Вы находитесь на странице: 1из 38

Pengujian Heat Treatment

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada era globalisasi ini yang penuh dengan pembangunan di sector industri serta
bidang-bidang lainnya, tentunya pembangunan itu membutuhkan suatu bahan logam yang
cukup baik , entah itu sifat fisik maupun mekanisnya.

Namun sifat fisik maupun mekanik dari logam tidaklah dengan mudah ditemukan
.Oleh karena itu, perlu diberikan terlebih dahulu suatu perlakuan khusus, sehingga dapat
menghasilkan suatu logam yang sesuai dengan yang diinginkan .

Perlakuan yang diberikan logam antara lain adalah perlakuan panas atau
Heatreatment, yang merupakan suatu proses perlakuan terhadap logam yang diinginkan
dengan cara memberikan pemanasan dan kemudian dilakukan pendinginan dengan media
pendingin tertentu, sehingga sifat fisiknya dapat diubah sesuai dengan yang diinginkan.

Logam yang baik dan sesuai adalah baja yang merupakan logam paduan FE dan
C. pada kadar karbon tertentu atau paduan lain yang sesuai. Baja banyak digunakan sebagai
bahan konstruksi dan sebagai perkakas.

1.2. Tujuan dan Manfaat pengujian


A. Tujuan Pengujian
1. Menjelaskan Tujuan Heat Treatmen
2. Menjelaskan prosedur proses heat Tretmen
3. Menjelaskan bahan dan peralatan yang digunakan
4. Menjelaskan jenis-jenis proses heat Treatmen
5. Menjelaskan hubungan antara diagram fasa Fe-C dengan proses heat treatmen.
6. menjelaskan hubungan antara media pendingin, laju pendinginan, diagram TTT
dengan proses heat treatmen
7. Mampu melakukan dengan baik proses heat treatmen

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

B. Manfaat Pengujian
a. Bagi Praktikan
 Mengetahui langkah pengujian perlakuaan panas, untuk mendapatkan
sifat logam yang diinginkan
 Mengetahui media pendingin yang tepat untk memperoleh kekerasan]
 Memudahkan uintuk mengetahui proses mana yang sesuai digunakan
untuk suatu produk pengujian
 Mengetahui kecepatan pendinginan yang ditentukan (pengaruh sifat
pendinginan media)

b. Bagi Industri
 Dengan perlakuan panas dapat diketahui sifat-sifat logam untuk
diterapkan pada bidang industri tertentu, terutama padad pemilihan
bahan dan produnya.
 Mengetahui nilai ekonomis, keamanan dan kualitas bahan suatu produk.

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Teori Dasar

A. Pengertian Heat Treatment

Heat Treatment ( perlakuan panas ) adalah salah satu proses untuk mengubah
struktur logam dengan jalan memanaskan specimen pada elektrik terance ( tungku ) pada
temperature rekristalisasi selama periode waktu tertentu kemudian didinginkan pada
media pendingin seperti udara, air, air faram, oli dan solar yang masing-masing
mempunyai kerapatan pendinginan yang berbeda-beda.

            Sifat-sifat logam yang terutama sifat mekanik yang sangat dipengaruhi oleh
struktur mikrologam disamping posisi kimianya, contohnya suatu logam atau paduan
akan mempunyai sifat mekanis yang berbeda-beda struktur mikronya diubah. Dengan
adanya pemanasan atau pendinginan degnan kecepatan tertentu maka bahan-bahan logam
dan paduan memperlihatkan perubahan strukturnya.

            Perlakuan panas adalah proses kombinasi antara proses pemanasan aatu
pendinginan dari suatu logam atau paduannya dalam keadaan padat untuk mendaratkan
sifat-sifat tertentu. Untuk mendapatkan hal ini maka kecepatan pendinginan dan batas
temperature sangat menetukan.

B. Proses-proses Heat Treatment

Ada beberapa proses-proses pada perlakuan pada Heat Treatment yaitu sebagai berikut:

1. Quenching ( pengerasan )

            Proses quenching atau pengerasan baja adalah suatu proses pemanasan logam
sehingga mencapai batas austenit yang homogen. Untuk mendapatkan kehomogenan ini
maka audtenit perlu waktu pemanasan yang cukup. Selanjutnya secara cepat baja tersebut
dicelupkan ke dalam media pendingin, tergantung pada kecepatan pendingin yang kita
inginkan untuk mencapai kekerasan baja. Ini mencegah proses suhu rendah, seperti
transformasi fase, dari terjadi hanya menyediakan jendela sempit waktu di mana reaksi
ini menguntungkan kedua termodinamika dan kinetis diakses, dapat mengurangi

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

kristalinitas dan dengan demikian meningkatkan ketangguhan dari kedua paduan dan
plastik (dihasilkan melalui polimerisasi). 

Pada waktu pendinginan yang cepat pada fase austenit tidak sempat berubah
menjadi ferit atau perlit karena tidak ada kesempatan bagi atom-atom karbon yang telah
larut dalam austenit untuk mengadakan pergerakan difusi dan bentuk sementitoleh karena
itu terjadi fase lalu yang mertensit, imi berupa fase yang sangat keras dan bergantung
pada keadaan karbon.

2. Anneling

Proses anneling atau melunakkan baja adalah prose pemanasan baja di atas
temperature kritis ( 723 °C )selanjutnya dibiarkan bebrapa lama sampai temperature
merata disusul dengan pendinginan secara perlahan-lahan sambil dijaga agar temperature
bagian luar dan dalam kira-kira samahingga diperoleh struktur yang diinginkan dengan
menggunakan media pendingin udara.

Tujuan proses anneling :

1. Melunakkan material logam


2. Menghilangkan tegangan dalam / sisa
3. Memperbaiki butir-butir logam.

3. Normalizing

            Normalizing adalah suatu proses pemanasan logam hingga mencapai fase austenit
yang kemudian diinginkan secara perlahan-lahan dalam media pendingin udara. Hasil
pendingin ini berupa perlit dan ferit namunhasilnya jauh lebih mulus dari anneling.
Prinsip dari proses normalizing adalah untuk melunakkan logam. Namun pada baja
karbon tinggi atau baja paduan tertentu dengan proses ini belum tentu memperoleh baja
yang lunak. Mungkin berupa pengerasan dan ini tergantung dari kadar karbon.

