Вы находитесь на странице: 1из 16

water birth

Oleh rhudymarseno pada Uncategorized. Tinggalkan sebuah Komentar


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Water birth merupakan salah satu metode alternatif persalinan pervaginam, dimana ibu hamil tanpa
komplikasi bersalin dengan jalan berendam di dalam air hangat dengan tujuan mengurangi rasa nyeri
kontraksi dan memberi sensasi rasa nyaman (Bayuningrat, 2008).
Semenjak water birth mulai diperkenalkan secara luas pada tahun 1991 sebagai bagian dari konsep
melahirkan cara baru yang terdiri dari managemen kelahiran dengan pemantauan yang teliti dan
membatasi penggunaan metode invasif
(http://www.public.iastate.edu/~chart/JournalAbstractsForBirting.html), banyak orang percaya metode
ini lebih aman dan memberikan banyak manfaat bagi ibu maupun bayi. Kelahiran yang merupakan
pengalaman yang berat bagi setiap bayi dapat diminimalisasi dengan metode water birth. Air yang
hangatnya telah disesuaikan dapat membantu memudahkan transisi bayi dari dalam kandungan ke
dunia luar, karena kehangatan dan air, kelembutan cahaya, warna dan suaranya sesuai dengan
lingkungan di dalam rahim (Bobby, 2008). Sedangkan manfaat melahirkan di air bagi ibu antara lain
ibu akan merasa lebih relaks, sehingga nyeri selama persalinan tidak terlalu dirasakan, karena semua
otot yang berkaitan dengan proses persalinan menjadi elastis dan juga dapat mengurangi robekan dan
rasa sakit pada perineum. Hal ini membuat kebutuhan terhadap obat-obatan lebih sedikit atau sama
sekali tidak dibutuhkan. Energi yang dibutuhkan juga lebih sedikit dan kecemasan yang terjadi selama
persalinan berkurang (Indriani, 2008).
Namun, masih banyak kritik yang mengatakan bahwa prosedur ini memberikan risiko ke bayi dan ibu.
Tetapi, penelitian tentang kekurangan ataupun kontroversi water birth ini masih sangat minim,
meskipun ada, sebagian besar masih berupa spekulasi, mungkin hal ini disesabkan karena metode ini
masih tergolong sangat baru.
Contohnya, berdasarkan data dari jurnal AAP (American Academic of Pediatrics) tahun 2002,
ditemukan beberapa kasus yang terjadi terhadap beberapa orang bayi yang dilahirkan melalui metode
water birth di rumah sakit National Women’s Hospital, New Zealand, di antaranya adalah mengalami
gagal nafas 5jam pasca lahir, mengalami takipnea 6jam pasca lahir, mengalami gagal nafas 5menit
pasca lahir, yang didiagnosis karena aspirasi air, dan mengalami gagal nafas 10menit pasca lahir.
Selain itu, dalam Journal of Microbiology yang dirilis tahun 2003 mengatakan bahwa ditemukan satu
kasus kematian bayi mendadak (Neonatal Sudden Death) akibat Legionella pneumonia pada water
birth.
Di dalam COCHRANE(Pegangan Peneliti Kedokteran seluruh dunia yang telah direvisi tahun 2007),
dikatakan bahwa “Further research is needed to assess the effect of immersion in water of neonatal
and maternity morbidity” ( dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menilai efek pembenaman di
dalam air terhadap neonatal dan kesakitan ibu).
Atas dasar pemikiran inilah penulis mengajukan usulan penelitian mengenai pengaruh water birth
terhadap sistem pernapasan neonatus.
Penelitian ini dilaksanakan di Sam Marie Hospital Jakarta dan Rumah Sakit Ibu dan Anak Budhi
Jaya Jakarta.
Pemilihan tempat penelitian di kedua tempat didasarkan pada data statistik dimana sebagian
besar jumlah kelahiran metode water birth di Indonesia terdapat di kedua rumah sakit ini.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut, yaitu
“Bagaimana pengaruh water birth terhadap perkembangan sistem pernapasan pada neonatus?”
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh water birth terhadap perkembangan sistem pernapasan pada neonatus.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui risiko gangguan sistem pernapasan yang timbul pada neonatus yang dilahirkan
melalui water birth
2) Untuk membandingkan risiko gangguan sistem pernapasan neonatus lahir normal dengan lahir
melalui water birth
1.4 Manfaat Penelitian
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang efektivitas water birth,
khususnya dampak positif, dampak negatif dan kontra indikasi terhadap kesehatan ibu dan bayi
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman dalam mengevaluasi metode water birth
3) Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan kemampuan penulis dalam menulis karya
ilmiah
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Water Birth
Water birth merupakan salah satu metode persalinan pervaginam, dimana ibu hamil tanpa komplikasi
bersalin dengan jalan berendam dalam air hangat (yang dilakukan pada bathtub atau kolam) dengan
tujuan mengurangi rasa nyeri kontraksi dan memberi sensasi rasa nyaman (Bayuningrat, 2008).
Dalam pelaksanaannya, metode persalinan waterbirth ini terbagi 2, yaitu
1) Water birth murni, yaitu metode persalinan water birth dimana ibu masuk ke kolam
persalinan setelah mengalami pembukaan 6 sampai proses melahirkan terjadi.
2) Water birth emulsion, yaitu metode persalinan water birth dimana ibu hanya berada di dalam
kolam hingga masa kontraksi akhir. Proses melahirkan tetap dilakukan di tempat tidur.
Selama proses persalinan dengan melalui metode water birth, diperlukan beberapa instrumentasi
esensial yang harus dipersiapkan, antara lain (http://www.data.memberclicks. com/site/wi
/OHSU_2001-guidelines.PDF) :
1) Termometer air
2) Termometer ibu
3) Doppler anti air
4) Sarung tangan
5) Pakaian kerja (apron)
6) Jaring untuk mengangkat kotoran
7) Alas lutut kaki bantal, instrumen partus set
8) Shower air hangat
9) Portable/permanent pool
10) Handuk, selimut
11) Warmer dan peralatan resusitasi bayi
Proses melahirkan melalui metode water birth sedikit berbeda dengan metode melahirkan konvensional
(di atas tempat tidur), hal ini disebabkan perbedaan wahana melahirkan. Proses persalinan melalui
water birth dapat dirangkum sebagai berikut:
Selama berlangsungnya Persalinan
1. Ibu mengambil sikap yang dirasakan aman dan nyaman untuknya. Keleluasaan gerakan yang
mengijinkan ibu mengambil posisi yang tepat untuk bersalin. Ibu masuk berendam ke dalam air
direkomendasikan saat pembukaan serviks 4-5 cm dengan kontraksi uterus baik.
2. Observasi dan monitoring antara lain :
1) Fetal Heart Rate (FHR) dengan doppler atau fetoskop setiap 30 menit selama persalinan kala I aktif,
kemudian setiap 15 menit selama persalinan kala II. Auskultasi dilakukan sebelum, selama, dan setelah
kontraksi.
