Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Munawar Kholil
Email : munawarkholil@staff.uns.ac.id
Kukuh Tejomurti
Email : kukuhmurtifhuns@staff.uns.ac.id
Abstract
This article aims to find out how the forms of debt collection and acts that violate
the provisions of the consumer protection law for borrowers at Fintech Lending
companies and what are the forms of settlement of debt collection practices
against borrowers at Fintech Lending companies within the Consumer Protection
Law framework. The research method used is prescriptive empirical legal
research. Sources of legal materials used are primary legal materials and
secondary legal materials as well as non-legal materials sourced from the
Indonesian Financial Services Authority and Yayasana Indonesian Consumers,
by means of library / document studies and interviews, the analysis techniques of
legal materials are qualitative, namely data obtained, grouped, selected from
field research then linked to theories, principles, and legal norms and arranged
systematically. The results of this study, the problem of debt collection of Fintech
Lending of the borrower is carried out in various forms such as contacting
borrower contacts, debt collecting with harsh and intimidating words to
disturbing the privacy of the borrower. YLKI mentioned that there were 96
complaints throughout 2019. To resolve this problem, YLKI and OJK would
confirm with the organizers and would conduct mediation, if it was deemed
1 …
insufficient then YLKI and OJK allowed borrowers to report to the policeOJK
also acknowledged that the current regulation, POJK 77/2016, is not enough to
regulate the development of Fintech Lending, a higher regulation is needed and
that is the Constitution
Abstrak
A. Pendahaluan
2 …
perusahaan Fintech terus berkembang seiring dengan pemenuhan kebutuhan
konsumen, Salah satu layanan Fintech yang mendapatkan perhatian adalah
layanan Peer to Peer (P2P) Lending (selanjutnya disebut Fintech Lending).
Fintech Lending adalah sebuah platform teknologi yang mempertemukan secara
digital peminjam yang membutuhkan modal usaha dengan pemberi pinjaman
yang mengharapkan return yang kompetitif. Fintech Lending khususnya layanan
pinjam meminjam secara online yang terdaftar di OJK, payung hukumnya
mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7 Tahun 2016 tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (selanjutnya
disebut “POJK Nomor 77/2016”). Berdasarkan POJK Nomor 77/2016, OJK
sebagai lembaga untuk mengatur, memberi izin dan mengawasi Fintech Lending
yang terdaftar dan berizin.
Fintech Lending merupakan salah satu kegiatan atau sistem pada perusahaan
Fintech yang mempertemukan secara langsung pemilik dana (investor/lender)
dengan peminjam dana (borrower). Caranya ialah dengan membuat platform
online yang menyediakan fasilitas bagi pemilik dana, untuk memberikan
pinjaman secara langsung kepada kreditur dengan return (pengembalian) yang
lebih tinggi. Akan tetapi peminjam dana juga akan diuntungkan, karena dapat
mengajukan kredit dengan syarat dan proses yang lebih mudah cepat, serta tanpa
agunan, bila dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional lain, seperti
bank.
Kehadiran perusahaan Fintech Lending ibarat dua sisi mata uang. Industri ini
mendorong perluasan akses pinjaman keuangan kepada masyarakat yang tidak
memiliki rekening bank (unbankables) atau kredit terbatas. Di sisi lain, minimnya
regulasi yang mengatur jasa layanan keuangan ini justru memunculkan banyak
kasus. Mulai dari tata cara penagihan utang yang belum diatur hingga tingkat
bunga pinjaman yang di luar kewajaran. Dalam dua tahun terakhir kasus
mengenai penagihan pinjaman online kerap menjadi aduan konsumen baik kepada
regulator, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (selanjutnya disebut YLKI) hingga Lembaga Bantuan
Hukum (selanjutnya disebut LBH). Kasus-kasus penagihan ini tak jauh dari
oknum tim kolektor yang menagih kredit kepada rekan peminjam dengan
mengakses kontak telepon. Penagihan tersebut dilakukan secara intimidatif dan
menggunakan kata-kata kasar.
