Вы находитесь на странице: 1из 14

IMPLIKASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014

TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DALAM


PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

THE IMPLICATIONS OF THE ACT NUMBER 23 OF 2014 OF THE REPUBLIC


OF INDONESIA ON LOCAL GOVERNMENT TOWARD THE IMPLEMENTATION
OF SOCIAL WELFARE
Syauqi
Biro Perencanaan, Kementerian Sosial RI
Jl. Salemba Raya Nomor 28 Jakarta Pusat
E-mail: sokiren4@gmail.com

Habibullah
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI
Jl. Dewi Sartika Nomor 200, Cawang III Jakarta Timur
E-mail: habibullah@kemsos.go.id

Abstract
The focus of this study is the implications of the Act Number 23 of 2014 on local government for the implementation
of social welfare by using desk study. The Act has implications either for the local authorities or for the regional and
social affairs. Compulsory social affairs are a matter of basic services, and consequentially, local governments should
prioritize the implementation of social welfare in the region both institutionally and financially. Concurrent affairs
are the matters shared between the central government and local government divided into seven sub-areas. In the
sub-field-based social rehabilitation of social institutions in addition to the rehabilitation of former drug abusers and
people with HIV/AIDS implemented by the Provincial Government. Therefore, it is necessary to assign social homes of
Technical Implementation Unit of The Ministry of Social Affairs to the Provincial Government. However, the transfer
of social institutions will create constraints, namely: the beneficiaries of inter-provincial social homes and social
institutions of Technical Implementation Unit of the Ministry of Social Affairs are available not in all provinces. This
study recommends local governments to prioritize social welfare because it is an obligatory basic service and it does
not carry out the transfer of Technical Implementation Unit of the Ministry of Social Affairs to the local governments.

Keywords: the local government, social affairs, the type of social services.

Abstrak
Fokus dari kajian ini adalah implikasi Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah terhadap
penyelenggaraan kesejahteraan sosial dengan menggunakan studi dokumentasi. Undang-Undang tersebut berimplikasi
terhadap kewenangan pemerintah daerah, perangkat daerah dan urusan sosial. Urusan sosial merupakan urusan
wajib pelayanan dasar, konsekuensinya pemerintah daerah harus memprioritaskan penyelenggaraan kesejahteraan
sosial di daerah baik secara kelembagaan maupun pembiayaan. Pada urusan konkuren yaitu urusan yang dibagi
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan urusan sosial dibagi menjadi 7 sub bidang. Pada sub bidang
rehabilitasi sosial berbasis panti sosial selain rehabilitasi bekas korban penyalahgunaan NAPZA dan orang dengan
HIV/AIDS dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi. Oleh karena itu diperlukan penyiapan pengalihan panti sosial
UPT Kementerian Sosial RI ke Pemerintah Provinsi, namun pengalihan panti sosial tersebut akan mengalami kendala
yaitu penerima manfaat panti sosial lintas provinsi dan panti sosial UPT Kementerian Sosial tidak ada di semua
provinsi. Kajian ini merekomendasikan pemerintah daerah lebih memprioritaskan penyelenggaraan kesejahteraan
sosial karena merupakan urusan wajib pelayanan dasar dan tidak melaksanakan pengalihan UPT Kementerian Sosial
RI ke pemerintah daerah.
Kata kunci: pemerintah daerah, urusan sosial, tipe dinas sosial.

Implikasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan


19
Daerah dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, Syauqi dan Habibullah
PENDAHULUAN kesejahteraan sosial bersumber dari Anggaran
Otonomi daerah di Indonesia memasuki dan Pendapatan Belanja Negara (APBN)
babak baru dengan ditetapkannya Undang- dari pemerintah pusat sehingga ada beberapa
Undang Nomor 23 tahun 2014 menggantikan daerah mengembalikan Panti Sosial ke
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Kementerian Sosial ataupun menggabungkan
tentang pemerintahan daerah. Penetapan penyelenggaraan kesejahteraan sosial dengan
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 berbagai urusan lain.
tentang Pemerintahan Daerah berdampak
Penelitian yang dilaksanakan oleh
terhadap penyelenggaraan kesejahteraan
B2P3KS Yogyakarta menyimpulkan bahwa
sosial. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial
masih lemahnya wawasan aparat daerah pada
menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun
aspek visi, misi dan strategi pembangunan
2009 tentang Kesejahteraan Sosial adalah upaya
kesejahteraan sosial, rendahnya wawasan
yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang
penguasaan teknik dan metode pekerjaan sosial
dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan
maupun profesionalitas aparat sosial di daerah
masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna
dalam antisipasi permasalahan sosial di daerah
memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara,
(Cahyono, 2003). Aparat sosial di daerah relatif
yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan
sedikit jika dibandingkan jumlah Penyandang
sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan
sosial. Dengan demikian tanggung jawab
belum mampu memanfaatkan potensi dan
penyelenggaraan kesejahteraan sosial juga
sumber kesejahteraan sosial.
dilaksanakan pemerintah daerah dan tidak hanya
menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Adanya pembatasan jumlah dinas,
berimplikasi terhadap penggabungan berbagai
Berbagai ketentuan dalam Undang-Undang
instansi di tingkat kabupaten/kota, misalnya
Nomor 23 tahun 2014 tersebut merubah
terdapat beberapa dainstansi sosial daerah
berbagai kebijakan mengenai penyelenggaraan
digabung dengan instansi lain menjadi
kesejahteraan sosial khususnya yang
Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan
dilaksanakan di pemerintah daerah. Pada
Sosial (Disnakertransos). Kondisi tersebut
pasal 12 ayat (1) dinyatakan bahwa Urusan
mempengaruhi skala prioritas pembangunan
Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan
bidang kesejahteraan sosial, karena masing-
Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud
masing instansi yang telah digabung tersebut
dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi: pendidikan;
memiliki tugas pokok dan fungsi yang berbeda
kesehatan; pekerjaan umum dan penataan
sehingga pemahaman aparat daerah akan misi
ruang; perumahan rakyat dan kawasan
dan visi pembangunan kesejahteraan sosial pun
permukiman; ketenteraman, ketertiban umum,
berbeda pula (Situmorang, 2012).
dan pelindungan masyarakat; dan sosial. Salah
satu hal yang menarik adalah urusan sosial Oleh karena itu sangat menarik untuk
merupakan salah satu urusan wajib yang mengkaji implikasi Undang-Undang Nomor
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
merupakan pelayanan dasar. Selama ini terkesan terhadap penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
bahwa urusan sosial merupakan beban bagi Dengan adanya analisa ini diharapkan dapat
pemerintah daerah dan pemerintah daerah hanya memberikan referensi tentang peluang dan
mengutamakan pembiayaan penyelenggaraan tantangan penyelenggaraan kesejahteraan sosial