2) Penipisan dan Pembukaan serviks dan posisi janin. Pemeriksaan vagina (VT) dapat dilakukan di
dalam air atau pasien di minta sementara keluar dari air untuk diperiksa.
3) Status Ketuban, jika terjadi ruptur ketuban, periksa FHR, dan periksa adanya prolaps tali pusat. Jika
cairan ketuban mekonium, pasien harus meninggalkan kolam.
4) Tanda vital ibu diperiksa setiap jam, dengan suhu setiap 2 jam (atau jika diperlukan). Jika ibu
mengalami pusing, periksa vital sign, ajarkan ibu mengatur napas selama kontraksi.
5) Hidrasi Ibu. Dehidrasi dibuktikan dengan adanya takikardi ibu dan janin dan peningkatan suhu
badan ibu. Jika tanda dan gejala dehidrasi terjadi, ibu diberi cairan. Jika tidak berhasil pasang infus
ringer laktat (RL).
1. Mengedan seharusnya secara fisiologis. Ibu diperkenankan mengedan spontan, risiko
ketidakseimbangan oksigen dan karbondioksida dalam sirkulasi maternal-fetal berkurang, dan
juga akan dapat melelahkan ibu dan bayi.
2. Persalinan, bila mungkin metode ”hand off”. Ini akan meminimalkan stimulasi.
3. Lahirnya kepala bayi difasilitasi oleh adanya dorongan lembut kontraksi uterus. Sarung tangan
digunakan penolong untuk melahirkan bayi. Sokong perineum, massage, dan tekan dengan
lembut jika diperlukan. Ibu dapat mengontrol dorongan kepala dengan tangannya.
4. Manipulasi kepala biasanya tidak diperlukan untuk melahirkan bayi karena air memiliki
kemampuan untuk mengapungkan. Walaupun demikian, pasien perlu berdiri membantu
mengurangi atau memotong dan mengklem lilitan tali pusat. Meminimalkan rangsangan
mengurangi risiko gangguan pernapasan.
5. Bayi seharusnya lahir lengkap di dalam air. Kemudian sesegera mungkin dibawa ke permukaan
secara “gentle”. Pada saat bayi telah lahir kepala bayi berada diatas permukaan air dan
badannya masih di dalam air untuk menghindari hipotermia, mencegah transfusi ibu ke bayi.
Sewaktu kepala bayi telah berada di atas air, jangan merendamnya kembali.
6. Sewaktu bayi lahir, kepala bayi dikendalikan dengan gerakan yang lembut, muka ke bawah, dan
muncul dari dalam air tidak lebih dari 20 detik. Janin dapat diistirahatkan di dada ibu sambil
membersihkan hidung dan mulutnya, jika diperlukan. Penanganan ini sebaiknya melihat juga
panjang tali pusat agar tidak sampai putus. Kemudian bayi diberi selimut, dan di monitor.
7. Idealnya, ibu dan bayi dibantu keluar dari air untuk melahirkan plasenta. Tali pusat di klem dan
dipotong, dan bayi dikeringkan dengan handuk dan diselimuti dan kemudian diberikan kepada
penolong lain, keluarga, atau perawat. Ibu dibantu keluar dari kolam. Plasenta dapat dilahirkan
di dalam air atau di luar tergantung penolong (Kitzinger, 2000). Ibu dianjurkan menyusui
sesegera mungkin setelah bayi lahir untuk membantu kontraksi uterus dan pengeluaran plasenta.
Risiko secara teori yang dihubungkan dengan efek relaksasi air hangat terhadap otot-otot uterus
termasuk solusio plasenta, emboli air dan peningkatan perdarahan.
10. Tindakan berikutnya adalah
1) Manajemen aktif dan psikologi tetap diberikan sampai ibu keluar kolam.
2) Saat manajemen aktif kala III, syntometrine dapat diberikan.
3) Estimasikan perdarahan < atau > 500 ml.
4) Penjahitan perineum dapat di tunda sekurang-kurangnya 1 jam untuk menghilangkan retensi air
dalam jaringan (jika perdarahan tidak berlebihan).
Para ginekolog sepakat, studi mengenai keamanan water birth, baik terhadap keselamatan ibu maupun
bayi perlu dilakukan. Ini merupakan jaminan bagi ibu yang memilih metode ini merasa aman atas
pilihannya. Sejauh ini, berdasarkan riset belum ada kasus buruk yang menimpa ibu yang melahirkan di
dalam air. Seringkali, cerita yang beredar hanya anekdot berdasarkan pengalaman ibu atau petugas
medis yang pernah mengalaminya. Justru, sejumlah penelitian menginformasikan persalinan di dalam
air layak dilakukan (Danuatmaja, 2008), diantaranya adalah:
1. Sebuah penelitian di Liverpool, Inggris, membandingkan 100 ibu yang melahirkan di air dengan
100 ibu yang melahirkan di darat. Hasilnya menyebutkan, bayi yang dilahirkan di air sama sehat
dan baik kondisinya dengan bayi yang lahir di darat. Tidak satupun dari 100 bayi tersebut
memerlukan penanganan khusus.
2. Dua tahun kemudian, sebuah artikel di British Medical Journal menyebutkan, peluang bayi
lahir bermasalah dan harus dirawat di ICU sama besarnya antara bayi yang lahir di air maupun
di darat. Jadi, penyebab bayi bermasalah bukan persoalan tempatnya dilahirkan. Pada artikel
yang sama disebutkan, kasus lima bayi yang meninggal dalam persalinan di dalam air
disebabkan karena hal-hal sebagai berikut. Satu bayi meninggal karena ibu bersalin di rumah
tanpa bantuan siapapun, satu bayi meninggal sebelum ibu masuk ke kolam persalinan. Dua bayi
meninggal akibat memiliki masalah pada organ tubuh, dan bayi satunya meninggal akibat
terkena infeksi di rahim ibu pada masa kehamilan.
3. Sejumlah penelitian di Southend, Inggris, dalam kurun waktu 1989-1994 menghasilkan temuan
bahwa water birth aman dilakukan sepanjang ibu dibantu tenaga medis yang profesional dan
menguasai teknik pertolongan water birth. Meskipun ada kasus dua bayi yang meninggal akibat
tenggelam dan kemasukan air, hal ini dikarenakan bayi tersebut terlambat diangkat dari air
setelah persalinan tersebut usai. Keterlambatan dilaporkan mencapai satu jam.
4. Penelitian menunjukkan, water birth cenderung mempercepat keseluruhan proses persalinan.
Sebuah penelitian menyebutkan, air membuat persalinan tahap kedua atau tahap mengejan dan
melahirkan lebih cepat hingga 90 menit. Waktu persalinan menjadi lebih singkat lagi pada
persalinan kedua.
5. Dua studi penting lainnya menyimpulkan, penggunaan kolam air secara signifikan mengurangi
penggunaan obat pereda sakit dan mengurangi penggunaan alat bantu persalinan, seperti forsep.