3 …
Berdasarkan data Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (selanjutnya
disebut sebagai “AFPI”) menerima 426 pengaduan sejak 2019. Mayoritas
mengadu soal penagihan dengan cara yang kasar dan akses terhadap data pribadi
oleh Fintech Lending. Laporan tentang penagihan yang dilakukan secara kasar
mencapai 43 persen dari total aduan. Adapun 426 aduan tersebut melibatkan 510
Fintech Lending. Sebanyak 70 persen Fintech pinjaman ilegal atau tidak terdaftar
di OJK. Lalu, 30 persen lainnya merupakan anggota AFPI. YLKI hanya
menerima 26 aduan konsumen sejak awal tahun 2019. Aduan tersebut hampir
serupa dengan aduan yang diterima AFPI yakni mengenai ancaman terhadap
konsumen yang gagal bayar.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka artikel ini akan
membahas bagaimana bentuk-bentuk penagihan dan perbuatan yang melanggar
ketentuan dari hukum perlindungan konsumen terhadap peminjam pada
4 …
perusahaan Fintech Lending dan apa penyelesaian praktik penagihan terhadap
peminjam pada perusahaan Fintech Lending dalam kerangka Hukum
Perlindungan Konsumen.
B. Metode Penelitian
Menurut data OJK per 22 Januari 2020, di Indonesia terdapat 164 Fintech
Lending dengan catatan 139 merupakan Fintech Lending Terdaftar dan 25
merupakan Fintech Lending Berizin. Perbedaan antara Fintech Lending Terdaftar
dan Fintech Lending Berizin adalah keduanya dapat menjalankan kegiatan
operasional sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Fintech Lending Terdaftar
dapat menjalankan kegiatan operasional hingga (satu) tahun setelah mendapat
tanda terdaftar dan selanjutnya wajib mengajukan permohonan perizinan, apabila
tidak mengajukan permohonan perizinan maka Fintech Lending Terdaftar harus
mengembalikan tanda terdaftarnya kepada OJK. Sementara Fintech Lending
Berizin tidak memiliki masa kadaluarsa atas tanda berizin yang dimilikinya. Dari
164 Fintech Lending ini, 152 merupakan Fintech Lending Konvensional dan 12
merupakan Fintech Lending Syariah. Menurut OJK, Jumlah Akumulasi Rekening
Lender di Indonesia Per 31 Desember 2019, terdapat 605.935 entitas. Jumlah
Akumulasi Rekening Borrower di Indonesia mencapai angka 18.569.123 entitas,
angka ini juga mengalami kenaikan sebesar 325,95% dibandingkan pada data Per
31 Desember 2018 dengan jumlah borrower se-Indonesia sebanyak 4.359.448
entitas. Data Jumlah Akumulasi Transaksi Borrower di Indonesia Per 31
Desember 2019 dengan total 81.876.033 akun. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi tinggi nya minat masyarakat terhadap Fintech Lending adalah
Pertama, karena kemudahan yang ditawarkan oleh penyelenggara Fintech
Lending tidak serumit ketika masyarakat akan meminjam di Bank ataupun
perusahaan finansial lainnya. Kedua, besaran pinjaman yang relatif kecil berkisar
5 …
antara 3 juta rupiah sampai 8 juta rupiah. Ketiga, suku bunga yang ditetapkan oleh
OJK kecil berkisar dari 1,5% - 2,5% perbulannya.
Sesuai dengan data yang didapatkan dari hasil wawancara dengan YLKI, Per
Desember 2019 total keluhan konsumen akibat praktik penagihan yang dilakukan
oleh penyelenggara Fintech Lending sebanyak 96 keluhan. Praktik penagihan ini
dilakukan oleh Fintech Lending Ilegal. OJK telah melakukan koordinasi dengan
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo
RI) dan Satgas Waspada Investasi (SWI). Sejak awal 2018 hingga September
2019 sudah terdapat 1350 entitas Fintech Lending Ilegal yang telah diblokir oleh
SWI. Tetapi tidak hanya Fintech Ilegal saja, masih ditemukan Fintech Lending
Legal yang masih termasuk dalam Fintech Lending terdaftar belum berizin yang
melakukan praktik penagihan tersebut.