20 Sosio Informa Vol. 2, No. 01, Januari - April, Tahun 2016. Kesejahteraan Sosial
khususnya bagi Kementerian Sosial maupun yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada
Pemerintah Daerah sehingga efektivitas daerah dan dalam pelaksanaannya dilakukan
penyelenggaraan kesejahteraan sosial. oleh kepala daerah dan DPRD dengan dibantu
Penelitian ini menggunakan teknik analisis oleh perangkat daerah. Urusan Pemerintahan
deskriptif kualitatif Data yang diperoleh untuk yang diserahkan ke daerah berasal dari
penelitian ini berupa data sekunder diperoleh kekuasaan pemerintahan yang ada ditangan
dari hasil studi pustaka. Presiden. Konsekuensi dari negara kesatuan
adalah tanggung jawab akhir pemerintahan ada
PEMBAHASAN ditangan Presiden. Agar pelaksanaan urusan
Implikasi Terhadap Kewenangan pemerintahan yang diserahkan ke daerah
Pemerintah Daerah berjalan sesuai dengan kebijakan nasional
maka presiden berkewajiban untuk melakukan
Pada penjelasan umum Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan pembinaan dan pengawasan terhadap
daerah, penyelenggaraan pemerintahan daerah penyelenggaraan pemerintahan daerah.
diarahkan untuk mempercepat terwujudnya Ada perbedaan pembagian kewenangan antara
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pusat dan daerah pada Undang-Undang Nomor
pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta
32 tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 23
masyarakat, serta peningkatan daya saing
tahun 2014 yaitu pada Undang-Undang Nomor 32
daerah dengan memperhatikan prinsip
tahun 2004, urusan pemerintahan hanya terbagi
demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan
dua yaitu urusan absolut dan urusan konkuren,
suatu daerah dalam sistem negara kesatuan
sedangkan pada Undang-Undang Nomor 23
republik indonesia. Efisiensi dan efektivitas
tahun 2014 urusan pemerintahan terbagi menjadi
penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu
urusan absolut, urusan pemerintahan umum dan
ditingkatkan dengan lebih memperhatikan
aspek-aspek hubungan antara pemerintah pusat urusan konkuren.
dengan daerah dan antar daerah, potensi dan Pada urusan pemerintahan konkuren
keanekaragaman daerah, serta peluang dan yaitu urusan pemerintahan yang dibagi antara
tantangan persaingan global dalam kesatuan pemerintah pusat dan daerah provinsi dan
sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan
Secara teoritis, desentralisasi mendekatkan konkuren yang diserahkan ke daerah menjadi
jarak sosial antara pengambil kebijakan dan dasar pelaksanaan otonomi daerah. Urusan
publik yang merasakan dampak kebijakan pemerintahan konkuren terdiri atas urusan
itu. Pengambil kebijakan itu akan merasakan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan
dampak langsung kebijakan yang diambilnya. pilihan yang dibagi antara pemerintah pusat,
Karena itu, diharapkan kebijakan yang diambil daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota.
lebih sesuai dengan realitas yang sebenarnya dan Urusan pemerintahan wajib dibagi dalam urusan
ruang lebih besar untuk partisipasi masyarakat pemerintahan wajib yang terkait pelayanan
(Satria, 2016). dasar dan urusan pemerintahan wajib yang
tidak terkait pelayanan dasar. Untuk urusan
Pada hakikatnya otonomi daerah diberikan
pemerintahan wajib yang terkait pelayanan
kepada rakyat sebagai satu kesatuan masyarakat
dasar ditentukan Standar Pelayanan Minimal
hukum yang diberi kewenangan untuk mengatur
(SPM) untuk menjamin hak-hak konstitusional
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
masyarakat.

Implikasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan


21
Daerah dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, Syauqi dan Habibullah
Gambar 1. Pembagian Urusan Pemerintahan
Sumber: (Paudah, 2015)

Gambar 2 Urusan Pemerintahan Konkuren Kewenangan Daerah


Sumber: (Royadi, 2015)