Riset juga menyebutkan, water birth mengurangi robekan perineum. Namun ini hanya berlaku
bagi ibu yang melahirkan pertama kali.
Beberapa penelitian di atas telah menyiratkan bahwa water birth itu layak dilakukan karena beberapa
keuntungan atau kelebihan yang dimilikinya, baik untuk ibu maupun untuk bayinya. Keuntungan yang
diperoleh ibu di antaranya:
1) Mengurangi Nyeri Persalinan Dan Memberi Rasa Nyaman
Nyeri persalinan berkurang disebabkan ibu berendam dalam air hangat yang membuat rileks dan
nyaman sehingga rasa sakit dan stres akan berkurang. Mengurangi rasa sakit adalah tujuan utamanya,
sedangkan secara teknis water birth pada dasarnya sama seperti melahirkan normal, proses dan
prosedurnya sama, hanya tempatnya yang berbeda.
Penelitian menunjukkan water birth sesungguhnya dapat memperpendek persalinan kala I dan tekanan
darah menjadi lebih rendah dibanding persalinan konvensional. Harper melaporkan bahwa water birth
efektif untuk menangani nyeri persalinan. Suatu Randomized Controlled Trial (RCT), ibu hamil yang
berendam di dalam air hangat pada persalinan dengan penyulit (distosia) dibandingkan dengan
augmentasi standar menunjukkan bahwa angka penggunaan epidural analgesia dan intervensi obstetri
lebih rendah. Secara retrospektif dilaporkan berkurangnya nyeri dan meningkatnya kepuasan.
Water Birth merupakan suatu bentuk hydrotherapy, metode ini efektif dan bermanfaat dalam
penanganan nyeri pada kondisi seperti lower back pain (yang umumnya menjadi keluhan ibu saat
persalinan). Evaluasi terhadap 17 Randomized Controlled Trial (RCT), 2 Controlled Studies, 12 Cohort
Studies, dan 2 laporan kasus, menyimpulkan bahwa terdapat keuntungan hydrotherapy dalam
penanganan nyeri, bermanfaat, manjur dan memiliki efek mobilitas, kekuatan, dan keseimbangan,
terutama sekali pada orang dengan rematik dan nyeri pinggang bawah kronik. Hydrotherapy juga
merupakan suatu alternatif yang relatif aman jika dibandingkan dengan penanganan nyeri persalinan
konvensional (menggunakan anastesi dan narkotik). Berendam dalam air akan dapat mengurangi 75%
nyeri persalinan (Busser, 2005).
2) Mengurangi Tindakan Episiotomi
Dalam hal trauma perineum, dukungan air pada waktu kepala bayi yang crowning lambat akan
menurunkan risiko robekan, dan dapat mengurangi keperluan akan tindakan episiotomi. Dalam literatur
water birth bahkan tidak ditemukan angka kejadian episiotomi (Herper, 2000). Selain hal tersebut,
trauma perineum yang terjadi dilaporkan tidak berat, dengan dijumpai lebih banyak kejadian intak
perineum, tetapi beberapa literatur mendapatkan frekuensi robekan sama pada persalinan primipara di
dalam maupun di luar air (Herper, 2000). Masih terdapat mitos bahwa ibu yang melahirkan dalam air
lebih mungkin untuk mengalami robekan karena yang membantu persalinan kesulitan untuk melakukan
episiotomi jika diperlukan. Namun sesungguhnya ibu yang melahirkan dalam air hangat kurang
mengalami robekan, karena air hangat dapat meningkatkan aliran darah dan mampu melunakkan
jaringan di sekitar perineum ibu. Ketika memerlukan episiotomi, penolong justru lebih mudah
menjangkau bagian perineum ibu untuk melakukan massage atau tindakan lain. Kebanyakan episiotomi
tidak diperlukan, dan jika penolong mengganggap selama proses persalinan terdapat keadaan
emergensi, penolong akan membatalkan pelaksanaan metode ini (McFarland, 2004 ; Wattis, 2005).
The Birth Centre Network UK, Nicoll A. et al. mendapatkan 300 kelahiran pertahun, 150 diantaranya
menggunakan water birth dengan episiotomy rate 2%.28 A Comparative Study tentang water birth
yang membandingkan antara metode Maia-birthing stool, bedbirths (kecuali vakum ekstraksi), dimana
didapatkan data bahwa kejadian episiotomi pada water birth 12,8%, Maia-birthing stool 27,7%,
bedbirths 35,4%, perbedaan ini secara statistik sangat bermakna (Geissbừhler, 2005).
3) Pemendekan Persalinan Kala I
Persalinan dan kelahiran di dalam air juga dapat mempercepat proses persalinan yang dihubungkan
secara signifikan dengan persalinan kala I yang akan menjadi lebih pendek (Thoni et al., 2005). Dalam
hal ini ibu dapat lebih mengontrol perasaannya, menurunkan tekanan darah, lebih rileks, nyaman,
menghemat tenaga ibu, mengurangi keperluan obat-obatan dan intervensi lainnya, memberi
perlindungan secara pribadi, mengurangi trauma perineum, meminimalkan penggunaan episiotomi,
mengurangi kejadian seksio sesarea, memudahkan persalinan (Schroeter, 2004; Garland et al.,2007;
Palmer, 2007).
A comparative study after 555 birth in water. Penelitian ini menunjukkan keuntungan medis yang
relevan untuk water birth, dan pengurangan yang signifikan terhadap durasi persalinan kala I,
bermaknanya pengurangan episiotomi dan laserasi perineum serta keperluan analgesik. Keamanan
neonatus terjamin dengan tetap memperhatikan kontraindikasi yang ada (Thoni, 2001).
4) Menurunkan Tekanan Darah
Dalam hal menurunkan tekanan darah. Menurut Pre & Perinatal Psycology Association of North
America Conference, wanita dengan hipertensi akan mengalami penurunan tekanan darah setelah
berendam dalam air hangat selama 10-15 menit. Kecemasan yang mengakibatkan peningkatan tekanan
darah akan dapat dikurangi dengan berendam dalam air hangat.
(http://www.waterbirth.org/mc/page.do)
Sementara itu, beberapa penelitian dan pengalaman dari beberapa orang yang pernah menerapkan
metode ini, menginformasikan beberapa keuntungan water birth untuk bayi. Keuntungan yang
diperoleh bayi dirangkum dalam paragraph berikut.
Water birth memberikan keuntungan terutama saat kepala bayi masuk ke jalan lahir, dimana persalinan
akan menjadi lebih mudah. Air hangat dengan suhu yang tepat suasananya menyerupai lingkungan
intrauterin sehingga memudahkan transisi dari jalan lahir ke dunia luar.
(Available at: http://www.en.wikipedia.org/wiki/water_birth).
