Вы находитесь на странице: 1из 13

1

ANALISIS DEFORMASI KEPULAUAN SANGIHE BERDASARKAN


DATA PENGUKURAN GNSS EPOCH 2014, 2015, 2016, DAN 2017
Leni Sophia Heliani a,*, Febriananda Ladivanov b,*
a,
* Staff Pengajar Jurusan Teknik Geodesi FT-UGM
b,
* Alumni Jurusan Teknik Geodesi FT-UGM
Jln. Grafika No. 2 Yogyakarta, Telp. +62-274-520226, Email: geodesi@ugm.ac.id

Abstract
Sangihe Islands is one of the islands districts in North Sulawesi Province. Sangihe Islands are located on
Sangihe plate which is one of the micro tectonic plates of Eurasian plate. Based on geodinamic study by
Macperson, et al. (2003), Sangihe plate is in the subduction zone of Maluku Sea that has drowned the ocean basin
of Moluccan Sea plate due to the two-way subduction by Sangihe plate and Halmahera Plate. This movement is the
reason for that need mitigation to minimize casualties as well as losses in other material forms. One such effort is
Earthquake Potential Mapping through a Geodynamic study that is represented at the point of deformation control.
The geodynamic study in this research uses four epoch data of GNSS measurement, that is epoch 2014, 2015,
2016, and 2017. Observation data were processed using GAMIT / GLOBK software tied to ITRF 2014 to produce
coordinates and accuracy. Based on the coordinates and accuracy of each epoch, then do deformation analysis to
knowed the movement values, the direction of movement and changes in tectonic plate volumes and statistical tests.
The result of this research is deformation values. SGH1 point undergoes horizontal deformation of 10.93
mm/year to the southeast and the vertical deformation rises by 12.41 mm/year. SGH3 points has a horizontal
deformation of 15.94 mm/year to the southeast and a vertical deformation down by 21.82 mm/year. SGH4 point
undergoes a horizontal deformation of 16.21 mm/year to the southeast and the vertical deformation rises by 44.97
mm/year. This study also proves the hypothesis of changes in tectonic plate volumes of Sangihe Islands based on the
value of normal strain parameters and shear strain located at fraction 10-7 s.d. 10-4 strain.

Keywords : Sangihe Islands, geodynamics, deformation, speed, strain

I. PENDAHULUAN memperkuat efek goncangan sehingga rentan


terhadap goncangan gempa bumi. Kondisi inilah
A. LATAR BELAKANG yang menjadi alasan perlunya upaya mitigasi untuk
Kepulauan Sangihe merupakan salah satu meminimalisir korban jiwa maupun kerugian dalam
kabupaten kepulauan di Provinsi Sulawesi Utara. bentuk materi lainnya.
Secara geografis, Kepulauan Sangihe tepat berada di Salah satu upaya Mitigasi yang dapat
utara Pulau Sulawesi dan selatan Negara Filipina. diterapkan adalah Pemetaan Potensi Gempa Bumi.
Kepulauan Sangihe terletak di lempeng Sangihe yang Potensi gempa dapat diprediksi berdasarkan
merupakan salah satu lempeng tektonik mikro dari pergerakan lempeng tektonik ataupun perubahan
lempeng Eurasia. Berdasarkan studi geodinamika volume lempeng. Maka dari itu, hendaknya
oleh Macperson, dkk (2003) lempeng Sangihe berada dilakukan Studi Geodinamika untuk mengetahui
pada zona subduksi Laut Maluku, dimana cekungan besar pergeseran, arah pergeseran dan perubahan
samudra lempeng Laut Maluku telah ditenggelamkan volume dari lempeng tektonik dengan metode
karena adanya subduksi dua arah oleh busur Sangihe akuisisi datanya berdasarkan pemanfaatan teknologi
dan busur Halmahera. Lempeng Sangihe dan Global Navigation Satellite System (GNSS) yang
Halmahera bersambung dengan lempeng Laut dirasa lebih efisien karena jarak antar titik pantaunya
Maluku. Sambungan ini mengikuti pergerakan berkisar antara 20 s.d 40 km.
lempeng Laut Filipina dan lempeng Australia yang Sebelumnya telah dilakukan studi
bergerak ke utara, karena batas selatan sambungan ini geodinamika di Kepulauan Sangihe ini untuk
juga menjadi batas antara lempeng Laut Filipina dan menghitung koordinat dan ketelitian titik pantau
lempeng Australia. deformasi di Kepulauan Sangihe berdasarkan data
Menurut Badan Geologi Kementrian ESDM pengukuran GNSS epoch 2014 (Nursetiyadi, 2015),
(2016), jenis batuan di Kepulauan Sangihe tersusun analisis pergerakan berdasarkan dua epoch GNSS
atas batuan berumur Kuarter, umumnya batuan 2014 dan 2015 yang di ikatkan pada ITRF 2008
vulkanik yang bersifat urai, lepas, tidak kompak dan (Kurniawan, 2016), dan analisis pergerakan
2

