Вы находитесь на странице: 1из 12

Kolokium Sebranmas 2010

PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN MODEL REKAYASA SOSIAL


PENDAYAGUNAAN IRIGASI HEMAT AIR

R.M.Syarief.AR1, Eddy Sudaryono2


Balai Litbang Sosial Ekonomi bidang Sumber Daya Air, Puslitbang Sebranmas
Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum
Jln. Sapta Taruna Raya No. 26, Kompleks PU Ps. Jum’at, Jakarta
rmsyep@yahoo.co.id

ABSTRACT

System of Rice Intensification (SRI) and Pengelolaan Tanaman dan Sumber Daya
Terpadu (PTT) developed in Indonesia, the two methods were characterised by giving
of macak-macak water or at different intervalsthat was different from the conventional
method was carried out by the farmer (the pool more than 5cm and the old seed). SRI
and PTT was tested could increase the production of unhulled rice so as to be
introduced widely to the farmer, but its development hampered by the behaviour,
ownership of the land, the policy of the government, and network readiness. This
research was carried out to support modeling to applicate of the water-effective
irrigation, the area of the irrigation in Tasikmalaya as the location of the test, whereas
Jambi and Central Java as the standard of comparison. Existence of the farmer's group
and his activity in network management of irrigation became a key factor to the
success of SRI/Irigasi Hemat Air development for increasing the income, as a result of
increasing of production and planted intensity with wider area. Because of that this
enhancing achievement and farmer development must be maximised in accordance
with the legislation regulation. Results of this research was hoped become the learning
materia, escort and policy makers in implementing the network of irrigation
infrastructure as supporting the provisions of national food.
Keywords: modeling, water-effective irrigation, application, production increasingly

ABSTRAK

System of Rice Intensification (SRI) maupun Pengelolaan Tanaman dan Sumber Daya
Terpadu (PTT) berkembang di Indonesia, kedua metode tersebut bercirikan pemberian
air macak-macak atau berselang yang berbeda dengan cara konvensional yang biasa
dilakukan oleh petani (genangan lebih dari 5cm dan bibit tua). SRI maupun PTT telah
teruji dapat meningkatkan produksi gabah sehingga diperkenalkan secara luas kepada
petani, tetapi dalam perkembangannya terkendala oleh perilaku, kepemilikan lahan,
kebijakan pemerintah, dan kesiapan jaringan. Penelitian ini dilaksanakan untuk
mendukung pemodelan dalam rangka penerapan irigasi hemat air, daerah irigasi di
Tasikmalaya sebagai lokasi ujicoba, sedangkan Jambi dan Jawa Tengah sebagai
pembanding. Adanya kelompok tani dan keaktifannya dalam pengelolaan jaringan
irigasi menjadi faktor kunci keberhasilan pengembangan SRI/Irigasi Hemat Air dalam
peningkatan pendapatan, akibat terjadi kenaikan produksi dan peningkatan intensitas
tanam dengan pertambahan areal tanam. Oleh karena itu peningkatan kinerja dan
pembinaan petani perlu dimaksimalkan sesuai dengan peraturan perundangan. Hasil
penelitian ini diharapkan akan dapat menjadi bahan pembelajaran, panduan dan
penentu kebijakan dalam penyelenggaraan infrastruktur jaringan irigasi sebagai
penunjang penyediaan pangan nasional.

Kata kunci: pemodelan, irigasi hemat air, penerapan, peningkatan produksi.

1
R.M.Syarief.AR, Jafung ahli teknik pengairan madya
2
Eddy Sudaryono,Kepala Balai Litbang Sosek Bidang Sumber Daya Air

R.M. Syarief A.R., Eddy Sudaryono 1


.
Kolokium Sebranmas 2010

PENDAHULUAN
Pengembangan pengelolaan irigasi di Indonesia memasuki era baru dengan
bergesernya usaha tani padi yang menggunakan pupuk dan insektidida kimia ke
organik, ini bermula diperkenalnya System of Rice Intensification (SRI) oleh FR.Henry
de Laulanie pada priode 1980-an. Kemudian SRI mulai diperkenalkan oleh DR.Uphoff
pada tahun 1997 di Bogor, kemudian penerapan Demplot SRI di daerah irigasi melalui
program Decentralized Irrigation System Improvement Project in Eastern Region of
Indonesia (DISIMP) dan beberapa Balai Wilayah Sungai Dirjen.Sumber Daya Air PU.
Departemen Pertanian melakukan program Pengelolaan Tanaman dan
Sumber Daya Terpadu (PTT) memperkenalkan usaha tani padi baru pada 33 propinsi
menggantikan pola usaha konvensional. Kedua metode tersebut (SRI dan PTT)
mempunyai kesamaan yaitu menggunakan bibit muda, berpengairan secara macak-
macak atau berselang,pupuk berimbang (organik dan kimia) dan ramah lingkungan
(menggunakan pestisida organik).
Pelaksanaan SRI maupun PTT dilakukan dengan pola sosialisasi,demplot dan sekolah
lapang pola tanam terpadu (SL-PTT) kepada masyarakat petani termasuk pemuka /
penggerak masyarakat. Pengenalan SRI juga dilakukan oleh pihak swasta atau
lembaga swadaya masyarakat secara mandiri maupun bekerjasama dengan instansi
pemerintah. (Sampurna,Arta Graha, Tim Aliksa). Meskipun metode SRI-Irigasi Hemat
Air / PTT mampu meningkatkan produksi dan nilai jual tinggi (beras organik), masih
ada keraguan petani untuk menerapkan disebabkan karena ;
i) Budaya/etika subsistensi (safety first) terutama petani berlahan sempit; ii) tradisi
penggunaan air secara turun menurun sulit hilang dalam pikiran petani; iii) petani
kesulitan dalam mengatur air karena kondisi prasarana (pintu dan bok rusak) dan
drainase yang buruk, iv) adanya beban tambahan petani (waktu, tenaga, pengadaan
pupuk organik) yang melebihi cara konvensional.
SRI maupun PTT dapat menghemat air dan meningkatkan produksi padi
diharapkan memenuhi kebutuhan beras Nasional, selain itu menghindari konflik
perebutan air irigasi. Bertambahnya kesadaran masyarakat akan makanan sehat
(beras organik) mendorong perluasan tanam padi organik.
Penelitian SRI-Irigasi Hemat Air dengan identifikasi sosial-ekonomi
dilaksanakan di daerah irigasi Ciramajaya Tasikmalaya (Tasikmalaya), demplot-teknis
berada di lokasi sadap tersier BCMA 5 kiri saluran primer Ciramajaya dan di sadap
tersier SG1 saluran Sangegeng. Daerah irigasi Ciramajaya dengan areal potensial
1.250 ha mempunyai areal sawah 850 ha, tetapi sebagian areal disebelah hilir berupa
sawah tadah hujan atau bero, hal ini disebabkan penggunaan berlebihan dan bocor
dibagian hulu, faktor ini mendukung dilakukan pengembangan SRI atau PTT yang
bertendensi dapat menghemat menggunaan 20% – 50% dipetak sawah.
Pengelolaan irigasi hemat air sangat erat dengan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat, sehingga dipilih lokasi pembanding propinsi Jawa Tengah (
jaringan irigasi air tanah) dan Jambi (Daerah Irigasi Siulak Deras).
Kegiatan ini melingkupi litbang sosial-ekonomi masyarakat terkait dengan
penerapan SRI-Irigasi Hemat Air, peran serta masyarakat, mengukur kondisi sosial-
ekonomi masyarakat. Sehingga timbul pertanyaan penelitian sosek penerapan SRI -
irigasi hemat air seperti i) bagaimana penyiapan dan perkuatan kelompok petani untuk
melaksanakan irigasi hemat air, ii) bagaimana penerimaan petani untuk pengelolaan
infrastruktur irigasi hemat air.
Peralihan dari konvensional kepada SRI-Irigasi Hemat Air merupakan sebuah
proses sosial-ekonomi masyarakat. Untuk itu dipergunakan ujicoba model rekayasa
sosial pendayagunaan Irigasi hemat air.
Manfaat yang akan didapat antara lain adalah
• Peningkatan kemampuan adaptasi masyarakat terhadap metode irigasi
hemat air.
• Peningkatan partisipatif dan kemandirian pengelolaan irigasi