Air hangat juga dapat mengurangi ketegangan perineum dan memberi rasa nyaman bagi ibu dan bayi,
sehingga bayi lahir kurang mendapatkan trauma (oleh karena adanya efek dapat melenturkan dan
meregangkan jaringan perineum dan vulva) dibandingkan pada persalinan air dingin dan tempat
bersalin umumnya (Palmer, 2001; Johnson, 2007).
Bayi yang lahir di dalam air tidak segera menangis, bayi tampak menjadi tenang. Bayi tidak tenggelam
jika dilahirkan di air, karena selama kehamilan bayi hidup dalam lingkungan air (amnion) sampai
terjadi transisi persalinan dari uterus ke permukaan air (McFarland, 2003). Demikian pula masalah
lilitan tali pusat di leher, tidak menjadi masalah, sepanjang tidak ada deselerasi denyut jantung bayi
(yang menunjukkan fetal distress) sebagai akibat ketatnya belitan tali pusat di leher (McFarland, 2003).
Pemendekan persalinan kala I selain memudahkan persalinan bagi ibu, juga baik untuk bayi yaitu
mencegah trauma atau risiko cedera kepala bayi, kulit bayi lebih bersih, menurunkan risiko bayi
keracunan air ketuban (Garland et al., 2000; Palmer, 2001; Schroeter, 2004). Oleh karena itu metode ini
dikenal sebagai persalinan “Easier for Mom ~ Better for Babies”.
(http://www.waterbirth.org/mc/page.do.)
Menurut para pendukung water birth, metode ini tidak menyebabkan risiko serius maupun komplikasi.
Hal ini hanya akan terjadi, jika prosedur yang dilakukan tidak tepat atau penanganannya buruk.
Protokol persalinan merupakan suatu hal penting yang harus dimiliki untuk mencegah risiko dan
komplikasi (Singh et al., 2006). A comparative study. A prospective study on more than 2000
waterbirths; water birth dan berbagai alternatif persalinan seperti Maia-birthing stool memiliki risiko
yang lebih rendah pada ibu dan bayi daripada bedbirths jika dalam penanganan kelahiran menggunakan
monitoring yang baik (Geissbừhler, 2000).
Adapun risiko-risiko yang dapat timbul antara lain (www. water birth risk often involve various
problems with breathing.htm) :
1. Risiko Maternal
1) Infeksi.
Menurut European Journal of Obstetrics and Reproductive Biology 2007, water birth merupakan ‘a
valuable alternative’ persalinan normal. Penelitian yang dipimpin oleh Rosanna Zanetti-Daellenbach
menemukan tidak ada perbedaan angka kejadian infeksi maternal maupun neonatal atau parameter
laboratorium termasuk luaran fetus dalam hal APGAR Score, pH darah, dan keperluan perawatan
intensif.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa water birth menyebabkan risiko infeksi oleh karena berendam
dalam air yang tidak steril dan ibu dapat mengeluarkan kotoran saat mengedan dalam kolam air.
Namun penelitian menunjukkan bahwa traktus intestinal bayi mendapatkan keuntungan dari paparan
ini. Kelahiran tersebut dan diri kita sendiri tidak steril. Sekresi vagina, blood slim, cairan amnion, dan
feces ibu ketika bayi masuk ke dalam rongga panggul, keseluruhannya tidak steril. Jika ibu dalam
keadaan persalinan kala aktif, air tidak akan masuk ke jalan lahir sewaktu ibu ada dalam kolam. Air
dapat masuk ke vagina, namun tidak dapat masuk ke vagina bagian dalam, ke serviks maupun uterus.
Penyakit infeksi tertentu, akan mati segera ketika kontak dengan air (McFarland, 2004; Wattis, 2005).
Salah satu cara yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi adalah menggunakan pompa
pengatur agar air tetap bersirkulasi dengan filter/penyaring air sehingga jika air terminum tidak berisiko
infeksi. Kolam yang sudah disterilkan kemudian akan diisi air yang suhunya sekitar 32-370C
disesuaikan dengan suhu tubuh.
2). Perdarahan Postpartum
Risiko perdarahan pada ibu dan bayi juga harus dipertimbangkan. Walaupun comparative study di
Swiss menunjukkan suatu hal yang positif, namun penelitian lain di Inggris tidak menemukan adanya
perbedaan yang bermakna antara metode water birth dengan metode persalinan lainnya (Sasi, 2007).
Penyedia layanan water birth yang tidak berpengalaman akan sukar menilai jumlah perdarahan post
partum, sementara metode penanganannya telah berkembang dengan baik. Hal ini menyebabkan
sejumlah penyedia layanan lebih memilih melahirkan plasenta di luar kolam seperti di The University
of Michigan Hospital.
(http://www.en.wikipedia.org/wiki/water_birth).
3). Trauma Perineum
Penggunaan episiotomi pada water birth 8,3% tidak menunjukkan laserasi perineum derajat tingkat III
dan IV dan 25,7%, pada land birth menunjukkan kejadian laserasi perineum derajat tingkat III dan IV
dengan angka penggunaan episiotomi lebih tinggi (Cook, 2006). A Cochrane review oleh Cluett et al.,
membuktikan bahwa ada risiko terjadi trauma perineum pada persalinan dengan water birth, namun
tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada luaran klinik dalam hal trauma perineum (Alfirevic et
al., 2006)
Pada penelitian tahun 1991-1997 Obstetrics and Gynecology of Cantonal Hospital of Frauenfeld,
Switzerland membandingkan 3 grup persalinan pervaginam : water birth, Maia-birthing stool, dan
bedbirth mendapatkan angka kejadian episiotomi 12,8% pada water birth 27,7% pada Maia-birthing
stool, dan 35,4% pada bedbirth. Ini secara statistik sangat bermakna. Disamping angka episiotomi
bedbirth terjadi paling tinggi juga menunjukkan derajat laserasi perineum III dan IV(4,1%)
(Geissbừhler, 2000).
2. Risiko Neonatal
Terdapat risiko penting secara klinik pada bayi, termasuk masalah pernapasan, ruptur tali pusat disertai
perdarahan, dan penularan infeksi melalui air (Chapman, 2004; Schroeter, 2004; Alfirevic et al., 2006).
Laporan dari sejumlah kasus menghubungkan water birth dengan respiratory distress, hiponatremia,
infeksi, hypoxic ischemic encephalopathy, ruptur tali pusat, kejang, takikardia, demam (dihubungkan
dengan temperatur air), serta near drowning pada bayi atau fetus (Gilbert, 2002; American Journal of
Obstetrics and Gynecology, 2004; Batton et al., 2005; Kassim et al., 2005), di antaranya dirangkum
sebagai berikut:
1). Terputusnya Tali Pusat
Mekanisme terputusnya tali pusat ini terjadi ketika bayi lahir sesegera mungkin dibawa ke permukaan
air tidak secara “gentle”, jika tali pusat pendek akan dapat mengakibatkan tegangan yang berlebihan
pada tali pusat (In Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (draft guidelines on waterbirth,
2000).
