Вы находитесь на странице: 1из 99

FORMULASI DAN PENENTUAN UMUR SIMPAN MINUMAN

FUNGSIONAL CAMPURAN SIRIH MERAH, JAHE, KAYU


MANIS, DAN JERUK NIPIS

SKRIPSI

SARINAH MONICA
F24080029

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
THE FORMULATION AND SHELF LIFE DETERMINATION OF
FUNCTIONAL BEVERAGE MADE FROM THE MIXTURE OF RED BETEL
EXTRACT, CINNAMON, GINGER, AND LIME EXTRACT

Sarinah Monica and Sedarnawati Yasni


Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering
and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus,
PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia
Phone: +62 8999 89 4129, e-mail: sarinahmonica@gmail.com

ABSTRACT

There were many studies about potential of red betel leaves in case of diabetes prevention. One
stu dy showed the potential of red betel as antihyperglicemic either alone or in a mixture with other
ma terials. This study aims to improve the taste of the functional beverage, analyze volatile
comp onents, and determine the shelf life of the functional beverage. This study begins with the
preparation of raw materials, followed by selected functional beverage formulation, bottling, shelf life
esti mation, and the transformation of a shelf life into expiration time. At the beginning of the study,
imp rovement of beverage is done by adding lime juice in 5 levels of comparison, either in the form of
extr acts of whole fruit or fruit juice broth, sensory testing to get 3 formula was selected, and
determin ation of the characteristics of functional drinks. The results showed that the addition of lime
juice at volume ratio of red betel, ginger, cinnamon, and lime is 5:4:3:4 with panelists approached the
level of preference “rather like”. Level of preference is approximately equal to the level of preference
drinks before coupled with lemon, but increased inhibition of the enzyme α-glucosidase to 79.51%,
has the antioxidant capacity of 442.09 ppm AAE and 411.75 ppm for total phenols.
The bottling process is done by pasteurization at a temperature of 63°C for 30 minutes and
drin k packaged in dark glass bottle. The beverages that have been bottled is then stored at three
differ ent temperatures (5°C, 30°C, and 50°C). Furthermore, the stability observed during 6 weeks of
sto rage products includes pH, TAT, total phenol, TPC, and color using the Accelerated Storage
Stu dies (ASS). Determination of the reaction rate of food deterioration by temperature differences do
with the Arrhenius method. Now we know the shelf life of each of the above parameters, the two
par ameters are determined for the shortest shelf life, namely pH and color (value b). Improvement
for mula-based beverages with the addition of red betel lime juice can increase preference panelists to
drink with the main volatile components are α-curcumene and zingiberene, and shelf life of beverages
was 87 days.

Key words: functional beverage, red betel, storage, shelf life


Sarinah Monica. F24080029. Formulasi dan Penentuan Umur Simpan Minuman Fungsional
Campuran Sirih Merah, Jahe, Kayu Manis, dan Jeruk Nipis. Di bawah bimbingan Sedarnawati
Yasni. 2012

RINGKASAN
Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, termasuk tanaman-tanaman herbal yang
ber manfaat bagi kesehatan. Sirih merah diketahui dapat mengobati berbagai macam penyakit,
termasuk diabetes mellitus. Berkaitan dengan posisi Indonesia sebagai peringkat ke-4 jumlah
penderita diabetes, kemampuan sirih merah untuk menurunkan kadar glukosa darah perlu
dimanfaatkan secara maksimal dalam rangka mendukung program pemerintah terkait dengan
peningkatan kesehatan masyarakat menggunakan bahan alami. Penelitian ini merupakan penelitian
lanjutan terkait perbaikan formula minuman fungsional berbahan utama sirih merah agar penerimaan
asanya dapat ditingkatkan dengan penambahan ekstrak jeruk nipis. Oleh karena itu, tujuan
citar
penelitian ini adalah: (1) memperbaiki citarasa dengan penambahan jeruk nipis dan mengkaji
pengaruhnya terhadap peningkatan kapasitas antioksidan dan aktivitas enzim α-glukosidase, (2)
men ganalisis komponen volatil yang berperan dalam pembentuk citarasa, dan (3) menentukan umur
simpan minuman fungsional formula terpilih dengan metode akselerasi.
Penelitian terdahulu menunjukan potensi sirih merah sebagai antihiperglikemik baik secara
tun ggal maupun dalam campuran dengan bahan lain. Penelitian ini diawali dengan persiapan bahan
bak u, dilanjutkan dengan perbaikan formula minuman fungsional dengan penambahan jeruk nipis dan
pem botolan formula minuman fungsional terpilih untuk selanjutnya dilakukan pendugaan umur
sim pan, serta transformasi umur simpan menjadi waktu kadaluwarsa. Persiapan bahan baku berupa
pen geringan dan ekstraksi dengan air, kecuali jeruk nipis digunakan dalam bentuk segar. Perbaikan
for mula minuman fungsional dilakukan dengan penambahan jeruk nipis pada 5 tingkat perbandingan,
baik dalam bentuk ekstrak buah utuh atau perasan air daging buah, dan dilanjutkan uji sensori dengan
pan elis terbatas untuk mendapatkan 3 formula terpilih, serta penentuan karakteristik minuman
fun gsional. Penambahan jeruk nipis dalam bentuk air perasan daging buah pada perbandingan volume
sirih merah:jahe:kayu manis:jeruk nipis 5:4:3:4 menunjukkan tingkat kesukaan panelis mendekati
agak suka. Karakteristik dari minuman fungsional terpilih adalah kadar air 85,24% (bb), kadar abu
o
2,37% (bk), kadar protein 0,41% (bk), total gula 5,0525%, massa jenis 1,07 g/ml, TPT 15,63 Brix,
viskositas 9,62 mPa.s, kapasitas antioksidan 1348,0909 ppm, total fenol 424,75 ppm, pH 3,84, TAT
278,75 ml NaOH/100 ml contoh, dan warna coklat kekuningan. Komponen volatil utama yang
teridentifikasi dari minuman fungsional adalah -curcumene, geraniol acetate, p-menth-1-en-8-ol, dan
zingiberene.
o
Pada tahap proses pembotolan dilakukan pasteurisasi pada suhu 63 C selama 30 menit dalam
wadah botol gelas gelap kemudian minuman yang sudah dibotolkan disimpan pada tiga suhu berbeda,
o o o
yaitu 5 C, 30 C, dan 50 C selama 6 minggu, dan parameter merliputi pH, TAT, total fenol, TPC, dan
warna dengan metode Accelerated Storage Studies (ASS). Penentuan kecepatan reaksi penurunan
mu tu bahan pangan pada suhu penyimpanan yang berbeda dilakukan dengan metode Arrhenius.
Setelah diketahui umur simpan pada masing-masing parameter, dipilihlah dua parameter dengan umur
simpan tersingkat, yaitu pH dan warna (nilai b). Perbaikan formula minuman berbahan dasar sirih
merah dengan penambahan air perasan jeruk nipis dapat meningkatkan kesukaan panelis terhadap
minuman dengan komponen volatil utama adalah α-curcumene dan zingiberene, serta umur simpan
minuman 87 hari.
FORMULASI DAN PENENTUAN UMUR SIMPAN MINUMAN
FUNGSIONAL CAMPURAN SIRIH MERAH, JAHE, KAYU
MANIS, DAN JERUK NIPIS

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh SARINAH
MONICA F24080029

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Formulasi dan Penentuan Umur Simpan Minuman Fungsional Campuran
Sirih Merah, Jahe, Kayu Manis, dan Jeruk Nipis
Nama : Sarinah Monica
NIM : F24080029

Menyetujui: Dosen
Pembimbing,

(Prof. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M. Agr)


NIP 19581024 198303 2 001

Mengetahui: Ketua
Departemen,

(Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.)


NIP 19680526 199303 1 004

Tanggal Ujian Akhir Sarjana : 22 November 2012.


PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Formulasi dan
Penent uan Umur Simpan Minuman Fungsional Campuran Sirih Merah, Jahe, Kayu Manis,
dan Jeruk Nipis adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademis dan
belu m diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2013


Yang membuat pernyataan,

Sarinah Monica
F24080029

iii
© Hak cipta milik Sarinah Monica, tahun 2013
Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor,
seb agian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan
sebagainya

iv
BIODATA PENULIS

Penulis lahir di Jakarta 12 September 1990 dari


pasangan Bapak Herlian Thendes dan Ibu Aida Mulyawati
Soeng sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis
mengawali jenjang pendidikannya di SD Marsudirini Bekasi
(tamat 2002), SMP Marsudirini Bekasi (tamat 2005), dan
SMA Marsudirini Bekasi (tamat 2008). Penulis terdaftar
sebagai mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008. Pada masa Tingkat Persiapan Bersama,
penulis pernah mendapatkan penghargaan atas prestasi akademik gemilang pada semester pertama
dankedua.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan, diantaranya menjadi
asisten Agama Katolik (Tim Pendamping, 2009-2012), panitia Retret Agama Katolik (2010-2012),
pan itia Pelatihan Asisten Agama Katolik (Tim Pendamping, 2010-2011), bendahara UKM
KeM aKI (2011-2012), staf Humas dalam Panitia LCTIP (2010), dan bendahara HACCP (2010).
Selain itu, penulis pernah mengikuti kegiatan lomba dalam bidang pangan, yaitu 1st Food Bowl
Quiz pada tahun 2011, seminar HACCP pada tahun 2008, dan seminar “Cinta Pangan Lokal untuk
Kebangkitan Indonesia” pada tahun 2012.
Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Formulasi dan Penentuan
Umur Simpan Minuman Fungsional Campuran Sirih Merah, Jahe, Kayu Manis, dan Jeruk Nipis”
di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr.

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya berkat kasih
dankemurahan hati-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Formulasi
danPenentuan Umur Simpan Minuman Fungsional Campuran Sirih Merah, Jahe, Kayu Manis, dan
Jeruk Nipis” ini ditulis berdasarkan penelitian yang dilakukan mulai bulan Maret 2012 sebagai
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Institut Pertanian Bogor. Ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan sepenuh
hatiselama proses perkuliahan, penelitian, dan penyelesaian skripsi ini, yaitu:
1. Orang tua tercinta, Bapak Herlian Thendes dan Ibu Aida Mulyawati Soeng, kakak Astri
Octavia, SST.Par, dan adik Frangky atas segala doa, dukungan, dan kasih sayang yang telah
diberikan.
2. Prof. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr selaku pembimbing akademik atas arahan, perhatian,
dan saran yang telah diberikan.
3. Prof. Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr dan Dias Indrasti, S.TP, M.Sc selaku dosen penguji
atas saran yang telah diberikan.
4. Raymundus Genty Laras, S.Pt atas segala pengorbanan yang telah diberikan selama
5. ini.
Bapak Yohanes, Ibu Rini, dan adik Raymundus Swari Laras atas segala doa, dukungan, dan
6. kasih sayang yang diberikan.
Sahabat yang tak terlupakan : Sally, Bangkit, Virza, Tiur, Hafiz, Misran, Anastasia, dan
Meylina. Terima kasih atas semangat, doa, dan dukungan yang telah diberikan. Terima kasih
7. pula atas persahabatan yang begitu indah dan tulus.
Teman satu bimbingan : Taufiq Rais dan Leo Wibisono. Terima kasih atas dukungan dan
8. semangat yang diberikan.
Teman-teman seperjuangan ITP 45: Kamaliah, Pradhini, Rathih, Rafiqah, Ratna, Yunita,
Niken, Sendy, Andika, Lathifah, Anggi, Tuty, Septariawulan, Niche, Fitrina, Ary, Harum,
Sagita, Iqbal, Angel, Efrat, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per
9. satu.
Rekan-rekan KeMaKI 45 yang sangat berkesan, terutama Lynn, Monica Cory, Hana Ayu,
10. Mellisa atas tumpangan belajarnya.
Tim Pendamping : Ganis, Novra, Martin, Septi, Tommy, Kak Adit, Kak Lisa, Kak Sangkot,
11. Kak Dion, Kak Benny, dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
12. Para guru dan dosen yang telah memberikan ilmunya dari TK sampai
universitas.
Teman se-asrama (A2 lorong 10) : Almh. Indah, Nufzatussalimah, Memel, Lita, Rere,
Yuland, Izza, Eno, Mega, Aina, Retno, dll atas kenangan indah selama di asrama dan terima
13.
kasih atas berbagai pengalaman hidup yang telah dibagikan.
Seluruh analis dan teknisi laboratorium di Seafast Center dan Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan atas bantuan yang telah diberikan, terutama Pak Junaedi, Mbak Fera, Bu
14.
Sri, Bu Rubiah, Pak Rozak, Pak Sobirin, Pak Yahya, Pak Wahid, Bu Yane, dan Bu Antin.
Seluruh pegawai Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas bantuan yang telah diberikan,
terutama Bu Novi, Bu Anie, dan Bu Darsih.

per
Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi banyak orang dan terutama terhadap
kembangan ilmu dan teknologi pangan.
Bogor, Januari 2013
Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ vi


DAFTAR ISI.......................................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL................................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN ............................................................................................................1
1.1. LATAR BELAKANG..............................................................................................1
1.2. TUJUAN ..................................................................................................................1
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................2
2.1. PANGAN FUNGSIONAL.......................................................................................2
2.2. SIRIH MERAH ........................................................................................................2
2.3. JAHE ........................................................................................................................3
2.4. KAYU MANIS ........................................................................................................3
2.5. JERUK NIPIS ..........................................................................................................3
2.6. ANTIOKSIDAN ......................................................................................................4
2.7. ENZIM ALFA GLUKOSIDASE .............................................................................5
2.8. PEMBOTOLAN DAN PASTEURISASI ................................................................5
2.9. UMUR SIMPAN......................................................................................................6
III. METODOLOGI PENELITIAN .......................................................................................8
3.1. BAHAN DAN ALAT ..............................................................................................8
3.2. METODE PENELITIAN .........................................................................................8
3.2.1.PERSIAPAN BAHAN BAKU........................................................................8
3.2.2.FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS SIRIH MERAH ....9
3.2.3.PROSES PEMBOTOLAN MINUMAN FUNGSIONAL .............................11
3.2.4.PENDUGAAN UMUR SIMPAN DENGAN METODE ARRHENIUS ......11
3.2.5.TRANSFORMASI NILAI UMUR SIMPAN MENJADI WAKTU
KADALUARSA............................................................................................1
2
3.3. PROSEDUR ANALISIS........................................................................................13
3.3.1.ANALISIS ANTIOKSIDAN DENGAN METODE DPPH..........................13
3.3.2.ANALISIS TOTAL ASAM TERTITRASI ..................................................13
3.3.3.ANALISIS PH...............................................................................................13
3.3.4.ANALISIS WARNA DENGAN CHROMAMETER ...................................14
3.3.5.ANALISIS TOTAL FENOL.........................................................................14
3.3.6.ANALISIS TOTAL MIKROBA...................................................................14
3.3.7.UJI ORGANOLEPTIK RANKING SEDERHANA DAN RATING
HEDONIK .....................................................................................................15
3.3.8.ANALISIS PENGHAMBATAN AKTIVITAS ENZIM ALFA
GLUKOSIDASE ...........................................................................................15
3.3.9.ANALISIS KOMPONEN SENYAWA VOLATIL MINUMAN .................16
3.3.10.ANALISIS PROKSIMAT MINUMAN FUNGSIONAL TERPILIH .........16
3.3.11.ANALISIS SIFAT FISIK MINUMAN FUNGSIONAL TERPILIH..........16

vii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................................17
4.1. PERSIAPAN BAHAN BAKU...............................................................................17
4.2. PROSES EKSTRAKSI BAHAN BAKU ...............................................................18
4.3. FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL..........................................................18
4.4. ANALISIS KOMPONEN VOLATIL SENYAWA MINUMAN ..........................22
4.5. ANALISIS PROKSIMAT FORMULA TERPILIH...............................................23
4.6. ANALISIS FISIK DAN KIMIA FORMULA TERPILIH .....................................23
4.6.1.MASSA JENIS..............................................................................................23
4.6.2.VISKOSITAS................................................................................................24
4.6.3.TOTAL PADATAN TERLARUT ................................................................24
4.6.4.DERAJAT KEASAMAN DAN TOTAL ASAM TERTITRASI..................25
4.6.5.WARNA........................................................................................................25
4.7. SIFAT FUNGSIONAL FORMULA TERPILIH ...................................................26
4.7.1.ANALISIS PENGHAMBATAN ENZIM ALFA GLUKOSIDASE.............26
4.7.2.TOTAL FENOL ............................................................................................27
4.7.3.KAPASITAS ANTIOKSIDAN.....................................................................28
4.8. PENENTUAN UMUR SIMPAN ...........................................................................28
4.8.1.PARAMETER PH.........................................................................................29
4.8.2.PARAMETER TOTAL ASAM TERTITRASI (TAT) .................................30
4.8.3.PARAMETER WARNA...............................................................................31
4.8.4.PARAMETER TPC (TOTAL PLATE COUNT) ............................................35
4.8.5.PARAMETER TOTAL FENOL...................................................................36
4.8.6.PARAMETER SENSORI .............................................................................37
4.8.7.PENENTUAN ORDO REAKSI ...................................................................42
4.8.8.PENGHITUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN METODE ARRHENIUS43
VI. SIMPULAN DAN SARAN............................................................................................45
6.1. SIMPULAN ...........................................................................................................45
6.2. SARAN ..................................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................46
LAMPIRAN............................................................................................................................52

viii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kandungan buah jeruk


Tab nipis.....................................................................................4 el 2. Formulasi
Tabpenambahan jeruk nipis...........................................................................9 el 3. Hasil
Tab pengukuran kadar air bahan baku .................................................................17 el 4.
TabKapasitas antioksidan bahan baku penyusun minuman fungsional ........................18 el 5.
TabNilai kapasitas antioksidan formula minuman .......................................................28 el 6.
TabStabilitas mikrobiologi selama penyimpanan.........................................................35 el 7.
Persamaan reaksi perubahan mutu dan perlakuan penyimpanan pada Ordo Nol
Tab dan Ordo Satu.........................................................................................................42
Tabel 8. Nilai T, (1/T), k, dan ln k pada 3 suhu penyimpanan Ordo Nol dan Ordo Satu
Tab.....43 el 9. Nilai konstanta perubahan dan umur simpan minuman
fungsional........................43
el 10. Nilai k dan waktu kadaluarsa minuman fungsional pada suhu 30
o
C.....................44
ix
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram alir penelitian


Ga ........................................................................................10 mbar 2. Model Hunter Lab
Ga.............................................................................................26 mbar 3. Perbandingan
Inhibisi Minuman Fungsional Berbasis Sirih Merah dengan
Ga Acarbose..............................................................................................................27
Gambar 4. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan pH Ordo Nol
Ga ..............................29 mbar 5. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan pH Ordo
GaSatu .............................30 mbar 6. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan TAT
GaOrdo Nol ...........................31 mbar 7. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan
GaTAT Ordo Satu ..........................31 mbar 8. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan
Gadengan Nilai L (kecerahan) Ordo Nol ....32 mbar 9. Kurva Hubungan Lama
Ga Penyimpanan dengan Nilai L (kecerahan) Ordo Satu ...32 mbar 10. Kurva Hubungan
GaLama Penyimpanan dengan Nilai a (merah-hijau) Ordo Nol..33 mbar 11. Kurva
GaHubungan Lama Penyimpanan dengan Nilai a (merah-hijau) Ordo Satu.33 mbar 12.
GaKurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Nilai b (kuning-biru) Ordo Nol ..34 mbar
Ga13. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Nilai b (kuning-biru) Ordo Satu.34
Gambar 14. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Total Fenol Ordo
GaNol.................36 mbar 15. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Total Fenol
GaOrdo Satu................37 mbar 16. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter
GaWarna Ordo Nol........38 mbar 17. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan
GaParameter Warna Ordo Satu ......38 mbar 18. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan
Gadengan Parameter Aroma Ordo Nol .......39 mbar 19. Kurva Hubungan Lama
GaPenyimpanan dengan Parameter Aroma Ordo Satu ......39 mbar 20. Kurva Hubungan
GaLama Penyimpanan dengan Parameter Rasa Ordo Nol ..........40 mbar 21. Kurva
Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Rasa Ordo Satu .........40 mbar 22.
Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Overall Ordo Nol ......41
mbar 23. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Overall Ordo Satu
.....41
x
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Tabel Luff Schoorl............................................................................................53


Lampiran 2. Hasil Penentuan Formula..................................................................................54
Lampiran 3. Hasil Analisis Uji Rating Hedonik pada 3 Formula Terpilih............................55
Lampiran 4. Hasil Analisis Uji Rating Hedonik pada Variasi Konsentrasi Pemanis
Lam............57 piran 5. Hasil Analisis Uji Rating Hedonik pada 3 Formula Terpilih
(Kelompok Umur :
Lam 30-80 tahun)......................................................................................................59
Lampiran 6. Hasil Analisis Uji Beda dari Kontrol Pada Alternatif Perbaikan Formula........61
Lampiran 7. Penghambatan Enzim Alfa
LamGlukosidase...........................................................65 piran 8. Massa Jenis Formula
LamTerpilih...........................................................................65 piran 9. Viskositas Formula
LamTerpilih .............................................................................65 piran 10. Total Padatan
LamTerlarut Formula Terpilih ..........................................................65 piran 11. Analisis
LamProksimat ............................................................................................66 piran 12. Hasil
LamAnalisis Komponen Volatil dengan GCMS ............................................69 piran 13.
LamDerajat Keasaman (pH) Formula Terpilih ........................................................75 piran
Lam14. Total Asam Tertitrasi (TAT) Formula Terpilih ................................................75
Lampiran 15. Warna Minuman Formula Terpilih
Lam...................................................................75 piran 16. Total
LamFenol........................................................................................................76 piran 17.
LamStabilitas nilai pH selama penyimpanan ...........................................................77 piran
Lam18. Stabilitas nilai TAT selama penyimpanan ........................................................77
Lampiran 19. Stabilitas warna selama penyimpanan
Lam..............................................................77 piran 20. Stabilitas total fenol selama
Lampenyimpanan........................................................78 piran 21. Stabilitas sensori selama
penyimpanan.............................................................79 piran 22. Persamaan Garis
Hubungan Nilai k dan (1/T) ..................................................79 piran 23. Grafik Plot
Arrhenius Hubungan Nilai ln k dan (1/T) ......................................80
piran 24. Rendemen Hasil Ekstraksi Bahan
Baku............................................................81
xi
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah, termasuk berbagai jenis
tanaman-tanaman herbal. Dari berbagai macam tanaman herbal, hanya beberapa jenis yang telah
diketahui manfaatnya bagi kesehatan karena terbatasnya pengetahuan masyarakat dalam mengolah
tanaman-tanaman herbal tersebut menjadi minuman fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan
(Menteri Kesehatan Indonesia 2007). Proses pengolahan tanaman herbal menjadi minuman
fungsional memerlukan pengetahuan tentang kandungan senyawa aktif dan teknik formulasi agar
asa yang dihasilkan dapat diterima masyarakat serta fungsinya bagi kesehatan dapat
citar
dipertanggungjawabkan.
Salah satu tanaman herbal yang tercatat memiliki manfaat untuk kesehatan adalah sirih
mer ah. Menurut Duryatmo dan Nyuwan (2005), pada era 1990-an tanaman sirih merah masih
dik enal sebagai tanaman hias saja dan sampai dengan tahun 2005 belum ada penelitian yang
men gungkapkan kandungan sirih merah meskipun sudah lebih dikenal sebagai tanaman obat.
Seb agai tanaman obat (fitofarmaka), sirih merah dapat mengobati diabetes melitus, hipertensi,
leu kemia, hepatitis, TBC, maag akut, batu ginjal, ambeien, serangan jantung, radang prostat, asam
urat, dan kanker payudara (Sudewo 2005).
Kemampuan sirih merah untuk menurunkan kadar glukosa darah perlu dimanfaatkan secara
mak simal dalam rangka mendukung program pemerintah terkait dengan peningkatan kesehatan
mas yarakat menggunakan bahan alami. Oleh karena itu, kajian mengenai formulasi minuman
fun gsional berbahan dasar sirih merah ini bertujuan untuk mengoptimalkan daya guna sirih merah.
Hasil penelitian Yasni et al. (2010) menunjukkan bahwa minuman fungsional yang terdiri dari
campuran ekstrak air sirih merah, kayu manis, dan jahe terbukti dapat menghambat aktivitas enzim
alfa-glukosidase sebesar 71.9%, memiliki kapasitas antioksidan sebesar 774.4 ppm (AAE), dan
dapat menurunkan kadar glukosa darah sebesar 55.4%. Meskipun sifat fungsional yang baik
tersebut, penerimaan terhadap rasa, warna, dan overall dari minuman fungsional tersebut masih
belum optimal (masih pada skala agak disukai). Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan
formula melalui penambahan ekstrak air jeruk nipis untuk memperbaiki citarasa dan sekaligus
dapat meningkatkan kapasitas antioksidan dan/atau aktivitas enzim α-glukosidase dari minuman
fungsional tersebut. Selanjutnya, perlu dilakukan kajian umur simpan produk guna mendukung
aspek komersialisasinya.