4. Tempering

            Proses tempering adalah pemanasan baja sampai temperature sedikit di bawah
temperature kritis, kemudian didiamkan dalam tungku dan suhunya dipertahankan sampai
merata selama 15 menit. Selanjutnya didinginkan dalam media pendingin. Jika kekerasan

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

turun, maka kekuatan tarik turun pula. Dalamhal ini keuletan dan ketangguhan baja akan
meningkat. Meskipun proses ini akan menghasilkan baja yang lebih lemah. Proses ini
berbeda dengan anneling karena dengan proses ini belum tentu memperoleh baja yang
lunak, mungkin berupa pengerasan dan ini tergantung oleh kadar karbon.

Tempering dibagi dalam:


a. Tempering pada suhu rendah(150-300˚C).
Tujuannya hanya untuk mengurangi tegangan tegangan kerut dan kerapuhan dari
baja. Proses ini digunakan untuk alat alat kerja yang tidak mengalami beban yang berat,
seperti misalnya alat alat potong mata bor yang dipakai untuk kaca dan lain lain.
b. Tempering pada suhu menengah(300-500˚C)
Tujuannya menambah keuleatan dan kekerasannya menjadi sedikit berkurang.
Proses ini digunakan pada alat alat kerja yang mengalami beban berat seperti palu, pahat,
pegas pegas(Mustofa Ahmad Ary,2006)
c. Tempering pada suhu tinggi(500-650˚C)
Tujuannya untuk memberikan daya keuletan yang beasar dan sekaligus kekerasan
menjadi agak rendah. Proses ini digunakan pada roda gigi, poros, batang penggerak dan
lain lain

Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Anneling,
http://en.wikipedia.org/wiki/Quenching
dan http://www.scribd.com/doc/49506603/HEAT-TREATMENT

C. Jenis- jenis Pengerasan permukaan

1. karburasi

Cara ini sudah lama dikenaloleh orang sejak dulu. Dalam cara ini, besi
dipanaskan      di atas suhu dalam lingkungan yang mengandung karbon, baik dalan
bentuk padat,    cair ataupun gas. Beberapa bagian dari cara kaburasi yaitu kaburasi padat,
kaburasi cair dan karburasi gas.

2. karbonitiding

Adalah suatu proses pengerasan permukaan dimana baja dipanaskan di atas suhu
kritis di dalam lingkungan  gas dan terjadi penyerapan karbon dan nitrogen. Keuntungan

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

karbonitiding adalah kemampuan pengerasan lapisan luar meningkat bila ditambahkan


nitrogen sehingga dapat diamfaatkan baja yang relative murah ketebalan lapisan yang
tahan antara 0,80 sampai 0,75 mm.

3. Cyaniding

Adalah proses dimana terjadi absobsi karbon dan nitrogen untuk memperoleh
specimen yang keras pada baja karbon rendah yang sulit dikeraskan. Proses ini tidak
sembarang dilakukan dengan sembarang .Penggunaan  closedpot  dan  hood  ventilasi 
diperlukan  untuk  cyaniding karena  uap  sianida  yang  terbentuk sangat beracun.

4.    Nitriding

Adalah proses pengerasan permukaan yang dipanaskan sampai ± 510°c dalam


lingkungan gas ammonia selama beberapa waktu. Metode pengerasan kasus ini
menguntungkan karena fakta bahwa kasus sulit diperoleh dari pada karburasi. Banyak
bagian-bagian mesin seperti silinder barrel and gear dapat dikerjakan dengan cara ini.
Proses ini melibatkan theexposing dari bagian untuk gas amonia atau bahan
nitrogen lainnya selama 20 sampai 100 jam pada 950 ° F. The inwhich kontainer
pekerjaan dan gas Amoniak dibawa dalam kontak harus kedap udara dan mampu
mempertahankan suhu sirkulasi andeven.

http://www.tpub.com/content/aviationandaccessories/TM-43-0106/css/TM-43-
0106_24.htm
http://education.web.id/site/index.php?view=article&catid=40:logam&id=74:perlakuan-
panas&format=pdf

D. Faktor- faktor yang mempengaruhi laju pendinginan media pendingin

1. Densitas
semakin tinggi densitas suatu media pendingin, maka semakin cepat proses
pendinginan oleh media pendingin tersebut.

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

2. Viskositas

Semakin tinggi viskositas suatu media pendingin, maka laju pendinginan


semakin lambat, Viskositas adalah sebuah ukuran penolakan sebuah fluid terhadap
perubahan bentuk di bawah tekanan shear. Biasanya diterima sebagai "kekentalan", atau
penolakan terhadap penuangan. Viskositas menggambarkan penolakan dalam fluid
kepada aliran dan dapat dipikir sebagai sebuah cara untuk mengukur gesekan
fluid. Air memiliki viskositas rendah, sedangkan minyak sayur memiliki viskositas
tinggi.

Pengaruh Viskositas dan Density berdasarkan media pendingin:

a. Air garam
Air memiliki viskositas yang rendah sehingga nilai kekentalan cairan kurang,
sehingga laju pendinginan cepat dan massa jenisnya lebih besar dibandingkan
dengan media pendingin lainnya seperti air,solar,oli,udara, sehingga kecepatan
media pndingin besar dan makin cepat laju pendinginannya.

b. Air
Air memiliki massa jenis yang besar tapi lebih kecil dari air garam,
kekentalannya rendah sama dengan air garam. Laju pendinginannya lebih lambat
dari air garam.

c. Solar memiliki viskositas yang tinggi dibandingkan dengan air dan massa
jenisnya lebih rendah dibandingkan air sehingga laju pendinginannya lebih
lambat.
d. Oli
Oli memiliki nilai viskositas atau kekentalan yang tertinggi dibandingkan dengan
media pendingin lainnya dan massa jenis yang rendah sehingga laju
pendinginannya lambat.

Udara tidak memilki viskositas tetapi hanya memiliki massa jeni sehingga laju
pendinginannya sangat lambat.

Besi cor yang berada pada suhu outektoid yaitu pada suhu 1148 °C rata-
rata mengandung 2,5% - 4% kadar karbon yang kaya besi mengandung 2,1%
berat atau 9% atom. Atom-atom karbon ini larut secara intertisi dalam besi KPS.

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

Baja yang mengandung 1,2% karbon dapat mempunyai fasa tunggal pada
proses penempaan atau proses pengerjaan panas lainnya yaitu sekitar 1100°C –
1250°C pada daerah yang kaya besi 99% Fe dan 1% C diagram Fe-Fe3C berada
dengan diagram lainnya.Perbedaan ini karena besi adalah paimorf pada daerah
700°C – 900°C. Daerah karbon 0% - 1%. Pada diagram ini struktur mikro baja
dapat diatur.