berdasarkan tiga epoch GNSS 2014, 2015, dan 2016 4. Analisa pergeseran 3D titik-titik pantau deformasi
yang diikatkan dengan ITRF 2014 (Nugraha, 2017). sebagai representasi pergerakan lempeng tektonik
Terkait dengan penarikan kesimpulan deformasi, Kepulauan Sangihe.
diperlukan penelitan dengan lima kala pengamatan 5. Analisa regangan 3D titik-titik pantau deformasi
untuk mendapatkan data ukuran lebih sesuai dengan sebagai representasi perubahan volume lempeng
konsep perataan. Maka dari itu, penelitian ini tektonik Kepulauan Sangihe.
dilakukan kembali dengan menggunakan empat
epoch GNSS, yaitu epoch 2014, 2015, 2016, dan E. TINJAUAN PUSTAKA
2017. Data pengamatan diolah dan diikatkan terhadap Terjadinya deformasi di suatu tempat sangat
ITRF 2014 sehingga menghasilkan koordinat beserta erat kaitannya dengan aktivitas dan kondisi
simpangan bakunya. Berdasarkan koordinat dan geologinya. Secara khusus, Menurut Macpherson,
simpangan baku setiap epoch, dilakukan analisis Forde, Hall and Thirlwall (2003) dibagian tenggara
deformasi 3D mencakup pergeseran dan regangan dari Kepulauan Sangihe terdapat Zona Tabrakan Laut
lempeng di Kepulauan Sangihe. Maluku, dimana lempeng Laut Maluku telah
ditenggelamkan seluruhnya oleh tabrakan busur
B. RUMUSAN MASALAH Halmahera dengan busur Sangihe di Indonesia timur.
Telah dilakukan penelitian oleh Nugraha Ini berarti bahwa lempeng Sangihe bergerak ke arah
(2017) yang menghasilkan besar dan arah pergerakan tenggara hingga menenggelamkan lempeng Laut
lempeng Kepulauan Sangihe berdasarkan epoch Maluku. Pernyataan ini diperkuat dengan Bock, dkk
2014, 2015, dan 2016 yang diikatkan pada kerangka (2003) yang mengidentifikasi besar dan arah
referensi ITRF 2014, namun belum dilakukan analisis pergerakan lempeng yang berada di dekat Kepulauan
deformasi yang memasukan perhitungan perubahan Sangihe. Untuk arahnya, lempeng Sangihe bergerak
volume lempeng yang terjadi. Oleh karena itu dalam ke arah tenggara. Sementara lempeng Halmahera
penelitian ini dilakukan analisa deformasi 3D berupa diidentifikasi bergerak ke arah barat.
pergeseran dan regangan lempeng tektonik Nugraha (2017) melakukan penelitian studi
Kepulauan Sangihe dengan penambahan satu epoch pergerakan di Kepulauan Sangihe menggunakan tiga
pengamatan yakni epoch 2017 yang diikatkan pada titik pantau (SGH1, SGH3, dan SGH4). Penelitian
kerangka referensi ITRF 2014. menggunakan teknologi GNSS epoch 2014 hingga
2016. Data GPS diikatkan dengan stasiun IGS
C. PERTANYAAN PENELITIAN menggunakan software GAMIT, kemudian stasiun
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka IGS diikatkan dengan ITRF 2014. Hasil penelitian
dapat disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut : menunjukkan arah pergerakan SGH1 dan SGH3
1. Berapa nilai dan ketelitian koordinat titik-titik berbeda dengan SGH4. SGH1 dan SGH3 mengalami
pantau deformasi di Kepulauan Sangihe pada pergerakan ke arah tenggara dengan kecepatan
epoch 2017? pergerakan horizontal terbesar 19 mm/tahun. SGH4
2. Berapa besar, arah, dan kecepatan pergerakan 3D bergerak ke arah barat daya dengan kecepatan
lempeng tektonik di Kepulauan Sangihe dari pergerakan horizontal sebesar 13 mm/tahun
epoch 2014 ke 2017? (Nugraha, S. 2017). Hasil dari penelitian Nugraha
3. Berapa besar regangan 3D lempeng tektonik di akan dijadikan sebagai dasar pembuatan hipotesis
Kepulauan Sangihe dari epoch 2014 ke 2017? dari penelitian ini, dikarenakan peneltian ini
merupakan penelitian berkelanjutan dari penelitian
D. CAKUPAN PENELITIAN oleh Nugraha.
Beberapa kegiatan yang telah dilakukan dalam Yuwono, dkk (2017) melakukan penelitian
penelitian ini, diantaranya : yang berfokus pada penentuan kecepatan pergeseran
1. Pengukuran di tiga titik pantau deformasi (SGH1, dan regangan menggunakan data pengamatan tujuh
SGH2, dan SGH4) pada epoch 2017 dengan CORS yang berada di wilayah Jawa Timur yaitu
metode GNSS. CTUL, CNGA, CMJT, CMLG, CMAG, CPAS dan
2. Pengolahan data pengukuran epoch 2017 dengan CLUM pada tahun 2013 sampai dengan 2016. Titik
perangkat ilmiah GAMIT/GLOBK yang diikatkan IGS yang digunakan yaitu AIRA, ALIC, BAKO,
terhadap ITRF 2014 untuk mendapatkan nilai COCO, DARW, LHAZ dan PIMO. Pengolahan data
serta ketelitian koordinat titik-titik pantau menggunakan software ilmiah GAMIT. Penelitian ini
deformasi epoch 2017. menghasilkan arah pergeseran menuju ke arah
3. Melakukan perbandingan antar data tiap epoch, tenggara. Kecepatan pergeseran CORS adalah
beserta uji pergeseran, uji kesebangunan dan uji sebesar -0,00162 m/tahun sampai dengan -0,01463
signifikansi beda dua parameter. m/tahun untuk komponen utara, 0,02529 m/tahun
3

sampai dengan 0,03600 m/tahun untuk komponen


timur dan -0,00182 m/tahun sampai dengan 0,02810
m/tahun untuk komponen vertikal. Regangan yang
terjadi pada titik pengamatan berkisar -5,25926458 x
10-9 strain/year sampai dengan 7,03391481 x 10-8
strain/year. Metode yang digunakan dalam
perhitungan kecepatan dan regangan yang dilakukan
oleh Yuwono, dkk (2017) akan dijadikan sebagai
acuan pengolahan dan pelaporan hasil dari penelitian
ini.

F. LANDASAN TEORI
1) DEFORMASI TEKTONIK KEPULAUAN
SANGIHE
Deformasi adalah perubahan bentuk, posisi, Gambar I.1. Arah pergerakan lempeng di Indonesia
dan dimensi dari suatu benda (Kuang, 1996). (Bock. dkk, 2003)
Berdasarkan definisi tersebut deformasi dapat Bock, Dkk (2003) mengidentifikasi besar dan
diartikan sebagai perubahan kedudukan atau arah pergerakan lempeng yang berada di dekat
pergerakan suatu titik pada suatu benda secara Kepulauan Sangihe. Untuk lempeng Sangihe
absolut maupun relatif yang salah satu penyebabnya bergerak ke arah tenggara dengan kecepatan sekitar 4
adalah pergerakan lempeng bumi. Titik bergerak cm/tahun. Sementara lempeng Halmahera
absolut apabila dikaji dari perilaku gerakan titik itu diidentifikasi bergerak ke arah barat dengan
sendiri dan titik bergerak relatif apabila gerakan titik kecepatan sekitar 8 cm/tahun. Arah pergerakan
itu dikaji dari titik yang lain. Perubahan kedudukan lempeng hasil penelitian Bock, dkk ini sesuai dengan
ini mengacu pada suatu sistem koordinat referensi arah pergerakan lempeng Sangihe yang diteliti oleh
yang digunakan (Widjajanti, 2010). Silver dan Moore pada tahun 1978. Sehingga dapat
Indonesia terletak di antara empat lempeng diambil kesimpulan bahwa pergerakan lempeng di
besar dunia, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Kepulauan Sangihe dipengaruhi oleh pergerakan
Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Laut Filipina. lempeng Sangihe ke arah tenggara menuju Laut
Lempeng-lempeng tersebut membuat Indonesia Maluku.
memiliki beberapa zona subduksi aktif (Di Leo, dkk.,
2012). 2) PENENTUAN POSISI DENGAN SATELIT
GNSS
Kepulauan Sangihe terletak di lempeng
Penentuan posisi dengan teknologi GNSS
Sangihe, dimana lempeng Sangihe adalah lempeng
prinsip dasarnya adalah melakukan pengikatan ke
tektonik mikro dari lempeng Eurasia. Bagian selatan
belakang dengan menggunakan jarak secara simultan
dari Kepulauan Sangihe, tepatnya di Laut Maluku,
ke beberapa satelit GNSS yang koordinatnya telah
terdapat satu-satunya tabrakan antar busur aktif di
diketahui (Abidin, 2000).
dunia yang meneggelamkan sebuah cekungan
samudra melalui subduksi secara dua arah. lempeng
Laut Maluku telah dilumatkan seluruhnya oleh
tabrakan busur Halmahera dengan busur Sangihe di
Indonesia timur (Macpherson, Forde, Hall and
Thirlwall, 2003). Zona tersebut memanjang dari 10°
LU di selatan Filipina hingga 1° LS di utara Sulawesi
(Tatsumi, dkk., 1991).