1.2. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah:


1. memperbaiki citarasa minuman fungsional berbasis sirih merah terdahulu dengan
penambahan ekstrak air jeruk nipis, dan mempelajari pengaruhnya terhadap kapasitas
antioksidan dan aktivitas enzim α-glukosidase
2. menganalisis komponen volatil yang berperan dalam pembentuk citarasa
minuman fungsional berbasis sirih merah
3. menentukan umur simpan minuman fungsional dengan metode akselerasi.

1
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pangan Fungsional

Ada berbagai macam definisi atau pengertian mengenai pangan fungsional. Istilah pangan
fun gsional bukanlah istilah gizi biasa, tetapi ada berbagai istilah yang digunakan untuk
men yatakan pangan fungsional, seperti nutraceuticals, medical foods, atau designer foods (Guo
2000). Menurut ILSI Europe, sebuah forum yang mewakili industri, akademisi, dan pemerintahan,
pangan fungsional adalah suatu pangan yang dapat memberikan manfaat bagi satu atau lebih
fungsi dalam tubuh, melebihi manfaat gizi biasanya dari suatu pangan, dalam kaitannya dengan
kesehatan dan/atau dalam mengurangi risiko dari suatu penyakit (Arnoldi 2000). Pangan
fungsional dapat dikonsumsi seperti pangan pada umumnya dan memiliki penampakan seperti
pangan pada umumnya (Guo 2000).
Indonesia sudah memiliki ketentuan pangan fungsional, yaitu Ketentuan Pokok
Pen gawasan Pangan Fungsional yang ditetapkan melalui Peraturan Kepala Badan POM No.
HK.00.5.52.0685 tahun 2005. Menurut ketentuan tersebut, pangan fungsional adalah pangan
olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah
mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan, dan bermanfaat bagi
kesehatan. Kelompok komponen pangan fungsional adalah vitamin, mineral, gula alkohol, asam
lemak tidak jenuh, asam amino, serat pangan, prebiotik, probiotik, kloin, lesitin dan inositol,
karnitin dan skualen, isoflavon, fitosterol dan fitostanol, dan polifenol.

2.2. Sirih Merah

Tanaman sirih termasuk dalam famili Piperaceae, tumbuhan jenis ini merambat dan
bersandar pada batang pohon lain (Duryatmo dan Nyuwan 2005). Salah satu jenis sirih yang
asuk ke dalam famili Piperaceae adalah sirih merah. Berdasarkan kajian ilmiah sirih merah
term
asuk : kingdom Plantae, subkingdom Tracheobionta, super divisi Spermatophyta, divisi
term
Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Piperales, famili Piperaceae, genus Piper, dan spesies
Piper crocatum.
Tanaman sirih merah tumbuh menjalar seperti halnya sirih hijau keunguan dan tidak
ber bunga. Daun bertangkai membentuk jantung dengan bagian atas meruncing, bertepi rata, dan
per mukaannya mengkilap atau tidak berbulu. Panjang daunnya dapat mencapai 15 -20 cm. Warna
dau n bagian atas hijau bercorak warna putih keabu-abuan. Bagian bawah daun berwarna merah
hati cerah. Daunnya berlendir, berasa sangat pahit, dan beraroma wangi khas sirih. Batang
tan aman bersulur dan beruas dengan jarak buku 5-10 cm dan disetiap buku tumbuh bakal akar.
Tan aman sirih merah dapat tumbuh baik ditempat yang teduh dan tidak telalu banyak terkena sinar
mata hari (Sudewo 2005). Menurut Salim (2006) rebusan daun sirih merah mengandung alkaloid,
flav onoid, dan tanin, serta tidak bersifat toksik bagi hewan coba dan dapat menurunkan kadar
glu kosa darah pada dosis 20 g/kg BB. Penurunan kadar glukosa darah tersebut terjadi melalui
perbaikan kelenjar endokrin pankreas tikus yang rusak akibat aloksan (Safithri et al.
2006).

2
2.3. Jahe

Jahe adalah umbi dari pohon Zingiber officionale Roscoe yang termasuk dalam famili
Zin giberaceae. Tanaman ini tergolong tanaman herba, tegak, dan dapat mencapai ketinggian 40-
100cm. Akarnya sering disebut rimpang jahe, bercabang tak beraturan, berserat kasar, menjalar
mendatar, dan bagian dalam rimpang berwarna kuning pucat (Koswara 2006).
Jahe mengandung minyak atsiri dan oleoresin yang menyebabkan aroma harum dan rasa
ped as. Kandungan minyak atsiri sebesar 1-3 persen dengan kandungan utama berupa zingiberen
dan zingiberol. Komponen oleoresinnya terdiri atas gingerol dan zingiberen, shagaol, minyak
atsi ri, dan resin. Pemberi rasa pedas utama adalah zingerol. Jahe diketahui mengandung
antio ksidan yang membantu menetralkan efek merusak dari radikal bebas di dalam tubuh
(Ko swara 2006). Jahe ini juga diketahui memiliki potensi antihiperglikemia dengan dosis sebesar
500 mg/kg BB pada tikus yang diinduksi diabetes dengan streptozotocin (STZ) (Al-amin et al.
2006).

2.4. Kayu Manis

Kayu manis merupakan tumbuhan berdaun rimbun yang tingginya mencapai 16 m.


Tum buhan ini termasuk famili Lauraceae. Kayunya agak pejal dan berat tetapi tidak keras serta
ber warrna coklat atau merah muda. Daunnya berwarna merah atau hijau (Syukur dan Hernani
2002). Minyak atsiri kayu manis dari Indonesia digolongkan dalam cassia oil karena kesamaan
kandungan sinamiladehidanya dalam tanaman dan memiliki aroma yang disukai masyarakat,
sehingga banyak digunakan sebagai flavor makanan (Wuri et al. 2004).
Salah satu potensi ekstrak kayu manis bagi kesehatan adalah sebagai anti-
hip erkolesterolemia yang terbukti dapat menurunkan kolesterol total serum (Azima et al. 2004).
Poten si lain kayu manis adalah sebagai antioksidan karena kandungan senyawa tannin dan
eug enolnya (King 2000). Sinamaldehid pada minyak kayu manis diketahui dapat menghambat
enzi m -glukosidase dengan konsentrasi penghambatan sebesar 93,29% pada konsentrasi 50 ppm
(Ngadiwiyana et al. 2011).

2.5. Jeruk Nipis

Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) merupakan tumbuhan yang diduga berasal dari dataran
Cin a dan menyebar luas ke berbagai negara di dunia. Jeruk nipis tumbuh optimal pada dataran
o o
ren dah sampai dataran tinggi dengan suhu udara berkisar 25 C–30 C. Buah yang dihasilkan
ber bentuk bundar, pada waktu muda berwarna hijau namun setelah tua (matang) berubah menjadi
kun ing cerah. Cita rasa buah sangat masam dan berbau sedap dengar kadar asam sitrat ±6%.
Dag ing buah berwarna putih, berair asam, wangi, dan kadar vitamin C-nya tinggi. Komposisi
min yak atsirinya antara lain limonen, α-pinen, mirsen, β-pinen, sabinen, dan isokamfen yang
term asuk golongan hidrokarbon monoterpen; geraniol, linalol, neral, nerol, geranial, geranil asetat,
α-ter pineol, sitronelol, dan neril asetat yang termasuk golongan monoterpen teroksigenasi; serta β-
kariofilen yang termasuk golongan hidrokarbon siskuiterpen (Dongmo et al. 2009).

3
Kandungan vitamin C yang tinggi dari jeruk nipis sangat berguna sebagai antioksidan dan
meningkatkan daya tahan tubuh sehingga kuman-kuman patogen dapat dimatikan oleh tubuh.
Kandungan buah jeruk nipis dalam tiap 100 g dapat dilihat pada Tabel 1 (Trisbiantara 2008).

Tabel 1. Kandungan buah jeruk nipis

Kandungan Jumlah
Vitamin C 27 mg
Kalsium 40 mg
Fosfor 22 mg
Hidrat arang 12.4 g
Vitamin B1 0.04 mg
Zat besi 0.6 mg
Lemak 0.1 g
Kalori 37 g
Protein 0.8 g
Air 86 g

2.6. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada
rad ikal bebas, sehingga radikal bebas dapat diredam (Sunarni 2005). Antioksidan dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu antioksidan primer yang dapat bereaksi dengan radikal bebas membentuk
pro duk yang lebih stabil dan antioksidan sekunder atau antioksidan pelindung yang berperan
dala m mereduksi kecepatan rantai inisiasi melalui berbagai macam mekanisme dan berperan
dala m memperlambat laju autooksidasi lemak dengan cara mengikat ion logam, memecah
hid roperoksida menjadi spesies non radikal, menyerap radiasi ultraviolet, dan menginaktifkan
oksigen singlet (Winarti 2010).
Ada berbagai macam antioksidan yang ditawarkan pada masyarakat, yaitu antioksidan
ala mi dan antioksidan sintetik. Menurut Sofia (2006), antioksidan alami dalam makanan dapat
ber asal dari (a) senyawa endogenous dari satu atau lebih komponen makanan, (b) substansi yang
terb entuk dari hasil reaksi selama pengolahan, dan (c) bahan tambahan makanan yang diisolasi
dar i sumber alami. Sebagian besar antioksidan alami berasal dari tanaman. Beberapa sumber
um um antioksidan alami berasal dari tanaman. Beberapa sumber umum antioksidan alami dari
tan aman adalah alga, serealia, produk kokoa, sitrus, tanaman bumbu dan rempah, legume, biji-
bijian berminyak, ekstrak tanaman, protein hidrolisat, resin, lada, bawang merah dan bawang
putih, dan zaitun.
Antioksidan alami dapat berfungsi dengan satu atau lebih cara seperti (a) sebagai senyawa
per eduksi, (b) sebagai penangkap radikal bebas, (c) pengkelat logam prooksidan, dan (d) quencher
dar i bentuk singlet oksigen. Senyawa-senyawa ini umumnya dari kelompok fenolik atau
polif enolik dari sumber tanaman. Antioksidan alami yang paling umum adalah flavonoid
(flav onol, isoflavon, flavon, katekin, dan flavonol), derivat asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan
asam organik polifungsional (Sofia 2006).
Diabetes mellitus (DM) adalah sebuah kerusakan metabolisme yang ditandai dengan gejala
hiperglikemia yang disebabkan kurangnya sekresi insulin atau kerja insulin yang kurang baik. DM
yan g tidak terkontrol dapat menyebabkan berbagai komplikasi pada berbagai jaringan dan sistem

4
pem buluh darah atau mempercepat artesoklorosis (Miyamoto et al. 2010). DM terlibat dalam
pro ses pembentukan radikal bebas (Droge W 2002) melalui autooksidasi glukosa, glikasi protein,
dan aktivasi jalur metabolisme poliol yang selanjutnya mempercepat pembentukan senyawa
oks igen reaktif. Pembentukan senyawa oksigen reaktif tersebut dapat meningkatkan modifikasi
lipid, DNA, dan protein pada berbagai jaringan (Ueno et al. 2002). Modifikasi molekuler pada
berbagai jaringan tersebut mengakibatkan ketidakseimbangan antara antioksidan protektif
(pertahanan antioksidan) dan peningkatan produksi radikal bebas. Hal itu merupakan awal
kerusakan oksidatif yang dikenal sebagai stres oksidatif (Sofia 2006). Untuk meredam kerusakan
oksidatif tersebut diperlukan antioksidan. Peningkatan suplai antioksidan yang cukup akan
membantu pencegahan komplikasi klinis diabetes mellitus.

2.7. Enzim Alfa Glukosidase

Enzim α-glukosidase dengan nama kimia α-D-glukosida glukohidrolase terletak dalam


per mukaan membran dalam sel usus (Gao et al. 2008). Enzim ini merupakan enzim utama
pem ecah karbohidrat menjadi glukosa dalam usus kecil (Lee et al. 2007). Enzim α-glukosidase
dik etahui merupakan enzim yang dapat mengkatalisis pemecahan ikatan 1,4 α-glukosida dan
ikata n 1,6 α-glukosida. Kerja enzim ini adalah melanjutkan kerja dari enzim α-amilase yakni
men ghidrolisis α-limit dekstrin menjadi glukosa (Berdanier et al. 2006). Enzim α-glukosidase
terlib at dalam degradasi glikogen dan memiliki pH optimum 7. Enzim ini sering digunakan untuk
men getahui potensi tumbuhan sebagai antidiabetes secara in vitro dengan mekanisme
pen ghambatan. Penghambatan kerja enzim ini dapat menunda penyerapan glukosa ke dalam darah
setela h adanya asupan makanan (Elya et al. 2012). Semakin besar potensi tumbuhan sebagai
antidiabetes, semakin tinggi pula penghambatan aktivitas enzim ini (Azizah 2005).

2.8. Pembotolan dan Pasteurisasi

Pengemasan pangan adalah salah satu proses terakhir dalam suatu rantai produksi pangan.
Pen gemasan pangan ini bertujuan untuk melindungi produk pangan dari berbagai pengaruh luar
yan g memungkinkan kerusakan pada produk pangan, mempermudah dalam proses pengangkutan
pro duk pangan, dan berguna dalam memberikan informasi mengenai komposisi dan informasi gizi
bag i konsumen (Coles et al. 2003). Ada berbagai bahan pengemas yang umum digunakan, yaitu
kac a, logam, plastik, dan karton. Pemilihan bahan pengemas yang tepat akan dapat
memperpanjang umur simapn suatu produk pangan (Marsh dan Bugusu 2007).
Berbagai macam pangan dapat dikemas dalam kemasan kaca, contohnya adalah kopi instan,
rem pah, makanan bayi, produk susu, selai, sirup, bir, wine, air mineral, dan lain-lain (Coles et al.
200 3). Keuntungan dari bahan pengemas kaca adalah tidak berbau, tahan terhadap bahan kimia,
tidak tembus gas dan uap, tahan terhadap suhu tinggi, dapat diproduksi dalam berbagai bentuk,
serta dapat digunakan kembali dan dapat didaur ulang. Bahan pengemas kaca dapat pula
diproduksi dalam berbagai warna maupun transparan (Marsh dan Bugusu 2007).
Komposisi bahan pengemas kaca ini bervariasi tergantung pada warna kemasan tetapi pada
dasar nya tersusun atas soda (Na2O), kapur (CaO), dan silika (SiO2). Kemasan botol kaca
tran sparan tersusun atas silika (72%) yang berasal dari pasir kemurnian tinggi, kapur 12% dari
batu kapur, soda (12%) dari abu soda, alumina (Al 2O3), magnesium (MgO), dan potasium (K2O).

5
Pada kemasan kaca tidak transparan atau berwarna terdapat bahan tambahan lain yang
ditambahkan, seperti besi oksida (Fe2O3) yang memberikan warna hijau pucat, kromium oksida
(Cr2O3) yang menghasilkan warna biru kehijauan yang halus, penambahan besi oksida dan
kromium oksida menghasilkan warna hijau tua, penambahan karbon dan peleburan komposisi
yang mengandung besi oksida pada kondisi reduksi menghasilkan warna coklat, serta penambahan
cobalt pada kaca dengan kandungan besi yang rendah menghasilkan warna biru (Coles et al.
2003).
Dalam pembuatan suatu produk pangan, sering dilakukan proses pemanasan. Proses
pem anasan bertujuan untuk menginaktifkan mikroorganisme patogen atau perusak. Proses
pemanasan dapat mempengaruhi fisik dari suatu produk atau menyebabkan perubahan karena
reaksi kimia pada produk pangan, contohnya adalah reaksi pencoklatan. Proses ini berlangsung
dengan memberikan panas pada produk dan ditahan selama jangka waktu tertentu untuk
men ginaktifkan mikroorganisme sebelum kemudian didinginkan (Lewis dan Heppell 2000).
Salah satu faktor yang paling penting untuk diperhatikan dalam proses pemanasan adalah
ting kat keasaman dari produk pangan. Berdasarkan tingkat keasaman ini, produk pangan dapat
dib agi menjadi dua, yakni pangan berasam tinggi (pH < 4.5) dan pangan berasam rendah (pH
>4. 5). Pembagian ini didasarkan pada viabilitas dari bakteri Clostridium botulinum. Bakteri ini
biasa tidak aktif dan tidak bereproduksi pada pH di bawah 4.5. Tujuan proses pemanasan pada
pro duk berasam tinggi adalah untuk menginaktivasi kapang dan khamir. Nilai pH umumnya akan
men urun selama proses pemanasan sebesar kurang lebih 1 unit pH tetapi dapat kembali mendekati
nilai awalnya setelah proses pendinginan (Lewis dan Heppell 2000).
Pasteurisasi adalah salah satu cara pengawetan panas yang ringan untuk menginaktivasi
mik roorganisme yang tidak tahan panas, seperti bakteri vegetatif, kapang, dan khamir yang dapat
men yebabkan kerusakan produk pangan ataupun keracunan pangan (Lewis dan Heppell 2000).
Prin sip pasteurisasi adalah pemanasan produk dalam waktu yang singkat sampai mencapai
kombinasi suhu dan waktu tertentu yang cukup untuk membunuh semua mikroorganisme patogen,
tetapi hanya menyebabkan kerusakan sekecil mungkin terhadap produk akibat panas. Proses
pengawetan dikatakan ringan karena jumlah kerusakan secara kimia maupun perubahan
karakteristik sensori yang dihasilkan sangat minimal.
Lewis dan Heppell (2000) mengatakan bahwa proses pasteurisasi yang dipadukan dengan
pendinginan secara cepat dan penyimpanan pada suhu rendah umumnya akan menghasilkan
produk yang lebih bertahan lama. Namun, penting pula untuk menjaga agar tidak terjadi
rekontaminasi setelah proses pasteurisasi dilakukan atau dikenal dengan PPC (postpasteurization
contamination).
Menurut Fellows (2000), berdasarkan kombinasi suhu dan waktu pasteurisasi metode
pasteurisasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu singkat (High Temperature Short Time/HTST),
o
yaitu proses pemanasan susu selama 15 detik pada suhu 72 C
2. pasteurisasi dengan suhu rendah dan waktu lama (Low Temperature Long Time/LTLT)
o
yakni proses pemanasan susu pada suhu 63 C selama 30 menit.

2.9. Umur Simpan

Salah satu faktor terpenting dalam pembuatan produk pangan adalah umur simpan produk.
Umur simpan adalah selang waktu antara saat produksi hingga produk masih berada dalam kondisi

6
yan g memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, nilai gizi, serta layak
dik onsumsi (Robertson 2010). Hasil dari berbagai reaksi kimiawi yang terjadi di dalam produk
mak anan bersifat akumulatif dan irreversible selama penyimpanan, sehingga pada saat tertentu
hasil reaksi tersebut mengakibatkan mutu makanan tidak dapat diterima (Robertson 2010).
Faktor yang mempengaruhi umur simpan dapat dikategorikan menjadi faktor internal dan
eks ternal (Robertson 2010). Faktor internal merupakan karakteristik produk akhir, misalnya
akti vitas air (aw), pH, nilai gizi, penggunaan bahan pengawet dan biokimia alami produk (enzim
dan komponen kimia). Faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi produk selama
pen giriman hingga diterima konsumen. Faktor eksternal diantaranya adalah suhu penyimpanan,
RH penyimpanan, RH proses, RH pengiriman, komposisi udara dalam kemasan dan penanganan
selama di konsumen.
Umur simpan produk pangan dapat diduga dan kemudian ditetapkan waktu kadaluarsanya
dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan yaitu Extended Storage
Studies (ESS) dan Accelerated Storage Studies (ASS). ESS sering juga disebut sebagai metode
konvensional yaitu penentuan tanggal kadaluarsa dengan menyimpan suatu seri produk pada
kondisi normal sehari-hari dan dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya sehingga
mencapai tingkat kadaluarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun memerlukan waktu yang panjang
dananalisa parameter mutu yang relatif banyak. Metode ESS sering digunakan untuk produk yang
mempunyai kadaluarsa kurang dari 3 bulan (Arpah 2001).
Metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) atau metode akselerasi digunakan untuk
mempercepat waktu penurunan umur simpan. Kondisi penyimpanan pada metode ini diatur di luar
kon disi normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan penentuan umur simpan dapat
diten tukan (Arpah 2001). Penggunaan metode akselerasi disesuaikan dengan keadaan dan faktor
yang mempercepat kerusakan produk yang bersangkutan. Model yang diterapkan pada penelitian
akselerasi ini menggunakan pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu
suatu cara pendekatan yang menggunakan teori kinetika yang pada umumnya mempunyai ordo
reaksi nol atau satu untuk bahan pangan.

7
III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan yang digunakan dalam
pem buatan minuman fungsional, penentuan umur simpan, dan analisis. Bahan yang digunakan
dala m pembuatan minuman fungsional dan penyimpanan adalah sirih merah, jahe, kayu manis,
jeruk nipis, dan air. Bahan yang digunakan dalam analisis adalah air destilata, larutan buffer fosfat,
laru tan DPPH 1.5 mM, metanol, etanol, asam askorbat, indikator phenolptalein, NaOH 0.1 N,
asa m galat, etanol 95%, Folin Ciocalteau 50%, larutan Na2CO3, larutan enzim α-glukosidase (0.5
mg dilarutkan dalam 10 ml 0.1 M larutan buffer fosfat pH 7 yang mengandung 100 mg bovin
alb umin), p-nitrofenil α-D-glukopiranosida (p-NPG) 20 mM, buffer fosfat 0.1 M pH 7, acarbose,
Na2CO3 200 mM, HCl 25 %, heksana, PCA, larutan pengencer steril K2SO4, HgO, H2SO4, batu
didih, NaOH 60 %, Na2SO3 5%, H3BO3, indikator metilen red-metilen blue, HCl 0,02 N, bubur
Al(OH)3, larutan Pb asetat, Na2CO3 anhidrat, K/Na oksalat anhidrat, Na fosfat, HCl 30%, NaOH
45%, larutan Luff Schrool, KI 20%, dan H2SO4 26.5%.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari alat yang digunakan dalam pembuatan
minuman fungsional, penyimpanan, dan analisis. Alat yang digunakan dalam pembuatan minuman
fun gsional dan penyimpanan adalah neraca analitik, blender kering, panci, kompor, centong, alat
pem eras jeruk, baskom, kain saring, botol kaca, gelas ukur 500 ml dan termometer. Alat yang
dig unakan dalam analisis adalah sudip, gelas pengaduk, pipet tetes, botol semprot, penangas air,
tab ung sentrifus, sentrifus, gelas piala 100 ml, gelas piala 250 ml, erlenmeyer 100 ml, erlenmeyer
250 ml, tabung reaksi, tabung reaksi berulir, mikropipet, labu destilasi, pipet volumetrik 1 ml,
pipet volumetrik 5 ml, pipet volumetrik 10 ml, kuvet, labu takar 10 ml, labu takar 50 ml, labu takar
100 ml, labu takar 250 ml, gelas ukur 10 ml, gelas ukur 100 ml, gelas arloji, cawan petri, cawan
alu minium, cawan porselen, alat vortex, spektrofotometer UV-Vis, alat GCMS (gas
chr omatography and mass spectrometry), chromameter, pH meter, piknometer, viskometer
Brookfield, refraktometer, kertas saring, dan kapas.

3.2. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan, dan secara rinci dapat disimak pada
Gambar 1.

3.2.1. Persiapan Bahan Baku

Secara umum, diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Penelitian dimulai
dengan proses pengeringan daun sirih merah dan jahe dengan cara menjemur daun sirih merah
yang sudah dicuci bersih dan jahe yang sudah dipotong di bawah sinar matahari mulai pukul
09. 00-14.00, sedangkan jeruk nipis digunakan dalam bentuk segar serta kayu manis yang
dig unakan sudah dalam bentuk kering. Bahan baku kering dibubukkan menggunakan blender

8
kering, dikemas dalam plastik yang diseal dan dimasukkan dalam toples kaca bersilika gel,
kemudian disimpan untuk digunakan pada proses-proses selanjutnya.
Semua sampel yang telah dikeringkan kemudian diekstrak dengan cara seperti yang telah
dilak ukan sebelumnya oleh Yasni et al. (2010). Bubuk sirih merah, jahe, dan kayu manis masing-
masi ng ditimbang sebanyak 20 gram direbus dalam 100 ml air (1:5) dalam keadaan tertutup
den gan api sedang. Setelah ekstrak mendidih, proses pemanasan ditahan selama 15 menit untuk
sirih merah dan jahe, serta 5 menit untuk kayu manis dengan menjaga volume air agar tetap
o
melalui penambahan air panas (suhu 70 C). Ekstrak didapatkan melalui penyaringan menggunakan
kain saring. Residu hasil penyaringan dari ekstrak masing-masing kemudian diekstrak kembali
dengan air yang jumlahnya setengah dari jumlah air pada proses ekstraksi pertama. Filtrat hasil
ekstraksi kedua disatukan dengan filtrat pertama, dan disebutkan sebagai hasil ekstrak bahan baku
utama.