3. Koefisien Perpindahan panas

Semakin tinggi koefisien perpindahan panas yang terjadi, maka panas


yang mengalir dari benda kerja akan semakin besar pula, sehingga kecepatan
pendinginan lebih besar.

4. Perubahan Suhu

Semakin kecil suhu media pendingin (udara, air, oli, garam, dll) maka
kecepatan pendinginan semakin cepat karena panas pada specimen akan lebih
cepat mengalir ke suhu media pendingin yang lebih kecil.

http://id.wikipedia.org/wiki/Viskositas

E. Diagram Fe- Fe3 C

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

Diagram fasa Fe-Fe3C menampilkan hubungan antara temperatur dan kandungan karbon
(%C) selama pemanasan lambat. Dari diagram fasa tersebut dapat diperoleh informasi-
informasi penting yaitu antara lain(Harris and Marsall, 1980):

1. Fasa yang terjadi pada komposisi dan temperatur yang berbeda dengan kondisi
pendinginan lambat.
2. Temperatur pembekuan dan daerah-daerah pembekuan paduan Fe-C bila dilakukan
pendinginan lambat.
3. Temperatur cair dari masing-masing paduan.
4. Batas-batas kelarutan atau batas kesetimbangan dari unsur karbon pada fasa tertentu.
5. Reaksi-reaksi metalurgis yang terjadi, yaitu reaksi eutektik, peritektik dan eutektoid.

Fasa yang terbentuk :

 Ferit ( Besi )

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

Merupakan larutan padat karbon dalam besi maksimum 0,025 % pada


temperature 273o C. Pada temperature kamar, kandungan karbonnya 0,008 % .
Sifat ferit adalah lunak ulet dan tahan korosi.
 Sementit
Merupakan senyawa logam yang mempunyai senyawa logam yang mempunyai
kekerasan tinggi dan terkeras di antara fase lainnya dan mengandung 6,67 %b
kadar karbon, walaupun sangat keras tapi bersifat getas.
 Austenit
merupakan larutan padat intersisi antara karbon dan besi yang mempunyai sel
satuan BCC yang stabil pada temperatur 912o C dengan sifat yang lunak tapi
ulet.
 Perlit \
Merupakan elektroid yang terdiri dari 2 fasa yaituferit dan sementit , kedua fasa
ini terbentuk halus. Perlit hanya dapat terjadi di bawah 723o C , sifatnya kuat dan
tahan terhadap korosi serta kandungan karbonnya 0,83 %.
 Ladeburit
Merupakan susunan elektrolit dengan kandungan karbonnya 4,3 % yaitu
campuran perlit dan semantit, sifatnya halus dan getas karena sementit banyak.
 Besi Delta
Merupakan fasa yang berada antara temperatur (

400 o C−1525 o C dan mempunyai sel satuan BCC (sel satuan Kubus) karbon
yang larut sampai 0,01 %.

Sumber : http://www.steelindonesia.com/article/02-heat_treatment.htm

F. Diagram TTT

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

Dalam prakteknya proses pendinginan pada pembuatan material baja


dilakukan secara menerus mulai dari suhu yang lebih tinggi sampai dengan suhu rendah.
Pengaruh kecepatan pendinginan manerus terhadap struktur mikro yang terbentuk dapat
dilihat dari diagram Continuos Cooling Transformation Diagram.

Penjelasan diagram:

 Pada proses pendinginan secara perlahan seperti pada garis (a) akan menghasilkan
struktur mikro perlit dan ferlit.
 Pada proses pendinginan sedang, seperti, pada garis (b) akan menghasilkan struktur
mikro perlit dan bainit.
 Pada proses pendinginan cepat, seperti garis ( c ) akan menghasilkan struktur
mikro martensit.
Sumber : http://www.steelindonesia.com/article/02-heat_treatment.htm

G. Diagram CCT

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

     Penjelasan diagram:

 Bentuk diagram tergantung dengan komposisi kimia terutama kadar karbon dalam baja.
 Untuk baja dengan kadar karbon kurang dari 0.83% yang ditahan suhunya dititik tertentu
yang letaknya dibagian atas dari kurva C, akan menghasilkan struktur perlit dan ferit.
 Bila ditahan suhunya pada titik tertentu bagian bawah kurva C tapi masih disisi sebelah
atas garis horizontal, maka akan mendapatkan struktur mikro Bainit (lebih keras dari
perlit).
 Bila ditahan suhunya pada titik tertentu dibawah garis horizontal, maka akan mendapat
struktur Martensit (sangat keras dan getas).
 Semakin tinggi kadar karbon, maka kedua buah kurva C tersebut akan bergeser kekanan.
Ukuran butir sangat dipengaruhi oleh tingginya suhu pemanasan, lamanya
pemanasan dan semakin lama pemanasannya akan timbul butiran yang lebih besar.
Semakin cepat pendinginan akan menghasilkan ukuran butir yang lebih kecil.

Sumber : http://www.steelindonesia.com/article/02-heat_treatment.htm

H. Unsur Paduan

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

1. Karbon (C)

Larut dalam ferrite, pembentukan sementit (dan karbida lainnya), perlit, bainit,
% C dan distribusinya mempengaruhi sifat baja. Kekuatan dan kekerasan meningkat
dengan naiknya % C.

2. Silikon (Si)

Bahan deoksidiser, meningkatkan kekuatan ferit, dalam jumlah besar,


meningkatkan ketahanan baja terhadap efek scaling, tetapi mengalami kesulitan dalam
pemrosesannya (High-Silicon Steel).

3. Tembaga (Cu)

Membentuk segregasi, problem proses pengerjaan panas. Kualitas permukaan


kurang baik. Meningkatkan ketahanan baja terhadap atmosfer (weathering steel 0,2%
Cu).

4. Mangan (Mn)

Bahan oksidiser (mengurangi O dalam baja), menurunkan kerentanan hot


shortness pada aplikasi pengerjaan panas. Larut, membentuk solid solution strength dan
hardness . Dengan S membentuk Mangan Sulfida, meningkatkan sifat pemesinan
(machineability).Meningkatkan kekuatan dan kekerasan meski tidak sebaik C.
Menurunkan sifat mampu las (weldability) dan keuletannya. Meningkatkan hardenability
baja.