R.M. Syarief A.R., Eddy Sudaryono 2


.
Kolokium Sebranmas 2010

• Jaringan irigasi lebih berhasil guna & berkelanjutan


• Meningkatkan intensitas tanam/produksi/penghasilan/kondisi sosek
masyarakat.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian berlandaskan pada penelitian sosial-ekonomi, tetapi tidak
menyampingkan adanya unsur bisnis/pemasaran, karena irigasi hemat air
memerlukan investasi/modal, penerima manfaat (masyarakat dan pemerintah), produk,
dukungan kebijakan, dukungan kelembagaan/pasar sebagai sebuah sistem ekonomi.
Aspek sosial ekonomi dipengaruhi oleh prilaku konsumen/produsen (petani dan
masyarakat terdampak) terhadap pasar, produksi, teknologi sehingga untuk
mengukurnya diperlukan data kualitatif dan kuantitatif melalui wawancara dan
penyebaran kuestioner.
Penelitian ini dilaksanakan dengan tipe pendekatan, yaitu studi kasus dengan
pendekatan survei maupun pendekatan eksperimen ( penerapan irigasi hemat air).
Menurut Wirartha,2009, bahwa kegiatan penelitian sosial-ekonomi dapat dilakukan
dengan menggunakan metode 1) RRA (Raid Rural Appraisal / PPWS = Pemahaman
Pedesaan dalam waktu Singkat), 2)PRA (Participatory Rural Appraisal = Pemahaman
Pedesaan Partisipatif), 3) SAGA (Sosial Economi and Gender Analysis).
Kegiatan yang dilakukan adalah pertemuan kelompok tani di kelas, di lapangan
serta pendampingan pemberdayaan petani untuk penerapan irigasi hemat air,
kegiataan ini melibatkan aparat dinas pertanian, balai wilayah sungai dan Balitbang.
Observasi lapangan dan pengambilan data pada kelompok masyarakat yang
mengolah tanah atau mendapatkan air jaringan irigasi, seperti dari bangunan sadap
tersier SG1 Ciramajaya, dilakukan dengan menggunakan kuestioner kepada petani
serta wawancara / menghimpun informasi pemuka masyarakat maupun petugas
lapangan.
Data sekunder dikumpulkan dari instansi Dinas Pertanian, Dinas Sumber Daya
Air, Kantor Statistik di lokasi. Meneropong kondisi sosial-ekonomi masyarakat secara
mendalam menggunakan penerapan irigasi hemat air di SG1.
Kegiatan survey di propinsi Jambi ( DI.Sei.UlakDeras dan Jawa Tengah (Jaringan
Irigasi Air Tanah) sebagai pelengkap/pembanding penelitian, termasuk hasil penelitian
tahun 2008 di Sulawesi Selatan.
Penerapan prasarana irigasi hemat air prinsip partisipatif, dimulai dari
sosialisasi / kebutuhan masyarakat, tahap perencanaan, penentuan lokasi bangunan
(Tim terdiri dari unsur Balitbang, kelompok tani, petugas pengairan setempat, petugas
pertanian setempat). Kebutuhan bahan dan perkiraan biaya lapangan
dimusyawarahkan, termasuk mengatur kebutuhan pekerja dan waktu kegiatan gotong
royong. Hari dan jam pertemuan dengan masyarakat disesuaikan kebiasaan sosial
budaya / kearifan local setempat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan SRI-Irigasi Hemat Air


Budidaya tanaman SRI-Irigasi Hemat Air diketahui oleh petani dari kegiatan
Penyuluhan SRI–Irigasi Hemat Air oleh Direktorat Sumberdaya Air melalui Balai
Wilayah Sungai (BWS) disertai dengan demplot SRI 5 ha per BWS.
Di wilayah Indonesia bagian timur melalui pemberdayaan petani dalam program
Decentralized Irrigation System Improvement Project in Eastern Region of Indonesia
(DISIMP), seperti di Jeneponto (DI.Kelara Karaloe) dapat meningkatkan kondisi sosial
ekonomi masyarakat.
Departemen Pertanian mengembangkan irigasi hemat air pada Pengelolaan
Tanam Terpadu (PTT), yaitu dengan penyuluhan oleh petugas penyuluh lapangan
untuk merubah pola konvensional, dengan kegoiataan pelatihan dan sekolah lapang
(SL-PTT). Pengenalan SRI-Irigasi Hemat Air juga dilakukan secara terpadu oleh

