah Naga (Hylocereus polyrhizus sp.) Kulit
buah naga yang digunakan yaitu kulit buah Naga yang sudah matang dan berwarna merah. Kulit buah Naga
merah segar yang digunakan adalah kulit bagian dalam sedangkan kulit bagian luar tidak digunakan, kemudian
dihaluskan menggunakan blender tanpa menambahkan air kemudian dicampur dengan bubur rumput laut dengan
perbandingan 2:1 yaitu 200 g kulit buahnaga : 100 g bubur rumput laut. Adonan ini siap dicampurkan kedalam
adonan mie dengan berbagai formulasi
4. Prosedur pembuatan mie
Prosedur pembuatan mie diawali dengan menyiapkan bahan baku ubi jalar kukus, sagu dalam bentuk
tepung, dan rumput laut yang dicampur kulit buah naga dengan perbandingan 1:2. Kemudian semua bahan
ditimbang dengan setiap perlakuan. Selanjutnya dilakukan pencampuran dengan bahan 0,1 g CMC dan 1 g
garam. Kemudian selanjutnya semua bahan dicampur dan dibuat adonan. Setelah adonan kalis (tidak lengket)
dilakukan pembentukan lembaran-lembaran. Lembaran tersebut kemudian dimasukkan kedalam rol pencetak
mie. Adonan kemudian digiling dengan ketebalan 1 mm. Adonan yang telah berbentuk mie kemudian dikukus
selama 5 menit.
5. Pengujian sensorik umur simpan mie sagu ubi jalar terpilih
Mie basah dikemas dalam plastic polipropilena (PP) dengan bobot 100 g/plastik. Pengujian dilakukan
dengan penempatkan produk mie pada masing-masing suhu 27oC dan suhu 4oC, guna mengetahui umur simpan

846 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP ) ISSN: 2527-6271 2017
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 2, No.5, P. 844-854, Th. 2017

yang di evaluasi dengan penilaian sensorik yang meliputi warna, aroma dan tekstur melalui pemberian skor pada
produk tersebut. Skor penilaian yang diberikan berdasarkan criteria uji sensori yang dapat dilihat pada (Tabel 1).
Tabel 1.Skor penilaian dan kriteria uji sensorik umur simpan.
No Skor Warna Aroma Tekstur
1 5 Sangat menarik Sangat tidak berbau asam Sangat tidak berlendir
2 4 Menarik Tidak berbau asam Tidak berlendir
3 3 Agak menarik Agak berbau asam Agak berlendir
4 2 Tidak menarik Tidak berbau asam Berlendir
5 1 Sangat tidak menarik Sangat berbau asam Sangat berlendir

C. Rancangan penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5
perlakuan yaitu P1 = Tepung sagu 30 g, tepung ubi jalar orange 35 g tepung terigu 15 g, bubur rumput laut dan
kulit buah naga 20 g, P2 = Tepung sagu 30 g, ubi jalar orange 30 g, tepung terigu 15 g, bubur rumput laut dan
kulit buah naga 25, P3 = Tepung sagu 30 g, ubi jalar orange 25 g, tepung tergu 15 g, bubur rumput laut dan kulit
buah naga30 g,P4 = Tepung sagu 30 g, ubi jalar orange 20 g, tepung terigu 15 g, bubur rumput laut dan kul;it
buah naga 35 g,P5 = Tepung sagu 30 g, ubi jalar orange 15 g,tepung terigu 15 g, bubur rumput laut dan kulit buah
naga 40 g. Masing–masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga diperoleh unit percobaan sebanyak 20.
D. Pengolahan Data
Data yang diperole dalam penelitian ini dianalisis menggunakan sidik ragam (Analysis of Varian) untuk
menilai penerimaan panelis terhadap organoleptik dan mie wikau maombo yang meliputi warna, tekstur, rasa dan
aroma, diperoleh penilaian organoleptik yang berpengaruh sangat nyata terhadap variabel pengamatan maka
dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kepercayaan 95% (α=0,05).

HASIL DAN PEMBAHASAN.