5. Khromium (Cr)

Meningkatkan ketahanan korosi dan oksidasi.Meningkatkan kemampukerasan.


Meningkatkan kekuatan pada temperature tinggi. Peningkatan ketahanan terhadap
pengaruh abrasi. Unsur pembentuk karbida (elemen pengeras)

6. Nikel (Ni)

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

Tidak membentuk karbida Berada dalam ferit, sebagai penguat (efek


ketangguhan ferit). Dengan Cr menghasilkan baja paduan dengan kemampuan kekerasan
tinggi, ketahanan impak dan fatik yang tinggi

7. Molibdenum (Mo)

Meningkatkan kemampukerasan baja. Menurunkan kerentanan terhadap temper


embrittlement (400-550 C) Meningkatkan kekuatan tarik pada temperature tinggi dan
kekuatan creep.

8. Vanadium (V)

Mengontrol pertumbuhan butir (meningkatkan kekuatan dan ketangguhan).


Peningkatan kemampukerasan baja. Dalam jumlah berlebih, menurunkan nilai
hardenability (pembentukan karbida berlebih).

9. Alumunium dan Titanium

Aluminium.

Sebagai deoksidiser dan pengontrolan dalam pertumbuhan butir.

Titanium (Ti).

Sebagai deoksidiser dan mengontrol pertumbuhan butir.

10. Tungsten (W)

Memberikan peningkatan kekerasan, menghasilkan struktur yang halus. Pada


temperatur tinggi, tungsten membentuk WC (keras dan stabil). Menjaga pengaruh
peunakan selama proses penemperan.

Sumber : http://www.steelindonesia.com/article/02-heat_treatment.htm

I. Sistem Kristalografi

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

1. Sistem Isometrik

Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem
kristal  kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu
dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing
sumbunya. Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan
sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini
berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain
(90˚).

Gambar 1 Sistem Isometrik

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Isometrik


memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis
dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik garis
dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya
a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap
sumbu bˉ.

Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas :


Tetaoidal
Gyroida
Diploida
Hextetrahedral
Hexoctahedral
Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite,
galena, halite, Fluorite (Pellant, chris: 1992).

2. Sistem Tetragonal

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal
yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama.
Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada
umumnya lebih panjang.

Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu)


a = b ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan
sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada
sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).

Gambar 2 Sistem Tetragonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal


Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c
ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚
terhadap sumbu bˉ.

Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:


Piramid
Bipiramid
Bisfenoid
Trapezohedral
Ditetragonal Piramid
Skalenohedral
Ditetragonal Bipiramid
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil,
autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite (Pellant, Chris: 1992)

3. Sistem Hexagonal

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap
ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap
satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda,
dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio


(perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu
b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling
tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

Gambar 3 Sistem Hexagonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem


Hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c
ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap
sumbu b+.

Sistem  ini dibagi menjadi 7:


Hexagonal Piramid
Hexagonal Bipramid
Dihexagonal Piramid
Dihexagonal Bipiramid
Trigonal Bipiramid
Ditrigonal Bipiramid
Hexagonal Trapezohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz,
corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite. (Mondadori, Arlondo. 1977).

4. Sistem Trigonal

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain yaitu
Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem kristal
Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya, bila pada
sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang terbentuk segienam, kemudian
dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik
sudutnya.

Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a


= b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan
sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β =
90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan
membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

Gambar 4 Sistem Trigonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal


Trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik
garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis
dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya
a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚
terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.

Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:


Trigonal piramid
Trigonal Trapezohedral
Ditrigonal Piramid
Ditrigonal Skalenohedral
Rombohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini
adalah  tourmalinedan cinabar (Mondadori, Arlondo. 1977).

5. Sistem Orthorhombik

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal
yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai
panjang yang berbeda. Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki
axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak
ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya saling tegak
lurus (90˚).

Gambar 5 Sistem Orthorhombik

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem


Orthorhombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada
patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan
sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki
nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.

Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:


Bisfenoid
Piramid
Bipiramid
Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite,
chrysoberyl, aragonite dan witherite (Pellant, chris. 1992)
6. Sistem Monoklin

Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu
yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu
c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai
panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan sumbu b paling
pendek.

Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan


sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang
atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ. Hal

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

ini berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus (90˚), sedangkan γ tidak tegak
lurus (miring).

Gambar 6. Sistem Monoklin

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal


Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan
yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut
antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai
45˚ terhadap sumbu bˉ. Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:
Sfenoid
Doma
Prisma
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite, 
malachite, colemanite, gypsum, dan epidot (Pellant, chris. 1992)
7. Sistem Triklin

Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak
saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama. Pada
kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠
b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda
satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini berarti, pada
system ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus satu dengan yang lainnya.

Gambar 7. Sistem Triklin

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin memiliki


perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi
ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

= 45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚
terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap c+.

Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:


Pedial
Pinakoidal
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite, anorthite,
labradorite, kaolinite, microcline dan anortoclase 
http://www.scribd.com/doc/49506603/HEAT-TREATMENT

J. Aplikasi Heat Treatment pada Pembuatan kaca anti Peluru

Kaca antipeluru merupakan kemampuan kaca untuk menahan peluru yang


menembus bidang ini. Dengan komponen yang terdapat dalam kaca antipeluru, proyektil
yang ditembakkan ke arah kaca dapat tertahan sehingga tidak mengenai sasaran tembak
yang berada di balik kaca. Bahan-bahan penangkal antipeluru dapat dikomposisikan ke
dalam kaca dan tidak mengurangi karakteristik fisik kaca pada umumnya, yaitu bening
dan transparan.
Kaca antipeluru diciptakan agar kaca standar dapat memiliki ketahanan yang
lebih kuat pada benda-benda tumpul. Jenis kaca yang digunakan biasanya memiliki
ketebalan 70 sampai 75 milimeter. Sebelum menjadi pelengkap mobil pribadi, kaca
antipeluru telah digunakan pada kendaraan tempur sejak Perang Dunia II. Saat itu, kaca
yang digunakan memiliki ketebalan 100 sampai 120 milimeter.
Pada dasarnya, kaca antipeluru tidak berbeda dengan kaca pada umumnya.
Intinya, kaca antipeluru merupakan kaca biasa yang dilapisi dengan dengan