R.M. Syarief A.R., Eddy Sudaryono 3


.
Kolokium Sebranmas 2010

instansi di bidang pengairan dan instansi


pertanian atau bekersama dengan lembaga Sosialisasi
swadaya masyarakat (LSM) seperti Aliksa.
Sebagian besar materi yang diberikan adalah
cara tanam padi metode SRI/PTT, cara membuat Pelatihan TeknisUsaha Tani
pupuk dan insektisida organik baik teori maupun
praktek. Peserta pelatihan berasal dari
perwakilan aparat pemerintahan desa,
perwakilan kelompok tani/masyarakat/p3a yang Demplot/ Pendampingan
dengan statusi petani / anggota / pengurus Tanam SRI
kelembagaan. Setiap kelas terdiri dari sekitar 40
orang dengan keterwakilan desa atau kelompok ini hanya 1 atau 2 orang. Tindak lanjut
pelatihan berlanjut dengan demplot atau penanaman SRI oleh peserta, stimulan yang
diberikan adalah bibit, pupuk organik, demplot menjadi contoh dan dapat ditiru oleh
petani lainnya. Pola penyebaran SRI tersebut tergambar ;
Budidaya Padi SRI-Organik sangat peduli terhadap lingkungan ( sumber air, tanah )
dan mempunyai nilai jual tinggi, sehingga Pemda.Tasikmalaya berkeinginan beras
organik sebagai komoditi unggulan petani Tasikmalaya.
Kegiatan ini didukung dengan terbentuknya Gabungan Kelompok Tani Sistem
Padi Organik (Gapoktan Simpatik) yang akan menampung beras organik dengan
harga yang pantas. Beras organik dari Tasikmalaya telah dipasarkan ke Amerika,
Malaysia.
Untuk meningkatkan pertanaman padi organik dilakukan pelatihan kepada 44
kelompok tani di Daerah Irigasi Ciramajaya, terdiri dari 40 kelas dengan 30 orang untuk
setiap kelas. Peserta yang terdiri dari pemilik, penggarap dan buruh tani termasuk ibu
tani diharapkan dapat melakukan pertanaman padi organik/PTT. Materi yang diberikan
kepada kelompok tani ini adalah teknis usaha tani seperti budidaya tanaman padi SRI,
membuat pupuk organik, membuat MOL ( mikro organik lokal ) sebagai bahan untuk
pupuk atau pestisida organik. Pelatihan kelompok tani ini tidak mengajarkan teknis
irigasi, tetapi hanya sebatas pemberian air di lahan yang harus macak-macak atau
berselang (teknis usaha tani).
Selesai pelatihan petani tidak seluruhnya melaksanakan SRI dengan alasan ; i)
prasarana rusak, air tidak dapat diatur untuk kebutuhan SRI, ii) belum ada
kelembagaan yang mengatur air sehingga petani tidak dapat mengatur air secara
macak-macak secara serentak, iii) belum adanya kesamaan persepsi penggarap dan
pemilik untuk menerapkan SRI, iv) petani tidak dapat menyiapkan pupuk organik, v)
tandur bibit muda satu batang per lobang belum dapat dilakukan oleh wanita tani.
Untuk memenuhi kebutuhan pupuk organik sekitar 4-7 ton/ha organik, maka
setiap kelompok tani mendapatkan Alsintan/ mesin, tetapi tidak juga dapat mendorong
pembuatan kompos karena kurangnya kotoran hewan pencampur kompos tersebut.
Keterbatasaan kotoran hewan ini menyebabkan petani belum dapat menanam
SRI-organik murni (tanpa pupuk kimia), serta dengan masih banyaknya petaniyang
menggunakan pupuk kimia menyulitkan petani mendapatkan sertifikasi beras organik.
Adanya peralihan tanam padi konvensional menjadi tanam padi SRI dapat menghemat
kebutuhan air pertanaman padi (Sofyan Dt.Majo Kayo & Toto Sugiarto, 2002). Apabila
ini dilakukan pada setiap tersier maka dapat merobah kebutuhan air di tingkat
bangunan bagi sekunder/primer, untuk itu diperlukan bangunan ukur pada jaringan
irigasi tingkat usaha tani (tersier / kwarter).
Balai Irigasi Puslibang Sumber Daya Air melakukan penelitian kebutuhan air
padi SRI, diawali pada tahun 2007 dengan Demplot skala lahan petani di BCMA 5 kiri
Ciramajaya, pada tahun 2008 dilakukan penyuluhan SRI yang diikuti oleh kelompok
tani Harapan Baru, karena penelitian irigasi hemat air skala tersier. Perkembangan
pertanaman padi terlihat pada tabel.1. Perkembangan SRI-Irigasi Hemat Air di tersier
BCMA5 kiri).

R.M. Syarief A.R., Eddy Sudaryono 4


.
Kolokium Sebranmas 2010

Pengaturan air dilakukan oleh tim litbang Balai Irigasi ( lingkup litbang),
sehingga kelompok tani Harapan Baru tersier BCMA5 kiri ini belum berperan untuk
mengatur air secara mandiri. Petugas air hanya mengatur air saat mempersiapkan
lahan sawah (bajak) dan memungut iuran sebesar 0,5 ons per bata (14m2).
Selanjutnya penerapaan irigasi hemat air ini dikembangkan pada tersier lain yaitu
tersier SG1 saluran Sangegeng.
Kelompok tani Ciomas yang mempunyai lahan garapan di SG1, teknis
usahatani/budidaya padi dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya,
sedangkan perkuatan teknis irigasi irigasi hemat air dilakukan oleh Balai Irigasi
bersama Balai Sosek bid SDA melalui pendampingan dan penyiapaan masyarakat.
tugas teknis dan penyiapaan masyarakat.
Di tersier SG1 ini diterapkan prasarana irigasi hemat air dengan stimulan bahan
untuk perbaikan jaringan tersier termasuk bangunan ukurnya, kegiatan ini dilakukan
secara partsipatif. Prioritas kegiatan di tersier SG1 sebagai percontohan diharapkan
dapat dilakukan secara berlanjut di tersier SG2 dan seterusnya, sehingga dapat
diketahui dampak adanya SRI-Irigasi Hemat Air.
Kegiatan pendampingan teknis usaha tani dilakukan oleh Dinas Pertanian,
sedangkan Balai Litbang Sosial-Ekonomi bidang SDA dan Balai Irigasi Puslitbang
SDA melakukan pendampingan teknis irigasi dan penyiapan masyarakat untuk
pengelolaan jaringan irigasi.
Untuk memadukan penyuluhan SRI secara teknis usaha tani dan teknis irigasi sesuai
dengan kewenangan instansi, maka sejak awal disiapkan dengan model sebagai
berikut;