3.2.2. Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Sirih Merah

Usaha memperbaiki tingkat kesukaan dari minuman fungsional dilakukan dengan


pen ambahan jeruk nipis. Jeruk nipis yang dipilih adalah jeruk nipis berwarna kuning dan empuk.
Jeruk nipis ditambahkan dalam bentuk ekstraknya dan dalam bentuk perasan air jeruk nipis. Proses
eks traksi jeruk nipis dilakukan dengan memotong-motong jeruk nipis ke dalam bentuk yang lebih
kec il, kemudian merebusnya dalam air dengan perbandingan 1:10 (kondisi potongan jeruk dapat
teren dam seluruhnya) dan ditutup. Setelah mendidih, proses pemanasan ditahan selama 15 menit
o
den gan penambahan air panas (suhu 70 C), lalu disaring menggunakan kain saring. Cara kedua
adalah penambahan air perasan jeruk nipis yang didapat dengan memotong jeruk nipis ke dalam
bagian yang lebih kecil dan diperas agar air dari buah jeruk nipis keluar. Hasil perasan disaring
menggunakan kain saring. Pemilihan bentuk jeruk nipis yang ditambahkan pada formula baku
didasarkan pada kapasitas antioksidan yang dihasilkan keduanya. Bentuk yang memiliki kapasitas
yang lebih tinggi yang akan dipilih.
Pembuatan formula minuman mengikuti formula baku dari minuman fungsional berbahan
dasar sirih merah yang telah dilakukan sebelumnya oleh Yasni et al. (2010), yaitu dengan
men campurkan 5 ml ekstrak sirih merah, 4 ml ekstrak jahe, dan 3 ml esktrak kayu manis (5:4:3
(v/v)). Untuk perbaikan formula, ditambahkan sari jeruk nipis pada lima tingkat perbandingan,
sehingga dihasilkan lima formula baru (Tabel 2). Pada tahap akhir pembuatan formula,
ditambahkan 12% (b/v) pemanis stevia.

Tabel 2. Formulasi Penambahan Jeruk Nipis


Komposisi
Deskripsi
Sirih merah : Jahe : Kayu manis : Jeruk nipis (v/v)
Formula 1 5:4:3:1
Formula 2 5:4:3:2
Formula 3 5:4:3:3
Formula 4 5:4:3:4
Formula 5 5:4:3:5

9
• .

P ersiap an b ahan b
aku
(p engeringan dan
ekstraksi)

·+·

@ F ormulasi I : P emilihan 3 formula dari 5 formula P erb aikan


citaras a
:::c
D)

!?. F ormulasi II : Uji sens ori 3 formula P erb aikan citaras a


",C.
terpilih
... D)
3
" P engukuran kap asitas antioksidan

-
"'tJ
0:, 3 formula P erb aikan citaras a
::l
terpilih
, F ormulasi III : Uji sens ori formula P erb aikan
I.l.l
citaras a terpilih dengan 3 taraf variasi kons entrasi
..
;:::;: P emanis
,
c..:.
.
�:a. F ormulasi IV : Uji sens ori formula P erb aikan citaras a dengan P
0 erlakuan
0
3 P erb aikan warn a minuman menggunakan mundar (b erwarna me
CT'
(I) rah)
,:.:.l
..
c
,s
0
"O
0
"O
F ormulasi V : P emilihan 3 formula dari 5
c:: : l formula
,..
.. P erb aikan citaras a oleh P anelis b erumur 30-80
0 tahun
::l

Formula citaras
"O Karakteristik pro du.k 14 a
terpilih
P enentuan umur simp
0 an
produ.k

OJ P enyimp anan :r ada suhu 5 °C, 30 °C, dan 50


0 °C
(C
0-,

(C
)> C P�ngamatan produ.k 0, 2, 4, 6, 8 minggu
-�
: : :t
o
c
P enentuan
waktu
kadaluaras a
G
a
m
b
a
r

1
.

D
i
a
g
r
a
m

a
l
i
r

p
e
n
e
l
i
t
i
a
n

10
Kelima formula diujikan kepada 5 orang panelis terlatih untuk mengetahui kesukaannya
terhadap formula yang diujikan. Pada tahapan ini, panelis diminta untuk mengurutkan formula
yang paling disukai sampai yang paling tidak disukai, kemudian dipilihlah 3 formula yang paling
dis ukai. Selanjutnya, pada 3 formula terpilih tersebut dilakukan uji rating hedonik oleh 70 orang
pan elis tidak terlatih untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis (Meilgaard et al. 1999) dan akan
dip ilih 1 formula yang memiliki tingkat kesukaan paling tinggi, berdasarkan parameter aroma,
rasa, warna, dan overall. Formula yang terpilih dilakukan pengujian umur simpan dengan metode
akselerasi.

3.2.3. Proses Pembotolan Minuman Fungsional

Persiapan dalam penentuan umur simpan meliputi pencucian botol kaca, sterilisasi botol
kaca dengan perebusan, pengeringan botol kaca, ekstraksi bahan baku, pencampuran ekstrak bahan
baku, dan proses pembotolan. Proses perebusan botol dilakukan dengan cara memasukkan botol ke
dalam air mendidih selama 30 menit. Botol kemudian dikeringkan pada udara terbuka. Proses
pembotolan meliputi pemasukan minuman fungsional ke dalam botol, proses pasteurisasi,
penutupan, dan proses pendinginan botol.
Proses ekstraksi bahan baku dilakukan satu hari sebelum proses pembotolan, karena
jutkan
dilan dengan tahap dekantasi. Ekstrak bahan baku kemudian dicampur dan dipanaskan
sambil diaduk serta ditambahkan pemanis stevia menjadi minuman fungsional yang siap dikemas.
o
Proses pemanasan dalam mencampur bahan-bahan ini dilakukan pada suhu 70 C dan dalam
keadaan tertutup. Minuman fungsional tersebut kemudian diisikan dalam keadaan panas (hot
g) ke dalam botol kaca yang sudah kering sampai pada bagian leher botol, kemudian
fillin
dipasteurisaasi selama 30 menit pada suhu 63oC (Fellows 2000), lalu botol langsung ditutup,
diseal, dan langsung didinginkan pada air mengalir.
o o
Botol-botol setelah dingin diberi label dan siap disimpan pada 3 suhu berbeda (5 C, 30 C,
o
dan 50 C). Proses penyimpanan minuman dilakukan selama 6 minggu dengan mengamati 6
parameter kerusakan, yaitu pH, warna, total asam tertitrasi (TAT), total plate count (TPC), total
fenol, dan sensori. Parameter total fenol dan sensori dilakukan pada minggu ke-0, 2, 4, dan 6,
sedangkan 4 parameter yang lain dilakukan mulai dari minggu ke-0 sampai minggu ke-6.

3.2.4. Pendugaan Umur Simpan dengan Metode Arrhenius

Model Arrhenius adalah suatu jenis pendekatan yang mengkuantifikasi pengaruh suhu
terhadap reaksi deteriorasi. Persamaan Arrhenius merepresentasikan ketergantungan konstanta laju
rea ksi terhadap suhu dalam kisaran suhu yang luas. Persamaan Arrhenius dituliskan sebagai
berikut :

11
keterangan :
kt = nilai k pada suhu penyimpanan t
T = suhu penyimpanan
Ea = energi aktivasi (J/mol) = slope model Arrhenius
R = konstanta gas (8,314 J/molK)

Hasil pengamatan umur simpan selama periode tertentu penyimpanan diplotkan pada grafik
hub ungan antara lama penyimpanan (hari) dengan rata-rata penurunan mutu (k). Jika reaksi
ker usakan pangan belum diketahui model orde reaksinya, maka nilai plot tersebut dilakukan pada
Ord e Nol dan Orde Satu. Plot pada Orde Nol dilakukan langsung antara lama penyimpanan (hari)
dan penurunan mutu (k), sedangkan pada Orde Satu nilai k diubah menjadi bentuk lon (ln) dulu
lalu diplot terhadap lama penyimpanan dan masing-masing ditentukan persamaan regresi liniernya.
Hasil plot tersebut memberikan informasi nilai k, intersep, dan koefisien korelasi masing-
masi ng suhu penyimpanan. Langkah selanjutnya adalah memplotkan nilai k atau ln k terhadap
suh u penyimpanan dalam bentuk Kelvin (K, 1/T). Plot kedua ini memberikan informasi nilai k,
intersep, dan koefisien korelasi. Nilai k hasil plot ini merupakan nilai energi aktivasi dibagi dengan
kon stanta gas (Ea/R), karena persamaan garis linier hasil plot akan mengikuti persamaan
Arrhenius. Umur minuman fungsional dapat dihitung dengan persamaan :

keterangan :
ts = waktu kadaluarsa (hari)
Q0 = mutu awal produk
Qs = mutu akhir produk
k = konstanta laju penurunan mutu

3.2.5. Transformasi Nilai Umur Simpan Menjadi Waktu Kadaluarsa

Transformasi umur simpan menjadi waktu kadaluwarsa didasarkan pada parameter yang
o
memberikan nilai umur simpan tersingkat pada suhu ruang (30 C).

12
3.3. Prosedur Analisis

3.3.1. Analisis Antioksidan dengan Metode DPPH (Kubo et al. 2002;


Molyneux 2004)

Analisis antioksidan minuman fungsional diawali dengan pengukuran kapasitas antioksidan


den gan membuat kurva standar menggunakan asam askorbat pada konsenrasi 0 sampai 250 ppm.
Pro sedur pembuatan larutan standar sama dengan prosedur pengujian sampel, yaitu dengan
me masukkan 1.5 ml larutan buffer fosfat ke dalam tabung reaksi, lalu ditambah 2,85 ml etanol,
dan larutan DPPH 1.5 mM sebanyak 150 l, lalu dikocok dengan alat vortex, dan kemudian
dita mbahkan 45 l asam askorbat. Selanjutnya, dibuat kurva standar asam askorbat dengan
me mplot hubungan antara konsentrasi asam askorbat dan selisih antara absorbansi blanko dan
absorbansi sampel.
Prosedur pengujian sampel dimulai dengan memasukkan 1.5 ml larutan buffer fosfat ke
dalam tabung reaksi, lalu ditambah 2,85 ml etanol, dan larutan DPPH 1.5 mM sebanyak 150 l,
laludikocok dengan alat vortex, dan kemudian ditambahkan 45 l sampel. Campuran didiamkan
selama 30 menit pada suhu ruang dan diukur absorbansinya (A sampel) pada panjang gelombang
520nm. Absorbansi blanko diperoleh melalui prosedur yang sama kecuali tanpa ada penambahan
sampel. Selanjutnya selisih absorbansi blanko dengan absorbansi sampel disubstitusi pada
persamaan kurva standar asam askorbat untuk menentukan AAE (Ascorbic Acid Equivalent).
Kapasitas antioksidan dihitung berdasarkan persamaan berikut :

Kapasitas antioksidan (%) =

3.3.2. Analisis Total Asam Tertitrasi (AOAC Official Method 940.15 1995)

Sampel dituang ke dalam gelas piala lalu diaduk hingga homogen, dan disaring dengan
ker tas saring. Sampel sebanyak 4 ml dilarutkan menjadi 250 ml dengan air destilata dalam labu
tak ar. Dari 250 ml larutan tersebut, diambil 25 ml dan kemudian ditambahkan 2-3 tetes indikator
phen olptalein. Titrasi dilakukan dengan larutan NaOH 0.1 N yang sudah distandarisasi secara
duplo, dan volume NaOH yang digunakan dicatat. Total asam tertitrasi dihitung dengan persamaan
berikut :

TAT (ml NaOH 0.1 N/100 ml sampel) =

3.3.3. Analisis pH (AOAC Official Method 981.12 1995)

Sebelum dilakukan analisis pH, sampel harus dipastikan sudah dalam keadaan homogen
encer. Elektroda pada pH-meter dibilas dengan air destilata, dikeringkan dengan tissue, lalu
dan
asukan ke dalam gelas piala berisi sampel. Pembacaan skala pH dibiarkan beberapa saat
dim
pai pembacaan stabil, dan dilakukan duplo.
sam

13
3.3.4. Analisis Warna dengan Chromameter (Hutching 1999)

Analisis warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter Minolta CR-200.


Seb elum dilakukan pengukuran, alat dikalibrasi menggunakan plat yang sesuai warnanya dengan
sampel. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel di dalam wadah berukuran seragam dan
selan jutnya dilakukan pengukuran pada skala nilai Y, x, y. Hasil pengukuran dikonversi ke dalam
siste m Hunter L, a, b. Nilai L menyatakan parameter kecerahan (lightness) yang mempunyai
rentang nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan cahaya pantul yang
menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan rentang nilai +a (positif) dari 0 – 100
untuk warna merah dan rentang nilai –a (negatif) dari 0 – (-80) untuk warna hijau. Notasi b
menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan rentang nilai +b (positif) dari 0 – 70
untuk kuning dan rentang nilai –b (negatif) dari 0 – (-70) untuk warna biru.

3.3.5. Analisis Total Fenol (Javanmardi et al. 2003)

Sebanyak 0.5 ml sampel ditambahkan ke dalam 0.5 ml etanol 95%, 2.5 ml akuades, dan 2.5
ml reagen Folin Ciocalteau 50%. Campuran didiamkan 5 menit, lalu ditambah 0.5 ml Na 2CO3 5%
dandivortex. Setelah disimpan di ruang gelap selama 1 jam, larutan diukur absorbansinya pada
panjang gelombang 725 nm. Kurva standar asam galat dibuat dengan memplotkan konsentrasi
asam galat sebesar 50, 100, 150, 200, 250 mg/L dengan nilai absorbansinya masing-masing,
kemudian nilai total fenol sampel ditentukan dengan mensubstitusikan nilai absorbansi pada
persamaan regresi linier dari kurva standar.

3.3.6. Analisis Total Mikroba (BAM 2001)

Analisis total mikroba dilakukan dengan memipet 1 ml sampel dari pengenceran yang
dik ehendaki ke dalam cawan petri. Sebanyak ± 12-15 ml media PCA dituangkan ke dalam cawan
petr i kemudian cawan petri digerakkan secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara
mer ata, yaitu dengan gerakan angka delapan. Setelah agar membeku, cawan diinkubasi dengan
o
pos isi terbalik pada suhu 35 C selama 48±2 jam. Setelah inkubasi selesai, jumlah koloni yang
tum buh dihitung dengan ketentuan : (1) cawan yang normal berisi 25-250 koloni, semua koloni
dih itung termasuk titik yang berukuran kecil, serta perhitungan setiap cawan mempertimbangkan
pen genceran dan jumlah koloni; (2) cawan yang berisi lebih dari 250 koloni dicatat sebagai TBUD
(Te rlalu Banyak Untuk Dihitung), dan jika tidak ada koloni yang tumbuh ditulis kurang dari 1 kali
pengenceran terendah ; dan (3) rumus perhitungan yang digunakan adalah
:

14
C
N= 1 x n1 1xn xD

keterangan :
N = jumlah koloni per ml atau per gram produk
C = jumlah seluruh koloni yang dihitung
n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama
n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua
D = pengenceran pertama yang dapat dihitung

3.3.7. Uji Organoleptik Ranking Sederhana dan Rating Hedonik

Uji ranking digunakan untuk membandingkan intensitas ataupun kesukaan antar sampel
dan mengurutkannya. Uji dapat dilakukan berpasangan ataupun sederhana. Pada uji ranking
sed erhana, kepada panelis disajikan satu set sampel pada waktu bersamaan dengan nilai ranking 1
untuk sampel yang paling disukai dan ranking 5 untuk sampel yang paling tidak
disukai.
dis Pada uji rating hedonik, panelis diminta untuk menilai atribut-atribut sensori sampel yang
seb ajikan, yaitu warna, aroma, rasa, dan keseluruhan. Dalam uji ini digunakan panelis tidak terlatih
menanyak 70 orang. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5%. Analisis data dilakukan
dala ggunakan ANOVA (Analysis of Variance) dengan uji lanjut Duncan. Skala yang digunakan
agakm uji ini adalah skala kategori 5 poin dengan deskripsi : sangat suka=5, suka=4, agak suka=3,
tidak suka=2, dan tidak suka=1.

3.3.8.
Analisis Penghambatan Aktivitas Enzim Alfa Glukosidase (Matsumoto
et al. 2002)

Sebanyak 980 l buffer fosfat 0,1 M (pH 7), 500 l 4-nitrofenil α-D-glukopiranosida 20
mM, o
20 l sampel dicampurkan dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 5 menit. Reaksi enzimatis
dim
ulai dengan menambahkan 500 l larutan α-glukosidase. Campuran diinkubasi kembali pada u
suh
o
den 37 C selama 15 menit dan menghasilkan senyawa p-nitrofenol. Reaksi kemudian dihentikan
dia gan penambahan 2 ml larutan sodium karbonat 200 mM. Hidrolisis enzimatik dari substrat
mati berdasarkan jumlah p-nitrofenol yang dihasilkan pada sistem reaksi tersebut pada panjang
gelo
mbang 400 nm menggunakan spektrofotometer. Acarbose digunakan sebagai kontrol positif.
Per
sentase penghambatan α-glukosidase dihitung berdasarkan formula :

bs sampel
% inhibisi = (
) bs blanko

15
3.3.9. Analisis Komponen Senyawa Volatil Minuman dengan Metode GCMS
(Gas Chromatography Mass Spectrometry)

Sebanyak 3,5 gram sampel dalam vial SPME (Solid Phase Microextraction) 22 ml
diek strak pada 80oC selama 30 menit pada headspace vial dengan menggunakan fiber SPME
jen is DVB/PDMS. diinjeksikan ke GCMS dengan kondisi berikut : suhu injektor 250oC; jenis
injek tor adalah splitless, gas pembawa adalah gas helium (He) dengan laju alir 1ml/menit. Kondisi
suh u MS adalah 280oC. Kondisi oven diatur dengan suhu awal 45oC selama 1 menit kemudian
men ingkat 6°C/min sampai 250°C selama 25 menit. Kolom yang digunakan adalah DB-WAX (60
m x 250 µm x 0.25 µm).

3.3.10. Analisis Proksimat Minuman Fungsional Terpilih

Analisis proksimat minuman fungsional terpilih dilakukan terhadap kandungan berikut :


1. Kadar air dengan metode oven vakum (AOAC Official Mehod 925.45 1999)
2. Analisis kadar abu dengan metode pengabuan kering (SNI 01-2891-1992)
3. Analisis kadar protein metode Kjeldahl (AOAC Official Method 960.52 1995)
4. Analisis total gula dengan metode Luff Schoorl (SNI 01-2892-1992)

3.3.11. Analisis Sifat Fisik Minuman Fungsional Terpilih

Analisis sifat fisik minuman fungsional terpilih dilakukan terhadap parameter berikut:
1. Analisis massa jenis
2. Analisis analisis viskositas dengan Brookfield Viscometer
3. Analisis total padatan terlarut (AOAC Official Method 932.12 1995)

16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Persiapan Bahan Baku

Penelitian dimulai dengan proses pengeringan daun sirih merah dan jahe dengan cara
men jemur daun sirih merah yang sudah dicuci bersih dan jahe yang sudah dipotong di bawah sinar
mata hari mulai pukul 09.00-14.00, sedangkan jeruk nipis yang digunakan adalah dalam bentuk
seg ar dan hanya digunakan air perasannya serta kayu manis yang digunakan sudah dalam bentuk
o o
ker ing. Suhu pengeringan matahari bervariasi, yakni 29,5 C pada pukul 9, 32,5 C pada pukul 12,
o
dan 27 C pada pukul 16 (Asti 2009). Proses pengeringan bahan di bawah sinar matahari cukup
efektif dalam menurunkan kadar air bahan (Asti 2009) serta mudah diterapkan kepada masyarakat.
Proses pengeringan pada tiga bahan baku bertujuan agar bahan baku dapat bertahan lebih lama
sampai proses penelitian selesai. Bahan yang sudah kering dibubukkan menggunakan blender
kering, dikemas dalam plastik yang diseal dan dimasukkan dalam toples kaca bersilika gel,
kemudian disimpan untuk digunakan pada proses-proses selanjutnya. Komponen aktif pada suatu
bahan pangan alami rentan sekali terhadap panas sehingga pada suhu yang tinggi kandungan
dalam bahan pangan cenderung menurun (Igual et al. 2010) sehingga proses pengeringan matahari
ini dapat meminimalisasi masalah tersebut.
Bahan yang telah kering kemudian diukur kadar airnya dengan metode oven (AOAC
Off icial Method 925.45 1999). Hasil pengukuran kadar air dapat dilihat pada Tabel 3. Kadar air
dala m basis basah yang didapatkan pada percobaan ini sudah memenuhi Standar Nasional
Ind onesia (SNI) rempah bubuk (SNI 01-3709-1995), yaitu maksimum kadar air adalah 12 % (bb).
Stan dar kadar air kayu manis mengikuti SNI Casia Indonesia (SNI 01-3395-1994) dengan tingkat
kadar air maksimum adalah 14% (bb). Penyerapan uap air selama 6 bulan penyimpanan bubuk
jah e dan kayu manis (Herawati 2008) diduga menjadi faktor yang menyebabkan kadar air bubuk
jah e dan kayu manis tidak tepat sama dengan kadar air dalam SNI. Penelitian sebelumnya
men gungkapkan bahwa pengeringan dengan metode oven lebih efektif dalam menurunkan kadar
air jika dibandingkan dengan metode pengeringan matahari, yaitu kadar air bahan pengeringan
oven adalah sebesar 2,32% dan kadar air pengeringan matahari adalah 2,86% (Agustini 2006).

Tabel 3. Hasil pengukuran kadar air bahan baku

Sampel KA (%bk) KA (%bb)


Sirih Merah 12,96 ± 0,15 11,48 ± 0,12
Kayu Manis 16,50 ± 0,03 14,16 ± 0,03
Jahe 14,06 ± 0,06 12,32 ± 0,05
Perasan Jeruk Nipis - 87,30 ± 0,99
Keterangan :
bk = basis kering
bb = basis basah
- = tidak dilakukan perhitungan kadar air basis kering

17
4.2. Proses Ekstraksi Bahan Baku

Pembuatan formula minuman mengikuti formula baku dari minuman fungsional berbahan
dasar sirih merah yang telah dilakukan sebelumnya oleh Yasni et al. (2010) yaitu dengan
mencampurkan 5 ml ekstrak air sirih merah, 4 ml esktrak air jahe, dan 3 ml esktrak air kayu manis
(5:4:3 (v/v)). Ekstrak didapatkan dari proses ekstraksi bahan baku dengan air mendidih agar
jumlah komponen dapat terekstrak secara maksimal dan dilakukan dalam wadah tertutup untuk
meminimalkan teruapnya komponen volatil pada rempah. Berdasarkan proses ekstraksi tersebut
diperoleh rendemen sirih merah 73,87%, jahe 73,33%, dan kayu manis 67,07%.

4.3. Formulasi Minuman Fungsional

Formula minuman fungsional campuran sirih merah, jahe, dan kayu manis dengan rasio
5:3:4 (v/v) memiliki rasa pahit yang dominan. Untuk memperbaiki citarasa formula tersebut,
ukan penambahan jeruk nipis. Bentuk jeruk nipis yang ingin ditambahkan mengacu pada
dilak
kapasitas antioksidan dari ekstrak buah jeruk nipis dengan air dan/atau dari air perasan jeruk nipis
(Tabel 4). Berdasarkan hasil pengukuran nilai kapasitas antioksidan, maka dipilihlah air perasan
jeruk nipis sebagai alternatif perbaikan formula baku, yaitu dengan menambahkannya pada lima
tingkat perbandingan (Tabel 2), dan pada tahap akhir pembuatan minuman fungsional
ditambahkan sebanyak 12% (b/v) pemanis stevia.