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

polycarbonate.
Kaca dan polycarbonate merupakan komponen pokok dalam susunan kaca antipeluru.
Kaca sendiri merupakan lapisan tembus pandang sedangkan polycarbonate sebagai
lapisan yang melindungi serpihan kaca. Sehingga, kaca yang retak terkena tembakan,
ledakan, atau pukulan keras tidak hancur lebur mengenai orang.
Tapi retakan tersebut tertahan di dalam kaca karena ada polycarbonate yang menahannya.
Selain dua komponen tersebut, kaca antipeluru sendiri tersusun dari berbagai lapisan.
Sebab kaca ini merupakan sistem kaca yang berlapis-lapis. Proses pembuatannya sendiri
menggunakan cara pemanasan dan pendingan supaya kaca menjadi lebih kuat.
Polikarbonat adalah kelompok tertentu polimer termoplastik. Mereka dapat
dengan mudah bekerja, dibentuk, dan thermoformed; karena itu, plastik ini sangat banyak
digunakan dalam industri kimia modern. Fitur menarik mereka (suhu perlawanan,
dampak perlawanan dan optiknya) posisi mereka di antara plastik dan rekayasa
komoditas plastic

Kaca yang telah dilapisi protective interlayer atau polyvinyl butyral (PVB) dapat
tahan terhadap tegangan tinggi, karena material ini dilapisi dengan banyak lapisan.
Sebagai contoh, tiga lapisan kaca, dua lapisan PVB, empat lapisan kaca, tiga lapisan PVB
dan seterusnya. Material ini dapat tahan terhadap peluru atau bom. Ini dikarenakan
material tersebut memiliki lapisan PVB yang tahan terhadap tegangan. 
Saat kaca terkena peluru, material ini dapat pecah namun peluru tidak dapat tembus.

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

Sebab kaca telah mengalami tempered glass yaitu kaca yang telah mengalami heat
treatment supaya lebih keras dan pecahan kacanya lebih halus dan tidak melukai
penumpang. Selain itu, PVB dapat menjadi dekorasi, karena PVB memiliki berbagai
warna dan motif. 
Banyaknya lapisan yang digunakan dalam pembuatan kaca antipeluru membuat
lapisan kaca ini menjadi tebal. Ketebalan kaca dapat mencapai empat sentimeter. Bahkan,
pada mobil limusin Presiden Amerika Serikat ke-44, Barack Obama, ketebalan kaca
mobilnya lebih dari 12 sentimeter. Sementara kekuatan kaca antipeluru ditentukan
melalui suatu standar. Dengan demikian, kekuatan kaca dapat diukur. 
Ada beberapa level untuk menentukan kekuatan kaca. Berdasarkan standar
ukuran dari National Institute of Justice yang berasal dari Amerika Serikat, terdapat
ukuran kekuatan kaca mulai dari level satu sampai dengan level delapan. Kekuatan
tersebut akan diukur dengan peluru yang mengenai kaca. Jenis peluru, kecepatan, dan
jumlah peluru yang ditembakkan menjadi acuan ketahanan suatu kaca. 
Jarak, Berat, dan Kecepatan , Sebagai contoh, pada level II A kaca akan dapat
mengkis peluru berkaliber 9 milimeter yang memiliki berat 8 gram dengan kecepatan
luncur dari senapan 341 meter per detik dari proyektil atau senapan. Dalam satu
percobaan, peluru ini ditembakkan dalam jarak lima meter. 
Hasil yang diperoleh peluru tidak menembus pada kaca. Kekuatan kaca ini akan
jadi berbeda jika ditembakkan dengan peluru pada kekuatan level III A. Kaca dengan
kekuatan IIA ditembak dengan peluru IIIA yang berjenis 9 milimeter dengan berat 8,2
gram pada kecepatan tembak 436 meter per detik. Maka, peluru tersebut akan dapat
menembus kaca dan serpihannya dapat mengenai penumpang di dalam mobil. 
Untuk menguji kaca antipeluru, penembakan dilakukan pada jarak lima meter
dan dilakukan pada enam kali tembakan pada level I sampai III A. Dalam percobaan,
tembakan tidak diarahkan pada titik yang sama melainkan diarahkan pada titik lain.
Sementara, jarak antara satu titik tembakan dengan titik yang lain sejauh dua inci atau 5,1
milimeter. Sebab kalau tembakan diarahkan pada satu titik pada kaca yang ditembak
sebanyak enam kali, tentu saja peluru akan menembus kaca. Pada Level di atas III A atau
III dan IV, jarak uji tembakan 15 meter karena pada tahap ini kecepatan peluru umumnya
lebih besar sekitar 850 meter per detik. Di samping itu, berat peluru lebih tinggi sekitar
sembilan sampai dengan 10 gram. Namun, berbeda dengan level di bawahnya, uji tembak
pada peluru level empat hanya dilakukan sekali.  Selain daripada itu, teknik uji kaca

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

antipeluru lainnya adalah dengan mengarahkan tembakan secara lurus pada kaca. Arah
tembakan semacam ini memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan jika tembakan
diarahkan secara miring. Jika dengan cara uji seperti ini peluru tidak tembus pada kaca,
maka tembakan yang dilakukan dalam posisi miring tidak akan menembus kaca. Sebab
umumnya tembakan yang dilakukan oleh pelaku kriminal dilakukan dengan arah yang
tidak lurus.

Sumber : http://archive.kaskus.us/thread/2891523

2.2. Pengelompokan dan Standarisasi Baja

Pengelompokan Baja

1.   Baja Karbon

Baja karbon adalah paduan besi karbon di mana unsure karbon sangat
menentukan sifat-sifatnya, sedang unsur-unsur paduan lainnya yang biasa terkandung di
dalamnya terjadi karena proses pembuatannya. Sifat baja karbon biasa ditentukan oleh
persentase karbon dan mikrostruktur.

2.   Baja Paduan

Baja paduan adalah baja yang mengandung sebuah unsur lain atau lebih
dengan kadar yang berlebih daripada karbon biasanya dalam baja karbon. Menurut kadar
unsur paduan, baja paduan dapat dibagi ke dalam dua golongan yaitu baja paduan rendah
dan baja paduan tinggi. Baja rendah unsur paduannya di bawah 10% sedangkan baja
paduan tinggi di atas 10%.