Suatu review yang mengidentifikasi 16 artikel, melaporkan adanya 63 komplikasi neonatal diakibatkan
oleh water birth, salah satu diantaranya adalah masalah putusnya tali pusat (Alfirevic et al., 2006).
Suatu penelitian yang tidak terduga menunjukkan hasil bahwa 5 dari 37 bayi (14%) yang lahir di air
dan memerlukan perawatan khusus karena terputusnya tali pusat, 1 bayi memerlukan tranfusi. Kasus
terputusnya tali pusat kemungkinan disebabkan oleh terlalu cepat mengangkat bayi ke permukaan
sehingga menyebabkan tarikan cepat dari tali pusat yang melampaui panjang tali dibandingkan
biasanya (Schroeter, 2004; Batton et al., 2005). Tidak ada data risiko terputusnya tali pusat pada
persalinan normal di luar air (Duley, 2001).
2).Takikardi.
3). Infeksi
Risiko infeksi jarang terjadi pada water birth (Geissbừhler, 2000). Infeksi saluran pernapasan pada bayi
yang dilahirkan secara water birth jarang terjadi, namun risiko ini tetap harus diperhitungkan (Sasi,
2007). Sejumlah kasus yang mungkin membahayakan bayi antara lain infeksi herpes, perdarahan luas,
dan berbagai infeksi lainnya. Metode water birth tidak direkomendasikan pada bayi preterm.
Berdasarkan laporan kasus yang dipublikasikan, infeksi P. aeruginosa didapatkan pada swab telinga
dan umbilikus bayi yang lahir dengan water birth (Rawal et al., 1994; Parker, 1997; Nagai, 2003).
Pada suatu Randomized Controlled Trial dari akibat water birth di Kanada, tidak menemukan
perbedaan pada ibu risiko rendah dan adanya tanda infeksi pada ibu dengan ruptur membran ketuban.
Penelitian tahun 1999 tentang kultur bakteri di Oregon Health Sciences University Hospital, tidak
menemukan secara langsung bakteri pada kultur kolam persalinan, sementara bakteri Pseudomonas
yang umumnya ada pada kran air ditemukan, namun janin yang terinfeksi bakteri tersebut tidak
memerlukan terapi antiinfeksi. Ini mengkonfirmasi terhadap apa yang ditemukan pada penelitian di
Inggris lebih dari 3 tahun.
Sebaiknya ada protokol ketat untuk menjaga kebersihan kolam antara persalinan satu dengan yang lain
(terutama di rumah sakit), karena ada sedikit risiko perpindahan bakteri dari bayi ke bayi atau ibu ke
ibu. Selain itu biasanya pada keran air terdapat bakteri Pseudomonas. Pediatri menganjurkan untuk
mempertimbangkan adanya gejala infeksi Pseudomonas pada bayi dengan persalinan water birth
(Rawal et al.,1994; Nagai et al., 2003; American Journal of Obstetrics and Gynecology, 2004;
Alfirevic et al., 2006).
4). Hipoksia
Tali pusat secara terus menerus akan menyediakan darah beroksigen, sambil bayi merespon stimulasi
baru yaitu pertama kali mengisi paru-parunya dengan udara. Penundaan pengkleman dan pemotongan
tali pusat sangat bermanfaat dalam proses transisi bayi untuk hidup di luar uterus. Ini akan
memaksimalkan fungsi perfusi jaringan paru (Wattis, 2005). Garland (2000) tidak merekomendasikan
pemotongan dan pengkleman tali pusat sampai bayi mencapai permukaan air disebabkan oleh
meningkatnya risiko hipoksia. Hipoksia bayi akan mengganggu baby’s dive reflex, yang mengakibatkan
penekanan respon menelan sehingga akan menimbulkan bayi menghirup air selama proses water birth.
Odent (1998) merekomendasikan pengkleman tali pusat 4-5 menit setelah persalinan. Namun menurut
Austin, Bridges, Markiewicz and Abrahamson (1997) penundaan pengkleman tali pusat dapat
mengakibatkan polisitemia, berdasarkan hipotesa bahwa air hangat mencegah vasokonstriksi tali pusat
sehingga banyak darah ibu tertransfer ke bayi (vasokontriksi terjadi ketika kontak dengan udara)
(Chapman, 2004).
5). Aspirasi Air dan Tenggelam
Terdapat berbagai kritikan tentang water birth, dimana adanya risiko tenggelam jika bayi menghirup air
atau bernapas dalam air. Secara teoritis risiko terjadinya aspirasi air pada water birth sekitar 95%.
Risiko masuknya air ke dalam paru-paru bayi dapat dihindari dengan mengangkat bayi yang lahir
sesegera mungkin ke permukaan air. Pemanjangan fase berendam mengakibatkan kekurangan oksigen,
emboli air, dan perdarahan. Air hangat mencegah pembekuan darah setelah persalinan, dan juga risiko
infeksi. Menurut British Medical Journal (BMJ) bulan juni 2005, bayi-bayi dengan sendirinya tidak
akan bernapas sampai terpapar udara, kecuali mengalami asfiksia yang diakibatkan penekanan tali
pusat. (Gilbert, 2002; Cook, 2006).
Berdasarkan penelitian diperkirakan sekitar 38% bayi yang lahir dengan water birth berisiko
tenggelam. Pada bulan Nopember 2005, dokter-dokter di New Zealand menemukan 4 kejadian bayi
baru lahir nyaris tenggelam. Hal ini menandakan mengapa mereka percaya bahwa fakta-fakta lebih
baik dan lebih dapat membuktikan pentingya keamanan pada persalinan ini, serta adanya risiko-risiko
lain seperti Severe Respiratory Distress dan masalah pernapasan lainnya (Johnson, 2007).
Menurut para pemerhati metode water birth, untuk meminimalisasi risiko ataupun komplikasi seperti
yang diuraikan di atas, pelaksanaan metode water birth ini dibutuhkan suatu peraturan atau syarat-
syarat yang mengaturnya, di antaranya (Garland, 2000):
1) Ibu hamil risiko rendah.
2) Ibu hamil tidak mengalami infeksi vagina, saluran kencing, dan kulit
3) Tanda vital ibu dalam batas normal, dan CTG bayi normal (baseline, variabilitas, dan ada
akselerasi)
4) Idealnya, air hangat digunakan untuk relaksasi dan penanganan nyeri setelah dilatasi serviks
mencapai 4-5 cm
5) Pasien setuju mengikuti instruksi penolong, termasuk keluar dari kolam tempat berendam jika
diperlukan
Selain itu, Oregon health and Sciences University Water Birth Guidelines tahun 2001, membuat
beberapa indikasi dan kontraindikasi pelaksanaan metode water birth ini. Beberapa indikasinya adalah
sebagai berikut :
1) Merupakan pilihan ibu
2) Kehamilan normal ≥ 37 minggu
3) Fetus tunggal presentasi kepala
4) Tidak menggunakan obat-obat penenang
5) Ketuban pecah spontan < 24 jam
6) Kriteria non klinik seperti staf atau peralatan
7) Tidak ada komplikasi kehamilan (preeklampsia, gula darah tak terkontrol, dll)
8) Tidak ada perdarahan
9) Denyut jantung normal
10) Cairan amnion jernih
11) Persalinan spontan atau setelah menggunakan misoprostol atau pitocin
Sedangkan beberapa kontraindikasinya adalah sebagai berikut:
1) Infeksi yang dapat ditularkan- melalui kulit dan darah
2) Infeksi dan demam pada ibu
3) Herpes- genitalis
4) HIV, Hepatitis
5) Denyut jantung abnormal
6) Perdarahan- pervaginam berlebihan
7) Makrosomia
8) Mekonium
9) Kondisi yang- memerlukan monitoring terus menerus.