Bagan.1 Model Rekayasa Sosial Pendayagunaan Irigasi Hemat Air


Model Pendayagunaan Irigasi Hemat Air

Sosialisasi Sosialisasi Irigasi


SRI Hemat Air Pola
Pemberdayaan
Masyarakat
SRI Rencana Pengelolaan
Organik dan Penerapan irigasi hemat air
anorganik Bang.Pengatur
Tingkat Tersier

Keberadaan Belum ada


Kelompok Tani Ciomas
P3A
ada
Bentuk
Wadah P3A
Kelompok Tani Harapan Baru Pembentukan
Tim Kerja

Bentuk Mitra Cai Ciomas


Penerapan Partisipatif
Bangunan Pengatur Tingkat
Tersier Pengelolaan
irigasi hemat
air
Pembelajaran untuk
Pengaturan Air Meningkatkan
Irigasi Hemat Air Produksi
Padi Padi
Organik

Pemodelan ini didasarkan kewenangan instansi sesuai dengan peraturan-


peraturan terhadap pengelolaan irigasi, pengaturan urusan pemerintah dan pembinaan
kelembagaan masyarakat.
Dalam Permen PU No.33 tahun 2006 tentang Pedoman Pemberdayaan petani
Pemakai Air tersirat diperlukannya pembinaan teknis irigasi pada kelompok tani.
Peraturan Pemerintah No.38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah

R.M. Syarief A.R., Eddy Sudaryono 5


.
Kolokium Sebranmas 2010

Kabupaten/Kota, terdapat pembagian tugas urusan pemerintahan bidang pekerjaan


umum dan bidang pertanian terkait dengan kewenangan pengelolaan jaringan irigasi
dan pemberdayaan kelompok tani / kelompok tani pemakai air.
Selama ini Departemen Pertanian telah melakukan pembinaan terhadap
kelompok tani dan berdasarkan PP.No.38 th.2007 melakukan pembinaan petani
pemakai air (sebelumnya dibawah binaan Departemen Pekerjaan Umum melalui
kegiatan Penyuluhan Tata Guna Air).
Urusan Pemerintahan sub bidang Sumber Daya Air bidang Pekerjaan Umum
melakukan pekerjaan pembangunan /rehabiltasi jaringan, dan pembinaan komisi irigasi
di daerah, sehingga penerapan pendayagunaan irigasi menjadi urusan ke-puan serta
pendampingan teknis irigasi kepada p3a.
Saat ini kelompok tani (Poktan/Gapoktan), perkumpulan petan pemakai air
(P3A/GP3A/IP3A), asosiasi petani tebu, asosiasi petani hortikultura serta koperasi unit
desa (KUD) dalam kepengurusan adalah petani yang sama, sehingga akan dibentuk
menjadi kelembaga ekonomi petani di lahan pertanian beririgasi (LEPLI).
Departemen Pertanian telah membuat pedoman pengembangan dan
pembinaan lembaga ekonomi petani dilahan pertanian, pedoman ini dalam pengujian
pada kegiatan WISMP, NTB-WRMP, dan PISP. Kelembagaan petani ini akan menjadi
kelembagaan yang berfungsi penyedia layanan berbagai kebutuhan petani dalam
sistem usahatani dan agribisnis secara dinamis, serta secara mandiri menjaga
sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Dengan adanya Permen PU No.33/PRT/M/2007 tentang Pedoman
Pemberdayaan P3A/GP3A/IP3A dan Peraturan Menteri Pertanian
No.273/Kpts/OT.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani, hal
ini menjadi petunjuk pembinaan petani dan kegiatan aparat di daerah untuk
kepentingan pendayagunaan jaringan irigasi.
Dengan pendekatan ini diharapkan petani merobah tatacara pemberian air
konvensional menjadi tatacara pengaturan SRI dalam satu jaringan irigasi tersier
secara mandiri. Bila dibandingkan dengan pola penyuluhan tanpa penyertaan
prasarana irigasi hemat air maka model ini memberikan minat petani lebih besar untuk
melaksanakan SRI, sekaligus dapat melakukan pengaturan air sesuai kebutuhannya.
Sebelum diberlakukan model ini, dari hasil penyuluhan Dinas Pertanian penanaman
SRI di SG1 dilakukan oleh 2 orang petani, sedangkan setelah dilakukan penerapan
prasarana irigasi hemat air terlihat penambahan minat petani untuk menanam padi
SRI, dan petani dapat melakukan pemeliharaan irigasi hemat air secara mandiri.

Pengadaptasian prilaku petani menjadi petani SRI-Irigasi Hemat Air.


Sejak lama petani membudaya melakukan pola tanam padi sawah
konvensional (bibit tua, tergenang menerus), peningkatan produk dilakukan dengan
pemberian pupuk kimia sehingga memberikan dampak kepada lingkungan dan
ketergantungan [pupuk kimia. Akibatnya sering terjadi perebutan air (bertendensi
merusak jaringan) dan kurangnya suplai pupuk pada awal musim tanam,
permasalahan ini terulang setiap musim tanam. Tidak mudah untuk merobah petani
padi konvensional menjadi petani SRI, apalagi menjadi satu kelompok pemakai air
yang menggunakan pengaturan secara macak-macak sampai retak rambut. Untuk
maksud tersebut dilakukan sosialisasi dan demplot SRI-Irigasi Hemat Air sebagai
upaya agar petani dapat mengadaptasi diri / prilaku menjadi petani SRI.
Petani yang baru mencoba SRI (belum dapat mengadaptasi diri) dapat
diketahui dari tingkah laku petani (tidak percaya diri) pada saat padi berumur muda
dengan airmacak-macak pada awalnya tidak hijau seperti konvensional ( karena
dipupuk urea), sehingga petani tergerak untuk segera mengalirkan air serta
memberikan pupuk urea.
Faktor lain yang mempengaruhi untuk menjadi petani SRI adalah status kepemilikan
garapan ( sawah garapan atau sawah milik), modal ekonomi ( modal kerja dan luasan
lahan), modal sosial ( kelembagaan /kemauan berserikat / bergotong royong

