Вы находитесь на странице: 1из 20

Metode Dan Sintaks Dalam Pembelajaran Siswa

Belajar atau pembelajaran adalah merupakan sebuah kegiatan yang wajib kita lakukan
dan kita berikan kepada para siswa. Karena ia merupakan kunci sukses untuk menggapai
masa depan yang cerah, mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan
yang tinggi. Yang pada akhirnya akan berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Melihat
peran yang begitu vital, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien adalah sebuah
keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar akan berjalan menyenakngkan dan tidak
membosankan. Di bawah ini adalah beberapa metode pembelajaran efektif, yang mungkin
bisa kita persiapkan.Terdapat banyak metode pembelajaran yang ada dikarenakan banyak
solusi yang bisa memecahkan masalah yang di hadapi guru pada siswa nya. Di dalam suatu
metode pembelajran juga dapat mencangkp model pembelajaran, keran mereka saling
terhubung satu sama lainnya.
Berikut akan dijelaskan mengenai metode-metode yang ada beserta model-model turunan
dari metode tersebut.

1. Model Pembelajaran Inkuiri


Inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry yang dapat diartikan sebagai proses
bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. (Muslimin
Ibrahim,2010). Inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara
maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis,
logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh
percaya diri. Pembelajaran inkuiri beriorientasi pada, keterlibatan siswa secara maksimal
dalam proses kegiatan belajar, keterarahan kegiatan secara maksimal dalam proses kegiatan
belajar, mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam
proses inkuiri (Mahmuddin,2009).
Ada tiga ciri pembelajaran inkuiri, yaitu pertama, strategi inkuiri menekankan pada
aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan (siswa sebagai subjek
belajar). Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan
menemukan jawaban sendiri yang sifatnya sudah pasti dari sesuatu yang sudah
dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sifat percaya diri. Ketiga, tujuan
dari penggunaan strategi pembelajaran inquiry adalah mengembangkan kemampuan berpikir
secara sistematis, logis dan kritis.

MPP | 1
Menurut Sanjaya, (dalam Mahmuddin, 2009), penggunaan inkuiri harus memperhatikan
beberapa prinsip, yaitu berorientasi pada pengembangan intelektual (pengembangan
kemampuan berfikir), prinsip interaksi (interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan
guru bahkan antara siswa dengan lingkungan), prinsip bertanya (guru sebagai penanya),
prinsip belajar untuk berfikir (learning how to think), prinsip keterbukaan (menyediakan
ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara
terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan).
Sedangkan menurut Sudjana (1989), ada lima tahapan (sintaks) yang ditempuh dalam
melaksanakan pembelajaran inkuiri, yaitu :
1. merumuskan masalah untuk dipecahkan oleh siswa,
2. menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis,
3. mencari informasi, data, dan fakta yang diperlukan untuk menjawab hipotesis atau
permasalahan,
4. manarik kesimpulan atau generalisasi, dan
5. mengaplikasikan kesimpulan.
Pendekatan inkuiri terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan besarnya intervensi guru
terhadap siswa atau besarnya bimbingan yang diberikan oleh guru kepada siswanya. Ketiga
jenis pendekatan inkuiri tersebut adalah sebagai berikut.
a. Inkuiri Terbimbing (guided inquiry approach)
Pendekatan inkuiri terbimbing yaitu pendekatan inkuiri dimana guru
membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal. Guru
mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya.
Pendekatan inkuiri terbimbing ini digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman
belajar dengan pendekatan inkuiri. Dengan pendekatan ini siswa belajar lebih beorientasi
pada bimbingan dan petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep
pelajaran. Pada pendekatan ini siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan
untuk diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu
menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri.
Pada dasarnya siswa selama proses belajar berlangsung akan memperoleh pedoman
sesuai dengan yang diperlukan. Pada tahap awal, guru banyak memberikan bimbingan,
kemudian pada tahap-tahap berikutnya, bimbingan tersebut dikurangi, sehingga siswa
mampu melakukan proses inkuiri secara mandiri. Bimbingan yang diberikan dapat berupa
pertanyaan-pertanyaan dan diskusi multi arah yang dapat menggiring siswa agar dapat