2.2. Perkembangan Sistem Pernapasan Neonatus
2.2.1. Perkembangan Pasca Lahir
Perkembangan paru pasca lahir dapat dibagi menjadi dua fase, tergantung pada kecepatan
perkembangan relatif barbagai komponen paru. Selama fase pertama, yang meluas sampai umur 18
bulan sesudah lahir, ada kenaikan yang tidak seimbang pada permukaan dan volume ruang yang terlibat
dalam pertukaran gas. Volume kapiler meningkat lebih cepat daripada volume ruangan udara, dan ini,
selanjutnya, bertambah lebih cepat daripada volume jaringan padat. Perubahan-perubahan ini
disempurnakan terutama melalui proses penyekatan alveolus. Proses ini terutama akti selama awal
masa neonatus dan berbeda dengan sebelumnya, dapat mencapai sempurna pada umur 2 tahun pertama
bukan umur 8 tahun pertama. Konfigurasi ruangan udara secara progresif menjadi lebih kompleks,
tidak hanya karena perkembangan sekat-sekat yang baru tetapi juga karena pemanjangan dan pelipatan
struktur alveolus yang ada. Segera sesudah lahir, sistem kapiler ganda yang terdapat di dalam sekat
alveolar janin berfusi menjadi satu sistem tunggal yang lebih tebal. Pada saat yang sama, cabang-
cabang arteri dan vena baru berkembang dalam sistem sirkulasi asinus dan otot mulai muncul pada
lapisan media arteri intra-asinar.
Selama fase kedua, semua ruangan tumbuh lebih proporsional satu sama lain. Walaupun ada sedikit
pertanyaan apakah alveolus masih dapat dibentuk, sebagian besar pertumbuhan terjadi melalui
penambahan volume alveolus yang telah ada. Permukaan alveolus dan kapiler meluas sejajar dengan
pertumbuhan badan (Nelson, 2000).
2.2.2. Pernapasan Pertama
Selama persalinan melalui vagina, kompresi intermitten toraks mempermudah pengeluaran cairan dari
paru-paru. Surfaktan dalam cairan memperbesar pengisian udara (aerasi) pada paru yang bebas-gas
dengan mengurangi tegangan permukaan, sehingga dapat menurunkan tekanan yang diperlukan untuk
membuka alveolus. Meskipun demikian, tekanan yang diperlukan untuk mengembangkan paru yang
tidak mengandung udara lebih tinggi daripada tekanan yang diperlukan pada setiap masa kehidupan
yang lain; tekanan ini berkisar dari 10-50 cm H2O selama interval 0,5 sampai 1,0 detik dibanding
dengan sekitar 4 cm untuk pernapasan normal bayi cukup bulan dan orang dewasa. Kebanyakan
neonatus memerlukan kisaran tekanan pembukaan yang lebih rendah. Tekanan yang lebih tinggi
diperlukan untuk memulai pernapasan dalam mengatasi gaya perlawanan tegangan permukaan
(terutama pada jalan napas kecil) serta viskositas cairan yang tetap berada dalam jalan napas, guna
memasukkan 50 mL udara ke dalam paru, dimana 20-30 mL dari volume tersbut menetap sesudah
pernapasan pertama dan menjadi FRC. Sebagian besar cairan di dalam paru diambil oleh sirkulasi paru,
yang bertambah beberapa kali lipat pada saat lahir karena semua curah ventrikel kanan menyebar ke
bantalan vaskular paru. Sisa cairan dikeluarkan melalui saluran limfe paru, dihembuskan oleh neonatus,
ditelan, atau diaspirasi dari orofaring; pengeluaran cairan paru ini dapat terganggu pada keadaan pasca-
seksio sesaria, cedera sel endotel, atau sedasi neonatus.
Ada banyak rangsangan untuk menimbulkan pernapasan pertama, dan kepentingan relatifnya belum
pasti. Rangsangan ini meliputi penurunan PO2 dan pH, serta peningkatan PCO2 akibat adanya
gangguan pada sirkulasi plasenta, redistribusi curah jantung sesudah talipusat diklem, penurunan suhu
tubuh, dan brbagai rangsangan taktil.
2.2.3 Pola Pernapasan pada Neonatus
Selama tidur pada usia bulan pertama, normal normal cukup bulan mungkin kadang-kadang mengalami
episode, yaitu pernapasan teratur terganggu dengan jeda-jeda (perhentian-perhentian)pendek. Pola
pernapasan periodik ini, bergeser dari irama teratur ke episode apnea intermitten siklik yang singkat,
lebih lazim terjadi pada bayi prematur, yang dapat mengalami jeda selama 5-10 detik diikuti dengan
ledakan pernapasan cepat dengan frekuensi 50-60/menit selama 10-15 detik. Jarang disertai perubahan
warna atau perubahan frekuansi jantung, dan sering berakhir tanpa alasan yang jelas. Pernapasan
periodik intermitten biasanya menetap sampai bayi prematur berumur 36 minggu usia kehamilan. Jika
bayi hipoksik, penambahan kadar oksigen yang diinspirasi akan sering menambah pernapasan periodik
menjadi pernapasan teratur. Transfusi sel darah merah atau rangsangan fisik eksterna juga dapat
mengurangi jumlah episode apnea. Pernapasan periodik tidak memberikan arti prognostik, hal ini
merupakan suatu karakteristik normal pada pernapasan neonatus (Nelson, 2000).