R.M. Syarief A.R., Eddy Sudaryono 6


.
Kolokium Sebranmas 2010

(berkelompok) dan membuka diri. Tetapi bagi petani yang sudah mengadaptasi
sebagai petani SRI (BCMA 5kiri) sangat percaya diri mengurangi air di petak sawahnya
agar tetap macak-macak atau kering sampai retak rambut. Dalam kasus BCMA 5 kiri
dan SG1, sebagian petani besar petani mengolah sawah dengan luas 0,13 ha, disini
berlaku sistim bagi hasil untuk penggarap 50 bagian dan pemilik 50 bagian, termasuk
juga saat panen dilakukan bagi hasil 1 bagian pemanen untuk 10 bagian yan dipanen,
sehingga peningkatan produksi menjadi pilihan untuk menambah pendapatan.
Perkembangan luas areal tanam SRI di BCMA 5 kiri telah dimulai pada musim tanam
Sep.07-Jan.2008 seperti terlihat di tabel.1 Perkembangan SRI-Irigasi Hemat Air di
tersier BCMA 5 kiri.

Tabel. 1. Perkembangan SRI-Irigasi Hemat Air di tersier BCMA5kiri


Luas areal tanam BCMA 5 kiri (ha) Intensitas
No. Musim tanam
SRI Murni SRI Non SRI Tanam (%)
1 Sep.07-Jan.2008 0,39 - 15,98 100
2 Peb-Mei.2008 0,55 - 15,82 100
3 Juni-Sep.2008 0,64 - 15,73 100
4 Okt.08- Jan.2009 1,42 5,12 9,84 100
5 Peb.-Mei 2009 1,42 8,56 6,36 100
6 Juni – Sep.2009 1,24 8,46 6,67 100

Hasil padi SRI yang dapat dicapai adalah 6,3kg atau 9,9 ton/ha jauh lebih
tinggi dari hasil padi konvensional 3,6 kg atau 5,6 ton/ha. Jumlah rumpun padi SRI
mencapai 40 – 52 batang per rumpun.
Perkembangan SRI-Irigasi Hemat Air di hamparan SG1 yang mempunyai luas
7,537 Ha, hanya 2 petani yang menamam pola SRI/PTT sebelum penerapan
prasarana irigasi hemat air hasil dari penyuluhan SRI/PTT oleh aparat dinas pertanian.
Pada saat dilakukan penerapaan irigasi hemat air di SG1, telah dilakukan
penanaman sebagian petani, tetapi terdapat 5 demplot SRI dengan hasil panen
tanggal 7-13 Nopember 2009 menghasilkan produksi rata-rata 10,9 ton/ha lebih tinggi
dari hasil rata-rata 10,1 ton/ha. Hasil ubinan produksi petani di tersier SG1 terlihat
seperti tabel 2. Produksi Padi di tersier SG1 ( masa panen Nopember 2009)

Tabel.2 Produksi Padi di tersier SG1 (masa panen Nopember 2009)


Ubinan (kg) Jumlah petani Produksi ton/ha
5 1 8
5,5 1 8,8
6 27 9,6
6,2 1 9,92
6,5 6 10,4
6,7 1 10,72
6,8 1 10,88
7,5 19 12
10 2 16

Hasil padi SRI BCMA 5 kiri lebih rendah dari SG1 karena kondisi tanah di SG1
lebih baik tidak serusak pada BCMA 5 kiri.
Modal sosial dari BCMA 5 kiri dan SG1 berupa keberadaan kelembagaan
petani untuk penerapan SRI-Irigasi Hemat Air, mereka telah membentuk kelompok tani
tetapi belum mempunyai kelompok tani pemakai air atau bagian yang harus mengatur
air irigasi di tingkat tersier, Gabungan Petani Pemakai Air (GP3A) yang ada dengan
wilayah administrasi kecamatan, bukan batas operasi jaringan sekunder.

R.M. Syarief A.R., Eddy Sudaryono 7


.
Kolokium Sebranmas 2010

Perkembangan SRI-Irigasi maupun PTT di daerah irigasi Ciramajaya


mempunyai kaitan dengan jumlah petani yang mengikuti sosialisasi SRI, luas tanam
SRI dilakukan oleh petani yang mendapatkan stimulant pupuk organik.
Pengaturan air pada penerapan prasarana irigasi hemat air (operasi bangunan
ukur) di BCMA 5 kiri (demplot litbang teknis) dilakukan Tim Balai Irigasi dan Tim
Aliksa, berbeda dengan penerapan yang dilakukan di SG1 secara partisipatif ( sejak
awal mulai perencanaan hingga pelaksanaan pisik melibatkan petani) dengan
pendampingan oleh Balai Irigasi, Balai Sosek, penyuluh pertanian dan petugas PSDA
Jawa Barat. Untuk meningkatkan peran masyarakat maka di kawasan tersier SG1
dibentuk kelompok petani pemakai air bernama P3A Ciomas, sedangkan di BCMA 5kiri
dikembangkan bagian/seksi pengurus air di kelompok tani Harapan Baru.

Pengelolaan jaringan irigasi dan peran masyarakat.