22 Sosio Informa Vol. 2, No. 01, Januari - April, Tahun 2016. Kesejahteraan Sosial
Urusan pemerintahan wajib yang berkaitan sendiri yaitu anggaran program pada APBD
dengan pelayanan dasar, ada 6 urusan wajib akan relatif lebih besar jika dibanding dengan
pelayanan dasar yaitu: 1) Pendidikan, 2) perangkat daerah digabung dengan urusan lain.
Kesehatan, 3) Pekerjaan umum dan penataan
ruang, 4) Perumahan rakyat dan kawasan Implikasi Terhadap Perangkat Daerah
permukiman, 5) Ketenteraman, ketertiban Berdasarkan Undang-Undang Nomor
umum dan perlindungan masyarakat dan 6) 32 tahun 2004 perangkat daerah provinsi
Sosial. Ada 18 urusan pemerintahan wajib adalah unsur pembantu kepala daerah dalam
yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
meliputi: 1) Tenaga kerja, 2) Pemberdayaan terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat
perempuan dan pelindungan anak, 3) Pangan, DPRD, dinas daerah dan lembaga teknis
4) Pertanahan 5) Lingkungan hidup 6) daerah. Perangkat daerah kabupaten/kota
Administrasi kependudukan dan pencatatan adalah unsur pembantu kepala daerah dalam
sipil, 7) Pemberdayaan masyarakat dan desa, penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
8) Pengendalian penduduk dan keluarga terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat
berencana, 9) Perhubungan, 10) Komunikasi DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah,
dan informatika, 11) Koperasi, usaha kecil, kecamatan, dan kelurahan. Sedangkan
dan menengah, 12) Penanaman modal, 13) berdasarkan Undang-Undang Nomor 23
Kepemudaan dan olah raga, 14) statistik, 15) tahun 2014, perangkat daerah provinsi terdiri
Persandian, 16) Kebudayaan, 17) Perpustakaan, atas: Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD,
dan 18) Kearsipan. Urusan pemerintahan Inspektorat, Dinas, dan Badan sedangkan
pilihan meliputi: 1) Kelautan dan perikanan 2) perangkat daerah Kabupaten/Kota, terdiri
Pariwisata, 3) Pertanian, 4) Kehutanan, 5) Energi atas: Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD,
dan sumber daya mineral 6) Perdagangan, 7) Inspektorat, Dinas, Badan, dan Kecamatan.
Perindustrian dan 8) Transmigrasi. Selain perangkat daerah pada daerah provinsi
dan kabupaten/kota terdapat Satuan Polisi
Dengan demikian ada pembedaan
Pamong Praja (Satpol PP).
kewenangan antara antara urusan wajib dan
urusan pilihan yang diselenggarakan oleh Dengan demikian ada perbedaan perangkat
pemerintah daerah. Pembedaan antara urusan daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23
wajib dan urusan pilihan tersebut berimplikasi tahun 2014 dengan Undang-Undang Nomor 32
terhadap kelembagaan/perangkat daerah dan tahun 2004 yaitu munculnya inspektorat dan
anggaran program yang dibiayai melalui badan sebagai kelompok tersendiri yang masuk
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kelompok lembaga teknis daerah.
(APBD). Pada urusan kelembagaan/perangkat
Pada Undang-Undang Nomor 32 tahun
daerah, pemerintah daerah dalam menyusun
2004, besaran organisasi perangkat daerah
Struktur Organisasi dan Tata Laksana (SOTK)
ditetapkan berdasarkan variabel: jumlah
perangkat daerah mengutamakan pembentukan
penduduk; luas wilayah; dan jumlah Anggaran
perangkat daerah yang merupakan urusan
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
wajib dan tidak menggabungkan perangkat
Jumlah perangkat daerah menggunakan besaran
daerah/dinas atau perangkat daerah/dinas
nilai yang didapat daerah tersebut, dengan
yang menangani urusan wajib berdiri sendiri.
pembagian besar sebagai berikut:
Implikasi dari perangkat daerah/dinas berdiri

Implikasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan


23
Daerah dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, Syauqi dan Habibullah
Gambar 3. Perangkat Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014
Sumber: (Royadi, 2015)

1. Besaran organisasi perangkat daerah dengan jumlah perangkat daerah tersebut menyebabkan
nilai kurang dari 40 terdiri dari: sekretariat juga pemerintah daerah cenderung membatasi
daerah, terdiri dari paling banyak 3 asisten; dinas yang hanya cenderung menghabiskan
sekretariat DPRD; dinas paling banyak 12; anggaran APBD dan pemerintah daerah
dan lembaga teknis daerah paling banyak 8. cenderung tergantung dengan anggaran APBN
2. Besaran organisasi perangkat daerah pemerintah pusat untuk urusan pelayanan dasar.
dengan nilai antara 40 sampai dengan 70
Hal tersebut berbeda dengan Undang-
terdiri dari: sekretariat daerah, terdiri dari
Undang Nomor 23 tahun 2014 karena jumlah
paling banyak 3 asisten; sekretariat DPRD;
dinas paling banyak 15; dan lembaga teknis penduduk, luas wilayah dan jumlah Anggaran
daerah paling banyak 10. Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disebut
faktor umum dan hanya mempunyai bobot 20
3. Besaran organisasi perangkat daerah dengan
persen. Sedangkan 80 persen merupakan faktor
nilai lebih dari 70 terdiri dari: sekretariat
daerah, terdiri dari paling banyak 4 asisten; teknis meliputi beban tugas utama pada masing-
sekretariat DPRD; dinas paling banyak 18; masing urusan pemerintahan yang menjadi
dan lembaga teknis daerah paling banyak 12. kewenangan pada setiap susunan pemerintahan
dan unsur penunjang urusan pemerintahan.
Dengan adanya pembatasan jumlah
perangkat daerah khususnya jumlah dinas Dengan demikian tipologi dinas lebih
dan lembaga teknis daerah menyebabkan ditentukan oleh faktor teknis yaitu 80 persen,
pemerintah daerah menggabungkan beberapa khususnya beban kerja urusan pemerintahan.
dinas tanpa memandang bahwa penggabungan Berdasarkan beban kerja, Dinas dapat
dinas tersebut menyebabkan kurang efektifnya diklasifikasikan dalam 3 Tipe. Tipe ditetapkan
pelayanan dasar bagi warganya. Pembatasan dengan klasifikasi yaitu:

24 Sosio Informa Vol. 2, No. 01, Januari - April, Tahun 2016. Kesejahteraan Sosial
a. Dinas Tipe A dibentuk untuk mewadahi berdasarkan pertimbangan adanya urusan
urusan pemerintahan yang menjadi pemerintahan yang perlu ditangani. Penanganan
kewenangan daerah dengan beban kerja urusan tidak harus dibentuk ke dalam organisasi
yang besar tersendiri. Dalam hal beberapa urusan yang
b. Dinas Tipe B dibentuk untuk mewadahi ditangani oleh satu perangkat daerah, maka
urusan pemerintahan yang menjadi penggabungannya sesuai dengan perumpunan
kewenangan daerah dengan beban kerja urusan pemerintahan yang dikelompokkan
yang sedang. dalam bentuk dinas dan lembaga teknis daerah.
c. Dinas Tipe C dibentuk untuk mewadahi Pelaksanaan tugas dan fungsi staf, pelayanan
urusan pemerintahan yang menjadi administratif serta urusan pemerintahan umum
kewenangan daerah dengan beban kerja lainnya yang tidak termasuk dalam tugas dan
yang kecil. fungsi dinas maupun lembaga teknis daerah
Penyusunan organisasi perangkat daerah dilaksanakan oleh sekretariat daerah.