2.2.4. Respon Neonatus terhadap Ketersediaan O2
Neonatus berespon terhadap berbagai stimulus dengan cara yang berbeda dari orang dewasa. Dalam
responnya terhadap kadar O2 yang rendah, neonatus tidak terus menerus menaikkan ventilasi, dan
seringkali ventilasi menurun sampai di bawah kadar garis dasar. Kadar CO2 tidak naik pada saat
ventilasi menurun, memberi kesan bahwa ventilasi menyesuaikan kebutuhan metabolik. Respon
neonatus terhadap O2 rendah ini dapat dianggap sebagai respon pertengahan antara respon janin
menghentikan semua upaya pernapasan dalam responnya terhadap kekosongan O2, dan orang dewasa
berhiperventilasi selama stimulus ada. Mekanisme untuk tidak adanya kenaikan yang bertahan pada
ventilasi selama hipoksia pada neonatus tidak dimengerti dengan baik. Di samping perbedaan dalam
kecepatan metabolik selama hipoksia pada neonatus dan dewasa, perubahan dalam sifat-sifat mekanik
paru dan jalan napas, maturasi kemoreseptor karotis, dan perubahan dalam sifat-sifat seluler dan
membran neuron sentral semuanya telah diusulkan sebagai kemungkinan mekanisme individu atau
kombinasi. Hal yang penting secara klinis adalah, bahwa jaringan neonatus tahan terhadap kekosongan
O2 dan tidak mudah terkena jejas seperti jaringan orang dewasa. Hal ini terutama berlaku pada jantung
dan otak serta ginjal, organ yang diketahui sensitif terhadap hipoksia dan iskemia pada binatang atau
manusia matur (Nelson, 2000).
2.4. Hipotesis
Ada pengaruh water birth terhadap perkembangan sistem pernapasan pada neonatus.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Pelaksanaan penelitian dimulai dari Januari 2009 sampai Desember 2009 di Sam Marie Hospital
Jakarta dan Rumah Sakit Ibu dan Anak Budhi Jaya Jakarta.
3.2. Jenis Penelitian yang Digunakan
Penelitian ini dilakukan secara analitik dengan suatu desain kohort prospektif, menggunakan data
primer yang diperoleh dari observasi dengan melakukan pemeriksaan dan pencatatan.
3.3. Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
3.3.1. Populasi
3.3.1.1. Populasi Target
Populasi target penelitian ini adalah neonatus yang lahir dengan metode water birth dan metode
persalinan konvensional di fasilitas kesehatan di Indonesia
3.3.1.2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau adalah neonatus yang lahir dengan metode water birth dan metode persalinan
konvensional di Sam Marie Hospital Jakarta dan Rumah Sakit Ibu dan Anak Budhi Jaya Jakarta.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah semua neonatus yang lahir di Sam Marie Hospital Jakarta dan Rumah Sakit Ibu dan
Anak Budhi Jaya Jakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Sampel dibagi menjadi 2 kelompok
1) Neonatus yang lahir dengan metode persalinan water birth
2) Neonatus yang lahir dengan metode persalinan konvensional
3.3.3. Kriteria Sampel
3.3.3.1. Kriteria Inklusi
Neonatus lahir di Sam Marie Hospital dan Rumah Sakit Ibu dan Anak Budhi Jaya, masa kehamilan
37 minggu s/d 42 minggu, berat lahir 2500 gram s/d 3000 gram, tanpa gangguan kongenital, yang
diamati sejak proses persalinan sampai pertumbuhan dan perkembangan selama satu bulan pertama.
3.3.3.2. Kriteria eksklusi
Neonatus lahir dengan masa kehamilan kurang dari atau lebih dari 37 minggu s/d 42 minggu, berat
lahir kurang dari atau lebih dari 2500 gram s/d 3000 gram, terdapat gangguan kongenital, tidak diamati
sejak proses persalinan sampai pertumbuhan dan perkembangan selama satu bulan pertama, data
pengamatan tidak lengkap, ibu menolak berpartisipasi dalam penelitian, atau ibu mengundurkan diri
selama proses penelitian sedang berlangsung.
3.3.4. Besar Sampel
Sampel untuk penelitian ini adalah seluruh neonatus yang lahir dengan metode persalinan water birth
di Sam Marie Hospital Jakarta dan Rumah Sakit Ibu dan Anak Budhi Jaya Jakarta dan jumlah
neonatus yang lahir dengan metode persalinan konvensinal disesuaikan dengan jumlah neonatus
yang lahir dengan metode persalinan water birth (teknik matching).
3.3.5. Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan total sampling untuk sampel persalinan metode water
birth karena populasinya tidak terlalu banyak dan teknik matching untuk sampel persalinan metode
konvensional karena ingin didapatkan jumlah yang sama dan identik untuk kedua kelompok sampel.
3.4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.4.1. Klasifikasi Variabel
3.4.1.1. Variabel bebas : metode persalinan (metode persalinan water birth dan metode persalinan
kovensional)
3.4.1.2. Variabel terikat : Apgar Score, Downe Score, irama napas
3.4.2. Defenisi Operasional
1) Metode Persalinan Water Birth adalah salah satu metode alternatif persalinan pervaginam,
dimana ibu hamil tanpa komplikasi bersalin dengan jalan berendam di dalam air hangat setelah
mengalami pembukaan 6 sampai proses melahirkan terjadi dengan tujuan mengurangi rasa nyeri
kontraksi dan memberi sensasi rasa nyaman (Bayuningrat, 2008).
2) Metode Persalinan Konvensional adalah metode persalinan pervaginam, dimana ibu hamil tanpa
komplikasi bersalin di atas tempat tidur, mulai dari pembukaan awal sampai proses melahirkan terjadi,
dan tanpa bantuan alat atau pertolongan khusus.
3) Apgar Score adalah metode praktis yang secara sistematis digunakan untuk menilai bayi baru
lahir segera sesudah lahir, untuk membantu mengidentifikasi bayi yang memerlukan resusitasi akibat
asidosis hipoksik (Nelson, 2000) yang merupakan penjumlahan nilai-nilai yang diperoleh dari penilaian
denyut jantung, usaha bernapas, tonus otot, iritabilitas refleks, dan warna (Dorland, 2002).
4) Downe Score adalah metode praktis yang secara sistematis digunakan untuk menilai bayi baru
lahir segera sesudah lahir, untuk membantu mengidentifikasi respiratory distress pada bayi yang
merupakan penjumlahan nilai-nilai yang diperoleh dari penilaian frekuensi napas, retraksi, sianosis,
jalan masuk udara, dan grunting.
5) Irama Napas adalah keteraturan proses ventilasi atau bernapas bayi.
3.5. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tabel Apgar Score dan Tabel Down Score.
3.6. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa alat pengukur waktu, stetoskop,
timbangan berat badan neonatus dan lembar pencatatan.
3.7. Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dilakukan dengan mtode pencatatan hasil observasi dan pemeriksaan secara
rutin dan teratur.
3.8. Cara Kerja dan Kerangka Konsep Kerja
3.8.1. Cara Kerja
1) Subyek penelitian terdiri dari neonatus yang lahir dengan metode persalinan water birth dan lahir
dengan metode persalinan konvensional
2) Dilakukan observasi dan pengamatan pada riwayat masa kehamilan ibu dari calon neonatus yang
akan dijadikan subyek penelitian, memastikan bahwa calon neonatus yang akan lahir telah memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi, tindakan ini dapat dilakukan dengan membaca riwayat masa kehamilan
ibu di rumah sakit atau wawancara dengan dokter kebidanan yang terkait.
3) Dilakukan pengamatan pada tiap-tiap proses kelahiran neonatus, mulai dari pembukaan awal
sampai proses kelahiran, tindakan ini dapat bekerja sama dengan dokter dan perawat yang membantu
persalinan.