Tabel 4. Kapasitas antioksidan bahan baku penyusun minuman fungsional


Sampel Kapasitas antioksidan (ppm AAE)
Sirih merah masak 1652,00 ± 48,855
Sirih merah gerus 423,00 ± 53,354
Kayu manis 1884,73 ± 12,856
Jahe bubuk 355,27 ± 66,854
Jahe 291,18 ± 18,642
Jeruk nipis masak 68,91 ± 12,856
Jeruk nipis peras 447,54 ± 25,070
Daun jeruk 406,18 ± 52,712
Keterangan : AAE = Ascorbic Acid Equivalent

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini memiliki kandungan senyawa aktif yang
ber guna bagi kesehatan. Sirih merah mengandung alkaloid, flavonoid, dan tanin yang berfungsi
seb agai antioksidan serta dapat menurunkan kadar kolesterol dan gula darah (Azima 2003 dan
Saf ithri et al. 2006). Jahe mengandung zingiberen dan zingiberol yang berfungsi sebagai
antio ksidan dan antihiperglikemia (Koswara 2006). Kayu manis mengandung tannin, eugenol,
sin amaldehid yang berfungsi sebagai antioksidan dan menghambat aktivitas enzim α-glukosidase
(Kin g 2000 dan Ngadiwiyana et al. 2011). Antioksidan pada rempah biasanya tidak rusak akibat
pro ses pengeringan, sehingga ada kemungkinan faktor lain yang menyebabkan faktor proteksi
rem pah dalam bentuk bubuk lebih rendah dibandingkan bentuk segarnya. Faktor lain tersebut

18
adalah oksigen dan cahaya selama penyimpanan (Pokorny 2001). Berdasarkan penelitian
seb elumnya, nilai kapasitas antioksidan berbagai bahan baku yang digunakan adalah 37,64%
(meto de rancimat) untuk jahe bubuk (Wuisan 2007); 806,78 ppm AAE untuk jahe segar (Herold
200 7); 75 mg/100mL untuk nilai IC50 jeruk nipis (Ghafar et al. 2010); 5,06 mg/L IC50 kayu manis
(Peb rimadewi 2011) atau pada konsentrasi 50 ppm dapat menghambat radikal bebas sebesar
28,9% (Alfarabi et al. 2010). Perbedaan ini diduga karena perbedaan metode analisis maupun
perbedaan perisapan bahan baku.
Pengukuran kapasitas antioksidan ekstrak bahan baku ditujukan untuk melihat potensi
bah an baku sebagai sumber antioksidan serta untuk melihat perlakuan yang cocok diterapkan pada
bahan baku untuk mendapatkan nilai kapasitas antioksidan paling tinggi. Berdasarkan nilai
kapasitas antioksidan bahan baku penyusun minuman fungsional yang tertera pada Tabel 4, terlihat
bahwa sirih merah yang diekstrak dengan cara dimasak menghasilkan nilai kapasitas antioksidan
yang lebih tinggi dibandingkan sirih yang hanya digerus saja. Jahe yang dibubukkan memiliki nilai
kapasitas antioksidan yang lebih tinggi dibanding dengan jahe yang hanya dirajang biasa. Perasan
jeruk nipis memiliki kapasitas antioksidan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, perlakuaan
perebusan sirih merah, pembubukan jahe, dan perasan air jeruk nipis dipilih dalam pembuatan
minuman fungsional berbahan dasar sirih merah. Formulasi minuman ini dilakukan dalam 5 tahap,
yaitu (1) penentuan tiga formula minuman dengan uji ranking hedonik terhadap beberapa panelis,
(2) penentuan satu formula terpilih dengan uji rating hedonik pada 70 panelis tidak terlatih, (3)
perbaikan citarasa minuman dengan variasi konsentrasi pemanis, (4) perbaikan warna minuman
dengan penambahan mundar, dan (5) verifikasi penentuan formula terpilih dengan menggunakan
panelis terlatih berusia 30-80 tahun.
Kelima formula citarasa yang telah ditambahkan pemanis stevia sebesar 12% (b/v)
kem udian diujikan kepada beberapa panelis untuk mengetahui tingkat kesukaan. Dari hasil
pen gujian didapatkan tiga formula yang akan diujikan pada tahap selanjutnya dan pada proses ini
pan elis diminta untuk mengurutkan formula yang paling disukai sampai yang paling tidak disukai.
Hasil yang didapatkan pada tahap ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antar sampel
yan g diuji karena nilai F hitung lebih rendah dari F tabel pada perhitungan daftar sidik ragamnya
(La mpiran 2). Walapun demikian tetap harus dilakukan pemilihan 3 formula yang disukai untuk
dilak ukan uji selanjutnya. Pemilihan 3 formula ditentukan berdasarkan rata-rata dari nilai yang
dip eroleh setiap formula, yaitu nilai rata-rata paling rendah mewakili sampel yang paling disukai
dan sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut, dipilihlah formula 3 dengan skor 3.6, formula 4 dengan
skor 2.0, dan formula 5 dengan skor 2.0 (Lampiran 2).
Tahap pengujian perbaikan formula adalah mengujikan 3 formula terpilih pada 70 orang
pan elis tidak terlatih untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis melalui uji rating hedonik
(Me ilgaard et al. 1999), dengan parameter aroma, rasa, warna, dan overall. Hasil pengujian
par ameter aroma adalah terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antar sampel. Artinya,
kes ukaan pada parameter aroma tidak berbeda satu sama lain. Namun, bila dilihat dari nilai rata-
rata, formula yang memiliki tingkat kesukaan paling tinggi menurut hasil uji Duncan adalah
formula 3 dengan nilai 3.06 (agak suka).
Kesukaan panelis tehadap parameter rasa dari ketiga formula menunjukkan adanya
per bedaan nyata. Perbedaan tersebut terlihat pada formula 3 (nilai 1,33) dengan formula 4 (nilai
1,5 9) dan 5 (nilai 1,77), sedangkan antara formula 4 dan 5 tidak terdapat perbedaaan nyata.
Na mun, formula 3 memiliki tingkat kesukaan yang lebih rendah dibanding dengan kedua formula
lainnya. Formula 5 memiliki tingkat kesukaan paling tinggi dibandingkan 2 formula lainnya, yakni
1.7 7 (mendekati agak tidak suka). Kesukaan panelis terhadap parameter warna menunjukkan

19
adan ya perbedaan nyata antar sampel. Sampel formula 3 berbeda nyata dengan sampel formula 5,
tetap i tidak berbeda nyata dengan formula 4 dan formula 5. Namun, formula 3 memiliki tingkat
kesukaan yang lebih tinggi dibanding dengan formula 5, yakni 2.71 (mendekati agak
suka).
Parameter sensori keseluruhan (overall) dari 3 formula tersebut menunjukkan tidak terdapat
ada
perbedaan nyata antar sampel. Sampel yang memiliki tingkat kesukaan paling tinggi menurut
hasil
uji Duncan adalah formula 3 dengan nilai 3.06 (agak suka). Hasil analisis pada uji sensori ini
dap
at dilihat pada Lampiran 2. Uji sensori tahap pertama ini ternyata belum memberikan
pen
ingkatan kesukaan panelis terhadap citarasa minuman yaitu masih berkisar pada tingkat agak
suk
a (skor 3). Oleh karena itu, perlu dilakukan kembali upaya perbaikan formula. Alternatif yang
dilak
ukan adalah dengan melakukan variasi penambahan konsentrasi pemanis pada minuman.
Tahap perbaikan formula selanjutnya adalah dengan mencoba beberapa konsentrasi
pem
anis, yaitu sebesar 12%, 20%, dan 25%. Pemanis stevia digunakan untuk menutupi rasa pahit
yan
g tidak disukai panelis karena pemanis stevia memiliki tingkat kemanisan 200-300 kali dari
suk
rosa, tetapi kandungan kalorinya rendah (Lemus-Mondaca et al. 2011), serta tidak
men
imbulkan efek tetratogenik (Widowati et al. 2011). Variasi konsentrasi pemanis dimaksudkan
unt
uk mendapatkan tingkat kesukaan yang meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi
pem
anis. Ketiga sampel lalu diuji sensori menggunakan uji rating hedonik terhadap 70 panelis tak
terlatih
untuk memilih konsentrasi mana yang memiliki tingkat kesukaan paling tinggi. Hasil
pen
sam ilaian dari panelis pada uji rating hedonik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antar
campel pada semua parameter. Perbedaan konsentrasi pemanis pada minuman fungsional
kespuran sirih merah, kayu manis, jahe, dan jeruk nipis tidak menghasilkan perbedaan tingkat
ukaan yang signifikan.
Tingkat kesukaan pada parameter aroma berkisar pada skala 2-3 (agak tidak suka-agak
suk
a), dan tingkat kesukaan paling tinggi terhadap parameter aroma adalah pada minuman
ber
konsentrasi pemanis 12%, yakni sebesar 3.0857. Tingkat kesukaan pada parameter aroma
setela
h dilakukan variasi penambahan pemanis tidak berbeda jauh dengan uji sebelumnya (3,06).
Tin
gkat kesukaan pada parameter warna berkisar pada skala 2 (agak tidak suka), dan tingkat
kes
ukaan paling tinggi terhadap parameter warna adalah pada minuman berkonsentrasi pemanis
12%
, yakni sebesar 2.8429. Tingkat kesukaan pada parameter warna setelah dilakukan variasi
pen
par ambahan pemanis tidak berbeda jauh dengan uji sebelumnya (2,71). Tingkat kesukaan pada
ameter rasa berkisar pada skala 1-2 (sangat tidak suka-agak tidak suka), dan tingkat kesukaan
palin
seb g tinggi terhadap parameter rasa adalah pada minuman berkonsentrasi pemanis 20%, yakni
pemesar 1.9143. Tingkat kesukaan pada parameter rasa setelah dilakukan variasi penambahan
par anis sedikit meningkat dibandingkan dengan uji sebelumnya (1,77). Tingkat kesukaan pada
terhameter overall berkisar pada skala 2 (agak tidak suka), dan tingkat kesukaan paling tinggi
Tin adap parameter overall adalah pada minuman berkonsentrasi pemanis 25%, yakni 2.1714.
leb gkat kesukaan pada parameter overall setelah dilakukan variasi penambahan pemanis justru
dapih rendah dibandingkan dengan uji sebelumnya (3,06). Keseluruhan hasil analisis uji sensori ini
at dilihat pada Lampiran 4.
adalah Berdasarkan hasil uji sensori tersebut, penambahan konsentrasi pemanis sebesar 12%
kon sampel yang dipilih, karena tidak adanya perbedaan nyata pada variasi pemberian
tingsentrasi pemanis. Penambahan pemanis sebesar 12% tentu akan lebih efisien dan memberikan
pen kat kesukaan yang tidak berbeda dengan konsentrasi pemanis lainnya karena dengan
tidakambahan pemanis yang tidak terlalu tinggi, panelis sudah memberikan tingkat kesukaan yang
ked jauh berbeda dengan penambahan pemanis pada tingkat yang lebih tinggi. Uji sensori tahap
ua ini ternyata masih belum memberikan peningkatan kesukaan panelis terhadap citarasa

20
minuman, yaitu masih berkisar pada tingkat agak tidak suka. Pemanis umumnya akan memberikan
pen garuh paling besar terhadap parameter rasa terutama untuk menutupi rasa pahit yang pada
dasarnya terkandung dalam bahan, semakin tinggi konsentrasi pemanis semakin tinggi pula tingkat
kes ukaan panelis terhadap pangan (Kailaku et al. 2005). Pemanis stevia dipilih karena
kea manannya bagi penderita diabetes. Penggunaan stevia dapat dipadukan dengan pemanis lain
yang juga aman bagi penderita diabetes, misalnya sorbitol, agar meningkatkan penerimaan citarasa
produk. Sorbitol biasa dipadukan dengan pemanis lain untuk menutup aftertaste dari pemanis lain,
me miliki kalori yang rendah sehingga cocok untuk penderita diabetes, dan dapat mencegah reaksi
pen coklatan selama proses pembuatan produk (Smith dan Hui 2004). Untuk memastikan tingkat
kesukaan panelis terhadap tiga formula yang ada dengan tingkat konsentrasi pemanis sebesar 12%,
mak a selanjutnya dilakukan kembali uji rating hedonik terhadap 3 formula minuman kepada 70
orang panelis tidak terlatih yang berumur 30-80 tahun. Kelompok panelis ini dipilih asumsi dapat
lebih mengerti akan manfaat minuman kesehatan, sehingga penerimaan akan lebih baik.
Pada tahap uji sensori ini, hasil penilaian dari panelis menunjukkan bahwa ada perbedaan
nyata antar sampel pada semua parameter. Perbedaan tingkat konsentrasi jeruk nipis pada
min uman fungsional campuran sirih merah, kayu manis, jahe, dan jeruk nipis menghasilkan
per bedaan tingkat kesukaan yang signifikan. Jeruk nipis diketahui memiliki rasa asam kandungan
flav onoid dan fenolik tinggi (Ghafar et al. 2010). Rasa asam jeruk nipis diharapkan dapat
me mbantu penerimaan minuman fungsional serta kandungan senyawa aktifnya dapat
men ingkatkan kapasitas antioksidan minuman. Hasil analisis uji ini dapat dilihat pada Lampiran 5.
Tingkat kesukaan dari parameter warna berkisar pada skala 3 (agak suka), dan terdapat
per bedaan kesukaan antara formula 3 dan 5, walaupun tidak terdapat perbedaan signifikan dengan
formula 4. Tingkat kesukaan paling tinggi terhadap parameter warna adalah pada minuman dengan
ting kat konsentrasi jeruk nipis 3, yakni sebesar 3.3714. Tingkat kesukaan pada parameter aroma
ber kisar pada skala 3 (agak suka). Hasil uji menunjukkan adanya perbedaan kesukaan antara
sam pel dengan tingkat konsentrasi 3 dan dua konsentrasi lainnya, walaupun tidak terdapat
per bedaan signifikan antara sampel dengan tingkat konsentrasi 4 dan 5. Tingkat kesukaan paling
ting gi terhadap parameter aroma adalah pada minuman dengan tingkat konsentrasi jeruk nipis 4,
yakni sebesar 3.4000.
Tingkat kesukaan dari parameter rasa berkisar pada skala 1-2 (sangat tidak suka-agak tidak
suk a). Hasil uji ini menunjukkan adanya perbedaan kesukaan antara sampel dengan tingkat
kon sentrasi 3 dan dua konsentrasi lainnya, walaupun tidak terdapat perbedaan signifikan antara
sam pel dengan tingkat konsentrasi 4 dan 5. Tingkat kesukaan paling tinggi terhadap parameter
aro ma adalah pada minuman dengan tingkat konsentrasi jeruk nipis 4, yakni sebesar 2.3857.
Tin gkat kesukaan pada parameter overall berkisar pada skala 2 (agak tidak suka), dan terdapat
per bedaan kesukaan antara sampel dengan tingkat konsentrasi 3 dan dua konsentrasi lainnya
wala upun tidak terdapat perbedaan signifikan antara sampel dengan tingkat konsentrasi 4 dan 5.
Tin gkat kesukaan paling tinggi terhadap parameter overall adalah pada minuman dengan tingkat
kon sentrasi jeruk nipis 4, yakni sebesar 2.6429. Dengan mempertimbangkan hasil uji sensori dan
kapasitas antioksidan dari 3 formula tersebut (Tabel 6), maka formula 4 adalah formula terpilih.
Dalam usaha meningkatkan tingkat kesukaan, dilakukan perbaikan formula dengan
me mbandingkan formula yang sudah ada dengan variasi lain yaitu, formula utama (sirih merah,
jah e, kayu manis) ditambah dengan ekstrak kulit buah mundar (kode sampel 489), formula utama
den gan perubahan perlakuan sirih merah dalam bentuk segar dan hanya ditumbuk lalu ditambah
den gan perasan jeruk nipis (kode sampel 414), serta formula utama dengan perubahan perlakuan
sirih merah dalam bentuk segar dan hanya ditumbuk, lalu ditambah dengan ekstrak mundar (kode

21
sampel 472). Kulit buah mundar yang berwarna merah cerah serta rasanya yang asam diharapkan
dapat memperbaiki penerimaan terhadap rasa serta warna minuman sirih merah (Saleh et al. 2012).
Warna merah cerah dari ekstrak kulit buah mundar memiliki keunggulan dalam memperbaiki
warna minuman dibandingkan ekstrak jeruk nipis. Formula-formula tersebut diuji kepada panelis
dengan uji beda dari kontrol. Pada pengujian tersebut, formula utama yang ditambahkan dengan
perasan jeruk nipis juga disajikan sebagai kontrol dan juga sebagai sampel dengan kode 405.
Uji beda dari kontrol terhadap sampel-sampel tersebut memberikan hasil yang berbeda
nyata antara sampel kontrol dengan ketiga sampel lainnya pada 4 parameter yang diujikan. Jika
dilihat dari parameter warna, maka sampel 489 memiliki perbedaan yang moderat dengan sampel
kontrol, sedangkan sampel 414 dan 472 memiliki perbedaan yang cukup besar dengan kontrol.
Pada pengolahan data lebih lanjut, sampel 489, 414, dan 472 diketahui memberikan kesan warna
yang lebih buruk dibanding dengan kontrol, yakni bernilai 0,1 – 0,2 yang mana nilai 0 mewakili
nilailebih buruk dan nilai 1 mewakili nilai lebih baik.
Hasil pengujian parameter aroma menyatakan bahwa sampel 489 agak berbeda dengan
sam pel kontrol, sedangkan sampel 414 dan 472 memiliki perbedaan yang moderat dibanding
den gan kontrol. Pada pengolahan data lebih lanjut, sampel 489, 414, dan 472 diketahui
me mberikan kesan aroma yang lebih buruk dibanding dengan kontrol (0 – 0,1). Jika dilihat dari
par ameter rasa, maka sampel 489, 414, dan 472 memiliki perbedaan yang moderat dengan sampel
kon trol. Ketiga sampel tidak berbeda nyata. Pada pengolahan data lebih lanjut, sampel 489, 414,
dan 472 diketahui memberikan kesan yang lebih buruk dibanding dengan kontrol (0 – 0,1). Secara
overall, terlihat bahwa sampel 489 agak berbeda dengan sampel kontrol, sedangkan sampel 414
dan 472 memiliki perbedaan yang moderat dibandingkan dengan kontrol. Pada pengolahan data
lebih lanjut, sampel 489, 414, dan 472 diketahui memberikan kesan yang lebih buruk dibanding
dengan kontrol (0 – 0,1). Hasil analisis selengkapnya untuk uji beda dari kontrol ini dapat dilihat
pada Lampiran 5.
Berdasarkan beberapa upaya yang dilakukan untuk memperbaiki citarasa minuman
fun gsional berbasis sirih merah, formula 4 adalah formula terpilih karena dapat memberikan
ting kat kesukaan terhadap citarasa yang kurang lebih mendekati minuman fungsional berbahan
dasar sirih merah yang telah dibuat pada penelitian sebelumnya, yakni pada tingkat agak suka
(Yas ni et al. 2010). Formula terpilih inilah yang kemudian akan dijadikan sampel penentuan umur
simpannya.

4.4. Analisis Komponen Volatil Senyawa Minuman

Komponen volatil pada bahan penyusun pangan sangat penting untuk diketahui, karena
komponen volatil akan mempengaruhi aroma produk pangan. Sebagian besar komponen volatil
berbentuk fraksi minyak atsiri. Minyak atsiri adalah kelompok senyawa berbau, larut dalam
alkohol, terdiri dari campuran eter, aldehida, keton, dan terpen. Kelompok senyawa kimia yang
bersifat volatil ini diantaranya adalah hidrokarbon (senyawa terpena rendah), turunan oksigenasi
dari senyawa terpena, dan senyawa aromatik struktur benzoid (Nychas dan Tassou 2000).
Pada penelitian ini dianalisa komponen volatil yang ada pada bubuk sirih merah serta pada
min uman fungsional sirih merah, jahe, kayu manis, dan jeruk nipis. Berdasarkan data yang didapat
dar i hasil analisis GCMS pada bubuk sirih merah, diketahui terdapat 62 komponen volatil, dan
lim a komponen volatil dengan persentase luas area terbesar adalah -curcumene 6,90%, -linalool
6,48%,(-)- zingiberene 5,89%, -terpineol 5,45%, dan (R)-(+)- -citronellol 4,57%. Komponen

22
volatil pada minuman fungsional yang dapat diidentifikasi berjumlah 69 komponen dan lima
kom ponen yang memiliki luas area terbesar adalah -curcumene (12,45%), geraniol acetate
(4,89%), p-menth-1-en-8-ol (4,74%), (-)-zingiberene (4,43%), dan β-bisabolene (4,42%).
Perbedaan jumlah komponen volatil pada ekstrak sirih merah dan minuman fungsional
disebabkan oleh perbedaan komponen penyusun pada minuman fungsional yang terbuat dari 4
bahan baku. Ada dua komponen volatil utama pada minuman fungsional yang juga merupakan
komponen volatil utama pada sirih merah, yakni -curcumene dan (-)-zingiberene. Nilai
komponen -curcumene yang meningkat pada minuman terjadi karena adanya kandungan -
curcumene yang berasal dari bahan baku lain, seperti jahe (Djafar et al. 2010) dan kayu manis
(Aggarwal et al. 2005).
Komponen -curcumene merupakan kelompok sesquiterpene (Anonim 2011) yang
miliki kemampuan antidiabetik (Rao et al. 2010). Alfa-curcumene juga diketahui memiliki
me
gsi dalam menurunkan tingkat kolesterol dalam darah (Aggarwal et al. 2005). Peningkatan
fun
lah -curcumene pada minuman fungsional menunjukkan adanya sinergisme antar bahan m
jum
minuman tersebut sebagai komponen antidiabetik.
dala

Analisis Proksimat Formula Terpilih


4.5.

Analisis proksimat adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui kandungan lima
ponen utama dalam suatu bahan pangan, yaitu kadar air, kadar abu (mineral), dan kadar
kom
tein yang hasilnya kemudian dapat dicantumkan pada label produk. Kadar air dan kadar abu
pro
at direpresentasikan dalam basis basah ataupun basis kering.
dap
Kadar air menunjukkan kandungan air yang terkandung dalam bahan. Kadar air dari
uman ini adalah 85,24% (bb). Hal ini menunjukkan kandungan air yang cukup besar pada
min
duk, karena pada dasarnya produk minuman kesehatan ini didominasi oleh air. Kadar abu
pro
ujuk pada residu anorganik yang tertinggal setelah proses oksidasi dari komponen organic
mer
a sebuah produk pangan. Kadar abu menunjukkan kandungan total mineral dalam pangan
pad
n 2010), dan dalam produk minuman kesehatan ini berjumlah 0,35% (bb) atau 2,37% (bk).
(Nielso
dungan abu yang rendah menunjukkan bahwa kandungan mineral dalam minuman kesehatan
Kan
cukup rendah, demikian pula kadar proteinnya yang berjumlah 0,41% (bb) atau 2,80% (bk).
ini
dungan total gula dari minuman kesehatan berbasis sirih merah ini adalah 5,05%.
Kan

Analisis Fisik dan Kimia Formula Terpilih


4.6.

Massa Jenis
4.6.1.

Massa jenis adalah perbandingan antara massa suatu zat dengan volumenya. Setiap benda
memiliki massa jenis yang berbeda-beda. Massa jenis tidak dipengaruhi oleh bentuk dari
akan
da, tetapi dipengaruhi oleh volume dari benda. Suhu yang turut mempengaruhi volume suatu
ben
juga ikut mepengaruhi massa jenis dari suatu zat atau benda (Nielsen 2010).
zat
Hidrometri adalah suatu ilmu pengukuran massa jenis yang dapat dilakukan dengan
erapa cara, diantaranya dengan menggunakan hidrometer atau piknometer. Hidrometer adalah
beb

23
suat u beban terstandar yang diberikan pada suatu sampel cair dan kemudian diukur penambahan
volu me yang terjadi. Prinsip kerja hidrometer ini mengikuti prinsip Archimedes. Piknometer
adalah salah satu alat untuk mengukur massa jenis dengan membandingkan bobot dengan suatu
volume tetap dari alat tersebut. Hasil massa jenis (densitas) yang didapat dari piknometer ini
adalah hasil perbandingan dengan densitas air (Nielsen 2010).
Pengukuran massa jenis minuman fungsional dilakukan dengan alat piknometer pada suhu
3
ruang dan menghasilkan massa jenis minuman sebesar 1,0733 g/ml (= g/cm ). Massa jenis
minuman kesehatan berbasis sirih merah tidak jauh berbeda dengan massa jenis air, yaitu sebesar 1
g/cm3, karena komponen utama dari minuman adalah air yang berinteraksi dengan komponen-
kom ponen dari bahan baku. Nilai massa jenis minuman ini yang sedikit lebih tinggi dibandingkan
air disebabkan adanya kandungan pati (jahe) dari bahan baku yang ikut terekstrak. Pengetahuan
massa jenis dapat digunakan untuk mengetahui kandungan zat di dalam minuman yang kemudian
digunakan dalam pembuatan bentuk lain dari minuman ini (oleoresin atau nanoemulsi).