6 …
cara paling umum yang dilakukan adalah dengan menghubungi kontak-kontak
darurat borrower, kontak darurat borrower ini tidak didapatkan dari hasil
borrower yang memasukan nomor-nomor tersebut pada saat ingin meminjam
melainkan kontak-kontak darurat tersebut didapat dengan cara pada saat
borrower mengunduh aplikasi dan terdapat suatu tulisan yang muncul dengan
kata-kata “mengizinkan untuk mengakses buku kontak” dan borrower memilih
setuju maka pada saat itu secara tidak langsung, borrower memberikan data yang
berupa kontak-kontaknya kepada perusahaan penyelenggara. Setelah
mendapatkan kontak-kontak darurat tersebut, bila dalam suatu hari borrower
tidak membayarkan jumlah pinjaman yang diperjanjikan, walau hanya terlambat
satu hari saja maka kontak-kontak darurat tersebut akan dihubungi oleh desk
collection. Bentuk kontak yang dilakukan terhadap kontak-kontak darurat adalah
dengan memberikan pesan melalui pesan singkat ataupun melalui aplikasi pesan
online seperti whatsapp yang berisikan bahwa pihak penyelenggara meminta
kepada kontak-kontak darurat tersebut untuk menggalang dana sejumlah dengan
pinjaman yang telah dipinjam oleh borrower. Kedua, desk collection
menghubungi borrower yang telah jatuh tempo tanpa melalui perantara (kontak-
kontak borrower) dengan menggunakan kata-kata yang kasar dan intimidatif,
selain itu cara menyampaikan pesan pun tidak sopan. Salah satu contoh
pengiriman pesan oleh desk collection adalah dengan mengirimi pesan yang berisi
seolah borrower telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) karena belum
juga mengembalikan pinjamannya. Sebenarnya penyelenggara tidak
diperbolehkan untuk mengakses saat ini, hanya kamera, mikrofon, dan lokasi.
Dalam hal lokasi diperbolehkan oleh OJK guna untuk credit scoring dari
borrower. Memvalidasi data yang dimasukan oleh borrower dan menyamakannya
dengan lokasi rutin borrower. Ketiga, desk collection mendatangi tempat-tempat
yang dikunjungi oleh borrower ataupun mengunjungi tempat anggota keluarga
dari borrower. Perilaku seperti ini jatuhnya adalah menguntit. Tetapi desk
collection juga tidak selalu menguntit borrower, melainkan pada saat borrower
mengunduh aplikasi untuk pertama kali akan muncul permintaan izin akan
mengakses lokasi, jika borrower setuju maka semua koordinat lokasi yang
tersambung antara google maps dan selular borrower akan didapatkan oleh
penyelenggara Fintech Lending dan akhirnya akan dipakai dalam situasi-situasi
seperti ini.
7 …
yang dilakukan oleh internal perusahaan dan pihak ketiga. Setiap perusahaan
Fintech Lending pasti mempunyai desk collection in-house untuk memberikan
peringatan kepada para borrower bahwa pinjamannya akan jatuh tempo. Yang
kedua adalah penagihan melalui pihak ketiga.. Saat ini Asosiasi Fintech
Pendanaan Bersama Indonesia (selanjutnya disebut sebagai AFPI) sudah
menunjuk 6 (enam) lembaga desk collection atau pihak ketiga. Fintech Lending
yang sudah terdaftar dan berizin di OJK hanya boleh bekerjasama dengan 6
(enam) lembaga desk collection yang telah ditentukan oleh AFPI dan tidak boleh
bekerjasama diluar lembaga desk collection yang sudah ditentukan itu.