Gambar I.2. Prinsip dari penentuan posisi


pada GNSS (Abidin, 2000)
4

Satelit GNSS sendiri memiliki 3 segmen mendukung kegiatan saintifik seperti International
diantaranya : Earth Rotation Service (IERS), International
- Segmen angkasa terdiri dari satelit-satelit GNSS Reference Frame (ITRF), memantau deformasi
yang memiliki orbit di angkasa (Wells, D.E , lempeng bumi dan variasi kenaikan muka air laut.
1987). ITRF 2014 adalah realisasi terbaru dari Sistem
- Segmen kontrol merupakan tempat stasiun Referensi Terestrial Internasional. Mengikuti
pemantau dan pengendali mengoreksi informasi prosedur yang sudah digunakan untuk pembentukan
yang ada pada sinyal satelit (Abidin, 2000). ITRF 2005 dan ITRF 2008, ITRF2014 digunakan
- Segmen pengguna merupakan perangkat sebagai input data time series posisi stasiun dan
penerima yang digunakan oleh pengguna untuk Earth Orientation Parameters (EOPs) yang
dapat mengakses data koordinat GNSS. disediakan oleh Technique Centers dari empat
Berdasarkan metodenya, penentuan posisi pengamatan teknik space geodesi (VLBI, SLR,
pada GNSS terbagi dalam metode absolut dan relatif. GNSS dan DORIS). Parameter transformasi dari
Secara sederhana, perbedaan kedua metode ini dapat ITRF 2008 ke ITRF 2014 ditentukan berdasarkan 127
dilihat dari penggunaan titik acuan. Metode stasiun dan 125 situs. Berdasarkan solusi yang
penentuan posisi secara absolut diukur tanpa titik diproses sepenuhnya dari keempat teknik, ITRF2014
acuan, sedangkan metode penentuan posisi secara diharapkan menjadi solusi yang lebih baik
relatif perlu diikatkan pada sebuah titik acuan. Maka dibandingkan dengan ITRF2008 (IGN, 2016).
dari itu, untuk metode penetuan posisi secara relatif Dua inovasi diperkenalkan dalam pemrosesan
ini, dibutuhkan minimal dua receiver GNSS. ITRF2014, yaitu :
Pada penelitian kali ini, metode penentuan - Estimasi ketentuan tahunan dan semi-tahunan
posisi ditentukan secara relatif atau biasa disebut juga untuk stasiun dengan rentang waktu yang cukup
differensial. Metode penentuan posisi secara dari empat teknik selama proses penyusunan dari
differensial menurut Abidin (2000) terbagi menjadi rangkaian waktu yang sesuai.
tiga jenis berdasarkan pada banyaknya differencing - Model Pasca Seismik Deformasi (PSD)
yang dilakukan yaitu single difference, double ditentukan berdasarkan pencocokan data GNSS /
difference dan triple difference. Dari ketiga metode GPS data utama GNSS / GPS situs Gempa Bumi.
tersebut, metode yang digunakan dalam penelitian ini Model PSD kemudian diterapkan pada 3 teknik
adalah double difference sesuai dengan software yang lainnya di lokasi EQ Co-location.
digunakan yakni GAMIT/GLOBK.
4) PERANGKAT LUNAK GAMIT/GLOBK
3) INTERNATIONAL GNSS SERVICE (GNSS) GAMIT merupakan perangkat lunak ilmiah
IGS didirikan oleh International Association yang digunakan dalam melakukan pengolahan data
of Geodesy (IAG) pada tahun 1993 dan operasi pengukuran GNSS untuk memperkirakan koordinat
formalnya dimulai tahun 1994. IGS beranggotakan dan kecepatan stasiun, stochastic atau representasi
badan multinasional yang menyediakan data GNSS, fungsional pasca deformasi seismik, penundaan
informasi orbit GNSS, data dan informasi pendukung atmosfer, orbit satelit, dan parameter orientasi bumi
penelitian geodetik dan geofisika lainnya. IGS juga (Herring, dkk., 2015). Perangkat ini dioperasikan
turut membangun spesifikasi dan standar nasional dibawah sistem operasi berbasis UNIX.
yang berkaitan dengan data dan informasi GNSS GLOBK merupakan paket program untuk
(IGS, 2004). melakukan analisis dan pengolahan lanjutan dari data
pengukuran GNSS setelah diolah menggunakan
GAMIT. GLOBK memerlukan file input berupa h-
file yang dihasilkan dari pengolahan menggunakan
software GAMIT. Kunci dari h-file yang digunakan
dalam GLOBK adalah matriks varian kovarian dari
data koordinat stasiun, parameter rotasi bumi,
parameter orbit, dan koordinat hasil pengamatan
lapangan (Herring, 2006).