MPP | 2
memahami konsep pelajaran. Di samping itu, bimbingan dapat pula diberikan melalui
lembar kerja siswa yang terstruktur. Selama berlangsungnya proses belajar guru harus
memantau siswa, sehingga guru dapat mengetahui dan memberikan petunjuk-petunjuk
yang diperlukan oleh siswa.
b. Inkuiri Bebas (free inquiry approach)
Pada umumnya pendekatan ini digunakan bagi siswa yang telah
berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri, karena dalam pendekatan inkuiri bebas
ini menempatkan siswa seolah-olah bekerja seperti seorang ilmuwan. Siswa diberi
kebebasan menentukan permasalahan untuk diselidiki, menemukan dan menyelesaikan
masalah secara mandiri, merancang prosedur atau langkah-langkah yang diperlukan.
Selama proses ini, bimbingan dari guru sangat sedikit diberikan atau bahkan tidak
diberikan sama sekali. Salah satu keuntungan belajar dengan metode ini adalah adanya
kemungkinan siswa dalam memecahkan masalah open ended dan mempunyai alternatif
pemecahan masalah lebih dari satu cara, karena tergantung bagaimana cara mereka
mengkonstruksi jawabannya sendiri. Selain itu, ada kemungkinan siswa menemukan cara
dan solusi yang baru atau belum pernah ditemukan oleh orang lain dari masalah yang
diselidiki.
Sedangkan belajar dengan metode ini mempunyai beberapa kelemahan, antara lain: 1)
waktu yang diperlukan untuk menemukan sesuatu relatif lama, sehingga melebihi waktu
yang sudah ditetapkan dalam kurikulum, 2) karena diberi kebebasan untuk menentukan
sendiri permasalahan yang diselidiki, ada kemungkinan topik yang diplih oleh siswa di
luar konteks yang ada dalam kurikulum, 3) ada kemungkinan setiap kelompok atau
individual mempunyai topik berbeda, sehingga guru akan membutuhkan waktu yang lama
untuk memeriksa hasil yang diperoleh siswa, 4) karena topik yang diselidiki antara
kelompok atau individual berbeda, ada kemungkinan kelompok atau individual lainnya
kurang memahami topik yang diselidiki oleh kelompok atau individual tertentu, sehingga
diskusi tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.
c. Inkuiri Bebas yang Dimodifikasikan ( modified free inquiry approach)
Pendekatan ini merupakan kolaborasi atau modifikasi dari dua pendekatan
inkuiri sebelumnya, yaitu: pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan inkuiri bebas.
Meskipun begitu permasalahan yang akan dijadikan topik untuk diselidiki tetap diberikan
atau mempedomani acuan kurikulum yang telah ada. Artinya, dalam pendekatan ini siswa
tidak dapat memilih atau menentukan masalah untuk diselidiki secara sendiri, namun

MPP | 3
siswa yang belajar dengan pendekatan ini menerima masalah dari gurunya untuk
dipecahkan dan tetap memperoleh bimbingan. Namun bimbingan yang diberikan lebih
sedikit dari Inkuiri terbimbing dan tidak terstruktur.
Dalam pendekatan inkuiri jenis ini guru membatasi memberi bimbingan, agar siswa
berupaya terlebih dahulu secara mandiri, dengan harapan agar siswa dapat menemukan
sendiri penyelesaiannya. Namun, apabila ada siswa yang tidak dapat menyelesaikan
permasalahannya, maka bimbingan dapat diberikan secara tidak langsung dengan
memberikan contoh-contoh yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi, atau
melalui diskusi dengan siswa dalam kelompok lain.
Berdasarkan pengertian dan uraian dari ketiga jenis pembelajaran dengan pendekatan
inkuiri, peneliti memilih pendekatan inkuiri terbimbing, dengan pertimbangan bahwa
penelitian yang akan dilakukan terhadap siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama
(SMP), dimana tingkat perkembangan kognitif siswa masih pada tahap peralihan dari
operasi konkrit ke operasi formal, dan siswa masih belum berpengalaman belajar dengan
pendekatan inkuiri serta karena siswa masih dalam taraf belajar proses ilmiah, sehingga
peneliti beranggapan pendekatan inkuiri terbimbing lebih sesuai untuk diterapkan.
Menurut Amin, (dalam Muslimin Ibrahim,2010), inkuiri sebagai strategi pembelajaran
memiliki beberapa keuntungan seperti: (a) mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja
atas inisiatifnya sendiri, (b) menciptakan suasana akademik yang mendukung berlang-
sungnya pembelajaran yang berpusat pada siswa, (c) membantu siswa mengem-bangkan
konsep diri yang positif, (d) meningkatkan pengharapan sehingga siswa mengembangkan
ide untuk menyelesaikan tugas dengan caranya sendiri, (e) mengembangkan bakat
individual secara optimal, (f) menghindarikan siswa dari cara belajar menghafal.