Tabel 1 Perbandingan Perangkat Daerah dan Perumpunan Urusan yang Diwadahi Dalam Bentuk Dinas
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014
Undang-Undang Nomor 32 Undang-Undang Nomor 23
tahun 2004 tahun 2014
Perangkat Daerah Sekretariat daerah, sekretariat DPRD, Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD,
dinas daerah dan lembaga teknis daerah Inspektorat, Dinas, dan Badan
Perumpunan urusan yang 1. bidang pendidikan, pemuda dan 1. pendidikan, kebudayaan, kepemudaan
diwadahi dalam bentuk olahraga; dan olahraga;
dinas 2. bidang kesehatan; 2. kesehatan, sosial, pemberdayaan
3. bidang sosial, tenaga kerja dan perempuan dan perlindungan
transmigrasi; anak, pengendalian penduduk dan
4. bidang perhubungan, komunikasi keluarga berencana, administrasi
dan informatika; kependudukan dan pencatatan sipil
5. bidang kependudukan dan catatan serta pemberdayaan masyarakat dan
sipil; desa;
6. bidang kebudayaan dan pariwisata; 3. ketentraman, ketertiban umum dan
7. bidang pekerjaan umum yang perlindungan masyarakat sub urusan
meliputi bina marga, pengairan, bencana dan kebakaran serta sub
cipta karya dan tata ruang; urusan ketentraman dan ketertiban
8. bidang perekonomian yang umum.
meliputi koperasi dan usaha mikro, 4. penanaman modal, koperasi, usaha
kecil dan menengah, industri dan kecil dan menengah, perindustrian,
perdagangan; perdagangan, energi dan sumber daya
9. bidang pelayanan pertanahan; mineral, transmigrasi, tenaga kerja dan
10. bidang pertanian yang meliputi pariwisata.
tanaman pangan, peternakan, 5. komunikasi dan informatika, statistik,
perikanan darat, kelautan dan dan persandian;
perikanan, perkebunan dan 6. perumahan dan kawasan permukiman,
kehutanan; pekerjaan umum dan penataan ruang,
11. bidang pertambangan dan energi; pertanahan, dan perhubungan;
dan 7. pangan, pertanian, serta kelautan dan
12. bidang pendapatan, pengelolaan perikanan,
keuangan dan aset. 8. lingkungan hidup dan kehutanan;
9. perpustakaan dan kearsipan
Sumber: hasil kajian, 2016

Implikasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan


25
Daerah dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, Syauqi dan Habibullah
Jika berdasarkan perhitungan nilai variabel, pemerintah provinsi lebih banyak masuk tipe
suatu urusan pemerintahan tidak memenuhi A jika dibandingkan dengan Dinas urusan
syarat untuk dibentuk dinas sendiri, urusan sosial kabupaten/kota. Hal tersebut disebabkan
pemerintahan tersebut digabung dengan dinas pada saat ini kebanyakan Dinas sosial provinsi
lain. Penggabungan dilakukan dengan dinas berdiri sendiri tidak digabung dengan urusan
yang memiliki kedekatan karakteristik urusan lain. Sedangkan dinas urusan sosial kabupaten/
pemerintahan atau memiliki keterkaitan kota kebanyakan digabung dengan urusan
dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan lain seperti transmigrasi, tenaga kerja atau
tersebut. Kedekatan karakteristik urusan kependudukan.
pemerintahan atau memiliki keterkaitan dengan
Tabel 2. Tipologi Dinas Urusan Sosial Berdasarkan
penyelenggaraan urusan pemerintahan terdiri dari
Pemetaan Kemendagri
Penggabungan urusan pemerintahan dilakukan
Dinas Kabupaten/
paling banyak 3 urusan pemerintahan. Tipelogi Tipe Dinas Provinsi
Kota
dinas hasil penggabungan urusan pemerintahan Tipe A 69,23 42,08
sesuai dengan tipe dinas sebelum penggabungan Tipe B 11,54 34,43
dengan tambahan bidang atau sub bidang Tipe C 19,23 23,5
dari urusan pemerintahan yang digabungkan.
Dalam hal dinas tipe C mendapatkan tambahan Hasil pemetaan ini mencerminkan kondisi
bidang urusan pemerintahan maka dinas hasil dinas sosial saat ini, ketika masih banyak
penggabungan tersebut dapat ditingkatkan pemerintah daerah menganggap bahwa urusan
menjadi tipe B. Nomenklatur dinas yang sosial merupakan beban dari APBD mereka
mendapatkan tambahan bidang urusan dan bukan merupakan urusan wajib pelayanan
pemerintahan merupakan nomenklatur dinas dasar sehingga masih banyak dinas sosial
utama, ditambah dengan urusan pemerintahan digabung dengan dinas lain. Adanya Undang-
yang digabungkan. Undang Nomor 23 tahun 2014 ini diharapkan
pemerintah daerah lebih berperan pada urusan
Berdasarkan pemetaan urusan sosial yang sosial.
dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri
per tanggal 22 Februari 2016 dari 34 Provinsi Implikasi Terhadap Urusan Sosial
sebanyak 26 Provinsi (76,47 persen) sudah Implikasi utama dari Undang-Undang
dilakukan pemetaan urusan sosial. Hasilnya Nomor 23 tahun 2014 pada penyelenggaraan
sebanyak 69,23 persen termasuk Tipe dinas kesejahteraan sosial adalah urusan sosial
A, 11,54 persen masuk tipe Dinas B dan 19,23 merupakan urusan wajib dan merupakan
persen termasuk tipe dinas C. Sedangkan pelayanan dasar bagi pemerintah daerah.
untuk kabupaten/kota dari 511 kabupaten/ Urusan sosial sebagai urusan wajib dan
kota, sebanyak 366 (71,62 persen) sudah pelayanan dasar memberi konsekuensi
dilakukan pemetaan urusan sosial dengan hasil tanggung jawab penyelenggaraan kesejahteraan
sebanyak 42,08 persen termasuk dinas tipe A, sosial lebih bertumpu pada pemerintah
sedangkan 34,43 persen termasuk dinas tipe B daerah. Penyelenggaraan kesejahteraan
dan sebanyak 23,5 persen termasuk dinas tipe C sosial harus menjadi salah satu prioritas
(Kemendagri, 2016) pembangunan yang diselenggarakan
pemerintah daerah sebagai upaya mendekatkan
Jika merujuk data hasil pemetaan urusan
pelayanan terhadap masyarakat. Hal ini
sosial tersebut, Dinas urusan Sosial pada