Bagi kontak-kontak darurat yang dihubungi oleh desk collection, maka ini
melanggar ketentuan dalam UU ITE 11/2008 disebut dalam Pasal 27 Ayat 4 yang
berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau
pengancaman.”. Selain itu dalam rangka melindungi hak kontak-kontak yang
dihubungi oleh desk collection, tertera dalam Pasal 26 UU ITE 11/2008 yang
berbunyi “Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan,
penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data
pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.”
Jika kontak-kontak dari borrower merasa risih maka bisa mengajukan gugatan
sebagaimana tercantum dalam di Pasal 26 ayat (2).
8 …
Pasal 4 UUPK 89/1999 mengenai hak-hak konsumen, dalam nomor pertama
berbunyi “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;”. Dan dalam Pasal 5 UUPK 89/1999
mengenai kewajiban pelaku usaha yang berisi “memperlakukan atau melayani
konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;”. Hal ini belum
tercermin dari tindakan penyelenggara yang memperlakukan konsumen secara
tidak baik.
9 …
mempunyai hak untuk melaporkan kasus ini kepada kepolisian karena sudah
termasuk dalam perbuatan tidak menyenangkan, pencemaran nama baik,
mengganggu privasi serta pengambilan data pribadi. Masyarakat juga harus
memperhatikan syarat dan ketentuan serta pasal-pasal dari perjanjian pinjaman.
Borrower seharusnya memahami besaran biaya pinjaman (bunga) yang akan
ditanggung, serta mekanisme transaksi dari awal hingga pembayaran kembali
(repayment), dan ketentuan lainnya.
10 …
transaksi pinjaman online, YLKI tidak bisa menjatuhkan sanksi ataupun teguran
kepada penyelenggara karena tidak mempunyai otoritas untuk melakukan itu.
YLKI hanya bertindak sebagai wadah bagi konsumen yang mempunyai
permasalahan dalam penggunaan barang atau jasa saja.
D. Simpulan
11 …
dengan ketentuan yang ada, tindakan ini jelas melanggar beberapa peraturan
dimulai dari Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi, UU ITE 11/2008 dan UU Perlindungan
Konsumen. Serta dalam Pedoman Perilaku AFPI, tidak mencerminkan salah satu
dari tiga prinsip dasar yaitu Penerapan Prinsip Itikad Baik. Sehingga regulasi
terkait Fintech harus mampu mengimbangi perkembangan kondisi tersebut, dan
harus menjadi perhatian serius dari pemerintah. Dengan banyaknya keluhan
sepanjang tahun 2019, OJK sebanyak 300 aduan dan YLKI sebanyak 96 keluhan,
OJK dan YLKI menangani hal ini dengan mengkonfirmasi tindakan kepada
penyelenggara, melakukan mediasi dan kalau dirasa tidak cukup maka
memperbolehkan borrower untuk melaporkan kepada pihak kepolisian.
Walaupun sudah terdapat peyelesaian yang dilakukan oleh pihak YLKI dan OJK,
OJK mengakui bahwa peraturan yang ada sekarang POJK 77/2016 memang tidak
cukup untuk mengakomodir perkembangan pesat dari Fintech Lending kini,
diperlukan peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang-undang.
E. Saran
F. Daftar Pustaka
Chandra Hendriyani1 & Sam un Jaja Raharja. 2019. Strategy Business Agility
Peer-To-Peer Lending Fintech Startup In The Era Of Digital Financial
In Indonesia. Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis
dan Kewirausahaan. Vol.4, No. 1, April 2019. Bandung : Fakultas
Ilmu Administrasi Universitas Padjajaran.
12 …
Ernama, Budiharto, Hendro S. 2017. “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan
Terhadap Financial Technology (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 77/POJK.01/2016).” Diponegoro Law Journal. Vol. 6, Nomor
3. Semarang : Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.
Ratna H., dan Juliyani PR. 2018. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Peer to
Peer Lending. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum. Nomor 2 Vol. 25. Mei.
Yogyakarta : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
13 …
Humaniora, Vol 19 Nomor 1. Maret. Jakarta : Akademi Komunikasi
Bina Sarana Informatika.
14 …