MPP | 4
2. Metode pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang
penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama,
pembagian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar
berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing)
pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih
beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup
bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing. Jadi
model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok
untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan,
atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif),
tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender,
karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa
laporan atau presentasi. Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-
strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan
pelaporan. Beberapa Tipe metode Pembelajaran Kooperatif sebagai berikut: Beberapa tipe
model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain Slavin
(1985), Lazarowitz (1988) atau Sharan (1990) dalam Rachmadi (2006) sebagai berikut.
a. Pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw.
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini pertama kali dikembangkan oleh
Aronson dkk. Langkah-langkah dalam penerapan jigsaw adalah sebagai berikut.
1. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok
terdiri dari 4 - 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat
kemampuan tinggi, sedang dan rendah serta jika mungkin anggota kelompok
berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender. Kelompok ini
disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan
dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe jigsaw ini, setiap siswa diberi
tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa
dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang
disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli siswa
mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana
bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal.

MPP | 5
Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok jigsaw (gigi gergaji). Contoh
pembentukan kelompok jigsaw sebagai berikut.

Misal suatu kelas dengan jumlah siswa 40, dan materi pembelajaran yang akan
dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi
pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang
beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap
anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi
yang telah diperoleh dalam diskusi di kelompok ahli serta setiap siswa
menyampaikan apa yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli.
Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun
kelompok asal.
2. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal,
selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan
pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok
yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi
pembelajaran yang telah didiskusikan.
3. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.

MPP | 6
4. Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor
dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
5. Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi
pembelajaran.
6. Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan jigsaw untuk belajar materi baru
maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

b. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together)


Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen
(1993). Pada umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam
penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap
materi pembelajaran.
Langkah-langkah penerapan NHT:
1. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa
sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
2. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan
skor dasar atau awal.
3. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari
4–5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.
4. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
5. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor(nama)
anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk
oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.
6. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada akhir pembelajaran
7. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual
8. Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor
dasar ke skor kuis berikutnya(terkini).

c. Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions).

MPP | 7
Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin dkk.
Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD:
1. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada
siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
2. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual
sehingga akan diperoleh skor awal.
3. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 –
5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah).
Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda
serta kesetaraan jender.
4. Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok
untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD,
biasanya digunakan untuk penguatan pemahaman materi (Slavin, 1995).
5. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan,
dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
6. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
7. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan
nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis
berikutnya (terkini).

d. Pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assited Individualization atau


Team Accelarated Instruction)
Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe
ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran
individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara
individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan
untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara
individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil
belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling
dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung
jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
Langkah-langkah pmbelajaran kooperatif tipe TAI sebagai berikut.
1. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran

MPP | 8
secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
2. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan
skor dasar atau skor awal.
3. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5
siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan
(tinggi, sedang dan rendah) Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras,
budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender.
4. Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam
diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman
satu kelompok.
5. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
6. Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.
7. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya
(terkini).

e. Model Pembelajaran Kooperatif tipe ”MURDER”


Psikologi kognitif memiliki perspektif dominan dalam pendidikan masa kini
yang berfokus pada bagaimana menusia memperoleh, menyimpan, dan memroses apa
yang dipelajarinya, dan bagaimana proses berpikir dan belajar itu terjadi. Dua psikolog
kognitif, Piaget dan Vigotsky (dalam Santyasa, 2008) menekankan bahwa interaksi
dengan orang lain adalah bagian penting dalam belajar. Hythecker (dalam Santyasa 2008)
mengemukakan bahwa salah satu metode pembelajaran kolaboratif yang dihasilkan dari
perspektif psikologi kognitif adalah kooperatif MURDER.
Kooperatif MURDER menggunakan sepasang anggota dyad dari kelompok
beranggotakan 4-5 orang, dyad adalah pertemuan antara dua atau tiga orang yang
berkomunikasi secara lisan dan tertulis, untuk kelompok genap biasanya setiap dyad
anggotanya 2 orang dan untuk kelompok ganjil setiap dyad anggotanya 3 orang, sehingga
tiap kelompok terdapat dua pasang dyad yang akan bekerja sama di dalam pemecahan
masalah yang ada.
Kooperatif MURDER memiliki enam langkah, yaitu: (1) Mood, mengatur
suasana hati (mood) yang tepat dengan cara relaksasi dan berfokus pada tugas belajar; (2)