Gambar I.3. Persebaran bebrapa titik IGS (Mark 5) PERATAAN JARING MENGGUNAKAN
Caissy, 2012) GAMIT/GLOBK
Untuk mencapai tujuannya, saat ini terdapat Perangkat lunak GAMIT menggunakan
lebih dari 350 stasiun GNSS dual frekuensi yang metode double difference dan prinsip metode
beroperasi secara terus-menerus. Produk dari IGS parameter berbobot dalam perhitungan data
pseudorange dan carrier phase dengan persamaan
5

observasi menggunakan data fase. Sebagai contoh, dilakukan dengan cara menghitung nilai fract. Nilai
apabila ada dua receiver yang berada pada dua titik fract dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
stasiun A dan B, dengan vektor koordinat stasiun A adjust
dan B dinyatakan sebagai (XA, YA, ZA) dan (XB, YB, fract = ………………………………...
formal
ZB). Untuk persamaan double difference, pengamatan
(I.10)
dilakukan terhadap dua satelit yaitu j dan k,
Keterangan,
menghasilkan persamaan umum seperti pada
adjust : nilai perataan yang diberikan pada
persamaan (King dan Bock, 2002) :
parameter hitungan
2 2 2
i
√[ i
] [ i
ρ A = X ( t )−X A + Y ( t )−Y A + Z ( t ) −Z A ] [ i
] formal : ketidakpastian pemberian bobot untuk
perhitungan kuadrat terkecil
............................................................................................................................................................
2 2 2
Nilai fract tidak boleh lebih besar dari 10.
√[
ρiB= X i ( t )−X B + Y i ( t )−Y B + Z i ( t )−Z B
] [ ] [ ] Perbandingan nilai adjust dan nilai formal yang besar
dapat diindikasi sebagai kejanggalan pada nilai adjust
............................................................................................................................................................
Koordinat pendekatan titik A adalah dan perlu tidaknya dilakukan iterasi.
0 0 0 Pada pengolahan selanjutnya menggunakan
X A ,Y A , Z A dan koreksi posisi titik A adalah GLOBK yang dijalankan dengan prinsip Kalman
dX A , dY A , dZ A digunakan untuk memperoleh Filtering dalam melakukan analisa lanjutan setelah
peroleh koordinat titik A ( X A , Y A , Z A ¿ dengan proses GAMIT. GLOBK dapat menjalankan tiga
mode aplikasi yaitu :
rumus sebagai berikut :
a. Mengkombinasikan hasil pengolahan individual
X A = X 0A +dX A .............................................................................................................................
untuk menghasilkan koordinat stasiun rata-rata
Y A =Y 0A + dY A ..............................................................................................................................
dari pengamatan yang dilakukan lebih dari satu
0 hari.
Z A =Z A +dZ A ...............................................................................................................................
b. Mengkombinasikan hasil pengamatan bertahun-
Metode parameter berbobot diterapkan untuk tahun untuk menghasilkan koordinat stasiun.
perataan jaring, sehingga digunakan persamaan c. Estimasi koordinat stasiun dari pengamatan
berikut : individu. Data ini akan digunakan untuk
L' a=Xa ........................................................................................................................................
generalisasi data time series dari pengamatan
Persamaan matriks bobot dan matriks harian atau tahunan.
residunya adalah :
P1 0
P=
[ 0 P2 ] G. HIPOTESIS
................................................................................................................................
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Nugraha (2017), Titik kontrol deformasi pada epoch
V = AX + L ...........................................................................................................................
Evaluasi hasil pengolahan GAMIT dilakukan 2016 dalam sistem koordinat toposentrik memiliki
dengan menganalisis nilai fract dan postfit nrms ketelitian pada titik SGH1 sebesar 1,33 s.d. 6,07 mm,
sebagai output dari pengolahan GAMIT. Nilai postfit titik SGH3 sebesar 0,89 s.d. 3,16 mm, dan titik SGH4
nrms dapat dinyatakan dalam persamaan berikut sebesar 1,03 s.d. 4,37 mm. Maka, hipotesis I dari
(Herring, dkk., 2006) : penelitian ini menyatakan bahwa titik kontrol
deformasi pada epoch 2017 dalam sistem koordinat
√ X2 σ^
Postfit

………………(I.9)
nrms =
√ ( n−u )
dan X2=
σ
. toposentrik memiliki ketelitian pada titik SGH1
sebesar 1,33 s.d. 6,07 mm, titik SGH3 sebesar 0,89
s.d. 3,16 mm, dan titik SGH4 sebesar 1,03 s.d. 4,37
mm dengan asumsi metode pengukuran kurang lebih
Keterangan,
σ̂2 : varian aposteriori untuk unit bobot sama dan lamanya doy pengukuran pada epoch 2017
𝜎2 : varian apriori untuk unit bobot berbeda 2 hari dari data pengukuran epoch 2016.
n : jumlah ukuran Berdasarkan penelitian Nugraha ini juga
u : ukuran minimum diketahui bahwa titik kontrol deformasi di Kepulauan
Nilai postfit nrms dalam perataan GAMIT Sangihe mengalami pergerakan per tahunnya
dinyatakan memenuhi nilai standar apabila bernilai berdasarkan rerata dari pergerakan epoch 2014, 2015,
kurang dari 0.25 m. Apabila nilai yang dihasilkan dan 2016. Pergerakan SGH1 dan SGH3 berbeda
tidak sesuai standar maka diindikasikan adanya bias dengan SGH4. SGH1 dan SGH3 mengalami
dan kesalahan yang terjadi (Herring, dkk., 2006). pergerakan ke arah tenggara dengan kecepatan
Selain menggunakan nilai postfit nrms, evaluasi juga pergerakan horizontal terbesar 19 mm/tahun. SGH4
bergerak ke arah barat daya dengan kecepatan
6

pergerakan horizontal sebesar 13 mm/tahun, sehingga


dari hal ini dapat ditarik hipotesis II dan III. Hipotesis
II menyatakan bahwa titik pantau SGH1 dan SGH2
mengalami pergerakan ke arah tenggara dengan
kecepatan pergerakan horizontal terbesar 19
mm/tahun dan titik SGH4 bergerak ke arah barat
daya dengan kecepatan pergerakan horizontal sebesar
13 mm/tahun. Hipotesis III menyatakan bahwa
terjadinya regangan lempeng tektonik Sangihe
dengan dasar hipotesis karena adanya perbedaan arah
pergerakan dari titik pantau penelitian. Gambar II.1. Desain jaring titik ikat global
II. PELAKSANAAN C. TAHAPAN PENELITIAN
Secara umum, tahapan-tahapan dari penelitian
A. BAHAN PENELITIAN
dilaksanakan seperti diagram alir berikut:
Bahan yang digunakan pada penelitian ini,
yaitu:
1. Data pengamatan GNSS epoch 2017 sebagai data
primer penelitian dengan day of year (doy) 196
s.d. 202.
2. Data pengamatan GNSS epoch 2014, 2015, 2016
(Heliani, 2017) sebagai data sekunder penelitian
dengan doy :
a. 231 s.d. 234 untuk epoch 2014.
b. 218 s.d. 219 untuk epoch 2015.
c. 218 s.d. 222 untuk epoch 2016.
3. Data tinggi alat untuk setiap epoch pengukuran
4. stasiun IGS yang digunakan yakni CCJ2, COCO,
DARW, DGAR, PIMO, TOW2, dan TUVA
(diunduh melalui http://garner.ucsd.edu).