4.6.2. Viskositas

Reologi adalah suatu ilmu yang mempelajari respon suatu bahan terhadap tekanan yang
diberikan. Salah satu respon yang dipelajari dalam reologi ini adalah viskositas. Viskositas sendiri
didefinisikan sebagai suatu tahanan internal (berasal dari bahan) untuk mengalir. Salah satu
parameter yang penting dalam menggambarkan sifat reologi suatu bahan adalah suhu. Biasanya,
viskositas akan menurun seiring meningkatnya suhu. Artinya, suatu bahan akan lebih mudah
mengalir atas tekanan yang diberikan kepadanya pada suhu yang lebih tinggi (Nielsen 2010).
Viskositas dari minuman fungsional diukur menggunakan alat Brookfield Viscometer.
Prinsip kerja alat ini adalah dengan memberikan beban pada bahan sebagai tekanan. Beban dapat
berupa suatu tabung silinder logam, cone, atau plate. Beban tersebut kemudian diputar dengan
kecepatan tertentu dan skala yang terbaca pada alat kemudian dikalikan dengan faktor konversi
yang ada dan didapatlah nilai viskositas bahan.
Nilai viskositas dari minuman fungsional ini adalah 9,625 cP. Nilai ini lebih besar dari nilai
viskositas air, yaitu 1 cP (Nielsen 2010) ataupun viskositas minuman fungsional dengan
penambahan barley -glukan, yaitu 4,43 cP (Din 2009). Apabila dibandingkan dengan nilai
viskositas sari buah komersial yang beredar, yaitu sekitar 1,77-6,61 cP (Pratiwi 2009), kekentalan
minuman fungsional ini masih lebih tinggi. Tingkat kekentalan minuman yang tinggi diduga
karena adanya pengaruh dari ekstrak air dari kayu manis yang ditambahkan pada minuman. Hal ini
diperkuat dengan penelitian Al-Dhubiab (2012), yakni viskositas dari ekstrak pektin kulit kayu
manis adalah 1000 cP. Rincian pengukuran viskositas ini dapat dilihat pada Lampiran 9.

4.6.3. Total Padatan Terlarut

Perhitungan nilai total padatan terlarut (TPT) dinyatakan dalam °Brix, yaitu skala
berdasarkan persentase (berat) sukrosa dalam (larutan) minuman. Nilai ini menunjukkan bobot
(gram) sukrosa per 100 gram sampel. Nilai TPT pada minuman sari buah umumnya berkisar
10,antara
total2-14,2 (Pratiwi 2009) dan pada minuman fungsional (madai) berkisar antara 11,31-11,49. Nilai
belu padatan terlarut dari minuman, baik minuman sari buah maupun minuman fungsional
mlah diatur dalam SNI.

24
o
Nilai TPT dari minuman fungsional berbasis sirih merah adalah 15,62 Brix, artinya
terdapat 15,62 gram sukrosa per 100 gram sampel. Nilai ini lebih tinggi dari nilai gula yang
ditambahkan sebenarnya ke dalam minuman (12% (b/v)) karena adanya proses hidrolisis
disakarida menjadi monosakarida pada pH asam. Nilai total padatan terlarut ini berbanding lurus
dengan nilai viskositas dari cairan, artinya semakin tinggi nilai total padatan terlarut akan
men yebabkan tingginya tahanan internal dari cairan untuk mengalir sehingga nilai viskositasnya
semakin tinggi pula (Juszczak dan Fortuna 2004). Oleh karena itu, nilai TPT yang tinggi dari
minuman fungsional diduga menjadi salah satu penyebab nilai viskositas minuman yang tinggi.

4.6.4. Derajat Keasaman (pH) dan Total Asam Tertitrasi (TAT)

Derajat keasaman suatu produk terkait dengan nilai pH dan total asam tertitrasi. Keduanya
diten tukan secara analitis dalam cara yang berbeda dan memiliki efek yang berbeda pada
pen entuan mutu pangan. Total asam tertitrasi berkaitan dengan pengukuran konsentrasi total asam
yan g terkandung dalam pangan (biasa disebut total asam). Nilai total asam lebih mewakili tingkat
asa m yang berdampak pada citarasa dibandingkan nilai pH (Nielsen 2010). Total asam tertitrasi
biasan ya mengukur kandungan asam organik pada pangan seperti sitrat, malat, laktat, tartarat, dan
asetat. Namun, asam anorganik seperti fosfat dan karbonat juga memegang peran penting dalam
tingkat keasaman suatu pangan (Nielsen 2010).
Derajat keasaman (pH) mengacu pada indeks logaritmik dari konsentrasi ion hidrogen pada
sebuah larutan. Nilai pH berkisar antara 0 – sampai 14. Nilai pH di bawah 7 mengindikasikan
tingkat keasaman yang tinggi (Mauer dan Ozen 2004). Penggolongan pangan berdasarkan derajat
keasamannya dapat dikategorikan ke dalam pangan berasam rendah, dan pangan berasam tinggi.
Pangan berasam tinggi memiliki pH di bawah atau sama dengan 4,6 dan pangan berasam rendah
memiliki pH di atas 4,6 (Mauer dan Ozen 2004).
Nilai pH minuman fungsional berbahan dasar sirih merah adalah 3,85, sedangkan nilai pH
min uman fungsional sebelum penambahan jeruk nipis adalah 6 (Yasni et al. 2010). Penurunan
nilai pH dapat membuat minuman menjadi lebih awet. Nilai pH ini tidak terlalu berbeda
dib andingkan dengan minuman sari buah pada umumnya yang memiliki pH sekitar 3,36-4,19
(Pr atiwi 2009), tetapi lebih rendah dibandingkan dengan pH minuman fungsional yang sudah ada,
sep erti minuman fungsional berbasis kumis kucing memiliki nilai pH 3,99 (Herold 2007) dan
min uman madai memiliki nilai pH 5,11. Hal ini diduga karena adanya penambahan air jeruk nipis
pad a minuman fungsional berbasis sirih merah. Nilai pH dari air perasan jeruk nipis berbasis sirih
mer ah adalah 2,00-2,35 (USFDA 2008). Nilai TAT yang didapatkan dari minuman ini adalah
278,75 ml NaOH 0,1 N/100 ml contoh. Nilai ini cukup besar dan menunjukkan tingginya
kandungan asam organik pada minuman kesehatan berbasis sirih merah.

4.6.5. Warna

Salah satu metode pengukuran warna yang sering digunakan adalah metode Hunter Lab
(Gambar 2). Nilai L pada metode ini menunjukkan derajat kecerahan dari sampel yang diukur
dengan rentang nilai 0-100 (gelap-terang). Nilai a memiliki 2 arti, yaitu nilai positif menunjukkan
warna merah dan nilai negatif menunjukkan warna mendekati hijau. Nilai b juga memiliki 2 arti,

25
yaitu nilai positif menunjukkan warna kuning dan nilai negative menunjukkan warna biru. Nilai a
dan b masing-masing memiliki rentang dari -80 sampai +80 (Nielsen 2010).
Warna minuman fungsional berbasis sirih merah diidentifikasi secara objektif
men ggunakan alat chromameter. Hasil yang ditunjukkan oleh alat tersebut adalah nilai L atau
kec erahan dari produk minuman kesehatan sebesar 30,98 artinya produk yang dihasilkan memiliki
war na yang cukup gelap. Nilai a yang ditunjukkan adalah +4,82 dan nilai b adalah +9,30.
Kete rpaduan nilai a dan b ini berada pada zona warna merah dan kuning mendekati warna coklat.
Nilai Hue dari minuman sebesar 62,620 dengan warna kuning kemerahan secara objektif atau
warna coklat tua kejinggaan secara subjektif.

Gambar 2. Model Hunter L a b

Warna minuman kesehatan berbasis sirih merah dapat disebabkan oleh beberapa sumber,
salah satu yang terpenting adalah pigmen alami yang berasal dari tumbuhan atau tanaman.
Min uman fungsional ini terdiri dari campuran sirih merah, jahe, kayu manis, dan jeruk nipis yang
me miliki pigmennya masing-masing. Keterpaduan keempatnya yang memiliki nilai a positif
(mer ah) dapat disebabkan oleh pigmen larut air dari kayu manis yang memberi warna merah
sam pai kecoklatan (Firdausni et al. 2011) dan juga warna kuning air perasan jeruk nipis serta
kan dungan pigmen karotenoid pada daun sirih merah (Layin 2011) yang ikut memberikan warna
kun ing pada minuman. Skor kesukaan panelis terhadap warna adalah 3,30 (mendekati agak suka),
hal ini berarti tingkat kesukaan panelis terhadap warna kuning kemerahan (yellow red) pada
minuman cukup disukai, tetapi masih perlu ditingkatkan.

4.7. Sifat Fungsional Formula Terpilih

4.7.1. Analisis Penghambatan Enzim Alfa Glukosidase

Enzim α-glukosidase adalah enzim yang dapat mengkatalisis pemecahan ikatan 1,4 α-
glu kosida dan ikatan 1,6 α-glukosida. Kerja enzim ini adalah melanjutkan kerja dari enzim α-
am ilase, yakni menghidrolisis α-limit dekstrin menjadi glukosa (Berdanier et al. 2006). Nilai
pen ghambatan enzim α-glukosidase pada minuman fungsional yang telah diformulasi melalui

26
penambahan perasan jeruk nipis adalah 79,51% (Gambar 3). Nilai tersebut lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan persen inhibisi dari minuman fungsional sebelum ada penambahan jeruk
nipis yaitu 71,9% (Yasni et al. 2010). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan air perasan jeruk
nipis tidak menurunkan aktivitas penghambatan enzim alfa glukosidase. Data selengkapnya dari
analisis ini dapat dilihat pada Lampiran 7.
Inhibisi alfa glukosidase (%)

120,00

99,41

79,51

60,00

40,00

20,00
0,00
Minuman Fungsional Acarbose

ambar 3. Perbandingan Inhibisi Minuman Fungsional Berbasis Sirih Merah dengan Acarbose
G

Total Fenol
4.7.2.

Senyawa antioksidan alami pada tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik yang
asuk golongan flavonoid. Golongan flavonoid yang memiliki kapasitas antioksidan meliputi
termon, flavonol, isoflavon, katekin, flavonon, dan kalkon (Apak et al. 2007). Oleh karena itu,
flav dungan total fenol pada suatu bahan dapat dijadikan sebagai dasar pendugaan besarnya
kan asitas antioksidan suatu bahan. Senyawa fenolik dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap
kapikal bebas, pengkelat logam, dan peredam terbentuknya singlet oksigen (Javanmardi et al.
rad 3).
200 Penentuan total fenol diawali dengan pembuatan kurva standar dari asam galat. Kurva
dar yang didapatkan dapat dilihat pada Lampiran 16. Nilai rata-rata total fenol dari formula
stan uman terpilih adalah 411,75 mg/L. Nilai kandungan fenol yang cukup tinggi ini
min gindikasikan cukup banyaknya kandungan fenolik dalam minuman, serta kapasitas
men ksidan yang juga tinggi. Total fenol pada minuman sejenis adalah 750-890 mg/L (Herold
antio7). Total fenol pada minuman kesehatan berbasis sirih merah ini lebih rendah bila
200andingkan dengan minuman sejenis yang berbasis kumis kucing. Perbedaan tersebut diduga
dibena perbedaan bahan baku dan jumlah bahan baku penyusun kedua minuman tersebut.
kar
4.7.3. Kapasitas Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang dapat menahan terjadinya reaksi oksidasi makromolekul,
seperti lipid, protein, karbohirat, dan DNA. Senyawa antioksidan pada konsentrasi yang lebih
rendah daripada substrat atau makromolekul tersebut dapat menahan terjadinya oksidasi pada
makromolekul. Kapasitas antioksidan merupakan kemampuan suatu senyawa antioksidan dalam
menghambat paparan radikal bebas. Kapasitas antioksidan juga dapat diartikan sebagai
kemampuan suatu bahan pangan untuk menahan reaksi oksidasi tergantung dari banyaknya
komponen antioksidan dan komponen prooksidan yang dikandungnya (Droge 2002). Faktor yang
mempengaruhi antioksidan suatu minuman adalah adanya senyawa oksigen residual yang dapat
mengakibatkan senyawa flavonoid dalam minuman mendonorkan gugus hidroksilnya untuk
mempertahankan kestabilan minuman (Herold 2007).
Perhitungan kapasitas antioksidan dimulai dengan dibuatnya kurva standar dengan asam
ask orbat sebagai standar. Warna larutan dan kapasitas antioksidan memiliki hubungan terbalik.
Sem akin pudar warna ungu (semakin rendah absorbansi) pada larutan yang telah ditambahkan
DP PH, maka nilai kapasitas antioksidan yang dihasilkan akan semakin tinggi. Sampel yang diukur
kap asitas antioksidannya adalah 3 formula utama yang akan ditentukan menjadi 1 formula terpilih
sep erti yang sudah dibahas pada sub bab pemilihan formula. Hasil pengukuran kapasitas
antio ksidan pada tiga formula terpilih menunjukkan bahwa formula 5 memiliki kapasitas
antio ksidan paling tinggi seperti terlihat pada Tabel 5. Namun, penentuan formula terpilih tidak
han ya berdasarkan nilai kapasitas antioksidan yang paling tinggi saja tetapi juga berdasarkan nilai
evalu asi sensori. Formula 4 mendapatkan skor penilaian terhadap atribut sensori rasa dan overall
paling tinggi, yaitu 2.3857 dan 2.6429 sehingga formula ini yang dipilih sebagai formula terbaik.

Tabel 5. Nilai kapasitas antioksidan formula minuman

Sampel Kapasitas antioksidan (ppm)


F3 444,818 ± 3,2141
F4 442,090 ± 1,9284
F5 463,000 ± 3,2141
keterangan :
F3 = sirih merah:jahe:kayu manis:jeruk nipis adalah 5:4:3:3 (v/v)
F4 = sirih merah:jahe:kayu manis:jeruk nipis adalah 5:4:3:4 (v/v)
F5 = sirih merah:jahe:kayu manis:jeruk nipis adalah 5:4:3:5 (v/v)

4.8. Penentuan Umur Simpan

Penentuan umur simpan minuman fungsional campuran sirih merah, jahe, kayu manis, dan
o o o
jeru k nipis dilakukan pada tiga suhu penyimpanan, yaitu 5 C, 30 C, dan 50 C dalam bentuk
min uman kemasan botol kaca gelap berukuran 150 ml. Pada produk minuman kemasan dilakukan
o
pro ses pasteurisasi dengan suhu 61 C selama 30 menit. Produk kemudian ditutup, diseal, lalu
seg era didinginkan (heat shock). Produk yang sudah dingin, kemudian disimpan dalam inkubator
o o o
suhu 5 C dan 50 C serta pada suhu ruang (±30 C) selama 6 minggu. Setiap selang waktu 1 minggu
dilakukan pengamatan pada 6 parameter, yaitu pH, TAT, warna, TPC, total fenol, dan sensori.
4.8.1. Parameter pH

Pengukuran parameter pH selama penyimpanan dilakukan selama 6 minggu dan diamati


setiap tujuh hari sekali. Secara umum, terlihat adanya penurunan pH selama penyimpanan yang
tidak stabil, dan pada beberapa titik justru terjadi kenaikan pH (Gambar 4 dan 5). Penurunan pH
terlih at berbanding lurus dengan suhu penyimpanan, yaitu penurunan paling banyak terjadi pada
o
suhu 50 C.
Ada berbagai hal yang menyebabkan terjadinya penurunan pH, diantaranya tumbuhnya
mik roorganisme seperti bakteri asam laktat yang diikuti oleh pemecahan komponen gula
men ghasilkan komponen asam seperti yang terjadi pada penelitian Herold (2007). Gugus hidroksil
pad a pati atau gula dalam bahan dapat menyebabkan penurunan pH karena gugus hidroksil
cen derung menarik partikel bermuatan negatif. Penarikan ion negatif ke sekitar pati atau gula
+
men yebabkan konsentrasi efektif ion H dalam minuman meningkat, sehingga pH turun. Selain
itu, ada faktor lain, seperti reaksi enzimatis, yang mungkin terjadi karena interaksi dari berbagai
kom ponen yang ada pada minuman sehingga menyebabkan naiknya nilai pH pada akhir
penyimpanan.

4,5000
4,0000
3,5000
3,0000 Suhu A
2,5000 Suhu B
pH

2,0000 Suhu C
1,5000 Linear (Suhu A)
1,0000 Linear (Suhu B)
0,5000 Linear (Suhu C)

0,0000
0 10 20 30 40 50
Lama Penyimpanan (hari)

keterangan :
Suhu A = suhu penyimpanan 5oC
Suhu B = suhu penyimpanan 30oC
Suhu C = suhu penyimpanan 50oC
Gambar 4. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan pH Ordo Nol
1,6000
1,4000
1,2000
Suhu A
ln (pH) 1,0000
Suhu B
0,8000
Suhu C
0,6000
Linear ( Suhu A)
0,4000
Linear ( Suhu B)
0,2000 Linear ( Suhu C)

0,0000
0 10 20 30 40 50
Lama Penyimpanan (hari)

keterangan :
Suhu A = suhu penyimpanan 5oC
Suhu B = suhu penyimpanan 30oC
Suhu C = suhu penyimpanan 50oC

Gambar 5. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan pH Ordo Satu

Parameter Total Asam Tertitrasi (TAT)


4.8.2.

Sama halnya dengan nilai pH, nilai TAT diamati selama 6 minggu pada interval tujuh hari.
asam tertitrasi berkaitan dengan pengukuran konsentrasi total asam yang terkandung dalam
Total
gan (biasa disebut dengan total asam). Nilai total asam lebih mewakili tingkat keasaman yang
pan
dampak pada citarasa dibandingkan nilai pH (Nielsen 2010). Total asam tertitrasi biasanya
ber
gukur kandungan asam organik pada pangan. Namun, kandungan asam anorganik, seperti
men
fat dan karbonat, juga memegang peran penting dalam tingkat keasaman suatu pangan (Nielsen
fos
0).
201
Secara umum terlihat terjadi penurunan nilai TAT pada ketiga suhu penyimpanan dengan
o
penurunan terbesar pada suhu 30 C meskipun tidak berbeda dengan penyimpanan pada suhu
oC. Penurunan pH yang tidak sejalan dengan peningkatan Total Asam Tertitrasi diduga karena
50
adinya penurunan kandungan asam organik selama penyimpanan (Igual et al. 2010).
terj
TAT (ml NaOH/100 ml sampel)
300,00

250,00
200,00 Suhu A
Suhu B
150,00
Suhu C
100,00 Linear (Suhu A)
Linear (Suhu B)
50,00
Linear (Suhu C)

0,00
0 10 20 30 40 50
Lama Penyimpanan (hari)

keterangan :
Suhu A = suhu penyimpanan 5oC
Suhu B = suhu penyimpanan 30oC
o
Suhu C = suhu penyimpanan 50 C

Gambar 6. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan TAT Ordo Nol

5,6500

5,6000
5,5500
ln (TAT)

Suhu A
5,5000 Suhu B
5,4500 Suhu C
Linear (Suhu A)
5,4000
Linear (Suhu B)
5,3500 Linear (Suhu C)

5,3000
0 10 20 30 40 50
Lama Penyimpanan (hari)

keterangan :
Suhu A = suhu penyimpanan 5oC
Suhu B = suhu penyimpanan 30oC
Suhu C = suhu penyimpanan 50oC

Gambar 7. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan TAT Ordo Satu

Parameter Warna
4.8.3.
Perubahan parameter warna minuman diamati selama enam minggu dengan interval
gamatan setiap tujuh hari. Ada tiga komponen yang diamati, yaitu nilai L (kecerahan), nilai a

pen
(merah-hijau), dan nilai b (kuning-biru). Nilai ketiga komponen selama penyimpanan dapat dilihat
pada Gambar 8-13.

Nilai L (kecerahan)
37,0000

36,0000
35,0000
Suhu A
34,0000 Suhu B
33,0000 Suhu C
Linear (Suhu A)
32,0000
Linear (Suhu B)
31,0000 Linear (Suhu C)

30,0000
0 10 20 30 40 50
Lama Penyimpanan (hari)

keterangan :
Suhu A = suhu penyimpanan 5oC
Suhu B = suhu penyimpanan 30oC
Suhu C = suhu penyimpanan 50oC

Gambar 8. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Nilai L (kecerahan) Ordo Nol

3,6000
3,5800
ln L (kecerahan)

3,5600
3,5400
Suhu A
3,5200
Suhu B
3,5000
Suhu C
3,4800
Linear (Suhu A)
3,4600
3,4400 Linear (Suhu B)

3,4200 Linear (Suhu C)

3,4000
0 10 20 30 40 50
Lama Penyimpanan (hari)

keterangan :
Suhu A = suhu penyimpanan 5oC
Suhu B = suhu penyimpanan 30oC
Suhu C = suhu penyimpanan 50oC

Gambar 9. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Nilai L (kecerahan) Ordo Satu
Nilai a (merah-hijau)
6,0000

5,0000
4,0000 Suhu A
Suhu B
3,0000
Suhu C
2,0000 Linear (Suhu A)
Linear (Suhu B)
1,0000
Linear (Suhu C)

0,0000
0 10 20 30 40 50
Lama Penyimpanan (hari)

keterangan :
Suhu A = suhu penyimpanan 5oC
Suhu B = suhu penyimpanan 30oC
o
Suhu C = suhu penyimpanan 50 C
Gambar 10. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Nilai a (merah-hijau) Ordo Nol

2,0000
ln a (merah-hijau)

1,5000
1,0000
Suhu A
0,5000
Suhu B
0,0000 Suhu C
0 Linear (Suhu A)
-0,5000 0 10 20 30 40 5
Linear (Suhu B)
-1,0000
Linear (Suhu C)
-1,5000

-2,0000
Lama Penyimpanan (hari)

keterangan :
Suhu A = suhu penyimpanan 5oC
Suhu B = suhu penyimpanan 30oC
Suhu C = suhu penyimpanan 50oC

Gambar 11. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Nilai a (merah-hijau) Ordo Satu
Nilai b (kuning-biru)
14,0000

12,0000
10,0000
Suhu A
8,0000 Suhu B
6,0000 Suhu C
Linear (Suhu A)
4,0000
Linear (Suhu B)
2,0000 Linear (Suhu C)

0,0000
0 10 20 30 40 50
Lama Penyimpanan (hari)

keterangan :
Suhu A = suhu penyimpanan 5oC
Suhu B = suhu penyimpanan 30oC
Suhu C = suhu penyimpanan 50oC

Gambar 12. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Nilai b (kuning-biru) Ordo Nol

3,0000
ln b (kuning-biru)

2,5000
2,0000 Suhu A
Suhu B
1,5000
Suhu C
1,0000 Linear (Suhu A)
Linear (Suhu B)
0,5000
Linear (Suhu C)

0,0000
0 10 20 30 40 50
Lama Penyimpanan (hari)

keterangan :
Suhu A = suhu penyimpanan 5oC
Suhu B = suhu penyimpanan 30oC
Suhu C = suhu penyimpanan 50oC

Gambar 13. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Nilai b (kuning-biru) Ordo Satu
o
Selama pengamatan, terlihat bahwa nilai L pada suhu 5 C cenderung tetap, sedangkan pada
suhu 30oC dan 50oC mengalami peningkatan. Peningkatan nilai L menandakan terjadinya
peningkatan kecerahan warna minuman selama penyimpanan, walaupun secara kasat mata warna
minuman masih terlihat gelap. Nilai a selama pengamatan cenderung stabil pada suhu 5oC dan
meningkat pada suhu 30oC dan 50oC. Peningkatan nilai a menunjukkan bahwa warna merah
semakin lama semakin menguat. Berbeda halnya pada nilai b yang meningkat pada ketiga suhu
penyimpanan menuju warna yang semakin kuning. Menurut Hutching (1999), pigmen alami
sangatlah sensitif terhadap perubahan kimia dan fisika selama pengolahan maupun penyimpanan,
dankarena panas atau suhu tinggi.
Perubahan warna juga memberi dampak pada perubahan sensori minuman. Perubahan
tingkat kesukaan terhadap warna minuman menurun selama penyimpanan seperti terlihat pada
sub-bab Parameter Sensori. Penurunan tingkat kesukaan diduga karena adanya peningkatan
kecerahan dari minuman kesehatan berbasis sirih merah. Proses pembuatan minuman yang
membutuhkan suhu tinggi (proses ekstraksi) serta interaksi antar bahan selama penyimpanan
(perubahan kimia) diduga menjadi penyebab perubahan warna selama penyimpanan. Hal ini dapat
diperbaiki dengan menyimpan minuman pada suhu rendah, karena perubahan parameter warna
pada suhu penyimpanan yang rendah tidak terlalu signifikan (Herold 2007).

4.8.4. Parameter TPC (Total Plate Count)

Tabel 6. Stabilitas mikrobiologi selama penyimpanan


Suhu Penyimpanan
Hari ke- o o o
5C 30 C 50 C
1 1 1
0 <2.5x10 <2.5x10 <2.5x10
1 1 1
7 <2.5x10 <2.5x10 <2.5x10
1 1 1
14 <2.5x10 <2.5x10 <2.5x10
1 1 1
21 <2.5x10 <2.5x10 <2.5x10
1 1 1
28 <2.5x10 <2.5x10 <2.5x10
1 1 1
35 <2.5x10 <2.5x10 <2.5x10
1 1 1
42 <2.5x10 <2.5x10 <2.5x10

Salah satu penyebab kerusakan pada produk pangan adalah adanya pertumbuhan
roorganisme. Tumbuhnya mikroorganisme dapat menyebabkan produk pangan mengalami
mik
ubahan pada sensori, penampakan, dan juga dapat menyebabkan pembusukan. Pada penelitian
per
diamati pertumbuhan mikroorganisme selama enam minggu masih pada taraf aman jika
ini, 1
andingkan dengan standar minuman fungsional seperti minuman beras kencur, yakni <2.5x10
dib
ni/ml (Tabel 6) pada semua suhu penyimpanan. Nilai tersebut lebih rendah dari nilai
kolo
2
mak simum angka lempeng total minuman fungsional, yaitu 2x10 koloni/ml (SNI 01-3350-1994).
Nilai angka lempeng total yang sangat rendah membuat parameter ini tidak dimasukkan ke dalam
par ameter penentuan umur simpan, karena tidak ada perubahan yang signifikan selama
pen yimpanan. Hal ini menunjukkan proses pengemasan dan proses pasteurisasi yang efektif dari
buatan minuman kesehatan berbasis sirih merah. Lewis dan Heppell (2000) mengatakan
pem
bahwa proses pasteurisasi yang dipadukan dengan pendinginan secara cepat akan menghasilkan
produk yang lebih bertahan lama.