Pengamatan umur simpan produk mie sagu ubi jalar terpilih


Pengamatan umur simpan mie basah dilakukan dengan cara uji sensorik dengan memberikan skor
penilaian terhadap perubahan yang terjadi pada produk yang meliputi warna, aroma dan tekstur guna
memperkirakan umur simpan produk tersebut. Produk mie basah umumnya umur simpannya terbatas atau relatif
singkat, sehingga umur simpan produk mie basah dapat diperkirakan dengan melakukan pengamatan visual
terhadap warna, aroma dan tekstur. Karena melihat dari tampilan warna, aroma dan tekstur dapat diketahui tanda-
tanda kerusakan yang terjadi pada produk mie basah tersebut.

847 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP ) ISSN: 2527-6271 2017
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 2, No.5, P. 844-854, Th. 2017

Rekapitulasi hasil perhitungan skor penilaian panelis terhadap kelayakan produk mie sagu ubi jalar
subtitusi bubur rumput laut dan kulit buah naga yang dikemas dalam plastik polipropilena (PP) dengan bobot 100
g/plastik pada penilaian sensorik untuk menentukan umur simpan yang meliputi penilaian warna, tekstur dan
aroma produk mie basah. Pengujian dilakukan dengan penempatkan produk mie pada masing-masing suhu 27oC
(suhu ruang) dan suhu 4oC ( suhu kulkas) selama beberapa hari untuk mengetahui batas kelayakan produk
dengan suhu yang berbeda. Penilaian sensorik dilakukan setiap hari hingga produk menunjukkan gejala tidak
layak dikonsumsi lagi.
a. Hasil analisis penilaian kelayakan penerimaan sensorik warna
Hasil analisis penilaian kelayakan penerimaan sensorik warna terhadap perkiraan umur simpan produk
mie sagu ubi jalar subtitusi bubur rumput laut dan kulit buah naga pada penyimpanan masing-masing suhu 4oC
dan suhu 27oC dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2. Umur simpan dievaluasi dengan penilaian
organoleptik yang meliputi warna dengan memberian skor yaitu 1 (sangat tidak menarik), 2 (tidak menarik), 3
(agak menarik), 4 (menarik) dan 5 (sangat menarik).

Hari

Gambar 1. Grafik penilaian kelayakan produk pada kriteria warna selama penyimpanan 7 hari pada suhu 4 oC.
(Batas skor kelayakan = 2,50-3,49). k1=(terigu 80 g, rumput laut 20 g) k2= (sagu 30 g, ubi jalar 35 g,
terigu 15 g, rumput laut 20 g) p3= (sagu 30 g, ubi jalar 25 g, terigu 15 g, bubur rumput laut dan klulit
buah naga 30 g)

848 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP ) ISSN: 2527-6271 2017
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 2, No.5, P. 844-854, Th. 2017

Hari

Gambar 2. Grafik penilaian kelayakan produk pada kriteria warna selama penyimpanan 4 hari pada suhu 27oC.
(Batas skor kelayakan = 2,50-3,49). ) k1=(terigu 80 g, rumput laut 20 g) k2= (sagu 30 g, ubi jalar 35 g,
terigu 15 g, rumput laut 20 g) p3= (sagu 30 g, ubi jalar 25 g, terigu 15 g, bubur rumput laut dan klulit
buah naga 30 g)