MPP | 9
Understand, membaca bagian materi tertentu dari naskah tanpa menghafalkan; (3) Recall,
salah satu anggota kelompok memberikan sajian lisan dengan mengulang materi yang
dibaca; (4) Detect yang dilakukan oleh anggota yang lain terhadap munculnya kesalahan
atau kealpaan catatan; (5) Elaborate oleh sesama pasangan; langkah-langkah 2, 3, 4, 5
diulang untuk bagian materi selanjutnya; (6) Review hasil pekerjaannya dan
mentransmisikan pada pasangan lain dalam kelompoknya (Santyasa, 2008). Langkah-
langkah pendeteksian, pengulangan, dan pengelaborasian dapat berhasil memperkuat
pembelajaran karena pasangan dyad harus secara verbal mengemukakan, menjelaskan,
memperluas, dan mencatat ide-ide utama dari teks. Dalam hal ini, keterampilan
memproses informasi lebih diutamakan. Pemprosesan informasi menuntut keterlibatan
metakognisi—berpikir dan membuat keputusan berdasarkan pemikiran. Di samping itu,
langkah elaborasi memungkinkan sang korektor menghubungkan informasi-informasi
yang cukup penting dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Keterampilan
kolaboratif sangat penting ditekankan dalam seting MURDER.
Langkah-langkah pembelajaran kolaboratif MURDER adalah sebagai berikut.
(1) Mood, mengatur suasana hati yang tepat dengan cara relaksasi dan berfokus pada
tugas belajar. Guru berusaha mengkondisikan siswa pada situasi belajar yang
memotivasi siswa untuk fokus pada kegiatan pembelajaran. Pengkondisian
dilakukan dengan pemberian informasi ataupun fenomena-fenomena menarik dalam
kehidupan sehari-hari. Setelah itu melakukan pembagian anggota kelompok dibagi
menjadi dua pasangan dyad, yaitu dyad-1 dan dyad-2 dan memberikan tugas pada
masing-masing pasangan. Antar dyad berusaha menyelesaikan soal-soal dalam LKS
sesuai dengan bagian masing-masing, sehingga masing-masing anggota dyad
pikirannya terfokus pada tugas yang didapatkan.
(2) Understand, membaca bagian materi tertentu dari naskah tanpa menghafalkan.
Siswa diarahkan untuk mencermati poin-poin penting dalam naskah yang ia baca,
mengelola informasi, merencanakan kerja atau pemecahan masalah yang akan
dilaksanakan. Dari LKS yang diterima, anggota dyad berusaha membaca dan
memahami soal-soal yang ada pada LKS yang menjadi tugasnya serta mengerjakan
soal-soal yang terdapat pada LKS tersebut. Setelah salah satu anggota dyad-1
menemukan jawaban tugas-tugas untuk pasangannya, anggota yang lain menulis
sambil mengoreksi jika ada kekeliruan. Hal yang sama juga dilakukan oleh
pasangan dyad-2.

MPP | 10
(3) Recall, salah satu anggota kelompok memberikan sajian lisan dengan mengulang
materi yang dibaca. Setelah pasangan dyad-1 dan pasangan dyad-2 selesai
mengerjakan tugas masing-masing, pasangan dyad-1 memberitahukan jawaban
yang ditemukan oleh mereka kepada pasangan dyad-2, demikian pula pasangan
dyad-2 memberitahukan jawaban yang ditemukan oleh mereka kepada pasangan
dyad-1, sehingga terbentuklah laporan lengkap untuk seluruh tugas hari itu. Pada
tahap ini siswa dilatih untuk mampu mengemukakan ide-idenya dan mengaitkan
konsep-konsep sebelumnya untuk menemukan solusi dari suatu permasalahan.
(4) Detect yang dilakukan oleh anggota yang lain terhadap munculnya kesalahan atau
kealpaan catatan. Masing-masing pasangan dyad dalam kelompok kolaboratif
melakukan elaborasi, inferensi, dan revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang
akan dikumpulan sehingga pada langkah ini akan terjadi interaksi antar anggota
dyad.
(5) Elaborate, elaborasi oleh sesama pasangan untuk membuat materi mudah diingat,
langkah-langkah 2, 3, 4, 5 diulang untuk bagian materi selanjutnya. Dari interaksi
anggota pasangan dyad akan didapatkan suatu penyelesaian dari soal yang
dikerjakan. Penyelesaian ini dicatat. Kemudian pasangan dyad ini kembali
melakukan langkah-langkah 2, 3, 4, 5 untuk bagian materi selanjutnya, sehingga
didapat penyelesaian masalah atau soal-soal yang ada pada LKS secara keseluruhan.
Laporan masing-masing pasangan dyad terhadap tugas-tugas yang telah
dikumpulkan, disusun perkelompok kolaboratif.
(6) Review, mereview hasil pekerjaannya dan mentransmisikan pada pasangan lain
dalam kelompoknya serta membuat kesimpulan. Pada tahap ini terjadi pertukaran
hasil informasi antar kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya dalam satu
kelas dengan jalan salah satu dyad dari kelompok tertentu ditunjuk secara acak
untuk mempresentasikan hasil dari pekerjaan kelompoknya. Masing-masing
pasangan dyad mengkoreksi hasil kerja temannya sehingga disini terjadi interaksi
antar kelompok. Dari interaksi ini akan didapat penyelesaian masalah atau soal-soal
yang ada pada LKS secara keseluruhan. Siswa dengan bimbingan guru merangkum
materi yang telah dibahas saat itu.

