Вы находитесь на странице: 1из 6

MIASTENIA GRAVIS

I. SISTEM NEUROMUSCULAR JUNCTION


Suatu potensial aksi di neuron motorik dengan cepat menjalar dari susunan saraf
pusat ke otot rangka disepanjang serat bermielin besar (akson) neuron. Ketika mendekati
otot, akson terbagi bagi menjadi banyak cabang terminal dan kehilangan sarung
mielinnya. Setiap terminal akson itu membentuk suatu taut khusus yaitu taut
neuromusculus (neuro muscular junction), dengan salah satu dari banyak sel otot yang
membentuk keseluruhan otot.sebuah sel otot, yang disebut sebagai serat otot, berbentuk
selindris dan panjang. Terminal akson membesar menjadi suatu struktur membentuk
tombol, terminal button.yang pas masuk kedalam alur atau cekungan dangkal diserat otot
dibawahnya. Bagian khusus dibawah membrane sel otot.yang terletak dibawah terminal
buton dikenal sebagai motor end plate.
Sel saraf dan otot sebenarnya tidak berhubungan langsung di taut musculus.
Ruang atau celah, diantara kedua struktur tersebut terlalu besar untuk memungkinkan
terjadinya transmisi implus listrik antara keduanya. Dengan demikian, seperti sinaps
neuron, digunakan suatu zat perantara kimiawi untuk membawa sinyal antara ujung saraf
dan serat otot.

Gambar 1. Neuron
Dikutip dari kepustakaan….
Setiap terminal buton mengandung ribuan vesikel yang mengandung zat perantara
kimiawi acetilkholin (ACh). Perjalanan suatu potensial aksi ke terminal akson, memicu
pembukaan saluran Ca++ gerbang foltase diterminal button. pembukaan saluran Ca ++
memungkinkan difusi Ca++ ke dalam terminal button. Kemudian Ca++ mencetuskan
eksositosis vesikel ACh lalu ACh berdifusi melintasi ruang yang memisahkan sel saraf
dan otot dan berikatan dengan reseptor spesifiknya di motor end plate membran sel otot.
Peningkatan ini menyebabkan pembukaan saluran saluran kation, sehingga terjadi
pemasukan Na++ dalam jumlah besar ke dalam sel otot dibandingkan dengan pengeluaran
K+ yang lebih sedikit. Hasilnya adalah potensial end plate aliran arus lokal antara end
plate yang mengalami deporalisasi dan membran di dekatnya menimbulkan potensial aksi
yang mengalami deporalisasi dan membran yang didekatnya menimbulkan potrensial
aksi, yang merambat ke seluruh serat otot. ACh kemudian diuraikan oleh ACh
kolinesterase, suatu enzim yang terletak di membran sel otot dan mengakhiri sel otot.

Gambar 2. Neuromuscular junction


Dikutip dari kepustakaan…
II. DIAGNOSIS
 Gejala klinis:
Adanya kelemahan/kelumpuhan otot yang berulang setelah aktivitas dan
membaik`setelah istirahat. Tersering menyerang otot-otot mata dengan manifestasi :
diplopia dan ptosis, dapat disertai kelumpuhan anggota badan (terutama triseps dan
ekstensor jari – jari) kelemahan / kelumpuhan otot otot yang dipersarafi oleh nervi
cranialis, dapat pula mengenai otot pernapasan.
 Tes klinik sederhana :
- Tes wartenberg : memandang objek di atas bidang antara kedua bola mata
selama > 30detik, lama kelamaan akan terjadi ptosis (tes positif)
- Tes pita suara:penderita disuruh menghitung 1- 100 maka suara akan
menghilang secara bertahap (tes positip )
 Tes farmakologik:
- Tes edrofonium (tensilon),cara : diberikan 2mg Edrofonium HCl secara
intravena : bila tidak ada efek, diberikan 8 mg. Efek bisa dilihat 1-3
menit,hasil positip bila terjadi perbaikan klinis.
- Tes neostigmin (prostigmin) cara; diberikan 1mg neostigmin secara
intravena,efek dilihat dalam waktu 30 detik. Hasil positip bila terjadi
perbaikan klinis.
 EMNG menunjukan berkurangya amplitude (terjadi decrement) pada perangsangan
yang berulang
 Foto toraks untuk mengetahui adanya timoma.
 Peningkatan level antibody reseptor asetilkolin (AchR antibodies)
 Peningkatan level antibody antiotot lurik (anti-striated muscle antibodies) (catatan:
dua poin terakhir dilakukan bila sarana tersedia)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium
 Anti-asetilkolin reseptor antibody
Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu miastenia
gravis, dimana terdapat hasil yang postitif pada 74% pasien. 80% dari penderita
miastenia gravis generalisata dan 50% dari penderita dengan miastenia okular
murni menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin reseptor antibodi yang positif. Pada
pasien thymoma tanpa miastenia gravis sering kali terjadi false positive anti-
AChR antibody.
Rata-rata titer antibody pada pemeriksaan anti-asetilkolin reseptor antibody, yang
dilakukan oleh Tidall, di sampaikan pada tabel berikut:

Tabel 1. Prevalensi dan Titer Anti-AChR Ab pada Pasien Miastenia Gravis

Osserman Class Mean antibody Percent Positive


Titer
R 0.79 24
I 2.17 55
IIA 49.8 80
IIB 57.9 100
III 78.5 100
IV 205.3 89

Klasifikasi : R = remission, I = ocular only, IIA = mild generalized, IIB = moderate


generalized, III = acute severe, IV = chronic severe

Pada tabel ini menunjukkan bahwa titer antibodi lebih tinggi pada penderita
miastenia gravis dalam kondisi yang parah, walaupun titer tersebut tidak dapat digunakan
untuk memprediksikan derajat penyakit miastenia gravis.

 Antistriated muscle (anti-SM) antibody

Merupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia gravis. Tes ini
menunjukkan hasil positif pada sekitar 84% pasien yang menderita thymoma dalam usia
kurang dari 40 tahun. Pada pasien tanpa thymoma dengan usia lebih dari 40 tahun, anti-
SM Ab dapat menunjukkan hasil positif.

 Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies.

Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-AChR Ab negatif
(miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang positif untuk anti-MuSK Ab.

 Antistriational antibodies
Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan adanya antibody
yang berikatan dalam pola cross-striational pada otot rangka dan otot jantung penderita.
Antibodi ini bereaksi dengan epitop pada reseptor protein titin dan ryanodine (RyR).
Antibody ini selalu dikaitkan dengan pasien thymoma dengan miastenia gravis pada usia
muda. Terdeteksinya titin/RyR antibody merupakan suatu kecurigaaan yang kuat akan
adanya thymoma pada pasien muda dengan miastenia gravis.

Imaging

 Chest x-ray (foto roentgen thorak)

Dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan lateral. Pada roentgen thorak, thymoma
dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada bagian anterior mediastinum.

 Hasil roentgen yang negatif belum tentu dapat menyingkirkan adanya thymoma ukuran
kecil, sehingga terkadang perlu dilakukan chest Ct-scan untuk mengidentifikasi thymoma
pada semua kasus miastenia gravis, terutama pada penderita dengan usia tua.
 MRI pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin. MRI
dapat digunakan apabila diagnosis miastenia gravis tidak dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari penyebab defisit pada saraf otak.

 CT scan of chest showing an anterior mediastinal mass (thymoma) in a patient with


myasthenia gravis.

Pendekatan Elektrodiagnostik
Pendekatan elektrodiagnostik dapat memperlihatkan defek pada transmisi neuromuscular melalui
2 teknik :

 Repetitive Nerve Stimulation (RNS)

Pada penderita miastenia gravis terdapat penurunan jumlah reseptor asetilkolin, sehingga
pada RNS tidak terdapat adanya suatu potensial aksi.

 A typical recording of compound muscle action potentials with repetitive nerve


stimulation at low frequency in a patient with myasthenia gravis. Note the gradual
decline in the amplitude of the compound muscle action potential with slight
improvement after the fifth or sixth potential.

 Single-fiber Electromyography (SFEMG)

Menggunakan jarum single-fiber, yang memiliki permukaan kecil untuk merekam serat
otot penderita. SFEMG dapat mendeteksi suatu jitter (variabilitas pada interval
interpotensial diantara 2 atau lebih serat otot tunggal pada motor unit yang sama) dan
suatu fiber density (jumlah potensial aksi dari serat otot tunggal yang dapat direkam oleh
jarum perekam). SFEMG mendeteksi adanya defek transmisi pada neuromuscular fiber
berupa peningkatan jitter dan fiber density yang normal.

Вам также может понравиться