Dari tinjauan lokasi irigasi teknis saluran terbuka (DI.Ciramajaya
Kab.Tasikmalaya dan DI.Siulak Deras) dan jaringan irigasi air tanah (JIAT) di Jawa
Tengah, pengoperasian jaringan telah dilakukan sesuai dengan kewenangan dan
tanggung jawab sesuai peraturan sumber daya air. Daerah Irigasi Ciramajaya
(kewenangan propinsi) dengan potensial 1.497 Ha hanya mempunyai areal sawah 850
ha, mempunyai 44 kelompok tani dan GP3A berdasarkan wilayah admintrasi
kecamatan bukan kepada batas pemberian air (Bangunan Bagi). Rehabilitasi jaringan
primer/sekunder dilakukan oleh Dinas SDA Prop.Jawa Barat, kegiatan rehabilitasi ini
menyertakan kontraktor dan GP3A (bertindak mewakili pengguna air irigasi). Kondisi
bok tersier pada umumnya dalam keadaan rusak, kerusakan ini disebabkan keinginan
petani untuk mendapatkan air secara berlebihan (konvensional) juga untuk kolam ikan,
sehingga menyebabkan jaringan sebelah hilir tidak mendapatkan air irigasi. Peristiwa
ini telah berlangsung lama sehingga lahan sawah irigasi irigasi / kolam tersebut
berubah fungsi menjadi sawah tadah hujan/ladang atau permukiman.
Dinas Pertanian Kab.Tasikmalaya melakukan program JITUT(Jalan, irigasi,
usaha tani) dengan peran masyarakat / kelompok tani, program ini hanya
memperbaiki saluran tersier (sebatas linning saluran), jalan usahapetani tetapi dapat
melakukan perbaikan bangunan atau bok tersier untuk pengatuan air irigasi.
Keadaan jaringan irigasi Siulak Deras dengan potensial 5.819 ha mempunyai
ketersediaan air lebih terjamin sehingga terdapat rencana untuk meluaskan daerah
irigasi Siulak Deras Kanan seluas 2.098 Ha. Program JITUT dengan pekerjaan lining
saluran tersier juga dilakukan di daerah irigasi Siulak Deras.. Penelitian sosial-
ekonomi dilakukan di jaringan irigasi air tanah Propinsi Jawa Tengah ditemukan
bangunan pompa tidak berfungsi/beroperasi, antara lain disebabkan beban operasi
biaya listrik atau solar lebih besar dari pendapatan usaha tani, tetapi dengan adanya
SRI dengan penambahan produksi dapat menimbulkan peluang pemanfaatan jaringan
air tanah lebih baik. Perkembangan jaringan air tanah terlihat pada tabel.3
Perkembangan Pompa di wilayahBBWS Pemali-Juana. Petani pada umumnya tidak
memanfaatkan bangunan ukur pada tingkat usaha tani, sehingga sulit bagi petani
untuk menerapkan SRI dalam satu kawasan tersier.
Tabel. 3 Perkembangan Pompa di wilayah BBWS Pemali – Juana
Pompa yang beroperasi th 2007 Pompa yang tidak beroperasi th 2007
Kabupaten Jumlah Debit Areal Jumlah Debit Areal
(lt/detik) (ha) (lt/detik) (ha)
Tegal 18 344 385,26 61 923 1.062,65
Brebes 12 290 330,31 26 517 527,37
Pemalang 4 86 110
Kudus 32 791 878,51 24 428 495.16
Jepara 23 566 614,45 14 244,2 277,12
Blora 72 1.912 1.990,26 32 844 946,61
Diolah dari : Sumber BBWS Pemali-Juana

R.M. Syarief A.R., Eddy Sudaryono 8


.
Kolokium Sebranmas 2010

Petani SRI di jaringan irigasi air tanah menjelaskan operasi pompa untuk padi
SRI dilakukan pada musim kemarau atau pada saat padi memerlukan air, hal ini
disebabkan karena lahan sawah dimusim hujan sering mengalami banjir atau
tergenang. Kelembagaan masyarakat tani yang aktif adalah kelompok tani, hal ini
disebabkan adanya pertemuan / temu muka penyuluh dilakukan terkait dengan
program pertanian tidak mencakup materi teknik irigasi.
Pengamatan lapangan di saluran Sangegeng Ciramajaya sebagian besar bok
tersier rusak atau tidak berpintu sehingga petani tidak dapat mengatur air secara
berselang atau macak-macak, sehingga mendorong petani tetap mengupayakan
tanaman konvensional. Air irigasi juga digunakan untuk kebutuhan rumah tangga/MCK,
kehilangan air lebih banyak pada kolam ikan yang tidak terukur/berlebihan karena air
tidak ke saluran irigasi kembali, hal ini menyebabkan kebutuhan air di sebelah hilir
menjadi berkurang. Dengan adanya pola penerapan irigasi hemat air (macak-macak
dan berselang) berpeluang untuk dapat menata pengelolaan irigasi diawali membina
kelembagaan petani untuk mengatur air. Untuk itu sebelum penerapan irigasi hemat air
perlu diperkuat kelembagaan petani pemakai air,pada umumnya belum ada petani
yang mengatur air pada tingkat tersier.
Buah dari pengalaman petani yang telah mempraktekkan SRI dan
mendapatkan hasil produksi lebih besar dibanding konvensional adalah petani tersebut
mengatur air disawahnya tidak berlebihan, penghentian air dalam waktu tertentu (
kebutuhan rehabilitasi jaringan, giliran ) tidak menjadi masalah bagi petani SRI, petani
memperhitungkan memberikan air setelah terjadi retak rambut ( 2 minggu terhenti).
Kepedulian petani untuk operasi pemeliharaan (OP) dan keberlanjutan jaringan irigasi
tingkat tersier mulai dilakukan oleh petani dengan memberikan hasil panen sebesar
Onta (1 on per bata atau 0,5 ons perbata, 1 bata = 14m2 ), apabila petani mempunyai
200 bata (0,03 ha) akan memberikan sumbangan 0,1 kg x 1 musim x 200 bata = 20
kg. Pungutan ini digunakan untuk membayar petugas air dan kas kelompok tani atau
sekitar 700 kg x Rp.2.500= Rp.1.750.000 untuk luasan 10 ha ( 1 tersier ) setiap musim.
Peran pemerintah ( Dinas PSDA maupun Dinas Pertanian) belum menyentuh
perbaikan bok tersier karena dipandang sebagai kewajiban petani, walaupun pada saat
pembangunan bok tersier dengan 50 m saluran sebagai tanggung jawab pemerintah.
Model Pendayagunaan Irigasi Hemat Air memilih SG1 sebagai bok tersier pertama di
saluran sekunder, selanjutnya model ini dapat dilakukan pada tersier yang terletak
disebelah hilirnya.
Dinas Sumber Daya Air / sektor sumber daya air melakukan pengelolaan
/rehabilitasi jaringan primer dan sekunder, tidak melakukan perbaikan jaringan tersier
termasuk pembinaan petani pemakai air, sejalan dengan Peraturan Pemerintah No.38
tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan Pemerintah Kabupaten/Kota bahwa pembinaan tersier / kelompok petani
pemakai air berada dalan lingkup sektor pertanian. Tetapi dalam Permen PU No.33
tahun 2006 menyiratkan dapat melakukan pemberdayan p3a dengan kegiatan teknis
irigasi.
Jaringan irigasi air tanah (JIAT) di Jawa Tengah banyak tidak berfungsi karena
besarnya biaya operasional, dari ujicoba SRI menghasilkan jam kerja pompa lebih
sedikit dengan hasil padi lebih besar dibandingkan dengan metode konvensional,
sehingga berpeluang dapat menggiatkan petani mengoperasikan pompa yang telah
lama tidak dioperasikan, untuk itu perlu bangunan pengukur seberapa besar jumlah air
yang dapat dialirkan oleh petani.