3. Baja Khusus

Baja khusus mempunyai unsur-unsur paduan yang tinggi karena pemakaian-


pemakaian yang khusus. Baja khusus yaitu baja than karat, baja tahan panas, baja

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

perkakas, baja listrik. Unsur utama dari baja tahan karat adalah Khrom sebagai unsure
terpenting untuk memperoleh sifat tahan terhadap korosi. Baja tahan karat ada tiga
macam menurut strukturnya yaitu baja tahan karat feritis, baja tahan karat martensitas
dan austenitis.

4. Baja Tahan panas

Baja tahan panas, tahan terhadap korosi. Baja ini harus tahan korosi pada suhu
lingkungan lebih tinggi atau oksidasi.

5. Baja perkakas

Baja perkakas adalah baja yang dibuat tidak berukuran besar tetapi memegang
peranan dalam industri-industri. Unsure-unsur paduan dalam karbitnya diperlukan untuk
memperoleh sifat-sifat tersebut dan kuat pada temperature tinggi.

6. Baja listrik

Baja listrik banyak dipakai dalam bidang elektronika.

Standarisasi Baja

1)   Amerika Serikat

a) ASTM ( American Society for Testing Materials )

Strogen Steel (H3 9M-94) High Strength Low alloy Structure Steel (H2 42M-93a)
Low and Intermediate tensile Strength carbon silicon, steel plate for machine
pane and general construction (A 284M-38) High Steel Strength. Quenhead and
Temporal alloy steel plate euatable for andirum (A 514-94m). Structural Steel
mide 290 MPa minimum Yield point (BMM) maximum.  High Strongth Low
alloy alambium vanadium steel of structural quality (43,72m-94a).  Structural
carbon steel plate of improved longers (AS 37M-93a).  High Strength Low alloy
Structural Steel 345 MPa minimum yield point 100 mm thickness (AS 88M-94a).
Normalized high Strength Low alloy Structural Steel (A633-94a).  Low
carbonate hardening, nikel copped evanium monodin, corombium and nikel
copper columbion allow steel (A710M-94).  Hot road stuktural steel high

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

Strength Low alloy plate with improved in ability (A 610 M-93a). Quenhead and
tempered carbon steel plates for structural aniration (A 678-94a)

b) AISI (Americal Iron and Steel Institute) and SAE (Society of Automotive
Engineers)

Baja menurut standarisasi AISI dan SAE merupakan spesifikasi dengan loxx
digunakan untuk paduan yang sangat minimal. Contoh baja AISI, SAE 1445, ini
berarti kandungan karbonnya adalah 0,4% dengan paduan uranium (0,4%-1,4%)

c) Menurut UNS (United Numbering System)

Baja menurut standar UNS hampir sama dengan standar AISI dan SAE, hanya
saja menggunakan huruf di depan ditambah lima digit untuk jenis tambahan
lainnya misalnya baja AISI,SAE A 0,70% UNS menjadi G41070 di mana
awalnya G untuk baja karbon paduan rendah.

2) Jepang (JIS = Japan Industrial Standar)

Rolled Steel for general structural (G 3101-87), Rolled Steel for walled structural
(G 3106-92), Hot Rolled Atmosphetle corrosion resisting steel (G 3128-87), Hot
Yield Strength Steel plate for walled structural (G 3128-87), Superior atmosphere
corrosion resistant steel (G 3215-87)

3) Standarisasi Jerman (DIN = Deutsche Industrie Norm.)

Steel for general structural purposes (17100-80) dan Waldable tine astin steel
(17102-83)

4) Standarisasi Perancis (NF)

Structural Steel (A 35-501-87) dan Structural Steel Imprived atmosphere


votection vistance (H 35-502-DA)

BAB IV

HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Kurva laju pemanasan dan pendinginan dari data yang diperoleh

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

Temperatur Vs Waktu
Temperatur (T)
1000

800

600

400

200

0 Waktu (t)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75

Pemanasan Pendinginan

Berdasarkan grafik yang telah diperoleh dari hasil data dapat di simpulkan pada saat
dilakukan pemanasan maka temperature logam akan naik. Setelah mencapai suhu 810 C, maka
atom –atom bergerak keluar dari struktur dari permukaan logam. Kemudian setelah itu
didinginkan dengan media pendingin maka dengan cepat temperature logam akan menurun.

Dimana pada awalnya berada pada fase austenit stabil. Pada saat temperature logam
turun diantara suhu + 700C – 250C terbentuk austenit yang tidak stabil, kemudianm pada saat
logam temperaturnya dibawah 250C terbventuk austenit dan martensit. Terbentuk martensit
karena adanya pengaruh kadar karbon, martensit ini terbentuk karena atom – atom karbon yang
ada pada permukaan tidak sempat berdifusi kembali kedalam struktur logam sebagai akibat
pendingin yang cepat dan struktur logamnya merapat. Sifatnya keras dan ulet. Kecepatan
pendingin yang dipengaruhi oleh massa jenis, yaitu semakin keras massa jenis dari media
pendingin maka kecepatan pendinginan dari logam akan cepat. Hal ini disebabkan panas dari
logam cepat didistribusikan karena pada partikel media pendingin saling berdekatan.

4.2. DIAGARAM FASA Fe-Fe3C

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

Keterangan:

1. Ferrit ( α ) adalah larutan interpisi dalam atom-atom karbon pada besi murni.
- bersifat lunak dan liat
- strukturnya kubik pemusatan ruang ( BCC )
- dalam keadaan murni ( komersil ) keuatan tariknya < 310 MPa
- bersifat ferromagnetic di bawah 770 °C
- berat jenisnya 7,88 gr/cm³
2. sementit ( karbida besi ) yaitu paduan besi-karbon, karbon melebihi batas
daya larut membentuk fasa kedua.
- bersifat keras disbanding austenit atau ferit tidak ulet
- berat jenisnya 7,6 gr/cm³
3. Uustenit ( γ ) adalah larutan interpisi antara karbon dan besi
- stabil pada suhu 912 °C dan 1394 °C
- pada suhu stabil bersifat lunak dan ulet sehingga mudah dibentuk
- strukturnya kubik pemusatan sisi

4. Derlit adalah austeroiddari dua fasa yaitu fasa ferit dan fasa sementit
- terjadi pada temperature di bawah 723 °C
- sifatnya antara ferit
- kandungan karbonnya 0,87 %

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

5. Ledeburite ( L ) adalah suatu autentik yang mempunyai kandungan karbon


43 % dan merupakan campuran halus antara perlite dan sementit.
6. Besi adalah fasa yang hanya berada di antara temperature 1400 °C sampai
1525 °C.