Hasil uji sensorik warna pada mie sagu ubi jalar pada perlakuan terpilih lebih tahan lama dibanding pada
kontrol 1 dan kontrol 2. Semua perlakuan mengalami penurunan kualitas selama penyimpanan. Hal ini sebabkan
karena adanya aktivitas mikroba pada mie basah selama penyimpanan. Nilai untuk atribut warna terendah yaitu
pada kontrol 1. Diduga karena pada perlakuan kontrol tanpa penambahan kulit buah naga sebagai anti bakteri.
hasil penelitian Saneto (2012) menunjukkan bahwa kandungan air kulit buah naga merah dapat mencegah
pertumbuhan mikroba. Hal ini disebabkan adanya antioksidan beta karoten pada kulit buah naga merah yang
berpotensi dijadikan sebagai pengawet alami pada mie basah dalam mempanjang masa simpan mie basah
(Hujaya, 2008). Kestabilan antosianin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu, perubahan pH, sinar dan
oksigen serta faktor lain seperti ion. Pertumbuhan bakteri pada mie basah juga menyebabkan perubahan pada
penampakan mie yaitu hilangnya warna pada mie setelah beberapa hari. selain itu pada permukaan mie terdapat
jamur miselium kapang berwarna biru kehitaman (Fardiaz,1989).
b. Hasil analisis penilaian kelayakan penerimaan sensorik Aroma
Aroma merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan suatu produk, karena akan mempengaruhi
penerimaan panelis terhadap produk. Semua perlakuan mengalami penurunan kualitas selama penyimpanan .
Umur simpan di evaluasi dengan penilaian sensorik yang meliputi aroma, sampai produk mengeluarkan aroma

849 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP ) ISSN: 2527-6271 2017
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 2, No.5, P. 844-854, Th. 2017

yang berbau busuk dan tidak layak dikonsumsi lagi dengan memberikan skor yaitu 1 (sangat berbau asam), 2
(berbau asam), 3 (agak berbau asam), 4 (tidak berbau asam) dan 5 (sangat tidak berbau asam).

Hari
Gambar 3. Grafik penilaian kelayakan produk pada kriteria aroma selama penyimpanan 7 hari pada suhu 4 oC.
(Batas skor kelayakan = 2,50-3,49). ) k1=(terigu 80 g, rumput laut 20 g) k2= (sagu 30 g, ubi jalar 35 g,
terigu 15 g, rumput laut 20 g) p3= (sagu 30 g, ubi jalar 25 g, terigu 15 g, bubur rumput laut dan klulit
buah naga 30 g)

Hari

Gambar 4. Grafik penilaian kelayakan produk pada kriteria aroma selama penyimpanan 4 hari pada suhu 27 oC.
(Batas skor kelayakan = 2,50-3,49). k1=(terigu 80 g, rumput laut 20 g) k2= (sagu 30 g, ubi jalar 35 g,
terigu 15 g, rumput laut 20 g) p3= (sagu 30 g, ubi jalar 25 g, terigu 15 g, bubur rumput laut dan klulit
buah naga 30 g).

850 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP ) ISSN: 2527-6271 2017
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 2, No.5, P. 844-854, Th. 2017