Dampak SRI-Irigasi Hemat Air


Dari survey yang dilakukan terhadap petani, minat petani tinggi menanam SRI
karena berpeluang dapat meningkatkan produksi gabah, selain itu petani berkeinginan
juga mendapatkan harga jual padi SRI-organik lebih tinggi dari harga gabah non
organic. Untuk mendapatkan padi SRI-Organik diperlukan proteksi tanah, air agar tidak
tercemar unsur kimia, sehingga harus dilakukan tanam serentak tidak menggunakan

R.M. Syarief A.R., Eddy Sudaryono 9


.
Kolokium Sebranmas 2010

pupuk dan pestisida kimia. Peran kelembagaan petani harus kuat sehingga diperlukan
pemberdayan kelembagaan, teknis usaha tani dan teknis irigasi, petani harus
berkomitmen tidak akan menggunakaan pupuk dan insektisida kimia, pola tersebut
menjadi persyaratan untukk mendapatkan sertifikasi beras organik dan mendapatkan
hargajual yang wajar. Harga dasar gabah kering panen (GKP) beberapa jenis varitas
padi yang dapat ditampung oleh Gapoktan Simpatik terlihat pada tabel.4 harga gabah
dan beras pembelian untuk eksport.

Tabel. 4 Harga gabah dan beras, pembelian untuk eksport

Beras
Harga GKP
No. Jenis Beras ICS Premium
(Rp)
(Rp/kg)
1 Gabah Organik SRI Sintanur 3.200 9.047
2 Gabah Organik SRI Sintanur Brown 3.200 8.386
Gabah Organik SRI Ciherang
3 3.100 8.182
White/Brown
4 Gabah Organik SRI Beras Merah 3.500 8.998
Gabah Organik SRI Beras Merah
5 3.500 9.494
Giling
Sumber : ICS Gapoktan Simpanik, 2009
Sosialisasi SRI-organik dapat menyadarkan petani terhadap struktur tanah dan
lingkungan akan rusak karena menggunakan pupuk kimia dan insektisida kimia, untuk
memperbaikinya harus menggunakan pupuk organik dan insektida organik.
Petani berusaha memberikan pupuk organik ( pembusukan jerami dan pupuk
organik), upaya pengadaan kotoran hewan disiasati dengan melakukan pemeliharaan
kelinci ( DI.Ciramajaya). Petani juga mengharapkan di daerah DI.Ciramajaya dapat
dijadikan sentra pemeliharaan ternak kambing. Petani sekarang telah mempunyai
keahlian secara mandiri mulai menyiapkan MOL ( Mikro Organik Lokal) yang dapat
dipergunakan untuk menyuburkan tanah dan pembasmi hama tanaman.
Dari survey pendapatan petani di BCMA 5 kiri dan SG1 kiri, petani menanam
padi hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga, tidak ada kelebihan
panen yang dapat dijual, hal ini disebabkan oleh sempitnya lahan yang diusahakan
sehingga SRI menjadi pilihan bagi petani untuk menambah pendapatan petani.
Sedangkan petani di Jawa Tengah yang melakukan usaha tani padi dengan
perhitungan finansial seperti terlihat pada tabel.5 Pengeluaran dan Pendapatan Petani
SRI.
Tabel. 5 Pengeluaran dan pendapatan petani SRI P3A Sido Makmur
No. Item Pengeluaran Kuantitas Jumlah biaya
1 Kompos / pupuk kandang 3 ton Rp. 2.500.000
2 Benih 5 kg x Rp.600 Rp. 30.000
3 Besek 20 x Rp.150 Rp. 3.000
4 Pengolahan lahan Traktor Rp.400.000, perapian Rp. 500.000
pematang Rp.100.000
5 Biaya tanam 10 org x 3 hari x Rp.10.000,- Rp. 300.000
6 Pemeliharan
- Penyiangan 2 kali 30 orang x 2 x Rp. 10.000 Rp. 600.000
- Penyulaman 10 org x Rp. 10.000 Rp. 100.000
- Penyemprotan (MOL) 4 kali, 5 org x 4 x Rp.10.000 Rp. 200.000
- Pupuk organik Disemprot 4 kali pd umur 7 hr, Rp. 420.000
15hr, 30 hr, 90 hr. 6 x
Rp.70.000/botol
7 Ongkos panen 10 % dari hasil panen, 1200 kg
8 Karung 216 bh xRp. 2.500 Rp. 540.000

R.M. Syarief A.R., Eddy Sudaryono 10


.
Kolokium Sebranmas 2010

9 Pro biotik 1 1 botol (untukmembuat MOL) Rp. 50.000


Jumlah Rp. 7.523.000
B. Pemasukan 12.000 kg/ha GKP 2 Rp.1.900 Rp. 22.800.000
C. Keuntungan Rp.22.800.000 – Rp.7.523.000 Rp. 15.277.000