4.3. Analisa diagram TTT

Dari diagram TTT di atas dapat dilihat pengaruh media pendingin pada struktur
yang dihasilkan pada specimen.

- Kurva I ( air garam )

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

Pendinginan menggunakan air garam pada pendinginan ini, waktu


pendinginannya lebih cepat sehingga menghasilkan baja mertensit yang berstruktur halus
sehingga baja yang dihasilkan sangat keras dang etas.

- Kurva II ( air )

Pendinginan ini menggunakan media pendingin air biasa, dengan waktu


pendinginan agak lebih lama dengan media pendingin air garam. Struktur yang dihasilkan
adalah baja mertensit yang berstruktur besar.

- Kurva III ( solar )

Yaitu pendinginan denga n media solar dengan waktu pendinginan lebih lama
dari air sehingga menghasilkan ferit dan perlit yang lebih sedikit.

- Kurva IV ( oli )

Pendinginan ini menggunakan media pendingin oli dan struktur yang dihasilkan
adalah stuktur perit dengan waktu pendinginan lebih lama dari pendinginan dengan solar.

Kurva V ( udara )

Yaitu pendinginan dengan udara sebagai media pendingin struktur yang


dihasilkan adalah ferit dan perlit dengan waktu pendinginan yang lebih lama daripoada
media pendingin yan lain.

4.2. Pembahasan

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

4.2.1. Pembahasan Umum

A. Alotropi Besi

Alotropi besi merupakan materi dengan komposisi kimia yang sama


dengan dua atau lebih bentuk Kristal biasa pada logam tunggal. Logam besi
memiliki 2 Alotropi yaitu Ferit dan Austenit, Biasanya Alotropi dimanfaatkan
pada perlakuan panas suatu material. Contohnya adalah logam besi. Jika diberi
perlakuan panas maka strukturnya akan berubah dari KPR/BCC menjadi
KPS/FCC. Sebaliknya jika diinginkan struktur kembali pada keadaan semula.
Hal yang paling menonjol dari Alotropi adalah adanya perubahan berat jenis dan
sifat perlakuan panas, walaupun demikian masih ada sifat-sifat lain yang
berubah. Keadaan dimana logam tunggal tidak mengalami nperubahan walaupun
telah mengalami perlakuan panas disebut Allotropic.

)_􀀀_ B. FCC dan BCC

FCC adalah singkatan dari Face Center Cubic atau 'wajah berpusat kubik'
struktur. Sedangkan BCC singkatan dari Body Center Cubic atau 'tubuh berpusat
kubik' struktur. Mereka mengacu pada penataan bahan kristal. Untuk struktur
kubik, Anda dapat membayangkan memiliki sebuah kubus atom, satu atom di
setiap sudut kubus (sebenarnya Anda memiliki 1 / 8 dari atom, karena Anda
menganggap bahwa setiap saham sel yang mengelilingi atom juga).

FCC BCC

Namun, dalam penataan FCC, akan ada atom lain (sekali lagi, sekitar
berbagi sel-sel atom, sehingga secara teknis setengah atom dalam hal ini) pada
setiap muka kubus (dengan wajah yang saya maksud adalah permukaan luar dari
kubus), dan mereka akan berpusat antara sekitarnya untuk sudut kubus (maka
'wajah berpusat' bagian dari nama).
Untuk BCC, yang mirip, kecuali daripada harus atom di wajah masing-

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

masing, hanya ada atom ekstra tunggal (ditambah semua atom pada sudut-sudut
kubus) yang terletak tepat di tengah kubus (atau 'tubuh' dari kubus).

Besi atom disusun dalam tubuh berpusat pola kubik (BCC) sampai
dengan 1180 K. Di atas suhu ini membuat transisi fase ke wajah-kisi berpusat
kubik (FCC). Transisi dari BCC ke FCC hasil dalam meningkatkan 8 sampai 9%
pada densitas, menyebabkan sampel besi menyusut besarnya karena dipanaskan
di atas temperatur transisi.

C. Intan

Intan adalah mineral yang secara kimia merupakan bentuk kristal, atau
alotrop, dari karbon. Intan terkenal karena memiliki sifat-sifat fisika yang
istimewa, terutama faktor kekerasannya dan kemampuannya mendispersikan
cahaya. Sifat-sifat ini yang membuat intan digunakan dalam perhiasan dan
berbagai penerapan di dalam dunia industri.

Intan terutama ditambang di Afrika tengah dan selatan, walaupun


kandungan intan yang signifikan juga telah ditemukan di Kanada, Rusia, Brazil,
dan Australia. Sekitar 130 juta "carat" (26.000 kg) intan ditambang setiap tahun,
yang berjumlah kira-kira $9 miliar dolar Amerika. Selain itu, hampir empat kali
berat intan dibuat di dalam makmal sebagai intan sintetik (synthetic diamond).

Gambar intan

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

Penambangan intan

Intan terutama ditambang dari pipa-pipa vulkanis, tempat kandungan


intan yang berasal dari bahan-bahan yang dikeluarkan dari dalam Bumi karena
tekanan dan temperaturnya sesuai untuk pembentukan intan.

Intan terdapat dari dalam perut bumi yang digali baik secara manual
maupun dengan mekanisasi. Sekarang kebanyakan para penambang intan sudah
menggunakan mekanisasi, yaitu dengan mesin penyedot untuk menyedot tanah
yang sudah digali.

Tanah yang disedot bersama air, dipilah melalui tapisan. Dengan


keterampilannya, si penambang bisa membedakan batu biasa, pasir, atau intan.
Intan yang baru didapat ini disebut "galuh" di daerah Banjarmasin. Galuh ini
masih merupakan intan mentah. Untuk menjadikannya siap pakai, intan harus
digosok terlebih dahulu. Penggosokan intan yang ada di masyarakat sebagian
besar masih dengan alat tradisional.

D. Karbida

Karbida adalah istilah untuk atom karbon yang kelebihan elektron.


Contoh senyawa karbida adalah kalsium karbida CaC2. Karbit atau Kalsium
karbida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CaC2. Karbit digunakan
dalam proses las karbit dan juga dapat mempercepat pematangan buah.