4) Melakukan pemeriksaan berat badan neonatus dengan menggunakan timbangan berat badan
neonatus yang sudah dikalibrasikan terlebih dahulu, tahapan ini dapat bekerjasama dengan perawat
yang membantu persalinan dan merawat neonatus.
5) Melakukan observasi terhadap neonatus, apakah terdapat kelainan kongenital atau tidak.
6) Dilakukan pemeriksaan Apgar Score, Downe Score, dan irama pernapasan segera setelah
neonatus lahir (60 detik sesudah persalinan selesai tanpa memperhitungkan talipusat dan plasenta), 5
menit setelah kelahiran, 1-6 jam setelah pemeriksaan pertama, dan selanjutnya satu kali tiap 24 jam
selama satu bulan kelahiran pertama neonatus, tahapan ini dapat bekerjasama dengan perawat yang
merawat neonatus.pemeriksaan frekuensi napas dilakukan selama 1 menit penuh.
7) Dilakukan pencatatan pada setiap hasil observasi dan pemeriksaan.
3.8.2. Kerangka Konsep Kerja
3.9. Cara Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dari pemeriksaan Apgar Score, Downe Score, dan irama pernapasan diolah
secara manual karena data sedikit (<100), ditampilkan dalam bentuk tabel dan pie diagram dan
dilanjutkan dengan melakukan analisis univariat untuk mengetahui karakteristik masing-masing
variabel yang diteliti dan selanjutnya analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara kedua
variabel
DAFTAR PUSTAKA
Alfirevic, Z., et al.2006. Immersion in water during labour and birth (Royal college of obstetricians
and gynaecologists/Royal college of midwives joint statement no.1). Available at:
http://www.rcm.org.uk/info/docs/RCOG_RCM_Birth_in_Water_ Final_Copy_1.pdf.
Chapman, B. 2004. Waterbirth protocol: Five North Island hospitals in New Zealand. College of
Midwives Journal.
Cook, E. 2006. Alternative birthing methods. Available at: http://www.americanpregnancy.org.
Garland, D., Choo, YP, Coe, M. 2004. In the use of water in labour and birth-The royal college of
midwives. Available at:http://www.rcm.org.uk/info /docs/RCOG_ RCM_ Birth in water _Final_Copy.
pdf .
Geissbừhler, V., Eberhard, J. 2000. In Waterbirths: A comparative study (Abstract). Fetal Diagnostics
and therapy.
Gilbert, R. 2002. In water birth – a near drowning experience. Pediatrics
Guidelines for water birth at OHSU.2001. Oregon health and sciences university water birth
guidelines. Available at: http://www.data.memberclicks. com/site/wi /OHSU_2001-guidelines.PDF.
Harper, B. 2000. In Waterbirth Basics from Newborn Breathing to Hospital Protocols. Midwifery.
Today Magazine
Harper, B. 2000. In what prevents baby from breathing under water? In waterbirth basics from
newborn breathing to hospital protocols. available: http://www.
thiswomanswork.net/images/what_prevent_bay_from_breathing_under_water.pdf.
Harper, B. 2003.In taking the plunge: reevaluating waterbirth temperature guidelines MIDIRS.
Available at: http://data.memberclicks.com/site/wi/MidirsarticleBH.pdf.
Kassim Z, Sellars M, Greenough A.2005. In underwater birth and neonatal respiratory distress
(Departement of child health, guy’s, king’s and st thomas’ school of medical, king’s college hospital).
London SES9RS, Departement of radiology, King’s college hospital. London. Available at:
http://www.data.memberclicks.com/site/wi/BMJ-May 2005-waterbirth, pdf.
Kitzinger, S.2000. In explorating birth movement in water (The complete book of pregnancy and
childbirth). Available at: http://www.waterbirth.org.
McFarland JA.2007. In waterbirth–myths vs realities. Available at: http://www.mybirthdesign.com/.
OGCCU.2007. In water therapy – pain management in labour (Clinical guidelines-obstetrics and
midwifery guidelines). Available at: http://www.kemh. health.wa.
gov.au/development/manuals/sectionb/4/8269.pdf.
Palmer, J. In water during labour and birth. 2001 Available at: http://www.
pregnancy.com.au/water_during_labour_and_birth.htm.
Schroeter K.2004. In water births: a naked emperor (departement of pediatrics, division of perinatal-
neonatal medicine). J.Pediatrics
Singh U, Schereiner A, Macdermott R, Johnston D, Seymour J, Garland D, Davidson J.2006.
Guidelines for Water Birth within the midwifery led unit and at home (Dartford and Gravesham-NHS
Trust). Available at: http://www.darentvalley hospital. nhs.uk.
Thoni A, Murari S.2001. In birth in water. a comparative study after 555 births in water (Abstract).
Minerva Ginecol
Thoni A, Zech N, Moroder L. 2005 .In water birth and neonatal infection experience with 1575
deliveries in water (Abstract). Minerva Ginecol
Water birth – wikipedia, the free encyclopedia (wikipedia foundation, Inc.). 2007 Available at:
http://www.en.wikipedia.org/wiki/water_birth Zanetti RD, Lapaire O, Maertens A, Holzgreve W, Hosli
I. In Water birth, more than a trendy alternative: a prospective, observational study (Medline abstract).
Arch Gynecol Obstet 2006;274;6: 355-65
Wattis L.2005. In waterbirth–Myths and reality. Available at: http://www.
birthjourney.com/pdfs/waterbirth_realitiees.pdf.
Zanetti RD, Lapaire O, Maertens A, Holzgreve W, Hosli I.2006. In Water birth, more than a trendy
alternative: a prospective, observational study (Medline abstract). Arch Gynecol Obstet
LAMPIRAN
Lampiran 1
TABEL APGAR SCORE
TANDA 0 1 2
Denyut jantung Tidak ada < 100 ≥ 100
Usaha bernafas Tidak ada Lemah Menangis kuat
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas bereaksi Gerakan aktif
sedikit
Refleks Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi melawan
Warna kulit Seluruh tubuh Tubuh kemerahan Seluruh tubuh
pucat/ biru ekstremitas biru kemerahan
Keterangan Tabel
Skor 7-10 : Vigorus Baby
Skor 4-6 : Asfiksia ringan-sedang
Skor 0-3 : Asfiksia berat
Lampiran 2
DOWNE SCORE
TANDA 0 1 2
Frekuensi nafas < 60/menit 60-80/menit > 80/menit
Retraksi Tidak ada retraksi
Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang Sianosis meski
dengan O2 diberi O2
Jalan masuk udara Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
bilateral baik udara masuk masuk
Grunting Tidak ada grunting Dapat didengar oleh Dapat didengar
stetoskop tanpa alat bantu
Keterangan Tabel
Skor < 4 : Tidak ada respiratory distress
Skor 4-7 : Respiratory distress
Skor >7 : Ancaman gagal napas

Вам также может понравиться