4.8.5. Parameter Total Fenol

Parameter total fenol adalah salah satu parameter yang penting untuk diamati pada produk
min uman fungsional. Parameter ini menggambarkan bagaimana kandungan total fenol dalam
minuman selama penyimpanan pada tiga suhu perlakuan. Gambar 14 dan 15 menunjukkan adanya
pen urunan nilai total fenol pada minuman, penurunan paling tinggi terjadi pada suhu 30oC dan 50
o
C sedangkan nilai total fenol cenderung stabil pada suhu penyimpanan 5 C. Komponen fenolik
o

pad a suatu bahan pangan alami sangat rentan terhadap panas, sehingga pada suhu yang tinggi
kan dungan dalam bahan pangan cenderung menurun (Igual et al. 2010), juga menurun selama
periode penyimpanan (Callou et al. 2010).
500,00
Konsentrasi (ppm)

450,00
400,00
350,00
Suhu A
300,00
Suhu B
250,00
Suhu C
200,00
Linear (Suhu A)
150,00
100,00 Linear (Suhu B)

50,00 Linear (Suhu C)

0,00
0 10 20 30 40
Lama Penyimpanan (hari)

keterangan :
Suhu A = suhu penyimpanan 5oC
Suhu B = suhu penyimpanan 30oC
Suhu C = suhu penyimpanan 50oC

Gambar 14. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Total Fenol Ordo Nol
6,2000

ln (Konsentrasi)
6,1500
6,1000
6,0500 Suhu A
Suhu B
6,0000
Suhu C
5,9500
Linear (Suhu A)
5,9000
Linear (Suhu B)
5,8500 Linear (Suhu C)

5,8000
0 10 20 30 40
Lama Penyimpanan (hari)

keterangan :
Suhu A = suhu penyimpanan 5 oC
Suhu B = suhu penyimpanan 30 oC
Suhu C = suhu penyimpanan 50 oC
Gambar 15. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Total Fenol Ordo Satu

Parameter Sensori
4.8.6.

Suatu produk pangan tidak akan pernah terlepas dari parameter sensori yang memberikan
baran tingkat kesukaan konsumen terhadap produk yang diberikan. Beberapa aspek sensori
gam
g cukup penting dalam sebuah produk minuman, diantaranya warna, aroma, rasa, dan overall.
yan
a penelitian ini, tingkat kesukaan konsumen diamati selama enam minggu penyimpanan
Pad
gan interval pengamatan setiap empat belas hari (Gambar 16-23).
den
Secara umum terlihat bahwa nilai kesukaan terhadap semua aspek sensori mengalami
urunan, baik dari segi warna, aroma, rasa, dan overall. Pengaruh paling besar dalam penilaian
pen
adap parameter overall berasal dari parameter rasa. Penurunan tingkat kesukaan terhadap
terh o
uman yang disimpan pada suhu 5 C masih lebih rendah dibandingkan terhadap minuman yang
min o o
impan pada suhu 30 C dan 50 C. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu rendah
dis
derung lebih dapat mempertahankan aspek sensori produk minuman fungsional.
cen
Parameter sensori dapat dihubungkan dengan parameter pengamatan lainnya, antara nilai L,
dengan warna serta nilai pH dan TAT dengan rasa. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna
a, b
urun seiring bertambah cerahnya minuman tersebut serta bertambah merah dan kuningnya
men
uman tersebut selama periode penyimpanan. Nilai pH yang menurun memberikan nilai
min
ukaan yang menurun selama penyimpanan. Menurut Wijaya (2012), rasa asam ini memang
kes
engaruhi oleh konsentrasi ion (H+) tetapi stimulus senyawa pada saraf pengecap lebih
dip
gantung pada asam tertitrasinya. Hal inilah yang mungkin terjadi pada tingkat kesukaan panelis
ber
adap rasa asam. Penurunan nilai TAT menunjukkan penurunan tingkat keasaman pada
terh
uman sehingga rasa pahit menjadi lebih kuat.
min
4,0000

Sensori Warna
3,5000
3,0000
2,5000 Suhu A
Suhu B
2,0000
Suhu C
1,5000
Linear (Suhu A)
1,0000
Linear (Suhu B)
0,5000 Linear (Suhu C)

0,0000
0 10 20 30 40 50
Lama penyimpanan (hari)

keterangan :
Suhu A = suhu penyimpanan 5oC
Suhu B = suhu penyimpanan 30oC
Suhu C = suhu penyimpanan 50oC
Gambar 16. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Warna Ordo Nol

1,4000
ln (skor Warna)

1,2000
1,0000
Suhu A
0,8000 Suhu B
0,6000 Suhu C
Linear (Suhu A)
0,4000
Linear (Suhu B)
0,2000 Linear (Suhu C)

0,0000
0 10 20 30 40 50
Lama penyimpanan (hari)

keterangan :
Suhu A = suhu penyimpanan 5oC
Suhu B = suhu penyimpanan 30oC
Suhu C = suhu penyimpanan 50oC
Gambar 17. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Warna Ordo Satu
4,0000

Sensori Aroma
3,5000
3,0000
2,5000 Suhu A
Suhu B
2,0000
Suhu C
1,5000
Linear (Suhu A)
1,0000
Linear (Suhu B)
0,5000 Linear (Suhu C)

0,0000
0 10 20 30 40 50
Lama penyimpanan (hari)

keterangan :
Suhu A = suhu penyimpanan 5oC
Suhu B = suhu penyimpanan 30oC
Suhu C = suhu penyimpanan 50oC
Gambar 18. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Aroma Ordo Nol

1,4000
ln (skor Aroma)

1,2000
1,0000
Suhu A
0,8000 Suhu B
0,6000 Suhu C
Linear (Suhu A)
0,4000
Linear (Suhu B)
0,2000 Linear (Suhu C)

0,0000
0 10 20 30 40 50
Lama penyimpanan (hari)

keterangan :
Suhu A = suhu penyimpanan 5oC
Suhu B = suhu penyimpanan 30oC
Suhu C = suhu penyimpanan 50oC
Gambar 19. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Aroma Ordo Satu
3,0000

Sensori Rasa
2,5000
2,0000 Suhu A
Suhu B
1,5000
Suhu C
1,0000 Linear (Suhu A)
Linear (Suhu B)
0,5000
Linear (Suhu C)

0,0000
0 10 20 30 40 50
Lama penyimpanan (hari)

keterangan :
Suhu A = suhu penyimpanan 5oC
Suhu B = suhu penyimpanan 30oC
o
Suhu C = suhu penyimpanan 50 C
Gambar 20. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Rasa Ordo Nol

1,0000
0,9000
ln (skor Rasa)

0,8000
0,7000
Suhu A
0,6000
Suhu B
0,5000
Suhu C
0,4000
Linear (Suhu A)
0,3000
0,2000 Linear (Suhu B)

0,1000 Linear (Suhu C)

0,0000
0 10 20 30 40 50
Lama penyimpanan (hari)

keterangan :
Suhu A = suhu penyimpanan 5oC
Suhu B = suhu penyimpanan 30oC
Suhu C = suhu penyimpanan 50oC
Gambar 21. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Rasa Ordo Satu
3,0000

Sensori Overall
2,5000
2,0000 Suhu A
Suhu B
1,5000
Suhu C
1,0000 Linear (Suhu A)
Linear (Suhu B)
0,5000
Linear (Suhu C)

0,0000
0 10 20 30 40 50
Lama penyimpanan (hari)

keterangan :
Suhu A = suhu penyimpanan 5oC
Suhu B = suhu penyimpanan 30oC
o
Suhu C = suhu penyimpanan 50 C
Gambar 22. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Overall Ordo Nol

1,2000
ln (skor Overall)

1,0000
0,8000 Suhu A
Suhu B
0,6000
Suhu C
0,4000 Linear (Suhu A)
Linear (Suhu B)
0,2000
Linear (Suhu C)

0,0000
0 10 20 30 40 50
Lama penyimpanan (hari)

keterangan :
Suhu A = suhu penyimpanan 5oC
Suhu B = suhu penyimpanan 30oC
Suhu C = suhu penyimpanan 50oC
Gambar 23. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Overall Ordo Satu
4.8.7. Penentuan Ordo Reaksi

Ordo reaksi pangan berdasarkan mutu kimia atau enzimatis biasanya mengkuti Ordo Nol
atau Ordo Satu (Arpah 2001). Ordo reaksi biasa ditentukan berdasarkan pada nilai R2 dari masing-
masi ng parameter penyimpanan dan perlakuan penyimpanan. Penentuan ordo reaksi adalah salah
satu tahap yang penting dalam penentuan umur simpan produk. Persamaan reaksi dibuat
ber dasarkan plot antara waktu penyimpanan dengan nilai dari tiap parameter pada masing-masing
suh u penyimpanan kemudian dicari regresi linier dari plot tersebut. Persamaan reaksi perubahan
mutu selama penyimpanan untuk semua parameter dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Persamaan reaksi perubahan mutu dan perlakuan penyimpanan


pada Ordo Nol dan Ordo Satu
Orde nol Orde satu
Parameter Suhu 2 2
Persamaan reaksi R Persamaan reaksi R
o
pH 5 C y = -0.0098x + 3.5229 0.2867 Y = -0.0028x + 1.2254 0.2773
o
30 C Y = -0.0151 x + 3,5278 0.4587 Y = -0.0045x + 1.2572 0.4557
o
50 C Y = -0.0166 x +3.5020 0.3918 Y = -0.0050x + 1.2466 0.3604
o
Warna : 5 C Y = -0.0308x + 32.1250 0.0843 Y = -0.0011x + 3.4683 0.0872
o
nilai L 30 C Y = -0.0096x + 32.2850 0.0089 Y = -0.0003x + 3.4730 0.0077
o
50 C Y = 0.0016x + 32.4770 0.0002 Y = 0.0001x + 3.4784 0.0008
o
Warna : 5 C Y = 0.0220x + 3.6450 0.0377 y = 0.0152x + 0.8062 0.0404
o
nilai a 30 C Y = 0.0342x + 3.7113 0.1634 Y = 0.0092x + 1.2358 0.1122
o
50 C Y = 0.0356x + 3.9227 0.2560 Y = 0.0082x + 1.3391 0.1876
o
Warna : 5 C Y = 0.0589x + 8.1009 0.1560 y = 0.0073x + 2.0445 0.1139
o
nilai b 30 C Y = 0.0841x + 7.7400 0.1977 Y = 0.0105x + 1.9664 0.1251
o
50 C Y = 0.0769x + 7.9752 0.1878 Y = 0.0093x + 2.0062 0.1307
o
TAT 5 C Y = -0.2551x + 257.14 0.0764 y = -0.0009x + 5.5467 0.0668
o
30 C Y = -0.6824x + 258.97 0.3003 Y = -0.0027x + 5.5541 0.2938
o
50 C Y = -0.6824x + 255.76 0.2620 Y = -0.0027x + 5.5405 0.2483
o
Total fenol 5 C
o
Y = 1.0472x + 435.32 0.5462 Y = 0.0024x + 6.0751 0.5531
30 C Y = -1.704x + 430.56 0.9350 Y = -0.0043x + 6.0667 0.9311
o
50 C Y = -2.023x + 419.32 0.9071 Y = -0.0053x + 6.0395 0.9085
o
TPC 5 C
o
Y=0 1 - -
30 C Y=0 1 - -
o
50 C Y=0 1 - -
o
Warna 5 C
o
Y = -0,0229x + 3,2657 0,9831 Y = -0,0083x + 1,1893 0,9842
30 C Y = -0,0372x + 3,4286 0,9559 Y = -0,0151x + 1,2614 0,9189
o
50 C Y = -0,0413x + 3,4928 0,9010 Y = -0,0177x + 1,2953 0,8445
o
Aroma 5 C
o
Y = -0,0321x + 3,5572 0,7355 Y = -0,0125x + 1,2969 0,7074
30 C Y = -0,0395x + 3,4614 0,9512 Y = -0,0162x + 1,2745 0,9038
o
50 C Y = -0,0465x + 3,5129 0,8968 Y = -0,0212x + 1,3162 0,8260
o
Rasa 5 C
o
Y = -0,0087x + 2,1286 0,2385 Y = -0,0039x + 0,7375 0,1897
30 C Y = -0,0243x + 2,2529 0,9072 Y = -0,0136x + 0,8163 0,9486
o
50 C Y = -0,0306x + 2,3643 0,9954 Y = -0,0186x + 0,8919 0,9821
o
Ove rall 5 C
o
Y = -0,0065x + 2,4515 0,2516 Y = -0,0026x + 0,8898 0,2231
30 C Y = -0,0226x + 2,4772 0,8448 Y = -0,0108x + 0,9047 0,8834
o
50 C Y = -0,0333x + 2,5629 0,9748 Y = -0,0183x + 0,9662 0,9825

2
Berdasarkan nilai R pada Tabel 7, maka ditetapkanlah parameter sensori warna sebagai
2
par ameter kritis minuman fungsional berbasis sirih merah, karena memiliki nilai R melebihi 0,90
2
pada ketiga suhu penyimpanan. Hasil penghitungan nilai R kedua ordo tidaklah berbeda, sehingga
selan jutnya perhitungan umur simpan dilakukan pada kedua ordo. Tabel 7 juga memberikan
informasi bahwa tidak ada perubahan pada nilai TPC, sehingga parameter ini untuk selanjutnya
tidakdigunakan dalam perhitungan umur simpan. Minuman fungsional umumnya mengikuti Ordo
Satubila penurunan mutu berdasarkan segi fungsionalitasnya seperti terlihat pada penelitian
Wiguna (2011).

4.8.8. Penghitungan Umur Simpan dengan Metode Arrhenius

Penghitungan umur simpan dilakukan dengan model Arrhenius sebagaimana sudah


dijelaskan pada bab metodologi penelitian. Nilai k pada masing-masing ordo adalah nilai konstanta
pen urunan mutu yang didapatkan pada persamaan regresi sebelumnya. Nilai ini berhubungan
den gan umur simpan dari produk. Perhitungan umur simpan dapat diperluas pada berbagai suhu
pen yimpanan yang lain dengan menggunakan hubungan nilai k dengan suhu penghitungan
seb elumnya. Nilai ln k dan nilai (1/T) dapat dilihat pada Tabel 8 serta Lampiran 23 untuk plot
nilai (1/T) dan ln k beserta persamaan regresi yang dihasilkan. Persamaan reaksi ini yang
kemudian digunakan dalam perhitungan umur simpan.

Tabel 8. Nilai T, (1/T), k, dan ln k pada 3 suhu penyimpanan Ordo Nol dan Ordo Satu
Ordo Nol Ordo Satu
Suhu T
rameter o 1/T Slope Slope
Pa ( C) (K) ln k ln k
(k) (k)
Warna 5 278 0,0036 0,0229 -3,7766 0,0083 -4,7915
30 303 0,0033 0,0372 -3,2914 0,0151 -4,1931
50 323 0,0031 0,0413 -3,1869 0,0177 -4,0342

Batas kritis dari parameter penyimpanan dibutuhkan untuk menentukan umur simpan.
entuan batas kritis ini bergantung pada tingkat kerusakan masing-masing parameter yang
Pen h dapat diterima (usable quality). Penetapan batas kritis pada parameter sesnsori warna ini
masi sampai saat minuman sudah tidak disukai lagi oleh konsumen (skor kesukaan terhadap
adalahuman adalah 1). Setelah penetapan batas kritis, maka didapatkan nilai mutu awal (Ao) dan
min mutu akhir (At) sehingga umur simpan minuman kunyit asam citarasa terpilih dapat dihitung
nilaigan menggunakan nilai k pada Tabel 9.
den
Tabel 9. Nilai konstanta perubahan dan umur simpan minuman fungsional

Suhu Nilai k Umur simpan (hari)


Parameter o K
( C) Ordo nol Ordo satu Ordo nol Ordo satu
Warna 5 278 0,0229 0,0083 100 144
30 303 0,0372 0,0151 62 79
50 323 0,0413 0,0177 56 67

Transformasi umur simpan dapat dilakukan pada penyimpanan yang dipercepat atau ASLT.
sformasi umur simpan menjadi waktu kadaluarsa patut memperhitungkan berbagai kondisi
Trang mungkin dialami produk selepas proses produksi seperti kondisi penyimpanan di gudang,
yan disi distribusi, serta penyimpanan di retail sebelum sampai ke konsumen sehingga suhu yang
kon

43
o o
digunakan adalah suhu 30 C. Suhu 30 C merupakan suhu penyimpanan pada suhu ruang dan
proses distribusi secara manual.
Waktu kadaluarsa minuman fungsional dihitung pada Ordo Nol maupun Ordo Satu. Waktu
kadaluarsa minuman terlihat pada Tabel 10 dengan waktu tersingkat ada Ordo Nol sehingga waktu
h yang menjadi waktu kadaluarsa minuman fungsional campuran sirih merah, jahe, kayu
inila
man is, dan jeruk nipis, yakni 68 hari. Waktu kadaluwarsa ini lebih panjang apabila dibandingkan
dengan produk minuman sejenis, seperti bir pletok (Wiguna 2011). Panjangnya waktu kadaluwarsa
ini memungkinkan minuman untuk didistribusikan pada jarak yang cukup jauh dan masih
o
memberikan mutu yang baik pada suhu distribusi 30 C.

o
Tabel 10. Nilai k dan waktu kadaluarsa minuman fungsional pada suhu 30 C
Suhu K Kadaluarsa (hari)
arameter (1/T)
P (K) Ordo Nol Ordo Satu Ordo Nol Ordo Satu
Warna 303 0,0033 0,0372 0,0151 68 87

44
VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Produk minuman fungsional yang terdiri dari sirih merah, jahe, kayu manis, dan jeruk nipis
den gan rasio 5:4:3:4 (v/v) memiliki citarasa “agak disukai” dan sangat baik dikembangkan untuk
men jaga kesehatan terutama dalam mencegah antihiperglikemia, yang ditunjang oleh
pen ghambatan aktivitas enzim alfa-glukosidase sebesar 79,51% , kapasitas antioksidan sebesar
442,09 ppm AAE, total feno sebesar 411,75 ppm, komponen volatil utama pada sirih merah adalah
2
-c urcumene dan (-)-zingiberene. Stabilitas formula minuman terpilih berdasarkan nilai R yang
didapat dari regresi linier antara lama penyimpanan dan nilai warna menunjukkan kestrabilan
minuman pada suhu 30oC adalah 87 hari.

6.2. Saran

Saran yang disampaikan untuk penelitian lebih lanjut antara lain :


1. Perlu dilakukan diversifikasi teknik pengolahan minuman fungsional berbasis sirih
merah, yang menghasilkan bentuk cair seperti teknik nanoenkapsulasi untuk lebih
meningkatkan penerimaan panelis terhadap minuman ini.
2. Perlu dilakukan kajian mengenai penggunaan bahan pengemas selain botol gelas, yang
dapat meningkatkan umur simpan minuman fungsional ini.

45
DAFTAR PUSTAKA

Aggarwal BB, Anushree K, Manoj SA, Shishir S. 2005. Curcumin derived from turmeric: a spice
for all seasons. Di dalam: Bagchi D dan Preuss HG (ed.). Phytopharmaceuticals in
Cancer Chemoprevention. New York:CRC Press.

Agustini S. 2006. Penelitian pengaruh metode pengeringan dan ukuran partiker terhadap mutu teh
rosella. Dinamika Penelitian BIPA 17 (29):57-64.

Al-Amin ZM, Thomson M, Al-Qattan KK, Peltonen-Shalaby R, Ali M. 2006. Anti-diabetic and
hypolipidaemic properties of ginger (Zingiber officinale) in streptozotocin-induced
diabetic rats. J.Nutr. 96, 660-666

Al-Dhubiab BE. 2012. Pharmaceutical applications and phytochemical profile of Cinnamomum


burmannii. Review Article 6(12):125-131.

Alfarabi M, Maria B, Suryani, Mega S. 2010. The comparative ability of antioxidant activity of
Piper crocatum in inhibiting fatty acid oxidation and free radical scavenging. Hayati
Journal of Biosciences 17(4) : 201-204.

Anonim. 2011. Alpha-curcumene (CHEBI:62757). http://www.ebi.ac.uk/chebi/searchId.do?


chebiId=CHEBI:62757 . [06 Oktober 2012].

[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official Methods of Analysis 932.12
Solids (Soluble) in Fruits and Fruit Products. Virginia.

----------. 1995. Official Methods of Analysis 981.12 pH of Acidified Foods. Virginia.

----------. 1995. Official Methods of Analysis 940.15 Total Acids of Acidified Foods. Virginia.

----------. 1995. Official Methods of Analysis 960.52 Protein. Virginia.

Apak R, Guclu K, Demirata B, Ozyurek, Celik SE, Bektasoglu B, berker KI, Ozyurt. 2007.
Comparative evaluation of various total antioxidant capacity assays applied to phenolic
compunds with the CUPRAC assay. Review Molecules. 12:1496-1547.

Arnoldi A. 2000. Functional Foods, Cardiovascular Disease, and Diabetes. New York : CRC
Press.

Arpah M. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk Makanan. Bogor : Program
Pasca Sarjana Ilmu Pangan IPB.

Asti ND. 2009. Efek Perbedaan Teknik Pengeringan terhadap Kualitas, Fermentabilitas, dan
Kecernaan Hay Daun Rami (Boehmeria nivea L Gaud). Skripsi. Bogor : IPB.

46
Azima F, D Muchtadi, FR Zakaria, dan B Priosoeryanto. 2004. Potensi anti-hiperkolesterolemia
ekstrak cassia vera (Cinnamomum burmanni Nees ex Blume). Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan 15(2):145-152.

Azizah T. 2005. Pengaruh decocta daun lidah buaya (Aloe vera L) terhadap kadar glukosa darah
kelinci yang dibebani glukosa. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi 6:26-34.

Badan Standar Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992 : Cara Uji Makanan dan Minuman.

----------. 1992. SNI 01-2892-1992 : Cara Uji Total Gula.

----------. 1994. SNI 01-3350-1994 : Minuman Beras Kencur.

----------. 1994. SNI 01-3395-1994 : Casia Indonesia.

----------. 1995. SNI 01-3709-1995 : Rempah-rempah Bubuk.

BAM (Bacteriological Analytical Manual). 2001. Aerobic Plate Count.


http://www.cfsan.fda.gov/~ebam/bam-3.html. [12 Juli 2012].

[BPOMRI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2005. Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Ketentuan Pokok
Pengawasan Pangan Fungsional. Jakarta : BPOMRI.

Berdanier CD, Dwyer J, Feldman EB. 2006. Handbook of Nutrition and Food Second Edition.
USA : CRC Press.

Callou K, Sadigov S, Lajolo F, Genovese MI. 2010. Isoflavones and antioxidant of commercial
soy-based beverages : effect of storage. Journal of Agricultural and Food Chemistry
58:4282-4291.

Coles R, McDowell D, Kirwan MJ. 2003. Food Packaging Technology. USA : Blackwell
Publishing Ltd.

Din A, FM Anjum, T Xahoor, dan H Nawaz. 2009. Extraction and utilization of barley -glucan
for the preparation of functional beverage. International Journal of Agriculture&Biology
11(6) : 737-740.

Djafar F, Supardan MD, dan Gani A. 2010. Pengaruh partikel, sf rasio, dan waktu proses terhadap
rendemen pada hidrodistilasi minyak jahe. J.Hasil Penelitian Industri 23(2):47-54.

Dongmo PMJ, Tatsadjieu LN, Sonwa ET, Kuate J, Zollo PHA, Menut C. 2009. Essential oils of
Citrus aurantifolia from Cameroon and their antifungal activity against
Phaeoramularia angolensis. African Journal of Agricultural Research 4:354-358

Droge W. 2002. Free radicals in the physiological control of cell function. Physiol Rev 82:47-95.

Duryatmo S dan Nyuwan SB. 2005. Sirih merah tolak amputasi, dulu hiasan kini obat. Trubus 36.

47
Elya B, Katrin B, Abdul M, Wulan Y, Anastasia B, dan Eva KS 1 Screening of α-glucosidase
inhibitory activity from some plants of apocynaceae, clusiaceae, euphorbiaceae, and
rubiaceae. Journal of Biomedicine and Biotechnology 2012 : 1-6.

nd
Fellows P. 2000. Food Processing Technology : Principles and Practices, 2 Edition. USA : CRC
Press.