26 Sosio Informa Vol. 2, No. 01, Januari - April, Tahun 2016. Kesejahteraan Sosial
juga menyebabkan pemerintah daerah pembangunan dan kemampuan pemerintah
dalam pengalokasian anggaran pada APBD- daerah dalam pembiayaan program-program
nya harus memprioritaskan pembiayaaan pembangunan tersebut. Oleh karena itu
penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Selama meskipun tidak bersifat hirarkis masih sangat
ini pembiayaan penyelenggaraan kesejahteraan diperlukan peranan pemerintah pusat dalam
sosial belum menjadi prioritas dan lebih penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
bertumpu pada pemerintah pusat melalui
Pada urusan pemerintahan konkuren
APBN.
bersifat wajib pelayanan dasar, Pelaksanaan
Akibat bertumpu pada pembiayaan pelayanan dasar urusan sosial berpedoman
pemerintah pusat dan tidak menjadi prioritas pada Standar Pelayanan Minimal (SPM)
pemerintah daerah, penyelenggaraan pelayanan dan Norma, Standar, Prosedur dan Kreteria
sosial berbasis panti sosial yang diselenggarakan (NSPK). Pemerintah pusat dalam hal urusan
oleh pemerintah daerah dirasakan menjadi sosial, Kementerian Sosial RI menetapkan
beban APBD sehingga beberapa panti sosial SPM dan NSPK bidang sosial dan Pemerintah
ditutup, beralih fungsi maupun digabungkan daerah melaksanakan SPM dan NSPK urusan
pelayanan rehabilitasi sosialnya. Misalnya panti sosial. Dalam menetapkan NSPK urusan sosial
sosial yang menangani tuna netra digabung memperhatikan urusan kewenangan masing-
dengan panti sosial yang menangani tuna rungu masing pemerintahan berdasarkan lampiran
wicara. Selain itu ditemukan juga panti sosial Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014. Dalam
yang sudah diserahkan dari pemerintah pusat ke menetapkan SPM bidang sosial memperhatikan
pemerintah daerah dikembalikan ke pemerintah kewenangan pemerintah daerah dikarenakan
pusat (Sutaat, 2012). kewenangan itu akan terkait dengan pendanaan,
personil dan kelembagaan di daerah.
Oleh karena itu dengan adanya Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2014 ini memberikan Berdasarkan lampiran Undang-Undang
peluang penyelenggaraan kesejahteraan Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan
sosial menjadi lebih efektif dan efisien karena daerah, pembagian urusan pemerintahan
pelayanan dasar tersebut dapat diselenggarakan konkuren antara pemerintah pusat, provinsi
secara cepat dan tepat karena pemerintah dan kabupaten/kota untuk urusan pemerintahan
daerah jauh lebih memahami kondisi daerahnya bidang sosial 7 sub bidang menjadi urusan
jika dibandingkan dengan pemerintah pusat. konkuren yaitu: pemberdayaan sosial,
Namun yang menjadikan tantangannya ketika penanganan warga negara migran korban tindak
urusan sosial bertumpu pada pemerintah kekerasan, rehabilitasi sosial, perlindungan dan
daerah adalah kesiapan pemerintah daerah itu jaminan sosial, penanganan bencana, taman
sendiri dalam menjalankan program-program makam pahlawan, sertifikasi dan akreditasi.
Tabel 3. Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren Antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/
Kota Pada Bidang Sosial
No Sub Bidang Pemerintah Pusat Daerah Provinsi Daerah Kabupaten/Kota
1 Pemberdayaan a. Penetapan lokasi a. Penerbitan izin a. Pemberdayaan sosial KAT
Sosial dan pemberdayaan pengumpulan b. Penerbitan izin pengumpulan
sosial Komunitas sumbangan lintas sumbangan dalam daerah
Adat Terpencil daerah kabupaten/kota kabupaten/kota
dalam 1 (satu) daerah
provinsi

Implikasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan


27
Daerah dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, Syauqi dan Habibullah
b. Penerbitan izin b. Pemberdayan potensi c. Pengembangan potensi sumber
pengumpulan sumber kesejahteraan kesejahteraan sosial daerah
sumbangan lintas sosial provinsi kabupaten/kota
daerah provinsi. d. Pembinaan lembaga konsultasi
c. Pembinaan kesejahteraan keluarga (LK3)
potensi sumber yang wilayah kegiatannya di
kesejahteraan daerah kabupaten/kota
sosial.
2 Penanganan a. Penanganan warga Pemulangan warga Pemulangan warga negara
warga negara negara migran negara migran korban migran korban tindak
migran korban korban tindak tindak kekerasaan kekerasaan dari titik debarkasi
tindak kekerasan kekerasan dari titik dari titik debarkasi di di daerah kabupaten/kota untuk
debarkasi sampai ke daerah provinsi untuk dipulangkan ke daerah provnsi
daerah provinsi asal dipulangkan ke daerah untuk dipulangkan ke desa/
b. Pemulihan trauma provnsi untuk dipulangkan kelurahan asal
korban tindak ke daerah kabupaten/kota
kekerasaan dalam asal
dan luar negeri
3 Rehabilitasi Rehabilitasi Rehabilitasi sosial bukan/
Rehabilitasi sosial bukan/
sosial bekas korban tidak termasuk bekastidak termasuk bekas korban
penyalahgunaan korban penyalahgunaan
penyalahgunaan Napza, orang
NApZA, orang dengan Napza, orang dengan HIV/
dengan HIV/AIDS yang tidak
HIV/AIDS AIDS yang memerlukanmemerlukan rehabilitasi pada
rehabilitasi pada panti
panti dan rehabilitasi anak yang
berhadapan dengan hukum.
4 Perlindungan dan a. Penerbitan izin a. Penerbitan izin a. Pemeliharaan anak-anak
jaminan sosial orang tua angkat orang tua angkat terlantar
untuk pengangkatan untuk pengangkatan b. Pendataan dan pengelolaan
anak antara WNI anak antar WNI dan data fakir miskin cakupan
dengan WNA pengangkatan anak oleh daerah kabupaten/kota
b. Penghargaan dan orang tua tunggal
kesejahteraan b. Pengelolaan data fakir
keluarga pahlawan miskin cakupan daerah
dan perintis provinsi
kemerdekaan
c. Pengelolaan
data fakir miskin
nasional
5 Penanganan a. Penyediaan Penyediaan kebutuhan a. Penyediaan kebutuhan dasar
bencana kebutuhan dan dasar dan pemulihan dan pemulihan trauma bagi
pemulihan trauma trauma bagi korban korban bencana kabupaten/
bagi korban bencana provinsi kota
bencana nasional b. Penyelenggaraan
b. Pembuatan model pemberdayaan masyarakat
pemberdayaan terhadap kesiapsiagaan
masyarakat bencana kabupaten/kota
terhadap
kesiapsiagaan
bencana
6 Taman makam Pemeliharaan taman Pemeliharaan taman Pemeliharaan taman makam
pahlawan makam pahlawan makam pahlawan nasional pahlawan nasional kabupaten/
nasional utama dan provinsi kota
makam pahlawan
nasional di dalam dan
luar negeri

28 Sosio Informa Vol. 2, No. 01, Januari - April, Tahun 2016. Kesejahteraan Sosial
7 Sertifikasi dan a. Pemberian
akreditasi sertifikasi kepada
pekerja sosial
profesional
dan tenaga
kesejahteraan sosial
b. Pemberian
akreditasi
kepada lembaga
kesejahteraan sosial

1. Pemberdayaan Sosial pekerja migran bermasalah akan tetapi meskipun


Jika dilihat urusan sosial sub bidang diperluas namun lebih terfokus pada warga
pemberdayaan sosial ada 4 urusan yang negara migran korban tindak kekerasaan yang
merupakan urusan konkuren antara pemerintah menjadi sasaran program. Berbeda dengan
pusat, provinsi dan kabupaten/kota yaitu: pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang
pemberdayaan sosial Komunitas Adat hanya bertanggung jawab terhadap pemulangan
Terpencil (KAT), penerbitan izin pengumpulan warga negara migran korban tindak kekerasaan
sumbangan, potensi sumber kesejahteraan dari titik debarkasi kedaerah asal. Pemerintah
sosial dan Lembaga Konsultasi Kesejahteraan pusat bertanggung jawab dalam penanganan
Keluarga (LK3). Pada pemberdayaan sosial titik debarkasi ke daerah provinsi asal sekaligus
KAT, pemerintah pusat bertanggung jawab bertanggung jawab terhadap pemulihan trauma
terhadap penetapan lokasi dan pemberdayaan korban tindak kekerasaan (traficking) dalam dan
sosial KAT, Provinsi tidak ada tanggung jawab luar negeri.
terhadap KAT dan Kabupaten melaksanakan
pemberdayaan sosial KAT. Pada penerbitan izin 3. Rehabilitasi Sosial
pengumpulan sumbangan dibagi berjenjang Ada perubahan yang cukup mencolok
antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/ pada urusan sosial sub bidang rehabilitasi
kota. Pada potensi sumber kesejahteraan sosial yaitu perubahan tanggung jawab dalam
sosial, pemerintah pusat bertugas melakukan melaksanakan rehabilitasi sosial. Selama ini
pembinaan, provinsi bertugas melakukan pemerintah pusat melalui panti sosial yang
pemberdayaan sedangkan kabupaten/kota dimiliki dapat melakukan secara langsung
pengembangan potensi sumber kesejahteraan proses rehabilitasi sosial dengan sistem panti,
sosial. Sedangkan untuk LK3 hanya kabupaten/ namun berdasarkan pembagian urusan konkuren
kota melakukan pembinaan LK3. ini yang melaksanakan rehabilitasi sosial
adalah pemerintah provinsi. Pemerintah pusat
2. Penanganan Warga Negara Migran hanya mempunyai kewenangan rehabilitasi
Korban Tindak Kekerasan bekas korban Nafza dan orang dengan HIV/
Terjadi perubahan nomenklatur untuk AIDS dengan sistem panti maupun non panti.
(korban tindak kekerasaan dan pekerja migran Pelayanan rehabilitasi sosial sistem panti
bermasalah KTK-PM) berubah menjadi warga menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi dan
negara migran korban tindak kekerasaan. pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab
Perubahan nomenklatur tersebut mengisyaratkan terhadap rehabiltasi sosial berbasis masyarakat
bahwa terjadi perluasaan sasaran yaitu semua dan rehabilitasi anak berhadapan dengan hukum.
warga negara migran tidak hanya yang berstatus Pada saat ini Kementerian Sosial RI masih

Implikasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan


29
Daerah dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, Syauqi dan Habibullah
melaksanakan rehabilitasi sosial berbasis panti pembiayaan serta dokumen (P3D). Penyerahan
sosial melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) P3D dilaksanakan paling lambat 2 tahun sejak
Kementerian Sosial baik melalui Panti Sosial Undang-Undang 23/2014 atau Oktober 2016.
(Eselon 3) dan Balai Besar (Eselon 2). Ada
Penyerahan UPT Rehsos Kemensos ke
sebanyak 34 UPT Panti Sosial/Balai Besar yang
pemerintah daerah juga mengandung dilematis
menjadi tanggung jawab Kementerian Sosial.
karena UPT Rehsos Kemensos karena penerima
Panti Sosial Kementerian Sosial RI tersebar dari
manfaat UPT Rehsos tersebut lintas provinsi
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sampai
dan jika diserahkan ke pemerintah provinsi
Provinsi Maluku Utara.
tidak semua provinsi akan mendapatkan layanan
Tabel 4. Jumlah UPT Panti Sosial Kementerian rehsos berbasis panti sosial karena panti sosial
Sosial RI yang merupakan UPT Rehsos Kemensos tidak
No. Nama Panti Sosial/Balai Besar Jumlah ada di semua provinsi di Indonesia sehingga
1 Panti Sosial Asuhan Anak 2 akan menyulitkan PMKS untuk mendapatkan
2 Panti Sosial Pamardi Putra 2 layanan rehabilitasi sosial berbasis panti sosial.
3 Panti Sosial Marsudi Putra 4
4 Panti Sosial Petirahan Anak 1 4. Perlindungan dan Jaminan Sosial
5 Panti Sosial Bina Remaja 3
Pada sub bidang perlindungan dan jaminan
6 Panti Sosial Bina Daksa 5
sosial, pengelolaan data fakir miskin dilakukan
7 Panti Sosial Bina Laras 3
8 Panti Sosial Bina Rungu Wicara 2
secara berjenjang baik nasional, provinsi
9 Panti Sosial Bina Grahita 3 maupun kabupaten/kota. Sedangkan untuk
10 Panti Sosial Bina Netra 4 penerbitan izin orang tua angkat, pemerintah
11 Panti Sosial Lara Kronis 1 pusat mempunyai wewenang untuk pemberian
12 Panti Sosial Karya Wanita 1 izin pengangkatan anak antara Warga Negara
13 Panti Sosial Bina Karya 1 Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing
14 Panti Sosial Tresna Werdha 2 (WNA), sedangkan izin orang tua angkat untuk
Total 34 pengangkatan anak antar WNI dan pengangkatan
Pelayanan rehabilitasi sosial ditujukan anak oleh orang tua tunggal. Sedangkan untuk
kepada anak, korban Nafza, penyandang penghargaan dan kesejahteraan keluarga
disabilitas, tuna sosial dan lanjut usia terlantar. pahlawan dan perintis kemerdekaan menjadi
Dengan demikian jika berdasarkan Undang- wewenang pemerintah pusat.
Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah maka hanya Panti Sosial 5. Penanganan Bencana
Pamardi Putra yang berjumlah 2 panti sosial saja Pada sub bidang penanganan bencana untuk
masih menjadi tanggung jawab Kementerian penyediaan kebutuhan dan pemulihan trauma
Sosial RI sedangkan 32 Panti Sosial/ Balai bagi korban bencana dilakukan berjenjang
Besar harus diserahkan ke Pemerintah Daerah. sesuai dengan skala bencana. Pada bencana
Sedangkan jika merujuk pada data pegawai skala nasional maka yang bertanggung jawab
UPT Rehsos Kemensos terdapat 1982 pegawai, pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial,
dengan rincian sebanyak 191 pegawai struktural, bencana skala provinsi menjadi tanggung
737 fungsional tertentu dan 984 fungsional jawab dinas sosial provinsi dan bencana skala
umum. Terhadap peralihan kewenangan diikuti kabupaten/kota menjadi tanggung jawab dinas
dengan peralihan personil, prasarana dan kabupaten/kota.