Dampak adanya SRI-Irigasi Hemat Air berpeluang untuk meningkatkan


pendapatan penggarap maupun petani pemilik, juga dapat meningkatkan penghasilan
buruh tani yang bekerja dari tahap tandur, penyiangan (lebih banyak hari
penyiangan) dan upah panen. Pendapatan buruh tandur dengan SRI ( 10 bagian
dengan upah 1 bagian) akan mendapatkan upah produksi 10 – 15 kg per hari, pada
saat panen pada satu hamparan dikerjakaan sekitar 20 sampai 30 orang. Sedangkan
daerah irigasi Siulak Deras pola usahatani lebih banyak dilakukan secara gotong
royong / arisan sehingga masing-masing pemilik lahan akan mendapatkan
penambahan produksi.
Berbeda pada petani di daerah jaringan irigasi air tanah terlihat lebih mandiri
dalam usaha tani, mereka melakukan usahatani dengan perhitungan dagang, seperti
terlihat dalam analisa usaha tani sebagai berikut:
Tabel. 6 Analisa usaha tani SRI dan non SRI

Padi Petani SRI Padi Petani non SRI


Input Benih 6 kg Rp. 5.235.500 Benih 30 kg Rp. 5.450.000
Urea 150 kg Urea 100 kg
TSP/SP 36, 10 kg TSP/SP36,100 kg
Pupuk kandang 5 ton KCL 50 kg
Tenaga Kerja 60 HOK Rp.1.200.000 92 HOK Rp.1.840.000
Bahan Bakar 62 jam Rp.2.170.000 84 jam Rp. 2.940.000
Sewa mesin Rp.700.000,- Rp.700.000,-
Total Biaya Rp.9.305.500 6.025.000
Pendapatan
panen 9,5 ton GKP Rp. 25.175.000 panen 6 ton GKP Rp. 15.900.000
Keuntungan Rp. 15.869.500,- Rp. 9.875.000,-
Diolah dari : Sumber Data Lapangan, analisa usaha kelompok tani JIAT

Pembiayaan dan kelayakan jaringan irigasi hemat air


Penerapan irigasi hemat air perlu dukungan pemerintah, dapat diberikan dalam
bentuk stimulan untuk perbaikan jaringan irigasi, seperti dilakukan pada penerapan
SRI di BCMA 5 kiri atau di SG1, bentuk stimulant berupa bahan bangunan termasuk
upah tenaga ahli tukang, termasuk juga biaya pemberdayaan masyarakat yang dapat
ditampung dalam DIPPA anggaran masing-masing sesuai dengan PP.No.38 tahun
2007.
Untuk setiap tersier dibutuhkan biaya sebesar Rp. 35 juta yang dipergunakan
untuk memperbaiki bok tersier dengan pintu sorong, pelapis saluran tersier, membuat
beberapa bangunan ukur CTF,Thomson. Pekerjaan ini secara ekonomi layak untuk
dilaksanakan karena terjadi manfaat bersih sebesar Rp.120 juta hingga 416 juta per
tahun setelah areal lahan seluruhnya dapat ditanami dengan SRI-Organik (Analisa
Ekonomi DI.Ciramajaya)

R.M. Syarief A.R., Eddy Sudaryono 11


.
Kolokium Sebranmas 2010

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


1) Model Pendayagunaan Irigasi Hemat air dapat digunakan untuk melaksanakan
penerapan dan pengelolaan jaringan irigasi, sehingga dapat meningkatkan
pengembangan perluasaan tanam pasi SRI atau PTT.
2) SRI-Irigasi Hemat Air dapat memberikan manfat sosial-ekonomi kepada
pengguna, mendukung penyediaan beras nasional, memperbaiki lingkungan dan
kinerja jaringan irigasi.
3) Kondisi jaringan irigasi permukaan maupun jaringan irigasi air tanah masih
memerlukan pembenahan, sebagian besar bangunan bok sadap tersier rusak
tidak dapat dioperasikan untuk mengatur irigasi hemat air.
4) Sebelum penerapan Irigasi Hemat Air perlu dilakukan pemberdayaan kelompok
tani, membentuk petani pemakai air terlebih dahulu agar petani dapat mengatur
dan mengelola jaringan secara mandiri.
5) Diperlukan percepatan pelaksanaan peraturan PP.No.38 th.2007 sesuai dengan
tugas dan tanggung jawab intansi, sebagai dasar untuk melaksanakan SRI-
Irigasi Hemat Air secara terpadu sesuai kewenangannya.
6) Rehabilitasi pompa/jaringan irigasi air dan perluasan pertanaman SRI-Irigasi
Hemat Air dilakukan dalam satu program terpadu. Hal ini dapat mendorong
pemanfaatan pompa / jaringan secara kerkesinambungan.
7) Untuk memenuhi kebutuhan SRI-Organik murni (menghasilkan beras organik)
perlu dirancang kontruksi pengendapan kimia agar air yang disalurkan ke lahan
sawah sudah bebas dari kimia atau memenuhi standar air yang dizinkan.
8) Pemerintah dapat menyediakan biaya stimulan perbaikan jaringan irigasi untuk
kegiatan irigasi hemat air layak secara teknis dan ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA

Balitbang Dep.PU, Pedoman/Petunjuk Teknik danManual,Bagian 2 Irigasi(standart


Perencanaan, 2002.Jakarta.
Balai Irigasi, Puslitbang Sumber Daya Air, Balitbang Dep.PU, 2008. Pembelajaran
System of Rice Intensification (SRI).
Coppers,Pamela.S.Schindler. Metode Riset Bisnis, 2006. Volume 1,Jakarta,
PT.Media Global Edukasi.
Dedi Kusnadi Kalsim, Yushar, Subari, Marasi Deon, Ahmad Hanhan, 2007.
Rancangan Operasional Irigasi untuk Pengembangan SRI, Paper Seminar
KNI-ICID, Bandung. 2007.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2008. Laporan Sekolah Lapangan (SL) System of
Rice Intensification (SRI) di daerah irigasi Ciramajaya
Endi Ruswandi, 2009. Perbedaan produktivitas dan Pendapatan melalui analisa
usaha tani padi sawah system konvensional dan SRI di kelompok tani
Kalapasewu mangunjaya Kec.Mangunjaya Kab.Tasikmalaya.
Muhamad, Drs,M.Ag, 2003. Metodologi Penelitian, Pemikiran Ekonomi Islam,
Yogyakarta.Penerbit Ekonisia
Supriyanto,Metodologi Riset Bisnis, 2009.Jakarta,PT.Indeks..
Wirartha, Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi, 2006.Yogyakarta, CV.Andi Offset.

R.M. Syarief A.R., Eddy Sudaryono 12


.

Вам также может понравиться