Persamaan reaksi Kalsium Karbida dengan air adalah

CaC2 + 2 H2O → C2H2 + Ca(OH)2

Karena itu 1 gram CaC2 menghasilkan 349ml asetilen. Pada proses las
karbit, asetilen yang dihasilkan kemudian dibakar untuk menghasilkan panas
yang diperlukan dalam pengelasan.

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

Gambar karbida

E. NDT (non-Destructive Test)

NDT (Non-Destructive Testing) adalah salah satu teknik mengujian


material tanpa merusak benda ujinya. Pengujian dapat mendeteksi secara dini
timbulnya crack atau flaw pada material secara dini, tanpa menunggu material
tesebut gagal ditengah operasinya. Dari tipe keberadaan crack pada material
NDT dapat dibedakan dalam 2 macam, yaitu: surface crack dan inside crack.
Pada saat pengujian maka harus sudah ditentukan dahulu targetnya (misal surface
crack atau inside crack), baru digunakan metoda NDT yang tepat.

Untuk inside crack ada 3 metoda yang dapat digunakan, yaitu:

1. Radiography, dengan menggunakan sinar X untuk mendapatkan gambaran


dalam material. Prinsipnya sama dengan sinar X yang digunakan untuk tubuh
manusia, tetapi panjang gelombang yang digunakan berbeda (lebih pendek).
2. Ultrasonics, dengan menggunakan gelombang ultrasonic dengan frequensi
antara 0.1 ~ 15 Mhz. Prinsipnya, gelombang ultrasonic dipancarkan dalam
material dan gelombang baliknya atau gelombang yang sampai di sisi yang
lain di bandingkan dengan kecepatan suara dari material itu sendiri untuk
mendapatkan gambaran posisi dari crack.
3. Accustic emmision, (sorry saya nggak bisa jelaskan tentang hal ini).

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

Untuk surface crack ada beberapa metoda yang dapat digunakan, yaitu:

1. Visual Optical, melihat/mencari crack yang berada dipermukaan material


dengan bantuan optik.
2. Liquid Penetrant, yaitu dengan menyemprotkan/mengulaskan cairan berwana
pada permukaan material. Pada prinsipnya teknik ini untuk mempermudah
penglihatan saja.
3. Magnetic Particles, cara ini dengan menggunakan serbuk magnetik yang di
sebarkan dipermukaan benda uji. Pada saat crack ada dalam perbukaan benda
uji, maka akan terjadi kebocoran medan magnit di sekitar posisi crack,
sehingga dengan mudah akan bisa dilihat oleh mata. Setelah pengujian
magnetic, maka benda uji akan menjadi bersifat magnet, krn pengaruh serbuk
magnet tersebut, maka untuk menghilangkan effek itu digunakan metoda
demagnetization (proses menghilangkan medan magnet pada benda uji),
salah satu caranya dengan menggunakan hammering (benda uji dipikul
dengan hammer, sehingga timbul getaran yang akan melepaskan partikel
magnet)

Eddi current, prisipnya hampir sama dengan teknik medan magnet, tetapi
disini medang listrik yang dipancarkan dari arus listrik bolak-balik, ketika ada
crack maka medan listrik akan berubah dan perubahannya itu akan terbaca pada
alat pengukur impadance. Prinsip ini erat kaitannya dengan impedansi, maka
halinya sangat dipengruhi oleh jarak antara benda uji dengan alat ukurnya.

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

4.2.2. Pembahasan Khusus

Proses pembuatan Pahat Bubut dengan Proses Normalizing (metode pisau cutoff dan grit
wheel 24).

Alat dan bahan:

1. Alat : pisau cutoff, grit wheel 24(roda 24-grit), furnace(tungku),las asetelin


2. Bahan : material baja dengan kandungan karbon rendah.

Proses pembuatan:

 Gunakan penggiling sudut kanan dengan pisau cutoff untuk memotong baja sesuai
dengan ukuran pahat yang diinginkan.
 Baja dikunci untuk menjaga agar tidak terjadi kelonggaran pada saat pembentukan.
 Panaskan 3 inch pertama sampai mencapai suhu yang diinginkan.
 Baja kemudian ditempa pada saat pemanasan dengan las asetelin dengan model kuncup
mawar.
 Pahat kemudian dipanaskan menyeluruh sampai diatas temperature kritis, dan kemudian
didinginkan perlahan-lahan dengan media pendinginan udara dalam ruangan dengan suhu
normal.
 Pada proses normalisasi ini, ukuran baja bisa sedikit mengecil dan kemungkinan baja ini
bisa hancur ketika ditempa, efek pendinginan ini bisa membuat baja menjadi hitam
sehingga seolah-olah baja tersebut terlihat dingin. Baja bisa mencapai suhu 1000 derajat
farenheit ketika berubah warna menjadi hitam.
 Panaskan inci pertama dan kemudian setengah dari baja tersebut , kemudian tempa
permukaan baja dengan alat penempa(roda 24-grit).
 Dinginkan baja dengan media pendingin oli atau solar hingga baja tersebut benar-benar
dingin.

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

Gambar jenis–jenis pahat bubut

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011


Pengujian Heat Treatment

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.KESIMPULAN

a) Tujuan dari proses Heat Treatment adalah agar pekerjaan perlakuan panas dilakukan
dengan menggunakan peralatan yang tepat dan dioperasikan dengan benar.
b) Prosedur pengujian perlakuan panas yaitu sebgai berikut :
1. Persiapan specimen
2. Persiapan alat
3. Pemanasan
4. Pengeluaran specimen dari furnace
5. Perlakuan panas selesai
c) Bahan dan alat yang digunakan adalah tungku(furnance),termokopel,jam,penjepit
specimen,media Quench (air,solar,oli,air garam)
d) Jenis-jenis perlakuan panas yaitu Hardening, Annlealing, Normalizing, dan Tempering.
e) Diagram fasa Fe3C berguna dalam penentuan proses Heat Tretment, dimana pada
temperature berapa kita menginginkan suatu fasa material apabila kadar karbonnya kita
ketahui.
f) Semakin besar massa jenis dari media pendingin, maka laju pendinginan akan semakin
besar pula.

5.2.SARAN

a) Harap untuk media pendingin oli disediakan saringan agar benda uji dapat dikeluarkan
dari media tersebut dengan mudah.
b) Kalau bisa pada saat praktikan mengerjakan specimen asisten ada yang mendampingi
agar praktikkkan dapat dengan mudah bertanya kalau ada yang tidak dimengerti.

Laboratorium Metalaurgi Fisik 2011

Вам также может понравиться