Вы находитесь на странице: 1из 7

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
ECT (Electro Convulsive Therapy) merupakan perawatan untuk gangguan
psikiatrik dengan menggunakan aliran listrik singkat melewati otak pasien yang
berada dalam pengaruh anestesi dengan menggunakan alat khusus. Pasien berada di
bawah anestesi umum. Terdapat kejang yang telah dimodifikasi olehmus cl e
relaxant.
ECT telah berubah dan berkembang selama beberapa dekade terakhir. Terapi ini
telah menjadi semakin kompleks, lebih tepat, dan selalu dinilai sebagai prosedur medis
yang sangat rumit. Praktisi ECT harus memiliki keterampilan bukan hanya menyeleksi
pasien dan penggunaan obat yang optimal dalam ECT, namun juga mengerti mengenai
fisiologi kardiovaskular, anestesi, dan interpretasi dari iktal EEG.
Praktisi diharapkan mampu membuat keputusan mengenai penempatan
elektroda, dosis energi yang diberikan, penggunaan zat psikotropik yang digunakan
bersamaan, dan obat-obatan sistemik dan kelanjutan perawatan baik dengan obat-
obatan maupun ECT. Lebih lagi, untuk mencapai informed consent praktisi harus
mampu menjelaskan semua aspek perawatan dan menjawab pertanyaan- pertanyaan
dari pasien dan keluarga dengan cara yang akurat dan dapat dimengerti.
Karena terapi ECT yang sukses membutuhkan kerjasama yang baik antara
psikiater dan anstesiolog, dan pendekatan biasa terhadap manajemen baik psikiatri
maupun anestesi terhadap pasien ECT tidak dapat diterima, maka silabus pelatihan
ECT yang benar dan supervisi yang adekuat pada residen psikiatri maupun anestesi
untuk ECT moderen sangat dibutuhkan.
Saat ini, beberapa medikasi telah digunakan selama ECT termasuk sedasi
sebelum ECT, agen anestesi, muscle relaxant, antikolinergik, dan obat yang
menurunkan respon simpatis dan parasimpatis.

1
1.2 TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan umum
Untuk dapat memahami tentang Peran Perawat Dalam Terapi Somatic
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa dapat menjelaskan dengan tepat dan benar tentang Terapi
Somatic
b. Mahasiswa dapat menjelaskan dengan tepat dan benar tentang Terapi
kejang listrik ( ECT )
c. Mahasiswa dapat menjelaskan dengan tepat dan benar tentang Sejarah
tindakan ECT
d. Mahasiswa dapat menjelaskan dan melaksanakan Prosedur pelaksana
ECT
e. Mahasiswa dapat menjelaskan dan melaksanakan Pengelolaan klien yang
akan dilakukan ECT.

1.3 METODE PENULISAN


1. Metode penulisan.
Didalam pembuatan makalah ini, penulis menggunakan metode deskripsi.
2. Tekhnik penulisan.
a. Metode observasi
Yaitu bentuknya langsung yang diajukan pada narasumber terhadap
permasalahan yang akan di bahas
b. Metode perpustakaan
Yaitu diambil dari buku :
Defartemen kesehatan RI, Buku Pedoman Keperawatan Jiwa Teori dan
Tindakan Keperawatan, Cetakan 1 : Direktorat Jendral Pelayanan Medik
Direktorat Pelayanan Keperawatan : 2000
Renato ME Sabbatini Engineering elektromedik engineering biomedical.
Dibuka tanggal 12 Novenber 2010 Pada pukul 08.00 wib di
http://elektromedik.blogspot.com/2010_06_01_archive.html

2
1.4 SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan Makalah Asuhan Keperawatan ini terdiri dari 3 bab,
yang mana dari perbab dan isi dalam bab tersebut diuraikan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN
Bab yang memberikan gambaran awal dari Makalah Peran Perawat Dalam
Terapi Somatic yang berisikan: latar belakang, tujuan, metode penulisan,
sistematika penulisan

BAB II : TINJAUAN TEORITIS


Teori-teori tentang Terapi Somatic : definisi, jenis – jenis terapi somatic.
Terapi Kejang listrik : definisi, sejarah, perkembangan, indikasi, kontra
indikasi, peran perawat.

BAB III : PENUTUP


Berisikan kesimpulan dan saran

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 TERAPI SOMATIC
2.1.1 DEFINISI
Terapi somatic adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan
jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptive menjadi perilaku
yang adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik
klien. Walaupun yang diberi perlakuan adalah fisik klien tetapi target terapi
adalah prilaku klien.

2.1.2 JENIS TERAPI SOMATIC


a. Pengikatan
b. Isolasi
c. Terapi kejang listrik / electro convulsive therapy / ECT
d. Fototerapi
e. Terapi deprivasi tidur

2.2 TERAPI KEJANG LISTRIK ( ECT )


2.2.1 DEFINISI ECT
Terapi kejang listrik atau electro convulsive therapy ( ECT ) adalah
bentuk terapi pada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan
mengalirkan arus listrik melalui electrode yang ditempelkan pada pelipis klien.
Terapi ini pada awalnya untuk menangani skizofrenia tetapi kemudian disadari
bahwa terapi ini lebih cocok untuk gangguan afektif