Firdausni, Failisnur, Diza YH. 2011. Potensi pigmen cassiavera pada minuman jahe instan sebagai
minuman fungsional. Jurnal Litbang Industri 1(1):15-21.

Gao H, Huang Y, Gao B, Kawabata J 8 Chebulagic acid is a potent α-glucosidase inhibitor.


Biosci Biotechnol Biochem 72(2):601-603.

Ghafar MFA, KN Prasad, Kong KW, dan Amin I. 2010. Flavonoid, hesperidine, total phenolic
contents and antioxidant activities from citrus species. Journal of Biotechnology 9(3) :
326-330.

Guo M. 2000. Functional Foods : Principles and Technology. USA:CRC Press.

Herold. 2007. Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bl.
Miq) yang Didasakan pada Optimasi Kapasitas antioksidan, Mutu Citarasa, dan
Warna. Skripsi. Bogor : IPB.

Herawati H. 2008. Penentuan umur simpan produk pangan. Jurnal Litbang Pertanian 27(4):124-
130.

Hutching, JB. 1999. Food Color and Appearance. . Maryland : Aspen Publishers, Inc.

Igual M, Gracia-Martinez E, Camacho MM, dan Martinez-Navarrete N. 2010. Effect of thermal


treatment and storage on the stability of organic acids and the functional value of
grapefruit juice. Food Chemistry 118:291-299.

Javanmardi J, Stushnoff C, Locke E, dan Vivanco JM. 2003. Antioxidant activity and total
phenolic content of iranian Ocimum accessions. J.Food Chem 83:547-550.

Juszczak L dan Fortuna T. 2004. Effect of temperature and solids content on the viscosity of
cherry juice concentrate. International Agrophysics 18(1):17-21.

Kailaku SI, Udin F, Pandji C, dan Amos. 2005. Analisis mutu dan penerimaan konsumen terhadap
permen tablet dengan formulasi konsentrasi pengisi, pemanis, dan gambir. J.Pascapanen
2(1) : 34-40.

King RA. 2000. The role of polyphenol in human health. Di dalam : Brooker (ed). Tannin in
Livestock and Human Nutrition. ACIAR Proceedings No. 92. pp 202-234.

Koswara S. 2006. Jahe, Rimpang dengan Sejuta Khasiat. www.ebookpangan.com. [14 Februari
2012].

48
Kubo I, N Masuoka, P Xiao, dan H Haraguchi. 2002. Antioxidant activity of dodecyl gallate. J.
Agric. Food Chem. 50: 3533–3539.

Layin M. 2011. Analisis Berbagai Pigmen Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) dan Sirih merah
(Piper crocatum Ruiz&Pav.) Berdasarkan Umur Fisiologis Daun. Skripsi. Malang :
Universitas Negeri Malang.

Lee SK et al. 2007. Inhibitory activity of Euonymus alatus against alpha-glucosidase in vitro and
in vivo. Nutrition Research and Practice 1(3):184-188

Lemus-Mondaca R, Antonio A, Liliana Z, Kong A. 2011. Stevia rebaudiana Bertoni, source of a


high potency natural sweetener:a comprehensive review on the biochemical, nutritional,
and functional aspects. J.Food Chem 132:1121-1132.

Lewis Michael dan Heppell Neil. 2000. Continuous Thermal Processing of Foods. Maryland :
Aspen Publishers.

Marsh K dan Bugusu B. 2007. Food packaging : roles, materials, and environmental issues.
Journal of Food Science 72(3):39-55.

Matsumoto et al. 2002. A novel method for the assay of α-glucosidase inhibitory activity using a
multi-channel oxygen sensor. Analytical Science 18:1315-1319.

Mauer dan Ozen. 2004. Food packaging . Di dalam : Smith JS dan Hui YH (eds). Food Processing
Principles and Application. Oxford : Blackwell Publishing Ltd.
rd
ilgaard M, GV Civille, dan BT Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques. 3 Ed. USA : CRC
Me Press.

nteri Kesehatan Indonesia. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Me 381/MENKES/SK/III/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional.

yamoto S, Aori H, Terao I. 2010. Enzymatic antioxidant defenses. In : Aldini G, Yeum KJ, niki
Mi E, Russell RM (eds). Biomarkers for Antioxidant Defense and Oxidative Damage
Applications. Iowa:Blackwell Publishing Ltd.

lyneux P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicryl-hydrazyl (DPPH) for
Mo estimating antioxidant activity. Songklanakarin J. Sci. Technol. 26 (2): 211-219.

adiwiyana, Ismiyarto, Nor BAP, Purbowatiningrum RS. 2011. Potensi sinamaldehid hasil
Ng isolasi minyak kayu manis sebagai senyawa diabetes. Majalah Farmasi Indonesia
22(1):9-14.

th
n S. 2010. Food Analysis, 4 Edition. New York : Springer.
Nielse
chas GJE dan Tassou CC. 2000. Traditional preservatives-oils and spices. Di dalam: Robinson
Ny RK, Batt CA, Patel PD (eds). Encyclopedia of Food Microbiology. London : Academic
Press.

49
Pebrimadewi E. 2011. Isolasi Sinamaldehida dari Minyak Kulit Kayu Manis sebagai Antioksidan.
Skripsi. Bogor : IPB.

Pratiwi. 2009. Formulasi, Uji Kecukupan Panas, dan Pendugaan Umur Simpan Minuman Sari
Wornas (Wortel-Nanas). Skripsi. Bogor : IPB.

Pokorny J. 2001. Natural antioxidant functionality during food processing. Di dalam: Pokorny J, N
Yanishlieva, dan M Gordon (eds.). 2001. Antioxidants in Food : Practical Applications.
Cambridge, England: Woodhead Publ. Ltd.

Rao MU, M Sreenivasulu, B Chengaiah, K Jaganmohan Reddy, C Madhusudhana C. 2010. Herbal


medicines for diabetes mellitus : a review. International Journal of Pharm Tech
Research 2(3):1883-1892.

Robertson GL. 2010. Food packaging and shelf life. In : Robertson GL (ed). Food Packaging and
Shelf Life : A Practical Guide. Boca Raton : CRC Press.

Safithri M, Setiyono A, Permata DA. 2006. The potency Piper crocatum decoctation on pancreas
restoration in hyperglcemic white rats [abstrak]. Di dalam: Seminar Ilmiah dan Kongres
Nasional Perhimpunan Biokimia dan Biologi Molekular Indonesia ke-XVIII; Jakarta, 6
Des.2006. PBBMI Cabang Jakarta dan Universitas Al-Azhar Indonesia, hal.59.

Saleh M, Mawardi M, Edy W, dan Dwi H. 2012. Determinasi dan Morfologi Buah Eksotis
Potensial di Lahan Rawa. [Monograf].
http://balittra.litbang.deptan.go.id/eksotik/Monograf%20 -%207.pdf. [10 November
2012].

Salim A. 2006. Potensi rebusan daun sirih merah (Piper crocatum) sebagai senyawa
antihiperglikemik pada tikus putih (Rattus norvegicus L.) galur Sprague-Dawley.
[skripsi]. Bogor:Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.

ith JS dan Hui YH. 2004. Food Processing : Principles and Application. Iowa : Blackwell
Sm
Publishing.

ia D. 2006. Antioksidan dan Radikal Bebas. www.chemistry.org [07 Oktober


Sof

Sud2012]. ewo B. 2005. Basmi Penyakit dengan Sirih Merah. Jakarta: AgroMedia

SunPustaka.

arni T. 2005. Kapasitas antioksidan penangkap radikal bebas beberapa kecambah dari biji
tanaman familia Papilionaceae. Jurnal Farmasi Indonesia 2(2):53-61.
Syu

kur C dan Hernani. 2002. Budi Daya Tanaman Obat Komersial. Jakarta:Penebar Swadaya.
Tris

biantara. 2008. Jeruk Nipis:Si Kecil yang Besar Manfaatnya.


http://www.tanyadokteranda.com/artikel/2008/05/jeruk-nipis-si-kecil-yang-besar-
manfaatnya. [23 Januari 2012].

50
Ueno Y, Kizaki M, Nakagiri R, Kamiya T, Sumi H, Osawa T. 2002. Dietary gluthatione protects
rats from diabetic nephropathy and neuropathy. J Nutr 132:897-900.

USFDA. 2008. Acidified pH of Foods and Food Products. http://www.cfsan.fda.gov/~comm/lacf-


phs.html. [11 Oktober 2012].

Wid owati L, Kusumadewi AP, dan Murhandini S. 2011. Keamanan stevia hasil budidaya
B2P2TO2T dalam aspek tetratogenitas. Media Litbang Kesehatan 21(1) : 32-38.

Wiguna D. 2011. Pengaruh Suhu dan Transparansi Kemasan terhadap Stabilitas Kapasitas
Antioksidan sebagai Parametes Umur Simpan Bir Pletok. Skripsi. Bogor : IPB.

Wijaya CH. 2008. Sensasi Rasa. http://www.foodreview.biz/login/preview.php?view&id =55764.


[12 Oktober 2012].

Winarti S. 2010. Makanan Fungsional. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Wuisan C. 2007. Penentuan Kapasitas antioksidan Rimpang Segar dan Rimpang Bubuk dengan
Uji Kadar Polifenol dan Active Oxygen Method (AOM). Skripsi. Bogor : IPB.

Wuri Y, Darmadji P, Rahardjo B. 2004. Sifat sensoris minyak atsiri daun kayu manis. Jurnal
Agrosains. 17(3):359-368.

Yasni S, Bintang M, Mega S. 2010. Laporan Penelitian KKP3T:Pengembangan dan Kajian


Mekanisme In Vitro dan In Vivo Minuman Kesehatan Berbasis Sirih Merah, Kayu
Manis, dan Jahe.

51
LAMPIRAN

52
Lampiran 1. Tabel Luff Schoorl
Glukosa, fruktosa Laktosa Maltosa
Titran (ml)
mg perbedaan mg perbedaan mg perbedaan
1 2,4 2,4 3,6 3,7 3,9 3,9
2 4,8 2,4 7,3 3,7 7,8 3,9
3 7,2 2,5 11 3,7 11,7 4
4 9,7 2,5 14,7 3,7 15,6 3,9
5 12,2 2,5 18,4 3,7 19,6 4
6 14,7 2,5 22,1 3,7 23,5 4
7 17,2 2,6 25,8 3,7 27,5 4
8 19,8 2,6 29,5 3,7 31,5 4
9 22,4 2,6 33,2 3,8 35,5 4
10 25 2,6 37 3,8 39,5 4
11 27,6 2,7 40,8 3,8 43,5 4
12 30,3 2,7 44,6 3,8 47,5 4,1
13 33 2,7 48,4 3,8 51,6 4,1
14 35,7 2,8 52,2 3,8 55,7 4,1
15 38,5 2,8 56 3,9 59,8 4,1
16 41,3 2,9 59,9 3,9 63,9 4,1
17 44,2 2,9 63,8 3,9 68 4,2
18 47,1 2,9 67,7 4 72,2 4,3
19 50 3 71,7 4 76,5 4,4
20 53 3 75,7 4,1 80,9 4,5
21 56 3,1 79,8 4,1 85,4 4,6
22 59,1 3,1 83,9 4,1 90 4,6
23 62,2 88 94,6

n : Na2SO3 0.1 N
Titra

53
Lampiran 2. Hasil Penentuan Formula

Lampiran 2. a. Hasil Uji Ranking Sederhana terhadap 5 Panelis Tidak Terlatih untuk Screening
Formula

Panelis F1 F2 F3 F4 F5
1 5 2 4 1 3
2 4 5 3 2 1
3 5 4 3 2 1
4 1 2 5 4 3
5 4 5 3 1 2
Rata-rata 3,8 3,6 3,6 2,0 2,0

Lampiran 2. b. Daftar Sidik Ragam

Sumber keragaman db JK JKR F hitung F tabel


Contoh 4 5,32768 1,33192 2,005088 3,01
Panelis 4 0 0 0
Eror 16 10,62832 0,66427
Total 24 15,956

54
Lampiran 3. Hasil Analisis Uji Rating Hedonik pada 3 Formula Terpilih

Lampiran 3. a. Hasil ANOVA Parameter Aroma

Dependent Variable:Skor
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 164.371 71 2.315 5.021 .000
Panelis 164.000 69 2.377 5.155 .000
Sa mpel .371 2 .186 .403 .669
Error 63.629 138 .461
Total 2118.000 210
Corrected Total 228.000 209
a. R Squared = ,721 (Adjusted R Squared = ,577)
ncan
Du Subset
mpel N
1
Sa
70 2.96
F4 70 2.99
F5 70 3.06
F3 . .416
Sig

piran 3. b. Hasil ANOVA Parameter Rasa


Lam
endent Variable:Skor
Dep
Type III Sum of
urce Squares Df Mean Square F Sig.
a
So del 613.590 72 8.522 23.330 .000
Mo elis 94.362 69 1.368 3.744 .000
mpel
Pan 6.924 2 3.462 9.477 .000
Sa or 50.410 138 .365
Errtal 664.000 210
To Squared = ,924 (Adjusted R Squared = ,884)
a. R
ncan
Dumpel Subset
N
1 2
Sa 70 1.33
70 1.59
F3 70 1.77
F4
. 1.000 .071
F5
Sig

55
Lampiran 3. c. Hasil ANOVA Parameter Warna

Dependent Variable:Skor
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 1640.362 72 22.783 57.543 .000
Pan elis 223.262 69 3.236 8.172 .000
Sampel 2.695 2 1.348 3.404 .036
Error 54.638 138 .396
Total 1695.000 210
a. R Squared = ,968 (Adjusted R Squared = ,951)

Duncan
Subset
mpel N
Sa 1 2
70 2.44
F5 70 2.63 2.63
F4 70 2.71
F3 . .083 .422
Sig

piran 3. d. Hasil ANOVA Parameter Overall


Lam
endent Variable:Skor
Dep
Type III Sum of
urce Squares df Mean Square F Sig.
So del 2054.371
a
72 28.533 61.883 .000
Mo elis 164.000 69 2.377 5.155 .000
Panmpel .371 2 .186 .403 .669
Sa or 63.629 138 .461
Errtal 2118.000 210
To Squared = ,970 (Adjusted R Squared = ,954)
a. R
ncan
Du Subset
mpel N
1
Sa 70 2.96
70 2.99
F4
70 3.06
F5
. .416
F3
Sig

56
Lampiran 4. Hasil Analisis Uji Rating Hedonik pada Variasi Konsentrasi Pemanis

Lampiran 4. a. Hasil ANOVA Parameter Aroma

Dependent Variable:skor

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 2000.171 72 27.780 64.077 .000
panelis 179.314 69 2.599 5.994 .000
sampel 2.171 2 1.086 2.504 .085
Error 59.829 138 .434
Total 2060.000 210
a. R Squared = ,971 (Adjusted R Squared = ,956)

Duncan
Subset
mpel N
Sa 1
70 2.8571
25 70 2.8857
20 70 3.0857
12 . .053
Sig

piran 4. b. Hasil ANOVA Parameter Warna


Lam
endent Variable:skor
Dep
Type III Sum of
urce Squares df Mean Square F Sig.
So a
del 1800.771 72 25.011 58.274 .000
Mo elis 208.457 69 3.021 7.039 .000
pan pel 1.438 2 .719 1.675 .191
samor 59.229 138 .429
Errtal 1860.000 210
To Squared = ,968 (Adjusted R Squared = ,952)
a. R
ncan
Du Subset
mpel N
1
Sa 70 2.6429
70 2.7714
25
70 2.8429
20
. .090
12
Sig

57
Lampiran 4. c. Hasil ANOVA Parameter Rasa

Dependent Variable:skor
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 890.610 72 12.370 27.806 .000
pan elis 150.781 69 2.185 4.912 .000
sampel .610 2 .305 .685 .506
Error 61.390 138 .445
Total 952.000 210
a. R Squared = ,936 (Adjusted R Squared = ,902)

Duncan
Subset
mpel N
Sa 1
70 1.8000
12 70 1.9143
25 70 1.9143
20 . .344
Sig
piran 4. d. Hasil ANOVA Parameter Overall
Lam
endent Variable:skor
Dep
Type III Sum of
urce Squares df Mean Square F Sig.
So del 1122.029
a
72 15.584 48.908 .000
Mo elis 174.114 69 2.523 7.919 .000
pan pel .695 2 .348 1.091 .339
samor 43.971 138 .319
Errtal 1166.000 210
To Squared = ,962 (Adjusted R Squared = ,943)
a. R
ncan
Du Subset
mpel N
1
Sa 70 2.0429
70 2.1571
12
70 2.1714
20
. .207
25
Sig

58
Lampiran 5. Hasil Analisis Uji Rating Hedonik pada 3 Formula Terpilih (Kelompok Umur : 30-80
tahun)

Lampiran 5. a. Hasil ANOVA Parameter Warna

Dependent Variable:Skor
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 2345.967 71 33.042 89.996 .000
Panelis 109.095 68 1.604 4.370 .000
Sampel 2.467 2 1.233 3.359 .038
Error 51.033 139 .367
Total 2397.000 210
a. R Squared = ,979 (Adjusted R Squared = ,968)

Duncan
Subset
Sampel N 1 2
5 70 3.1143
4 70 3.3000 3.3000
3 70 3.3714
Sig. .072 .487

Lampiran 5. b. Hasil ANOVA Parameter Aroma

Dependent Variable:Skor
Type III Sum of
So urce Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 2365.752 71 33.320 63.231 .000
Pan elis 137.624 68 2.024 3.841 .000
Sampel 6.752 2 3.376 6.407 .002
Error 73.248 139 .527
Total 2439.000 210
a. R Squared = ,970 (Adjusted R Squared = ,955)

Duncan
Subset
mpel N
Sa 1 2
70 3.0000
3 70 3.3571
5 70 3.4000
4 . 1.000 .727
Sig

59
Lampiran 5. c. Hasil ANOVA Parameter Rasa

Dependent Variable:Skor
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 1219.533 71 17.177 30.427 .000
Pan elis 197.048 68 2.898 5.133 .000
Sampel 14.867 2 7.433 13.168 .000
Error 78.467 139 .565
Total 1298.000 210
a. R Squared = ,940 (Adjusted R Squared = ,909)

Duncan
Subset
mpel N
Sa 1 2
70 1.8143
3 70 2.3714
5 70 2.3857
4 . 1.000 .911
Sig

piran 5. d. Hasil ANOVA Parameter Overall


Lam
endent Variable:Skor
Dep
Type III Sum of
urce Squares df Mean Square F Sig.
So del 1457.600
a
71 20.530 39.967 .000
Mo elis 147.814 68 2.174 4.232 .000
Panmpel 7.267 2 3.633 7.073 .001
Sa or 71.400 139 .514
Errtal 1529.000 210
To Squared = ,953 (Adjusted R Squared = ,929)
a. R
ncan
Du Subset
mpel N
1 2
Sa 70 2.2286
70 2.6000
3
70 2.6429
5
. 1.000 .724
4
Sig

60
Lampiran 6. Hasil Analisis Uji Beda dari Kontrol Pada Alternatif Perbaikan Formula

Lampiran 6. a. Hasil ANOVA Parameter Warna

Dependent Variable:Skor

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 484.100 13 37.238 36.037 .000
Panelis 17.100 9 1.900 1.839 .107
Sampel 82.600 3 27.533 26.645 .000
Error 27.900 27 1.033
Total 512.000 40
a. R Squared = ,946 (Adjusted R Squared = ,919)

Duncan
Subset
mpel N
Sa 1 2 3
10 .80
405 10 3.00
489 10 4.10
414 10 4.50
472. 1.000 1.000 .387
Sig

piran 6. a. a. Hasil ANOVA Parameter Warna (lanjut)


Lam
endent Variable:Skor
Dep
Type III Sum of
urce Squares df Mean Square F Sig.
So del 3.400
a
12 .283 8.500 .000
Mo elis 2.800 9 .311 9.333 .000
Panmpel .067 2 .033 1.000 .387
Sa or .600 18 .033
Errtal 4.000 30
To Squared = ,850 (Adjusted R Squared = ,750)
a. R
ncan
Subset
Dumpel N
1
Sa 10 .1000
10 .1000
472
10 .2000
489
. .261
414
Sig

61
Lampiran 6. b. Hasil ANOVA Parameter Aroma

Dependent Variable:Skor
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 321.300 13 24.715 15.628 .000
Pan elis 47.100 9 5.233 3.309 .008
Sampel 43.800 3 14.600 9.232 .000
Error 42.700 27 1.581
Total 364.000 40
a. R Squared = ,883 (Adjusted R Squared = ,826)

Duncan
Subset
mpel N
Sa 1 2
10 .70
405 10 2.40
489 10 3.10
414 10 3.40
472. 1.000 .103
Sig

piran 6. b. a. Hasil ANOVA Parameter Aroma (lanjut)


Lam
endent Variable:Skor
Dep
Type III Sum of
urce Squares df Mean Square F Sig.
So del .733
a
12 .061 .868 .590
Mo elis .533 9 .059 .842 .589
Panmpel .067 2 .033 .474 .630
Sa or 1.267 18 .070
Errtal 2.000 30
To Squared = ,367 (Adjusted R Squared = -,056)
a. R
ncan
Du Subset
mpel N
1
Sa 10 .0000
10 .1000
414
10 .1000
489
. .436
472
Sig

62
Lampiran 6. c. Hasil ANOVA Parameter Rasa

Dependent Variable:Skor
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 481.900 13 37.069 24.959 .000
Pan elis 78.500 9 8.722 5.873 .000
Sampel 43.400 3 14.467 9.741 .000
Error 40.100 27 1.485
Total 522.000 40
a. R Squared = ,923 (Adjusted R Squared = ,886)

Duncan
Subset
mpel N
Sa 1 2
10 1.30
405 10 3.00
489 10 3.80
414 10 3.90
472. 1.000 .129
Sig

piran 6. c. a. Hasil ANOVA Parameter Rasa


Lam
endent Variable:Skor
Dep
Type III Sum of
urce Squares df Mean Square F Sig.
So del .400
a
12 .033 1.000 .486
Mo elis .300 9 .033 1.000 .474
Panmpel .067 2 .033 1.000 .387
Sa or .600 18 .033
Errtal 1.000 30
To Squared = ,400 (Adjusted R Squared = ,000)
a. R
ncan
Du
Subset
mpel N 1
Sa 10 .0000
414 10 .0000
489 10 .1000
472. .261
Sig

63
Lampiran 6. d. Hasil ANOVA Parameter Overall

Dependent Variable:Skor
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 422.600 13 32.508 34.555 .000
Pan elis 58.400 9 6.489 6.898 .000
Sampel 50.600 3 16.867 17.929 .000
Error 25.400 27 .941
Total 448.000 40
a. R Squared = ,943 (Adjusted R Squared = ,916)

Duncan
Subset
mpel N
Sa 1 2 3
10 1.00
405 10 2.70
489 10 3.70
414 10 3.80
472. 1.000 1.000 .819
Sig

piran 6. d.a. Hasil ANOVA Parameter Overall (lanjut)


Lam
endent Variable:Skor
Dep
Type III Sum of
urce Squares df Mean Square F Sig.
So del .733
a
12 .061 .868 .590
Mo elis .533 9 .059 .842 .589
Panmpel .067 2 .033 .474 .630
Sa or 1.267 18 .070
Errtal 2.000 30
To Squared = ,367 (Adjusted R Squared = -,056)
a. R
ncan
Du
Subset
mpel N 1
Sa 10 .0000
472 10 .1000
489 10 .1000
414. .436
Sig

64
Lampiran 7. Penghambatan Enzim Alfa Glukosidase
Kontrol Kontrol
% inhibisi % inhibisi
ko Sampel negatif Acarbose negatif
sampel acarbose
Blan sampel acarbose
04 0,439 0,229 0,114 0,107
79,51 ± 0,61 99,41 ± 0,16
1,047 0,409 0,199 0,114 0,109
1,0

piran 8. Massa Jenis Formula Terpilih


Lam
Bobot piknometer Volume Bobot Massa jenis Massa jenis ±
kosong (gan
g) piknometer (ml) akhir (g) (g/ml) SD (g/ml)
Ulan
17,3994 10 28,1677 1,0768
1
17,4378 10 28,2263 1,0789 1,07328 ±
17,0755 10 27,7804 1,0705 0,006452
2
17,1030 10 27,7724 1,0669

piran 9. Viskositas Formula Terpilih


Lam gan Skala Faktor Viskositas Viskositas ± SD
terbaca konversi (mPa.s=cP) (c P )
10 1 10
Ulan1
9 1 9
9,50 ± 0,177
9,5 1 9,5
2
10 1 10

piran 10. Total Padatan Terlarut Formula Terpilih

o o
Lam gan TPT ( Brix) TPT ± SD ( Brix)
15,40
1
Ulan 15,50
15,63 ± 0,247
15,80
2
15,80

65
Lampiran 11. Analisis Proksimat

Lampiran 11. a. Analisis Kadar Air dengan Metode Oven Vakum (AOAC Official Mehod 925.45
1999)

Prinsip pengukuran kadar air bahan dengan metode oven vakum adalah dengan
men geringkan bahan pada tekanan rendah (vakum) sehingga air dapat menguap di bawah titik
did ih air normal. Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit lalu didinginkan dalam
desik ator. Cawan tersebut kemudian diambil dengan penjepit lalu ditimbang. Ke dalam cawan
o
ters ebut, 1-2 gram bahan ditimbang pada cawan lalu dikeringkan pada oven vakum (70 C, 25
mmHg) selama 2 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh
bobot tetap.