Hasil uji sensorik penyimpanan pada suhu 4oC melalui pengujian sensorik aroma produk mie pada
kontrol 1 masih dapat diterima panelis pada hari pertama. Namun pada hari kedua, produk tersebut memiliki
penilaian yang cenderung menurun yaitu dengan nilai rata-rata 2,00 (tidak menarik). Kemudian pada pada mie
kontrol 2 masih dapat di terima sampai hari ketiga. Namun pada hari keempat produk tersebut tidak dapat diterima
lagi oleh panelis dengan nilai rata-rata 1,90 (tidak menarik). Mie dengan produk perlakuan terpilih masih dapat di
terima oleh panelis sampai hari keenam, namun pada hari ketuju perlakuan terpilih sudah tidak dapat diterima lagi
yaitu dengan nilai rata-rata 2,47 (tidak menarik). Mie basah dengan penambahan kulit buah naga pada suhu 27 oC
memiliki ketahanan aroma selama 4 hari pengujian sensorik aroma produk mie pada kontrol 1 masih dapat
diterima panelis pada hari pertama. Namun pada hari kedua, produk tersebut memiliki penilaian yang cenderung
menurun yaitu dengan nilai rata-rata 1,73 (tidak menarik). Kemudian pada pada mie kontrol 2 masih dapat di
terima sampai hari kedua. Namun pada hari ketiga produk tersebut tidak dapat diterima lagi oleh panelis dengan
nilai rata-rata 1,80 (tidak menarik). Sedangkan pada perlakuan terpilih produk mie masih dapat di terima oleh
panelis sampai hari ketiga, namaun pada hari keempat perlakuan terpilih sudah tidak dapat diterima lagi oleh
panelis yaitu dengan nilai rata-rata 2,00 (tidakk menarik). Hal ini sebabkan karena adanya aktivitas mikroba pada
mie basah selama penyimpanan yang menyebahkan aroma yang ditimbulkan pada produk kurang menarik. Nilai
untuk atribut aroma terendah yaitu pada kontrol 1 dan kontrol 2. Diduga karena pada perlakuan kontrol tanpa
adanya penambahan kulit buah naga sebagai anti bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba pada
mie. Hasil penelitian Saneto (2012) menunjukkan bahwa kandungan air kulit buah naga merah dapat mencegah
pertumbuhan mikroba. . Hal ini disebabkan adanya antioksidan beta karoten pada kulit buah naga merah yang
berpotensi dijadikan sebagai pengawet alami pada mie basah dalam mempanjang masa simpan mie basah
(Hujaya, 2008).
c. Hasil analisis penilaian kelayakan penerimaan sensorik Tekstur
Hasil analisis penilaian kelayakan penerimaan sensorik tekstur terhadap perkiraan umur simpan produk
mie sagu ubi jalar subtitusi bubur rumput laut dan kulit buah naga pada penyimpanan masing-masing suhu 4oC
dan suhu 27oC dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6. Umur simpan di evaluasi dengan penilaian
organoleptik yang meliputi tekstur dengan memberian skor yaitu 1 (sangat berlendir), 2 (berlendir), 3 (agak
berlendir), 4 (tidak berlendir) dan 5 (sangat tidak berlendir).

851 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP ) ISSN: 2527-6271 2017
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 2, No.5, P. 844-854, Th. 2017

Hari

Gambar 5. Grafik penilaian kelayakan produk pada kriteria tekstur selama penyimpanan 7 hari pada suhu 4oC.
(Batas skor kelayakan = 2,50-3,49). k1=(terigu 80 g, rumput laut 20 g) k2= (sagu 30 g, ubi jalar 35 g,
terigu 15 g, rumput laut 20 g) p3= (sagu 30 g, ubi jalar 25 g, terigu 15 g, bubur rumput laut dan klulit
buah naga 30 g)

Hari

Gambar 6. Grafik penilaian kelayakan produk pada kriteria tekstur selama penyimpanan 7 hari pada suhu 27 oC.
(Batas skor kelayakan = 2,50-3,49). k1=(terigu 80 g, rumput laut 20 g) k2= (sagu 30 g, ubi jalar 35 g,
terigu 15 g, rumput laut 20 g) p3= (sagu 30 g, ubi jalar 25 g, terigu 15 g, bubur rumput laut dan klulit
buah naga 30 g)

852 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP ) ISSN: 2527-6271 2017
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 2, No.5, P. 844-854, Th. 2017