5. Data precise ephemeris (diunduh melalui


http://igscb.jpl.nasa.gov).
6. Data broadcast ephemeris (diunduh melalui
http://igscb.jpl.nasa.gov).
7. Data h-file global (diunduh melalui
http://garner.ucsd.edu).
8. File koreksi pasang surut (diunduh melalui
http://everest.mit.edu).
9. File pemodelan cuaca (diunduh melalui
http://everest.mit.edu).
10.File atmosfer (diunduh melalui
http://everest.mit.edu).

B. DESAIN JARING TITIK IKAT GLOBAL


Bentuk konfigurasi jaring pengamatan
deformasi yang digunakan digambarkan melalui
Gambar II.1.
7

4 94 23 7 8 2 4

Pada Tabel III.1. dapat dilihat nilai koordinat


dan simpangan baku titik-titik kontrol deformasi pada
epoch 2016. Nilai koordinat berada dalam satuan
meter (m) sedangkan nilai simpangan baku berada
dalam satuan milimeter (mm). Komponen N dan E
merupakan koordinat horizontal sedangkan
komponen U merupakan koordinat vertikal
(ketinggian). Nilai simpangan baku pada komponen
N berkisar antara 0,80 s.d. 1,48 mm, pada komponen
E berkisar antara 0,98 s.d. 2,13 mm, dan pada
komponen U berkisar antara 2,93 s.d. 7,20 mm.

Simpangan Baku koordinat titik pantau


mm
Epoch 2017
8 SGH1
6 SGH3
4 SGH4
2
0
σN σE σU
Gambar II.2. Diagram Alir Penelitian Secara Umum
Gambar III.1. Visualisasi nilai simpangan baku
epoch 2017
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar III.1. merupakan visualisasi nilai simpangan
baku koordinat titik-titik kontrol deformasi epoch
Pada Bab ini akan dibahas beberapa keluaran
2017. Berdasarkan grafik tersebut titik SGH3
penelitian sesuai dengan tujuan penelitian yang telah
memiliki ketelitian yang paling baik jika
dituliskan pada Bab I. Beberapa keluaran tersebut
dibandingkan dengan titik SGH1 dan SGH4. Hasil ini
adalah :
sesuai dengan pengecekan kualitas data pengukuran
A. NILAI DAN KETELITIAN KOORDINAT DARI
dari SGH3. Berdasarkan parameter moving average
DATA PENGUKURAN EPOCH 2017
MP1, MP2, IOD slips dan IOD or MP slips, hanya
Koordinat dan simpangan baku data
titik SGH3 yang memenuhi seluruh kriteria kualitas
pengukuran epoch 2017 diperoleh dari 3 titik pantau
data yang baik. Titik SGH1 dan SGH4 dinyatakan
yaitu SGH1, SGH3 dan SGH4. Masing-masing titik
tidak memenuhi kriteria karena nilai moving average
dilakukan pengukuran GNSS metode static selama
MP1 dan MP2 tidak memenuhi syarat nilai yang
tujuh hari yaitu doy 196, 197, 198, 199, 200, 201, dan
harus lebih kecil dari 0.5 m. Oleh karena itu, pada
202. Koordinat dan simpangan baku titik kontrol
saat pengolahan GLOBK, ketelitian titik SGH3 lebih
deformasi dari hasil pengolahan GLOBK dapat
baik dibandingkan ketelitian titik SGH1 dan SGH4.
dilihat pada org-file di dalam sub-direktori /gsoln
pada direkotri /2017. Koordinat dan simpangan baku
B. VEKTOR KECEPATAN PERGERAKAN 3D
titik kontrol deformasi pada epoch 2017 ditampilkan
pada Tabel III.6. dengan menggunakan sistem LEMPENG SANGIHE
koordinat toposentrik. Perhitungan kecepatan dibagi kedalam dua
jenis yakni perhitungan kecepatan untuk pergerakan
Tabel III.1. Nilai koordinat dan simpangan baku dari epoch 2014 ke 2017 dan pergerakan dari epoch
epoch 2017 2015 ke 2017. Perhitungan dihitung secara simultan
Koordinat (m)
Simpangan dengan GLOBK. Hasil perhitungan kecepatan
Titik Baku (mm) pergerakan ditampilkan pada Tabel III.28.
N E U N E U
SGH 415703,2 13934663,1 93,24 1,4 2,1 7,2 Tabel III.2. Kecepatan Pergerakan 3D titik dari
1 97 62 0 8 3 0 epoch 2014 ke 2017
SGH 371708,3 13954900,1 146,9 0,8 0,9 2,9
3 33 71 22 0 8 3 Titik ∆ Kecepatan (mm/tahun) Simpangan Baku
SGH 403326,1 13936373,0 89,45 0,9 1,2 4,3 (mm)
8

N E U Hz N E U SGH - 5185292,87 412640,07 2016,72


SGH 0,8 1,1 3,9 1 3690953,712 7 6 7
-2,77 9,25 -6,42 9,66
1 6 2 6 SGH - 5179231,98 369023,76 2016,97
SGH 15,4 - 16,5 0,6 0,7 2,2 3 3704182,204 0 4 6
-5,97
3 0 11,76 2 0 4 0 SGH - 5185954,33 400370,23 2016,92
Tabel III.3. Kecepatan Pergerakan 3D titik dari 4 3691378,245 7 8 3
epoch 2015 ke 2017 Visualisasi arah pergeseran ditampilkan pada
Simpangan Baku Gambar III.2 s.s Gambar III.5.
Titik ∆ Kecepatan (mm/tahun) (mm)
N E U Hz N E U
- 10,0 10,9 1,7 2,2 7,8
SGH1 12,41
4,38 1 3 2 1 9
15,2 - 15,9 1,1 1,4 4,2
SGH3 -4,6
6 21,82 4 6 0 1
- 14,6 16,9 1,3 1,6 5,9
SGH4 36,73
8,51 8 7 7 8 8