f. Model pembelajaran kooperatif tipe “CIRC” (Cooperative Integrated Reading


and Composition)

MPP | 11
Teknik Cooperative Integrated Reading and Composition,khusus digunakan
unutk pembelajaran bahasa. Komponen utaman dari pembelajaran CIRC adalah
membaca, pemahaman dan karangan. CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan
menulis secara koperatif, dalam kelompok. membentuk kelompok heterogen 4 orang,
guru memberikan wacana bahan bacaan sesuai dengan materi bahan ajar, siswa
bekerja sama (membaca bergantian, menemukan kata kunci, memberikan tanggapan)
terhadap wacana kemudian menuliskan hasil kolaboratifnya, presentasi hasil
kelompok,refleksi. Pengembangan model CIRC dilaksanakan untuk mengatasi
permasalahan membaca, menulis dan pembelajaran sastra tradisional. Prinsip
pengembangan didasarkan pada beberapa alasan yaitu: Tindak lanjut. Salah satu fokus
utama aktivitas CIRC menentukan isi cerita adalah membuat agar lebih efektif
melalui waktu tindak lanjut. Siswa akan termotivasi bekerja dengan yang lain dengan
menggunakan kooperatif reward dimana mereka mendapat sertifikat atau mereka
saling mengenal anggota kelompoknya. Membaca oral. Salah satu tujuan program
CIRC adalah untuk meningkatkan keuntungan siswa membaca dengan suara keras
dan mendapat umpan balik dari kegiatan membacanya dalam kelompok dan dari
latihan merespon satu sama lain dalam membaca. Keterampilan membaca
komprehensif. Tujuan utama CIRC adalah menggunakan kelompok koperatif untuk
membantu siswa untuk mengaplikasikan lebih luas keterampilan membaca
komprehensif. Dalam tindak lanjut, siswa bekerja secara berpasangan untuk
mengidentifikasi lima kritikan setiap teks cerita: karakter, seting, masalah, solusi awal
dan solusi akhir. Menulis dan bahasa sastra adalah tujuan utama program CIRC
bahasa sastra adalah untuk mendesain, mengimplementasi serta mengevaluasi proses
menulis biasa menjadi menulis bahasa sastra yang akan lebih berkembang luas
melalui teman sebaya .Elemen-elemen program CIRC.
SCIRC terdiri dari 3 prinsip elemen yaitu: aktivitas mencari hubungan dasar,
pembelajaran langsung dalam membaca komprehensif serta bahasa sastra dan menulis
terpadu. Komponen utama CIRC terdiri dari: Kelompok membaca. Guru membagi
siswa ke dalam kelompok beranggotakan 2 atau 3 orang siswa sesuai dengan tingkat
kemampuan membacanya. Kelompok. Siswa disusun berpasangan (atau bertiga) di
dalam kelompok, kemudian saling berinteraksi dengan kelompok serta saling
membantu antara kelompok tinggi dan kelompok rendah.

MPP | 12
Aktivitas hubungan cerita. Dalam hal ini siswa menggunakan novel. Urutan
aktivitas ini meliputi: partner reading (saling koreksi), tata bahasa cerita dan menulis
hubungan cerita, mencari kata-kata sulit, makna kata, rangkuman cerita dan
pengejaan.Pemeriksaan tugas bersama teman sejawat.Tes.Pembelajaran langsung di
dalam membaca komprehensif.Menulis bahasa sastra terpadu.Membaca mandiri dan
buku laporan. Kegiatan Pembelajaran Kegiatan pembelajaran model CIRC tidak
berbeda dengan kegiatan belajar model pembelajaran kooperatif sebelumnya, seperti
tahap-tahap pembelajaran yang terdapat pada model Investigasi Kelompok.