2.2.2 SEJARAH TINDAKAN ECT


Terapi dengan konvulsi sebenarnya telah dikenal sejak abad 16.
Paraselsus (140-1541) menggunakanc am phor atau kamper atau kini disebut
kapur barus. Kamper ini diberikan secara oral untuk menginduksi kejang
sebagai terapi pada pasien gangguan mental. Penggunaan kamper ini bertahan
sampai abad ke-18. Pada sekitar tahun 1917, Julius Wagner-Jaugregg, seorang
psikiater dari Wina, mulai menggunakan malaria sebagi penginduksi demam
untuk mengobati pasien dengan paresis umum pada pasien gangguan mental
(sipilis terminal). Pada tahun 1093, mulai dikenal pula penggunaan insulin

4
danps y c hos ur ge r y. Manfred Sakel dari Wina mengumumkan kesuksesan
pengobatan skizofrenia dengan insulin. Insulin ini digunakan untuk
menginduksi koma yang pada beberapa pasien menyebabkan kejang. Kejang
ini yang diperkirakan menyebabkan perbaikan pada pasien.
Pada tahun 1934, Ladislaus von Meduna dari Budapest meninjeksi
kamper dalam minyak untuk menginduksi kejang pada pasien dengan
skizofrenia katatonik. Ini merupakan terapi konvulsi modern pertama. Terapi
dinyatakan berhasil, demikian juga dengan sejumlah pasien psikotik lainnya.
Von Medunna mengobservasi bahwa pada otak pasien epilepsi ditemukan
jumlah sel glia yang lebih banyak dari orang nomal, sementara pada pasien
skizofrenia jumlah sel glia lebih sedikit. Dengan hal ini dikemukakan hipotesa
bahwa ada antagonisme biologis antara kejang dan skizofrenia. Karena sifatnya
yang long acting, kamper kemudian digantikan oleh pentylenetrazol, namun zat
ini sering menimbulkan keluhan sensasi keracunan pada kondisi pasien sadar,
disebabkan aktivitas antagonis GABAnya.
Pada tahun 1938, di Roma, Ugo Cerleti dengan asistennya Lucio Bini
melakukan ECT pertama pada pasien skizofrenia. ECT dilakukan sebanyak 11
kali dan pasien memberikan respons yang bagus. Pengunaan ECT kemudian
menyebar luas di seluruh dunia. Kini ECT digunakan terutama pada depresi
mayor dan skizofrenia.

2.2.3 PERKEMBANGAN TEKHNIK ECT


ECT telah digunakan secara berkelanjutan selama lebih dari 70 tahun.
Bagaimanapun, telah dilakukan beberapa perkembangan teknis:
a. Pengenalan anestesi pada pelaksanaan ECT yang mengurangi distress
pada pasien dalam proses ECT
b. Anestesi juga diizinkan untuk digunakannya muscle relaxant yang
mengurangi ketegangan pada sistem muskuloskeletal, mengurangi cedera
c. Pre-oksigenasi dan ventilasi terpimpin selama pemulihan yang
mengurangi efek samping
d. Stimulus listrik terutama didisain untuk menghasilkan kejang yang
bersifat terapeutik tanpa memberikan energi listrik yang tidak perlu pada
otak.

5
e. Penempatan elektroda yang beragam yang dapat dipilih berdasarkan
kebutuhan klinis kasus.
f. Metode monitoring aktivitas otak dan tubuh sebelum, selama, dan setelah
kejang.

2.2.4 INDIKASI ECT


Indikasi ECT terutama adalah untuk gangguan afektif tipe depresi
walaupun sering juga diberikan pada klien dengan skizofrenia. Untuk klien
depresi perbaikan yang timbul lebih cepat, hanya memerlukan 6 – 10 kali
terapi, sedangkan untuk skizofrenia membutuhkan 20 – 30 kali terapi secara
terus menerus. Frekuensi terapi yang biasanya dilaksanakan adalah tiap 2 – 3
hari sekali ( seminggu 2 kali ).

2.2.5 KONTRA INDIKASI ECT


Walaupun sebagian terapi ECT cukup aman, akan tetapi ada beberapa
kondisi merupakan kontra indikasi diberikan terapi ECT. Kondisi – kondisi
klien yang kontra indikasi tersebut adalah :
a. Tumor intra cranial, karena ECT dapat meningkatkan tekanan intra
cranial.
b. Kehamilan, karena dapat mengakibatkan keguguran.
c. Osteoporosis, karena dengan timbulnya grandmall dapat berakibat
terjadinya fraktur tulang.
d. Infark miokardium, dapat terjadi henti jantung.
e. Asthma bronkhial, Karena ECT dapat memperberat penyakit ini.

2.2.6 PERAN PERAWAT


2.2.6.1 PADA PERSIAPAN ECT
1. Tangani kecemasan dan kurang pengetahuan klien tentang
prosedur ECT
2. Melakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk
mengidantifikasi adanya kelainan yang merupakan kontra
indikasi ECT.
3. Menyiapkan surat persetujuan tindakan ( informed consent )
4. Mempuasakan klien minimal 6 jam sebelum ECT

6
5. Menghentikan pemberian obat sebelum ECT
6. Melepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau jepit rambut
yang dipakai oleh klien.
7. Memakaikan pakaian yang longgar.
8. Membantu mengosongkan blast ( kandung kemih )

2.2.6.2 PELAKSANAAN ECT


1. Membaringkan klien dengan posisi telentang
2. Siapkan alat
3. Pasang bantalan gigi
4. Sementara ECT dilaksanakan, tahan persendian dengan supel
( sendi bahu rahang dan lutut ).
5. Setelah selesai bantu nafas.

2.2.6.3 SETELAH ECT


1. Observasi dan awasi tanda vital sampai kondisi stabil
2. Jaga keamanan klien
3. Bila sudah sadar bantu orientasi klien dengan menjelaskan
apa yang sedang terjadi.

Вам также может понравиться