Hasil uji sensorik tekstur pada mie sagu ubi jalar pada perlakuan terpilih pada suhu 4 oC lebih tahan lama.
Pengujian sensorik aroma produk mie pada kontrol 1 masih dapat diterima panelis pada hari pertama. Namun
pada hari kedua, produk tersebut memiliki penilaian yang cenderung menurun yaitu dengan nilai rata-rata 2,00
(tidak menarik). Kemudian pada pada mie kontrol 2 masih dapat di terima sampai hari ketiga. Namun pada hari
keempat produk tersebut tidak dapat diterima lagi oleh panelis dengan nilai rata-rata 2,30 (tidak menarik).
Sedangkan pada perlakuan terpilih produk mie masih dapat di terima oleh panelis sampai hari keenam, namun
pada hari ke tuju perlakuan terpilih sudah tidak dapat diterima lagi oleh panelis yaitu dengan nilai rata-rata 1,83
(tidakk menarik). Sedangkan pada penyimpanan suhu ruang 27oC pengujian sensorik tekstur produk mie pada
kontrol 1 masih dapat diterima panelis pada hari pertama. Namun pada hari kedua, produk tersebut memiliki
penilaian yang cenderung menurun yaitu dengan nilai rata-rata 2,00 (tidak menarik). Kemudian pada pada mie
kontrol 2 masih dapat di terima sampai hari ketiga. Namun pada hari keempat produk tersebut tidak dapat diterima
lagi oleh panelis dengan nilai rata-rata 2,30 (tidak menarik). Produk mie dengan perlakuan terpilih masih dapat
diterima oleh panelis sampai hari keenam, namun pada hari ketujuh perlakuan terpilih sudah tidak dapat diterima
lagi oleh panelis yaitu dengan nilai rata-rata 1,83 (tidakk menarik). Pada perlakuan kontrol lebih cepat mengalami
perubahan pada tektur yaitu munculnya lendir pada produk mie basah. Diduga karena pada perlakuan kontrol
tanpa adanya penambahan kulit buah naga sebagai anti bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba
pada mie. Hasil penelitian Saneto (2012) menunjukkan bahwa kandungan air kulit buah naga merah dapat
mencegah pertumbuhan mikroba. Setelah beberapa hari mie basah menjadi berlendir dan berbau asam yang
diakibatkan oleh bakteri.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa umur simpan mie sagu ubi jalar yang
disubtitusi dengan bibur rumpur laut dan kulit buah naga masih dapat dikonsumsi sampai pada hari keenam pada
penyimpanan suhu 4oC dan pada penyimpanan suhu 27oC masih dapat dikonsumsi dan bertahan sampai pada
hari ketiga.

DAFTAR PUSTAKA
Citramukti, I. 2008. Ekstraksi dan uji kualitas pigmen antosianin pada kulit buah naga merah (Hylocereus
costaricensis), (kajian masa simpan buah dan penggunaan jenis pelarut). Skripsi Jurusan THP Universitas
Muhammadiyah Malang. Malang.

853 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP ) ISSN: 2527-6271 2017
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 2, No.5, P. 844-854, Th. 2017

Fardiaz, S. 1989. Hidrokoloid laboratorium kimia dan biokimia pangan. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Handayani, A.P dan A. Rahmawati. 2012. Pemanfaatan kulit buah naga (dragan fruit) sebagai pewarna alami
makanan pengganti pewarna sintetis. Jurnal Bahan Alam Terbarukan. 1:19-24.
Hujaya, RN, 2008, Pengaruh penambahan tepung rumput laut (kappaphycus alverezii) untuk meningkatkan kadar
iodium dan serat pangan pada tahu sumedang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Jamilah, B,Shu, C. E., Kharidah, M., Dzulkifly, M. A. and Noranizan, A. 2011. Physic-chemical characteristics of
red pitaya (hylocereus polyrhizuz) peel. International Food Research Journal 18: 279-286

Priatni, S dan P. Aulia. 2015. Stability study of betacyanin extract from red dragon fruit (Hylocereus polyrhizus)
peels. Procedia Chemistry. 6:438-444.
Pribadi, Y, S, Sukatiningsih. dan S. Puspita. 2014. Formulasi tablet effervescent berbahan baku kulit buah naga
merah (Hylocereus polyrhizus) dan buah salam (Syzygium polyanthum Wight Walp). Berkala Ilmiah
Pertanian. 1(4):86-89.
Purwani, E.Y., Widaningrum, H. Setiyanto, E. Savitri dan R. Tahir. 2006. Teknologi pengolahan mie sagu. Balai
Besar PPPBPPT. Bogor.
Saneto, B. 2012. Karakterisasi kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus.). Jurnal Agarika. 2:143149.
Sihombing P.A. 2007. Aplikasi ekstrak kunyit (curcuma domestica) sebagai bahan pengawet mie basah. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wahdaningsih, S., K.U. Eka dan F. Yunita. 2014. Antibakteri fraksi n-heksana kulit hylocereus polyrhizus
terhadap staphylococcus epidermidis dan propioni bacterium acnes. Pharm Sci Res. 1(3):180-193.

854 | P a g e

Вам также может понравиться