Langkah-langkah atau tahap pembelajaran yang terdapat pada model CIRC


Tahap 1: Mengidentifikasi Topik dan Mengorganisasikan ke dalam masing-masing
kelompok kerja.Siswa membaca cepat berbagai sumber, mengajukan topik dan
mengkategorikan saran-saran.Siswa bergabung dalam kelompok yang sedang
mempelajari topik yang mereka pilih.Komposisi kelompok didasarkan pada minat dan
bersifat heterogen.Guru membantu dalam mengumpulkan informasi dan memfasilitasi
organisasi.
Tahap 2: Merencanakan Kegiatan Kelompok
Siswa membuat perencanaan bersama: Apa yang akan kita kaji? Bagaimana kita
mengkaji? Siapa yang melakukannya? (pembagian kerja) dan Apa tujuan atau maksud
kita menyelidiki topik ini?
Tahap 3: Melaksanakan Pembelajaran
Siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data-data dan mencapai kesimpulan.
Masing-masing anggota kelompok berkontribusi terhadap usaha kelompok.
Siswa saling menukarkan, mendiskusikan, menjelaskan dan mensistesiskan gagasan-
gagasan.
Tahap 4: Mempersiapkan Laporan Akhir
Para anggota kelompok menentukan hal-hal ynag sangat penting dari pesan
pembelajaranyang telah dipelajari.Para anggota kelompok merencanakan apa yang
akan mereka laporkan dan bagaimana mereka akan membuat presentasi mereka.
Para wakil kelompok membentuk steering committee untuk mengkoordinasikan
rencana rancana untuk presentasi.
Tahap 5: Menyajikan Laporan Akhir

MPP | 13
Presentasi dilakukan terhadap seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk.
Presentasi harus melibatkan khalayak(audience) secara aktif. Khalayak mengevaluasi
kejelasan dan daya tarik presentasi menurut kriteria-kriteria yang telah ditentukan
sebelumnya oleh seluruh kelas.
Tahap 6: Evaluasi
Siswa saling tukar umpan balik tentang topik, tentang hasil bacaan, dan tentang
pengalaman-pengalaman afektif mereka tentang bacaan tersebut.Guru dan siswa
berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran yang telah berlangsung. Asesmen
terhadap pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran tingkat yang lebih tinggi.

g. Problem Terbuka (OE, Open Ended)


Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran yang
menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya
juga bisa beragam (multi jawab, fluency). Pembelajaran ini melatih dan
menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi,
sharing, keterbukaan, dan sosialisasi. Siswa dituntut untuk berimprovisasi
mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh
jawaban, jawaban siswa beragam. Selanjutnya siswa juga diminta untuk menjelaskan
proses mencapai jawaban tersebut. Dengan demikian model pembelajaran ini lebih
mementingkan proses daripada produk yang akan membentuk pola pikir, keterpasuan,
keterbukaan, dan ragam berpikir. Sajian masalah haruslah kontekstual kaya makna
secara matematik (gunakan gambar, diagram, table), kembangkan permasalahan
sesuai dengan kemampuan berpikir siswa, kaitkan dengan materi selanjutnya, siapkan
rencana bimibingan (sedikit demi sedikit dilepas mandiri).Sintaknya adalah sebagai
berikut.
1. Menyajikan masalah
2. Pengorganisasian pembelajaran
3. Perhatikan dan catat respon siswa
4. Bimbingan dan pengarahan
5. Membuat kesimpulan.

h. TGT (Teams Games Tournament)

MPP | 14
Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap
kelompok bisa sama bisa berbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok
bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamika
kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana
diskusi nyaman dan menyenangkan seperti dalam kondisi permainan (games) yaitu
dengan cara guru bersikap terbuka, ramah , lembut, santun, dan ada sajian bodoran.
Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehingga terjadi diskusi kelas.
Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan,
atau dalam rangka mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian raport.

Sintaknya adalah sebagai berikut:


1) Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok
materi dan mekanisme kegiatan
2) Siapkan meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja
ditempati 4 siswa yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan
level tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditepati
oleh siswa yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk
pada meja tertentu adalah hasil kesepakatan kelompok.
3) Selanjutnya adalah pelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal
yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu
terttentu (misal 3 menit). Siswa bisa mengerjakan lebih dari satu soal dan
hasilnya diperiksa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap
individu dan sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja turnamen
sesuai dengan skor yang diperolehnya diberikan sebutan (gelar) superior, very
good, good, medium.
4) Bumping, pada turnamen kedua ( begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat
dst.), dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan
sebutan gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama,
begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar
yang sama.
5) Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual,
berikan penghargaan kelompok dan individual.