Kadar air (g/100 g bahan basah) =


Kadar air (g/100 g bahan kering) =

ana :
dim W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g)
W1 = bobot contoh beserta cawan sesudah dikeringkan (g)
W2 = bobot cawan kosong kering (g)

piran 11. b. Analisis Kadar Abu dengan Metode Pengabuan Kering (SNI 01-2891-1992)
Lam
Prinsip pengukuran kadar abu ini adalah dengan mendekstruksi komponen organik
m bahan dengan panas tinggi pada sebuah tanur pengabuan, tanpa nyala api, sampai
dalaentuk abu berwarna putih keabuan dan berat tetap tercapai. Prosedur analisisnya adalah dengan
terbla-mula mengeringkan cawan porselin kosong dalam oben selama 15 menit lalu didinginkan
mu m desikator. Cawan tersebut kemudian diambil dengan penjepit lalu ditimbang. Ke dalam
dala an tersebut, 1-2 gram bahan ditimbang pada cawan. Bahan yang berbentuk cair diuapkan dulu
caw ya di atas penangas air sampai kering, sedangkan bahan yang kering diarangkan dulu di atas
airn pembakar. Bahan yang sudah dikeringkan tersebut dimasukkan ke dalam tanur listrik dan
o
nyala
anaskan pada suhu 550 C sampai pengabuan sempurna. Cawan beserta isinya kemudian
dipinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai bobot tetap.
did
Kadar abu (g/100 g bahan basah) =
Kadar abu (g/100 g bahan kering) =
ana:
W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g)
dim W1 = bobot contoh beserta cawan sesudah diabukan (g)
W2 = bobot cawan kosong kering (g)

66
Lampiran 11. c. Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC Official Method 960.52 1995)

Analisis ini dimulai dengan tahap penghancuran (digestion) yakni sampel


sebanyak 100-250 mg dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl kemudian ditambah dengan 1 gram
K2SO4, 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4. Batu didih sebanyak 2-3 butir dimasukkan lalu didihkan
selama 1-1,5 jam dengan kenaikan suhu bertahap sampai cairan jernih kemudian didinginkan.
Pada tahap berikutnya yaitu destilasi, air destilata ditambahkan perlahan melewati
dinding labu sambil digoyang pelan sehingga kristal yang terbentuk bisa larut kembali. Isi labu
kemudian dipindahkan ke dalam alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml destilata. Air
cucian kemudian dipindah ke labu destilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH 60 %-Na2SO3
5%. Erlenmeyer 250 ml berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator metilen red-metilen blue
diletakkan di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sekitar 15 menit.
Destilat yang diperoleh pada tahap destilasi kemudian diencerkan sampai 50 ml.
Destilat ini kemudian dititrasi dengn HCl 0,02 N sampai warna menjadi abu-abu. Volume HCl
yan g diperlukan untuk titrasi dimasukkan ke dalam rumus :


%N =

ar protein diperoleh dengan rumus :


Kad
Kadar protein (g/100 g bahan basah) = %N x Faktor konversi
Kadar protein (g/100 g bahan kering) =

piran 11. d. Analisis Total Gula dengan Metode Luff Schoorl (SNI 01-2892-1992)
Lam
Timbang bahan 2.5-25 gram sampel, dipindahkan dalam labu takar 100 ml dan
bahkan 20 ml akuades, bubur Al(OH) 3, dan larutan Pb asetat. Penambahan bahan penjernih ini
tam
diberikan tetes demi tetes sampai penetesan reagensia tidak menimbulkan pengeruhan lagi,
kemudian tambahkan aquades sampai tanda tera dan disaring.
Filtrat ditampung dalam gelas piala. Tambahkan Na2CO3 anhidrat atau K/Na
oks alat anhidrat atau Na fosfat secukupnya untuk menghilangkan kelebihan Pb. Diambil 50 ml
t bebas Pb, masukkan ke dalam erlenmeyer, tambahkan 25 ml aquades dan 10 ml HCl 30%.
filtra o
Pan askan di atas penangas air pada suhu 67-70 C selama 10 menit lalu dinginkan secepatnya
o
sam pai suhu 20 C. Netralkan dengan NaOH 45%, kemudian diencerkan sampai volume tertentu
sehingga 25 ml air mengandung 15-60 mg gula pereduksi.
Sebanyak 25 ml larutan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml
laru tan Luff Schrool. Blanko dibuat dari 25 ml larutan Luff Schrool ditambah 25 ml akuades.
Ke mudian erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin balik lalu dididihkan (usahakan 2 menit
sud ah mendidih). Pendidihan dipertahankan 10 menit lalu didinginkan dan tambahkan 15 ml KI
20% dan 25 ml H2SO4 26.5%. Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na tiosulfat 0.1 N
men ggunakan indikator pati 2-3 ml. Penetapan berat glukosa dilakukan dengan membandingkan
volume Na-tiosulfat yang diperlukan dengan tabel Luff Schrool (Lampiran 1).

Total gula (%) =

67
Lampiran 11. e. Analisis Massa Jenis

Pengukuran massa jenis minuman ini menggunakan alat piknometer. Mula-mula,


piknometer beserta tutupnya dibersihkan dan dikeringkan dalam oven selama 15 menit. Setelah
didinginkan dalam desikator, piknometer dan tutupnya ditimbang. Piknometer kemudian diisi
dengan bahan sampai penuh lalu tutup dengan tutup piknometer sampai bahan meluber, dan
bersihkan dengan tisu. Piknometer yang berisi contoh kemudian ditimbang.


Massa jenis (g/ml) =

Lampiran 11. f. Analisis Viskositas dengan Brookfield Viscometer

Pengukuran viskositas suatu fluida menggunakan alat ini adalah dengan mengukur
besar nya hambatan yang dialami spindle akibat kekentalan fluida tersebut saat berputar di dalam
fluid a tersebut. Pengukurannya dilakukan dengan memasukkan fluida ke dalam suatu gelas piala
kemudian ke dalam gelas piala tersebut dicelupkan spindle yang sudah terpasang pada motor
sampai tanda garis pada spindle tercelup. Putar spindle pada kecepatan tertentu kemudian skala
dibaca setelah jarum stabil (tekan tuas penjepit). Motor dimatikan dengan memindah tombol ke
posisi OFF. Angka yang terbaca adalah Torque (A).

Viskositas (cP) = A x faktor konversi

Lampiran 11. g. Analisis Total Padatan Terlarut (AOAC Official Method 932.12 1995)

Refraktometer dibersihkan bagian kacanya dengan cara meneteskan alkohol


hingga merata dan melapnya dengan tisue hingga permukaan kaca refraktometer kering. Sebanyak
2-3tetes sampel produk jadi diteteskan pada kaca bagian depan refraktometer dan dilakukan
pembacaan skala. Kemudian bersihkan kembali sampel pada kaca dengan tisue dano lakukan
prosedur awal untuk menghitung kembali TPT. Total padatan terlarut dinyatakan dalam Brix.

68
Lampiran 12. Hasil Analisis Komponen Volatil dengan GCMS
Lampiran 12. a. Bubuk Sirih Merah
RT (min) Komponen Area % Area
7,779 Acetaldehyde 95110978 27,23
Bicyclo[3.1.0]hexane, 4-methyl-1-
12,734 518024 0,15
(1-methylethyl)-, didehydro deriv
14,791 2-Thujene 3875184 1,11
15,476 -Myrcene 1210498 0,35
16,11 Terpinolene 315962 0,09
16,906 Eucalyptol 7766568 2,22
17,462 -trans-Ocimene 415625 0,12
17,566 -Terpinene 859191 0,25
18,426 p-Mentha-1,4(8)-diene 587598 0,17
22,159 cis--Terpineol 1442020 0,41
22,372 -Cubebene 2132940 0,61
23,258 -Cubebene 1174770 0,34
23,536 -Linalool 22614495 6,48
23,84 -Bourbonene 1350626 0,39
23,937 Terpineol, cis-- 1752153 0,50
24,144 (-)-Zingiberene 4127303 1,18
2-Cyclohexen-1-ol, 1-methyl-4-(1-
24,267 450580 0,13
methylethyl)-, trans-
24,869 (-)-Bornyl acetate 1746498 0,50
25,024 -Elemene, (-)- 5706936 1,63
25,121 p-Menth-1-en-4-ol 11587613 3,32
25,348 -Cubebene 677070 0,19
25,471 Caryophyllene 10962848 3,14
25,936 Elixene 886026 0,25
26,059 -Farnesene 1122888 0,32
26,234 -Sesquiphellandrene 3061148 0,88
26,441 (-)-Alloaromadendrene 356776 0,10
26,538 -Cubebene 432455 0,12
26,628 -Citral 775097 0,22
26,822 -Terpineol 19024968 5,45
27,049 Borneol 3545848 1,02
27,359 (-)-Zingiberene 20574516 5,89
27,502 -Bisabolene 7180703 2,06
27,56 Germacrene D 13708176 3,93
27,767 (R)-(+)--Citronellol 15973073 4,57
Naphthalene, 2,3,4,4a,5,6-
28,013 hexahydro-1,4a-dimethyl-7-(1- 2400105 0,69
methylethyl)
28,239 delta-Cadinene 1945704 0,56
28,336 -Curcumene 24090704 6,90
28,491 2,6-Octadien-1-ol,2,7-dimethyl 3018797 0,86
28,634 Silane, (4-methylphenyl)- 1188167 0,34
Naphthalene, 1,2,3,4,4a,7-
28,815 hexahydro-1,6-dimethyl-4-(1- 725195 0,21
methylethyl)-
29,248 trans-Geraniol 6268784 1,80
29,384 1,3,8-p-Menthatriene 638109 0,18
30,471 -Elemene 960239 0,27
30,684 Phenylethyl alcohol 583687 0,17
31,344 -Cadinene 1715648 0,49
31,907 Bicyclogermacrene 816847 0,23
32,049 (Z)--Farnesene 4275538 1,22
Octaethylene glycol monododecyl
32,217 406189 0,12
ether
32,457 Nerolidol 1567530 0,45
32,58 Caryophyllene oxide 5416535 1,55
32,955 trans-Chrysanthemol 836811 0,24
33,097 Cinnamaldehyde, (E)- 672885 0,19
3-Cyclohexen-1-carboxaldehyde,
2107796 33,479 0,60
3,4-dimethyl
33,737 (+)--Bisabolol 7049665 2,02
34,384 Spathulenol 1814367 0,52
34,604 E-1-Methoxy-3-hexene 1757834 0,50
34,798 Eugenol 2238041 0,64
35,232 2-Methoxy-4-vinylphenol 3994129 1,14
35,672 Isopropyl myristate 1812259 0,52
Benzenemethanamine, , 4-
38,22 4169007 1,19
dimethyl-
39,669 m-Aminophenylacetylene 1635753 0,47
42,341 Phytol 2095165 0,60

71
Lampiran 12. b. Minuman Fungsional Formula Sirih Merah Terpilih

72
RT (min) Komponen Area % Area
7,792 Acetaldehyde 6538786 1,03
9,48 Cyclotrisiloxane, hexamethyl 705342 0,11
10,865 Ethyl alcohol 312882 0,05
13,62 Camphene 544363 0,09
15,49 2-Pyridinemethanamine, N-methyl 507396 0,08
16,007 2-Heptanone 459094 0,07
16,563 D-Limonene 13869264 2,18
16,919 Eucalyptol 8913108 1,40
17,572 -Terpinene 281564 0,04
18,122 O-Cymene 709449 0,11
18,446 Terpinolene 575484 0,09
19,429 5-Hepten-2-one, 6-methyl- 602393 0,09
20,587 2-Nonanone 911750 0,14
21,725 Styrene, p,-dimethyl- 639519 0,10
2,6-Dimethyl-1,3,5,7-octatetraene,
21,816 585032 0,09
E,E-
23,271 -Cubebene 879552 0,14
23,543 -Linalool 14670439 2,31
23,698 Benzaldehyde 618723 0,10
23,873 (-)-Camphor 944767 0,15
24,643 Fenchol, exo- 2393192 0,38
24,895 -Bergamotene 7386827 1,16
25,037 Di-epi--cedrene 1088003 0,17
25,128 p-Menth-1-en-4-ol 9534904 1,50
25,354 (+)-epi-bicyclosesquiphellandrene 353242 0,06
25,477 Caryophyllene 3414844 0,54
25,975 2,6-Octadiene, 2,6-dimethyl- 4418057 0,69
26,072 -Farnesene 1362136 0,21
26,202 -Santalene 404351 0,06
26,454 (-)-Alloaromadendrene 1573645 0,25
26,642 -Citral 1927188 0,30
26,829 p-menth-1-en-8-ol 30127290 4,74
27,062 (-)-Borneol 8544135 1,34
27,191 Nerol acetate 1753023 0,28
27,379 (-)-Zingiberene 28165386 4,43
27,528 -Bisabolene 28119503 4,42
27,644 -Farnesene 21531904 3,39
27,748 Geraniol acetate 31068570 4,89
Naphtalene, 2,3,4,4a,4,5-hexahydro-
28,026 1,4a-dimethyl,7-(1-methylethyl)- 4132028 0,65
28,369 -Curcumene 79147019 12,45
28,504 trans-Geraniol 6194354 0,97
28,66 (-)--Panasinsen 2083321 0,33
28,925 -Panasinsen 522999 0,08

73
29,261 Guaniol 19092826 3,00
30,141 o-Cymene 1197748 0,19
30,542 6-Methyllilolidine 366021 0,06
30,71 2-Propenal, 3-phenyl- 1639989 0,26
Naphthalene, 1,2-dihydro-1,1,6-
31,157 530934 0,08
trimethyl-
32,476 Nerolidol 2 6264580 0,99
33,142 2-Propenal, 3-phenyl- 1,56E+08 24,53
33,466 (+)-Aromadendrene 7353318 1,16
Naphtalene, 1,2,3,4,4a,7-hexahydro-
33,608 5198349 0,82
1,6-dimethyl,4-(1-methylethyl)-
33,738 Viridiforol 1612911 0,25
Octaethylene glycol monododecyl
33,951 1245928 0,20
ether
34,287 -Maaliene 4233960 0,67
34,572 -Elemene 13849039 2,18
34,669 Epizonarene 14926097 2,35
34,889 Ethyltriethylene glycol 2737024 0,43
35,064 -Eudesmol 7741646 1,22
35,309 -Cedrene 9870200 1,55
35,439 Copaene 3683041 0,58
35,562 Cedr-8-ene 7291830 1,15
36,034 -Cadinol 9933932 1,56
36,163 -Eudesmol 5874521 0,92
36,312 -Longipinene 3901540 0,61
36,519 -Gurjunene 10836871 1,70
36,713 Acetamide, 2-(2-hydroxyethoxy)- 1494817 0,24
37,25 Eudesm-7(11)-en-4-ol 5061281 0,80
39,831 Acetamide, 2-(2-hydroxyethoxy)- 827335 0,13
40,433 2H-1-Benzopyran-2-one 4669833 0,73

74
Lampiran 13. Derajat Keasaman (pH) Formula Terpilih

Ulangan pH pH ± SD
1 3,89
3,850 ± 0,0566
2 3,81

piran 14. Total Asam Tertitrasi (TAT) Formula Terpilih


Lam
V NaOH TAT (ml 0.1 N TAT ± SD
gan V awal (ml) V akhir (ml)
(ml) NaOH/100 ml contoh)
Ulan 11,15 13,95 2,80 280,000
1 278,75
14,15 16,90 2,75 275,000
±
17,15 19,95 2,80 280,000
2 1,7678
19,95 22,75 2,80 280,000

piran 15. Warna Minuman Formula Terpilih

Hue (arc Rata-rata Hue Deskripsi


Lam gan L a b tg(b/a) W a rn a
Coklat tua
1 30,99 +4,98 +9,47 62,26 62,32
Ulan kejinggaan
31,00 +4,98 +9,49 62,31
31,02 +4,95 +9,47 62,40
Coklat tua
2 30,90 +4,63 +9,05 62,90 62,92
kejinggaan
30,97 +4,70 +9,15 62,81
31,01 +4,68 +9,20 63,04
62,620±0,4243

75
Lampiran 16. Total Fenol

Lampiran 16. a. Kurva Standar Total Fenol

Konsentrasi (mg/L) Absorbansi


0 0,0000
50 0,2590
100 0,5020
150 0,7540
200 1,0250
250 1,2500

Kurva Standar Total Fenol


1,4000
1,2000
Absorbansi

1,0000
0,8000
y = 0,005x + 0,0031
0,6000 R² = 0,9996
0,4000
0,2000
0,0000
0 50 100 150 200 250 300
Konsentrasi (mg/L)

piran 16. b. Total Fenol Minuman Terpilih


Lam
gan Abs Konsentrasi (mg/L) Total fenol
Ulan1 0,460 429
0,450 419 424,75
2 0,435 404 ±
1,0607
0,426 395
Lampiran 17. Stabilitas nilai pH selama penyimpanan
Suhu
Hari ke- o o o
5 C 30 C 50 C
0 3,840±0,0636 3,840±0,0636 3,840±0,0636
7 3,288±0,0177 3,238±0,0106 3,350±0,0212
14 3,238±0,0389 3,202±0,0955 3,088±0,0035
21 3,023±0,0106 2,882±0,0955 2,600±0,0000
28 3,500±0,0212 3,405±0,0424 3,338±0,0177
35 3,078±0,1167 2,898±0,0106 2,870±0.0212
42 3,250±0,0424 3,015±0,1131 2,995±0,0283

Lampiran 18. Stabilitas nilai TAT selama penyimpanan


Suhu
Hari ke- o o o
5 C 30 C 50 C
0 278,750±1,7678 278,750±1,7678 278,750±1,7678
7 243,750±1,7678 240,000±3,5355 242,500±3,5355
14 236,250±1,7678 235,000±3,5355 237,500±3,5355
21 248,750±1,7678 253,750±1,7678 231,250±1,7678
28 256,250±1,7678 222,500±3,5355 212,500±3,5355
35 242,500±3,5355 252,500±3,5355 250,000±5,5355
42 256,250±1,7678 230,000±3,5355 237,500±3,5355

piran 19. Stabilitas warna selama penyimpanan


Lam
piran 19. a. Nilai L
Lam
Suhu
Hari ke- o o o
5 C 30 C 50 C
0 30,982±0,0424 30,982±0,0424 30,982±0,0424
7 31,403±0,0024 31,927±0,0071 31,650±0,0212
14 35,067±0,2805 35,455±0,0495 36,220±0,1155
21 30,612±0,0283 31,295±0,0118 32,308±0,0047
28 30,722±0,0212 31,545±0,0259 32,415±0,0283
35 30,622±0,0471 31,318±0,0071 31,630±0,0118
42 30,937±0,0283 32,065±0,0094 32,368±0,0212
Lampiran 19. b. Nilai a
Suhu
Hari ke- o o o
5 C 30 C 50 C
0 4,820±0,0283 4,820±0,0283 4,820±0,0283
7 4,893±0,0071 4,132±0,0071 4,295±0,0094
14 0,230±0,0188 1,650±0,0024 2,435±0,0542
21 4,547±0,0047 4,930±0,0071 5,060±0,0354
28 4,607±0,0118 5,067±0,0212 5,187±0,0259
35 4,777±0,0189 5,215±0,0024 5,410±0,0471
42 4,877±0,0283 5,193±0,0118 5,485±0,0165
piran 19. c. Nilai b
Lam
Suhu
Hari ke- o o o
5 C 30 C 50 C
0 9,305±0,0589 9,305±0,0589 9,305±0,0589
7 9,780±0,0189 9,795±0,0165 9,538±0,0141
14 4,338±0,0024 3,248±0,0118 3,853±0,0071
21 10,320±0,0141 10,685±0,0189 11,372±0,0896
28 10,437±0,0024 11,193±0,0165 11,505±0,0636
35 10,633±0,0189 10,908±0,0189 10,262±0,1061
42 10,552±0,0094 11,410±0,0094 11,297±0,0613

piran 20. Stabilitas total fenol selama penyimpanan


Lam
Suhu
Hari ke- o o o
5 C 30 C 50 C
0 424,750±1,0607 424,750±1,0607 424,750±1,0607
14 471,000±4,2426 416,750±1,7678 378,500±4,9497
28 454,400±3,9598 381,800±2,5456 373,000±5,3740
42 471,750±1,7678 367,750±4,5962 345,250±1,0607

78
Lampiran 21. Stabilitas sensori selama penyimpanan
Suhu
Parameter Hari ke- o o o
5 C 30 C 50 C
Warna 0 3,300 3,300 3,300
14 2,871 3,043 3,071
28 2,671 2,500 2,600
42 2,300 1,743 1,529
Aroma 0 3,400 3,400 3,400
14 3,100 2,886 2,829
28 3,143 2,586 2,614
42 1,886 1,657 1,300
Rasa 0 2,386 2,386 2,386
14 1,614 1,729 1,886
28 1,900 1,543 1,543
42 1,886 1,314 1,071
Overall 0 2,643 2,643 2,643
14 2,086 1,943 1,957
28 2,243 1,786 1,671
42 2,286 1,643 1,186

Lampiran 22. Persamaan Garis Hubungan Nilai k dan (1/T)


Ordo Nol Ordo Satu
Parameter 2 2
P e rs a m a a n g a ri s R Persamaan garis R
pH Y = -1084,6x – 0,6903 0,9438 Y = -1192,9x – 1,5502 0,9948
TAT Y = -2071,5x + 6,1949 0,8421 Y = -2312,9x + 1,4289 0,8421
Total fenol Y = -771,24x + 3,2936 0,4408 Y = -1447,1x – 0,4717 0,9997
Nilai L Y = 5754,8x – 24,037 0,9451 Y = 5048,2x – 25,238 0,8421
Nilai a Y = -1002,7x – 0,1668 0,8929 Y = 1282,8x – 8,8334 0,9460
Nilai b Y = -584,95x – 0,6745 0,6313 Y = -531,41x – 2,9211 0,5227
Sensori Y = -1209,7x + 0,6115 0,9385 Y = -1547x + 0,8155 0,9535
Warna

79
Lampiran 23. Grafik Plot Arrhenius Hubungan Nilai ln k dan (1/T)

Lampiran 23. a. Kurva Hubungan ln k dan (1/T) Parameter pH, TAT, dan Total Fenol Ordo Nol
2
1
0 pH
0,003 0,0032 0,0034 0,0036 0,0038 TAT
ln (k)

-1
Total Fenol
-2
Linear (pH)
-3
Linear (TAT)
-4
Linear (Total Fenol)
-5
1/T (K)

piran 23. b. Kurva Hubungan ln k dan (1/T) Parameter Warna Ordo Nol
Lam 0
0,003 0,0032 0,0034 0,0036 0,0038
-1
-2 Nilai L
Nilai a
ln (k)

-3
Nilai b
-4
Linear (Nilai L)
-5
Linear (Nilai a)
-6
Linear (Nilai b)
-7
1/T (K)

piran 23. c. Kurva Hubungan ln k dan (1/T) Parameter pH, TAT, dan Total Fenol Ordo Satu

Lam 0
0,003 0,0032 0,0034 0,0036 0,0038
-1
-2 pH
-3 TAT
ln (k)

-4 Total Fenol
-5 Linear (pH)
-6 Linear (TAT)
-7 Linear (Total Fenol)
-8
1/T (K)

80
Lampiran 23. d. Kurva Hubungan ln k dan (1/T) Parameter Warna Ordo Satu
0
0,003 0,0032 0,0034 0,0036 0,0038
-2
Nilai L
-4
Nilai a
ln (k)

-6 Nilai b

-8 Linear (Nilai L)
Linear (Nilai a)
-10
Linear (Nilai b)
-12
1/T (K)

piran 23. d. Kurva Huakbungan ln k dan (1/T) Parameter Sensori Warna


Lam
0
0,0030 0,0032 0,0034 0,0036 0,0038
-1

-2 Ordo Nol
ln (k)

y = -1209,7x + 0,6115
-3 R² = 0,9 385 Ordo Satu
Linear (Ordo Nol)
-4
Linear (Ordo Satu)
-5 y = -1547,5x + 0,8155
R² = 0,9535
-6
1/T (K)

piran 24. Rendemen Hasil Ekstraksi Bahan Baku


Lam
Bahan Bobot bubuk (gr) Volume Air (ml) Volume akhir (ml) Rendemen (%)
merah 10 75 55,4 73,87
SirihJahe 10 75 55 73,33
yu manis 10 75 50,3 67,07
Ka

81

Вам также может понравиться