Tabel III.2. dan Tabel III.3. menunjukan hasil


pengolahan GLOBK berupa vektor kecepatan yang
signifikan beserta simpangan baku untuk komponen
N, E, dan U. Signifikansi vektor kecepatan ini
ditunjukan dengan nilai kecepatan yang lebih besar
daripada simpangan bakunya. Kecepatan pergerakan
dari epoch 2014 ke 2017 dihitung berdasarkan
perubahan koordinat stasiun titik pantau SGH1 dan Gambar III.2. Plotting kecepatan horizontal dari
SGH3 per tahunnya. Nilai kecepatan pergerakan epoch 2014 ke 2017
terkecil terdapat pada komponen N SGH1 sebesar
2,77 mm/tahun, dan nilai kecepatan pergerakan
terbesar terdapat pada komponen U SGH3 sebesar
16,52 mm/tahun.
Kecepatan pergerakan dari epoch 2015 ke
2017 dihitung berdasarkan perubahan koordinat
stasiun titik pantau SGH1, SGH3, dan SGH4. Nilai
kecepatan pergerakan terkecil terdapat pada
komponen N SGH1 sebesar 4,38 mm/tahun, dan nilai
kecepatan pergerakan terbesar terdapat pada
komponen U SGH4 sebesar 36,73 mm/tahun.
Koordinat dan waktu acuan yang digunakan
untuk mengestimasi besar pergeseran dari kecepatan
pergerakan per tahun ditampilkan pada Tabel III.4 s.d
Tabel III.5.
Gambar III.3. Plotting kecepatan horizontal dari
Tabel III.4. Koordinat dan waktu acuan perhitungan epoch 2015 ke 2017
kecepatan epoch 2014 ke 2017
Gambar III.2. dan Gambar III.3. menunjukan
Koordinat Acuan Waktu
Titik
X Y Z Acuan hasil plotting visual besar kecepatan dan arah
SGH - 5185292,88 412640,07 2015,95 kecepatan stasiun titik pantau deformasi Kepulauan
1 3690953,708 2 8 0 Sangihe secara horizontal. Kedua perhitungan ini
SGH - 5179231,98 369023,76 2016,42 menunjukkan arah pergerakan titik pantau deformasi
3 3704182,200 8 7 5
yang bergerak ke arah tenggara.
SGH - 5185292,87 412640,07 2016,72
1 3690953,712 7 6 7
SGH - 5179231,98 369023,76 2016,97
3 3704182,204 0 4 6
SGH - 5185954,33 400370,23 2016,92
4 3691378,245 7 8 3

Tabel III.5. Koordinat dan waktu acuan perhitungan


kecepatan epoch 2015 ke 2017
Koordinat Acuan Waktu
Titik
X Y Z Acuan
9

menghasilkan nilai pergeseran, rotasi lokal, regangan


normal dan regangan geser. Tabel III.6 menunjukkan
nilai regangan beserta simpangan baku.
Tabel III.6.Nilai Parameter Regangan antar epoch
Parameter Epoch 2014 ke 2015 Epoch 2015 ke 2016
dan Nilai Simpangan Nilai Simpangan
satuannya Parameter Baku Parameter Baku
U0 m 0,010 0,001 - 0,018 0,001
V0 m 0,005 0,001 0,003 0,001
W0 m 0,003 0,005 - 0,006 0,004
ω ne rad 1,113 x 10-5 9,013 x 10-6 2,898 x 10-6 4,075 x 10-7

ω nu rad -1,466 x 10-5 3,300 x 10-5 -1,928 x 10-4 1,104 x 10-5

ω eu rad -8,668 x 10-6 1,583 x 10-5 3,419 x 10-5 1,377 x 10-5

s -7,146 x 10-5 9,025 x 10-6 1,631 x 10-5 6,024 x 10-7


Gambar III.4. Plotting kecepatan vertikal dari epoch
2014 ke 2017 s -2,639 x 10-5 7,935 x 10-6 3,043 x 10-7 3,697 x 10-7
s -1,339 x 10-5 1,904 x 10-5 -6,697 x 10-5 4,523 x 10-5
s -4,457 x 10-5 8,722 x 10-6 3,963 x 10-6 3,900 x 10-7
s -6,107 x 10-5 3,345 x 10-5 -1,937 x 10-4 1,096 x 10-5
s -2,955 x 10-6 1,655 x 10-5 3,397 x 10-5 1,342 x 10-5
Lanjutan Tabel III.6.
Epoch 2016 ke 2017
Parameter
Nilai Simpangan
dan satuannya
Parameter Baku
U0 m 0,012 0,001
V0 m - 0,007 0,001
W0 m 0,027 0,004
ω ne rad -5,096 x 10-6 8,702 x 10-7

ω nu rad -1,425 x 10-4 1,059 x 10-5


Gambar III.5. Plotting kecepatan vertikal dari epoch ω eu rad 9,492 x 10-5 1,383 x 10-5
2015 ke 2017
Gambar III.4. dan Gambar III.5. menunjukkan s - 9,012 x 10-6 5,246 x 10-7
hasil plotting visual besar kecepatan dan arah s 2,144 x 10-6 3,474 x 10-7
kecepatan stasiun titik pantau deformasi Kepulauan s - 3,236 x 10-4 4,760 x 10-5
Sangihe secara vertikal. Kecepatan pergerakan
-7
vertikal dari epoch 2014 ke 2017 dengan kecepatan s 2,422 x 10 3,671 x 10-7
pergerakan vertikal dari epoch 2015 ke 2017 terdapat s - 1,571 x 10-4 1,077 x 10-5
perbedaan pada titik SGH1, dimana kecepatan
s 8,682 x 10-5 1,381 x 10-5
vertikal epoch 2014 ke 2017 menunjukkan titik
pantau mengalami penurunan per tahunnya,
sedangkan kecepatan vertikal epoch 2015 ke 2017 Visualisai regangan normal antar epoch
menunjukkan titik pantau mengalami kenaikan per ditampilkan pada Gambar III.6 s.d. Gambar III.8.
tahunnya.