30 Sosio Informa Vol. 2, No. 01, Januari - April, Tahun 2016. Kesejahteraan Sosial
Pada pemberdayaan masyarakat terhadap PENUTUP
kesiapsiagaan bencana pemerintah pusat, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014
pemerintah pusat berwewenang untuk tentang pemerintahan daerah berimplikasi
pembuatan model pemberdayaan masyarakat terhadap kewenangan pemerintah daerah,
terhadap kesiapsiagaan bencana sedangkan perangkat daerah dan urusan sosial. Pada
pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan kewenangan pemerintah daerah dibagi menjadi
pemberdayaaan masyarakat terhadap urusan wajib pelayanan dasar, urusan wajib
kesiapsiagaan bencana kabupaten/kota non pelayanan dasar dan urusan pilihan. Pada
sedangkan pemerintah pusat melaksanakan perangkat daerah, penentuan jumlah perangkat
pembuatan model pemberdayaan masyarakat daerah ditentukan oleh faktor teknis berupa
terhadap kesiapsiagaan bencana. beban kerja. Urusan sosial merupakan urusan
wajib pelayanan dasar, konsekuensinya
Pada saat ini Kementerian Sosial hanya baru
pemerintah daerah harus memprioritaskan
memiliki 1 model pemberdayaan masyarakat
penyelenggaraan kesejahteraan sosial di daerah
terhadap kesiapsiagaan bencana melalui
baik secara kelembagaan maupun pembiayaan.
kampung siaga bencana yang diatur melalui
Pada urusan konkuren yaitu yang dibagi antara
Peraturan Menteri Sosial Nomor 128 tahun
pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk
2011.
urusan sosial dibagi menjadi 7 sub bidang
6. Taman Makam Pahlawan yaitu: pemberdayaan sosial, penanganan
warga negara migran korban tindak kekerasan,
Pada sub bidang taman makam pahlawan
rehabilitasi sosial, perlindungan dan jaminan
pembagian kewenagan dilakukan secara
sosial, penanganan bencana, taman makam
berjenjang yaitu taman makam pahlawan
pahlawan, sertifikasi dan akreditasi. Pada sub
nasional utama didalam maupun luar negeri
bidang rehabilitasi sosial penyelenggaraan
menjadi tanggung jawab pemerintah pusat,
berbasis panti selain Rehabilitasi bekas korban
taman makam pahlawan nasional provinsi
penyalahgunaan NAPZA dan orang dengan
menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi
HIV/AIDS dilaksanakan oleh Pemerintah
sedangkan taman makan pahlawan nasional
Provinsi. Oleh karena itu diperlukan penyiapan
kabupaten/kota menjadi tanggung pemerintah
pengalihan panti sosial UPT Kementerian Sosial
kabupaten/kota.
RI ke Pemerintah Provinsi. Namun demikian
7. Sertifikasi dan Akreditasi pengalihan panti sosial tersebut diprediksi akan
mengalami kendala yaitu penerima manfaat
Pada sub bidang sertifikasi dan akreditasi
panti sosial lintas provinsi dan panti sosial UPT
untuk pemberian sertifikasi kepada pekerja
Kementerian Sosial tidak ada di semua provinsi.
sosial profesional dan tenaga kesejahteraan
sosial serta pemberian akreditasi kepada Kajian ini merekomendasikan pemerintah
lembaga kesejahteraan sosial sepenuhnya daerah lebih memprioritaskan penyelenggaraan
dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Jika hal kesejahteraan sosial karena merupakan urusan
ini sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah wajib pelayanan dasar dan tidak melaksanakan
pusat menjadi suatu hal yang tidak bermanfaat pengalihan UPT Kementerian Sosial ke
dicantumkan pada pembagian urusan konkuren pemerintah daerah karena pelayanan rehabilitasi
antara pemerintah pusat, provinsi dan sosial berbasis panti sosial untuk kondisi
kabupaten/kota. sebaran panti sosial UPT Kementerian Sosial

Implikasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan


31
Daerah dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, Syauqi dan Habibullah
tidak disemua provinsi dan sebaran PMKS Kaho, J. R. (1988). Analisa Hubungan
jauh lebih efektif diselenggarakan Kementerian Pemerintah Pusat dan Daerah di
Sosial. Indonesia. Jakarta: Bina Aksara.
Kemendagri. (2016). Kemendagri. Retrieved
DAFTAR PUSTAKA from http://fasilitasi.otda.kemendagri.
Astuti, M. (2014). “Reformasi Pelayanan Panti go.id/
Sosial”. Informa, Vol. 19, No. 2, 135-
Piliang. J. D. (2003). Otonomi daerah:
149.
Evaluasi Proyeksi. Jakarta: Divisi
Azof, E. (2010). SDM Terbatas, Panti Sosial kajian demokrasi lokal, Yayasan Harkat
Minim Kualitas. Dipetik 3 21, 2013, dari Bangsa.
Acakadul: http://acakadul.wordpress.
Purwanto. (2005). Peran Panti Sosial dalam
com/2010/11/20/sdm-terbatas-panti-
Penanganan Penyandang Masalah
sosial-minim-kualitas/
Sosial Perkotaan. Program Magister
Biro Organisasi dan Kepegawaian. (2016, (S2) Departemen Sosiologi Fakultas
Februari 1). Diambil kembali dari Sistem Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Informasi Kepegawaian Kementerian Indonesia.
Sosial RI: http://simpeg.kemsos.go.id/
Republik Indonesia. (2004). Undang-
index.php?act=login1
Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Cahyono, S. A. (2003). Pengkajian Standarisasi Pemerintahan Daerah.
Profesionalitas Aparat Sosial Daerah
Republik Indonesia. (2009). Undang-
di Era Otonomi dalam Pembangunan
Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta:
Kesejahteraan Sosial.
B2P3KS.
Republik Indonesia. (2014). Undang-
Cheema, R. a. (1983). Decentralization in
Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Developing Countries A Review of
Pemerintahan Daerah.
Recent Experience. Washington DC:
World Bank. Satria, A. (2016). Kelautan Setelah Ada Undang-
Undang Pemerintahan Daerah. Jakarta:
Desy Ayu Krisna Murti, d. (t.thn.). Pengantar
Kompas.
Kajian Perkotaan dan Permukiman.
Dipetik 4 19, 2013, dari https://wiki.uii. Situmorang, C. H. (2012). “Penerapan
ac.id: https://wiki.uii.ac.id/images/5/58/ Standar Pelayanan Minimum Bidang
Tugas_diskusi.pdf sosial di daerah”. Jurnal Penelitian
Kesejahteraan Sosial, Vol. 11, No. 2,
Handayani, R. (2011). Analisis Partisipasi
150.
Masyarakat dan Peran Pemerintah
Daerah dalam Pelaksanaan Manajemen Sutaat. (2012). Lembaga Pelayanan
Bencana di Kabupaten Serang Provinsi Kesejahteraan Sosial Pemerintah
Banten. Proceeding Simposium Nasional Daerah di Era Otonomi (Studi di Tiga
Otonomi Daerah 2011 (pp. 204-214). Provinsi). Jakarta: P3KS Prss.
Serang: LAB-ANE FISIP Untirta. Widjaja. (1998). Percontohan Otonomi Daerah
Hikmat, H. (2012). Analisa Kebijakan di Indoensia. Jakarta: Rinneka Cipta.
Pengembangan Panti Sosial. Jakarta.

32 Sosio Informa Vol. 2, No. 01, Januari - April, Tahun 2016. Kesejahteraan Sosial

Вам также может понравиться