MPP | 15
i. CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition)
Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara
koperatif –kelompok. Sintaksnya adalah: membentuk kelompok heterogen 4 orang,
guru memberikan wacana bahan bacaan sesuai dengan materi bahan ajar, siswa
bekerja sama (membaca bergantian, menemukan kata kunci, memberikan tanggapan)
terhadap wacana kemudian menuliskan hasil kolaboratifnya, presentasi hasil
kelompok, refleksi.

3. Metode Pembelajarn Langsung (Direct Instruction)


Model pengajaran langsung adalah suatu pendekatan mengajar yang dirancang
khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan
deklaratif dan pengetahuan procedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan
dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah (Arends, 1997).
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Transformasi dan ketrampilan secara langsung
2. Pembelajaran berorientasi pada tujuan tertentu
3. Materi pembelajaran yang telah terstuktur
4. Lingkungan belajar yang telah terstruktur
5. Distruktur oleh guru
Guru berperan sebagai penyampai informasi, dan dalam hal ini guru
seyogyanya menggunakan berbagai media yang sesuai, misalnya film, tape recorder,
gambar, peragaan, dan sebaganya. Informasi yang disampaikan dapat berupa
pengetahuan prosedural (yaitu pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan sesuatu)
atau pengetahuan deklaratif, (yaitu pengetahuan tentang sesuatu dapat berupa fakta,
konsep, prinsip, atau generalisasi).
Tahapan atau sintaks model pembelajaran langsung menurut Bruce dan Weil (1996),
sebagai berikut:
1. Orientasi. Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, akan sangat menolong
siswa jika guru memberikan kerangka pelajaran dan orientasi terhadap materi yang
akan disampaikan. Bentuk-bentuk orientasi dapat berupa: (1) kegiatan pendahuluan

MPP | 16
untuk mengetahui pengetahuan yang relevan dengan pengetahuan yang telah dimiliki
siswa; (2) mendiskusikan atau menginformasikan tujuan pelajaran; (3) memberikan
penjelasan/arahan mengenai kegiatan yang akan dilakukan; (4) menginformasikan
materi/konsep yang akan digunakan dan kegiatan yang akan dilakukan selama
pembelajaran; dan(5) menginformasikan kerangka pelajaran.
2. Presentasi. Pada fase ini guru dapat menyajikan materi pelajaran baik berupa konsep-
konsep maupun keterampilan. Penyajian materi dapat berupa: (1) penyajian materi
dalam langkah-langkah kecil sehingga materi dapat dikuasai siswa dalam waktu
relatif pendek;(2) pemberian contoh-contoh konsep; (3) pemodelan atau peragaan
keterampilan dengan cara demonstrasi atau penjelasan langkah-langkah kerja terhadap
tugas; dan (4) menjelaskan ulang hal-hal yang sulit.
3. Latihan terstruktur. Pada fase ini guru memandu siswa untuk melakukan latihan-
latihan. Peran guru yang penting dalam fase ini adalah memberikan umpan balik
terhadap respon siswa dan memberikan penguatan terhadap respon siswa yang benar
dan mengoreksi respon siswa yang salah.
4. Latihan terbimbing. Pada fase ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berlatih konsep atau keterampilan. Latihan terbimbing ini baik juga digunakan oleh
guru untuk mengases/menilai kemampuan siswa untuk melakukan tugasnya. Pada
fase ini peran guru adalah memonitor dan memberikan bimbingan jika diperlukan.
5. Latihan mandiri. Pada fase ini siswa melakukan kegiatan latihan secara mandiri,
fase ini dapat dilalui siswa jika telah menguasai tahap-tahap pengerjaan tugas 85-90%
dalam fase bimbingan latihan.
Di lain pihak, Slavin (2003) mengemukakan tujuh langkah dalam sintaks
pembelajaran langsung, yaitu sebagai berikut.
1. Menginformasikan tujuan pembelajaran dan orientasi pelajaran kepada siswa.
Dalam tahap ini guru menginformasikan hal-hal yang harus dipelajari dan kinerja
siswa yang diharapkan.
2. Me-review pengetahuan dan keterampilan prasyarat. Dalam tahap ini guru
mengajukan pertanyaan untuk mengungkap pengetahuan dan keterampilan yang telah
dikuasai siswa.
3. Menyampaikan materi pelajaran. Dalam fase ini, guru menyampaikan materi,
menyajikan informasi, memberikan contoh-contoh, mendemontrasikan konsep dan
sebagainya.