C. NILAI PARAMETER REGANGAN


Parameter regangan dibagi dalam tiga
hitungan, yakni parameter regangan dari epoch 2014
ke 2015, dari 2015 ke 2016 dan dari 2016 ke 2017.
Perhitungan dilakukan dengan input nilai koordinat
stasiun. Stasiun SGH1 dan SGH3 untuk perhitungan
epoch 2014 ke 2015. Sedangkan stasiun SGH1,
SGH3, dan SGH4 untuk perhitungan epoch 2015 ke
2016 dan epoch 2016 ke 2017. Perhitungan ini
bertujuan untuk mengetahui besar nilai parameter
regangan pada lempeng Sangihe. Perhitungan ini
10

Berdasarkan Gambar III.7. dan Gambar III.8.


menunjukkan bahwa regangan normal pada
komponen U memiliki nilai terbesar. Hasil tersebut
sesuai dengan hasil yang ditunjukkan pada nilai
kecepatan pergerakan titik pantau deformasi dimana
komponen U memiliki kecepatan pergerakan lebih
besar dibandingkan dengan komponen E dan N. Hal
ini menunjukkan nilai regangan normal pada setiap
komponen berbanding lurus dengan besar nilai
kecepatan pergerakan titik pantau.
Tabel III.7. Nilai ekstensi dan kompresi jaring tiap
antar epoch
Epoch e max e min θ
Gambar III.6. Visualisasi regangan normal 3D dari 2014 ke 2015 -1,724 x 10-5 - 8,063 x 10-5 224,681
epoch 2014 ke 2015 2015 ke 2016 1,656 x 10-5 6,271 x 10-5 13,901
2016 ke 2017 2,145 x 10-6 - 9,014 x 10-6 - 1,243

Tabel III.7. menunjukkan nilai ekstensi dan


kompresi pada bidang 2D yang terjadi pada jaring
titik pantau. Nilai ekstensi ditunjukkan pada nilai 𝑒𝑚𝑎𝑥
sedangkan nilai kompresi ditunjukkan pada nilai 𝑒𝑚𝑖𝑛.
Nilai 𝜃 merupakan nilai sudut regangan. Nilai
ekstensi dan kompresi tiap antar epoch menunjukkan
nilai yang berbeda. Hal ini menunjukkan besar
kompresi dan ekstensi yang terjadi tidak sama pada
jaring titik pantau deformasi.

Gambar III.7. Visualisasi regangan normal 3D dari


epoch 2015 ke 2016

Gambar III.9. Visualisasi nilai parameter regangan


2D dari epoch 2014 ke 2015

Gambar III.8. Visualisasi regangan normal 3D dari


epoch 2016 ke 2017
Berdasarkan Gambar III.6. menunjukkan
bahwa regangan normal pada komponen N memiliki
nilai terbesar. Hasil tersebut tidak sesuai dengan hasil
yang ditunjukkan pada nilai kecepatan pergerakan
titik pantau deformasi dimana komponen U memiliki
kecepatan pergerakan yang lebih besar dibandingkan
dengan komponen E dan N.
11

maka kesimpulan pada penelitian ini


sebagai berikut :
1. Hasil dari penelitian ini diperoleh koordinat dan
ketelitian titik pantau epoch 2017. Koordinat dan
ketelitian titik pantau pada epoch 2017 berbeda
dengan koordinat dan ketelitian pada penelitian
sebelumnya dengan asumsi metode pengukuran
kurang lebih sama dan lamanya doy pengukuran
pada epoch 2017 berbeda 2 hari dari lamanya doy
pengukuran pada epoch 2016. Ketelitian titik
SGH1 berkisar antara 1,48 s.d. 7,20 mm, titik
SGH3 berkisar antara 0,80 s.d. 2,93 mm, dan titik
SGH4 berkisar antara 0,98 s.d. 4,34 mm.
Ketelitian titik SGH3 dan SGH4 hasil penelitian
Gambar III.10. Visualisasi nilai parameter regangan ini diterima karena nilainya yang lebih kecil dari
2D dari epoch 2015 ke 2016 nilai ketelitian pada hipotesis I yakni titik SGH3
sebesar 0,89 s.d. 3,16 mm dan titik SGH4 sebesar
1,03 s.d. 4,37. Sedangkan ketelitian titik SGH1
hasil penelitian ini ditolak karena nilainya yang
lebih besar dari nilai ketelitian titik SGH1 pada
hipotesis I yakni sebesar 1,33 s.d. 6,07 mm. Lebih
rendahnya nilai ketelitian titik SGH1 pada epoch
2017 disebabkan oleh bertambahnya jumlah
obstruksi disekitar lokasi pengukuran titik SGH1.
2. Titik kontrol deformasi di Kepulauan Sangihe
mengalami pergerakan per tahunnya berdasarkan
hasil perhitungan kecepatan dengan perangkat
lunak GAMIT/GLOBK secara simultan dari
pergerakan epoch 2014, 2015, 2016, dan 2017.
Seluruh titik pantau deformasi bergerak ke arah
tenggara dengan pergerakan horizontal terbesar
Gambar III.11. Visualisasi nilai parameter regangan
16,97 mm/tahun. Hal ini berbeda dengan hipotesis
2D dari epoch 2016 ke 2017
II dimana titik pantau deformasi mengalami
Berdasarkan Gambar III.9. s.d. Gambar III.11. pergerakan ke arah tenggara (untuk titik SGH1
dapat dilihat arah regangan 2D. Arah pergerakan dari dan SGH2) dengan kecepatan pergerakan
nilai ekstensi dan kompresi jaring tersebut adalah: horizontal terbesar 19 mm/tahun dan ke arah barat
1. Pada epoch 2014 ke 2015 menunjukkan bahwa daya (untuk titik SGH4) dengan kecepatan
ekstensi dan kompresi yang terjadi pada jaring pergerakan horizontal sebesar 13 mm/tahun.
pemantau cenderung ke arah barat laut Maka dapat dinyatakan hipotesis II dari penelitian
membentuk sudut 44 derajat turun terhadap ini ditolak. Perbedaan ini disebabkan karena
sumbu komponen E negatif. adanya tambahan epoch pengamatan untuk
2. Pada epoch 2015 ke 2016 menunjukkan bahwa SGH4. Berdasarkan hasil perhitungan pergerakan
ekstensi dan kompresi yang terjadi pada jaring horizontal, titik SGH4 memang bergerak ke arah
pemantau cenderung ke arah timur-laut barat daya untuk pergerakan epoch 2015 ke 2016,
membentuk sudut 13 derajat naik terhadap sumbu tetapi pada pergerakan epoch 2016 ke 2017 titik
komponen E positif. SGH4 bergerak ke arah tenggara.
3. Pada epoch 2016 ke 2017 menunjukkan bahwa 3. Perhitungan regangan dari epoch 2014 hingga
ekstensi dan kompresi yang terjadi pada jaring 2017 menghasilkan nilai regangan normal dan
pemantau cenderung ke arah tenggara membentuk regangan geser pada fraksi 10-6 s.d. 10-4 strain.
sudut 1 derajat turun terhadap sumbu komponen Nilai regangan normal terbesar adalah - 3,2360 x
E positif. 10-4 strain, dan nilai regangan geser terbesar
IV. KESIMPULAN adalah - 1,5709 x 10-4 strain. Hal ini menunjukkan
A. KESIMPULAN bahwa Hipotesis III dari penelitian ini diterima
Berdasarkan hasil dan karena lempeng Sangihe mengalami regangan
pembahasan yang telah diperoleh, lempeng tektonik.
12

B. SARAN and Planetry Science, Massachusetts Institute


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, of Technology.
terdapat beberapa saran untuk penelitian selanjutnya Herring, T.A., King R.W., Floyd M.A., McClusky,
maupun sejenis. Beberapa saran tersebut adalah : S.C., 2006, Introduction to GAMIT/GLOBK.
1. Sebelum melakukan pengukuran, terlebih dahulu Department of Earth, Atmospheric, and
dilakukan pengecekan stasiun IGS yang Planetary Science, Massachusetts Institutes of
digunakan sebagai titik ikat apakah sedang aktif Technology.
atau tidak, sehingga desain jaring titik ikat global King, R.W. dan Bock, Y.K., 2002, Documentation
optimum berdasarkan penelitian Nursetiyadi for the GAMIT GPS Analisis Software.
(2015) dapat digunakan secara berkelanjutan Department of Earth, Atmospheric, and
dalam menganalisis deformasi Kepulauan Planetary Sciences, Massachusetts Institue of
Sangihe. Technology and Scripts Institute of
Oceanography, University of California at San
2. Perlu dilakukan penelitian terkait perbandingan Diego, USA.
pengaruh desain jaring titik ikat IGS yang Lestari, D., 2006,”GPS Study for Resolving the
digunakan pada penelitian sebelumnya dengan Stability of Borobudur Temple Site”, Thesis,
pengaruh desain jaring titik ikat IGS yang School of Surveying and Spatial Information
digunakan pada penelitian ini terhadap ketelitian System, University of New South Wales.
koordinat titik pantau deformasi. Nugraha, S., 2017, Analisis Deformasi Kepulauan
3. Pada saat pengolahan diperlukan pemberian bobot Sangihe Berdasarkan Tiga Kala Pengamatan
h-file biner yang sesuai. Untuk mendapatkan nilai Data Pengukuran GNSS Tahun 2014, 2015 dan
bobot h-file biner yang sesuai tersebut dilakukan 2016, Skripsi, Jurusan Teknik Geodesi,
dengan proses iterasi di GLOBK berulang-ulang Universitas Gadjah Mada.
hingga mendapatkan nilai simpangan baku yang Macpherson, Forde, Hall and Thirlwall, 2003, Intra-
bagus. Oceanic Subduction Systems: Tectonic and
Magmatic Processes, ISBN 1-86239-147-5
UCAPAN TERIMAKASIH p208.
Nursetiyadi, R., 2015, Pengaruh Geometri Jaringan
Dalam kesempatan kali ini penulis mengucapkan IGS Terhadap Ketelitian Koordinat Titik
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak- Pantau Geodinamika Kepulauan Sangihe
pihak yang telah berkontribusi hingga penelitian ini Epoch 2014, Skripsi, Jurusan Teknik Geodesi,
selesai. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Silver, E.A., Moore, C., 1978, The Molluca Sea
DAFTAR PUSTAKA Collision Zone, Indonesia. Journal of
Geophysical Research Solid Earth Volume 83
Abidin, H. Z., 2000, Penentuan Posisi dengan GPS Issue B4.
dan Aplikasinya. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Tatsumi, Y., dkk., 1991, Geochemistry of Quaternary
Altamimi, Z., P. Rebischung, L. Mativier, and C. lavas from NE Sulawesi: transfer of subduction
Xavier (2016), ITRF2014: A new release of the components into the mantle wedge.
International Terrestrial Reference Frame Contributions to Mineralogy and Petrology,
modeling nonlinear station motions, Journal of 107(2), 137–149.
Geophysical Research: Solid Earth, 121. Tzenkov, T. dan Gospodinov, S., 2003, “Geometric
Bock, Y., dkk. 2003, Crustal motion in Indonesia Analysis of Geodetic Data for Investigation of
from Global Positioning System measurements. 3D Landslide Deformations”, Natural Hazards
Journal of Geophysical Research: Solid Earth, Review, Vol. 4, No. 2, 2003, 78-81.
108(B8). JOUR. Wells, D.E., 1986, Guide to GPS Positioning,
Di Leo, J. F., dkk.,2012, Deformation and mantle Canada, Canadian GPS Associates.
flow beneath the Sangihe subduction zone from Widjajanti, N., 2010, Deformation Analysis of
seismic anisotropy. Physics of the Earth and Offshore Platform using GPS Technique and
Planetary Interiors, 194–195, 38–54. its Application in Structural Integrity
Herring, T. A.,dkk., 2015, Introduction to GAMIT / Assessment. Ph.D Disertasi. Universiti
GLOBK. Department of Earth, Atmospheric, Teknologi PETRONAS. Malaysia.
and Planetary Science, Massachusetts Institutes Widjajanti, N., 2001, ”Diktat Deformasi Dasar”,
of Technology. Teknik Geodesi, Universitas Gadjah Mada,
Herring, T.A., dkk., 2010, GAMIT Reference Yogyakarta.
Manual. Department of Earth, Atmospheric, Widjajanti, N., 1997, Analisis Deformasi – Status
13

Geometrik Dua Dimensi dengan Pendekatan


Generalisasi Matriks Kebalikan. Thesis
Magister, Program Studi Geodesi, Program
Pascasarjana Institut Teknologi Bandung,
Bandung.
Yosafat, R.L., 2009, “Pengaruh Jumlah Titik Ikat
pada Proses Perataan Jaring terhadap Ketelitian
Koordinat Titik dalam Jaring GPS Setingkat
Orde 0”, Skripsi, Jurusan Teknik Geodesi
Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Yuwono, dkk., 2017, Analisis Deformasi Di Wilayah
Jawa Timur Dengan Menggunkan Cors Big,
Jurnal Geodesi Undip, Program Studi Teknik
Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas
Diponegoro.
Yudistira, F.M., 2016, Analisis Gerakan 3d Stasiun
Cors Dan Regangan Akibat Gempa Tektonik
Berkekuatan 4 S.D. 5 Sr Pada Kawasan
Pegunungan Selatan Bagian Barat Pulau Jawa.
Tesis Magister, Program Studi Teknik
Geomatika, Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada.

Вам также может понравиться