MPP | 17
4. Melaksanakan bimbingan. Bimbingan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan untuk menilai tingkat pemahaman siswa dan mengoreksi kesalahan
konsep.
5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih. Dalam tahap ini, guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih keterampilannya atau
menggunakan informasi baru secara individu atau kelompok.
6. Menilai kinerja siswa dan memberikan umpan balik. Guru memberikan reviu
terhadap hal-hal yang telah dilakukan siswa, memberikan umpan balik terhadap
respon siswa yang benar dan mengulang keterampilan jika diperlukan.
7. Memberikan latihan mandiri. Dalam tahap ini, guru dapat memberikan tugas-tugas
mandiri kepada siswa untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang telah
mereka pelajari.

4. Metode Pengajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction)


Menurut Arends (1997), pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu
pendekatan pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan
maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri mengembangkan inkuiri dan
keterampian berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri.
PBI biasanya terdiri dari 5 (lima) tahap utama yang dimulai dengan guru
memperkenalkan siswa degan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan
analisis hasil kerja siswa. Jika jangkauan masalahnya tidak terlalu kompleks, maka
kelima tahapan tersebut mungkin dapat diselesaikan dalam waktu dua sampai tiga kali
pertemuan. Namun untuk masalah-masalah yang kompleks mungkin akan membutuhkan
setahun penuh untuk menyelesaikannya. Kelima tahapan tersebut disajikan pada Sintaks
Model PBI ,Fase-Fase Tingkah Laku Guru
a. FASE 1
Orientasi siswa kepada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan
logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan
masalah yang dipilih.
b. FASE 2
Mengorganisasikan siswa untuk belajar Guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
c. FASE 3

MPP | 18
Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan
pejelasan dan pemecahan masalah.
d. FASE 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model
dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
e. FASE 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu siswa
untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyeledikan mereka dan proses-
proses yang mereka gunakan.

5. Metode Pembalajaran Model Diskusi kelas


Dalam pembelajaran diskusi mempunyai arti dari suatu situasi dimana guru
dengan siswan atau siswa dengan siswa yang lain saling bertukar pendapat secara lisan,
saling berbagi gagasan dan pendapat. Pertanyaan yang ditujukan untuk membangkitkan
diskusi berada pada tingkat kognitif lebih tinggi (Arends,1997).
Sintaks atau tahapan dari pemeblajaran model diskusi Kelas adalah sebagai berikut:
1. Guru mengemukakan masalah yang akan didiskusikan dan memberikan pengarahan
seperlunya mengenai cara-cara pemecahannya. Dapat pula pokok masalah yang akan
didiskusikan itu ditentukan bersama-sama oleh guru dan siswa. Yang terpenting, judul
atau masalah yang akan didiskusikan harus dirumuskan sejelas-jelasnya agar dapat
dipahami dengan baik oleh siswa.
2. Guru mengarahkan siswa untuk membentuk kelompok-kelompok diskusi, memilih
pemimpin diskusi (ketua, sekretaris, pelapor), mengatur tempat duduk, ruangan,
sarana, dan sebagainya. Pemimpin diskusi sebaiknya berada di tangan siswa yang:
a. lebih memahami masalah yang akan didiskusikan
b. berwibawa dan disenangi oleh teman-temannya
c. lancar berbicara
d. dapat bertindak tegas, adil, dan demokratis
Tugas pemimpin diskusi antara lain:
a. pengatur dan pengarah diskusi
b. penengah dan penyimpul berbagai pendapat

MPP | 19
3. Para siswa berdiskusi dalam kelompoknya masing-masing, sedangkan guru
berkeliling dari kelompok satu ke kelompok yang lain (kalau ada lebih dari satu
kelompok), serta memberikan dorongan dan bantuan agar setiap anggota kelompok
berpartisipasi aktif agar diskusi berjalan lancar.
4. Pencatatan hasil dikusi keempat sintaks tersebut bisa disederhanakan menjadi 3 yaitu:
a. penyajian, yaitu pengenalan terhadap masalah atau topik yang meminta
pendapat, evaluasi dan pemecahan siswa.
b. Bimbingan, yaitu pengarahan terus menerus dan secara bertujuan yang
diberikan guru selama proses diskusi. Pengarahan ini diharapkan dapat
menyatukan pikiran-pikiran yang dikemukakan.
c. Pengikhtisaran, yaitu rekapitulasi pokok-pokok pikiran penting dalam diskusi.
Keberhasilan diskusi banyak ditentukan oleh adanya tiga unsur, yaitu
pemahaman, kepercayaan diri dan saling menghormati.

MPP | 20

Вам также может понравиться